repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45875/1/tiara...
TRANSCRIPT
i
PENGARUH KONSEP DIRI DAN LOKUS KONTROL
KESEHATAN TERHADAP KUALITAS HIDUP
PENYANDANG DIABETES
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar
Sarjana Psikologi (S.Psi)
Oleh:
Tiara Ersha Octari
NIM: 11140700000027
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440 H / 2018 M
ii
PENGARUH KONSEP DIRI DAN LOKUS KONTROL
KESEHATAN TERHADAP KUALITAS HIDUP
PENYANDANG DIABETES
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)
Oleh:
Tiara Ersha Octari
11140700000027
Pembimbing:
Bambang Suryadi, Ph.D
NIP:19700529 200312 1 002
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440 H / 2018 M
iii
LEMBAR PENGESAHAN
Skripsi yang berjudul “PENGARUH KONSEP DIRI DAN LOKUS
KONTROL KESEHATAN TERHADAP KUALITAS HIDUP
PENYANDANG DIABETES” telah diajukan dalam sidang munaqasyah pada
tanggal 13 September 2018. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar sarjana psikologi (S.Psi) pada Fakultas Psikologi.
Jakarta, 13 September 2018
Sidang Munaqasyah
Dekan/ Wakil Dekan/
Ketua Merangkap Anggota Sekertaris Merangkap Anggota
Prof. Dr. Abdul Mujib, M.Ag.,M.si Dr. Abdul Rahman Shaleh, M.si
NIP. 19680614 199704 1 001 NIP. 19720823 199903 1 002
Anggota
Yufi Adriani, M.Psi Luh Putu Suta Haryanthi, M.Psi., T, Psikolog
NIP. 19820918 200901 2 006 NIP. 19771209 200912 2 002
Bambang Suryadi, Ph.D
19700529 200312 1 002
iv
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar sarjana strata satu (S1) di UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penelitian ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidyatullah Jakarta.
Jakarta, September 2018
Tiara Ersha Octari
NIM: 11140700000027
v
MOTTO
Free, not flee.
vi
ABSTRAK
A) Fakultas Psikologi
B) Juli 2018
C) Tiara Ersha Octari
D) Pengaruh Konsep Diri dan Lokus Kontrol Kesehatan terhadap Kualitas Hidup
Penyandang Diabetes
E) xiv +141 halaman
F) Kualitas hidup merupakan salah satu faktor penting bagi penyandang diabetes
untuk meningkatkan kesehatannya. Kualitas hidup juga menjadi salah satu
faktor yang dapat mengurangi risiko adanya komplikasi. Menjaga perilaku
agar senantiasa dapat mengontrol gula darah merupakan hal penting untuk
penyandang diabetes. Dengan memiliki konsep diri yang baik, penyandang
diabetes dapat meningkatkan kualitas hidupnya. Penyandang diabetes yang
memiliki lokus kontrol yang baik juga akan memiliki kualitas hidup yang
baik. Penelitian ini bertujuan menguji pengaruh konsep diri dan lokus kontrol
kesehatan terhadap kualitas hidup penyandang diabetes.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan melibatkan 157
penyandang diabetes yang ada di Jabodetabek. Pengambilan sampel
dilakukan menggunakan non probability sampling. Peneliti menggunakan alat
ukur World Health Organization Quality of Life (WHOQOL-BREF), Revised
Generalized Health Related Self Concept Scale (RGHRSCS), dan Diabetes
Locus of Control Scale (DLOCS). Teknik analisis data yang digunakan untuk
menjawab pertanyaan penelitian adalah analisis regresi berganda.
Berdasarkan hasil uji hipotesis mayor, diperoleh bahwa terdapat pengaruh
yang signifikan konsep diri dan lokus kontrol kesehatan terhadap kualitas
hidup penyandang diabetes. Berdasarkan uji hipotesis minor, terdapat 5
variabel yang signifikan, yaitu disposisi pelindung kesehatan, motivasi
menjaga kesehatan, motivasi entrinsik penghindaran, internalitas dan
eksternalitas kuat lainnya. Sementara tiga variabel lainnya tidak signifikan.
G) Bahan bacaan: 5 buku+ 86 jurnal+ 7 artikel + 4 website
vii
ABSTRACT
A) Faculty of Psychology
B) July 2018
C) Tiara Ersha Octari
D) The Effect of Self-Concept and Health Locus of Control on the Quality of life
in People with Diabetes
E) xiv + 141 pages
F) Quality of life is an important factor for diabetics to improve health and reduce
the risk of complications. Diabetics need to maintain their behavior in order to
control blood sugar. Thus, diabetics need to have a good self-concept. With a
locus of control and good self-concept, people with diabetes will be able to
improve their quality of life. The purpose of this study is to examine the
influence of self-concept and locus of health control on the quality of life of
people with diabetes.
This study uses a quantitative approach involving 157 diabetics in
Jabodetabek. Sampling has been conducted using non probability sampling.
Researcher use a World Health Organization Quality of Life (WHOQOL-
BREF) instrument, Revised Generalized Health Related Self Concept Scale
(RGHRSCS), and Diabetes Locus of Control Scale (DLOCS). The multiple
regression analysis is being conducted to answer the research question.
According on the results of major hypothesis test, there is a significant effect of
self-concept and locus of health control to the quality of life of diabetics. Based
on the minor hypothesis test, there are 5 significant variables, namely
Disposition of health protector, motivation to maintain health, extrinsic
motivation avoidance, internality and other strong externalities. While, the
other three variables are not significant.
G) Reading materials: 5 books + 86 journals + 7 articles + 4 websites
viii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Alhamdulillahirabbil’alamin puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkat
kekuasaan-Nya, rahmat, karunia, dan Anugrah-Nya peneliti dapat menyelesaikan
skripsi ini. Shalawat serta salam peneliti limpahkan kepada Nabi besar Muhammad
SAW beserta sahabat, keluarga serta pengikutnya hingga akhir zaman.
Skripsi ini bukan hanya hasil karya penulis seorang diri, karena banyak pihak-
pihak yang terlibat dalam penyelesaian skripsi ini. Oleh karena itu, izinkan penulis
untuk mengucapkan rasa terima kasih penulis yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Abdul Mujib, M.Ag., M.Si, Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta beserta jajaran.
2. Bapak Bambang Suryadi, Ph.D, selaku dosen pembimbing yang telah membimbing
peneliti dari awal seminar proposal hingga penyelesaian skripsi ini. Terima kasih
atas waktu, kritik, saran dan dukungan yang telah diberikan.
3. Bapak Ikhwan Lutfi, M. Psi selaku dosen pembimbing akademik yang selalu
memotivasi melalui note di AIS. Terima kasih atas waktu dan motivasi yang telah
diberikan.
4. Ibunda dan ayahanda peneliti, Sri Andriaty Hasyim dan Muhammad Natsir Amin.
Terima kasih atas segala dukungan, doa, cinta dan kasih sayangnya. Terima kasih
untuk selalu meyakinkan penulis untuk bisa menyelesaikan skripsi ini, apapun
halangannya. Juga Kakak penulis, Ajeng Meinar Rezkita, yang selalu menjadi
contoh yang baik untuk adiknya.
5. Teman-teman Psikologi 2014, khususnya Trya Dara Ruidahasi, Sri hartini Hastuti,
Usni Dwi Ambar, Conita Lutfiyah dan Hanna Marischa selaku sahabat bagi
penulis. Terimakasih atas segala dukungan, bantuan dan kekompakan sejak awal
semester 1 hingga akhir studi di UIN Jakarta ini, dan seterusnya. Juga Robi
Zulkarnain atas bantuan dan canda tawanya.
ix
6. Teman-teman Komunitas Mahasiswa Fotografi Kalacitra, atas dukungan, doa, dan
canda tawanya selama ini. Terima kasih sudah menjadi tempat penulis untuk
berproses, berkarya, dan selalu menjadi tempat yang hangat untuk disinggahi.
7. Kepada para responden yang telah bersedia mengisi maupun menjawab
pertanyaan-pertanyaan yang ada di kuesioner. Terima kasih banyak atas
partisipasinya.
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN ......................................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................. iii
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................ iv
MOTTO .............................................................................................................. v
ABSTRAK ......................................................................................................... vi
ABSTRACT ....................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ....................................................................................... viii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ x
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xi
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xiii
BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................. 1-13
1.1. Latar Belakang Masalah ................................................................. 1
1.2. Pembatasan dan Perumusan Masalah ............................................ 9
1.2.1. Pembatasan Masalah ............................................................ 9
1.2.2. Perumusan Masalah ............................................................ 11
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian ..................................................... 11
1.3.1. Tujuan Penelitian ................................................................ 11
1.3.2. Manfaat Penelitian .............................................................. 12
BAB 2 LANDASAN TEORI ........................................................................ 14-47
2.1. Kualitas Hidup ............................................................................... 14
2.1.1. Definisi Kualitas Hidup ....................................................... 12
2.1.2. Faktor-faktor Kualitas Hidup ............................................... 15
2.1.3. Dimensi Kualitas Hidup ...................................................... 19
2.1.4. PengukuranKualitas Hidup .................................................. 21
2.2. Konsep Diri .................................................................................... 22
2.2.1. Definisi Konsep Diri ............................................................. 22
2.2.2. Aspek Konsep Diri .............................................................. 24
2.2.3. Pengukuran Konsep Diri ..................................................... 28
2.3. Lokus Kontrol Kesehatan ............................................................... 31
2.3.1. Definisi Lokus Kontrol Kesehatan ...................................... 31
2.3.2. Aspek Lokus Kontrol Kesehatan ......................................... 32
2.3.3. Pengukuran Lokus Kontrol Kesehatan ................................ 35
2.4. Diabetes .......................................................................................... 36
2.4.1. Definisi Diabetes ................................................................. 36
2.4.2. Karakteristik Diabetes ......................................................... 37
2.4.3. Aspek Psikologis Penyandang Diabetes ............................. 39
2.5. Kerangka Berpikir .......................................................................... 40
2.6. Hipotesis Penelitian ........................................................................ 46
xi
BAB 3 METODE PENELITIAN ................................................................. 48-80
3.1. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel ...................... 48
3.2. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ................................ 48
3.3. Instrumen Pengumpulan Data ........................................................ 50
3.4. Uji Validitas Konstruk ................................................................... 57
3.4.1. Uji Validitas Alat Ukur Kualitas Hidup .............................. 59
3.4.2. Uji Validitas Alat Ukur Konsep Diri ................................... 63
3.4.2.1 Dimensi Disposisi Pelindung Kesehatan ................... 63
3.4.2.2 Dimensi Motivasi Menjaga Kesehatan ...................... 65
3.4.2.3 Dimensi Kerentanan ................................................... 67
3.4.2.4 Kebiasaan Berisiko Kesehatan ................................... 68
3.4.2.5 Dimensi Motivasi Entrinsik Penghindaran ................ 70
3.4.3. Uji Validitas Alat Ukur Lokus Kontrol Kesehatan ............. 72
3.4.3.1 Dimensi Internalitas ................................................... 72
3.4.3.2 Dimensi Eksternalitas Kuat Lainnya .......................... 76
3.4.3.3 Dimensi Peluang Eksternalitas ................................... 75
3.5. Teknik Analisis Data ...................................................................... 78
BAB 4 HASIL PENELITIAN ...................................................................... 81-93
4.1. Gambaran Subjek Penelitian ......................................................... 81
4.2. Analisis Deskriptif ........................................................................ 82
4.3. Kategorisasi Skor Variabel ........................................................... 83
4.4. Uji Hipotesis Penelitian ................................................................ 85
4.4.1. Analisis Regresi Variabel Penelitian .................................. 85
4.4.2. Proporsi Varians Pada Tiap Variabel Indenpenden ............ 90
BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN ..................................... 94-105
5.1. Kesimpulan .................................................................................. 94
5.2. Diskusi ......................................................................................... 95
5.3. Saran ............................................................................................. 103
5.3.1. Saran Teoritis ..................................................................... 103
5.3.2. Saran Praktis ...................................................................... 103
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 106
LAMPIRAN .................................................................................................. 117
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Pilihan Jawaban 1............................................................................. 51
Tabel 3.2 Pilihan Jawaban 2............................................................................. 51
Tabel 3.3 Blue Print Skala Kualitas Hidup ...................................................... 53
Tabel 3.4 Blue Print Skala Konsep Diri........................................................... 55
Tabel 3.5 Blue Print Skala Lokus Kontrol Kesehatan ..................................... 57
Tabel 3.6 Muatan Faktor Item Kualitas Hidup ................................................ 62
Tabel 3.7 Muatan Faktor Item Disposisi Pelindung Kesehatan ....................... 64
Tabel 3.8 Muatan Faktor Item Motivasi Menjaga Kesehatan .......................... 66
Tabel 3.9 Muatan Faktor Item Kerentanan ...................................................... 68
Tabel 3.10 Muatan Faktor Item Kebiasaan Berisiko Kesehatan ........................ 70
Tabel 3.11 Muatan Faktor Item Motivasi Entrinsik Penghindaran .................... 70
Tabel 3.12 Muatan Faktor Item Internalitas ....................................................... 74
Tabel 3.13 Muatan Faktor Item Eksternalitas Kuat Lainnya ............................. 75
Tabel 3.14 Muatan Faktor Item Peluang Eksternalitas ...................................... 77
Tabel 4.1 Gambaran Subjek Penelitian ....................................................... ... 81
Tabel 4.2 Analisis Deskriptif ........................................................................... 82
Tabel 4.3 Norma Skor Kategorisasi ................................................................. 83
Tabel 4.4 Kategorisasi Responden Penelitian ............................................. ... 84
Tabel 4.5 Analisis Regresi ............................................................................... 85
Tabel 4.6 Anova Pengaruh Seluruh IV terhadap Kualitas Hidup .................... 86
Tabel 4.7 Koefisien Regresi ............................................................................. 87
Tabel 4.8 Proporsi Varians Kualitas Hidup pada Setiap IV .......................... ... 91
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir .......................................................................... 45
Gambar 3.1 Uji Validitas Konstruk Kualitas Hidup .......................................... 61
Gambar 3.2 Uji Validitas Konstruk Disposisi Pelindung Kesehatan ................. 64
Gambar 3.3 Uji Validitas Konstruk Motivasi Menjaga Kesehatan.................... 66
Gambar 3.4 Uji Validitas Konstruk Kerentanan ................................................ 67
Gambar 3. 5Uji Validitas Konstruk Kebiasaan Berisiko Kesehatan.................. 69
Gambar 3.6 Uji Validitas Konstruk Motivasi Entrinsik Penghindaran ............. 71
Gambar 3.7 Uji Validitas Konstruk Internalitas ................................................ 73
Gambar 3.8 Uji Validitas Konstruk Eksternalitas Kuat Lainnya ....................... 74
Gambar 3.9 Uji Validitas Konstruk Peluang Eksternalitas ................................ 75
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran1 Surat Izin Penelitian ................................................................ 119
Lampiran2 Kuesioner Penelitian ............................................................... 122
Lampiran3 Output CFA ............................................................................. 130
Lampiran4 Output Deskriptif dan Hasil Uji Regresi ................................. 137
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kualitas hidup menjadi isu penelitian yang penting dan semakin diakui
sebagai salah satu cara pengukuran dalam perawatan kesehatan dalam beberapa
tahun terakhir (Fitzpatrick, et al., 1992; Costanza, 2008; Malkoc, 2011; Schrag, et
al., 2000; Saravi, et al., 2017). Pentingnya kualitas hidup juga diperhatikan oleh
The Center for Disease Control and Prevention (CDC) yang memiliki target
meningkatkan kualitas hidup berkaitan dengan kesehatan pada tahun 2020
mendatang. Untuk mengembangkan target ini, pengetahuan mengenai cara-cara
meningkatkan kualitas hidup sangat dibutuhkan (Lyu & Wolinsky, 2017).
Kualitas hidup juga merupakan salah satu cara untuk mengurangi risiko
penyakit diabetes (Norris, 2001). Pedoman perawatan mengungkapkan
pentingnya memaksimalkan kualitas hidup terkait kesehatan bagi orang dewasa
dengan diabetes (American Diabetes Association, 2010). Diabetes dapat diobati
dan konsekuensinya dihindari dengan cara meningkatkan kualitas hidup, yang
mencakup aspek fisik, emosional, dan kesejahteraan sosial seperti fungsi fisik,
keterbatasan peran yang diakibatkan oleh masalah fisik atau emosional, dan
tingkat energi (Myers, 2013).
World Health Organization (WHO) mengungkapkan fakta bahwa
penyandang diabetes berjumlah 422 juta jiwa pada tahun 2014. Pada tahun 2015,
2
1,6 juta jiwa meninggal karena diabetes, sedangkan 2,2 juta jiwa lainnya
meninggal karena tingginya gula darah pada tahun 2012. Sedangkan di Indonesia,
diabetes adalah penyebab kematian nomor satu dari angka kematian yang
disebabkan oleh penyakit tidak menular. Pada tahun 2014 lalu, penyandang
diabetes di Indonesia mencapai 9,1 juta orang dan menempati peringkat ke-5
dunia, dari sebelumnya peringkat ke-7 pada tahun 2013 (WHO, 2017; ―Jakarta
Diabetes Meeting‖, 2016).
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 mengatakan terjadi
peningkatan prevalensi dari tahun 2007 sebanyak 5,7% menjadi 6,9% pada tahun
2013. Dipaparkan pula oleh International Diabetes Federation tahun 2015 bahwa
di Indonesia, jumlah estimasi penyandang diabetes diperkirakan mencapai 10 juta
jiwa. Seperti kondisi di dunia, diabetes menjadi salah satu penyebab kematian
terbesar di Indonesia. Dipaparkan dalam Data Sample Registration
Survey tahun 2014 menunjukkan bahwa diabetes merupakan penyebab kematian
terbesar nomor 3 di Indonesia dengan persentase sebesar 6,7% (Kemenkes, 2017).
Perlu diketahui bahwa satu dari dua penyandang diabetes tidak
mengetahui bahwa dirinya merupakan penyandang diabetes. Hal tersebut
menyebabkan seringnya ditemukan penyandang diabetes pada tahap lanjut dengan
komplikasi seperti serangan jantung, stroke, infeksi kaki yang berisiko amputasi
serta gagal ginjal stadium akhir. Padahal, 90% penyandang diabetes merupakan
diabetes tipe 2 yang disebabkan oleh gaya hidup tidak sehat dan sebetulnya 80%
dapat dicegah (Kemenkes, 2016). WHO mengungkapkan pada tahun 2012, sekitar
satu juta orang dewasa di wilayah regional Asia Tenggara meninggal karena
3
tingginya gula darah. Kematian tersebut termasuk akibat langsung dari diabetes
(contoh koma diabetikum), maupun kematian karena komplikasi dan konsekuensi
dari diabetes, seperti gagal ginjal, penyakit jantung, pembuluh darah dan
tuberkulosis.
Peneliti sebelumnya memaparkan bahwa diabetes menurunkan kualitas
hidup seseorang. Penurunan kualitas hidup dapat menjadi semakin buruk
dampaknya apabila disertai komplikasi (Trikkalinou, et al., 2017). Individu
dengan penyakit kronis (salah satunya diabetes) memiliki kualitas hidup yang
rendah dan berpotensi menyimpang dari manajemen perawatan yang tidak
memadai sehingga mengakibatkan keadaan klinis dan psikologis yang buruk
(Bonomi, 2000; Martinez 2008, Tejada 2012). Setiap individu dengan keadaan
klinis yang sama akan menggambarkan kualitas hidup yang berbeda. Kualitas
hidup membantu perawat untuk memahami pandangan kesehatan pasien dan akan
memudahkan perawatan pasien. Sehingga akan menjadi lebih efektif dan akan
lebih mudah menentukan treatment mana yang akan digunakan sesuai dengan
keadaan pasien. Pada akhirnya, dapat menentukan strategi untuk meningkatkan
kualitas hidupnya (Nasiri et al., 2003 & Shafi-Mohammad et al., 2009 dalam
Aliha 2015).
Kualitas hidup seseorang dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal
(Pukeliene & Starkauskiene, 2011). Pada faktor eksternal, sosial dan lingkungan
merupakan dua hal yang memengaruhi kualitas hidup. Dalam aspek lingkungan,
kualitas hidup seseorang dipengaruhi oleh dukungan yang ia terima dari
keluarganya (Kaur, 2015). Sedangkan dalam aspek sosial, dukungan sosial
4
misalnya, berdampak pada pengobatan seseorang dengan diabetes. Semakin
banyak dukungan yang ia terima, maka semakin besar tingkat penyesuaiannya dan
semakin rendah manifestasi depresi yang akan terjadi (Perez, et al., 2014).
Helgeson (2003) memaparkan bahwa dukungan sosial dan kualitas hidup
memiliki hubungan yang linear. Artinya, semakin tinggi dukungan sosial yang
didapatkan individu maka semakin tinggi pula kualitas hidupnya.
Pada faktor internal, penelitian terdahulu telah menemukan bahwa tingkat
emosional, tingkat percaya diri, efikasi diri, dan tingkat stres memengaruhi
kualitas hidup seseorang (Ruzevicius & Akranaviciute, 2007; Saravi, et al., 2017).
Selain faktor-faktor tersebut, terdapat salah satu faktor internal yaitu konsep diri
atau pandangan subjektif, perasaan, pengalaman, sikap, kepercayaan, dan
konsepsi tentang dirinya sendiri terhadap berbagai elemen dalam kehidupan. Dari
sudut pandang ini, penilaian kualitas hidup perlu menyertakan kompleks dan
struktur kepribadian dari konsep diri yang mengacu pada beberapa entitas
subjektif yang berkaitan erat dengan perasaan pribadi dan identitas sebagai faktor
penting dalam mengevaluasi kualitas hidup seseorang (Zlatavonic, 1999). Studi
juga telah membuktikan bahwa konsep diri dibentuk oleh interaksi antara
karakteristik sosial dan fisik, yang mencerminkan realisasi dirinya dan
penerimaannya (Elsayed, 2011). Disebutkan pula bahwa semakin tinggi konsep
diri individu maka akan memengaruhi kesehatan mentalnya (Bharathi & Sreedevi,
2013).
Vickery (2005) memaparkan bahwa konsep diri berkorelasi dengan
kualitas hidup, dan menunjukkan bahwa pandangan yang rendah terhadap diri
5
sendiri berkaitan dengan kualitas hidup subjek yang rendah. Zlatanovic (2000)
dalam penelitiannya tentang kualitas hidup, mengatakan bahwa penting dan tidak
mungkin mengabaikan pandangan subjek tentang perasaan, pengalaman,
kepercayaan dan konsepsi dirinya sendiri. Beberapa faktor diperlukan untuk
mengelola, mengontrol dan memperlambat risiko komplikasi diabetes. Untuk itu,
penyandang diabetes harus terus meningkatkan konsep diri, meningkatkan
pengetahuannya tentang diabetes dan memilik gaya hidup yang selaras dengan
keadaannya (Williams, 2015).
Wiesmann (2008) memaparkan aspek konsep diri yaitu disposisi pelindung
kesehatan, motivasi menjaga kesehatan, kerentanan, kebiasaan berisiko kesehatan,
dan motivasi ekstrinsik penghindaran. Disposisi pelindung kesehatan adalah
bagaimana individu tersebut bisa menjaga kestabilitasan komitmennya terhadap
kesehatan, rasa percaya diri dan optimismenya. Mazanec (2010) mengungkapkan
bahwa optimisme secara signifikan berkorelasi dengan kualitas hidup. Disebutkan
pula oleh Kraai (2017) bahwa optimisme berkaitan dengan peningkatan kualitas
hidup.
Motivasi menjaga kesehatan adalah usaha individu dalam meningkatkan
kesehatannya, dan sikap terhadap perilaku menjaga kesehatan. Gillison (2006)
mengungkapkan bahwa motivasi individu dalam menjaga kesehatannya
berpengaruh positif terhadap peningkatan kualitas hidupnya. Grahn (2000)
mengatakan, motivasi individu dalam menjaga kesehatannya dapat menjadi
prediktor yang dapat meningkatkan kualitas hidup.
6
Kerentanan adalah bagaimana ketahanan atau kerentanan individu terhadap
penyakit dan penilaiannya terhadap pengalaman sakitnya. Disebutkan oleh
Waitman (2016) bahwa individu dengan tingkat kerentanan yang tinggi, maka
akan menyebabkan hipoglikemia (keadaan gula darah yang sangat tinggi) dan
akan memengaruhi kualitas hidupnya.
Kebiasaan berisiko kesehatan adalah kebiasaan individu yang membahayakan
kesehatannya, sikap positif terhadap perilaku yang mengorbankan kesehatan dan
harapan individu terhadap kebiasaan tersebut. Rosiek (2017) mengatakan gaya
hidup sehat, perilaku sehat dan perilaku preventive (pencegahan), kebiasaan
nutrisi yang baik merupakan kunci dari pengobatan diabetes dan kunci mencegah
komplikasi. Pengetahuan dan rasa kewajiban penyandang diabetes dalam menjaga
kesehatannya harus ditingkatkan karena perilaku individu yang berisiko terhadap
kesehatan akan memengaruhi kualitas hidupnya (Dey, 2013; Low, 2014).
Motivasi ekstrinsik penghindaran adalah sikap individu yang takut dengan
kondisi kesehatannya, menunjukkan perilaku kesehatan yang berisiko dan
menunjukkan sifat pengunduran diri. Osborn (2010) mengatakan motivasi akan
memengaruhi kontrol diabetes individu dan akan mempermudah penyandang
diabetes dalam mengontol gula darahnya.
Selain konsep diri, lokus kontrol kesehatan merupakan parameter yang sering
digunakan untuk mengukur kepercayaan kesehatan (health belief) dalam beberapa
tahun terakhir (Sengul, et al., 2009). Lokus kontrol kesehatan diidentifikasi
sebagai faktor penting penentu perilaku kesehatan individu (Greene, et al., 2013).
Lokus kontrol kesehatan khususnya, merupakan faktor psikologis yang telah
7
diteliti sebagai salah satu prediktor atau penentu hasil kesehatan pada penyakit
kronis (Wielengaboiten, 2015). Individu dengan lokus kontrol yang tinggi
memiliki kualitas hidup yang tinggi juga (Sharif, 2017). Bagaimana individu
menilai rasa kontrol (sense of control) memiliki dampak terhadap kualitas hidup
dan kesehatan mentalnya (Kennedy, 1998; Cheng, 2013). Keyakinan individu
yang berkaitan dengan kesehatannya, baik pengendalian dan pengelolaan, disebut
juga lokus kontrol kesehatan.
Dalam teori perilaku terencana (theory of planned behavior), niat dibutuhkan
untuk memunculkan perilaku seseorang. Seseorang dapat bertindak atas niatnya
jika ia memiliki kendali atas perilakunya. Sedangkan untuk mengontrol perilaku,
yang berperan adalah lokus kontrol (Haskas, et al., 2016). Dengan memiliki lokus
kontrol yang baik, penyandang diabetes memiliki implikasi dan niat yang kuat
untuk melakukan kontrol terhadap diabetesnya. Apabila penyandang diabetes
dapat meningkatkan lokus kontrolnya, maka akan dapat mengingkatkan kualitas
hidup melalui perencanaan perilaku yang spesifik (Marrero, 2014; Haskas, et al.,
2016). Diketahui pula usaha untuk pengendalian kontrol diri akan meningkatkan
kesehatan, kepuasan hidup dan konsep diri (Moffit, 2010; Sadaat, 2012; Bigdeloo
& Bozorgi, 2016).
Wallston (1976) mengungkapkan bahwa terdapat 3 aspek lokus kontrol
kesehatan yaitu internalitas, eksternalitas kuat lainnya dan peluang eksternalitas.
Internalitas adalah bagaimana individu mempersepsikan peristiwa yang terjadi
dengan kesehatannya adalah dibawah kendalinya dan terjadi karena dirinya
sendiri. Russo et al. (2016) dalam penelitiannya mengatakan bahwa adanya
8
pengaruh lokus kontrol internal terhadap kualitas hidup. Sharif (2017) juga
mengatakan bahwa individu dengan lokus kontrol internal yang tinggi akan
memiliki kualitas hidup yang tinggi juga.
Eksternalitas kuat lainnya adalah bagaimana individu mempersepsikan bahwa
kesehatannya sangat bergantung kepada faktor di luar dirinya seperti dokter,
keluarga, dan terapis memegang peran yang besar dalam menentukan
kesehatannya. Rintala (2013) mengungkapkan bahwa keluarga dan orang-orang
yang berpengaruh (significant others) memiliki peran yang penting terhadap
manajemen diabetes.
Peluang eksternalitas adalah bagaimana individu mempercayai bahwa
kesehatannya dipengaruhi oleh kesempatan, keberuntungan dan takdir. Kostka
(2010) mengatakan adanya korelasi antara lokus kontrol peluang eksternalitas
dengan kualitas hidup.
Telah ditemukan bahwa lokus kontrol memengaruhi kualitas hidup, namun
subjek penelitian sebelumnya bukan penyandang diabetes. Pada penelitian
terdahulu, pengukuran kualitas hidup tidak difokuskan kepada penyandang
diabetes, tetapi lebih kepada perawat (caregiver) (Du, et al., 2017). Padahal,
kesehatan serta kesembuhan penyandang diabetes sangat penting dan harus
ditingkatkan. Meskipun terdapat pula penelitian yang mengukur kualitas hidup
penyandang diabetes, tetapi penelitian tersebut berfokus kepada faktor eksternal
lingkungan dan faktor internal efikasi diri dan rasa percaya diri, bukan konsep diri
dan lokus kontrol kesehatan (Kaur, 2015; Keles, 2012; Amir, et al., 1998; Saravi,
et al., 2016).
9
Pada penelitian ini, peneliti memfokuskan pada aspek internal, karena
individu dengan faktor internalitas yang tinggi akan memiliki personal kontrol dan
perilaku positif terhadap kesehatannya (Baldini, 2009). Dipaparkan pula oleh
Laffrey (2003) bahwa individu dengan internalitas yang baik, menganggap
kesehatan penting, akan memiliki informasi yang banyak tentang kesehatannya,
senantiasa berperilaku sehat akan memiliki tingkatan kesehatan yang lebih baik
daripada individu dengan internalitas yang kurang baik.
Peneliti akan memfokuskan pada aspek konsep diri dan lokus kontrol
kesehatan pasien dengan diabetes. Dengan demikian, penelitian ini diberi judul
―Pengaruh Konsep Diri dan Lokus Kontrol Kesehatan terhadap Kualitas Hidup
Penyandang diabetes‖.
1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah
1.2.1 Pembatasan Masalah
Diketahui bahwa terdapat faktor eksternal dan internal yang dapat
memengaruhi kualitas hidup seseorang. Namun dalam penelitian ini akan
membatasi pada faktor internal saja, yaitu pengaruh konsep diri dan lokus
kontrol kesehatan. Dengan konsep diri yang kuat, penyandang diabetes dapat
memahami apa yang akan mengganggu kesehatannya dan tidak. Selain itu,
dengan lokus kontrol yang baik maka perilaku individu yang berkaitan
dengan kesehatannya dapat ia kendalikan sendiri. Maka penelitian ini terbatas
pada konsep diri dan lokus kontrol kesehatan terhadap kualitas hidup
penyandang diabetes. Adapun pembatasannya sebagai berikut:
10
1. Kualitas hidup penderita diabetes yang dimaksud dalam penelitian ini
yaitu persepsi individu terhadap posisinya dalam kehidupan, dalam
konteks nilai dan budaya yang ia miliki dan kaitannya dengan tujuan,
harapan, standar kehidupan dan perhatiannya (WHO, 1998). Adapun
dimensinya adalah kesehatan fisik, psikologis, hubungan sosial, dan
lingkungan.
2. Konsep diri yang dimaksud merupakan pengetahuan individu tentang
dirinya yang mencakup kategorisasi diri, mengatur dan
menggolongkan perilaku dengan pengalaman yang pada akhirnya
akan mengarahkan perilaku (Wiesmann et al., 2008). Adapun
dimensinya adalah disposisi pelindung kesehatan (health protective
disposition), motivasi menjaga kesehatan (health protective
motivation), kerentanan (vulnerability), kebiasaan berisiko kesehatan
(health-risky habits), motivasi ekstrinsik-penghindaran (extrinsic-
avoidant motivation)
3. Lokus kontrol kesehatan yang dimaksud yaitu kepercayaan individu
terhadap kontrol kesehatannya dipengaruhi oleh faktor internal atau
eksternal (Wallston, 1976). Adapun dimensinya adalah internalitas
(internality), eksternalitas kuat lainnya (powerful others externality),
dan peluang eksternalitas (chance externality).
4. Subjek penelitian ini adalah penyandang diabetes tipe dua yang telah
terdiagnosa dan berdomisili di Jabodetabek.
11
1.2.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dari
penelitian ini adalah:
1. Apakah ada pengaruh yang signifikan antara pengaruh konsep diri dan
lokus kontrol kesehatan terhadap kualitas hidup penyandang diabetes?
2. Berapa besar kontribusi aspek konsep diri (disposisi pelindung kesehatan
(health protective disposition), motivasi menjaga kesehatan (health
protective motivation), kerentanan (vulnerability), kebiasaan berisiko
kesehatan (health-risky habits), motivasi ekstrinsik-penghindaran
(extrinsic-avoidant motivation)) dan lokus kontrol kesehatan (internalitas
(internality), eksternalitas kuat lainnya (powerful others externality), dan
peluang eksternalitas (chance externality)) dalam memengaruhi kualitas
hidup penyandang diabetes?
3. Variabel mana yang memiliki pengaruh paling besar terhadap kualitas
hidup?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu tujuan umum dan khusus.
1. Tujuan Umum
Untuk mengukur pengaruh konsep diri dan lokus kontrol kesehatan
terhadap kualitas hidup penyandang diabetes.
12
2. Tujuan Khusus
Penelitian ini bertujuan khusus melihat pengaruh variabel independen
disposisi pelindung kesehatan (health protective disposition), motivasi
menjaga kesehatan (health protective motivation), kerentanan
(vulnerability), kebiasaan berisiko kesehatan (health-risky habits),
motivasi ekstrinsik-penghindaran (extrinsic-avoidant motivation),
internalitas (internality), eksternalitas kuat lainnya (powerful others
externality), dan peluang eksternalitas (chance externality)) terhadap
kualitas hidup penyandang diabetes.
1.3.2 Manfaat Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan harapan dapat memberikan manfaat baik
teoritis maupun praktis sebagai berikut:
1.3.2.1 Manfaat Teoritis
a. Hasil penelitian ini berguna untuk memperkaya khazanah kajian
psikologi, terutama berkaitan dengan psikologi klinis.
b. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi langkah awal yang
memotivasi peneliti selanjutnya yang berkaitan dengan penelitian
yang peneliti lakukan.
c. Hasil penelitian ini berguna untuk bahan pertimbangan bagi
penyandang diabetes dalam memahami faktor-faktor yang
memengaruhi kualitas hidup dan meningkatkan kesehatannya.
13
1.3.2.2 Manfaat Praktis
a. Sebagai masukan terhadap penyandang diabetes agar mengetahui
pentingnya meningkatkan kualitas hidup.
b. Sebagai bahan masukan terhadap penyandang diabetes agar
mengetahui faktor yang dapat meningkatkan kualitas hidup.
c. Secara umum dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi para peneliti
untuk mengadakan penelitian lebih lanjut.
14
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Kualitas Hidup
2.1.1 Definisi Kualitas Hidup
Dalam abad terakhir, kualitas hidup ditetapkan sebagai salah satu
ukuran kesejahteraan atau kekayaan. Pada perkembangannya, persepsi
tentang kualitas hidup berubah dan nilai-nilainya mempengaruhi konsepsi
tentang kualitas hidup juga faktor-faktor yang memengaruhinya. (Ferrer, et
al., 2002; Juozulynas, 2004 dalam Ruzevicius & Akranaviviute, 2007).
Kualitas hidup merupakan konstruk yang luas dan terdiri dari banyak
aspek yang berbeda dan mengarah pada definisi yang berbeda-beda juga
(Ghazali, et al., 2017).
World Health Organization (WHO) mendefinisikan kualitas hidup
sebagai persepsi individu terhadap posisinya dalam kehidupan, dalam
konteks nilai dan budaya yang ia miliki dan kaitannya dengan tujuan,
harapan, standar kehidupan dan perhatiannya (World Health Organization,
1997).
Definisi lainnya mengatakan kualitas hidup sebagai tingkat
kesejahteraan individu yang tidak hanya tercermin melalui cara individu
tersebut merespon dan merasakan kehidupan (Fahey, Whelan, & Maitre,
2005, p.14 dalam Keles, 2012). Kualitas hidup memiliki arti lebih dari
15
sekedar menghitung kekurangan atau kesakitan pada fisik dan psikis (Ims
& Jakobsen, 2017)
Dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan teori dari WHO
yaitu kualitas hidup merupakan persepsi individu terhadap posisinya dalam
kehidupan, dalam konteks nilai dan budaya yang ia miliki dan kaitannya
dengan tujuan, harapan, standar kehidupan dan perhatiannya WHO (1998).
2.1.2 Faktor-faktor Kualitas Hidup
Terdapat faktor-faktor yang memengaruhi kualitas hidup seseorang.
Faktor tersebut tidak hanya dibagi menjadi kesehatan fisik dan mental saja
tapi kualitas hidup seseorang dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal
(Pukeliene & Starkauskiene, 2011; Mizohata & Jadoul, 2012). Faktor
eksternal, meliputi:
1. Lingkungan
Kualitas hidup tidak akan dinilai baik apabila lingkungan seorang
individu tersebut kurang baik. Untuk itu, kita harus menyelaraskan
hubungan dengan lingkungan sekitar dan mengembangkan diri di
lingkungan. Mengembangkan hubungan yang harmonis dari dalam diri
kita yang disebut ego menjadi eco atau lingkungan (Ims & Jakobsen
2017).
Ketika individu menganggap diri mereka bagian dari alam, dan tidak
terlepas dari alam, kualitas hidup mereka akan meningkat. Penelitian
ilmiah menunjukkan bahwa pemisahan antara manusia dan alam adalah
salah satu hambatan terpenting untuk mencapai kebahagiaan dan makna
16
hidup (Ims & Jakobsen, 2017). Kualitas hidup tergantung kepada faktor
eksternal individu, yaitu keadaan lingkungannya dan bagaimana ia
menghadapi berbagai kemungkinan yang ada di lingkungannya (Xavier, et
al., 2002).
2. Dukungan Keluarga
Kualitas hidup secara khas memperhatikan keseimbangan antara
pekerjaan dan keikutsertaan keluarga dalam hidup individu (Elgar, 2005).
Peneliti terdahulu juga penyandang diabetes menganggap keluarga
merupakan komponen penting dalam proses penilaian kualitas hidupnya
(Odgen, 2007).
3. Sosial
Sosial dan ekonomi secara positif memengaruhi kualitas hidup (Elgar,
2005). Banyak penelitian menunjukkan bahwa dukungan sosial
memengaruhi kesehatan mental (Thoits, 2011). Dukungan sosial berkaitan
dengan kesejahteraan psikologis, sebagai contoh, hubungan yang baik dan
saling mendukung antar individu bisa menjadi sumber perasaan yang
positif dan akan mencegah dari stres (Thoits, 2011).
Faktor internal, meliputi:
1. Tingkat emosional
Kualitas hidup tergantung kepada faktor internal individu, yaitu tingkat
emosionalnya dalam menghadapi persoalan-persoalan dalam
kehidupannya (Xavier, et al., 2002).
17
2. Percaya diri
Tingkat rasa percaya diri seorang individu dapat bergantung pada
penyesuaian psikologis, kualitas hidup, perilaku adaptif, hubungan dengan
teman, motivasi dan kesuksesan dalam hidup, di antara faktor-faktor
lainnya. Harga diri yang rendah mungkin terjadi jika ada perbedaan antara
harapan dengan persepsi individu tentang kecukupan (Augestad, 2017).
Rasa percaya diri seseorang dengan kualitas hidup, penyesuaian
psikologis, motivasi, dan lain-lain saling bergantungan dan memengaruhi
(Brooks, 1992; Papadopoulos, Metsiou, & Agaliotis, 2011; Saigal,
Lambert, Russ, & Hoult, 2002 dalam Augestad, L. B, 2017).
3. Efikasi diri
Harus diketahui bahwa efikasi diri merupakan salah satu keterampilan
psikologis (Elgar, 2005). Efikasi diri dan kualitas hidup memiliki implikasi
klinis yang penting. Karena itu, efikasi diri telah ditetapkan sebagai salah
satu faktor psikologis yang memiliki kaitan erat dengan kualitas hidup
seseorang (Smith, et al., 2000). Penelitian lain juga mengatakan bahwa
dengan meningkatkan efikasi diri seorang pasien (dengan teknik praktis
klinis), maka kualitas hidupnya juga akan meningkat (Smith, et al., 2000).
4. Tingkat stres
Penelitian terdahulu mengatakan bahwa kualitas hidup dipengaruhi oleh
pikiran individu itu sendiri (Odgen, 2007). Telah diungkapkan juga bahwa
individu yang bisa mengendalikan stresnya dengan baik maka ia memiliki
konsep diri yang baik juga (Smith, et al., 1996). Tekanan atau stres dapat
18
memberikan dampak kepada keluarga dan kehidupan sosial yang pada
akhirnya akan mengganggu kualitas hidup individu tersebut (Elgar, 2005).
Individu dapat mengurangi tingkat stres dengan cara meningkatkan
kualitas hidupnya (Elgar, 2005).
5. Konsep Diri
Pasien dengan diabetes sering memiliki konsep diri yang negatif
sehingga berpengaruh kepada cara atau aturan hidupnya. Untuk itu,
meningkatkan kualitas hidup sangat diperlukan karena akan memiliki efek
yang positif terhadap konsep diri penyandang diabetes dan mengurangi
risiko penyakit diabetes. Telah diungkapkan bahwa sebelum adanya
intervensi pengetahuan tentang kualitas hidup, konsep diri penyandang
diabetes memiliki skor yang kecil (Samadi, et al., 2011).
6. Kontrol Diri
Kontrol diri yang tinggi akan memengaruhi kesehatan seseorang.
Dengan kontrol diri yang baik, seseorang dapat meningkatkan
kesehatannya (Moffit, 2011). Individu dengan kontrol diri yang tinggi
memiliki kualitas hidup dan kesehatan perilaku yang tinggi dan puas akan
kehidupannya (Swendeman, et al., 2014). Konsep lain yang dapat
memengaruhi kepuasan hidup manusia adalah perbedaan utama antara
karakteristik perilaku individu yang terukur, disebut pengendalian diri.
Kontrol diri menunjukkan adaptasi antara karakteristik perilaku dengan
kondisi yang ada (Kritner & Kiniky, 2005 dalam Bigdeloo, M & Bozorgi,
2016).
19
7. Lokus Kontrol Kesehatan
Lokus kontrol kesehatan merupakan bagaimana individu menilai
kesehatannya, dipengaruhi oleh faktor dalam dirinya atau diluar dirinya
(Wallston, 1976). Apabila penyandang diabetes dapat meningkatkan lokus
kontrolnya, maka akan dapat mengingkatkan kualitas hidup melalui
perencanaan perilaku yang spesifik (Marrero, 2014; Haskas, et al., 2016).
Dari pemaparan di atas, peneliti menyimpulkan bahwa terdapat faktor
eksternal (lingkungan, keluarga dan sosial) dan faktor internal (tingkat
emosional, percaya diri, efikasi diri, tingkat stress, konsep diri, dan kontrol
diri) yang memengaruhi kualitas hidup seseorang. Adapun dalam
penelitian ini akan diteliti lebih lanjut tentang faktor internal konsep diri
dan lokus kontrol kesehatan.
2.1.3 Dimensi Kualitas Hidup
Menurut WHO (1998), dimensi kualitas hidup terdiri dari 6 aspek, yaitu:
1. Kesehatan fisik
Dalam aspek ini, yang dimaksud adalah bagaimana individu merasakan
energi yang ia miliki di dalam tubuhnya, apakah ada rasa sakit yang ia
rasakan, apa hal yang mengganggu tubuhnya, bagaimana intensitas
tidurnya, dan lain-lain.
2. Psikologis
Dalam aspek psikologis, individu diminta menilai bagaimana
menurutnya rasa percaya dirinya, apakah ia memiliki perasaan-perasaan
20
yang negatif dan positif, bagaimana konsentrasinya, daya ingatnya, dan
lain-lain.
3. Tingkat Kemandirian
Melalui aspek tingkat kemandirian, individu diminta menilai tingkat
mobilitasnya, seberapa besar kapasitasnya dalam bekerja, bagaimana
aktivitasnya sehari-hari, dan lain-lain.
4. Hubungan Sosial
Hubungan personal dengan orang lain, dukungan sosial, dan hubungan
seksual adalah aspek-aspek yang dilihat pada dimensi hubungan sosial.
5. Lingkungan
Berbeda dengan aspek hubungan sosial, dalam aspek lingkungan
seorang individu diminta menilai keadaan lingkungannya (apakah
terdapat banyak polusi, bising, apakah terjadi kemacetan, dan lain-lain),
bagaimana keadaan rumahnya, apakah ia merasa bebas melakukan
banyak hal, bagaimana keamanan di lingkungan sekitarnya, termasuk
sumber pendapatannya, dan lain-lain.
6. Spiritualitas
Pada aspek spiritualitas akan dibahas mengenai agama, dan
kepercayaan yang individu pegang teguh.
Sedangkan aspek pengukuran kualitas hidup berdasarkan WHOQOL-BREF,
terdapat 4 aspek yang sama pada alat ukut WHOQOL-100. Dua aspek yaitu
spiritualitas dan tingkat kemandirian tidak diukur dalam alat ukur
WHOWOL-BREF. Peneliti akan menggunakan aspek dari alat ukur
21
WHOWOL-BREF dikarenakan dengan item serta aspek yang lebih singkat
akan memudahkan peneliti untuk berfokus kepada perhatian penelitian ini.
Sehingga aspek yang akan digunakan adalah kesehatan fisik, psikologis,
hubungan sosial dan lingkungan.
2.1.4 Pengukuran Kualitas Hidup
Telah diakui bahwa terdapat banyak potensi kesulitan dalam mengukur
kualitas hidup seseorang dalam praktik klinis (Ghazali, et al., 2017).
Namun terdapat beberapa alat ukur yang dapat dijadikan acuan, yaitu:
1. WHO memiliki dua alat ukur kualitas hidup, yaitu WHOQOL-100 dan
WHOQOL-BREF. WHOQOL-100 (α=0.91) memiliki 100 item yang
terdiri dari 6 domain yaitu kesehatan fisik, psikologis, kemandirian,
hubungan sosial, lingkungan, dan spiritualitas. Semua item akan dinilai
dalam 5 poin skala (1-5) (WHOQOL Group, 1998).
2. WHOQOL-BREF
WHOQOL-BREF dikembangkan oleh grup WHOQOL pada tahun 1997.
Skala ini terdiri dari 26 item (α=0.92) dan 4 domain yaitu keadaan fisik,
psikologis, hubungan sosial, dan lingkungan. Pada awalnya, skala ini
dinamakan WHOQOL-100 namun dikembangkan lagi dan dijadikan
versi singkat alat ukur kualitas hidup (WHOQOL Group, 1998).
3. EuroQol (EQ-5D)
EuroQol dikembangkan oleh Brooks dan kawan-kawan pada tahun
1996. Alat ukur ini memiliki 15 item (α= 0.76) dan 5 dimensi yang terdiri
dari mobilitas, self-care, aktivitas dasar, rasa sakit atau rasa tidak nyaman
22
dan kecemasan atau depresi. Masing-masing dimensi memiliki 3 skala
kategori respon yang berbeda dan akan diberikan skor dari angka 0-100.
Karena menggunakannya sangat mudah, alat ukur ini banyak digunakan
dalam bidang klinis (Fayers & Machim, 2000).
4. Quality of Life Scale (QOLS)
Ditemukan oleh seorang psikolog Amerika bernama John Flanagan pada
tahun 1970 dan digunakan untuk mengukur kualitas hidup pada
kelompok yang memiliki penyakit kronis. QOLS memiliki 15 item (α =
.82 to .92) dengan 5 dimensi yaitu, kesejahteraan material dan fisik,
hubungan dengan orang lain, sosial, komunitas dan aktivitas
kewarganegaraan, pengembangan diri, dan rekreasi. Item QOLS
menggunakan 5 poin skala, kemudian dikembangkan menjadi 7 poin
skala oleh Andrews dan Crandall (Burckhardt, & Landerson, 2003).
Peneliti akan menggunakan alat ukur WHOQOL-BREF karena dengan item
serta aspek yang lebih singkat akan memudahkan peneliti untuk berfokus
kepada perhatian penelitian ini. Pemilihan tersebut juga berdasarkan
pertimbangan bahwa responden penelitian ini adalah penyandang diabetes
yang memasuki usia dewasa sehingga timbul kekhawatiran akan kesulitan
menjawab pertanyaan yang terlalu rumit dan banyak.
2.2 Konsep Diri
2.2.1 Definisi Konsep Diri
Konsep diri adalah konstruk yang diartikan sebagai deskripsi diri dan
mencerminkan evaluasi diri (Fitts & Warren, 1996). Konsep diri
23
merupakan tentang bagaimana orang memandang diri mereka sendiri
dan pada dasarnya bersifat fenomenologis. Konsep diri juga merupakan
seperangkat sikap yang relatif stabil yang mencerminkan deksirpsi,
atribut dan evaluasi perilaku (Piers, 2012). Konsep diri yang baik
sangat penting bagi kesehatan mental dan fisik seseorang. Dengan
konsep diri yang baik, individu akan mampu mengembangkan dan
memelihara hubungan antar pribadi dan menahan gangguan psikologis
dan fisik (Samadi, et al., 2011).
Konsep diri juga dapat diartikan sebagai perasaan individu untuk
mengetahui dirinya dan sejauh mana kepercayaan seorang individu
terhadap dirinya telah ia ketahui dengan jelas, secara internal konsisten
dan stabil (Gana, 2011; Leary & Tangney, 2012). Seseorang dikatakan
telah memiliki konsep diri dan mengenal dirinya apabila memiliki
perasaan dan gambaran tentang dirinya atau dapat dikatakan sebagai
penilaian individu terhadap dirinya yang ia percayai secara tidak sadar
(implisit) (Gana, 2012; Leary & Tangney, 2012).
Konsep diri merupakan pengetahuan individu tentang dirinya sendiri
yang mencakup kategorisasi diri, mengatur dan menggolongkan
perilaku dengan pengalaman yang pada akhirnya akan mengarahkan
perilaku. Pengetahuan tersebut kemudian disimpan dalam memori
jangka panjangnya (Weismann, 2008).
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan definisi dari Wiesmann
yaitu konsep diri adalah pengetahuan individu tentang dirinya sendiri
24
yang mencakup kategorisasi diri, mengatur dan menggolongkan
perilaku dengan pengalaman yang pada akhirnya akan mengarahkan
perilaku (Wiesmann, 2008).
2.2.2 Aspek Konsep Diri
Bedasarkan Health-related Self Concept Scale yang dikembangkan oleh
Wiesmann (2008), aspek konsep diri terbagi menjadi 5, yaitu disposisi
pelindung kesehatan (health protective disposition), motivasi menjaga
kesehatan (health protective motivation), kerentanan (vulnerability),
kebiasaan yang berisiko terhadap kesehatan (health-risky habits),
motivasi ekstrinsik-penghindaran (extrinsic-avoidant motivation).
1. Disposisi pelindung kesehatan (health protective disposition)
Sifat perlindungan kesehatan yang dimaksud adalah bagaimana
individu tersebut bisa menjaga kestabilitasan afektifnya (affective
stability), komitmennya terhadap kesehatannya (commitment), rasa
percaya diri dan kekuatan egonya (ego strength, self esteem), dan
optimisme individu tersebut (optimism).
2. Motivasi menjaga kesehatan (health protective motivation)
Bagaimana usaha individu dalam meningkatkan kesehatannya
(health enhancing behavior), niat perilaku (behavioral intention),
sikap terhadap perilaku menjaga kesehatan (attitude towards health-
protective behavior), dan efikasi diri (self efficacy) adalah hal yang
diperhatikan dalam aspek kedua ini.
25
3. Kerentanan (vulnerability)
Kerentanan adalah bagaimana ketahanan individu terhadap penyakit
(susceptibility to illness) dan bagaimana penilaiannya terhadap
pengalaman sakitnya.
4. Kebiasaan yang berisiko terhadap kesehatan (health risky habits)
Menilai kebiasaan individu mengorbankan kesehatannya (health
compromising habit), sikap positif terhadap perilaku yang
mengorbankan kesehatan (positive attitude health compromising
behavior), kurangnya kontrol pribadi terhadap perilaku berkompromi
pada kesehatan (lack of personal control concerning health
compromising behavior), tingginya biaya perawatan kesehatan (high
perceived costs of health-promoting behavior), harapan realistis
terhadap perilaku berisiko (realistic expectancies of risky behaviors),
harapan normatif negatif (negative normative expectations).
5. Motivasi ekstrinsik penghindaran (extrinsic, avoidant motivation).
Individu merasa takut dengan kondisi kesehatannya, menunjukkan
sifat pengunduran diri (traits of resignation), ketidaksanggupan diri
dan rasa ketakutan (fearfulness/self unassertiveness), motivasi
ekstrinsik mengenai perilaku yang mendorong kesehatan (extrinsic
motivation regarding health promoting behavior), dan kesulitan atau
percekcokan sehari-hari (daily hassles). Selain itu, merasa relatif
kebal dan menunjukkan perilaku kesehatan yang berisiko.
26
Sedangkan menurut Fitts dan Warren (1996) dalam Tennesse Self
Concept Scale memaparkan aspek dari konsep diri terdiri dari 6 bagian,
yaitu:
1. Fisik (physical)
Konsep individu terhadap keadaan fisiknya, memberikan ukuran
pandangan terhadap kesehatan, penampilan, keterampilan fisik dan
seksualitasnya. Pada aspek ini individu menilai apakah ia merasa
puas atau tidak terhadap keadaan fisiknya.
2. Moral (Moral)
Merefleksikan keyakinan individu terhadap etika dan perilakunya
sendiri. Hal tersebut berkaitan dengan kemampuan individu untuk
mengendalikan perilaku impulsnya sendiri. Aspek ini dapat berguna
untuk mengeksplor apakah individu memiliki perasaan yang
dianggapnya tidak cukup dalam dirinya.
3. Personal (Personal)
Memberikan pengukuran mengenai keyakinan dan definisi individu
tentang dirinya dimana kedua hal tersebut dinilai tanpa melihat aspek
fisik dan tanpa intervensi dari orang lain. Aspek ini merefleksikan
penyesuaian diri individu.
4. Keluarga (Family)
Memberikan indikasi tentang bagaimana individu melihat dirinya
sendiri dengan melihat hubungannya dengan relasi atau keluarganya.
Aspek ini juga mengukur apakah individu tersebut merasa dijauhkan
27
atau diasingkan dari keluarganya sehingga individu dapat merasa
puas atau tidak puas akan hubungannya dengan keluarganya.
5. Sosial (Social)
Mengukur bagaimana individu melihat dirinya dalam berhubungan
dengan temannya tanpa terintervensi dengan anggota keluarga atau
teman dekatnya. Aspek ini dapat mengukur apakah individu tersebut
merasa terisolasi atau tidak dari teman sebayanya atau individu
mungkin merasa canggung dalam situasi tertentu.
6. Pekerjaan (work)
Mengukur bagaimana individu melihat dirinya dalam situasi kerja.
Individu juga dinilai dari apa yang ia pikirkan tentang dirinya
apabila menghadapi kesulitan saat bekerja, atau apakah individu
bersedia menerima tugas dan tanggung jawab baru.
Peneliti akan menggunakan aspek menurut Wiesmann (2008) dari alat
ukur HRSCS yang mengungkapkan bahwa konsep diri terdiri dari lima
aspek yaitu disposisi pelindung kesehatan (health protective
disposition), motivasi menjaga kesehatan (health protective
motivation), kerentanan (vulnerability), kebiasaan yang berisiko
terhadap kesehatan (health-risky habits), motivasi ekstrinsik-
penghindaran (extrinsic-avoidant motivation). Peneliti menggunakan
teori tersebut karena berkaitan dengan konsep diri dalam aspek
kesehatan dan cocok untuk kajian klinis.
28
2.2.3 Pengukuran Konsep Diri
Terdapat beberapa acuan pengukuran konsep diri, yaitu:
1. Tennessee Self Concept Scale (TSCS) dan The Tennessee Self-Concept
Scale: Second Edition (TSCS:2)
Tennesse Self Concept Scale (TSCS:2) dikembangkan oleh Fitts pada
tahun 1960. TSCS memiliki 100 item dimana 90 itemnya dikategorikan
ke dalam dua dimensi, dengan 3 x 5 skema. Satu dimensinya terdiri dari
3 pengukuran internal yaitu identitas (bagaimana individu itu melihat
dirinya), kepuasan diri (bagaimana individu menerima keadaan
dirinya), dan perilaku (bagaimana individu berperilaku). Sedangkan
dimensi kedua memiliki 5 pengukuran eksternal yaitu kedaan jasmani,
moral susila, keadaan pribadi, keluarga, dan sosial. 90 item tersebut
dibagikan menjadi item positif dan negarid dan diberikan nilai respon
dari 1-5 poin. Sedangkan 10 item lainnya merupakan item yang diambil
dari Skala-L dari tes MMPI (Gable, 1973).
Pada pengembangannya, TSCS menjadi The Tennessee Self-Concept
Scale: Second Edition (TSCS:2) (α= 0.94) dengan 6 dimensi yaitu
Fisik, moral, personal, keluarga, sosial dan pekerjaan/akademik. Item
yang berjumlah 86 untuk orang dewasa dan 76 untuk anak-anak terdiri
dari kalimat deskripsi diri sehingga individu dapat menggambarkan
keadaan yang paling sesuai dengan dirinya menggunakan kategori
―Sangat tidak sesuai‖, ―Sebagian besar tidak sesuai‖, ―Terkadang sesuai
dan terkadang tidak sesuai‖, ―Sebagian besar sesuai‖ dan ―Sangat
29
sesuai‖. TSCS dapat diterapkan secara individu ataupun klasikal pada
usia 7-90 tahun dan dapat diselesaikan dalam jangka waktu kurang
lebih 10 hingga 20 menit. (Fitts & Warren, 1996).
2. Multidimensional Self Concept Scale (MSCS)
MSCS adalah alat ukur yang digunakan untuk mengukur konsep diri.
MSCS memiliki 132 item (α=0.80) yang terbagi dalam 13 dimensi yaitu
keadaan fisik, kompetensi di sekolah, kompetensi atletis, ekspresi
artistic, kemandirian, kebermaknaan diri, kemampuan financial, tujuan,
jenis kelamin, hubungan keluarga, moralitas dan religiusitas,
kompetensi sosial, hubungan romantic, hubungan dengan teman dekat,
dan afiliasi (Batican, 2011).
3. Piers–Harris Self-Concept Scale
Skala ini terdiri dari 80 item (α=0.91) yang hars diisi dengan alternative
pilihan jawaban. Dalam penyelenggaraan tesnya, dapat dilakukan
secara individu atau kelompok. Pier-Harris ini dikembangkan sebagai
skala konsep diri yang multidimensional dan memiliki beberapa
dimensi yaitu: perilaku, intelektual, penampilan diri atau atribut diri,
kecemasan, popularitas, dan kebahagiaan atau kepuasan (Piers, 2012).
4. Generalized Health-related Self Concept Scale (HRSCS)
Alat ukur ini dikembangkan oleh Ulrich Wiesmann, Ulrike Plotz dan
Hans-Joachim Hannich pada tahun 2008. HRSCS memiliki 5 dimensi
yaitu sifat perlindungan kesehatan (health-protective disposition),
motivasi menjaga kesehatan (health protective motivation), kerentanan
30
(vulnerability), kebiasaan yang berisiko terhadap kesehatan (health
risky habits), motivasi untuk menghindar (extrinsic, avoidant
motivation). Alat ukur ini memiliki 86 item (α=0.88) yang kemudian
dikemas kembali menjadi 76 item dengan 7 poin skala dari ―sangat
tidak setuju‖ sampai ―sangat setuju‖ (Wiesmann, et al., 2008).
5. Revised Generalized Health-related Self Concept Scale (HRSCS)
Revised Generalize Health-related Self Concept Inventory merupakan
alat ukur yang dikembangkan oleh Jenifer J. Thomas, PhD dan John
Moring, PhD pada tahun 2014. Keduanya mengembangkan alat ukur
Wiesmann dengan tujuan mengurangi jumlah item yang ada tanpa
mengurangi reliabilitasnya. GHRSC memiliki 5 item untuk setiap
dimensinya, dan menjadi 25 item total. Sebagai pilihan jawabannya,
skala ini menggunakan 7 poin skala likert dengan 7 (sepenuhnya tidak
setuju) hingga 1 (sepenuhnya setuju). Sama dengan Health Related Self
Concept Scale (HRSCS), GHRSCS juga memiliki 5 dimensi yaitu sifat
perlindungan kesehatan (health-protective disposition), motivasi
menjaga kesehatan (health protective motivation), kerentanan
(vulnerability), kebiasaan yang berisiko terhadap kesehatan (health
risky habits), motivasi untuk menghindar (extrinsic, avoidant
motivation) (Thomas, 2014).
Dari beberapa uraian pengukuran konsep diri di atas, peneliti menggunakan
alat ukur RGHRSCS karena berdasarkan kegunaannya, RGHRSCS
31
berkaitan dengan konsep diri dalam aspek kesehatan dan cocok untuk kajian
klinis.
2.3 Lokus Kontrol Kesehatan
2.3.1 Definisi
2.3.1.1 Lokus Kontrol
Konsep lokus kontrol pada awalnya dikemukakan oleh Rotter pada tahun
1954 dan semakin dikembangnkan pada area kesehatan oleh Lavenson
pada tahun 1977. Kemudian diikuti dengan teori social learning dari
Bandura pada tahun 1977 (Siah, 2017). Lokus kontrol, sebuah konstruk
yang berasal dari teori pembelajaran sosial, telah digunakan untuk
menyelidiki perilaku yang berhubungan dengan kesehatan (Ferraro, 1987).
2.3.1.2 Lokus Kontrol Kesehatan
Lokus kontrol kesehatan didefinisikan sebagai definisi kontrol bahwa
seseorang memiliki berbagai peristiwa yang berkaitan dengan
kesehatannya sepanjang kehidupannya (Lavenson, 1973). Didefinisikan
pula lokus kontrol kesehatan sebagai konstruk psikologi yang
menggambarkan kepercayaan individu terhadap kontrol kesehatannya
dipengaruhi oleh faktor internal atau eksternal (Wallston, 1978).
Lokus kontrol kesehatan merupakan teori psikologi yang berkenaan
dengan persepsi pasien tentang seberapa banyak kendali yang mereka
miliki terhadap kejadian-kejadian kehidupan (baik positif maupun negatif)
mungkin dibutuhkan untuk pasien tersebut (Przybylski, 2010). Definisi
32
lain mengungkapkan lokus kontrol kesehatan sebagai kontrol yang
dirasakan oleh individu tersebut tentang kesehatannya (Laffrey, 2003).
Lokus kontrol kesehatan sering dikaitkan dengan faktor yang relevan
dengan kesehatan dan perilaku penyakit (health and illness behaviors)
(Preau, et al., 2005). Lokus kontrol kesehatan merupakan tingkatan
bagaimana individu memercayai bahwa kesehatannya dikontrol oleh faktor
internal atau eksternal. Lokus kontrol eksternal meliputi pengaruh
kesempatan (keberuntungan) atau faktor eksternal kuat lainnya (dokter,
suster, teman, dll). Individu dengan lokus kontrol internal yang tinggi
percaya bahwa sesuatu terjadi atas hasil dari usaha dan perbuatannya
sendiri. Sedangkan individu dengan lokus kontrol eksternal yang tinggi,
percaya bahwa keberuntungan, takdir dan faktor eksternal kuat lainnya
yang memengaruhi kejadian pada dirinya. Hal tersebut membuat individu
melihat bahwa usahanya sendiri memberikan sedikit hasil terhadap apa
yang terjadi padanya (Rotter, 1966).
Dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan teori dari Wallston yaitu
lokus kontrol kesehatan merupakan kepercayaan individu terhadap kontrol
kesehatannya dipengaruhi oleh faktor internal atau eksternal (Wallston,
1976).
2.3.2 Aspek Lokus Kontrol
Lokus kontrol secara khusus mengacu sejauh mana seseorang merasakan
kejadian dalam hidupnya berada di bawah kontrolnya (internal) atau tidak
terkait dengan tingkah lakunya sendiri (eksternal) (Rotter, 1966).
33
1. Internal
Aspek internal menggambarkan bagaimana individu menilai suatu
kejadian atau sebuah akibat terjadi tergantung pada perilakunya
sendiri, dan terjadi karena usahanya sendiri.
2. Eksternal
Aspek eksternal menggambarkan bagaimana individu menilai suatu
kejadian atau sebuah akibat terjadi tergantung pada faktor lain yang
ada di luar dirinya, dan terjadi bukan karena perilakunya.
Lokus kontrol juga dapat dikategorikan menjadi 3 aspek (Levenson, 1973).
Aspek tersebut merupakan internalitas (internality), eksternalitas kuat
lainnya (powerful others externality), dan peluang eksternalitas (chance
externality). Aspek dari Lavenson ini dikembangkan oleh Wallston (1976)
untuk bidang kesehatan, sehingga menjadi lokus kontrol kesehatan.
Aspeknya yaitu:
1. Internalitas (internality)
Individu mempersepsikan peristiwa yang terjadi dengan kesehatan
adalah dibawah kendalinya dan terjadi karena dirinya sendiri. Individu
dengan skor internalitas yang tinggi menunjukkan bahwa individu
berpartisipasi dalam keputusan pengobatan dirinya dan adanya sinergi
antara dokter maupun terapis dengan pasien. Faktor internalitas secara
positif disertai dengan pengetahuan dan pendirian, sementara
kepercayaan terhadap faktor eksternal disertai dengan perilaku
kesehatan yang negatif dan kondisi psikologis yang lemah.
34
2. Eksternalitas kuat lainnya (powerful others externality)
Individu mempersepsikan bahwa kesehatannya sangat bergantung
kepada faktor di luar dirinya seperti dokter, keluarga, dan terapis
memegang peran yang besar dalam menentukan kesehatannya.
Individu dengan skor eksternalitas yang tinggi menunjukkan bahwa
individu kurang berpartisipasi dalam keputusan yang diambil terhadap
pengobatannya sendiri. Hal itu akan meningkatkan kerentanan
terhadap depresi karena menghasilkan perasaan tidak berdaya.
3. Peluang eksternalitas (chance externality)
Individu mempercayai bahwa kesehatannya dipengaruhi oleh
kesempatan, keberuntungan dan takdir. Individu dengan skor peluang
eksternalitas yang tinggi mempercayai keyakinan fatalistik dan percaya
terhadap nasib mengenai kesehatan dan penyakitnya. Individu dengan
peluang eksternalitas yang kuat sering terkait dengan keparahan rasa
sakit yang tinggi, peningkatan tingkat kecacatan dan penurunan
kualitas hidup pada pasien dengan penyakit kronis (Sengul, et al.,
2009).
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan aspek menurut Lavenson
(1973) yang mengungkapkan bahwa lokus kontrol terdiri dari 3 aspek,
yaitu internalitas (internality), eksternalitas kuat lainnya (powerful
others externality), dan peluang eksternalitas (chance externality).
Peneliti menggunakan teori tersebut karena aspek tersebut telah
dikembangkan pada ranah klinis dan kesehatan.
35
2.3.3 Pengukuran Lokus Kontrol
Terdapat beberapa pengukuran lokus kontrol, yaitu:
1. Skala Internal-Eksternal Lokus Kontrol
Skala ini dikembangkan oleh William Homer James pada tahun 1963,
beliau merupakan murid dari Julian Rotter. Tidak seperti skala lokus
kontrol Rotter, skala ini menggunakan model Likert dengan range 0
(sangat tidak setuju) sampai 3 (sangat setuju). Skala ini terdiri dari 60
item.
2. Lavenson Multidimensional Locus of Control
Lavenson Multidimensional Health Locus of Control memiliki 3
dimensi yaitu Internality, Powerful Others dan Chance yang terdiri
dari 21 item. Pada awalnya, Levenson mengkritik skala Internal-
Eksternal Rotter dan mengungkapkan bahwa perlu adanya perbedaan
faktor kontrol ekternal. Kemudian Levenson membagi faktor eksternal
menjadi powerful others dan chance.
3. Health Locus of Control Scale
Skala ini dikembangkan oleh Barbara Wallston, Kenneth Wallston
dan Robert DeVellis pada tahun 1978. Health Locus of Control Scale
memiliki 18 item dengan format skala Likert sebagai pilihan jawaban.
Responden diminta untuk memilih jawaban 1 (sangan tidak setuju)
sampai 6 (sangat setuju). Skala ini terdiri dari 3 dimensi yaitu internal
belief, chance belief, dan powerful others belief.
4. Diabetes Locus of Control
36
Diabetes Locus of Control Scale (DLCS) merupakan alat ukur yang
dikembangkan oleh Laurie A. Ferraro, James H. Price, Sharon M.
Desmond dan Stephen M. Robetrs pada tahun 1987.
Diabetes Locus of Control terdiri dari 18 item dengan 3 dimensi yaitu
internal, powerful others dan chance. Alat ukur ini merupakan hasil
modifikasi Multidimensional Locus of Control Scale, karena dirasa
perlu untuk mengukur lokus kontrol kesehatan secara spesifik. Telah
dilakukan pula tes reabilitasnya pada kedua alat ukur tersebut, dan
menunjukkan koefisien reabilitas Diabetic Locus of Control lebih
tinggi dibandingkan Multidimensional Locus of Control Scale.
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan alat ukur dari Ferraro (1987),
yaitu Diabetes Locus of Control Scale (DLOCS). Landasan teori dan
dimensi yang dipaparkan Ferraro merupakan teori dan dimensi dari
Wallston. Hanya saja, Ferraro mengembangkan alat ukur dari Wallston
karena menurutnya dalam mengukur lokus kontrol perlu dilakukan
pengukuran secara spesifik, yaitu lokus kontrol kesehatan diabetes
(Ferraro, 1987).
2.4 Diabetes
2.4.1 Definisi Diabetes
Diabetes adalah kelompok penyakit metabolik yang ditandai dengan
hiperglikemia akibat defek sekresi insulin, aksi insulin, atau keduanya.
Hiperglikemia kronis diabetes dikaitkan dengan kerusakan jangka panjang,
disfungsi, dan kerusakan yang berbeda-beda setiap orangnya. Kerusakan
37
tersebut terutama terjadi pada mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh
darah. Hyperglycemia terjadi apabila kadar glukosa darah naik lebih tinggi
dari biasanya (American Diabetes Association (ADA), 2010).
Efek dari diabetes mencakup kerusakan jangka panjang, disfungsi dan
gangguan beberapa organ. Diabetes dapat ditandai dengan beberapa
karakteristik gangguan seperti poliuria (produksi insulin berlebihan),
pandangan kabur, dan menurunnya berat badan. Sedangkan efek jangka
panjangnya adalah komplikasi retinopatik (kerusakan pada pembuluh darah
retina mata) dengan potensi kebutaan, neuropati (pembuluh darah pada ginjal
mengecil) yang dapat berujung pada kerusakan ginjal, dan atau pengecilan
pembuluh darah yang menyebabkan borok di kaki, amputasi, penyakit sendi
charcot (pelunakan mendadak tulang kaki), kerusakan pada disfungsi otonom
termasuk disfungsi seksual. Penyandang diabetes berisiko tinggi mengalami
penyakit kardiovaskular, pembuluh darah perifer dan serebrovaskular
(Alberti, & Zimmet, (1998).
Dari pemaparan di atas, peneliti menyimpulkan bahwa diabetes
merupakan penyakit metabolik akibat adanya keadaan insulin yang tidak
normal. Diabetes penyebabkan kerusakan-kerusakan dan membahayakan
kondisi penderitanya.
2.4.2 Karakteristik Diabetes
1. Diabetes tipe 1
Diabetes tipe 1 ditandai dengan produksi insulin yang kurang dan
memerlukan pemberian insulin setiap hari karena tubuh tidak
38
memproduksi insulin (World Health Organization (WHO), 1998;
American Diabetes Association (ADA), 2010). Insulin adalah hormon
yang dibutuhkan tubuh untuk mendapatkan glukosa dari aliran darah ke sel
tubuh. Dengan bantuan terapi insulin dan perawatan lainnya, bahkan anak
kecil pun bisa belajar mengelola kondisinya dan hidup lama dan sehat
(ADA, 2010).
Diagnosisnya biasanya terjadi pada anak-anak dan dewasa muda, dan
sebelumnya dikenal sebagai diabetes anak-anak (juvenile diabetes) (ADA,
2010). Penyebab diabetes tipe 1 tidak diketahui dan tidak dapat dicegah
dengan pengetahuan terkini. Gejalanya bisa terjadi secara tiba-tiba,
meliputi ekskresi berlebihan urin (poliuria), haus (polidipsia), kelaparan
konstan, penurunan berat badan, perubahan penglihatan, dan kelelahan
(WHO,1998).
Hanya 5% penyandang diabetes yang memiliki bentuk penyakit ini. Pada
diabetes tipe 1, tubuh memecah gula dan pati yang Anda makan menjadi
gula sederhana yang disebut glukosa, yang digunakannya untuk energy
(ADA, 2010).
2. Diabetes tipe 2
Diabetes tipe 2 berasal dari penggunaan insulin yang tidak efektif oleh
tubuh. Mayoritas penyandang diabetes di seluruh dunia mengalami
diabetes tipe 2, dan sebagian besar merupakan hasil dari kelebihan berat
badan dan aktivitas fisik (WHO, 1998). Pada diabetes tipe dua, terjadi
resistensi insulin yaitu tubuh tidak menggunakan insulin dengan baik. Pada
39
awalnya pankreas yang menggantikan untuk produksi insulin, namun
pankreas tidak bisa terus memproduksi insulin di dalam tubuh untuk
menjaga kadar gula darah pada tingkat normal (ADA, 2010).
Gejalanya mungkin serupa dengan diabetes tipe 1, namun seringkali
kurang terlihat tanda-tandanya. Akibatnya, penyakit ini dapat didiagnosis
beberapa tahun setelah onset, sekali komplikasi sudah muncul. Sampai
saat ini, jenis diabetes ini hanya terlihat pada orang dewasa tapi sekarang
juga sering terjadi pada anak-anak (WHO, 1998).
3. Diabetes Gestasional
Diabetes gestasional adalah diabetes yang terjadi selama kehamilan
dimana hiperglikemia dengan nilai glukosa darah di atas normal tetapi di
bawah diagnostik diabetes. Wanita dengan diabetes gestasional berisiko
tinggi mengalami komplikasi selama kehamilan dan saat melahirkan.
Mereka dan anak-anak mereka juga berisiko tinggi terkena diabetes tipe 2
di masa depan. Diabetes gestasional didiagnosis melalui skrining prenatal,
bukan melalui gejala yang dilaporkan (WHO, 1998; ADA, 2010).
2.4.3 Aspek Psikologis Penyandang Diabetes
Beberapa penelitian sebelumnya mengatakan terdapat dampak-dampak psikologis
yang dialami oleh penyandang diabetes. Dampak tersebut, yaitu:
1. Depresi (Depression)
Holt (2014) memaparkan bahwa kontrol glikemik yang buruk, komplikasi
diabetes dan meningkatnya biaya perawatan kesehatan pada pasien
diabetes menyebabkan adanya depresi. Disebutkan pula oleh Lyoo (2012)
40
bahwa adanya perubahan struktural dan fungsional penyandang diabetes
menyebabkan meningkatnya risiko depresi.
2. Cemas (Anxiety)
Chew, et al, (2015) mengatakan cemas merupakans alah satu dampak
psikologis yang muncul dari penyandang diabetes. Hal tersebut dapat
muncul karena adanya peningkatan gula darah, perubahan berat badan, dan
lain-lain.
3. Kesulitan terkait diabetes (Diaberes-related distress)
Chew, et al, (2015) memaparkan bahwa penyandang diabetes mengalami
depresi dan kesulitan terhait diabetesnya. Kondisi tersebut menyebabkan
adanya penuruan kualitas hidup (Nicolucci, 2013). Adanya kesulitan
tersebut dapat diminimalisir dengan adanya bantuan atau bimbingan
evaluasi kesehatan, screening, dan manajemen psikologis.
2.5 Kerangka Berpikir
Diabetes merupakan penyakit kronis yang banyak menyebabkan kematian
dan penderitanya terus meningkat setiap tahunnya. Penyandang diabetes
membutuhkan perawatan medis yang berkelanjutan dan pendidikan manajemen
diri untuk pasien yang juga berlangsung terus menerus. Hal tersebut diperlukan
untuk mengurangi risiko komplikasi jangka panjang (Americal Diabetes
Association, 2012).
Penyandang diabetes dapat mengurangi risiko dari penyakit diabetes
dengan memperhatikan beberapa aspek. Peneliti terdahulu mengatakan bahwa
dengan meningkatkan kualitas hidup, risiko penyakit diabetes dapat dikurangi
41
(Norris, 2001). Beberapa perawatan kesehatan juga menggunakan kualitas
hidup sebagai intervensi untuk meningkatkan kesehatan pasien (Saravi, 2017).
Kualitas hidup tidak hanya diukur dari faktor eksternal seperti fisik diri,
keluarga, sosial, bahkan tingkat ekonomi saja tetapi juga dari faktor internal
yaitu psikologis penyandang diabetes. Pada aspek fisik, WHO mengungkapkan
bahwa dengan mengontrol diet (pola makan), tekanan dan gula darah dapat
menjadi intervensi untuk mengurangi risiko diabetes. Maka kemungkinan
adanya korelasi antara kualitas hidup dengan lokus kontrol adalah bahwa bagi
penyandang diabetes yang memiliki lokus kontrol yang baik terhadap
kesehatannya akan mengurangi risiko-risiko penyakit diabetes sehingga
kualitas hidupnya pun meningkat.
Tidak hanya lokus kontrol, konsep diri juga memiliki kemungkinan
adanya korelasi dengan kualitas hidup. Diungkapkan bahwa konsep diri yang
negatif akan menghasilkan cara atau aturan hidup yang tidak baik karena tidak
memiliki harapan. Pada akhirnya akan berujung pada kesehatan fisik
penyandang diabetes dan konsekuensi lainnya dari penyakit diabetes
Wiesmann (2008) memaparkan aspek konsep diri yaitu disposisi
pelindung kesehatan, motivasi menjaga kesehatan, kerentanan, kebiasaan
berisiko kesehatan, dan motivasi ekstrinsik penghindaran. Disposisi pelindung
kesehatan adalah bagaimana individu tersebut bisa menjaga kestabilitasan
komitmennya terhadap kesehatan, rasa percaya diri dan optimismenya.
Optimisme berkaitan dengan peningkatan kualitas hidup, karena apabila
individu memiliki optimisme terhadap kesehatannya, mampu menjaga
42
komitmennya terhadap kesehatan maka akan meningkatkan kualitas hidupnya.
Meningkatkan konsep diri penyandang diabetes sangat penting sebagai bahan
pertimbangan penilaian kualitas hidup yang pada akhirnya akan meningkatkan
kesehatan.
Motivasi menjaga kesehatan adalah usaha individu dalam meningkatkan
kesehatannya, dan sikap terhadap perilaku menjaga kesehatan. Motivasi
individu dalam menjaga kesehatannya akan berpengaruh positif terhadap
peningkatan kualitas hidupnya. Motivasi individu dalam menjaga kesehatannya
dapat menjadi salah satu faktor yang dapat meningkatkan kualitas hidup.
Apabila individu memiliki motivasi yang baik untuk menjaga kesehatannya
maka ia akan terus berusaha menerapkan perilaku sehat. Maka, semakin tinggi
motivasinya dalam menjaga kesehatan, semakin tinggi pula kualitas hidupnya.
Kerentanan adalah bagaimana ketahanan atau kerentanan individu
terhadap penyakit dan penilaiannya terhadap pengalaman sakitnya. Individu
dengan tingkat kerentanan yang tinggi, akan mudah memiliki gula darah yang
tinggi sehingga kesehatannya akan menurun. Semakin mudah individu terkena
penyakit, semakin lemah ketahanannya terhadap penyakit maka kualitas
hidupnya akan semakin rendah.
Kebiasaan berisiko kesehatan adalah kebiasaan individu yang
membahayakan kesehatannya, sikap positif terhadap perilaku yang
mengorbankan kesehatan dan harapan individu terhadap kebiasaan tersebut.
Individu dengan gaya hidup sehat, senantiasa mempraktikkan perilaku sehat
dan mempraktikkan perilaku yang dapat membahayakan kesehatan akan
43
terhindar dari hiperglikemia dan komplikasi. Tidak hanya itu, pola makan dan
nutrisi individu juga harus diperhatikan. Rasa kewajiban individu dalam
menjaga kesehatannya harus ditingkatkan karena perilaku individu yang
berisiko terhadap kesehatan akan memengaruhi kualitas hidupnya. Semakin
sering individu menerapkan perilaku yang tidak sehat, maka akan semakin
rendah kualitas hidupnya.
Motivasi ekstrinsik penghindaran adalah sikap individu yang takut dengan
kondisi kesehatannya, menunjukkan perilaku kesehatan yang berisiko dan
menunjukkan sifat pengunduran diri. Motivasi akan memengaruhi kontrol
diabetes individu menjaga kestabilan gula darahnya. Apabila individu dengan
sikap pengunduran dan memiliki motivasi untuk menghindari perilaku sehat,
maka kualitas hidupnya akan menurun.
Wallston (1976) mengungkapkan bahwa terdapat 3 aspek lokus kontrol
kesehatan yaitu internalitas, eksternalitas kuat lainnya dan peluang
eksternalitas. Internalitas adalah bagaimana individu mempersepsikan
peristiwa yang terjadi dengan kesehatannya adalah dibawah kendalinya dan
terjadi karena dirinya sendiri. Individu dengan lokus kontrol internal yang
tinggi akan memiliki kualitas hidup yang tinggi juga. Individu dengan
kesadaran diri yang tinggi untuk menjaga kesehatannya, melakukan upaya
menjaga kesehatan dan meyakini upaya tersebut akan memengaruhi
kesehatannya akan memiliki kualitas hidup yang baik. Hal tersebut
dikarenakan keyakinannya akan mengarahkan individu untuk berperilaku
sehat.
44
Eksternalitas kuat lainnya adalah bagaimana individu mempersepsikan
bahwa kesehatannya sangat bergantung kepada faktor di luar dirinya seperti
dokter, keluarga, dan terapis memegang peran yang besar dalam menentukan
kesehatannya. Keluarga dan orang-orang yang berpengaruh (significant others)
memiliki peran yang penting terhadap manajemen diabetes karena apabila
individu memiliki dukungan yang kuat dari keluarga, teman, maupun dokter
yang ia percayai maka ia akan memiliki semangat untuk senantiasa menjaga
kesehatannya. Dukungan dan perhatian dari orang-orang terdekat tersebut yang
menjadi semangat pertama untuk meraih kualitas hidup yang baik. Pada
akhirnya akan memengaruhi kesehatannya.
Peluang eksternalitas adalah bagaimana individu mempercayai bahwa
kesehatannya dipengaruhi oleh kesempatan, keberuntungan dan takdir. Apabila
individu berkeyakinan ia memiliki kesempatan untuk sembuh dari sakitnya,
maka kualitas hidupnya akan tinggi. Keyakinan individu untuk sembuh akan
membantu individu untuk bersikap optimis dan senantiasa melakukan usaha
yang dapat meningkatkan kesehatannya.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan konsep diri dan lokus kontrol
kesehatan untuk meningkatkan kualitas hidup penyandang diabetes.
Selanjutnya, peneliti menyajikan kerangka berfikir dalam bentuk gambar
sebagaimana berikut:
45
Gambar 2.1
Skema Kerangka Beripikir Penelitian
2.6 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan model pada gambar 2.1 dan kajian teori yang telah dikemukakan
sebelumnya, peneliti memiliki hipotesis sebagai berikut:
Kualitas
Hidup
Konsep Diri
Lokus Kontrol Kesehatan
Peluang eksternalitas (chance
externality)
Eksternalitas kuat lainnya
(powerful others externality)
Internalitas (internality)
Motivasi ekstrinsik-
penghindaran (estrinsic-
avoidant motivation)
Kerentanan
(vulnerability)
Disposisi pelindung
kesehatan (health protective
disposition)
Motivasi menjaga
kesehatan (health protective
motivation)
Kebiasaan berisiko
kesehatan (health-risky
habits)
46
Hipotesis Nihil
Ha: Terdapat pengaruh yang signifikan antara konsep diri (disposisi pelindung
kesehatan (health protective disposition), motivasi menjaga kesehatan
(health protective motivation), kerentanan (vulnerability), kebiasaan
berisiko kesehatan (health-risky habits), motivasi ekstrinsik-penghindaran
(extrinsic-avoidant motivation)), lokus kontrol kesehatan (internalitas
(internality), eksternalitas kuat lainnya (powerful others externality), dan
peluang eksternalitas (chance externality)) terhadap kualitas hidup
penyandang diabetes.
Hipotesis Minor
H1: Terdapat pengaruh yang signifikan disposisi pelindung kesehatan
(health protective disposition) pada konsep diri terhadap kualitas hidup.
H2: Terdapat pengaruh yang signifikan antara motivasi menjaga kesehatan
(health protective motivation) pada konsep diri terhadap kualitas hidup.
H3: Terdapat pengaruh yang signifikan antara kerentanan (vulnerability)
pada konsep diri terhadap kualitas hidup.
H4: Terdapat pengaruh yang signifikan kebiasaan berisiko kesehatan
(health-risky habits) pada konsep diri terhadap kualitas hidup.
H5: Terdapat pengaruh yang signifikan antara motivasi ekstrinsik-
penghindaran (extrinsic-avoidant motivation) pada konsep diri terhadap
kualitas hidup
47
H6: Terdapat pengaruh yang signifikan antara internalitas (internality) pada
lokus kontrol kesehatan terhadap kualitas hidup
H7: Terdapat pengaruh yang signifikan antara eksternalitas kuat lainnya
(powerful others) pada lokus kontrol kesehatan terhadap kualitas hidup
H8: Terdapat pengaruh yang signifikan antara peluang eksternalitas (chance
externality) pada lokus kontrol kesehatan terhadap kualitas hidup.
Seluruh hipotesis penelitian di atas akan dijadikan H0 untuk kajian pengujian
statistik.
48
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan
Populasi dalam penelitian ini merupakan penyandang diabetes di
Jabodetabek. Populasi penyandang diabetes di Jabodetabek tidak diketahui.
Adapun kriteria sampel dalam penelitian ini adalah penyandang diabetes yang
telah terdiagnosa diabetes, sehingga setelah proses pengambilan data
terkumpul 157 responden. Proses pengambilan sampel pada penelitian ini
menggunakan teknik non probability, yaitu teknik pengambilan sampel
dengan cara sengaja sesuai dengan persyaratan sampel atau kriteria yang telah
ditentukan. Dengan teknik ini, peluang terpilihnya setiap responden anggota
populasi tidak dapat dihitung, karena populasi tidak diketahui.
3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
Variabel dalam penelitian ini yaitu kualitas hidup sebagai dependent
variable, sedangkan disposisi pelindung kesehatan (health protective
disposition), motivasi menjaga kesehatan (health protective motivation),
kerentanan (vulnerability), kebiasaan berisiko kesehatan (health-risky habits),
motivasi ekstrinsik-penghindaran (extrinsic-avoidant motivation), internalitas
(internality), eksternalitas kuat lainnya (powerful others externality), dan
peluang eksternalitas (chance externality) merupakan independent variable.
Untuk itu, definisi operasional masing-masing variabel dalam penelitian ini
adalah:
49
1. Kualitas hidup adalah persepsi individu terhadap posisinya dalam
kehidupan, dalam konteks nilai dan budaya yang ia miliki dan kaitannya
dengan tujuan, harapan, standar kehidupan dan perhatiannya (WHO,
1998)
2. Konsep diri adalah pengetahuan individu tentang dirinya yang mencakup
kategorisasi diri, mengatur dan menggolongkan perilaku dengan
pengalaman yang pada akhirnya akan mengarahkan perilaku (Wiesmann
et al., 2008). Pada penelitian ini, konsep diri akan dibagi menjadi enam
bagian yaitu:
a. Disposisi pelindung kesehatan (health protective disposition)
Menggambarkan bagaimana individu tersebut bisa menjaga
kestabilitasan komitmennya terhadap kesehatan, rasa percaya diri
dan optimismenya.
b. Motivasi menjaga kesehatan (health protective motivation)
Menggambarkan usaha individu dalam meningkatkan kesehatannya,
dan sikap terhadap perilaku menjaga kesehatan.
c. Kerentanan (vulnerability)
Menggambarkan ketahanan individu terhadap penyakit dan
penilaiannya terhadap pengalaman sakitnya.
d. Kebiasaan berisiko kesehatan (health-risky habits)
Menggambarkan kebiasaan individu yang membahayakan
kesehatannya, sikap positif terhadap perilaku yang mengorbankan
kesehatan dan harapan individu terhadap kebiasaan tersebut.
50
e. Motivasi ekstrinsik-penghindaran (extrinsic-avoidant motivation)
Menggambarkan sikap individu yang takut dengan kondisi
kesehatannya, menunjukkan perilaku kesehatan yang berisiko dan
menunjukkan sifat pengunduran diri.
3. Lokus kontrol kesehatan adalah kepercayaan individu terhadap kontrol
kesehatannya dipengaruhi oleh faktor internal atau eksternal (Wallston,
1976). Adapun pembagian dimensinya yaitu:
a. Internalitas (internality)
Individu mempersepsikan peristiwa yang terjadi dengan kesehatannya
adalah dibawah kendalinya dan terjadi karena dirinya sendiri.
b. Eksternalitas kuat lainnya (powerful others externality)
Individu mempersepsikan bahwa kesehatannya sangat bergantung
kepada faktor di luar dirinya seperti dokter, keluarga, dan terapis
memegang peran yang besar dalam menentukan kesehatannya.
c. Peluang eksternalitas (chance externality)
Individu mempercayai bahwa kesehatannya dipengaruhi oleh
kesempatan, keberuntungan dan takdir.
3.3 Instrumen Pengumpulan Data
Instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
kuesioner. Adapun kuesioner yang digunakan menggunakan model Likert
dengan empat alternatif pilihan jawaban. Setiap individu memiliki jawaban
yang berbeda-beda, dan tidak ada jawaban yang dianggap benar atau salah.
Cara menjawabnya adalah dengan memberikan tanda silang (X) pada salah
51
satu alternatif pilihan jawaban yang telah tersedia. Item yang ada disusun
dalam bentuk pernyataan dan pertanyaan favorable (positif) dan unfavorable
(negatif). Skor untuk alternatif pilihan jawaban dalam pernyataan dan
pertanyaan favorable dan unfavorable dapat dilihat pada tabel 3.1 dan 3.2.
Tabel 3.1
Pernyataan pilihan
jawaban
Pernyataan
Favorable Unfavorable
Sangat Baik 4 1
Baik 3 2
Buruk 2 3
Sangat Buruk 1 4
Tabel 3.2
Pernyataan pilihan
jawaban
Pernyataan
Favorable Unfavorable
Sangat setuju 4 1
Setuju 3 2
Tidak setuju 2 3
Sangat tidak setuju 1 4
Instrumen pengumpulan data dalam penelitian ini terdiri dari tiga jenis alat
ukur yaitu alat ukur kualitas hidup, lokus kontrol kesehatan dan konsep diri
berkaitan dengan kesehatan. Alat ukur tersebut disusun oleh peneliti
berdasarkan adaptasi dari alat ukur penelitian sebelumnya. Adapun
instrument pengumpulan data dalam penelitian ini, yaitu:
1. Alat ukur kualitas hidup
Alat ukur kualitas hidup adalah WHOQOL-BREF yang dikembangkan
oleh WHOQOL group pada tahun 1997. Skala ini terdiri dari 26 item dan 4
domain yaitu keadaan fisik, psikologis, hubungan sosial, dan lingkungan.
Pada awalnya, skala ini dinamakan WHOQOL-100 namun dikembangkan
52
lagi dan dijadikan versi singkat alat ukur kualitas hidup yang juga
dikembangkan oleh grup WHOQOL pada tahun 1998.
Peneliti akan memodifikasi skala pada kuesioner karena alat ukur ini
terdapat 5 pilihan jawaban. Peneliti akan mengubahnya menjadi 4 pilihan
jawaban saja karena dengan 4 pilihan jawaban, responden tidak bisa
mengambil alternatif jawaban yang netral saja dan akan
mempertimbangkan lebih matang lagi pilihan jawabannya. Adapun blue
print dari skala WHOQOL-BREF adalah sebagai berikut:
53
Tabel 3.3
Blue print skala kualitas hidup No item
No Dimensi Indikator Favorable
1. Fisik a. Energi dan tingkat kelelahan 10, 15, 17, 18
b. Rasa sakit dan kegelisahan 2, 3, 4
c. Tidur dan istirahat 16
2. Psikologis a. Kesan fisik dan penampilan 11
b. Perasaan negatif 26
c. Perasaan positif 1, 5, 6
d. Rasa percaya diri 19
e. Berpikir, belajar, memori dan
konsentrasi
7
3. Hubungan Sosial a. Hubungan sosial 20
b. Dukungan sosial 22
c. Aktivitas seks 21
4. Lingkungan a. Sumber penghasilan 12
b. Kebebasan, keselamatan fisik,
dan keamanan
8
c. Kesehatan dan ketertarikan sosial 24
d. Lingkungan rumah 23
e. Kesempatan mendapatkan
informasi
13
f. Partisipasi dan kesempatan
rekreasi
14
g. Keadaan lingkungan (polisi,
iklim, kegaduhan, dan lalu lintas)
9
h. Transportasi 25
Total item 26
54
2. Alat ukur konsep diri
Revised Generalize Health-related Self Concept Inventory
merupakan alat ukur yang dikembangkan oleh Jenifer J. Thomas, PhD dan
John Moring, PhD pada tahun 2014. Peneliti terdahulu tersebut
mengembangkan alat ukur Wiesmann (2008) dengan tujuan mengurangi
jumlah item yang ada tanpa mengurangi reliabilitasnya.
Wiesmann (2008) memperkenalkan alat ukur ini sebagai General
Healt-related Self Concept Scale (GHRSCS). Sebelum dikembangkan, alat
ukur ini memiliki 76 item dengan 5 dimensi (Disposisi pelindung
kesehatan, motivasi menjaga kesehatan, kerentanan, kebiasaan berisiko
kesehatan dan motivasi ekstrinsik penghindaran). Namun setelah
dikembangkan, Revised Generalized Health Related Self Concept Scale
(RGHRSC) memiliki 5 item untuk setiap dimensinya, dan menjadi 25 item
total. Sebagai pilihan jawabannya, skala ini menggunakan 7 poin skala
likert dengan 7 (sepenuhnya tidak setuju) hingga 1 (sepenuhnya setuju).
Alat ukur ini menggunakan Bahasa Inggris sehingga peneliti
mengadaptasinya menjadi Bahasa Indonesia dan mengubah pilihan
jawaban menjadi 4 pilihan jawaban saja. Peneliti mengubah menjadi 4
pilihan jawaban saja karena dengan 4 pilihan jawaban, responden tidak
bisa mengambil alternatif jawaban yang netral saja. Adapun blue print dari
skala RGHRSC adalah sebagai berikut:
55
Tabel 3.4
Blue print skala konsep diri
No item
No Dimensi Indikator Fav Unfav
1 Disposisi
pelindung
kesehatan
a. Stabilitas afektif
b. Optimisme
1,2,3,5
4
-
2 Motivasi
menjaga
kesehatan
a. Usaha meningkatkan
kesehatan
b. Perilaku menjaga
kesehatan
6, 7
8, 9, 10
-
3 Kerentanan
a. Rentan terhadap penyakit
b. Penilaian terhadap
penyakit
13
11, 12
14
15
4 Kebiasaan
beresiko
kesehatan
a. Kebiasaan buruk
b. Persepsi terhadap
kebiasaan buruk
c. Penilaian diri
16, 17, 20
18
19
-
5 Motivasi
ekstrinsik
penghindaran
a. Putus asa/ pengunduran
diri
b. Takdir
c. Perilaku yang mendorong
kesehatan
21, 22
23
24, 25
-
Total Item 18
3. Alat ukur Lokus Kontrol Kesehatan
Diabetes Locus of Control Scale (DLCS) merupakan alat ukur yang
dikembangkan oleh Laurie A. Ferraro, James H. Price, Sharon M. Desmond
dan Stephen M. Robetrs pada tahun 1987.
Alat ukur ini memiliki 3 dimensi yaitu internalitas (internality), peluang
eksternalitas (chance externality), dan eksternalitas kuat lainnya (powerful
others externality). Masing-masing dimensi terdiri dari 6 item sehingga item
56
total adalah 18. Alat ukur ini dapat digunakan untuk usia 18 hingga 80 tahun,
menggunakan 6 poin dari skala Likert.
Alat ukur ini dikembangkan karena peneliti sebelumnya mengungkapkan
perlunya melihat lokus kontrol kepada sisi yang lebih spesifik lagi, sehingga
dikembangkanlah skala lokus kontrol kesehatan secara spesifik untuk
mengukur lokus kontrol kesehatan penyandang diabetes.
Peneliti melakukan adaptasi terhadap DLCS karena alat ukur ini
menggunakan Bahasa Inggris sehingga peneliti mengadaptasinya menjadi
Bahasa Indonesia. Peneliti juga mengubah pilihan jawaban menjadi 4 pilihan
jawaban saja karena dengan 4 pilihan jawaban, responden tidak bisa
mengambil alternatif jawaban yang netral saja. Adapun blue print dari skala
DLCS adalah sebagai berikut:
57
Tabel 3.5
Blue print skala lokus kontrol kesehatan
No item
Favorable No Dimensi Indikator
1 Internalitas a. Individu
memengaruhi
kesehatan
2, 6
b. Usaha individu
1, 3,
c. Individu sebagai
pengendali
kesehatan
4, 5,
2 Peluang
eksternalitas
a. Orang lain
sebagai salah satu
cara menghindari
diabetes
7, 12
b. Peran orang lain
terhadap
kesehatan
8, 9, 10, 11
3 Eksternalitas
kuat lainnya
a. Dipengaruhi
takdir 15
b. Dipengaruhi
ketidaksengajaan
16, 18
c. Dipengaruhi
keberuntungan
13
d. Usaha individu
tidak ada
pengaruhnya
14, 17
Total item 25
3.4 Uji Validitas Konstruk
Instrumen penelitian diuji validitas dengan menggunakan metode
Confirmatory Factor Analysis (CFA). CFA adalah suatu bagian dari analisis
faktor yang digunakan untuk menguji apakah masing-masing item valid dalam
58
mengukur konstruk yang hendak diukur. Confirmatory Factor Analysis diuji
dengan menggunakan software LISREL 8.7. Cara pengujian validitas item dengan
metode CFA yaitu:
1. Menguji apakah hanya terdapat satu faktor saja yang menyebabkan item-
item saling berkorelasi. Hipotesis ini diuji dengan chi-square untuk
memutuskan ada atau tidak ada perbedaan antara matriks korelasi yang
diperoleh dari data dengan matriks korelasi yang dihitung menurut teori
atau model. Jika nilai chi-square tidak signifikan (p > 0,05), maka item
yang diuji mengukur satu faktor saja (unidimensional).
Sedangkan, jika nilai chi-square signifikan (p < 0,05) maka
hipotesis nihil tersebut ditolak yang artinya item-item yang diuji ternyata
mengukur lebih dari satu faktor (multidimensional). Dalam keadaan
demikian maka peneliti melakukan modifikasi terhadap model dengan cara
memperbolehkan kesalahan pengukuran pada item-item saling berkorelasi
tetapi dengan tetap menjaga bahwa item hanya mengukur satu faktor
(unidimensional). Jika sudah diperoleh model yang fit (tetapi tetap
unidimensional) maka dilakukan langkah selanjutnya.
2. Menganalisis item mana yang menjadi sumber tidak fit. Beberapa hal yang
perlu diperhatikan untuk mengetahui item mana yang menjadi sumber
tidak fit, yaitu:
1. Melakukan uji signifikansi terhadap koefisien muatan faktor dari
masing-masing item dengan menggunakan t-test. Jika nilai t yang
diperoleh pada sebuah item tidak signifikan (t < 1,96), maka item
59
tersebut akan dieliminasi karena dianggap tidak signifikan
sumbangannya terhadap pengukuran yang sedang dilakukan.
2. Melihat arah dari koefisien muatan faktor (factor loading). Jika
suatu item memiliki muatan faktor negatif, maka item tersebut
dieliminasi karena tidak sesuai dengan pengukuran (berarti
semakin tinggi nilai pada item tersebut semakin rendah nilai pada
faktor yang diukur).
3. Sebagai kriteria tambahan (optional) dapat dilihat juga banyaknya
korelasi partial antar kesalahan pengukuran, yaitu kesalahan
pengukuran pada suatu item yang berkorelasi dengan kesalahan
pengukuran pada item lain. Jika pada suatu item terdapat terlalu
banyak korelasi seperti ini (misalnya lebih dari tiga), maka item
tersebut juga akan dieliminasi. Alasannya adalah karena item yang
demikian selain mengukur apa yang ingin diukur juga mengukur
hal lain (multidimensional item).
4. Menghitung faktor skor. Jika langkah-langkah di atas telah
dilakukan, maka diperoleh item-item yang valid untuk mengukur
apa yang ingin diukur.
3.4.1 Uji Validitas Konstruk Kualitas Hidup
Peneliti menggunakan skala WHOQOL-BREF yang terdiri dari 26
item, kemudian peneliti menguji apakah item yang ada bersifat
unidimensional. Artinya, apakah benar item tersebut hanya
mengukur kualitas hidup.
60
Berdasarkan hasil analisis CFA yang peneliti lakukan,
menunjukkan model tidak fit dengan nilai Chi-Square=1064.8, df=
298, P-Value=0.00000 dan RMSEA=0.128. Kemudian peneliti
melakukan modifikasi terhadap model sehingga diperoleh Chi-
Square=262.78, df=228, P-Value=0.5666, dan RMSEA=0.031.
Nilai tersebut menunjukkan bahwa model fit, yang artinya model
dengan satu faktor (unidimensional) bahwa seluruh item mengukur
satu faktor yaitu kualitas hidup, seperti pada gambar 3.1.
61
Gambar 3.1 Uji Validitas Konstruk Kualitas Hidup
62
Selanjutnya, peneliti melihat apakah item tersebut signifikan
mengukur faktor yang ingin diukur, dan melihat apakah item
tersebut perlu di drop atau tidak. Untuk itu, peneliti melakukan uji
hipotesis nihil tentang koefisien muatan faktor dari item. Pengujian
tersebut dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien
muatan faktor, seperti pada tabel 3.5.
Tabel 3.6
Muatan Faktor Item Kualitas Hidup
No Item Koefisien Std. Error T-Value Signifikan
1 0.63 0.08 8.06 V
2 0.64 0.08 8.36 V
3 0.30 0.08 3.48 V
4 0.48 0.08 5.58 V
5 0.74 0.07 9.99 V
6 0.76 0.07 10.36 V
7 0.63 0.08 8.14 V
8 0.55 0.08 7.14 V
9 0.69 0.08 9.02 V
10 0.69 0.08 9.00 V
11 0.62 0.08 7.79 V
12 0.65 0.08 8.47 V
13 0.72 0.07 9.75 V
14 0.69 0.08 9.09 V
15 0.70 0.08 7.13 V
16 0.57 0.08 7.13 V
17 0.85 0.07 12.08 V
18 0.65 0.08 8.37 V
19 0.85 0.07 12.22 V
20 0.81 0.07 11.42 V
21 0.60 0.08 7.50 V
22 0.76 0.07 10.46 V
23 0.79 0.07 10.81 V
24 0.71 0.08 9.39 V
25 0.62 0.08 7.92 V
26 0.51 0.08 6.25 V
Keterangan: tanda V=Signifikan (t>1,96); X=tidak signifikan
Berdasarkan tabel diatas, menunjukkan muatan faktor (lambda) dan
t-value setiap item di atas signifikan karena memiliki koefisien
63
muatan yang positif dan nilai koefisien (t>1,96) dan koefisien > 0,5
yang berarti item-item tersebut benar mengukur tentang aspek yang
akan diukur dan item tersebut benar mengukur kualitas hidup.
3.4.2 Uji Validitas Konstruk Konsep Diri
Pada uji validitas konstruk konsep diri, peneliti menguji apakah 18
item tersebut bersifat unidimensional, artinya benar hanya
mengukur variabel konsep diri. Item-item ini digunakan untuk
mengukur konsep diri melalui lima dimensi, yaitu disposisi
pelindung kesehatan, motivasi menjaga kesehatan, kerentanan,
kebiasaan berisiko kesehatan, dan motivasi ekstrinsik
penghindaran. Selanjutnya peneliti akan menjabarkan hasil uji CFA
satu persatu dimensi tersebut
3.4.2.1 Uji Validitas Dimensi Disposisi Pelindung Kesehatan
Pada uji validitas dimensi disposisi pelindung kesehatan, peneliti
menguji apakah 5 item yang bersifat unidimensional. Berdasarkan
analisis CFA yang dilakukan, hasilnya ternyata model tidak fit
dengan nilai Chi-square=62,27, df=5, P-Value=0.00000,
RMSEA=0,271. Oleh karena itu, peneliti melakukan 3 kali
modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada
item dibebaskan berkorelasi satu sama lain. Setelah dilakukan 3
kali modifikasi, diperoleh model fit Chi-Square=0,06, df=2, P-
Value=0,97263, RMSEA=0,00000. Nilai Chi-Square menghasilkan
P-Value > 0,05 (tidak signifikan), yang artinya model dengan satu
64
faktor (unidimensional) mengukur satu faktor saja yaitu disposisi
pelindung kesehatan. Maka diperoleh model fit seperti pada
gambar 3.2.
Gambar 3.2 Uji Validitas Konstruk Disposisi Pelindung
Kesehatan
Selanjutnya, peneliti melihat apakah signifikan item tersebut
mengukur faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan
apakah item tersebut perlu di drop atau tidak. Maka dilakukan
pengujian hipotesis nihil tentang koefisien muatan faktor dari item.
Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien
muatan faktor, seperti pada tabel 3.7
Tabel 3.7
Muatan faktor item disposisi pelindung kesehatan
No Item Koefisien Std. Error T-Value Signifikan
1 0.74 0.07 10.74 V
2 0.86 0.07 13.17 V
3 0.91 0.06 14.38 V
4 0.88 0.06 13.79 V
5 0.96 0.06 15.54 V
Keterangan: tanda V=Signifikan (t>1,96); X=tidak signifikan
65
Berdasarkan tabel diatas, menunjukkan muatan faktor (lambda) dan
t-value setiap item di atas signifikan karena memiliki koefisien
muatan yang positif, nilai koefisien (t>1,96) dan koefisien > 0,5
yang berarti item-item tersebut benar mengukur tentang aspek yang
akan diukur dan item tersebut benar mengukur disposisi pelindung
kesehatan. Berdasarkan hasil tersebut, maka tidak ada item yang
didrop.
3.4.2.2 Motivasi Menjaga Kesehatan
Pada uji validitas dimensi motivasi menjaga kesehatan, peneliti
menguji apakah 5 item yang bersifat unidimensional. Berdasarkan
analisis CFA yang dilakukan, hasilnya ternyata model tidak fit
dengan nilai Chi-square=56,84, df=5, P-Value=0.00000,
RMSEA=0,258. Oleh karena itu, peneliti melakukan 3 kali
modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada
item dibebaskan berkorelasi satu sama lain. Setelah dilakukan 3
kali modifikasi, diperoleh model fit Chi-Square=0,01, df=2, P-
Value=0,99709, RMSEA=0,00000. Nilai Chi-Square menghasilkan
P-Value > 0,05 (tidak signifikan), yang artinya model dengan satu
faktor (unidimensional) mengukur satu faktor saja yaitu motivasi
menjaga kesehatan. Maka diperoleh model fit seperti pada gambar
3.3.
66
Gambar 3.3 Uji Validitas Konstruk Motivasi Menjaga Kesehatan.
Selanjutnya, peneliti melihat apakah signifikan item tersebut
mengukur faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan
apakah item tersebut perlu di drop atau tidak. Maka dilakukan
pengujian hipotesis nihil tentang koefisien muatan faktor dari item.
Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien
muatan faktor, seperti pada tabel 3.8
Tabel 3.8
Muatan faktor item motivasi menjaga kesehatan
No Item Koefisien Std. Error T-Value Signifikan
1 0.88 0.06 13.84 V
2 0.91 0.06 14.65 V
3 0.95 0.06 15.85 V
4 0.75 0.07 10.79 V
5 0.69 0.07 9.63 V
Keterangan: tanda V=Signifikan (t<1,96); X=tidak signifikan
Berdasarkan tabel diatas, menunjukkan muatan faktor (lambda) dan
t-value setiap item di atas signifikan karena memiliki koefisien
muatan yang positif, nilai koefisien (t>1,96) dan koefisien > 0,5
yang berarti item-item tersebut benar mengukur tentang aspek yang
67
akan diukur dan item tersebut benar mengukur motivasi menjaga
kesehatan. Berdasarkan hasil tersebut, maka tidak ada item yang
didrop.
3.4.2.3 Kerentanan
Pada uji validitas dimensi motivasi menjaga kesehatan, peneliti
menguji apakah 5 item yang bersifat unidimensional. Berdasarkan
analisis CFA yang dilakukan, hasilnya ternyata model tidak fit
dengan nilai Chi-square=21,65, df=5, P-Value=0.00061,
RMSEA=0,146. Oleh karena itu, peneliti melakukan 1 kali
modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada
item dibebaskan berkorelasi satu sama lain. Setelah dilakukan 1
kali modifikasi, diperoleh model fit Chi-Square=4,12, df=4, P-
Value=0,38992, RMSEA=0,014. Nilai Chi-Square menghasilkan
P-Value > 0,05 (tidak signifikan), yang artinya model dengan satu
faktor (unidimensional) mengukur satu faktor saja yaitu
kerentanan. Maka diperoleh model fit seperti pada gambar 3.4.
Gambar 3.4 Uji Validitas Konstruk Kerentanan
68
Selanjutnya, peneliti melihat apakah signifikan item tersebut
mengukur faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan
apakah item tersebut perlu di drop atau tidak. Maka dilakukan
pengujian hipotesis nihil tentang koefisien muatan faktor dari item.
Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien
muatan faktor, seperti pada tabel 3.9
Tabel 3.9
Muatan faktor item kerentanan
No Item Koefisien Std. Error T-Value Signifikan
1 0.80 0.07 0.94 V
2 0.98 0.07 14.28 V
3 0.58 0.08 7.67 V
4 0.21 0.08 2.62 V
5 -0.10 0.08 -1.26 X
Keterangan: tanda V=Signifikan (t>1,96); X=tidak signifikan
Berdasarkan tabel diatas, menunjukkan muatan faktor (lambda) dan
t-value setiap item di atas signifikan karena memiliki koefisien
muatan yang positif, nilai koefisien (t>1,96). Kecuali pada item ke
5 pada dimensi kerentanan yang memiliki nilai t<1,96 dan
bermuatan negatif. Berdasarkan hasil tersebut, maka item ke 5 pada
dimensi kerentanan didrop.
3.4.2.4 Kebiasaan Berisiko Kesehatan
Pada uji validitas dimensi motivasi menjaga kesehatan, peneliti
menguji apakah 5 item yang bersifat unidimensional. Berdasarkan
analisis CFA yang dilakukan, hasilnya ternyata model tidak fit dengan
nilai Chi-square=47,22, df=5, P-Value=0.00000, RMSEA=0,233. Oleh
karena itu, peneliti melakukan 2 kali modifikasi terhadap model,
69
dimana kesalahan pengukuran pada item dibebaskan berkorelasi satu
sama lain. Setelah dilakukan 2 kali modifikasi, diperoleh model fit
Chi-Square=4,87, df=3, P-Value=0,18165, RMSEA=0,063. Nilai Chi-
Square menghasilkan P-Value > 0,05 (tidak signifikan), yang artinya
model dengan satu faktor (unidimensional) mengukur satu faktor saja
yaitu kebiasaan berisiko kesehatan. Maka diperoleh model fit seperti
pada gambar 3.5.
Gambar 3.5 Uji Validitas Konstruk Kebiasaan Berisiko Kesehatan
Selanjutnya, peneliti melihat apakah signifikan item tersebut mengukur
faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tersebut
perlu di drop atau tidak. Maka dilakukan pengujian hipotesis nihil
tentang koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan
dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada
tabel 3.10
70
Tabel 3.10
Muatan faktor item kebiasaan berisiko kesehatan
No Item Koefisien Std. Error T-Value Signifikan
1 0.76 0.07 10.82 V
2 0.65 0.07 8.71 V
3 0.63 0.07 8.50 V
4 0.83 0.07 12.46 V
5 0.93 0.06 14.78 V
Keterangan: tanda V=Signifikan (t<1,96); X=tidak signifikan
Berdasarkan tabel diatas, menunjukkan muatan faktor (lambda) dan
t-value setiap item di atas signifikan karena memiliki koefisien
muatan yang positif, nilai koefisien (t>1,96) dan koefisien > 0,5
yang berarti item-item tersebut benar mengukur tentang aspek yang
akan diukur dan item tersebut benar mengukur kebiasaan berisiko
kesehatan. Berdasarkan hasil tersebut, maka tidak ada item yang
didrop.
3.4.2.5 Motivasi Ekstrinsik Penghindaran
Pada uji validitas dimensi motivasi ekstrinsik penghindaran, peneliti
menguji apakah 5 item yang bersifat unidimensional. Berdasarkan
analisis CFA yang dilakukan, hasilnya ternyata model tidak fit dengan
nilai Chi-square=8,06, df=5, P-Value=0.15281, RMSEA=0,063. Oleh
karena itu, peneliti melakukan 1 kali modifikasi terhadap model,
dimana kesalahan pengukuran pada item dibebaskan berkorelasi satu
sama lain. Setelah dilakukan 1 kali modifikasi, diperoleh model fit
Chi-Square=3,45, df=4, P-Value=0,48573, RMSEA=0,000. Nilai Chi-
Square menghasilkan P-Value > 0,05 (tidak signifikan), yang artinya
model dengan satu faktor (unidimensional) mengukur satu faktor saja
71
yaitu motivasi ekstrinsik penghindaran. Maka diperoleh model fit
seperti pada gambar 3.6.
Gambar 3.6 Uji Validitas Konstruk Motivasi Ekstrinsik
Penghindaran
Selanjutnya, peneliti melihat apakah signifikan item tersebut mengukur
faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tersebut
perlu di drop atau tidak. Maka dilakukan pengujian hipotesis nihil
tentang koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan
dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada
tabel 3.11
Tabel 3.11
Muatan faktor item motivasi ekstrinsik penghindaran
No Item Koefisien Std. Error T-Value Signifikan
1 0.75 0.08 9.79 V
2 0.64 0.08 8.11 V
3 0.39 0.09 4.54 V
4 0.69 0.08 8.82 V
5 0.72 0.08 9.37 V
Keterangan: tanda V=Signifikan (t>1,96); X=tidak signifikan
72
Berdasarkan tabel diatas, menunjukkan muatan faktor (lambda) dan
t-value setiap item di atas signifikan karena memiliki koefisien
muatan yang positif, nilai koefisien (t>1,96) dan koefisien > 0,5
yang berarti item-item tersebut benar mengukur tentang aspek yang
akan diukur dan item tersebut benar mengukur motivasi ekstrinsik
penghindaran. Berdasarkan hasil tersebut, maka tidak ada item
yang didrop.
3.4.3 Uji Validitas Konstruk Lokus Kontrol Kesehatan
Pada uji validitas konstruk lokus kontrol kesehatan, peneliti menguji
apakah 18 item tersebut bersifat unidimensional, artinya benar hanya
mengukur variabel lokus kontrol kesehatan. Item-item ini digunakan
untuk mengukur lokus kontrol kesehatan melalui tiga dimensi, yaitu
internalitas, peluang eksternalitas dan eksternalitas kuat lainnya.
Selanjutnya peneliti akan menjabarkan hasil uji CFA satu persatu
dimensi tersebut.
3.4.3.1 Dimensi Internalitas
Pada uji validitas dimensi internalitas, peneliti menguji apakah 6 item
yang bersifat unidimensional. Berdasarkan analisis CFA yang
dilakukan, hasilnya ternyata model tidak fit dengan nilai Chi-
square=94,54, df=9, P-Value=0.00000, RMSEA=0,247. Oleh karena
itu, peneliti melakukan 5 kali modifikasi terhadap model, dimana
kesalahan pengukuran pada item dibebaskan berkorelasi satu sama
lain. Setelah dilakukan 5 kali modifikasi, diperoleh model fit Chi-
73
Square=3,63, df=4, P-Value=0,45789, RMSEA=0,00000. Nilai Chi-
Square menghasilkan P-Value > 0,05 (tidak signifikan), yang artinya
model dengan satu faktor (unidimensional) mengukur satu faktor saja
yaitu internalitas. Maka diperoleh model fit seperti pada gambar 3.7.
Gambar 3.7 Uji Validitas Konstruk Internalitas
Selanjutnya, peneliti melihat apakah signifikan item tersebut mengukur
faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tersebut
perlu di drop atau tidak. Maka dilakukan pengujian hipotesis nihil
tentang koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan
dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada
tabel 3.12
74
Tabel 3.12
Muatan faktor item internalitas
No Item Koefisien Std. Error T-Value Signifikan
1 0.61 0.08 8.11 V
2 0.81 0.07 11.73 V
3 0.88 0.06 13.72 V
4 0.90 0.06 14.06 V
5 0.79 0.07 11.51 V
6. 0.79 0.07 11.47 V
Keterangan: tanda V=Signifikan (t>1,96); X=tidak signifikan Berdasarkan tabel diatas, menunjukkan muatan faktor (lambda) dan
t-value setiap item di atas signifikan karena memiliki koefisien
muatan yang positif, nilai koefisien (t>1,96) dan koefisien > 0,5
yang berarti item-item tersebut benar mengukur tentang aspek yang
akan diukur dan item tersebut benar mengukur internalitas.
Berdasarkan hasil tersebut, maka tidak ada item yang didrop.
3.4.3.2 Dimensi Eksternalitas Kuat Lainnya
Pada uji validitas dimensi eksternalitas kuat lainnya, peneliti menguji
apakah 6 item yang bersifat unidimensional. Berdasarkan analisis CFA
yang dilakukan, hasilnya ternyata model tidak fit dengan nilai Chi-
square=53,76, df=9, P-Value=0.00000, RMSEA=0,179. Oleh karena
itu, peneliti melakukan 5 kali modifikasi terhadap model, dimana
kesalahan pengukuran pada item dibebaskan berkorelasi satu sama
lain. Setelah dilakukan 5 kali modifikasi, diperoleh model fit Chi-
Square=9,34, df=7, P-Value=0,22906, RMSEA=0,046. Nilai Chi-
Square menghasilkan P-Value > 0,05 (tidak signifikan), yang artinya
model dengan satu faktor (unidimensional) mengukur satu faktor saja
75
yaitu eksternalitas kuat lainnya. Maka diperoleh model fit seperti pada
gambar 3.8.
Gambar 3.8 Uji Validitas Konstruk Eksternalitas Kuat Lainnya
Selanjutnya, peneliti melihat apakah signifikan item tersebut mengukur
faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tersebut
perlu di drop atau tidak. Maka dilakukan pengujian hipotesis nihil
tentang koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan
dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada
tabel 3.13
Tabel 3.13
Muatan faktor item eksternalitas kuat lainnya
No Item Koefisien Std. Error T-Value Signifikan
1 0.21 0.08 2.57 V
2 0.67 0.07 9.21 V
3 0.98 0.06 14.41 V
4 0.98 0.06 16.09 V
5 0.64 0.07 8.84 V
6. 0.51 0.08 6.68 V
Keterangan: tanda V=Signifikan (t>1,96); X=tidak signifikan
76
Berdasarkan tabel diatas, menunjukkan muatan faktor (lambda) dan
t-value setiap item di atas signifikan karena memiliki koefisien
muatan yang positif, nilai koefisien (t>1,96) dan koefisien > 0,5
yang berarti item-item tersebut benar mengukur tentang aspek yang
akan diukur dan item tersebut benar mengukur eksternalitas kuat
lainnya. Berdasarkan hasil tersebut, maka tidak ada item yang
didrop.
3.4.3.3 Dimensi Peluang Eksternalitas
Pada uji validitas dimensi peluang eksternalitas, peneliti menguji
apakah 6 item yang bersifat unidimensional. Berdasarkan analisis CFA
yang dilakukan, hasilnya ternyata model tidak fit dengan nilai Chi-
square=132,61, df=9, P-Value=0.00000, RMSEA=0,297. Oleh karena
itu, peneliti melakukan 5 kali modifikasi terhadap model, dimana
kesalahan pengukuran pada item dibebaskan berkorelasi satu sama
lain. Setelah dilakukan 5 kali modifikasi, diperoleh model fit Chi-
Square=3,27, df=4, P-Value=0,51370, RMSEA=0,00000. Nilai Chi-
Square menghasilkan P-Value > 0,05 (tidak signifikan), yang artinya
model dengan satu faktor (unidimensional) mengukur satu faktor saja
yaitu peluang eksternalitas. Maka diperoleh model fit seperti pada
gambar 3.9.
77
Gambar 3.9 Uji Validitas Konstruk Peluang Eksternalitas
Selanjutnya, peneliti melihat apakah signifikan item tersebut mengukur
faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tersebut
perlu di drop atau tidak. Maka dilakukan pengujian hipotesis nihil
tentang koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan
dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada
tabel 3.14
Tabel 3.14
Muatan faktor item peluang eksternalitas
No Item Koefisien Std. Error T-Value Signifikan
1 0.77 0.08 10.10 V
2 0.74 0.08 9.78 V
3 0.79 0.07 10.50 V
4 0.67 0.08 8.81 V
5 0.79 0.07 10.54 V
6. 0.74 0.07 9.96 V
Keterangan: tanda V=Signifikan (t>1,96); X=tidak signifikan
Berdasarkan tabel diatas, menunjukkan muatan faktor (lambda) dan
t-value setiap item di atas signifikan karena memiliki koefisien
muatan yang positif, nilai koefisien (t>1,96) dan koefisien > 0,5
78
yang berarti item-item tersebut benar mengukur tentang aspek yang
akan diukur dan item tersebut benar mengukur peluang
eksternalitas. Berdasarkan hasil tersebut, maka tidak ada item yang
didrop.
3.5 Teknik Analisis Data
Analisis data digunakan untuk melihat pengaruh IV terhadap DV. Teknik
analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah multiple regression
analysis atau analisis regresi berganda. Analisis regresi berganda merupakan
analisis regresi dengan satu variabel dependen dan lebih dari satu variabel
independen. Rumus regresi berganda pada penelitian ini adalah:
Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 + b6X6 + b7X7 + b8X8 + e
Keterangan:
Y = Kualitas hidup
a = Intercept atau konstan
b = Koefisien regresi
X1 = disposisi pelindung kesehatan (health protective disposition)
X2 = motivasi menjaga kesehatan (health protective motivation)
X3 = kerentanan (vulnerability),
X4 = kebiasaan berisiko kesehatan (health-risky habits),
79
X5 = motivasi ekstrinsik-penghindaran (extrinsic-avoidant motivation)
X6 = internalitas (internality)
X7 = eksternalitas kuat lainnya (powerful others externality)
X8= peluang eksternalitas (chance externality)
e = residu
Penilaian terhadap model regresi yang dihasilkan ditinjau pada beberapa
pengujian berikut:
1. R2 (Koefisien Determinasi)
Nilai R2 menunjukkan besarnya proporsi pengaruh independent
variable terhadap dependent variable. Dalam melihat proporsi, R2
dikalikan dengan 100% sehingga didapatkan nilai proporsi pengaruh
dalam bentuk persen. Sisa dari persentasi R2 merupakan faktor lain
yang mempengaruhi dependent variable yang tidak diuji dalam
penelitian. Tabel model summary dalam SPSS juga menunjukkan nilai
Standard Error of Estimate dimana semakin kecil nilai SEE, maka
model regresi semakin tepat dalam memprediksi dependent variable.
Nilai R2 diperoleh dari rumus berikut:
80
2. Uji F
Pada tabel ANOVA akan diperoleh nilai F dan nilai signifikansi (Sig).
Nilai Sig < 0.05 menunjukkan bahwa keseluruhan independent variable
secara simultan memiliki pengaruh terhadap dependent variable. Nilai
Sig < 0.05 juga menunjukkan bahwa nilai koefisien determinasi (R2)
signifikan. Rumus dalam penghitungan nilai F sebagai berikut:
⁄
( ) ( )⁄
K merupakan jumlah IV dan N merupakan jumlah sampel
3. Uji t
Interpretasi koefisien parameter independent variable dapat dilakukan
dengan menggunakan unstandardized coefficients maupun standardized
coefficients. Nilai koefisien yang didapatkan dari masing-masing
dimensi pada variabel menunjukkan arah hubungan serta besaran
koefisien masing-masing dimensi pada model regresi. Adapun terdapat
nilai signifikansi untuk mengetahui apakah masing-masing dimensi
berpengaruh secara signifikan terhadap dependent variable. Uji t
dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Nilai b pada rumus tersebut adalah koefisien regresi dan Sb adalah
standard error dari b.
81
BAB 4
HASIL PENELITIAN
4.1 Gambaran Subjek Penelitian
Tabel 4.1
Gambaran Subjek Penelitian
Frekuensi Presentase
Jenis Kelamin
Perempuan 98 62.4%
Laki-Laki 59 37.6%
Total 157 100.0
Domisili
Jakarta 45 28,7%
Bogor 31 19,7%
Depok 24 15,3%
Tangerang 34 21,7%
Bekasi 23 14,6%
Total 157 100,0
Pendidikan
Tidak Sekolah 3 1,9%
SD 16 10,2%
SMP 20 12,7%
SMA 56 35,7%
D1 1 0,6%
D3 9 5,7%
S1 44 28,0%
S2 6 3,8%
S3 2 1,3%
Total 157 100,0
Usia
40-50 46 29,3%
51-60 53 33,8%
61-70 42 26,8%
71-80 14 8,9%
81-90 2 1,3%
Total 157 100,0
Berdasarkan data pada tabel 4.1 diatas, dapat diketahui bahwa jumlah sampel
sebanyak 157 responden. Diantaranya, diketahui responden terbanyak yaitu
perempuan sebanyak 98 (62.4%). Seluruh responden tersebut berdomisili di
82
Jabodetabek dengan responden terbanyak berdomisili di Jakarta yaitu sebanyak 45
responden (28,7%). Berdasarkan tingkat pendidikannya, responden terbanyak
yaitu SMA sebanyak 56 responden (35,7%). Berdasarkan usia, responden
terbanyak berada pada usia 51-60 tahun sebanyak 53 responden (33,8%).
4.2 Hasil Analisis Deskriptif
Sebelum diuraikan lebih rinci mengenai beberapa subbab selanjutnya, perlu
dijelaskan bahwa skor yang digunakan dalam analisis statistik adalah skor murni
(T-Score) yang merupakan hasil proses konversi dari skor mentah (Raw Score).
Proses ini ditujukan agar mudah dalam membandingkan antar skor hasil
pengukuran variabel-variabel yang diteliti. Dengan demikian semua raw score
menjadi skor baku (Z-Score). Untuk menghilangkan bilangan negatif dari z-score,
semua skor ditransformasi ke rumus T. Dalam hasil analisis deskriptif ini akan
disajikan nilai minimum, maksimum, mean, dan standar deviasi serta kategorisasi
tinggi dan rendahnya skor variabel penelitian. Gambaran hasil analisis deskriptif
ini dapat dilihat pada tabel 4.2.
Tabel 4.2
Analisis Deskriptif
Descriptive Statistics N Minimum Maximum Mean Std.
Deviation
KualitasHidup 157 18.97 70.09 50.0000 9.71524
Internalitas 157 19.49 62.76 50.0000 9.55216
EksternalitasKuatLainnya 157 23.94 62.83 50.0000 9.72383
PeluangEksternalitas 157 32.75 74.42 50.0000 9.36295
DisposisiPelindungKesehatan 157 23.13 62.33 50.0000 9.47935
MotivasiMenjagaKesehatan 157 20.45 63.43 50.0000 9.45695
Kerentanan 157 34.66 68.36 50.0000 9.60431
KebiasaanBeresikoKesehatan 157 31.80 74.03 50.0000 9.30818
MotivasiEkstrinsikPenghindaran 157 34.39 76.50 50.0000 8.67566
Valid N (listwise) 157
83
Berdasarkan data pada tabel 4.2 diatas, kolom N menunjukkan sampel pada
setiap variabel berjumlah 157. Kolom maksimum dan minimum menunjukkan
nilai maksimum dan minimum pada setiap variabel. Dilihat dari kolom minimum,
diketahui variabel kualitas hidup memiliki nilai terendah dengan nilai 18,97.
Sementara itu, berdasarkan kolom maksimum diketahui variabel motivasi
ekstrinsik penghndaran memiliki nilai tertinggi dengan nilai 76,50. Adapun mean
dari masing-masing variabel adalah 50.
4.3 Kategorisasi Skor Variabel
Setelah melakukan deskripsi statistik dari masing-masing variabel
penelitian, maka hal yang perlu dilakukan adalah pengkategorisasian terhadap
data penelitian dengan menggunakan standar deviasi dan mean dari T-Score.
Dalam hal ini, ditetapkan norma pada tabel 4.3.
Tabel 4.3
Norma Skor Kategorisasi
Kategori Norma
X < Mean – 1Standar Deviasi Rendah
X> Mean + 1Standar Deviasi Tinggi
Setelah kategorisasi tersebut didapatkan, maka akan diperoleh nilai presentasi
kategori masing-masing variabel penelitian. Masing-masing variabel akan
dikategorisasikan sebagai tinggi dan rendah.
Kategorisasi variabel bertujuan untuk menempatkan individu ke dalam kelompok-
kelompok yang terpisah secara berjenjang menurut suatu kontimum berdasarkan
atribut yang diukur. Kontinum jenjang ini contohnya adalah dari tinggi ke rendah
yang akan peneliti gunakan dalam kategorisasi variabel penelitian. Sebelum
84
mengkategorisasikan skor masing-masing variabel berdasarkan tingkat tinggi dan
rendah, peneliti terlebih dahulu menetapkan norma dari skor dengan
menggunakan nilai mean dan standar deviasi. Maka akan diperoleh nilai
presentase kategori untuk masing-masing variabel sebagaimana yang terdapat
pada tabel 4.4 berikut.
Tabel 4.4
Kategorisasi Responden Penelitian
Variabel Kategori Frekuensi Persen Cumulative
Percent
Kualitas Hidup
Rendah 82 52 52,2
Tinggi 75 47,8 100,0
Disposisi Pelindung
Kesehatan
Rendah 81 51,6 51,6
Tinggi 76 48,4 100,0
Motivasi menjaga
Kesehatan
Rendah 95 60,5 60,5
Tinggi 62 39,5 100,0
Kerentanan
Rendah 92 58,6 58,6
Tinggi 65 41,4 100,0
Kebiasaan berisiko
kesehatan
Rendah 88 56,1 56,1
Tinggi 69 43,9 100,0
Motivasi Ekstrinsik
Penghindaran
Rendah 83 52,9 52,9
Tinggi 74 47,1 100,0
Internalitas
Rendah 82 52,2 52,2
Tinggi 75 47,8 100,0
Eksternalitas Kuat
Lainnya
Rendah 95 60,5 60,5
Tinggi 75 47,8 100,0
Peluang Eksternalitas Rendah 81 51,6 51,6
Tinggi 76 48,4 100,0
Dari tabel diatas, diperoleh hasil presentase variabel kualitas hidup sebanyak
82 responden (52,2%) berada pada kategori rendah. Presentase dimensi
disposisi pelindung kesehatan sebanyak 81 responden (51,6%) pada kategori
rendah. Presntase variabel motivasi menjaga kesehatan dengan 95 responden
85
(60,5%) berada pada kategori rendah. Sedangkan pada dimensi kerentanan,
terdapat 92 responden (58,6%) berada pada kategori rendah.
Pada dimensi kebiasaan berisiko kesehatan, 88 responden (56,1%) berada pada
kategori rendah. Selanjutnya pada variabel motivasi ekstrinsik penghindaran,
83 responden (52,9%) berada pada kategori rendah. Dimensi internalitas, 82
responden (52,2%) berada pada kategori rendah. Selanjutnya pada dimensi
eksternalitas kuat lainnya, 95 responden (60,5%) berada pada kategori rendah.
Variabel terakhir yaitu peluang eksternalitas, 81 responden (51,6%) berada
pada kategori rendah. Ketiga dimensi dari variabel lokus kontrol ini memiliki
hasil sebaran terbanyak berada pada kategori rendah.
4.4 Uji Hipotesis Penelitian
4.3.1 Analisis Regresi Variabel Penelitian
Pada tahapan uji hipotesis penelitian, peneliti menggunakan teknik analisis
regresi dengan software IBM SPSS Statistics 21. Langkah pertama, peneliti
melihat besaran R square untuk mengetahui berapa persen (%) varians DV
yang dijelaskan oleh IV. Selanjutnya untuk tabel R Square, dapat dilihat
pada tabel 4.5 berikut.
Tabel 4.5
Analisis Regresi
Model R R Square Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
1 ,872 ,761 ,748 4,87737
Pada tabel 4.5 diketahui bahwa R-Square sebesar 0.761 atau 76,1%.
Artinya, proporsi varian dari kualitas hidup yang dijelaskan oleh disposisi
pelindung kesehatan, motivasi menjaga kesehatan, kerentanan, kebiasaan
86
berisiko kesehatan, motivasi ekstrinsik penghindaran, internalitas,
eksternalitas kuat lainnya, peluang eksternalitas adalah sebesar 76,1%,
sedangkan 23,9% sisanya dipengaruhi oleh variabel lain di luar penelitian
ini. Langkah kedua, peneliti menguji apakah seluruh IV memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap kualitas hidup. Adapun uji F dapat dilihat pada
tabel 4.6.
Tabel 4.6
Anova pengaruh seluruh IV terhadap kualitas hidup
ANOVA
a
Model Sum of Squares df Mean
Square
F Sig.
1
Regression 11201,493 8 1400,187 58,859 ,000b
Residual 3520,736 148 23,789
Total 14722,229 156
a. Dependent Variable: KualitasHidup
b. Predictors: (Constant), MotivasiEkstrinsikPenghindaran,
EksternalitasKuatLainnya, PeluangEksternalitas, Kerentanan, Internalitas,
MotivasiMenjagaKesehatan, KebiasaanBerisikoKesehatan,
DisposisiPelindungKesehatan
Langkah selanjutnya, peneliti melihat koefisien regresi dari masing-masing
IV. Jika sig<0,05 maka koefisien regresi tersebut pengaruhnya signifikan
yang berarti internalitas, eksternalitas kuat lainnya, peluang eksternalitas,
disposisi pelindung kesehatan, motivasi menjaga kesehatan, kerentanan,
kebiasaan berisiko kesehatan, dan motivasi ekstrinsik penghindaran
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kualitas hidup. Adapun
besarnya koefisien regresi dari masing-masing variabel independen terhadap
kualitas hidup dilihat pada tabel 4.7.
87
Tabel 4.7
Koefisien Regresi
Coefficientsa
Model Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig
B Std.
Error
Beta
1
(Constant) 6,901 7,037 ,981 ,328
Internalitas ,289 ,056 ,284 5,186 ,000*
EksternalitasKuatLainnya ,105 ,044 ,105 2,413 ,017*
PeluangEksternalitas ,024 ,050 ,023 ,479 ,632
DisposisiPelindungKesehatan ,433 ,069 ,422 6,271 ,000*
MotivasiMenjagaKesehatan ,176 ,065 ,171 2,721 ,007*
Kerentanan -,087 ,052 -,086 -1,652 ,101
KebiasaanBerisikoKesehatan ,063 ,065 ,061 ,973 ,332
MotivasiEkstrinsikPenghindaran -,141 ,065 -,126 -2,157 ,033*
a. Dependent Variable: KualitasHidup
Berdasarkan koefisien regresi pada tabel 4.7, maka persamaan regresinya adalah
sebagai berikut: (*signifikan)
Kualitas hidup=6,901 + 0,289 Internalitas + 0,105 Eksternalitas Kuat
Lainnya + 0,24 Peluang Eksternalitas + 0,433 Disposisi Pelindung Kesehatan
+ 0,176 Motivasi Menjaga Kesehatan – 0,87 Kerentanan + 0,063 Kebiasaan
Berisiko Kesehatan – 0,141 Motivasi Ekstrinsik Penghindaran.
Dari persamaan regresi tersebut, dapat dilihat bahwa terdapat 5 variabel yang nilai
koefisien regresinya signifikan, yaitu: (1) internalitas; (2) Eksternalitas kuat
lainnya; (3) disposisi pelindung kesehatan; (4) motivasi menjaga kesehatan; dan
(5) motivasi Ekstrinsik penghindaran. Penjelasan dari nilai koefisien regresi yang
diperoleh masing-masing IV adalah sebagai berikut:
1. Variabel Internalitas
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0,289 dengan taraf signifikansi
0,000 (sig<0,005), Dengan demikian hipotesis nihil yang berbunyi tidak
88
ada pengaruh internalitas dengan kualitas hidup ditolak. Artinya variabel
internalitas pengaruhnya signifikan terhadap kualitas hidup. Arah dari
koefisien positif menjelaskan semakin tinggi variabel internalitas maka
semakin tinggi kualitas hidup.
2. Variabel Eksternalitas Kuat Lainnya
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0,105 dengan taraf signifikansi
0,017 (sig<0,005). Dengan demikian hipotesis nihil yang berbunyi tidak
ada pengaruh eksternalitas kuat lainnya dengan kualitas hidup ditolak.
Artinya variabel eksternalitas kuat lainnya pengaruhnya signifikan
terhadap kualitas hidup. Arah dari koefisien positif menjelaskan semakin
tinggi variabel eksternalitas kuat lainnya maka semakin tinggi kualitas
hidup.
3. Variabel Peluang Eksternalitas
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0,024 dengan taraf signifikansi
0,632 (sig>0,005). Dengan demikian hipotesis nihil yang berbunyi tidak
ada pengaruh peluang eksternalitas terhadap kualitas hidup diterima.
Artinya, tidak ada pengaruh peluang eksternalitas terhadap kualitas hidup.
4. Variabel Disposisi Pelindung Kesehatan
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0,433 dengan taraf signifikansi
0,000 (sig<0,005). Dengan demikian hipotesis nihil yang berbunyi tidak
ada pengaruh disposisi pelindung kesehatan dengan kualitas hidup ditolak.
Artinya variabel disposisi pelindung kesehatan pengaruhnya signifikan
terhadap kualitas hidup. Arah dari koefisien positif menjelaskan semakin
89
tinggi variabel disposisi pelindung kesehatan maka semakin tinggi kualitas
hidup.
5. Variabel Motivasi Menjaga Kesehatan
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0,176 dengan taraf signifikansi
0,007 (sig<0,005). Dengan demikian hipotesis nihil yang berbunyi tidak
ada pengaruh motivasi menjaga kesehatan dengan kualitas hidup ditolak.
Artinya variabel motivasi menjaga kesehatan pengaruhnya signifikan
terhadap kualitas hidup. Arah dari koefisien positif menjelaskan semakin
tinggi variabel motivasi menjaga kesehatan maka semakin tinggi kualitas
hidup.
6. Variabel Kerentanan
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -0,087 dengan taraf signifikansi
0,101 (sig<0,005). Dengan demikian hipotesis nihil yang berbunyi tidak
ada pengaruh kerentanan terhadap kualitas hidup diterima. Artinya, tidak
ada pengaruh kerentanan terhadap kualitas hidup.
7. Variabel Kebiasaan Berisiko Kesehatan
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0,063 dengan taraf signifikansi
0,332 (sig>0,005). Dengan demikian hipotesis nihil yang berbunyi tidak
ada pengaruh kebiasaan berisiko kesehatan terhadap kualitas hidup
diterima. Artinya, tidak ada pengaruh kebiasaan berisiko kesehatan
terhadap kualitas hidup.
90
8. Variabel Motivasi Ekstrinsik Penghindaran
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -0,141 dengan taraf signifikansi
0,033 (sig<0,005). Dengan demikian hipotesis nihil yang berbunyi tidak
ada pengaruh motivasi entrinsik penghindaran dengan kualitas hidup
ditolak. Artinya variabel motivasi entrinsik penghindaran pengaruhnya
signifikan terhadap kualitas hidup. Arah dari koefisien positif menjelaskan
semakin tinggi variabel motivasi entrinsik penghindaran maka semakin
tinggi kualitas hidup.
Berdasarkan tabel 4.7, dapat diketahui koefisien regresi mana yang lebih kuat.
Dalam hal ini, peneliti menggunakan koefisien regresi yang terstandardisasi
(standardized coefficient) atau beta (β) untuk melihat angka koefisien regresi
mana yang menunjukkan pengaruh lebih kuat terhadap variabel dependen.
Variabel disposisi pelindung kesehatan memiliki pengaruh paling kuat dengan
β=0,422.
4.3.2 Proporsi Varians Variabel Independen
Selanjutnya peneliti ingin mengetahui bagaimana penambahan proporsi
varian (pengaruh) dari tiap variabel independen terhadap kualitas hidup.
Analisisnya dilakukan dengan teknik multiple regression analysis. Data yang
dianalisis ialah faktor skor atau true score yang diperoleh dari hasil analisis
faktor. Setelah menganalisis faktor, peneliti memindahkan skala faktor skor
tersebut menjadi t-score.
Pada tahapan ini peneliti menguji hipotesis dengan menggunakan software
SPSS. Untuk melakukan analisis regresi, ada 3 hal yang dilihat, yaitu melihat
91
besaran R square (pengaruh seluruh iv terhadap dv) untuk mengetahui berapa
persen varians DV yang dijelaskan oleh IV, selanjutnya apakah secara
keseluruhan IV berpengaruh secara signifikan terhadap DV, kemudian terakhir,
melihat apakah koefisien regresi dari masing-masing IV signifikan atau tidak.
Untuk melihat proporsi varians setiap IV terhadap kualitas hidup, dapat dilihat
pada tabel 4.8.
Tabel 4.8
Proporsi Varians Kualitas Hidup pada Setiap IV
Model R R Square Change Statistics
R Square
Change
F Change df1 df2 Sig. F Change
1 .697a .486 .486 146.402 1 155 .000
2 .740b .548 .062 21.070 1 154 .000
3 .752c .566 .018 6.357 1 153 .013
4 .855d .731 .166 93.650 1 152 .000
5 .864e .746 .015 8.965 1 151 .003
6 .868f .753 .007 4.264 1 150 .041
7 .868g .753 .000 .007 1 149 .932
8 .872h .761 .008 4.657 1 148 .033
Predictors: (Constant), Internalitas, eksternalitas kuat lainnya, peluang eksternalitas,
disposisi pelindung kesehatan, motivasi menjaga kesehatan, kerentanan, kebiasaan
beresiko kesehatan, motivasi ekstrinsik penghindaran
Pada tabel 4.8, kolom pertama adalah penambahan varians DV dari setiap
IV yang dianalisis satu per satu tersebut, kolom kedua merupakan nilai murni
varians DV dari tiap IV yang dimasukkan satu per satu, kolom ketiga adalah nilai
F hitung bagi IV yang bersangkutan, kolom DF adalah derajat bebas bagi IV yang
bersangkutan pula, yang terdiri dari numerator dan denumerator, kolom F dengan
DF yang telah ditentukan sebelumnya, nilai kolom inilah yang akan dibandingkan
dengan kolom nilai F hitung. Apabila nilai F hitung lebih besar daripada F tabel,
maka kolom selanjutnya yaitu kolom signifikansi yang akan dihitung signifikan
dan sebaliknya.
92
Berdasarkan tabel 4.8 di atas, dapat disampaikan informasi sebagai berikut:
1. Variabel Internalitas memberikan sumbangan 48,6% dalam varians
kualitas hidup. Sumbangan tersebut signifikan secara statistik dengan
F=0,000 dan df2=155.
2. Variabel Eksternalitas Kuat Lainnya memberikan sumbangan 6,2% dalam
varians kualitas hidup. Sumbangan tersebut signifikan secara statistik
dengan F=0,000 dan df2=154.
3. Variabel Peluang Eksternalitas memberikan sumbangan 1,8% dalam
varians kualitas hidup. Sumbangan tersebut signifikan secara statistik
dengan F=0,013 dan df2=153.
4. Variabel Disposisi Pelindung Kesehatan memberikan sumbangan 16,6%
dalam varians kualitas hidup. Sumbangan tersebut signifikan secara
statistik dengan F=0,000 dan df2=152.
5. Variabel Motivasi Menjaga Kesehatan memberikan sumbangan 1,5%
dalam varians kualitas hidup. Sumbangan tersebut signifikan secara
statistik dengan F=0,003 dan df2=151.
6. Variabel Kerentanan memberikan sumbangan 0,7% dalam varians kualitas
hidup. Sumbangan tersebut signifikan secara statistik dengan F=0,041 dan
df2=150.
7. Variabel Kebiasaan Berisiko Kesehatan memberikan sumbangan 0,0%
dalam varians kualitas hidup. Sumbangan tersebut tidak signifikan secara
statistik dengan F=0,932 dan df2=149.
93
8. Variabel Motivasi Ekstrinsik Penghindaran memberikan sumbangan 0,8%
dalam varians kualitas hidup. Sumbangan tersebut signifikan secara
statistik dengan F=0,033 dan df2=148.
Dengan demikian, jika dilihat dari besarnya pertambahan R2
yang
dihasilkan setiap kali dilakukan penambahan variabel (sumbangan proporsi
varians yang diberikan), dapat disimpulkan bahwa terdapat 7 variabel yang
signifikan sumbangannya terhadap kualitas hidup dari yang terbesar hingga
terkecil yaitu internalitas (48,6%), disposisi pelindung kesehatan (16,6%),
eksternalitas kuat lainnya (6,2%), peluang eksternalitas (1,8%), motivasi
menjaga kesehatan (1,5%), motivasi ekstrinsik penghindaran (0,8%),
kerentanan (0,7%). Adapun variabel yang tidak memberikan sumbangan
sama sekali yaitu variabel kebiasaan berisiko kesehatan.
94
BAB 5
KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan uji hipotesis mayor yang dilakukan, kesimpulan pertama
yang diperoleh dari penelitian ini adalah terdapat pengaruh yang signifikan
konsep diri dan lokus kontrol kesehatan terhadap kualitas hidup penyandang
diabetes di Jabodetabek. Artinya, analisis regresi dari kualitas hidup
dijelaskan oleh konsep diri (disposisi pelindung kesehatan, motivasi menjaga
kesehatan, kerentanan, kebiasaan berisiko kesehatan dan motivasi ekstrinsik
penghindaran) dan lokus kontrol kesehatan (internalitas, eksternalitas kuat
lainnya, dan peluang eksternalitas) adalah sebesar 76.1%. Berdasarkan hasil
uji proporsi varians kualitas hidup pada setiap IV, ditemukan bahwa dimensi
internalitas dari variabel lokus kontrol kesehatan memiliki pengaruh yang
paling besar terhadap kualitas hidup.
Sedangkan dari hasil uji hipotesis minor, dari signifikansi masing-masing
koefisien regresi terhadap DV, terdapat 5 variabel yang nilai koefisien
regresinya signifikan, yaitu: (1) Disposisi pelindung kesehatan, (2) Motivasi
menjaga kesehatan, (3) Motivasi ekstrinsik penghindaran, (4) Internalitas, dan
(5) Eksternalitas kuat lainnya. Kelima variabel tersebut memberikan pengaruh
terhadap kualitas hidup.
95
5.2 Diskusi
Pada penelitian ini, variabel yang diteliti adalah konsep diri dan lokus
kontrol kesehatan. Saat dilakukan uji regresi secara bersama-sama, kedua
variabel ini memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kualitas hidup
penyandang diabetes. Saat dilakukan uji signifikansi dari masing-masing
dimensi, terdapat 5 dimensi yang nilai koefisien regresinya signifikan
berpengaruh terhadap kualitas hidup yaitu disposisi pelindung kesehatan,
motivasi menjaga kesehatan, motivasi ekstrinsik penghindaran yang berasal
dari variabel konsep diri. Dimensi lain yaitu internalitas dan eksternalitas kuat
lainnya dari variabel lokus kontrol kesehatan. Berbeda dengan dimensi
kerentanan dan kebiasaan berisiko kesehatan (dari variabel konsep diri) dan
peluang eksternalitas dari variabel lokus kontrol kesehatan tidak memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap kualitas hidup penyandang diabetes.
Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa kualitas hidup penyandang
diabetes dalam kategori rendah. Hasil ini menguatkan penelitian sebelumnya
yang mengatakan bahwa individu dengan penyakit kronis (salah satunya
diabetes) cenderung memiliki kualitas hidup yang rendah (Rubbin, 1999;
Nicolucci et al. 2013; Bonomi 2000, Martinez 2008, Tejada 2012). Padahal,
Individu dengan kualitas hidup yang tinggi akan dapat mengurangi risiko
komplikasi diabetes (Myers, 2013).
Dalam penelitian ini, variabel konsep diri memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap kualitas hidup. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Vickery et al. (2005) dan Elsayed (2011) yang menunjukkan
96
adanya pengaruh yang signifikan konsep diri terhadap kualitas hidup. Untuk
itu, penyandang diabetes perlu meningkatkan konsep dirinya, karena konsep
diri yang positif sangat penting, baik untuk kesehatan mental maupun
fisiknya. Dengan konsep diri yang baik, individu akan terhindar dari penyakit
fisik dan psikologis sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup (Reiter,
1996; Samadi, 2011).
Berdasarkan kategori skor IV, menunjukkan bahwa 51,6% responden
memiliki konsep diri dimensi disposisi pelindung kesehatan yang rendah. Hal
tersebut menunjukkan bahwa penyandang diabetes tidak memiliki stabilitas
komitmen terhadap kesehatan, begitu juga dengan rasa percaya diri dan
optimismenya terhadap kesehatan. Disposisi pelindung kesehatan memiliki
pengaruh yang signifikan dan secara positif memengaruhi kualitas hidup. Jadi
semakin tinggi disposisi pelindung kesehatannya maka semakin tinggi
kualitas hidupnya.
Penyandang diabetes yang memiliki disposisi pelindung kesehatan yang
baik, disebutkan memiliki optimisme yang tinggi. Pada penelitian ini,
sebagian responden memiliki disposisi pelindung kesehatan yang rendah.
Padahal, penelitian sebelumnya mengatakan bahwa penyandang diabetes
harus memiliki optimisme yang tinggi, karena optimisme akan membantu
meningkatkan perawatan diri (self care) (Fournier et al. 2002; Nicolucci et al.
(2013). Disebutkan pula bahwa ada beberapa bukti bahwa optimisme dan
pesimisme memiliki efek yang berbeda pada hasil penyesuaian (kesehatan)
97
(Engel et al. 2004). Mannix (2009) mengatakan bahwa optimisme secara
signifikan berhubungan dengan tingkat kualitas hidup yang tinggi.
Pada dimensi motivasi menjaga kesehatan dari variabel konsep diri, skor
kategorisasinya menunjukkan bahwa 60,5% responden berada pada kategori
rendah. Hal tersebut menunjukkan bahwa usaha penyandang diabetes untuk
meningkatkan kesehatan dan sikap terhadap perilaku menjaga kesehatannya
rendah. Motivasi menjaga kesehatan memiliki pengaruh yang signifikan dan
secara positif memengaruhi kualitas hidup. Dapat dikatakan semakin tinggi
motivasinya untuk menjaga kesehatan maka semakin tinggi pula kualitas
hidupnya.
Hasil tersebut menguatkan penelitian sebelumnya yang mengatakan bahwa
motivasi sangat dibutuhkan bagi pasien dengan diabetes, dan hubungan antara
tahap motivasi dan kontrol glikemik dapat menjadi pendekatan untuk
meningkatkan manajemen diabetes. Hal ini sangat penting pada pasien
dengan kontrol diabetes yang buruk karena dapat mencegah terjadinya
komplikasi (Trigwell, 1997; Osborn, 2010). Disebutkan pula bahwa motivasi
merupakan salah satu faktor yang secara positif memengaruhi kualitas hidup
(Gillison, 2006).
Pada dimensi motivasi ekstrinsik penghindaran, ditemukan bahwa 52,9%
responden berada pada kategori rendah. Hal tersebut menunjukkan bahwa
motivasi penyandang diabetes dalam menjaga kesehatannya masih rendah,
merasa takut dengan kondisi kesehatannya dan belum percaya bahwa dirinya
98
bisa menerapkan perilaku yang sehat untuk meningkatkan kesehatannya.
Motivasi ekstrinsik penghindaran memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap kualitas hidup dengan arah yang negatif. Artinya semakin tinggi
motivasi ekstrinsik penghindaran penyandang diabetes, maka semakin rendah
kualitas hidupnya. Dapat dikatakan semakin individu menunjukkan sifat
pengunduran diri, takut dengan kondisi kesehatannya, maka semakin rendah
kualitas hidupnya.
Hasil tersebut konsisisten dengan penelitian sebelumnya yang mengatakan
bahwa motivasi akan memengaruhi kontrol diabetes individu dan akan
mempermudah penyandang diabetes dalam mengontol gula darahnya.
Disebutkan pula bahwa motivasi diri (personal motivation) berkaitan dengan
perilaku, dan perilaku tersebut merupakan prediktor dari kontrol gula darah
Osborn (2010).
Dalam penelitian ini, ditemukan pula dimensi yang tidak signifikan
terhadap kualitas hidup, salah satunya dimensi kerentanan dari variabel
konsep diri. Berbeda dengan dua dimensi sebelumnya, kerentanan memiliki
pengaruh yang tidak signifikan terhadap kualitas hidup dengan arah yang
negatif. Koefisien regresi tersebut menunjukkan semakin tinggi kerentanan
penyandang diabetes maka semakin rendah kualitas hidupnya.
Dimensi kerentanan memberikan hasil yang tidak signifikan, hasil
penelitian tersebut tidak sejalan dengan penelitian sebelumnya yang
mengatakan bahwa tingginya tingkat kerentanan individu akan memberikan
99
kondisi psikologis dan kesehatan yang buruk. Disebutkan pula oleh Waitman
(2016) bahwa adanya pengaruh yang signifikan kerentanan penyandang
diabetes dengan kualitas hidup. Kerentanan merupakan salah satu faktor non
konfensional yang menyebabkan gula darah tidak normal. Keadaan gula
darah yang tidak normal pada penyandang diabetes akan mengganggu baik
psikologis maupun kesehatannya, dan kemudian akan berpengaruh pada
penurunan kualitas hidup. Dikatakan bahwa individu dengan tingkat
kerentanan yang tinggi, akan menyebabkan perasaan putus asa yang disertai
dengan penurunan kualitas hidup (Abramson, 1989; Alloy, 1999).
Dimensi lain yang tidak signifikan terhadap kualitas hidup yaitu dimensi
kebiasaan berisiko kesehatan dari variabel konsep diri. Kebiasaan berisiko
kesehatan pada penyandang diabetes memiliki pengaruh yang tidak signifikan
terhadap kualitas hidup.
Dimensi kebiasaan berisiko kesehatan tersebut tidak signifikan, nilai
koefisien regresi dalam penelitian ini berbeda dengan penelitian Rosiek
(2017) yang mengatakan gaya hidup sehat, perilaku sehat dan perilaku
preventive (pencegahan), kebiasaan nutrisi yang baik merupakan kunci dari
pengobatan diabetes dan kunci mencegah komplikasi. Pada penelitiannya,
Rosiek (2017) memaparkan bahwa individu dengan kebiasaan menerapkan
perilaku sehat secara signifikan memengaruhi kepuasan hidupnya. Telah
dipaparkan pula bahwa pengetahuan dan rasa kewajiban penyandang diabetes
dalam menjaga kesehatannya harus ditingkatkan. Baik dalam melakukan
kontrol gula darah, menerapkan perilaku sehat, menjaga pola makan dan
100
menghindari kebiasaan yang berisiko terhadap kesehatannya (Low, 2014;
Rintala, 2013). Pada penelitian ini, sebagian besar responden memiliki
kebiasaan yang berisiko terhadap kesehatannya.
Selanjutnya pada penelitian ini, variabel lokus kontrol kesehatan memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap kualitas hidup. Hal ini sejalan dengan
penelitian Marrero (2014) yang menunjukkan adanya pengaruh yang
signifikan antara lokus kontrol dengan kualitas hidup. Terdapat 2 dari 3
dimensi lokus kontrol kesehatan yang nilainnya signifikan memengaruhi
kualitas hidup yaitu dimensi internalitas dan eksternalitas kuat lainnya.
Sedangkan dimensi peluang eksternalitas nilainya tidak signifikan
memengaruhi kualitas hidup.
Dimensi internalitas pada variabel lokus kontrol, ditemukan bahwa 52,2%
responden berada pada kategori rendah. Hal tersebut menunjukkan bahwa
penyandang diabetes yang memandang kesehatannya dipengaruhi oleh usaha
dan perilakunya sendiri cenderung rendah. Penyandang diabetes masih
menganggap usahanya untuk meningkatkan kesehatan belum memberikan
hasil dan usaha lain dari luar dirinya (keluarga, dokter, obat, dll). Internalitas
secara signifikan memengaruhi kualitas hidup dengan arah yang positif. Maka
dapat dikatakan bahwa semakin tinggi internalitas, semakin tinggi pula
kualitas hidupnya.
Russo et al. (2016) dalam penelitiannya mengatakan adanya pengaruh
yang signifikan antara lokus kontrol internal terhadap kualitas hidup. Individu
101
dengan lokus kontrol kesehatan internal yang baik, memiliki kemampuan
untuk mengontrol kesehatannya dengan baik karena individu tersebut
memiliki kepercayaan akan dirinya sendiri bahwa kesehatannya dapat dijaga
apabila menerapkan perilaku sehat. Individu dengan lokus kontrol internal
yang tinggi akan memiliki kualitas hidup yang tinggi juga (Sharif, 2016).
Individu dengan internal lokus kontrol juga berkaitan dengan perilaku sehat
yang baik dan meningkatkan keadaan psikologis (Oberle, 1991; Park, 2007;
Stewart, 2011).
Pada dimensi eksternalitas kuat lainnya dari variabel lokus kontrol
kesehatan, secara signifikan memengaruhi kualitas hidup dengan arah yang
positif. Artinya, peluang eksternalitas secara positif memengaruhi kualitas
hidup. Maka, semakin tinggi peluang eksternalitas maka semakin tinggi pula
kualitas hidupnya.
Menguatkan penelitian Russo et al.. (2016) yang mengatakan adanya
pengaruh yang signifikan antara lokus kontrol eksternalitas kuat lainnya
terhadap kualitas hidup. Disebutkan pula bahwa peran keluarga dan orang-
orang sekitar yang berpengaruh (significant others) akan membantu
meningkatkan kesehatan individu dengan cara menjaga pola makan, kontrol
asupan dan jadwal diet (Rintala, 2013). Penelitian sebelumnya juga
mengatakan bahwa support atau dukungan dapat meningkatkan perilaku
sehat, meminimalisirkan perilaku yang berisiko terhadap kesehatan dan
memengaruhi kontrol glikemik penyandang diabetes (Satanton, 2007;
Mayberry, 2012). Pelayanan kesehatan dan penanganan yang baik dari tenaga
102
medis juga merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan kualitas
hidup penyandang diabetes (Low et al., 2014).
Dimensi terakhir dari variabel lokus kontrol kesehatan yaitu peluang
eksternalitas. Penyandang diabetes dengan skor peluang eksternalitas yang
tinggi menunjukkan bahwa ia percaya kesehatannya tidak dipengaruhi dirinya
sendiri dan faktor lain di luar dirinya (dokter, keluarga, obat, dll) tetapi
dipengaruhi oleh takdir, keberuntungan, dan ketidaksengajaan. Dimensi ini
memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap kualitas hidup.
Hasil tersebut berbeda dengan penelitian Wielengaboiten et al. (2015)
yang mengatakan bahwa adanya pengaruh yang signifikan peluang
eksternalitas terhadap kualitas hidup. Sebagian besar penyandang diabetes
menganggap kesehatannya tidak dipengaruhi oleh faktor internal dan
eksternalitas kuat seperti keluarga, dokter, perawat atau mungkin penderita
diabetes lainnya.
Secara keseluruhan, peneliti berpendapat bahwa terdapat perbedaan hasil
penelitian terdahulu yang disebabkan oleh beberapa hal. Perbedaan tersebut
dapat dilihat dari sampel penelitian, tempat dilaksanakannya penelitian,
teknik pengambilan data yang digunakan, alat ukur yang digunakan dan
perbedaan budaya, terutama bahasa dalam mengadaptasi setiap item dari
skala yang berbahasa inggris.
103
5.3 Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, penulis memiliki
beberapa saran yang dapat dipertimbangkan guna memaksimalkan penelitian
selanjutnya. Adapun saran tersebut dibagi menjadi dua yakni saran teoritis
yang diperuntukkan bagi peneliti yang tertarik melakukan penelitian terkait
topik yang sama dan saran praktis yang diperuntukan bagi pihak yang terkait
dengan topik penelitian ini.
5.3.1 Saran Teoritis
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengaruh konsep diri dan
lokus kontrol kesehatan terhadap kualitas hidup sebesar 76,1%. Penulis
hanya mengkaji faktor internal yang memengaruhi kualitas hidup
penyandang diabetes. Agar dapat memaksimalkan peningkatan kualitas
hidup, pengkajian tentang faktor eksternal yang memengaruhi kualitas
hidup juga mungkin dapat dipertimbangkan. Penulis juga tidak mengkaji
faktor demografis seperti jenis kelamin, usia, domisili dan tingkat
pendidikan. Informasi-informasi tersebut dapat dijadikan variabel
penelitian selanjutnya
5.3.2 Saran Praktis
1. Hasil penelitian ini dapar dijadikan bahan masukan yang positif bagi
penyandang diabetes untuk meningkatkan kualitas hidup dan menghindari
risiko komplikasi. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang
menunjukkan bahwa kualitas hidup penyandang diabetes masih rendah,
sehingga masih perlu adanya peningkatan kualitas hidup. Caranya, dengan
104
menumbuhkan rasa optimisme bahwa kesehatan akan membaik,
meningkatkan motivasi menjaga kesehatan, menerapkan pola hidup sehat,
meyakini bahwa usaha menjaga kesehatan pasti akan memengaruhi
kesehatan, dan menjaga komitmen untuk senantiasa mempertahankan pola
hidup sehat.
2. Internalitas memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kualitas hidup.
Oleh sebab itu, para penyandang diabetes perlu yakin akan kemampuan
diri dalam menjaga kesehatan. Yakin bahwa kesehatannya dapat dijaga
apabila ada usaha dari diri sendiri, dan apa yang dilakukan untuk
kesehatan akan memberikan manfaat.
3. Eksternalitas kuat lainnya juga memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap kualitas hidup. Perlu diingatkan kepada keluarga penyandang
diabetes untuk senantiasa berpartisipasi memantau, mengingatkan, dan
memberikan perhatian terhadap kesehatan penyandang diabetes. Besar
pengaruhnya apabila ada kontrol dari diri sendiri dan orang lain.
4. Diketahui pula disposisi pelindung kesehatan memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap kualitas hidup. Oleh sebab itu, penyandang diabetes
perlu menjaga optimismenya terhadap kesehatan, menjaga kestabilitasan
efektifnya, dan menguatkan komitmennya terhadap kesehatan.
5. Motivasi menjaga kesehatan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
kualitas hidup. Oleh karena itu, penyandang diabetes perlu senantiasa
meningkatkan usahanya dalam menjaga kesehatan, menguatkan niat untuk
selalu berperilaku sehat.
105
6. Motivasi ekstrinsik penghindaran juga memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap kualitas hidup. Untuk itu, penyandang diabetes diharapkan
senantiasa memiliki perilaku yang dapat meningkatkan kesehatannya,
memiliki rasa percaya diri bahwa dengan melakukan perilaku yang sehat
dapat terhindar dari komplikasi diabetesnya.
106
Daftar Pustaka
Abramsom, Lyn, Alloy, Lauren. Metalsky, Gerald (1989). Hopelessness
depression: a theory-based subtype of depression. American Psychological
Association, 1989 96(2), 358-372.
Alberti, K. G. M. M, & Zimmet, P. F (1998). Definition, diagnosis, and
classification of diabetes mellitus and its complications. Part 1: diagnosis
and classification of diabetes mellitus. Provisional report of a WHO
consultation. Diabetic medicine, 15(7), 539-553.
Ali, Nageeb. (2011). Learning Self-Control. The Quarterly Journal of Economics,
126, 857-893. DOI:10.1093/qje/qjr014.
Aliha, Jaleh Mohammad (2015). The relationship between quality of life and
health locus of control beliefs in hemodialysis patients. Department of
Critical Care Nursing, School of Nursing & Midwifery, Iran University of
Medical Sciences,Iran.
Alloy, Lauren. Abramson, Lyn. Wayne G. Whitehouse. Michael E. Hogan, Nancy
A Tashman. Dena L Steinberg. Donna T. Rose. Patricia Donovan (1999).
Depresogenic cognitive styles: Predictive validity, information processing
and personality characteristics, and developmental origins. Behavior
Research and Therapy 37(1999) 503-531
Amir, Marianne. Roziner, Ilan. Knoll, Alon. Neufeld, Y. Miriam (1999). Self
efficacy and social support as medicators in the relation between diesease
severity and quality of life in patients with epilepsy. Clinical Research
epilepsia, 40(2):216-224, 1999
Augestand, Liv Berit. (2017). Self-concept and self-esteem among children and
young adults with visual impairment: A systematic review. Cogent
Psychology. doi:10.1080/23311908.2017.1319652.
American Diabetes Association (2010). Definition and characteristic of diabetes.
Diabetes Care Journal 33(1) DOI:10.2337/DC10s062
American Diabetes Association (2010). Standards of medical care in diabetes-
2010. Diabetes Care, 33(1) DOI: 10.2337/dc10-S011
Baldini-Gruber, Ann. Ye, Jian. Anderson, E. Karen. Shulman, M. Lisa (2009).
Effects of optimism/pessimism and locus of control on disability and
quality of life in parkinson disease. Parkinsonism and Related Disorders.
15(2009) 665–669 DOI:10.1016/j.parkreldis.2009.03.005
Batican, Ericson Derecho (2011). Presentation, analysis and interpretation of data
dalam Development of Multidimensional Self-Concept Scale (MSCS) For
107
Filipino College Students at the Ateneo De Davao University. (52-66).
Filipina: Ateneo de Davao University.
Baumeister, Roy F. (2013). Self control, fluctuating willpower and forensic
practice. The Journal of Forensic Practice.
DOI.org/10.1108/14636641311 322278.
Bharathi, T. Aruna & Sreedevi, P (2013). Study on the self-concept of
adolescents. International Journal of Science and Research. ISSN: 2319-
7064.
Bigdeloo, Masoomeh & Bozorgi, Z. D (2016). Relationship between the spiritual
intelligence, self-control, and life satisfaction in high school teachers of
mahshahr city. Review of European Studies. E-ISSN: 1918-7181.
Bistaman, M. N, Arip M. A. S. M, Saad, F, Rahman, A. M. A, Salim, S. S. S
(2013). Translation, validity and reliability of multidimensional self-
concept (mscs) questionnaire among malaysian teenagers. Social and
Behavioral Sciences. 84 1455 – 1463. DOI:10.1016/j.sbspro.2013.06.773.
Bland, E. D (2008). An apprisal of psychology & religius perspectives of self-
control. Journal of Religion and Health. DOI: 10.1007/s10943-007-9135-
0.
Bonomi, Amy E. Patrick, Donald L. Bushnell, Donald M. Martin, Mona
(2000).Validation of the united states’ version of the world health
organization quality of life (whoqol) instrument. Journal of Clinical
Epidemiology 53(2000) 1-12 PII: S0895-4356(99)00123-7
Burckhardt, C. S & Anderson, K. L (2003). The quality of life scale (qols):
realiability, validity, and utilization. Health and Quality of Life Outcomes.
Received from http://www.hqlo.com/content/I/I/60.
Cheng, Cecilia & Cheung, Shu-fai (2013). Cultural meaning of perceived control:
a meta-analysis of locus of control and psychological symptoms across 18
cuultural regions. American Psychological Association. 0033-
2909/12/$12.00 DOI: 10.1037/a0028596
Community-University Partnership For the Study of Children, Youth, and
Families (2011). Review of the Piers-Harris Children’s Self-Concept Scale
2nd
Edition. Edmonton, Alberta, Canada.
Costanza, Robert. Fisher, Brendan. Ali, Saleem H. Beer, Caroline C. Bond, A.
Lynne (2008). An integrative approach to quality of life measurement,
research, and policy. Institute for Sustainable Solutions 1(2008) 11-15,
http://pdxscholar.library.pdx.edu/iss_pub/20
108
Dey, Michelle. Gmel, Gerhard. Studer, Joseph. Mohler-Kuo, Meichum (2014).
Health-risk behavior and quality of life among young men. Quality of Life
Research 23(2014) 1009-1017 DOI: 10.1007/s11136-013-0524-4
Du, Juan. Shao, Shuang. Jin, Guang-Hui. Qian, Chen-Guang. Xu, Wei. Lu, Xiao-
Qin (2017). Factors associated with health related quality of life among
family caregivers of disabled older adults: A cross-sectional study from
beijing. Observational Study
http://dx.doi.org/10.1097/MD.0000000000008489
Elgar, E (2005). Chapter 23: Work-family conflict and stress. Dalam Antoniou,
A. S. G & Cooper, C. L (ed). Research Companion to Organizational
Health Psychology. (359). UK: Edward Elgar Publishing Limited.
Elsayed, M. T (2012). Quality of life and self-concept for sample of gifted
students. Journal of Psychology. Retrieved from
https://www.mu.edu.sa/sites/default/files/content-files/6.pdf
Engel, Connie. Hamilton, Nancy A. Potter, Phillip T. Zautra, Alex J (2004).
Impact of two types of expectancy on recovery from total knee
replacement surgery (tkr) in adults with ostheoarthritis. Behavioral
Medicine, 30(3), 113-123, DOI: 10,3200/BMED.30.3.113.123
Fayers, P. M & Machin, D (2000). Chapter 1: Introduction. Dalam Wiley
Editorial Offices (ed). Quality of Life Assessment, Analysis and
Interpretation. (33). UK: British Library Catalouging in Publication Data.
Ferraro, A. Lauri. Price, H. James, Desmond M. Sharon. Roberts, M. Stephen
(1987). Development of a diabetes locus of control scale. Psychological
Reports 61(1987) 763-770.
Ferrer, M. Villasante, C. Alonso, J. Sobradillo, V. Gabriel, R. Vilagut, G. Masa,
J.F. Viejo, J.L. Jimenez-Ruiz, C.A. Miravitlles, M (2002). Interpretation of
quality of life scores from the st george’s respiratory questionnaire.
European Respiratory Journal 19(2002) 405-413 DOI:
10.1183/09031936.02.00213202
Fitts, W. H & Warren, H (1996). Tennesse Self-Concept Scale: TSCS:2. Los
Angeles: Western Psychological Services.
Fournier, Marijda. Ridder de Denise. Bensing, Jozien (2002). Optimism and
adaptation to chronic disease: the role of optimism in relation to self-care
options of type 1 diabetes mellitus, rheumatoid arthritis and multiple
sclerosis. British Journal of Health Psychology 2002(7), 409-432
Fritzpatrick, R, Fletcher, A, Gore, S, Jones, D, Spiegelhalter, D, Cox, D (1992).
Quality of life measures in health care: Application and issue in
assessment. Association of British Neurologist. BAl1 305(31) 1074-1077.
109
Gable, R. K, LaSalle, A. J, Cook, K. E (1973). Dimensionality of self-perception:
Tennesse self concept scale. Perceptual and Motor Skills. 36(1973) 551-
560.
Gana, Kamel (2012). Preface. Psychology of Self-Concept. (vii). New York: Nova
Science Publishers, Inc.
Ghazali, N, Roe, B, Lowe, D, Tandon, S, Jones, T, Brown, J, Shaw, R, Risk, J,
Rogers, S. N (2016). Screening for distress using the distress thermometer
and the university of washington quality of life in post-treatment head and
neck cancer survivors. Eur Arch Otorhinolaryngol 247(2017) 2253-2260
DOI 10.1007/s00405-017-4474-2
Gillison F. B. Standage, M. Skevington, S. M (2006). Relationship among
adolescents’ weight preceptions, exercise motivation, quality of life and
leisure-time exercise behaviour: a self-determination theory approach.
Health Education Research, 21(6) DOI:10.1093/her/cyl139
Grahn, B. Ekdahl, C. Borgquist, L (2000). Motivation as a predictor of changes in
quality of life and working ability in multidisiplinary rehabilitation.
Disability and Rehabilitation, 2000; 22(15) 639-654 ISSN 096-828 8
print/ISSN 1464-5165
Greene, A. Carolyn & Murdock, K. Klein (2013). Multidimensional control
beliefs, socioeconomic status, and health. Am J Health Behav.™
37(2):227-237
Haskas, Yusran. Suryanto. Widodo (2016). The effect of locus of control on the
diabetes mellitus patients intention in performing the dm control.
International Journal of Sciences Basic and Applied Research (IJSBAR)
(2016) 25(2) 130-136 ISSN:2307 4531
Ikatan Dokter Indonesia, 2016. Jakarta Diabetes Meeting 2016: Perawatan
Diabetes Secara Menyeluruh. Retrieved August 2018 from
http://www.idionline.org/berita/jakarta-diabetes-meeting-2016-perawatan-
diabetes-secara-menyeluruh/
Ims, K. J & Jakobsen, O. (2017). Quality of life. Integral Ecology and Sustainable
Business. doi.org/10.1108/S1572-832320170000026004.
Kaur, H, Kaur H, Venkateashan, M (2015). Factors determining family support
and quality of life of elderly population. International Journal of Medical
Science and Public Health. DOI: 10.5455/ijmsph.2015.2101201 5220.
Kaushal, R & Kwantes, T. C (2006). The role of culture and personality in choice
of conflict management strategy. International Journal Intercultural
Relations. DOI:10.1016/j.ijintrel.2006.01.001.
110
Keles, R (2012). The quality of life and the environment. Social and Behavioral
Sciences. 1877-0428 DOI: 10.1016/j.sbspro.2012.02.059.
Kemenkes, 2016. Menkes: Mari Kita Cegah Diabetes dengan Cerdik. Retrieved
August 2018 http://www.depkes.go.id/article/print/16040700002/menkes-
mari-kita-cegah-diabetes-dengan-cerdik.html
Kemenkes, 2017. Tekan angka kematian melalui program indonesia sehat dengan
pendekatan keluarga. Retrieved August 2018 from
http://www.depkes.go.id/pdf.php?id=17061600003
Kennedy, L. Barbara. Lynch, V. Gregory. Schwab, J. John (1998). Assessment of
locus of control in patients with anxiety and depressive disorders. Journal
of Clinical Psychology, 54(4), 509-515 (1998).
Kohler, M. P, Sapp, G.L, Kohler, E. T, Sandoval, R (2002). Tennessee self-
concept scale scores of urban african-american women. Psychological
Reports, University of Alabama at Birmingham. 91(2002), 915-919.
Konskenkorva, T, Koivunen, P, Panne, T, Teppo, H, Alho, O-P (2009). Factors
affecting quality of life impact of adult tonsillectomy. The Journal of
Laryngology & Ontology 123, 1010—1014 DOI:10.1017/S002221510900
5271.
Kostka, Tomasz & Jachimowicz, Violetta (2010). Relationship of quality of life to
dispositional optimism, health locus of control and slf-efficacy in order
subjects living in different environments. Quality of Life Research
19(2010), 351-361 DOI:10.1007/s11136-010-9601-0
Kraai, I. H. Vermeulen, K. M. Hillege, H. L. Jaarsma, T. Hoekstra, T (2017).
Optimism and quality of life in patients with heart failure. Palliative and
Supportive Care. DOI.org/10.1017/S1478951517001055
Laffrey, C. Shirley. Isenberg, Marjorie (2003). The relationship of internal locus
of control, value placed on health, perceived importance of exercise, and
participation in physical activity during leisure. International Journal of
Nursing Studies 40(2003) 453-459 DOI:10.1016/S0020-7489(03)00061-0
Lavenson, Hana (1973). Reliability and validity of the i, p and c scales-a
multidimensional view of locus of control. Americal Psychological
Association Convention.
Leary, M. R & Tangney, J. P (2012). Chapter 4: Self, self-concept, and identity.
Handbook of Self and Identity. (69-74). New York: The Guilford Press.
Low, Lee Lan. Tong, Seng Fah. Low, Wah Yun (2014). Mixed feelings about the
diagnosis of type 2 diabetes mellitus: a consequence of adjusting to health
related quality of life. Coll Antropol 38(1) 11-20
111
Lyu, Wei & Wilonsky, F. D (2017). The onset of adl difficult and changes in
health-related quality of life. Health and Quality of Life Outcomes 15(217)
DOI 10.1186/s12955-017-0792-8.
Malkoc, A (2011). Quality of life and subjective well-being in undergraduate
students. Social and Behavioral Sciences. 1877-0428 DOI:10.1016/
j.sbspro.2011.04.200.
Mannix, M. M. Feldman, M. Jonathan. Moody, Karen (2008). Optimism and
health-related quality of life in adolescents with cancer. Child: Care,
Health and Development DOI:10.1111/j.1365-2214.2008.00934.x
Marrero, D. Pan, Q. Barret-Connor, E. De Groot, M. Zhang, P. Percy, C. Florez,
H. Ackermann, R. Montez, M. Rubin, R. R (2014). Impact of diagnosis of
diabetes on health-related quality of life among high risk individuals: the
diabetes prevention program outcomes study. Qual Life Res. 2014
February 23(1): 75–88. DOI:10.1007/s11136-013-0436-3.
Martinez, V. Yolanda. Aguilar, A. Prado Carlos. Pacheco-Rascon, A. Ramon.
Martinez, J Valdivia Jose (2008). Quality of life associated with treatment
adherence in patients with type 2 diabetes: A cross-sectional study. BMC
Health Services Research 2008, 8(164) DOI:10.1186/1472-6963-8-164
Mayberry, S. Lindsay & Osborn, Y. Chandra (2012). Family support, medication
adherence and glycemic control among adults with type 2 diabetes.
American Diabetes Association Diabetes Care, 35(2012) DOI:
10.2337/dc11-2103
Mazanec, R. Susan. Daly, J, Barbara. Douglas, L. Sara. Lipson, R. Amy (2010).
The relationship between optimism and quality of life in newly diagnosed
cancer patients. Wolter Kluwer Health Cancer Nursing, 33(3), 2010
Mehroof, M & Griffiths, M. D (2010). Online gaming addiction: the role of
sensation seeking, self-control, neuroticism, aggression, state anxiety and
trait anxiety. Cyberpsychology, Behavior, and Social Networking. DOI:
10.1089/cyber.2009.0229.
Mizohata, Sachie & Jadoul, Raynald (2012). Towards international and
interdisiplinary research collaboration for the measurements of quality of
life. Soc Indic Res 2013(111) 683-708 DOI 10.1007/s11205-012-0027-7
Moffitt, T. E, Arseneault, L, Belsky, D, Dickson, N, Hancox, R, J, Harrington, H,
Houts, R, Poulton, R, Roberts, B. W, Ross, S, Sears, M. R, Thomson, W.
M, Caspi, A (2010). A gradient of childhood self-control predict heath,
wealth, and public safety. Department of Psychology and Neuroscience
and Psychiatry and Behavioral Science. DOI /10.1073/pnas.10.10076108.
112
Mufti, W, N & Ullah, I. A (2015). Aggression, self control and quality of life
among working and non working women. European Journal of Bussiness
and Social Sciences. 132 – 140 ISSN: 2235-767X
Myers, H. Valerie. McVay, A. Megan. Brashear, M. Meghan. Johannsen, M. Neil.
Swift, L. Damond. Kramer, Kimberly. Harris, N. Melissa. Earnest, P.
Conrad. Church, S. Timothy (2013). Exercise training and quality of life in
individuals with type 2 diabetes. Diabetes Care 36(2013) 1884-1890,
DOI:10.2337/dc1201153
Nicolucci, A. Burns, Kovacs. K. Holt, R. I. G. Comaschi, M. Hermanns, N. Ishii,
H. Kokoszka, A. Pouwer, F. Skovlund, E. Stuckey, H. Tarkun, I. Vallis,
M. Wens, J. Peyrot, M (2013). Educational and psychological issues
diabetes attitudes, wishes and needs second study (DAWN2): Cross-
national benchmarking of diabetes-related psychosocial putcomes for
people with diabetes. Diabetic Medicine 2013 Diabetes UK DOI:
10.1111/dme.12245
Norris, Susan L. Engelgau, Michael M. Narayan, K M Venkat (2005).
Effectiveness of self-management training in type 2 diabetes. Diabetes
Translation, National Center for Chronic Disease Prevention and Health
Promotion, Centers for Disease Control and Prevention. Diabetes Care
24(2001) 561-587,
Oberle, Kathleen (1991). A decade of research in locus of control: What have we
learned? Journal of Advanced Nursing, 1991, 16, 800-806.
Odgen, J (2007). Chapter 17: Measuring Health Status. Dalam Conner, M &
Norman (eds). Health Psychology a textbook Fourth Edition. (393-400).
New York: Open University Press.
Osborn, Y. Chandra & Egede, E. Leonard (2010). Validation of an information-
motivation-behavioral skills model of diabetes self-care (IMB-DSC).
Patient Education and Counselling 79(2010) 49-54
DOI:10.1016/j.pec.2009.07.016
Park, L. Crystal & Gaffrey, E. Allison (2007). Relationship between psychosocial
factors and health behavior change in cancer survivors: An investigative
review. The Society of Behavioral Medicine 2007, 34(2) 115-134
Perez, Cassarino Luciana. Dell’Aglio, Debora Dalbosco (2014). Health related
quality of life and social support in adolescents with type 1 diabetes.
Spanish Journal of Psychology 17(2014), 108 1-9
DOI:10.1017/sjp.2014.101
Piers, E. V & Herzberg, D. S (2012). Introduction. Piers-Harris Children’s Self-
Concept Scale Second Edition Manual. (3-4). Retrieved from
https://www.wpspublish.com/store/p/2912/piers-harris-2-piers-harris-
childrens-self-concept-scale-second-edition
113
Pinquart, M & Pfeiffer, J. P (2013). Perceived social support in adolescents with
and without visual impairment. Research in Developmental Ability.
doi.org/10.1016/j.ridd.2014.08.004.
Preau, Marie. Vincent, Emmanuelle. Spire, Bruno. Reliquef, Veronique. Fournier,
Isabelle. Michelet, Christian. Leport, Cathrine. Morin, Michel (2005).
Helath-related quality of life and health locus of control beliefs among
hiv-infected treated patients. Journal of Psychosomatic Research 59(2005)
407-413 DOI:10.1016/j.jpsychores.2005.06.005
Przybylski, M (2010). Health locus of control theory in diabetes: a worthwhile
approach in managing diabetic foot ulcers? Journal of Wound Care 19(6),
June 2010
Pukeliene, Violeta, Starkauskiene, Viktorija (2011). Quality of life: factors
determining its measurement complexity. Inzinerine
Ekonomika_Engineering Economics, 2011, 22(2), 147-156
http://dx.doi.org/10.5755/j01.ee.22.2.311
Reiter, S & Bendov, D (1996). The self concept and quality of life of twi groups
of learning disabled adults living at home and in group homes. The British
Journal Of Development Disabilities, 42(83) 97-111,
DOI:10.1179/bjdd.1996.009 ISSNl:0969-7950
Rintala, Tuula-maria. Paavilainen, Eija. Astedt-Kurki, Paivi (2013). Everyday
living with diabetes described by family members of adult people with
type 1 diabetes. International Journal of Family Medicine 2013(967872),
1-8 http://dx.doi.org/10.1155/2013/967872
Rogers, S. N, Semple, C, Babb, M, Humphris, G (2016). Quality of life
considerations in head and neck cancer: United kingdom national
multidiciplinary guidelines. Journal of Laryngology & Otology.
DOI:10.1017/S0022215116000438.
Rosiek, Anna. Kornatowski, Tomasz. Maciejewska, F. Natalia. Kryszewka, R.
Aleksandra (2017). Wyzgowski, Przemyslaw. Leksowski, Krysztof.
Health behaviors of patients diagnosed with type 2 diabetes mellitus and
their influence on patients satisfaction with life. Therapeutics and Clinical
Risk Management 12(2016) 1783-1792.
Rotter, B. Julian (1966). Generalized expectancies for internal versus external
control of reinforcement. Psychological Monograph: General and Applied
80(609)
Rubbin, R. Richard & Peyrot, Mark (1999). Quality of life and diabetes.
Diabetes/Metabolism Research and Reviews, Diabetes Metab Res Rev
15(1999) 205-218 CCC 1520-7552/99/030205±14$17.50
114
Russo, T. Giuseppina. Scavini, Marina. Acmet, Elena. Bonizzoni, Erminio. Bosi,
Emanuele. Giorgino, Francesco. Tiengo, Antonio. Cucinotta, Domenico
(2016). The burden of structured self-monitoring of blood glucose on
diabetes-spesific quality of life and locus of control in patients with
noninsulin-treated type 2 diabetes: The Prisma Study. Diabetes
Technology & Therapeutcs 18(7), 2016 DOI: 10.1089/dia.2015.0358
Ruzeviciute, J & Akranaviciute, D (2007). Quality of life and it’s components
measurement. Vilnius University. ISSN: 1392-2785.
Saadat, Maryam. Ghasemzadeh, Azizreza. Karami, Soheila. Soleimani, Masha
(2012). Relationship between self esteem and locus of control in Iranian
University students. Social and Behavioral Sciences 31(2012) 530-535
Samadi, N, Savavi, M, Mahmoodi, M (2011). Impact of quality of life education
on self-concept among type 2 diabetes patients. Diabetes & Metabolism.
Doi.org/10.4172.2155-6156.1000132.
Saravi, F. K, Navidian, A, Tabas, E. E, Shad, T, S (2016). Prediction of the
quality of life in the adolescenta with diabetes based on self-efficacy.
Medical-Surgirical Nursing Journal. 5(3) 43-49.
Schrag, Anette. Jahanshahi, Marjan. Quinn, Niall (2000). What contributes to
quality of life in patients with parkinson disease? Department of
Neurology, Institute of Neurology, Queen Square, London Wc1N 3GB,
UK. 2000;69;308-312.
Sengul, Yesim. Kara, Blinge. Arda, M Nuri (2009). The relationship between
health locus of control and quality of life in patients with chronic low back
pain. Turkish Neurosurgery 2010 20(2)180-185.
Sharif, Saeed Pahlevan (2017). Locus of control, quality of life, anxiety and
depression among Malaysian breast cancer patients: the mediating role of
uncertainty. European Journal of Oncology Nursing 27(2017) 28-35
http://dx.doi.org/10.1016/j.ejon.2017.01.005
Siah, C. Poh. Tan, H. Jiunn (2017). Religious coping and god locus of health
control: their relationships to health quality of life among people living
with hiv in malaysia. Health Psychology Report- 5(1), 2017 doi:
10.5114/hpr.2017.62724
Smith, B. Peter. Trompenaars, Fons. Dugan, Shaun (1996). The rotter locus of
control scale in 43 countries: a test of cultural relativity. International
Journal of Psychology 30(3), 377-400
http://dx.doi.org/10.1080/00207599508246576
Smith, G. R, Johnston, M. V, Allen, J (2000). Self-care self efficacy, quality of
life, and depression after stroke. College of Nursing, Billanova University.
DOI:10/1053/mr.2000.3863.
115
Stake, Jayne. E (1994). Development and validation of the six-factor self concept
scale for adults. Educational and Psychological Measurement. DOI:
10.1177/0013164494054001006
Stanton, L. Annette. Revenson, A. Tracey. Tennen, Howard (2007). Health
psychology: psychological adjusment to chronic disease. The Annual
Review of Psychology DOI: 10.1146/annurev.psych.58.110405.085615
Stewart, E. Donna & Yuen, Tracy (2011). A systematic review of resilience in the
pshysically ill. The Academy of Psychosomatic Medicin Psychosomatics
2011:52:199–209
Swendeman, D, Comulada, W. S, Ramanathan, N, Lazar, M, Estrin, D (2014).
Reliability and validity of daily self-monitoring by smartphone application
for health-related quality of life, antiretroviral adherence, substance use,
and sexual behavior among people living with hiv. Springer Science +
Bussiness Media New York. DOI 10.1007/s10461-014-0923-8.
Tangney, J. P, Baumeister, R. F, Boone, A. L, (2004). High self control predicts
good adjustment, less pathology, better grades, and interpersonal success.
Journal of Personality. Blackwell Publishing.
Tejada, Hernandes. Lynch, Cheryl. Storm, Joni. Egede, Leonard (2012). Effect of
perceived control on quality of life in indigent adults with type 2 diabetes.
Diabetes Educ. 2012 ; 38(2) 256–262. DOI:10.1177/0145721711436135.
Thoits, P. A (2011). Mechanisms linking social ties and supporrt to physical and
mental health. Journal of Health and Social Behavior. Doi:
10.1177/0022146510395592. http://jhsb.sagepub.com
Thomas, J. Jemifer & Moring, C. John (2014). Development of a revised
generalized health-related self-concept inventory. Am J Health Behav.
2014; 38(4) 614-623 DOI: http://dx.doi.org/10.5993/AJHB.38.4.15
Trigwell, Peter. Grant, J. Peter. House, Allan (1997). Motivation and glycemic
control in diabetes mellitus. Journal of Psychosomatic Research,. 43(3)
307-315
Trikkalinou, Aikaterini. Papazafiropoulou, K. Athanasia. Melidonis, Andreas
(2017). Type 2 diabetes and quality of life. World Journal of Diabetes
8(4): 120-129 DOI:10.4239/wjd.v8.i4.120 ISSN 1948-9358
Vacchiano, R. B & Strauss, P. L (1970). Self-evaluating with favorable-
unfavorable response pattern. Fairleigh Dickinson University.
Veiga, F, Leite, A (2016). Adolescents’ Self Concept Short Scale: A Version of
PHCSCS. Social and Behavioral Sciences. 217(2016) 631-637
116
Vickery, C. Gontkovsky, T. Caroselli, J (2005). Self-Concept and quality of life
following acquired brain injury. Methodist Rehabilitation Center,
Neuropsychology Department ISSN 0269–9052 print/ISSN 1362–301X
DOI: 10.1080/02699050400005218
Waitman, Jorge. Caeiro, Gabriela. Gonzalez, A. R. Silvana. Re, P. Danila.
Daghero, Andrea. Gonzalez, D. Claudio. Umpierrez, E. Guillermo ( 2017).
Social vulnerability and hypoglycemia among patients with diabetes.
EndocrinolDiabetesNutr.2017; 64(2) 92-99
http://dx.doi.org/10.1016/j.endinu.2016.11.008
Wallston, S. Barbara. Wallston, A. Kenneth. Kaplan, D. Gordon. Maides, A.
Shirley (1976). Development and validation of health locus of control
(HLC) scale. Journal of Consulting and Clinical Psychology. 1976, 44(4),
580-585
Wielengaboiten, E. Janet. Heijenbrok, H. Majanka. Ribbers, M. Gerard (2015).
The relationship of health locus of control and health-related quality of life
in the chronic phase after traumatic brain injury. J Head Trauma
Rehabilitation 30(6) 424-431
DOI: 10.1097/HTR.0000000000000128
Wiesmann, U, Niehorster, G, Hannich, H. J, Hartmann, U (2008). Dimensions and
profiles of the generalized health-related self-concept. British Journal of
Health Psychology. 13, 755-771 doi: 10.1348/135910707X256699.
Williams, Joni. Lynch, Cheryl. Voronca, Delia. Egede, Leonard (2015). Health
locus of control and cardiovascular risk factors in veteran with type 2
diabetes. Springer Science+Bussiness Media New York. DOI
10.1007/s12020-015-0677-8
World Health Organization, Division of Mental Health and Prevention of
Substance Abuse (1997). http://who.int/iris/handle/10665/63482.
World Health Organization, 2017. Diabetes Key Facts. http://www.who.int/news-
room/fact-sheets/detail/diabetes
Xavier, F. M. F, Ferraz, M. P. T, Marc, N, Escostegus, N. U, Moriguchi, E. H
(2003). Elderly people’s definition of quality of life. Geriatric
Neuropsychiatric Ambulatory of the Institute of Gerontology of the
Chatolic University of the State of Rio Grande do Sul (PUCRS). 25(1):31-
9.
Zlatanovic, L, (2000). The role of the person’s self-concept in quality of life
research. The Scientific Journal Series Phylosophy and Sociology. 2(7)
391-397.
117
LAMPIRAN 1
Surat Izin Penelitian
118
119
120
121
122
LAMPIRAN 2
Kuesioner
Kuesioner Penelitian
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Kepada para responden/partisipan,
Semoga anda senantiasa dipermudah dalam segala urusan dan dalam lindungan Tuhan
Yang Maha Esa.
Perkenalkan saya Tiara Ersha Octari mahasiswa Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, yang saat ini melakukan penelitian dalam rangka menyelesaikan
skripsi. Untuk itu, saya memohon kesediaan Bapak/Ibu untuk membantu saya mengisi
kuesioner apabila Bapak/Ibu memenuhi kriteria sebagai berikut:
1. Merupakan penderita diabetes
2. Sudah terdiagnosa oleh dokter
Dalam pengisian kuesioner, tidak ada jawaban benar ataupun salah dan setiap orang
memiliki jawaban yang berbeda-beda. Oleh karena itu, pilihlah jawaban yang paling sesuai
dengan diri anda.
Sesuai dengan kode etik penelitian, semua jawaban yang anda berikan akan dijamin
kerahasiaannya dan hanya digunakan untuk kepentingan penelitian.
Atas kesediaan anda, saya ucapkan terima kasih
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Hormat saya,
Tiara Ersha Octari
0877-7026-5548/ 0813-8162-3490
123
IDENTITAS RESPONDEN
Nama/Inisial :
Usia :
Jenis kelamin : P / L
No HP :
Domisili :
Pendidikan terakhir :
Pekerjaan :
± Terdiagnosis diabetes selama*:
Bersedia mengisi kuesioner ini tanpa adanya paksaan.
TTD
(Nama/Inisial)
124
PETUNJUK PENGISIAN KUESIONER
1. Bacalah sejumlah pertanyaan di bawah ini dengan teliti.
2. Anda diminta menjawab pertanyaan dan pernyataan di bawah ini.
3. Anda dimohon untuk memberikan jawaban sesuai dengan keadaan anda secara objektif
dengan memberikan tanda silang (X) pada salah satu kriteria untuk setiap pertanyaan yang
menurut anda paling tepat.
4. Skor yang diberikan tidak mengandung nilai jawaban benar-salah melainkan menunjukkan
kesesuaian penelitian anda terhadap isi setiap pertanyaan.
5. Pilihan jawaban yang tersedia adalah:
SKALA 1: Sangat buruk, Buruk, , Baik, Sangat Baik
SKALA 2: Sangat Tidak Setuju, Tidak Setuju, Setuju, Sangat Setuju
SKALA 3: Sangat Tidak Setuju, Tidak Setuju, Setuju, Sangat Setuju
6. Dimohon dalam memberikan penilaian tidak ada pertanyaan yang terlewatkan.
SKALA 1
No
Pertanyaan
Sangat
Buruk
Buruk
Baik
Sangat
Baik
1 Bagaimana menurut anda kualitas hidup anda?
2 Seberapa puas anda terhadap kesehatan anda?
3 Seberapa jauh rasa sakit fisik anda mencegah
anda dalam beraktifitas sesuai kebutuhan anda?
4 Seberapa sering anda membutuhkan terapi
medis untuk dapat berfungsi dalam kehidupan
sehari-hari anda?
5 Seberapa jauh anda menikmati hidup anda?
6 Seberapa jauh anda merasa hidup anda berarti?
7 Seberapa jauh anda mampu berkonsentrasi?
125
8 Secara umum, seberapa aman anda rasakan
dalam kehidupan anda sehari-hari?
9 Seberapa sehat lingkungan dimana anda
tinggal?
10 Apakah anda memiliki vitalitas yang cukup
untuk beraktivitas sehari-hari?
11 Apakah anda dapat menerima penampilan
tubuh anda?
12 Apakah anda memiliki cukup uang untuk
memenuhi kebutuhan anda?
13 Seberapa jauh ketersediaan informasi bagi
kehidupan anda dari hari ke hari?
14 Seberapa sering anda memiliki kesempatan
untuk bersenang-senang atau rekreasi?
15 Sebarapa baik kemampuan anda dalam
bergaul?
16 Seberapa puaskah anda dengan tidur anda?
17 Seberapa puaskah anda dengan kemampuan
anda untuk menampilkan aktivitas kehidupan
anda sehari-hari?
18 Seberapa puaskah anda dengan kemampuan
anda untuk bekerja?
19 Seberapa puaskah anda terhadap diri anda?
20 Seberapa puaskah anda dengan hubungan
personal/sosial anda?
21 Seberapa puaskah anda dengan kehidupan
seksual anda?
22 Seberapa puaskan anda dengan dukungan yang
126
anda peroleh dari teman anda?
23 Seberapa puaskah anda dengan kondisi tempat
anda tinggal saat ini?
24 Seberapa puaskah anda dengan akses anda
pada layanan kesehatan?
25 Seberapa puaskah anda dengan transprortasi
yang harus anda jalani?
26 Seberapa sering anda memiliki perasaan negatif
seperti ‘feeling blue’ (kesepian), putus asa,
cemas dan depresi?
SKALA 2
No
Pernyataan
Sangat
Tidak
Setuju
Tidak
Setuju
Setuju
Sangat
Setuju
1 Jika saya menjaga diri, saya dapat
meminimalisir komplikasi penyakit diabetes
2 Hal utama yang memengaruhi apakah saya
akan mengalami komplikasi diabetes adalah
hal-hal yang saya lakukan sendiri
3 Apabila saya terhindar dari komplikasi diabetes,
hal tersebut karena usaha saya sendiri
4 Apabila diabetes saya tidak terkendali, maka
perilaku saya sendiri yang menentukan
seberapa cepat saya dapat mengendalikannya
lagi
5 Apabila saya melakukan hal yang benar, saya
127
dapat mengendalikan diabetes saya
6 Hal utama yang memengaruhi kendali diabetes
saya adalah apa yang saya lakukan untuk diri
saya
7 Berhubungan dengan orang yang memiliki
diabetes adalah cara terbaik untuk saya
menjauhi komplikasi diabetes
8 Saya mengalami komplikasi diabetes atau tidak,
sangat dipengaruhi oleh keluarga saya
9 Apabila saya dapat menghindari komplikasi
diabetes, hal tersebut karena orang lain
(contoh: dokter, suster, keluarga, teman) telah
merawat saya dengan baik
10 Saat saya dapat mengontrol diabetes saya, hal
tersebut karena orang lain (contoh: dokter,
suster, keluarga, teman) telah merawat saya
dengan baik
11 Keluarga saya sangat mempengaruhi apakah
diabetes saya terkendali atau tidak
12 Menjalin kontak dengan dokter secara rutin,
adalah cara terbaik untuk mengendalikan
deiabetes saya
13 Menghindari komplikasi diabetes sebagian
besar dipengaruhi oleh keberuntungan
14 Apapun yang saya lakukan, kemungkinan besar
saya akan mengalami komplikasi diabetes
15 Jika sudah takdirnya, maka diabetes saya akan
tetap terkendali
128
16 Ketika diabetes saya tidak terkontrol, biasanya
diakibatkan oleh ketidaksengajaan
17 Apapun yang saya lakukan, kemungkinan besar
diabetes saya akan tetap tidak terkontrol
18 Sebagian besar hal yang memengaruhi diabetes
saya terjadi karena ketidaksengajaan
SKALA 3
No
Pernyataan
Sangat
Tidak
Setuju
Tidak
Setuju
Setuju
Sangat
Setuju
1 Saya adalah orang yang bahagia
2 Saya sering merasakan perasaan yang baik
3 Saya merasa puas
4 Saya melihat kedepan dengan percaya diri
5 Saya menerima diri saya apa adanya
6 Saya selalu menjaga kesehatan saya
7 Secara umum, saya mempraktikkan perilaku
sehat
8 Saya secara aktif menjaga kesehatan saya
9 Kesehatan merupakan sebuah nilai bagi saya
yang harus dipertahankan dan dijaga
10 Saya tahu saya dapat memengaruhi kesehatan
saya secara efektif
11 Saya semakin sering menderita gejala fisik
12 Dalam beberapa minggu terakhir, saya sering
129
sakit
13 Saya adalah tipe orang yang rapuh
14 Sistem imun saya bekerja dengan baik
15 Selama dua minggu terakhir, saya merasa sehat
dan bugar
16 Gaya hidup saya berisiko (terkena penyakit)
17 Di masa lalu, saya sering berperilaku tidak
sehat
18 Saya merasa perilaku tidak sehat itu
menyenangkan
19 Saya adalah tipe orang yang berisiko (terkena
penyakit)
20 Saya terbiasa berperilaku tidak sehat
21 Saya percaya bahwa kegiatan preventif dalam
kesehatan tidak memiliki pengaruh apa-apa
22 Seringkali, saya merasa tidak berdaya dengan
perilaku saya yang tidak sehat
23 Saya sakit atau tidak, tergantung pada takdir
24 Saya tidak merasa terganggu dengan perilaku
saya yang (dapat) membahayakan kesehatan
25 Saya tidak percaya bahwa saya dapat
mencegah penyakit dengan menerapkan
perilaku yang sehat
130
LAMPIRAN 3
Syntax & Path Diagram CFA
Syntax Kualitas Hidup
UJI VALIDITAS KONSTRUK KUALITAS HIDUP DA NI=26 NO=157 MA=PM LA ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 ITEM6 ITEM7 ITEM8 ITEM9 ITEM10
ITEM11 ITEM12 ITEM13 ITEM14 ITEM15 ITEM16 ITEM17 ITEM18 ITEM19
ITEM20 ITEM21 ITEM22 ITEM23 ITEM24 ITEM25 ITEM26 PM SY FI=KH.COR MO NX=26 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY LK KH FR TD 23 9 TD 20 15 TD 17 10 TD 2 1 TD 4 3 TD 6 5 TD 22 20 TD 25
24 TD 25 13 TD 19 10 TD 8 7 TD 13 7 TD 22 8 TD 15 12 TD 25 9 TD 8
9 TD 23 8 TD 21 7 TD 8 2 TD 10 5 TD 22 11 TD 11 5 TD 9 6 TD 17 9
TD 14 10 TD 16 9 TD 15 9 TD 25 9 TD 25 6 TD 25 14 TD 16 13 TD 23 1
TD 26 17 TD 23 2 TD 12 11 TD 20 5 TD 18 1 TD 20 1 TD 21 11 TD 7 1
TD 8 1 TD 15 1 TD 12 2 TD 24 3 TD 20 3 TD 24 4 TD 24 18 TD 25 18
TD 11 6 TD 13 9 TD 23 10 TD 16 4 TD 9 4 TD 7 3 TD 24 11 TD 17 13
TD 13 10 TD 16 14 TD 18 17 TD 18 7 TD 18 10 TD 18 12 TD 18 8 TD 22
18 TD 18 14 TD 26 19 TD 21 6 TD 21 3 TD 25 15 TD 25 20 TD 15 14 TD
14 2 PD OU SS TV MI
131
Syntax Disposisi Pelindung Kesehatan
UJI VALIDITAS KONSTRUK DISPOSISI KESEHATAN DA NI=5 NO=157 MA=PM LA ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 PM SY FI=DISP.COR MO NX=5 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY LK DISP FR TD 2 1 TD 5 2 TD 5 3 PD OU SS TV MI
Syntax Motivasi Menjaga Kesehatan UJI VALIDITAS KONSTRUK MOTIVASI KESEHATAN DA NI=5 NO=157 MA=PM LA ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 PM SY FI=MOTVS.COR MO NX=5 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY LK MOTVS PD OU SS TV MI
132
Syntax Kerentanan UJI VALIDITAS KONSTRUK KERENTANAN DA NI=5 NO=157 MA=PM LA ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 PM SY FI=RENTAN.COR MO NX=5 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY LK RENTAN FR TD 4 1 PD OU SS TV MI
133
Syntax Kebiasaan Berisiko Kesehatan UJI VALIDITAS KONSTRUK KEBIASAAN BERISIKO DA NI=5 NO=157 MA=PM LA ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 PM SY FI=RISIKO.COR MO NX=5 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY LK RISIKO FR TD 3 2 TD 3 1 PD OU SS TV MI
Syntax Motivasi Ekstrinsik Penghindaran UJI VALIDITAS KONSTRUK MOTIVASI PENGHINDARAN DA NI=5 NO=157 MA=PM LA ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 PM SY FI=PGHINDAR.COR MO NX=5 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY LK PGHINDAR FR TD 5 1 PD OU SS TV MI
134
Syntax Internalitas UJI VALIDITAS KONSTRUK INTERNALITAS DA NI=6 NO=157 MA=PM LA ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 ITEM6 PM SY FI=INTER.COR MO NX=6 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY LK INTER FR TD 6 4 TD 6 5 TD 6 1 TD 2 1 TD 5 2 PD OU SS TV MI
135
Syntax Eksternalitas Kuat Lainnya UJI VALIDITAS KONSTRUK EKSTERNALITAS KUAT DA NI=6 NO=157 MA=PM LA ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 ITEM6 PM SY FI=EKS.COR MO NX=6 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY LK EKS FR TD 5 2 TD 3 2 PD OU SS TV MI
Syntax Peluang Eksternalitas UJI VALIDITAS KONSTRUK PELUANG EKSTERNALITAS DA NI=6 NO=157 MA=PM LA ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 ITEM6 PM SY FI=EKSL.COR MO NX=6 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY LK EKSL FR TD 6 4 TD 5 2 TD 4 3 TD 6 5 TD 3 1 PD OU SS TV MI
136
137
Lampiran 4
Output Deskriptif dan Regresi
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
KualitasHidup 157 18,97 70,09 49,9999 9,71459
Internalitas 157 19,49 62,76 49,9996 9,55175
EksternalitasKuatLainnya 157 23,94 62,83 49,9999 9,72308
PeluangEksternalitas 157 32,75 74,42 50,0000 9,36295
DisposisiPelindungKesehatan 157 23,13 62,33 49,9993 9,47852
MotivasiMenjagaKesehatan 157 20,45 63,43 50,0005 9,45622
Kerentanan 157 34,66 68,36 49,9996 9,60429
KebiasaanBerisikoKesehatan 157 31,80 74,03 50,0003 9,30867
MotivasiEkstrinsikPenghindaran 157 34,39 76,50 50,0007 8,67567
Valid N (listwise) 157
Model Summary
Model R R Square Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
Change Statistics
R Square Change
F Change
df1 df2 Sig. F Chang
e
1 ,872a ,761 ,748 4,87737 ,761 58,859 8 148 ,000
a. Predictors: (Constant), MotivasiEkstrinsikPenghindaran, EksternalitasKuatLainnya, PeluangEksternalitas, Kerentanan, Internalitas, MotivasiMenjagaKesehatan, KebiasaanBerisikoKesehatan, DisposisiPelindungKesehatan
ANOVAa
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1
Regression 11201,493 8 1400,187 58,859 ,000b
Residual 3520,736 148 23,789
Total 14722,229 156
a. Dependent Variable: KualitasHidup
b. Predictors: (Constant), MotivasiEkstrinsikPenghindaran, EksternalitasKuatLainnya,
PeluangEksternalitas, Kerentanan, Internalitas, MotivasiMenjagaKesehatan,
KebiasaanBerisikoKesehatan, DisposisiPelindungKesehatan
138
Coefficientsa
Model Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig.
B Std.
Error
Beta
1
(Constant) 6,901 7,037 ,981 ,328
Internalitas ,289 ,056 ,284 5,186 ,000
EksternalitasKuatLainnya ,105 ,044 ,105 2,413 ,017
PeluangEksternalitas ,024 ,050 ,023 ,479 ,632
DisposisiPelindungKesehatan ,433 ,069 ,422 6,271 ,000
MotivasiMenjagaKesehatan ,176 ,065 ,171 2,721 ,007
Kerentanan -,087 ,052 -,086 -1,652 ,101
KebiasaanBerisikoKesehatan ,063 ,065 ,061 ,973 ,332
MotivasiEkstrinsikPenghindara
n
-,141 ,065 -,126 -2,157 ,033
a. Dependent Variable: KualitasHidup
Model Summary
Model R R Square Adjusted R
Square
Std. Error
of the
Estimate
Change Statistics
R Square
Change
F
Change
df1 df2 Sig.
F
Cha
nge
1 ,697a ,486 ,482 6,98893 ,486 146,406 1 155 ,000
2 ,740b ,548 ,542 6,57607 ,062 21,074 1 154 ,000
3 ,752c ,566 ,557 6,46464 ,018 6,355 1 153 ,013
4 ,855d ,731 ,724 5,10193 ,166 93,646 1 152 ,000
5 ,864e ,746 ,738 4,97333 ,015 8,963 1 151 ,003
6 ,868f ,753 ,743 4,92045 ,007 4,263 1 150 ,041
7 ,868g ,753 ,742 4,93682 ,000 ,007 1 149 ,932
8 ,872h ,761 ,748 4,87737 ,008 4,654 1 148 ,033
a. Predictors: (Constant), Internalitas
b. Predictors: (Constant), Internalitas, EksternalitasKuatLainnya
c. Predictors: (Constant), Internalitas, EksternalitasKuatLainnya, PeluangEksternalitas
d. Predictors: (Constant), Internalitas, EksternalitasKuatLainnya, PeluangEksternalitas,
DisposisiPelindungKesehatan
139
e. Predictors: (Constant), Internalitas, EksternalitasKuatLainnya, PeluangEksternalitas,
DisposisiPelindungKesehatan, MotivasiMenjagaKesehatan
f. Predictors: (Constant), Internalitas, EksternalitasKuatLainnya, PeluangEksternalitas,
DisposisiPelindungKesehatan, MotivasiMenjagaKesehatan, Kerentanan
g. Predictors: (Constant), Internalitas, EksternalitasKuatLainnya, PeluangEksternalitas,
DisposisiPelindungKesehatan, MotivasiMenjagaKesehatan, Kerentanan, KebiasaanBerisikoKesehatan
h. Predictors: (Constant), Internalitas, EksternalitasKuatLainnya, PeluangEksternalitas,
DisposisiPelindungKesehatan, MotivasiMenjagaKesehatan, Kerentanan, KebiasaanBerisikoKesehatan,
MotivasiEkstrinsikPenghindaran