repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48073/1/ahmad sauqi... ·...

91

Upload: others

Post on 05-Feb-2020

7 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48073/1/AHMAD SAUQI... · menggunakan tipe perjanjian khusus, yang dikenal sebagai penjualan sebuah bangunan
Page 2: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48073/1/AHMAD SAUQI... · menggunakan tipe perjanjian khusus, yang dikenal sebagai penjualan sebuah bangunan
Page 3: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48073/1/AHMAD SAUQI... · menggunakan tipe perjanjian khusus, yang dikenal sebagai penjualan sebuah bangunan
Page 4: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48073/1/AHMAD SAUQI... · menggunakan tipe perjanjian khusus, yang dikenal sebagai penjualan sebuah bangunan
Page 5: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48073/1/AHMAD SAUQI... · menggunakan tipe perjanjian khusus, yang dikenal sebagai penjualan sebuah bangunan
Page 6: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48073/1/AHMAD SAUQI... · menggunakan tipe perjanjian khusus, yang dikenal sebagai penjualan sebuah bangunan

v

ABSTRAK

AHMAD SYAUQI ROBBI, NIM 11140480000069, “KEABSAHAN

TRANSAKSI JUAL BELI PROPERTI MENGGUNAKAN SISTEM PRE

PROJECT SELLING DITINJAU DARI HUKUM PERJANJIAN (Studi

Kasus Proyek Meikarta Cikarang Kabupaten Bekasi)”, Konsentrasi Hukum

Bisnis, Program Studi Ilmu Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta, 1441H/2019M, ix + 77 halaman + 4 halaman daftar pustaka .

Studi ini bertujun untuk mengetahui pemasaran apartemen Meikarta

yang dilakukan dengan cara pre project selling dimana penjualan dilakukan

ketika bangunan belum jadi dengan menandatangani Perjanjian Pengikatan

Jual Beli. Skripsi ini membahas mengenai keabsahan transaksi jual beli properti

menggunakan sistem pre project selling ditinjau dari hukum perjanjian dan

tanggung jawab hukum pengembang (developer) bagi para pembeli satuan unit

properti Meikarta secara Pre Project Selling.

Metode penelitian yang digunakan dalam studi ini adalah metode

penelitian normatif. Data penelitian dikumpulkan dengan cara studi

kepustakaan melalui metode pendeketan terhadap undang-undang yang berkaitan

dengan studi ini yaitu Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang

Rumah Susun.

Hasil studi ini menunjukkan bahwa Perjanjian Pengikatan Jual Beli

(PPJB) satuan unit apartemen Meikarta yang melibatkan para pihak antara

pengembang (developer) dan pembeli adalah tidak sah dan batal demi hukum

karena terdapat persyaratan yang belum terpenuhi yaitu suatu hal tertentu dan

kausa yang halal sebagaimana persyaratan tersebut ditentukan dalam Pasal 1320

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata serta pihak pengembang (developer)

dapat dimintai pertanggungjawaban atas Perbuatan Melawan Hukum (PMH) oleh

pembeli sebagaimana diatur dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata mengingat segala aspek legalitas (perizinan) yang ditentukan dalam

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun, pengembang

(developer) sebelum membangun apartemen Meikarta seperti Izin Analisis

Dampak Lingkungan dan Izin Mendirikan Bangunan belum dipenuhi oleh

pihak pengembang (developer) apartemen Meikarta.

Kata Kunci : Tanggung Jawab, Pengembang (developer), Pre Project Selling.

Pembimbing Skripsi : M. Yasir, S.H., M.H.

Daftar Pustaka : Tahun 1992 – Tahun 2015

Page 7: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48073/1/AHMAD SAUQI... · menggunakan tipe perjanjian khusus, yang dikenal sebagai penjualan sebuah bangunan

vi

KATA PENGANTAR

الرحيم الرحمن هللا بسم

Assalamualaikum Wr.Wb

Segala puji dan syukur hanya untuk Allah SWT. Atas berkat rahmat,

hidayat, dan juga anugerah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

“KEABSAHAN TRANSAKSI JUAL BELI PROPERTI MENGGUNAKAN

SISTEM PRE PROJECT SELLING DITINJAU DARI HUKUM

PERJANJIAN (Studi Kasus Proyek Meikarta Cikarang Kabupaten Bekasi)”.

Sholawat serta salam tidak lupa tercurahkan kepada junjungan Nabi Muhammad

SAW, yang telah membawa umat manusia dari zaman jahiliah, kepada zaman

islamiyah pada saat ini. Penulisan skripsi ini dilakukan untuk memperoleh gelar

Sarjana Hukum pada Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta. Skripsi ini tidak dapat diselesaikan oleh penulis tanpa bantuan dan

dukungan dari berbagai pihak selama penyusunan skripsi ini.

Peneliti ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada

para pihak yang telah memberikan peranan secara langsung dan tidak langsung

atas pencapaian yang telah dicapai oleh peneliti, yaitu antara lain kepada yang

terhormat:

1. Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.H., MH., M.A. Dekan Fakultas Syariah dan

Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. Muhammad Ali Hanafiah Selian, S.H., M.H. Ketua Program Studi Ilmu

Hukum dan Drs. Abu Tamrin, S.H., M.Hum. Sekretaris Program Studi Ilmu

Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. M. Yasir, S.H., M.H. Pembimbing Skripsi, atas kesempatan waktu, arahan, dan

kritik, serta saran yang diberikan demi penelitian yang saya lakukan.

4. Kepala Pusat Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah

membantu dalam menyediakan fasilitas yang memadai untuk peneliti

mengadakan studi kepustakaan guna menyelesaikan skripsi ini.

Page 8: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48073/1/AHMAD SAUQI... · menggunakan tipe perjanjian khusus, yang dikenal sebagai penjualan sebuah bangunan
Page 9: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48073/1/AHMAD SAUQI... · menggunakan tipe perjanjian khusus, yang dikenal sebagai penjualan sebuah bangunan

viii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................... . i

HALAMAN PERSETUJUAN PEEMBIMBING ........................................ ii

PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI ............................................. iii

LEMBAR PENYATAAN .............................................................................. iv

ABSTRAK ...................................................................................................... v

KATA PENGANTAR ................................................................................... vi

DAFTAR ISI .................................................................................................. viii

BAB I: PENDAHULUAN .......................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah ............................................................. 1

B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah .................... 5

1. Identifikasi Masalah ............................................................... 5

2. Pembatasan Masalah ............................................................. 6

3. Perumusan Masalah ............................................................... 6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................. 6

D. Metode Penelitian ...................................................................... 7

E. Sistematika Penulisan ................................................................. 10

BAB II: PERJANJIAN JUAL BELI RUMAH SUSUN ........................... 11

A. Kerangka Konseptual ................................................................. 11

1. Perjanjian Pada Umumnya ..................................................... 11

2. Rumah Susun ......................................................................... 19

B. Kerangka Teori ........................................................................... 26

1. Teori Kepastian Hukum ......................................................... 26

2. Teori Tanggung Jawab ........................................................... 27

C. Tinjauan(Review) Kajian terdahulu ............................................ 30

BAB III: HUBUNGAN HUKUM DALAM TRANSAKSI JUAL BELI

PROPERTI MENGGUNAKAN SISTEM PRE PROJECT

SELLING ....................................................................................... 33

A. Penjualan Satuan Rumah Susun Menggunakan Sistem Pre

Project Selling ............................................................................. 33

B. Proses Transaksi Jual Beli Satuan rumah Susun ........................ 35

Page 10: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48073/1/AHMAD SAUQI... · menggunakan tipe perjanjian khusus, yang dikenal sebagai penjualan sebuah bangunan

ix

C. Aspek Legalitas Yang Harus Diperhatikan Sebelum Melakukan

Proses Transaksi Jual Beli Satuan rumah Susun ........................ 42

BAB IV: KEABSAHAN PERJANJIAN JUAL BELI DAN

TANGGUNG JAWAB PENGEMBANG (DEVELOPER)

DALAM PENJUALAN SATUAN UNIT PROPERTI

MEIKARTA MENGGUNAKAN SISTEM PRE PROJECT

SELLING ........................................................................................ 48

A. Keabsahan Perjanjian Jual Beli dalam Penjualan Satuan

Unit Apartemen Meikarta Secara Pre Project Selling ................... 48

B. Tanggung Jawab Pengembang (Developer) dalam

Penjualan Satuan Unit Apartemen Meikarta Secara Pre

Project Selling ............................................................................. 62

BAB V: PENUTUP ...................................................................................... 75

A. Kesimpulan ................................................................................. 75

B. Rekomendasi ............................................................................... 76

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 78

Page 11: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48073/1/AHMAD SAUQI... · menggunakan tipe perjanjian khusus, yang dikenal sebagai penjualan sebuah bangunan

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembangunan bertujuan untuk menciptakan kemakmuran dan

kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu hasil-hasil pembangunan harus dapat

dinikmati seluruh rakyat sebagai peningkatan kesejahteraan lahir dan batin

secara adil dan merata.1 Sebagaimana diketahui, Negara Indonesia merupakan

suatu negara yang sedang membangun (developing country), dimana pada saat

ini sedang giat melaksanakan pembangunan di segala bidang, baik

pembangunan di bidang fisik antara lain seperti jalan raya, jembatan

penyebrangan, pasar, pertanian dan irigasi maupun di bidang non fisik yang

diantaranya meliputi pembangunan manusia, ekonomi, kesehatan, pendidikan.

Beberapa tahun terakhir ini perkembangan pembangunan perumahan yang

terdapat di kota-kota besar dalam bentuk rumah susun komersial seperti

apartemen dan kondominium memang terjadi peningkatan yang cepat dan

persaingan yang sangat ketat dalam menarik konsumen. Hal tersebut

dikarenakan rumah susun memiliki konsep hunian bertingkat yang dianggap

lebih praktis dan efisien di kota besar yang memiliki jumlah penduduk tinggi

namun dengan lahan yang sangat terbatas,2 Maka dengan adanya peningkatan

yang sangat cepat akan kebutuhan masyarakat akan papan tersebut

menimbulkan cara yang praktis dan cepat dalam menjual properti baik yang

berbentuk perkantoran, perumahan maupun apartemen yang dilakukan oleh

para pengembang (developer) terutama oleh divisi marketing (pemasaran)

yang dikenal dengan sistem Pre Project Selling.

Pre Project Selling ini merupakan konsep pemasaran yang menjadi tren

pada saat ini di Indonesia terutama bagi para pengembang proyek pemukiman

1Djumialdji, Hukum Bangunan: Ctk. Pertama, (Jakarta : Rineka Cipta, 1996), h. 1 2Vinna Khairunissa, Tanggung Jawab Pengembang (Developer) dalam Penjualan Satuan

Unit Apartemen Meikarta Secara Pre Project Selling.(Program Studi (S1) Ilmu Hukum Fakultas

Hukum Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, 2018),

https://dspace.uii.ac.id/bitstream/handle/123456789/6663/Cover%20Skripsi.pdf%20new.pdf?sequ

ence=1 diakses 19 Februari 2019 Pukul 15.00 WIB

Page 12: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48073/1/AHMAD SAUQI... · menggunakan tipe perjanjian khusus, yang dikenal sebagai penjualan sebuah bangunan

2

(developer). Walaupun sebenarnya sejak tahun 1967, hukum Perancis telah

berurusan dengan penjualan unit dari suatu rencana pembangunan

menggunakan tipe perjanjian khusus, yang dikenal sebagai penjualan sebuah

bangunan yang akan dibangun (a sale of a building to be constructed / vente

d‟immeuble a‟construire).3

Berbicara dasar hukum pada konsep Pre Project Selling tidak lepas dari

beberapa peraturan yakni Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Pemukiman,

serta Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun. Undang-

undang tersebut seringkali digunakan sebagai acuan untuk proses Pre Project

Selling yang mengatur secara umum tentang pembangunan rumah susun baik

secara vertikal atau horizontal. Dalam pasal 42 Ayat (1) Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 2011 menggunakan Perjanjian Pendahuluan untuk Proses Pre

Project Selling sedangkan dalam pasal 42 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 20

Tahun 2011 mengguunakan Perjanjian bersyarat.4

Ketentuan kunci dalam konsep Pre Project Selling terdapat dalam pasal 42

Ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang syarat pemasaran

sebelum pembangunan yang harus memenuhi 5 ketentuan yakni Kepastian

peruntukan ruang, Kepastian hak atas tanah, Kepastian penggunaan rumah

susun, Perizinan pembangunan rumah susun, dan Jaminan dari lembaga

penjamin. Kelima syarat tersebut bersifat komulatif artinya kelimanya harus

terpenuhi semua ketika developer ingin melakukan Pre Project Selling. Prof.

Sogar menambahkan jika 5 ketentuan tersebut tidaklah terpenuhi maka

pengembang (developer) dapat dikenakan sanksi.

Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 dan Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 2011 mengenal sanksi administrasi dan sanksi pidana,

sedangkan sanksi perdata pada dasarnya dapat saja ditempuh dengan dalih

wanprestasi. Perjanjian Pengikatan Jual Beli adalah perjanjian antara penjual

3Cornelius Van Der Merwe, European Condominium Law, (Cambridge University Press,

2015), h. 98 4http : // mkn.fh.unair.ac.id / penegakan – hukum – pada – bisnis – properti -dengan-pola-

pre-project-selling/?lang=id diakses 19 Februari 2019

Page 13: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48073/1/AHMAD SAUQI... · menggunakan tipe perjanjian khusus, yang dikenal sebagai penjualan sebuah bangunan

3

dan pembeli sebelum dilaksanakan jual beli dikarenakan adanya unsur-unsur

yang harus dipenuhi untuk jual beli tersebut, antara lain sertifikat belum ada

karena masih dalam proses belum terjadinya pelunasan harga,5Atau Perjanjian

Pengikatan Jual Beli inilah yang digunakan sebagai pedoman dalam

melaksanakan transaksi sampai selesai proses kepemilikan. Proses transaksi

ini merupakan konsekuensi dari strategi pemasaran pre project selling.

Perjanjian Pengikatan Jual Beli dalam sistem ini merupakan cara

pengembang untuk mendapatkan dana/modal dengan mudah untuk

menjalankan bisnis karena pengembang akan melakukan pembangunan

setelah mendapat dana dari uang muka pembeli dan tanpa membayar bunga.

Di sisi lain dengan adanya proses Perjanjian Pengikatan Jual Beli juga

memberikan kemudahan bagi calon pembeli untuk mendapatkan rumah

dengan biaya yang terjangkau karena hanya perlu membayar uang muka

terlebih dahulu.

Pada 11 September 2017,6 Chief Executive Officer (CEO) Lippo Group,

James Riady meminta maaf sehubungan dengan pemasaran Meikarta yang

dilakukan sebelum proses perizinan selesai. Meikarta adalah pembangunan

kota baru dengan daya tampung mencapai dua juta penghuni melalui

pembangunan 400.000 perumahan serta terdapat 200 gedung berlantai 35-46

lantai dengan total luasan mencapai 500.000 meter persegi di Cikarang

Selatan, Bekasi, Jawa Barat. Sejak pembangunan Meikarta diwacanakan telah

berkembang isu ketidaklengkapan perizinan proyek ini. Bahkan pada 31 Juli

2017, Wakil Gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar mengeluarkan surat

peringatan yang meminta proses pembangunan dan pemasaran Meikarta untuk

sementara dihentikan sampai proses perizinan selesai. Namun, permintaan

tersebut tidak diindahkan, proses pembangunan dan pemasaran tetap berjalan

bahkan bertepatan dengan hari kemerdekaan RI pada 17 Agustus 2017, Grand

5 Maria S.W Sumardjono, Kebijakan Pertanahan Antara Regulasi&Implementasi,

(Jakarta: Buku Kompas, 2005), h. 161 6 Suhendra, Dimana Hak Konsumen dalam Polemik Perizinan Meikarta, terdapat dalam

https://tirto.id/di-mana-hak-konsumen-dalam-polemik-perizinan-meikarta-ctLE diakses tanggal 19

Februari 2019 pukul 14.30 WIB

Page 14: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48073/1/AHMAD SAUQI... · menggunakan tipe perjanjian khusus, yang dikenal sebagai penjualan sebuah bangunan

4

Launching produk ini tetap dilakukan dan 99.300 unit telah dipesan

konsumen.

Kasus seperti Meikarta bukanlah yang pertama, sebelumnya ada kasus

Apartemen Kalibata City. Pengembang Apartemen Kalibata City telah

melakukan pemasaran apartemen untuk 25 lantai pada saat izin belum

sepenuhnya didapatkan. Dengan alasan keselamatan penerbangan, Pemda DKI

hanya mengeluarkan izin untuk 20 lantai. Akhirnya pengembang tidak bisa

memenuhi janji untuk melakukan pembangunan terhadap lantai 21-25

sehingga timbulah sengketa antara pengembang dengan konsumen yang telah

terlanjur memesan. Kemudian pada tahun 2016, Apartemen Bintaro Icon juga

sempat disegel Satpol PP Kota Tangsel karena tidak memiliki izin mendirikan

bangunan (IMB) padahal launching penjualan telah dilakukan semenjak Juli

2013. Akibat penyegelan, konsumen resah dan menunda pembayaran

angsuran sampai proses perizinan diselesaikan. Maraknya masalah terkait

pemasaran apartemen membuat penulis tertarik untuk mengetahui

permasalahan hukum dalam praktik pemasaran apartemen khususnya terkait

pre-project selling.7

Pada praktiknya pre-project selling sering dilakukan sebelum izin

diterbitkan. Hal ini tidak saja melanggar undang-undang tapi juga berpotensi

menempatkan konsumen dalam situasi penuh risiko akan terjadinya

wanprestasi (prestasi buruk), yang berupa:

1. Tidak terlaksananya apa yang diperjanjikan

2. Terlaksana tetapi tidak tepat waktu (terlambat)

3. Terlaksana tetapi tidak seperti yang diperjanjikan

4. Dilaksakan akan tetapi menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.

Kenyataan yang sering terjadi, bahwa dalam prakteknya sering terjadi

permasalahan dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli dengan sistem pesan

bangun ini adalah baik dari segi pembeli ataupun dari penjual sendiri yang

tidak melaksanakan isi perjanjian yang telah disepakati bersama tersebut.

7https : // tirto.id / di-mana-hak-konsumen-dalam-polemik-perizinan-meikarta-ctL diakses

tanggal 19 Februari 2019 pukul 15.20 WIB

Page 15: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48073/1/AHMAD SAUQI... · menggunakan tipe perjanjian khusus, yang dikenal sebagai penjualan sebuah bangunan

5

Tidak jarang juga harga jual rumah yang tinggi tidak diimbangi dengan

pelayanan yang baik kepada konsumen perumahan, misalnya kualitas

bangunan, pelayanan pra jual ataupun purna jual, dan sebagainya yang

menimbulkan kekecewaan pada konsumen.

Dengan melihat latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk mengadakan

penelitian mengenai penjualan Meikarta secara Pre Project Selling antara

pihak pengembang (developer) dengan konsumen. Untuk selanjutnya dari

penelitian itu akan peneliti tuangkan kedalam bentuk skripsi dengan judul:

“Keabsahan Transaksi Jual Beli Properti Menggunakan Sistem Pre

Project Selling Ditinjau Dari Hukum Perjanjian (Studi Kasus Proyek

Meikarta Cikarang Kabupaten Bekasi).

B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Maraknya praktik pre project selling yang menyimpang dari aturan

perundang-undangan terjadi akibat adanya kelemahan dari aturan hukum

yang mengatur, yaitu:

a. Adanya ketidakjelasan aturan terkait pemasaran dalam Undang-

Undang Nomor 20 Tahun 2011 maupun Undang-Undang Nomor 1

Tahun 2011 Tentang Rumah Susun

b. Tidak adanya harmonisasi antara Pasal 42 dengan Pasal 45 Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan

Permukiman sehingga menimbulkan celah hukum bagi pengembang

untuk tetap melakukan pemasaran meski izin belum dikantongi.

c. Tidak ada ketentuan sanksi terhadap pelaku usaha yang melakukan

pelanggaran baik terhadap Pasal 42 Undang-Undang Nomor 20 Tahun

2011 Tentang Rumah Susun dan Pasal 42 Undang-Undang Nomor 1

Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman.

d. Kurangnya pengawasan pemerintah terhadap sistem pre project selling

ini sendiri.

Page 16: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48073/1/AHMAD SAUQI... · menggunakan tipe perjanjian khusus, yang dikenal sebagai penjualan sebuah bangunan

6

2. Pembatasan Masalah

Mengingat cakupan identifikasi masalah di atas cukup luas dan

nantinya akan ada keterbatasan dari peneliti secara keseluruhan maka

penelitian hanya akan dibatasi pada keabsahan perjanjian pengikat jual

beli serta tanggungjawab pihak pengembang (developer) terhadap

transaksi jual beli satuan unit properti Meikarta dengan menggunakan

metode Pre Project Selling sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1

Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman dan Undang-

Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun.

3. Perumusan Masalah

Bedasarkan latar belakang dan pembatasan masalah, maka peneliti

merumuskan masalah terhadap keabsahan transaksi jual beli properti

menggunakan sistem Pre Project Selling (Studi kasus proyek Meikarta

Cikarang Kabupaten Bekasi). Untuk mempertegas arah dari masalah

utama yang telah diuraikan di atas maka penulis menjabarkan perumusan

masalah sebagai berikut:

a. Bagaimana ketentuan perundang-undangan mengatur jual beli

apartemen secara Pre Project Selling ?

b. Bagaimana Keabsahan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) dalam

penjualan satuan unit apartemen Meikarta secara Pre Project Selling ?

c. Bagaimana tanggung jawab hukum pengembang (developer) bagi para

pembeli satuan unit properti Meikarta secara Pre Project Selling ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian yang akan penulis laksanakan adalah

sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui dan memahami peraturan perundang-undangan

yang mengatur jual beli atas apartemen secara pre project selling.

Page 17: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48073/1/AHMAD SAUQI... · menggunakan tipe perjanjian khusus, yang dikenal sebagai penjualan sebuah bangunan

7

b. Untuk mengetahui dan memahami tanggung jawab pengembang

(developer) bagi para pembeli yang diatur dalam Perjanjian

Pengikatan Jual Beli secara pre project selling.

c. Untuk mengetahui keabsahan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB)

dalam penjualan satuan unit apartemen Meikarta secara pre project

selling.

2. Manfaat Penelitian

Berdasarkan uraian yang dikemukakan dalam tujuan penelitian, maka

manfaat yang dapat diberikan adalah :

a. Manfaat Teoritis

1) Memberikan kontribusi pengembangan ilmu pengetahuan

mengenai keabsahan perjanjian pengikatan jual beli satuan unit

apartemen secara Pre Project Selling.

2) Memberikan kontribusi pengembangan pengetahuan mengenai

tanggung jawab bagi pengembang (developer) dalam penjualan

satuan unit apartemen secara Pre Project Selling, sesuai dengan

peraturan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

b. Manfaat Praktis

1) Agar masyarakat khususnya pengembang (developer) mengetahui

akan tanggung jawabnya dalam melakukan penjualan satuan unit

properti secara Pre Project Selling sehingga dikemudian hari

dapat mengantisipasi dan terhindar dari kerugian yang akan

terjadi.

D. Metode Penelitian

Agar dapat memenuhi tujuan dan mewujudkan penelitian ini,

penulismenggunakan metode sebagai berikut :

1. Pendekatan Masalah

Penelitian ini menggunakan pendekatan hukum normatif. Pendekatan

hukum normatif yaitu penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran

Page 18: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48073/1/AHMAD SAUQI... · menggunakan tipe perjanjian khusus, yang dikenal sebagai penjualan sebuah bangunan

8

berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi normatifnya, yang dibangun

berdasarkan objek hukum itu sendiri. 8 Penelitian hukum normatif

merupakan objek kajian yang meliputi keputusan pengadilan, serta

literatur-literatur yang berhubungan dengan pokok bahasan. Tipe

penelitian hukumnya adalah analisis yuridis dari norma-norma hukum

yang berkaitan dengan pokok bahasan terutama dalam proses penyelesaian

perkara perdata.

2. Sifat Penelitian

Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

pendekatan perbandingan dengan spesifikasi penelitian deskriptif analisis.

Data yang diperoleh dalam penelitian ini diolah dan dianalisis dengan

menggunakan metode yuridis kuantitatif, yang hasilnya ditampilkan dalam

bentuk uraian secara deskriptif.

3. Jenis dan Sumber Data

a. Sumber Data

Berdasarkan pendekatan masalah yang digunakan, maka sumber

data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1) Penelitian perpustakaan (Library Research), yakni bersumber dari

bahan pustaka, buku, literatur yang berkaitan dengan masalah yang

diteliti.9

2) Pendekatan perundang-undangan (Statute Approach) dan

pendekatan kasus (Case Approach), dimana penelitian ini

dilakukan dengan menelaah Undang-undang dan regulasi yang

bersangkut-paut dengan isu hukum.

b. Jenis Data

Sedangkan jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1) Data primer adalah bahan hukum yang mempunyai kekuatan

mengikat secara umum (perundang-undangan) Peraturan

perundang-undangan yangberkaitan dengan masalah yang dikaji.

8 Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Surabaya :

Bayumedia Publishing, 2005), h. 57 9 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI-Pers, 2008), h. 11

Page 19: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48073/1/AHMAD SAUQI... · menggunakan tipe perjanjian khusus, yang dikenal sebagai penjualan sebuah bangunan

9

2) Data sekunder adalah data yang sudah dioleh dan dapat langsung

dipergunakan, data sekunder berupa:

a) Bahan Hukum Primer

Yaitu bahan hukum yang berkaitan dengan pokok pembahasan,

berbentuk peraturan perundang-undangan.10 Dalam penelitian

ini, sesuai dengan isu yang diangkat bahwa peraturan

perundang-undangan yang dimaksud adalah :

(1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

(2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah

Susun.

(3) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011Tentang Perumahan

dan Kawasan Permukiman.

(4) Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988 Tentang

Rumah Susun.

(5) SK Menteri Perumahan Rakyat Nomor 9 Tahun 1995

Tentang Pedoman Pengikatan Jual Beli Rumah.

b) Bahan Hukum Sekunder

Yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai

bahan hukum primer yang terkait dengan penelitian yang

dilakukan dan penafsiran tentang hukum melalui literatur-

literatur, hasil penelitian, jurnal dan data-data serupa yang

ditulis oleh para sarjana hukum. Atau dengan kata lain data ini

adalah data yang digunakan untuk melengkapi data primer.

c) Bahan Hukum Tersier

Yaitu bahan hukum yang membantu dalam penjelasan istilah-

istilah yang akan timbul dalam bahan hukum primer dan

sekunder. Bahan hukum tersier dapat berupa kamus-kamus dan

ensiklopedia.11

10 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, … h. 11 11Zainudin Ali. Metode Penelitian Hukum Pengantar, (Jakarta : Sinar Grafika, 2012), h.

134

Page 20: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48073/1/AHMAD SAUQI... · menggunakan tipe perjanjian khusus, yang dikenal sebagai penjualan sebuah bangunan

10

4. Metode Penulisan

Dalam penyusunan penelitian ini peneliti menggunakan metode

penulisan yang sesuai dengan sistematika penulisan yang ada pada buku

“Pedoman Penulisan Skripsi” yang dikeluarkan oleh Fakultas Syariah dan

Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tahun 2017.

E. Sistematika Penulisan

Sistematika ini merupakan gambaran dari penelitian agar memudahkan

dalam mempelajari seluruh isinya. Penelitian ini dibahas dan diuraikan menjadi

5 (lima) bab, adapun bab-bab yang dimaksud adalah sebagai berikut:

BAB I : Pada bab ini menyajikan Pendahuluan memuat secara

keseluruhan mengenai latar belakang masalah, identifikasi

masalah, rumusan, dan pembatasan masalah, tujuan dan

manfaat penelitian.

BAB II : Pada bab ini menyajikan kajian pustaka, yaitu kajian teoritis

dan review (tinjauan ulang) hasil studi terdahulu. Pertama

pembahsan bab diawali dengan pemaparan kerangka konsep,

kedua menjelaskan teori yang digunakan untuk menganalisis

dan menginperpretasi data penelitian.

BAB III : Pada bab ini menyajikan data penelitian. Penyediaan data

berupa deskripsi data yang berkenaan dengan variabel yang

diteliti secara objektif.

BAB IV : Pada bab ini menyajikan Tentang Analisis dan Interpretasi

Temuan. Analisis data penelitian mencakup empat aspek, yaitu:

mendeskripsikan, mengelompokan atau mengkategorisasi,

menghubungkan bagian tertentu dari data dengan data lainnya.

BAB V : Pada bab ini menyajikan penutup. Berisikan rekomendasi yang

diambil dari uraian/deskripsi yang menjawab masalah

berdasarkan data yang diperoleh, serta rekomendasi.

Page 21: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48073/1/AHMAD SAUQI... · menggunakan tipe perjanjian khusus, yang dikenal sebagai penjualan sebuah bangunan

11

BAB II

PERJANJIAN JUAL BELI RUMAH SUSUN

A. Kerangka Konseptual

Untuk lebih terarahnya penulisan skripsi ini, disamping adanya

kerangka teoritis juga diperlukan kerangka konseptual yang merumuskan

defenisi-defenisi yang berhubungan dengan judul penulis yaitu:

1. Meikarta adalah sebuah nama apartemen yang dibangun di kawasan

Cikarang, Kabupaten Bekasi.

2. Pre project selling adalah strategi penjualan rumah susun dengan cara

memasarkan rumah susun yang belum selesai dibangun atau bahkan

belum dibangun.

3. Perjanjian jual beli adalah perjanjian bantuan yang berfungsi sebagai

perjanjian pendahuluan yang bentuknya bebas

4. Apartemen adalah bangunan gedung yang bertingkat yang dibangun

dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang

distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal maupun vertikal

dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dimiliki dan

digunakan secara terpisah terutama untuk tempat hunian yang

dilengkapi bagian-bagian bersama dan tanah bersama.

1. Perjanjian Pada Umumnya

a. Pengertian Perjanjian

Teori perjanjian digunakan dalam penelitian ini untuk membahas

rumusan masalah pertama. Pencetus teori perjanjian menurut Salim

H.S adalah Van Dunne. Menurut Van Dunne sebagaimana dikutip

Salim H.S mengatakan perjanjian yang selama ini dikenal memandang

perjanjian sebagai suatu perbuatan hukum. Namun dalam teorinya Van

Dunne seperti dikutip Salim H.S menegaskan perjanjian bukan suatu

perbuatan hukum melainkan hubungan hukum. Perjanjian menurut

teori Van Dunne ini ditafsirkan sebagai suatu hubungan hukum

Page 22: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48073/1/AHMAD SAUQI... · menggunakan tipe perjanjian khusus, yang dikenal sebagai penjualan sebuah bangunan

12

penawaran dari satu pihak dan perbuatan hukum penerimaan dari pihak

lain. Mengingat disini ada penawaran dan penerimaan oleh para pihak,

maka tentunya dalam perjanjian menurut Van Dunne juga melibatkan

kata sepakat yang dapat menimbulkan akibat hukum.1

Perjanjian adalah suatu peristiwa ketika seseorang berjanji kepada

orang lain atau ketika orang itu saling berjanji untuk melaksanakan

sesuatu hal. Dalam perjanjian ini timbul suatu hubungan hukum antara

dua orang tersebut atau perikatan.2

Pengertian perjanjian menurut Wirjono Prodjodikoro, perjanjian

adalah suatu hubungan hukum mengenai harta benda antara dua pihak,

dalam mana satu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk

melakukan sesuatu hal atau untuk tidak melaksanakan sesuatu hal,

sedang pihak lain berhak menuntut pelaksanaan janji itu.3

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan bahwa

“Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau

lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”. Dari

pengertian perjanjian pada Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata dapat diuraikan bahwa unsur-unsur perjanjian adalah :

1) Suatu perbuatan

2) Ada dua orang/lebih

3) Perbuatan tersebut melahirkan perikatan diantara pihak-pihak yang

melakukan perjanjian tersebut.

R. Subekti menyatakan bahwa perjanjian adalah suatu peristiwa di

mana seorang berjanji kepada seorang lain atau di mana dua orang itu

saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Dari peristiwa itu

timbulah suatu hubungan hukum antara dua pihak yang dinamakan

perikatan.4

1Salim H.S, Hukum Kontrak Teori & Tehnik Penyusunan Kontrak, Cet. VIII, (Jakarta :

Sinar Grafika, 2011), h.2 2Lukman Santoso, Hukum Perjanjian Kontrak, (Jakarta : Cakrawala, 2012), h. 8 3 Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Perjanjian, (Bandung : CV Mandar Maju,

2000), h. 4 4 Sutarno, Aspek-aspek Hukum Perkreditan pada Bank, (Jakarta : Alfabeta, 2004), h. 74

Page 23: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48073/1/AHMAD SAUQI... · menggunakan tipe perjanjian khusus, yang dikenal sebagai penjualan sebuah bangunan

13

b. Unsur-Unsur Perjanjian

Dalam perkembangan doktrin ilmu hukum dikenal adanya tiga

unsur dalam perjanjian :5

1) Unsur Esensialia dalam Perjanjian

Unsur Esensialia dalam perjanjian mewakili ketentuan-

ketentuan berupa prestasi-prestasi yang wajib dilakukan oleh salah

satu atau lebih pihak, yang mencerminkan sifat dari perjanjian

tersebut, yang membedakannya secara prinsip dari jenis perjanjian

lainnya. Unsur esensialia ini pada umumnya dipergunakan dalam

memberikan rumusan, definisi atau pengertian dari suatu

perjanjian. Misalnya perjanjian jual beli dibedakan dari perjanjian

tukar menukar, jual beli menurut ketentual Pasal 1457 Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata adalah :

“Suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan

dirinya untuk menyerahkan suatu barang dan pihak yang lain

untuk membayar harga yang dijanjikan.”

Tukar menukar menurut Pasal 1541 Kitab Undang-Undang

Hukum perdata adalah :

“Suatu perjanjian dengan mana kedua belah pihak

mengikatkan diri untuk saling memberikan suatu barang secara

timbal balik sebagai ganti suatu barang lain.”

Dengan rumusan Pasal 1457 dan Pasal 1541 Kitab Undang-

Undang Hukum Perdata dapat kita ketahui bahwa jual beli

dibedakan dari tukar menukar dalam wujud pembayaran harga.

Jadi jelas bahwa unsur esensialia adalah unsur yang wajib ada

dalam suatu perjanjian, bahwa tanpa keberadaan unsur tersebut,

maka perjanjian yang dimaksudkan untuk dibuat dan

diselenggarakan oleh para pihak dapat menjadi beda, dan

karenanya menjadi tidak sejalan dan sesuai dengan kehendak para

pihak.6

5 Kartini Muljadi et.al., Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, (Jakarta : PT Raja

Grafindo Persada, 2003), h. 84 6 Kartini Muljadi et.al., Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, ... h. 84

Page 24: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48073/1/AHMAD SAUQI... · menggunakan tipe perjanjian khusus, yang dikenal sebagai penjualan sebuah bangunan

14

2) Unsur Naturalia dalam Perjanjian

Unsur Naturalia adalah unsur perjanjian yang oleh hukum

diatur tetapi dapat dikesampingkan oleh para pihak. Bagian ini

merupakan sifat alami (nature) perjanjian secara diam-diam

melekat pada perjanjian, seperti penjual wajib menjamin bahwa

barang tidak ada cacat (vrijwaring).7 Contoh lainnya, berdasarkan

ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, penjual wajib

menanggung biaya penyerahan. Ketentuan ini berdasar

kesepakatan dapat dikesampingkan para pihak.

3) Unsur Accidentalia dalam Perjanjian

Unsur Accidentalia adalah unsur yang merupakan sifat pada

perjanjian yang secara tegas diperjanjikan oleh para pihak.

Misalnya, di dalam suatu perjanjian jual beli tanah, ditentukan

bahwa jual beli ini tidak meliputi pohon atau tanaman yang berada

di atasnya

c. Asas-Asas dalam Hukum Perjanjian

1) Asas Kebebasan Berkontrak

Berdasarkan ketentuan Pasal 1338 Ayat (1) KUH Perdata yang

berbunyi : “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai

undang-undang bagi mereka yang membuatnya.”

Asas kebebasan berkontrak menurut hukum perjanjian Indonesia

meliputi ruang lingkup sebagai berikut :8

a) Kebebasan untuk membuat atau tidak membuat perjanjian.

b) Kebebasan untuk memilih pihak dengan siapa ia ingin membuat

perjanjian.

c) Kebebasan menentukan atau memilih klausa dari perjanjian yang

akan dibuatnya.

d) Kebebasan untuk menentukan objek perjanjian.

7 Ridwan Khairandy, Hukum Kontrak Indonesia dalam Perspektif Perbandingan (Bagian

Pertama),(Yogyakarta : FH UII Press, 2014), h. 67 8 Hasanuddin Rahman, Seri Keterampilan Merancang Kontrak Bisnis Contract Drafting,

(Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 2003), h. 15-16

Page 25: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48073/1/AHMAD SAUQI... · menggunakan tipe perjanjian khusus, yang dikenal sebagai penjualan sebuah bangunan

15

e) Kebebasan untuk menentukan bentuk suatu perjanjian.

f) Kebebasan menerima atau menyimpangi ketentuan undang-undang

yang bersifat opsional.

2) Asas Konsensualisme

Bahwa perjanjian terbentuk karena adanya perjumpaan kehendak

(concencus) dari pihak-pihak. Perjanjian pada pokoknya dapat dibuat

bebas, tidak terikat bentuk dan tercapai tidak secara formil tetapi cukup

melalui konsensus belaka.9

Asas konsensualisme tidak mensyaratkan suatu kontrak harus

dibuat dalam bentuk yang tertulis, kecuali beberapa bentuk dari

kontrak yang harus dibuat dalam bentuk tertulis, sebagai contohnya

adalah kontrak perdamaian, kontrak pertanggungan dan kontrak hibah.

3) Asas Kepastian Hukum

Ketentuan Pasal 1338 Ayat (1) KUH Perdata yang menyatakan

bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai

undang-undang bagi mereka yang membuatnya, selain mencerminkan

asas kebebasan berkontrak juga mencerminkan asas pacta sunt

servanda. Asas ini mempunyai maksud bahwa perjanjian mengikat

kedua belah pihak dan perjanjian merupakan undang-undang bagi

pihak yang melakukan perjanjian. Asas pacta sunt servanda dapat

dikatakan sebagai asas mengikatnya perjanjian. Jadi para pihak yang

terkait diharuskan menghormati perjanjian tersebut sebagaimana

menghormati undang-undang. Seandainya para pihak tidak

melaksanakan perjanjian seperti apa yang telah disepakati dan

diperjanjikan, maka akan mempunyai akibat seperti halnya jika para

pihak tidak melaksanakan peraturan perundang-undangan, yaitu

dengan suatu sanksi tertentu.10

4) Asas Itikad Baik

9Evi Ariyani, Hukum Perjanjian, (Yogyakarta : Penerbit Ombat, 2013), h. 12 10 Hasanuddin Rahman, Seri Keterampilan Merancang Kontrak Bisnis Contract Drafting,

(Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 2003), h. 15-16

Page 26: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48073/1/AHMAD SAUQI... · menggunakan tipe perjanjian khusus, yang dikenal sebagai penjualan sebuah bangunan

16

Tercantum dalam Pasal 1338 Ayat (3) KUH Perdata yang berbunyi

: “Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik”. Asas ini

merupakan asas bahwa para pihak, yaitu pihak kreditur dan debitur

harus melaksanakan substansi kontrak berdasarkan kepercayaan atau

keyakinan yang teguh maupun kemauan baik dari para pihak.

Isi dari perjanjian turut ditentukan oleh itikad baik, kepatutan dan

kepantasan. Bukannya itikad baik dan kepatutan yang mengubah

perjanjian, tetapi justru menetapkan apa sebenarnya isi dari perjanjian

itu.11

Pembatasan terhadap asas itikad baik yaitu cara melaksanakan

suatu perjanjian tidak boleh bertentangan dengan kepatutan dan

keadilan. Hakim berwenang mencegah suatu pelaksanaan yang terlalu

menyinggung rasa keadilan. Asas itikad baik ini diartikan dalam dua

pengertian :

a) Asas itikad baik dalam pengertian subjektif, itikad baik pada waktu

membuat perjanjian yang berarti kejujuran dan keadilan dari para

pihak.

b) Asas itikad baik dalam pengertian objektif, yaitu itikad baik dalam

tahap pelaksanaan yang berarti kepatutan yaitu suatu penilaian baik

terhadap tindak tanduk salah satu pihak dalam hal melaksanakan

perjanjian.

d. Syarat-Syarat Perjanjian

Untuk sahnya suatu perjanjian, maka perjanjian tersebut harus

memenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh Pasal 1320 Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata. Menurut Pasal 1320 Kitab Undang-

Undang Hukum Perdata, syarat sahnya suatu perjanjian adalah (1)

Sepakat mereka yang mengikatkan diri; (2) kecakapan untuk membuat

suatu perikatan; (3) suatu pokok persoalan tertentu; (4) Suatu sebab

yang tidak terlarang.

11 J. Satrio, Hukum Perjanjian, (Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 1992), h. 374

Page 27: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48073/1/AHMAD SAUQI... · menggunakan tipe perjanjian khusus, yang dikenal sebagai penjualan sebuah bangunan

17

Keempat unsur tersebut selanjutnya, dalam doktrin ilmu hukum

yang berkembang, digolongkan ke dalam : (1) Dua unsur pokok yang

menyangkut subyek (pihak) yang mengadakan perjanjian (unsur

subjektif), dan (2) Dua unsur pokok lainnya yang berhubungan

langsung dengan obyek perjanjian (unsur objektif).12

Unsur subjektif mencakup adanya unsur kesepakatan secara bebas

dari para pihak yang berjanji, dan kecakapan dari pihak-pihak yang

melaksanakan perjanjian. Sedangkan unsur objektif meliputi

keberadaan dari pokok persoalan yang merupakan objek yang

diperjanjikan, dan klausa dari objek yang berupa prestasi yang

disepakati untuk dilaksanakan tersebut haruslah sesuatu yang tidak

dilarang atau diperkenankan menurut hukum.

1) Syarat Subjektif

a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya

Kata sepakat di dalam perjanjian pada dasarnya adalah

pertemuan atau persesuaian kehendak antara para pihak di

dalam perjanjian. Seseorang dikatakan memberikan

persetujuannya atau kesepakatannya jika ia memang

menghendaki apa yang disepakati.13

Pernyataan kehendak tersebut harus merupakan pernyataan

bahwa ia mengehendaki timbulnya hubungan hukum.

Kesesuaian kehendak antara dua saja belum melahirkan

perjanjian, karena kehendak tersebut harus dinyatakan, harus

nyata bagi pihak yang lain, dan harus dapat dimengerti

olehpihak lain. Apabila pihak yang lain tersebut telah

menyatakan menerima atau menyetujuinya, maka timbulah kata

sepakat.14

12 Kartini Muljadi et.al., Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, (Jakarta : PT Raja

Grafindo Persada, 2003), h. 93-94 13 J. Satrio, Hukum Perikatan, Perikatan yang timbul dari Perjanjian, (Bandung : Citra

Aditya Bakti, 1995), h. 164 14 R.M. Panggabean, “Keabsahan Perjanjian dengan Klausul Baku”, Jurnal Hukum, Edisi

No. 4 Vol. 17, (Jakarta : Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara Jakarta Raya, 2010), h. 5

Page 28: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48073/1/AHMAD SAUQI... · menggunakan tipe perjanjian khusus, yang dikenal sebagai penjualan sebuah bangunan

18

Suatu perjanjian dapat mengandung cacat kehendak atau

kata sepakat tidak ada jika terjadi hal-hal yang disebut, yaitu

adanya paksaan (dwang), adanya kesesatan atau kekeliruan

(dwaling), dan adanya penipuan (bedrog), dan dalam

perkembangan lebih lanjut, dikenal pula cacat kehendak yang

lain, yakni penyalahgunaan keadaan (misbruik van

omstandigheden).15

b. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian

Untuk membuat suatu perjanjian para pihak harus cakap.

Cakap disini menurut hukum adalah seseorang yang memiliki

kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum. Pasal 1330

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata telah menentukan siapa

saja pihak yang tidak cakap, yaitu :

a) Orang-orang yang belum dewasa

b) Mereka yang berada di bawah pengampuan

c) Orang-orang perempuan, dalam hal-hal yang ditetapkan

undang-undang, dan pada umumnya semua orang kepada

siapa undang-undang telah melarang membuat perjanjian-

perjanjian tertentu.

2) Syarat Objektif

a) Suatu Hal Tertentu

Suatu hal tertentu atau adanya obyek perjanjian yaitu

prestasi pokok perjanjian. Prestasi adalah apa yang menjadi

kewajiban debitur dan apa yang menjadi hak kreditur. Prestasi

dapat berupa perbuatan positif atau perbuatan yang negatif,

artinya prestasi dapat berupa memberikan sesuatu, berbuat

sesuatu, atau tidak berbuat sesuatu. Prestasi harus dapat

ditentukan, dibolehkan, dimungkinkan dan dapat dinilai dengan

uang. Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 1332 KUH

15 J. Satrio, Hukum Perikatan, Perikatan yang timbul dari Perjanjian (Bandung : Citra

Aditya Bakti, 1995), h. 268

Page 29: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48073/1/AHMAD SAUQI... · menggunakan tipe perjanjian khusus, yang dikenal sebagai penjualan sebuah bangunan

19

Perdata yaitu bahwa hanya barang-barang yang dapat

diperdagangkan saja yang dapat menjadi objek perjanjian.

Pasal 1333 KUH Perdata bahwa barang yang diperjanjikan

paling sedikit dapat ditentukan jenisnya. Pasal 1334 KUH

Perdata menetapkan bahwa barang-barang yang baru akan ada

dikemudian hari dapat menjadi pokok suatu perjanjian. Yang

tidak diperbolehkan adalah memperjanjikan untuk melepaskan

suatu warisan yang belum terbuka.

b) Suatu sebab yang halal.

Menurut Pasal 1337 KUH Perdata bahwa suatu klausa

dinyatakan terlarang jika bertentangan dengan undang-undang,

kesusilaan, dan ketertiban umum. Suatu klausa dikatakan

bertentangan dengan undang-undang, jika klausa di dalam

perjanjian yang bersangkutan isinya bertentangan dengan

undang-undang yang berlaku.

Klausa hukum dalam perjanjian yang terlarang juga apabila

bertentangan dengan ketertiban umum. J. Satrio memaknai

ketertiban umum sebagai hal-hal yang berkaitan dengan

masalah kepentingan umum, keamanan negara, keresahan

dalam masyarakat, dan karenanya dapat dikatakan berkaitan

masalah ketatanegaraan.

2. Rumah Susun

a. Pengertian Rumah Susun

Rumah Susun Di Barat, seperti Amerika Serikat rumah susun

ini biasa disebut apartement, tetapi di Belanda biasa disebut flat.

Mereka umumnya menggunakan istilah yang sama, baik untuk

rumah susun yang dihuni oleh lapisan masyarakat kelas atas,

menengah, maupun bawah.16 Di Indonesia ada kecenderungan

16Adrian Sutedi, Hukum Rumah Susun & Apartemen, (Jakarta : Sinar Grafika, 2010), h.

156

Page 30: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48073/1/AHMAD SAUQI... · menggunakan tipe perjanjian khusus, yang dikenal sebagai penjualan sebuah bangunan

20

bahwa istilah rumah susun digunakan oleh penghuni lapisan

masyarakat bahwa dengan sarana dan perlengkapan rumah yang

sederhana. Sedangkan rumah susun bagi penghuni lapisan

masyarakat atas, dengan sarana yang mewah dan modern sering

disebut apartement.

Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 20 Tahun

2011 Tentang Rumah Susun menyatakan bahwa rumah susun

adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu

lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan

secara fungsional, baik dalam arah horizontal maupun vertikal dan

merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan

digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian yang

dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama, dan tanah

bersama.

Pengertian bagian bersama dalam Pasal 1 angka 5 Undang-

Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun, adalah

bagian rumah susun yang dimiliki secara tidak terpisah untuk

pemakaian bersama dalam kesatuan fungsi dengan satuan rumah

susun. Pengertian benda bersama, dalam Pasal 1 angka 6 Undang-

Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun, adalah

benda yang bukan merupakan bagian rumah susun, melainkan

bagian yang dimiliki bersama secara tidak terpisah untuk

pemakaian bersama. Tentang tanah bersama dalam Pasal 1 angka 4

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun

adalah sebidang tanah atau tanah sewa untuk bangunan yang

digunakan atas dasar hak bersama secara tidak terpisah yang di

atasnya berdiri rumah susun dan ditetapkan batasnya dalam

persyaratan izin mendirikan bangunan.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah

Susun menetapkan empat jenis rumah susun, yaitu :

Page 31: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48073/1/AHMAD SAUQI... · menggunakan tipe perjanjian khusus, yang dikenal sebagai penjualan sebuah bangunan

21

1) Rumah Susun Umum

Rumah susun umum adalah rumah susun yang diselenggarakan

untuk memenuhi kebutuhan rumah bagi masyarakat

berpenghasilan rendah.17

2) Rumah Susun Khusus

Rumah susun khusus adalah rumah susun yang diselenggarakan

untuk memenuhi kebutuhan khusus.

3) Rumah Susun Negara

Rumah susun negara adalah rumah susun yang dimiliki negara

dan berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian, sarana

pembinaan keluarga, serta penunjang pelaksanaan tugas pejabat

dan/atau pegawai negeri.

4) Rumah Susun Komersial

Rumah susun komersial adalah rumah susun yang

diselenggarakan untuk mendapatkan keuntungan khususnya

bagi developer atau pengembang. Pendanaan untuk rumah

susun komersial sendiri berasal dari para investor.18

b. Asas-asas Pembangunan Rumah Susun

Pembangunan rumah susun di Indonesia berlandaskan pada:19

1. Asas Kesejahteraan Umum

Dipergunakan sebagai landasan pembangunan rumah susun

dengan maksud bahwa pembangunan rumah susun dilakukan

untuk mewujudkan kesejahteraan lahir dan batin bagi seluruh

rakyat Indonesia secara adil dan merata berdasarkan Pancasila

dan Undang-Undang Dasar 1945 melalui pemenuhan

17 Urip Santoso, Hukum Perumahan ,(Jakarta : Kencana Prenadamedia Group, 2014), h.

409 18Falah Meydiandra dan Indri Fogar Susilowati,“Problematika Pembentukan

Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Rumah Susun di Apartemen Metropolis Surabaya”, Jurnal

Novum, Edisi No. 2 Vol. 3, (Universitas Negeri Surabaya, 2017), h. 2 19Urip Santoso, Hukum Perumahan,(Jakarta : Kencana Prenadamedia Group, 2014), h.

157

Page 32: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48073/1/AHMAD SAUQI... · menggunakan tipe perjanjian khusus, yang dikenal sebagai penjualan sebuah bangunan

22

kebutuhan akan perumahan sebagai kebutuhan dasar bagi

setiap Warga Negara Indonesia dan keluarganya.

2. Asas Keadilan dan Pemerataan

Asas ini memberikan landasan agar pembangunan rumah

susun dapat dinikmati secara merata, dan tiap-tiap warga

negara dapat menikmati hasil-hasil pembangunan perumahan

yang layak.

3. Asas Keserasian dan Keseimbangan dalam Peri Kehidupan

Asas ini mewajibkan adanya keserasian dan keseimbangan

antara kepentingan-kepentingan dalam pemanfaatan rumah

susun, untuk mencegah timbulnya kesenjangan-kesenjangan

sosial.

c. Penyelenggara Pembangunan Rumah Susun

Pelaku pembangunan rumah susun adalah setiap orang dan/atau

Pemerintah yang melakukan pembangunan perumahan dan

pemukiman. Yang dimaksud orang adalah orang perorangan atau

badan hukum. Badan hukum adalah badan hukum yang didirikan oleh

warga negara Indonesia yang kegiatannya di bidang penyelenggaraan

perumahan dan pemukiman.20 Pelaku pembangunan rumah susun

dapat berupa perorangan atau badan hukum, yaitu:

1) Perorangan Warga Negara Indonesia

2) Perorangan Orang Asing yang berkedudukan di Indonesia

3) Badan Usaha Swasta yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT)

4) Badan Usaha Milik Negara yang berbentuk Perusahaan Umum

Pembangunan Perumahan Nasional (Perum Perumnas)

5) Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota

6) Lembaga Negara, Lembaga Pemerintah Non-Kementerian, Badan

Otorita.

20Urip Santoso, Hukum Perumahan, (Jakarta : Kencana Prenadamedia Group, 2014), h.

411

Page 33: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48073/1/AHMAD SAUQI... · menggunakan tipe perjanjian khusus, yang dikenal sebagai penjualan sebuah bangunan

23

Hendaknya perlu diingat ketentuan Permendagri No. 5 tahun 1974

Tentang Ketentuan-Ketentuan Mengenai Penyediaan dan Pemberian

Tanah untuk Keperluan Perusahaan bahwa :21

“Badan penyelenggara pembangunan perumahan harus berbentuk

badan hukum yang didirikan di Indonesia, berkedudukan di Indonesia.

Jika badan tersebut bermodal asing, harus berbentuk suatu perusahaan

campuran atau patungan (joint venture) dengan modal nasional, sesuai

dengan kebijaksanaan penanaman modal”.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun

menetapkan pelaksanaan pembangunan rumah susun, yaitu :

1) Pembangunan rumah susun umum, rumah susun khusus, dan

rumah susun negara merupakan tanggung jawab Pemerintah.

2) Pembangunan rumah susun umum yang dilaksanakan oleh setiap

orang mendapatkan kemudahan dan/atau bantuan pemerintah.

3) Pembangunan rumah susun umum dan rumah susun khusus dapat

dilaksanakan oleh badan nirlaba dan badan usaha.

4) Pembangunan rumah susun komersial dapat dilaksanakan oleh

setiap orang.

d. Kewajiban Penyelenggara Pembangunan dalam Pembangunan

Rumah Susun

Penyelenggara pembangunan bangunan sistem rumah susun

menurut ketentuan Pasal 25 dan Pasal 26 Undang-Undang Nomor 20

Tahun 2011 Tentang Rumah Susun mempunyai kewajiban sebagai

berikut “Memisahkan rumah susun atas satuan-satuan rumah susun

yang meliputi bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama

dengan pertelaan yang jelas dalam bentuk gambar, uraian dan batas-

batasnya dalam arah vertikal dan horizontal dengan akta pemisahan.

Dengan demikian, akta pemisahan rumah susun menjadi tanda bukti

21Imam Kuswahyono, Hukum Rumah Susun Suatu Bekal Pengantar Pemahaman,

(Malang : Bayumedia, 2004), h. 23

Page 34: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48073/1/AHMAD SAUQI... · menggunakan tipe perjanjian khusus, yang dikenal sebagai penjualan sebuah bangunan

24

pemisahan rumah susun menjadi satuan-satuan rumah susun, bagian

bersama, benda bersama dan tanah bersama”.22

Dalam Pasal 39 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang

Rumah Susun ditetapkan bahwa pelaku pembangunan rumah susun

wajib mengajukan permohonan sertifikat laik fungsi kepada

Bupati/Walikota setelah menyelesaikan seluruh atau sebagian

pembangunan rumah susun sepanjang tidak bertentangan dengan Izin

Mendirikan Bangunan (IMB).23

Yang dimaksud dengan laik fungsi adalah berfungsinya seluruh

atau sebagian bangunan rumah susun yang dapat menjamin

dipenuhinya persyaratan tata bangunan dan keandalan bangunan rumah

susun sesuai dengan fungsi yang ditetapkan dalam Izin Mendirikan

Bangunan (IMB).24

Pelaku pembangunan rumah susun komersial wajib menyediakan

rumah susun umum sekurang-kurangnya 20% dari total luas lantai

rumah susun komersial yang dibangun. Kewajiban tersebut dapat

dilakukan di luar lokasi kawasan rumah susun komersial pada

kabupaten/kota yang sama.

e. Tanah Tempat Pembangunan Rumah Susun

Menurut Pasal 47 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011

Tentang rumah Susun, rumah susun hanya dapat dibangun di atas

tanah:

1) Hak Milik

Pelaku pembangunan rumah susun yang membangun rumah susun

di atas tanah Hak Milik adalah warga negara Indonesia, bank

pemerintah, badan keagamaan, dan badan sosial.

22 Imam Kuswahyono, Hukum Rumah Susun Suatu Bekal Pengantar Pemahaman, (Malan

g : Bayumedia, 2004), h. 38 23Urip Santoso, Hukum Perumahan,(Jakarta : Kencana Prenadamedia Group, 2014), h.

416 24Urip Santoso, Hukum Perumahan,(Jakarta : Kencana Prenadamedia Group, 2014), h.

417

Page 35: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48073/1/AHMAD SAUQI... · menggunakan tipe perjanjian khusus, yang dikenal sebagai penjualan sebuah bangunan

25

2) Hak Guna Bangunan atas tanah negara

Pelaku pembangunan rumah susun yang membangun rumah susun

di atas tanah Hak Guna Bangunan atas tanah negara adalah warga

negara Indonesia, badan hukum yang didirikan menurut hukum

Indonesia dan berkedudukan di Indonesia, misalnya badan usaha

swasta yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT).25

3) Hak Pakai atas tanah negara

Pelaku pembangunan rumah susun yang membangun rumah susun

di atas tanah Hak Pakai atas tanah negara adalah warga negara

Indonesia, orang asing yang berkedudukan di Indonesia,

Kementerian, Lembaga Pemerintah Non-Kementerian, Badan

Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Badan Otorita,

badan keagamaan, badan sosial, badan usaha swasta yang

berbentuk Perseroan Terbatas (PT).

4) Hak Pakai atas tanah

Hak Pengelolaan Pelaku pembangunan rumah susun yang

membangun rumah susun di atas tanah Hak Pakai atas tanah Hak

Pengelolaan adalah Badan Usaha Miliki Negara yang berbentuk

Perusahaan Umum Pembangunan Perumahan Nasional (Perum

Perumnas). Sebagai ketentuan lain yang secara khusus menentukan

untuk melindungi kepentingan para pembeli satuan rumah susun

(SRS), maka pengembang (developer) harus menyelesaikan status

hak guna bangunan (HGB) di atas Hak Pengelolaan (HPL) itu.

Sebelum itu tidak boleh menjual satuan rumah susun yang telah

selesai dibangun. Artinya pengembang (developer) harus

menyelesaikan status tanah dari HPL menjadi HGB, baru dapat

menjual satuan rumah susun.

25Urip Santoso, Hukum Perumahan, (Jakarta : Kencana Prenadamedia Group, 2014), h.

412

Page 36: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48073/1/AHMAD SAUQI... · menggunakan tipe perjanjian khusus, yang dikenal sebagai penjualan sebuah bangunan

26

B. Kerangka Teori

Kerangka teori merupakan kerangka konsep, landasan teori, atau

paradigma yang disusun untuk menganalisis dan memecahkan masalah

penelitian atau untuk merumuskan hipotesis. Penyajian landasan teoritik

disajikan dengan pemilihan satu atau sejumlah teori yang relevan untuk

kemudian dipadukan dalam satu bangunan teori yang utuh. Dalam hal ini

penulis akan menggunakan beberapa teori diantaranya :

1. Teori Kepastian Hukum

Menurut Kelsen, hukum adalah sebuah Sistem Norma. Norma adalah

pernyataan yang menekankan aspek “seharusnya” atau das sollen, dengan

menyertakan beberapa peraturan tentang apa yang harus dilakukan.

Norma-norma adalah produk dan aksi manusia yang deliberatif. Undang-

Undang yang berisi aturan-aturan yang bersifat umum menjadi pedoman

bagi individu bertingkah laku dalam bermasyarakat, baik dalam hubungan

dengan sesama individu maupun dalam hubungannya dengan masyarakat.

Aturan-aturan itu menjadi batasan bagi masyarakat dalam membebani atau

melakukan tindakan terhadap individu. Adanya aturan itu dan pelaksanaan

aturan tersebut menimbulkan kepastian hukum.26

Tujuan hukum yang mendekati realistis adalah kepastian hukum dan

kemanfaatan hukum. Kaum Positivisme lebih menekankan pada kepastian

hukum, sedangkan Kaum Fungsionalis Mengutamakan kemanfaatan

hukum, dan sekiranya dapat dikemukakan bahwa “summum ius, summa

injuria, summa lex, summa crux” yang artinya adalah hukum yang keras

dapat melukai, kecuali keadilan yang dapat menolongnya, dengan

demikian kendatipun keadilan bukan merupakan tujuan hukum satu-

satunya akan tetapi tujuan hukum yang paling substantif adalah keadilan.27

Menurut Utrecht, kepastian hukum mengandung dua pengertian, yaitu

pertama, adanya aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui

perbuatan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan, dan kedua, berupa

26Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta : Kencana, 2008), h. 158 27Dominikus Rato, Filsafat Hukum Mencari: memahami dan memahami hukum, (Yogya

karta : Laksbang Pressindo, 2010), h.59

Page 37: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48073/1/AHMAD SAUQI... · menggunakan tipe perjanjian khusus, yang dikenal sebagai penjualan sebuah bangunan

27

keamanan hukum bagi individu dari kesewenangan pemerintah karena

dengan adanya aturan yang bersifat umum itu individu dapat mengetahui

apa saja yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh negara terhadap

individu.28

Ajaran kepastian hukum ini berasal dari ajaran Yuridis Dogmatik yang

didasarkan pada aliran pemikiran positivistis di dunia hukum, yang

cenderung melihat hukum sebagai sesuatu yang otonom, yang mandiri,

karena bagi penganut pemikiran ini, hukum tak lain hanya kumpulan

aturan. Bagi penganut aliran ini, tujuan hukum tidak lain dari sekedar

menjamin terwujudnya kepastian hukum. Kepastian hukum itu

diwujudkan oleh hukum dengan sifatnya yang hanya membuat suatu

aturan hukum yang bersifat umum. Sifat umum dari aturan-aturan hukum

membuktikan bahwa hukum tidak bertujuan untuk mewujudkan keadilan

atau kemanfaatan, melainkan semata-mata untuk kepastian hukum.29

2. Teori Tanggung Jawab

Tanggung jawab (Product Liability) dapat didefinisikan sebagai

suatu tanggung jawab secara hukum dari orang atau badan yang

menghasilkan suatu produk, dari orang atau badan yang bergerak dalam

suatu proses untuk menghasilkan suatu produk atau mendistribusikan

produk tersebut. Tanggung jawab (Product Liability) tidak lepas dari

prinsip-prinsip sebuah tanggung jawab, karena prinsip tanggung jawab

merupakan perihal yang sangat penting bagi pengembang dalam penjualan

satuan unit apartemen secara Pre Project Selling terhadap pembeli. Secara

umum prinsip-prinsip tanggung jawab dalam hukum dapat dibedakan,

yaitu :

a. Prinsip tanggung jawab berdasarkan kesalahan, yaitu prinsip yang

menyatakan bahwa seseorang baru dapat diminta

28Riduan Syahrani, rangkuman intisari ilmu hukum,(Bandung : Citra Aditya Bakti, 1999)

, h. 23 29Achmad Ali, Menguak tabir hukum (suatu kajian filosofis dan sosiologis), (Jakarta : to

ko gunung agung, 2002), h. 82-83

Page 38: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48073/1/AHMAD SAUQI... · menggunakan tipe perjanjian khusus, yang dikenal sebagai penjualan sebuah bangunan

28

pertanggungjawabannya secara hukum jika ada unsur kesalahan yang

dilakukannya.

b. Prinsip praduga untuk selalu bertanggungjawab (Presumption of

Liabiity), yaitu prinsip yang menyatakan tergugat selalu dianggap

bertanggung jawab sampai ia dapat membuktikan bahwa ia tidak

bersalah, jadi beban pembuktian ada pada tergugat.

c. Prinsip praduga untuk tidak selalu bertanggungjawab (Presump of

nonliability), yaitu prinsip ini merupakan kebalikan dari prinsip

praduga untuk selalu bertanggung jawab, di mana tergugat selalu

dianggap tidak bertanggung jawab sampai dibuktikan, bahwa ia

bersalah.

d. Prinsip tanggung jawab mutlak (StrictLiability), dalam prinsip ini

menetapkan kesalahan tidak sebagai faktor yang menentukan, namun

ada pengecualian-pengecualian yang memungkinkan untuk dibebaskan

dari tanggung jawab, misalnya keadaan force majeur.

e. Prinsip tanggung jawab dengan pembatasan, dengan adanya prinsip

tanggung jawab ini, pelaku usaha tidak boleh secara sepihak

menentukan klausula yang merugikan konsumen, termasuk membatasi

maksimal tanggung jawabnya. Jika ada pembatasan, maka harus

berdasarkan pada perundangundangan yang berlaku.30

a. Bentuk Pertanggungjawaban dalam Hukum Perdata

Pelanggaran terhadap perjanjian yang telah disepakati disebut

wanprestasi dan pihak yang dirugikan dapat mengajukan gugatan

wanprestasi. Sedangkan pelanggaran terhadap suatu ketentuan

undangundang dan menimbulkan kerugian terhadap orang lain disebut

Perbuatan Melawan Hukum (PMH), pihak yang dirugikan dapat

mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum.31

Karenanya bentuk pertanggungjawaban dalam hukum perdata

dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu pertama, pertanggung

30 Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, (Jakarta : Gramedia, 2000), h. 58 31Rosa Agustina et.al., Hukum Perikatan (Law of Obligations), (Denpasar : Pustaka

Larasan, 2012), h. 3

Page 39: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48073/1/AHMAD SAUQI... · menggunakan tipe perjanjian khusus, yang dikenal sebagai penjualan sebuah bangunan

29

jawaban kontraktual, kedua adalah pertanggung jawaban perbuatan

melawan hukum, dan tanggung gugat. Perbedaan antara tanggung

jawab kontraktual, tanggung jawab perbuatan melawan hukum, dan

tanggung gugat adalah apakah dalam hubungan hukum tersebut

terdapat perjanjian atau tidak.32

1. Tanggung Jawab Kontraktual

Tanggung jawab kontraktual didasarkan adanya hubungan

kontraktual. Hubungan kontraktual adalah hubungan hukum yang

dimaksudkan untuk menimbulkan akibat hukum, yaitu

menimbulkan hak dan kewajiban terhadap para pihak dalam

perjanjian. Apabila salah satu pihak tidak melaksanakan

kewajibannya dan karenanya menimbulkan kerugian bagi pihak

lain, pihak yang dirugikan tersebut dapat menggugat dengan dalil

wanprestasi.

2. Tanggung Jawab Perbuatan Melawan Hukum

Tanggung jawab perbuatan melawan hukum hadir untuk

melindungi hak-hak seseorang. Hukum dalam perbuatan melawan

hukum menggariskan hak-hak dan kewajiban-kewajiban saat

seseorang melakukan perbuatan baik kesalahan atau kelalaian atau

melukai orang lain dan perbuatan tersebut menimbulkan kerugian

bagi orang lain.33

3. Tanggung Gugat

Istilah tanggung gugat (liability) dan tanggung jawab

(responsibility) seringkali kurang dipertegas makna perbedaannya

dalam masyarakat. Untuk membedakan penggunaan responsibility

dengan liability, Goldie menyatakan bahwa istilah responsibility

digunakan untuk menunjuk pada standar pemenuhan suatu peran

sosial yang ditetapkan oleh sistem hukum tertentu. Untuk istilah

32Rosa Agustina et.al., Hukum Perikatan (Law of Obligations), (Denpasar : Pustaka

Larasan, 2012), h. 4 33Rosa Agustina et.al., Hukum Perikatan (Law of Obligations), ( Denpasar : Pustaka Lar

asan, 2012), h. 6

Page 40: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48073/1/AHMAD SAUQI... · menggunakan tipe perjanjian khusus, yang dikenal sebagai penjualan sebuah bangunan

30

liability digunakan untuk menunjuk pada konsekuensi dari suatu

kesalahan atau kegagalan untuk melaksanakan suatu kewajiban

atau untuk memenuhi suatu standar tertentu yang telah

ditetapkan.34

Peter Mahmud Marzuki berpendapat bahwa, tanggung jawab

dalam arti liability diartikan sebagai tanggung gugat yang berasal dari

terjemahan liability/aansprakelijkheid yang merupakan bentuk spesifik

dari tanggung jawab. Tanggung gugat merujuk kepada posisi seseorang

atau badan hukum yang dipandang harus membayar suatu bentuk

kompensasi atau ganti rugi setelah adanya peristiwa hukum atau tindakan

hukum. Dalam contoh, ia harus membayar ganti kerugian kepada orang

atau badan hukum lain karena telah melakukan perbuatan melawan hukum

(PMH) sehingga menimbulkan kerugian bagi orang atau badan hukum

lain. Istilah tanggung gugat berada dalam ruang lingkup hukum privat.35

C. Tinjauan(Review) Kajian terdahulu

Penelitian hukum dengan judul “Keabsahan Transaksi Jual Beli

Properti Menggunakan Sistem Pre Project Selling Ditinjau Dari Segi

Hukum Perjanjian (Studi Kasus Proyek Meikarta Cikarang Kabupaten

Bekasi)” ini bukanlah plagiasi dari hasil karya peneliti lain, karena hasil dari

penelitian hukum ini diperoleh melalui suatu penelitian hukum yang dilakukan

sendiri oleh peneliti. Ada beberapa penelitian hukum tentang tanggung jawab

pengembang dalam penjualan satuan unit apartemen secara pre project selling,

yaitu:

1) Penelitian ini juga dilakukan oleh Ganita Kumalasari36, Hasil penelitian

menunjukkan bahwa perlindungan hukum para pihak dalam kontrak jual

34http://adln.lib.unair.ac.id/files/disk1/532/gdlhub-gdl-s3-2013-sudiarto-26584-9.-bab-ia.

pdf diakses pada tanggal 15 September Pkl. 10:40 WIB 35 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta : Kencana

Prenada Media, 2008), h. 258 36Ganita Kumalasari, Perlindungan Hukum Dalam Perjanjian Pre Project Selling

Perumahan (Studi Kasus di PT Menara Santosa). (Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah

Surkarta, 2018). http://eprints.ums.ac.id/67131/9/NASKAH%20PUBLIKASI-18.pdf

Page 41: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48073/1/AHMAD SAUQI... · menggunakan tipe perjanjian khusus, yang dikenal sebagai penjualan sebuah bangunan

31

beli dengan sistem perumahan pra penjualan di PT Menara Santosa bila

dilihat sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 Tentang

Perumahan dan Permukiman, yang diketahui bahwa pada PT. Menara

Santosa menempatkan terlalu banyak penekanan pada risiko kepada

pembeli atau hal-hal terkait dengan memberikan perlindungan hukum

kepada para pihak. Konsep penjualan pra-proyek sebenarnya

menguntungkan kedua belah pihak, yang pengembang melakukan bisnis

tanpa modal dan pembeli dapat memiliki rumah hanya dengan membayar

biaya pemesanan.

2) Purbandari37, Sistem Pre Project Selling yang banyak digunakan dalam

pemasaran properti di Indonesia, membuka banyak peluang bagi

pengembang berspekulasi, bahkan sampai etika berbisnis tidak dihiraukan

sama sekali, termasuk juga hal-hal yang menyangkut pemberian

perlindungan hukum pada konsumen. Perjanjian pengikatan jual beli yang

dibuat oleh pengembang yang memasarkan propertinya berdasarkan

konsep pre project selling terhadap pengembang dengan konsumen, dan

surat perjanjian pengikatan jual beli yang dimaksud merupakan undang-

undang bagi pengembang dan konsumen dengan segala akibat hukumnya.

3) Lintang Yudhantaka,38 Hasil penelitianya menunjukkan bahwa dewasa ini,

sebagian besar pengembang menggunakan sistem Pre Project Selling

dalam menjual rumah susun. Sistem Pre Project Selling adalah penjualan

sebelum bangunan selesai dibangun dimana bangunan ini masih berupa

gambar atau konsep. Sistem ini selalu identik dengan adanya Perjanjian

Pengikatan Jual Beli (PPJB), untuk membuat PPJB, harus memenuhi

persyaratan sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang No. 20

Tahun 2011 tentang Rumah Susun. Jika dalam persyaratan tersebut tidak

terpenuhi, tentunya akan berpotensi menimbulkan sebuah kerugian bagi

37Purbandari, Kepastian Dan Perlindungan Hukum Pada Pemasaran Properti Dengan

Sistem Pre Project Selling. (Fakultas Hukum Universitas MPU Tantular.Tahun 29 Nomor 320 Mei

2012). 38 Lintang Yudhantaka, 2017. Keabsahan Kontrak Jual Beli Rumah Susun Dengan Sistem

Pre Project Selling. Yuridika: Volume 32 No. 1, Januari 2017

Page 42: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48073/1/AHMAD SAUQI... · menggunakan tipe perjanjian khusus, yang dikenal sebagai penjualan sebuah bangunan

32

para pihak, khususnya pembeli. Biasanya, PPJB merupakan kontrak baku

yang dibuat secara sepihak oleh pengembang dan cenderung akan

mengabaikan kepentingan pembeli. Dimana tujuan dari penelitian ini

adalah untuk memberikan gambaran tentang sebuah keabsahan dari PPJB.

Yang khususnya menjual rumah susun. Metode penelitian yang digunakan

adalah deskriptif analisis, Sehingga memperlihatkan bahwa akibat

hukumnya PPJB dikatakan sah ketika memenuhi persyaratan sebagaimana

yang diatur dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2011 Tentang Rumah

Susun.

Page 43: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48073/1/AHMAD SAUQI... · menggunakan tipe perjanjian khusus, yang dikenal sebagai penjualan sebuah bangunan

33

BAB III

HUBUNGAN HUKUM DALAM TRANSAKSI JUAL BELI PROPERTI

MENGGUNAKAN SISTEM PRE PROJECT SELLING

A. Penjualan Satuan Rumah Susun Menggunakan Sistem Pre Project Selling

Pre Project Selling merupakan penjualan sebelum proyek dibangun di

mana properti yang dijual tersebut baru berupa gambar atau konsep. Dalam

pelaksanaannya di Indonesia dilakukan penyesuaian sehingga ada

pengembang proyek yang melaksanakan pre project selling sebelum prasarana

dan sarana dibangun, tetapi ada juga yang memasarkan setelah sarana dan

prasarana tersebut telah dibangun.

Konsep pemasaran ini memang sangat menguntungkan pengembang

karena relatif menolong perputaran uang pengembang. Beban investasi yang

harus ditanggungnya untuk pembangunan konstruksi proyek tersebut terbantu

dana pesanan dari konsumen, yang besarnya berkisar antara dua puluh persen

sampai dengan tiga puluh persen. Uang indent bank untuk memberikan kredit

konstruksi kepada pengembang. Dengan adanya pesanan ini juga dapat

mempermudah perusahaan, karena pengembang tidak perlu menyediakan

modal pengembangan didepan untuk biaya pembangunan yang cukup besar.

Dalam penjualan satuan rumah susun secara pre project selling

dengan menggunakan perjanjian pengikatan jual beli yang harus

diperhatikan bahwa masalah pengikatan jual beli tersebut termasuk lingkup

hukum perjanjian sedangkan jual belinya termasuk lingkup hukum tanah

nasional yang tertuang pada Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 Tentang

Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang dikenal dengan nama Undang-

undang Pokok Agraria (UUPA) dan peraturan-peraturan pelaksanaannya

khususnya dalam rangka jual beli adalah diatur dalam Pasal 44 Ayat (1)

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun. Pedoman

Pengikatan Jual Beli Satuan Rumah Susun oleh Surat Keputusan Menteri

Perumahan Negara Nomor 11/KPTS/1994 adalah untuk melindungi kedua

belah pihak yang mengadakan pengikatan tersebut.

Page 44: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48073/1/AHMAD SAUQI... · menggunakan tipe perjanjian khusus, yang dikenal sebagai penjualan sebuah bangunan

34

Secara umum setelah menelaah pedoman pengikatan jual beli satuan

rumah susun tersebut terdapat beberapa permasalahan diantaranya:1

1. Pedoman pengikatan jual beli satuan rumah susun dimuat dalam bentuk

Lampiran dari Surat Keputusan Menteri Perumahan Negara Nomor

11/KPTS/1994 dan wajib dipatuhi oleh para pihak yang mengadakan

perikatan jual beli satuan rumah susun. Pertanyaan pertama yang perlu

diajukan adalah apakah mungkin kewajiban-kewajiban para pihak tersebut

diatur dalam suatu lampiran SK Menteri mengingat adanya asas kebebasan

berkontrak menurut ketentuan perundang-undangan (Pasal 1338 KUH

Perdata) atau sejauh manakah SK Menteri dapat membatasi adanya asas

kebebasan berkontrak tersebut.

2. Hal kedua yang perlu dikemukakan apakah pedoman ini dapat berfungsi

sebagai “dwingen recht” karena tidak ada pengaturan mengenai sanksi dari

tidak dilaksanakannya pedoman ini oleh para pihak. Sedangkan

mekanisme kontrol dari pedoman inipun tidak diciptakan olehSurat

Keputusan Menteri Perumahan Negara Nomor 11/KPTS/1994, seperti

misalnya kewajiban mendaftar perikatan jual beli satuan rumah susun ke

instansi yang berwenang. Lain halnya dengan akta jual beli atau ata

hipotik mekanisme kontrol dilakukan dengan adanya kewajiban

pendaftaran. Sehingga pihak instansi yang berwenang dapat melakukan

kontrol atau anggaran dasar suatu perseroan terbatas apabila dibuat tidak

sesuai dengan pedoman/kebijaksanaan yang digariskan Departemen

Kehakiman, tidak akan mendapatkan pengesahan.

Hal lain yang perlu dicermati dari konsep pemasaran pre project selling

adalah kenaikan harga properti terhadap perekonomian nasional. Pasar semu

yang mewarnai fenomena pre project selling di sektor properti ini seharusnya

diwaspadai oleh lembaga-lembaga yang mendukung pendanaan proyek

tersebut yaitu lembaga-lembaga keuangan. Apabila terjadi kemacetan baik

sumbernya yang berasal dari pengembang maupun konsumen, lembaga-

1Arie S. Hutagalung, Serba Aneka Masalah Tanah dalam Kegiatan Ekonomi(Suatu

kumpulan karangan), (Jakarta : Penerbit FH UI, 2002), h.196

Page 45: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48073/1/AHMAD SAUQI... · menggunakan tipe perjanjian khusus, yang dikenal sebagai penjualan sebuah bangunan

35

lembaga keuangan yang bertindak sebagai pendukung dana itulah yang akan

menanggungnya.2

B. Proses Transaksi Jual Beli Satuan Rumah Susun

Berdasarkan ketentuan Pasal 44 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 20

Tahun 2011 Tentang Rumah Susun bahwa satuan rumah susun yang telah

dibangun baru dapat dijual untuk dihuni setelah mendapat izin layak huni

dari pemerintah daerah yang bersangkutan, selain itu semua satuan-satuan

rumah susun sudah harus bersertifikat untuk pertama kali semua Sertifikat

Hak Milik atas Satuan Rumah Susun (HMSRS) diterbitkan oleh kantor

pertanahan Kabupaten/Kotamadya setempat atas nama penyelenggara

pembangunan yang diterbitkan berdasarkan akta pemisahan atas satuan-

satuan rumah susun yang telah disahkan oleh pemerintah daerah. Sertifikat

tersebut harus sudah ada sebelum satuan rumah susun dijual, sebab sertifikat

HMSRS merupakan syarat untuk dapat menjual satuan rumah susun yang

bersangkutan.

Dengan demikian, jual beli yang terjadi antara penyelenggara

pembangunan dan pembeli adalah perbuatan hukum pemindahan HMSRS

dari penyelenggara pembangunan kepada pembeli. Pemindahan haknya

harus dilakukan dengan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang

daerah kerjanya meliputi letak rumah susun yang bersangkutan. Akta yang

dibuat oleh PPAT itu merupakan surat tanda bukti telah dilakukannya jual

beli satuan rumah susun yang bersangkutan. Setelah akta tersebut selesai

ditandatangani maka HMSRS yang dijual itu berpindah kepada pembeli

yang menjadi pemiliknya yang baru, berikut hak atas bagian bersama,benda

bersama dan tanah bersama yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan

dari satuan rumah susun yang bersangkutan.

Jual beli yang telah dilakukan di hadapan PPAT tersebut, agar perbuatan

hukumnya mengikat pihak ketiga dan memenuhi syarat publisitas, maka

2Majalah Properti Indonesia, Mewaspadai Pre Project Selling, (Volume 8, September 199

4), h. 21

Page 46: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48073/1/AHMAD SAUQI... · menggunakan tipe perjanjian khusus, yang dikenal sebagai penjualan sebuah bangunan

36

akta PPAT tersebut wajib didaftarkan pada kantor pertanahan

kabupaten/kotamadya setempat. Pendaftaran dilaksanakan dengan

membubuhkan catatan mengenai jual beli yang telah dilakukan itu pada

buku tanah dan salinan buku tanah yang merupakan bagian dari sertifikat

HMSRS yang bersangkutan. Sertifikat yang telah dibubuhi catatan

pendaftaran diserahkan kepada pembeli selaku pemilik baru satuan rumah

susun yang bersangkutan sebagai tanda bukti pemilikannya.

Berdasarkan ketentuan yang telah disyaratkan dalam Pasal 44 Ayat (2)

Undang-Undang diatas, bahwa satuan rumah susun baru dapat

diperjualbelikan kalau sudah memperoleh izin layak huni dari Pemerintah

Daerah dan sertifikat satuan-satuan rumah susun tersebut sudah selesai,

namun dalam kenyataannya, telah berkembang kebiasaan penjualan dan

pemilikan atas satuan rumah susun sebelum rumah-rumah susun yang

dipasarkan tersebut selesai dibangun dan bahkan tidak jarang terjadi pada

saat masih direncanakan dan pematangan perolehan tanah. Untuk

mengantisipasi hal- hal tersebut, maka oleh Menteri Negara Perumahan

Rakyat dikeluarkan Surat Keputusan Nomorll/KPTS/1994 tanggal 17

November 1994 Tentang Pedoman Perikatan Jual Beli Satuan Rumah

Susun, yang dimaksudkan untuk mengamankan kepentingan para

penyelenggara pembangunan perumahan dan pemukiman serta para calon

pembeli rumah susun dari kemungkinan terjadinya ingkar janji dari para

pihak yang terkait, sehingga diperlukan adanya pedoman perikatan jual beli

satuan rumah susun tersebut. Dengan dikeluarkannya Keputusan Menteri

Negara Perumahan Rakyat tersebut, maka dimungkinkan

pemasaran/penjualan satuan-satuan rumah susun sebelum rumah susun

yang bersangkutan selesai pembangunannya. Hal tersebut dapatdilakukan

dengan pengikatan jual beli yang dilakukan antara penyelenggara

pembangunan rumah susun dengan calon pembeli.

Dalam latar belakang Keputusan MENPERA tersebut, dinyatakan

bahwa berkembangnyapemasaran rumah susun sebelum memenuhi

persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2011

Page 47: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48073/1/AHMAD SAUQI... · menggunakan tipe perjanjian khusus, yang dikenal sebagai penjualan sebuah bangunan

37

Tentang Rumah Susun adalah atas pertimbangan ekonomi, baik bagi

penyelenggara pembangunan rumah susun itu sendiri guna memperlancar

perolehan dana murah dan kepastian pasar, sedangkan untuk pembeli atau

konsumen, agar harga jual rumah lebih rendah karena calon pembeli

membayar sebagian dimuka. Langkah-langkah yang ditempuh perusahaan

pembangunan perumahan dan pemukiman konsumen tersebut di atas

menimbulkan adanya jual beli secara pesan lebih dahulu, sehingga

menyebabkan adanya perjanjian jual beli pendahuluan (preliminary

purchase), yang selanjutnya dituangkan dalam akta perikatan jual beli

satuan rumah susun3.

Dalam keputusan MENPERA tersebut diberikan petunjuk mengenai

pengikatan jual beli satuan rumah susun. Inti dari perikatan jual beli tersebut

adalah:

1. Satuan rumah susun yang masih dalam tahap proses pembangunan

dapat dipasarkan melalui sistem pemesanan dengan cara jual beli satuan

rumah susun.

2. Pada hari pemesanan yang berminat memesan dapat menerima dan

menandatangani surat pesanan yang disiapkan oleh perusahaan

pembangunan perumahan dan pemukiman yang berisi sekurang-

kurangnya hal-hal sebagai berikut:

a. Nama dan/atau nomor bangunan dan satuan rumah susun yang dipesan

b. Nomor lantai dan tipe satuan rumah susun

c. Luas satuan rumah susun

d. Harga jual satuan rumah susun

e. Ketentuan pembayaran uang muka

f. Spesifikasi bangunan

g. Tanggal selesainya pembangunan rumah susun

h. Ketentuan mengenai pernyataan dan persetujuan untuk menerima

persyaratan dan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan serta

3Arie S. Hutagalung, Kondominium dan Permasalahannya (edisi revisi), (Jakarta : Badan

Penerbit Fakultas Hukum UI, 2007), h. 54-66

Page 48: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48073/1/AHMAD SAUQI... · menggunakan tipe perjanjian khusus, yang dikenal sebagai penjualan sebuah bangunan

38

menandatanganidokumen-dokumen yang dipersiapkan oleh

perusahaan pembangunan perumahan dan pemukiman.

3. Surat pesanan dilampiri dengan gambar yang menunjukkan letak pasti

satuan rumah susun yang dipesan disertai ketentuan tentang tahap

pembayaran.

Dalam jangka waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kalender

setelah menandatangani surat pemesanan, pemesan dan perusahaan

pembangunan perumahan dan pemukiman harus menandatangani akta

perjanjian jual beli dan selanjutnya kedua belah pihak harus memenuhi

kewajibannya sebagaimana ditetapkan dalam perjanjian perikatan jual beli

hak milik atas satuan rumah susun. Apabila pemesan lalai menandatangani

perjanjian pengikatan jual beli dalam jangka waktu tersebut, maka

perusahaan pembangunan perumahan dan pemukiman berhak untuk tidak

mengembalikan uang pesanan, kecuali jika kelalaian tersebut berada di

pihak perusahaan pembangunan perumahan dan permukiman, pemesan

dapat memperlihatkan surat penolakan dari bank bahwa permohonan KPR

tidak disetujui atau hal-hal lain yang dapat disetujui bersama antara

perusahaan pembangunan perumahan dan pemukiman serta calon pembeli

dan uang pesanan akan dikembalikan 100%.

Perjanjian Pengikatan Jual Beli, antara lain memuat hal-hal

sebagaiberikut:

a. Obyek yang diperjual belikan, yaitu hak milik atas satuan rumah

susun, yang meliputi pula bagian bersama, tanah bersama, dan benda

bersama berikut fasilitasnya sesuai dengan nilai perbandingan

proporsionalnya. Rumah susun yang akan dijual wajib memiliki

izin-izin yang diperlukan seperti izin lokasi, bukti penguasaan dan

pembayaran tanah serta izin mendirikan bangunan.

b. Pengelolaan dan pemeliharaan bagian bersama, benda bersama

dan tanah bersama merupakan kewajiban seluruh penghuni,

sehingga calon pembeli harus bersedia menjadi anggota

Page 49: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48073/1/AHMAD SAUQI... · menggunakan tipe perjanjian khusus, yang dikenal sebagai penjualan sebuah bangunan

39

perhimpunan penghuni yang akan dibentuk dan didirikan dengan

bantuan perusahaan pembangunan perumahan dan pemukiman.

c. Kewajiban Pengusaha Pembangunan Perumahan dan Pemukiman,

yang terdiri dari:

1) Sebelum melakukan pemasaran perdana yaitu wajib melaporkan

kepada Bupati/Walikotamadya Tingkat II dengan tembusan

kepada MENPERA, dengan melampirkan salinan surat

persetujuan izin prinsip, salinan surat keputusan pemberian izin

lokasi, bukti pengadaan dan pelunasan tanah, salinan surat izin

mendirikan bangunan dan gambar denah pertelaan yang telah

mendapat pengesahan dari Pemerintah Daerah setempat.

2) Menyediakan dokumen pembangunan perumahan seperti

sertifikat hak atas tanah, rencana tapak, gambar rencana

arsitektur yang memuat denah dan potongan beserta

pertelaannya yang menunjukkan dengan jelas batas secara

vertikal dan horizontal dari satuan rumah susun, gambar

rencana struktur beserta perhitungannya dan gambar rencana

jaringan dan instalasi beserta perlengkapannya.

3) Menyelesaikan bangunan sesuai dengan standar yang telah

diperjanjikan.

4) Memperbaiki kerusakan yang terjadi dalam jangka waktu

100 (seratus) hari setelah tanggal ditandatangani berita acara

penyerahan satuan rumah susun, dari pengusaha kepada

pemesan dengan ketentuan.

- tanggung jawab pengusaha tersebut dibatasi oleh desain

dan spesifikasi satuan rumah susun.

- kerusakan-kerusakan yang terjadi bukan disebabkan

kesalahan pembeli.

5) Bertanggung jawab terhadap adanya cacat tersembunyi yang

baru dapat diketahui di kemudian hari.

Page 50: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48073/1/AHMAD SAUQI... · menggunakan tipe perjanjian khusus, yang dikenal sebagai penjualan sebuah bangunan

40

6) Menjadi pengelola sementara rumah susun sebelum

terbentuk perhimpunan penghuni dan membantu menunjuk

pengelola setelah perhimpunan penghuni terbentuk.

7) Mengasuransikan pekerjaan pembangunan tersebut selama

berlangsungnya pembangunan.

8) Jika selama berlangsungnya pembangunan terjadi force

majeur yang diluar kemampuan para pihak, Pengusaha dan

Pembeli akan mempertimbangkan penyelesaian sebaik-baiknya

dengan dasar pertimbangan utama adalah dapat diselesaikannya

pembangunan satuan rumah susun.

9) Menyiapkan Akta Jual Beli satuan rumah susun yang

kemudian bersama-sama dengan pembeli menandatangani akta

jual belinya dihadapan Notaris/PPAT pada tanggal yang

ditetapkan kemudian perusahaan pembangunan perumahan

dan pemukiman dan/atau Notaris/PPAT yang ditunjuk akan

mengurus agar pembeli memperoleh sertifikat hak milik atas

satuan rumah susun atas nama pembeli dan biayanya

ditanggung oleh pembeli. Menyerahkan satuan rumah susun

termasuk fasilitas umum dan fasilitas sosial secara sempurna

pada tanggal yang ditetapkan dan jika pengusaha belum dapat

menyelesaikan pada waktu tersebut diberi kesempatan

menyelesaikan pembangunan tersebut dalam jangka waktu

120 (seratus dua puluh) hari kalender, dihitung sejak tanggal

rencana penyerahan rumah susun tersebut.

d. Kewajiban-kewajiban Pemesan, yaitu:

1) Menyatakan bahwa pemesan (calon pembeli) telah membaca,

memahami dan menerima syarat-syarat dan ketentuan dari

surat pesanan dan pengikatan jual beli serta akan tunduk

kepada syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan anggaran dasar

perhimpunan penghuni dan dokumen-dokumen lain terkait

Page 51: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48073/1/AHMAD SAUQI... · menggunakan tipe perjanjian khusus, yang dikenal sebagai penjualan sebuah bangunan

41

serta bahwa ketentuan dari peijanjian-peijanjian dan

dokumen-dokumen tersebut mengikat pembeli.

2) Setiap pemesan setelah menjadi pembeli satuan rumah susun

wajib membayar biaya pengelolaan (management fee) dan

biaya utilitas (utility charge) dan jika terlambat

pembayarannya dikenakan denda yang besarnya disesuaikan

dengan keputusan perhimpunan penghuni.

3) Yang menjadi tanggung jawab pemesan meliputi : biaya

pembayaran akta-akta yang diperlukan; biaya jasa PPAT

untuk pembuatan akta jual beli satuan rumah susun; biaya

untuk memperoleh Hak Milik atas Satuan Rumah Susun, biaya

pendaftaran jual beli atas satuan rumah susun (biaya

pengalihan hak milik atas nama) di Kantor Badan Pertanahan

Nasional setempat.

4) Setelah Akta Jual Beli ditandatangani tetapi sebelum sertifikat

Hak Milik atas Satuan Rumah Susun diterbitkan oleh Kantor

Pertanahan setempat, jika satuan rumah susun tersebut

dialihkan kepada pihak ketiga dikenakan biaya adminstrasi

yang ditetapkan oleh perusahaan pembangunan perumahan

dan pemukiman yang besarnya tidak lebih dari 1% (satu

persen) dari harga jual jika satuan rumah susun tersebut

dialihkan kepada pihak anggota keluarga karena sebab apapun

juga termasuk karena pewarisan menurut hukum dikenakan

biaya adminstrasi untuk Notaris/PPAT yang besarnya sesuai

dengan ketentuannya.

5) Sebelum lunasnya pembayaran atas harga jual satuan rumah

susun yang dibelinya, pemesan tidak dapat mengalihkan atau

menjadikan satuan rumah susun tersebut sebagai jaminan

utang tanpa persetujuan tertulis dari perusahaan pembangunan

perumahan dan pemukiman.

Page 52: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48073/1/AHMAD SAUQI... · menggunakan tipe perjanjian khusus, yang dikenal sebagai penjualan sebuah bangunan

42

6) Mengenai penyelesaian perselisihan, jika terjadi perselisihan

sehubungan dengan perjanjian jual beli pendahuluan satuan

rumah susun dilakukan melalui arbitrase yang ditetapkan

sesuai dengan aturan-aturan Badan Arbitrase Nasional

Indonesia (BANI) dengan biaya ditanggung oleh para pihak.

C. Aspek Legalitas Yang Harus Diperhatikan Sebelum Melakukan Proses

Transaksi Jual Beli Satuan Rumah Susun

1. Sertifikat Induk (HGB)

Sebagai calon pembeli, perlu memperhatikan kredibilitas

pengembang yang memasarkan unit hunian rumah susun. Bagaimanapun,

ini akan menjadi salah satu barometer sejauh mana keseriusan

pengembang nantinya dalam membangun dan menjual unit hunian kepada

konsumen. Konsumen perlu memperhatikan hal ini agar tidak “membeli

kucing dalam karung”. Jadi prinsip “teliti sebelum membeli” harus tetap

dipegang.

Sebelum membeli produk rumah susun, ada baiknya terlebih dahulu

memeriksa aspek legalitas atas lokasi proyek rumah susun yang akan

dibangunnya. Kepada pengembang, kita bisa meminta copy Sertifikat

Induk tanahnya, guna memberikan kepastian mengenai keabsahan

kepemilikan tanah yang akan dikembangkan menjadi area rumahsusun.

Bagaimanapun, upaya seperti ini merupakan salah satu langkah aman

sebelum konsumen memutuskan membeli unit rumah susun.

Langkah awal adalah memeriksa Hak Guna Bangunan (HGB) dari

proyek rumah susun tersebut. Apakah HGB-nya sudah ada dan mengapa

harus ada HGB, karena pengembang biasanya berbadan hukum PT

diperbolehkan mendapatkan HGB atas tanahnya walaupun rumah susun

itu bisa pula dibangun di atas tanah dengan status Hak Milik, Hak

Guna Bangunan, Hak Pakai Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan

(Pasal 1 Ayat 11 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah

Susun).

Page 53: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48073/1/AHMAD SAUQI... · menggunakan tipe perjanjian khusus, yang dikenal sebagai penjualan sebuah bangunan

43

Dalam hal pengecekan HGB ini, kita bisa datang ke Badan

Pertanahan Nasional (BPN) di mana rumah susun tersebut akan

dibangun, sekaligus tanyakan hal-hal yang ingin bisa dipahami

mengenai HGB ini. Di BPN, juga bisa ditanyakan dari mana HGB itu

diperoleh pengembang. Apakah tanah tersebut merupakan tanah hak

milik penduduk, atau tanah hak pengelolaan dan mungkin sebelumnya

adalah tanah negara. Perlu diketahui, apakah HGB rumah susun tersebut

sedang dalam penguasaan bank atau tidak. Siapa tahu, pengembangnya

mengagunkan HGB tersebut ke pihaklain.

Dengan mengetahui latar belakang status awal kepemilikan tanah

proyek pembangunan, kita bisa menetapkan hati apakah layak atau tidak

membeli unit rumah susun di lokasi tersebut, sekaligus bisa menilai

kredibilitas pengembangnya.

2. Surat Izin Penunjukkan dan Penggunaan Tanah (SIPPT)

Setelah melihat Sertifikat Induk lokasi dan HGB-nya selanjutnya

perlu juga memeriksa Surat Izin Penunjukkan dan Penggunaan Tanah

(SIPPT) yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah, dalam hal ini

Gubernur DKI Jakarta, atau Walikota/Bupati untuk wilayah di luar DKI

Jakarta untuk pembangunan rumah susun tersebut. Bagaimanapun,

SIPPT ini menjadi langkah awal bagi pengembang untuk bisa

menawarkan dan menjual produk properti yang dibangunnya.

Dalam Surat Keputusan Menteri Negara Perumahan Rakyat

Republik Indonesia Nomor ll/KPTS/1994 Tentang Pedoman Perikatan

Jual Beli Rumah Susun, telah diatur bahwa sebelum pengembang

melaksanakan kegiatan pemasaran perdana kepada konsumen, dia

berkewajiban melaporkan kepada Bupati/Walikota setempat dengan

tembusan kepada Menpera di mana laporannya dilampiri dengan izin

prinsip, keputusan pemberian izin lokasi, bukti pengadaan dan

pelunasan tanah, izin mendirikan bangunan, serta gambar denah

pertelaan yang telah mendapat pengesahan dari pemerintah daerah

Page 54: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48073/1/AHMAD SAUQI... · menggunakan tipe perjanjian khusus, yang dikenal sebagai penjualan sebuah bangunan

44

setempat. Dengan adanya pemberian laporan kepada pihak berwenang,

maka secara administrasi pengembang juga sudah melakukan upaya

yang cukup meyakinkan. Oleh sebab itu, SK Menpera ini juga

memberikan keleluasaan kepada pengembang bila dalam jangka waktu

30 hari kalender terhitung sejak tanggal yang tercantum dalam surat

tanda terima laporan belum mendapat jawaban dari kepala daerah

setempat, maka penawaran perdana dianggap sudah dapat dilaksanakan.

Dalam beberapa kasus, tak sedikit pengembang “nakal” yang

seolah-olah sudah memegang kelengkapan SIPPT padahal belum, namun

mereka sudah melakukan launching bahkan penjualan unit properti.

Memang, para pengembang yang sudah terlanjur launching atau menjual

unit propertibiasanya mengelak teguran dari instansi terkait soal belum

dimilikinya SIPPT ini, dengan alasan apa yang dilakukannya sekadar uji

pasar (test market) semata.

Dalam kasus penjualan produk properti seperti hunian rumah susun,

apa yang dilakukan developer nakal seperti ini (tidak memiliki SIPPT)

bisa mengakibatkan permasalahan fatal di kemudian hari yang harus

ditanggung konsumen dan juga pengembang sendiri. Alasan sekadar test

market, bisa menjadi rancu dan bahkan merugikan konsumen. Terbuka

kemungkinan bagi pengembang seperti ini melakukan cidera janji

(wanprestasi), karena umumnya mereka hanya bermain untung-

untungan. Maksudnya, bila saja produk properti ini diminati banyak

konsumen, pengembang bisa melanjutkan rencana pembangunan fisik

rumah susun. Proyek pembangunan rumah susun bisa tidak jadi. Bila

sudah demikian, maka bisa merugikan konsumen sendiri, utamanya

mereka yang sudah melakukan pembayaran booking fee uang muka

(DP) maupun akad kredit. Pasalnya, pengembang seperti ini tidak

mengakui sudah ada pembelian, pembayaran di muka (DP), atau

akadkredit tadi.

Oleh karenanya, calon konsumen yang akan melakukan transaksi

pembelian atau pembayaran booking fee dan uang muka, alangkah baiknya

Page 55: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48073/1/AHMAD SAUQI... · menggunakan tipe perjanjian khusus, yang dikenal sebagai penjualan sebuah bangunan

45

mengecek SIPPT dari proyek properti yang ditawarkan pengembang.

Pengecekan bisa dilakukan dengan menghubungi Dinas Tata Kota,

Pemerintah Kota/Kabupaten, maupun ke Pemerintah Propinsi. Hal ini

penting jangan sampai sudah membayar uang muka lalu izinnya tidak

diterbitkan atau tidak sesuai dengan perencanaan pengembangan

sehingga proyek batal dibangun, sedangkan meminta uang kembali

adalah pekerjaan tidak mudah karena ada istilah disebagian

pengembang “untuk uang masuk jangan dicegah uang keluar wajib

dicegah”.

Bagi pengembang sendiri, memiliki SIPPT sudah seharusnya menjadi

sebuah kewajiban. Sebab, meski dalam beberapa kasus pelanggaran SIPPT

ini belum diakomodir mengenai sanksi tegas bagi pelanggarnya di dalam

beberapa Peraturan Daerah (Perda), keberadaan SIPPT yang dipegang

pengembang merupakan wujud komitmen pengembang tersebut dalam

membangun rencana hunian yang dibutuhkan masyarakat.

Jadi, pengembang juga harus konsisten untuk tidak melalaikan

pemasaran atau penjualan sebelum memiliki SIPPT ini. Apalagi bila

tanah yang akan menjadi lahan pembangunan proyek hunian rumah

susun belum dibebaskan, sementara pemasaran dan penjualan sudah

dilakukan, maka tindakan demikian dapat menjerat pengembang ke

dalam hukum pidana “penipuan” karena dinilai memasarkan atau

menjual sesuatu yang belum menjadi haknya.

Dengan memeriksa ada tidaknya SIPPT yang dipegang

pengembang, bukan hanya menjamin proses transaksi secara aman dan

nyamanbagi konsumen. Hal penting lainnya ialah, konsumen juga bisa

mencermati sejauh mana pengembang nantinya menyediakan fasilitas

sosial (fasos) dan fasilitas umum (fasum) bagi penghuni rumah susun.

SIPPT biasanya memuat kewajiban pengembang untuk tak hanya

menyediakan fasos dan fasum ini bagi komunitas penghuni rumah susun

dan rumah susun semata, tapi juga kewajiban-kewajibannya kepada

pihak pemerintah daerah setempat.

Page 56: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48073/1/AHMAD SAUQI... · menggunakan tipe perjanjian khusus, yang dikenal sebagai penjualan sebuah bangunan

46

3. Izin Mendirikan Bangunan (IMB)

Selain SIPPT, Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dari proyek rumah

susun yang akan dibangun pengembang harus diperiksa terlebih dahulu.

IMB dikeluarkan oleh pemerintah daerah setempat yang berfungsi

sebagai pengendali keandalan bangunan. Jangka waktu berlakunya IMB

adalah selama bangunan itu berdiri dan tidak ada perubahan bentuk.

Salinan IMB ini bisa anda minta dari pengembang. Dengan bisa

melihat salinan IMB, kita bisa melihat kesesuaian struktur bangunan

beserta peruntukkannya. Apakah peletakan bangunannya sudah sesuai

dengan ketentuan teknis, mulai dari garis sempadan bangunan, Koefisien

Dasar Bangunan (KDB), Koefisien Lantai Bangunan (KLB) dan

Ketinggian Bangunan. Oleh karena itu, setiap bangunan rumah susun

yang bakal dibangun harus direncanakan peletakannya pada lokasi sesuai

site plan. Tentu saja site plan bangunan yang akan dibangun ini harus

mendapatkan pengesahan site plan terlebih dahulu dari instansi terkait.

Jika ada penyimpangan rencana struktur pembangunan proyek dari

IMB yang telah ada, maka pengembang dinilai telah beritikad buruk dan

telah mengabaikan keamanan dan kenyamanan penghuni rumah susun di

kemudian hari. Bangunan rumah susun/rusun yang didirikan pada lokasi

yang tidak sesuai dengan peruntukkan tata ruang memiliki potensi besar

yang bisa mengancam keselamatan jiwa maupun benda milik

penghuninya. Maka dari itulah, konsumen perlu mencermati sejauh

mana penyelenggaraan bangunan gedung rumah susun/rusun memenuhi

persyaratan, baik secara administratif maupun teknis, sehingga nantinya

mampu menjamin kelaikan fungsi dan keselamatan penghuninya selaku

pengguna atau pemilik unit hunian rumah susun.

Dengan mencermati IMB, para penghuni rumah susun/rusun

memiliki kesempatan mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan risiko

yang bakal terjadi sebagai akibat kedudukan konstruksi atau rancang

bangun dari rumah susun. Entah itu gempa, kebakaran, kebocoran gas,

Page 57: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48073/1/AHMAD SAUQI... · menggunakan tipe perjanjian khusus, yang dikenal sebagai penjualan sebuah bangunan

47

banjir, hingga kemungkinan adanya ancaman bom, bagaimana pun

menjadi sesuatu yang bisa ancaman terhadap konstruksi bangunan.

Apabila ternyata pengembang belum memiliki IMB, maka harus

terlebih dahulu ditunda keinginan untuk mengambil keputusan

melakukan transaksi lebih lanjut dengan pengembang tersebut.

Pasalnya, tanpa aspek legal yang disebutkan diatas, pembangunan

proyek rumah susun/rusun tidak boleh dilanjutkan atau bahkan tidak

boleh sama sekali.

Page 58: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48073/1/AHMAD SAUQI... · menggunakan tipe perjanjian khusus, yang dikenal sebagai penjualan sebuah bangunan

48

BAB IV

KEABSAHAN PERJANJIAN JUAL BELI DAN TANGGUNG JAWAB

PENGEMBANG (DEVELOPER) DALAM PENJUALAN SATUAN UNIT

PROPERTI MEIKARTA MENGGUNAKAN SISTEM PRE PROJECT

SELLING

A. Keabsahan Perjanjian Jual Beli dalam Penjualan Satuan Unit Apartemen

Meikarta Secara Pre Project Selling

Landasan hukum penyelenggaraan pembangunan rumah susun di

Indonesia pertama kali diatur dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985

Tentang Rumah Susun. Seiring dengan perkembangan zaman dimana tentunya

membawa perubahan pada aspek perkembangan hukum maka Undang-

Undang Nomor 16 Tahun 1985 dinilai tidak relevan lagi sehingga pada

tanggal 10 November 2011 Undang-Undang tersebut dicabut dan diganti

dengan Undang-Undang baru yang mengatur Tentang rumah susun yaitu

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun (UURS).

kehadiran UURS memberikan jawaban atas permasalahan padatnya

penduduk serta terbatasnya lahan di daerah perkotaan. Maraknya

pembangunan rumah susun saat ini tidak hanya diperuntukkan bagi golongan

masyarakat kelas atas akan tetapi juga mengarah kepada kelas menengah dan

kelas bawah yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana pendukung guna

menciptakan pemukiman yang lengkap dan fungsional, yang didalamnya tetap

menggunakan sistem pemilikan perorangan yang terpisah pada unit unitnya

yang diikuti dengan pemilikan bersama atas bagian-bagian dan benda-benda

dari bangunan tersebut dan hak bersama atas tanah yang menjadi alas hak

didirikannya bangunan-bangunan tersebut yang semuanya merupakan satu

kesatuan yang secara fungsional tidak terpisahkan. Hal ini lebih dikenal

dengan istilah strata title, yaitu sistem kepemilikan pada objek yang terletak

pada strata-strata yang berbeda-beda.1

1 Ahmad Chairudin, “Beberapa Catatan Mengenai Pelaksanaan Sistem Strata Title Pada

B angunan Gedung Bertingkat”, disampaikan pada Program Khusus Pelatihan Professional Proper

Page 59: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48073/1/AHMAD SAUQI... · menggunakan tipe perjanjian khusus, yang dikenal sebagai penjualan sebuah bangunan

49

UURS disusun untuk menciptakan sebuah kepastian hukum yang lebih

tegas berkaitan dengan penyelenggaraan rumah susun dengan berdasarkan

asas kesejahteraan, keadilan dan pemerataan, kenasionalan, keterjangkauan

dan kemudahan, keefisienan dan kemanfaatan, kemandirian dan kebersamaan,

kemitraan, keserasian dan keseimbangan, keterpaduan, kesehatan, kelestarian

dan berkelanjutan, keselamatan, kenyamanan, dan kemudahan, serta

keamanan, ketertiban, dan keteraturan.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah penulis lakukan, bentuk perjanjian

jual beli satuan rumah susun dengan sistem Pre Project Selling yang dibuat

dan lazim dipergunakan dalam dunia bisnis properti oleh pengembang

(developer) dilakukan dengan cara menuangkannya dalam bentuk perjanjian

baku yaitu Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB). Hal ini semata-mata dibuat

untuk memudahkan transaksi perdagangan yang dilakukan oleh para pihak

yang membuat perjanjian sepanjang isinya tidak merugikan kedua belah

pihak.

Berdasarkan Pasal 28 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang

Rumah Susun Pertama, pelaku pembangunan rumah susun atau pengembang

(developer) harus memenuhi ketentuan administratif terlebih dahulu sebelum

melakukan pembangunan rumah susun, yaitu meliputi:

1. Status hak atas tanah

Pembangunan kota baru Meikarta milik Lippo Group masih menuai

polemik. Mega proyek hunian senilai Rp 278 triliun ini kerap menjadi

pembahasan mulai dari perizinan hingga status kepemilikan lahan di

Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Menurut Direktur Jenderal

Pengendalian Pemanfaatan Ruang dan Penguasaan Tanah Kementerian

Agraria dan Tata Ruang (ATR), Budi Situmorang, dari 500 hektar (ha)

yang menjadi kawasan Meikarta belum sepenuhnya dimiliki Lippo Group.

"Faktanya dari data, di sana ada perkampungan, ada sawah juga di

sana, saya enggak tahu juga. Faktanya masih banyak hak atas tanah di

sana. Cukup banyak mungkin 30%," tuturnya di Gedung Ombudsman,

Jakarta, Selasa (22/8/2017).”

ty-Executive Short Course, Jakarta, 6 Juli 2007.

Page 60: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48073/1/AHMAD SAUQI... · menggunakan tipe perjanjian khusus, yang dikenal sebagai penjualan sebuah bangunan

50

Menurut Budi, pengembang Meikarta harus menyelesaikan akuisisi

seluruh lahan tersebut sebelum melakukan pembangunan dan pemasaran.

Jika tidak, tentu akan menimbulkan permasalahan di kemudian hari.

"Jadi harus diselesaikan dulu, bahkan teman-teman kami sudah

panggil teman-teman Meikarta. Mana master plan-nya, di mana batas

tanahnya, itu yang belum putus," imbuhnya.”

Sementara Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bekasi,

Daryanto, meyakini seluruh lahan di Meikarta memang sudah dimiliki

oleh Lippo Group. Kepemilikannya memang terpecah-pecah atas nama

beberapa pihak, namun masih dalam lingkup Lippo Group.

"Walaupun belum semuanya atas nama Lippo, tapi ada nama

beberapa PT. Faktanya Lippo menyampaikan ke kami dia memiliki itu,

walaupun HGB-nya belum atas nama Lippo. Mungkin anak perusahaan

tapi Lippo juga," tegasnya.

Daryanto juga menegaskan bahwa tidak ada peristiwa penggusuran

tanah di wilayah tersebut. Sebab lahan Meikarta juga memang masuk

dalam kawasan Lippo Cikarang.2

2. Izin Mendirikan Bangunan (IMB).

Pada bulan Agustus tahun 2017, Kepala Badan Penanaman Modal dan

Pelayanan Perizinan Terpadu (BPMPPT) Kabupaten Bekasi, Carwinda

menjelaskan bahwa proyek Meikarta baru mendapatkan Izin Peruntukkan

Penggunaan Tanah (IPPT) untuk lahan seluas 84,6 Ha (delapan

puluh empat koma enam hektar) saja sedangkan proses perizinan yang

lainnya, seperti Izin Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) belum

didapatkan oleh pihak pengembang (developer) dalam membangun proyek

tersebut. Di tempat yang sama, Asisten II Bidang Pembangunan dan

Perekonomian Pemprov Jabar, Eddy Nasution menegaskan, perizinan

proyek Meikarta memang merupakan kewenangan Pemkab Bekasi yang

juga telah memberikan Izin Peruntukan Penggunaan Tanah (IPPT) namun

hanya untuk lahan seluas 84,6 hektar (ha). Namun pemberian IPPT

2https: // finance.detik.com/properti / d-3609693/benarkah-grup-lippo-belum-sepenuhnya-

kuasai-lahan-meikarta diakses pada tanggal 8 Juli 2019 Pukul 19.30 WIB

Page 61: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48073/1/AHMAD SAUQI... · menggunakan tipe perjanjian khusus, yang dikenal sebagai penjualan sebuah bangunan

51

tersebut diakuinya atas nama beberapa pihak. Dengan mengantongi IPPT,

pengembang juga seharusnya belum bisa melakukan pembangunan. Sebab

setelah IPPT pengembang harus memiliki Amdal, lalu Izin Lingkungan

dan IMB. Jika itu semua sudah beres, baru pembangunan bisa dilakukan.

Berdasarkan Pasal 42 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011

Tentang Rumah Susun, maka dapat diketahui bahwa pengembang

(developer) dari proyek Meikarta ini belum memenuhi ketentuan

administratif dikarenakan status hak atas tanah yang dimiliki bukan atas

nama pengembang (developer), serta Izin Mendirikan Bangunan juga

belum dikantongi karena Izin Analisis Mengenai Dampak Lingkungan

(AMDAL) belum didapat oleh pihak Lippo. Selanjutnya, dalam hal

pemasaran dilakukan sebelum pembangunan rumah susun dilaksanakan

(Pre Project Selling), pelaku pembangunan atau pengembang

(developer) sekurang-kurangnya harus memiliki :

a. Kepastian peruntukkan ruang

Pada bulan Agustus tahun 2017, Kepala Badan Penanaman Modal

dan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPMPPT) Kabupaten Bekasi,

Carwinda menjelaskan bahwa proyek Meikarta baru mendapatkan Izin

Peruntukkan Penggunaan Tanah (IPPT) untuk lahan seluas 84,6

Ha (delapan puluh empat koma enam hektar) saja bukan 500 Ha

(lima ratus hektar) dari pihak pengembang (developer) Meikarta

yang mereka rencanakan.

b. Kepastian hak atas tanah

Menurut Direktur Jenderal Pengendalian Pemanfaatan Ruang

dan Penguasaan Tanah Kementerian Agraria dan Tata Ruang

(ATR), Budi Situmorang menjelaskan bahwa dari lahan 500 Ha

(lima ratus hektare) yang menjadi kawasan Meikarta belum

sepenuhnya dimiliki oleh pengembang (developer) karena di sana

masih terdapat perkampungan, sawah dan hak-hak atas tanah lainnya

sehingga pengembang (developer) Meikarta harus menyelesaikan

akuisisi seluruh lahan tersebut sebelum melakukan pembangunan

Page 62: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48073/1/AHMAD SAUQI... · menggunakan tipe perjanjian khusus, yang dikenal sebagai penjualan sebuah bangunan

52

dan pemasaran.

Di sisi lain, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten

Bekasi, Daryanto, meyakini bahwa seluruh lahan di Meikarta

memang sudah dimiliki oleh Lippo Group, namun kepemilikannya

tersebut terpecah-pecah dengan atas nama yang berbeda-beda

tetapi masih dalam lingkup Lippo Group dan Hak Guna

Bangunan (HGB) yang dimiliki belum atas nama pengembang

(developer).3

c. Kepastian status penguasaan rumah susun

Berdasarkan Pasal 45 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011

Tentang Rumah Susun menetapkan penguasaan satuan rumah susun,

yaitu :

1) Penguasaan satuan rumah susun pada rumah susun umum

dapat dilakukan dengan cara dimiliki atau disewa.

2) Penguasaan satuan rumah susun pada rumah susun khusus

dapat dilakukan dengan cara pinjam pakai atau disewa.

3) Penguasaan satuan rumah susun pada rumah susun negara

dapat dilakukan dengan cara pinjam pakai, sewa, atau sewa beli.

4) Penguasaan satuan rumah susun pada rumah susun komersial

dapat dilakukan dengan cara dimiliki atau disewa.

Sebagaimana kita ketahui, bahwa Meikarta dalam melakukan

proyek pembangunan apartemen ini masih memiliki kontra yang

berkaitan dengan belum dikantonginya izin, baik Izin Analisis Mengenai

Dampak Lingkungan (AMDAL) dan Izin Mendirikan Bangunan dan

kepastian status hak atas tanahnya pun belum terpenuhi dan tanah

yang diberi Izin Penggunaan Peruntukkan Tanah (IPPT) oleh

Pemerintah setempat untuk membangun proyek tersebut hanya seluas

84,6 Ha (delapan puluh koma enam hektar) dari yang direncanakan dan

dipasarkan yaitu seluas 500 Ha (lima ratus hektar) sehingga secara

3https: // finance.detik.com/properti / d-3609693/benarkah-grup-lippo-belum-sepenuhnya-

kuasai-lahan-meikartadiakses pada tanggal 9 Juli 2019 Pukul 18:49 WIB

Page 63: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48073/1/AHMAD SAUQI... · menggunakan tipe perjanjian khusus, yang dikenal sebagai penjualan sebuah bangunan

53

otomatis pengembang (developer) dari pembangunan apartemen

Meikarta ini belum memiliki kepastian terhadap penguasaan apartemen

yang akan dibangunnya karena Izin Mendirikan Bangunan pun belum

dimiliki oleh pihak pengembang (developer).

d. Perizinan pembangunan rumah susun

Seperti yang telah kita ketahui, bahwa Pemerintah Kabupaten Bekasi

dan Pemerintah Provinsi Jawa Barat baru memberikan Izin

Peruntukan Penggunaan Tanah (IPPT) untuk lahan seluas 84,6 Ha

(delapan puluh empat koma enam hektar) saja terhadap proyek Meikarta

ini. Dengan mengantongi Izin Peruntukkan Penggunaan Tanah (IPPT),

seharunsya pengembang (developer) belum bisa melakukan pembangunan.

Sebab setelah Izin Peruntukkan Penggunaan Tanah (IPPT),

pengembang harus membuat dan memiliki Izin Analisis Dampak

Lingkungan (AMDAL) terlebih dahulu, lalu Izin Lingkungan

kemudian Izin Mendirikan Bangunan. Jika perizinan tersebut sudah

beres, maka pembangunan dapat dilakukan oleh pihak pengembang

(developer).

e. Jaminan atas pembangunan rumah susun dari lembaga penjamin.

Seperti yang diketahui, adapun pihak perbankan yang turut membiayai

dalam proses pembangunan rumah susun yaitu melalui Kredit

Pemilikan Apartemen (KPA) yang dijelaskan oleh ketua Sub Comm 3

Mortgage Bankers, Indrastomo Nugroho mengatakan bahwa pada

dasarnya setiap bank dalam melakukan kerjasama dengan pihak

(developer) hal yang pertama dilihat adalah aspek legalitas yang dimiliki

oleh pihak pengembang (developer) karena apabila tidak ada aspek

legalitas yang dimiliki oleh pihak pengembang (developer) dikhawatirkan

akan menyebabkan kredit macet.4 Saat dikonfirmasi ke Direktur

Komunikasi Lippo Karawaci Tbk, Danang Kemayan Jati, dirinya pun

mengakui, pihaknya sedang mengurus izin ke Pemerintah Kabupaten

4http:/ infobanknews.com/ bahaya–kredit–macet-proyek – meikarta - mengintai / diakses

p ada tanggal 8Juli 2019 Pukul 22:13WIB

Page 64: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48073/1/AHMAD SAUQI... · menggunakan tipe perjanjian khusus, yang dikenal sebagai penjualan sebuah bangunan

54

Bekasi. Bahkan ia optimis perolehan izin bisa didapat dengan cepat.

“Lebih cepat lebih baik. Pemerintah Kabupaten Bekasi cepat kok,”

saat ditanya seberapa optimis perusahaan bisa dapat izin tersebut kepada

Infobank.”

Seperti diketahui, proyek Meikarta menuai polemik setelah diketahui

baru memiliki izin peruntukan penggunaan tanah (IPPT). Izin ini diketahui

untuk lahan seluas 84,6 hektar di wilayah Lippo Cikarang. Perizinan lain

seperti izin lingkungan maupun izin mendirikan bangunan belum ada. Saat

ini, pengembang Meikarta sedang mengajukan izin Amdal ke pemerintah

Kabupaten Bekasi dan mencoba mendapatkan rekomendasi dari

pemerintah Provinsi Jawa Barat. 5

Dalam kasus Meikarta ini ditengah segala perizinan yang belum

dikantongi oleh pengembang (developer) ditemui adanya pihak

perbankan yaitu PT Bank Negara Indonesia yang mengakui bahwa

akan tetap memproses penyaluran Kredit Pemilikan Apartemen (KPA)

untuk megaproyek properti Meikarta dengan memegang prinsip kehati-

hatian (developer) dan calon pembeli dalam penjualan (Pre Project

Seliing) satuan unit apartemen Meikarta ini dilakukan dengan cara

mengambil Nomor Urut Pemesanan (NUP) dengan berlaku ketentuan-

ketentuan dan syarat-syarat umum dengan biaya tertentu sehingga

memiliki esensi yang sama dengan Perjanjian Pengikatan Jual Beli

(PPJB). Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) yang melibatkan pihak

pengembang (developer) dan calon pembeli dikatakan dapat melindungi

proses hubungan hukum para pihak apabila dibuat secara sah dan

memenuhi syarat-syarat mengenai sahnya perjanjian sebagaimana diatur

dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yaitu :

1) Sepakat mereka yang mengikatkan diri (Kesepakatan/toestemming)

Kesepakatan dalam perjanjian menyatakan bahwa perjanjian pada

5http: // infobanknews.com / berpotensi – rugikan – konsumen – proyek - meikarta -perlu-

diawasi / 3 / diakses pada tanggal 11 Juli 2019 Pukul 20.00WIB

Page 65: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48073/1/AHMAD SAUQI... · menggunakan tipe perjanjian khusus, yang dikenal sebagai penjualan sebuah bangunan

55

umumnya tidak diadakan dengan cara yang formal saja, melainkan cukup

dengan adanya kesepakatan melalui persesuaian kehendak dan pernyataan

antara kedua belah pihak atau lebih mengenai apa yang akan mereka

kehendaki untuk dilaksanakan, bagaimana cara melaksanakan dan

kapan akan dilaksanakan serta siapa yang harus melaksanakan.

Di dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB), sepakat dinyatakan

dan dibuktikan oleh para pihak melalui ditandatanganinya perjanjian

tersebut. Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) tersebut merupakan

dokumen yang membuktikan adanya hubungan hukum (hubungan

kontraktual) antara pengembang (developer) dan pembeli, di mana

pengembang (developer) mengikatkan diri untuk menjual rumah atau

atuan unit rumah susun dan tanah kepada pembeli, sedangkan

pembeli membeli rumah atau satuan unit rumah susun dari

pengembang (developer) dengan kewajiban membayar harga jualnya.

Jadi, kesepakatan yang terjadi di antara para pihak dalam Perjanjian

Pengikatan Jual Beli (PPJB) ini lahir saat ditandatanganinya perjanjian

tersebut oleh pihak pengembang (developer) dan pembeli. Para pihak

dianggap mengerti isi dari perjanjian yang dibuat dan pembeli dianggap

menerima penawaran (acceptatie) dari penawaran (offerte) dari

pengembang (developer) atas objek perjanjian yang dalam hal ini

tanah beserta bangunannya serta harga yang harus dibayarkan dan

akan melaksanakan jual beli manakala barang yang disepakati tersebut

telah selesai yang tentunya beserta persyaratan lain yang melekat

atasnya serta membayar harga yang telah disepakati.6

2) Cakap dalam melakukan perbuatan hukum (Kecakapan/bekwaamheid)

Di dalam membuat suatu perjanjian, para pihak haruslah cakap

menurut hukum dan pada umumnya kecakapan tersebut diukur dari

standar kedewasaan untuk manusia kodrati dan kewenangan untuk badan

hukum kecuali mereka yang dinyatakan tidak cakap oleh Undang-Undang

6Yusuf Shofie, Perlindungan Konsumen dan Instrumen-Instrumen Hukumnya, (Bandung :

Citra Aditya Bakti, 2000), h. 78

Page 66: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48073/1/AHMAD SAUQI... · menggunakan tipe perjanjian khusus, yang dikenal sebagai penjualan sebuah bangunan

56

Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, yaitu :

a) Orang-orang yang belum dewasa, dalam Undang-Undang Nomor

1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan memberikan ketentuan

seseorang dikatakan dewasa ketika telah berumur 18 (delapan belas)

tahun atau sudah pernah kawin.

b) Mereka yang berada di bawah pengampuan (orang dungu, orang gila,

orang yang mata gelap, orang yang boros). Meskipun, mereka

dapat bertindak seperti orang yang cakap berbuat, namun tetap

mereka adalah orang-orang yang termasuk berada di bawah

pengampuan.

Syarat cakap dalam hukum di atas tentunya haruslah dipenuhi

oleh para pihak dalam membuat Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB),

karena apabila kontrak yang dibuat oleh para pihak itu dilakukan oleh

orang yang tidak cakap dalam melakukan perbuatan hukum maka

kontrak tersebut berakibat dapat dibatalkan, artinya satu atau dua

pihak dapat melakukan pembatalan atau tidak melakukan pembatalan.

Dalam pembangunan rumah susun, diatur pula mengenai siapa

saja yang cakap dan dapat dikatakan sebagai pengembang (developer)

atau pelaku pembangunan, yaitu :

(a) Perorangan Warga Negara Indonesia

(b) Perorangan orang asing yang berkedudukan di Indonesia

(c) Badan usaha swasta yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT)

(d) Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang berbentuk

Perusahaan Umum Pembangunan Perumahan Nasional (Perum

Perumnas)

(e) Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota

(f) Lembaga Negara, Kementerian, Lembaga Pemerintah Non-

Kementerian, Badan Otoritas.

Berdasarkan Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007

Tentang Perseoran Terbatas (UUPT), yang memiliki kewenangan

bertindak dalam Perseroan Terbatas (PT) adalah direksi yang

Page 67: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48073/1/AHMAD SAUQI... · menggunakan tipe perjanjian khusus, yang dikenal sebagai penjualan sebuah bangunan

57

merupakan organ perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab

penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan, sesuai

dengan maksud dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan, baik di

dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran

dasar.

3) Suatu hal tertentu (Objek Tertentu/een bapaald onderwerp)

Syarat sahnya perjanjian yang ketiga adalah suatu hal tertentu

yang merupakan objek atau pokok persoalan tertentu atau dapat

ditentukan, artinya dalam membuat sebuah kontrak, apa yang

diperjanjikan harus jelas, sehingga hak dan kewajiban para pihak

dapat diterapkan atau disesuaikan.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menentukan, bahwa suatu

perjanjian harus mempunyai pokok suatu benda (zaak) yang paling sedikit

dapat ditentukan jenisnya. Zaak dalam bahasa Belanda tidak hanya berarti

barang dalam arti sempit, tetapi juga berarti yang lebih luas lagi,

yakni pokok persoalan.7 Benda disini bukan merupakan objek

sengketa, apabila terbukti merupakan objek sengketa, maka benda

tersebut tidak dapat diperjual-belikan.

4) Suatu sebab yang diperbolehkan (Klausa Halal/oorzaak)

Syarat kausa yang halal dalam suatu perjanjian yaitu berkaitan dengan

tujuan dari dibuatnya perjanjian tersebut. Syarat bahwa sebab

perjanjian harus bersifat diperbolehkan hendaknya dipahami melalui

kerangka prinsip kebebasan dalam menentukan isi hubungan perikatan

yang mereka inginkan. Jika yang diinginkan para pihak merupakan hal

yang terlarang, yaitu bertentangan dengan undang-undang, ketertiban

umum dan kesusilaan, maka perjanjian yang ingin dicapai oleh para

pihak tentunya batal.8

Untuk dapat menentukan adanya kausa halal atau tidak di dalam kasus

7 Ridwan Khairandy, Hukum Kontrak Indonesia dalam Perspektif Perbandungan (Bagian

Pertama), (Yogyakarta : FH UII Press, 2014), h. 186 8Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Perjanjian, (Bandung : Mandar Maju, 2000),

h. 7

Page 68: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48073/1/AHMAD SAUQI... · menggunakan tipe perjanjian khusus, yang dikenal sebagai penjualan sebuah bangunan

58

Meikarta ini, dapat dilihat dari ketentuan mengenai syarat keabsahan

Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) yang tidak hanya diatur

dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata melainkan ada beberapa

syarat yang telah ditentukan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun

2011 Tentang Rumah Susun, yaitu pengembang harus memenuhi

persyaratan terlebih dahulu terkait:

a) Kepastian atas status kepemilikan tanah.

Seperti yang sudah dijelaskan di atas, bahwa luas lahan yang

dipasarkan seluas 500 Ha (lima ratus hektar) belum seluruhnya

dimiliki oleh pihak pengembang (developer), dikarenakan di kawasan

Kota Baru Meikarta tersebut masih terdapat area perkampungan,

sawah dan hak-hak atas tanah lainnya sehingga pengembang

(developer) Meikarta harus menyelesaiakan akuisisi seluruh lahan

tersebut sebelum melakukan pembangunan dan pemasaran.

b) Kepemilikan Izin Mendirikan Bangunan (IMB).

Mengenai pengembangan, Eddy juga menegaskan bahwa Meikarta

sudah mengirimkan surat untuk meminta rekomendasi terkait izin

AMDAL untuk area pembangunan, namun mereka belum meraih

rekomendasi tersebut sehingga pihaknya menerbitkan surat untuk

menghentikan operasi pembangunan sementara dikarenakan izin

AMDAL yang belum ada sehingga secara otomatis Izin

Mendirikan Bangunan (IMB) pun belum ada.

c) Ketersediaan prasarana, sarana, dan utilitas umum.

Yang dimaksud dengan prasarana adalah kelengkapan dasar fisik

lingkungan hunia rumah susun yang memenuhi standar tertentu untuk

memenuhi kebutuhan tempat tinggal yang layak dihuni meliputi

jaringan jalan, drainase, sanitasi, air bersih, dan tempat sampah. Dalam

hal prasarana, Kota Baru Meikarta terletak secara strategis yaitu di

jantung koridor Jakarta-Bandung yang dikelilingi dengan kota industri.

Selain lokasi yang strategis, Kota Baru Meikarta juga memiliki

prospek cerah dan menguntungkan mengingat lokasi Meikarta

Page 69: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48073/1/AHMAD SAUQI... · menggunakan tipe perjanjian khusus, yang dikenal sebagai penjualan sebuah bangunan

59

berada di antara mega proyek infrastruktur Indonesia di bidang

transporasi, meliputi :9

(1) Pelabuhan Laut Patimban (Patimban Deep Seaport)

Pelabuhan ini merupakan pelabuhan dalam, dimana kapal

besar dapat langsung merapat sehingga tak perlu lagi melewati

Pelabuhan Tanjung Priok.

(2) Bandara Internasional Kertajati

Dengan adanya Bandara Internasional Kertajati, askes

tranportasi di Meikarta akan lebih mudah untuk bepergian ke

luar kota maupun luar negeri dikarenakan mereka tak perlu

pergi jauh ke Cengkareng atau Bandara Internasional Soekarno-

Hatta untuk menggunakan pesawat. Bandara yang terletak di

kabupaten Majalengka ini dibangun untuk mengurangi

kepadatan arus penumpang di Bandara Internasional Soekarno-

Hatta.

(3) Kereta Api Cepat (Light Rail Transport)

Jalur kereta api cepat ini sedang dipersiapkan pembangunan yaitu

jalur koridor 1 dengan tujuan Cawang-Bekasi Timur, dan koridor 2

dengan tujuan Stasiun Cikarang.

(4) Automated People Mover (APM) Monorail

Monorail ini juga akan dibangun di tengah Meikarta yang menjadi

penghubung daerah-daerah industri di kawasan Cikarang serta

terhubung dengan infrastruktur tranportasi lainnya.

(5) Jalan Tol Layang (Elevated Toll)

Jalan tol layang yang menghubungkan Jakarta-Cikampek

diperkirakan akan selesai dibangun dua hingga tiga tahun

mendatang sehingga dapat digunakan oleh Meikarta ketika

sudah siap dihuni nantinya.

(6) Kereta Api Cepat Jakarta-Bandung

9https://www.liputan6.com/news/read/3070564/kota-baru-meikarta-diantara-mega-proyek-

infrastruktur-indonesia ? utm_expid=.9Z4i5ypGQeGiS7w9arwTvQ.0&utm_referrer diakses pada

tanggal 10 Juli 2019 pukul 4:22 WIB

Page 70: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48073/1/AHMAD SAUQI... · menggunakan tipe perjanjian khusus, yang dikenal sebagai penjualan sebuah bangunan

60

Kereta ini yang nantinya akan membuat perjalanan Jakarta

Bandung hanya dalam waktu 39 menit saja yang artinya,

perjalanan dari Meikarta menuju Jakarta atau Bandung

diperkirakan hanya memakan waktu sekitar 20 menit.

Sarana, yang dimaksud dengan sarana adalah fasilitas dalam

lingkungan hunian rumah susun yang berfungsi untuk mendukung

penyelenggaran dan pengembangan kehidupan sosial, budaya dan

ekonomi yang meliputi sarana sosial ekonomi yaitu pendidikan,

kesehatan, peribatan dan perniagaan serta sarana umum seperti ruang

terbuka hijau, tempat rekreasi, sarana olahraga, tempat pemakaman

umum, sarana pemerintahan, dan lain-lain.

d) Keterbangunan paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari volume

konstruksi bangunan rumah susun yang sedang dipasarkan.

Pada 29 Oktober 2017, Lippo Group melaksanakan penutupan atap

(topping off) dua tower pertama yang masing-masing terdiri dari 32

lantai dengan total 900 unit apartemen dari lebih dua ratus tower di

Meikarta yang sedang dan akan dibangun dalam beberapa tahun ke

depan, maka dapat dikatakan pembangunan Meikarta ini belum

mencapai 20% (dua puluh persen) dari volume konstruksi bangunan

rumah susun yang sedang dipasarkan.

e) Hal-hal lain yang diperjanjikan seperti kondisi satuan rumah susun

yang dibangun dan dijual kepada calon pembeli yang sedang

dipasarkan baik melaui media, promosi berupa lokasi dan bentuk

satuan rumah susun, spesifikasi bangunan, harga satuan rumah susun,

prasarana, sarana, dan utilitas umum rumah susun, fasilitas lain, dan

waktu serah terima satuan rumah susun.

Dalam proyek Meikarta, terdapat objek atau benda yang

diperjualbelikan yaitu hak milik atas satuan rumah susun yang berdiri di atas

tanah Hak Guna Bangunan. Rumah susun yang akan dijual pun wajib

memiliki izin-izin yang diperlukan seperti izin lokasi, bukti penguasaaan

Page 71: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48073/1/AHMAD SAUQI... · menggunakan tipe perjanjian khusus, yang dikenal sebagai penjualan sebuah bangunan

61

dan pembayaran tanah, dan izin mendirikan bangunan serta terdapat

pokok persoalan tertentu yaitu dalam hal pembayaran calon pembeli

harus membayar booking fee sebagai tanda jadi dalam pembelian satuan

unit apartemen Meikarta serta waktu serah-terima satuan unit apartemen

itu sendiri.

Namun, berdasarkan hasil analisis bahwa pihak pengembang

(developer) sebelum membangun rumah susun belum memenuhi syarat

administratif sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang Nomor 20

Tahun 2011 Tentang Rumah Susun salah satunya adalah status hak atas

tanah. Menurut Direktur Jenderal Pengendalian Pemanfaatan Ruang dan

Penguasaan Tanah Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR), Budi

Situmorang menjelaskan bahwa dari lahan 500 Ha (lima ratus hektar)

yang menjadi kawasan Meikarta belum sepenuhnya dimiliki oleh

pengembang (developer) karena di sana masih terdapat perkampungan,

sawah dan hak-hak atas tanah lainnya sehingga pengembang Meikarta

harus menyelesaikan akuisisi seluruh lahan tersebut sebelum melakukan

pembangunan dan pemasaran. Sehingga dengan adanya hal tersebut, maka

tanah yang diatasnya akan dibangun apartemen Meikarta tersebut masih

berupa tanah sengketa atau objek sengketa dikarenakan masih belum

memperoleh kepastian status hak atas tanah sehingga objek tersebut tidak

dapat diperjualbelikan.

Hal ini sesuai dengan Pasal 1335 jo. 1337 Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata yang intinya adalah bahwa suatu perjanjian tanpa sebab

atau telah dibuat karena suatu sebab yang palsu atau terlarang, tidak

mempunyai kekuatan dan suatu sebab adalah terlarang, apabila undang-

undang melarang atau berlawanan dengan kesusilaan maupun ketertiban

umum.

Selanjutnya, sebagai akibat hukum dari tidak dipenuhinya persyaratan

yang disebutkan dalam Pasal 42 Ayat (2) dan Pasal 43 Ayat (2)

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun yang bersifat

kumulatif maka Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) batal demi hukum

Page 72: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48073/1/AHMAD SAUQI... · menggunakan tipe perjanjian khusus, yang dikenal sebagai penjualan sebuah bangunan

62

dan menjadi sebuah kepastian hukum dikarenakan persyaratan-persyaratan

tersebut merupakan sebab atau tujuan utama agar Perjanjian Pengikatan

Jual Beli (PPJB) dapat dibuat.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa keabsahan

Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) yang dituangkan dalam bentuk Nomor

Urut Pemesanan (NUP) oleh pihak pengembang (developer) apartemen

Meikarta terhadap calon pembeli adalah tidak sah dikarenakan sejumlah

syarat sahnya Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) berdasarkan Pasal 1320

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berupa syarat objektif tidak

terpenuhi yaitu suatu hal tertentu dan kausa yang halal maupun dalam Pasal 43

Ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun yaitu

dalam proses pembuatan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB), pengembang

(developer) tidak memenuhi syarat, sebagai berikut :

a. Kepastian status hak atas tanah

b. Kepastian Izin Mendirikan Bangunan

c. Ketersediaan prasarana, sarana, dan utilitas umum

d. Keterbangunan paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari volume

konstruksi bangunan rumah susun yang sedang dipasarkan

e. Hal-hal lain yang diperjanjikan.

B. Tanggung Jawab Pengembang (Developer) dalam Penjualan Satuan

Unit Apartemen Meikarta Secara Pre Project Selling

Tanggung jawab dapat didefinisikan sebagai suatu tanggung jawab secara

hukum dari orang atau badan yang mengahsilkan suatu produk dari orang atau

badan yang bergerak dalam suatu proses untuk menghasilkan suatu

produk atau mendistribusikan produk tersebut.

Secara umum, prinsip-prinsip tanggung jawab dalam hukum dapat

dibedakan sebagai berikut :

1. Kesalahan (liability based on fault)

Prinsip ini menyatakan bahwa seseorang baru dapat dimintakan

pertanggungjawabannya secara hukum jika ada unsur kesalahan yang

Page 73: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48073/1/AHMAD SAUQI... · menggunakan tipe perjanjian khusus, yang dikenal sebagai penjualan sebuah bangunan

63

dilakukannya. Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,

yang lazim dikenal sebagai pasal tentang perbuaatan melawan hukum,

mengharuskan terpenuhinya empat unsur pokok, yaitu:10

a. Adanya perbuatan

b. Adanya unsur kesalahan

c. Adanya kerugian yang diderita

d. Adanya hubungan kausalitas antara kesalahan dan kerugian

e. Praduga selalu bertanggung jawab (presumption of liability).

2. Praduga selalu bertanggung jawab (presumption of liability)

Prinsip ini menyatakan tergugat selalu dianggap bertanggung jawab

sampai ia dapat membuktikan bahwa ia tidak bersalah. Jadi, bebaan

pembuktian ada pada pihak tergugat.

3. Praduga selalu tidak bertanggung jawab (presumption of non liability);

Prinsip ini merupakan kebalikan dari prinsip praduga untuk selalu

bertanggung jawab, di mana tergugat selalu dianggap tidak

bertanggung jawab sampai dibuktikan bahwa ia bersalah.

4. Tanggung jawab mutlak (strict liability).

Prinsip ini menetapkan kesalahan tidak sebagai faktor yang menentukan.

Namun, ada pengecualian-pengecualian yang memungkinkan untuk

dibebaskan dari tanggung jawab, misalnya keadaan memaksa (force

majeur).

5. Pembatasan tanggung jawab dengan pembatasan (limitation of liability).

Prinsip tanggung dengan pembatasan sangat disenangi oleh pelaku usaha

untuk dicantumkan sebagai klausul eksonerasi dalam perjanjian

standar yang dibuatnya. Prinsip tanggung jawab ini biasanya

dikombinasikan dengan prinsip–prinsip tanggung jawab lainnya.

Berbicara mengenai tanggung jawab, tanggung jawab pihak

pengembang (developer) dalam penjualan satuan unit rumah susun dalam

bentuk apartemen kepada pembeli secara umum sudah ada sejak

10 Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta : Sinar Grafika,

2009), h. 92

Page 74: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48073/1/AHMAD SAUQI... · menggunakan tipe perjanjian khusus, yang dikenal sebagai penjualan sebuah bangunan

64

pengembang (developer) yang bersangkutan ingin membangun

apartemen. Salah satu bentuk tanggung jawabnya adalah mengurus

segala persyaratan dan perizinan yang diperlukan sebelum membangun

apartemen tersebut sebagaimana persyaratan tersebut telah diatur dalam

Pasal 24 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun

yang menetapkan persyaratan pembangunan rumah susun, meliputi :

a. Persyaratan administratif

Yang dimaksud persyaratan administratif adalah perizinan yang

diperlukan sebagai syarat untuk melakukan pembangunan rumah

susun yang meliputi :

1) Status hak atas tanah

2) Izin Mendirikan Bangunan (IMB).

b. Persyaratan teknis

Persyaratan teknis dalam pembangunan rumah susun terdiri dari :

1) Tata bangunan yang meliputi persyaratan peruntukkan lokasi

serta intensitas dan arsitektur bangunan

2) Keandalan bangunan yang meliputi persyaratan keselamatan,

kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan.

c. Pesyaratan ekologis.

Pesyaratan ekologis adalah persyaratan yang memenuhi analisis

dampak lingkungan dalam hal pembangunan rumah susun.

Arie S. Hutagalung menyatakan bahwa dalam pembangunan rumah

susun memerlukan persyaratan administratif dan teknis, karena rumah

susun memiliki bentuk dan keadaan khusus yang berbeda dengan

perumahan biasa. Rumah susun merupakan gedung bertingkat yang

akan dihuni oleh banyak orang sehingga perlu dijamin keamanan,

keselamatan, dan kenikmatan dalam penghuniannya.

Terkait dengan skripsi ini, maka secara hukum pengembang

(developer) harus memberikan jaminan kepada calon pembeli atas

kenikmatan dan tidak adanya gangguan pihak ketiga yang merasa

Page 75: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48073/1/AHMAD SAUQI... · menggunakan tipe perjanjian khusus, yang dikenal sebagai penjualan sebuah bangunan

65

memiliki ataupun bentuk lain yang dapat mengganggu kenyamanan

calon pembeli atas kepemilikan barang atau satuan unit apartemen yang

dimiliki. Jaminan yang dimaksud adalah jaminan atas legalitas

(perizinan) atas satuan unit apartemen yang dipesan tersebut dan

jaminan tidak ada gangguan pihak ketiga untuk membongkar

apartemen tersebut.

Pada kasus pembangunan megaproyek Kota Baru Meikarta yang

membangun hunian berbentuk apartemen, PT Lippo Cikarang Tbk

selaku pengembang (developer) tetap menguasai dan membangun

apartemen tersebut sedangkan pihaknya belum memenuhi ketentuan

persyaratan administratif yang berbentuk perizinan yang diperlukan

sebelum melakukan pembangunan rumah susun, yaitu :

1. Status hak atas tanah

PT Lippo Cikarang selaku pengembang (developer) apartemen

Meikarta belum sepenuhnya mengantongi izin pembangunan

proyek pemukiman. Saat ini lahan yang dimiliki oleh PT Lippo

Cikarang Tbk itu hanya berstatus izin kawasan industri.

Kawasan Meikarta belum sepenuhnya dimiliki oleh

pengembang (developer) karena disana masih masih terdapat

perkampungan, sawah, dan hak-hak atas tanah lainnya sehingga

pengembang Meikarta harus melakukan akuisisi seluruh lahan

tersebut sebelum melakukan pembangunan dan pemasaran.

Di sisin lain, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten

Bekasi, Daryanto, meyakini bahwa seluruh lahan di Meikarta

memang sudah dimilki oleh Lippo Group, namun kepemilikannya

tersebut terpecah-pecah dengan atas nama yang berbeda-beda tetapi

masih dalam lingkup Lippo Group dan Hak Guna Bangunan

(HGB) yang dimiliki belum atas nama pengembang (developer)

dari proyek apartemen Meikarta.

2. Izin Mendirikan Bangunan (IMB)

Kepala Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Izin Terpadu

Page 76: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48073/1/AHMAD SAUQI... · menggunakan tipe perjanjian khusus, yang dikenal sebagai penjualan sebuah bangunan

66

(BPMPPT) Kabupaten Bekasi, Carwinda, menjelaskan bahwa

proyek Meikarta baru mendapatkan Izin Peruntukkan Penggunaan

Tanah (IPPT) untuk lahan seluas 84,6 Ha (delapan puluh koma

enam hektar) saja sedangkan proses perizinan lainnya, seperti Izin

Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) belum didapattkan oleh

pihak pengembang (developer) dalam membangun proyek tersebut

sehingga secara otomatis Izin Mendirikan Bangunan (IMB) pun

belum ada.

Ditengah segala perizinan yang belum dipenuhi dan didapat dari

pemerintah setempat seperti yang telah penulis jelaskan di atas, bahwa pihak

pengembang (developer) juga secara terang-terangan telah membuat iklan di

beberapa stasiun televisi dan memasarkan proyeknya tersebut kepada

masyarakat umum. Menurut Ombudsman yang diwakili oleh

komisionernya, Alamsyah Saragih, iklan tersebut tak sesuai kenyataan

karena Lippo menyebutkan akan membangun Kota Baru Meikarta seluas 500

Ha (lima ratus hektar) namun, rancangan RDTR Kabupaten Bekasi hanya

memberikan rekomendasi untuk kawasan Lippo Cikarang seluas 84,6 Ha

(delapan puluh koma enak hektar) hal ini bisa menjadi pemicu dalam hal

penipuan yang dapat merugikan para pihak yang terlibat khususnya pembeli

dan masyarakat umum dan menyalahi aturan iklan pada Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen dimana iklan harus

disajikan dengan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan

jaminan barang dan/ata jasa.

Dalam hal pengembang (developer) memasarkan rumah yang tidak

memiliki izin mendirikan bangunan kepada calon pembeli sudah tentu

pengembang (developer) tidak memiliki itikad baik dari semula. Dikatakan

demikian karena memiliki surat izin mendirikan bangunan merupakan

kewajiban dari pengembang (developer) sebelum melakukan

pembangunan dan sebelum melakukan pemasaran. Kewajiban tersebut

harus dipenuhi terlebih dahulu dan sudah tentu pengembang (developer)

Page 77: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48073/1/AHMAD SAUQI... · menggunakan tipe perjanjian khusus, yang dikenal sebagai penjualan sebuah bangunan

67

mengetahui kewajibannya sebagai penjual sebagaimana diatur dalam

Pasal 42 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang

Rumah Susun yang menyatakan bahwa ada beberapa syarat yang harus

dipenuhi oleh pelaku pembangunan rumah susun sebelum rumah tersebut

dipasarkan, yaitu :

a. Kepastian peruntukkan ruang

b. Kepastian hak atas tanah

c. Kepastian status penguasaan rumah susun

d. Perizinan pembangunan rumah susun

e. Jaminan atas pembangunan rumah susun dari lembaga penjamin.

Selain itu pihak pengembang (developer) pun menyebut pemasaran

Meikarta tersebut dengan sistem Pre Project Selling. Sistem Pre Project

Selling sendiri merupakan strategi penjualan rumah susun dengan cara

memasarkan rumah susun yang belum selesai dibangun atau bahkan

belum dibangun yang dapat dituangkan ke dalam Perjanjian Pengikatan

Jual Beli (PPJB) dan hal ini sering digunakan oleh para pengembang

(developer). Dalam kasus Meikarta, Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB)

ini dituangkan ke dalam bentuk Nomor Urut Pesanan (NUP) yang

didalamnya berlaku ketentuan-ketentuan dan syarat-syarat umum yang

esensinya sama dengan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB). Adapun

ketentuan yang mengatur dalam Pasal 43 Undang-Undang Nomor 20

Tahun 2011 bahwa pelaku pembangunan sebelum pembangunan rumah

susun selesai dapat membuat Perjanjian Pengikatan Jual Beli setelah

memenuhi persyaratan kepastian atas :

a. Status kepemilikan tanah

b. Kepemilikan Izin Mendirikan Bangunan (IMB)

c. Ketersediaan prasarana, saran, dan utilitas umum

d. Keterbangunan paling sedikit 20% (dua puluh persen)

e. Hal yang diperjanjikan.

Bila melihat dari analisis mengenai persyaratan administratif yang belum

Page 78: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48073/1/AHMAD SAUQI... · menggunakan tipe perjanjian khusus, yang dikenal sebagai penjualan sebuah bangunan

68

dipenuhi oleh pihak pengembang (developer), sedangkan pembangunan

rumah susun dalam bentuk apartemen yaitu apartemen Meikarta tetap

dilakukan dan berdiri tanpa memiliki Izin Mendirikan Bangunan sudah tentu

melanggar peraturan apalagi pihak pengembang (developer) sampai menjual

satuan unit apartemen Meikarta tersebut yang belum memiliki Izin

Mendirikan Bangunan kepada calon pembeli. Sehingga pengembang

(developer) telah melakukan 2 (dua) kesalahan yaitu membangun rumah

tanpa izin mendirikan bangunan dan memasarkan rumah yang tidak memiliki

izin mendirikan bangunan yang artinya perbuatan tersebut merupakan sebuah

Perbuatan Melawan Hukum (PMH).

Perbuatan Melawan Hukum (PMH) sebagaimana diatur dalam Pasal

1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan bahwa setiap

perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain,

mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya

untuk menggantikan kerugian tersebut. Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal

1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, agar perbuatan tersebut dapat

dikatakan suatu perbuatan melawan hukum maka harus mengandung unsur-

unsur sebagai berikut:

1. Adanya Perbuatan

Seseorang dikatakan melakukan perbuatan melawan hukum ketika

dirinya melakukan perbuatan yang melanggar hukum, namun, ia juga

dapat dikatakan telah melakukan perbuatan melawan hukum ketika ia

mengabaikan kewajiban hukumnya dengan tidak berbuat sesuatu.

Perbuatan dalam hal ini bermakna cukup luas yang dapat mencakup

perbuatan positif maupun perbuatan negatif.

Perbuatan positif yang melawan hukum berwujud melakukan sesuatu.

Misalnya A memiliki sebuah lahan kemudian B dengan tanpa izin lalu

memanfaatkan bahkan menduduki lahan tersebut. Perbuatan negatif adalah

perbuatan yang berwujud tidak melakukan sesuatu. Misalnya A

mengetahui kecelakaan lalu lintas dan mengetahui ada beberapa korban

Page 79: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48073/1/AHMAD SAUQI... · menggunakan tipe perjanjian khusus, yang dikenal sebagai penjualan sebuah bangunan

69

yang sekarat dan segera memerlukan pertolongan tetapi ia tidak segera

memberikan pertolongan.11

Pada kasus Meikarta, tergolong perbuatan yang negatif dimana PT

Lippo Cikarang Tbk selaku pengembang (developer) mengetahui segala

persyaratan dan mengetahui beberapa perizinan yang harus dipenuhi

terlebih dahulu sebelum membangun rumah susun namun pihaknya tidak

segera mengurus segala persyaratan dan perizinan tersebut melainkan tetap

melakukan pembangunan dan memasarkan bangunan yang sedang

dibangunnya.

2. Perbuatan tersebut harus melawanhukum

Sebuah perbuatan dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum

apabila meliputi hal-hal sebagai berikut :12

a. Perbuatan yang melanggar undang-undang yangberlaku

Perbuatan PT Lippo Cikarang Tbk selaku pengembang

(developer) dalam membangun sebuah apartemen Meikarta tidak

patuh terhadap segala persyaratan yang telah ditentukan dalam

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 merupakan perbuatan yang

melanggar undang-undang yang berlaku. Dimana pihak

pengembang (developer) melanggar ketentuan dalam Pasal 24

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun yang

mengatur bahwa pelaku pembangunan sebelum membangun rumah

susun harus memenuhi segala ketentuan administratif, yaitu:

1) Status hak atas tanah

2) Izin MendirikanBangunan.

Sedangkan PT Lippo Cikarang Tbk selaku pengembang

(developer) tidak memenuhi segala ketentuan tersebut seperti yang

telah dijelaskan di atas.Selain itu, pihak pengembang (developer)

juga melakukan pemasaran pendahuluan terhadap pembangunan

11 Ridwan Khairandy, Hukum Kontrak Indonesia dalam Perspektif Perbandungan

(Bagian Pertama), (Yogyakarta : FH UII Press, 2014), h. 303 12 Munir Fuady, Perbuatan Melawan Hukum: Pendekatan Kontemporer, (Bandung : Citra

Aditya Bakkti, 2013), h. 11

Page 80: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48073/1/AHMAD SAUQI... · menggunakan tipe perjanjian khusus, yang dikenal sebagai penjualan sebuah bangunan

70

hunian dalam bentuk apartemen yang sedang dibangunnya melalui

iklan-iklan yang ditayangkan di televisipadahal pihaknya belum

memenuhi persyaratan yang ditentukan dalamPasal 42 Undang-

Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun seperti yang

telah penulis jelaskan di atas.

b. Melanggar hak orang lain yang dijamin olehhukum

Adapun hak pembeli yang dilanggar oleh pihak pengembang

(developer) khusunya dalam hal pemasaran, yaitu seperti yang telah

penulis jelaskan di atas bahwa pengembang (developer) secara

terang-terangan telah mempromosikan serta membuat iklan di

televisi-televisi di tengah segala perizinan yang belum dikantongi. Di

dalam iklan tersebut menyebutkan bahwa luas lahan yang akan

dibangun adalah seluas 500 Ha (lima ratus hektar), namun pada

kenyataannya Pemerintah Provinsi hanya memberikan rekomendari

terkait Izin Penggunaan Peruntukkan Tanah (IPPT) hanya seluas

84,6 Ha (delapan puluh koma enam hektar). Dengan adanya

infomasi yang tidak sesuai, maka hal tersebut tentunya melanggar

hak pembeli sebagai konsumen atas barang dan/atau jasa yang

dihasilkan oleh pihak pengembang yang diatur dalam Pasal 4

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan

Konsumen yaitu mengenai hak untuk mendapatkan informasi yang

jelas, benar, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau

jasa.

c. Bertentangan dengan kewajiban hukum sipelaku

Bila mengacu pada Pasal 28 Undang-Undang Nomor 20 Tahun

2011 Tentang Rumah Susun yang menyatakan bahwa pelaku

pembangunan rumah susun sebelum melakukan pembangunan

rumah susun harus memenuhi persyaratan, meliputi :

1) Status hak atas tanah; dan

2) Izin Mendirikan Bangunan.

Artinya hal tersebut merupakan kewajiban dari pengembang

Page 81: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48073/1/AHMAD SAUQI... · menggunakan tipe perjanjian khusus, yang dikenal sebagai penjualan sebuah bangunan

71

(developer) untuk memenuhi segala persyaratan.

d. Perbuatan yang bertentangan dengankesusilaan

Bertentangan dengan kaidah kesusilaan bermakna bertentangan

dengan nilai-nilai moral, sepanjang dalam kehidupan masyarakat

diakui sebagai norma hukum. Moral hanya menunjukkan norma-

normanya kepada manusia sebagai makhluk. Adapun susila

mengajarkan manusia supaya menjadi anggota masyarakat yang

baik.

e. Bertentangan dengan Kepatutan

Bertentangan dengan kepatutan adalah bertentangan dengan

kepatutan yan berlaku dalam lalu lintas masyarakat. Dalam hal ini

harus diperhatikan kepentingan sendiri dan kepentingan orang lain

danmengikuti apa yang menurut masyarakat patut dan layak.

Pembangunan proyek Meikarta bisa disebut tidak

memperhatikan lingkungan sekitar, karena masih terdapat rumah-

rumah warga yang berdekatan dengan lokasi proyek pembangunan

tersebut yang mengakibatkan warga merasa bising dan infrastruktur

yang biasa dipakai oleh warga mengalami kerusakan.

3. Kesalahan

Menurut J. Satrio kesalahan yang tercantum dalam Pasal 1365 Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata merupakan sesuatu yang tercela, yang

dapat dipersalahkan, yang berkaitan dengan perilaku dan akibat perilaku

si pelaku, yaitu kerugian. Perilaku dan kerugian dapat dipersalahkan dan

karenanya dapatdipertanggungjawabkan.13 Unsur kesalahan di dalam

kasus Meikarta ini terdapat pada perilaku pengembang (developer) yang

mana dalam hal sebelum melakukan pembangunan rumah susun,

pengembang (developer) tidak memenuhi :

a. Persyaratan administratif yang ditentukan dalam Pasal 28 Undang-

13J. Satrio, Hukum Perikatan yang Lahir dari Undang-Undang: Bagian Pertama, (Bandu

ng : Citra Aditya Bakti, 2001), h. 221

Page 82: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48073/1/AHMAD SAUQI... · menggunakan tipe perjanjian khusus, yang dikenal sebagai penjualan sebuah bangunan

72

Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun yang

meliputi:

1) Status hak atas tanah

2) Izin Mendirikan Bangunan

b. Persyaratan yang harus dimiliki oleh pelaku pembangunan sebelum

melakukan pemasarang yang ditentukan dalam Pasal 42 Undang-

Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah susun, yaitu:

1) Kepastian peruntukkan ruang

2) Kepastian hak atas tanah

3) Kepastian status penguasaan rumah susun

4) Perizinan pembangunan rumah susun

5) Jaminan atas pembangunan rumah susun dari lembagapenjamin.

c. Persyaratan dalam Pasal 43 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011

Tentang Rumah Susun yang mengatur bahwa sebelum membuat

Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB), pelaku pembangunan

sekurang-kurangnya harus memiliki:

1) Kepastian peruntukkan ruang

2) Kepastian hak atas tanah

3) Kepastian status penguasaan rumah susun

4) Perizinan pembangunan rumah susun

5) Jaminan atas pembangunan rumah susun dari lembaga penjamin.

4. Kerugian

Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menentukan

bahwa kewajiban pelaku perbuatan melawan hukum untuk membayar

ganti kerugian. Kerugian yang timbul dari perbuatan melawan hukum

meliputi kerugian harta kekayaan atau material dan ideal atau

immaterial.

Kerugian material pada umumnya mencakup kerugian yang diderita

penderita dan keuntungan yang diharapkan. Sedangkan kerugian ideal

meliputi ketakutan, terkejut, sakit, dan kehilangan kesenangan hidup.

Dengan adanya kerugian-kerugian yang diderita, maka pertanggung

Page 83: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48073/1/AHMAD SAUQI... · menggunakan tipe perjanjian khusus, yang dikenal sebagai penjualan sebuah bangunan

73

jawaban secara perbuatan melawan hukum adalah tanggung gugat.

Gugatan yang dapat digugat oleh pembeli yang merasa dirugikan dapat

berupa:

a. Uang

b. Pemulihan ke keadaan semula

c. Larangan untuk mengulangi perbuatan itu kembali

d. Putusan hakim bahwa perbuatannya bersifat melawan hukum.

Kerugian dalam kasus Meikarta ini terjadi ketika dalam hal apabila

timbul pemutusan penegasan pemesanan oleh pihak pengembang akibat

kelalaian pembeli maka uang yang telah dibayar oleh pembeli kepada

pengembang seperti booking fee, seluruh DP serta pajak-pajak antara

lain Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang telah disetorkan ke Kas

Negara tidak dapat dikembalikan kepada pembeli.

5. Hubungan Sebab-Akibat antara Perbuatan dan Kerugian

Dalam hukum perdata ajaran kausalitas digunakan untuk

menemukan hubungan klausa antara perbuatan melawan hukum dan

kerugian yang ditimbulkan untuk membebankan tanggung jawab kepada

pelaku.

Berdasarkan prinsip-prinsip tanggung jawab tersebut dalam perjanjian

pengikatan jual beli apartemen antara developer dengan konsumen, maka

tanggung jawab developer merupakan prinsip tanggung jawab dengan

pembatasan, seharusnya tidak hanya terbatas pada apa yang tercantum

dalam perjanjian tersebut, tetapi lebih dari itu developer juga harus

bertanggung jawab terhadap cacat tersembunyi pada produk

apartemennya. Hal ini sangat penting mengingat tanggung jawab

pemeliharaan apartemen oleh developer sangat pendek jangka waktunya.

Konsumen tidak mungkin dapat mengetahui kondisi fisik dari apartemen

yang telah dibangun oleh developer dalam jangka waktu 3 (tiga) atau 4

(empat) bulan. Produk apartemen/tempat hunian tidaklah sama dengan

produk barang lainya yang mungkin dapat diketahui adanya cacat

Page 84: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48073/1/AHMAD SAUQI... · menggunakan tipe perjanjian khusus, yang dikenal sebagai penjualan sebuah bangunan

74

tersembunyi seketika pada saat barang tersebut dipergunakan. Lain halnya

dengan produk bangunan seperti apartemen, untuk mengetahui kekuatan

konstruksi bangunan apartemen perlu dilakukan pemeriksaan oleh para

pakar, sehingga bagi konsumen sangat mustahil dapat mengajukan klaim

dalam jangka waktu tersebut.

Kualitas bangunan biasanya baru diketahui ketika terjadinya

pergantian musim. Misalkan saja penyerahan dilakukan pada musim

kemarau. Pada saat musim penghujan ternyata ada dinding yang retak dan

rembes. Hal tersebut baru diketahui setelah jangka waktu pemeliharaan

telah selesai, sebagai akibatnya konsumen tidak dapat melakukan klaim

kepada developer dengan alasan sudah bukan menjadi tanggung jawab

developer.

Oleh karena itu dalam rangka memberikan perlindungan hukum

terhadap konsumen, salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan

mengajukan gugatan atas cacat tersembunyi. Konsumen juga dapat

menggunakan Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 Tentang

Perlindungan Konsumen sebagai pedoman untuk mengajukan gugatan.

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa sebagian besar

konsumen yang membeli apartemen, tidak merasa dirugikan atas isi

perjanjian pengikatan jual beli apartemen maupun pelaksanaan dari

perjanjian tersebut. Menurut salah seorang konsumen yang tinggal di

Apartemen Bellagio, developer telah melaksanakan kewajiban dan

tanggung jawabnya sesuai dengan isi perjanjian pengikatan jual beli

apartemen dan iklan atau brosur yang disebarkan. Konsumen tidak

mengalami hambatan dengan fasilitas apartemen seperti PDAM dan PLN

maupun fasilitas umum. Kondisi fisik apartemen pada saat diserahkan juga

dalam keadaan baik sesuai janji.

Page 85: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48073/1/AHMAD SAUQI... · menggunakan tipe perjanjian khusus, yang dikenal sebagai penjualan sebuah bangunan

75

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan paparan pada bab-bab sebelumnya maka dapat

disimpulkan sebagai berikut :

1. Dasar hukum pada konsep Pre Project Selling tidak lepas dari beberapa

peraturan yakni Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Pemukiman, serta

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun. Undang-

undang tersebut seringkali digunakan sebagai acuan untuk proses Pre

Project Selling yang mengatur secara umum tentang pembangunan rumah

susun baik secara vertikal atau horizontal. Dalam pasal 42 Ayat (1)

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 menggunakan Perjanjian

Pendahuluan untuk Proses Pre Project Selling sedangkan dalam pasal 42

Ayat (3) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 mengguunakan

Perjanjian bersyarat.

2. Keabsahan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) dalam penjualan

satuan unit apartemen Meikarta secara Pre Project Selling yang

dituangkan dalam bentuk Nomor Urut Pemesanan (NUP) oleh PT

Mahkota Sentosa Utama selaku pengembang (developer) terhadap

calon pembeli adalah tidak sah dan batal demi hukum dikarenakan

perjanjian tersebut melanggar syarat objektif dari syarat sahnya

perjanjian pada Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

yaitu mengenai suatu hal tertentu dan klausa yang halal. Lalu, dalam

hal pengembang (developer) sebelum membuat Perjanjian Pengikatan Jual

Beli (PPJB) dalam penjualan satuan unit apartemen Meikarta ini juga

tidak memenuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 43 Ayat

(2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun yang

bersifat kumulatif maka perjanjian tersebut batal demi hukum

Page 86: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48073/1/AHMAD SAUQI... · menggunakan tipe perjanjian khusus, yang dikenal sebagai penjualan sebuah bangunan

76

dikarenakan persyaratan-persyaratan tersebut merupakan sebab atau

tujuan utama agar Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) dapat dibuat.

3. Tanggungjawab hukum pengembang apabila salah satu pihak melakukan

kesalahan yang dilakukan oleh salah satu pihak dalam kredit pemilikan

satuan rumah susun dapat didasarkan pada Wanprestasi diatur dalam Pasal

1338 KUH Perdata kesalahannya yang dilakukan berupa apabila

konsumen tidak mampu lagi membayar kewajibannya yang berakibat

kerugian bagi pihak bank maupun developer. Tanggung jawab hukum

didasarkan pada Perbuatan Melawan Hukum Pasal 1365 KUH Perdata

berupa kesalahan yang dilakukan oleh pihak bank dan developer dalam hal

ini konsumen tidak menerima rumah susun sesuai dengan yang

diperjanjikan pada awal perjanjian kredit kepemilikan. Apabila ada

kerusakan saat rumah susun itu ditempati berupa kerusakan pada slot

pintu, plavon, saluran air, menjadi tanggung jawab developer. Akan tetapi,

apabila di luar rincian tersebut semisal kerusakan pada furniture maka

tanggung jawab pihak konsumen. Dengan demikian pihak yang

melakukan kesalahan harus mengganti kerugian.

B. Rekomendasi

Berdasarkan simpulan yang telah didapatkan dari analisis di atas,

maka rekomendasi yang dapat penulis sampaikan dalam penelitian ini adalah :

1. Pengembang (developer) sebaiknya apabila ingin membangun sebuah

perumahan baik perumahan umum maupun rumah susun dalam bentuk

apartemen hendaknya mengurus dan menyelesaikan segala perizinan

yang telah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang

berlaku sebagai syarat untuk membangun kawasan perumahan tanpa

terkecuali. Setelah segala persyaratan untuk membangun rumah susun

terpenuhi, maka pengembang (developer) diperbolehkan untuk

membangun dan memasarkan produknya kepada masyarakat.

2. Bagi masyarakat khususnya calon pembeli harus meningkatkan

kesadarannya untuk memahami hak dan kewajiban sebagai pembeli

Page 87: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48073/1/AHMAD SAUQI... · menggunakan tipe perjanjian khusus, yang dikenal sebagai penjualan sebuah bangunan

77

serta menggali informasi yang jelas agar terhindar dari masalah yang

timbul di kemudian hari khususnya dalam jual beli apartemen.

3. Adanya upaya-upaya hukum yang dapat dilakukan oleh konsumen dalam

menuntut hak-haknya belum sepenuhnya dipahami oleh konsumen, oleh

karena itu perlu ada upaya dari pemerintah maupun lembaga konsumen

untuk memberikan kesadaran kepada konsumen agar lebih cermat dalam

mengadakan hubungan hukum dengan developer terutama dalam

perjanjian pengikatan jual beli (PPJB) apartemen.

Page 88: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48073/1/AHMAD SAUQI... · menggunakan tipe perjanjian khusus, yang dikenal sebagai penjualan sebuah bangunan

78

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Agustina, Rosa et.al, Hukum Perikatan (Law of Obligations), Denpasar, Pustaka

Larasan, 2012.

Ali, Achmad, Menguak tabir hukum (suatu kajian filosofis dan sosiologis),

Jakarta, toko gunung agung, 2002.

Ali, Zainudin, Metode Penelitian Hukum Pengantar, Jakarta, Sinar Grafika, 2012.

Ariyani, Evi, Hukum Perjanjian, Yogyakarta, Penerbit Ombat, 2013.

Djumialdji, Hukum Bangunan: Ctk. Pertama, Jakarta, Rineka Cipta, 1996.

Fuady, Munir, Perbuatan Melawan Hukum: Pendekatan Kontemporer, Bandung,

Citra Aditya Bakkti, 2013.

H.S, Salim, Hukum Kontrak Teori & Tehnik Penyusunan Kontrak, Cet. VIII,

Jakarta, Sinar Grafika, 2011.

Hutagalung, Arie S, Kondominium dan Permasalahannya (edisi revisi), Jakarta,

Badan Penerbit Fakultas Hukum UI, 2007.

Hutagalung, Arie S, Serba Aneka Masalah Tanah dalam Kegiatan Ekonomi

(Suatu kumpulan karangan), Jakarta, Penerbit FH UI, 2002.

J, Satrio, Hukum Perikatan, Perikatan yang timbul dari Perjanjian, Bandung,

Citra Aditya Bakti, 1995.

J, Satrio, Hukum Perikatan yang Lahir dari Undang-Undang: Bagian Pertama,

Bandung, Citra Aditya Bakti, 2001.

J, Satrio, Hukum Perjanjian, Bandung, PT Citra Aditya Bakti, 1992.

Ibrahim, Johnny, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Surabaya,

Bayumedia Publishing, 2005.

Khairandy, Ridwan, Hukum Kontrak Indonesia dalam Perspektif Perbandingan

(Bagian Pertama), Yogyakarta, FH UII Press, 2014.

Kristiyanti, Celina Tri Siwi, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta, Sinar

Grafika, 2009.

Kuswahyono, Imam, Hukum Rumah Susun Suatu Bekal Pengantar Pemahaman,

Malang, Bayumedia, 2004.

Page 89: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48073/1/AHMAD SAUQI... · menggunakan tipe perjanjian khusus, yang dikenal sebagai penjualan sebuah bangunan

79

Marzuki, Peter Mahmud, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta, Kencana, 2008.

Merwe, Cornelius Van Der, European Condominium Law, Cambridge University

Press, 2015.

Muljadi, Kartini et.al, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, Jakarta, PT Raja

Grafindo Persada, 2003.

Panggabean, R.M, “Keabsahan Perjanjian dengan Klausul Baku”, Jurnal Hukum,

Edisi No. 4 Vol. 17, Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara Jakarta

Raya, 2010.

Prodjodikoro, Wirjono, Asas-Asas Hukum Perjanjian, Bandung, CV Mandar

Maju, 2000.

Rahman, Hasanuddin, Seri Keterampilan Merancang Kontrak Bisnis Contract

Drafting, Bandung, PT Citra Aditya Bakti, 2003.

Rato, Dominikus, Filsafat Hukum Mencari: memahami dan memahami hukum,

Yogyakarta, Laksbang Pressindo, 2010.

Santoso, Lukman, Hukum Perjanjian Kontrak, Jakarta, Cakrawala, 2012.

Santoso, Urip, Hukum Perumahan, Jakarta, Kencana Prenadamedia Group, 2014.

Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Jakarta, Gramedia, 2000.

Shofie, Yusuf, Perlindungan Konsumen dan Instrumen-Instrumen Hukumnya,

Bandung, Citra Aditya Bakti, 2000.

Soekanto, Soerjono, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum,

Jakarta, Rajawali, 2003.

Soerjono, Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, UI-Pers, 2008.

Sumardjono, Maria S.W, Kebijakan Pertanahan Antara Regulasi & Implementasi,

Jakarta, Buku Kompas, 2005.

Susanto, Urip, Hukum Perumahan, Jakarta, Kencana Prenadamedia Group, 2014.

Sutarno, Aspek-aspek Hukum Perkreditan pada Bank, Jakarta, Alfabeta, 2004.

Sutedi, Adrian, Hukum Rumah Susun & Apartemen, Jakarta, Sinar Grafika, 2010.

Syahrani, Riduan, rangkuman intisari ilmu hukum, Bandung, Citra Aditya Bakti,

1999.

Page 90: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48073/1/AHMAD SAUQI... · menggunakan tipe perjanjian khusus, yang dikenal sebagai penjualan sebuah bangunan

80

B. Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Dasar 1945

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan

Permukiman

SK Menteri Perumahan Rakyat Nomor 9 Tahun 1995 Tentang Pedoman

Pengikatan Jual Beli Rumah.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun.

Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988 Tentang Rumah Susun.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

C. Jurnal

Ganita Kumalasari, Perlindungan Hukum Dalam Perjanjian Pre Project Selling

Perumahan (Studi Kasus di PT Menara Santosa). (Fakultas Hukum

Universitas Muhammadiyah Surkarta, 2018).

http://eprints.ums.ac.id/67131/9/NASKAH%20PUBLIKASI-18.pdf

Lintang Yudhantaka, 2017. Keabsahan Kontrak Jual Beli Rumah Susun Dengan

Sistem Pre Project Selling. Yuridika: Volume 32 No. 1, Januari 2017

Majalah Properti Indonesia, Mewaspadai Pre Project Selling, Volume 8,

September,1994.

Meydiandra, Falah dan Indri Fogar Susilowati,“Problematika Pembentukan

Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Rumah Susun di Apartemen

Metropolis Surabaya”, Jurnal Novum, Edisi No. 2 Vol. 3, Universitas

Negeri Surabaya, 2017.

Purbandari, Kepastian Dan Perlindungan Hukum Pada Pemasaran Properti

Dengan Sistem Pre Project Selling. Fakultas Hukum Universitas MPU

Tantular. Tahun 29 Nomor 320 Mei 2012.

Page 91: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48073/1/AHMAD SAUQI... · menggunakan tipe perjanjian khusus, yang dikenal sebagai penjualan sebuah bangunan

81

D. Internet

Ganita Kumalasari, Perlindungan Hukum Dalam Perjanjian Pre Project Selling

Perumahan (Studi Kasus di PT Menara Santosa). Fakultas Hukum

Universitas Muhammadiyah Surkarta, 2018.

http://eprints.ums.ac.id/67131/9/NASKAH%20PUBLIKASI-18.pdf .

http://adln.lib.unair.ac.id/files/disk1/532/gdlhub-gdl-s3-2013-sudiarto-26584-9.-

bab-ia.pdf diakses pada tanggal 15 September Pkl. 10:40 WIB

http://infobanknews.com/berpotensi-rugikan-konsumen-proyek-meikarta-perlu-

diawasi/3/ diakses pada tanggal 11 Juli 2019 Pukul 20.00 WIB.

http://mkn.fh.unair.ac.id/penegakan-hukum-pada-bisnis-properti-dengan-pola-pre-

project-selling/?lang=id diakses 19 Februari 2019.

https://finance.detik.com/properti/d-3609693/benarkah-grup-lippo-belum-

sepenuhnya-kuasai-lahan-meikarta diakses pada tanggal 8 Juli 2019

Pukul 19.30 WIB.

https://tirto.id/di-mana-hak-konsumen-dalam-polemik-perizinan-meikarta-ctL

https://www.liputan6.com/news/read/3070564/kota-baru-meikarta-diantara-mega-

proyek-infrastruktur

indonesia?utm_expid=.9Z4i5ypGQeGiS7w9arwTvQ.0&utm_referrerdi

akses pada tanggal 10 Juli 2019 pukul 4:22 WIB.

Suhendra, Dimana Hak Konsumen dalam Polemik Perizinan Meikarta, terdapat

dalam https://tirto.id/di-mana-hak-konsumen-dalam-polemik-perizinan-

meikarta-ctLE diakses tanggal 19 Februari 2019 pukul 14.30 WIB.

Vinna Khairunisa, Tanggung Jawab Pengembang (Developer) dalam Penjualan

Satuan Unit Apartemen Meikarta Secara Pre Project Selling. Fakultas

Hukum, Univeristas Islam Indonesia, Yogyakarta. 2018.

https://dspace.uii.ac.id/bitstream/handle/123456789/6663/Cover%20Skr

ipsi.pdf%20new.pdf?sequence=1.diakses 19 Februari 2019 Pukul 15.00

WIB.