resume skenario 4

133
RESUME BLOK 17 SKENARIO 4 Oleh: KELOMPOK C 1. Putu Kristalina Witari 0820101010 23 2. Ayu Budhi Trisna 082010101026 3. Riska Ratwita Wibawa 0820101010 28 4. Alfa Miftahul Khoir 0820101010 33 5. Yuyun Muwaddatur R 082010101034 6. R.Anggi Dwi Putra 0820101010 35 7. Muhammad Yuda A 082010101036 8. Anindita Novia D. 082010101037 9. Raras Silvia Gama 0820101010 38 10. Anggun Puspita Dewi 0820101010 40 11. Mekania Tamarizki 0820101010 41 12. Achwana Sri A. 0820101010 43 13. Ina Soraya 082010101072 14. Wendy Yuhardika M 0820101010 77 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER 2011

Upload: gumelar-enggar

Post on 30-Oct-2015

219 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Resume Skenario 4

7/16/2019 Resume Skenario 4

http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 1/133

 

RESUME BLOK 17

SKENARIO 4

Oleh:

KELOMPOK C

1.  Putu Kristalina Witari 082010101023

2.  Ayu Budhi Trisna 082010101026

3.  Riska Ratwita Wibawa 082010101028

4.  Alfa Miftahul Khoir 082010101033

5.  Yuyun Muwaddatur R 082010101034

6.  R.Anggi Dwi Putra 082010101035

7.  Muhammad Yuda A 082010101036

8.  Anindita Novia D. 082010101037

9.  Raras Silvia Gama 082010101038

10. Anggun Puspita Dewi 082010101040

11. Mekania Tamarizki 082010101041

12. Achwana Sri A. 082010101043

13. Ina Soraya 082010101072

14. Wendy Yuhardika M 082010101077

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS JEMBER 

2011

Page 2: Resume Skenario 4

7/16/2019 Resume Skenario 4

http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 2/133

SKENARIO 4

“ GAWAT DARURAT KARDIOLOGI ” 

Tuan Norman, usia 56 tahun dengan berat badan 100 kg, malam itu dibawa ke

rumahsakit dengan keluhan sesak nafas,. Dokter jaga IGD yang menerima, segera

melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Berdasarkan cerita keluarganya, tuan

 Norman mengeluh sesak nafas sejak 8 jam sebelumnya dengan selalu memegangi dada

kirinya. Sesampai di rumahsakit sesaat kejadian tuan Norman tidak sadarkan diri. Dari

 pemeriksaan fisik, didapatkan tekanan darah 180/130 mmHg, dengan heart rate yang

irregular, auskultasi paru didapatkan suara ronki basah halus di kedua hemithoraks.

Dokter juga mendapatan kedua tungkai edema serta mencium aroma keton keluar dari

nafas tuan Norman.

Key word

  Laki-laki usia 56 tahun 

  Berat badan 100 kg 

  KU : sesak nafas 

  RPS :

-  Sesak nafas sejak 8 jam yll, 

-  Selalu memegangi dada kiri,

-  Sesaat sampai RS tidak sadarkan diri 

  Px fisik:

-  tekanan darah 180/130 mmHg,

Heart rate yang irregular,-  Auskultasi paru didapatkan suara ronki basah halus di kedua hemithoraks 

-  Kedua tungkai edema

-  Aroma keton keluar dari nafas tuan Norman.

Page 3: Resume Skenario 4

7/16/2019 Resume Skenario 4

http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 3/133

ANALISIS SKENARIO

Laki-laki 56 tahun

Seorang laki-laki mempunyai factor risiko terkena penyakit jantung/ penyakit

 pembuluh darah lebih tinggi dari wanita, sebab pada wanita memiliki hormone

esterogen yang bisa melindungi endotel. Akan tetapi pada wanita yang telah terkena

 penyakit ini angka mortalitas lebih tinggi dari pada pria. Selain itu, pada laki-laki usia

40-60 tahun memiliki prevalensi PJK 5 kali lipat

Berat badan 100kg 

Berat badan 100kg belum bisa dikategorikan obesitas karena tidak tercantum

tinggi badan, akan tetapi untuk ukuran orang Indonesia yang rata-rata tingginya untuk 

laki-laki sekitar 170 cm maka orang ini sudah dikategorikan obesitas, hal ini merupakan

factor-faktor risiko terjadinya penyakit-penyakit degenerative seperti misalnya penyakit

 pembuluh darah ( stroke, hipertensi, PJK, dsb) dan juga penyakit diabetes mellitus

KU : sesak nafas

Pasien ini memiliki keluhan utama berupa sesak nafas, sesak nafas merupakan

suatu perasaan yang subjektif berupa kesulitan untuk bernafas dengan menurunnya

kualitas pernafasan yang bervariasi intensitasnya. Keadaan ini bisa dikaitkan akibat

 berhubungan dengan factor luar maupun dalam diri sendiri. Seperti misalnya fisiologis,

 psikologis, social, lingkungan, serta tingkah laku. Sesak nafas bisa disebabkan karena

kelainan jantung, kelaian paru, atau sebab lain. Berikut ini merupakan diagnosis

 banding sesak nafas:

Diagnose banding sesak nafas:

Kelainan paru Kelainan jantung Sebab lain

  Asma

 COPD

  Obstruksi trakea

  Emfisema

  Interstitial lung

disease

  Hipertensi paru

  Emboli paru

  Pneumonia

  Sindrome coroner 

 Kelainan katub jantung

  Kardiomiopati

  Kelainan

 pericardium

  Aritmia

  Gagal jantung

  Kelemahan otot

 pernafasan  Mistenia gravis

  GBS

  Anemia

  Metabolic asidosis

  Diabetic

ketoasidosis

  Salicylates

Page 4: Resume Skenario 4

7/16/2019 Resume Skenario 4

http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 4/133

  Efusi pleura

  Pneumothoraks

  Kehamilan

  Gangguan

 psikiatrik 

  Cemas, dll

Patofisiologi sesak nafas

Pendekatan diagnosis pada pasien sesak nafas:

Page 5: Resume Skenario 4

7/16/2019 Resume Skenario 4

http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 5/133

 

Page 6: Resume Skenario 4

7/16/2019 Resume Skenario 4

http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 6/133

Pasien ini mengalami sesak nafas sejak 8 jam yang lalu dan selalu memegangi

dada kiri, berarti dia mengalami nyeri dada.

Nyeri dada

Ada 2 macam jenis nyeri dada yaitu:

A. Nyeri dada pleuritik 

 Nyeri dada pleuritik biasa lokasinya posterior atau lateral. Sifatnya tajam dan

seperti ditusuk. Bertambah nyeri bila batuk atau bernafas dalam dan berkurang

 bila menahan nafas atau sisi dada yang sakit digerakan. Nyeri berasal dari

dinding dada, otot, iga, pleura perietalis, saluran nafas besar, diafragma,

mediastinum dan saraf interkostalis. Nyeri dada pleuritik dapat disebakan oleh

Difusi pelura akibat infeksi paru, emboli paru, keganasan atau radang

subdiafragmatik ; pneumotoraks dan penumomediastinum.

B. Nyeri dada non pleuritik 

 Nyeri dada non-pleuritik biasanya lokasinya sentral, menetap atau dapat

menyebar ke tempat lain. Paling sering disebabkan oleh kelainan di luar paru.

1. Kardial

a. Iskemik miokard akan menimbulkan rasa tertekan atau nyeri substernal yang

menjalar ke aksila dan turun ke bawah ke bagian dalam lengan terutama lebih

sering ke lengan kiri. Rasa nyeri juga dapat menjalar ke epigasterium, leher,

rahang, lidah, gigi, mastoid dengan atau tanpa nyeri dada substernal.

 Nyeri disebabkan karena saraf eferan viseral akan terangsang selama iskemik 

miokard, akan tetapi korteks serebral tidak dapat menentukan apakah nyeri

 berasal dari miokard. Karena rangsangan saraf melalui medula spinalis T1-T4

yang juga merupakan jalannya rangsangan saraf sensoris dari sistem somatisyang lain. Iskemik miokard terjadi bila kebutuhan 02 miokard tidak dapat

dipenuhi oleh aliran darah koroner. Pada penyakit jantung koroner aliran darah

ke jantung akan berkurang karena adanya penyempitan pembuluh darah koroner.

Ada 3 sindrom iskemik yaitu :

- Angina stabil ( Angina klasik, Angina of Effort) : 

Serangan nyeri dada khas yang timbul waktu bekerja. Berlangsung hanya

 beberapa menit dan menghilang dengan nitrogliserin atau istirahat. Nyeri dada

Page 7: Resume Skenario 4

7/16/2019 Resume Skenario 4

http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 7/133

dapat timbul setelah makan, pada udara yang dingin, reaksi simfatis yang

 berlebihan atau gangguan emosi.

- Angina tak stabil (Angina preinfark, Insufisiensi koroner akut) :

Jenis Angina ini dicurigai bila penderita telah sering berulang kali mengeluh

rasa nyeri di dada yang timbul waktu istirahat atau saat kerja ringan dan

 berlangsung lebih lama.

- Infark miokard :

Iskemik miokard yang berlangsung lebih dari 20-30 menit dapat menyebabkan

infark miokard. Nyeri dada berlangsung lebih lama, menjalar ke bahu kiri,

lengan dan rahang. Berbeda dengan angina pektoris, timbulnya nyeri dada tidak 

ada hubungannya dengan aktivitas fisik dan bila tidak diobati berlangsung dalam

 beberapa jam. Disamping itu juga penderita mengeluh dispea, palpitasi dan

 berkeringat. Diagnosa ditegakan berdasarkan serioal EKG dan pemeriksa enzym

 jantung.

 b. Prolaps katup mitral dapat menyebabkan nyeri dada prekordinal atau

substernal yang dapat berlangsung sebentar maupun lama. Adanya murmur akhir 

sistolik dan mid sistolik-click dengan gambaran echokardiogram dapat

membantu menegakan diagnosa.

c. Stenosis aorta berat atau substenosis aorta hipertrofi yang idiopatik juga dapat

menimbulkan nyeri dada iskemik.

2. Perikardikal

Saraf sensoris untuk nyeri terdapat pada perikardium parietalis diatas diafragma.

 Nyeri perikardila lokasinya di daerah sternal dan area preokordinal, tetapi dapat

menyebar ke epigastrium, leher, bahu dan punggung. Nyeri bisanya sepertiditusuk dan timbul pada waktu menarik nafas dalam, menelan, miring atau

 bergerak. Nyeri hilang bila penderita duduk dan berdandar ke depan. Gerakan

tertentu dapat menambah rasa nyeri yang membedakannya dengan rasa nyeri

angina. Radang perikardial diafragma lateral dapat menyebabkan nyeri

epigastrum dan punggung seperti pada pankreatitis atau kolesistesis.

Page 8: Resume Skenario 4

7/16/2019 Resume Skenario 4

http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 8/133

3. Aortal

Penderita hipertensi, koartasio aorta, trauma dinding dada merupakan resiko

tinggi untuk pendesakan aorta. Diagnosa dicurigai bila rasa nyeri dada depan

yang hebat timbul tiba-tiba atau nyeri interskapuler. Nyeri dada dapat

menyerupai infark miokard akan tetapi lebih tajam dan lebih sering menjalar ke

daerah interskapuler serta turun ke bawah tergantung lokasi dan luasnya

 pendesakan.

4. Gastrointestinal

Refluks esofagitis, kegansan atau infeksi esofagus dapat menyebabkan nyeri

esofageal. Nyeri esofageal lokasinya ditengah, dapat menjalar ke punggung,

 bahu dan kadang – kadang ke bawah ke bagian dalam lengan sehingga seangat

menyerupai nyeri angina. Perforasi ulkus peptikum, pankreatitis akut distensi

gaster kadang  –  kadang dapat menyebabkan nyeri substernal sehingga

mengacaukan nyeri iskemik kardinal. Nyeri seperti terbakar yang sering bersama

 – sama dengan disfagia dan regurgitasi bila bertambah pada posisi berbaring dan

 berurang dengan antasid adalah khas untuk kelainan esofagus, foto

gastrointestinal secara serial, esofagogram, test perfusi asam, esofagoskapi dan

 pemeriksaan gerakan esofageal dapat membantu menegakan diagnosa.

5. Mulkuloskletal

Trauma lokal atau radang dari rongga dada otot, tulang kartilago sering

menyebabkan nyeri dada setempat. Nyeri biasanya timbul setelah aktivitas fisik,

 berbeda halnya nyeri angina yang terjadi waktu exercis. Seperti halnya nyeri

 pleuritik. Nyeri dada dapat bertambah waktu bernafas dalam. Nyeri otot juga

timbul pada gerakan yang berpuitar sedangkan nyeri pleuritik biasanya tidak 

demikian.6. Fungsional

Kecemasan dapat menyebabkan nyeri substernal atau prekordinal, rasa tidak 

enak di dada, palpilasi, dispnea, using dan rasa takut mati. Gangguan emosi

tanpa adanya klealinan objektif dari organ jantung dapat membedakan nyeri

fungsional dengan nyeri iskemik miokard.

Page 9: Resume Skenario 4

7/16/2019 Resume Skenario 4

http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 9/133

7. pulmonal

Obstruksi saluran nafas atas seperti pada penderita infeksi laring kronis dapat

menyebakan nyeri dada, terutama terjadi pada waktu menelan. Pada emboli paru

akut nyeri dada menyerupai infark miokard akut dan substernal. Bila disertai

dengan infark paru sering timbul nyeri pleuritik. Pada hipertensi pulmoral

 primer lebih dari 50% penderita mengeluh nyeri prekordial yang terjadi pada

waktu exercise. Nyeri dada merupakan keluhan utama pada kanker paru yang

menyebar ke pleura, organ medianal atau dinding dada.

Diagnosis banding nyeri dada:

System Diagnosis banding

Jantung   Iskemik miokard

  Pericarditis akut

  Diseksi aorta

  Stenosis aorta

  Pemakaian kokain

Gastrointestinal GERD

Spasme esophagus

Dismotility

Kolesistitis

Ulcer peptis

Pankreatitis

Psikosomatik  Panic

Cemas

Depresi

Pulmonary Emboli pulmo

Pneumonia

Pneumothoraks

Musculoskeletal Kostokondritis

Fibromyalgia

Lain-lain Artritis

Herpes zoster 

EVALUASI SAKIT DADA

 Dimana lokasi sakitnya?

Page 10: Resume Skenario 4

7/16/2019 Resume Skenario 4

http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 10/133

o  Khas: retrosternal

 Seperti apa sakitnya ( sifat)

o  Seperti tertekan, perasaan kencang atau berat,seperti dieras, rasa sesak atau pegal.

 Apa penyebabnya? ( pencetus)

o  Semua keadaan yang meningkatkan denyut jantung dan kebutuhan oksigen ( emosi,

latihan fisik, makan banyak, perubahan suhu, bersenggama, dll)

 Kemana menjalarnya? ( radiasi)

o  Ke leher dengan perasaan tercekik, bagian dalam tangan kiri dibawah ketiak (

sedangkan sakit musuloskeletal berada diluar tangan atau terasa dibahu)

 Apa yang mengurangi sakitnya?

o  Bial kecepatan jantung diperlambat, relaksasi, istirahat, minum obat glyceril

trinitrat ( biasanya hilang dalam 5 menit)

 Apa yang anda lakukan bla sakitnya datang?

Perhatikan riwayat penyakit, jenis kelamin, umur, faktor risiko ( merokok,

hipertensi, hiperkolesterolemia, dll

PEMERIKSAAN KHUSUS LAIN

  UJI LATIH JANTUNG DENGAN BEBAN

Dianjurkan untuk semua yang diurigai angina, kecuali pada usia lanjut dan

cacat. Terutma untuk angina yang stabil.

Indikasi:

1.  Sebagai bantuan diagnosis angina dengan memprovokasi sakit dada dan

kelainan iskemia

2.  Untuk stratifikasi resiko

3.  Untuk mengetahui kapasitas fungsional nasehat mengenai kegiatannya

  SKINTIGRAFI THALLIUM -201

  ANGIOGRAFI KORONER 

Tekanan darah 180/130 mmHg 

Page 11: Resume Skenario 4

7/16/2019 Resume Skenario 4

http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 11/133

Pada pemeriksaan fisik didapatkan hipertensi grade 3 yang merupakan factor risiko dari

 penyekit degenerative,

Tabel klasifikasi tekanan darah menurut JNC VII 2003:

 

Heart rate irreguler 

Suara jantung pasien ini tidak teratur/ disritmia, dimana hal ini merupakan akibat

dari gangguan otomatisasi, gangguan hantaran, atau kombinasi keduanya. 

-  Gangguan otomatisasi: percepatan atau perlambatan nodus sinus

-  Gangguan hantaran : irama yang sangat cepat (ex: syndrome WPW dengan

takikardi) atau sangat lambat (AV blok)

  Disritmia dapat diketahui dari gambaran irama dan morfologi EKG

 Gejala yang ditimbulkan tergantung dari disritmia yang terbentuk seperti :

pusing, berdebar debar, perasaan melayang, dsb. 

Analisis rekaman EKG harus dilkukan secara sistematis dan menjawab pertanyaan berikut:

1.  Irama cepata atau lambat?

2.  Irama atrium dan ventrikel sama atau sebanding?

3.  Interval antar gel P dan antar gel R teratur tau tidak?

4.  Bila tidak teratur apakah menetap ataukah sangat tidak teratur?

5.  Apakah gel P mengikuti kompleks QRS?

6.  Apakah gel P dan kopleks QRS menyerupai bentuk normal?

Page 12: Resume Skenario 4

7/16/2019 Resume Skenario 4

http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 12/133

7.  Apakah interval PR dan QRS dalam batas normal?

8.  Apakh hub disritmia tsbt bila dihub klinis pasien?

9.  Pengobatan berdasarkan makna klinis

10. Diagnosa/DD??

11. Memberikan keluhan ?

12. Konsekuensinya apa?

Peyebab disritmia:

  Obat-obatan: terutama dari golongan 1a (kinidin, disopiramid, prokainamid) dan

1 c ( fleksinid, propafenon), digitalis, antidepresan trisiklik, teofilin

  Gagguan elektrplit dan gas darah: tut hipo atau hiperkalemia, asidosis

  Payah janung kongestif: akibat terjadinya aktifasi neurohormonal

  Kel jantung yang aritmogenk: syndrome WPW atau sindrom QT panjang

  Gangguan ventilasi, infeks, anemia, hipotensi dan renjatan: bisa terjadi takikari

supravenrkuler 

  Tirotoksikosis: menyebabakn flutter atrium atau fibrilasi

Ronki basah halus

Istilah “ Ronki” yang dibagi menjadi 2 macam yaitu ronki basah dengan suara

terputus- putus dan ronki kering dengan suara tidak terputus.

Ronki basah kasar seperti suara gelembung udara besar yang pecah, terdengar pada

saluran napas besar bila terisi banyak secret. Ronki basah sedang seperti suara

gelembung kecil yang pecah, terdengar bila adanya secret pada saluaran napas kecil dan

sedang, biasanya pada bronkiektasis dan bronkopneumonia. Ronki basah halus tidak 

mempunyai sifat gelembung lagi, terdengar seperti gesekan rambut, biasanya pada

 pneumonia dini atau adanya secret/cairan dalam kavitas paru.

Akumulasi cairan pada interstitial paru tergantung pada tekanan hidrostatik dan

tekanan onkotik dai kapiler paru dan ruang sekitar. Tekanan onkotik bergantung pada

kadar albumin dalam darah yang kadarnya akan berkurnag pada keadaan sirosis hepatic

atau sindrom nefrotik. Akan tetapi keadaan hipoalbuminemia ini tidak cukup untuk 

menyebabkan edema interstitial tanpa didukung oleh kelainan dari endotel vaskuler.

Page 13: Resume Skenario 4

7/16/2019 Resume Skenario 4

http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 13/133

 

Edema kedua tungkai 

Edema perifer terjadi akibat penimbunan cairan dalam ruang interstisial. Edemamula-mula tampak pada bagian tubuh yang tergantung dan terutama pada malam hari;

dapat terjadi nokturia (diuresis malam hari) yang mengurangi retensi cairan. Nokturia

disebabkan oleh redistribusi cairan dan reabsorpsi pada waktu berbaring, dan juga

 berkurangnya vasokonstriksi ginjal pada waktu istirahat. Gagal jantung yang berlanjut

dapat menimbulkan asites atau edema anasarka (edema tubuh generalisata). Meskipun

gejala dan tanda penimbunan cairan pada aliran vena sistemik secara klasik dianggap

terjadi akibat gagal jantung kanan, namun manifestasi paling dini dari bendungan

sistemik umumnya disebabkan oleh retensi cairan daripada gagal jantung kanan yang

nyata. Semua manifestasi secara khas diawali dengan bertambahnya berat badan, yang

 jelas mencerminkan adanya retensi natrium dan air. (Price, 2006 : 638)

Nafas bau keton 

Bau nafas pasien tercium keton, keton merupakan hasil samping dari pemecahan

lemak, hal ini bisa terjadi akibat komplikasi pada penderita diabetes melitus.

LEARNING OBJEKTIF

  PJK 

Page 14: Resume Skenario 4

7/16/2019 Resume Skenario 4

http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 14/133

-  Angina pectoris stabil

-  Angina pectoris tidak stabil

-  IMA ( STEMI & NSTEMI)

  GAGAL JANTUNG

  EDEM PARU AKUT

  DISRITMIA

  KRISIS HIPERTENSI

  KOMA DIABETIKUM

-  Ketoasidosis diabetic

-  Koma hyperosmolar hiperglikemik non ketotik 

-  Asidosis laktat

  TRIASE KEGAWATDARURATAN KARDIOVASKULER 

  SUDDEN DEATH

PEMBAHASAN

Page 15: Resume Skenario 4

7/16/2019 Resume Skenario 4

http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 15/133

PENYAKIT JANTUNG KORONER 

Penyakit jantung coroner adalah penyakit yang disebabkan karena penyumbatan

karena aterosklerosis atau penyempitan atau keduanya arteri coroner.

Definisi:

  Angina pectoris stabil (APS), syndrome klinik yang ditandai rasa tidak enak 

didada, rahang, bahu, punggung ataupun lengan, yang biasanya dicetuskan oleh

kerja fisik atu stress emosional, dan keluhan ini bisa berkurang karena istirahat

dan pemberian nitrogliserin. 

  Angina prinzmetal, angina yang timbul akibta spasme arteri koronaria, sering

timbul sast istirahat, tidak berkaitan dengan kegiatan jasmani, dan kadang-kadang siklik ( pada waktu yang sama tiap harinya) 

  Sindrom coroner akut (SKA)

-  Angina pectoris tidak stabil ( APTS), ditandai nyeri dada mendadak dan

lebih berat, serangan > 20 menit dan lebih sering. Angina yang baru timbul (

< 1 bulan), atau angina yang tibmbul 1 bulan setelah infark miokard. 

-  Infark miokard akut (IMA), nyer angina pada infark mikard akut biasanya

lebih berat dan lebih lama ( > 30 menit), akan tetapi pada 20-25% IMA tidak 

nyeri. IMA bisa STEMI maupun NSTEMI. 

Patofisiologi

Dasar kelainan dari penyakit jantung coroner ini adalah diawali dengan

kerusakan endotel. Kerusakan endotel ini dipacu oleh factor hemodinamik ( hipertensi),

zat-zat vasokontriktor, mediator ( sitokin) dari sel darah, asap rokok, diet aterogenik,

 paningkatan kadar gula, oksidasi LDL-C.

Kerusakan sel endotel ini akan menghasilkan cell adhesion molecule seperti

sitokin ( IL-1), TNF-α, kemokin, growth factor. Sel inflamasi ( monosit, limfosit-T)

akan migrasi dari endotel ke sub endotel. Monosit akan berubah menjadi makrofag yang

akan menarik LDL teroksidasi dan membentuk sel busa.

LDL teroksidasi menyebabkan kematian sel endotel dan menhasilkan respon

inflamasi dan mengganggu vasodilatasi serta mencetuskan proses trombotik.

Hal-hal diatas menyebabkan terbentuknya plak atherogenik.

Factor risiko PJK 

Page 16: Resume Skenario 4

7/16/2019 Resume Skenario 4

http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 16/133

Faktor risiko tidak dapat diubah Factor risiko dapat diubah

-  Usia

-  Jenis kelamin laki-laki

-  Ada riwayat keluarga

-  Etnis

-  Merokok 

-  Hipertensi

-  Dyslipidemia

-  Diabetes mellitus

-  Obesitas

-  Sindrom metabolic

-  Stress

-  Diet lemak dan kalor tinggi

-  Inaktifitas fisik 

Factor risiko baru:

-  Inflamasi

-  Fibrinogen

-  Hemosistein

-  Stress oksidatif 

GEJALA KLINIS ANGINA PECTORIS

Angina pektoris adalah jenis nyeri dada yang perlu diperhatikan karena

merupakan petunjuk ke arah penyakit jantung koroner dan indikasi untuk mengirim penderita ke Rumah Sakit guna pemeriksaan lebih lanjut. Untuk mengenal indikasi yang

tepat pada penatalaksanaan angina selanjutnya yaitu kapan silakukan arteriografi

koroner, angioplasti koroner ataupun bedah koroner maka perlu diketahui lebih dulu

mengenai jenis angina, prevalensi angina, patigenesa dan perjalanan penyakitnya serta

 pemeriksaan yang perlu dilakukan.

Sil ent angina pectoris 

Kadang penderita penyakit jantung koroner diketahui secara kebetulan

misalnya saat dilakukan check up kesehatan. Kelompok penderita ini tidak pernah

mengeluh adanya nyeri dada (angina) baik pada saat istirahat maupun saat aktifitas.

Secara kebetulan penderita menunjukkan iskemia saat dilakukan uji beban latihan.

Ketika EKG menunjukkan depresi segmen ST, penderita tidak mengeluh adanya nyeri

dada. Pemeriksaan fisik, foto dada dan lain-lan dalam batas-batas normal.

Page 17: Resume Skenario 4

7/16/2019 Resume Skenario 4

http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 17/133

Mekanisme silent iskemia diduga oleh karena ambang nyeri yang meningkat,

neuropati otonomik (pada penderita diabetes), meningkatnya produksi endomorfin,

derajat stenosis yang ringan. 

Stable angina pectoris 

 Nyeri dada yang timbul saat melakukan aktifitas, bersifat kronis (> 2 bulan).

 Nyeri precordial terutama di daerah retrosternal, terasa seperti tertekan benda berat atau

terasa panas, seperti di remas ataupun seperti tercekik, rasa nyeri sering menjalar ke

lengan kiri atas / bawah bagian medial, ke leher, daerah maksila hingga ke dagu atau ke

 punggung, tetapi jarang menjalar ke lengan kanan.

 Nyeri biasanya berlangsung singkat (1  –  5) menit dan rasa nyeri hilang bila

 penderita istirahat. Selain aktifitas fisik, nyeri dada dapat diprovokasi oleh stress /

emosi, anemia, udara dingin dan tirotoksikosis. Pada saat nyeri, sering disertai keringat

dingin. Rasa nyeri juga cepat hilang dengan pemberian obat golongan nitrat. Jika

ditelusuri, biasanya dijumpai beberapa faktor risiko PJK.

Pemeriksaan elektrokardiografi sering normal (50  –  70% penderita). Dapat

 juga terjadi perubahan segmen ST yaitu depresi segmen ST atau adanya inversi

gelombang T (Arrow Head). Kelainan segmen ST (depresi segmen ST) sangat nyata

 pada pemeriksaan uji beban latihan.

Mekanisme terjadinya iskemia

Pada prinsipnya iskemia yang terjadi pada PJK disebabkan oleh karena terjadi

gangguan keseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen miokard. Dengan adanya

aterosklerosis maka aliran darah koroner akan berkurang, terutama pada saat kebutuhan

meningkat (saat aktifitas) sehingga terjadilah iskemia miokard ( Ischemia On Effort ).

PengobatanPrinsip pengobatan penderita angina pektoris secara umum hampir sama

dengan subset klinis PJK lainnya, yaitu menjaga agar suplai oksigen selalu seimbang

dengan kebutuhan oksigen miokard.

Pada subset klinis ini penderita tidak memerlukan rawat inap, tetapi sangat

 penting ditekankan bahwa seorang dengan keluhan nyeri dada memang benar-benar 

dalam keadaan angina yang stabil.

Page 18: Resume Skenario 4

7/16/2019 Resume Skenario 4

http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 18/133

Modalitas terapi adalah medikamentosa meliputi : golongan nitrat, calsium

antagonist, beta blocker, anti-throbogenik. Di samping itu juga sangat penting untuk 

melakukan penanganan terhadap faktor-faktor risiko. Disamping obat-obatan perlu

dipikirkan untuk dilakukan angiografi koroner untuk selanjutnya dilakukan pengobatnan

lebih definitif dengan  Percutaneus Trasluminal Coronary Angioplasty (PTCA) atau

Coronary Bypass Surgery (CABG).

Non stable angina pectoris 

Pada subset klinis ini, kualitas, lokasi, penjalaran dari nyeri dada sama dengan

 penderita angina stabil. Tetapi nyerinya bersifat progresif dengan frekuensi timbulnya

nyeri yang bertambah serta pencetus timbulnya keluhan juga berubah. Sering timbul

saat istirahat. Pemberian nitrat tidak segera menghilangkan keluhan. Keadaan ini

didasari oleh patogenesis yang berbeda dengan angina stabil.

Angina tidak stabil sering disebut sebagai  Pre-Infarction sehingga

 penanganannya memerlukan monitoring yang ketat. Pada angina tidak stabil, plaque

aterosklerosis mengalami trombosis sebagai akibat plaque rupture ( fissuring ), di

samping itu diduga juga terjadi spasme namun belum terjadi oklusi total atau oklusi

 bersifat intermitten.

Pada pemeriksaan elektrokardiografi didapatkan adanya depresi segmen ST,

kadar enzim jantung tidak mengalami peningkatan.

Pengobatan

Penderita dengan angina tidak stabil tidak perlu dilakukan monitor EKG 24

 jam di ruang intensif (ICCU) oleh karena risiko berkembang menjadi infark miokard

akut sangat besar. Penderita juga hendaknya diberikan obat anti nyeri, oksigen,

antitrombotik, nitrat, calsium antagonist, beta blocker dan antikoagulan.Jika dengan obat-obat yang sudah intensif tersebut nyeri tetap berlangsung

atau progresif, perlu dipertimbangkan dilakukan angiografi koroner segera dan bila

memungkinkan dilakukan PTCA atau CABG.

Vari ant angina pectori s 

Variant angina atau Prinzmetal’s angina pertama kali dikemukakan pada

tahun 1959 digambarkan sebagai suatu sindroma nyeri dada sebagai akibat iskemia

Page 19: Resume Skenario 4

7/16/2019 Resume Skenario 4

http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 19/133

miokard yang hampir selalu terjadi saat istirahat. Hampir tidak pernah dipresipitasi oleh

stress / emosi dan pada pemeriksaan EKG didapatkan adanya elevasi segmen ST.

Mekanisme iskemia pada  Prinzmetal’s angina terukti disebabkan karena

terjadinya spasme arteri koroner. Kejadiannya tidak didahului oelh meningkatnya

kebutuhan oksigen miokard. Hal ini dapat terjadi pada arteri koroner yang mengalami

stenosis ataupun normal. Proses spasme biasanya bersifat lokal hanya melibatkan satu

arteri koroner dan sering terjadi pada daerah arteri koroner yang mengalami stenosis.

Manifestasi klinis

Penderita dengan  Prinzmetal’s angina biasanya terjadi pada penderita lebih

muda dibandingkan dengan angina stabil ataupun angina tidak stabil. Seringkali juga

tidak didapatkan adanya faktor risiko yang klasik kecuali perokok berat. Serangan nyeri

 biasanya terjadi antara tengah malam sampai jam 8 pagi dan rasa nyeri sangat hebat.

Pmeriksaan fisik jantung biasanya tidak menunjukkan kelainan.

Pemeriksaan elektrokardiografi menunjukkan adanya elevasi segmen ST

(kunci diagnosis). Pada beberapa penderita bisa didahului depresi segmen ST sebelum

akhirnya terjadi elevasi. Kadang juga didapatkan perubahan gelombang T yaitu

gelombang T alternan, dan tidak jarang disertai dengan aritmia jantung.

Pengobatan

Penderita prinzmetal’s angina memberi respon yang sangat baik terhadap nitrat.

Di samping itu Calsium Antagonist  juga dapat bermanfaat. Pemakaian betablocker 

kadang-kadang dapat memperburuk keluhan penderita, terutama pada mereka yang

arteri koronarianya normal.

Obat golongan alfa juga dilaporkan cukup bermanfaat. Antitrombotik (asam

silsilat) tidak bermanfaat bahkan memperberat keluhan iskemia.

Infark miokard : STEMI & non STEMI

Patologi

Sebgaimana dijelaskan bahwa PJK didasari oleh proses aterosklerosis yang

 bersifat progresif. Fibrous cap yang menutupi plaque aterosklerosis pada beberapa

 bagiannya dapat menjadi tidak stabil (melalui mekanisme yang komplek) sehingga akan

mudah terjadi perlukaan ( fissuring ) dan akhirnya pecah ( plaque rupture). Proses

selanjutnya adalah terjadi trombosis baik di dalam plaque (intra plaque) dan seterusnya

Page 20: Resume Skenario 4

7/16/2019 Resume Skenario 4

http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 20/133

semakin meluas hingga memenuhi / menyumbat aliran darah koroner  thrombus

 propagation (lihat gambar 3)

Manifestasi klinis

Gejala prodomal

Penderita infark miokard akut sering didahului oleh keluhan dada terasa tdiak 

enak (chest discomfort ). Keluhan ini menyerupai gambaran angina yang klasik pada saat

istirahat sehingga dianggap terjadi angina tidak stabil. Tiga puluh persen penderita

mengeluh gejala tersebut 1  –  4 minggu sebelum penderita mengeluh gejala tersebut

dirasakan kurang dari 1 minggu. Selain itu penderita sering mengeluh rasa lemah dan

kelelahan.

CLINICAL ASESSEMENT ANGINA PECTORIS

Intentisitas nyeri biasanya bervariasi, seringkali sangat berat bahkan banyak penderita

tidak dapat menahan rasa nyeri tersebut. Nyeri dada berlangsung > 30 menit bahkan

sampai berjam-jam. Kualitas nyerinya sering dirasakan seperti menekan, (compressing ),

constricting, crushing atau squeezing  (diremas), choocking  (tercekik), berat (heavy

 pain). Kadang juga bisa tajam (knife like) atau pun seperti terbakar (burning ).

Lokasi nyeri biasanya retrosternal, menjalar ke kedua dinding dada terutama

dada kiri, ke bawah ke bagian medial lengan menimbulkan rasa pegal pada pergelangan,

tangan dan jari. Kadang-kadang nyeri dapat dirasakan pada daerah epigastrium hingga

merasa perut tidak enak (abdominal discomfort ). Gejala lain yang sering menyertai

adalah mual, muntah, badan lemah, pusing, berdebar dan keringat dingin.

Pemeriksaan fisik 

Penderita sering tampak ketakutan, gelisah dan tegang. Mereka sering

mengurut-urut dadanya (levine sign). Penderita dengan disfungsi ventrikel kiri terasa

Page 21: Resume Skenario 4

7/16/2019 Resume Skenario 4

http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 21/133

dingin. Nadi bervariasi, bisa bradikardia atau bahkan takikardi. Kadang juga disertai

dengan nadi yang tidak teratur oleh karena terjadi aritmia. Tekanan darah biasanya

normal, tetapi karena terjadi penurunan curah jantung tekanan sistolik sering turun.

 Pulse Pressure (tekanan nadi) sering menurun oleh karena tekanan diastolik sedikit

meningkat. Penderita dengan syok kardiogenik tekanan darah sistolik menurun <

90mmHg disertai tanda-tanda gangguan perfusi perifer.

Pada pemeriksaan auskultasi jantung suara jantung (S1) melemah dan sering

tidak terdengar. Sering terdengar suara gallop S3 ataupun S4. Jika disertai komplikasi

regurgitasi mitral dapat terdengar bising jantung sistolik blowing di apeks. Jika dad

ruptur septum ventrikel dapat terdengar bising pansistolik di parasternal kiri. Kadang (6

 –  30 %) juga didapatkan adanya suara  friction rub. Pemeriksaan foto dada biasanya

menunjukkan dalam batas normal, kecuali infark miokard akut yang disertai komplikasi

edema paru akut.

Elektrokardiografi

Pemeriksaan EKG menunjukkan adanya elevasi segmen ST sesuai dengan

lokasi dinding ventrikel yang mengalami infark. Pada fase hiperakut, perubahan EKG

didahului gelombang T yang meninggi, kemudian elevasi segmen T selanjutnya

terbentuk gelombang Q yang patologis disertai elevasi segmen ST.

Pemeriksaan laboratorium

Ada beberapa serum marker untuk infark miokard akut, yaitu creatine kinase

(CK). CK esoenzim (CK  –  MB), serum glutamic ozaloacetic transaminase (SGOT),

lactic dehydrogenase (LDH), alfa hidroksi butirat dehidrogenase, isoenzim dan cardiac

troponin (cTnI,cTnT). Enzim CK meningkat dalam 4  –  8 jam dan menurun ke kadar 

normal dalam 2  –  3 hari dengan kadar puncak pada 24 jam. Tetapienzim ini tidak 

spesifik karena dapat disebabkan penyakit lain, seperti penyakit muskular, hipotiroid,dan strok. CK isoenzim (CK  –  MB) lebih spesifik, meningkat dalam 18  –  36 jam

selanjutnya menjadi normal setelah 3 – 4 hari. Yang lebih spesifik adalah perbandingan

CKMB2: CKMB1 yang mencapai puncak 4-6 jam setelah ejadian. CKMB 2 adalah

enzim CKMB dari miokard yg kemudian diubah oleh enzim karboksi peptidase menjadi

isomernya CKMB1. Dicurigai bila rasionya > 1,5. Sementara lactic dehidrogenase

(LDH) meningkat pada 10 jam dengan kadar puncaknya tercapai dalam 24 – 48 jam dan

kembali normal setelah 10 – 14 hari. SGOT meningkat dalam 12 jam pertama.

Page 22: Resume Skenario 4

7/16/2019 Resume Skenario 4

http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 22/133

Reaksi non spesfik berupa leukositosis PMN, mencapai 12 ribu-15 ribu dalam beberapa

 jam dan menetap dalam 37 hari. Peningkatan LED lebih lambat, mencapai puncak daam

1 minggu, dan dapat bertahan 1-2 minggu

Kriteria diagnostik infark miokard akut

Menurut WHO, kriteria diagnostik untuk IMA adalah jika ada 2 dari faktor 

 berikut yaitu : adanya nyeri dada yang spesifik, perubahan EKG (gelombang Q

 patologis dengan elevasi segmen ST) dan peningkatan kadar enzim jantung.

Pengobatan

Prinsip dasar pengobatan penderita infark miokard akut adalah dengan

mengusahakan adanya perbaikan aliran darah koroner serta mengurangi kebutuhan

oksigen. Infark Miokard Akut adalah keadaan gawat karena dapat menyebabkan

kematian yang mendadak. Penderita harus mendapatkan penanganan segera (cepat) dan

tepat. Segera dilakukan pemasangan infus dan diberikan oksigen 2 l/menit dan penderita

harus istirahat total serta dilakukan monitor EKG 24 jam (di ICCU). Jika didapatkan

komplikasi hendaknya dilakukan penanganan komplikasinya untuk menurunkan

kematian.

M morfin ( analgesik)

O oksigen

 N nitrat

A aspirin, klopidogrel ( antitrombosis)

K  kalsium kanal bloker/ Beta,

O trombolisis

Adapun secara umum obat-obat yang diberikan adalah :1. Analgetik 

Analgetik yang diberikan biasanya golongan narkotik (morfin) diberikan secara

intravena dengan pengenceran dan diberikan secara pelan-pelan. Dosisnya awal 2,0

 – 2,5 mg dapat diulangi jika perlu

2. Nitrat

 Nitrat dengan efek vasodilatasi (terutama venodilatasi) akan menurunkan venous

return akan menurunkan preload yang berarti menurunkan oksigen demam. Di

Page 23: Resume Skenario 4

7/16/2019 Resume Skenario 4

http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 23/133

samping itu nitrat juga mempunyai efek dilatasi pada arteri koroner sehingga akan

meningkatakan suplai oksigen. Nitrat dapat diberikan dengan sediaan spray atau

sublingual, kemudian dilanjutkan dengan peroral atau intravena.

3. Aspirin

Aspirin sebagai antitrombotik sangat penting diberikan. Dianjurkan diberikan

sesegera mungkin (di ruang gawat darurat) karena terbukti menurunkan angka

kematian.

4. Trombolitik terapi

Prinsip pengelolaan penderita infark miokard akut adalah melakukan perbaikan

aliran darah koroner secepat mungkin (Revaskularisasi / Reperfusi).Hal ini didasari

oleh proses patogenesanya, dimana terjadi penyumbatan / trombosis dari arteri

koroner. Revaskularisasi dapat dilakukan (pada umumnya) dengan obat-obat

trombolitik seperti streptokinase, r-TPA (recombinant tissue plasminogen ativactor 

complex), Urokinase, ASPAC ( anisolated plasminogen streptokinase activator ),

atau Scu-PA ( single-chain urokinase-type plasminogen activator ).

Pemberian trombolitik terapi sangat bermanfaat jika diberikan pada jam pertama

dari serangan infark. Dan terapi ini masih masih bermanfaat jika diberikan 12 jam

dari onset serangan infark.

Dewasa ini, terapi revaskularisasi / reperfusi dilakukan dengan PTCA (emergensi

PTCA) jika fasilitas tersedia dan dengan indikasi tertentu

5. Betablocker 

Betablocker diberikan untuk mengurangi kontraktilitas jantung sehingga akan

menurunkan kebutuhan oksigen miokard. Di samping itu betaclocker juga

mempunyai efek anti aritmia.

6. ACE-inhibitor Pemberian Ace-inhibitor dapat diberikan segera jika penderita IMA disertai

hipertensi atau gagal jantung asalkan tekanan darah sistolik > 90 mmHg

7.  Laxantia

8.  Diit

9.  Modifikasi faktor risiko

10. Lain – lain

Page 24: Resume Skenario 4

7/16/2019 Resume Skenario 4

http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 24/133

SINDROME CORONER AKUT (SKA)

  SKA meliputi sindrome klinis berupa angina pectoris tidak stabil dan

infark miokard STEMI mupun non STEMI. Beberapa penelitian bahwa

SKA merupakan akibat dari rupturnya plak ateroma.

STRUKTUR PLAK 

Pada mulanya telah disepakati bahwa terjadinya SKA adalah oleh karena adanya

 penutupan yang tiba – tiba dari aliran darah koroner yang aterosklerotik yang kemudian

mengakibatkan kekuangan oksigen di otot jantung dan akibatnya terjadi jaringan iskemi

sampai jaringan nekrosis. Ludas dan tidaknya jaringan nekrosis yang terjadi

mempengaruhi harapan hidup penderita SKA.

Pada saat itu diperkirakan semakin besar ateroma yang ada di pembuluh darah

semakin mudah menyebabkan SKA, akan tetapi ternyata pada penelitian dibuktikan

 bahwa justru pada stenosis yang ringan dan sedang lebih banyak terjadi SKA dan hal ini

diduga oleh karena ” pecahnya ateroma tersebut ” ( ruptur plak ). 

Plak aterosklerosis yang sudah matang terdiri dari bermacam  – macam yaitu :

lipid core atau gumpalan lipid, gumpalan lipid ini terdiri dari sel-sel makrofag yang

mengandung lipid di dalamnya lipoprotein yang terjebak didalam subendotelial maupun

ruang ekstrasel. Di dalam bungkah lipid tersebut konsistensinya lunak, sel-selnya jarang

(hyposeluler ), dan juga terdapat gumpalan kolesterol ester ( yang berkonsistensi lunak )

dan kristal kolesterol yang berkonsistensi agak keras. Kemudian Lipid Core ini

diselimuti oleh suatu kap yang terdiri dari matriks jaringan ikat.

Bila Lipid Core tersebut dominan dengan kap yang tipis, maka ateroma tersebut

disebut sebagai plak yang tidak stabil ( Unstable Plaque ). Sebaliknya bila Lipid Core

lebih padat dengan kap yang kuat dan tebal disebut sebagai plak stabil. Maka bila

dicermati terdapat dua macam plak yaitu plak yang stabil dan plak yang tidak stabil.

RUPTUR PLAK 

Ruptur plak, ditemukan pada 56% - 95% SKA, forrester yang memeriksa dengan

angioskopi intraoperatif mendapatkan 95% SKA ditemukan adanya ruptur plak. Horie

menemukan pada 91 pada sediaan histologis penderita SKA, sedangkan Falk dkk 

menemukan 82% dari sediaan histologis penderita SKA dan Davis, 90% dari sediaan

histologi penderita kematian jantung mendadak. Pecahnya atau robeknya plak bermula

dari proses aterogenesis yang kemudian mengalami komplikasi.

Page 25: Resume Skenario 4

7/16/2019 Resume Skenario 4

http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 25/133

Tidak semua plak yang terjadi pada proses aterogenesis menjadi plak yang tidak 

stabil, hal tersebut tergantung dari bentuknya kap dan Lipid Core yang ada, dan proses

mendasarinya, dan hal ini sangat berhubungan dengan tampilan klinis.

Menurut AHA, tipe plak dihubungkan dengan tampilan klinis dapat dibagi

menajdi 5 tiper yaitu :

1.  Tipe 1 : penebalan tunika intima, makrofag, Isolated Foam Cell, pada fase ini

tampilan klinisnya asimtomatik 

2.  Tipe 2 : Fatty Streak, terdapat akumulasi lipid intrasel dan infiltrasi makrofag

serta otot polos, fase ini juga asimptomatik 

3.  Tipe 3 : masih seperti diatas tetapi disertai pula dengan adanya lipid ekstrasel

dan deposisi jarignan ikat, juga masih asimptomatik 

4.  Tipe 4 : Ateroma terdapat gumpalan lipid pada tunika intima, sel inflamai

mulai infiltrasi diikuti dengan makrofag, Foam Cell dan T Cell,

 biasanya tampilan klinis pada fase ini asimptomatik namun bisa juga

angina stabil.

5.  Tipe 5.a : seperti tipe 4 disertai dengan lapisan jaringan fibrous, tampilan klinis

masih seperti tipe 4

Tipe 5.b : Ateroma dengan klasifikasi berat didalam Lipid Core atau di lesinya,

tampilan klinis pada fase ini adalah angina stabil

Tipe 5.c : Fibrous  –  Ateroma dengan trombus mural dengan komponen lipid

yang minimal, tampilan klinisnya masih seperti 5.b yaitu angina

stabil

6. Tipe 6 : Complicated Lesion, terjaid ruptur plak tipe 4 dan 5 dengan hemoragi

intramural dan mulainya proses trombogenesis insitu. Tampilan

klinis dari fase ini adalah suatu keadaan yang disebut sebagaiSindroma Koroner Akut.

Evolusi dari plak yang stabil menjadi tidak stabil melalui 5 tahap yaitu :

Aktivasi endotel kemudian LDL masuk kedalam sel teroksidasi memacu

 produksi sitoksin dan protease ( MMP Expression ) mengakibatkan rupturnya plak.

Aktifasi endotel dipacu oleh antara lain :

a.  faktor risiko tradisional,

 b.  homosistein,

Page 26: Resume Skenario 4

7/16/2019 Resume Skenario 4

http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 26/133

c.  faktor-faktor immunologik.

Masuknya LDL ke dalam sel dipacu oleh 

-  transport protein, HDL, APO-AI,

-  dipacu makrofag, Mast Cells, T-Lymphocytes, Protease, SMCD Proliferation dan

Apoptosis.

Faktor yang mempengaruhi instabilitas dan Ruptur Plak 

A.  Faktor Eksternal :

1.  Sistemik ; Lingkungan internal / faktor  – faktor farmakologik 

2.  faktor instrinsik dari plak ; besarnya plak, lokasi plak , kepadatan lipid dan

ketebalan kap yang menyelimuti plak 

B.  Faktor Internal

1.  Atifits sel inflamasi

2.  Infeksi

3.  Disfungsi Endotel

4.  Proliferasi sel otot polos

Lima puluh persen dari SKA, biasanya didahului oleh faktor pencetus. Faktor 

tersebut adalah : latihan fisik berat, stres emotional, hawa dingin, waktu pagi hari, awal

minggu (hari senin ), infeksi . faktor pencentus lainnya dalah yang berhubungan dengan

aktivitas saraf simpatis sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan darah yang tiba-

tiba, peningkatan kontraktilitas otot jantung dan sebagainya.

TROMBOSIS PLAK 

Lebih dari 75% trombus yang ditemukan SKA, terletak di tempat dimana plak 

mengalami ruptur. Bila plak yang tidak stabil mendapat pencetus (trigger), maka kapyang tipis tersebut koyak dan kemudain berlangsunglah proses selanjutnya berupa

 pembentukan trombus yang dimulai dari fisura atau robekan kap tadi. Mula- mula

terjadi akumulasi platelet di tempat koyakan, kemudian ditambah dengan adanya fibrin,

membentuk gumpalan dini yang disebut White Clot yang secara langsung berusaha

menutupi semua permukaan yang robek atau koyak tadi. Kemudian datanglah eritrosit

untuk menutupi seluruh White Clot tadi sehingga membentuk Red Clot diseluruh

 permukaan Wahite Clot.

Page 27: Resume Skenario 4

7/16/2019 Resume Skenario 4

http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 27/133

Di dalam komponen plak, Lipid Core memiliki efek trombogenitas yang paling

kuat, hal ini disebabkan oleh karena pengaruh adanya faktor jaringan, dimana faktor 

 jaringan ini mengaktifkan faktor 9 dan 10 bersama untuk membentuk trombin.

Sedangkan faktor yang mempengaruhi respons trombogenesis di tempat kap

yang terkoyak tadi adalah ;

1. substrat trombogenik yang memang selalu berada di tempat tersebut

2. iregularitas permukaan plak dan sempitnya stenosis ; semakin tajam lengkungan kap

stenosis dan semakin ireguler, maka semakin mudah terjadi proses trombogenesis

tersebut

3. Keseimbangan trombotik   –  trombolitik faktor trombogenik misalnya

hiperagregabilitas, hiperkoagulabilitas dan menurunnya fibrinolisis meningkatkan

risiko terjadinya trombus pada SKA

Dan diringkaskan sebagai berikut :

Dimulai dengan ketidak stabilan plak maka didalam plak berkurang oleh karena

 beberapa pengaruh antara lain dari aktivasi makrofag yang mengakibatkan degradasi

matriks meningkat, dilain pihak aktivasi T cell mengakibatkan menurunnya desitas sel

otot polos, dan fugnsi otot polos sehingga sintesis matriks menurun. Hal tersebut

menambah penurunan kolagen dan semakin menipiskan kap.

Bila timbul pencetus maka terjadi ruptur plak dan otomatis proses trombogenesis

dimulai dengan meningkatnya adesei platelet maupun agregasi platelet serta

meningkatnya trombin dan pembentukan fibrin.

Dengan dipengaruhi Shear Rate dan keseimbangan trombotik  –  trombolitik yang

terganggu maka terrbentuklah trombus. Trombus inin akan mengakibatkan oklusi

koroner dan vasokontriksi, sehingga akhirnya menimbulkan tampilan klinis apa yangdisebut Sindroma Koroner Akut ( SKA ).

KESIMPULAN

1.  Faktor yang penting dalam patofisologi Sindroma Koroner Akut adalah

kestabilan plak, ruptur plak, trombogenesis

2.  Diperlukan kondisi tertentu agar plak yang tadinya stabil menjadi tidak stabil

3.  Diperlukan pencetus untuk membuat ruptur plak yang tidak stabil

Page 28: Resume Skenario 4

7/16/2019 Resume Skenario 4

http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 28/133

4.  Faktor trombogenesis akut merupakan kunci utama dalam patofisologi

Sindroma Koroner Akut

PENDEKATAN STRATEGIS PENANGANAN SKA

Strategi dasar yang diguankan untuk triage awal bagi penderita yang masuk UGD

dengan nyeri dada akibat SKA, merupakan penderita gawat untuk meniadakan

kemungkinan IMA, antara lain gejala klinis, gambaran EKG serial, petanda cedera

sel miokard. Pada beberapa center dilakukan pemeriksaan tambahan untuk memastikan

ada tidaknya SKA. Test tambahan tersebut antara lain ULJB, dapat dengan Treadmill

Page 29: Resume Skenario 4

7/16/2019 Resume Skenario 4

http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 29/133

atau Ergocyle, ekokardiografi dan nuklir imaging. Test ini dapat berada didalam UGD

atau diruangan yang khusus disediakan untuk itu dapat mencegah dipulangkannya

 penderita-penderita IMA dan mengurangi biaya perawatan bagi penderita yang tidak 

 perlu dirawat. Pendekatan secara sistemik penderita SKA dapat membantu dokter yang

 bertugas di UGD dalam penanganan penderita nyeri dada dapat dilihat pada diagram 1.

  Evaluasi penderita  –  penderita yang datang ke UGD dengan nyeri dada yang

diduga akibat SKA biasanya menghabiskan banyak biaya dan mahal sementara

sebagian besar penderita yang datang ke UGD tidak menderita SKA. Stratifikasi

risiko dilaksanakan di UGD dengan tujuan utama yaitu mengidentifikasikan

 penderita, memilah-milah keadaan yang mengancam seperti penderita dengan

IMA dan APTS. Pendekatan sistematis ini dapat dilihat pada diagram 2.

Page 30: Resume Skenario 4

7/16/2019 Resume Skenario 4

http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 30/133

 

Pendekatan tradisional untuk menilai penderita nyeri dada akibat KA meliputi tiga

 penilaian antara lain :

a. GEJALA KLINIS SKA

 pengalaman selama dua dekade telah menunjukkan bahwa penderita dengan

risiko rendah telah dapat dikenal saat datang di UGD dari keluhan, penilaian

klinis dan pemeriksaan EKG 12 sandapan, termasuk anamnesa yang cermat,

 pemeriksaan fisik dengan memperhatikan kemungkinan adanya penyakit jantung

katup ( stenosis aorta ) kardiomiopati, gagal jantung dan penyakit paru. Evaluasi

 penderita dengan nyeri dada memerlukan strategi khusus karena konsekuensi

 potensial terhadap penderita, dokter dan biaya yang harus dikeluarkan. Gejala

Page 31: Resume Skenario 4

7/16/2019 Resume Skenario 4

http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 31/133

utama penderita dengan SKA adalah nyeri dada. Pada penderita dengan APTS

 pada saat istirahat (kelas III) telah dibuktikan mempunyai risiko tertinggi even

kardiak ( 11% dirumah sakit ). Bagaimanapun juga penilaian gejala klinis saja

tidak cukup untuk stratifikasi, karena gejala klinis dapat menimbulkan salah

interpretasi.

b. ELEKTROKARDIOGRAFI PADA SKA

Elektrokardiografi harus segera dikerjakan dan juga monitor EKG untuk 

mendeteksi aritmia. Monitoring EKG multilead direkomendasikan jika penderita

mengalami episode baru nyeri dada, EKG saat itu harus diamati dan

dibandingkan dengan EKG pada saat gejala hilang secara spontan atau setelah

 pemberian nitrat. Perbandingan dengan EKG sebelumnya sangat berharga,

khususnya jjika penderita sudah mempunyai kelainan patologis seeprti hipertrofi

ventrikel kiri. Untuk penderita  –  penderita yang diduga menderita SKA yang

datang dengan nyeri dada ke UGD, saat datang telah dilakukan triage EKG,

yang terdiri atas penderita dengan : ST segmen elevasi, ST segmen depresi dan

EKG normal. Atas dasar triage EKG ini dapat ditentukan strategi penanganan

SKA selanjutnya. Hal ini dapat dilihat pada diagram 4.

EKG merupakan alat evaluasi praktis untuk evaluasi perangai listrik jantung.

Kemampuan untuk melakukan dan menginterprestasikan EKG merupakan ketrampilan

Page 32: Resume Skenario 4

7/16/2019 Resume Skenario 4

http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 32/133

yang esential bagi semua perawat dan tenaga medis lainnya. Kelompk studi RISC telah

mengamati beberapa perubahan segmen ST pada saat istirahat penderita yang datang

dengan nyeri dada yang menunjukkan kearah APTS atau infark miokard tanpa elevasi

segemen ST. Adanya elevasi dan depresi yang menetap menunjukkan risiko tertinggi

infrak miokard terhadap kematian selama follow up 1 tahun, sedangkan tidak adanya

 perbahan segmen ST menunjukkan prognosis lebih baik.

  Menurut definisi dari populasi penelitian ( yaitu penderita dengan evaluasi nyeri

dada saja, APTS saja atau SKA), EKG saat datang mungkin normal pada 26  –  

60% penderita dengan nyeri dada. Pada keadaan ini adanya iskemia transien

dalam monitoring EKG mempunyai nilai yang penting dalam stratifikasi risiko.

c. PETANDA BIOKIMIA CEDERA MIOKARD

Identifiaksi dini pada penderita SKA difokuskan pada petanda cedera sel miokard,

seperti CK  –  MB, Myoglobin dan troponin jantng. Meskipun banyak petanda ini

mepunyai predictive value yang independen untuk komplikasi kardiovaskular biasanya

 petanda ini tidak digunakan secara umum untuk mengidentifikasi penderita risiko

rendah dimana penderita seperti ini dapat dipulangkan.

  Selama lebih dari 20 tahun Isoenzim CK  – MB merupakan gold standard untuk 

mengidentifikasi nekrosis miokard. Tetapi CK  – MB tdiak hanya abnormal pada

nekrosis dan memerulukan pemeriksaan berulang untuk memastikan diagnosis.

Sehingga CK  –  MB juga lemah dalam memprediksi outcome jangka panjang,

sebagai contoh penderita dengan non Q biasanya mempunyai CK  –  MB yang

rendah, tapi tinggi angka iskemia rekuren. Keterbatasan ini membuang orang ke

alternatif lainnya, termasuk troponin T (TnT). Beberapa penelitian

menyimpulkan bahwa peningkatan TnT pada APTS menunjukkan angka

morbiditas yang lebih tinggi.

Kompleks troponin oleh tiga protein yang berbeda ( troponin I, C dan T ) dan

terdapat pada filamen tipis pada aparatus kontraktil pada otot skletal dan

 jantung. Sehingga deteksi troponin T dan I terdapat pada miosit jantung.

Sehingga deteksi troponin T dan I spesifik untuk kerusakan miokard, sehingga

dapat menjadi ” Gold Standard ”. Jika pada pengguna CK – MB banyak terjadi

 positif palsu, seperti pada trauma otot skletal, pada troponin ini tidak terjadi.

Pada penderita IMA peningkatan troponin pertama – tama akan terjadi selam 3 –  

Page 33: Resume Skenario 4

7/16/2019 Resume Skenario 4

http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 33/133

4 jam karena pelepasan dari sitosal dan menetap selama 3 minggu yang

disebabkan proteolisi pada aparat kontraktif.

SGOT 6 – 12 JAM, 4 – 7 HARI POST IMA

CPK  2 – 6 JAM, 3 – 5 HARI

LDH 24 – 48 JAM, 8 – 12 HARI

MANAJEMEN SKA DI EMERGENSI

Pada penanganan iskemi terpadu pada SKA semua penderita dapat diberi aspirin

terkecuali penderita yang hipersensitif terhadap aspirin. Untuk penderita ini dapat

diberikan Clopidogrel Heparin dengan berat molekul rendah juga direkomendasikan

untuk pemberian 2  – 3 hari selama di rumah sakit. Untuk penderita dengan tanda  –  

tanda iskemi dan IMA dapat diberikan penyebab beta ( Beta Blocker ) bila tidak ada

kontraindikasi.

  Golongan penghambat EKA ( ACE inhibitor ) dapat diberikan untuk profilaksis

 jangka panjang. Pada penderita dengan kadar LDL kolesterol > 100 mg/dl,

 pemberian Statin merupakan salah satu obat yang dianjurkan.

  Pada penderita dengan gejala iskemi berulang, penderita yang pernah mengalami

revaskularisasi atau penderita dengan risiko tinggi SKA lain seperti penderita

dengan Troponin I atau T positif, obat obat anti iskemi harus dinilai kembali

dengan mengoptimalkan dosis Beta Blocker dan nitrat dan kemungkinan

 penambahan antagonis kalsium seperti verapamil atau diltiazem.

  Ulangi : hafalan tipe ruptur plak 

KOMPLIKASI

1.  Gagal jantung akut / Edema paru akut

2.  Aritmia

3.  Ruptur dinding ventrikel, ruptur septum intrventurikularis

4.  Regurgitasi mitral akut (disfungsi / ruptur muskulus papilaris)

5.  Syok kardiogenik 

6.  Kematian

Infark Miokard Akut Dengan Elevasi St

Page 34: Resume Skenario 4

7/16/2019 Resume Skenario 4

http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 34/133

Merupakan oklusi akut pada arteri koronaria dengan akibat iskemia miokard

 berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan sel-sel otot jantung.

Kerusakan miokard yang terjadi tergantung: letak dan lama sumbatan aliran darah, ada

tidaknya kolateral, luasnya miokard yang disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat.

PROSEDUR DIAGNOSIS

1.  Anamnesis

Didapatkan nyeri angina khas menyerupai angina pektoris tak setabil, tetapi lebih

 berat, lebih lama (>20 menit), tidak hilang dengan istirahat, nyeri tidak hilang

dengan nitrat sublingual. Penderita juga mengelluh lemas, mual, muntah, dan

kadang sesak nafas.

2.  Pemeriksaan fisik 

Penderita yang kesakitan dan gelisah, didapatkan tanda parasimpatisnya dominan

misalnya: keringat dingin, perfusi perifer menurun, mual, muntah, & bradikardi.

Dapat dijumpai juga tanda gagal jantung, edeme paru, syok kardiogenik, &

aritmia.

3.  Pemeriksaan penunjang

  EKG: elevasi segmen ST kemudian timbiul gelombang Q, kecuali pada infark 

tanpa gelombang Q.

  Foto rontgen thoraks

  Laboratorium

Darah lengkap, gula darah, SGOT, serum kreatinin, kalium & magnesium serum,

 profil lipid.

Enzim pertanda jantung: CK, CKMB, troponin, myoglobin. Troponin petanda

 paling sensitif dan spesifik, tetapi kelemahannya kadarnya tetap tinggi dalm darah

sampai 14 hari (troponin T). Sehingga pemeriksaan troponin sulit membedakaninfark akut atau infak ulangan. CKMB lebih rendah sensitivitas dan spesifitasnya

dibanding troponin, tetapi lebih bermanfaat untuk menentukan akut atau tidaknya

anfark, karena kadarnya akan normal kembali dalam 36-48 jam.

  Ekokardiografi

DIAOGNOSA BANDING

1.  Diseksi aorta

2.  Perikarditis akut

Page 35: Resume Skenario 4

7/16/2019 Resume Skenario 4

http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 35/133

3.  Emboli paru akut

4.  Sindroma tietze

5.  Gangguan gastrointestinal:

  Refluks esofagitis

  Sapsme/ruptur esofagus

  Kolesistitis akut

  Pankreatitis akut

  Tukak lmbung

PENATALAKSANAAN

1. 

Tirah baring total2.  Pasien gelisah denyut nadi meningkat diberikan penenang diazepam 5-

10 mg intravena dapat diulang 3-30 menit

3.  Terjadi angina nyeri dapat diatasi dengan morfin 2,5-5 mg intravena

dapat diulangi 3-30 menit mengatasi nyeri, menenangkan penderita,

mengurangi beban jantung karena mengurangi preload.

4.  Antiplatelet: aspirin atau ticlopidin atau clopidogrel.

5.  Antikoagulasi: wafarin

6.  Trombolitik 

Diberikan pada semua penderita infark akut dg ST elevasi > 0,1 mV

setidaknya 2 lead yang berhubungan, dalam waktu kurang dari 12 jam sejak 

serangan pertama dan tidak ada kontra indikasi.

Ex: streptokinase, anistreplase, alteplase, reteplase, r-TPA.

Infark Miokard Akut Non-Elevasi St

(Non ST elevation myocardial infarction/NSTEMI)

1.  Definisi

Penyakit dengan manifestasi klinis unstabil angina yang menunjukkan

 bukti adanya nekrosis miokard berupa peningkatan biomarker jantung.

2.  Patofisiologi

 NSTEMI dapat disebabkan oleh penurunan suplai oksigen dan

 peningkatan kebutuhan oksigen miokard yang diperberat oleh obstruksi

koroner.NSTEMI terjadi karena trombosis akut atau proses vasokonstriksi

Page 36: Resume Skenario 4

7/16/2019 Resume Skenario 4

http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 36/133

koroner.Trombosis akut pada arteri koroner diawali dengan adanya ruptur 

 plak yang tak stabil.Plak yang tidak stabil ini mempunyai inti lipid yang

 besar,densitas otot polos yang rendah,fibrous cap yang tipis dan konsentrasi

faktor jaringan yang tinggi.Inti lemak yang cenderung ruptur mempunyai

konsentrasi ester kolesterol dengan proporsi asam lemak tak jenuh yang

tinggi.Pada lokasi ruptur plak dijumpai sel makrofag dan limfosit T yang

menunjukkan adanya proses inflamasi.Sel-sel ini akan mengeluarkan sitokin

 proinflamasi seperti TNF α dan IL-6merangsang pengeluaran hsCRP di

hati.

3 faktor patofisiologi:

  Ketidakstabilan plak dan nekrosis oto

  Yang terjadi akibat mikroembolisasi

  Inflamasi vaskular 

  Kerusakan ventrikel kiri.

3.  Manifestasi klinis

 Nyeri dada khas substernal atau kadangkala di epigastrium dengan

ciri seperti diperas,perasaan seperti diikat,perasaan terbakar,nyeri

tumpul,rasa penuh,berat atau tertekan.Gejala yang tidak 

khas:dispneu,mual,diaforesis,sinkop atau nyeri di lengan,epigastrium,bahu

atas,atau leher juga terjadi dalam kelompok yang lebih besar pada pasien

yang berusia lebih dari 65 tahun.

4.  Pemeriksaan fisik 

Tampilan umum

Pasien tampak pucat,berkeringat,gelisah karena aktivitas berlebih

simpatis.Mungkin terdapat gangguan pernafasan yang jelas dengan takipnu

dan sesak nafas.Demam derajat sedang dengan suhu kurang dari 38 derajat

celcius timbul 12-24 jam setelah infark.

5.  Pemeriksaan Penunjang

a.  EKG

Deviasi segmen ST.Depresi segmen ST dan perubahan troponin T

memberikan tambahan informasi prognosis pasien NSTEMI.

 b. 

Biomarker kerusakan Miokard

Page 37: Resume Skenario 4

7/16/2019 Resume Skenario 4

http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 37/133

Troponin T atau Troponin I merupakan petanda nekrosis miokard yang

lebih spesifik daripada enzim jntung tradisional seperti:CK dan CKMB.Pada

 pasien IMA,peningkatan awal troponin pada darah perifer setelah 3-4 jam

dan dapat menetap sampai 2 minggu.Newby et al mendemonstrasikan bahwa

strategi bedside menggunakan mioglobin,creatinin kinase-MB dan troponin I

menunjukkan stratifikasi risiko yang lebih akurat dibandingkan jika

menggunakan petanda tunggal berbasis laboratorium.

6.  Penatalaksanaan

Pasien harus istirahat di tempat tidur dengan pemantauan EKG untuk deviasi

segmen ST dan irama jantung.Empat komponen utama terapi pasien

 NSTEMI,yaitu:

  Terapi antiiskemia

  Terapi anti platelet/antikoagulan

  Terapi invasif(kateterisasi dini/revaskularisasi)

  Perawatan sebelum meninggalkan RS dan sesudah perawatan RS

Page 38: Resume Skenario 4

7/16/2019 Resume Skenario 4

http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 38/133

FARMAKOLOGI OBAT ANTI ANGINA

1.  Nitrogliserin dan analognya

 bekerja pada sel-sel otot polos termasuk arteri dan vena, dan pada agregasi

trombosit

indikasi :

- angina pectoris

- gagal jantung kongestif 

- infark jantung untuk mengurangi luas infark dan untuk mempertahankan

 jaringan miokard yang masih hidup dengan cara mengurangi kebutuhan oksigen otot

 jantung

kontraindikasi : penderita yang hipersensitif terhadap golongan obat ini

PERHATIAN!!! harus digunakan secara hati-hati pada penderita dengan

  Peningkatan tekanan intracranial

  Hipotensi berat

  Hipovolemia yang belum diatasi

  Kardiomiopati hipertrofik 

  Stenosis aorta

  Takiaritmia

  Kombinasi dengan vasodilator lain seperti hidralazin, prazosin, nifedipin dan

lain-lain dapat menyebabkan hipotensi berat

obat-obatanti angina

Nitrat organik 

isosorbitdinitrat

nitrogliserin

Penyekatbeta

propanolol

Penyekatkanal kalsium

diltiazem

nifedipin

verapamil

Page 39: Resume Skenario 4

7/16/2019 Resume Skenario 4

http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 39/133

FARMAKODINAMIK:

  Mekanisme kerjanya:

 Nitrogliserin mengalami dentrasi melepaskan ion nitrit bebas reaksi

enzimatik oleh transferase glutation s membebaskan no aktivasi

guanilil siklase dan peningkatan cgmp relaksasi otot polos

  Pada dosis rendah nitrogliserin menimbulkan dilatasi vena sedangkan hanya

sedikit mempengaruhi arteriol. Venodilatasi ini menyebabkan turunnya

tekanan diastolic akhir (end diastolic preasure) ventrikel kiri dan kanan.

Sedangkan pada dosis tinggi dan pemberian cepat menimbulkan

venodilatasi dan dilatasi arteriol perifer  tekanan sistolik maupun diastolic

menurun curah jantung berkurang frekuensi jantung meningkat (refleks

takikardi) dan aliran darah koroner meningkat sementara, tetapi kemudian

menurun karena tekanan darah arteri dan curah jantung menurun. Pemberian

nitrogliserin menyebabkan kerja jantung dan konsumsi oksigen berkurang.

SEDIAAN :

  Pemberian secara sublingual efektif untuk mengobati serangan angina akut,

mula kerja tampak dalam 1-2 menit tetapi efeknya dengan cepat menurun

sehingga setelah 1 jam hilang sama sekali.

  Secara per oral mencegah timbulnya serangan angina, bekerjanya secara

lambat, puncaknya tercapai dalam 60-90 menit dan lama kerja bekisar 3-6 jam

Page 40: Resume Skenario 4

7/16/2019 Resume Skenario 4

http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 40/133

  Secara IV untuk pengobatan vasospasme koroner, angina pectoris tak stabil,

angina akut dan gagal jantung kongesti

  Dalam bentuk salep/disk  tujuan profilaksis karena obat diabsorpsi secara

 perlahan lewat kulit

EFEK SAMPING :

  Sakit kepala

  Pusing

  Rasa lemah dan sinkop berhubungan dengan hipotensi postural

  Takikardi dan palpitasi

  Toleransi lebih mudah terjadi pada sedian lepas lambat karena kadar nitrat

dipertahankan untuk waktu lama.

  Ketergantungan terjadi setelah pengguanan kronik 

2.  Isosorbid dinitrat

Merupakan nitrat yg efektif peroral obat tidak mudah dimetabolisme di hati atau otot

 polos dan mempunyai potensial relaksasi oto polos vaskuler yang lebih rendah

3.  Penyekat beta adrenergik 

Mengurangi kerja jantung dengan menurunkan isi sekuncup jantung .obat ini

kontraindikasi terhadap pasien diabetes, penyakit vaskuler perifer, PPOK.

4.  CCB

5.  Antikoagulan

  Enoksaparin

  Heparin

  Warfarin

Antikoagulan adalah golongan obat-obat yang kerjanya menghamabat pembekuan darahMenurut kejanya dikenal dua golongan obat antikoagulan:

1.  Bekerja langsung ( direk) pad pembekuan darah langsung sebagai anti

thrombin III

2.  Bekerja secara tidak langsung( indirek) dengan memutuskan hubungan antara

faktor-faktor pembekuan yang dibentuk dihai, yaitu faktor pembekuan II, VII,

IX, X

Obat ini termasuk antikoagulan oral, yg diinikasikan bila :

Page 41: Resume Skenario 4

7/16/2019 Resume Skenario 4

http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 41/133

-  Thrombosis vena dalam ( DVT)

-  Infark mikoard

-  Angina pectoris tidak stabil

-  Thrombosis yg berulang ( rekuren)

-  Terapi profilaksis thrombosis pada tindakan operasi besar/ mayor seperti

neurosurgery dan totl hip replacement

Kontra indikasi:

 Absolute:

-  Perdarahn aktif 

-  Perdarahan serebrospinal

-  Riwayat hipersensitivitas heparin

-  Riwayat adanya trombositopenia terinduksi heparin

-  Diathesis hemorragea

 Relative:

-  Ukus peptikum

-  Pasca oerasi major yg kurang drai 5 hari

-  Trauma major yang baru terjadi

Efek samping:

-  Perdarahan

-  Trombositopenia

-  Rambut rontok 

-  Osteoporosis ( bila berat sampai fraktur)

Untuk mengurang efek samping maka harus dimonitor secara teratur 

Heparin

Heparin berfungsi sebagai antikoagulan direk sebagai anti thrombin III, akan tetapi juga bisa melepaskan plasminogen activator jaringan dan tissue factor pathway

inhibitor ( TPFI) dari endotel. TPFI ini bisa menetralisir pembentuka faktor pembekuan

XA, sehinggtidak terjadi pemebekuan. Heparin mempunyai berat molekul yang besar 

sehingga tidak bisa melewati membrane, tidak bisa diserap usus, dan tidak melewati

 plasenta. Dengan demikian heparin hanya bisa diberikan melalui intravena atau sub

kutan

Dosis dan lam pemberian heparin:

Page 42: Resume Skenario 4

7/16/2019 Resume Skenario 4

http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 42/133

Lama pemberian bisa dikurangi dari 10 menjadi 5 hari bila dikombinasikan dengan

antokoagulan oral. Hepain dibagi menjadi menjdai 2 golongan: ( unfractioned hearin-

UH ), & (low moleculer weight heparin / heparin biasa dan heparin berat molekul rendah

/ LMWH)

 Hepain biasa/ tidak terfraksionasi ( UF)

Cara pemberian : IV/ sub kutan , tidak boleh intramuskular 

-  Dosis: dosis inisial 5000 U bolus IV, kemudian drip 1000 U/ jam. Dosis ini harus

selalu dievaluasi dan disesuaikan untu mendapatkan nilai Aptt 1,5-2,5 kontrol

(46-70 detik), aPTT ini diperiksa setiap 4-6 jam

Alternative lain pemberian adalah SC 5000 U tiap 4-6 jam, dengan catatn dosis

yang diberikan disesuaikan dengan hasil pemeriksaan aPTT, aPTT dipertahan

1,5-2,5 kontrol. Cara ini bisa digunakan untuk rofilaksis thrombosis DVT pada

 penyakit paru berat dan pyah jantung yang lanjut.

-  Pemberian UH secara kontinu akan memberikan keerbatasan sebagai berikut:

* tidak bisa diprediksi efek antikoagulanya, karena bisa diinaktifkn oleh protein

 plasma

* membutuhkan monitor yang ketat fungs pembekuan darah

* adanya rebound gejala klinis pada pemberian UH tiba-tiba

Bisa mengaktifasi fugsi trombosit

* mempunyai risiko heparin induced trombositopena

- lama pemberian: Selma 5 hari, kemudian dilanjutkan dengan antikoagulan oral

 Heparin berat molekul rendah ( LMWH) 

Dibandingkan UH memp beberaa keunggulan:

-  Ukurannya lebih kecil sehingga memiliki aktivitas anti IIa dan Xa yang lebih

tinggi.-  Bioavailabilitas dan waktparuh yang tinngi memungkinkan diberikan 1-2 kali/

hari.

-  Pada pemberian LMWH, PTT akan naik , sehingga tidak perlu evaluasi berakala.

Dari penelitian LMWH lebih aman, efektif, dan cukup murah untuk tata laksana

thrombosis vena dalam, dan emboli paru non massif.

Dosis dan cara pemberian LMWH:

SC 1atau 2 kali/hari selama 5 hari, dengan dosis sebagai berikut:

Page 43: Resume Skenario 4

7/16/2019 Resume Skenario 4

http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 43/133

-  Enoksaparin (lovenox) : 100 U/KgBB 1x/heri atau 40 mg SC /12 jam, dosis

 pertama bisa didhului 30 mg IV bolus

-   Nadroparin ( fraksiparin) : 4000 IU SC/12 jam

-  Dalteparin ( fragmin) : 120 IU / kg BB SC /12 jam. Maks 10.000 IU , 2kali. Hari

-  Reviparin ( clivarin): 4.000 IU SC /12 jam

-  Adreparin ( nurmilo): 120 IU/kgBB SC /12 jam

Antikoagulan oral

Berfungis secara tidak langsung ( indirek) yaitu dengan bekerja secara kompetitif 

dengan vitamin K, sehingga akan menganggu faktor pembekuan II,VII,IX, dan X. obat

 jenis ini yang sering digunakan adalah warfarin dan coumarin ( sintrom). Antikoagulan

oral biasanya diberikan mengikuti heparin.

WARFARIN

Akan efektif bila dikombinasikan dengan heparin. Pemberian warfarin selama 3 bulan

setelah pemberian heparin selama 5-7 hari akan memberikan angka kekambuhan yang

lebih renndah.

Dosis dan cara pemberian:

Pemberina warfarin yaitu 24 jam setelah heparin, dengan dosis 5-10 mg peroral,

kemudian dosis disesuaikan dengan nilai INR. Setelah tercapai targetINR 2-3 selama 2

hari berturut-turut ( biasnya memerlukan waktu 4-5 hari), heparin dapat dihentikan,

 pemberian warfarin diteruskan sesuai dengan protocol yang dipakai. Salah satu protocol

yang dipakai.

PENYESUAIAN DOSIS WARFARIN DENGAN NILAI INR 

INR Penyesuauain dosis

1,1-1,4 Naikkan dosis 10-20% control 1 minggu1,5-1,9 Naikkan dosis 5-10%. Control 2 minggu

2,0-3,0 Dosis tetap. Control 1 minggu

3,0-4,9 Turunkan dosis 5-10%. Control 2 minggu

4,0-,0 Turunkan dosis 10-20% control 1 minggu

 5,0 Stop pemberian . dipantau s/d INR turun

menjadi 3

Page 44: Resume Skenario 4

7/16/2019 Resume Skenario 4

http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 44/133

Lama pemberian wrfarin:

 Pada thrombosis vena asimptomatik:, untuk vena distal : 4 minggu dan vena

 proksimal 3 bulan

 Pada thrombosis vena sebagai faktor resiko yang berlanjut, diberikan minimal

selam 6 bulan. Apabila faktor risiko tdk terbatas maka diteruskan sampai waktu

tidak terbatas

 Pada thrombosis vena dengan faktor risiko yang bersifat sementara ( operasi,

immobilisasi) terapi diberikan selama 4 minggu.

Antitrombin

Digunakan untuk pengobatan dan pencegahan serangan iskemia yang disebabkan oleh

adanya proses thrombosis arterial. Sampai saat ini yg paling serimg dgunakan adalah

asam salisilat ( aspirin). Berperan dalam menghambat pembentukan prostasiklin dan

tromboksan A2 yg berperan dalam jalur pengakfa agregasi trombosit. Akan tetapi

efeknya bila digunakan dalam jangka panjang adalah iritasi lambung yg cukup

menganggu pasien maka dikembangkan obat antiagregasi trombosit baru, salah satunya

adalah “ADP receptor antagonis” seperti klopidogrel. Obat-obat lain yg juga mencegah

agregasi trombosit adalah ticlopidin, dipiramidol, dan sulfin pirazon. Tiklopidin dan

klopidogrel pada pengobatan arteri koroner memperoleh hasil yang sama.

Indikasi: pencegahan terjadinya iskemia akut seperti iskemia stroke, “ transien ischemia

attack”, angina pectoris, penyakitvaskuler perifer.

Dosis dan cara pemberian anti agregasi trombosit:

  Aspirin: 150-325 mg, diberikan peroral. Untuk maintenin dilanjutkan dengan

dosis 75-150 mg/hari

 Klopidogrel: 75 mg/ hari, per oral, bisa digunakan dosis awal 300-600mgapabila dibutuhkan mula kerja yang cepat

  Tiklopidin: 2x250 mg/hari, peroral, bisa digunakan dosis awal 500 mg apabila

dibutuhkan mula kerja yang cepat

  Dipiramidol: 2-3x24 mg/hari, diberikan peroral

Trombolitik/fibrinolitik 

Antitrombotik dan Trombolitik 

Page 45: Resume Skenario 4

7/16/2019 Resume Skenario 4

http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 45/133

Tugas antitrombik dan trombolitik adalah sebagai aktivator plasminogen untuk 

menjadi plasmin yang akan melisiskan fibrin menjadi fibrin degradation

 product. Antitrombik dan trombolitik adalah salah satu cara yang berfungsi

untuk meningkatkan suplai oksigen miokard dengan jalan membuka oklusi

 pada pembuluh koroner karena terbentuknya trombus.

Obat antitrombik terdiri atas :

i.  Golongan trombolitik (misalnya: streptokinase, urokinase,

anistrepelase, aktivator plasminogen jaringan (t-PA))

ii.  Golongan antikoagulan: heparin, low molecular weight heparin,

kumarin, warfarin

iii.  Antitrombin direk : hirudin, bivalirudin

iv.  Antiagregasi trombosit/ antiplatelet : aspirin, tiklopidin,

klopidogrel, dan penghambat Glikoprotein IIb/IIIa berfungsi

untuk mencegah agar trombosit tidak beragregasi lagi.

Mekanisme kerja antikoagulan

Heparin bekerja dala, darah dengan mengaktifkan langsung faktor anti pembekuan

terutama antitrombin III yang akan mengiaktifkan semua faktor bekuan dalam kotak 

diatas. Sedangkan warfarin bekerja dalam liver, menghambat sintesis semua faktor 

yang dilingkari di atas. Protein C dan S menggunakan efek antipembekuan dengan

menghancurkan semua faktor yang diaktifkan yaitu Va dan VIIIa.

Mekanisme kerja sistem fibrinolitik 

Page 46: Resume Skenario 4

7/16/2019 Resume Skenario 4

http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 46/133

 

Beberapa aktivator yang bermanfaat dalam klinik nampak dalam huruf yang dicetak 

tebal. Anistrepelase adalah suatu kombinasi streptokinase dengan plasminogen

 proaktivator. Asam aminokaproat menghambat fibrinolisis dengan cara menghambat

aktivasi plasminogen plasmin.

Mekanisme kerja antiplatelet (contohnya: aspirin)

Aspirin menghambat terbentuknya tromboksan A2 dengan cara mengahambat enzim

siklooksigenase

FARMAKOLOGI OBAT-OBAT ANTI TROMBOSIS

Page 47: Resume Skenario 4

7/16/2019 Resume Skenario 4

http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 47/133

Tujuan engobatan thrombosis adalah :

-  Mencegah perluasan ekstensi thrombus

-  Mengurangi terjadinya reurensi thrombus

-  Mencegah pembentukan emboli

-  Mencegah syndrome post trombotik 

Obatobat anti thrombosis dapat dibagi menjsdai 3 golongan:

  Antikoagulan

  Aniplatelet agregasi

  Trombolitik/fibrinoltik 

ANTI AGREGASI TROMBOSIT

Digunakan untuk pengobatan dan pencegahan serangan iskemia yang disebabkan oleh

adanya proses thrombosis arterial. Sampai saat ini yg paling serimg dgunakan adalah

asam salisilat ( aspirin). Berperan dalam menghambat pembentukan prostasiklin dan

tromboksan A2 yg berperan dalam jalur pengakfa agregasi trombosit. Akan tetapi

efeknya bila digunakan dalam jangka panjang adalah iritasi lambung yg cukup

menganggu pasien maka dikembangkan obat antiagregasi trombosit baru, salah satunya

adalah “ADP receptor antagonis” seperti klopidogrel. Obat-obat lain yg juga mencegah

agregasi trombosit adalah ticlopidin, dipiramidol, dan sulfin pirazon. Tiklopidin dan

klopidogrel pada pengobatan arteri koroner memperoleh hasil yang sama.

Indikasi: pencegahan terjadinya iskemia akut seperti iskemia stroke, “ transien ischemia

attack”, angina pectoris, penyakitvaskuler perifer.

Dosis dan cara pemberian anti agregasi trombosit:

  Aspirin: 150-325 mg, diberikan peroral. Untuk maintenin dilanjutkan dengan

dosis 75-150 mg/hari

 Klopidogrel: 75 mg/ hari, per oral, bisa digunakan dosis awal 300-600mgapabila dibutuhkan mula kerja yang cepat

  Tiklopidin: 2x250 mg/hari, peroral, bisa digunakan dosis awal 500 mg apabila

dibutuhkan mula kerja yang cepat

  Dipiramidol: 2-3x24 mg/hari, diberikan peroral

OBAT TROMBOLITIK 

Diberikan pada keadaan terjadinya emboi di arteri dan untuk mengurangi bekuan darah

 pada thrombosis vena dalam.

Page 48: Resume Skenario 4

7/16/2019 Resume Skenario 4

http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 48/133

Indikasi:

-  Infark miokard akut

-  Emboli pulmo

-  DVT

-  PAPO kronik 

Kontra indikasi:

-  Hipertensi berat

-  Endokarditis bekterial sub akut

-  Hamil trimester 1

-  Gangguan fungsi hati

-  Gangguan fungsi ginjal

-  Usia lanjut dengan kecenderungan degenerasi arteriosklerotik 

Preparat:

  Streptokinase 

Berfungsi dan bertujuan untuk mengaktifkan pembentukan plasmin dai

 plasmingen. Dosis awal 250..000 IU, diberikan perinfus selama 30 menit, dan

dilanjutkan dengan dosis 100.000 IU/ jam denga pengontrolan waktu protrombin

yang ketat. Lama pemberian adalah 24-72 jam , dilanjutkan dengan pemberian

heparin dan antikoagulan oral sesuai protokol

  Urokinase 

Dosis awal diberikan 4.000 unit/kgBB / jam. Pemberian obat ini idak perlu

control waktu protrombin

  Tissue plasminogen activator (rTPA) 

-  Pada pasien dengan BB > 65, dosis awal 15mg, IV pelan2, kemudin 50 mg

 perinfus selama 30 menit pertama, diikuti 35 mg selama 60 menit, sampaidengan dosis maksimal 100 mg dalam waktu 3 jam pemberian

-  Pada pasien dengan BB < 65 mg, dosis awal 10 mg IV pelan2, kemudian 50 mg

 perinfus selama 60 menit, diikuti 20 mg selama 60 menit, dalam waktu 3 jam.

Page 49: Resume Skenario 4

7/16/2019 Resume Skenario 4

http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 49/133

GAGAL JANTUNG

DEFINISI :

Sindrome klinis ( sekumpulan tanda dan gejala) ditandai oleh sesak nafas dan

fatig ( saat istirahat atau saat aktivitas) yang disebabkan oleh kelainan struktur atau

fungsi jantung. Pada gagal jantung terjadi keadaan dimana  jantung tidak lagi mampu

memompa darah ke jaringan untuk memenuhi kebutuhan metabolism tubuh,

walaupun darah balik masih normal.

FAKTOR PREDISPOSISI GAGAL JANTUNG  

Hal-hal yang bisa menyebabkan kelainan ventrikel penyakit arteri koroner,

hipertensi, kardiomiopati, penyakit pembuluh darah, penyakit jantung congenital  

FAKTOR PENCETUS: peningkatan asupan garam, ketidak patuhan pengobatan, IMA,

seragan hipertensi, aritmia akut, ifeksi atau demam, emboli paru, anemia, tirotoksikosis,

kehamilan, endokarditis akut.

Page 50: Resume Skenario 4

7/16/2019 Resume Skenario 4

http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 50/133

MANIFESTAI KLINIS

Berdasarkan organ yang terkena:

1.  Gagal jantung kiri  dyspnea d’effort, fatig, ortopnea, PND, batuk, pembesaran

 jantung, irama derap, ventricular heaving,  bunyi derap S3 dan S4, pernafasan

cheyne stokes, taikardi, pulsus alternant, ronki dan kongesti vena pulmonalis.

2.  Gagal jantung kanan fatig, edema pitting, liver engorgemen, anoreksia dan

kembung.

3.  Gagal jantung kongesti

Pembahasan tiap gejala: 

Dyspneu de efford

Merupakan perasaan susah bernafas. Biasanya merupakan manifestasi klinis

Gagal Jantung kiri. Karena tekanan di atrium kiri meningkat, tekanan vena pulmonalis

meningkat sehingga cairan akan merembes ke jaringan interstitial paru, dan akan

memasuki alveolus sehingga terjadi gangguan perfusi dan terjadi sesak nafas. Pada saat

aktivitas, kebutuhan Oksigen meningkat, sedangkan perfusi terganggu. Hal inilah yang

menyebabkan sesak saat beraktivitas.

PND Paroxysmal Noctur nal Dyspneu (PND,

dispneu nokturnal paroksismal) atau mendadak terbangun karena dispneu, dipicu oleh

timbulnya edema paru interstisial. Hal ini merupakan manifestasi yang lebih spesifik 

dari gagal jantung kiri dibandingkan dispneu atau ortopneu. 

Ortopneu

Orthopneu (dispneu saat berbaring) terutama disebabkan oleh redistribusi aliran darah

dari bagian-bagian tubuh yang di bawah ke arah sirkulasi sentral. Reabsorpsi cairan

interstisial dari ekstremitas bawah juga akan menyebabkan kongesti vaskular paru yang

lebih lanjut. 

Edema perifer

  Edema perifer terjadi akibat penimbunan cairan dalam ruang interstisial. Edema

mula-mula tampak pada bagian tubuh yang tergantung dan terutama pada

malam hari; dapat terjadi nokturia (diuresis malam hari) yang mengurangi

retensi cairan. Nokturia disebabkan oleh redistribusi cairan dan reabsorpsi pada

waktu berbaring, dan juga berkurangnya vasokonstriksi ginjal pada waktu

istirahat.

Page 51: Resume Skenario 4

7/16/2019 Resume Skenario 4

http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 51/133

Gagal jantung yang berlanjut dapat menimbulkan asites atau edema anasarka

(edema tubuh generalisata). Meskipun gejala dan tanda penimbunan cairan pada

aliran vena sistemik secara klasik dianggap terjadi akibat gagal jantung kanan,

namun manifestasi paling dini dari bendungan sistemik umumnya disebabkan

oleh retensi cairan daripada gagal jantung kanan yang nyata. Semua manifestasi

secara khas diawali dengan bertambahnya berat badan, yang jelas

mencerminkan adanya retensi natrium dan air. (Price, 2006 : 638)

  Pada Gagal Jantung, jantung gagal memompa darah secara normal dari vena ke

dalam arteri peningkatan tekanan vena dan tekanan kapiler  filtrasi kapiler 

makin bertambah. Di samping itu, tekanan arteri turun penurunan ekskresi

garam dan air oleh ginjal peningkatan volume darah peningkatan tekanan

hidrostastik kapiler  edema makin bertambah.

Penurunan aliran darah ke ginjal merangsang sekresi renin peningkatan

 pembentukan angiotensin II dan peningkatan sekresi aldosteron menambah

 beratnya retensi garam dan air oleh ginjal. (Guyton, 1997 : 390).

Gagal jantung akut tidak menyebabkan pembentukan edema perifer dengan

segera. Sewaktu jantung yang sebelumnya normal mengalami kegagalan

 pemompaan akut, tekanan aorta menurun dan tekanan atrium kanan meningkat.

Ketika curah jantung mendekati nol, kedua tekanan saling mendekat pada nilai

keseimbangan sekitar 13 mmHg. Tekanan kapiler juga harus turun dari nilai

normal 17 mmHg menjadi 13 mmHg. Jadi,  gagal jantung akut yang berat 

menyebabkan penurunan tekanan kapiler perifer. 

Edema perifer mulai timbul setelah sehari atau lebih sejak terjadi gagal ginjal

total atau gagal ginjal kanan akibat retensi cairan oleh ginjal. Retensi cairan  

meningkatkan tekanan pengisian sistemik rata-rata peningkatan

kecenderungan aliran darah untuk kembali ke jantung peningkatan tekanan

Page 52: Resume Skenario 4

7/16/2019 Resume Skenario 4

http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 52/133

atrium kanan hingga ke nilai lebih tinggi dan mengembalikan tekanan arteri ke

nilai normal tekanan kapiler meningkat menyebabkan hilangnya cairan ke

dalam jaringan dan pembentukan edema hebat. (Guyton, 1997 : 340)

KLASIFIKASI

I tidak terbatas,aktifitas fisik se-hari2 tidak menyebabkan lelah,sesak nafas atau

 palpitasi.

II sedikit pembatasan aktifitas fisik,aktifitas se-hari2 menyebabkan

lelah,palpitasi,sesak nafas atau angina.

III aktifitas fisik sangat terbatas,saat istirahat tanpa keluhannamun aktifitas kurang

dari se-hari2 menimbulkan gejala

IV tidak mampu melakukan aktifitas fisik apapun tanpa keluhan,gejala DC timbul

 bahkan saat istirahat dan bertambah berat bila melakukan aktifitas.

PEMBAGIAN GAGAL JANTUNG:

  Berdasarkan curah jantung:

GAGAL JANTUNG CURAH TINGGI

 pada penderita penykit anemia berat, hipertiroid, penyakit paged, kondisi miokard

sebenarnya normal karena kebutuhan meningkat untuk memenuhi kebutuhannya

maka curah jantung miningkat apabila kebutuhannya tetap banyak maka akan terjadi

gagal janutng dan curah jantung menurun, akan tetapi curah jantung tetap lebih besar 

dari normal

GAGAL JANTUNG CURAH RENDAH

Istirahat masih bisa mencukupi dan tidak cukup bila melakukan aktivitas fisik yang

lebih berat karena curah jantung yang rendah, walaupun agak naik tapi tidak cukup

 bahkan lama kelamaan akan menurun dibawah keadaan istirahat

  Berd. Kontraksi ventrikel

  Disfungsi sistolik ventrikel kiri

  Disfungsi diastolic ventrikel kanan

  Presentasi klinis serta pengelolaaan

-  Gagal jantung akut   Gagal jantung akut klinis mungkin manifesi sebagai

dyspnea yang mendadak  sampai syok kardiogenik . Pengelolaan gagal jantung

akut berbeda-beda dan tergantung pada tampilan klinis :

Page 53: Resume Skenario 4

7/16/2019 Resume Skenario 4

http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 53/133

1.  Edema paru akut kardiogenik ( EPAK) 

2.  Syok kardiogenik (SK) 3.  Dekompensasi akut pada gagal jantung ki r i kronik  

I . Edema Paru Akut Kardiogenik ( EPAK )  

Anamnesa dan pemeriksaan fisik singkat pada umumnya sudah cukup untuk memulai

terapi. Selanjutnya dipasang kateter intravena, diambil contoh darah untuk pemeriksaan

laboratorium dan penderita diberikan terapi oksigen.

-  Nitrogliserin 

( NTG ) SL ( 0,4 – 0,6 mg, dapat diulang tiap 5-10 menit jika perlu ). NTG efektif untuk 

 penderita EPAK oleh sebab-sebab iskemik ataupun non-iskemik. Jika TD cukup (

tekanan darah sistolik = TDS 95-100 mmHg ) NTG dapat diberikan IV ( dosis awal 0,3

 – 0,5 ug/kg BB/menit )

-  Sodium nitroprusside

( dosis awal 0,1 uk/kg BB/menit ) dapat diberikan pada penderita yang tidak responsif 

terhadap nitrat, pada penderita EPAK disebabkan oleh regurgitasi mitral dan dan

regurgitasi aorta, atau hipertensi berat 2. Jika perlu dosis dapat ditingkatkan untuk 

memperoleh perbaikan status hemodinamik. TDS 85-90 mmHg digunakan sebagai batas

 bawah untuk menambah dosis pada penderita yang diketahui sebelumnya normotensif 

selama perfusi organ vital adekuat.

-  Furosemide 

( 20-80 mg IV ) harus segera diberikan begitu diagnosa edema paru ditegakkan

-  Morfin sulfat 

( 3-5 mg IV ) efektif untuk mengatasi simtom edema paru. Tetapi harus diberikan

dengan hati-hati pada penderita dengan insufisiensi paru dan penderita dengan asidosismetabolik atau respiratorik dimana supresi dapat menyebabkan penurunan pH secara

drastis.

-  Intubasi dan ventilasi mekanik  

 pada penderita dengan hipoksia berat yang tak responsif terhadap terapi dan penderita

dengan asidosis respiratorik.

Page 54: Resume Skenario 4

7/16/2019 Resume Skenario 4

http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 54/133

-  IABC

mungkin bermanfaat pada penderita dengan EPAK refrakter. Cara ini terutama untuk 

 penderita yang dipersiapkan untuk dilakukan kateterisasi jantung dan / atau dilanjutkan

 pada penderita dengan terapi denitif. IAPB tidak boleh dilakukan pada penderita dengan

regurgitasi aorta bermakna dan diseksi aorta

Sebagaian besar penderita EPAK dapat diatasi dengan intervensi yang tepat disertai

evaluasi bedside harus memasang kateter pulmonal atau kateter arteri

Pemasangan kateter pulmonal harus dipertimbangkan bila :

1.  Keadaan klinik penderita merosot

2.  Perbaikan hemodinamik tidak seperti yang diharapkan

3.  Diperlukan NTG atau nitroprusside dosis tinggi untuk stabilisasi hemodinamik 

4.  Dobutamin atau dopamin diperlukan untuk menaikkan tekanan darah dan perfusi

 perifer 

5.  Bila kita ragu dengan diagnosa EPAK 

Pada evaluasi awal harus ditetapkan apakah ada sindroma koroner akut. Diagnosa

sindroma koroner akut pada umumnya dapat ditegakkan dengan penilaian klinis EKG.

Bila terdapat sindroma koroner akut perlu dipertimbangkan tindakan reperfusi

miokardial urgen. Kateterisasi jantung dan arteriografi koroner untuk kemudian

dilanjutkan dengan tindakan intervensi yang tepat ( bila tersedia ), atau diberikan terapi

trombolitik.

Ekokardiografi 2-D-doppler didindikasikan pada semua penderita dengan EPAK.

Prosedur ini dilakukan segera sesudah hemodinamik stabil.

Terapi edema paru akut : 

1. 

Oksigen2.   NTG SL atau IV 

3.   Diuretika ( furosemid ) IV 

4.   Morfin sulfat IV 

5.  ” Cardiovascular support drug ” ( Nitroprusside, dopamin, dobutamin I V )

6.  Trombolitik atau revaskularisasi urgen ( angioplasti atau CABG ) bila ada

indikasi

Page 55: Resume Skenario 4

7/16/2019 Resume Skenario 4

http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 55/133

7.   Intubasi dan ventilasi mekanik bila terdapat hiposia berat yang tak responsif 

terhadap terapi, dan asidosis respiratorik 

8.  koreksi definitif terhadap kausa dasar ( MVR arau repair untuk MR berat ) bila

ada indikasi dan klinis feasable

 bila keadaan stabil harus diupayakan identifikasi kausa gagal jantung yang dapat

dikoreksi. Tanpa dapat mendeteksi dan koreksi kausa dasar, prognosa jangka panjang

adalah buruk. 3

I I . Syok Kardiogenik ( SK ) 

Bila SK tidak disebabkan oleh kausa yang dapat dikoreksi, atau bila kausa tidak 

dikoreksi dengan efisien dan efektif, angka mortalitas ( Mortality Rate ) > 85%. karena

itu upaya diagnostik dan terapetik harus semaksimal mungkin untuk identifikasi kausa

dan intervensi definitif. Penderita dengan hipoperfusi tetapi tekanan masih adekuat

dianggap dalam keadaan presyok dan diperlukan seperti syok.

TANDA:

Klinis: hipotensi arteri, dan bukti gangguan sirkulasi kulit, ginjal, dan CNS.

Tanda :

  SBP < 90 mmHg

  Manifestasi peningkatan katekolamin: gelisah, Kulit dingin, basah ( keringat

dingin), takikardi dan sianosis

  Berkurangnya produksi urin < 20 ml/hari

  Perubahan sensoris/ status mental

Komponen utama syok kardiogenik:

1.  Gangguan fungsi ventrikel

2.  Bukti kegagalan ogan akibat perfusi yang berkurang

3.  Tidak bukti hipovolemia

 Prinsip pengelolaan :

  Identifikasi

  Eksklusi dan / atau terapi kausa reversibel

  Stabilisasi klinis dan hemodinamik 

Page 56: Resume Skenario 4

7/16/2019 Resume Skenario 4

http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 56/133

Rekam EKG, monitor EKG, pasang kateter intravena dan kateter arteri untuk monitor 

tekanan darah. Pasang kateter pulmonal. Apakah ada aritmia yang berperan dalam

merosotnya status hemodinamik, bila perlu kardioversi. Apakah tidak ada penurunan

 pengisian ventrikel yang menyebabkan hipotensi ? bila tidak ada tanda-tanda overload 

volume ( S3 gallop, rales paru, foto toraksa yang menunjukkan adanya kongesti paru )

 berikan cairan NaCI fisiologik dengan cepat ( > 500 ml bolus, diteruskan dengan 500ml

/ jam ). Tekanan vena jugularis bukan indikator dari tekanan pengisisan ventrikel kiri 6 

yang bisa diandalkan.

Pada infark miokard akut ( IMA ) inferior dengan syok, harus dicurigai adanya infark 

ventrikel kanan, yang menyebabkan gagal jantung kanan dan menurunkan pengisian

 jantung kiri. Diagnosa infark ventrikel kanan sering dapat ditegakkan hanya atas dasar 

temuan klinis seperti peningkatan tekanan vena jugularis saat inspirasi.

Pemberian cairan adalah komponen utama terapi infark ventrikel kanan untuk 

mempertahankan tekanan pengisian ventrikel kanan untuk mempertahankan curah

 jantung. Pemberian caiaran dapat dipandu oleh variabel klinik ( tekanan darah, perfusi

 perifer, suara gallop ventrikel ), tetapi monitoring hemodinamik dengan kateter arteri

 pulmonal tetap, masih diperlukan untuk  optimalisasi banyaknya cair yang diberikan.

Bila volume cair tidak memberikan perbaikan klinis dan hemodinamik, maka untuk 

stabilisasi penderita mungkin diperlukan terapi tambahan lain ( dobutamin, IABC, atau

tindakan intervensional ). Pemakaian diuretika dan vasodilator pada penderita dengan

infark ventrikel kanan dapat menimbulkan hipotensi.

Bila ada hipotensi ( TDS < 70 mmHg ) atau syok klinis, terjadi pada keadaan overload

volume atau pasca bolus NaCI harus diberikan dopamin dosis sedang ( 4-5 uk/kg

 bb/menit ), jika perlu, dosis dapat ditingkatkan7,8. Bila hipotensi atau syok klinis tidak 

teratasi dengan dosis dopamin ( 15 ug/kg bb/menit ) dipertimbangkan pemasanganIABC.

Penderita dengan overload volume ( atau pasca volume loading yang adekuat ) dan

klinis Pre syok pada umumnya memberikan respon yang baik dengan dobutamin ( 2-4

ug/kg bb/menit) atau dengan dobutamin dosis rendah sampai sedang ( 2-5 ug/kg

 bb/menit ).

Selama terapi harus diperhatikan :

1.  Status volume intravaskuler dari penderita

Page 57: Resume Skenario 4

7/16/2019 Resume Skenario 4

http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 57/133

2.  Status fungsi ventrikel 

3.  Adanya cedera / infark miokard

4.  Apakah terdapat kausa reversibel atau dapat dikreksi ?

1. Status Intravaskuler   –  cara yang terbaik adalah dengan memasang kateter 

 pulmonal untuk menilai parameter hemodinamik. Bila ada disfungsi ventrikel kiri

maka kriteria biasanya dipergunakan untuk menilai volume intravaskuler tidak dapat

dipergunakan. Tekanan pengisian ventrikel kiri yang optimal, untuk penderita

dengan syok atau Pre syok akibat IMA berkisar antara 14-18 mmHg 9.

2. Status fungsi ventrikel  –  ekokardiografi-2D-doppler sangat bermanfaat dalam

menilai status fungsi ventrikel dan memandu evaluasi / tindakan selanjutnya.

3. Infark miokard ?  –  pada IMA dengan syok atau Pre syok dipertimbangkan

kateterisasi jantung dan arteriografi koroner selektif. Reperfusi daerah oklusi pada

 penderita syok yang tidak responsif dengan pemberian cairan dapat menurunkan

angka mortalitas dari < 85% menjadi < 65 % 10. Bila tidak tersedia fasilitas

intervensi dapat dipertimbangkan terapi trombolitik. Efek trombolitik terhadap

mortalitas belum jelas.

4. Apakah terdapat kausa yang dapat dikoreksi ? - evaluasi klinis dan

ekokardiografi-2D-doppler adalah cara awal untuk identifikasi kausa. Kemudian

dapat dilakukan ekokardiografi esofagial dan kateterisasi jantung utuk memperoleh

diagnosa yang lebih tepat.

Prinsip pengobatan:

Menurunkan kebutuhan osien

Memperbaiki / reperfusi

Pengelolaann Syok / Pre syok Kardiogeni k 

1. Oksigen2. Bila tidak jelas ada overload volume, berikan cair intravena secara tepat 

3. bila ada overload volume atau pasca terapi cairan intravena, berikan

cardiovascular support drug ( dobutamin, dopamin ) untuk memperoleh status klinik 

hemodinamik yang stabil 

4. Bila ada cedera / infark miokard, bila mungkin, revaskularisasi arteri koroner 

5. Trombolitik bila kateterisasi jantung / arteriografi koroner / revakularisasi tidak 

dapat dilakukan.

Page 58: Resume Skenario 4

7/16/2019 Resume Skenario 4

http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 58/133

 

I I I . Dekompensasi Akut pada Gagal Jantung Kongestif Khr onik 

 Prinsip pengelolaan :

  Stabilisasi klinis dan hemodinamik 

  Identifikasi faktor pencetus reversibel 

  Optimalisasi terapi jangka panjang

Manifestasi klinik biasanya sekunder oleh karena (a) overload volume, (b) tekanan

 pengisian ventrikel yang meningkat dan (c) menurunnya curah jantung.

 Keluhan gejala ringan-sedang   – biasanya dapat diatasi dengan dan optimalisasi obat-

obat yang telah dipergunakan penderita sebagai terapi gagal jantung kongestip khronik.

Biasanya tidak memerlukan rawat-tinggal kecuali bila terdapat faktor pencetus ( mis.

Infark miokard ) atau keadaan yang lain yang mungkin menyertai ( hipoklemia berat,

asidosis, aritmia simtomatik ).

 Keluhan sedang-berat   –  biasanya memerlukan rawat tinggal. Penderkatan diagnostik 

terapetik sama dengan penderita dengan gagal jantung akut.

Indikasi Intraaortic Ballon Counterpulsation ( IABC ) pada Gagal Jantung

1. Syok kardiogenik, edema paru dan gagal jantung akut lain yang tidak responsif 

terhadap pemberian volume cairan atau terapi farmakologik, pada penderita dengan

kausa yang potensial reversibel.

2. Gagal jantung akut disertai iskemia refrakter, yang disiapkan untuk kateterisasi

 jantung atau arteriografi koroner dan intervensi definitip

3. Gagal jantung akut disertai MR bermakna atau ruptur septum ventrikel ; untuk 

memperoleh stabilisasi hemodinamik sebelum dilakukan terapi definip

Indikasi Pemasangan Kateter Arteri Pulmonal

1. Syok atau Pre syok kardiogenik yang tidak responsif terhadap terapi volume cairan

2. Edema paru akut yang tidak respon terhadap intervensi yang sudah benar atau

disertai syok atau Pre syok atau hipotensi

3. Sebagai sarana diagnostik untuk memecahkan ketidak pastian apakah edema paru

kardiogenik atau non kardiogenik 

Page 59: Resume Skenario 4

7/16/2019 Resume Skenario 4

http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 59/133

4. Menilai status volume intravaskuler, tekanan pengisian ventrikel dan fungsi jantung

 pada penderita dengan gagal jantung kongestif kronik yang mengalami

dekompensssi akut

Ringkasan   – penderita dengan gagal jantung akut biasanya harus dimasukkan RS. Tes

diagnostik awal harus sebatas yng diperlukan untuk menyingkirkan etiologi yang 

memerlukan tindakan terapetik khusus. Test diagnostik yang lebih rinci dapat ditunda

 setelah tercapai keadaan hemodinamik menjadi lebih baik.

 Pemeriksaan laboratorium awal yang dibatasi pada pemeriksaan darah rutine,

arinalisis, elektrolit serum, kratii, ensim jantung, urea nitogen darah, pH dan gas darah

arteriil, EKG, foto polos dada, Eko – 2D – doppler.

 Penderita gagal jantung disertai cedera / infark miokard akut harus dipertimbangkan

untuk kateterisasi jantung, arteriografi koroner dan tindakan intervensional bila

memungkinkan. Trombolisis dipertimbangkan bila prosedur tersebut tidak dapat 

dilakukan.

Terapi EPAK diawali dengan : diuretik IV, nitrat, oksigen, morfin, intubasi dan

ventilasi mekanik bila ada indikasi.

Syok kardiogenik yang tidak disertai overload volume harus diberikan cair IV secara

cepat ( ” fluid challenge ” ) 

 Penderita syok kardiogenik yang disertai overload volume atau tidak responsif pada

” fluid challenge ” diberikan dopamin IV  

 Kateter arteri pulmonal harus dipasang pada semua penderita syok kardiogenik kecuali

bila responsif pada pemberian fluid challenge. Penderita EPAK biasanya tidak 

memerlukan kateter arteri pulmonal. Tetapi bila EPAK tidak responsif terhadap terapi

atau tidak jelas apakah edema paru kardiogenik atau tidak kateter arteri paru harus

dipasang.

 IABC mungkin diindikasikan untuk penderita gagal jantung akut yang tidak responsif 

terhadap terapi adekuat. Prosedur ini ditujukan untuk mencapai stabilitas hemodinamik 

 sebelum dilakukan tindakan diagnostik atau terapetik intervensional lebih lanjut.

-  Gagal jantung kronis

Disfungsi Sistoli k 

Page 60: Resume Skenario 4

7/16/2019 Resume Skenario 4

http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 60/133

Semua penderita dengan gagal jantung harus dilakukan evaluasi diagnostik sebatas

keperluan untuk :

1)  Menetapkan jenis disfungsi jantung

2)  Identifikasi kausa yang dapat dikoreksi

3)  Menetapkan prognosa

4)  Memandu terapi

Eko-2D-doppler sangat berguna untuk evaluasi awal untuk menilai masa ventrikerl kiri,

ruang ventrikel / atria, fungsi sistolik atau diastolik dan mencari kausa.

Kausa yang paling sering disfungsi ventrikel kiri : penyakit arteri koroner, hipertensi ,

dan dilated kardiomiopati ( di Amerika Serikat )

Kombinasi iskemia dan disfungsi ventrikel kiri ( dengan atau gagal jantung klinik yang

nyata secara klinik ) mempunyai prognosis yang jelek, revaskularisasi pada golongan ini

adalah terapi pilihan. Karena itu pada penderita golongan ini sangat dianjurkan untuk 

dilakukan arteriografi koroner untuk menilai kemungkinan dilakukan revaskularisasi

koroner.

Bila tak ada angina atau infark miokard sebelumnya, kemungkinan penyakit koroner 

sebagai kausa gagal jantung pada penderita berbeda. Sesudah evaluasi klinis, kita dapat

memilih tindakan selanjutnya :

1.  Tidak lagi melakukan tes untuk penyakit arteri koroner 

2.  Melakukan tes noninvasif untuk mendeteksi iskemia miokard

3.  melakukan arteriografi koroner, bila terdapat banyak faktor risiko dan terdapat

abnormalitas regional pada ekokardiografi

Penderita dengan gagal jantung yang sebabnya tak dapat dikaitkan dengan hipertensi

atau penyakit arteri koroner, harus dilakukan evaluasi yang cermat untuk mencarietiologi lain. Diagnosa idiopathic dilated cardiomyopathy hanya diberikan sesudah

diagnosa untuk eksklusi penyakit lain sudah lengkap. Sejauh mana kita berusaha

melakukan pemeriksaan ditentukan oleh indeks kecurigaan yang kita peroleh dari

 pemeriksaan klinis atau laboratorium.

Disfungsi Diastolik 

Sebagaian besar penderita gagal jantung terdapat penurunan fungsi sistolik ventrikel dan

 juga penurunan fungsi diastolik. Tetapi sebagaian lagi menunjukkan fungsi sistolik yang

Page 61: Resume Skenario 4

7/16/2019 Resume Skenario 4

http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 61/133

normal atau hampir normal dan penurunan fungsi diastolik yang predominan.

Pengelolaan penderita dengan yang primer disfungsi sistolik berbeda dengan dengan

 penderita dengan primer disfungsi diastolik, dan karena itu sangat penting untuk 

membedakan kedua keadaan tersebut.

Disfungsi diastolik menyebabkan gangguan pengisian ventrikel dengan mengurangi

relaksasi ( awal diastol ) atau compliance ventrikel ( awal dan akhir diastol ) atau kedua-

duanya. Konsekuensi hemodinamik adalah kenaikan tekanan pengisian ventrikel, atrium

kiri, vena dan kapiler pulmonal, yang bila tidak dikoreksi, akan meningkatkan tekanan

arteri pulmonal dan ventrikel kanan. Tekanan pengisian yang meninggi pada umumnya

mampu mempertahankan curah jantung yang normal saat istirahat, tetapi akan

mengalami kesulitan pada keadaan yang menuntut kenaikan curah jantung (

 peningkatan aktifitas fisik ).

Proses patologik yang sering mendasari disfungsi diastolik ventrikel adalah iskemia

miokard, hipertrofi dan fibrosis, dimana etiologi utama adalah penyakit koroner,

hipertensi, diabetes mellitus, stenosis aorta, kardiomiopati, hipertrofik, kardiomiopati

infiltratif dan endokardial fibroelastosis penurunan compliance ventrikel juga bagian

dari proses ketuaan.

Manifestasi klinik beragam, tanpa keluhan, edema paru, atau tanda-tanda gagal jantung

kanan dan penurunan toleransi pada latihan. Disfungsi diastolik akut dengan edema paru

akut sebagai menifestasi iskemia miokard akut atau hipertensi tidak jarang dijumpai.

Disfungsi diastolik harus dicurigai pada penderita dengan keluhan dan gejala gagal

 jantung tetapi fungsi sistolik ventrikel normal atau hampir normal ekokardiografi

doppler atau imaging radionuklid dapat mengevaluasi fungsi sistolik dan mendeteksi

disfungsi diastolik ( dengan mengukur indeks pengisian diastolik ). Kateterisasi jantung

dapat dipergunakan sebagai pemeriksaan alternatif bila metoda non invasif tidak diagnostik.

Akti fi tas Neurohormonal 

Bermacam sistim neurohormonal endogen diaktivasi pada penderita dengan gagal

 jantung khronik dan aktivasi ini berperan dalam patofisiologi gagal jantung. Yang

terpenting adalah aktivasi sistim renin-angiotensin-aldosteron ( RAA ). Aktivasi sistim

simpatik terjadi awal, peningkatan aktivitas simpatik juga terjadi pada penderita yang

disfungsi ventrikel yang asimtomatik. Aktivasi sistim RAA terjadi pada stadium yang

Page 62: Resume Skenario 4

7/16/2019 Resume Skenario 4

http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 62/133

lebih lanjut, aktivitas sistim RAA menjadi amat meningkat pada penderita dengan gejala

gagal jantung yang lanjut. Faktor hormonal vasokonstriktor lain juga berperan (

endotelin dan vasopresin ). Disamping itu sistim hormonal dengan aktifitas vasodilator 

 juga mengalami perubahan.

Aktivasi neurohormonal berperan berperan penting dalam progresif gagal jantung.

Sistim hormonal menimbulkan efek hemodinamik yang dapat merubah fungsi jantung;

aktivasi yang berkepanjangan menimbulkan efek merusak sel otot jantung. Karena itu

intervensi terapetik yang dilakukan bertujuan menghambat efek sistim vasokonstriktor 

dan meningkatkan sistim vasodilator endogen. Pemakaian klinik berbagai intervensi (

mis. ACEI, beta adredergik blocker pada penderita gagal jantung tertentu ) sudah

diakui, sedangkan efetifitas dari upaya intervensi lain ( antagonis vasopresin dan

antagonis endotelin ).

Kapasitas Fungsional 

Kapasitas fungsional penderita gagal jantung perlu dievaluasi; karena kapasitas

fungsional mempunyai dampak langsung pada kualitas hidup penderita. Perbaikan

kapasitas fungsional merupakan tujuan utama terapi gagal jantung. Kapasitas fungsional

 juga prediktor mortalitas penderita gagal jantung.

Penilaian kapasitas fungsional mencangkup beberapa dimensi : kapasitas fisik, status

emosional, fungsi sosial, kemampuan kognitif. Yang terpenting adalah penilaian

kapasitas fisik. Faktor emosional, sosial dan kognitif mungkin sangat berpengaruh

terhadap kemampuan penderita untuk taat terhadap aturan-aturan dalam terapi dan

mungkin dipengaruhi oleh penyakitnya sendiri atau berkaitan dengan terapi yang

diberikan.

Standar yang dipergunakan untuk menilai kapasitas fisik adalah uji latih, terutama

 pengukuran waktu dan jarak latih, beban latih dan konsumsi oksigen maksimal. Ukuranini dapat dinilai dengan mempergunakan uji latih tredmill .

Cara alternatif menilai kapasitas fungsional adalah dengan menanyakan toleransi

 penderita terhadap aktifitas sehari-hari. Karena penderita umumnya sudah membatasi

sendiri aktivitas sehari-harinya, maka sebaiknya ditanyakan secara spesifik aktivitas apa

yang kita maksudkan ( mis. Sejauh 100 meter pada jalan datar atau menaiki tangga

dirumah ).

Page 63: Resume Skenario 4

7/16/2019 Resume Skenario 4

http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 63/133

Ringkasan –  harus dicari kausa penderita dengan gagal jantung khronik. Gagal jantung

akibat disfungsi diastolik harus dibedakan dengan gagal jantung akut. Dapat dilakukan

dengan ekokardiografi-2D-doppler, imaging radionuklid atau kateterisasi jantung.

Penkuran kadar neurohormon yang bersikulasi tidak banyak artinya dalam pengelolaan

gagal jantung. Penilaian kapasitas fungsional berperan penting dalam pengelolaan

 penderita gagal jantung dan meliputi: kapasitas fisik, status emosional, fungsi sosial dan

kemampuan kognitif.

TERAPI

Disfungsi Sistolik 

ETOLOGI:

  Gangguan kontraktlitas

-  Infark miokard

-  Iskemik miokard sementara

-  Kelebihan beban volume yang kronik 

Rugurgitasi mitral

Regurgitasi aorta

-  Kardiomiopati dilatesi

  Kelebihn beban tekanan ( pressure overload)

-  Senosis aorta

-  Hipertensi yang tak terkendali

Terapi gagal jantung khronik sudah sangat berubah sejak 10-15 tahun terakhir. Gagal

 jantung bukan dipandang hanya semata keadaan edema yang responsif terhadap

 pemberian diuretika. Banyak penderita gagal jantung tidak lagi menunjukkan edema,

tetapi kemampuannya menurun. Banyak uji klinik memberikan sumbangan data dalam

 perbaikan penanganan gagal jantung akibat disfungsi sistolik.

NNYHA fungional klas 1 adalah penderita dengan disfungsi sistolik ventrikel kiri

tanpa gejala atau keluhan gagal jantung nyata. Karena itu seringkali tidak diberikan

terapi farmakologik. ACEI dapat diberikan pada golongan ini untuk prevensi gagal

 jantung37 dan mungkin menurunkan mortalitas pasca IMA 

Penelitian menunjukkan bahwa angitensin convertin enzyme inhibitor ( ACEI )

sebaiknya diberikan pada semua gagal jantung NYHA klas I dengan disfungsi sistolik 

yang bermakna ( fraksi ejeksi < 35-40% ). CARA MENETUKAN FRAKSI EJEKSI:???

Page 64: Resume Skenario 4

7/16/2019 Resume Skenario 4

http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 64/133

NYHA klas II-IV. Studi SOLVD; V-HeFT dan CONSENSUS menunjang pemakaian

ACEI pada semua penderita dengan gagal jantung simtomatik, kecuali ada

kontraindikasi atau tidak toleran terhadap ACEI. Bila mungkin dosis ditingkatkan

 bertahap mencapai dosis yang dapat menurunkan mortalitas sesuai dengan dosis pada

studi-studi tsb ( mis. Enalapril 20 mg atau catopril 150 mg sehari ).

Lisinopril ( 5-20 mg sehari ) dan quinapril ( 5 mg bid ) juga menunjukkan hasil yang

serupa. Studi AIRE menunjukkan bahwa ramipril ( 5 mg bid ) menurunkan mortalitas

 bila diberikan pada hari 3-10 pasca IMA dengan gagal jantung. Sekali ACEI diberikan

harus diteruskan mungkin untuk selama hidup.

ISDN dan hydralazin juga mempunyai peran dalam terapi gagal jantung ( V-HeFT I11 

dan II12 ). ACEI merupakan tonggak pengobatan gagal jantung, akan tetapi ISDN dan

hydralazin dapat dipertimbangkan bila penderita tidak toleran terhadap ACEI, ISDN

( 5-10 mg 3x sehari ) dan hydralazin ( 10mg 3x sehari ) diberikan sebagai dosis awal,

yang dapat dinaikkan untuk hydralazin 75 mg 4x sehari dan ISDN 40 mg 3x sehari.

Untuk ISDN harus ada masa ” bebas-nitrat ” selama 10 jam pada malam hari untuk 

menghindarkan toleransi terhadap nitrat.

Penderita dengan gagal jantung simtomatik cenderung meretensi Na, biasanya diuretika

 perlu diberikan13

. Bilamana diuretika diberikan sangat individuil . Lebih dipilih

diuretika loop ( furosemid Tu bumetadine ). Thiazid kurang bermanfaat bila GF < 30-40

ml / menit dan mungkin akan menambah turunnya GFR < 30-40 ml / menit dan

mungkin akan menambah turunnya GFR. Berat badan harus dimonitor. Kenaikan BB 1-

2 kg merupakan indikasi menambah dosis diuretika.

Bila terjadi resistensi terhadap diuretika, dapat dipergunakan kombinasi diuretik yang

 bekerja pada segmen nefron yang berbeda ( mis. Thiazide plus diuretik loop)14, 15

Penggunaan diuretik kombinasi mungkin akan menimbulkan kekurangan cair dangangguan elektrolit.

Penderita yang dengan resistensi Na dan gagal jantung refrakter perlu MRS dan

diberikan dobutamin IV ( 2-5 ug/kg bb/menit ), dopamin IV ( 1-3 ug/kg bb/menit ) atau

infus furosemide ( 1-5 mg/jam ). Retriksi cair mencapai 1000-2000 ml / hari dapat

dicoba pada penderita dengan hiponatremia dilutional.

Page 65: Resume Skenario 4

7/16/2019 Resume Skenario 4

http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 65/133

Hipoklemia dan alkalosis ( ” contraction alkalosis  ” ) sering menyertai pemberian

diuretika yang terlalu bersemangat. Hipokalemia akan meningkatkan aritmia ventrikel.

Pada umumnya diperlukan KCI 20-60 mEq / hari untuk mempertahankan K plasma

4, 5 – 5, 0 mEq / 1.

Glikosida digitalis telah dipergunakan > 200 tahun untuk mengobati gagal jantung,

tetapi sampai sekarang masih terdapat kontroversi dalam pemakaian untuk gagal

 jantung dengan irama sinus 16. peran digoxin pada penderita dengan fibrilasi atrium

sudah jelas. Penelitian 17-19 menunjukkan bahwa digoksin efektif pada penderita dengan

disfungsi ventrikel kiri simtomatik dengan irama sinus. Efek utama mungkin melalui

 penurunan aktivitas simpatik. Digoksin belum terbukti efektif pada penderita dengan

disfungsi ventrikel yang asimtomatik. Ketidakpastian tentang pemakaian digoksin

disebabkan kurangnya data mengenai efeknya terhadap mortalitas. Untuk mengatasi

keadaan ini sedang dilakukan studi klinik skala besar, placebo controlled ( DIG  –  

digitalis investigator group ), untuk menilai  pengaruh digoksin pada ”  survival  ” pada

gagal jantung yang hasilnya seharusnya dilaporkan tahun 1996. Sebelum hasil DIG

diumumkan, masih akan ada kontroversi mengenai peran digoksin pada penderita gagal

 jantung dengan irama sinus.

Manfaat pemakaian Antagonis Calcium pada penderita angina dan hipertensi dengan

disfungsi ventrikel kiri masih belum diakui. Beberapa penelitian menunjukkan

antagonis calsium memperburuk keadaan gagal jantung 20-22. Antagonis calcium belum

dianggap obat yang aman pada gagal jantung. PRAISE (  propective randomized 

amlodipine  survival evaluation ) menunjukkan bahwa pemakaian amlodipine pada

gagal jantung tidak menimbulkan efek merugikan terhadap mortalitas dan morbiditas.

Beta-adrenergik  blocker mungkin bermanfaat pada golongan tertentu gagal jantung23.

Swedia yang pertama kali menunjukkan manfaat metropolol pada penderita dengandilated myopathy.

Akhir-akhir ini dilaporkan pemakaian beta blocker dengan sifat khusus ( kombinasi beta

 blocker dengan aktivitas vasodilatasi ) , carvedilol, memperbaiki ventrikel kiri.

Pada masa sekarang pemakaian beta blocker pada gagal jantung masih dalam taraf 

investigasi, akan tetapi mungkin akan berubah bila sudah lebih banyak data-data yang

menunjang.

Page 66: Resume Skenario 4

7/16/2019 Resume Skenario 4

http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 66/133

Antikoagulasi dengan warfarin sering dipergunakan untuk penderita gagal jantung

untuk mencegah emboli sistemik. Emboli dihubungkan dengan fraksi ejeksi yang

rendah 24, 25 dan akhir-akhir ini banyak dilakukan antikoagulasi pada penderita dengan

EF < 20% - 25%.

Untuk mengendalikan respon ventrikel pada fibrilasi atrium dipergunakan digoksin,

diltiazem atau beta blocker. Fibrilasi atrium dimana respon ventrikel tak terkendali

dapat memicu gagal jantung.

Aritmia ventrikel hampir selalu menyertai gagal jantung 26, 27. Aritmia ventrikuler 

asimtomatik tidak perlu diterapi, karena tidak ada data yang menunjang kebijakan

tersebut 28. terapi antiaritmia dapat memperburuk aritmia ventrikuler dan menimbulkan

efek inotropik negatif pada penderita gagal jantung 29-31.

Bila antiaritmia dipergunakan pada penderita gagal jantung sebaiknya diberikan di RS.

Pemakaian antiaritmia ventrikuler klas 1 pada gagal jantung harus dihindari. Bila

aritmia ventrikuler pada gagal jantung perlu diterapi, amiodarone mungkin

meningkatkan ” Survival   ” 32. Tetapi penelitian lain tidak menunjang

kesimpulan diatas 33. pemakaian amiodaron pada gagal jantung dengan aritmia

ventrikuler masih memerlukan data lebih banyak.

Gagal jantung khronik yang refrakter terhadap terapi sebaiknya dimasukkan RS. Tirah

 baring, diuretik oral diganti IV. Dapat dicoba pemakaian dobutamine atau fosfodiesteras

inhibitor, yang dapat meningkatkan curah jantung dan aliran darah ginjal, mungkin

efektif untuk mengurangi keluhan dan mengurangi retensi Na dan air yang refrakter.

Dobutamin dosis rendah ( 2-5 ug/kg bb/menit ) sering sudah cukup sedang dosis lebih

 besar akan menimbulkan takikardia, aritmia ventrikuler, hipokalemia dan iskemia

miokard.

Milrinone IV ( dosis muatan 50 ug/kg, dilanjutkan dengan 0,375-0,75 ug/kg/menit )dapat dicoba sebagai alternatif. Pemakaian jangka panjang dilaporkan meningkatkan

mortalitas.

Page 67: Resume Skenario 4

7/16/2019 Resume Skenario 4

http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 67/133

Terapi Disfungsi Sistolik Ventrikel Kiri

1.  semua penderita dengan gagal jantung simtomatik dan NYHA fungsional klas1 yang

disertai penurunan fungsi ventrikel kiri harus diberikan ACEI, kecuali ada

kontraindikasi atau tidak toleran.

2.  ACEI harus diberikan selamanya

3.  dosis ACEI yang dianjurkan adalah dosis yang lebih besar yang dipergunakan dalam

uji klinik yang memberikan perbaikan ” Survival ” 

4.   penderita dengan gagal jantung harus diberikan diuretik meskipun tidak ada edema.

Diuretik dieprgunkan bersama dengan ACEI. Dosis dan jenis diuretik disesuaikan

dengan status cairan tubuh tetapi umumnya diberikan selamanya.

5.  retriksi Na adalah strategi yang penting dalam pengobatan gagal jantung

6.  antogonis calcium tidak terbukti bermanfaat pada penderita dengan gagal jantung

sistolik dan mungkin merugikan. Kecuali amlodipin yang masih dalam evaluasi

7.  digoksin adalah fefktif pada penderita dengan gagal jantung sedang dan berat, tetapi

tidak jelas pengaruhnya pada mortalitas

8.  aritmia asimtomatik pada gagal jantung tidak perlu diterapi

9.  mwskipun beta blocker menunjukkan manfaat pada gagal jantung, tetapi

 pemakaiannya masih bersiafat investigsional

10. antikoagulan diberikan pada penderita dengan fibrilasi atrium atau penderita dengan

riwayat emboli dan pada penderita dengan FE yang amat rendah atau trombus

intrakardiak. Tidak cukup data untuk menyarankan pemakaian rutin pada gagal

 jantung

11. dobutamin dosis rendah atau milrinon IV mungkin bermanfaat pada penderita gagal

 jantung refrakter tertentu. Pemakaian jangka panjang masih memerlukan data

mengenai efek terhadap survival12. latihan fisik bersifat dinamik dianjurkan selama penderita mampu

Disfungsi Diastolik 

Terdapat persamaan dan perbedaan terapi penderita dengan disfungsi diastolik dan

disfugnsi sistolik. Tujuan terapi pada disfungsi diastolik adalah mengurangi keluhan dan

menurunkan tekanan pengisian ventrikel yang meninggi tanpa mengakibatkan

 penurunan curah jantung yang bermakna. Tujuan ini dapat dicapai dengan pemakaian

diuretik dan nitrat dengan bijak. Karena curah jantung yang adekuat tergantung pada

Page 68: Resume Skenario 4

7/16/2019 Resume Skenario 4

http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 68/133

tekanan pengisian yang meninggi, maka tindakan pemberian nitrat dan / atau diuretik 

tersebut cenderung menimbulkan hipotensi, jadi dosis awal nitrat dan diuretika harus

kecil, dan efek merugikan dimonitor dengan cermat. Antagonis calcium dan beta

 blocker diperkirakan secara langsung memperbaiki disfungsi diastolik dengan

memperkuat relaksasi ventrikel atau memperbaiki compliance, tetapi data yang

menunjang pendapat ini masih terlalu sedikit. Beta blocker mungkin memperbaiki

 pengisian diastolik karena menurunkan kecepatan denyut jantung, juga disini tidak ada

data yang cukup.

Karena pada disfungsi diastolik biasanya fungsi sistolik normal, obat dengan inotropik 

 positif tidak banyak manfaatnya. Bila disfungsi diastolik berlanjut, dikemudian hari

akan terjadi disfungsi sistolik 

Terapi D isfungsi Diastolik Ventri kel Kir i 

Tujuan terapi farmakologik pada penderita dengan disfungsi diastolik adalah

mengendalikan gejala / keluhan dengan menurunkan tekanan pengisian ventrikel tanpa

menurunkan curah jantung.

1. Diuretik & Nitrat adalah obat pilihan untuk penderita yang simtomatik 

2. Antagonis calcium, beta blocker dan ACEI mungkin bermanfaat 

3. Obat dengan kerja intropik positif yang diindikasikan bila fungsi sistolik normal 

Tindakan / nasihat umum yang diberlakukan pada semua penderita gagal

 jantung : koreksi dari semua faktor yang memperberat atau mencetuskan gagal

 jantung ( mis. Anemia, infeksi, hipertensi, obesitas ). Alkohol dapat

menimbulkan kardiomiopati, dan konsumsi berlebihan dapat

menimbulkanhipertensi. Penyuluhan pada penderita dan keluarganya sangat

 penting. Kegagalan penderita mematuhi intruksi dokter yang merawat adalah

 penyebab utama kegagalan terapi. Dokter yang merawat harus yakin bahwa penderita dan keluarga mempunyai pengertian tentang sebab-sebab gagal

 jantung, prognosa, terapi, retriksi diit, aktivitas, pentingnya kepatuhan dan

gejala-gejala gagal jantung 

Patofisiologi

Sebenarnya tubuh mempunyai kemamuan untuk meghadapi penurunan supply

darahyaitu dengan cara mengkompensasi:

Page 69: Resume Skenario 4

7/16/2019 Resume Skenario 4

http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 69/133

Kerusakan miokardium akan menyebabkan mekanisme kompensasi baik 

hemodinamik maupun neurohormonal dimana pada awalnya akan terjadi peningkatan

inotropi, namun akan diikuti dengan meningkatnya wall stress.

a. Mekanisme frank Starling

Menurutnya kemampuan pengosongan ventrikel akan menaikkan volume akhir 

diastole, yang melalui mekanisme Frank Starling akan meningkatakn kekuatan dan

frekuensi kontraksi

 b. Aktivasi sistem saraf simpatis

Aktivasi simpatis pada awal terjadinya gaga jantung akan menyebabkan takikardia,

meningkatnya kekuatan kontraksi dan vasokontriksi perifer 

c. Hipertrofi venterikel kiri

Pada awalnya, hipertrofi ventrikel ini terjadi akibat meningkatnya wall stress,

namun akan menyebabkan kekakuan ventrikel

d. Aktivasi sistem RAA

Aktivasi sitem ini akan meningkatkan vasokontriksi (akibat efek angiotensin II) dan

retensi garam serta air 

e. Retensi air dan garam

Retensi ini akan menaikkan venous return (preload), namun terjadi juga peningaktan

wall stress ventrikel kiri

f. ANP dan BNP

Perengan atrium akan menyebabkan telepasnya ANP dan BNP yang

akanmenghambat pelepasan noradrenalin sehingga terjai natriuresis dan

vasodialtasi, yang akan menurunkan sterss hemodinamik.

Hal- hal yng semula merupakan mekanisme kompensasi, apabila berlebihan maka akan

menyebabkan gagal jantung. Gagal jantung ini biasanya berupa gagal jantungkontraktilitas (sistolik) ataupun relaksasi ( diastolic) DEKOMPENSASI JANTUNG

GJ forward (kedepan) dengan gambaran klinis sebagai cardiac putpur (curah jantung)

yang rendah dan berkurangnya perfusi organ vital seperti gagal ginjal, hipotensi dan

disfungsi hati.

GJ backward (ke belakang) dengan gejala klinis utama adalah bendungan paru

sehingga akan sesak nafas saat aktivitas, sesak napas (orthopnea) yang memburuk 

ketika penderita tidur terlentang, paroxysmal, nocturnal dyspnea adalah episode sesak 

Page 70: Resume Skenario 4

7/16/2019 Resume Skenario 4

http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 70/133

naps yang mucul tiba-tiba pada waktu tidur malam, masih non udem Kemudian

apabila telah terjadi komplikasi seperti HT maka akan diikuti gagal jantung kanan  

manifestasi klinis: naiknya tekanan darah atrium kanan dan vena sistemik. Gejalanya

adalah Udema yaitu pembengkakan tanpa rasa sakit, merupakan akumulasi cairan pada

 jaringan lunak, terutama di kaki. Dapat juga cairan terisi pada rongga peritoneal

(ascites) : efusi pleural dan efusi perikardial, bila tubuh terisi cairan tersebut dikatakan

sebagai anasarca ataudtopsy.

  Akan tetapi bisa juga kelainan hanya di jantung kanan saja yang biasanya

disebabkan oleh: kel congenital, cor pulmonal (PPOK), emboli pulmo, HT paru

 primer 

I.  Clinical asessement

Anamnesis

Tentukan decom berdasarkan gejala klinis

Tentukan penyebab yang mendasari

Kriteria gagal jantung:

Mayor:

1.  PND (Paroxysmal Nocturnal Dyspnoe) 

2.  Kardiomegali

3.  Gallop S3/S4

4.  Peningkatan JVP

5.  Refluks Hepatojugular

6.  Ronkhi /rales basal paru (akhir inspirasi) tidak nyaring 

7.  Edema paru akut 

8.  Peningkata tekanan vena > 16 cm H2O 

Minor 

1.  Edema tungkai

2.  Batuk malam hari

3.  Dyspnoe on effort (DOE) 

4.  Hepatomegali

5.  Efusi pleura 

6.  Takikardia (>120 menit) 

7.  Kapasitas vital berkurang menjadi 1/3 maksimum. 

Page 71: Resume Skenario 4

7/16/2019 Resume Skenario 4

http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 71/133

Dx 2 mayor atau 1 mayor 2 minor 

Dx : DC + etiologinya ( LHF fc III ec AMI anterior ) 

DC : - Peny.Paru :Pneumonia,PPOK,Asma eksaserbasi akut ARDS

- Peny.Ginjal : GGA/GGK, SN,Diabetik Nefropatik 

- Peny.Hati : Sirosis hepatic

- Sind.Hiperventilasi : Psikogenik / Ansietas berat

Pemeriksaan fisik 

-  Hipertrofi jantung

-  Tanda2 PPOK 

Laboratorium

Hb, elektrolit 

Pemeriksaan penunjang

 Non invasif :

1.  EKG tidak menunjukkan kelainan khas, namun dapat terlihat misal adanya

gambaran infark miokard atau iskemia yang menyebabkan gagal jantung akut.

Pada gagal jantung kronik sering terlihat gambaran hipertrofi ventrikuler,

 pembesaran atrium atau gangguan konduksi.

2.  Foto torak PA (CTR) kardiomegali, timbulnya perselubungan paru dibagian

 bawah dan meningkatnya corakan bronkovaskular / gambaran redistribusi paru

 berupa melebarnya vena dari arah perifer. Bila tekanan pulmonal > 20 mmHg

akan terjadi edema interlobaris, dengan terlihatnya Kerley B lines, dan bila

tekanan lebih tinggi akan menunjukkan gambaran edema paru berupa butterfly

like appearance.3.  Ekokardiografi

4.  Tes Fungsi paru

5.  ULBJ

6.  Kardiologi nuklir 

7.  Angiografi

8.  Tes fungsi ginjal atau tiroid

Invasif : Kateterisasi

Page 72: Resume Skenario 4

7/16/2019 Resume Skenario 4

http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 72/133

TATA LAKSANA

Alur tata laksana gagal jantung:

  Tetapkan decomp cordis

  Pasikan gejala

  Tentukan etiologi

  Identifikasi penyakit penyerta

  Menilai beratnya gejala

  Estimasi prognosis

  Antisipasi komplikasi

  Konseling pasien dan keluarga

  Memilih tatal kasan yg tepat

  Mintor perkembangan

Dalam tata laksana gagal jantung terdiri dari non farmakologi dan farmalogi:

TERAPI NON FARMAKO

Terapi gagal jantung dibagi atas terapi non farmakologi dan farmakologi.

Terapi non farmakologi terdiri atas:

-  Diet : Pasien gagal jantung dengan diabetes, dislipidemia atau obesitas harus

diberi diet yang sesuai untuk menurunkan gula darah, lipid darah atau berat

 badannya. Asupan NaCl harus dibatasi menjadi (< 1500 mg/ hari), atau kurang

dari 2g/hari untuk gagal jantung sedang sampai berat. Restriksi cairan menjadi

1,5-2L/hari hanya untuk gagal jantung berat.

-  Vaksinasi terhadap influenza

-  Merokok : Harus dehentikan

-  Aktivitas fisik : Olahraga yang teratur seperti berjalan atau bersepeda

dianjurkan untuk pasien gagl jantung yang stabil (NYHA kelas II-III) dengan

intensitas yang nyaman bagi pasien.

-  Istirahat : Dianjurkan untuk gagal jantung akut atau tidak stabil

-  Bepergian : Hindari tempat-tampat tinggi dan tempat-tempat yang sangat panas

atau lembab, dan gunakan penerbangan-penerbangan pendek.

Diet Pada Pasien Penyakit Jantung

1.  Tujuan :

Page 73: Resume Skenario 4

7/16/2019 Resume Skenario 4

http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 73/133

a.  Memberikan makanan secukupnya tanpa memberatkan pekerjaan

 jantung, menurunkan berat badan bila terlalu gemuk.

 b.  Mencegah/menghilangkan penimbunan garam/air.

2.  Syarat diet pada penyakit jantung adalah

a.  Kalori rendah terutama bagi pasien yang terlalu gemuk 

 b.  Protein dan lemak sedang

c.  Cukup vitamin dan mineral

d.  Rendah garam bila ada tekanan darah tinggi dan/atau edema

e.  Mudah dicerna

f.  Tidak merangsang timbulnya gas

g.  Dalam porsi kecil dan diberikan sering

3.  Diet jantung I

a.  Diberikan kepada pasien dengan IMA atau gagal jantung kongestif berat

 b.  Diberikan berupa 1-1½ liter cairan sehari selama 1-2 hari pertama bila

 pasien dapat menerimanya

c.  Makanan ini sangat rendah kalori dan semua zat gizi, 835 kalori, 21 g

 protein, 24 g lemak, 140 g karbohidrat, dan 304 mg natrium

4.  Diet jantung II

a.  Diberikan secara berangsur dalam bentuk lunak setelah fase akut IMA

teratasi

 b.  Menurut beratnya hipertensi atau edema yang menyertai penyakit,

makanan diberikan sebagai diet jantung II rendah garam

c.  Makanan ini rendah kalori, protein, dan tiamin

d.   Nilai gizi diet ini adalah 1325 kalori, 44 g protein, 35 g lemak, 215 g

karbohidrat, dan 248 mg natrium5.  Diet jantung III

a.  Diberikan sebagai makanan perpindahan dari diet jantung II atau kepada

 penyakit jantung yang tidak terlalu berat

 b.  Makanan diberikan dalam bentuk mudah cerna bentuk lunak atau biasa

c.  Makanan ini rendah kalori tapi cukup zat gizi lain

d.  Menurut beratnya hipertensi atau edema yang menyertai penyakit,

makanan diberikan sebagai diet jantung III rendah garam

Page 74: Resume Skenario 4

7/16/2019 Resume Skenario 4

http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 74/133

e.   Nilai gizi diet ini adalah 1756 kalori, 64 g protein, 41 g lemak, 290 g

karbohidrat, dan 172 mg natrium

6.  Diet jantung IV

a.  Diberikan sebagai makanan perpindahan dari diet jantung III atau kepada

 penyakit jantung ringan

 b.  Makanan diberikan dalam bentuk biasa

c.  Makanan ini cukup kalori dan zat gizi lain

d.  Menurut beratnya hipertensi atau edema yang menyertai penyakit,

makanan diberikan sebagai diet jantung IV rendah garam

e.   Nilai gizi diet ini adalah 2023 kalori, 67 g protein, 51 g lemak, 329 g

karbohidrat, dan 172 mg natrium

FARMAKOLOGI

I.  MENINGKATKAN OKSIGENASI beri oksigen. Turunkan kebutuhan  

istirahat/ pembatasan aktivitas fisik 

Oksigen 100% diberikan dengan sungkup (msk). Penderita diatur dalam posisi ½

duduk untuk mengurangi venous return dengan pooling darah di tubuh bagian

 bawah. Bila hipoksia masih belum terkoreksi. Diberikan ventilasi tekanan positif 

melalui sungkup (CPAP). Intubais dengan PEEP rendah / 5 dapat diberikan pada

diberikan pada penderita dengan kondisi berat.

II.  MEMPERBAIKI KONTRAKTILITAS JANTUNG

  Atasi keadaan yang reversibel : tirotoksikosis, miksedema, aritmia

  DIGITALIS:

Farmakodinamik  

Sifat farmakodinamik utama digitalis adalah inotropik positif , yaitu

meningkatkan kekuatan kontraksi miokardium. Pada penderita yang mengalami

gangguan fungsi sistolik, efek inotropik positif ini akan menyebabkan

 peningkatan curah jantung sehingga tekanan vena berkurang, ukuran jantung

mengecil, dan refleks takikardia yang merupakan kompensasi jantung,

diperlambat. Tekanan vena yang berkurang akan mengurangi gejala bendungan,

sedangkan sirkulasi yang membaik, termasuk ke ginjal, akan meningkatkan

diuresis dan hilangnya edem. Digitalis juga menyebabkan perlambatan denyut

ventrikel pada fibrilasi dan flutter atrium, dan pada kadar toksik menimbulkan

Page 75: Resume Skenario 4

7/16/2019 Resume Skenario 4

http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 75/133

disritmia. Jadi, efektivitas digitalis pada gagal jantung kongestif timbul karena

kerja langsungnya dalam meningkatkan kontraksi miokardium.

Digitalis juga bekerja langsung pada otot polos pembuluh darah, selain itu

efeknya pada jaringan saraf mempengaruhi secara tidak langsung aktivitas

mekanik dan listrik jantung serta resistensi dan daya tampung pembuluh darah.

Akhirnya, perubahan dalam sirkulasi akibat digitalis sering diikuti oleh

 perubahan refleks pada aktivitas autonom dan keseimbangan hormonal yang

secara tidak langsung berpengaruh baik terhadap fungsi kardiovaskuler.

Farmakokinetik 

Digitalis menghambat aktivitas enzim NaK-ATPase, sehingga pemecahan ATP

untuk menghasilkan energi bagi pompa Na terhambat akibatnya Na intrasel meningkat

karena tidak bisa keluar ke ekstrasel. Pertukaran Ca intrasel dengan Na ekstrasel pun

terganggu, sehingga Ca intrasel meningkat. Ca yang meningkat dalam sel akan

 berikatan dengan troponin-tropomiosin dan komplek ini akan meningkatkan kontraksi

aktin dan miosin yang dikenal sebagai sliding mechanism.

Metabolisme digitalis berlangsung di hepar oleh enzim mikrosom hepar sebagai

klirens non-renal. Proses metabolisme ini, dapat dipercepat oleh berbagai obat tertentu

yang merangsang aktivitas enzim tersebut, seperti misalnya fenobarbital, rifampisin,

fenilbutason, dan lain-lain.

Ekskresi digitalis terutama melalui ginjal dan disebut sebagai klirens renal . Waktu

 paruh eliminasi digoksin melalui ginjal umumnya tercapai dalam 1-2 hari dan digitoksin

 bahkan mencapai 7 hari.

Digitalis mempunyai efek inotropik positif , artinya memperkuat kontraksi otot

 jantung, disamping itu juga mempunyai efek kronotopik negatif , artinya menekan iramasinus sehingga denyut jantung menjadi lebih lambat. Oleh karena itu, digitalis sangat

 berguna meningkatkan kontraksi jantung pada penderita gagal jantung dan menekan

 berbagai aritmia supraventrikuler, seperti fibrilasi atrium, fluter atrium, takikardia

atrium dan lain-lain.

Indikasi

Gagal jantung kongestif. Digitalis akan memperkuat kontraktilitas miokard,

sehingga curah jantung akan meningkat, di samping itu digitalis sangat efektif untuk 

Page 76: Resume Skenario 4

7/16/2019 Resume Skenario 4

http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 76/133

menanggulangi berbagai aritmia supraventrikuler, seperti fibrilasi atrium, fluter atrium,

takikardia atrium, dan sebagainya.

Kontra Indikasi 

Digitalis tidak boleh digunakan pada kardiomiopati hipertropik obstruktif 

(kecuali jika terdapat fibrilasi atrium pada gagal jantung kongestif), karena efek 

inotropik positifnya akan memperberat obstruksi di ventrikel. Digitalis harus dihentikan

 pada keadaan-keadaan yang diduga timbulnya keracunan digitalis.

Efek Samping 

Digitalis sering menyebabkan terjadinya blok AV total, blok SA total,

munculnya irama  junctional AV , takikardia atrium paroksismal, VES bigemini,

takikardia dan fibrilasi ventrikel. Berbagai keluhan Gastro-Intestinal seperti

mual dan muntah, gejala-gejala neurologi seperti sakit kepala, pusing, gangguan

 penglihatan, kejang , delirium, dan sebagainya. Kadang-kadang pula timbul

reaksi hipersensitivitas seperti rash, trombositopenia, purpura dan eosinofilia.

Dosis 

Dosis awal (loading dose) diperlukan pada kasus-kasus yang memerlukan efek 

terapeutik yang konstan dalam waktu yang lebih pendek, karena distribusi digitalis tidak 

hanya ke otot jantung, tapi juga menyebar ke organ-organ lain. Dosis awal digitalisasi

umumnya 0,75-1 mg secara intravena dan dosis ini  akan memberikan kadar puncak 

digitalis dalam plasma sekitar 95 mg/ml tanpa efek toksik. Kadar terapeutik normal

digitalis dalam plasma adalah 1-2 mg/ml (=1,3-2,6 nmol/l). Walaupun demikian, nilai

tersebut tidak sepenuhnya bisa menggambarkan kemungkinan intoksikasi yang terjadi.

Digitalis per oral dilakukan lebih lama (2 x 1 tablet sehari untuk 2 hari, atau 3 x

1 tablet sehari untuk 1 hari, lalu diikuti dengan maintainance 1 tablet sehari.

Digitalis yang tersedia dipasaran umumnya terbentuk tablet lanatosid C 0,25 mg,digoksin 0,25 mg, beta-metildigoksin 0,1 mg atau sedilanid 0,4 mg/2ml untuk 

 pemakaian intramuskuler atau intravena.

Intoksikasi

Rasio terapi digitalis sangat sempit sehingga 5-20% penderita umumnya

memperlihatkan gejala toksik dengan manifestasi yang sukar dibedakan dengan tanda-

tanda gagal jantung. Keracunan ini biasa terjadi karena :

1. Pemberian dosis beban yang terlalu cepat

Page 77: Resume Skenario 4

7/16/2019 Resume Skenario 4

http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 77/133

2. Akumulasi akibat dosis penunjang yang terlalu besar 

3. Adanya predisposisi untuk keracunan

4. Takar layak 

Efek toksik digitalis sering dijumpai dan dapat berat sehingga menyebabkan

kematian. Sebab yang paling sering ialah pemberian bersama diuretik yang

menyebabkan depresi kalium. Gejalanya berbeda-beda, dapat mengenai hampir semua

sistem organ dalam tubuh, dan umumnya merupakan kelanjutan dari efek 

farmakodinamiknya. Efek toksik utama ialah terhadap jantung yang bila luput dari

 perhatian atau tidak ditangani dengan baik sering kali berakhir dengan kematian. Karena

itu para dokter harus mengetahui tanda-tanda awal keracunan, mengenal kondisi

 penderita, mengenal obat-obat yang meningkatkan risiko keracunan, dan menguasai

cara mengatasi keracunan.

Gagal jantung dapat merupakan suatu komplikasi dari :

1.  Aritmia

2.  Aneurisma kardial

3.  Hipertensi pulmonum.

Dosis:

-  Digoksin oral u/ digitalis cepat 0,5-2 mg d alam 4-6 dosis selama 24 jam,dan

dilanjutkan 2x0,5 mg selama 2-4 hari

-  Digoksin IV 0,75 mg dalam 4 dosis selama 24 jam

-  Cedilanid iv 1,2-1,6 mg dalam 24 jam

a.  Dosis penunjang untuk gagal jantung : digoksin 0,25 mg/hari. Unruk pasien

usia lanjut dan gagal ginjal dosis disesuaikan

 b.  Dosis penunjang digoksin untuk fibrilasi atrium 0,25 mg

c.  Digoksin cepat diberikan untuk mengatasi edema pulmonal akut berat:

-  Digoksin: 1-1,5 mg iv perlahan

-  Cedilanid: : 0,4-0,8 iv perlahan

Cara pemberian digitalis disesuaikan dengan keadaan klinis, misanya pada gagal

 jantung berat, takikardi, sesak nafas hebat berikan digitalis cepat, dan sebaliknya

apabila ringan berikan digitalis lambat. Pemberian peroral paling aman. Pemberian

Page 78: Resume Skenario 4

7/16/2019 Resume Skenario 4

http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 78/133

dosis besar hanya bila fibrilasi atrium, iv diberkan hanya pada keadaan darurat dan

harus diberikan secara perlahan.

Cara pemberian digitalis ( lanjutkan sendiri lihat di kapita selekta)

Dosis permulaan digitalis Dosis pemeliharaan

Cepat Lambat

Cedilanid 1-2 ml IV 1-2 ml

tiap 4-6 jamsampai

tercapai digitalis

Digoksin

Folia digitalis

Farmakokinetik preparat digitalis:

 Nama

 preparat

Mulai kerja Efek maksimum Pengeluaran

IV Oral iv oral

Digoksin 10-30 menit 1-2 jam 2-3 jam 3-6 jam 3-6 hari

Cedilanid 10-30 menit 2-3 jam 3-6 hari

Folia

digitalis

2-4 jam 8-10 jam 2-3 minggu

Kontraindikasi digitalis

Keadan keracunan digitalis berupa bradikardi, gangguan irama, dan konduksi

 jantung berupa blok AV derajat II dan III, atau ekstrasstolik ventrikuler lebih dari 5

kali permenit. Anoreksia, mual, muntah, diare, gangguan penglihatan.

Kontraindikasi relaif:

Penyakit kardiopulmonal, IMA, gagal ginjal, mikarditis, PPOK, hipokalemia,

 penyertaan obat yang menghambat konduksi jantung.

Pada keadaan intoksikasi digitalis digunakan dilantin 3x 100 mg sampi intioksikasi

mereda.

III. MENURUNKAN BEBAN JANTUNG

  Menurunkan beben awal

a.  Diet rendah garam

Pada gagal jantung kelas IV diberikan: digoksin, diuretik, ACEI karena usia

harapan hidup sudah pendek 

Page 79: Resume Skenario 4

7/16/2019 Resume Skenario 4

http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 79/133

Untuk kelas II atau III berikan:

1.  Diuretik : dosis rendah atau menengah ( furosmid 40-80 mg)

2.  Digoksin: pada pasien dengan fibrilasi atrium mupun kelaianan irama

sinus

3.  ACEI ( kaptopril mulai 2x 6,25 mg), isosorbid dinitrat (ISDN) pada

 pasein dengan kemampuan aktivitas fisik yang terganggu atau adanya

iskemia yang menetap dengan dosis mulai 3x 10-15 mg semua obat ini

harus dititrsi dengan lambat.

Penggunaan dalam terapi:

Digunakan u terapi gagal jantung ventrikel kiri yang telah diberikan

diuretik dan vasodilator, tidak diindikasikan untuk gagal jantung

diastolik ventrikel kanan. Dobutamin dan obat inotropik lain dierikan IV

di RS, obat digitalis ini adalah bat yg baik digunkan oral dan bekerja

cepat.

 b.  DIURETIK,

furosemid 40-80 mg. Dosis penunjang rata-rata 20 mg bial hipokalemia bisa

diganti dengan spironolakton atau garam kalium.

Obat ini mengurangi ongesti pulmonal dan edema perifer, mengurangi gejala

volume berlebihan. Tiazid digunakan untuk pasien dengan bersihan kreatinin

< 50 ml/menit, loop digunakan untuk insufisiensi ginjal.

Efek samping:

 penurunan cardiac output, mengganggu fungsi ginjal, menyebabkan

kelemahan umum, edema yang refrakter.

c. 

VASODILATOR 

-  ARTERIODILATOR 

Mengurangi beban tahanan pada aorta sehingga meningkatkan stroke

volume. Diberikan pada penderita dengan cardiac output yang rendah yang

ditandai dengan kelelahan umum (fatigue).

Contoh: hydralazin, minoxidil, diazoxide dan fenoldopam.

-  VENODILATOR 

Page 80: Resume Skenario 4

7/16/2019 Resume Skenario 4

http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 80/133

Mengurangi tekanan pengisian ventrikel kiri sehingga dapat meningkatkan

daya tampung ventrikel kiri. Diberikan pada penderita yang tekanan

 pengisiannya tinggi, gejalanya berupa sesak nafas. Pemberian venodilator 

ini dapat menyebabkan hilangnya bendungan paru sehingga memudahkan

 pasien untuk bernafas secara normal.

Contoh: nitrat organic.

-  ARTERIOL & VENA

Diberikan pada penderita gagal jantung kronis.

Contoh: ACEI, α blocker, nitroprusside. 

-  ACEI

Merupakan pilihan untuk gagal jantung dan lebi baik dibanding vasodilator 

lain. Perannya yaiu menghambat pembntukan Ang II, sehingga bisa mencegah

vasokontriksi dan pembentukan bradikinin sebagai vasodilaor serta mencegah

ambentukan adosteron yg menyebabkan retensi air dan garam.

Kerj pada jantung menurunkan resistensi vaskuler, vena, tekanan darah

sehingga meningkatkan curah jantung. Penggunaan ACEI (enalapril) ini sangat

 berperan dalam menurunkan mortalitas pada IM, stroke, aritmik. Dan akan

memperbaiki gejala klinis pada pasien yang hanya mendapatkan diuretik ata

digoksin saja.

Indikasi:

d.  Untuk pasien yg menderta dispnea ringan tanpa overload

e.  Untuk gagal jantung kongesti yg fraksi ejeksi < 35%

f.  Pasien dengan infark mikard, u terapi jangka panjang

g.  Baik untuk gagal jantung gagal ventrikel kiri.

Efek samping:h.  Hipotensi postural

i.  Insufisiensi ginjal

 j.  Hiperkalemia

k.  Batu kering menetap

l.  Harus di monitoring

Perhatian: jangan dipakai unu wanita hamil

Page 81: Resume Skenario 4

7/16/2019 Resume Skenario 4

http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 81/133

m.  Dilator langsung diberikan untuk pasien yg intoleran acei. biasanya

digunakan kombinasi hidralazin dan ISDN, amlodipin, felodipin. Lebih

inotropik negatif dibanding CCB, dan menghmabt efek simpatis

  Menurnkan beban akhir  dilator arteriol

EDEMA PARU AKUT

Edema paru terjadi oleh karena adanya aliran cairan dari darah ke ruang

intersisial paru yang selanjutnya ke alveoli paru, melebihi aliran cairan kembali ke

Page 82: Resume Skenario 4

7/16/2019 Resume Skenario 4

http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 82/133

darah atau melalui saluran limfatik. Edema paru disebabkan oleh tekanan intravascular 

yang tinggi (edema paru kardiak) atau peningkatan permeabilitas membrane kapiler 

(edema paru nonkardiak) yang mengakibatkan terjadinya ekstravasasi cairan secara

tepat.

Edema paru dibedakan oleh karena sebab Kardiogenik dan NonKardiogenik. Hal

ini penting diketahui oleh karena pengobatannya sangat berbeda. Edema Paru

Kardiogenik disebabkan oleh adanya Payah Jantung Kiri apapun sebabnya. Edema Paru

Kardiogenik yang akut disebabkan oleh adanya Payah Jantung Kiri Akut. Tetapi dengan

adanya faktor presipitasi, dapat terjadi pula pada penderita Payah Jantung Kiri Kronik.

KLASIFIKASI

Edema Paru dapat terjadi oleh karena banyak mekanisme

yaitu :

I. Ketidakseimbangan Starling Forces :

A.  Peningkatan tekanan kapiler paru :

1.  Peningkatan tekanan vena paru tanpa adanya gangguan fungsi ventrikel

kiri (stenosis mitral).

2.  Peningkatan tekanan vena paru sekunder oleh karena gangguan fungsi

ventrikel kiri.

3.  Peningkatan tekanan kapiler paru sekunder oleh karena peningkatan

tekanan arteria pulmonalis (over perfusion pulmonary edema).

B.  Penurunan tekanan onkotik plasma.

Hipoalbuminemia sekunder oleh karena penyakit ginjal, hati,  protein-

losing enteropaday, penyakit dermatologi atau penyakit nutrisi.

C. 

Peningkatan tekanan negatif intersisial :1.  Pengambilan terlalu cepat pneumotorak atau efusi pleura (unilateral).

2.  Tekanan pleura yang sangat negatif oleh karena obstruksi saluran napas

akut bersamaan dengan peningkatan end-expiratory volume (asma).

D.  Peningkatan tekanan onkotik intersisial.

Sampai sekarang belum ada contoh secara percobaan maupun klinik.

Page 83: Resume Skenario 4

7/16/2019 Resume Skenario 4

http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 83/133

II. Perubahan permeabilitas membran alveolar-kapiler (Adu lt Respir atory Distress 

Syndrome) 

A.  Pneumonia (bakteri, virus, parasit).

B.  Bahan toksik inhalan (phosgene, ozone, chlorine, asap Teflon®, NO2, dsb).

C.  Bahan asing dalam sirkulasi (bisa ular, endotoksin bakteri, alloxan, alpha-

naphthyl thiourea).

D.  Aspirasi asam lambung.

E.  Pneumonitis radiasi akut.

F.  Bahan vasoaktif endogen (histamin, kinin).

G.  Disseminated Intravascular Coagulation.

H.  Imunologi : pneumonitis hipersensitif, obat nitrofurantoin, leukoagglutinin.

I.  Shock Lung oleh karena trauma di luar toraks.

J.  Pankreatitis Perdarahan Akut.

III. Insufisiensi Limfatik :

A.  Post Lung Transplant.

B.  Lymphangitic Carcinomatosis.

C.  Fibrosing Lymphangitis (silicosis).

IV. Tak diketahui/tak jelas

A.  High Altitude Pulmonary Edema.

B.  Neurogenic Pulmonary Edema.

C.  Narcotic overdose.

D.  Pulmonary embolism.

E.  Eclampsia.

F.   Post Cardioversion.

G.  Post Anesthesia.

H.  Post Cardiopulmonary Bypass.

Dari klasifikasi di atas edema paru dapat disebabkan oleh banyak penyakit. Untuk 

 pengobatan yang tepat tentunya harus diketahui penyakit dasamya.

Page 84: Resume Skenario 4

7/16/2019 Resume Skenario 4

http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 84/133

MANIFESTASI KLINIK EDEMA PARU KARDIOGENIK 

Secara patofisiologi edema paru kardiogenik ditandai dengan transudasi cairan

dengan kandungan protein yang rendah ke paru, akibat terjadinya peningkatan tekanan

di atrium kiri dan sebagian kapiler paru. Transudasi ini terjadi tanpa perubahan

 permeabilitas atau integritas membrane alveoli-kapiler, dan hasil akhir yang terjadi

adalah penurunan kemampuan difusi, hipoksemia dan sesak nafas.

Manifestasi dapat dicari dari keluhan, tanda fisik dan perubahan radiografi (foto

toraks). Gambaran dapat dibagi 3 stadium, meskipun kenyataannya secara klinik sukar 

dideteksi dini.

a.  Stadium 1. Adanya distensi dan pembuluh darah kecil paru yang prominen akan

memperbaiki pertukaran gas di paru dan sedikit meningkatkan kapasitas difusi

gas CO. Keluhan pada stadium ini mungkin hanya berupa adanya sesak napas

saat bekerja. Pemeriksaan fisik juga tak jelas menemukan kelainan, kecuali

mungkin adanya ronkhi pada saat inspirasi karena terbukanya saluran napas

yang tertutup pada saat inspirasi.

 b.  Stadium 2. Pada stadium ini terjadi edema paru intersisial. Batas pembuluh

darah paru menjadi kabur, demikian pula hilus juga menjadi kabur dan septa

interlobularis menebal (garis Kerley B). Adanya penumpukan cairan di jaringan

kendor intersisial, akan lebih memperkecil saluran napas kecil, terutama di

daerah basal oleh karena pengaruh gravitasi. Mungkin pula terjadi refleks

 bronkhokonstriksi. Sering terdapat takhipnea. Meskipun hal ini merupakan tanda

gangguan fungsi ventrikel kiri, tetapi takhipnea juga membantu memompa aliran

limfe sehingga penumpukan cairan intersisial diperlambat. Pada pemeriksaan

spirometri hanya terdapat sedikit perubahan saja.

c. 

Stadium 3. Pada stadium ini terjadi edema alveolar. Pertukaran gas sangatterganggu, terjadi hipoksemia dan hipokapnia. Penderita nampak sesak sekali

dengan batuk berbuih kemerahan. Kapasitas vital dan volume paru yang lain

turun dengan nyata. Terjadi right-to-left intrapulmonary shunt. Penderita

 biasanya menderita hipokapnia, tetapi pada kasus yang berat dapat terjadi

hiperkapnia dan acute respiratory acidemia. Pada keadaan ini morphin hams

digunakan dengan hati-hati (Ingram and Braunwald, 1988). Edema Pam yang

terjadi setelah Infark Miokard Akut biasanya akibat hipertensi kapiler paru.

Page 85: Resume Skenario 4

7/16/2019 Resume Skenario 4

http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 85/133

 Namun percobaan pada anjing yang dilakukan ligasi arteriakoronaria, terjadi

edema paru walaupun tekanan kapiler paru normal, yang dapat dicegah de-ngan

 pemberian indomethacin sebelumnya. Diperkirakan bahwa dengan menghambat

cyclooxygenase atau cyclic nucleotide phosphodiesterase akan mengurangi

edema' paru sekunder akibat peningkatan permeabilitas alveolar-kapiler; pada

manusia masih memerlukan penelitian lebih lanjut. Kadang-kadang penderita

dengan Infark Miokard Akut dan edema paru, tekanan kapiler pasak parunya

normal; hal ini mungkin disebabkan lambatnya pembersihan cairan edema

secara radiografi meskipun tekanan kapiler paru sudah turun atau kemungkinat

lain pada beberapa penderita terjadi peningkatan permeabilitas alveolar-kapiler 

 paru sekunder oleh karena adanya isi sekuncup yang rendah seperti pada

cardiogenic shock lung (Ingram and Brauhwald, 1986).

DIAGNOSIS BANDING EDEMA PARU KARDIAK DAN NONKARDIAK 

Edema paru kardiak Edema paru nonkardiak  

Riwayat Penyakit Penyakit Jantung Akut  Penyakit Dasar di luar 

Jantung 

Pemeriksaan Klinik  Akral dingin Akral hangat

S3 gollop/Kardiomegali Pulsasi nadi meningkat

Distensi vena jugularis Tidak terdengar  gallop

Ronkhi basah Tidak ada distensi vena

 jugularis

Ronkhi kering

Terdapat penyakit dasar 

(peritonitis,

Tes Laboratorium EKG : Iskhemia/infark 7 EKG : biasanya normal

Ro : distribusi edema

 perihiler 

Ro : distribusi edema

 perifer 

Enzim jantung mungkin

meningkat

Enzim jantung biasanya

normal

Tekanan Kapiler Pasak 

Pam > 18 mmHg

Tekanan Kapiler Pasak 

Paru < 18 mmHg

Page 86: Resume Skenario 4

7/16/2019 Resume Skenario 4

http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 86/133

 Intrapulmonary shunting :

mening kat ringan

 Intrapulmonary shunting :

sangat

Cairan edema/protein

serum < 0,5

Cairan edema/serum

 protein > 0,7

DIAGNOSIS EDEMA PARU KARDIOGENIK AKUT

Edema Paru Kardiogenik Akut merupakan keluhan yang paling berat dari

 penderita dengan Payah Jantung Kiri. Gangguan fungsi sistolik dan/atau fungsi diastolik 

ventrikel kiri, stenosis mitral atau keadaan lain yang menyebabkan peningkatan tekanan

atrium kiri dan kapiler paru yang mendadak dan tinggi akan menyebabkan edema paru

kardiogenik dan mempengaruhi pula pemindahan oksigen dalam paru sehingga tekanan

oksigen arteri menjadi berkurang. Di lain pihak rasaseperti tercekik dan berat pada dada

menambah ketakutan penderita sehingga denyut jantung dan tekanan darah

meningkatyang menghambat lebih lanjut pengisian ventrikel kiri. Adanyakegelisahan

dan napas yang berat menambah pula beban jantung yang selanjutnya lebih menurunkan

fungsi jantung oleh karena adanya hipoksia. Apabila lingkaran setan ini tidak segera

diputus penderita akan meninggal.

Edema Paru Kardiogenik Akut berbeda dengan orthopnea dan  paroxysmal 

nocturnal dyspnea  pada Edema Paru Kardiogenik Khronik akibat Payah Jantung Kiri

Khronik, karena timbulnya hipertensi kapiler paru sangat cepat dan tinggi. Pada Edema

Paru Kardiogenik Akut sesak timbul mendadak, penderita sangat gelisah, batuk berbuih

kemerahan, penderita merasa seperti tenggelam. Posisi penderita biasanya lebih enak 

duduk, kelihatan megap-megap. Terdapat napas yang cepat, pernapasan cuping hidung,

retraksi interkostal dan fosa supraklavikularis saat inspirasi yang menunjukkan adanya

tekanan intrapleura yang sangat negatif saat inspirasi. Penderita sering berpegangan pada samping tempat tidur atau kursi supaya dapat menggunakan otot pernapasan

sekunder dengan balk. Penderita mengeluarkan banyak keringat dengan kulit yang

dingin dan sianotik menunjukkan adanya isi semenit yang rendah dan peningkatan

rangsang simpatik.

Auskultasi pada permukaan terdengar ronkhi basah basal halus yang akhimya ke

seluruh paru-paru apabila keadaan bertambah berat: mungkin terdengar pula wheezing.

Page 87: Resume Skenario 4

7/16/2019 Resume Skenario 4

http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 87/133

Auskultasi jantung mungkin sukar karena suara napas yang ramai, tetapi sering

terdengar suara 3 dengan suara pulmonal yang mengeras.

Penderita mungkin merasa nyeri dada hebat terdapat edema paru sekunder akibat

Infark Miokard Akut. Bila tidak terdapat Cardiogenic Shock,  biasanya tekanan darah

melebihi normal akibat kegelisahan dan peningkatan rangsang simpatik. Karena itu

sering keliru diduga edema paru disebabkan Penyakit Jantung Hipertensi. Untuk 

mengetahui hal ini pemeriksaan fundoskopi mata sangat membantu. Apabila tak cepat

diobati akhirnya tekanan darah akan turun sebelum penderita meninggal.

DIAGNOSIS BANDING

Untuk membedakan edema paru kardiogenik dengan edema pare nonkardiogenik secara

 pasti ialah dengan mengukur tekanan kapiler pasak paru dengan memasang kateter 

Swan-Ganz. Pada penderita dengan tekanan kapiler pasak paru atau tekanan diastolik 

arteri pulmonalis melebihi 25 mmHg (atau melebihi 30 mmHg pada penderita yang

sebelumnya terdapat peningkatan khronik tekanan kapiler pant) dan dengan gambaran

klinik edema paru, sangat mencurigakan edema paru kardiogenik.

DIAGNOSIS PENYAKIT DASAR 

Secara patofisiologi penyakit dasar penyebab edema paru kardiogenik dibagi menjadi 3

kelompok :

A.  Peningkatan Afterload (Pressur e overload ) : Terjadi beban yang berlebihan

terhadap ventrikel pada saat sistolik. Contohnya ialah Hipertensi dan Stenosis

Aorta.

B.  Peningkatan preload (Volume overload) : Terjadi beban yang berlebihan saat

diastolik. Contohnya ialah Insufisiensi Mitral, Insufisiensi Aorta, dan penyakit jantung dengan left-to-right shunt (Ventricular Septal Defect).

C.  Gangguan Kontraksi Miokardium Primer : Pada Infark Miokard Akut

 jaringan otot yang sehat berkurang, sedangkan pada Kardiomiopati Kongestif 

terdapat gangguan kontraksi miokardium secara umum.

DIAGNOSIS FAKTOR PRESIPITASI

Page 88: Resume Skenario 4

7/16/2019 Resume Skenario 4

http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 88/133

Penderita Payah Jantung Khronik yang mendapat faktor presipitasi akan dapat

menderita Payah Jantung Kiri Akut dengan tanda-tanda Edema Paru Kardiogenik Akut.

PENGOBATAN

Ditujukan terhadap 3 hal yaitu :

A.  Pengobatan non-spesifik Payah Jantung Kiri Akut.

B.  Pengobatan faktor presipitasi.

C.  Pengobatan penyakit dasar jantungnya.

A. Pengobatan Payah Jantung Kiri Akut :

1.  Oksigen berguna untuk pengobatan Edema Paru Kardiogenik, kadang-kadang

diberikan bersama dengan ventilasi mekanik.

2.  Posisi setengah duduk.

3.  Morphine 2-5 mg diencerkan dengan dektrose atau larutan elektrolit diberikan

titrasi intravena selama 3 menit, sambil dilihat respon klinik berupa

 berkurangnya keluhan dan gejala edema paru maupun efek samping depresi

 pernapasan. Dosis dapat diulang 2-3 kali lagi dengan interval 15 menit apabila

diperlukan. Apabila keadaan tidak begitu gawat, dapat diberikan 8-15 mg

subkutan atau intramuskuler dan dosis dapat diulang setiap 3-4 jam. Sebaiknya

selalu tersedia antagonis morphine yaitu naloxone. Morphine harus dihindari

 pada edema paru yang dihubungkan dengan :

  Perdarahan intrakranial

  Gangguan kesadaran

  Asma bronkhiale

  Penyakit paru khronik 

  Ventilasi yang kurang (pco2meningkat).

4.  Diuretik :

Furosemid atau asam etakrinat 40-60 mg intravena selama 2 menit. Dengan

 pemberian furosemid diuresis terjadi dalam 5 menit, yang mencapai puncak 

dalam 30 menit dan berakhir setelah 2 jam. Tetapi biasanya Edema Paru sudah

 berkurang sebelum efek diuresis terjadi, sehingga diduga efek permulaan

Page 89: Resume Skenario 4

7/16/2019 Resume Skenario 4

http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 89/133

furosemid menyebabkan dilatasi vena. Sebagai tambahan, furosemid juga

mengurangi afterload sehingga memperbaiki pengosongan ventrikel kiri.

5.  Penurunan Preload :

Cara yang dapat dilakukan ialah dengan  Rotating Torniquet  dan  Phlebotomy

sebanyak 500 ml.

6.  Vasodilator :

Pada Edema Paru Kardiogenik Akut sering terjadi peningkatan tekanan darah

arteri dan peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kid, sedangkan Isi

Semenit menurun dan tahanan pembuluh darah sistemik meningkat. Diuretik 

meskipun berguna untuk menurunkan tekanan kapiler paru tetapi berguna sedikit

saja untuk meningkatkan isi semenit. Vasodilator segera menurunkan tekanan

darah sistemik dan pulmonalis dan menghilangkan keluhan edema paru.

Vasodilator yang paling tepat ialah Nitroprusid karena menurunkan tahanan

 pembuluh darah sistemik  (afterload) sehingga meningkatkan isi semenit dan

menyebabkan pula venodilatasi (menurunkan  preload) sehingga menurunkan

tekanan kapiler para. Dosis awa140-80 ug/menit, dinaikkan 5 ug/menit setiap 5

menit sampai edema paru meng-hilang atau tekanan sistolik arteri turun di

 bawah 100 mmHg. Obat lain yang dapat diberikan ialah Nitrogliserin 0,30,6 mg

sublingual yang menimbulkan venodilatasi sehingga dapat menurunkan  preload .

Hati-hati pada penderita Infark Miokard Akut karena dapat menyebabkan

hipotensi. Dapat pula diberikan Isosorbide Dinitrate 2,5-10 mg sublingual setiap

2 jam.

Prazosin mungkin dapat dipakai apabila tidak ada obat lain. Efek maksimum

tercapai dalam 45 menit dan menetap selama 6 jam. Dosis mulai dengan 0,5-1

mg, maksimal 3 x 10 mg/hari.Dengan kombinasi morphine, rotating tourniquet, diuretik dan nitrogliserin

sublingual, sudah didapatkan penurunan  pre-load  yang cukup besar untuk 

menghindarkan flebotom.

7.   Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor :

Dengan pemberian kaptopril oral, efek sudah timbal dalam 0,5 jam, maksimal

setelah 1-1,5 jam dan menetap selama 6-8 jam. Dosis dapat dimulai dengan 6,25

mg, efek maksimal tercapai dengan dosis 3 x 25-50 mg/hari.

Page 90: Resume Skenario 4

7/16/2019 Resume Skenario 4

http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 90/133

8.  Inotropik 

Pada penderita yang belum pernah mendapatkan, dapat diberikan digitalis.

Untuk digitalisasi dapat diberikan Deslanoside (Cedilanide-D) 0,8 mg intravena

diteruskan 0,2-0,4. setiap 2-4 jam dengan maksimum 1,6-2,0 mg/24 jam atau

Digoxin 0,25-0,5 mg intravena diteruskan 0,25 mg setiap 4-6 jam dengan dosis

total 0,75-1,0 mg/24 jam. Untuk dosis pertahanan diberikan Digoxin oral 0,25-

0,5 mg/hari (AMA, 1986; Opie, 1980; Smith et a1,1988). Digitalis biasanya

tidak boleh diberikan dalam waktu 48 jam pertama setelah Infark Miokard Akut.

Kalau terdapat Takhiaritmia Supraventrikuler yang cepat dapat diobati dengan

kardioversi.

Obat lain yang dapat dipakai ialah golongan simpatomimetik (Dopamine,

Dobutamine) dan golongan inhibitor phosphodiesterase (Amrinone, Milrinone,

Enoximone, Piroximone). Dopamine dosis 2-5 ug/kg/meuit, menunjukkan efek 

inotropik positif tanpa perubahan denyut jantung atau tahanan perifer yang

 berarti. Pada dosis 5-10 ug/kg/menit mulai terjadi peningkatan tekanan darah,

denyut jantung dan tahanan perifer dan aliran darah ke ginjal mungkin menurun.

Efek samping aritmia mulai timbal pada dosis 10 ug/kg/menit, sedangkan efek 

vasokon-striksi timbul pada dosis 15 ug/kg/menit.

Dobutamine - dosis biasanya antara 2,5 - 10 ug/kg/menit,kadang-kadang cukup

0,5 ug/kg/menit, tetapi dapat pula sampai 40 ug/kg/menit. Yang perlu

diperhatikan ialah tidak terdapat hipovolemia.

Amrinone dosis awal bolus intravena 0,75 mg/kg selama 2-3 menit, dilanjutkan

5-10 mcg/kg/menit. Apabila diperlukan dapat ditambah bolus lagi 0,75 mg

setelah 30 n,enit. Dosis total tidak boleh melebihi 10 mg/kg.

Milrinone, Enoximone dan Piroximone sedang dalam penelitian.9.  Aminophylline :

Berguna apabila edema paru disertai bronkhokonstriksi atau pada penderita yang

 belum jelas edema paru oleh karena Asma Bronkhiale atau Asma Kardiale,

karena selain bersifat bronkhodilator juga mempunyai efek inotropik positif,

venodilatasi ringan dan diuretik ringan. Dosis biasanya 5 mg/kg BB intravena

dalam 10 menit, dilanjutkan drip intravena 0,5 mg/kg BB/jam. Dosis dikurangi

 pada orang tua, penyakit hati dan gangguan fungsi ginjal. Setelah 12 jam dosis

Page 91: Resume Skenario 4

7/16/2019 Resume Skenario 4

http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 91/133

dikurangi menjadi 0,1 mg/kg BB/jam. Kadar dalam darah yang optimal ialah 10-

20 mg/liter. Efek samping yang dapat terjadi sakit kepala, muka merah, palpitasi

nyeri dada, hipotensi dan sangat jarang kejang-kejang. Efek samping yang

 paling berbahaya ialah kematian mendadak oleh karena aritmia ventrikel dan

hipotensi.

B.  Diagnosis dan Pengobatan Faktor Presipitasi :

Pada penderita dengan edema paru akut sering dapat diketemukan beberapa

faktor presipitasi yaitu antara lain infark/ iskhemia miokard akut,

takhiaritmia/bradiaritmia, kelebihan cairan, infeksi berat, emboli paru, tirotoksikosis

(krisis tiroid) atau anemia yang berat, dan sebagainya. Faktor presipitasi ini juga harus

diobati.

C.  Diagnosis dan Pengobatan Penyakit Dasar Jantungnya

Apabila tindakan-tindakan darurat telah dikerjakan, harus segera dicari diagnosis

 penyakit dasar jantungnya. Dengan Anamnesis yang baik, pemeriksaan fisik yang teliti,

 pemeriksaan Elektrokardiogram dan Foto dada, biasanya diagnosis sudah dapat

ditegakkan. Ekhokardiogram mungkin berguna pada penderita dengan Mitral Stenosis,

Miksoma Atrium Kiri, Kardiomiopati Kongestif dan Kardiomiopati Hipertropik 

Obstruktif.

Tapi perlu diperhatikan bahwa diagnosa ekhokardiogram pada penderita dalam

keadaan gawat sukar dilakukan karena penderita biasanya gelisah. Pemeriksaan

Kateterisasi Jantung Kanan dengan kateter  Swan-Ganz   berguna selain untuk 

membedakan Edema Paru Kardiogenik dengan Nonkardiogenik, juga untuk mengetahui

komplikasi Defek Septum Interventrikuler dan Insufisiensi Mitral pada penderita Infark Miokard Akut. Pemeriksaan biakan darah pada endokarditis infeksi dan enzim CK-MB

(MB-CPK) pada kecurigaan Infark Miokard Akut penting untuk dikerjakan. Angiografi

radioisotop mungkin berguna untuk menilai fungsi ventrikel kiri.

Kadang-kadang diperlukan tindakan pembedahan untuk menghilangkan Edema

Para pada penderita dengan Endokarditis Infeksi, Gangguan Fungsi Katup Protese,

Miksoma Atrium Kiri yang prolaps, Stenosis Aorta atau-Mitral yang berat, Defek 

Septum Interventrikuler atau Insufisiensi Mitral akibat Infark Miokard Akut. Apabila

Page 92: Resume Skenario 4

7/16/2019 Resume Skenario 4

http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 92/133

memungkinkan keadaan penderita dibuat stabil dulu.  Balloon valvuloplasty mungkin

dapat dikerjakan pada penderita S tenosis Aorta atau Mitral yang berat apabila

 pembedahan mempunyai risiko yang tinggi.

RINGKASAN

Edema Paru terjadi akibat aliran cairan dari darah ke ruang intersisial melebihi

aliran cairan kembali ke darah dan saluran limfe. Edema Paru Kardiogenik Akut akibat

Payah Jantung Kiri Akut atau Payah Jantung Khronik yang mendapatkan faktor 

 presipitasi. Edema Paru Kardiogenik Akut (Asma Kardiale) harus dibedakan dengan

Edema Paru Nonkardiogenik dan Asma Bronkhiale.

Diagnosis penderita dengan Edema Paru Kardiogenik Akut meliputi

a) diagnosis edema kardiogenik akut,

 b) diagnosis faktor presipitasi,

c) diagnosis penyakit dasar jantungnya.

Pengobatan Edema Paru Kardiogenik Akut meliputi Morphine 2-5 mg titrasi intravena,

Furosemid 40-60 mg intravena; sebagai vasodilator digunakan Nitroprusside atau

 Nitrogliserin. Dapat pula dipakai Prazosin atau Captopril. Obat inotropik yang dapat

diberikan ialah Digitalis pada penderita yang belum pernah mendapat digitalis. Obat

lain yang dapatdiberikan ialah gplongan simpatomimetik (Dopaminedan Dobutamine)

dan golongan inhibitor phosphodiesterase (Amrinone, Milrinone, Enximone tan

Piroximone). Tindakan yang lain dapat membantu ialah oksigen, posisi duduk, rotating 

tourniquet, atau phlebotomy. 

Komplikasi Metabolik Akut

1. Ketoasidosis diabetik 

Penyebab: perubahan yang relatif akut dari konsentrasi glukosa plasma. Komplikasi

metabolik yang paling serius pada diabetes tipe I adalah ketoasidosis diabetik (DKA).

Jika kadar insulin sangat ↓, pasien akan mengalami: 

a) hiperglikemia dan glukosuria berat.

 b)  penurunan lipogenesis

c)  peningkatan lipolisis

Page 93: Resume Skenario 4

7/16/2019 Resume Skenario 4

http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 93/133

d)  peningkatan oksidasi asam lemak bebas disertai pembentukan badan keton

(asam asetoasetat, β– hidroksi butirat, dan aseton).

Peningkatan keton dalam plasma → ketosis 

↓ 

Meningkatkan beban ion hidrogen dan asidosis metabolik 

Glikosuria dan ketonuria yang jelas

↓ 

Dioresis osmotik 

↓ 

Dehidrasi dan kehilangan elektrolit

↓ 

Hipotensi dan mengalami syok 

↓ 

Koma dan meninggal (akibat penurunan penggunaan oksigen otak)

Koma dan kematian akibat DKA saat ini jarang terjadi, karena pasien maupun tenaga

kesehatan menyadari potensi bahaya komplikasi ini dan pengobatan DKA dapat

dilakukan sedini mungkin.

Terapi:

DKA ditangani dengan:

1.  Perbaikan kekacauan metabolik akibat kekurangan insulin.

2.  Pemulihan keseimbangan air dan elektrolit

3. Pengobatan keadaan yang mempercepat ketoasidosis

Pengobatannya:

o  Insulin (regular) masa kerjanya singkat, diberikan melalui infus intravena.

Infus intravena kontinu atau suntikan intramuskular.

o  Infus glukosa dalam air atau salin akan meningkatkan penggunaan glukosa,

mengurangi lipolisis dan pembentukkan badan keton serta memulihkan

keseimbangan asam basa.

o  Penggantian kalium

Page 94: Resume Skenario 4

7/16/2019 Resume Skenario 4

http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 94/133

o  Karena infeksi berulang dapat meningkatkan kebutuhan insulin sehingga

infeksi dapat mempercepat dekompensasi diabetik akut dan dka, maka perlu

diberi pengobatan antibiotika.

2. Hiperglikemia, hiperosmolar, koma non ketotik (HHNK)

Sering terjadi pada DM tipe 2 yang lebih tua. Bukan karena defisiensi insulin absolut

namun karena hiperglikemia yang muncul tanpa ketosis. Hiperglikemia berat dengan

kadar glukosa serum > 600mg/dL.

Skema hiperglikemia

hiperglikemia

hiperosmolalitas diuresis osmotik dehidrasi berat

tidak sadar dan meninggal

Angka mortalitas dapat tinggi hingga 50%.

Perbedaan utama antara HHNK dan DKA adalah pada HHNK tidak terdapat ketosis.

Terapi HHNK 

1.  Rehidrasi

2.  Penggantian elektrolit

3.  Insulin reguler 

3. H ipoglikemia (reaksi insul in , shock insul in ) merupakan komplikasi terapi insulin.

Klasifikasi Klinis Hipoglikemia Akut

Ringan Simtomatik, dapat diatasi sendiri, tidak ada gangguan aktivitas sehari-hari

yang nyata

Sedang Simtomatik, dapat diatasi sendiri, menimbulkan gangguan aktivitas

sehari-hari yang nyata

Berat Sering (tidak selalu) tidak simtomatik, karena gangguan kognitif pasien

Page 95: Resume Skenario 4

7/16/2019 Resume Skenario 4

http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 95/133

tidak mampu mengatasi sendiri

1.  Membutuhkan pihak ketiga tetapi tidak memerlukan terapi parenteral

2.  Membutuhkan terapi parenteral (glukagon intramuskular atau glukosa

intravena

3.  Disertai dengan koma atau kejang

Penyebab Hipoglikemia

Pada pasien diabetes, hipoglikemia timbul akibat peningkatan kadar insulin yang

kurang tepat, baik sesudah penyuntikan insulin subkutan atau karena obat yang

meningkatkan sekresi insulik seperti sulfonilurea. Oleh sebab itu, dijumpai saat-saat

dan keadaan tertentu di mana pasien diabetes mungkin akan mengalami kejadianhipoglikemia. Sampai saat ini pemberian insulin masih belum sepenuhnya dapat

menirukan (mimicking ) pola sekresi insulin yang fisiologis. Makan akan

meningkatkan kadar glukosa darah dalam beberapa menit dan mencapai puncak 

sesudah 1 jam. Bahkan insulin yang bekerjanya paling cepat (insulin analog rapid-

acting ) bila diberikan subkutan belum mampu menirukan kecepatan peningkatan

kadar puncak tersebut dan berakibat menghasilkan puncak konsentrasi insulin 1-2

 jam sesudah disuntikkan. Oleh sebab itu pasien rentan terhadap hipoglikemia sekitar 

2 jam sesudah makan sampai waktu makan yang berikutnya. Oleh sebab itu waktu

dimana resiko hipoglikemia paling tinggi adalah saat menjelang makan berikutnya

dan malam hari.

Faktor yang Merupakan Predisposisi atau Mempresipitasi Hipoglikemia

Berbagai faktor yang merupakan predisposisi atau mempresipitasi hipoglikemia adalah :

1.  Kadar insulin berlebihan

  Dosis berlebihan : kesalahan dokter, farmasi, pasien; ketidak sesuaian dengan

kebutuhan pasien atau gaya hidup; deliberate overdose (factitious hipoglikemia) 

  Peningkatan bioavailibilitas insulin : absorbsi yang lebih cepat (aktivitas jasmani,

suntik di perut, perubahan ke human insulin; antibodi insulin; gagal ginjal

(clearance insulin berkurang); ‘honeymoon’ periode

2.  Peningkatan sensitivitas insulin

  Defisiensi hormon counter-regulatory : penyakit Addison; hipopituitarisme;

  Penurunan berat badan

  Latihan jasmani, postpartum; variasi siklus menstruasi

Page 96: Resume Skenario 4

7/16/2019 Resume Skenario 4

http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 96/133

3.  Asupan karbonhidrat kurang

  Makan tertunda atau lupa, porsi makan kurang

   Diet slimming , anorexia nervosa 

  Muntah, gastroparesis

  Menyusui

4.  Lain-lain

  Absorbsi yang cepat, pemulihan glikogen otot

  Alkohol, obat (salsilat, sulfonamid meningkatkan kerja sulfonilurea;

 penyekat β non-selektif; pentamidin)

Keluhan dan Gejala Hipoglikemia

Pada pasien diabetes yang masih relatif baru, keluhan dan gejala yang terkait

dengan gangguan sistem saraf otonomik seperti palpitasi, tremor, atau berkeringat

lebih menonjol dan biasanya mendahului keluhan dan gejala disfungsi serebral yang

disebabkan oleh neroglikopeni, seperti gangguan konsentrasi atau koma. Sakit kepala

dan mual mungkin bukan merupakan keluhan malaise yang khas. Pada pasien

diabetes yang lama intensitas keluhan otonomik cenderung berkurang atau

menghilang. Hal tersebut menunjukkan kegagalan yang progresif aktivasi sistem

saraf otonomik.

Keluhan dan Gejala Hipoglikemia Akut yang Sering Dijumpai pada Pasien Diabetes

Otonomik Neuroglikopenik Malaise

Berkeringat

Jantung berdebar 

Tremor 

Lapar 

Bingung (confusion)

Mengantuk 

Sulit berbicara

Perilaku yang berbeda

Gangguan visual

Parestesi

Mual

Sakit kepala

Jika hipoglikemi sering terjadi atau terjadi dalam waktu yang lama dapat

menyebabkan kerusakan otak yang permanen atau bahkan kematian.

Terapi

1.  Segera diberikan karbohidrat (oral maupun intravena)

2.  Pemberian glukagon(hormon glikogenolisis), secara intramuskular →

meningkatkan kadar glukosa darah

Page 97: Resume Skenario 4

7/16/2019 Resume Skenario 4

http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 97/133

3.  pencegahan hipoglikemia dengan cara penurunan dosis insulin → menurunkan

hiperglikemia. Hipoglikemia akibat pemberian insulin pada pasien diabetes

dapat memicu pelepasan hormon melawan regulator (glukagon, epinefrin,

kortisol, hormon pertumbuhan) → meningkatkan kadar glukosa dalm

kisaran hiperglikemia(efek somogyi ).

Glukosa Oral. Sesudah diagnosis hipoglikemia ditegakkan dengan pemeriksaan

glukosa darah kapiler, 10-20 g glukosa oral harus segera diberikan. Idealnya dalam

 bentuk tablet, jelly, atau 150-200 ml mnuman yang mengandung glukosa seperti jus

 buah segar dan non-diet cola. Sebaiknya coklat manis tidak diberikan karena lemak 

dalam coklat dapat menghambat absorbsi glukosa. Bila belum ada jadwal makan

dalam 1-2 jam perlu diberikan tambahan 10-20 g karbonhidrat kompleks.

Bila pasien mengalami kesulitan menelan dan keadaan tidak terlalu gawat,

 pemberian madu atau gel glukosa lewat mukosa rongga mulut (buccal ) mungkin

dapat dicoba.

Glukagon Intramuskular. Glukagon 1 mg intramuskular dapat diberikan oleh

tenaga nonprofesional yang terlatih dan hasilnya akan tampak dalam 10 menit.

Kecepatan kerja glukagon tersebut sama dengan pemberian glukosa intravena. Bila

 pasien sudah sadar pemberian glukagon harus diikuti dengan pemberian glukosa oral

20 g dan dilanjutkan dengan pemberian 40 g karbonhidrat dalam bentuk tepung

untuk mempertahankan pemullihan. Pada keadaan puasa yang panjang atau

hipoglikemia yang diinduksi alkohol, pemberian glukagon mungkin tidak efekif.

Efektifitas glukagon tergantung dari stimulasi glikogenolisis yang terjadi.

Glukagon Intravena. Glukosa intravena harus diberikan dengan berhati-hati.

Pemberian glukosa dengan konsentrasi 50% terlalu toksik untuk jaringan dan 75-100

ml glukosa 20% atau 150-200 ml glukosa 10% dianggap lebih aman. Ekstravasasiglukosa 50% dapat menimbulkan nekrosis yang memerlukan amputasi.

Komplikasi Kronik Jangka Panjang

Komplikasi vaskuler jangkan panjang dibagi menjadi:

1.  Mikroangiopati → melibatkan pembuluh kecil 

2.  Makroangiopati → melibatkan pembuluh sedang dan besar  

Page 98: Resume Skenario 4

7/16/2019 Resume Skenario 4

http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 98/133

 

A. Mikroangiopati diabetik 

→ lesi spesifik diabetes yang menyerang kapiler dan arteriola retina  (retinopati

diabetik), glomerulus ginjal ( nefropati diabetik) dan saraf-saraf perifer (neuropati

diabetik), otot-otot serta kulit.

Lesi-lesi ini ditandai dengan peningkatan glikoprotein selain itu hiperglikemia

menyebabkan bertambahnya kecepatan pembentukkan sel-sel membran dasar.

Pennggunaan glukosa dari sel-sel ini tidak membutuhkan insulin namun manifestasi

klinis penyakit vaskular ini, retinopati atau nefropati biasanya baru timbul 15-20

tahun sesudah awitan diabetes.

 Manifestasi dini retinopati berupa:

mikroaneorisma (pelebaran sakular yang kecil) dari arteriola retina

↓ 

Perdarahan, neurovaskularisasi, dan jaringan parut retina

↓ 

Kebutaan

Terapi

 Fotokoagulasi keseluruhan retina

sinar laser difokuskan pada retina → menghasilkan parut korioretina 

↓ 

Jumlah parut sekitar 1800 parut yang

ditempatkan pada kutub posterior retina

↓ 

Menekan neurovaskularisasi dan

 perdarahan yang menyertainya

 Manifestasi dini nefropati berupa proteinuria dan hipertensi.

Skema: hilangnya fungsi nefron yang terus berlanjut

↓ 

Insufisiensi ginjal dan uremia

Terapi: nefropati adalah dialisis atau transplantasi ginjal

Page 99: Resume Skenario 4

7/16/2019 Resume Skenario 4

http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 99/133

 Neuropati dan katarak disebabkan oleh gangguan jalur poliol (glukosa →

sorbitol → fruktosa). 

Akibat kekurangan insulin

Katarak 

Penimbunan sorbitol dalam lensa

↓ 

Pembentukkan katarak dan kebutaan

Pada jaringan saraf 

Penimbunan sorbitol dan fruktosa serta penurunan kadar mioinositol

↓ 

Menimbulkan neuropati

Perubahan biokimia dalam jaringan saraf 

↓ 

Mengganggu kegiatan metabolik sel-sel schwan dan

menyebabkan hilangnya akson

↓ 

Pada tahap ini kecepatan konduksi motorik akan berkurang

↓ 

-  Nyeri, parastesia

-  Berkurangnya sensasi getar dan propioseptik 

-  Gangguan motorik yang disertai dengan hilangnya reflek-

reflek tendon dalam

- Kelemahan otot dan atropi

 Neuropati dapat menyerang saraf-saraf perifer (mononeuropati dan

 polineuropati), saraf-saraf kranial atau sistem saraf otonom. Terserangnya sistem

saraf otonom dapat disertai:

-  diare nokturnal,

-  keterlambatan pengosongan lambung dengan gastroparesis,

-  hipotensi postural dan impotensi.

Page 100: Resume Skenario 4

7/16/2019 Resume Skenario 4

http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 100/133

Pasien deangan neuropati otonom diabetik dapat menderita:

-  infark miokardial akut tanpa nyeri

-  kehilangan respon katekolamin terhadap hipoglikemia → tidak 

menyadari reaksi hipoglikemia.

B. Makroangiopati Diabetik 

Makroangiopati diabetik mempunyai gambaran histopatologis berupa

arterosklerosis. Gabungan dari gangguan biokimia ini disebabkan insufisiensi

insulin → penyebab jenis penyakit vaskular ini. 

Gangguan-gangguan ini berupa:

1.   penimbunan sorbitol dalam intima vaskular 

2.  hiperlipoproteinemia

3.  kelainan pembekuan darah

↓ 

mengakibatkan penyumbatan vaskuler 

mengenai arteri-arteri perifer mengenai arteri koronaria dan aorta

insufisiensi vaskuler perifer  angina dan infarkmiokardium 

disertai dengan:

- claudikasiointermitten dan gangren pada ektermitas- insufisiensi serebral dan stroke

Strategi Pengelolaan Berbagai Komplikasi Kronik Dini

Dengan mengetahui berbagai faktor resiko terkait terjadinya komplikasi kronik diabetes

melitus secara umum maupun faktor resiko khusus komplikasi kronik diabetes melitus

Page 101: Resume Skenario 4

7/16/2019 Resume Skenario 4

http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 101/133

yang tertentu seperti mikroalbuminuria untuk nefropati atau pun deformitas kaki untuk 

 penyakit pembuluh darah perifer, kemudian dapat segera dilakukan berbagai usaha

umum untuk pencegahan kemungkinan terjadinya komplikasi kronik diabetes melitus.

1.  Pengendalian Kadar Glukosa

Saat ini, pilar utama pengelolaan DM meliputi penyuluhan, pengaturan makan,

kegiatan jasmani dan pemakaian obat hipoglikemik oral maupun insulin, baik sendiri

maupun dengan cara kombinasi berbagai obat hipoglikemik. Usaha menggabungkan

 berbagai sarana pengelolaan tersebut sudah terbukti dapat dengan bermakna

menurunkan insidensi komplikasi kronik DM.

2.  Tekanan Darah

Sasaran tekanan darah yang harus dicapai pada penyandang diabetes melitus adalah

kurang dari 130/80 mmHg. Obat penghambat sistem renin angiotensin (Inhibitor 

ACE, ARB atau pun kombinasi keduanya) dapat dipergunakan untuk mencegah

kemungkinan terjadinya dan kemungkinan semakin bertambah beratnya

mikroalbuminuria.

3.  Pengendalian Lipid

Pada pengelolaan dislipidemia, DM dianggap sebagai faktor resiko yang setara

dengan penyakit jantung koroner, sehingga adanya DM pada dislipidemia harus

dikelola secara lebih agresif dan sasaran pengelolaan lipid untuk penyandang DM

seyogyanya lebih rendah daripada orang normal, non-DM, yaitu kadar kolesterol

LDL kurang dari 100 mg/dL. Dianjurkan untuk menurunkan kadar kolesterol LDL

sampai 70 mg/dL pada pasien dengan penyakit pembuluh darah koroner yang disertai

DM atau dengan berbagai komponen sindrom metabolik lain seperti kadar kolesterol

HDL yang rendah, dan kadar trigliserida yang tinggi. Demikian juga dengan adanya

faktor resikko lain yang kuat, seperti misalnya pada perokok berat.

4.  Faktor Lain

a.  Pola Hidup Sehat

Pengubahan pola hidup ke arah pola hidup yang lebih sehat merupakan dasar 

 penting utama usaha pencegahan dan pengelolaan komplikasi kronik DM. Pola

hidup sehat harus selalu diterapkan dan dibudayakan sepanjang hidup.

Page 102: Resume Skenario 4

7/16/2019 Resume Skenario 4

http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 102/133

Merokok berperan penting pada terjadinya kelainan makrovaskular pada

 penyandang DM. Oleh karena itu berhenti merokok merupakan satu anjuran yang

harus digalakkan bagi semua penyandang DM dalam rangka pencegahan

terjadinya komplikasi kronik DM secra umum.

 b.  Perencanaan Makan

Perencanaan makan yang sesuai dengan anjuran pelaksanaan pola hidup sehat

meliputi anjuran mengenai jumlah masukan kalori secara keseluruhan maupun

 persentase masing komponen diet baik makronutrien maupun mikronutriennya,

yang tercakup secara keseluruhan dalam anjuran gizi seimbang bagi penyandang

DM.

Cara diagnosis dini

Retinopati

Berbagai kelainan akibat DM dapat terjadi pada retina, mulai dari retinopati diabetik 

non-proliferatif sampai perdarahan retina, kemudian juga ablasio retina dan dapat lebih

lanjut lagi dapat menyebabkan kebutaan. Diagnosis dini dapat diketahui dengan

 pemeriksaan rutin.

 Nefropati

Kelainan yang terjadi pada ginjal penyandang DM dimulai dengan adanya

mikroalbuminuria, dan kemudian berlanjut dengan penurunan fungsi laju filtrasi

glomerular dan berakhir dengan keadaan gagal ginjal. Yang memerlukan pengobatan

dengan pengobatan substitusi. Pemeriksaan untuk mencari mikroalbuminuria dilakukan

 pada saat diagnosis DM ditegakkan dan setelah itu diulang setiap tahun.

Penyakit jantung koroner 

Kewaspadaan untuk kemungkinan terjadinya penyakit pembuluh darah koroner harus

ditingkatkan terutama mereka yang mempunyai resiko tinggi terjadinya kelainan

aterosklerosis seperti mereka yang mempunyai riwayat keluarga DM atau penyakit

 pembuluh darah koroner yang kuat.

Penyakit pembuluh darah perifer 

Page 103: Resume Skenario 4

7/16/2019 Resume Skenario 4

http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 103/133

Mengenali dan mengelola berbagai faktor risiko terkait terjadinya kaki diabetes

merupakan hal yang paling penting dalam usaha pencegahan terjadinya masalah kaki

diabetes. Adanya perubahan bentuk kaki merupakan hal yang harus selalu dicari dan

diperhatikan.

Cara Khusus Pencegahan dan Pengelolaan Berbagai Komplikasi Kronik DM

Di samping usaha pencegahan primer komplikasi kronik DM secara umum seperti yang

sudah dikemukakan di atas, berbagai usaha khusus dapat dikerjakan untuk masing-

masing komplikasi kronik DM, baik berupa pencegahan primer komplikasi kronik 

maupun usaha memperlambat progresi komplikasi kronik yang sudah terjadi.

Retinopati

Pengobatan koagulasi dengan sinar laser terbukti dapat bermanfaat mencegah

 perburukan retina lebih lanjut yang kemudian mungkin akan mengancam mata.

Fotokoagulasi dapat dikerjakan secara pan-retinal. Tindakan lain yang mungkin

dilakukan adalah vitrektomi dengan berbagai macam cara. Demikian pula tindakan

operatif lain seperti perbaikan ablasio retina dapat dilakukan untuk menolong mencegah

 perburukan fungsi mata.

 Nefropati

Setelah berbagai cara pencegahan konservatif tidak berhasil menghambat laju

 perburukan filtrasi glomerular, dan kemudian sudah mencapai tahap gagal ginjal-

 penyakit ginjal tahap terminal, dapat dilakukan pengelolaan pengganti untuk membantu

fungsi ginjal, baik berupa hemodialisis maupun dialisis peritoneal. Di samping kedua

modalitas tersebut di atas, transplantasi ginjal merupakan pilihan lain terapi penggantifungsi ginjal yang dapat dilakukan pada penyandang DM dengan gagal ginjal.

Penyakit Pembuluh Darah Koroner 

Pengelolaan konservatif untuk penyakit pembuluh darah koroner dapat diberikan

kepada penyandang DM. Berbagai obat tersedia untuk keperluan ini. Saat ini banyak 

cara baik semi-invasif maupun invasif yang dapat dipakai untuk menolong penyandang

DM dengan penyakit pembuluh darah koroner secara peniupan dengan balon dan

Page 104: Resume Skenario 4

7/16/2019 Resume Skenario 4

http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 104/133

 pemasangan gorong-gorong ( stent ) merupakan cara yang banyak dimanfaatkan untuk 

memperbaiki fungsi pembuluh darah koroner jantung. Beberapa kasus lain memerlukan

tindakan operatif bedah pintas koroner untuk memperbaiki fungsi jantungnya.

Penyakit pembuluh darah perifer 

Usaha yang dapat dilakukan dalah mengoptimalisasikan pengolaan kaki,

mengistirahatkan kaki dan menjaga kaki agar tidak luka

Tambahan Komplikasi

Jika dibiarkan tidak dikelola dengan baik, diabetes melitus akan menyebabkan

terjadinya berbagai komplikasi kronik baik mikroangiopati maupun makroangiopati.

Adanya pertumbuhan sel dan juga kematian sel yang tidak normal merupakan dasar 

terjadinya komplikasi kronik diabetes mellitus. Kelainan dasar tersebut sudah

dibuktikan terjadi pada para penyandang diabetes mellitus maupun pada berbagai

 binatang percobaan. Perubahan tersebut biasanya terjadi pada endotel pembuluh darah

maupun pada sel meseangial ginjal, semuanya menyebabkan perubahan pada

 pertumbuhan dan kesintesaan sel. Yang kemudian pada gilirannya akan menyebabkan

terjadinya komplikasi vaskular diabetes. Pada retinopati diabetik proliferatif, didapatkan

hilangnya sel perisit dan terjadi pembentukan mikroaneurisma. Diseamping terjadi

hambatan aliran darah juga terjadi sumbatan kapiler. Semua kelainan tersebut akan

menyebabkan kelainan mikrovaskular berupa lokus iskemik dan hipoksia lokal. Sel

retina kemufian merespons dengan meningkatnya ekspresi faktor pertumbuhan endotel

vaskular (Vascular Endotelial Growth Factor) dan selanjutnya memacu terjadinya

neovaskularisasi pembuluh darah. Pada nefropati diabetik terjadi peningkatan tekanan

glomerular, dan disertai meningkatnya matriks ekstraselular akan menyebabkan penebalan membran basal, ekspansi mesangial dan hipertrofi glomerular. Semua itu

akan menyebabkan berkurangnya area filtrasi dan kemudian terjadinya perubahan

selanjutnya yang mengarah ke terjadinya glomerulosklerosis.

Terjadinya plak aterosklerosis pada daerah subintimal pembuluh darah

kemudian berlanjut pada terbentuknya penyumbatan pembuluh darah dan kemudian

sindrom koroner akut.

Page 105: Resume Skenario 4

7/16/2019 Resume Skenario 4

http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 105/133

Patogenesis terjadinya kelainan vaskular pada diabetes melitus meliputi

terjadinya imbalans metabolik maupun hormonal. Pertumbuhan sel otot polos pembuluh

darah maupun sel mesangial keduanya distimulasi oleh sitokin. Kedua macam sel

tersebut juga berespons terhadap berbagai substansi vasoaktif dalam darah, terutama

angiotensin II. Dipihak lain adanya hiperinsulinemia seperti yang tampak pada DM tipe

2 atau pun juga pemberian insulin eksogen ternyata akan memberikan stimulus

mitogenik yang akan menambah perubahan yang terjadi akibat pengaruh angiotensin

 pada sel otot polos pembuluh darah maupun pada sel mesaangial. Jelas baik faktor 

hormonal maupun faktor metabolik berperan dalam patogenesis kelainan vaskular 

diabetes.

Jaringan kardiovaskular, demikian juga jaringan lain yang rentan terhadap

terjadinya komplikasi kronik diabetes ( jaringan saraf, sel endotel oembuluh darah dan

sel retina lensa). Mempunyai kemampuan untuk memasukkan dari lingkungan sekitar 

ke dalam sel tanpa memerlukan insulin., agar dengan demikian jaringan yang sangat

 penting tersebut diyakinkan mendapat cukup pasokan glukosa sebelum glukosa tersebut

dipakai untuk energi di otot maupun kemudian disimpan sebagai cadangan lemak.

Tetapi pada keadaan hiperglikemia kronik, tidak cukup terjadi down regulation dari

sistem transportasi glukosa yang non insulin dependen ini, sehingga sel akan kebanjiran

glukosa, suatu keadaan yang disebut hiperglisolia.

Page 106: Resume Skenario 4

7/16/2019 Resume Skenario 4

http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 106/133

Komplikasi jangka Panjang dari Diabetes

Organ/jaringan

yang terkenaYang terjadi Komplikasi

Pembuluh darah Plak aterosklerotik terbentuk &

menyumbat arteri berukuran

 besar atau sedang di jantung,

otak, tungkai & penis.

Dinding pembuluh darah kecil

mengalami kerusakan sehingga

 pembuluh tidak dapat

mentransfer O2 secara normal &

mengalami kebocoran

Sirkulasi yang jelek 

menyebabkan

 penyembuhan luka yang

 jelek & bias

menyebabkan penyakit

 jantung, stroke, gangrene

kaki & tangan, impoten

& infeksi

Mata Terjadi kerusakan pada pembuluh

darah kecil retina

Retinopati diabetikum

yang nantinya bias

menyebabkan kebutaan

Ginjal -  Penebalan pembuluh

darah ginjal

-  Proteinuria

-  Darah tidak disaring

secara normal

Fungsi ginjal yang buruk 

gagal ginjal

Saraf Kerusakan saraf karena glukosa

tidak dimetabolisir secara normal

& karena aliran darah kurang

-  Kelemahan

tungkai yang

terjadi secara

tiba2/perlahan

-  Berkurangnyarasa, kesemutan &

nyeri di tangan &

kaki

-  Kerusakan saraf 

menahun

Sistem Saraf 

Otonom

Kerusakan pada saraf yang

mengendalikan tekanan darah

-  Tekanan darah

yang tidak stabil

Page 107: Resume Skenario 4

7/16/2019 Resume Skenario 4

http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 107/133

dan saluran pencernaan -  Odinofagia &

 perubahan fungsi

 pencernaan

disertai serangan

diare

Kulit Berkurangnya aliran darah ke

kulit & hilangnya rasa yang

menyebabkan cedera berulang

-  Luka, infeksi

dalam (ulkus

diabetikum)

-  Penyembuhan

luka yang jelek 

Darah Gangguan sel darah putih Mudah terkena infeksi,

terutama infeksi saluran

kemih &kulit

Jaringan ikat Glucagon tidak dimetabolisir 

secara normal sehingga jaringan

menebal atau berkontrksi

Sindroma terowongan

karpal (kontraktur 

Dupuytren)

Page 108: Resume Skenario 4

7/16/2019 Resume Skenario 4

http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 108/133

 

DISRITMIA

Aritmia atrial

Definisi dari aritmia yaitu,

  Irama yang berasal bukan dari nodus SA

Page 109: Resume Skenario 4

7/16/2019 Resume Skenario 4

http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 109/133

  Irama yang tidak teratur 

  Frekuensi kurang dari 60x/menit (sinus bradikardi) atau lebih dari 100x/menit

(sinus takikardi)

  Terdapatnya hambatan impuls supra atau intra ventrikuler 

Aritmia Atrial:

1.  Ekstrasistol atrial/SVES (Supraventrikuler extrasystole)/premature atrial

beat

  Terjadi karena impuls yang berasal dari atrium timbul secara prematur.

  Gambaran EKG: adanya gelombang P yang timbul prematur (P’) diikuti

komplek QRS yang normal. Interval PP’ lebih pendek daripada interval PP

 pada irama sinus.

  Tidak butuh pengobatan.

2.  Takikardi atrial paroksismal = takikardi supraventrikuler paroksismal

  Letak kelainan di nodus AV/atrium, sering terjadi pada perempuan.

  Dipicu oleh ekstrasistol atrial.

  PATOGENESIS: dalam AV node terdapat 2 jalur konduksi, fast dan

slow pathway. Pada irama sinus, konduksi melalui fast pathway. Namun,

 pada takikardi atrial paroksismal, melewati slow pathway akibat adanya

ekstrasistol atrial yang memblok fast pathway akibatnya kecepatan

konduksi menurun, terjadi reentry AV node lalu terjadi takikardi.

  Gambaran EKG: Gel. P sulit dikenali/tidak jelas, kompleks QRS

sempit, irama teratur, frekuensi 120-250x/menit.

  Gambaran klinis: palpitasi, disertai keringat dingin, pasien merasa lemah,

kadang sesak napas dan hipotensi.

  Terapi: tindakan pijat sinus caroticus, adenosis IV, verapamil/β-blocker.

Page 110: Resume Skenario 4

7/16/2019 Resume Skenario 4

http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 110/133

 

3.  Fibrilasi atrial

  Terjadi eksitasi dan recovery yang sangat tidak teratur dari atrium. Oleh

karena itu, impuls listrik yang timbul dari atrium juga sangat cepat dan

tidak teratur.

  Tampak adanya fibrillation wave, yaitu gambaran gelombang yang tidak 

teratur dan sangat cepat dengan frekuensi 300-500x/menit.

  Gambaran EKG: kompleks QRS sempit, irama tidak teratur,

gelombang P banyak (tidak terlihat jelas).

  Pengobatan:

o  Kelompok control rate (mengatur denyut nadi) β-blocker,

antagonis kalsium, digitalis.

o  Kelompok rythme control (mengkonversi irama atrial fibrilasi

menjadi irama sinus dan mempertahankannya) obat blokae

kanal Na+(kuinidin,propafenon) dan obat blokade kanal K + 

(amiodaron).

Page 111: Resume Skenario 4

7/16/2019 Resume Skenario 4

http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 111/133

 

4.  Atrial flutter

  Terjadi depolarisasi atrium yang sangat cepat karena adanya peningkatan

reentry pada atrium.

  Didasari adnya kelainan jantung, seperti kelainan katup jantung, cor 

 pulmonale, dan PJK.

Page 112: Resume Skenario 4

7/16/2019 Resume Skenario 4

http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 112/133

  Gambaran EKG: kompleks QRS teratur, irama atrium teratur,

gelombang P menyerupai gigi gergaji, frekuensi 250-250x/menit.

Tampak jelas pada sadapan II,III, dan aVF.

  Pengobatan:

o   jika disertai gangguan hemodinamik, dilakukan kardioversi.

o  Jika frekuensi ventrikel meningkat diberikan antagonis

kalsium, β-blocker, digitalis

o  Untuk merubah ke irama sinus gol IA/IC

(kuinidin,propafenon) dan gol III (amiodaron).

ARITMIA VENTRIKULAR mencakup:

1.  Kompleks Ventrikuler Prematur (Premature Ventr icular Complex atau 

Ventr icular Extrasystole )

Ekstrasistole Ventrikel merupakan kelainan irama dimana fokusnya

 berada di ventrikel, dikarenakan rangsang ventrikel tidak berjalan melewati

 jalur normal,tetapi malalui miokard

PVC ( premature ventricular contraction) merupakan fokus ektopik pada

ventrikel yang muncul lebih awal dari irama dasarnya. Pada EKG akan terlihat

Page 113: Resume Skenario 4

7/16/2019 Resume Skenario 4

http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 113/133

kompleks QRS yang lebar ,terdapat perubahan segmen ST-T sekunder dan

terdapat pause kompensasi penuh

Berdasar frekuensi dan bentuknya PVC dapat di bagi menjadi:

a.  PVC jarang : kurang dari lima kali permenit

 b.  PVC sering : lebih dari lima kali pemenit

c.  PVC Repetetitif : bila muncul tiap denyutan

d.  PVC berkelompok (salvo)

e.  PVC multifokal

Suatu kompleks ventrikuler premature timbul di salah satu ventrikuler 

sebagai akibat cetusan dari suatu fokus yang otomatis atau melalui mekanisme

reentri. Karena berasal dari ventrikel, maka urutan depolarisasi ventrikel yang

normal menjadi berubah. Ventrikel mengalami depolarisasi secara berurutan,

dan konduksi berlangsung tidak melalui jalur hantaran melainkan melalui

miokardium akibatnya QRS menjadi lebar (0,12 detik atau lebih), segmen ST

dan gelombang T berlawanan arah dengan kompleks QRS. Bila kompleks ini

akibat reentri di fokus yang sama, maka interval antara kompleks QRS normal

yang mendahuluinya dengan kompleks ventrikuler prematur tersebut (interval

 pasangan) selalu sama. Bila interval pasangan ini berbeda, maka asalnya

mungkin dari fokus berbeda di ventrikel. Gambaran kompleks ventrikuler 

 prematur seperti itu disebut multifokal.

Pada gambaran EKG, gelombang P sinus bisa terbenam dalam kompleks

QRS, segmen ST atau gelombang T. Kompleks QRS timbul lebih awal dari

seharusnya dengan durasi 0,12 detik atau lebih. Gambaran QRS sering aneh

(bizarre) dengan takik (notch). Segmen ST dan gelombang T biasanya

 berlawanan arah dengan QRS. Bila multipel dan unifokal, maka morfologinya

 biasanya sama (tetap) begitu juga interval pasangannya. Bila multifokal atau

multiform, maka interval pasangan dan morfologi QRS bervariasi.

Page 114: Resume Skenario 4

7/16/2019 Resume Skenario 4

http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 114/133

Durasi dan morfologi kompleks QRS, urutan aktivasi tidak mengikuti

arah konduksi normal sehingga bentuk kompleks akan kacau dan durasinya

menjadi panjang (lebih dari 0,12 detik). Morfologi QRS bergantung dari dari

asal focus dari ventrikel takikardi.bila berasal dari ventrikel kanan akan

memberikan gam baran blok berkas cabang kiri dan sebaliknya

Laju dan irama,laju berkisar antara 120-300 kali per menit dengan irama

yang teratur atau hamper teratur variasi antar denyut adalah <0,04 detik.

Aksi kompleks QRS, tidak hanya penting untuk diagnosis tapi juga asal

focus, dimana aksis berubah sebesar 40 derajat atau lbih baik ke kiri maupun

kekanan. Kompleks QRS pada sadapan aVR berada pada posisi -210 derajat

dengan kompleks QRS negative. Bila kompleks QRS menjadi positif saat

takikardi sangat menyokong adanya VT yang berasal dari apex yang mengarah

ke bagian basal.

Disasosiasi antara atrium dan ventrikel, Pada VT nodus sinus terus

memberikan impuls secara bebas tanpa ada hubunganya dengan aktivitas

ventrikel oleh nodus sinus dan ventrikel dikontrol oleh fokus takikardi sehingga

gelombang P yang muncul tidak berkaitan dengan kompleks QRS.

Capture beat dan fusion beat, keadaan capture beat impuls dari atrium

dapat mendepolarisasikan ventrikel melalui system konduksi normal sehingga

memunculkan kompleks QRS yang lebih awal. Fusion beat terjadi bila impuls

nodus sinus dihantarkan ke ventrikel melalui nodus atrioventrikular dan

 bergabung dengan impuls dari ventrikel

Konfigurasi kompleks QRS, adanya kesesuaian dari kompleks QRS pada

sadapan.kesesuaian positif kompleks QRS pada sadapan dada dominan positif 

menunjukkan asal fokus takikardi dari dinding posterior ventrikel, dan apabilaasal fokus negative maka berasal dari dinding anterior ventrikel

Kompleks ventrikel prematur dikatakan bigemini  apabila berselang

seling dengan kompleks QRS normal, dan disebut kompleks ventrikuler 

Page 115: Resume Skenario 4

7/16/2019 Resume Skenario 4

http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 115/133

 prematur  trigemini apabila ada satu kompleks ventrikuler prematur setelah

setiap 2 QRS normal.

Penatalaksanaan

Keadaan akut, bila hemodinamik stabil terminasi diberikan obat-obat IV

seperti amoidaron, lidokain, prokainamid. Bila keadaan hemodinamik tidak 

stabil maka pilihan pertama adalah kardioversi elektrik.

Keadaan kronik, tujuan pengobatanya adalah mencegah kematian

mendadak dengan pemberian obat penyekat beta, bila tidak efektif diberikan

sotalol atau amiodaron, pada pasien dengan riwayat infark miokard kiri obat

ICD lebih unggul dalam menurunkan mortalitas.

Pengobatan tidak diperlukan bila kompleks ventrikuler prematur jarang

timbul pada penderita yang tidak dicurigai menderita kelainan organik jantung.

Pengobatan diperlukan apabila pada keadaan iskemia miokard terdapat banyak 

kompleks ventrikuler prematur, bigemini, trigemini, atau berbentuk multiform

(multifokal). Pengobatan segera dapat dilakukan dengan lidokain intravena.

Alternatif obat lainnya adalah prokainamid, disopiramid, propanolol, secara

intravena. Bila pengobatan tidak perlu segera, obat-obat tersebut (termasuk 

kinidin) dapat diberikan secara oral. Obat-obat ini dapat menurunkan fungsi

 jantung sehingga harus hati-hati bial terdapat payah jantung.

2.  Takikardia Ventrikuler (ventr icular tachycardia = VT )

Bila terdapat 3 atau lebih kompleks yang berasal dari ventrikel secara

 berurutan dengan laju lebih dari 100 per menit, maka gambaran tersebut disebut

takikardia ventrikuler. Laju QRS biasanya tidak lebih dari 220 per menit dengan

irama yang teratur maupun tidak. Akibat hemodinamik distrimia ini tergantung

terutama pada ada tidaknya disfungsi miokard, misalnya akibat iskemia atau

infark, serta pada frekuensinya. Bisa terdapat disosiasi AV, dan gelombang P

sinus kadang-kadang dapat terlihat diantara kompleks QRS. Konduksi dari

atrium ke ventrikel biasanya dicegah karena nodus AV atau sistem konduksi

ventrikel mengalami istirahat (refractory) setelah depolarisasi ventrikel.

Kadang-kadang konduksi AV bisa terjadi pada saat nodus SAV dan sistem his-

 purkinye dalam keadaan non refraktori. Keadaan ini bisa menyebabkan capture

beat , yaitu gambaran antara QRS normal dan kompleks ventrikuler prematur.

Page 116: Resume Skenario 4

7/16/2019 Resume Skenario 4

http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 116/133

 

Pengobatan takikardia ventrikuler, pada penderita yang hemodinamiknya

stabil adalah dengan lidokain intravena, diawali dengan bolus 1 mg/kgBB (50-

75 mg), dilanjutkan dengan rumat 2-4 mg/kgBB/menit. Nila masih timbul, dapat

diulangi bolus 50 mg/kgBB. Alternatif pengobatan lain adalah dengan

 prokainamid, bretilium, meksiletin propanolol intravena, atau amiodaron. Bila

hemodinamik tidak stabil (hipotensi dengan atau tanpa edema paru) segera

lakukan kardioversi dengan DC shock. Bila penderita tidak sadar, tindakan sama

dengan pada fibrilasi ventrikel.

3.  Fibrilasi Ventrikel

Fibrilasi ventrikel adalah kondisi terminal dari takikardia ventrikel,

 berupa irama yang sangat kacau. Bentuk dan ukuran gelombangnya sangat

 bervariasi, dan tidak terlihat gelombang P, QRS maupun T. Tidak ada

depolarisasi ventrikel yang terorganisasi sehingga ventrikel tidak mampu

 berkontraksi sebagai suatu kesatuan. Kenyatannya, ventrikel kelihatan seperti

 bergetar tanpa menghasilkan curah jantung. Fibrilasi ventrikel merupakan

 penyebab henti jantung yang paling sering dan biasanya disebabkan oleh

iskemia akut atau infark miokard. Bentuknya ada yang kasar (coarse) dan halus

( fine) tergantung besarnya amplitudo gelombang fibrilasi.

Pengobatan adalah dengan kardioversi (DC shock). Mula-mula diberikan

200 joules. Fibrilasi yang kasar biasanya baru terjadi dan responsif terhadap

Page 117: Resume Skenario 4

7/16/2019 Resume Skenario 4

http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 117/133

kardioversi. Pada fibrilasi ventrikel yang halus perlu diberikan obat-obat

(adrenalin) sebelum dilakukan konversi. Selama tidak ada irama jantung yang

efektif (pulsasi di pmbuluh nadi dasar tidak teraba) terus menerus dilakukan

resusitasi jantung paru, sambil mengulangi kardioversi dengan dosis listrik yang

lebih besar (360-400 joules). Juga diberikan lidokain bolus intravena 1 mg/kgBB

dan diikuti rumat 2-4 mg/kgBB/menit. Obat-obat resusitasi lainnya diberikan

sesuai dengan protokol resusitasi pada henti jantung.

4.  Asistol Ventrikel

Dalam keadaan ini sama sekali tidak ada aktifitas listrik ventrikel.

Gambaran monitor EKG berupa garis ( flat ). Karena tidak ada depolarisasi maka

sama sekali tidak ada kontraksi. Asistol bisa terjadi sebagai kejadian primer pada

henti jantung atau mengikuti fibrilasi ventrikel, atau pada penderita blok jantung

komplit dimana tidak ada pacu penolong alami yang berfungsi.

Harus segera dilakukan resusitasi jantung paru. Bila ada defibrilator 

dapat dicoba kardioversi seperti pada fibrilasi ventrikel. Obat-obat resusitasi

(adrenalin, sulfas atropin, isuprel, natrikus bikarboas, kalsium klorida) bisa

dipergunakan. Alat pacu temporer mungkin bermanfaat bila sebelumnya ada

 blok jantung komplit.

5.  Irama Agonal (I dioventri cular Rhythm )

Gambarannya berupa gelombang QRS yang lebar-lebar dan tidak teratur.

Biasanya sudah tidak ada lagi pulsasi yang teraba (disosiasi elektromekanikal).

Biasanya terjadisetelah beberapa lama pada penderita yang sedang diresusitasi.

Page 118: Resume Skenario 4

7/16/2019 Resume Skenario 4

http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 118/133

Pengobatannya dengan resusitasi dan obat-obatan seperti pada henti

 jantung.

6.  Torsades de Pointes

Merupakan takikardia ventrikel yang ditandai oleh perubahan bentuk dan

aksis QRS. Torsades de Pointes biasanya diakibatkan oleh pemanjangan interval

QT akibat obat antiaritmia, sindrom long QT, dan Sindrom Brugada.

Tata laksana diberikan magnesium sulfat, Beta blocker, dan pemasangan

alat pacu jantung sementara pada pasien dengan bradikardia.

PR//////

MENGHITUG AKSIS

Page 119: Resume Skenario 4

7/16/2019 Resume Skenario 4

http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 119/133

 

ANTI-ARITMIA

Pengantar aritmia:

Aritmia jantung bisa menyebabkan jantung:

1. berdenyut terlalu lambat ( sinus bradikardi)

2. berdenyut sangat cepat ( sinus takikardi/ ventrikuler, depolarisasi premature atrium

atau ventrikel, flutter atrial)

3. bereaksi terhadap impuls yg berasal dari luar SA

4. Bereaksi terhadap impuls yg berjalan sepanjang serabut tambahan

ETIOLOGI:

Page 120: Resume Skenario 4

7/16/2019 Resume Skenario 4

http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 120/133

  Otomatisasi yang abnormal

  Efek obat pada otomatisasi

  Abnormalitas pada konduksi impuls

  Efek obat-obat pada kelainan konduksi

Dibagi menjadi 4 kelas,

  Kelas I

Merupakan obat-obatan yang memblok kanal Na+ pada membran sel sehingga

menurunkan kecepatan maksimal depolarisasi pada fase 0, sehingga tidak terjadi

 potensial aksi baru dan kemudian mencegah timbulnya ekstrasistol.

Dibagi menjadi 3 sub kelas:

o  Kelas IA

Contoh: kuinidin, prokainamid, disopiramid.

Kelas IA efektif untuk mengatasi takiaritmia supraventrikular dan

takiaritmia ventrikular.

o  Kelas IB

Contoh: lidokain, meksiletin, fenitoin, tokainid.

Lidokain dan meksiletin efektif untuk mengendalikan takiaritmia

vantrikuler.

o  Kelas IC

Contoh: flekainid, lorkainid, propafenon.

  Kelas II

Merupakan β-blocker yang bersifat antiadrenergik sehingga menurunkan

otomatisasi nodus SA, memperpanjang refrakter nodus AV, dan menurunkan

kecepatan konduksi nodus AV.Contoh: propanolol, metoprolol, esmolol, pindolol.

  Kelas III

Obat-obatan yang memblok kanal K +. Contoh: amiodaron, bretilium, sotalol.

  Kelas IV

Merupakan obat antagonis kalsium, mempunyai efek: inotropik (-), kronotropik 

(-) dan hambatan pada konduksi AV. Contoh: verapamil, diltiazem.

 Kelas lain: adenosisn, digoksin.

Page 121: Resume Skenario 4

7/16/2019 Resume Skenario 4

http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 121/133

Aritmia ventrikel

Memiliki 3 mekanisme:

a.  Automaticity : terjadi percepatan fase 4 dari potensial aksi jantung, biasanya

tercetus pada keadaan akut dan kritis seperti infark, gangguan elektrolit,

asam basa, dan peningkatan tonus adrenergic.

 b.  Reentry : akibat kelainan kronis seperti infark miokard lama atau

cardiomyopathy dilatasi. Adanya infark menyebabkan terbentuknya jaringan

 parut dimana jaringan parut tersebut dapat menjadi sirkuit reentry dan

aritmia dapat timbul kapan saja.

Triggered activity : campuran dari 2 mekanisme di atas. Adanya kebocoran ion ke

dalam sel menyebabkan lonjakan potensial pada akhir fase 3/ awal fase 4 dari aksi

 potensial jantung. Bila lonjakan ini bermakna, akan timbul potensial baru dan terjadilah

aritmia.

KRISIS HIPERTENSI

Secara praktis krisis hipertensi dapat diklasifikasikan berdasarkan perioritas pengobatan

, sebagai berikut :

1.  Hipertensi emergensi (darurat) ditandai dengan TD Diastolik > 120 mmH,

disertai kerusakan berat dari organ sasaran yag disebabkan oleh satu atau lebih

 penyakit/kondisi

2.  Akut,Keterlambatan pengobatan akan menyebebabkan timbulnya sequele atau kema

tianTD harus diturunkan sampai batas tertentu dalam satu sampai beberapa jam. Pen

derita perlu dirawat di ruangan intensive care unit atau (ICU).

3.  Hipertensi urgensi (mendesak), TD diastolik > 120 mmHg dan dengan tanpa kerusa

kan/komplikasi minimum dari organ sasaran. TD harus diturunkan dalam 24 jam sampai batas yang aman memerlukan terapi parenteral.

Dikenal beberapa istilah berkaitan dengan krisis hipertensi antara lain :

1.  Hipertensi refrakter : respons pengobatan tidak memuaskan dan TD >200/110 mmH

g, walaupun telah diberikan pengobatan yang efektif (triple drug) pada

 penderita dan kepatuhan pasien.

2.  Hipetensi akselerasi : TD meningkat (Diastolik) > 120 mmHg disertai dengan kelain

an funduskopi KW III. Bila tidak diobati dapat berlanjut ke fase maligna.

Page 122: Resume Skenario 4

7/16/2019 Resume Skenario 4

http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 122/133

3.  Hipertensi maligna : penderita hipertensi akselerasi dengan TD Diastolik > 120-

130 mmHg dan kelainan funduskopi KW IV disertai papiledema, peniggian tekanan

intrakranial kerusakan yang cepat dari vaskular, gagal ginjal akut, ataupun kematian

 bila penderita tidak mendapat pengobatan. Hipertensi maligna, biasanya pada pende

rita dengan riwayat hipertensi essensial ataupun sekunder dan jarang terjadi pada pe

nderita yang sebelumnya mempunyai TD normal.

4.  Hipertensi ensefalopati : kenaikan TD dengan tiba-tiba disertai dengan keluhan sakit

kepala yang sangat,perubahan kesadaran dan keadaan ini dapat menjadi reversibl bi

la tidak diturunkan.

Tingginya TD yang dapat menyebabkan kerusakan organ sasaran tidak hany dari tingkat

an TD aktual, tapi juga dari tingginya TD sebelumnya, cepatnya kenaikan TD, bangsa, s

eks

dan usia penderita. Penderita hipertensi kronis dapat mentolelir kenaikan TD yang lebih

tinggi dibanding dengan normotensi, sebagai contoh : pada penderita hipertensi kronis,

 jarang terjadi hipertensi ensefalopati, gangguan ginjal dan kardiovaskular dan kejadian

ini dijumpai bila TD Diastolik > 140 mmHg. Sebaliknya pada penderita normotensi atau

 pun pada penderita hipertensi baru dengan penghentian obat yang tiba-

tiba, dapat timbul

hipertensi ensefalopati demikian juga pada eklampsi, hipertensi ensefalopati dapat timb

ul walaupun TD 160/110 mmHg.

PATOFISIOLOGI 

Ada 2 teori yang dianggap dapat menerangkan timbulnya hipertensi ensefalopati yaitu :

1. Teori “Over Autoregulation” 

Dengan kenaikan TD menyebabkan spasme yang berat pada arteriole mengurangialiran darah ke otak (CDF) dan iskemi. Meningginya permeabilitas kapiler 

akan menyebabkan

 pecahnya dinding kapiler, udema di otak, petekhie,pendarahan dan mikro infark.

2. Teori “Breakthrough of Cerebral Autoregulation” 

 bila TD mencapai threshold tertentu dapat mengakibtakan transudasi, mikoinfark dan

oedema otak, petekhie, hemorhages, fibrinoid dari arteriole.

Aliran darah ke otak pada penderita hipertensi kronis tidak mengalami perubahan bila

Page 123: Resume Skenario 4

7/16/2019 Resume Skenario 4

http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 123/133

Mean Arterial Pressure ( MAP ) 120 mmHg – 160 mmHg, sedangkan pada penderita

hipertensi baru dengan MAP diantara 60 – 120 mmHg. Pada keadaan hiper kapnia,

autoregulasi menjadi lebih sempit dengan batas tertinggi 125 mmHg, sehingga perubaha

n

yang sedikit saja dari TD menyebabkan asidosis otak akan mempercepat timbulnya

oedema otak.

DIAGNOSA 

Diagnosa krisis hipertensi harus ditegakkan sedini mungkin, karena hasil terapi tergantu

ng kepada tindakan yang cepat dan tepat. Tidak perlu menunggu hasil pemeriksaan yan

g menyeluruh walaupun dengan data-

data yang minimal kita sudah dapat mendiagnosa suatu krisis hipertensi.

Anamnesa : Sewaktu penderita masuk, dilakukan anamnesa singkat. 

Hal yang penting ditanyakan : 

1. Riwayat hipertensi : lama dan beratnya.

2. Obat anti hipertensi yang digunakan dan kepatuhannya.

3. Usia : sering pada usia 40 – 60 tahun.

4. Gejala sistem syaraf ( sakit kepala, hoyong, perubahan mental, ansietas ).

5. Gejala sistem ginjal ( gross hematuri, jumlah urine berkurang ).

6. Gejala sistem kardiovascular ( adanya payah jantung, kongestif dan oedem paru, nyer 

i dada ).

7. Riwayat penyakit : glomerulonefrosis, pyelonefritis.

8. Riwayat kehamilan : tanda eklampsi.

Pemeriksaan fisik : Pada pemeriksaan fisik dilakukan pengukuran TD ( baring dan berdiri ) mencari kerusak 

anorgan sasaran ( retinopati, gangguan neurologi, payah jantung kongestif, altadiseksi ).

 

Perlu dibedakan komplikasi krisis hipertensi dengan kegawatan neurologi ataupun paya

h

 jantung, kongestif dan oedema paru. Perlu dicari penyakit penyerta lain seperti penyakit

 jantung koroner.

Page 124: Resume Skenario 4

7/16/2019 Resume Skenario 4

http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 124/133

Pemeriksaan penunjang : 

Pemeriksaan penunjang dilakukan dua cara yaitu :

1. Pemeriksaan yang segera seperti :

a. darah : rutin, BUN, creatirine, elektrolik, KGD.

 b. urine : Urinelisa dan kultur urine.

c. EKG : 12 Lead, melihat tanda iskemi.

d. Foto dada : apakah ada oedema paru ( dapat ditunggu setelah pengobatan terlaksana ).

2. Pemeriksaan lanjutan ( tergantung dari keadaan klinis dan hasil pemeriksaan yang per 

tama ) :

a. sangkaan kelainan renal : IVP, Renald angiography ( kasus tertentu ), biopsi renald (

kasus tertentu ).

 b. menyingkirkan kemungkinan tindakan bedah neurologi : Spinal tab, CAT Scan.

c. Bila disangsikan Feokhromositoma : urine 24 jam untuk Katekholamine, metamefrin,

venumandelic Acid ( VMA ).

Difrensial diagnosa 

Krisis hipertensi harus dibedakan dari keadaan yang menyerupai krisis hipertensi seperti

:

Hipertensi berat

Emergensi neurologi yang dapat dikoreksi dengan pembedahan.

Ansietas dengan hipertensi labil.

Oedema paru dengan payah jantung kiri.

PENGOBATAN KRISIS HIPERTENSI. 

Pemakaian obat-obat untuk krisis hipertensi 

1. 

Sodium Nitroprusside : merupakan vasodelator direkuat baik arterial maupun venous. Secara i. V mempunyai onsep of action yang cepat yaitu : 1 – 2 dosis 1 – 

6 ug / kg / menit.

Efek samping : mual, muntah, keringat, foto sensitif, hipotensi.

2.   Nitroglycerini : merupakan vasodilator vena pada dosis rendah tetapi bila denga

n dosis tinggi sebagai vasodilator arteri dan vena. Onset of action 2 – 

5 menit, duration of action 3 – 5 menit.

Dosis : 5 – 100 ug / menit, secara infus i. V.

Page 125: Resume Skenario 4

7/16/2019 Resume Skenario 4

http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 125/133

Efek samping : sakit kepala, mual, muntah, hipotensi.

3.  Diazolxide : merupakan vasodilator arteri direk yang kuat diberikan secara i. V b

olus.

Onset of action 1 – 2 menit, efek puncak pada 3 – 5 menit, duration of action 4 – 

12 jam.

Dosis permulaan : 50 mg bolus, dapat diulang dengan 25 – 

75 mg setiap 5 menit sampai TD yang diinginkan.

Efek samping : hipotensi dan shock, mual, muntah, distensi abdomen, hiperuricemia, ari

tmia, dll.

4.  Hydralazine : merupakan vasodilator direk arteri. Onset of action : oral 0,5 – 

1 jam, i.v : 10 – 20 menit duration of action : 6 – 12 jam.

Dosis : 10 – 20 mg i.v bolus : 10 – 40 mg i.m

Pemberiannya bersama dengan alpha agonist central ataupun Beta Blocker untuk mengu

rangi refleks takhikardi dan diuretik untuk mengurangi volume intravaskular.

Efeksamping : refleks takhikardi, meningkatkan stroke volume dan cardiac out put, eksa

serbasi angina, MCI akut dll.

5.  Enalapriat : merupakan vasodelator golongan ACE inhibitor. Onsep on action 15

  – 60 menit.

Dosis 0,625 – 1,25 mg tiap 6 jam i.v.

6.  Phentolamine ( regitine ) : termasuk golongan alpha andrenergic blockers. Terut

ama untuk mengatasi kelainan akibat kelebihan ketekholamin. Dosis 5 – 

20 mg secar i.v bolus atau i.m. Onset of action 11 – 2 menit, duration of action 3 – 

10 menit.

7.  Trimethaphan camsylate : termasuk ganglion blocking agent dan menginhibisi si

stem simpatis dan parasimpatis. Dosis : 1 – 4 mg / menit secara infus i.v. Onset of action : 1  – 5 menit.

Duration of action : 10 menit.

Efek samping : opstipasi, ileus, retensia urine, respiratori arrest, glaukoma, hipotensi, m

ulut kering.

8.  Labetalol : termasuk golongan beta dan alpha blocking agent.

Dosis : 20 – 80 mg secara i.v. bolus setiap 10 menit ; 2 mg / menit secara infus i.v.

Onset of action 5 – 10 menit

Page 126: Resume Skenario 4

7/16/2019 Resume Skenario 4

http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 126/133

Efek samping : hipotensi orthostatik, somnolen, hoyong, sakit kepala, bradikardi,dll

Juga tersedia dalam bentuk oral dengan onset of action 2 jam, duration of action 10 jam

dan efek samping hipotensi, respons unpredictable dan komplikasi lebih sering dijumpai

.

9.  Methyldopa : termasuk golongan alpha agonist sentral dan menekan sistem syara

f simpatis.

Dosis : 250 – 500 mg secara infus i.v / 6 jam.

Efek samping : Coombs test ( + ) demam, gangguan gastrointestino, with drawal sindro

me dll. Karena onset of actionnya bisa takterduga dan kasiatnya tidak konsisten, obat ini

kurang disukai untuk terapi awal.

10.  Clonidine : termasuk golongan alpha agonist sentral.

Dosis : 0,15 mg i.v pelan-

 pelan dalam 10 cc dekstrose 5% atau i.m.150 ug dalam 100 cc dekstrose dengan titrasi d

osis.

Onset of action 5 – 10 menit dan mencapai maksimal setelah 1 jam atau beberapa jam

Efek samping : rasa ngantuk, sedasi, hoyong, mulut kering, rasa sakit pada parotis. Bila

dihentikan secara tiba-tiba dapat menimbulkan sindroma putus obat. Walaupun akhir-

akhir ini ada kecenderungan untuk memberikan obat-

obat oral yang cara pemberiannya lebih mudah tetapi pemberian obat parenteral adalah l

ebih aman. Dengan Sodium nitrotprusside, Nitroglycirine, Trimethaphan TD dapatditur 

unkan baik secara perlahan maupun cepat sesuai keinginan dengan

cara menatur tetesan infus. Bila terjadi penurunan TD berlebihan,infus distop dan

TD dapat naik kembali dalam beberapa menit.

Page 127: Resume Skenario 4

7/16/2019 Resume Skenario 4

http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 127/133

 

KEMATIAN MENDADAK  (SUDDEN DEATH)

Definisi

  Kematian yang terjadi dalam waktu kurang atau sama dengan 24 jam setelah

gejala penyakit atau kelainan tubuh yang menyebabkan kematian timbul.

  Biasanya terjadi tidak terduga (unexpected death).

  Bila kematian terjadi kurang atau sama dengan 1 jam dari onset gejala  

kematian seketika (instantaneous death).

  Dalam menghadapi kematian mendadak biasanya oleh keluarga, dokter 

dimintai surat kematian sebagai dokter harus berhati-hati.

  Harus ditentukan dahulu apakah suatu kematian wajar atau tidak wajar.

  Bila tidak dapat menentukan tidak boleh mengisi/membuat surat

kematian.

  Keluarga/dokter melapor kpd. Penyidik untuk otopsi.

Pada kematian mendadak, tindakan otopsi adalah penting untuk mencatat :

a.  Kematian wajar atau tidak wajar.

 b.  Apa sebab kematian korban.

Bila tanpa otopsi kesalahan 75 %

Dengan otopsi kesalahan 2 %

Contoh :

a.  Seseorang dengan trauma kepala; tidak ada gejala/keluhan, setelah beberapa

hari mengeluh pusing, kesadaran menurun meninggal dunia. Oleh

keluarga dianggap mati wajar. Setelah di-otopsi Epidural Bleeding yang

mematikan. Hal ini oleh karena adanya “Lucide Interval”. 

 b. 

Seseorang mati mendadak dengan luka-2 di kepala. Oleh keluarga dianggapmati tak wajar. Lapor penyidik  – otopsi. Setelah otopsi didapatkan MCI

luasMati wajar. Luka di kepalanya akibat jatuh waktu ada serangan MCI.

c.  Ada orang meninggal oleh karena tersengat listrik/keracunan. Bila pada

Pemeriksaan Luar tidak didapatkan kelainan dianggap mati wajar. Tanpa

dilakukan otopsi seringkali terjadi kesalahan.

Incidence Kematian Mendadak:

a.  Usia : 35 – 70 th.

Page 128: Resume Skenario 4

7/16/2019 Resume Skenario 4

http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 128/133

 b.  Bayi 6 – 8 bulan.

c.  Laki-2 > wanita

d.  Di Kota > di desa

Penyebab Kematian Mendadak 

I.  Neonatal : (Lahir – 4 minggu)

 –   Wajar : anomali congenital, infeksi.

 –   Mati tidak wajar :Kecelakaan : Perdarahan placenta, Pembunuhan : smothering.

II.  Childhood : (1 bulan – 1 tahun)

 –   Wajar : Anomali congenital, infeksi.

 –   Mati tidak wajar : Kecelakaan, Pembunuhan Battered Child Syndrome.

III.  Dewasa :

 –   Mati wajar :

a.  Sistem Cardiovasculer.

 b.  Sistem Saraf Pusat (CNS)

c.  Sistem Respirasi.

d.  Sistem Gastrointestinal.

e.  Sistem Urogenital.

 –   Mati Tidak Wajar :

a.  Kecelakaan : Vagal Inhibition Reflex, Bolus Death,

 b.  Pembunuhan : Trauma, Throttling.

c.  Bunuh diri : Intoksikasi, Hanging, Trauma.

Penyebab kematian mendadak MCI.

a.  Penyebab MCI :

 –   Arteriosclerosis/Atheroma.

 –  

Emboli thrombus a.Coronaria. –   Aortitis luetica.

 –   Kelainan congenital.

 b.  Akibat oclusi a.coronaria 

 –   Sudden Death.

 –   Myocardial infarction.

 –   Rupture jantung.

 –   Myocard fibrosis.

Page 129: Resume Skenario 4

7/16/2019 Resume Skenario 4

http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 129/133

 –   Aneurysma jantung.

 –   Pericarditis.

Insidens oclusi a.coronaria 

a.  67% penyakit jantung

 b.  Laki-2 : wanita = 3 : 2.

c.  Orang kota lebih sering.

d.  Overweight lebih sering.

Lokasi oclusi a.coronaria 

•  R.descendens a.coronaria sinistra. 45-65%

•  Ostium a.coronaria dextra. 25-45%

•  R.circumflexa a.coronaria sinistra. 3-10%

•  Ostium a.coronaria sinistra.0-10%

Pada Myocard infarct otopsi untuk menentukan :

a.  Cara kematian.

 b.  Sebab kematian.

c.  Mencari hubungan trauma dengan MCI.

Macroscopic :

•  Bila hidup > 8 jam.

•  Myocard warna kepucatan.

•  Penyembuhan merah kebiruan.

•   Necrotic kekuningan (24 jam).

•  Terdapat garis-2 merah & pucat Trigoid.

CRIB DEATH = COT DEATH =Sudden Infant Death Syndrome

a. 

Bayi sehat/sakit ringan

meninggal dunia. b.  Kemungkinan oleh karena :

 –   Status thymolymphaticus.

 –    Neurogenic shock.

 –   Metabolic disease.

 –   Hypogamma globulinaemia.

 –   Anaphylactic shock.

 –   Hypersensitif thd. Ag susu sapi.

Page 130: Resume Skenario 4

7/16/2019 Resume Skenario 4

http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 130/133

 –   Pertumbuhan gld.parathyroid tidak sempurna.

 –   Infeksi virus.

c.  Usia paling banyak < 6 bulan, terutama 2-4 bln.

d.  40% dengan gejala infeksi tr.rspiratorius.

e.  Keadaan sosek kurang.

f.  Perawatan jelek.

g.  Keluarga banyak.

BATTERED CHILD SYNDROME.

a.  Bayi / anak kurang atau sama dengan 5 tahun mengalami kekerasan fisik 

yg.ringan dan berulang sampai meninggal dunia.

 b.  Pelaku :

 –   Pengasuh/ortunya dg.kelainan jiwa.

 –   Problem perkawinan.

c.  Cara kejadian :

 –   Dipukul, ditendang, dicabuti rambutnya.

 –   Disulut dengan rokok / api.

 –   Dibiarkan kelaparan.

d.  Pemeriksaan yang penting :

 –   Riwayat anak.

 –   Keadaan pengasuh / kedua ortunya.

 –   Riwayat kejadian sampai meninggal.

 –   Keadaan rumah / tempat kejadian.

CRIB DEATH = COT DEATH = Sudden Infant Death Syndromea.  Hasil Otopsi :

 –   Biasanya terdapat Diaper rash.

 –   Terdapat luka-2 lama dan baru.

 –   Rontgen terdapat fracture terutama tulang-tulang tengkorak, costae,

tulang panjang.

 –   Epidural Bleeding, Subdural Bleeding, Subarachnoid bleeding, Contusio

Cerebri.

Page 131: Resume Skenario 4

7/16/2019 Resume Skenario 4

http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 131/133

 –   Laceratio Cerebri lama dan baru

Kesimpulan VR Kematian Mendadak 

a.  Tidak ada hubungan dengan trauma

 b.  Ada hubungan dengan trauma:

 –    Natural disease mendasari trauma

 –   Trauma mendasari Natural disease.

c.  Trauma dan Natural Disease sama-2 mematikan bersaing.

d.  Bila ada kematian mendadak  otopsi. Pemeriksaan harus berhati-hati dan lebih

teliti

e.  Penyebab kematian mati mendadak yang paling sering adalah mati wajar.

f.  Tanpa otopsi menentukan sebab kematian kesalahan besar.

Page 132: Resume Skenario 4

7/16/2019 Resume Skenario 4

http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 132/133

TRIASE KEGAWATDARURATAN KARDIOVASKULER  

PENDEKATAN TRIASE MENURUT PENAMPILAN

Dalam pekerjaan gawat darurat kardiovaskuler pemilahan penderita pada waktu

datang di ruang gawat darurat adalah berdasarkan : nyeri dada, sesak nafas, gangguan

kesadaran, tekanan darah, gangguan irama, dan ruda paksa.

NYERI DADA

Gawat

 Nyeri dada menetap dengan penjalaran ke leher, lengan, atau rahang dan disertai

gambaran iskemia pada EKG, tidak berkurang dengan istirahat atau nitrogliserin. Rasa

lemah waktu aktifitas fisik, pucat dan keringat dingin, hipotensi, takikardia, irama tidak 

teratur, bising atau thrill yan tidak ada sebelumnya, ronki basah.

Cukup gawat

Intensitas nyeri sedang, dapat diatasi dengan istirahat, atau nitrogliserin, nyeri

dada substernal, yang berulang tanpa ada kelainan pemeriksaan fisik, episode nyeri dada

 pada infark lama yang kemudian menghilang. Keluhan atau tanda penyakit pericardium.

 Nyeri dengan riwayat ata tanda gagal jantung yang bertambah.

Kurang gawat

Angina tipikal stabil, yang timbul karena bekerja yang segera dapat dihilangkan

dengan istirahat atau nitrogliserin serta tidak ada riwayat kelainan yang baru dan

 pemeriksaan fisik normal.

 Nyeri dada tidak khas jangan dianggap non-kardiak sebelum disingkirkan

kemungkinan kardiak.

SESAK 

Gawat

Dianggap gawat bila frekuensi nafas 40x/menit atau lebih. Sesak nafas meninkat

waktu berbaring, disertai gelisah dan kelihatan sakit berat, batuk terus menerus (kadang

disertai darah), atau disertai nyeri dada, nyeri punggung, bising diastolik, nadi asimetris,

atau aritmia.

Cukup gawat

Page 133: Resume Skenario 4

7/16/2019 Resume Skenario 4

http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 133/133

Dikatakan cukup gawat bila penderita merasa terganggu tetapi tidak tampak 

sakit berat, pernafasan kurang dari 40x/menit, merasa lebih enak bila bantal ditinggikan.

Tekanan vena jugularis meningkat sedikit.

Kurang gawat

Pernafasan kurang dari 30x/menit. Rasa cukup enak meskipun tidur datar,

tekanan vena jugularis normal, tidak ada ronki.

GANGGUAN KESADARAN

Gawat

Sinkop disertai gangguan irama atau tekanan darah abnormal

Cukup gawat

Sinkop dengan latar belakang gangguan fungsi alat pacu atau katup buatan,

adanya flebitis, nyeri dada atau gangguan neurologis. Penderita dengan : riwayat

resusitasi, dalam pengobatan antiaritmia, nadi lambat, tekanan jugularis meninggi,

 pulsus paradoksus, gagal jantung, bising karotis.

Kurang gawat

Bisa berupa sinkop ataupun presinkop karena obat vasodilator, hipotensi

ortostatik, sinkop pasca mituriksi atau vasovagal. Curigai non-kardiak bila ada kejang

epilepsy, hipoglikemia, trauma kepala, perdarahan atau banyak kehilangan cairan.