repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46454/1/abd....
TRANSCRIPT
PERBANDINGAN RASM USMANI ANTARA MUSHAF STANDAR
INDONESIA DAN MUSHAF PAKISTAN PERSPEKTIF AL-DĀNĪ
“Analisis Kaidah Hażf al-Harf dalam Rasm Usmani”
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Agama (S.Ag)
Oleh
ABD. RAHMAN
NIM: 11140340000258
PROGRAM STUDI ILMU AL-QURAN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440 H/2019 M
Perbandingan Rasm Usmani Antara Mushaf Standar Indonesia Dan Mushaf
Pakistan Perspektif al-Dānī
“Analisis Kaidah Hażf al-Harf dalam Rasm Usmani”
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar
Sarjana Agama (S.Ag)
Disusun oleh:
ABD. RAHMAN
NIM: 11140340000258
Pembimbing
Dr. Eva Nugraha, M.Ag
NIP: 197102171998031002
JURUSAN ILMU AL-QURAN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1440 H/2019
i
ABSTRAK
ABD. RAHMAN
Perbandingan Rasm Usmani antara Mushaf Standar Indonesia dan Mushaf
Pakistan “Analisis Kaidah Hażf al-Harf dalam Rasm Utsmani”
Seiring berjalannya waktu, rasm usmani selalu menjadi perbincangan yang
sangat menarik baik dari kalangan bawah, mengengah, dan atas. Sering terjadi
perdebatan di antara mereka karena ditemukannya kadang berbeda dalam tulisan
antara mushaf yang satu dengan mushaf yang lain, bahkan sampai terjadi saling
menyalahkan dan saling tuduh di antara mereka. Lajnah Pentashihan Mushaf al-
Quran datang menjawab semua peristiwa itu, menjadi tempat untuk menampung
semua masalah yang terjadi prihal Mushaf al-Quran.
Dalam penelitian ini, penulis akan mengkaji dan menganalisa mengenai
sebab-sebab terjadi perbedaan antara Mushaf Standar Indonesia dan Mushaf
Pakistan dengan menggunakan metode analisis data, Kenapa di antara keduanya
yang sama-sama satu imam yaitu menagacu pada Imam al-Dānī harus berbeda.
Untuk membantu menganalisa ayat-ayat yang berbeda tersebut penulis
menghadirkan kitab karangan asli dari Imam al-Dānī al-Muqni‟ fī Ma‟rifati
Marsūm Maṣāhif ahl al-Amṣār.
Penelitian ini mengarah pada kesimpulan bahwa, walaupun pada Mushaf
Standar Indonesia dan Pakistan merujuk pada imam al-Dānī namun tidak semua
dalam kedua mushaf tersebut merujuk penuh pada al-Dānī, sehingga tidak heran
jika keduanya masih terjadi perbedaan penulisan. Selain itu banyaknya rujukan
yang diambil oleh Lajnah dalam merumuskan pedoman penulisan Mushaf Standar
Indonesia.
Kata Kunci: Mushaf Standar Indonesia, Mushaf Pakistan, Rasm.
ii
“Alif Lām Mīm, ... Inilah simbol-simbol al-Quran yang mengandung hikmat,
menjadi Petunjuk dan Rahmat bagi orang-orang yang berbuat kebaikan....”
Dipersembahkan untuk “Cinta dan Kasih Sayang”
Yang terlahir dari:
Keikhlasan dan Keriḍaan Ayah dan Bunda.
H. ABD. JALIL dan HASANAH
Dorongan semua kakak dan adik tercinta
Ṣafiyah sekeluarga, Ṣālehah sekeluarga, Nur Faḍilah
sekeluarga, Maswatul Hasanah sekeluarga, Ach Muallim,
S.H., Maisūroh,S.Pd.I
Kesetiaan seluruh sahabat
Kesungguhan orang yang akan mengisi hari-hariku
di masa yang akan datang.
iii
Kata Pengantar
Bismillāh al-Rahmān al-Rahīm
Segala puji saya haturkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan
kesempatan bagi kami untuk melanjutkan kuliah Strata 1 hingga sampai pada titik
akhir. Selanjutnya saya membacakan salawat penghormatan dan salam
pengagungan kepada Nabi yang sabdanya lestari hingga saat ini. Tidak lupa,
kepada para sahabat, keluarga dan ulama penerus, yang berjasa besar menjaga
kelestarian sabdanya. Semoga Allah melimpahkan kasih sayangnya kepada
mereka semua. Amin
Berbagai hambatan selalu hadir mulai dari awal hingga titik akhir pengerjaan
skripsi, baik internal maupun eksternal hingga harus fakum karena Drop dan harus
merelakan laptop untuk saudari yang juga kebetulan sedang menulis skripsi,
belum lagi harus mencari pinjaman laptop ke teman.
Proses pengerjaan tugas akhir ini tidak mungkin selesai jika hanya dikerjakan oleh
saya sendiri, maka dari itu patut rasanya saya ucapkan terima kasih kepada:
1. Civitas Akademika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Dr. Hj Amany
Burhanuddin Lubis selaku Rektor UIN Syarif Hidayatulah Jakarta.
2. Dr. Yusuf Rahman Selaku Dekan Fakultas Ushuluddin dan Dosen Favorit
smt 7
3. Dr. Lilik Ummi Kaltsum Selaku Ketua Jurusan Ilmu al-Quran dan Tafsir
dan Ibu kedua yang selalu memberikan arahan termasuk judul Skripsi ini.
4. Dra. Banun Binaningrum, M.Pd selaku Skretaris jurusan Ilmu al-Quran
dan Tafsir yang selalu melayani mahasiswa dari semester 1 hingga lulus.
5. Dr. Eva Nugraha selaku Pembimbing Skripsi yang dengan sabar dan
Ikhlas membimbing di rumahnya sampai tengah malam dan juga Dr.
Ahsin Sakho Muhammad Asyrofuddin selaku dosen penasehat akademik
yang selalu memberika arahan terbaiknya.
6. Seluruh dosen dan karyawan fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
7. Teristimewa salam untuk ayahanda H. Abd. Jalil dan Ibunda Hasanah
yang telah mendidik, dan membesarkan dengan penuh cinta dan kasih
sayang, selalu memberikan dukungan dan kekuatan kepada penulis serta
iv
ikhlas mengeluarkan keringatnya untuk membiayai kuliah sampai akhir,
kalianlah kehidupanku.
8. Teruntuk saudara-saudaraku yang selalu mendukung dan memberikan
motivasi serta berkorban untuk keberlangsungan pendidikan penulis,
terima kasih banyak atas segalanya.
9. Ikatan Mahasiswa Bata-Bata (IMABA) Jabodetabek, keluarga kedua yang
selalu menjadi naungan dalam kehidupan di Jakarta, dan juga teruntuk
taretan angkatan IMABA Miftahol Munir, Nor Kholis Swandi, Ubaidillah,
Kanzul Fikri, Ahmad Muzayyan dan jauhari, hidup susah dan senang
selalu bersama terkadang makan 2 hari sekali, kami ucapkan terima kasih
atas ketidakbosanan kalian dalam berteman. Dan juga Rokiin yang selalu
membantu penerjemahan kitab, Ahmad Mahfuẓ yang selalu memberikan
Support, Mahbubi yang selalu menghibur, terima kasih untuk kalian
semua.
10. Kementerian Agama Bidang Lajnah Pentashihan Mushaf al-Quran
(LPMQ) terkhusus Dr. Zainal Arifin yang selalu memberikan arahan dan
refrensinya dalam menyelesaikan tugas akhir ini.
11. Keluarga Ilmu al-Quran dan Tafsir (IQTAF) 2014 terhusus TH G, serta
teman kece Ahmad Sya’dan, Qurrata A’yun, Arif Ubaidilah, Fiqri
Hidayat, Rizqiyatun Khozaitunah, Lutfiyah, Imam Turmużi, Bahar
Kurniawan terima kasih atas segalanya.
12. Keluarga Besar Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) Fakultas
Ushuluddin 2018 Khoiruddin, Faisal, Ambar, Farida, Nizar Fuadi, Imas
Maulida, Helmi Faridatun, Abi Hasan, Sodik, Bayu, Zahra, Bela, Iqbal,
Aini, Tia dan para Pioner Dema F 2018.
13. Sahabat-sahabat Bimbingan Rumah Perpustakaan Eva Nugraha Sufyan,
Kholik Ramdan Mahesa, Sahroni, terima kasih atas bantuan kalian, tanpa
kalian skripsi ini akan banyak mengalami kendala.
14. Keluarga KKN Mata Air 2017 Pepy, Kahfi, Zaki, Nopal, Adnan, Oki,
Diya, Varrah, Kiya, Iffa, Ani, Novi dan Gesti. Terima kasih sudah
menjadi bagian dari keluarga penulis, mendukung dan memberikan
v
semangat. Tawa kalian selalu menjadi penyemangat dalam menyelesaikan
tugas ini.
15. Rozali Hidayatullah mahasiswa IAT angkatan 2013 yang selalu
memberikan supportnya, tidak pernah mengenal lelah untuk selalu
mendampingi mulai dari proses penyelesaian Skripsi hingga Sidang
berlanjut, loyalitas dan totalitasnya sangat tinggi.
Kepada mereka semua, penulis tidak bisa membalas apa-apa, semoga Allah
Membalas semua kebaikan kalian dan penulis berharap semoga kita
dipertemukan lagi nanti di Surga-Nya. Amin
Ciputat, 4 Mei 2019
ABD. RAHMAN
vi
PEDOMAN TRANSLITERASI
1. Padanan Aksara
Huruf Arab Huruf Latin Keterangan
Tidak dilambangkan ا
B Be ب
T Te ت
ṡ es dengan titik atas ث
J Je ج
ḥ ha dengan titik bawah ح
Kh ka dan ha خ
D De د
Ż zet dengan titik atas ذ
R Er ر
Z Zet ز
S Es س
Sy es dan ye ش
ṣ es dengan titik bawah ص
vii
ḍ de dengan titik bawah ض
ṭ te dengan titik bawah ط
ẓ zet dengan titik bawah ظ
‘ عKoma terbalik di atas hadap
kanan
Gh ge dan ha غ
F Ef ؼ
Q Qi ؽ
K Ka ؾ
L El ؿ
M Em ـ
N En ف
W We ك
H Ha ق
Apostrof ’ ء
Y Ye ي
2. Vokal
Vokal terdiri dari dua bagian, yaitu vokal tunggal dan vokal rangkap.
Berikut ketentuan alih aksara vokal tunggal:
viii
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
A Fatḥah ـ
I Kasrah ـ
U Ḍammah ـ
Adapun vokal rangkap ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
يـ Ai a dan i
ك ـ Au a dan u
3. Vokal Panjang
Ketentuan alih aksara vokal panjang dalam bahasa Arab dilambangakan
dengan harkat dan huruf, yaitu:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
Ā a dengan topi di atas ىا
Ī i dengan topi di atas ىي
Ū u dengan topi di atas ىػو
4. Kata Sandang
Kata sandang, yang dalam system aksara Arab dilambangkan dengan huruf
dialih aksarakan menjadi huruf ‘l’ baik diikuti huruf syamsiyah maupun huruf اؿ
qamariyah. Contoh: al-rijāl bukan ar-rijāl.
5. Syaddah (Tasydīd)
Syaddah atau tasydīd yang dalam system tulisan Arab dilambangkan dengan
sebuah tanda (ـ), dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu dengan
menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal ini tidak
berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata sandang
ix
yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyah. Misalnya, kata الضركرة tidak ditulis ad-
ḍarūrah tapi al-ḍarūrah.
6. Tā‟ Marbūṭah
Kata Arab Alih Aksara Keterangan
Ṭarīqah Berdiri sendiri طريقة
-Al-jāmi‘ah al اجلامعة اإلسالمية
islāmiyyah Diikuti oleh kata sifat
waḥdat al-wujūd كحدة الوجودDiikuti oleh kata
benda
7. Huruf Kapital
Meskipun dalam system tulisan Arab huruf kapital tidak dikenal, alih aksara
huruf kapital ini juga digunakan, dengan mengikuti ketentuan yang berlaku dalan
Ejaan Bahasa Indonesia (EBI), antara lain untuk menuliskan permukaan kalimat,
huruf awal nama tempat, nama bulan, nama seseorang, dan lain-lain. Jika nama
seseorang didahului oleh kata sandang, maka yang ditulis dengan huruf kapital
adalah huruf awal nama tersebut. Misalnya: Abū ‘Abdullāh Muhammad al-
Qurṭubī bukan Abū ‘Abdullāh Muhammad Al-Qurṭubī
Berkaitan dengan judul buku ditulis dengan cetak miring, maka demikian
halnya dengan alih aksaranya, demikian seterusnya. Jika terkait nama, untuk
nama-nama tokoh yang berasal dari dunia Nusantara sendiri, disarankan tidak
dialih aksarakan meskipun akar katanya berasal dari bahasa Arab. Contoh:
Nuruddin al-Raniri tidak ditulis dengan Nūr al-Dīn al-Rānīrī.
8. Cara Penulisan Kata
Setiap kata, baik kata kerja, kata benda, maupun huruf ditulis secara
terpisah. Berikut contohnya dengan berpedoman pada ketentuan-ketentuan diatas:
Kata Arab Alih Aksara
Faiżā qara‟ta al-Qur‟āna فإذا قػرأ ت ال قر آف
نوف Fī kitābin maknūn ف كتاب مك
Afalā yatadabbarūna al-Qur‟āna أفال يػتدبػركف ال قر آف
x
ال مطهركف ل يسه إل Lā yamassuhū illa al-Muṭahharūna
9. Singkatan
Huruf Latin Keterangan
Swt Subḥāh wa ta„ālā
Saw Ṣalla Allāh „alaih wa sallam
QS. Quran Surat
M Masehi
H Hijriyah
w. Wafat
MSI Mushaf Stndar Indonesia
MB Mushāf Bākistān
xi
DAFTAR ISI
ABSTRAK ............................................................................................. i
KATA PENGANTAR ........................................................................... iii
PEDOMAN TRANSLITERASI .......................................................... vi
DAFTAR ISI .......................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ................................................................................. xii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................... 1
A. Latar Belakang ...................................................................... 1
B. Identifikasi, Batasan, dan Rumusan Masalah ....................... 6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................. 7
D. Metodelogi Penelitian dan Sumber data ............................... 8
E. Kajian Pustaka ....................................................................... 10
F. Sistematika Penulisan ........................................................... 12
BAB II GAMBARAN UMUM RASM USMANI ............................... 14
A. Pengertian Rasm.................................................................... 14
B. Macam-Macam Rasm ........................................................... 16
C. Kaidah-Kaidah Rasm Usmani ............................................... 17
D. Pandangan Ulama Tentang Rasm ......................................... 22
BAB III MENGENAL MUSHAF STANDAR INDONESIA DAN PAKISTAN
................................................................................................................. 25
A. Mushaf Standar Indonesia .................................................... 25
1. Sejarah Mushaf Standar Indonesia .................................. 25
2. Definisi Mushaf Standar .................................................. 29
3. Jenis-Jenis Mushaf Standar Indonesia ............................. 30
4. Rujukan dalam Penulisan Mushaf Standar ...................... 39
B. Mushaf Pakistan .................................................................... 41
1. Sejarah Mushaf Pakistan ................................................. 41
2. Definisi Mushaf Pakistan ................................................ 42
3. Jenis-Jenis Percetakan Mushāf Bākistān ......................... 42
BAB IV MUSHAF AL-QURAN STANDAR INDONESIA DAN PAKISTAN
PERSPEKTIF AL-DĀNĪ ..................................................................... 48
A. Kesesuaian Mushaf Standar Indonesia dengan Mushaf Pakistan
.............................................................................................. 48
B. Ketidaksesuaian Mushaf Standar Indonesia dengan Mushaf Pakistan
.............................................................................................. 53
BAB V PENUTUP ................................................................................. 62
A. Kesimpulan .......................................................................... 62
B. Saran .................................................................................... 62
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………… 64
xii
Daftar Tabel
Tabel 1.1 Sampel Perbandingan Rasm Utsmanî antara MSI dan Mushāf
Bākistān
Tabel 3.1 Susunan Titik Pada Simbol Braille
Tabel 3.2 Contoh Mushaf Standar Braille
Tabel 4.1 Perbandingan Kesesuaian MSI, MP dan al-Dānī
Tabel 4.2 Perbandingan Ketidaksesuaian antara MSI, MP dan al-Dānī
Table 4.3 Perbandingan Kesesuaian MSI, MP dan al-Dānī
Table 4.4 Perbandingan Ketidaksesuaian MSI, MP dan al-Dānī.
Tabel 4.5 Perbandingan Kesesuaian MSI, MP dan al-Dānī.
Tabel 4.6 Perbandingan Ketidaksesuaian MSI, MP dan al-Dānī
Tabel 4.7 Perbandingan Ketidaksesuaian MSI dengan al-Dānī
Tabel 4.8 Perbandingan Ketidaksesuaian MP dengan al-Dānī
Tabel 4.9 Perbandingan Ketidaksesuaian MSI, MP dan al-Dānī
Tabel 4.10 Perbandingan Ketidaksesuaian MSI dengan al-Dānī
Tabel 4.11 Perbandingan Ketidaksesuaian MP dengan al-Dānī
Tabel 4.12 Perbandingan Ketidaksesuaian MSI, MP dengan al-Dānī
Tabel 4.13 Perbandingan Ketidaksesuaian MSI dengan al-Dānī
Tabel 4.14 Perbandingan Ketidaksesuaian MP dengan al-Dānī
Tabel 4.15 Perbandingan Ketidaksesuaian MSI, MP dengan al-Dānī.
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Quran merupakan kalamullah yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad sebagai pedoman hidup bagi manusia akhir zaman1, kata Quran,
disebutkan sebanyak 70 kali dalam al-Qurān,2 di antaranya pada ayat 17 dan 18
dalam surat al-Qiyāmah, ayat 4 surat al-Muzammil, selain itu Allah juga memberi
nama untuk nama3 kitab suci ini, di antaranya al-Kitāb,
4 al-Żikr,
5 al-Furqān,
6 al-
Haqq,7 al-Hudā,
8 al-Syifā,
9 al-Bayyinah,
10 dan al-Tanzīl
11.
1 Banyak ayat yang menjelaskan tentang definisi al-Quran bahwa al-Quran merupakan
kitab yang diturunkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad dan diantaranya adalah Surat al-
An‟ām : 155, al-Furqān : 6, al-Zūmar : 1, Al-Sajdah: 2, dan al-Najm : 4 2 M. Adnan Salim dkk, A Dictionary of the words of the great Quran: Mu‟jam Kalimat al-
Qurān al-Aẓm (Dār al-Fikr al-Muaṣṣir, 1998), h.787-789 3 Abdul Chaer, Perkenalan Awal Dengan Al-Quran (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2014), h. 4
4 Nama al-Kitab yang berarti “Buku Catatan” menunjukkan bahwa al-Quran adalah
firman atau wahyu Allah yang bisa ditulis dalam bentuk huruf dan kalimat, dalam al-Quran kata
al-Kitab ditulis sebanyak 74 kali di antaranya (1) al-Baqarah/2: 2 (2) Al-Ankabūt: 47, 48, dan 51
(3) Fāṭir: 29 (4) al-Zumar: 1 (5) Fuṣṣilat: 3 5 Nama al-Żikr yang berarti “Peringatan” menunjukkan bahwa al-Quran menjadi
peringatan bagi manusia agar tetap berada di jalan yang benar, dan diridhoi Allah. Nama tersebut
disebut sebanyak 55 kali dalam al-Quran, (1) ayat 6 dan 9 surat al-Hijr, (2) ayat 44 surat al – Naḥl,
(3) ayat 41 surat Fuṣṣilat, (4) ayat 50 surat al-Ambiyā‟ (5) ayat 8 surat Ṣād, (6) ayat 3 surat Tāhā. 6 Nama al-Furqān yang berarti “Pembeda” menunjukkan bahwa al-Quran menjadi
patokan untuk membedakan yang benar dari yang bathil. Dalam al-Quran nama tersebut
disebutkan dalam ayat 1 dan 7 surat al-Furqān dan ayat 4 surat Aīî Imrān. 7 Nama al-Haqq yang berarti “Kebenaran” menunjukkan bahwa al-Quran memiliki ajaran
yang benar. Al-Haqq juga berarti “keadilan dan pertengahan” maksudnya kebenaran al-Quran itu
berada pada sisi pertengahan antara dua hal yang ekstrem, yakni memperhatikan kehidupan dunia
dan akhirat, memperhatikan kepentingan individual dan akhirat, tidak terlalu mengikat tetapi tidak
terlalu bebas, mengedepankan yang hak dan kewajiban, ada pahala ada dosa. Nama al-Haqq
disebutkan sebanyak 61 kali dalam al-Quran, antara lain pada (1) ayat 84 dan 108 surat Yūnus, (2)
ayat 170 surat al-Nisā‟, (3) ayat 83 dan 84 surat al-Māidah, (4) ayat 5 surat al-An‟ām, (5) ayat 17
surat Hūd. 8 Nama al-Hudā yang berarti “petunjuk” menunjukkan bahwa al-Quran merupakan
petunjuk bagi manusia yang meraih kebahagiaan dunia dan akhirat. Siapa saja yang memepelajari
al-Quran dan menjadikannya petunjuk hidup akan menemukan kemajuan hidup, sebaliknya
siapapun yang menyalahi aturan al-Quran akan mengalami kesengsaraan, nama al-Hudā dalam al-
Quran sebanyak 47 kali, (1) ayat 89 surat al-Naḥl, (2) ayat 85 surat al-Qaṣaṣ, (3) ayat 33 surat al-
Taubat, (4) ayat 55 surat al-Kahfi, (5) ayat 97 surat al-Baqarah, (6) ayat 28 surat al-Fath,(7) ayat
138 surat Alī Imran. 9 Nama Al-Syīfā yang berarti “Obat” menunjukkan bahwa al-Quran merupakan obat,
yakni merupakan obat hati untuk mendapatkan ketenangan, nama Al-Syīfā disebutkan pada ayat 57
surat Yūnus, ayat 83 surat al-Isrā‟, dan ayat 44 surat al-Fuṣṣilat.
2
Dalam al-Quran terdapat beberapa unsur di dalamnya, di antaranya: unsur
bacaan yang dibahas oleh ilmu qiraat,12
unsur Kandungan yang dibahas oleh ilmu
tafsir,13
dan unsur tulisan yang dibahas oleh ilmu rasm.
Dalam unsur tulisan masih banyak orang Islam yang belum paham
terhadap perbedaan yang terdapat dalam Mushaf al-Quran sebab berbedanya
imam yang dijadikan rujukan.
Dalam disertasinya Zainal Arifin yang berjudul perbedaan antara Mushaf
Standar Indonesia dan Madinah perspektif Abū Dawūd dan Al-Dānī di dalamnya
menjelaskan tentang lafaẓ-lafaẓ mana saja yang berbeda antara kedua mushaf
tersebut, beda halnya dengan Jurnal yang ditulis oleh Abdul Hakim yang mana di
dalamnya menjelaskan tentang perbandingan Rasm antara Mushaf Standar
Indonesia, Mushaf Pakistan, dan Mushaf Madinah. Namun dalam jurnal tersebut
hanya membahas dari 3 juz saja, yaitu juz 7, Juz 14, dan Juz 24.14
Begitu pula
seperti apa yang telah diteliti oleh Eva Nugraha dalam penelitiannya yang
10
Nama al-Bayyinah yang berarti “bukti” menunjukkan bahwa al-Quran merupakan
bukti dari kenabian Nabi Muhammad. Dalam agama ada dua hal yang tidak bisa dipisahkan, yaitu
ajaran agama dan penyampaian ajaran itu untuk menyelaraskan ajaran agama sesuai dengan
karakter manusia bukan malaikat. Nama tersebut dalam al-Quran telah disebutkan sebanyak 30
kali, (1) ayat 6 surat al-Ṣaffāt, (2) ayat 159 surat al-Baqarah, (3) ayat 34 dan 46 surat Al-Nūr, (4)
ayat 7 surat al-Aḥqāf, (5) ayat 1 surat al-Hijr, (6) ayat 66 surat al-Mu‟min. 11
Nama al-Tanzīl yang berarti “yang diturunkan” menunjukkan bahwa al-Quran
diturunkan dari Allah kepada nabi Muhammad, bukan sesuatu yang di anjurkan, dikirimkan atau
ditemukan, melainkan diresapkan atau dimasukkan kedalam hati nurani atau sanubari Nabi
Muhammad secara berangsur-angsur, Nama al-Tanzîl disebutkan dalam al-Quran sebanyak 142
kali, antara lain, (1) ayat 2 surat Luqmān, (2) ayat 2 dan 26 surat Muhammad, (3) ayat 6 surat
sabā‟, (4) ayat 42 surat Fuṣṣilat, (5) ayat 43 surat al-Ḣaqqah, (6) ayat 44 surat al-Māidah. 12
Untuk membedakan antara sistem qiraat yang menyimpang dengan yang benar, para
ulama telah membuat patokan bahwa qiraat yang benar harus terdiri dari 3 syarat, 1. Sesuai dengan
salah satu mushaf yang dinashkan oleh Utsman ibn Affan, 2. Sesuai dengan kaidah bahasa arab, 3.
Benar isnadnya, sekalipun lebih dari tujuh atau sepeuluh orang dari pada ulama ahli qiraat yang
tersohor, lihat di Subhi al-Ṣālih, Membahas Ilmu-Ilmu al-Quran (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1990),
h. 360 13
Al-Żahabī mendifinisikan tafsir sebagai penjelasan tentang arti atau penjelasan firman-
firman Allah sesuai dengan kemampuan Manusia. Lihat di Anshori, Ulumul Quran: Kaidah-
Kaidah Memahami Firman Tuhan (Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, 2014), h.173 14
Abdul Hakim, Perbandingan Rasm Mushaf Standar Indonesia, Mushaf Pakistan, Dan
Mushaf Madinah, Jurnal Suhuf, 2017, h. 373
3
berjudul Konsep al-Nabī al-Ummī dan Implikasinya terhadap Rasm beliau
menjelaskan bahwa apabila konsep Nabi al-Ummī tidak dimaknai sebagai sifat
nabi yang tidak bisa membaca dan tidak bisa menulis, maka sudah dipastikan
bahwa al-Quran adalah tauqīfī yang artinya sudah petunjuk dari Tuhan melalui
nabi, namun apabila konsep nabi al-ummī dimaknai sebagai sifat nabi yang tidak
bisa membaca dan menulis, maka sudah dipastikan bahwa al-Quran merupakan
ijtihad para sahabat.15
Rasm merupakan salah satu cabang dari ulūm al-Qurān yang sangat
penting untuk dibahas karena cara penulisan rasm dalam al- Quran berbeda
dengan rasm dalam bahasa arab biasa, sehingga seorang penulis diwajibkan
memiliki pedoman rasm agar dalam proses penulisan mushaf al-Quran tidak
mudah menyalahkan tulisan al-Quran, Al-Baihaki sebagaimana dikutip oleh Al-
Suyūṭī mengatakan: “Sepantasnya setiap penulis mushaf memelihara huruf
hija‟iyah yang terdapat padanya, sesuai dengan apa-apa yang telah ditulis oleh
para sahabat nabi,16
sehingga tidak mudah menyalahkan mereka yang lebih tahu.17
Sebagaimana telah disebutkan dalam kitab al-Muqni‟ karangan Imam Al-
Dīnī bahwa dalam penulisan al-Quran rasm usmani ada enam kaidah18
Kaidah
15
Eva Nugraha, Konsep al-Nabī al-Ummī dan implikasinya terhadap Rasm, artikel
Refleksi, Volume 13, Nomor 2, April 2012, h.268 16
Dalam kajian sejarah penulsan al-Quran telaah rasm usmani masuk pada kajian studi
ilmu- ilmu al-Quran , selanjutnya pola penulisan al-Quran berkembang menjadi disipin ilmu, yaitu
Rasm Utsmani, perkembangan ilmu tersebut ditandai dengan ditulisnya dua kitab monumental; Al-
Muqni‟ fī Ma‟rifati Maṣāhif Ahl al- Amṣār karya Abū Sa‟id Utsman Al-Dānī (w. 444 H/1052 M),
dan Mukhtasâr at-Tabyīn li Hijā al-Tanzīl karya Abī Dawūd Sulaimān ibn Najah (w. 496 H/1102
M), Lihat di Zainal Arifin Madzkur, Perbedaan Rasm Usmani Antara Mushaf Standar Indonesia
dan Mushaf Madinah Saudi Arabia dalam persepktif al-Dānī dan Abū Dawūd (Disertasi S3
Fakultas Pascasarjana, Uin Syarif Hadayatullah Negeri Jakarta, 2017), h. 5 17
MM. A‟zami, Sejarah Teks al-Quran dari wahyu sampai kompilasi (Jakarta: Gema
Insan, 2014), h.96 18
Abū Umar al-Dānī, al-Muqni‟ Fī Ma‟rifat Marsumi Maṣāhif Ahl al-Amṣār (Maktabah
al-Kulliyāt al-Azhāriyyah, tth), h. 20
4
Ziyādah al-harf, Hażf al-harf, Ibdāl, al-Wasṣl wa al-Faṣl, Hamzah. Fīhi mā qirā
atāni wa kutiba ahādihimā.19
Mushaf Standar Indonesia terbagi menjadi 3 varian, 1) Mushaf standar
Usmani untuk orang awam, 2) Mushaf Standar Bahriyah untuk para pengahafal
al-Quran, dan 3) Mushaf Standar Braille untuk para penyandang tunanetra, yang
mana terhitung sejak tahun 1984 M, ketiga varian tersebut tersebar dan
digunakan, baik dibaca maupun dijadikan objek penelitian dan yang paling
banyak mengalami perkembangan yang pesat dalam hal percetakan adalah mushaf
standar usmani.20
Ketiga varian mushaf di atas memiliki spesifikasi yang dapat
dikenali dari empat unsur utama, yaitu cara penulisan (rasm)21
, harakat, tanda
baca, dan tanda waqaf.
Melalui KMA. No. 25 tahun 1984, Indonesia menetapkan Mushaf Al-
Qur‟an Standar Indonesia (MS).22
Tujuan dari penetapan MSI ini yaitu adanya
pedoman dalam penerbitan dan pencetakan al-Qur‟an di Indonesia. Saat itu tidak
diperkenankan lagi menerbitkan al-Qur‟an dari luar negeri karena memiliki rasm
dan tanda baca yang berbeda-beda. Secara sosiologis, perbedaan mushaf itu,
19
Begitu pula seperti yang telah dibahas dalam kitab al-Itqān fī ulūm al-Quran karangan
imam al-Suyūṭī. 20
Zainal Arifin, “Mengenal Mushaf al-Qur‟an Standar Usmani Indonesia”, Jurnal Suhuf,
2011, h. 1-2 21
Kajian tentang rasm pada mushaf standar pada dasarnya masih terbatas dan sedikit,
Zaenal Arifin menulis “Kajian Ilmu Rasm Usmani dalam Mushaf Al-Qur‟an Standar Usmani
Indonesia”. Tulisannya mempertegas bahwa rasm yang digunakan Mushaf Standar adalah rasm
usmani, walaupun diakui bahwa konsensus ini tidak mempertegas tentang mazhab siapa yang
diikuti dan dijadikan acuan. Mushaf Standar telah sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku
dalam ilmu rasm utsmani seperti tertuang dalam kitab karya alSuyūṭī, al- Itqān fī Ulūm al-
Qur‟ān. Halhal lain yang tidak dijelaskan oleh alSuyūṭī juga tidak diberlakukan pada Mushaf
Standar. 22
Tidak ada perbedaan mendasar antara Mushaf al-Quran Standar Usmani dengan
Mushaf Al-Qur'an lainnya yang beredar di kalangan umat Islam, baik di Indonesia maupun di
negara lainnya. Dari segi tulisannya, Mushaf al-Quran Standar Usmani juga menggunakan kaidah-
kaidah penulisan rasm usmani. Karena itu, disebut Mushaf Utsmani juga. Kalaulah ada perbedaan,
seperti dengan mushaf al-Qur'an terbitan Saudi Arabia, itu terbatas pada penggunaan beberapa
harakat, tanda baca, dan tanda waqaf.
5
sedikit banyak akan menimbulkan fragmentasi keagamaan di tengah masyarakat
di kemudian hari.23
Mushaf Pakistan adalah nama mushaf yang diberikan kepada mushaf
Syirkah Qudratullah Pakistan yang memiliki ciri khas kaligrafi yang besar dan
gemuk. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Abdul Hakim (2012) al-
Quran Pakistan sudah beredar sejak pertengahan abad ke 19. Mushaf
Pakistanbanyak dicetak oleh penerbit Indonesia, yang mana selanjutnya Mushaf
tersebut menjadi rujukan dalam penyusunan Mushaf Standar Indonesia. Namun
walaupun pada awalnya al-Quran Mushaf Standar Indonesia merujuk kepada al-
Quran Mushaf Pakistan, tetapi masih banyak perbedaan rasm yang terjadi antara
keduanya24
.
Tabel 1.1
Sampel Perbandingan Rasm Utsmānī antara MSI dan Pakistān
No Surat/Ayat MSI MB Al-Dânî
قىتن قاوتن قاوتن 30/26 1
ريح رياح ريح 30/46 2
جدك جادك جدك 31/15 3
*MSI : Mushaf Standar Indonesia, MP: Mushaf Pakistan
Dari beberapa sampel di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat Banyak
perbedaan dan ketidaksamaan Rasm antara Mushaf Standar Indonesia dan Mushāf
Pakistan, yang penulis temukan dalam penelitian di atas, sehingga penulis sangat
bergegas untuk menulis skripsi ini, adapun judul yang penulis angkat adalah
23
Abdul Hakim, “Perbandingan Rasm Mushaf Standar Indonesia, Mushaf Pakistan, Dan
Mushaf Madinah” Jurnal Suhuf, 2017, h. 373 24
Abdul Hakim, “Perbandingan Rasm Mushaf Standar Indonesia, Mushaf Pakistan, Dan
Mushaf Madinah” Jurnal Suhuf, 2017, h. 376
6
Perbandingan Rasm Usmani antara Mushaf Standar Indonesia dan Mushaf
Pakistan“Analisis Kaidah Hażf al- Harf dalam Rasm Utsmani”
B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah
1. Identifikasi Masalah.
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, penulis menemukan beberapa
akar permasalahan yang dapat diidentifikasi dalam penelitian ini, yaitu :
a. Banyaknya perbedaan rasm yang terdapat dalam Mushaf Standar Indonesia
dan Mushāf Pakistan
b. Terjadinya kesalahpahaman dari orang yang membaca al-Quran antara
Mushaf Standar Indonesia dan Mushāf Pakistan
c. Adanya perbedaan riwayat dalam rasm di antara keduanya.
2. Batasan Masalah
Agar dalam penelitian ini tersusun dengan baik dan ada korelasi antara
latar belakang masalah dengan judul atau tema yang dibuat, maka perlu dijelaskan
pula pembatasan masalah yang akan dibahas oleh penulis. Dalam rasm usmani
seperti yang telah dijelaskan dalam kitab al-Itqān fī Ulūm al-Qurān bahwa Kaidah
penulisan Rasm usmani ada enam kaidah25
, Kaidah Ziyādah al-harf, Hażf al-harf,
Ibdāl, al-Waṣl wa al-Faṣl, Hamzah. Fīhi mā qirā atāni wa kutiba ahādihimā.26
Dari beberapa kaidah yang telah dijelaskan di atas maka penulis hanya
akan mengambil satu kaidah, yaitu Kaidah Hażf Harf al-alf27
dan penelitiannya
akan diteliti dari Juz 1-30 yang terbagi menjadi tiga kelompok, sepuluh juz
25
Abū Umar al-Dānī, al-Muqni‟ Fī Ma‟rifat Marsumi Maṣāhif Ahl al-Amṣar (Maktabah
al-Kulliyât al-Azhariyyah, tt), h. 20 26
Al-Suyūṭī, al-Itqān Fī Ulūm al- Qurān (Beirut: Dār al-Fikr, 1951), h. 907 27
Dalam hal ini mengapa penulis hanya mengambil satu kaidah yaitu kaidah Hażf al-Harf
karena kaidah tersebut yang paling banyak memiliki perbedaan diantara kaidah – kaidah yang lain,
sehingga penulis lebih menfokuskan pada titik itu. Dan dalam penelitisn ini hanya difokuskan pada
pandangan al-Dani karena beliau adalah merupakan rujukan utama dari penulisan al-Quran
Mushaf Standar Indonesia dan MushAf Bākistān.
7
pertama, sepuluh juz kedua, dan sepuluh juz ketiga, dan dari satu persatu
kelompok tersebut akan diambil sepuluh lafaẓ yang sama dan sepuluh lafaẓ yang
berbeda.
Adapun tehnik pengambilan sampelnya, Pertama penulis melihat lafaẓ-
lafaẓ yang termasuk pada kaidah Hażf al-harf dalam kitab al-Muqni‟, Kedua
memilah lafaẓ-lafaẓ yang termasuk pada kategori Hażf al-harf, Ketiga
menentukan secara acak lafaẓ-lafaẓ yang akan menjadi sampel dalam penelitian
ini.
Mushaf Standar Indonesia yang akan diteliti adalah Mushaf cetakan
Kemenag tahun 2017 yang dicetak oleh Unit Percetakan al-Quran (UPQ),
sedangkan Mushaf Pakistan yang akan diteliti adalah Mushaf cetakan Taj
Compani namun tidak ada keterangan tahun dicetaknya mushaf.
3. Perumusan Masalah.
Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah di atas, maka penulis
merumuskan masalah yaitu:
a. Bagaimana penerapan kaidah Rasm Usmani dalam Mushaf Standar Indonesia
dan Mushaf Pakistan?
b. Bagaimana perbandingan Rasm Usmani dalam Mushaf Standar Indonesia dan
Mushaf Pakistan.
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian.
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas, tujuan yang ingin dicapai oleh
penulis adalah :
8
a. Mengetahui penerapan kaidah Rasm Usmani dalam Mushaf Standar
Indonesia dan Mushaf Pakistan.
b. Mengetahui perbandingan Rasm Usmani dalam Mushaf Standar Indonesia
dan Mushaf Pakistan.
2. Manfaat penelitian
Manfaat penelitian ini secara teoritis, penelitian ini mampu memberikan
kontribusi dan mempeluas keilmuan umat Islam dalam kajian Rasm Usmani, dan
bisa menjadi bahan rujukan terkait masalah-masalah yang mungkin akan semakin
berkembang di masa modern ini.
Adapun secara praktis, penelitian ini diharapkan bisa menjadi rujukan
apabila masih ada kesalah pahaman pelajar tentang penulisan Rasm Usmani
dalam proses belajar mengaji al-Quran, serta mampu memberikan kontribusi
terhadap Studi Ilmu al-Quran dan Tafsir dalam bentuk pemahaman yang lebih
luas dan mendalam mengenai Rasm Usmani.
D. Metodelogi Penelitian28
dan Sumber data
Metodelogi penelitian adalah cara ilmiah yang digunakan untuk
mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu.29
1. Jenis penelitian
Dalam melakukan penelitian ini, metode yang dipakai adalah metode
pengumpulan data yaitu, penelitian yang bersifat kepustakaan (Library Research)
yaitu sebuah penelitian yang menggunakan cara pengumpulan data mengenai
28
Metode penelitian mencakup penjelasan menganai jenis atau format penelitian yang
digunakan, sumber serta metode dan alat pengumpulan data, dan strategi analisis data yang
digunakan; apabila format penelitiannya survei juga dijelaskan populasi penelitian beserta teknik
pengambilan sampel penelitian, dan apabila format penelitiannya berupa eksperimen, maka perlu
dijelaskan pola eksperimen yang digunakan lihat di Sanapiah Faisal, Format-Format penelitian
Sosial, (Jakarta : PT Rajagrafindo, 2008), h. 34 29
Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi (Bandung: Alfabeta CV, 2014), h. 3
9
tema pembahasan,30
dan menggunakan metode Analisis, yaitu penulis
menganalisa tentang kalimat-kalimat apa saja yang berbeda dalam Mushaf
Standar Indonesia dan Mushaf Pakistandengan menggunkan kaidah Hażf al-Harf
seperti yang telah dijelaskan dalam perumusan masalah.
2. Sumber data.
Sumber data31
yang digunakan dalam penelitian ini ada dua macam yaitu;
a. Sumber data primer.
Dalam penulisan skripsi ini, sumber data yang digunakan oleh penulis
merupakan sumber data pertama yang ditulis oleh pengarang pertama yang
berkaitan dengan rasm, yaitu kitab Al-Muqni‟ fī Ma‟rifati Maṣāhif Ahl al- Amṣār
(Karya Al-Dānī).32
b. Sumber data sekunder
Sumber data skunder yang dipakai penulis untuk mendukung dan
memperkuat data primer dalam kajian ini, penulis merujuk pada kitab al-Itqān fī
Ulūm al-Qurān, Mabāhits Fī Ulūm al-Qurān, dan buku-buku yang lain yang
berkaitan dengan tema pembahasan penulis. Serta ditambah dengan beberapa
jurnal, artikel, Skripsi dan Disertasi yang dianggap penting untuk dikutip serta
bisa mendukung dan menambah pembahasan-pembahasan terkait.
3. Tehnik penulisan
Adapun dalam tehnik penulisan dalam skripsi ini, penulis mengau pada
pedoman akademik Universitas Islam Negeri UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
tahun 2013.
30
Kartini, Pengantar Metode Penelitian Sosial (Bandung: Bandar Maju, 1996) h. 71 31
Adapun metode pengambilan data bisa dilakukan dengan Observasi, Dokumentasi,
Wawancara, Angket, dan data kuantitatif ( timbangan, alat pengukur, haemoglobin darah,
barometer, dll. Lihat di B. Sandjaja, Panduan Penelitian (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2006), h. 140 32
Sumardi Surya Brata, Metode Penelitian (Jakarta: Grafindo Persada, 1998), h. 84
10
E. Kajian Pustaka.
Untuk menyusun skripsi ini, penulis mencari dan meneliti tentang kajian
terdahulu yang satu tema dengan skripsi ini, baik dalam bentuk buku, skripsi,
tesis, disertasi, maupun artikel-artikel yang temanya masih ada keterkaitan dengan
penulisan, diantaranya adalah:
Dalam skripsinya Eva Nugraha yang berjudul Kaidah Rasm Utsmani Pada
Mushaf al-Quran Standar Indonesia, dalam skripsi tersebut dijelaskan tentang
penerapan kaidah rasm al-Quran pada Mushaf al-Quran Standar Indonesia yang
mana menurutnya bahwa tidak semua ayat dalam Mushaf Standar Indonesia
mengikuti rasm yang sudah ditetapkan oleh Ulama rasm.
Ahmad Fathoni Tesis S2 Fakultas Pascasarjana, Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta, 1999 dengan judul Sejarah Perkembangan Rasm
Utsmani: Studi Kasus Penulisan al-Quran Standar Utsmani Indonesia yang
menyebutkan rasm usmani MSI harusnya mengacu pada mażhab al-Dānī (W. 444
H. / 1052 M). Di bagian akhir tesis ini, Ahmad Fathoni menginventarisir beberapa
pola penulisan kalimat dalam Mushaf al-Quran Standar Indonesia yang
menurutnya tidak memiliki pijakan literatur ilmu rasm usmani sebanyak 105
tempat. Menurutnya kalau mau konsisten, Mushaf al-Quran Standar Indonesia
tidak memiliki pijakan dalam Mushaf Standar Indonesia dan Mushaf Standar
Madinah.
Ahmad Fathoni Tesis S2 Fakultas Pascasarjana, Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008 dengan judul Keterkaitan ragam qirāat dengan
rasm Utsmani serta impilkasinya terhadap penerbitan mushaf dan penafsiran al-
Quran, dalam Disetasi ini penulis menjelaskan tentang hubungan timbal balik
11
antara ragam qiraat dan rasm utsmani serta pengaruhnya yang mencakup tentang
korelasi al-Quran dan ragam qirāat pada masa awal Islam.
Abdul Hakim, Jurnal Suhuf dengan judul Perbandingan Rasm Mushaf
Standar Indonesia, Mushaf Pakistan, Dan Mushaf Madinah Analisis Rasm Kata
Berkaidah Ḥażf Al-Ḥurūf, dalam jurnal tersebut membahas tentang semua
perbandingan antara Mushaf Standar Indonesia, Pakistan, dan Madinah, namun
dalam pembahasan tersebut hanya terbatas pada juz 7, 14, dan 24. Dari ketiga juz
tersebut disimpulkan bahwa Mushaf Standar Indonesia memiliki persamaan lebih
banyak dari pada mushaf Madinah.
Zainal Arifin Madzkur, Tesis di Sekolah Pascasarjana UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2008 dengan judul Legalisasi al-Rasm al-Utsmani dalam
penulsan al-Quran, beliau menjelaskan tentang awal proses terbentuknya rasm
usmani, tekhnik penulisan, dan legitimasi dalam penulisan rasm usmani. Dan
dalam subbab terakhir dijelaskan beberapa pengaruh seiring peresmiannya yang
mencakup doktrin taufīqī dan terlembaganya disiplin ilmu rasm utsmani.
Zainal Arifin Mażkur, Disertasi di Sekolah Pascasarjana UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2018 dengan judul Perbedaan Rasm Usmani antara mushaf
standard Indonesia dan Mushaf Madinah dalam perspektif al-Dīnī dan Abū
Dawūd, dalam disertasi tersebut dijelaskan tentang bagaimana pandangan Al-Dānī
dan Abū Dawūd tentang al-Quran Mushaf Standar Indonesia dan Mushaf
Madinah.
H. Hisyami Disertasi di Sekolah Pascasarjana Uin Syarif Hidayatullah
Jakarta, 2008 dengan judul Penulisan dan pemberian tanda baca Mushaf Standar
Indonesia cetakan 2002 (Ditinjau dari ilmu rasm dan ilmu dabt al-Quran), dalam
12
Diseratsi ini menjelaskan tentang penulisan dan tanda baca mushaf standar
indonesia, yang mencakup pembicaraan hilang huruf, penambahan huruf,
menambah ayat, penulisan huruf, perbedaan penulisan dalan kaidah ilmu rasm.
Sedangkan pembahasan tanda bacanya mencakup perbedaan tanda baca dengan
ilmu dabt, meletakkan tanda baca tidak pada letaknya dan lain-lain.
Mochammad Hidayatullah, Skripsi di Fakultas Ushuluddin UIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta yang berjudul Rasm Usmani dalam Mushaf Menara Pojok
Kudus, di dalamnya dibahas tentang Rasm Mushaf Menara Kudus yang berbeda
dengan Kaidah Rasm Usmani Pada Umumnya serta pengaruhnya pada Qiraat.
Zainal Arifin, Jurnal Suhuf yang berjudul Mengenal Mushaf Standar
Indonesia “Studi Komparatif atas Mushaf Rasm Usmani tahun 1983 dan 2002,
dalam jurnal tersebut dijelaskan tentang ciri has yang berbeda antara Mushaf yang
ditulis pertama pada tahun 1983 dengan Mushaf hasil tulisan kembali pada tahun
2002.
Eva Nugraha, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, artikel, Refleksi, Volume
13, Nomor 2, April 2012, Konsep al-Nabīy al-Ummī dan Implikasinya pada
Penulisan Rasm, dalam artikel tersebut menjelaskan mengenai bagaimana
pandangan ulama jika sifat al-ummī nabi diartikan sebagai seorang nabi yang
tidak bisa membaca dan menhitung dan bagaimana pula jika sifat al-ummī nabi
diartikan sebagai seorang nabi yang tidak bisa membaca dan menghitung serta
bagaimana pengaruhnya terhadap Rasm Utsmani.
F. Sistematika Penulisan.
Sistematika penulisan merupakan uraian tentang bab-bab yang akan
dibahas dalam penelitian ini, serta argumentasi mengapa isu – isu yang
13
dicantumkan di dalamnya perlu dibahas. Agar penelitian ini memperlihatkan
adanya kesatuan serta keterkaitan antara satu sama lain, maka penulis akan
membagi pembahasan ini menjadi lima bab yang terdiri dari beberapa sub-bab.
Adapun sistematika penulisannya dapat dijelaskan sebagaimana berikut:
Bab I Pendahuluan, pembahasan dimulai dengan pendahuluan yang berisi
penguraian Latar Belakang Masalah, Kemudian Permasalahan yang akan
diuraikan, Identifikasi Dan Batasan Masalah, Tujuan Dan Manfaat Penelitian,
Metode Penelitian, Tinjauan Pustaka dan Sistematika Pembahasan.
Bab II Gambaran Umum Rasm Utsmani, dalam Bab kedua ini, akan
dibahas mengenai Pengertian Rasm Utsmani, Macam-Macam Rasm, Kaidah-
Kaidah dalam Rasm Usmani, Ciri-Ciri Rasm Utsmani dan Pandangan Ulama
tentang Rasm Usmani.
Bab III Mushaf Standar Indonesia dan Mushaf Pakistan yang mana dalam
bab ini penulis akan membahas tentang sejarah standarisasi Mushaf Standar
Indonesia dan Mushāf Pakistan, Jenis-Jenis Mushaf Standar Indonesia dan
Mushāf Pakistan, serta rujukan atau refrensi yang digunakan keduanya dalam
menulis al-Quran.
Bab IV Perbandingan Mushaf Standar Indonesia dan Mushaf Pakistan
dalam Bab keempat ini penulis akan menguraikan perbandingan-perbandingan
rasm dalam mushaf standar Indonesia dan Mushāf Pakistan.
Bab V Penutup, yang di dalamnya akan disintesikan beberapa kesimpulan
sesuai dengan rumusan masalah berikut implikasi penulisan yang penulis.
14
BAB II
GAMBARAN UMUM RASM USMANI
A. Pengertian Rasm
Rasm menurut bahasa berarti tulisan, sedangkan secara istilah rasm adalah
tata cara penulisan huruf dan kalimat-kalimat al-Quran sesuai dengan metode
yang ditetapkan dalam mushaf usmani pada masa Usman bin Affan.33
Menurut Manna‟ al-Qaṭṭān rasm usmani adalah pola penulisan al-Quran
yang lebih mengutamakan pada metode tertentu yang digunakan Usman bin Affan
dalam proses pengumpulan al-Quran yang mana dalam hal tersebut dipercayakan
kepada Zaid bin Tsabit bersama tiga orang Quraisy yang telah mendapatkan
persetujuan dari Usman bin Affan.34
Abū Bakar Ismaīl mendefinisikan ilmu rasm usmani sebagai berikut:
فببتكيذال ط النعويفثحبيػملع فلتيزيػ متمط خوىرضياهللعنووافمثعدهعوةي انمثعالفاحصمالهىذةابتكدعبػةلغال اءملاعهعضوتال ةي ئلمالداعوقالنعاءيشالضعبػ
.نمالز نمةبقب“Ilmu yang membahas tentang tata cara penulisan al-Quran yang dilakukan pada masa
pemerintahan khalifah Usman r.a., yaitu tulisan yang berbeda dengan aturan – aturan penulisan
yang telah disepakati oleh para ahli bahasa, setelah penulisan mushaf Usmani dilakukan, karena
perkembangan masa”.35
Beralih dari definisi dasar tentang rasm,36
dalam kitab-kitab ulūm al-
Qurān rasm dibahas lebih luas, yang mana ilmu rasm ini mucul dari sejarah
33
Jalaluddin al-Suyūtī, al-Itqān fī ulūm al-Qurān (Mesir: Mustafā al-Babi al-Halanī,
1973), h.166 34
Manna‟ al-Qaṭṭān, Mabāhits fī Ulūm al-Qurān (Riyad: Mansyūrat al-Hasr wa al-Hadīts,
1973), cet II, h.146 35
Usman, Ilmu Tafsir (Yogyakarta: Teras, 2009), h. 113-114
`36
Kamaluddin Marzuki dalam bukunya Ulūm al-Qurān mendifinisikan Ilmu Rasm al-
Quran sebagai ilmu yang membahas tentang tata cara penulisan al-Quran pada masa Usman bin
Affan yang ditulis sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa arab, lihat di Kamaluddin Marzuki, Ulūm
al-Qurān (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 1992), h. 78. Pada dasarnya, prinsip dalam
penulisan itu adalah kesesuaiannya dengan pengucapan tanpa ada penambahan, pengurangan,
penggantian antara huruf yang satu dengan huruf yang lainnya, dan juga tanpa adanya perubahan,
namun mushaf al-Quran yang ditulis pada madsa khalifah Usman itu tidaklah terikat dengan
15
panjang mushaf usmani yang membahas semua pola tulisan dalam al-Quran.
Secara teoritis ilmu rasm merupakan ilmu yang mempelajari tentang penulisan
mushaf al-Quran yang dilakukan dengan cara khusus baik dalam penulisan lafaẓ-
lafaẓnya maupun bentuk-bentuk huruf yang digunakan. Adapun seperti yang
dikemukakan badan litbang, ilmu rasm usmani ini didefinisikan sebagai ilmu
untuk mengetahui segi-segi perbedaan antara rasm usmani dan kaidah-kaidah
rasm qiyāsī maupun imla‟ī.37
Syaikh Abdul Aziz Al-Dabbāġ berkata “Para sahabat dan yang lainnya
tidak ikut campur seujung rambut pun dalam penulisan al-Quran, karena
penulisan al-Quran sudah petunjuk dari nabi, beliau yang memerintahkan kepada
mereka untuk menuliskannya dengan bentuk yang seperti sekarang, dengan
menambah alif atau menguranginya, karena ada rahasia-rahasia yang tidak
terjangkau oleh akal dan itulah sebab satu rahasia Allah yang diberikan kepada
kitab-Nya yang mulia, yang tidak diberikan kepada kitab-kitab yang lainnya38
.
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa rasm usmani adalah sebuah
cara atau proses penulisan mushaf al-Quran yang memiliki pola spesifik tersendiri
dalam menentukannya dan di dalamnya terdapat beberapa bagian yang berbeda
dengan rasm imlā‟i yang banyak digunakan pada penulisan huruf atau lafaẓ arab.
prinsip-prisnsip dasar tersebut. Oleh karena itu di dalamnya banyak terdapat huruf-huruf atau
lafaẓ-lafaẓ yang penulisannya kadang-kadang berbeda dengan aturan-aturan yang ditetapkan para
ulama. Hal ini didasarkan pada suatu pertimbangan akan adanya maksud positif yang terdapat di
dalamnya. Dengan demikian di antara para ulama banyak menaruh perhatiannya untuk
mengomentari dan membahas Rasm al-Quran mushaf Usmani tersebut lihat di Dr. Usman, Ilmu
Tafsir (Yogyakarta: Teras, 2009), h. 114 37
Mazmur Sya‟roni, Pedoman Umum Penulisan dan Pentashihan Mushaf al-Quran
dengan Rasm Usmani (Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Agama Puslitbang Lektur
Agama, 1998/1999), h. 10 38
Manna al-Qaṭṭān, Pengantar Studi Ilmu al-Quran (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2006),
h. 183
16
B. Macam-Macam Rasm.
Berangkat dari spesifikasi cara penulisan kalimat atau lafaẓ arab yang
telah dikemukakan di atas maka, Rasm terbagi menjadi tiga macam;39
1. Rasm Usmani
Rasm Usmani adalah penulisan al-Quran yang telah disetujui oleh Usman
bin Affan,40
yang mana dalam proses penulisannya yang menjadi rujukan awal
adalah suhuf Abū Bakar, sementara suhuf Abū Bakar merupakan hasil
pengumpulan dari naskah-naskah para penulis wahyu Rasulullah. Sehingga dalam
hal ini dapat disimpulkan bahwa rasm usmani41
tidak berbeda dengan rasm yang
ditulis oleh para penulis wahyu Rasulullah SAW.42
39
Mazmur Sya‟roni, Pedoman Umum Penulisan dan Pentashihan Mushaf al-Quran
dengan Rasm Usmani (Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Agama Puslitbang Lektur
Agama, 1998/1999), h. 9 40
Ulama berbeda pendapat mengenai jumlah mushaf, ada yang mengatakan 4,5,6 Mushaf
yang dicetak dan disebar luaskan di kota-kota besar 41
Ada beberapa ciri yang dimiliki oleh rasm ustmani yang diasumsikan masih memiliki
kadar orisinalitas, yaitu Pertama, Dalam al-Quran mushaf usmani, setiap fenomena simbolik
menampakkan keteraturan dan konsistensi. Tetapi setiap konsistensi dan keteraturan, didalamnya
selalu diikuti oleh ketidakkonsistenan, meskipun fenomena ketidakkonsistenan tersebut hanya
menjadi bagian yang sangat kecil, sermacam deviasi yang tingkat signifikansinya sangat rendah.
Kedua, Setiap halaman al-Quran berisi 18 baris, tetapi pada halaman 2 dan 3 masing-masing hanya
berisi 6 baris. Inilah deviasi yang terjadi dalam susunan baris setiap halaman. Di kanan atau kiri
halam al-Quran terdapat tanda „ain (alfabetik arab ke 18) yang diseratai angka, baik di atas, di
tengah, maupun di bawah, tanda ain tersebut yang oleh umat islam biasa disebut sebagai ruku‟ atau
tanda berhenti membaca, dan posisi ain bersifat baku, berada pada posisi tertentu yang tidak dapat
dirubah. Ketiga, Pembagian ayat ke dalam unit-unit juz, tampak begitu konsisten dan ketat, dengan
kepastian jumlah ayat pada setiap halaman, pengaturan halaman juga sangat konsisten ke dalam 16
halaman, kecuali juz 1 dan juz 30, dimana masing-masig terdiri dari 15 dan 21 halaman. Keempat,
Masing-masing halaman dalam mushaf utsmani diisi oleh ayat utuh sehingga awal halaman
menjadi awal ayat dan akhir halaman menjadi akhir ayat. Dalam keteraturan ini juga terdapat
deviasi, dimana ada satu halaman dimana ayat al-Quran terpotong oleh pergantian halaman al-
Quran, yaitu pada halaman 484. Tetapi secara umum, keteraturan setiap halaman terdiri dari ayat
utuh yang menunjukkan adanya hubungan antara jumlah ayat dengan halaman al-Quran. Kelima,
Di setiap ayat surat terdapat tulisan basmalah sebagai kop surat, kecuali surat ke 9 (al-Taubat).
Surat ini yang menjadi deviasi konsistensi pencantuman Basmalah. Setiap kop surat ditulis dengan
dua baris, tetapi terdapat dua surat yang ditulis hanya dengan satu baris yaitu surat al-Hijr dan
surat al-Naml. Kop surat dalam rasm utsmani bersisi tentang keterangan surat dan potongan ayat
“basmalah”. Keenam, Setiap awal juz dimulai dengan halaman sebelah kiri, kecuali juz satu.
Setiap awal juz ditandai dengan huruf cetak tebal pada beberapa huruf di ayat awal juz, kecuali juz
1 dimana cetak tebalnya di surat al-Fatihah (1-7) dan surat al-Baqarah (1-4), fenomena cetak tebal
17
Contoh اىدناالصرطاملستقيم
Pada contoh di atas dalam lafaẓ الصرط alif setelah huruf Rā’ dibuang dengan
mengikuti imam Abū Dawūd.
2. Rasm Qiyāsī
Rasm Qiyāsī adalah cara menuliskan kalimat atau lafaẓ sesuai dengan
ucapannya, dengan memerhatikan waktu memulai dan berhentinya kalimat
tersebut, rasm ini juga disebut rasm imlā‟i.
Contoh اىدناالصراطاملستقيم
3. Rasm Arūḍī
Rasm Arūdī adalah cara menuliskan bahasa arab sesui dengan wazan-
wazan dalam Syair Arab, hal ini bertujuan untuk mengetahui nama-nama syair
yang dimaksud43
.
Contoh قدكفاينعلمريبمنسؤايلواختياري C. Kaidah-Kaidah Rasm Usmani
Kaidah rasm usmani adalah tata cara penulisan al-Quran yang ditetapkan pada
masa khalifah Usman bin Affan.44
Dalam rasm usmani terdapat beberapa kaidah
penulisan yang menjadi acuan dalam penulisan, beda dengan rasm imlā‟i dan
arūdī.
dalam permulaan juz berbeda satu sama lain, ada ynag terdiri dari dua huruf seperti ( Hā Mīm)
dalam juz 26, („Ammȃ ) dalam juz 30. Tetapi ada juga yang cetak tebalnya terdiridari beberapa
huruf seperti (Iqtaraba Li al-nās) pada juz 17 dan (Qāla Famā Khatbukum) pada juz 27. Lihat di
bukunya . Lukman Saksono, Pengantar Psikology al-Quran: Dimensi Keilmuan Di Balik Mushaf
Utsman (Jakarta: PT Gralikatama jaya, 1992), h. 56 42
Anshori, Ulumul Quran: Kaidah-Kaidah Memahami Firman Tuhan (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2014), h.156 43
Anshori, Ulumul Quran: Kaidah-Kaidah Memahami Firman Tuhan, h.156 44
Eva Nugraha, “Kaidah Rasm Utsmani pada Mushaf Standar Indonesia”, (Skripsi S1
fakultas Ushuluddin IAIN Sunan Gunung Djati Bandung, 1995), h. 18
18
1. Hażf Harf (Pembuangan Huruf)
Hażf al-Harf adalah kaidah yang digunakan untuk membuang,
menghilangkan, atau meniadakan salah satu huruf dalam kalimat45
. Adapun ciri-
ciri dalam hażf al-harf adalah sebagai berikut:
a. Hażf al-alif jika:46
1. Di dahului Ya‟ nidā‟ (Panggilan) contoh (يأيهاالناس) 2. Didahului dengan Ha tanbih (Peringatan) contoh (ىؤالء) .
3. Dari kata ( نا ) jika bertemu dengan ḍamir contoh اجنينكم) )
4. Dari lafaẓ jalalah contoh (الرمحن،سبحن،اهلل)
5. Alif yang terletak setelah huruf lam contoh ( خلئف)
6. Alif yang terletak diantara huruf lam contoh (الكللة )
7. Alif tatsniyah contoh (رجالف)
8. Alif pada kalimat bentuk jamak mużakkar dan muannats salim, contoh
( مسعوف،املؤمنت)
9. Bentuk jamak yang dengan wazan (مفاعل) atau yang menyerupai, contoh
(املسجد،ثلث،ربع)
b. Huruf ya dibuang jika:47
1. Terdapat dalam isim manquṣ yang ditanwin, contoh غريباغوالعاد
2. Dari beberapa kalimat berikut: وخافوف
c. Huruf wawu dibuang jika bertemu dengan huruf wawu, contoh فأووا،اليستووف
d. Huruf lam dibuang jika mudgam, contoh واليل kecuali pada lafaẓ ،اهلل،اللوامة
dan cabang-cabangnya contoh, 48،اللهم،اللهو،اللطيف،الالتاللعنة
45 Acep Hermawan, Ulumul Quran (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2016), h.94
46 Abū Amr al-Dānī, Tahqīq hātim Shalih al-Damin, al-Muqni‟ fȋ Ma‟rifati Marsūm
Maṣāhif ahl al-Amṣār (Bairut: Dār al-Baṣāir al-Islāmiyyah, 2011), cet. 1, h. 125, lihat juga di
Jalaluddin Al-Suyūṭī, al-Itqᾱn fī ulūm al-Qurān (Beirut: Dār al-Fikr, 2010), h.536 47
Abū Amr al-Dānī, al-Muqni‟ fȋ Ma‟rifati Marsūm Maṣāhif ahl al-Amṣār, h. 163
19
Terdapat beberapa huruf yang dibuang tidak berdasarkan kaidah,
contoh pembuangan huruf ya‟ pada lafaẓ (أبراىم), pembuangan huruf alif
pada (ملك), dan huruf wawu dari empat fi‟il berikut: عاالنساف،سندعالزبانية،ويديدعالداع،وميحاهللالباطل .dan sebagainya يـو
2. Kaidah Al-Ziyādah.49
Ziyādah berarti penambahan huruf alif, ya, atau wawu dalam Rasm
Usmani:
a. Menambah huruf Alif;
1. Menambah huruf alif, setelah wawu pada akhir setiap isim jama‟ atau
mempunyai hukum jama‟50
. Contoh االلباب،بنواإسرائيلامالقوارهبم،اولو
2. Menambah alif setelah hamzah marsumah wawu51
(Hamzah yang
terletak diatas tulisan wawu). Contoh تاهللتفتؤا asalanya تاهللتفتأ
3. Beberapa kalimat yang keluar dari kaidah52
. Contoh مائة،واطعناالرسوال،
وتظنوفباهللالظنونا،مائتني،فأضلوفالسبيال.
b. Huruf ya‟ 53
ditambahkan dalam beberapa kalimat antara lain:
منتلقائ نفسي،ومناناءىاليل،ومننباءىاملرسلني
c. Huruf wawu54
ditambahkan dalam beberapa kalimat antara lain: أوالء،
أولئك،أولو.
3. Kaidah Hamzah55
48
Al-Suyūṭī, al-Itqᾱn fī ulum al-Quran.... h.537 49
Al-Suyūṭī, al-Itqᾱn fī ulum al-Quran.... h.538 50
Abū Amr al-Dānī, al-Muqni‟ fȋ Ma‟rifati Marsūm Maṣāhif ahl al-Amṣhār, h. 152 51
Abū Amr al-Dānī, al-Muqni‟ fȋ Ma‟rifati Marsūm Maṣāhif ahl al-Amṣhār, h. 174 52
Abū Amr al-Dānī, al-Muqni‟ fȋ Ma‟rifati Marsūm Maṣāhif ahl al-Amṣhār, h. 169 53
Abū Amr al-Dānī, al-Muqni‟ fȋ Ma‟rifati Marsūm Maṣāhif ahl al-Amṣhār, h. 183-185 54
Abū Amr al-Dānī, al-Muqni‟ fȋ Ma‟rifati Marsūm Maṣāhif ahl al-Amṣhār, h. 194
20
a. Jika terdapat huruf hamzah sukun, maka ditulis sesuai dengan harkat
sebelum huruf sebelumnya, contoh أؤمتن،أئذف،البأساء
b. Jika huruf hamzah berharkat maka:
1. Jika berada pada permulaan kalimat dan bertemu dengan huruf zaidah
maka ditulis dengan huruf alif, contoh فبأي،سأنزؿ،سأصرؼ،إذا،ألولو، أيوب
2. Jika berada ditengah-tengah kalimat maka ditulis sesuai dengan
harkatnya, apabila hamzah berharkat fathah maka ditulis dengan alif,
jika hamzah berharkat kasrah maka ditulis dengan huruf ya, jika
hamzah berharkat ḍammah maka ditulis dengan huruf wawu. ،تقرؤه سئل،سأؿ
3. Jika berada di akhir kalimat maka ditulis sesuai dengan harakat
sebelumya. Apabila huruf sebelum hamzah berharkat fathah maka
hamzah ditulis dengan alif, jika huruf sebelumnya berharkat kasrah
maka ditulis dengan ya, jika huruf sebelumnya berharkat ḍammah
maka ditulis dengan wawu. سبأ،لؤلؤ،شاطئ
4. Jika huruf sebelum Hamzah berharkat sukun makaditulis sendirian,
contoh ملءاالرض،يرجالبء
4. Kaidah al-Washal wa al-Fashal (Sambung Pisah)56
Washal artinya menyambung. Yang dimaksud di sini adalah metode
penyambungan kata (dalam Bahasa arab disebut huruf, jadi penyambungan
dua huruf) yang mengakibatkan hilang atau dibuatnya huruf tertentu.
55
Al-Suyūṭī, al-Itqᾱn fī ulūm al-Quran.... h. 538 56
Abū Amr al-Dānī, al-Muqni‟ fȋ Ma‟rifati Marsūm Maṣāhif ahl al-Amṣhār, h. 218
21
a. Kata (اف) jika bertemu dengan (ال) maka ditulis menyambung ( اال), kecuali
sepuluh tempat yaitu pada surat al-A‟rāf/7:150 & 169, Hūd/11: 14 & 26,
al-Taubah/9: 118, al-Hajj/22: 60, al-Dukhān/44 : 19, dan al-Qalam/68: 24.
b. Kata (من) jika bertemu dengan (ما) maka ditulis dengan menyambung (ما), kecuali pada surat al-Nisā‟/4: 25, al-Rūm/30: 28, dan al-Baqarah/2:57.
c. Kata (من) jika bertemu dengan (من) maka secara mutlak harus ditulis
dengan menyambung (م ن) d. Kata (عن) jika bertemu dengan (ما) maka harus ditulis dengan
menyambung (ا kecuali pada surat al-A‟rāf/7: 166 ,(عم
e. Kata (اف) jika bertemu dengan (ما) maka harus ditulis menyambung ( اام ), kecuali surat al-Ra‟d/13: 40
f. Kata (اف) jika ditulis dengan (ما) maka secara mutlak harus ditulis
meyambung (اما) g. Kata ( كل) jika bertemu dengan (ما) harus ditulis menyambung (كل ما),
kecuali pada surat al-Nisā/4: 91, al-Mu‟minūn/23: 44, dan Ibrahīm/14:34
h. Ada beberapa kalimat yang harus disambung penulisannya antara lain:
ا،رمبا،نعما كأن
5. Kaidah yang berkaitan dengan dua bacaan57
Apabila dalam satu kalimat terdapat dua bacaan maka cukup ditulis salah
satunya. Contoh الدين يـو ,tulisan tersebut sudah mewakili dua bacaan ملك
bacaan pendek dan bacaan panjang pada huruf mim.
6. Kaidah al-Badal
57
Abū Amr al-Dānī, al-Muqni‟ fȋ Ma‟rifati Marsūm Maṣāhif ahl al-Amṣhār, h. 240
22
a. Alif diganti wawu untuk menunjukkan keagungan, contoh الز كوة، اليوة، الص لوة
b. Alif ditulis dengan ya‟ jika asal katanya dari ya‟. Contohnya يأسفى،حيسرتى selain itu ada juga beberapa kalimat yang keluar dari dari kaidah ini
sepertiاىل،بلى،مت،حت،اىن،على c. Nun ditulis dengan alif pada nun taukid khafifah, contoh اذا d. Ha‟ ditulis dengan Ta‟ terbuka contohnya ،رمحت ومعصيت،نعمت dan
kalimat امرأة ketika disandarkan pada nama suaminya. Seperti امراتنوح،امرت عمراف
D. Pandangan Ulama Tentang Rasm
Perdebatan di kalangan ulama tentang status hukum dalam penulisan
mushaf al-Quran masih banyak menuai kontroversi, apakah dalam penulisan
tersebut memang petunjuk dari nabi atau hanya hasil ijtihad dari kalangan sahabat
nabi.
Jumhur ulama58
berpendapat bahwa penggunaan Rasm Usmani merupakan
tauqīfī dari nabi Muhammad yang harus dipakai dalam penulisan al-Quran,
sehingga mereka menisbatkannya kepada nabi Muhammad59
. Adapun Ibnu al-
Mubāraq mengutip gurunya, Abdul „Azīz al-Dabbaġ mengatakan kepadanya
bahwa, para sahabat dan orang lain tidak campur tangan seujung rambut pun
dalam penulisan al-Qur‟an karena penulisan al-Qur‟an adalah tauqīfī, ketentuan
58
Ibnu al- Mubarok mengutip dari Syaikhnya, Abdul Aziz Al-Dabbaġ, bahwa dia berkata
kepadanya, “ Semua para sahabat tidak ikut campur tentang bagaimana metode penulisan mushaf
al-Quran karena semua bentuk tulisan yang ada dalam al-Quran merupakan tauqifi dari nabi
Muhammad, karena beliaulah yang telah memerintahkan kepada mereka untuk menuliskannya
dalam bentuk yang seperti sekarang, baik dengan menambah alif atau menguranginya karena ada
rahasia-rahasia yang tidak dapat dijangkau oleh akal manusia. dan itu merupakan suatu rahasia
Allah yang diberikan kepada kitab-Nya yang mulia, yang tidak Dia berikan kepada kitab sebelum
– sebelumnya. lihat di kitabnya Subhi Shaleh Mabāhith fī Ulūm al-Qurān (Bairut: Dār al-ilm,
1958), h. 276 59
Manna‟ al-Qaṭṭān, Mabāhtih Fī Ulūm al-Qurān (Maktabah Wahbah, tt), h.140
23
dari Nabi. Dialah yang memerintahkan kepada mereka untuk menuliskannya ke
dalam bentuk seperti yang dikenal sekarang, dengan menambahkan alif atau
menguranginya, karena terdapat rahasia-rahasia Allah yang diberikan kepada
kitab-Nya yang mulia dan tidak diberikan kepada kitab-kitab selainnya.
Sebagaimana susunan al-Qur‟an adalah mukjizat, maka penulisannya pun juga
mukjizat.60
Sekelompok ulama berbeda pendapat, bahwa Rasm Usmani bukan tauqīfī
dari nabi Muhammad, hanya saja rasm usmani merupakan salah satu ijtihad
dalam menulis al-Quran dan disetujui oleh Usman serta diterima dengan baik oleh
kalangan umat terdahulu, sehingga hal tersebut menjadi keharusan bahwa setiap
al-Quran yang ditulis harus berpegangan pada rasm usmani.61
Tidak pernah
ditemukan riwayat nabi mengenai ketentuan-ketentuan dalam penulisan al-Quran,
hanya saja ditemukan riwayat nabi yang dikutip oleh Rajab Farjani
“Sesungguhnya Rasulullah memerintahkan menulis al-Quran, tetapi tidak
memberikan petunjuk atau teknis penulisannya dan juga tidak melarang
menulisnya dengan pola-pola tertentu, sehingga terdapat perbedaan-perbedaan
dalam model penulisan mushaf-mushaf al-Quran mereka, ada yang menulis
dengan pola qiyāsī ada yang menambah dan menguranginya, karena mereka tahu
bahwa itu hanya sebagai cara dan itu dibenarkan menulis dengan pola-pola
penulisan masa lalu atau dalam pola-pola baru.62
Akram berpendapat bahwa al-Quran sebagai kitab suci umat Islam
seharunya mengikuti dan berpedoman pada rasm usmani mengingat agar umat
60
Manna‟ al-Qaṭṭān, Pengantar Studi Ilmu al-Quran (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2014),
h. 214 61
Manna al-Qaṭṭān, Pengantar Studi Ilmu al-Quran (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2014),
h.184 62
Quraish Shihab dkk, Sejarah dan Ulūm al-Qurān, h. 95
24
Islam memiliki kitab suci yang seragam dengan dalam kepenulisannya dan juga
kalaupun penulisan al-Quran tidak tauqīfī minimalnya sudah merupakan hasil dari
ijma‟ sahabat nabi.63
Ada pula sebagian ulama juga berpendapat bahwa rasm usmani hanyalah
sebuah metode dan istilah dalam penulisan mushaf al-Quran, sehingga hal
tersebut tidak menjadi masalah ketika metode yang digunakan tersebut telah
menyebar luas di berbagai wilayah.64
Banyak pendapat yang telah dikemukakan oleh ulama mengenai tauqīfī
atau tidaknya bentuk rasm dalam al-Quran, namun ketika melihat dari sifat nabi
yang ummī, maka kita harus melihat apa arti atau makna dari ummī itu, ketika kata
ummī itu dipahami sebagai orang yang tidak bisa baca dan tidak bisa menulis,
maka tidak tauqīfī, namun apabila arti ummī itu tidak diberi arti sebagai orang
yang tidak bisa membaca dan tidak bisa menulis maka, rasm dalam al-Quran itu
adalah tauqīfī dari nabi Muhammad SAW.
63
Akram Beno “Rasm al-Quran” di akses di https://www.academia.edu/37914482/RASM
_al_Quran pada tanggal 3 Mei 2019 64
Manna al-Qaṭṭān, Pengantar Studi Ilmu al-Quran (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2014),
h. 182-184
25
BAB III
MENGENAL MUSHAF STANDAR INDONESIA DAN MUSHAF
PAKISTAN
Setelah pada bab sebelumnya pembahasan tentang rasm usmani dibahas
secara detail, untuk bab selanjutnya ini peneliti akan membahas lebih dalam
mengenai Mushaf Standar Indonesia dan Mushaf Pakistan, yang mana keduanya
sudah lama memiliki standarisasi mushaf al-Quran dan termasuk dua di antara
negara-negara dunia yang memiliki tolak ukur sendiri dalam penulisan mushaf al-
Quran.
A. Mushaf Standar Indonesia
Cukup lama Indonesia meresmikan Mushaf Standar Indonesia sebagai
acuan dalam pentashihan mushaf al-Quran. Mushaf Standar Indonesia ditulis
dengan rasm usmani riwayat „Asim.
1. Sejarah Mushaf Standar Indonesia
Sebelum berdirinya Lajnah Pentashihan Mushaf al-Quran Departemen
Agama pada tahun 1957, pada tahun 1951 sudah ada al-Quran yang tashih,
pentashihnya terdiri dari: Muhammad Adnan, Ahmad Baidawi, Musa al-Mahfuẓ,
Abdullah Afandi Munawar, Abdul Qadir Munawar, Muhammad Basyir, Ahmad
Ma‟mur, Muhammad Arwani, Muhammad Umar Khalil, dan Muhammad Dahlan.
Pada tahun 1960 terjadi pentashihan di luar lajnah, yaitu pada waktu al-Quran
dicetak di Jepang sebanyak 6.000.000 naskah.65
Dengan demikian bahwa jauh
sebelum diresmikannya modul atau buku pedoman pentashihan mushaf al-Quran
sudah ada mushaf-mushaf yang beredar di Indonesia.
65
Ahmad Fathoni, “Sejarah Perkembangan Rasm Usmani” (Tesis S2, Sekolah
Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 1999), h. 75
26
Lahirnya Mushaf al-Quran Standar Indonesia tidak lepas dari keberadaan
Lajnah Pentashihan Mushaf al-Quran (LPMQ)66
yang selanjutnya sering disebut
“Lajnah”67
. Lembaga ini ditetapkan berdasarkan keputusan kementerian agama
NO.B.III/2-0/7413. Pada tanggal 17 Desember 1971 Berdasarkan keputusan
presiden RI NO.44 lajnah berada pada unit Puslitbang Lektur Agama yang
dijabarkan melalui keputusan kementerian agama No 18 tahun 1975.68
Namun sejak sekian lama Lajnah berdiri belum mempunyai buku pedoman
sebagai rujukan utama dalam pentashihan Mushaf al-Quran Standar Indonesia,
sehingga pada tanggal 16-17 Desember 1972 dilaksanakanlah rapat kerja di Ciawi
Bogor untuk menyusun suatu konsep naskah untuk pedoman Pentashihan Mushaf
al-Quran. Dan konsep tersebut dibahas dalam MUKER ulama pada tanggal 5-9
Februari 1974 di Ciawi Bogor dan naskah tersebut yang akan menjadi pedoman
Lajnah dalam melakukan pentashihan mushaf al-Quran.69
Dalam proses mewujudkan Mushaf Standar Indonesia yang terdiri dari tiga
macam yaitu, Pertama Mushaf Usmani atau yang biasa disebut dengan mushaf
standar biasanya al-Quran ini digunakan untuk orang-orang yang normal. Kedua
Mushaf Bahriah atau yang biasa disebut dengan mushaf pojok, biasanya mushaf
66
Secara teknis lajnah sebelum menjadi satuan kerja tersendiri, dalam emlakukan tugas-
tugasnya diatur oleh peraturan-peraturan menteri agama, peraturan Kementerian Agama No 1
tahun 1957 yang mengatur tentang pengawasan terhadap penerbitan dan pemasukan al-Quran yang
ditetapkan oleh menteri agama waktu itu K.H Muhammad Iljas, kemudian berdasarkan Peraturan
Menteri Agama No.1 tahun 1982 ditegaskan bahwa Lajnah adalah lembaga pembantu Menteri
Agama dalam bidang pentashihan Mushaf al-Quran, Terjemahan, Tafsir, Rekaman, dan penemuan
elektronik lainnya yang berkaitan dengan al-Quran. 67
Sejarah mengatakan bahwa jauh sebelum lahirnya lajnah sesungguhnya kegiatan
pentashihan mushaf al-Quran telah dilakukan oleh para ulama dan lembaga, di antaranya cetakan
Mat‟ba‟ah al-Islāmiyah Bukit Tinggi tahun 1933 M yang ditashih oleh Syeikh Sulaimān al-Rasūli
dan Haji Abdul Malik dan Mushaf al-Quran cetakan Abdullah bin Afif Cirebon tahun 1933 M
yang tashih oleh H. Muhammad Usman dan H. Ahmad Baidawi Kaliwungu, Kendal Jawa Tengah. 68
Zaenal Arifin dkk, Sejarah Penulisan Mushaf al-Quran Standar Indonesia (Jakarta:
Lajnah Pentashihan Mushaf al-Quran Balitbang, 2013), cet II, h. 2 69
Hisyami, “Penulisan dan Pemberian Tanda Baca Mushaf Standar Indonesia Cetakan
Tahun 2002” (Disertasi S3 Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008), h. 126
27
ini digunakan untuk menghafal al-Quran, dan ketiga yaitu mushaf Braille yaitu
mushaf yang biasa digunakan untuk orang yang menyandang tunanetra.70
Dalam perjalanan sejarah Lajnah hingga 1974 M lembaga pentashih ini
dalam menjalankan tugas-tugas pentashihannya belum memiliki pedoman yang
terkodifikasi dalam bentuk buku acuan pentashihan.71
Karena itu, setiap
memutuskan persoalan baru di setiap melakukan pentashihan, para anggota lajnah
harus terlebih dahulu membahas, mencari kitab-kitab refrensi, mendiskusikan
kemudian memutuskannya.72
Sehingga anggota lajnah yang baru direkrut tidak
langsung memahami tugasnya sebagai pentashih.
Dari awal berdirinya lajnah yang beranggotakan para penghafal al-Quran,
para peneliti, dan para pakar ulūm al-Qurān yang jumlahnya disesuaikan dengan
kebutuhan dan diangkat setiap tahun berdasarkan surat keputusan menteri
agama,73
namun pada tahun 2007 berdasarkan peraturan menteri agama No 3
tahun 2007 tentang organisasi dan tata kerja Lajnah Pentashihan Mushaf al-
Quran, lajnah berubah menjadi satuan kerja tersendiri, di bawah Badan Litbang
dan Diklat Kementerian Agama, tetapi ditetapkan sebagai Pegawai Negeri Sipil
(PNS).74
Berikut nama-nama ketua Lajnah sejak 1957-sampai sekarang.
70
Ahmad Fathoni, “Sejarah Perkembangan Rasm Utsmānī: Studi Kasus Penulisan al-
Qur'ān Standar Usmānī Indonesia” (Tesis S2 , Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, 1999), h.78 71
Proses pentashihan pada waktu sebelum diresmikannya Lajnah itu dilakukan dengan
cara membaca mushaf al-Quran yang ditashih secara utuh. Ketika menemukan kesalahan yang
dijumpai kesalahan maka akan dibandingkan dengan musaf al-Quran yang lain yang sudah
ditashih sebelumnya, mengingat belum adanya pedoman pentashihan yang dapat dijadikan
pedoman oleh anggota lajnah. 72
Zaenal Arifin dkk, Sejarah Penulisan Mushaf al-Quran Standar Indonesia (Jakarta:
Lajnah Pentashihan Mushaf al-Quran Balitbang, 2013), cet II, h. 6 73
Berdasarkan peraturan Menteri Agama No. 1 tahun 1982, Bab 3, Pasal 5 ayat 2
“keanggotaan lajnah tiap tahun dikukuhkan kembali, diperbarui atau diganti berdasarkan
Keputusan Menteri Agama RI. 74
Zaenal Arifin dkk, Sejarah Penulisan Mushaf al-Quran Standar Indonesia (Jakarta:
Lajnah Pentashihan Mushaf al-Quran Balitbang, 2013), cet II, h. 4
28
1. H. Abu Bakar Atjeh (1957-1960)
2. H. Ghazali Thaib (1960-1963)
3. H. Mas‟ud Noor (1964-1966)
4. H. A. Amin Nashir (1967-1.971)
5. H. B. Hamdany Ali, M.A., M.Ed. (1972-1974)
6. H. Sawabi Ihsan, M.A (1975-1978)
7. Drs. H Mahmud Usman (1979-1981)
8. H. Sawabi Ihsan, M.A (1982-1988)
9. Drs. H. Abdul Hafidz Dasuki (1988-1998)
10. Drs. H. kailani Eryono (1998-2001)
11. Drs. H. Abdullah Sukarta (2001-2002)
12. Drs. H. Fadhal AR. Bafadal, M.Sc (2001-2006)
13. Drs. Muhammad Shohib, M.A (2007-2014)
14. Drs. H. Hisyam Ma‟sum (Pgs: Juni-September 2014)
15. H. Abdul Halim H. Ahmad, Lc., M.M. (2014-2015)
16. Dr. H. Muchlis M. Hanafi, M.A (Pgs; 2015-Sekarang)75
Dari beberapa uraian di atas bahwa tidak lama perjalan Lajnah Pentashihan
Mushaf al-Quran berjalan, sudah terdapat banyak hal yang dilakukan oleh
anggota Lajnah dan itu semua demia kemudahan umat Islam dalam belajar dan
membaca al-Quran.
2. Definisi Mushaf Standar
Setidaknya ada tiga definisi mushaf standar yang dihasilkan saat Lajnah
melakukan Musyawarah Kerja (Muker) ulama‟; Pertama yang dikutip dari
75
Zaenal Arifin dkk, Sejarah Penulisan Mushaf al-Quran Standar Indonesia (Jakarta:
Lajnah Pentashihan Mushaf al-Quran Balitbang, 2013), cet II, h. 5
29
bingkai Mushaf Standar Indonesia cetakan perdana bahwa Mushaf Standar adalah
hasil dari penelitian Badan Litbang Agama dan Musyawarah ahli al-Quran
dikeluarkan oleh Kementerian Agama RI 1404 H/1983 M. Kedua berdasarkan
dokumen tanya jawab seputar mushaf standar yang dikeluarkan pada Mukar
Ulama IX yaitu “Mushaf al-Quran yang dibakukan cara penlisannya (Rasm),
tanda bacanya, dan tanda waqafnya, sesuai dengan hasil Muker ulama yang
dijadikan pedoman bagi al-Quran yang diterbitkan di Indoensia. Ketiga
berdasarkan petikan keputusan Menteri Agama No 25 tahun 1984 bahwa Mushaf
Standar Indonesia adalah al-Quran Mushaf Usmani, Bahriah, dan Braille hasil
penelitian dan pembahasan Muker Ulama I-IX.76
Menurut Ahmad Fathoni dalam tesisnya dijelaskan bahwa Mushaf
Standar adalah meliputi al-Quran Standar Usmani, al-Quran Bahriah, dan al-
Quran Braille yang telah disepakati saat Muker ulama I-IX yang diikuti oleh
ulama Jawa maupun luar Jawa.77
Sementara Ibnan Syarif mendefinisikan Mushaf Standar adalah al-Quran
yang sudah dibakukan rasmnya, cara bacanya, dan tanda waqafnya berdasarkan
hasil Muker ulama seluruh Indonesia sejak 1974-1984.78
Sedikit berbeda dengan
pandangan Sawabi Ihsan bahwa Mushaf Standar adalah membakukan rasm al-
Quran, tanda-tanda baca dengan tanda-tanda yang dikenali di Indonesia, supaya
76
Zaenal Arifin dkk, Sejarah Penulisan Mushaf al-Quran Standar Indonesia (Jakarta:
Lajnah Pentashihan Mushaf al-Quran Balitbang, 2013), cet II, h. 9-10 77
Ahmad Fathoni, “Sejarah Perkembangan Rasm Utsmani: Studi Kasus Penulisan al-
Qur'ân Standar Usmānī Indonesia” (Tesis S2 Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, 1999), h.79 78
M. Ibnan Syarif, Ketika Mushaf Menjadi Indah (Semarang: Aini, 2003), cet 1, h. 65
30
mudah dipelajari dan dibaca dengan tidak menyimpang jauh dari rasm usmani dan
tajwidnya.79
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa Mushaf Standar adalah
Mushaf yang sudah dibakukan baik dalam rasm, tanda baca maupun tanda
waqafnya dan menjadi pedoman dalam proses pentashihan ketika ingin mencetak
mushaf al-Quran.
3. Jenis-Jenis Mushaf Standar Indonesia
Sesuai dengan Keputusan Kementerian Agama no 25 tahun 1984 bahwa
Mushaf Standar Indonesia terdiri dari tiga jenis.80
Terhitung sejak diresmikannya
tiga bentuk mushaf tersebut, tidak sedikit dari kalangan akademisi yang
menjadikannya sebagai bacaan dan sebagai objek kajian. Namun dari ketiganya
yang paling sering digunakan sebagai objek kajian adalah mushaf Usmani.81
a. Mushaf Standar Usmani
Mushaf standar usmani merupakan hasil dari Muker ulama tahun 1974 yang
mana ide awal penyusunanya adalah merupakan hasil rapat kerja Lajnah
Pentashihan Mushaf al-Quran tahun 1972 dan dibahas lebih lanjut saat muker
ulama 1974. Dari aspek penulisan, mushaf usmani mengacu pada al-Quran
terbitan Departemen Agama 1960 dan ditelaah kembali dengan mengacu pada
kitab al-Itqān fī Ulūm al-Qurān karangan al-Suyūṭī.82
79
Zaenal Arifin dkk, Sejarah Penulisan Mushaf al-Quran Standar Indonesia (Jakarta:
Lajnah Pentashihan Mushaf al-Quran Balitbang, 2013), cet II, h. 11 80
Zaenal Arifin dkk, Sejarah Penulisan Mushaf al-Quran Standar Indonesia (Jakarta:
Lajnah Pentashihan Mushaf al-Quran Balitbang, 2013), cet II, h. 10 81
Zainal Arifin, Mengenal Mushaf Al-Qur‟an Standar Usmani Indonesia Studi
Komparatif atas Mushaf Standar Usmani 1983 dan 2002 (Jurnal Suhuf, Vol. 4, No. 1, 201), h. 2 82
Zaenal Arifin dkk, Sejarah Penulisan Mushaf al-Quran Standar Indonesia (Jakarta:
Lajnah Pentashihan Mushaf al-Quran Balitbang, 2013), cet II, h. 89
31
Menurut Mazmūr Sya‟rānī bahwa dalam penulisan mushaf standar usmani
tidak hanya mengacu pada dua imam besar rasm, karena setelah dilakukan
penelitian lanjutan ternyata masih ada sebagian yang tidak mengikuti keduanya.83
Dalam penentuan harakat, Mushaf Standar Usmani mengacu pada Muker II
tahun 1976 yaitu dengan memadukan dengan harakat dari berbagai negara karena
memang sudah familiar di kalangan masyarakat Indonesia. Menurut Mazmūr
Sya‟rānī berjumlah 7, yaitu fathah, Kasrah, Ḍammah, dan sukun. Namun dalam
penulisan sukun tidak sama dengan cetakan madinah, yaitu berbentuk separuh
bulat dengan alasan dihawatirkan serupa dengan sifir mustadir.84
Terkait tanda baca, dalam Mushaf Standar Indonesia tidak hanya cukup di
harakat saja, namun juga dilengkapi dengan tanda baca yang membantu cara baca
al-Quran dengan mudah, tanda-tanda baca tersebut di antaranya Isymām, Imālah,
Tashīl, Idġām, Iqlāb.85
Adapun tanda baca yang dimaksud adalah sebagai
berikut:86
1. Mad Wājib 87
pada kasus ini terjadi ketika mad wajib dibubuhi tanda khusus
(~) tanda ini juga digunakan untuk mengukur mad yang memiliki ukuran
panjang yang sama, seperti Mad Jāiz, Mad lāzīm Musaqqal Kilmiy dan yang
lain, contoh اذا جاء
83
Mazmur Sya‟rani, “Prinsip-Prinsip Penulisan dalam Al-Quran Standar Indonesia”
Jurnal Lektur, Vol. 5, No 1, 2007, h. 129 84
Zaenal Arifin dkk, Sejarah Penulisan Mushaf al-Quran Standar Indonesia (Jakarta:
Lajnah Pentashihan Mushaf al-Quran Balitbang, 2013), cet II, h. 91 85
Zaenal Arifin dkk, Sejarah Penulisan Mushaf al-Quran Standar Indonesia (Jakarta:
Lajnah Pentashihan Mushaf al-Quran Balitbang, 2013), cet II, h. 92 86
Zaenal Arifin dkk, Sejarah Penulisan Mushaf al-Quran Standar Indonesia (Jakarta:
Lajnah Pentashihan Mushaf al-Quran Balitbang, 2013), cet II, h. 92-94 87
Mad wajib adalah ketika mad tabi‟ie bertemu dengan hamzah dalam satu kalimat.
34
Damanhuri bahwa penggunaan mushaf ini sudah mendapatkan toleransi dari
semua ulama untuk digunakan oleh para penghafal al-Quran, sehingga atas
pertimbangan ini muker ulama selain menyepakati tentang Mushaf Standar
Usmani juga menyepakati Mushaf Standar Bahriah.91
Tidak jauh beda dengan aspek rasm, aspek harakat dalam mushaf standar
Bahriah juga mengikti kesepakatan ulama dalam muker II tahun 1976 yang
menyepakati bahwa harakat dalam mushaf bahriah harus mengikuti harakat-
harakat yang sudah familiar di kalangan masyarakat, sedangkan dalam aspek
tanda baca, Mushaf Standar Bahriah mengikuti pola tanda baca dari mushaf
standar usmani.92
Berikut ciri-ciri dari Mushaf Standar Bahriah yang menjadi pembeda dengan
Musahf Standar Usmani:93
1. Wawu dan Ya Mad Tabī‟i tidak diberi sukun contoh فيو
2. Idġām tidak diberi tanda tasydīd dan Iqlāb tidak diberi tanda mim kecil.
Contoh منرهبم dan بكمصم
3. Tanda waqaf disesuikan dengan Mushaf Standar Usmani
4. Jumlah Sifir Mustatil (Oval) sama jumlahnya dengan Mushaf Standar Usmani
5. Tanda Sifir Mustadil sama jumlahnya dengan Mushaf Standar Usmani
6. Setiap ya )( mati di akhir kata tidak diberi titik dua, sedangkan huruf
sebelumnya dikasih harakat kasroh panjang. Contoh ال ذى
91
Zaenal Arifin dkk, Sejarah Penulisan Mushaf al-Quran Standar Indonesia (Jakarta:
Lajnah Pentashihan Mushaf al-Quran Balitbang, 2013), cet II, h. 96 92
Zaenal Arifin dkk, Sejarah Penulisan Mushaf al-Quran Standar Indonesia (Jakarta:
Lajnah Pentashihan Mushaf al-Quran Balitbang, 2013), cet II, h. 97 93
Zaenal Arifin dkk, Sejarah Penulisan Mushaf al-Quran Standar Indonesia (Jakarta:
Lajnah Pentashihan Mushaf al-Quran Balitbang, 2013), cet II, h. 100-101
36
13. Semua kata الئن ditulis demikian, kecuali yang terdapat dalam surah al-
Jin/72: 9 yang ditulis االف sesuai dengan pedoman.
14. Kata ءاذا dan ءان ا ditulis demikian kecuali yang terdapat dalam surah al-
Wāqi‟ah/56: 47 yang ditulis ائذا dan surat al-Ṣaffāt/37: 36 yang ditulis ائن ا 15. Dalam menulis kata yang ditulis secara berbeda dalam Mushaf Standar
Usmani, Mushaf Standar Bahriah tetap berpedoman pada rasm usma, seperti
بسماهلل yang ditulis باسماهلل16. Tanda hizib tidak dicantumkan
17. Ya pada setiap kata شىء yang dibaca rafa atau jar tidak diberi titik.
18. Tiap kata berakhiran ya tasydīd dn dalam keadaan waqaf, ya tersebut tidak
diberi titik, seperti surah Ibrahīm/14: 22 مبصرخى
19. Tiap lafaẓ yang menunjukkan ya nida‟ ditulis secara imlāi, contoh 94ياايػ ها
Gambar 2: Contoh Mushaf Standar Bahriah95
94
Zaenal Arifin dkk, Sejarah Penulisan Mushaf al-Quran Standar Indonesia (Jakarta:
Lajnah Pentashihan Mushaf al-Quran Balitbang, 2013), cet II, h. 100-101 95
Mushaf tersebut merupakan koleksi pribadi penulis.
37
c. Mushaf Braille
Mushaf al-Quran Standar Braille adalah mushaf yang ditulis dengan simbol-
simbol braille atau titik yang mana simbol tersebut memang sesuai dengan simbol
yang biasa digunakan oleh orang penyandang tunanetra, simbol braille terbentuk
dari 6 titik timbul yang tersusun dalam dua kolom sebagai berikut:96
Tabel 3.1: Susunan Titik Pada Simbol Braille
Tidak hanya dalam bentuk tulisan yang berbeda, Mushaf Standar Braille juga
memiliki karakteristik yang berbeda dengan yang lain, baik dalam rasm, tanda
baca, dan tanda waqaf. Namun dalam aspek rasm, Mushaf Standar Braille
memilik kesamaan dengan Mushas Standar Usmani.97
Penggunaan refrensi
terhadap hasil muker ulama III 1977 yang menegaskan bahwa Mushaf Standar
Braille ditulis dengan berdasarkan rasm usmani, kecuali jika ada tulisan yang
menyulitkan bagi kaum tunanetra, dan jika hal ini terjadi maka penulisan Mushaf
Braille akan mengikuti kaidah Imlāi, seperti kata as-salah dan az-zakah98
96
Zaenal Arifin dkk, Sejarah Penulisan Mushaf al-Quran Standar Indonesia (Jakarta:
Lajnah Pentashihan Mushaf al-Quran Balitbang, 2013), cet II, h. 102 97
https://lajnah.kemenag.go.id/artikel/326-mushaf-standar-braille diakses pada tanggal
23/04/2019 98
Zaenal Arifin dkk, Sejarah Penulisan Mushaf al-Quran Standar Indonesia (Jakarta:
Lajnah Pentashihan Mushaf al-Quran Balitbang, 2013), cet II, h. 102-103
38
Beberapa contoh berikut tentang Mushaf Standar Braille, dalam contoh
tersebut ada empat kolom, pada kolom kedua tentang tulisan ayat menurut Standar
Usmani, pada kolom menurut kaidah Imlai atau sesuai bacaan, sedangkan kolom
ke empat menurut Braille.
Tabel 3.2: Contoh Mushaf Standar Braille99
No Standar Usmani Imlāi Braille
تػلووف تػلوف 1
حييي حيي 2
يستحيي يستحي 3
Dari contoh tabel di atas, ada perbedaan yang sangat menarik antara
Mushaf Barille dengan Mushaf yang lain, yaitu ketika memulai membaca. Cara
membaca dalam Mushaf Standar Braille di mulai dari kiri ke kanan, beda halnya
dengan Mushaf Standar Usmani yang cara bacanya di mulai dari kanan.
4. Rujukan dalam Penulisan Mushaf Standar
Dalam proses penyusunan Mushaf Standar Indonesia, Lajnah Pentashihan
Mushaf al-Quran memiliki rujukan tersendiri, sesuai dengan apa yang telah
99
Contoh tersebut dikutip dari bukunya Zaenal Arifin dkk, Sejarah Penulisan Mushaf al-
Quran Standar Indonesia (Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf al-Quran Balitbang, 2013), cet II,
h. 104
39
disepakati pada saat muker ulama pada tanggal 5-9 Februari 1974 M, dalam
kesepekatan tersebut ada tiga rujukan yang sudah ditetapkan, di antaranya:100
a. Al-Quran Departemen Agama Tahun 1960
Ada alasan yang sangat signifikan kenapa al-Quran Departemen Agama tahun
1960 menjadi salah satu rujukan dari penulisan mushaf standar Indonesia yaitu
mushaf tersebut sudah dicetak sebanyak 5 jt eksamplar dan tersebar ke seluruh
Indonesia, sudah merakyat dan tidak banyak komentar dari ulama.101
Menurut
Ahmad Fathoni dalam Tesisnya dijelaskan bahwa dalam Mushaf Depag 1960
tidak semuanya mengikui rasm usmani.
b. Al-Itqān fī Ulūm al-Qurān
Sama halnya dengan dengan al-Quran Departemen Agama Tahun 1960, bahwa al-
Itqȃn juga tidak sepenuhnya sama dengan rasm mushaf usmani, terbukti dengan
beberapa kasus yang ditemukan, contohnya penulisan lafaẓ "مسوات " سبع pada
surat Fuṣṣilat/41: 12 tertulis مسوت tertulis dengan tanpa alif antara huruf سبع
Wawu dan Ta, sedangkan dalam kitab al-ȋtqan tertulis مسوات yaitu dengan سبع
menambah alif setelah wawu, begitu juga dengan penulisan lafaẓ “ اياتللسائلني”
pada surat Yūsuf/12: 7 tertulis ايت dengan tanpa alif setelah ya, sedangkan dalam
kitab al-Itqān tertulis ايات dengan menggunakan alif setelah ya.102
c. Kaidah Baġdādiyah
Dalam menentukan bentuk dan tanda baca dalam mushaf standar, Lajnah
Pentashihan Mushaf al-Quran banyak menggunakan Kaidah Baġdādiyah, kaidah
100
Ahmad Fathoni, “Sejarah Perkembangan Rasm Usman” Tesis S2 Sekolah
Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 1999, h. 92 101
Badan Penelitian dan Pengembangan Agama Departemen Agama RI, Mengenal al-
Quran Standar Indonesia, 1994, h 35 102
Jalaluddin al-Suyūṭī, al-Itqān fī Ulūm al-Qurān (Kairo: Musthafa Halabi, 1951), cet.
II, Juz II, h. 444
40
Baġdādiyah yang biasa digunakan dalam memberikan tanda baca Mushaf Standar
adalah:
1. Tanwin yang berbentuk sangat sederhana
2. Mad Tȃbī‟ī yang menggunakan tanda
3. Nun yang mati selalu menggunakan Saknah
Dalam menentukan tanda baca seperti Fathah berdiri untuk Mad Tȃbīī atau
kasroh berdiri, Hisyami dalam Disertasinya berpendapat bahwa beliau belum
menemukan rujukan yang digunakan dalam mushaf Standar.103
Dari beberapa uraian di atas mengenai rujukan dalam menentukan rasm dan
tanda baca penulis berpendapat bahwa mushaf standar tidak memliki rujukan
husus yang keselurahan sama dengan mushaf standar, karena dalam
menentukannya pada saat muker ulama I-IX pastinya mengalir banyak
pandangan dari ulama-ulama yang hadir.
B. Mushaf Pakistan
1. Sejarah Mushaf Pakistan
Pakistan adalah negara yang hampir kehilangan sejarah proses penerbitan
mushaf al-Quran, Akram mengatakan berkata bahwa sangat sulit bagi seseorang
yang ingin mengetahui sejarah penerbitan mushaf al-Quran dikarenakan sulitnya
menemukan buku-buku yang menjelasan tentang proses penerbitan mushaf al-
Quran bahkan hampir tidak ada, hanyalah manuskrip dan hasil penelitian
seseorang dan itupun sangat sedikit. Kemudian karena terlalu sedikitnya buku
yang menjelaskan tentang proses penerbitan mushaf al-Quran, maka akram
mendatangkan seorang dari Kementerian Agama Pakistan untuk menjelaskan
103
Hisyami, “Penulisan dan Pemberian Tanda Baca Mushaf Standar Indonesia Cetakan
Tahun 2002” (Disertasi S3 Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008), h. 143
41
bagaimana proses penerbitan mushaf al-Quran di Pakistan. Maka kemudian
Muhammad Ayyub orang yang diundang Akram menceritakan bahwa kota
pertama yang menebitkan al-Quran di Pakistan adalah Lahur, Bisyawar, dan
Kiratisyi.104
Penerbit yang paling terkenal pada waktu itu adalah Taj Compani, kemudian
pada tahun 1973 M, pemerintah mulai melakukan penerbitan standarisasi105
mushaf al-Quran untuk menyatukan bacaan al-Quran pada waktu itu, setelah itu
pemerintah mengeluarkan UU no 1(7)/76/ADQ/RANDR bahwa seluruh penerbit
harus menyesuaikan mushaf al-Quran yang akan dicetak dengan mushaf yang
sudah distandarisasi oleh pemerintah dan pada tahun itu pula sebanyak 422 sudah
terdaftar dan resmi mempunyai surat izin penerbitan mushaf al-Quran, namun
yang bisa bertahan hingga tahun 2010 hanya 80 penerbit.106
Walapun pemerintah sudah mengeluarkan UU pada tahun 2010, namun
penerbitan mushaf al-Quran tersebut sempurna pada tahun 2011, pada saat itu
pula Kementerian Agama wilayah Punjab membentuk Lembaga Pentashihan
Mushaf al-Quran yang bernama Punjab Quran Board lahore, kemudian lembaga
tersebut membuat standarisasi mushaf dan melakukan penerbitan Mushaf.107
104
Akram, Tārīkh Ṭibā‟ati al-Qurān al-Karīm wa Nasyrihī fī Bākistān (T.tp, T.pn, t.t), h.
746 105
Standarisasi Penerbitan Mushāf Bākistān, Pertama. Percetakan al-Quran harus
memiliki izin penerbitan dr lembaga mushaf di wilayah punjab. Kedua, Standar kertas yang
dipakai tidak boleh melebihi 52 gram baik itu putih atau berwarna, dan dilarang unutk
menggunakn kertas yg dipakai seperti majalah. Ketiga Sebelum penerbit menerbitkan mushaf.
Keempat penerbit diwajibkan melakukan pentashihan teks yg mau dicetak kepada orang yang ahli
dakam bidangnya, teliti dalam bidang quran. Kelima Penerbit harus mengikuti peraturan dan
mencetak sesuai dengan standarisasi yg disebut 106
Akram, Tārīkh Ṭibā‟ati al-Qurān al-Karīm wa Nasyrihī fī Bākistān (T.tp, T.pn, t.t), h.
747 107
Akram, Tārīkh Ṭibā‟ati al-Qurān al-Karīm wa Nasyrihī fī Bākistān (T.tp, T.pn, t.t),
h.748
42
Akhirnya lembaga Pentashihan Mushaf al-Quran yang berada di wilayah kota
Punjab menjadi Lembaga resmi Pentashih dari pemerintah Pakistan dan tidak
lama kemudian lembaga tersebut menerbitkan modul standarisasi mushaf No
SO(ibm)1-1/2010 tahun 2011 di bawah keputusan Kementerian Agama Wilayah
Punjab.108
2. Definisi Mushaf Pakistan
Mushaf Pakistan adalah mushaf yang sudah dibakukan melalui keputusan
Kementerian Agama Pakistan No 1(7)/76/ADQ/RANDR yang berisi bahwa
seluruh penerbit yang akan mencetak atau menerbitkan Mushaf al-Quran harus
menyesuaikan terlebih dahulu dengan mushaf yang sudah dibakukan oleh
Kementerian Agama.109
3. Jenis-Jenis Percetakan Mushaf Pakistan
a. Himayat al-Islam
Himayat al-Islam adalah salah satu percetakan yang sangat terkenal di
Pakistan yang berada di bawah pimpinan al-Mansyi Muhammad Qasim atau
yang lebih dikenal dengan sebutan Sulthon al-Qalam, kemudian ketika beliau
wafat lalu diganti anaknya yang bernama al-Mansyi Muhammad Syafi‟.
Keistimewaan dalam percetakan Himayat al-Islam, antara lain , pertama
Mushaf ini ditulis dengan tanda waqaf berdasarkan pendapat al-allamah al-
Sajawandi, kedua, Jumlah ayat dan penentuan nomor ayat berdasarkan mazhab
ahli kufah atau berpedoman pada msuhaf al-Amiriy, Ketiga Melampirkan 10
108
Akram, Tārīkh Ṭibā‟ati al-Qurān al-Karīm wa Nasyrihī fī Bākistān (T.tp, T.pn, t.t), h.
748 109
Akram, Tārīkh Ṭibā‟ati al-Qurān al-Karīm wa Nasyrihī fī Bākistān (T.tp, T.pn, t.t), h.
747
48
BAB IV
MUSHAF AL-QURAN STANDAR INDONESIA DAN MUSHAF
PAKISTAN PERSPEKTIF AL-DĀNĪ
Dalam bab ini peneliti akan menjelaskan secara detail terkait lafaẓ-lafaẓ
apa saja yang sesuai dan tidak sesuai antara Mushaf Standar Indonesia dengan
Mushaf Pakistan berdasarkan rujukan primer kitab al-Muqni‟ fȋ Ma‟rifati
Marsūm Maṣāhif ahl Amṣār karangan al-Dānī.
A. Kesesuaian Mushaf Standar Indonesia dengan Mushaf Pakistan
Tidak bisa dipungkiri bahwa dalam penulisan Mushaf Standar Indonesia
dan Mushaf Pakistan ini tidak semua mengikuti kaidah yang telah disepakati oleh
para ulama rasm, masih banyak terdapat ketidak sesuaian diantara ketiganya.
Dalam pengambilan sampel ini, peneliti membagi tiga kategori, kategori
pertama adalah sepuluh juz pertama, kategori kedua sepuluh juz kedua, dan
kategori ketiga adalah sepuluh juz ketiga.
1. Perbandingan kesesuaian MSI dengan MP dari sepuluh juz pertama.
Dalam kategori ini, peneliti membagi lagi ke dalam dua tabel, tabel pertama
menjelaskan tentang lafaẓ-lafaẓ yang sesuai antara MSI dan MP dengan
pandangan al-Dānī, sedangkan tabel kedua menjelaskan tentang ketidak sesuaian
MSI dan MP dengan pandangan al-Dānī.
Tabel 4.1 Perbandingan Kesesuaian MSI, MP dan al-Dānī.
No Surat/ayat MSI MP al-Dānī
1 Qs. Al-Baqarah/2: 35 منيظل منيظل منيظل
2 Qs. Al-Baqarah/2: 51 122وعدنا دناوع وعدىن
122
Al-Quran kementerian Agama, h. 8
49
3 Qs. Al-Baqarah /2: 65 123خاسئني خسئني خاسئني
4 Qs. Alī Imrān/3: 37 124ميرن ميرن ميرن
5 Qs. Al-Nisā‟/4: 9 125ضعفا ضعفا ضعفا
6 Qs. Al-A‟rāf /7: 54 126تربؾ تربؾ تربؾ * MSI : Musahaf Standar Indonesia, MP : Mushaf Pakistan
Tabel 4.2 Perbandingan Ketidak sesuaian antara MSI, MP dan al-Dānī
No Surat / ayat MSI MP al-Dānī
1 Qs. Al-Baqarah/2: 187 127عاكفوف عكفوف عاكفوف
2 Qs. Al-Baqarah/2: 244 128وقاتلوا وقتلوا وقاتلوا
3 Qs. Alī Imrān /3: 7 129الراسخوف الرسخوف الراسخوف
4 Qs. Al- Nisā‟/4: 24 130مسافحني مسفحني مسافحني
5 Qs. Al-A‟rāf / 7: 127 131قاىروف قهروف قاىروف * MSI : Musahaf Standar Indonesia, MP : Mushaf Pakistan
Dari sampel di atas pada tabel 4.1 menjelaskan tentang lafaẓ-lafaẓ yang
sesuai antara MSI dan MP dengan al-Dānī, sehingga tidak terdapat masalah antara
ketiganya, beda halnya dengan tabel 4.2 yang mana MSI dan MP berbeda tulisan
dengan al-Dānī, salah satunya pada lafaẓ وقاتلوا yang mana dalam MSI dan MP
alif setelah qaf tidak dibuang (Itsbat), dalam pandangan al-Dānī dan Abī Dawūd
menjelaskan bahwa setiap lafadz قتل dan istiqaq-nya alif setelah qaf harus
123
Al-Quran kementerian Agama, h. 10 124
Al-Quran kementerian Agama, h. 37 125
Al-Quran kementerian Agama, h. 71 126
Al-Quran kementerian Agama, h. 143 127
Al-Quran kementerian Agama, h. 27 128
Al-Quran kementerian Agama, h. 37 129
Al-Quran kementerian Agama, h. 46 130
Al-Quran kementerian Agama, h. 75 131
Al-Quran kementerian Agama, h. 150
50
dibuang, kata ini terdapat pada Qs. al-Baqarah/2:191, 193, dan 244, al-Nisā‟/4:
90, Qs. Al-Hajj/22: 39, dan Qs. Muhammad/47: 4, selain dari kata yang 8 tempat
tersebut masih diperselisihkan, namun Abī Dawūd konsisten dengan hażf,
sementara untuk yang lain tidak, sedangkan al-Dānī tidak berkomentar atau tidak
meMPerikan pendapat dengan tujuan untuk mengakomodir dua pendapat yang
sama-sama mutawatir, sehingga bisa disimpulkan bahwa untuk lafaz ini dalam
Mushaf Standar Indonesia dan Pakistan jika mengacu pada suMPer riwayat belum
menemukan landasan mengapa dalam lafaẓ وقاتلوا masih menggunakan alif.132
2. Perbandingan MSI dan MP dengan al-Dānī dalam sepuluh juz kedua
Sama halnya dengan yang bagian pertama bahwa dalam kategori ini, peneliti
membagi lagi ke dalam dua tabel, tabel pertama menjelaskan tentang lafaz-lafaẓ
yang sesuai antara MSI dan MP dengan pandangan al-Dānī, sedangkan tabel
kedua menjelaskan tentang Ketidak sesuaian MSI dan MP dengan pandangan al-
Dānī.
Table 4.3 Perbandingan Kesesuaian MSI, MP dan al-Dānī
No Surat/Ayat MSI MP al-Dānī
1 Qs. Hūd / 11: 16 133بطل بطل بطل
2 Qs. Yūsuf / 12: 7 134ايت ايت ايت
3 Qs. Al-Ra‟d/12: 42 135كفر كفر كفر
4 Qs. Al-Nahl / 16: 116 136حلل حلل حلل
132
Zainal Arifin Madzkur, Perbedaan rasm Usmani (Jakarta; Azza Media, 2018), h. 208 133
Al-Quran kementerian Agama, h. 202 134
Al-Quran kementerian Agama, h. 213 135
Al-Quran kementerian Agama, h. 230 136
Al-Quran kementerian Agama, h. 253
51
5 Qs. Al-Anbiyā‟/21:79 137افػفه منه فػفه منها فػفه منها * MSI : Musahaf Standar Indonesia, MP : Mushaf Pakistan
Table 4.4 Perbandingan Ketidak sesuaian MSI, MP dan al-Dānī.
No Surat/Ayat MSI MP al-Dānī
1 Qs. Al-Taubat/9: 112 138الر اكعوف الركعوف الر اكعوف
2 Qs. Hūd/11: 114 اكرين 139للذ اكرين للذكرين للذ
3 Qs. Yūsuf /12: 70 140سارقػوف سرقػوف سارقػوف
4 Qs . Al-Hijr/15: 22 141بازنني بزنني بازنني
5 Qs. Al-Kahfi/18: 03 142ماكثني مكثني ماكثني * MSI : Musahaf Standar Indonesia, MP : Mushaf Pakistan
Pada tabel 4.3 tidak terdapat masalah yang tercantum, karena ketiganya
sama dan tidak terdapat perbedaan, lain halnya dengan tabel 4.4 yang mana pada
tabel tersebut tidak memiliki kesamaan antara MSI dan MP dengan al-Dānī,
misalnya pada lafaẓ اكرين زننيبا ,للذ , dan lafaẓ ماكثني. Yang mana dari ketiga lafaẓ
tersebut terdiri dari jamak mużakkar salim. Dalam pandangan al-Dānī ketika ada
lafaẓ jamak mudzakkar salim yang salah satu hurufnya terdiri dari alif maka
alifnya harus dibuang. Kecuali, apabila setelah alif terdapat hamzah atau tasydid
maka alifnya tetap di-itsbat-kan seperti pada lafaẓ والقائمني,العادين .143
sedangkan
pada penulisan MSI dan MP mengikuti kaidah imlai yaitu sesuai dengan bacaan.
3. Perbandingan MSI dan MP dengan al-Dīnī dalam sepuluh juz ketiga
137
Al-Quran kementerian Agama, h. 297 138
Al-Quran kementerian Agama, h. 185 139
Al-Quran kementerian Agama, h. 212 140
Al-Quran kementerian Agama, h. 220 141
Al-Quran kementerian Agama, h. 238 142
Al-Quran kementerian Agama, h. 256 143
Abȗ Amr al-Dānī, Tahqīq hātim Shalih al-Dāmin, al-Muqni‟ fī Ma‟rifati Marsūm
Mashāhif ahl al-Amshār (Bairut: Dār al-Bashāir al-Islāmiyyah, 2011), cet. 1, h.145-146
52
āegitu pula dengan bagian ketiga ini, peneliti membagi lagi ke dalam dua
tabel, tabel pertama menjelaskan tentang lafaẓ-lafaẓ yang sesuai antara MSI dan
MP dengan pandangan al-Dīnī, sedangkan tabel kedua menjelaskan tentang
Ketidak sesuaian MSI dan MP dengan pandangan al-Dānī.
Tabel 4.5 Perbandingan Kesesuaian MSI, MP dan al-Dānī.
No Surat/Ayat MSI MP al-Dānī
1 Qs. Al-Ṣaffāt/37: 1 144الصفت الصفت الصفت
2 Qs. Al-Wāqi‟ah/56:36 145جعلنهن ف جعلنهن ف جعلنهن ف
3 QS. Al-Tahrīm/66: 5 146ثػيبت ثػيبت ثػيبت
4 Qs. Al-Ma‟ārij /70: 31 147عدوف عدوف عدوف
5 Qs. Al-Ma‟ārij/70: 40 148المغرب المغرب المغرب
6 Qs. Al-Falaq/113: 4 149النػ فثت النػ فثت النػ فثت * MSI : Musahaf Standar Indonesia, MP : Mushaf Pakistan
Tabel 4.6 Perbandingan Ketidak sesuaian MSI, MP dan al-Dānī
No Surat/Ayat MSI MP al-Dānī
1 Qs. Al-Rūm/30: 26 150قانتػوف قنتػوف قانتػوف
2 Qs. Yāsīn/36: 29 151خامدوف مخدوف خامدوف
3 Qs al-Ṣāffāt/37: 18 152داخروف دخروف داخروف
144
Al-Quran kementerian Agama, h. 403 145
Al-Quran kementerian Agama, h. 482 146
Al-Quran kementerian Agama, h. 505 147
Al-Quran kementerian Agama, h. 513 148
Al-Quran kementerian Agama, h. 514 149
Al-Quran kementerian Agama, h. 542 150
Al-Quran kementerian Agama, h 567. 151
Al-Quran kementerian Agama, h. 399 152
Al-Quran kementerian Agama, h. 404
53
4 Qs. Al-Ṣāffāt/37: 150 153شاىدوف شهدوف شاىدوف
5 Qs. Al-Tahrīm/66: 10 اخلني 154الد اخلني الدخلني الد * MSI : Musahaf Standar Indonesia, MP : Mushaf Pakistan
Pada tabel 4.5 dan 4.6 merupakan sample dari sepuluh juz ketiga dalam
al-Quran, yang mana pada tabel 4.5 tidak terdapat permasalahan, sedangkan pada
tabel 4.6 tidak mengikuti kaidah dari al-Dānī contohnya pada lafaẓ داخروف, dan
اخلني dua lafaẓ tersebut terdri dari lafaẓ jamak mudzakkar salim yang mana الد
dalam pandangan al-Dānī alifnya harus dibuang155
. Dalam sistem penulisan pada
tabel di atas baik yang MSI dan MP peneliti tidak menemukan alasan kenapa
keduanya berbeda kaidah dengan al-Dānī sehingga dalam pandangan peneliti
keduanya menggunakan kaidah imlai.
B. Ketidak sesuaian MSI dengan MP Perspektif al-Dānī
Dalam sub bab ini, peneliti menjelaskan lafaẓ-lafaẓ yang tidak sesuai/tidak
sama antara mushaf Indonesia dengan Mushaf Pakistan menurut al-Dānī, yang
mana dalam dalam pembahasan ini akan dibagi menjadi tiga pengklasifikasian di
antaranya yaitu sepuluh juz pertama, sepuluh juz kedua, dan sepuluh juz ketiga.
1. Perbandingan Ketidak sesuaian MSI dengan MP perspektif al-Dānī dari sepuluh
juz pertama.
Dalam pembahasan ini peneliti membagi pada tiga bagian, bagian pertama
adalah Ketidak sesuaian MSI dengan al-Dānī, kedua Ketidak sesuaian MP dengan
al-Dānī, dan ketiga Ketidak sesuaian MSI, MP dengan al-Dānī.
153
Al-Quran kementerian Agama, h. 408 154
Al-Quran kementerian Agama, h. 506 155
Abū Amr al-Dānī, Tahqīq hatim Ṣalih al-Dāmin, al-Muqni‟ fī Ma‟rifati Marsūm
Maṣāhif ahl al-Amṣār (Bairut: Dār al-Bashāir al-Islāmiyyah, 2011), cet. 1, h.145-146
54
Tabel 4.7 Perbandingan Ketidak sesuaian MSI dengan al-Dānī
No Surat/Ayat MSI MP al-Dānī
1 Qs. Al-Baqarah/2: 191 156والتػقاتلوىم والتقتلوىم والتقتلوىم
2 Qs. Alī Imrān/3:33 157عمراف عمرف عمرف
3 Qs. Alī Imrān/3: 146 158قاتل لقت لقت
4 Qs. Al-Nisā‟ /4: 100 159مراغما مرغما مرغما
5 Qs. Al-Nisā‟/ 4: 117 160اناثا انثا انثا * MSI: Musahaf Standar Indonesia, MP: Mushaf Pakistan
Tabel 4.8 Perbandingan Ketidak sesuaian MP dengan al-Dānī
No Surat/ Ayat MSI MP Al-Dānī
* MSI: Musahaf Standar Indonesia, MP: Mushaf Pakistan
Tabel 4.9 Perbandingan Ketidak sesuaian MSI, MP dan al-Dānī
No Surat/Ayat MSI MP Al-Dīnī
1 Qs. Al-Māidah / 5: 29 161جزاؤا جزؤا جزؤ
* MSI: Musahaf Standar Indonesia, MP: Mushaf Pakistan
Dalam penulisan lafaẓ والتقتلوىم MP menggunakan kaidah hażf alif yang
mana ini mengacu pada pendapat al-Dānī dan mengikuti tulisan mushaf ahli
Madinah, kufah, dan Basrah.162
Sedangkan dalam MSI ditulis dengan kaidah
imlai.
156
Al-Quran kementerian Agama, h. 28 157
Al-Quran kementerian Agama, h. 46 158
Al-Quran kementerian Agama, h. 146 159
Al-Quran kementerian Agama, h. 86 160
Al-Quran kementerian Agama, h. 88 161
Al-Quran kementerian Agama Direktorat Jenderal Bimas Islam, h. 102 162
Abī Amr al-Dānī, Tahqīq hātim Ṣālih al-Dāmin, al-Muqni‟ fī Ma‟rifati Marsūm
Mashāhif ahl al-Amshār, h. 240-241
55
Kesepakatan para ulama penulis al-Quran bahwa ketika ada lafaẓ yang
terdiri dari ajamiyyah maka mereka sepakat untuk membuang alif seperti pada
lafaẓ عمراف, namun mengenai ajamiyyah dalam pembahasan tentang Hażf dan
Itsbat terdiri dari tiga bagian, Pertama bahwa ketika terdiri dari dua alif maka alif
kedua harus dibuang seperti pada lafaẓ مهن dll, Kedua sepakat meng-itsbat-kan
alif pada lafaẓ berikut جالوت طالوت dll, Ketiga boleh memilih antara membuang
atau menetapkan alifnya yang terdiri dari kata اسرائيلىامافقروفىروف الياسالياسني
163.
Lafaẓ قاتل yang mana dalam al-Quran terdapat dalam dua surat yaitu Ali
Imrān dan al-Hadīd, menurut riwayat Warsy dijelaskan bahwa setiap lafaẓ yang
alifnya terletak setelah qaf maka alifnya harus dibuang164
.
Dalam ketentuan penulisan lafaẓ مراغما al-Dānī sepakat membuang alif
setelah huruf ra‟ dengan riwayat Qalūn, sedangkan pada lafaẓ اواثا menurut al-
Dānī lafaẓ tersebut menggunakan hażf alif setelah nun dan juga menurut
Muhammad ibn abdil wahab alif setelah nun harus dibuang karena sesuai dengan
kaidahnya bahwa setiap alif yang terletak setelah alifnya maka nunnya harus
dibuang dan lafaẓ ini terdapat pada 6 tempat: al-Nisā‟/4: 117, al-Isrā‟/17: 40, al-
Ṣaffāt/37: 150, al-Syūrā/42: 49, al-Zukhrūf/43: 49.165
163
Abī Amr al-Dānī, Tahqīq hātim Ṣālih al-Dāmin, al-Muqni‟ fī Ma‟rifati Marsūm
Mashāhif ahl al-Amshār, h. 144-145 164
Muhammad ibn Abd Wahāb, Al-Rasm al-Utsmāni Qawāiduhū wa bidāi‟ī al-I‟jaz fīhi
(Afrika timur: 2010), h. 103 165
Muhammad ibn Abd Wahāb, Al-Rasm al-Utsmāni Qawāiduhū wa bidāi‟ī al-I‟jaz fīhi
(Afrika timur: 2010), h. 93
56
Disepakati oleh ulama bahwa dalam penulisan lafaẓ-lafaẓ yang terbentuk
dari jamak mużakkar salim dan jamak muannats salim maka harus membuang alif
atau hażf alif seperti yang terdapat pada lafaẓ 166.العاملني
2. Perbandingan Ketidak sesuaian MSI dengan M dari sepuluh juz kedua
Dalam pembahasan ini sama halnya dengan bagian pertama bahwa
peneliti membagi pada tiga bagian, bagian pertama adalah Ketidak sesuaian MSI
dengan Al-Dānī, kedua Ketidak sesuaian MP dengan al-Dānī, dan ketiga Ketidak
sesuaian MSI, MP dengan al-Dānī.
Tabel 4.10 sampel Ketidak sesuaian MSI dengan al-Dānī
No Surat/Ayat MSI MP al-Dānī
1 Qs. Hūd/11: 44 167اءمسويا ماءويس ءماويس
2 Qs. Yūsuf/12: 76 168درجات درجت درجت 3 Qs. Al-Ra‟d/13: 5 169تػرابا تربا تربا 4 Qs. Al-Hijr/15: 20 170برازقني برزقني برزقني 5 Qs. Al-Hijr/15: 98 171الس اجدين السجدين السجدين 6 Qs. Al-Isrā/17: 14 172كتابك كتبك كتبك 7 Qs. Al-Kahfi / 18: 17 173تػزاور تزور تزور
* MSI : Musahaf Standar Indonesia, MP : Mushaf Pakistan
Tabel 4.11 Perbandingan Ketidak sesuaian MP dengan al-Dānī
166
Abī Amr al-Dānī, Tahqīq hātim Ṣālih al-Dāmin, al-Muqni‟ fī Ma‟rifati Marsūm
Mashāhif ahl al-Amshār, h. 145 167
Al-Quran kementerian Agama, h. 205 168
Al-Quran kementerian Agama, h. 221 169
Al-Quran kementerian Agama, h. 225 170
Al-Quran kementerian Agama, h. 238 171
Al-Quran kementerian Agama, h. 241 172
Al-Quran kementerian Agama, h. 256 173
Al-Quran kementerian Agama, h. 266
57
No Surat/ Ayat MSI MP Al-Dȃnȋ
* MSI : Musahaf Standar Indonesia, MP : Mushaf Pakistan
Tabel 4.12 Perbandingan Ketidak sesuaian MSI, MP dengan al-Dānī
No Surat/ Ayat MSI MP al-Dānī
1 Qs. Yūsuf / 12: 24 174رأى رءا رأ
2 Qs Tāhā/ 20: 63 175لسحراف لساحرف لسحرف * MSI : Musahaf Standar Indonesia, MP : Mushaf Pakistan
Dalam penulisan ya‟ nida‟ seperti pada lafaẓ ياس ماء telah disepakati oleh
ulama bahwa alif setelah ya‟ nida‟ harus di Hażf, dan ketika melihat pada al-
Quran Mushaf Standar Indonesia dengan penulisan alif yang di itsbat penulisan
belum menemukan alasan yang pas kenapa dalam lafaz tersebut menggunakan
alif. Begitu pula ketika alif tersebut terletak setelah Ha‟ tanbih maka wajib di
Hażf juga.176
Sedangkan dalam penulisan lafaẓ رأى semua ulama sepakat ditulis
dengan رأ kecuali pada 2 tempat al-Najm/53: 11 dan 18, yang mana dalam kedua
ayat tersebut tetap ditulis dengan رأى sedangkan mushaf-mushaf ahli mesir
disepakati bahwa pada Lam fi‟il terdiri dari ya.177
Seperti yang telah disinggung di atas bahwa ulama sepakat apabila ada
alif dan terdapat pada lafaẓ yang berbentuk jamak muannats salim maka alifnya
harus dibuang. Seperti pada lafaẓ درجات, adapun jika terdapat dua alif berkumpul
dalam satu kalimat maka kedua-duanya wajib dibuang والعديتضبحا dalam surat
al-„Ādiyāt: 1, tetapi apabila sebelum alif terdiri dari tasydid atau hamzah maka
alifnya tidak dibuang روضاتالن ات ف dalam surat al-Syūrā/42: 22, يػلقأثاما dalam
174
Al-Quran kementerian Agama, h. 215 175
Al-Quran kementerian Agama, h. 285
176
Abū Amr al-Dānī, Tahqīq hatim Ṣalih al-Damin, al-Muqni‟ fī Ma‟rifati Marsūm
Maṣāhif ahl al-Amṣār, h. 134-135 177
Abū Amr al-Dānī, Tahqīq hatim Ṣalih al-Damin, al-Muqni‟ fī Ma‟rifati Marsūm
Maṣāhif ahl al-Amṣār, h. 149-150
58
surat al-Furqān/25: 76.178
Sedangkan dalam penulisan lafaẓ تػرابا al-Dānī sepakat
bahwa setelah ra‟ alifnya harus dibuang kecuali pada tiga tempat pada al-
Ra‟du/13: 5, al-Naml/27: 67, Abasa/80: 40 yang mana dari semua surat tersebut
alif setelah ra‟ dibuang.179
Lafaẓ برازقني dan الس اجدين dua lafaẓ tersebut diambil dari mushaf standar
Indonesia yang mana keduanya tidak mengikuti kaidah sebagaimana telah
dijelaskan oleh al-Dānī dalam kitabnya al-Muqni‟ fī Ma‟rifati Marsūm Mashāhif
ahl al-Amshār bahwa ketika terdapat alif dalam jamak mużakkar salim maka
alifnya harus dibuang, beda halanya dalam Mushaf Pakistan bahwa dari kedua
lafaẓ tersebut kesemuanya mengikuti kaidah al-Dānī dengan membuang alif
setelah huruf ra‟ dan sin.
Pandangan al-Dānī tentang كتابك bahwa lafaẓ tersebut ditulis dengan hażf
alif kecuali di empat tempat, yaitu al-Ra‟d/13: 38, al-Hijr/15: 4, al-Kahfi/18: 27,
al-Naml/27:1180
begitu pula Abū dawūd, bahwa beliau juga sepakat bahwa
penulisan lafaẓ كتابك dengan Hażf alif, begitu pula dengan lafaẓ تػزاور yang mana
semua ulama rasm sepakat bahwa alif setelah za‟ dibuang.181
Ketentuan penulisan lafaẓ لسحراف bahwa menurut al-Dānī bahwa setiap
isim tatsniyah yang rafa‟ dengan alif maka alifnya harus dibuang. dalam
pandangan al-Dānī menggunakan lafaẓ لساحرف yang mengikuti riwayat dari Warsy
Qalūn. Sedangkan pada lafaẓ صالهتم menurut al-Dānī dalam penulisan lafaẓ
tersebut bisa tiga cara, pertama dengan tanpa wawu, sebagian ulama rasm
178
Abū Amr al-Dānī, Tahqīq hatim Ṣalih al-Damin, al-Muqni‟ fī Ma‟rifati Marsūm
Maṣȃhif ahl al-Amshār, h. 146-147 179
Abū Amr al-Dānī, Tahqīq hatim Ṣalih al-Damin, al-Muqni‟ fī Ma‟rifati Marsūm
Maṣȃhif ahl al-Amshār, h. 140 180
Abū Amr al-Dānī, Tahqīq hatim Ṣalih al-Damin, al-Muqni‟ fī Ma‟rifati Marsūm
Maṣȃhif ahl al-Amshār, h. 141 181
Zainal Arifin Madzkur, Perbedaan rasm Usmani (Jakarta; Azza Media, 2018), h. 213
59
menulisnya dengan alif, dan ketiga tidak ditulis sama sekali, dalam pendapat yang
kedua merupakan paling banyak digunakan, sedangkan pola yang ketiga paling
sedikit digunakannya.182
Lafaẓ yang menggukan pola yang pertama ditemukan
pada empat tempat yaitu al-Taubat/9: 99 103, Hūd/11: 87, dan al-Mu‟min: 9.
3. Perbandingan Ketidak sesuaian MSI dengan MP dari sepuluh juz ketiga
Begitu pula dalam pembahasan ketiga ini sama halnya dengan bagian
pertama bahwa peneliti membagi pada tiga bagian, bagian Pertama adalah
Ketidak sesuaian MSI dengan Al-Dānī, Kedua Ketidak sesuaian MP dengan al-
Dānī, dan Ketiga Ketidak sesuaian MSI, MP dengan al-Dānī.
Tabel 4.13 Perbandingan Ketidak sesuaian MSI dengan al-Dānī
No Surat / Ayat MSI MP Al-Dānī
1 Qs. Fātir/35: 38 183عال علم علم
2 Qs. Al-Ahqāf/46: 15 184احسانا احسا احسنا 3 Qs. al-Qalam/68: 49 185تداركو تدركو تدركو 4 Qs. Al-Ma‟ārij/70: 40 186المشارؽ المشرؽ المشرؽ 5 Qs. Al-Balad/90:14 ـ 187اطعا اطعم اطعم
* MSI : Musahaf Standar Indonesia, MP : Mushaf Pakistan
Tabel 4.14 Perbandingan Ketidak sesuaian MP dengan al-Dānī
No Surat/Ayat MSI MP al-Dānī
1 Qs. Al-Rȗm / 30: 46 188ريح ريح رياح
182
Abȗ Amr al-Dānī, Tahqīq hatim Ṣalih al-Damin, al-Muqni‟ fȋ Ma‟rifati Marsȗm
Mashȃhif ahl al-Amshȃr, h. 196 183
Al-Quran kementerian Agama, h. 396 184
Al-Quran kementerian Agama, h. 454 185
Al-Quran kementerian Agama, h. 510 186
Al-Quran kementerian Agama, h. 514 187
Al-Quran kementerian Agama, h. 535 188
Al-Quran kementerian Agama, h. 369
60
2 Qs. Luqmȃn / 31: 15 189جهدؾ جهدؾ جاىدؾ * MSI : Musahaf Standar Indonesia, MP : Mushaf Pakistan
Tabel 4.15 Perbandingan Ketidak sesuaian MSI, MP dengan al-Dānī
No Surat/Ayat MSI MP al-Dānī
* MSI : Musahaf Standar Indonesia, MP : Mushaf Pakistan
Lafaẓ رياح dalam MSI mengikuti imam al-Dānī yang mana dengan
membuang alif190
dengan tujuan untuk meringkas, sedangkan dalam MP tetap
dengan menggunakan alif dengan mengikuti qiraat Nāfi‟ atas jama‟.
Ketentuan penulisan lafaẓ تداركو al-Dānī berpendapat bahwa alif setelah
huruf dal harus dibuang dalam hal ini periwayatannya diambil dari riwayat
Abdullah ibn Isa, dari Qalun, dan Nafi‟. Begitu pula pada lafaẓ المشارؽ yang mana
alif setelah Syin harus dibuang juga dengan alasan yang sama.191
Lafaẓ المشارؽ terdapat dalam tiga tempat yaitu al-A‟rāf/7: 137, al-Shāffāt/37: 5, al-Ma‟ārij/70:
40, yang mana dalam MSI kesemuanya dengan membuang alif, sedangkan dalam
MP ada yang membuang alif dan ada pula yang menetapkan alif.
lafaẓ احسانا pada lafaẓ tersebut menurut al-Dānī alif setelah Sin harus
dibuang berdasarkan qiroat kufah,192
sedangkan menurut Muhammad ibn Abdil
wahhab bahwa alifnya harus dibuang dikarenakan diikat oleh oleh adanya huruf
Ha sukun.193
Begitu pula dalam pandangan Abū Dawūd bahwa alif setelah Sin
harus dibuang.
189
Al-Quran kementerian Agama, h. 372 190
Abū Amr al-Dānī, Tahqīq hatim Ṣalih al-Damin, al-Muqni‟ fī Ma‟rifati Marsūm
Maṣȃhif ahl al-Amshār, h. 127 191
Abū Amr al-Dānī, Tahqīq hatim Ṣalih al-Damin, al-Muqni‟ fī Ma‟rifati Marsūm
Maṣȃhif ahl al-Amshār h. 131 192
Abū Amr al-Dānī, Tahqīq hatim Ṣalih al-Damin, al-Muqni‟ fī Ma‟rifati Marsūm
Maṣȃhif ahl al-Amshār, h. 281 193
Abū Amr al-Dānī, Tahqīq hatim Ṣalih al-Damin, al-Muqni‟ fī Ma‟rifati Marsūm
Maṣȃhif ahl al-Amshār, h. 105
61
Penulisan lafaẓ ـ menurut al-Dānī dari riwayat Nafi‟ bahwa alif اطعا
setelah „ain harus dibuang. Dalam al-rasm al-Ustmani “Qawā‟iduhū wa bidā‟I al-
I‟jaz fīhi, riwayat al-Warsy dijelaskan bahwa setiap alif yang terletak setelah „ain
maka alifnya wajib dibuang194
.
194
Muhammad ibn Abd Wahab, Al-Rasm al-Utsmānī Qawāiduhū wa bidāi‟e al-I‟jaz fīhi,
h.96
62
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Rujukan rasm dalam Mushaf al-Quran tidak lepas dari dua imam besar
yaitu Abū Amr Al-Dānī dan Abū Dawūd yang mana beliau selalu menjadi rujukan
utama dalam Standarisasi Mushaf al-Quran. Dalam penelitian ini, Mushaf
Pakistan lebih dominan kesesuaiannya dengan al-Dani daripada Mushaf Standar
Indonesia. Namun bukan berarti Mushaf Standar Indonesia ada yang salah, tetapi
hasil kesepakatan dalam setiap musyawarah ulama Indonesia lebih diutamakan
mengingat masyarakat Indonesia yang tidak pernah lepas dari budaya-budaya
sekitar.
Terlepas dari kesalah pahaman masyarakat Indonesia tentang rasm,
Kementerian Agama Bidang Lajnah Pentashihan Mushaf al-Quran harus lebih
inten lagi dalam mensosialisasikan kepada masyarakat terkait perbedaan rasm
dalam mushaf, sehingga bisa meminimalisir angka ketidakpahaman masyarakat
terhadap rasm.
B. Saran
Setelah penulis menyelesaikan penelitian ini, penulis sangat menyadari
bahwa penelitian ini jauh dari kata cukup apalagi sempurna. Sehingga penulis
yakin bahwa penelitian ini meninggalkan banyak kesalahan dan kekurangan di
dalamnya. Karena itu penelitian ini sesungguhnya tidak dapat dikatakan telah
selesai, masih banyak hal yang dapat dikaji dalam penelitian ini lebih dalam lagi.
63
Penulis berharap masih ada mahasiswa Ilmu al-Quran dan Tafsir yang
ingin melanjutkan penelitian ini lebih dalam lagi, karena dari enam kaidah ilmu
rasm penelitian ini hanya dicukupkan di kaidah Hażf al-Harf.
64
Daftar Pustaka
al-A‟zami, MM. Sejarah Teks Al-Quran dari wahyu sampai Kompliasi. Jakarta
Gema Insan, 2014
Amal, Adnan Taufik. Rekonstruksi sejarah al-Quran. Ciputat, PT Pustaka
Alvabet, 2013
Anshori. Ulumul Quran: Kaidah-Kaidah Memahami Firman Tuhan. Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada, 2014
Arifin, Zaenal. Mengenal Mushaf al-Qur‟an Standar Usmani Indonesia. Jurnal
Suhuf, 2011
Arifin, Zaenal. Kajian Ilmu Rasm Usmani dalam Mushaf Indonesia Jurnal. Suhuf,
Vol. 6, No. 1, 2013
Arifin, Zaenal dkk. Sejarah Penulisan Mushaf al-Quran Standar Indonesia.
Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf al-Quran Balitbang, 2013
Arifin, Zaenal. Perbedaan Rasm Usmani Antara Mushaf Satndar Indonesia dan
Mushaf Madinah Saudi Arabia dalam persepktif al-Dani dan Abu Daud.
Disertasi S3 Fakultas Pascasarjana, Uin Syarif Hadayatullah Negeri
Jakarta, 2017
Arifin, Zaenal. Perbeda an rasm Usmani. Jakarta; Azza Media, 2018
B. Sandjaja, Panduan Penelitian. Jakarta : Prestasi Pustaka, 2006
65
Beno, Akram. “Rasm al-Quran” di akses di
https://www.academia.edu/37914482/RASM _al_Quran pada tanggal 3
Mei 2019
Badan Penelitian dan Pengembangan Agama Departemen Agama RI, Mengenal
al-Quran Standar Indonesia. 1994
Barata, Sumardi Surya. Metode Penelitian. Jakarta: Grafindo Persada, 1998
Chaer, Abdul. Perkenalan Awal Dengan Al-Quran. Jakarta: PT Rineka Cipta,
2014
al-Dānī, Abū Amr Tahqīq hatim Shalih al-Damin, al-Muqni‟ fȋ Ma‟rifati Marsūm
Maṣāhif ahl al-Amṣhār. Bairut: Dār al-Baṣāir al-Islāmiyyah, 2011
Dawūd, Abū. Mukhtaṣār al-Tabyīn li Hijā‟ al-Tanzīl. Saudi Arabia: Mujamma‟
Malik Fahd li Thibaah al-Mushȃf, 1999
Faisal, Sanapiah. Format-Format penelitian Sosial. Jakarta: PT Raja grafindo,
2008
Fathoni, Ahmad. Kaidah Qiraat Tujuh. Jakarta: Darul Ulum Press, jilid II, 2005
Fathoni, Ahmad. “Sejarah Perkembangan Rasm Usmani”. Tesis S2, Sekolah
Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 1999
Hakim, Abdul. Perbandingan Rasm Mushaf Standar Indonesia, Mushaf Pakistan,
Dan Mushaf Madinah. Jurnal Suhuf, 2017
Hermawan, Acep. Ulumul Quran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2016
66
Hisyami. “Penulisan dan Pemberian Tanda Baca Mushaf Standar Indonesia
Cetakan Tahun 2002”. Disertasi S3 Sekolah Pascasarjana UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2008
https://lajnah.kemenag.go.id/artikel/326-mushaf-standar-braille diakses pada
tanggal 23/04/2019
http://arrazifahrudin.blogspot.com/2016/02/mengenal-mushaf-standar-pakistan
_25.html?m=1 di akses pada tanggal 28 April 2019
Kadar M. Yusif. Studi al-Quran. Jakarta : Amzah, 2009
Kartini. Pengantar Metode Penelitian Sosial. Bandung : Bandar Maju, 1996
Marzuki, Kamaluddin. Ulūm al-Qurān. Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 1992
Mesra, Alimin. Ulumul Quran. Jakarta : Uin Jakarta, 2005
Muhammad ibn Abd Wahāb. Al-Rasm al-Utsmāni Qawāiduhū wa bidāi‟e al-I‟jaz
fīhi. Afrika timur: 2010
Nugraha, Eva. “Kaidah Rasm Utsmani pada Mushaf Standar Indonesia”. Skripsi
S1 Fakultas Ushuluddin IAIN Sunan Gunung Djati Bandung, 1995
al-Qaṭṭān Mannā‟. Mabāhits fī Ulūm al-Qurān. Riyad: Mansyūrat al-Hasr wa al-
Hadīts, 1973
al-Qaṭṭān, Manna, Pengantar Studi Ilmu al-Quran. Jakarta : Pustaka al-Kautsar,
2014
67
al-Qaṭṭān, Manna. Pengantar Studi Ilmu al-Quran. Jakarta: Pustaka al-Kautsar,
2006
al-Ṣālih, Subhi. Membahas Ilmu-Ilmu al-Quran. Jakarta: Pustaka Firdaus,1990
Shaleh, Subhi. Mabāhith fi Ulum al-Quran. Bairut: Dār al-Ilm, 1958
Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi. Bandung: Alfabeta CV, 2014
Suma, Muhammad Amin. Ulumul Quran. Jakarta: PT PrajaGrafindo, 2014
al-Sayūṭī. al-Itqān Fi Ulūm Quran. Beirut : Dar al-Fikr, 1951
al-Suyūṭī. al-Itqān Fī ulūm al-Qurān. Mesir: Mustafā al-Babi al-Halanī, 1973
Sya‟roni, Mazmur. Pedoman Umum Penulisan dan Pentashihan Mushaf al-Quran
dengan Rasm Usmani. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan
Agama Puslitbang Lektur Agama, 1998/1999
Sya‟rani, Mazmur. “Prinsip-Prinsip Penulisan dalam Al-Quran Standar
Indonesia”. Jurnal Lektur, Vol. 5, No 1, 2007
Syarif, M. Ibnan. Ketika Mushaf Menjadi Indah. Semarang: Aini, 2003
Usman. Ilmu Tafsir. Yogyakarta: Teras, 2009