resume skenario 4
TRANSCRIPT
7/16/2019 Resume Skenario 4
http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 1/133
RESUME BLOK 17
SKENARIO 4
Oleh:
KELOMPOK C
1. Putu Kristalina Witari 082010101023
2. Ayu Budhi Trisna 082010101026
3. Riska Ratwita Wibawa 082010101028
4. Alfa Miftahul Khoir 082010101033
5. Yuyun Muwaddatur R 082010101034
6. R.Anggi Dwi Putra 082010101035
7. Muhammad Yuda A 082010101036
8. Anindita Novia D. 082010101037
9. Raras Silvia Gama 082010101038
10. Anggun Puspita Dewi 082010101040
11. Mekania Tamarizki 082010101041
12. Achwana Sri A. 082010101043
13. Ina Soraya 082010101072
14. Wendy Yuhardika M 082010101077
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JEMBER
2011
7/16/2019 Resume Skenario 4
http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 2/133
SKENARIO 4
“ GAWAT DARURAT KARDIOLOGI ”
Tuan Norman, usia 56 tahun dengan berat badan 100 kg, malam itu dibawa ke
rumahsakit dengan keluhan sesak nafas,. Dokter jaga IGD yang menerima, segera
melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Berdasarkan cerita keluarganya, tuan
Norman mengeluh sesak nafas sejak 8 jam sebelumnya dengan selalu memegangi dada
kirinya. Sesampai di rumahsakit sesaat kejadian tuan Norman tidak sadarkan diri. Dari
pemeriksaan fisik, didapatkan tekanan darah 180/130 mmHg, dengan heart rate yang
irregular, auskultasi paru didapatkan suara ronki basah halus di kedua hemithoraks.
Dokter juga mendapatan kedua tungkai edema serta mencium aroma keton keluar dari
nafas tuan Norman.
Key word
Laki-laki usia 56 tahun
Berat badan 100 kg
KU : sesak nafas
RPS :
- Sesak nafas sejak 8 jam yll,
- Selalu memegangi dada kiri,
- Sesaat sampai RS tidak sadarkan diri
Px fisik:
- tekanan darah 180/130 mmHg,
-
Heart rate yang irregular,- Auskultasi paru didapatkan suara ronki basah halus di kedua hemithoraks
- Kedua tungkai edema
- Aroma keton keluar dari nafas tuan Norman.
7/16/2019 Resume Skenario 4
http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 3/133
ANALISIS SKENARIO
Laki-laki 56 tahun
Seorang laki-laki mempunyai factor risiko terkena penyakit jantung/ penyakit
pembuluh darah lebih tinggi dari wanita, sebab pada wanita memiliki hormone
esterogen yang bisa melindungi endotel. Akan tetapi pada wanita yang telah terkena
penyakit ini angka mortalitas lebih tinggi dari pada pria. Selain itu, pada laki-laki usia
40-60 tahun memiliki prevalensi PJK 5 kali lipat
Berat badan 100kg
Berat badan 100kg belum bisa dikategorikan obesitas karena tidak tercantum
tinggi badan, akan tetapi untuk ukuran orang Indonesia yang rata-rata tingginya untuk
laki-laki sekitar 170 cm maka orang ini sudah dikategorikan obesitas, hal ini merupakan
factor-faktor risiko terjadinya penyakit-penyakit degenerative seperti misalnya penyakit
pembuluh darah ( stroke, hipertensi, PJK, dsb) dan juga penyakit diabetes mellitus
KU : sesak nafas
Pasien ini memiliki keluhan utama berupa sesak nafas, sesak nafas merupakan
suatu perasaan yang subjektif berupa kesulitan untuk bernafas dengan menurunnya
kualitas pernafasan yang bervariasi intensitasnya. Keadaan ini bisa dikaitkan akibat
berhubungan dengan factor luar maupun dalam diri sendiri. Seperti misalnya fisiologis,
psikologis, social, lingkungan, serta tingkah laku. Sesak nafas bisa disebabkan karena
kelainan jantung, kelaian paru, atau sebab lain. Berikut ini merupakan diagnosis
banding sesak nafas:
Diagnose banding sesak nafas:
Kelainan paru Kelainan jantung Sebab lain
Asma
COPD
Obstruksi trakea
Emfisema
Interstitial lung
disease
Hipertensi paru
Emboli paru
Pneumonia
Sindrome coroner
Kelainan katub jantung
Kardiomiopati
Kelainan
pericardium
Aritmia
Gagal jantung
Kelemahan otot
pernafasan Mistenia gravis
GBS
Anemia
Metabolic asidosis
Diabetic
ketoasidosis
Salicylates
7/16/2019 Resume Skenario 4
http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 4/133
Efusi pleura
Pneumothoraks
Kehamilan
Gangguan
psikiatrik
Cemas, dll
Patofisiologi sesak nafas
Pendekatan diagnosis pada pasien sesak nafas:
7/16/2019 Resume Skenario 4
http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 5/133
7/16/2019 Resume Skenario 4
http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 6/133
Pasien ini mengalami sesak nafas sejak 8 jam yang lalu dan selalu memegangi
dada kiri, berarti dia mengalami nyeri dada.
Nyeri dada
Ada 2 macam jenis nyeri dada yaitu:
A. Nyeri dada pleuritik
Nyeri dada pleuritik biasa lokasinya posterior atau lateral. Sifatnya tajam dan
seperti ditusuk. Bertambah nyeri bila batuk atau bernafas dalam dan berkurang
bila menahan nafas atau sisi dada yang sakit digerakan. Nyeri berasal dari
dinding dada, otot, iga, pleura perietalis, saluran nafas besar, diafragma,
mediastinum dan saraf interkostalis. Nyeri dada pleuritik dapat disebakan oleh
Difusi pelura akibat infeksi paru, emboli paru, keganasan atau radang
subdiafragmatik ; pneumotoraks dan penumomediastinum.
B. Nyeri dada non pleuritik
Nyeri dada non-pleuritik biasanya lokasinya sentral, menetap atau dapat
menyebar ke tempat lain. Paling sering disebabkan oleh kelainan di luar paru.
1. Kardial
a. Iskemik miokard akan menimbulkan rasa tertekan atau nyeri substernal yang
menjalar ke aksila dan turun ke bawah ke bagian dalam lengan terutama lebih
sering ke lengan kiri. Rasa nyeri juga dapat menjalar ke epigasterium, leher,
rahang, lidah, gigi, mastoid dengan atau tanpa nyeri dada substernal.
Nyeri disebabkan karena saraf eferan viseral akan terangsang selama iskemik
miokard, akan tetapi korteks serebral tidak dapat menentukan apakah nyeri
berasal dari miokard. Karena rangsangan saraf melalui medula spinalis T1-T4
yang juga merupakan jalannya rangsangan saraf sensoris dari sistem somatisyang lain. Iskemik miokard terjadi bila kebutuhan 02 miokard tidak dapat
dipenuhi oleh aliran darah koroner. Pada penyakit jantung koroner aliran darah
ke jantung akan berkurang karena adanya penyempitan pembuluh darah koroner.
Ada 3 sindrom iskemik yaitu :
- Angina stabil ( Angina klasik, Angina of Effort) :
Serangan nyeri dada khas yang timbul waktu bekerja. Berlangsung hanya
beberapa menit dan menghilang dengan nitrogliserin atau istirahat. Nyeri dada
7/16/2019 Resume Skenario 4
http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 7/133
dapat timbul setelah makan, pada udara yang dingin, reaksi simfatis yang
berlebihan atau gangguan emosi.
- Angina tak stabil (Angina preinfark, Insufisiensi koroner akut) :
Jenis Angina ini dicurigai bila penderita telah sering berulang kali mengeluh
rasa nyeri di dada yang timbul waktu istirahat atau saat kerja ringan dan
berlangsung lebih lama.
- Infark miokard :
Iskemik miokard yang berlangsung lebih dari 20-30 menit dapat menyebabkan
infark miokard. Nyeri dada berlangsung lebih lama, menjalar ke bahu kiri,
lengan dan rahang. Berbeda dengan angina pektoris, timbulnya nyeri dada tidak
ada hubungannya dengan aktivitas fisik dan bila tidak diobati berlangsung dalam
beberapa jam. Disamping itu juga penderita mengeluh dispea, palpitasi dan
berkeringat. Diagnosa ditegakan berdasarkan serioal EKG dan pemeriksa enzym
jantung.
b. Prolaps katup mitral dapat menyebabkan nyeri dada prekordinal atau
substernal yang dapat berlangsung sebentar maupun lama. Adanya murmur akhir
sistolik dan mid sistolik-click dengan gambaran echokardiogram dapat
membantu menegakan diagnosa.
c. Stenosis aorta berat atau substenosis aorta hipertrofi yang idiopatik juga dapat
menimbulkan nyeri dada iskemik.
2. Perikardikal
Saraf sensoris untuk nyeri terdapat pada perikardium parietalis diatas diafragma.
Nyeri perikardila lokasinya di daerah sternal dan area preokordinal, tetapi dapat
menyebar ke epigastrium, leher, bahu dan punggung. Nyeri bisanya sepertiditusuk dan timbul pada waktu menarik nafas dalam, menelan, miring atau
bergerak. Nyeri hilang bila penderita duduk dan berdandar ke depan. Gerakan
tertentu dapat menambah rasa nyeri yang membedakannya dengan rasa nyeri
angina. Radang perikardial diafragma lateral dapat menyebabkan nyeri
epigastrum dan punggung seperti pada pankreatitis atau kolesistesis.
7/16/2019 Resume Skenario 4
http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 8/133
3. Aortal
Penderita hipertensi, koartasio aorta, trauma dinding dada merupakan resiko
tinggi untuk pendesakan aorta. Diagnosa dicurigai bila rasa nyeri dada depan
yang hebat timbul tiba-tiba atau nyeri interskapuler. Nyeri dada dapat
menyerupai infark miokard akan tetapi lebih tajam dan lebih sering menjalar ke
daerah interskapuler serta turun ke bawah tergantung lokasi dan luasnya
pendesakan.
4. Gastrointestinal
Refluks esofagitis, kegansan atau infeksi esofagus dapat menyebabkan nyeri
esofageal. Nyeri esofageal lokasinya ditengah, dapat menjalar ke punggung,
bahu dan kadang – kadang ke bawah ke bagian dalam lengan sehingga seangat
menyerupai nyeri angina. Perforasi ulkus peptikum, pankreatitis akut distensi
gaster kadang – kadang dapat menyebabkan nyeri substernal sehingga
mengacaukan nyeri iskemik kardinal. Nyeri seperti terbakar yang sering bersama
– sama dengan disfagia dan regurgitasi bila bertambah pada posisi berbaring dan
berurang dengan antasid adalah khas untuk kelainan esofagus, foto
gastrointestinal secara serial, esofagogram, test perfusi asam, esofagoskapi dan
pemeriksaan gerakan esofageal dapat membantu menegakan diagnosa.
5. Mulkuloskletal
Trauma lokal atau radang dari rongga dada otot, tulang kartilago sering
menyebabkan nyeri dada setempat. Nyeri biasanya timbul setelah aktivitas fisik,
berbeda halnya nyeri angina yang terjadi waktu exercis. Seperti halnya nyeri
pleuritik. Nyeri dada dapat bertambah waktu bernafas dalam. Nyeri otot juga
timbul pada gerakan yang berpuitar sedangkan nyeri pleuritik biasanya tidak
demikian.6. Fungsional
Kecemasan dapat menyebabkan nyeri substernal atau prekordinal, rasa tidak
enak di dada, palpilasi, dispnea, using dan rasa takut mati. Gangguan emosi
tanpa adanya klealinan objektif dari organ jantung dapat membedakan nyeri
fungsional dengan nyeri iskemik miokard.
7/16/2019 Resume Skenario 4
http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 9/133
7. pulmonal
Obstruksi saluran nafas atas seperti pada penderita infeksi laring kronis dapat
menyebakan nyeri dada, terutama terjadi pada waktu menelan. Pada emboli paru
akut nyeri dada menyerupai infark miokard akut dan substernal. Bila disertai
dengan infark paru sering timbul nyeri pleuritik. Pada hipertensi pulmoral
primer lebih dari 50% penderita mengeluh nyeri prekordial yang terjadi pada
waktu exercise. Nyeri dada merupakan keluhan utama pada kanker paru yang
menyebar ke pleura, organ medianal atau dinding dada.
Diagnosis banding nyeri dada:
System Diagnosis banding
Jantung Iskemik miokard
Pericarditis akut
Diseksi aorta
Stenosis aorta
Pemakaian kokain
Gastrointestinal GERD
Spasme esophagus
Dismotility
Kolesistitis
Ulcer peptis
Pankreatitis
Psikosomatik Panic
Cemas
Depresi
Pulmonary Emboli pulmo
Pneumonia
Pneumothoraks
Musculoskeletal Kostokondritis
Fibromyalgia
Lain-lain Artritis
Herpes zoster
EVALUASI SAKIT DADA
Dimana lokasi sakitnya?
7/16/2019 Resume Skenario 4
http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 10/133
o Khas: retrosternal
Seperti apa sakitnya ( sifat)
o Seperti tertekan, perasaan kencang atau berat,seperti dieras, rasa sesak atau pegal.
Apa penyebabnya? ( pencetus)
o Semua keadaan yang meningkatkan denyut jantung dan kebutuhan oksigen ( emosi,
latihan fisik, makan banyak, perubahan suhu, bersenggama, dll)
Kemana menjalarnya? ( radiasi)
o Ke leher dengan perasaan tercekik, bagian dalam tangan kiri dibawah ketiak (
sedangkan sakit musuloskeletal berada diluar tangan atau terasa dibahu)
Apa yang mengurangi sakitnya?
o Bial kecepatan jantung diperlambat, relaksasi, istirahat, minum obat glyceril
trinitrat ( biasanya hilang dalam 5 menit)
Apa yang anda lakukan bla sakitnya datang?
Perhatikan riwayat penyakit, jenis kelamin, umur, faktor risiko ( merokok,
hipertensi, hiperkolesterolemia, dll
PEMERIKSAAN KHUSUS LAIN
UJI LATIH JANTUNG DENGAN BEBAN
Dianjurkan untuk semua yang diurigai angina, kecuali pada usia lanjut dan
cacat. Terutma untuk angina yang stabil.
Indikasi:
1. Sebagai bantuan diagnosis angina dengan memprovokasi sakit dada dan
kelainan iskemia
2. Untuk stratifikasi resiko
3. Untuk mengetahui kapasitas fungsional nasehat mengenai kegiatannya
SKINTIGRAFI THALLIUM -201
ANGIOGRAFI KORONER
Tekanan darah 180/130 mmHg
7/16/2019 Resume Skenario 4
http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 11/133
Pada pemeriksaan fisik didapatkan hipertensi grade 3 yang merupakan factor risiko dari
penyekit degenerative,
Tabel klasifikasi tekanan darah menurut JNC VII 2003:
Heart rate irreguler
Suara jantung pasien ini tidak teratur/ disritmia, dimana hal ini merupakan akibat
dari gangguan otomatisasi, gangguan hantaran, atau kombinasi keduanya.
- Gangguan otomatisasi: percepatan atau perlambatan nodus sinus
- Gangguan hantaran : irama yang sangat cepat (ex: syndrome WPW dengan
takikardi) atau sangat lambat (AV blok)
Disritmia dapat diketahui dari gambaran irama dan morfologi EKG
Gejala yang ditimbulkan tergantung dari disritmia yang terbentuk seperti :
pusing, berdebar debar, perasaan melayang, dsb.
Analisis rekaman EKG harus dilkukan secara sistematis dan menjawab pertanyaan berikut:
1. Irama cepata atau lambat?
2. Irama atrium dan ventrikel sama atau sebanding?
3. Interval antar gel P dan antar gel R teratur tau tidak?
4. Bila tidak teratur apakah menetap ataukah sangat tidak teratur?
5. Apakah gel P mengikuti kompleks QRS?
6. Apakah gel P dan kopleks QRS menyerupai bentuk normal?
7/16/2019 Resume Skenario 4
http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 12/133
7. Apakah interval PR dan QRS dalam batas normal?
8. Apakh hub disritmia tsbt bila dihub klinis pasien?
9. Pengobatan berdasarkan makna klinis
10. Diagnosa/DD??
11. Memberikan keluhan ?
12. Konsekuensinya apa?
Peyebab disritmia:
Obat-obatan: terutama dari golongan 1a (kinidin, disopiramid, prokainamid) dan
1 c ( fleksinid, propafenon), digitalis, antidepresan trisiklik, teofilin
Gagguan elektrplit dan gas darah: tut hipo atau hiperkalemia, asidosis
Payah janung kongestif: akibat terjadinya aktifasi neurohormonal
Kel jantung yang aritmogenk: syndrome WPW atau sindrom QT panjang
Gangguan ventilasi, infeks, anemia, hipotensi dan renjatan: bisa terjadi takikari
supravenrkuler
Tirotoksikosis: menyebabakn flutter atrium atau fibrilasi
Ronki basah halus
Istilah “ Ronki” yang dibagi menjadi 2 macam yaitu ronki basah dengan suara
terputus- putus dan ronki kering dengan suara tidak terputus.
Ronki basah kasar seperti suara gelembung udara besar yang pecah, terdengar pada
saluran napas besar bila terisi banyak secret. Ronki basah sedang seperti suara
gelembung kecil yang pecah, terdengar bila adanya secret pada saluaran napas kecil dan
sedang, biasanya pada bronkiektasis dan bronkopneumonia. Ronki basah halus tidak
mempunyai sifat gelembung lagi, terdengar seperti gesekan rambut, biasanya pada
pneumonia dini atau adanya secret/cairan dalam kavitas paru.
Akumulasi cairan pada interstitial paru tergantung pada tekanan hidrostatik dan
tekanan onkotik dai kapiler paru dan ruang sekitar. Tekanan onkotik bergantung pada
kadar albumin dalam darah yang kadarnya akan berkurnag pada keadaan sirosis hepatic
atau sindrom nefrotik. Akan tetapi keadaan hipoalbuminemia ini tidak cukup untuk
menyebabkan edema interstitial tanpa didukung oleh kelainan dari endotel vaskuler.
7/16/2019 Resume Skenario 4
http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 13/133
Edema kedua tungkai
Edema perifer terjadi akibat penimbunan cairan dalam ruang interstisial. Edemamula-mula tampak pada bagian tubuh yang tergantung dan terutama pada malam hari;
dapat terjadi nokturia (diuresis malam hari) yang mengurangi retensi cairan. Nokturia
disebabkan oleh redistribusi cairan dan reabsorpsi pada waktu berbaring, dan juga
berkurangnya vasokonstriksi ginjal pada waktu istirahat. Gagal jantung yang berlanjut
dapat menimbulkan asites atau edema anasarka (edema tubuh generalisata). Meskipun
gejala dan tanda penimbunan cairan pada aliran vena sistemik secara klasik dianggap
terjadi akibat gagal jantung kanan, namun manifestasi paling dini dari bendungan
sistemik umumnya disebabkan oleh retensi cairan daripada gagal jantung kanan yang
nyata. Semua manifestasi secara khas diawali dengan bertambahnya berat badan, yang
jelas mencerminkan adanya retensi natrium dan air. (Price, 2006 : 638)
Nafas bau keton
Bau nafas pasien tercium keton, keton merupakan hasil samping dari pemecahan
lemak, hal ini bisa terjadi akibat komplikasi pada penderita diabetes melitus.
LEARNING OBJEKTIF
PJK
7/16/2019 Resume Skenario 4
http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 14/133
- Angina pectoris stabil
- Angina pectoris tidak stabil
- IMA ( STEMI & NSTEMI)
GAGAL JANTUNG
EDEM PARU AKUT
DISRITMIA
KRISIS HIPERTENSI
KOMA DIABETIKUM
- Ketoasidosis diabetic
- Koma hyperosmolar hiperglikemik non ketotik
- Asidosis laktat
TRIASE KEGAWATDARURATAN KARDIOVASKULER
SUDDEN DEATH
PEMBAHASAN
7/16/2019 Resume Skenario 4
http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 15/133
PENYAKIT JANTUNG KORONER
Penyakit jantung coroner adalah penyakit yang disebabkan karena penyumbatan
karena aterosklerosis atau penyempitan atau keduanya arteri coroner.
Definisi:
Angina pectoris stabil (APS), syndrome klinik yang ditandai rasa tidak enak
didada, rahang, bahu, punggung ataupun lengan, yang biasanya dicetuskan oleh
kerja fisik atu stress emosional, dan keluhan ini bisa berkurang karena istirahat
dan pemberian nitrogliserin.
Angina prinzmetal, angina yang timbul akibta spasme arteri koronaria, sering
timbul sast istirahat, tidak berkaitan dengan kegiatan jasmani, dan kadang-kadang siklik ( pada waktu yang sama tiap harinya)
Sindrom coroner akut (SKA)
- Angina pectoris tidak stabil ( APTS), ditandai nyeri dada mendadak dan
lebih berat, serangan > 20 menit dan lebih sering. Angina yang baru timbul (
< 1 bulan), atau angina yang tibmbul 1 bulan setelah infark miokard.
- Infark miokard akut (IMA), nyer angina pada infark mikard akut biasanya
lebih berat dan lebih lama ( > 30 menit), akan tetapi pada 20-25% IMA tidak
nyeri. IMA bisa STEMI maupun NSTEMI.
Patofisiologi
Dasar kelainan dari penyakit jantung coroner ini adalah diawali dengan
kerusakan endotel. Kerusakan endotel ini dipacu oleh factor hemodinamik ( hipertensi),
zat-zat vasokontriktor, mediator ( sitokin) dari sel darah, asap rokok, diet aterogenik,
paningkatan kadar gula, oksidasi LDL-C.
Kerusakan sel endotel ini akan menghasilkan cell adhesion molecule seperti
sitokin ( IL-1), TNF-α, kemokin, growth factor. Sel inflamasi ( monosit, limfosit-T)
akan migrasi dari endotel ke sub endotel. Monosit akan berubah menjadi makrofag yang
akan menarik LDL teroksidasi dan membentuk sel busa.
LDL teroksidasi menyebabkan kematian sel endotel dan menhasilkan respon
inflamasi dan mengganggu vasodilatasi serta mencetuskan proses trombotik.
Hal-hal diatas menyebabkan terbentuknya plak atherogenik.
Factor risiko PJK
7/16/2019 Resume Skenario 4
http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 16/133
Faktor risiko tidak dapat diubah Factor risiko dapat diubah
- Usia
- Jenis kelamin laki-laki
- Ada riwayat keluarga
- Etnis
- Merokok
- Hipertensi
- Dyslipidemia
- Diabetes mellitus
- Obesitas
- Sindrom metabolic
- Stress
- Diet lemak dan kalor tinggi
- Inaktifitas fisik
Factor risiko baru:
- Inflamasi
- Fibrinogen
- Hemosistein
- Stress oksidatif
GEJALA KLINIS ANGINA PECTORIS
Angina pektoris adalah jenis nyeri dada yang perlu diperhatikan karena
merupakan petunjuk ke arah penyakit jantung koroner dan indikasi untuk mengirim penderita ke Rumah Sakit guna pemeriksaan lebih lanjut. Untuk mengenal indikasi yang
tepat pada penatalaksanaan angina selanjutnya yaitu kapan silakukan arteriografi
koroner, angioplasti koroner ataupun bedah koroner maka perlu diketahui lebih dulu
mengenai jenis angina, prevalensi angina, patigenesa dan perjalanan penyakitnya serta
pemeriksaan yang perlu dilakukan.
Sil ent angina pectoris
Kadang penderita penyakit jantung koroner diketahui secara kebetulan
misalnya saat dilakukan check up kesehatan. Kelompok penderita ini tidak pernah
mengeluh adanya nyeri dada (angina) baik pada saat istirahat maupun saat aktifitas.
Secara kebetulan penderita menunjukkan iskemia saat dilakukan uji beban latihan.
Ketika EKG menunjukkan depresi segmen ST, penderita tidak mengeluh adanya nyeri
dada. Pemeriksaan fisik, foto dada dan lain-lan dalam batas-batas normal.
7/16/2019 Resume Skenario 4
http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 17/133
Mekanisme silent iskemia diduga oleh karena ambang nyeri yang meningkat,
neuropati otonomik (pada penderita diabetes), meningkatnya produksi endomorfin,
derajat stenosis yang ringan.
Stable angina pectoris
Nyeri dada yang timbul saat melakukan aktifitas, bersifat kronis (> 2 bulan).
Nyeri precordial terutama di daerah retrosternal, terasa seperti tertekan benda berat atau
terasa panas, seperti di remas ataupun seperti tercekik, rasa nyeri sering menjalar ke
lengan kiri atas / bawah bagian medial, ke leher, daerah maksila hingga ke dagu atau ke
punggung, tetapi jarang menjalar ke lengan kanan.
Nyeri biasanya berlangsung singkat (1 – 5) menit dan rasa nyeri hilang bila
penderita istirahat. Selain aktifitas fisik, nyeri dada dapat diprovokasi oleh stress /
emosi, anemia, udara dingin dan tirotoksikosis. Pada saat nyeri, sering disertai keringat
dingin. Rasa nyeri juga cepat hilang dengan pemberian obat golongan nitrat. Jika
ditelusuri, biasanya dijumpai beberapa faktor risiko PJK.
Pemeriksaan elektrokardiografi sering normal (50 – 70% penderita). Dapat
juga terjadi perubahan segmen ST yaitu depresi segmen ST atau adanya inversi
gelombang T (Arrow Head). Kelainan segmen ST (depresi segmen ST) sangat nyata
pada pemeriksaan uji beban latihan.
Mekanisme terjadinya iskemia
Pada prinsipnya iskemia yang terjadi pada PJK disebabkan oleh karena terjadi
gangguan keseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen miokard. Dengan adanya
aterosklerosis maka aliran darah koroner akan berkurang, terutama pada saat kebutuhan
meningkat (saat aktifitas) sehingga terjadilah iskemia miokard ( Ischemia On Effort ).
PengobatanPrinsip pengobatan penderita angina pektoris secara umum hampir sama
dengan subset klinis PJK lainnya, yaitu menjaga agar suplai oksigen selalu seimbang
dengan kebutuhan oksigen miokard.
Pada subset klinis ini penderita tidak memerlukan rawat inap, tetapi sangat
penting ditekankan bahwa seorang dengan keluhan nyeri dada memang benar-benar
dalam keadaan angina yang stabil.
7/16/2019 Resume Skenario 4
http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 18/133
Modalitas terapi adalah medikamentosa meliputi : golongan nitrat, calsium
antagonist, beta blocker, anti-throbogenik. Di samping itu juga sangat penting untuk
melakukan penanganan terhadap faktor-faktor risiko. Disamping obat-obatan perlu
dipikirkan untuk dilakukan angiografi koroner untuk selanjutnya dilakukan pengobatnan
lebih definitif dengan Percutaneus Trasluminal Coronary Angioplasty (PTCA) atau
Coronary Bypass Surgery (CABG).
Non stable angina pectoris
Pada subset klinis ini, kualitas, lokasi, penjalaran dari nyeri dada sama dengan
penderita angina stabil. Tetapi nyerinya bersifat progresif dengan frekuensi timbulnya
nyeri yang bertambah serta pencetus timbulnya keluhan juga berubah. Sering timbul
saat istirahat. Pemberian nitrat tidak segera menghilangkan keluhan. Keadaan ini
didasari oleh patogenesis yang berbeda dengan angina stabil.
Angina tidak stabil sering disebut sebagai Pre-Infarction sehingga
penanganannya memerlukan monitoring yang ketat. Pada angina tidak stabil, plaque
aterosklerosis mengalami trombosis sebagai akibat plaque rupture ( fissuring ), di
samping itu diduga juga terjadi spasme namun belum terjadi oklusi total atau oklusi
bersifat intermitten.
Pada pemeriksaan elektrokardiografi didapatkan adanya depresi segmen ST,
kadar enzim jantung tidak mengalami peningkatan.
Pengobatan
Penderita dengan angina tidak stabil tidak perlu dilakukan monitor EKG 24
jam di ruang intensif (ICCU) oleh karena risiko berkembang menjadi infark miokard
akut sangat besar. Penderita juga hendaknya diberikan obat anti nyeri, oksigen,
antitrombotik, nitrat, calsium antagonist, beta blocker dan antikoagulan.Jika dengan obat-obat yang sudah intensif tersebut nyeri tetap berlangsung
atau progresif, perlu dipertimbangkan dilakukan angiografi koroner segera dan bila
memungkinkan dilakukan PTCA atau CABG.
Vari ant angina pectori s
Variant angina atau Prinzmetal’s angina pertama kali dikemukakan pada
tahun 1959 digambarkan sebagai suatu sindroma nyeri dada sebagai akibat iskemia
7/16/2019 Resume Skenario 4
http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 19/133
miokard yang hampir selalu terjadi saat istirahat. Hampir tidak pernah dipresipitasi oleh
stress / emosi dan pada pemeriksaan EKG didapatkan adanya elevasi segmen ST.
Mekanisme iskemia pada Prinzmetal’s angina terukti disebabkan karena
terjadinya spasme arteri koroner. Kejadiannya tidak didahului oelh meningkatnya
kebutuhan oksigen miokard. Hal ini dapat terjadi pada arteri koroner yang mengalami
stenosis ataupun normal. Proses spasme biasanya bersifat lokal hanya melibatkan satu
arteri koroner dan sering terjadi pada daerah arteri koroner yang mengalami stenosis.
Manifestasi klinis
Penderita dengan Prinzmetal’s angina biasanya terjadi pada penderita lebih
muda dibandingkan dengan angina stabil ataupun angina tidak stabil. Seringkali juga
tidak didapatkan adanya faktor risiko yang klasik kecuali perokok berat. Serangan nyeri
biasanya terjadi antara tengah malam sampai jam 8 pagi dan rasa nyeri sangat hebat.
Pmeriksaan fisik jantung biasanya tidak menunjukkan kelainan.
Pemeriksaan elektrokardiografi menunjukkan adanya elevasi segmen ST
(kunci diagnosis). Pada beberapa penderita bisa didahului depresi segmen ST sebelum
akhirnya terjadi elevasi. Kadang juga didapatkan perubahan gelombang T yaitu
gelombang T alternan, dan tidak jarang disertai dengan aritmia jantung.
Pengobatan
Penderita prinzmetal’s angina memberi respon yang sangat baik terhadap nitrat.
Di samping itu Calsium Antagonist juga dapat bermanfaat. Pemakaian betablocker
kadang-kadang dapat memperburuk keluhan penderita, terutama pada mereka yang
arteri koronarianya normal.
Obat golongan alfa juga dilaporkan cukup bermanfaat. Antitrombotik (asam
silsilat) tidak bermanfaat bahkan memperberat keluhan iskemia.
Infark miokard : STEMI & non STEMI
Patologi
Sebgaimana dijelaskan bahwa PJK didasari oleh proses aterosklerosis yang
bersifat progresif. Fibrous cap yang menutupi plaque aterosklerosis pada beberapa
bagiannya dapat menjadi tidak stabil (melalui mekanisme yang komplek) sehingga akan
mudah terjadi perlukaan ( fissuring ) dan akhirnya pecah ( plaque rupture). Proses
selanjutnya adalah terjadi trombosis baik di dalam plaque (intra plaque) dan seterusnya
7/16/2019 Resume Skenario 4
http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 20/133
semakin meluas hingga memenuhi / menyumbat aliran darah koroner thrombus
propagation (lihat gambar 3)
Manifestasi klinis
Gejala prodomal
Penderita infark miokard akut sering didahului oleh keluhan dada terasa tdiak
enak (chest discomfort ). Keluhan ini menyerupai gambaran angina yang klasik pada saat
istirahat sehingga dianggap terjadi angina tidak stabil. Tiga puluh persen penderita
mengeluh gejala tersebut 1 – 4 minggu sebelum penderita mengeluh gejala tersebut
dirasakan kurang dari 1 minggu. Selain itu penderita sering mengeluh rasa lemah dan
kelelahan.
CLINICAL ASESSEMENT ANGINA PECTORIS
Intentisitas nyeri biasanya bervariasi, seringkali sangat berat bahkan banyak penderita
tidak dapat menahan rasa nyeri tersebut. Nyeri dada berlangsung > 30 menit bahkan
sampai berjam-jam. Kualitas nyerinya sering dirasakan seperti menekan, (compressing ),
constricting, crushing atau squeezing (diremas), choocking (tercekik), berat (heavy
pain). Kadang juga bisa tajam (knife like) atau pun seperti terbakar (burning ).
Lokasi nyeri biasanya retrosternal, menjalar ke kedua dinding dada terutama
dada kiri, ke bawah ke bagian medial lengan menimbulkan rasa pegal pada pergelangan,
tangan dan jari. Kadang-kadang nyeri dapat dirasakan pada daerah epigastrium hingga
merasa perut tidak enak (abdominal discomfort ). Gejala lain yang sering menyertai
adalah mual, muntah, badan lemah, pusing, berdebar dan keringat dingin.
Pemeriksaan fisik
Penderita sering tampak ketakutan, gelisah dan tegang. Mereka sering
mengurut-urut dadanya (levine sign). Penderita dengan disfungsi ventrikel kiri terasa
7/16/2019 Resume Skenario 4
http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 21/133
dingin. Nadi bervariasi, bisa bradikardia atau bahkan takikardi. Kadang juga disertai
dengan nadi yang tidak teratur oleh karena terjadi aritmia. Tekanan darah biasanya
normal, tetapi karena terjadi penurunan curah jantung tekanan sistolik sering turun.
Pulse Pressure (tekanan nadi) sering menurun oleh karena tekanan diastolik sedikit
meningkat. Penderita dengan syok kardiogenik tekanan darah sistolik menurun <
90mmHg disertai tanda-tanda gangguan perfusi perifer.
Pada pemeriksaan auskultasi jantung suara jantung (S1) melemah dan sering
tidak terdengar. Sering terdengar suara gallop S3 ataupun S4. Jika disertai komplikasi
regurgitasi mitral dapat terdengar bising jantung sistolik blowing di apeks. Jika dad
ruptur septum ventrikel dapat terdengar bising pansistolik di parasternal kiri. Kadang (6
– 30 %) juga didapatkan adanya suara friction rub. Pemeriksaan foto dada biasanya
menunjukkan dalam batas normal, kecuali infark miokard akut yang disertai komplikasi
edema paru akut.
Elektrokardiografi
Pemeriksaan EKG menunjukkan adanya elevasi segmen ST sesuai dengan
lokasi dinding ventrikel yang mengalami infark. Pada fase hiperakut, perubahan EKG
didahului gelombang T yang meninggi, kemudian elevasi segmen T selanjutnya
terbentuk gelombang Q yang patologis disertai elevasi segmen ST.
Pemeriksaan laboratorium
Ada beberapa serum marker untuk infark miokard akut, yaitu creatine kinase
(CK). CK esoenzim (CK – MB), serum glutamic ozaloacetic transaminase (SGOT),
lactic dehydrogenase (LDH), alfa hidroksi butirat dehidrogenase, isoenzim dan cardiac
troponin (cTnI,cTnT). Enzim CK meningkat dalam 4 – 8 jam dan menurun ke kadar
normal dalam 2 – 3 hari dengan kadar puncak pada 24 jam. Tetapienzim ini tidak
spesifik karena dapat disebabkan penyakit lain, seperti penyakit muskular, hipotiroid,dan strok. CK isoenzim (CK – MB) lebih spesifik, meningkat dalam 18 – 36 jam
selanjutnya menjadi normal setelah 3 – 4 hari. Yang lebih spesifik adalah perbandingan
CKMB2: CKMB1 yang mencapai puncak 4-6 jam setelah ejadian. CKMB 2 adalah
enzim CKMB dari miokard yg kemudian diubah oleh enzim karboksi peptidase menjadi
isomernya CKMB1. Dicurigai bila rasionya > 1,5. Sementara lactic dehidrogenase
(LDH) meningkat pada 10 jam dengan kadar puncaknya tercapai dalam 24 – 48 jam dan
kembali normal setelah 10 – 14 hari. SGOT meningkat dalam 12 jam pertama.
7/16/2019 Resume Skenario 4
http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 22/133
Reaksi non spesfik berupa leukositosis PMN, mencapai 12 ribu-15 ribu dalam beberapa
jam dan menetap dalam 37 hari. Peningkatan LED lebih lambat, mencapai puncak daam
1 minggu, dan dapat bertahan 1-2 minggu
Kriteria diagnostik infark miokard akut
Menurut WHO, kriteria diagnostik untuk IMA adalah jika ada 2 dari faktor
berikut yaitu : adanya nyeri dada yang spesifik, perubahan EKG (gelombang Q
patologis dengan elevasi segmen ST) dan peningkatan kadar enzim jantung.
Pengobatan
Prinsip dasar pengobatan penderita infark miokard akut adalah dengan
mengusahakan adanya perbaikan aliran darah koroner serta mengurangi kebutuhan
oksigen. Infark Miokard Akut adalah keadaan gawat karena dapat menyebabkan
kematian yang mendadak. Penderita harus mendapatkan penanganan segera (cepat) dan
tepat. Segera dilakukan pemasangan infus dan diberikan oksigen 2 l/menit dan penderita
harus istirahat total serta dilakukan monitor EKG 24 jam (di ICCU). Jika didapatkan
komplikasi hendaknya dilakukan penanganan komplikasinya untuk menurunkan
kematian.
M morfin ( analgesik)
O oksigen
N nitrat
A aspirin, klopidogrel ( antitrombosis)
K kalsium kanal bloker/ Beta,
O trombolisis
Adapun secara umum obat-obat yang diberikan adalah :1. Analgetik
Analgetik yang diberikan biasanya golongan narkotik (morfin) diberikan secara
intravena dengan pengenceran dan diberikan secara pelan-pelan. Dosisnya awal 2,0
– 2,5 mg dapat diulangi jika perlu
2. Nitrat
Nitrat dengan efek vasodilatasi (terutama venodilatasi) akan menurunkan venous
return akan menurunkan preload yang berarti menurunkan oksigen demam. Di
7/16/2019 Resume Skenario 4
http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 23/133
samping itu nitrat juga mempunyai efek dilatasi pada arteri koroner sehingga akan
meningkatakan suplai oksigen. Nitrat dapat diberikan dengan sediaan spray atau
sublingual, kemudian dilanjutkan dengan peroral atau intravena.
3. Aspirin
Aspirin sebagai antitrombotik sangat penting diberikan. Dianjurkan diberikan
sesegera mungkin (di ruang gawat darurat) karena terbukti menurunkan angka
kematian.
4. Trombolitik terapi
Prinsip pengelolaan penderita infark miokard akut adalah melakukan perbaikan
aliran darah koroner secepat mungkin (Revaskularisasi / Reperfusi).Hal ini didasari
oleh proses patogenesanya, dimana terjadi penyumbatan / trombosis dari arteri
koroner. Revaskularisasi dapat dilakukan (pada umumnya) dengan obat-obat
trombolitik seperti streptokinase, r-TPA (recombinant tissue plasminogen ativactor
complex), Urokinase, ASPAC ( anisolated plasminogen streptokinase activator ),
atau Scu-PA ( single-chain urokinase-type plasminogen activator ).
Pemberian trombolitik terapi sangat bermanfaat jika diberikan pada jam pertama
dari serangan infark. Dan terapi ini masih masih bermanfaat jika diberikan 12 jam
dari onset serangan infark.
Dewasa ini, terapi revaskularisasi / reperfusi dilakukan dengan PTCA (emergensi
PTCA) jika fasilitas tersedia dan dengan indikasi tertentu
5. Betablocker
Betablocker diberikan untuk mengurangi kontraktilitas jantung sehingga akan
menurunkan kebutuhan oksigen miokard. Di samping itu betaclocker juga
mempunyai efek anti aritmia.
6. ACE-inhibitor Pemberian Ace-inhibitor dapat diberikan segera jika penderita IMA disertai
hipertensi atau gagal jantung asalkan tekanan darah sistolik > 90 mmHg
7. Laxantia
8. Diit
9. Modifikasi faktor risiko
10. Lain – lain
7/16/2019 Resume Skenario 4
http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 24/133
SINDROME CORONER AKUT (SKA)
SKA meliputi sindrome klinis berupa angina pectoris tidak stabil dan
infark miokard STEMI mupun non STEMI. Beberapa penelitian bahwa
SKA merupakan akibat dari rupturnya plak ateroma.
STRUKTUR PLAK
Pada mulanya telah disepakati bahwa terjadinya SKA adalah oleh karena adanya
penutupan yang tiba – tiba dari aliran darah koroner yang aterosklerotik yang kemudian
mengakibatkan kekuangan oksigen di otot jantung dan akibatnya terjadi jaringan iskemi
sampai jaringan nekrosis. Ludas dan tidaknya jaringan nekrosis yang terjadi
mempengaruhi harapan hidup penderita SKA.
Pada saat itu diperkirakan semakin besar ateroma yang ada di pembuluh darah
semakin mudah menyebabkan SKA, akan tetapi ternyata pada penelitian dibuktikan
bahwa justru pada stenosis yang ringan dan sedang lebih banyak terjadi SKA dan hal ini
diduga oleh karena ” pecahnya ateroma tersebut ” ( ruptur plak ).
Plak aterosklerosis yang sudah matang terdiri dari bermacam – macam yaitu :
lipid core atau gumpalan lipid, gumpalan lipid ini terdiri dari sel-sel makrofag yang
mengandung lipid di dalamnya lipoprotein yang terjebak didalam subendotelial maupun
ruang ekstrasel. Di dalam bungkah lipid tersebut konsistensinya lunak, sel-selnya jarang
(hyposeluler ), dan juga terdapat gumpalan kolesterol ester ( yang berkonsistensi lunak )
dan kristal kolesterol yang berkonsistensi agak keras. Kemudian Lipid Core ini
diselimuti oleh suatu kap yang terdiri dari matriks jaringan ikat.
Bila Lipid Core tersebut dominan dengan kap yang tipis, maka ateroma tersebut
disebut sebagai plak yang tidak stabil ( Unstable Plaque ). Sebaliknya bila Lipid Core
lebih padat dengan kap yang kuat dan tebal disebut sebagai plak stabil. Maka bila
dicermati terdapat dua macam plak yaitu plak yang stabil dan plak yang tidak stabil.
RUPTUR PLAK
Ruptur plak, ditemukan pada 56% - 95% SKA, forrester yang memeriksa dengan
angioskopi intraoperatif mendapatkan 95% SKA ditemukan adanya ruptur plak. Horie
menemukan pada 91 pada sediaan histologis penderita SKA, sedangkan Falk dkk
menemukan 82% dari sediaan histologis penderita SKA dan Davis, 90% dari sediaan
histologi penderita kematian jantung mendadak. Pecahnya atau robeknya plak bermula
dari proses aterogenesis yang kemudian mengalami komplikasi.
7/16/2019 Resume Skenario 4
http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 25/133
Tidak semua plak yang terjadi pada proses aterogenesis menjadi plak yang tidak
stabil, hal tersebut tergantung dari bentuknya kap dan Lipid Core yang ada, dan proses
mendasarinya, dan hal ini sangat berhubungan dengan tampilan klinis.
Menurut AHA, tipe plak dihubungkan dengan tampilan klinis dapat dibagi
menajdi 5 tiper yaitu :
1. Tipe 1 : penebalan tunika intima, makrofag, Isolated Foam Cell, pada fase ini
tampilan klinisnya asimtomatik
2. Tipe 2 : Fatty Streak, terdapat akumulasi lipid intrasel dan infiltrasi makrofag
serta otot polos, fase ini juga asimptomatik
3. Tipe 3 : masih seperti diatas tetapi disertai pula dengan adanya lipid ekstrasel
dan deposisi jarignan ikat, juga masih asimptomatik
4. Tipe 4 : Ateroma terdapat gumpalan lipid pada tunika intima, sel inflamai
mulai infiltrasi diikuti dengan makrofag, Foam Cell dan T Cell,
biasanya tampilan klinis pada fase ini asimptomatik namun bisa juga
angina stabil.
5. Tipe 5.a : seperti tipe 4 disertai dengan lapisan jaringan fibrous, tampilan klinis
masih seperti tipe 4
Tipe 5.b : Ateroma dengan klasifikasi berat didalam Lipid Core atau di lesinya,
tampilan klinis pada fase ini adalah angina stabil
Tipe 5.c : Fibrous – Ateroma dengan trombus mural dengan komponen lipid
yang minimal, tampilan klinisnya masih seperti 5.b yaitu angina
stabil
6. Tipe 6 : Complicated Lesion, terjaid ruptur plak tipe 4 dan 5 dengan hemoragi
intramural dan mulainya proses trombogenesis insitu. Tampilan
klinis dari fase ini adalah suatu keadaan yang disebut sebagaiSindroma Koroner Akut.
Evolusi dari plak yang stabil menjadi tidak stabil melalui 5 tahap yaitu :
Aktivasi endotel kemudian LDL masuk kedalam sel teroksidasi memacu
produksi sitoksin dan protease ( MMP Expression ) mengakibatkan rupturnya plak.
Aktifasi endotel dipacu oleh antara lain :
a. faktor risiko tradisional,
b. homosistein,
7/16/2019 Resume Skenario 4
http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 26/133
c. faktor-faktor immunologik.
Masuknya LDL ke dalam sel dipacu oleh
- transport protein, HDL, APO-AI,
- dipacu makrofag, Mast Cells, T-Lymphocytes, Protease, SMCD Proliferation dan
Apoptosis.
Faktor yang mempengaruhi instabilitas dan Ruptur Plak
A. Faktor Eksternal :
1. Sistemik ; Lingkungan internal / faktor – faktor farmakologik
2. faktor instrinsik dari plak ; besarnya plak, lokasi plak , kepadatan lipid dan
ketebalan kap yang menyelimuti plak
B. Faktor Internal
1. Atifits sel inflamasi
2. Infeksi
3. Disfungsi Endotel
4. Proliferasi sel otot polos
Lima puluh persen dari SKA, biasanya didahului oleh faktor pencetus. Faktor
tersebut adalah : latihan fisik berat, stres emotional, hawa dingin, waktu pagi hari, awal
minggu (hari senin ), infeksi . faktor pencentus lainnya dalah yang berhubungan dengan
aktivitas saraf simpatis sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan darah yang tiba-
tiba, peningkatan kontraktilitas otot jantung dan sebagainya.
TROMBOSIS PLAK
Lebih dari 75% trombus yang ditemukan SKA, terletak di tempat dimana plak
mengalami ruptur. Bila plak yang tidak stabil mendapat pencetus (trigger), maka kapyang tipis tersebut koyak dan kemudain berlangsunglah proses selanjutnya berupa
pembentukan trombus yang dimulai dari fisura atau robekan kap tadi. Mula- mula
terjadi akumulasi platelet di tempat koyakan, kemudian ditambah dengan adanya fibrin,
membentuk gumpalan dini yang disebut White Clot yang secara langsung berusaha
menutupi semua permukaan yang robek atau koyak tadi. Kemudian datanglah eritrosit
untuk menutupi seluruh White Clot tadi sehingga membentuk Red Clot diseluruh
permukaan Wahite Clot.
7/16/2019 Resume Skenario 4
http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 27/133
Di dalam komponen plak, Lipid Core memiliki efek trombogenitas yang paling
kuat, hal ini disebabkan oleh karena pengaruh adanya faktor jaringan, dimana faktor
jaringan ini mengaktifkan faktor 9 dan 10 bersama untuk membentuk trombin.
Sedangkan faktor yang mempengaruhi respons trombogenesis di tempat kap
yang terkoyak tadi adalah ;
1. substrat trombogenik yang memang selalu berada di tempat tersebut
2. iregularitas permukaan plak dan sempitnya stenosis ; semakin tajam lengkungan kap
stenosis dan semakin ireguler, maka semakin mudah terjadi proses trombogenesis
tersebut
3. Keseimbangan trombotik – trombolitik faktor trombogenik misalnya
hiperagregabilitas, hiperkoagulabilitas dan menurunnya fibrinolisis meningkatkan
risiko terjadinya trombus pada SKA
Dan diringkaskan sebagai berikut :
Dimulai dengan ketidak stabilan plak maka didalam plak berkurang oleh karena
beberapa pengaruh antara lain dari aktivasi makrofag yang mengakibatkan degradasi
matriks meningkat, dilain pihak aktivasi T cell mengakibatkan menurunnya desitas sel
otot polos, dan fugnsi otot polos sehingga sintesis matriks menurun. Hal tersebut
menambah penurunan kolagen dan semakin menipiskan kap.
Bila timbul pencetus maka terjadi ruptur plak dan otomatis proses trombogenesis
dimulai dengan meningkatnya adesei platelet maupun agregasi platelet serta
meningkatnya trombin dan pembentukan fibrin.
Dengan dipengaruhi Shear Rate dan keseimbangan trombotik – trombolitik yang
terganggu maka terrbentuklah trombus. Trombus inin akan mengakibatkan oklusi
koroner dan vasokontriksi, sehingga akhirnya menimbulkan tampilan klinis apa yangdisebut Sindroma Koroner Akut ( SKA ).
KESIMPULAN
1. Faktor yang penting dalam patofisologi Sindroma Koroner Akut adalah
kestabilan plak, ruptur plak, trombogenesis
2. Diperlukan kondisi tertentu agar plak yang tadinya stabil menjadi tidak stabil
3. Diperlukan pencetus untuk membuat ruptur plak yang tidak stabil
7/16/2019 Resume Skenario 4
http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 28/133
4. Faktor trombogenesis akut merupakan kunci utama dalam patofisologi
Sindroma Koroner Akut
PENDEKATAN STRATEGIS PENANGANAN SKA
Strategi dasar yang diguankan untuk triage awal bagi penderita yang masuk UGD
dengan nyeri dada akibat SKA, merupakan penderita gawat untuk meniadakan
kemungkinan IMA, antara lain gejala klinis, gambaran EKG serial, petanda cedera
sel miokard. Pada beberapa center dilakukan pemeriksaan tambahan untuk memastikan
ada tidaknya SKA. Test tambahan tersebut antara lain ULJB, dapat dengan Treadmill
7/16/2019 Resume Skenario 4
http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 29/133
atau Ergocyle, ekokardiografi dan nuklir imaging. Test ini dapat berada didalam UGD
atau diruangan yang khusus disediakan untuk itu dapat mencegah dipulangkannya
penderita-penderita IMA dan mengurangi biaya perawatan bagi penderita yang tidak
perlu dirawat. Pendekatan secara sistemik penderita SKA dapat membantu dokter yang
bertugas di UGD dalam penanganan penderita nyeri dada dapat dilihat pada diagram 1.
Evaluasi penderita – penderita yang datang ke UGD dengan nyeri dada yang
diduga akibat SKA biasanya menghabiskan banyak biaya dan mahal sementara
sebagian besar penderita yang datang ke UGD tidak menderita SKA. Stratifikasi
risiko dilaksanakan di UGD dengan tujuan utama yaitu mengidentifikasikan
penderita, memilah-milah keadaan yang mengancam seperti penderita dengan
IMA dan APTS. Pendekatan sistematis ini dapat dilihat pada diagram 2.
7/16/2019 Resume Skenario 4
http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 30/133
Pendekatan tradisional untuk menilai penderita nyeri dada akibat KA meliputi tiga
penilaian antara lain :
a. GEJALA KLINIS SKA
pengalaman selama dua dekade telah menunjukkan bahwa penderita dengan
risiko rendah telah dapat dikenal saat datang di UGD dari keluhan, penilaian
klinis dan pemeriksaan EKG 12 sandapan, termasuk anamnesa yang cermat,
pemeriksaan fisik dengan memperhatikan kemungkinan adanya penyakit jantung
katup ( stenosis aorta ) kardiomiopati, gagal jantung dan penyakit paru. Evaluasi
penderita dengan nyeri dada memerlukan strategi khusus karena konsekuensi
potensial terhadap penderita, dokter dan biaya yang harus dikeluarkan. Gejala
7/16/2019 Resume Skenario 4
http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 31/133
utama penderita dengan SKA adalah nyeri dada. Pada penderita dengan APTS
pada saat istirahat (kelas III) telah dibuktikan mempunyai risiko tertinggi even
kardiak ( 11% dirumah sakit ). Bagaimanapun juga penilaian gejala klinis saja
tidak cukup untuk stratifikasi, karena gejala klinis dapat menimbulkan salah
interpretasi.
b. ELEKTROKARDIOGRAFI PADA SKA
Elektrokardiografi harus segera dikerjakan dan juga monitor EKG untuk
mendeteksi aritmia. Monitoring EKG multilead direkomendasikan jika penderita
mengalami episode baru nyeri dada, EKG saat itu harus diamati dan
dibandingkan dengan EKG pada saat gejala hilang secara spontan atau setelah
pemberian nitrat. Perbandingan dengan EKG sebelumnya sangat berharga,
khususnya jjika penderita sudah mempunyai kelainan patologis seeprti hipertrofi
ventrikel kiri. Untuk penderita – penderita yang diduga menderita SKA yang
datang dengan nyeri dada ke UGD, saat datang telah dilakukan triage EKG,
yang terdiri atas penderita dengan : ST segmen elevasi, ST segmen depresi dan
EKG normal. Atas dasar triage EKG ini dapat ditentukan strategi penanganan
SKA selanjutnya. Hal ini dapat dilihat pada diagram 4.
EKG merupakan alat evaluasi praktis untuk evaluasi perangai listrik jantung.
Kemampuan untuk melakukan dan menginterprestasikan EKG merupakan ketrampilan
7/16/2019 Resume Skenario 4
http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 32/133
yang esential bagi semua perawat dan tenaga medis lainnya. Kelompk studi RISC telah
mengamati beberapa perubahan segmen ST pada saat istirahat penderita yang datang
dengan nyeri dada yang menunjukkan kearah APTS atau infark miokard tanpa elevasi
segemen ST. Adanya elevasi dan depresi yang menetap menunjukkan risiko tertinggi
infrak miokard terhadap kematian selama follow up 1 tahun, sedangkan tidak adanya
perbahan segmen ST menunjukkan prognosis lebih baik.
Menurut definisi dari populasi penelitian ( yaitu penderita dengan evaluasi nyeri
dada saja, APTS saja atau SKA), EKG saat datang mungkin normal pada 26 –
60% penderita dengan nyeri dada. Pada keadaan ini adanya iskemia transien
dalam monitoring EKG mempunyai nilai yang penting dalam stratifikasi risiko.
c. PETANDA BIOKIMIA CEDERA MIOKARD
Identifiaksi dini pada penderita SKA difokuskan pada petanda cedera sel miokard,
seperti CK – MB, Myoglobin dan troponin jantng. Meskipun banyak petanda ini
mepunyai predictive value yang independen untuk komplikasi kardiovaskular biasanya
petanda ini tidak digunakan secara umum untuk mengidentifikasi penderita risiko
rendah dimana penderita seperti ini dapat dipulangkan.
Selama lebih dari 20 tahun Isoenzim CK – MB merupakan gold standard untuk
mengidentifikasi nekrosis miokard. Tetapi CK – MB tdiak hanya abnormal pada
nekrosis dan memerulukan pemeriksaan berulang untuk memastikan diagnosis.
Sehingga CK – MB juga lemah dalam memprediksi outcome jangka panjang,
sebagai contoh penderita dengan non Q biasanya mempunyai CK – MB yang
rendah, tapi tinggi angka iskemia rekuren. Keterbatasan ini membuang orang ke
alternatif lainnya, termasuk troponin T (TnT). Beberapa penelitian
menyimpulkan bahwa peningkatan TnT pada APTS menunjukkan angka
morbiditas yang lebih tinggi.
Kompleks troponin oleh tiga protein yang berbeda ( troponin I, C dan T ) dan
terdapat pada filamen tipis pada aparatus kontraktil pada otot skletal dan
jantung. Sehingga deteksi troponin T dan I terdapat pada miosit jantung.
Sehingga deteksi troponin T dan I spesifik untuk kerusakan miokard, sehingga
dapat menjadi ” Gold Standard ”. Jika pada pengguna CK – MB banyak terjadi
positif palsu, seperti pada trauma otot skletal, pada troponin ini tidak terjadi.
Pada penderita IMA peningkatan troponin pertama – tama akan terjadi selam 3 –
7/16/2019 Resume Skenario 4
http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 33/133
4 jam karena pelepasan dari sitosal dan menetap selama 3 minggu yang
disebabkan proteolisi pada aparat kontraktif.
SGOT 6 – 12 JAM, 4 – 7 HARI POST IMA
CPK 2 – 6 JAM, 3 – 5 HARI
LDH 24 – 48 JAM, 8 – 12 HARI
MANAJEMEN SKA DI EMERGENSI
Pada penanganan iskemi terpadu pada SKA semua penderita dapat diberi aspirin
terkecuali penderita yang hipersensitif terhadap aspirin. Untuk penderita ini dapat
diberikan Clopidogrel Heparin dengan berat molekul rendah juga direkomendasikan
untuk pemberian 2 – 3 hari selama di rumah sakit. Untuk penderita dengan tanda –
tanda iskemi dan IMA dapat diberikan penyebab beta ( Beta Blocker ) bila tidak ada
kontraindikasi.
Golongan penghambat EKA ( ACE inhibitor ) dapat diberikan untuk profilaksis
jangka panjang. Pada penderita dengan kadar LDL kolesterol > 100 mg/dl,
pemberian Statin merupakan salah satu obat yang dianjurkan.
Pada penderita dengan gejala iskemi berulang, penderita yang pernah mengalami
revaskularisasi atau penderita dengan risiko tinggi SKA lain seperti penderita
dengan Troponin I atau T positif, obat obat anti iskemi harus dinilai kembali
dengan mengoptimalkan dosis Beta Blocker dan nitrat dan kemungkinan
penambahan antagonis kalsium seperti verapamil atau diltiazem.
Ulangi : hafalan tipe ruptur plak
KOMPLIKASI
1. Gagal jantung akut / Edema paru akut
2. Aritmia
3. Ruptur dinding ventrikel, ruptur septum intrventurikularis
4. Regurgitasi mitral akut (disfungsi / ruptur muskulus papilaris)
5. Syok kardiogenik
6. Kematian
Infark Miokard Akut Dengan Elevasi St
7/16/2019 Resume Skenario 4
http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 34/133
Merupakan oklusi akut pada arteri koronaria dengan akibat iskemia miokard
berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan sel-sel otot jantung.
Kerusakan miokard yang terjadi tergantung: letak dan lama sumbatan aliran darah, ada
tidaknya kolateral, luasnya miokard yang disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat.
PROSEDUR DIAGNOSIS
1. Anamnesis
Didapatkan nyeri angina khas menyerupai angina pektoris tak setabil, tetapi lebih
berat, lebih lama (>20 menit), tidak hilang dengan istirahat, nyeri tidak hilang
dengan nitrat sublingual. Penderita juga mengelluh lemas, mual, muntah, dan
kadang sesak nafas.
2. Pemeriksaan fisik
Penderita yang kesakitan dan gelisah, didapatkan tanda parasimpatisnya dominan
misalnya: keringat dingin, perfusi perifer menurun, mual, muntah, & bradikardi.
Dapat dijumpai juga tanda gagal jantung, edeme paru, syok kardiogenik, &
aritmia.
3. Pemeriksaan penunjang
EKG: elevasi segmen ST kemudian timbiul gelombang Q, kecuali pada infark
tanpa gelombang Q.
Foto rontgen thoraks
Laboratorium
Darah lengkap, gula darah, SGOT, serum kreatinin, kalium & magnesium serum,
profil lipid.
Enzim pertanda jantung: CK, CKMB, troponin, myoglobin. Troponin petanda
paling sensitif dan spesifik, tetapi kelemahannya kadarnya tetap tinggi dalm darah
sampai 14 hari (troponin T). Sehingga pemeriksaan troponin sulit membedakaninfark akut atau infak ulangan. CKMB lebih rendah sensitivitas dan spesifitasnya
dibanding troponin, tetapi lebih bermanfaat untuk menentukan akut atau tidaknya
anfark, karena kadarnya akan normal kembali dalam 36-48 jam.
Ekokardiografi
DIAOGNOSA BANDING
1. Diseksi aorta
2. Perikarditis akut
7/16/2019 Resume Skenario 4
http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 35/133
3. Emboli paru akut
4. Sindroma tietze
5. Gangguan gastrointestinal:
Refluks esofagitis
Sapsme/ruptur esofagus
Kolesistitis akut
Pankreatitis akut
Tukak lmbung
PENATALAKSANAAN
1.
Tirah baring total2. Pasien gelisah denyut nadi meningkat diberikan penenang diazepam 5-
10 mg intravena dapat diulang 3-30 menit
3. Terjadi angina nyeri dapat diatasi dengan morfin 2,5-5 mg intravena
dapat diulangi 3-30 menit mengatasi nyeri, menenangkan penderita,
mengurangi beban jantung karena mengurangi preload.
4. Antiplatelet: aspirin atau ticlopidin atau clopidogrel.
5. Antikoagulasi: wafarin
6. Trombolitik
Diberikan pada semua penderita infark akut dg ST elevasi > 0,1 mV
setidaknya 2 lead yang berhubungan, dalam waktu kurang dari 12 jam sejak
serangan pertama dan tidak ada kontra indikasi.
Ex: streptokinase, anistreplase, alteplase, reteplase, r-TPA.
Infark Miokard Akut Non-Elevasi St
(Non ST elevation myocardial infarction/NSTEMI)
1. Definisi
Penyakit dengan manifestasi klinis unstabil angina yang menunjukkan
bukti adanya nekrosis miokard berupa peningkatan biomarker jantung.
2. Patofisiologi
NSTEMI dapat disebabkan oleh penurunan suplai oksigen dan
peningkatan kebutuhan oksigen miokard yang diperberat oleh obstruksi
koroner.NSTEMI terjadi karena trombosis akut atau proses vasokonstriksi
7/16/2019 Resume Skenario 4
http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 36/133
koroner.Trombosis akut pada arteri koroner diawali dengan adanya ruptur
plak yang tak stabil.Plak yang tidak stabil ini mempunyai inti lipid yang
besar,densitas otot polos yang rendah,fibrous cap yang tipis dan konsentrasi
faktor jaringan yang tinggi.Inti lemak yang cenderung ruptur mempunyai
konsentrasi ester kolesterol dengan proporsi asam lemak tak jenuh yang
tinggi.Pada lokasi ruptur plak dijumpai sel makrofag dan limfosit T yang
menunjukkan adanya proses inflamasi.Sel-sel ini akan mengeluarkan sitokin
proinflamasi seperti TNF α dan IL-6merangsang pengeluaran hsCRP di
hati.
3 faktor patofisiologi:
Ketidakstabilan plak dan nekrosis oto
Yang terjadi akibat mikroembolisasi
Inflamasi vaskular
Kerusakan ventrikel kiri.
3. Manifestasi klinis
Nyeri dada khas substernal atau kadangkala di epigastrium dengan
ciri seperti diperas,perasaan seperti diikat,perasaan terbakar,nyeri
tumpul,rasa penuh,berat atau tertekan.Gejala yang tidak
khas:dispneu,mual,diaforesis,sinkop atau nyeri di lengan,epigastrium,bahu
atas,atau leher juga terjadi dalam kelompok yang lebih besar pada pasien
yang berusia lebih dari 65 tahun.
4. Pemeriksaan fisik
Tampilan umum
Pasien tampak pucat,berkeringat,gelisah karena aktivitas berlebih
simpatis.Mungkin terdapat gangguan pernafasan yang jelas dengan takipnu
dan sesak nafas.Demam derajat sedang dengan suhu kurang dari 38 derajat
celcius timbul 12-24 jam setelah infark.
5. Pemeriksaan Penunjang
a. EKG
Deviasi segmen ST.Depresi segmen ST dan perubahan troponin T
memberikan tambahan informasi prognosis pasien NSTEMI.
b.
Biomarker kerusakan Miokard
7/16/2019 Resume Skenario 4
http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 37/133
Troponin T atau Troponin I merupakan petanda nekrosis miokard yang
lebih spesifik daripada enzim jntung tradisional seperti:CK dan CKMB.Pada
pasien IMA,peningkatan awal troponin pada darah perifer setelah 3-4 jam
dan dapat menetap sampai 2 minggu.Newby et al mendemonstrasikan bahwa
strategi bedside menggunakan mioglobin,creatinin kinase-MB dan troponin I
menunjukkan stratifikasi risiko yang lebih akurat dibandingkan jika
menggunakan petanda tunggal berbasis laboratorium.
6. Penatalaksanaan
Pasien harus istirahat di tempat tidur dengan pemantauan EKG untuk deviasi
segmen ST dan irama jantung.Empat komponen utama terapi pasien
NSTEMI,yaitu:
Terapi antiiskemia
Terapi anti platelet/antikoagulan
Terapi invasif(kateterisasi dini/revaskularisasi)
Perawatan sebelum meninggalkan RS dan sesudah perawatan RS
7/16/2019 Resume Skenario 4
http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 38/133
FARMAKOLOGI OBAT ANTI ANGINA
1. Nitrogliserin dan analognya
bekerja pada sel-sel otot polos termasuk arteri dan vena, dan pada agregasi
trombosit
indikasi :
- angina pectoris
- gagal jantung kongestif
- infark jantung untuk mengurangi luas infark dan untuk mempertahankan
jaringan miokard yang masih hidup dengan cara mengurangi kebutuhan oksigen otot
jantung
kontraindikasi : penderita yang hipersensitif terhadap golongan obat ini
PERHATIAN!!! harus digunakan secara hati-hati pada penderita dengan
Peningkatan tekanan intracranial
Hipotensi berat
Hipovolemia yang belum diatasi
Kardiomiopati hipertrofik
Stenosis aorta
Takiaritmia
Kombinasi dengan vasodilator lain seperti hidralazin, prazosin, nifedipin dan
lain-lain dapat menyebabkan hipotensi berat
obat-obatanti angina
Nitrat organik
isosorbitdinitrat
nitrogliserin
Penyekatbeta
propanolol
Penyekatkanal kalsium
diltiazem
nifedipin
verapamil
7/16/2019 Resume Skenario 4
http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 39/133
FARMAKODINAMIK:
Mekanisme kerjanya:
Nitrogliserin mengalami dentrasi melepaskan ion nitrit bebas reaksi
enzimatik oleh transferase glutation s membebaskan no aktivasi
guanilil siklase dan peningkatan cgmp relaksasi otot polos
Pada dosis rendah nitrogliserin menimbulkan dilatasi vena sedangkan hanya
sedikit mempengaruhi arteriol. Venodilatasi ini menyebabkan turunnya
tekanan diastolic akhir (end diastolic preasure) ventrikel kiri dan kanan.
Sedangkan pada dosis tinggi dan pemberian cepat menimbulkan
venodilatasi dan dilatasi arteriol perifer tekanan sistolik maupun diastolic
menurun curah jantung berkurang frekuensi jantung meningkat (refleks
takikardi) dan aliran darah koroner meningkat sementara, tetapi kemudian
menurun karena tekanan darah arteri dan curah jantung menurun. Pemberian
nitrogliserin menyebabkan kerja jantung dan konsumsi oksigen berkurang.
SEDIAAN :
Pemberian secara sublingual efektif untuk mengobati serangan angina akut,
mula kerja tampak dalam 1-2 menit tetapi efeknya dengan cepat menurun
sehingga setelah 1 jam hilang sama sekali.
Secara per oral mencegah timbulnya serangan angina, bekerjanya secara
lambat, puncaknya tercapai dalam 60-90 menit dan lama kerja bekisar 3-6 jam
7/16/2019 Resume Skenario 4
http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 40/133
Secara IV untuk pengobatan vasospasme koroner, angina pectoris tak stabil,
angina akut dan gagal jantung kongesti
Dalam bentuk salep/disk tujuan profilaksis karena obat diabsorpsi secara
perlahan lewat kulit
EFEK SAMPING :
Sakit kepala
Pusing
Rasa lemah dan sinkop berhubungan dengan hipotensi postural
Takikardi dan palpitasi
Toleransi lebih mudah terjadi pada sedian lepas lambat karena kadar nitrat
dipertahankan untuk waktu lama.
Ketergantungan terjadi setelah pengguanan kronik
2. Isosorbid dinitrat
Merupakan nitrat yg efektif peroral obat tidak mudah dimetabolisme di hati atau otot
polos dan mempunyai potensial relaksasi oto polos vaskuler yang lebih rendah
3. Penyekat beta adrenergik
Mengurangi kerja jantung dengan menurunkan isi sekuncup jantung .obat ini
kontraindikasi terhadap pasien diabetes, penyakit vaskuler perifer, PPOK.
4. CCB
5. Antikoagulan
Enoksaparin
Heparin
Warfarin
Antikoagulan adalah golongan obat-obat yang kerjanya menghamabat pembekuan darahMenurut kejanya dikenal dua golongan obat antikoagulan:
1. Bekerja langsung ( direk) pad pembekuan darah langsung sebagai anti
thrombin III
2. Bekerja secara tidak langsung( indirek) dengan memutuskan hubungan antara
faktor-faktor pembekuan yang dibentuk dihai, yaitu faktor pembekuan II, VII,
IX, X
Obat ini termasuk antikoagulan oral, yg diinikasikan bila :
7/16/2019 Resume Skenario 4
http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 41/133
- Thrombosis vena dalam ( DVT)
- Infark mikoard
- Angina pectoris tidak stabil
- Thrombosis yg berulang ( rekuren)
- Terapi profilaksis thrombosis pada tindakan operasi besar/ mayor seperti
neurosurgery dan totl hip replacement
Kontra indikasi:
Absolute:
- Perdarahn aktif
- Perdarahan serebrospinal
- Riwayat hipersensitivitas heparin
- Riwayat adanya trombositopenia terinduksi heparin
- Diathesis hemorragea
Relative:
- Ukus peptikum
- Pasca oerasi major yg kurang drai 5 hari
- Trauma major yang baru terjadi
Efek samping:
- Perdarahan
- Trombositopenia
- Rambut rontok
- Osteoporosis ( bila berat sampai fraktur)
Untuk mengurang efek samping maka harus dimonitor secara teratur
Heparin
Heparin berfungsi sebagai antikoagulan direk sebagai anti thrombin III, akan tetapi juga bisa melepaskan plasminogen activator jaringan dan tissue factor pathway
inhibitor ( TPFI) dari endotel. TPFI ini bisa menetralisir pembentuka faktor pembekuan
XA, sehinggtidak terjadi pemebekuan. Heparin mempunyai berat molekul yang besar
sehingga tidak bisa melewati membrane, tidak bisa diserap usus, dan tidak melewati
plasenta. Dengan demikian heparin hanya bisa diberikan melalui intravena atau sub
kutan
Dosis dan lam pemberian heparin:
7/16/2019 Resume Skenario 4
http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 42/133
Lama pemberian bisa dikurangi dari 10 menjadi 5 hari bila dikombinasikan dengan
antokoagulan oral. Hepain dibagi menjadi menjdai 2 golongan: ( unfractioned hearin-
UH ), & (low moleculer weight heparin / heparin biasa dan heparin berat molekul rendah
/ LMWH)
Hepain biasa/ tidak terfraksionasi ( UF)
Cara pemberian : IV/ sub kutan , tidak boleh intramuskular
- Dosis: dosis inisial 5000 U bolus IV, kemudian drip 1000 U/ jam. Dosis ini harus
selalu dievaluasi dan disesuaikan untu mendapatkan nilai Aptt 1,5-2,5 kontrol
(46-70 detik), aPTT ini diperiksa setiap 4-6 jam
Alternative lain pemberian adalah SC 5000 U tiap 4-6 jam, dengan catatn dosis
yang diberikan disesuaikan dengan hasil pemeriksaan aPTT, aPTT dipertahan
1,5-2,5 kontrol. Cara ini bisa digunakan untuk rofilaksis thrombosis DVT pada
penyakit paru berat dan pyah jantung yang lanjut.
- Pemberian UH secara kontinu akan memberikan keerbatasan sebagai berikut:
* tidak bisa diprediksi efek antikoagulanya, karena bisa diinaktifkn oleh protein
plasma
* membutuhkan monitor yang ketat fungs pembekuan darah
* adanya rebound gejala klinis pada pemberian UH tiba-tiba
Bisa mengaktifasi fugsi trombosit
* mempunyai risiko heparin induced trombositopena
- lama pemberian: Selma 5 hari, kemudian dilanjutkan dengan antikoagulan oral
Heparin berat molekul rendah ( LMWH)
Dibandingkan UH memp beberaa keunggulan:
- Ukurannya lebih kecil sehingga memiliki aktivitas anti IIa dan Xa yang lebih
tinggi.- Bioavailabilitas dan waktparuh yang tinngi memungkinkan diberikan 1-2 kali/
hari.
- Pada pemberian LMWH, PTT akan naik , sehingga tidak perlu evaluasi berakala.
Dari penelitian LMWH lebih aman, efektif, dan cukup murah untuk tata laksana
thrombosis vena dalam, dan emboli paru non massif.
Dosis dan cara pemberian LMWH:
SC 1atau 2 kali/hari selama 5 hari, dengan dosis sebagai berikut:
7/16/2019 Resume Skenario 4
http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 43/133
- Enoksaparin (lovenox) : 100 U/KgBB 1x/heri atau 40 mg SC /12 jam, dosis
pertama bisa didhului 30 mg IV bolus
- Nadroparin ( fraksiparin) : 4000 IU SC/12 jam
- Dalteparin ( fragmin) : 120 IU / kg BB SC /12 jam. Maks 10.000 IU , 2kali. Hari
- Reviparin ( clivarin): 4.000 IU SC /12 jam
- Adreparin ( nurmilo): 120 IU/kgBB SC /12 jam
Antikoagulan oral
Berfungis secara tidak langsung ( indirek) yaitu dengan bekerja secara kompetitif
dengan vitamin K, sehingga akan menganggu faktor pembekuan II,VII,IX, dan X. obat
jenis ini yang sering digunakan adalah warfarin dan coumarin ( sintrom). Antikoagulan
oral biasanya diberikan mengikuti heparin.
WARFARIN
Akan efektif bila dikombinasikan dengan heparin. Pemberian warfarin selama 3 bulan
setelah pemberian heparin selama 5-7 hari akan memberikan angka kekambuhan yang
lebih renndah.
Dosis dan cara pemberian:
Pemberina warfarin yaitu 24 jam setelah heparin, dengan dosis 5-10 mg peroral,
kemudian dosis disesuaikan dengan nilai INR. Setelah tercapai targetINR 2-3 selama 2
hari berturut-turut ( biasnya memerlukan waktu 4-5 hari), heparin dapat dihentikan,
pemberian warfarin diteruskan sesuai dengan protocol yang dipakai. Salah satu protocol
yang dipakai.
PENYESUAIAN DOSIS WARFARIN DENGAN NILAI INR
INR Penyesuauain dosis
1,1-1,4 Naikkan dosis 10-20% control 1 minggu1,5-1,9 Naikkan dosis 5-10%. Control 2 minggu
2,0-3,0 Dosis tetap. Control 1 minggu
3,0-4,9 Turunkan dosis 5-10%. Control 2 minggu
4,0-,0 Turunkan dosis 10-20% control 1 minggu
5,0 Stop pemberian . dipantau s/d INR turun
menjadi 3
7/16/2019 Resume Skenario 4
http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 44/133
Lama pemberian wrfarin:
Pada thrombosis vena asimptomatik:, untuk vena distal : 4 minggu dan vena
proksimal 3 bulan
Pada thrombosis vena sebagai faktor resiko yang berlanjut, diberikan minimal
selam 6 bulan. Apabila faktor risiko tdk terbatas maka diteruskan sampai waktu
tidak terbatas
Pada thrombosis vena dengan faktor risiko yang bersifat sementara ( operasi,
immobilisasi) terapi diberikan selama 4 minggu.
Antitrombin
Digunakan untuk pengobatan dan pencegahan serangan iskemia yang disebabkan oleh
adanya proses thrombosis arterial. Sampai saat ini yg paling serimg dgunakan adalah
asam salisilat ( aspirin). Berperan dalam menghambat pembentukan prostasiklin dan
tromboksan A2 yg berperan dalam jalur pengakfa agregasi trombosit. Akan tetapi
efeknya bila digunakan dalam jangka panjang adalah iritasi lambung yg cukup
menganggu pasien maka dikembangkan obat antiagregasi trombosit baru, salah satunya
adalah “ADP receptor antagonis” seperti klopidogrel. Obat-obat lain yg juga mencegah
agregasi trombosit adalah ticlopidin, dipiramidol, dan sulfin pirazon. Tiklopidin dan
klopidogrel pada pengobatan arteri koroner memperoleh hasil yang sama.
Indikasi: pencegahan terjadinya iskemia akut seperti iskemia stroke, “ transien ischemia
attack”, angina pectoris, penyakitvaskuler perifer.
Dosis dan cara pemberian anti agregasi trombosit:
Aspirin: 150-325 mg, diberikan peroral. Untuk maintenin dilanjutkan dengan
dosis 75-150 mg/hari
Klopidogrel: 75 mg/ hari, per oral, bisa digunakan dosis awal 300-600mgapabila dibutuhkan mula kerja yang cepat
Tiklopidin: 2x250 mg/hari, peroral, bisa digunakan dosis awal 500 mg apabila
dibutuhkan mula kerja yang cepat
Dipiramidol: 2-3x24 mg/hari, diberikan peroral
Trombolitik/fibrinolitik
Antitrombotik dan Trombolitik
7/16/2019 Resume Skenario 4
http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 45/133
Tugas antitrombik dan trombolitik adalah sebagai aktivator plasminogen untuk
menjadi plasmin yang akan melisiskan fibrin menjadi fibrin degradation
product. Antitrombik dan trombolitik adalah salah satu cara yang berfungsi
untuk meningkatkan suplai oksigen miokard dengan jalan membuka oklusi
pada pembuluh koroner karena terbentuknya trombus.
Obat antitrombik terdiri atas :
i. Golongan trombolitik (misalnya: streptokinase, urokinase,
anistrepelase, aktivator plasminogen jaringan (t-PA))
ii. Golongan antikoagulan: heparin, low molecular weight heparin,
kumarin, warfarin
iii. Antitrombin direk : hirudin, bivalirudin
iv. Antiagregasi trombosit/ antiplatelet : aspirin, tiklopidin,
klopidogrel, dan penghambat Glikoprotein IIb/IIIa berfungsi
untuk mencegah agar trombosit tidak beragregasi lagi.
Mekanisme kerja antikoagulan
Heparin bekerja dala, darah dengan mengaktifkan langsung faktor anti pembekuan
terutama antitrombin III yang akan mengiaktifkan semua faktor bekuan dalam kotak
diatas. Sedangkan warfarin bekerja dalam liver, menghambat sintesis semua faktor
yang dilingkari di atas. Protein C dan S menggunakan efek antipembekuan dengan
menghancurkan semua faktor yang diaktifkan yaitu Va dan VIIIa.
Mekanisme kerja sistem fibrinolitik
7/16/2019 Resume Skenario 4
http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 46/133
Beberapa aktivator yang bermanfaat dalam klinik nampak dalam huruf yang dicetak
tebal. Anistrepelase adalah suatu kombinasi streptokinase dengan plasminogen
proaktivator. Asam aminokaproat menghambat fibrinolisis dengan cara menghambat
aktivasi plasminogen plasmin.
Mekanisme kerja antiplatelet (contohnya: aspirin)
Aspirin menghambat terbentuknya tromboksan A2 dengan cara mengahambat enzim
siklooksigenase
FARMAKOLOGI OBAT-OBAT ANTI TROMBOSIS
7/16/2019 Resume Skenario 4
http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 47/133
Tujuan engobatan thrombosis adalah :
- Mencegah perluasan ekstensi thrombus
- Mengurangi terjadinya reurensi thrombus
- Mencegah pembentukan emboli
- Mencegah syndrome post trombotik
Obatobat anti thrombosis dapat dibagi menjsdai 3 golongan:
Antikoagulan
Aniplatelet agregasi
Trombolitik/fibrinoltik
ANTI AGREGASI TROMBOSIT
Digunakan untuk pengobatan dan pencegahan serangan iskemia yang disebabkan oleh
adanya proses thrombosis arterial. Sampai saat ini yg paling serimg dgunakan adalah
asam salisilat ( aspirin). Berperan dalam menghambat pembentukan prostasiklin dan
tromboksan A2 yg berperan dalam jalur pengakfa agregasi trombosit. Akan tetapi
efeknya bila digunakan dalam jangka panjang adalah iritasi lambung yg cukup
menganggu pasien maka dikembangkan obat antiagregasi trombosit baru, salah satunya
adalah “ADP receptor antagonis” seperti klopidogrel. Obat-obat lain yg juga mencegah
agregasi trombosit adalah ticlopidin, dipiramidol, dan sulfin pirazon. Tiklopidin dan
klopidogrel pada pengobatan arteri koroner memperoleh hasil yang sama.
Indikasi: pencegahan terjadinya iskemia akut seperti iskemia stroke, “ transien ischemia
attack”, angina pectoris, penyakitvaskuler perifer.
Dosis dan cara pemberian anti agregasi trombosit:
Aspirin: 150-325 mg, diberikan peroral. Untuk maintenin dilanjutkan dengan
dosis 75-150 mg/hari
Klopidogrel: 75 mg/ hari, per oral, bisa digunakan dosis awal 300-600mgapabila dibutuhkan mula kerja yang cepat
Tiklopidin: 2x250 mg/hari, peroral, bisa digunakan dosis awal 500 mg apabila
dibutuhkan mula kerja yang cepat
Dipiramidol: 2-3x24 mg/hari, diberikan peroral
OBAT TROMBOLITIK
Diberikan pada keadaan terjadinya emboi di arteri dan untuk mengurangi bekuan darah
pada thrombosis vena dalam.
7/16/2019 Resume Skenario 4
http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 48/133
Indikasi:
- Infark miokard akut
- Emboli pulmo
- DVT
- PAPO kronik
Kontra indikasi:
- Hipertensi berat
- Endokarditis bekterial sub akut
- Hamil trimester 1
- Gangguan fungsi hati
- Gangguan fungsi ginjal
- Usia lanjut dengan kecenderungan degenerasi arteriosklerotik
Preparat:
Streptokinase
Berfungsi dan bertujuan untuk mengaktifkan pembentukan plasmin dai
plasmingen. Dosis awal 250..000 IU, diberikan perinfus selama 30 menit, dan
dilanjutkan dengan dosis 100.000 IU/ jam denga pengontrolan waktu protrombin
yang ketat. Lama pemberian adalah 24-72 jam , dilanjutkan dengan pemberian
heparin dan antikoagulan oral sesuai protokol
Urokinase
Dosis awal diberikan 4.000 unit/kgBB / jam. Pemberian obat ini idak perlu
control waktu protrombin
Tissue plasminogen activator (rTPA)
- Pada pasien dengan BB > 65, dosis awal 15mg, IV pelan2, kemudin 50 mg
perinfus selama 30 menit pertama, diikuti 35 mg selama 60 menit, sampaidengan dosis maksimal 100 mg dalam waktu 3 jam pemberian
- Pada pasien dengan BB < 65 mg, dosis awal 10 mg IV pelan2, kemudian 50 mg
perinfus selama 60 menit, diikuti 20 mg selama 60 menit, dalam waktu 3 jam.
7/16/2019 Resume Skenario 4
http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 49/133
GAGAL JANTUNG
DEFINISI :
Sindrome klinis ( sekumpulan tanda dan gejala) ditandai oleh sesak nafas dan
fatig ( saat istirahat atau saat aktivitas) yang disebabkan oleh kelainan struktur atau
fungsi jantung. Pada gagal jantung terjadi keadaan dimana jantung tidak lagi mampu
memompa darah ke jaringan untuk memenuhi kebutuhan metabolism tubuh,
walaupun darah balik masih normal.
FAKTOR PREDISPOSISI GAGAL JANTUNG
Hal-hal yang bisa menyebabkan kelainan ventrikel penyakit arteri koroner,
hipertensi, kardiomiopati, penyakit pembuluh darah, penyakit jantung congenital
FAKTOR PENCETUS: peningkatan asupan garam, ketidak patuhan pengobatan, IMA,
seragan hipertensi, aritmia akut, ifeksi atau demam, emboli paru, anemia, tirotoksikosis,
kehamilan, endokarditis akut.
7/16/2019 Resume Skenario 4
http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 50/133
MANIFESTAI KLINIS
Berdasarkan organ yang terkena:
1. Gagal jantung kiri dyspnea d’effort, fatig, ortopnea, PND, batuk, pembesaran
jantung, irama derap, ventricular heaving, bunyi derap S3 dan S4, pernafasan
cheyne stokes, taikardi, pulsus alternant, ronki dan kongesti vena pulmonalis.
2. Gagal jantung kanan fatig, edema pitting, liver engorgemen, anoreksia dan
kembung.
3. Gagal jantung kongesti
Pembahasan tiap gejala:
Dyspneu de efford
Merupakan perasaan susah bernafas. Biasanya merupakan manifestasi klinis
Gagal Jantung kiri. Karena tekanan di atrium kiri meningkat, tekanan vena pulmonalis
meningkat sehingga cairan akan merembes ke jaringan interstitial paru, dan akan
memasuki alveolus sehingga terjadi gangguan perfusi dan terjadi sesak nafas. Pada saat
aktivitas, kebutuhan Oksigen meningkat, sedangkan perfusi terganggu. Hal inilah yang
menyebabkan sesak saat beraktivitas.
PND Paroxysmal Noctur nal Dyspneu (PND,
dispneu nokturnal paroksismal) atau mendadak terbangun karena dispneu, dipicu oleh
timbulnya edema paru interstisial. Hal ini merupakan manifestasi yang lebih spesifik
dari gagal jantung kiri dibandingkan dispneu atau ortopneu.
Ortopneu
Orthopneu (dispneu saat berbaring) terutama disebabkan oleh redistribusi aliran darah
dari bagian-bagian tubuh yang di bawah ke arah sirkulasi sentral. Reabsorpsi cairan
interstisial dari ekstremitas bawah juga akan menyebabkan kongesti vaskular paru yang
lebih lanjut.
Edema perifer
Edema perifer terjadi akibat penimbunan cairan dalam ruang interstisial. Edema
mula-mula tampak pada bagian tubuh yang tergantung dan terutama pada
malam hari; dapat terjadi nokturia (diuresis malam hari) yang mengurangi
retensi cairan. Nokturia disebabkan oleh redistribusi cairan dan reabsorpsi pada
waktu berbaring, dan juga berkurangnya vasokonstriksi ginjal pada waktu
istirahat.
7/16/2019 Resume Skenario 4
http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 51/133
Gagal jantung yang berlanjut dapat menimbulkan asites atau edema anasarka
(edema tubuh generalisata). Meskipun gejala dan tanda penimbunan cairan pada
aliran vena sistemik secara klasik dianggap terjadi akibat gagal jantung kanan,
namun manifestasi paling dini dari bendungan sistemik umumnya disebabkan
oleh retensi cairan daripada gagal jantung kanan yang nyata. Semua manifestasi
secara khas diawali dengan bertambahnya berat badan, yang jelas
mencerminkan adanya retensi natrium dan air. (Price, 2006 : 638)
Pada Gagal Jantung, jantung gagal memompa darah secara normal dari vena ke
dalam arteri peningkatan tekanan vena dan tekanan kapiler filtrasi kapiler
makin bertambah. Di samping itu, tekanan arteri turun penurunan ekskresi
garam dan air oleh ginjal peningkatan volume darah peningkatan tekanan
hidrostastik kapiler edema makin bertambah.
Penurunan aliran darah ke ginjal merangsang sekresi renin peningkatan
pembentukan angiotensin II dan peningkatan sekresi aldosteron menambah
beratnya retensi garam dan air oleh ginjal. (Guyton, 1997 : 390).
Gagal jantung akut tidak menyebabkan pembentukan edema perifer dengan
segera. Sewaktu jantung yang sebelumnya normal mengalami kegagalan
pemompaan akut, tekanan aorta menurun dan tekanan atrium kanan meningkat.
Ketika curah jantung mendekati nol, kedua tekanan saling mendekat pada nilai
keseimbangan sekitar 13 mmHg. Tekanan kapiler juga harus turun dari nilai
normal 17 mmHg menjadi 13 mmHg. Jadi, gagal jantung akut yang berat
menyebabkan penurunan tekanan kapiler perifer.
Edema perifer mulai timbul setelah sehari atau lebih sejak terjadi gagal ginjal
total atau gagal ginjal kanan akibat retensi cairan oleh ginjal. Retensi cairan
meningkatkan tekanan pengisian sistemik rata-rata peningkatan
kecenderungan aliran darah untuk kembali ke jantung peningkatan tekanan
7/16/2019 Resume Skenario 4
http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 52/133
atrium kanan hingga ke nilai lebih tinggi dan mengembalikan tekanan arteri ke
nilai normal tekanan kapiler meningkat menyebabkan hilangnya cairan ke
dalam jaringan dan pembentukan edema hebat. (Guyton, 1997 : 340)
KLASIFIKASI
I tidak terbatas,aktifitas fisik se-hari2 tidak menyebabkan lelah,sesak nafas atau
palpitasi.
II sedikit pembatasan aktifitas fisik,aktifitas se-hari2 menyebabkan
lelah,palpitasi,sesak nafas atau angina.
III aktifitas fisik sangat terbatas,saat istirahat tanpa keluhannamun aktifitas kurang
dari se-hari2 menimbulkan gejala
IV tidak mampu melakukan aktifitas fisik apapun tanpa keluhan,gejala DC timbul
bahkan saat istirahat dan bertambah berat bila melakukan aktifitas.
PEMBAGIAN GAGAL JANTUNG:
Berdasarkan curah jantung:
GAGAL JANTUNG CURAH TINGGI
pada penderita penykit anemia berat, hipertiroid, penyakit paged, kondisi miokard
sebenarnya normal karena kebutuhan meningkat untuk memenuhi kebutuhannya
maka curah jantung miningkat apabila kebutuhannya tetap banyak maka akan terjadi
gagal janutng dan curah jantung menurun, akan tetapi curah jantung tetap lebih besar
dari normal
GAGAL JANTUNG CURAH RENDAH
Istirahat masih bisa mencukupi dan tidak cukup bila melakukan aktivitas fisik yang
lebih berat karena curah jantung yang rendah, walaupun agak naik tapi tidak cukup
bahkan lama kelamaan akan menurun dibawah keadaan istirahat
Berd. Kontraksi ventrikel
Disfungsi sistolik ventrikel kiri
Disfungsi diastolic ventrikel kanan
Presentasi klinis serta pengelolaaan
- Gagal jantung akut Gagal jantung akut klinis mungkin manifesi sebagai
dyspnea yang mendadak sampai syok kardiogenik . Pengelolaan gagal jantung
akut berbeda-beda dan tergantung pada tampilan klinis :
7/16/2019 Resume Skenario 4
http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 53/133
1. Edema paru akut kardiogenik ( EPAK)
2. Syok kardiogenik (SK) 3. Dekompensasi akut pada gagal jantung ki r i kronik
I . Edema Paru Akut Kardiogenik ( EPAK )
Anamnesa dan pemeriksaan fisik singkat pada umumnya sudah cukup untuk memulai
terapi. Selanjutnya dipasang kateter intravena, diambil contoh darah untuk pemeriksaan
laboratorium dan penderita diberikan terapi oksigen.
- Nitrogliserin
( NTG ) SL ( 0,4 – 0,6 mg, dapat diulang tiap 5-10 menit jika perlu ). NTG efektif untuk
penderita EPAK oleh sebab-sebab iskemik ataupun non-iskemik. Jika TD cukup (
tekanan darah sistolik = TDS 95-100 mmHg ) NTG dapat diberikan IV ( dosis awal 0,3
– 0,5 ug/kg BB/menit )
- Sodium nitroprusside
( dosis awal 0,1 uk/kg BB/menit ) dapat diberikan pada penderita yang tidak responsif
terhadap nitrat, pada penderita EPAK disebabkan oleh regurgitasi mitral dan dan
regurgitasi aorta, atau hipertensi berat 2. Jika perlu dosis dapat ditingkatkan untuk
memperoleh perbaikan status hemodinamik. TDS 85-90 mmHg digunakan sebagai batas
bawah untuk menambah dosis pada penderita yang diketahui sebelumnya normotensif
selama perfusi organ vital adekuat.
- Furosemide
( 20-80 mg IV ) harus segera diberikan begitu diagnosa edema paru ditegakkan
- Morfin sulfat
( 3-5 mg IV ) efektif untuk mengatasi simtom edema paru. Tetapi harus diberikan
dengan hati-hati pada penderita dengan insufisiensi paru dan penderita dengan asidosismetabolik atau respiratorik dimana supresi dapat menyebabkan penurunan pH secara
drastis.
- Intubasi dan ventilasi mekanik
pada penderita dengan hipoksia berat yang tak responsif terhadap terapi dan penderita
dengan asidosis respiratorik.
7/16/2019 Resume Skenario 4
http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 54/133
- IABC
mungkin bermanfaat pada penderita dengan EPAK refrakter. Cara ini terutama untuk
penderita yang dipersiapkan untuk dilakukan kateterisasi jantung dan / atau dilanjutkan
pada penderita dengan terapi denitif. IAPB tidak boleh dilakukan pada penderita dengan
regurgitasi aorta bermakna dan diseksi aorta
Sebagaian besar penderita EPAK dapat diatasi dengan intervensi yang tepat disertai
evaluasi bedside harus memasang kateter pulmonal atau kateter arteri
Pemasangan kateter pulmonal harus dipertimbangkan bila :
1. Keadaan klinik penderita merosot
2. Perbaikan hemodinamik tidak seperti yang diharapkan
3. Diperlukan NTG atau nitroprusside dosis tinggi untuk stabilisasi hemodinamik
4. Dobutamin atau dopamin diperlukan untuk menaikkan tekanan darah dan perfusi
perifer
5. Bila kita ragu dengan diagnosa EPAK
Pada evaluasi awal harus ditetapkan apakah ada sindroma koroner akut. Diagnosa
sindroma koroner akut pada umumnya dapat ditegakkan dengan penilaian klinis EKG.
Bila terdapat sindroma koroner akut perlu dipertimbangkan tindakan reperfusi
miokardial urgen. Kateterisasi jantung dan arteriografi koroner untuk kemudian
dilanjutkan dengan tindakan intervensi yang tepat ( bila tersedia ), atau diberikan terapi
trombolitik.
Ekokardiografi 2-D-doppler didindikasikan pada semua penderita dengan EPAK.
Prosedur ini dilakukan segera sesudah hemodinamik stabil.
Terapi edema paru akut :
1.
Oksigen2. NTG SL atau IV
3. Diuretika ( furosemid ) IV
4. Morfin sulfat IV
5. ” Cardiovascular support drug ” ( Nitroprusside, dopamin, dobutamin I V )
6. Trombolitik atau revaskularisasi urgen ( angioplasti atau CABG ) bila ada
indikasi
7/16/2019 Resume Skenario 4
http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 55/133
7. Intubasi dan ventilasi mekanik bila terdapat hiposia berat yang tak responsif
terhadap terapi, dan asidosis respiratorik
8. koreksi definitif terhadap kausa dasar ( MVR arau repair untuk MR berat ) bila
ada indikasi dan klinis feasable
bila keadaan stabil harus diupayakan identifikasi kausa gagal jantung yang dapat
dikoreksi. Tanpa dapat mendeteksi dan koreksi kausa dasar, prognosa jangka panjang
adalah buruk. 3
I I . Syok Kardiogenik ( SK )
Bila SK tidak disebabkan oleh kausa yang dapat dikoreksi, atau bila kausa tidak
dikoreksi dengan efisien dan efektif, angka mortalitas ( Mortality Rate ) > 85%. karena
itu upaya diagnostik dan terapetik harus semaksimal mungkin untuk identifikasi kausa
dan intervensi definitif. Penderita dengan hipoperfusi tetapi tekanan masih adekuat
dianggap dalam keadaan presyok dan diperlukan seperti syok.
TANDA:
Klinis: hipotensi arteri, dan bukti gangguan sirkulasi kulit, ginjal, dan CNS.
Tanda :
SBP < 90 mmHg
Manifestasi peningkatan katekolamin: gelisah, Kulit dingin, basah ( keringat
dingin), takikardi dan sianosis
Berkurangnya produksi urin < 20 ml/hari
Perubahan sensoris/ status mental
Komponen utama syok kardiogenik:
1. Gangguan fungsi ventrikel
2. Bukti kegagalan ogan akibat perfusi yang berkurang
3. Tidak bukti hipovolemia
Prinsip pengelolaan :
Identifikasi
Eksklusi dan / atau terapi kausa reversibel
Stabilisasi klinis dan hemodinamik
7/16/2019 Resume Skenario 4
http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 56/133
Rekam EKG, monitor EKG, pasang kateter intravena dan kateter arteri untuk monitor
tekanan darah. Pasang kateter pulmonal. Apakah ada aritmia yang berperan dalam
merosotnya status hemodinamik, bila perlu kardioversi. Apakah tidak ada penurunan
pengisian ventrikel yang menyebabkan hipotensi ? bila tidak ada tanda-tanda overload
volume ( S3 gallop, rales paru, foto toraksa yang menunjukkan adanya kongesti paru )
berikan cairan NaCI fisiologik dengan cepat ( > 500 ml bolus, diteruskan dengan 500ml
/ jam ). Tekanan vena jugularis bukan indikator dari tekanan pengisisan ventrikel kiri 6
yang bisa diandalkan.
Pada infark miokard akut ( IMA ) inferior dengan syok, harus dicurigai adanya infark
ventrikel kanan, yang menyebabkan gagal jantung kanan dan menurunkan pengisian
jantung kiri. Diagnosa infark ventrikel kanan sering dapat ditegakkan hanya atas dasar
temuan klinis seperti peningkatan tekanan vena jugularis saat inspirasi.
Pemberian cairan adalah komponen utama terapi infark ventrikel kanan untuk
mempertahankan tekanan pengisian ventrikel kanan untuk mempertahankan curah
jantung. Pemberian caiaran dapat dipandu oleh variabel klinik ( tekanan darah, perfusi
perifer, suara gallop ventrikel ), tetapi monitoring hemodinamik dengan kateter arteri
pulmonal tetap, masih diperlukan untuk optimalisasi banyaknya cair yang diberikan.
Bila volume cair tidak memberikan perbaikan klinis dan hemodinamik, maka untuk
stabilisasi penderita mungkin diperlukan terapi tambahan lain ( dobutamin, IABC, atau
tindakan intervensional ). Pemakaian diuretika dan vasodilator pada penderita dengan
infark ventrikel kanan dapat menimbulkan hipotensi.
Bila ada hipotensi ( TDS < 70 mmHg ) atau syok klinis, terjadi pada keadaan overload
volume atau pasca bolus NaCI harus diberikan dopamin dosis sedang ( 4-5 uk/kg
bb/menit ), jika perlu, dosis dapat ditingkatkan7,8. Bila hipotensi atau syok klinis tidak
teratasi dengan dosis dopamin ( 15 ug/kg bb/menit ) dipertimbangkan pemasanganIABC.
Penderita dengan overload volume ( atau pasca volume loading yang adekuat ) dan
klinis Pre syok pada umumnya memberikan respon yang baik dengan dobutamin ( 2-4
ug/kg bb/menit) atau dengan dobutamin dosis rendah sampai sedang ( 2-5 ug/kg
bb/menit ).
Selama terapi harus diperhatikan :
1. Status volume intravaskuler dari penderita
7/16/2019 Resume Skenario 4
http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 57/133
2. Status fungsi ventrikel
3. Adanya cedera / infark miokard
4. Apakah terdapat kausa reversibel atau dapat dikreksi ?
1. Status Intravaskuler – cara yang terbaik adalah dengan memasang kateter
pulmonal untuk menilai parameter hemodinamik. Bila ada disfungsi ventrikel kiri
maka kriteria biasanya dipergunakan untuk menilai volume intravaskuler tidak dapat
dipergunakan. Tekanan pengisian ventrikel kiri yang optimal, untuk penderita
dengan syok atau Pre syok akibat IMA berkisar antara 14-18 mmHg 9.
2. Status fungsi ventrikel – ekokardiografi-2D-doppler sangat bermanfaat dalam
menilai status fungsi ventrikel dan memandu evaluasi / tindakan selanjutnya.
3. Infark miokard ? – pada IMA dengan syok atau Pre syok dipertimbangkan
kateterisasi jantung dan arteriografi koroner selektif. Reperfusi daerah oklusi pada
penderita syok yang tidak responsif dengan pemberian cairan dapat menurunkan
angka mortalitas dari < 85% menjadi < 65 % 10. Bila tidak tersedia fasilitas
intervensi dapat dipertimbangkan terapi trombolitik. Efek trombolitik terhadap
mortalitas belum jelas.
4. Apakah terdapat kausa yang dapat dikoreksi ? - evaluasi klinis dan
ekokardiografi-2D-doppler adalah cara awal untuk identifikasi kausa. Kemudian
dapat dilakukan ekokardiografi esofagial dan kateterisasi jantung utuk memperoleh
diagnosa yang lebih tepat.
Prinsip pengobatan:
Menurunkan kebutuhan osien
Memperbaiki / reperfusi
Pengelolaann Syok / Pre syok Kardiogeni k
1. Oksigen2. Bila tidak jelas ada overload volume, berikan cair intravena secara tepat
3. bila ada overload volume atau pasca terapi cairan intravena, berikan
cardiovascular support drug ( dobutamin, dopamin ) untuk memperoleh status klinik
hemodinamik yang stabil
4. Bila ada cedera / infark miokard, bila mungkin, revaskularisasi arteri koroner
5. Trombolitik bila kateterisasi jantung / arteriografi koroner / revakularisasi tidak
dapat dilakukan.
7/16/2019 Resume Skenario 4
http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 58/133
I I I . Dekompensasi Akut pada Gagal Jantung Kongestif Khr onik
Prinsip pengelolaan :
Stabilisasi klinis dan hemodinamik
Identifikasi faktor pencetus reversibel
Optimalisasi terapi jangka panjang
Manifestasi klinik biasanya sekunder oleh karena (a) overload volume, (b) tekanan
pengisian ventrikel yang meningkat dan (c) menurunnya curah jantung.
Keluhan gejala ringan-sedang – biasanya dapat diatasi dengan dan optimalisasi obat-
obat yang telah dipergunakan penderita sebagai terapi gagal jantung kongestip khronik.
Biasanya tidak memerlukan rawat-tinggal kecuali bila terdapat faktor pencetus ( mis.
Infark miokard ) atau keadaan yang lain yang mungkin menyertai ( hipoklemia berat,
asidosis, aritmia simtomatik ).
Keluhan sedang-berat – biasanya memerlukan rawat tinggal. Penderkatan diagnostik
terapetik sama dengan penderita dengan gagal jantung akut.
Indikasi Intraaortic Ballon Counterpulsation ( IABC ) pada Gagal Jantung
1. Syok kardiogenik, edema paru dan gagal jantung akut lain yang tidak responsif
terhadap pemberian volume cairan atau terapi farmakologik, pada penderita dengan
kausa yang potensial reversibel.
2. Gagal jantung akut disertai iskemia refrakter, yang disiapkan untuk kateterisasi
jantung atau arteriografi koroner dan intervensi definitip
3. Gagal jantung akut disertai MR bermakna atau ruptur septum ventrikel ; untuk
memperoleh stabilisasi hemodinamik sebelum dilakukan terapi definip
Indikasi Pemasangan Kateter Arteri Pulmonal
1. Syok atau Pre syok kardiogenik yang tidak responsif terhadap terapi volume cairan
2. Edema paru akut yang tidak respon terhadap intervensi yang sudah benar atau
disertai syok atau Pre syok atau hipotensi
3. Sebagai sarana diagnostik untuk memecahkan ketidak pastian apakah edema paru
kardiogenik atau non kardiogenik
7/16/2019 Resume Skenario 4
http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 59/133
4. Menilai status volume intravaskuler, tekanan pengisian ventrikel dan fungsi jantung
pada penderita dengan gagal jantung kongestif kronik yang mengalami
dekompensssi akut
Ringkasan – penderita dengan gagal jantung akut biasanya harus dimasukkan RS. Tes
diagnostik awal harus sebatas yng diperlukan untuk menyingkirkan etiologi yang
memerlukan tindakan terapetik khusus. Test diagnostik yang lebih rinci dapat ditunda
setelah tercapai keadaan hemodinamik menjadi lebih baik.
Pemeriksaan laboratorium awal yang dibatasi pada pemeriksaan darah rutine,
arinalisis, elektrolit serum, kratii, ensim jantung, urea nitogen darah, pH dan gas darah
arteriil, EKG, foto polos dada, Eko – 2D – doppler.
Penderita gagal jantung disertai cedera / infark miokard akut harus dipertimbangkan
untuk kateterisasi jantung, arteriografi koroner dan tindakan intervensional bila
memungkinkan. Trombolisis dipertimbangkan bila prosedur tersebut tidak dapat
dilakukan.
Terapi EPAK diawali dengan : diuretik IV, nitrat, oksigen, morfin, intubasi dan
ventilasi mekanik bila ada indikasi.
Syok kardiogenik yang tidak disertai overload volume harus diberikan cair IV secara
cepat ( ” fluid challenge ” )
Penderita syok kardiogenik yang disertai overload volume atau tidak responsif pada
” fluid challenge ” diberikan dopamin IV
Kateter arteri pulmonal harus dipasang pada semua penderita syok kardiogenik kecuali
bila responsif pada pemberian fluid challenge. Penderita EPAK biasanya tidak
memerlukan kateter arteri pulmonal. Tetapi bila EPAK tidak responsif terhadap terapi
atau tidak jelas apakah edema paru kardiogenik atau tidak kateter arteri paru harus
dipasang.
IABC mungkin diindikasikan untuk penderita gagal jantung akut yang tidak responsif
terhadap terapi adekuat. Prosedur ini ditujukan untuk mencapai stabilitas hemodinamik
sebelum dilakukan tindakan diagnostik atau terapetik intervensional lebih lanjut.
- Gagal jantung kronis
Disfungsi Sistoli k
7/16/2019 Resume Skenario 4
http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 60/133
Semua penderita dengan gagal jantung harus dilakukan evaluasi diagnostik sebatas
keperluan untuk :
1) Menetapkan jenis disfungsi jantung
2) Identifikasi kausa yang dapat dikoreksi
3) Menetapkan prognosa
4) Memandu terapi
Eko-2D-doppler sangat berguna untuk evaluasi awal untuk menilai masa ventrikerl kiri,
ruang ventrikel / atria, fungsi sistolik atau diastolik dan mencari kausa.
Kausa yang paling sering disfungsi ventrikel kiri : penyakit arteri koroner, hipertensi ,
dan dilated kardiomiopati ( di Amerika Serikat )
Kombinasi iskemia dan disfungsi ventrikel kiri ( dengan atau gagal jantung klinik yang
nyata secara klinik ) mempunyai prognosis yang jelek, revaskularisasi pada golongan ini
adalah terapi pilihan. Karena itu pada penderita golongan ini sangat dianjurkan untuk
dilakukan arteriografi koroner untuk menilai kemungkinan dilakukan revaskularisasi
koroner.
Bila tak ada angina atau infark miokard sebelumnya, kemungkinan penyakit koroner
sebagai kausa gagal jantung pada penderita berbeda. Sesudah evaluasi klinis, kita dapat
memilih tindakan selanjutnya :
1. Tidak lagi melakukan tes untuk penyakit arteri koroner
2. Melakukan tes noninvasif untuk mendeteksi iskemia miokard
3. melakukan arteriografi koroner, bila terdapat banyak faktor risiko dan terdapat
abnormalitas regional pada ekokardiografi
Penderita dengan gagal jantung yang sebabnya tak dapat dikaitkan dengan hipertensi
atau penyakit arteri koroner, harus dilakukan evaluasi yang cermat untuk mencarietiologi lain. Diagnosa idiopathic dilated cardiomyopathy hanya diberikan sesudah
diagnosa untuk eksklusi penyakit lain sudah lengkap. Sejauh mana kita berusaha
melakukan pemeriksaan ditentukan oleh indeks kecurigaan yang kita peroleh dari
pemeriksaan klinis atau laboratorium.
Disfungsi Diastolik
Sebagaian besar penderita gagal jantung terdapat penurunan fungsi sistolik ventrikel dan
juga penurunan fungsi diastolik. Tetapi sebagaian lagi menunjukkan fungsi sistolik yang
7/16/2019 Resume Skenario 4
http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 61/133
normal atau hampir normal dan penurunan fungsi diastolik yang predominan.
Pengelolaan penderita dengan yang primer disfungsi sistolik berbeda dengan dengan
penderita dengan primer disfungsi diastolik, dan karena itu sangat penting untuk
membedakan kedua keadaan tersebut.
Disfungsi diastolik menyebabkan gangguan pengisian ventrikel dengan mengurangi
relaksasi ( awal diastol ) atau compliance ventrikel ( awal dan akhir diastol ) atau kedua-
duanya. Konsekuensi hemodinamik adalah kenaikan tekanan pengisian ventrikel, atrium
kiri, vena dan kapiler pulmonal, yang bila tidak dikoreksi, akan meningkatkan tekanan
arteri pulmonal dan ventrikel kanan. Tekanan pengisian yang meninggi pada umumnya
mampu mempertahankan curah jantung yang normal saat istirahat, tetapi akan
mengalami kesulitan pada keadaan yang menuntut kenaikan curah jantung (
peningkatan aktifitas fisik ).
Proses patologik yang sering mendasari disfungsi diastolik ventrikel adalah iskemia
miokard, hipertrofi dan fibrosis, dimana etiologi utama adalah penyakit koroner,
hipertensi, diabetes mellitus, stenosis aorta, kardiomiopati, hipertrofik, kardiomiopati
infiltratif dan endokardial fibroelastosis penurunan compliance ventrikel juga bagian
dari proses ketuaan.
Manifestasi klinik beragam, tanpa keluhan, edema paru, atau tanda-tanda gagal jantung
kanan dan penurunan toleransi pada latihan. Disfungsi diastolik akut dengan edema paru
akut sebagai menifestasi iskemia miokard akut atau hipertensi tidak jarang dijumpai.
Disfungsi diastolik harus dicurigai pada penderita dengan keluhan dan gejala gagal
jantung tetapi fungsi sistolik ventrikel normal atau hampir normal ekokardiografi
doppler atau imaging radionuklid dapat mengevaluasi fungsi sistolik dan mendeteksi
disfungsi diastolik ( dengan mengukur indeks pengisian diastolik ). Kateterisasi jantung
dapat dipergunakan sebagai pemeriksaan alternatif bila metoda non invasif tidak diagnostik.
Akti fi tas Neurohormonal
Bermacam sistim neurohormonal endogen diaktivasi pada penderita dengan gagal
jantung khronik dan aktivasi ini berperan dalam patofisiologi gagal jantung. Yang
terpenting adalah aktivasi sistim renin-angiotensin-aldosteron ( RAA ). Aktivasi sistim
simpatik terjadi awal, peningkatan aktivitas simpatik juga terjadi pada penderita yang
disfungsi ventrikel yang asimtomatik. Aktivasi sistim RAA terjadi pada stadium yang
7/16/2019 Resume Skenario 4
http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 62/133
lebih lanjut, aktivitas sistim RAA menjadi amat meningkat pada penderita dengan gejala
gagal jantung yang lanjut. Faktor hormonal vasokonstriktor lain juga berperan (
endotelin dan vasopresin ). Disamping itu sistim hormonal dengan aktifitas vasodilator
juga mengalami perubahan.
Aktivasi neurohormonal berperan berperan penting dalam progresif gagal jantung.
Sistim hormonal menimbulkan efek hemodinamik yang dapat merubah fungsi jantung;
aktivasi yang berkepanjangan menimbulkan efek merusak sel otot jantung. Karena itu
intervensi terapetik yang dilakukan bertujuan menghambat efek sistim vasokonstriktor
dan meningkatkan sistim vasodilator endogen. Pemakaian klinik berbagai intervensi (
mis. ACEI, beta adredergik blocker pada penderita gagal jantung tertentu ) sudah
diakui, sedangkan efetifitas dari upaya intervensi lain ( antagonis vasopresin dan
antagonis endotelin ).
Kapasitas Fungsional
Kapasitas fungsional penderita gagal jantung perlu dievaluasi; karena kapasitas
fungsional mempunyai dampak langsung pada kualitas hidup penderita. Perbaikan
kapasitas fungsional merupakan tujuan utama terapi gagal jantung. Kapasitas fungsional
juga prediktor mortalitas penderita gagal jantung.
Penilaian kapasitas fungsional mencangkup beberapa dimensi : kapasitas fisik, status
emosional, fungsi sosial, kemampuan kognitif. Yang terpenting adalah penilaian
kapasitas fisik. Faktor emosional, sosial dan kognitif mungkin sangat berpengaruh
terhadap kemampuan penderita untuk taat terhadap aturan-aturan dalam terapi dan
mungkin dipengaruhi oleh penyakitnya sendiri atau berkaitan dengan terapi yang
diberikan.
Standar yang dipergunakan untuk menilai kapasitas fisik adalah uji latih, terutama
pengukuran waktu dan jarak latih, beban latih dan konsumsi oksigen maksimal. Ukuranini dapat dinilai dengan mempergunakan uji latih tredmill .
Cara alternatif menilai kapasitas fungsional adalah dengan menanyakan toleransi
penderita terhadap aktifitas sehari-hari. Karena penderita umumnya sudah membatasi
sendiri aktivitas sehari-harinya, maka sebaiknya ditanyakan secara spesifik aktivitas apa
yang kita maksudkan ( mis. Sejauh 100 meter pada jalan datar atau menaiki tangga
dirumah ).
7/16/2019 Resume Skenario 4
http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 63/133
Ringkasan – harus dicari kausa penderita dengan gagal jantung khronik. Gagal jantung
akibat disfungsi diastolik harus dibedakan dengan gagal jantung akut. Dapat dilakukan
dengan ekokardiografi-2D-doppler, imaging radionuklid atau kateterisasi jantung.
Penkuran kadar neurohormon yang bersikulasi tidak banyak artinya dalam pengelolaan
gagal jantung. Penilaian kapasitas fungsional berperan penting dalam pengelolaan
penderita gagal jantung dan meliputi: kapasitas fisik, status emosional, fungsi sosial dan
kemampuan kognitif.
TERAPI
Disfungsi Sistolik
ETOLOGI:
Gangguan kontraktlitas
- Infark miokard
- Iskemik miokard sementara
- Kelebihan beban volume yang kronik
Rugurgitasi mitral
Regurgitasi aorta
- Kardiomiopati dilatesi
Kelebihn beban tekanan ( pressure overload)
- Senosis aorta
- Hipertensi yang tak terkendali
Terapi gagal jantung khronik sudah sangat berubah sejak 10-15 tahun terakhir. Gagal
jantung bukan dipandang hanya semata keadaan edema yang responsif terhadap
pemberian diuretika. Banyak penderita gagal jantung tidak lagi menunjukkan edema,
tetapi kemampuannya menurun. Banyak uji klinik memberikan sumbangan data dalam
perbaikan penanganan gagal jantung akibat disfungsi sistolik.
NNYHA fungional klas 1 adalah penderita dengan disfungsi sistolik ventrikel kiri
tanpa gejala atau keluhan gagal jantung nyata. Karena itu seringkali tidak diberikan
terapi farmakologik. ACEI dapat diberikan pada golongan ini untuk prevensi gagal
jantung37 dan mungkin menurunkan mortalitas pasca IMA
Penelitian menunjukkan bahwa angitensin convertin enzyme inhibitor ( ACEI )
sebaiknya diberikan pada semua gagal jantung NYHA klas I dengan disfungsi sistolik
yang bermakna ( fraksi ejeksi < 35-40% ). CARA MENETUKAN FRAKSI EJEKSI:???
7/16/2019 Resume Skenario 4
http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 64/133
NYHA klas II-IV. Studi SOLVD; V-HeFT dan CONSENSUS menunjang pemakaian
ACEI pada semua penderita dengan gagal jantung simtomatik, kecuali ada
kontraindikasi atau tidak toleran terhadap ACEI. Bila mungkin dosis ditingkatkan
bertahap mencapai dosis yang dapat menurunkan mortalitas sesuai dengan dosis pada
studi-studi tsb ( mis. Enalapril 20 mg atau catopril 150 mg sehari ).
Lisinopril ( 5-20 mg sehari ) dan quinapril ( 5 mg bid ) juga menunjukkan hasil yang
serupa. Studi AIRE menunjukkan bahwa ramipril ( 5 mg bid ) menurunkan mortalitas
bila diberikan pada hari 3-10 pasca IMA dengan gagal jantung. Sekali ACEI diberikan
harus diteruskan mungkin untuk selama hidup.
ISDN dan hydralazin juga mempunyai peran dalam terapi gagal jantung ( V-HeFT I11
dan II12 ). ACEI merupakan tonggak pengobatan gagal jantung, akan tetapi ISDN dan
hydralazin dapat dipertimbangkan bila penderita tidak toleran terhadap ACEI, ISDN
( 5-10 mg 3x sehari ) dan hydralazin ( 10mg 3x sehari ) diberikan sebagai dosis awal,
yang dapat dinaikkan untuk hydralazin 75 mg 4x sehari dan ISDN 40 mg 3x sehari.
Untuk ISDN harus ada masa ” bebas-nitrat ” selama 10 jam pada malam hari untuk
menghindarkan toleransi terhadap nitrat.
Penderita dengan gagal jantung simtomatik cenderung meretensi Na, biasanya diuretika
perlu diberikan13
. Bilamana diuretika diberikan sangat individuil . Lebih dipilih
diuretika loop ( furosemid Tu bumetadine ). Thiazid kurang bermanfaat bila GF < 30-40
ml / menit dan mungkin akan menambah turunnya GFR < 30-40 ml / menit dan
mungkin akan menambah turunnya GFR. Berat badan harus dimonitor. Kenaikan BB 1-
2 kg merupakan indikasi menambah dosis diuretika.
Bila terjadi resistensi terhadap diuretika, dapat dipergunakan kombinasi diuretik yang
bekerja pada segmen nefron yang berbeda ( mis. Thiazide plus diuretik loop)14, 15
Penggunaan diuretik kombinasi mungkin akan menimbulkan kekurangan cair dangangguan elektrolit.
Penderita yang dengan resistensi Na dan gagal jantung refrakter perlu MRS dan
diberikan dobutamin IV ( 2-5 ug/kg bb/menit ), dopamin IV ( 1-3 ug/kg bb/menit ) atau
infus furosemide ( 1-5 mg/jam ). Retriksi cair mencapai 1000-2000 ml / hari dapat
dicoba pada penderita dengan hiponatremia dilutional.
7/16/2019 Resume Skenario 4
http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 65/133
Hipoklemia dan alkalosis ( ” contraction alkalosis ” ) sering menyertai pemberian
diuretika yang terlalu bersemangat. Hipokalemia akan meningkatkan aritmia ventrikel.
Pada umumnya diperlukan KCI 20-60 mEq / hari untuk mempertahankan K plasma
4, 5 – 5, 0 mEq / 1.
Glikosida digitalis telah dipergunakan > 200 tahun untuk mengobati gagal jantung,
tetapi sampai sekarang masih terdapat kontroversi dalam pemakaian untuk gagal
jantung dengan irama sinus 16. peran digoxin pada penderita dengan fibrilasi atrium
sudah jelas. Penelitian 17-19 menunjukkan bahwa digoksin efektif pada penderita dengan
disfungsi ventrikel kiri simtomatik dengan irama sinus. Efek utama mungkin melalui
penurunan aktivitas simpatik. Digoksin belum terbukti efektif pada penderita dengan
disfungsi ventrikel yang asimtomatik. Ketidakpastian tentang pemakaian digoksin
disebabkan kurangnya data mengenai efeknya terhadap mortalitas. Untuk mengatasi
keadaan ini sedang dilakukan studi klinik skala besar, placebo controlled ( DIG –
digitalis investigator group ), untuk menilai pengaruh digoksin pada ” survival ” pada
gagal jantung yang hasilnya seharusnya dilaporkan tahun 1996. Sebelum hasil DIG
diumumkan, masih akan ada kontroversi mengenai peran digoksin pada penderita gagal
jantung dengan irama sinus.
Manfaat pemakaian Antagonis Calcium pada penderita angina dan hipertensi dengan
disfungsi ventrikel kiri masih belum diakui. Beberapa penelitian menunjukkan
antagonis calsium memperburuk keadaan gagal jantung 20-22. Antagonis calcium belum
dianggap obat yang aman pada gagal jantung. PRAISE ( propective randomized
amlodipine survival evaluation ) menunjukkan bahwa pemakaian amlodipine pada
gagal jantung tidak menimbulkan efek merugikan terhadap mortalitas dan morbiditas.
Beta-adrenergik blocker mungkin bermanfaat pada golongan tertentu gagal jantung23.
Swedia yang pertama kali menunjukkan manfaat metropolol pada penderita dengandilated myopathy.
Akhir-akhir ini dilaporkan pemakaian beta blocker dengan sifat khusus ( kombinasi beta
blocker dengan aktivitas vasodilatasi ) , carvedilol, memperbaiki ventrikel kiri.
Pada masa sekarang pemakaian beta blocker pada gagal jantung masih dalam taraf
investigasi, akan tetapi mungkin akan berubah bila sudah lebih banyak data-data yang
menunjang.
7/16/2019 Resume Skenario 4
http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 66/133
Antikoagulasi dengan warfarin sering dipergunakan untuk penderita gagal jantung
untuk mencegah emboli sistemik. Emboli dihubungkan dengan fraksi ejeksi yang
rendah 24, 25 dan akhir-akhir ini banyak dilakukan antikoagulasi pada penderita dengan
EF < 20% - 25%.
Untuk mengendalikan respon ventrikel pada fibrilasi atrium dipergunakan digoksin,
diltiazem atau beta blocker. Fibrilasi atrium dimana respon ventrikel tak terkendali
dapat memicu gagal jantung.
Aritmia ventrikel hampir selalu menyertai gagal jantung 26, 27. Aritmia ventrikuler
asimtomatik tidak perlu diterapi, karena tidak ada data yang menunjang kebijakan
tersebut 28. terapi antiaritmia dapat memperburuk aritmia ventrikuler dan menimbulkan
efek inotropik negatif pada penderita gagal jantung 29-31.
Bila antiaritmia dipergunakan pada penderita gagal jantung sebaiknya diberikan di RS.
Pemakaian antiaritmia ventrikuler klas 1 pada gagal jantung harus dihindari. Bila
aritmia ventrikuler pada gagal jantung perlu diterapi, amiodarone mungkin
meningkatkan ” Survival ” 32. Tetapi penelitian lain tidak menunjang
kesimpulan diatas 33. pemakaian amiodaron pada gagal jantung dengan aritmia
ventrikuler masih memerlukan data lebih banyak.
Gagal jantung khronik yang refrakter terhadap terapi sebaiknya dimasukkan RS. Tirah
baring, diuretik oral diganti IV. Dapat dicoba pemakaian dobutamine atau fosfodiesteras
inhibitor, yang dapat meningkatkan curah jantung dan aliran darah ginjal, mungkin
efektif untuk mengurangi keluhan dan mengurangi retensi Na dan air yang refrakter.
Dobutamin dosis rendah ( 2-5 ug/kg bb/menit ) sering sudah cukup sedang dosis lebih
besar akan menimbulkan takikardia, aritmia ventrikuler, hipokalemia dan iskemia
miokard.
Milrinone IV ( dosis muatan 50 ug/kg, dilanjutkan dengan 0,375-0,75 ug/kg/menit )dapat dicoba sebagai alternatif. Pemakaian jangka panjang dilaporkan meningkatkan
mortalitas.
7/16/2019 Resume Skenario 4
http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 67/133
Terapi Disfungsi Sistolik Ventrikel Kiri
1. semua penderita dengan gagal jantung simtomatik dan NYHA fungsional klas1 yang
disertai penurunan fungsi ventrikel kiri harus diberikan ACEI, kecuali ada
kontraindikasi atau tidak toleran.
2. ACEI harus diberikan selamanya
3. dosis ACEI yang dianjurkan adalah dosis yang lebih besar yang dipergunakan dalam
uji klinik yang memberikan perbaikan ” Survival ”
4. penderita dengan gagal jantung harus diberikan diuretik meskipun tidak ada edema.
Diuretik dieprgunkan bersama dengan ACEI. Dosis dan jenis diuretik disesuaikan
dengan status cairan tubuh tetapi umumnya diberikan selamanya.
5. retriksi Na adalah strategi yang penting dalam pengobatan gagal jantung
6. antogonis calcium tidak terbukti bermanfaat pada penderita dengan gagal jantung
sistolik dan mungkin merugikan. Kecuali amlodipin yang masih dalam evaluasi
7. digoksin adalah fefktif pada penderita dengan gagal jantung sedang dan berat, tetapi
tidak jelas pengaruhnya pada mortalitas
8. aritmia asimtomatik pada gagal jantung tidak perlu diterapi
9. mwskipun beta blocker menunjukkan manfaat pada gagal jantung, tetapi
pemakaiannya masih bersiafat investigsional
10. antikoagulan diberikan pada penderita dengan fibrilasi atrium atau penderita dengan
riwayat emboli dan pada penderita dengan FE yang amat rendah atau trombus
intrakardiak. Tidak cukup data untuk menyarankan pemakaian rutin pada gagal
jantung
11. dobutamin dosis rendah atau milrinon IV mungkin bermanfaat pada penderita gagal
jantung refrakter tertentu. Pemakaian jangka panjang masih memerlukan data
mengenai efek terhadap survival12. latihan fisik bersifat dinamik dianjurkan selama penderita mampu
Disfungsi Diastolik
Terdapat persamaan dan perbedaan terapi penderita dengan disfungsi diastolik dan
disfugnsi sistolik. Tujuan terapi pada disfungsi diastolik adalah mengurangi keluhan dan
menurunkan tekanan pengisian ventrikel yang meninggi tanpa mengakibatkan
penurunan curah jantung yang bermakna. Tujuan ini dapat dicapai dengan pemakaian
diuretik dan nitrat dengan bijak. Karena curah jantung yang adekuat tergantung pada
7/16/2019 Resume Skenario 4
http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 68/133
tekanan pengisian yang meninggi, maka tindakan pemberian nitrat dan / atau diuretik
tersebut cenderung menimbulkan hipotensi, jadi dosis awal nitrat dan diuretika harus
kecil, dan efek merugikan dimonitor dengan cermat. Antagonis calcium dan beta
blocker diperkirakan secara langsung memperbaiki disfungsi diastolik dengan
memperkuat relaksasi ventrikel atau memperbaiki compliance, tetapi data yang
menunjang pendapat ini masih terlalu sedikit. Beta blocker mungkin memperbaiki
pengisian diastolik karena menurunkan kecepatan denyut jantung, juga disini tidak ada
data yang cukup.
Karena pada disfungsi diastolik biasanya fungsi sistolik normal, obat dengan inotropik
positif tidak banyak manfaatnya. Bila disfungsi diastolik berlanjut, dikemudian hari
akan terjadi disfungsi sistolik
Terapi D isfungsi Diastolik Ventri kel Kir i
Tujuan terapi farmakologik pada penderita dengan disfungsi diastolik adalah
mengendalikan gejala / keluhan dengan menurunkan tekanan pengisian ventrikel tanpa
menurunkan curah jantung.
1. Diuretik & Nitrat adalah obat pilihan untuk penderita yang simtomatik
2. Antagonis calcium, beta blocker dan ACEI mungkin bermanfaat
3. Obat dengan kerja intropik positif yang diindikasikan bila fungsi sistolik normal
Tindakan / nasihat umum yang diberlakukan pada semua penderita gagal
jantung : koreksi dari semua faktor yang memperberat atau mencetuskan gagal
jantung ( mis. Anemia, infeksi, hipertensi, obesitas ). Alkohol dapat
menimbulkan kardiomiopati, dan konsumsi berlebihan dapat
menimbulkanhipertensi. Penyuluhan pada penderita dan keluarganya sangat
penting. Kegagalan penderita mematuhi intruksi dokter yang merawat adalah
penyebab utama kegagalan terapi. Dokter yang merawat harus yakin bahwa penderita dan keluarga mempunyai pengertian tentang sebab-sebab gagal
jantung, prognosa, terapi, retriksi diit, aktivitas, pentingnya kepatuhan dan
gejala-gejala gagal jantung
Patofisiologi
Sebenarnya tubuh mempunyai kemamuan untuk meghadapi penurunan supply
darahyaitu dengan cara mengkompensasi:
7/16/2019 Resume Skenario 4
http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 69/133
Kerusakan miokardium akan menyebabkan mekanisme kompensasi baik
hemodinamik maupun neurohormonal dimana pada awalnya akan terjadi peningkatan
inotropi, namun akan diikuti dengan meningkatnya wall stress.
a. Mekanisme frank Starling
Menurutnya kemampuan pengosongan ventrikel akan menaikkan volume akhir
diastole, yang melalui mekanisme Frank Starling akan meningkatakn kekuatan dan
frekuensi kontraksi
b. Aktivasi sistem saraf simpatis
Aktivasi simpatis pada awal terjadinya gaga jantung akan menyebabkan takikardia,
meningkatnya kekuatan kontraksi dan vasokontriksi perifer
c. Hipertrofi venterikel kiri
Pada awalnya, hipertrofi ventrikel ini terjadi akibat meningkatnya wall stress,
namun akan menyebabkan kekakuan ventrikel
d. Aktivasi sistem RAA
Aktivasi sitem ini akan meningkatkan vasokontriksi (akibat efek angiotensin II) dan
retensi garam serta air
e. Retensi air dan garam
Retensi ini akan menaikkan venous return (preload), namun terjadi juga peningaktan
wall stress ventrikel kiri
f. ANP dan BNP
Perengan atrium akan menyebabkan telepasnya ANP dan BNP yang
akanmenghambat pelepasan noradrenalin sehingga terjai natriuresis dan
vasodialtasi, yang akan menurunkan sterss hemodinamik.
Hal- hal yng semula merupakan mekanisme kompensasi, apabila berlebihan maka akan
menyebabkan gagal jantung. Gagal jantung ini biasanya berupa gagal jantungkontraktilitas (sistolik) ataupun relaksasi ( diastolic) DEKOMPENSASI JANTUNG
GJ forward (kedepan) dengan gambaran klinis sebagai cardiac putpur (curah jantung)
yang rendah dan berkurangnya perfusi organ vital seperti gagal ginjal, hipotensi dan
disfungsi hati.
GJ backward (ke belakang) dengan gejala klinis utama adalah bendungan paru
sehingga akan sesak nafas saat aktivitas, sesak napas (orthopnea) yang memburuk
ketika penderita tidur terlentang, paroxysmal, nocturnal dyspnea adalah episode sesak
7/16/2019 Resume Skenario 4
http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 70/133
naps yang mucul tiba-tiba pada waktu tidur malam, masih non udem Kemudian
apabila telah terjadi komplikasi seperti HT maka akan diikuti gagal jantung kanan
manifestasi klinis: naiknya tekanan darah atrium kanan dan vena sistemik. Gejalanya
adalah Udema yaitu pembengkakan tanpa rasa sakit, merupakan akumulasi cairan pada
jaringan lunak, terutama di kaki. Dapat juga cairan terisi pada rongga peritoneal
(ascites) : efusi pleural dan efusi perikardial, bila tubuh terisi cairan tersebut dikatakan
sebagai anasarca ataudtopsy.
Akan tetapi bisa juga kelainan hanya di jantung kanan saja yang biasanya
disebabkan oleh: kel congenital, cor pulmonal (PPOK), emboli pulmo, HT paru
primer
I. Clinical asessement
Anamnesis
Tentukan decom berdasarkan gejala klinis
Tentukan penyebab yang mendasari
Kriteria gagal jantung:
Mayor:
1. PND (Paroxysmal Nocturnal Dyspnoe)
2. Kardiomegali
3. Gallop S3/S4
4. Peningkatan JVP
5. Refluks Hepatojugular
6. Ronkhi /rales basal paru (akhir inspirasi) tidak nyaring
7. Edema paru akut
8. Peningkata tekanan vena > 16 cm H2O
Minor
1. Edema tungkai
2. Batuk malam hari
3. Dyspnoe on effort (DOE)
4. Hepatomegali
5. Efusi pleura
6. Takikardia (>120 menit)
7. Kapasitas vital berkurang menjadi 1/3 maksimum.
7/16/2019 Resume Skenario 4
http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 71/133
Dx 2 mayor atau 1 mayor 2 minor
Dx : DC + etiologinya ( LHF fc III ec AMI anterior )
DC : - Peny.Paru :Pneumonia,PPOK,Asma eksaserbasi akut ARDS
- Peny.Ginjal : GGA/GGK, SN,Diabetik Nefropatik
- Peny.Hati : Sirosis hepatic
- Sind.Hiperventilasi : Psikogenik / Ansietas berat
Pemeriksaan fisik
- Hipertrofi jantung
- Tanda2 PPOK
Laboratorium
Hb, elektrolit
Pemeriksaan penunjang
Non invasif :
1. EKG tidak menunjukkan kelainan khas, namun dapat terlihat misal adanya
gambaran infark miokard atau iskemia yang menyebabkan gagal jantung akut.
Pada gagal jantung kronik sering terlihat gambaran hipertrofi ventrikuler,
pembesaran atrium atau gangguan konduksi.
2. Foto torak PA (CTR) kardiomegali, timbulnya perselubungan paru dibagian
bawah dan meningkatnya corakan bronkovaskular / gambaran redistribusi paru
berupa melebarnya vena dari arah perifer. Bila tekanan pulmonal > 20 mmHg
akan terjadi edema interlobaris, dengan terlihatnya Kerley B lines, dan bila
tekanan lebih tinggi akan menunjukkan gambaran edema paru berupa butterfly
like appearance.3. Ekokardiografi
4. Tes Fungsi paru
5. ULBJ
6. Kardiologi nuklir
7. Angiografi
8. Tes fungsi ginjal atau tiroid
Invasif : Kateterisasi
7/16/2019 Resume Skenario 4
http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 72/133
TATA LAKSANA
Alur tata laksana gagal jantung:
Tetapkan decomp cordis
Pasikan gejala
Tentukan etiologi
Identifikasi penyakit penyerta
Menilai beratnya gejala
Estimasi prognosis
Antisipasi komplikasi
Konseling pasien dan keluarga
Memilih tatal kasan yg tepat
Mintor perkembangan
Dalam tata laksana gagal jantung terdiri dari non farmakologi dan farmalogi:
TERAPI NON FARMAKO
Terapi gagal jantung dibagi atas terapi non farmakologi dan farmakologi.
Terapi non farmakologi terdiri atas:
- Diet : Pasien gagal jantung dengan diabetes, dislipidemia atau obesitas harus
diberi diet yang sesuai untuk menurunkan gula darah, lipid darah atau berat
badannya. Asupan NaCl harus dibatasi menjadi (< 1500 mg/ hari), atau kurang
dari 2g/hari untuk gagal jantung sedang sampai berat. Restriksi cairan menjadi
1,5-2L/hari hanya untuk gagal jantung berat.
- Vaksinasi terhadap influenza
- Merokok : Harus dehentikan
- Aktivitas fisik : Olahraga yang teratur seperti berjalan atau bersepeda
dianjurkan untuk pasien gagl jantung yang stabil (NYHA kelas II-III) dengan
intensitas yang nyaman bagi pasien.
- Istirahat : Dianjurkan untuk gagal jantung akut atau tidak stabil
- Bepergian : Hindari tempat-tampat tinggi dan tempat-tempat yang sangat panas
atau lembab, dan gunakan penerbangan-penerbangan pendek.
Diet Pada Pasien Penyakit Jantung
1. Tujuan :
7/16/2019 Resume Skenario 4
http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 73/133
a. Memberikan makanan secukupnya tanpa memberatkan pekerjaan
jantung, menurunkan berat badan bila terlalu gemuk.
b. Mencegah/menghilangkan penimbunan garam/air.
2. Syarat diet pada penyakit jantung adalah
a. Kalori rendah terutama bagi pasien yang terlalu gemuk
b. Protein dan lemak sedang
c. Cukup vitamin dan mineral
d. Rendah garam bila ada tekanan darah tinggi dan/atau edema
e. Mudah dicerna
f. Tidak merangsang timbulnya gas
g. Dalam porsi kecil dan diberikan sering
3. Diet jantung I
a. Diberikan kepada pasien dengan IMA atau gagal jantung kongestif berat
b. Diberikan berupa 1-1½ liter cairan sehari selama 1-2 hari pertama bila
pasien dapat menerimanya
c. Makanan ini sangat rendah kalori dan semua zat gizi, 835 kalori, 21 g
protein, 24 g lemak, 140 g karbohidrat, dan 304 mg natrium
4. Diet jantung II
a. Diberikan secara berangsur dalam bentuk lunak setelah fase akut IMA
teratasi
b. Menurut beratnya hipertensi atau edema yang menyertai penyakit,
makanan diberikan sebagai diet jantung II rendah garam
c. Makanan ini rendah kalori, protein, dan tiamin
d. Nilai gizi diet ini adalah 1325 kalori, 44 g protein, 35 g lemak, 215 g
karbohidrat, dan 248 mg natrium5. Diet jantung III
a. Diberikan sebagai makanan perpindahan dari diet jantung II atau kepada
penyakit jantung yang tidak terlalu berat
b. Makanan diberikan dalam bentuk mudah cerna bentuk lunak atau biasa
c. Makanan ini rendah kalori tapi cukup zat gizi lain
d. Menurut beratnya hipertensi atau edema yang menyertai penyakit,
makanan diberikan sebagai diet jantung III rendah garam
7/16/2019 Resume Skenario 4
http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 74/133
e. Nilai gizi diet ini adalah 1756 kalori, 64 g protein, 41 g lemak, 290 g
karbohidrat, dan 172 mg natrium
6. Diet jantung IV
a. Diberikan sebagai makanan perpindahan dari diet jantung III atau kepada
penyakit jantung ringan
b. Makanan diberikan dalam bentuk biasa
c. Makanan ini cukup kalori dan zat gizi lain
d. Menurut beratnya hipertensi atau edema yang menyertai penyakit,
makanan diberikan sebagai diet jantung IV rendah garam
e. Nilai gizi diet ini adalah 2023 kalori, 67 g protein, 51 g lemak, 329 g
karbohidrat, dan 172 mg natrium
FARMAKOLOGI
I. MENINGKATKAN OKSIGENASI beri oksigen. Turunkan kebutuhan
istirahat/ pembatasan aktivitas fisik
Oksigen 100% diberikan dengan sungkup (msk). Penderita diatur dalam posisi ½
duduk untuk mengurangi venous return dengan pooling darah di tubuh bagian
bawah. Bila hipoksia masih belum terkoreksi. Diberikan ventilasi tekanan positif
melalui sungkup (CPAP). Intubais dengan PEEP rendah / 5 dapat diberikan pada
diberikan pada penderita dengan kondisi berat.
II. MEMPERBAIKI KONTRAKTILITAS JANTUNG
Atasi keadaan yang reversibel : tirotoksikosis, miksedema, aritmia
DIGITALIS:
Farmakodinamik
Sifat farmakodinamik utama digitalis adalah inotropik positif , yaitu
meningkatkan kekuatan kontraksi miokardium. Pada penderita yang mengalami
gangguan fungsi sistolik, efek inotropik positif ini akan menyebabkan
peningkatan curah jantung sehingga tekanan vena berkurang, ukuran jantung
mengecil, dan refleks takikardia yang merupakan kompensasi jantung,
diperlambat. Tekanan vena yang berkurang akan mengurangi gejala bendungan,
sedangkan sirkulasi yang membaik, termasuk ke ginjal, akan meningkatkan
diuresis dan hilangnya edem. Digitalis juga menyebabkan perlambatan denyut
ventrikel pada fibrilasi dan flutter atrium, dan pada kadar toksik menimbulkan
7/16/2019 Resume Skenario 4
http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 75/133
disritmia. Jadi, efektivitas digitalis pada gagal jantung kongestif timbul karena
kerja langsungnya dalam meningkatkan kontraksi miokardium.
Digitalis juga bekerja langsung pada otot polos pembuluh darah, selain itu
efeknya pada jaringan saraf mempengaruhi secara tidak langsung aktivitas
mekanik dan listrik jantung serta resistensi dan daya tampung pembuluh darah.
Akhirnya, perubahan dalam sirkulasi akibat digitalis sering diikuti oleh
perubahan refleks pada aktivitas autonom dan keseimbangan hormonal yang
secara tidak langsung berpengaruh baik terhadap fungsi kardiovaskuler.
Farmakokinetik
Digitalis menghambat aktivitas enzim NaK-ATPase, sehingga pemecahan ATP
untuk menghasilkan energi bagi pompa Na terhambat akibatnya Na intrasel meningkat
karena tidak bisa keluar ke ekstrasel. Pertukaran Ca intrasel dengan Na ekstrasel pun
terganggu, sehingga Ca intrasel meningkat. Ca yang meningkat dalam sel akan
berikatan dengan troponin-tropomiosin dan komplek ini akan meningkatkan kontraksi
aktin dan miosin yang dikenal sebagai sliding mechanism.
Metabolisme digitalis berlangsung di hepar oleh enzim mikrosom hepar sebagai
klirens non-renal. Proses metabolisme ini, dapat dipercepat oleh berbagai obat tertentu
yang merangsang aktivitas enzim tersebut, seperti misalnya fenobarbital, rifampisin,
fenilbutason, dan lain-lain.
Ekskresi digitalis terutama melalui ginjal dan disebut sebagai klirens renal . Waktu
paruh eliminasi digoksin melalui ginjal umumnya tercapai dalam 1-2 hari dan digitoksin
bahkan mencapai 7 hari.
Digitalis mempunyai efek inotropik positif , artinya memperkuat kontraksi otot
jantung, disamping itu juga mempunyai efek kronotopik negatif , artinya menekan iramasinus sehingga denyut jantung menjadi lebih lambat. Oleh karena itu, digitalis sangat
berguna meningkatkan kontraksi jantung pada penderita gagal jantung dan menekan
berbagai aritmia supraventrikuler, seperti fibrilasi atrium, fluter atrium, takikardia
atrium dan lain-lain.
Indikasi
Gagal jantung kongestif. Digitalis akan memperkuat kontraktilitas miokard,
sehingga curah jantung akan meningkat, di samping itu digitalis sangat efektif untuk
7/16/2019 Resume Skenario 4
http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 76/133
menanggulangi berbagai aritmia supraventrikuler, seperti fibrilasi atrium, fluter atrium,
takikardia atrium, dan sebagainya.
Kontra Indikasi
Digitalis tidak boleh digunakan pada kardiomiopati hipertropik obstruktif
(kecuali jika terdapat fibrilasi atrium pada gagal jantung kongestif), karena efek
inotropik positifnya akan memperberat obstruksi di ventrikel. Digitalis harus dihentikan
pada keadaan-keadaan yang diduga timbulnya keracunan digitalis.
Efek Samping
Digitalis sering menyebabkan terjadinya blok AV total, blok SA total,
munculnya irama junctional AV , takikardia atrium paroksismal, VES bigemini,
takikardia dan fibrilasi ventrikel. Berbagai keluhan Gastro-Intestinal seperti
mual dan muntah, gejala-gejala neurologi seperti sakit kepala, pusing, gangguan
penglihatan, kejang , delirium, dan sebagainya. Kadang-kadang pula timbul
reaksi hipersensitivitas seperti rash, trombositopenia, purpura dan eosinofilia.
Dosis
Dosis awal (loading dose) diperlukan pada kasus-kasus yang memerlukan efek
terapeutik yang konstan dalam waktu yang lebih pendek, karena distribusi digitalis tidak
hanya ke otot jantung, tapi juga menyebar ke organ-organ lain. Dosis awal digitalisasi
umumnya 0,75-1 mg secara intravena dan dosis ini akan memberikan kadar puncak
digitalis dalam plasma sekitar 95 mg/ml tanpa efek toksik. Kadar terapeutik normal
digitalis dalam plasma adalah 1-2 mg/ml (=1,3-2,6 nmol/l). Walaupun demikian, nilai
tersebut tidak sepenuhnya bisa menggambarkan kemungkinan intoksikasi yang terjadi.
Digitalis per oral dilakukan lebih lama (2 x 1 tablet sehari untuk 2 hari, atau 3 x
1 tablet sehari untuk 1 hari, lalu diikuti dengan maintainance 1 tablet sehari.
Digitalis yang tersedia dipasaran umumnya terbentuk tablet lanatosid C 0,25 mg,digoksin 0,25 mg, beta-metildigoksin 0,1 mg atau sedilanid 0,4 mg/2ml untuk
pemakaian intramuskuler atau intravena.
Intoksikasi
Rasio terapi digitalis sangat sempit sehingga 5-20% penderita umumnya
memperlihatkan gejala toksik dengan manifestasi yang sukar dibedakan dengan tanda-
tanda gagal jantung. Keracunan ini biasa terjadi karena :
1. Pemberian dosis beban yang terlalu cepat
7/16/2019 Resume Skenario 4
http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 77/133
2. Akumulasi akibat dosis penunjang yang terlalu besar
3. Adanya predisposisi untuk keracunan
4. Takar layak
Efek toksik digitalis sering dijumpai dan dapat berat sehingga menyebabkan
kematian. Sebab yang paling sering ialah pemberian bersama diuretik yang
menyebabkan depresi kalium. Gejalanya berbeda-beda, dapat mengenai hampir semua
sistem organ dalam tubuh, dan umumnya merupakan kelanjutan dari efek
farmakodinamiknya. Efek toksik utama ialah terhadap jantung yang bila luput dari
perhatian atau tidak ditangani dengan baik sering kali berakhir dengan kematian. Karena
itu para dokter harus mengetahui tanda-tanda awal keracunan, mengenal kondisi
penderita, mengenal obat-obat yang meningkatkan risiko keracunan, dan menguasai
cara mengatasi keracunan.
Gagal jantung dapat merupakan suatu komplikasi dari :
1. Aritmia
2. Aneurisma kardial
3. Hipertensi pulmonum.
Dosis:
- Digoksin oral u/ digitalis cepat 0,5-2 mg d alam 4-6 dosis selama 24 jam,dan
dilanjutkan 2x0,5 mg selama 2-4 hari
- Digoksin IV 0,75 mg dalam 4 dosis selama 24 jam
- Cedilanid iv 1,2-1,6 mg dalam 24 jam
a. Dosis penunjang untuk gagal jantung : digoksin 0,25 mg/hari. Unruk pasien
usia lanjut dan gagal ginjal dosis disesuaikan
b. Dosis penunjang digoksin untuk fibrilasi atrium 0,25 mg
c. Digoksin cepat diberikan untuk mengatasi edema pulmonal akut berat:
- Digoksin: 1-1,5 mg iv perlahan
- Cedilanid: : 0,4-0,8 iv perlahan
Cara pemberian digitalis disesuaikan dengan keadaan klinis, misanya pada gagal
jantung berat, takikardi, sesak nafas hebat berikan digitalis cepat, dan sebaliknya
apabila ringan berikan digitalis lambat. Pemberian peroral paling aman. Pemberian
7/16/2019 Resume Skenario 4
http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 78/133
dosis besar hanya bila fibrilasi atrium, iv diberkan hanya pada keadaan darurat dan
harus diberikan secara perlahan.
Cara pemberian digitalis ( lanjutkan sendiri lihat di kapita selekta)
Dosis permulaan digitalis Dosis pemeliharaan
Cepat Lambat
Cedilanid 1-2 ml IV 1-2 ml
tiap 4-6 jamsampai
tercapai digitalis
Digoksin
Folia digitalis
Farmakokinetik preparat digitalis:
Nama
preparat
Mulai kerja Efek maksimum Pengeluaran
IV Oral iv oral
Digoksin 10-30 menit 1-2 jam 2-3 jam 3-6 jam 3-6 hari
Cedilanid 10-30 menit 2-3 jam 3-6 hari
Folia
digitalis
2-4 jam 8-10 jam 2-3 minggu
Kontraindikasi digitalis
Keadan keracunan digitalis berupa bradikardi, gangguan irama, dan konduksi
jantung berupa blok AV derajat II dan III, atau ekstrasstolik ventrikuler lebih dari 5
kali permenit. Anoreksia, mual, muntah, diare, gangguan penglihatan.
Kontraindikasi relaif:
Penyakit kardiopulmonal, IMA, gagal ginjal, mikarditis, PPOK, hipokalemia,
penyertaan obat yang menghambat konduksi jantung.
Pada keadaan intoksikasi digitalis digunakan dilantin 3x 100 mg sampi intioksikasi
mereda.
III. MENURUNKAN BEBAN JANTUNG
Menurunkan beben awal
a. Diet rendah garam
Pada gagal jantung kelas IV diberikan: digoksin, diuretik, ACEI karena usia
harapan hidup sudah pendek
7/16/2019 Resume Skenario 4
http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 79/133
Untuk kelas II atau III berikan:
1. Diuretik : dosis rendah atau menengah ( furosmid 40-80 mg)
2. Digoksin: pada pasien dengan fibrilasi atrium mupun kelaianan irama
sinus
3. ACEI ( kaptopril mulai 2x 6,25 mg), isosorbid dinitrat (ISDN) pada
pasein dengan kemampuan aktivitas fisik yang terganggu atau adanya
iskemia yang menetap dengan dosis mulai 3x 10-15 mg semua obat ini
harus dititrsi dengan lambat.
Penggunaan dalam terapi:
Digunakan u terapi gagal jantung ventrikel kiri yang telah diberikan
diuretik dan vasodilator, tidak diindikasikan untuk gagal jantung
diastolik ventrikel kanan. Dobutamin dan obat inotropik lain dierikan IV
di RS, obat digitalis ini adalah bat yg baik digunkan oral dan bekerja
cepat.
b. DIURETIK,
furosemid 40-80 mg. Dosis penunjang rata-rata 20 mg bial hipokalemia bisa
diganti dengan spironolakton atau garam kalium.
Obat ini mengurangi ongesti pulmonal dan edema perifer, mengurangi gejala
volume berlebihan. Tiazid digunakan untuk pasien dengan bersihan kreatinin
< 50 ml/menit, loop digunakan untuk insufisiensi ginjal.
Efek samping:
penurunan cardiac output, mengganggu fungsi ginjal, menyebabkan
kelemahan umum, edema yang refrakter.
c.
VASODILATOR
- ARTERIODILATOR
Mengurangi beban tahanan pada aorta sehingga meningkatkan stroke
volume. Diberikan pada penderita dengan cardiac output yang rendah yang
ditandai dengan kelelahan umum (fatigue).
Contoh: hydralazin, minoxidil, diazoxide dan fenoldopam.
- VENODILATOR
7/16/2019 Resume Skenario 4
http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 80/133
Mengurangi tekanan pengisian ventrikel kiri sehingga dapat meningkatkan
daya tampung ventrikel kiri. Diberikan pada penderita yang tekanan
pengisiannya tinggi, gejalanya berupa sesak nafas. Pemberian venodilator
ini dapat menyebabkan hilangnya bendungan paru sehingga memudahkan
pasien untuk bernafas secara normal.
Contoh: nitrat organic.
- ARTERIOL & VENA
Diberikan pada penderita gagal jantung kronis.
Contoh: ACEI, α blocker, nitroprusside.
- ACEI
Merupakan pilihan untuk gagal jantung dan lebi baik dibanding vasodilator
lain. Perannya yaiu menghambat pembntukan Ang II, sehingga bisa mencegah
vasokontriksi dan pembentukan bradikinin sebagai vasodilaor serta mencegah
ambentukan adosteron yg menyebabkan retensi air dan garam.
Kerj pada jantung menurunkan resistensi vaskuler, vena, tekanan darah
sehingga meningkatkan curah jantung. Penggunaan ACEI (enalapril) ini sangat
berperan dalam menurunkan mortalitas pada IM, stroke, aritmik. Dan akan
memperbaiki gejala klinis pada pasien yang hanya mendapatkan diuretik ata
digoksin saja.
Indikasi:
d. Untuk pasien yg menderta dispnea ringan tanpa overload
e. Untuk gagal jantung kongesti yg fraksi ejeksi < 35%
f. Pasien dengan infark mikard, u terapi jangka panjang
g. Baik untuk gagal jantung gagal ventrikel kiri.
Efek samping:h. Hipotensi postural
i. Insufisiensi ginjal
j. Hiperkalemia
k. Batu kering menetap
l. Harus di monitoring
Perhatian: jangan dipakai unu wanita hamil
7/16/2019 Resume Skenario 4
http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 81/133
m. Dilator langsung diberikan untuk pasien yg intoleran acei. biasanya
digunakan kombinasi hidralazin dan ISDN, amlodipin, felodipin. Lebih
inotropik negatif dibanding CCB, dan menghmabt efek simpatis
Menurnkan beban akhir dilator arteriol
EDEMA PARU AKUT
Edema paru terjadi oleh karena adanya aliran cairan dari darah ke ruang
intersisial paru yang selanjutnya ke alveoli paru, melebihi aliran cairan kembali ke
7/16/2019 Resume Skenario 4
http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 82/133
darah atau melalui saluran limfatik. Edema paru disebabkan oleh tekanan intravascular
yang tinggi (edema paru kardiak) atau peningkatan permeabilitas membrane kapiler
(edema paru nonkardiak) yang mengakibatkan terjadinya ekstravasasi cairan secara
tepat.
Edema paru dibedakan oleh karena sebab Kardiogenik dan NonKardiogenik. Hal
ini penting diketahui oleh karena pengobatannya sangat berbeda. Edema Paru
Kardiogenik disebabkan oleh adanya Payah Jantung Kiri apapun sebabnya. Edema Paru
Kardiogenik yang akut disebabkan oleh adanya Payah Jantung Kiri Akut. Tetapi dengan
adanya faktor presipitasi, dapat terjadi pula pada penderita Payah Jantung Kiri Kronik.
KLASIFIKASI
Edema Paru dapat terjadi oleh karena banyak mekanisme
yaitu :
I. Ketidakseimbangan Starling Forces :
A. Peningkatan tekanan kapiler paru :
1. Peningkatan tekanan vena paru tanpa adanya gangguan fungsi ventrikel
kiri (stenosis mitral).
2. Peningkatan tekanan vena paru sekunder oleh karena gangguan fungsi
ventrikel kiri.
3. Peningkatan tekanan kapiler paru sekunder oleh karena peningkatan
tekanan arteria pulmonalis (over perfusion pulmonary edema).
B. Penurunan tekanan onkotik plasma.
Hipoalbuminemia sekunder oleh karena penyakit ginjal, hati, protein-
losing enteropaday, penyakit dermatologi atau penyakit nutrisi.
C.
Peningkatan tekanan negatif intersisial :1. Pengambilan terlalu cepat pneumotorak atau efusi pleura (unilateral).
2. Tekanan pleura yang sangat negatif oleh karena obstruksi saluran napas
akut bersamaan dengan peningkatan end-expiratory volume (asma).
D. Peningkatan tekanan onkotik intersisial.
Sampai sekarang belum ada contoh secara percobaan maupun klinik.
7/16/2019 Resume Skenario 4
http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 83/133
II. Perubahan permeabilitas membran alveolar-kapiler (Adu lt Respir atory Distress
Syndrome)
A. Pneumonia (bakteri, virus, parasit).
B. Bahan toksik inhalan (phosgene, ozone, chlorine, asap Teflon®, NO2, dsb).
C. Bahan asing dalam sirkulasi (bisa ular, endotoksin bakteri, alloxan, alpha-
naphthyl thiourea).
D. Aspirasi asam lambung.
E. Pneumonitis radiasi akut.
F. Bahan vasoaktif endogen (histamin, kinin).
G. Disseminated Intravascular Coagulation.
H. Imunologi : pneumonitis hipersensitif, obat nitrofurantoin, leukoagglutinin.
I. Shock Lung oleh karena trauma di luar toraks.
J. Pankreatitis Perdarahan Akut.
III. Insufisiensi Limfatik :
A. Post Lung Transplant.
B. Lymphangitic Carcinomatosis.
C. Fibrosing Lymphangitis (silicosis).
IV. Tak diketahui/tak jelas
A. High Altitude Pulmonary Edema.
B. Neurogenic Pulmonary Edema.
C. Narcotic overdose.
D. Pulmonary embolism.
E. Eclampsia.
F. Post Cardioversion.
G. Post Anesthesia.
H. Post Cardiopulmonary Bypass.
Dari klasifikasi di atas edema paru dapat disebabkan oleh banyak penyakit. Untuk
pengobatan yang tepat tentunya harus diketahui penyakit dasamya.
7/16/2019 Resume Skenario 4
http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 84/133
MANIFESTASI KLINIK EDEMA PARU KARDIOGENIK
Secara patofisiologi edema paru kardiogenik ditandai dengan transudasi cairan
dengan kandungan protein yang rendah ke paru, akibat terjadinya peningkatan tekanan
di atrium kiri dan sebagian kapiler paru. Transudasi ini terjadi tanpa perubahan
permeabilitas atau integritas membrane alveoli-kapiler, dan hasil akhir yang terjadi
adalah penurunan kemampuan difusi, hipoksemia dan sesak nafas.
Manifestasi dapat dicari dari keluhan, tanda fisik dan perubahan radiografi (foto
toraks). Gambaran dapat dibagi 3 stadium, meskipun kenyataannya secara klinik sukar
dideteksi dini.
a. Stadium 1. Adanya distensi dan pembuluh darah kecil paru yang prominen akan
memperbaiki pertukaran gas di paru dan sedikit meningkatkan kapasitas difusi
gas CO. Keluhan pada stadium ini mungkin hanya berupa adanya sesak napas
saat bekerja. Pemeriksaan fisik juga tak jelas menemukan kelainan, kecuali
mungkin adanya ronkhi pada saat inspirasi karena terbukanya saluran napas
yang tertutup pada saat inspirasi.
b. Stadium 2. Pada stadium ini terjadi edema paru intersisial. Batas pembuluh
darah paru menjadi kabur, demikian pula hilus juga menjadi kabur dan septa
interlobularis menebal (garis Kerley B). Adanya penumpukan cairan di jaringan
kendor intersisial, akan lebih memperkecil saluran napas kecil, terutama di
daerah basal oleh karena pengaruh gravitasi. Mungkin pula terjadi refleks
bronkhokonstriksi. Sering terdapat takhipnea. Meskipun hal ini merupakan tanda
gangguan fungsi ventrikel kiri, tetapi takhipnea juga membantu memompa aliran
limfe sehingga penumpukan cairan intersisial diperlambat. Pada pemeriksaan
spirometri hanya terdapat sedikit perubahan saja.
c.
Stadium 3. Pada stadium ini terjadi edema alveolar. Pertukaran gas sangatterganggu, terjadi hipoksemia dan hipokapnia. Penderita nampak sesak sekali
dengan batuk berbuih kemerahan. Kapasitas vital dan volume paru yang lain
turun dengan nyata. Terjadi right-to-left intrapulmonary shunt. Penderita
biasanya menderita hipokapnia, tetapi pada kasus yang berat dapat terjadi
hiperkapnia dan acute respiratory acidemia. Pada keadaan ini morphin hams
digunakan dengan hati-hati (Ingram and Braunwald, 1988). Edema Pam yang
terjadi setelah Infark Miokard Akut biasanya akibat hipertensi kapiler paru.
7/16/2019 Resume Skenario 4
http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 85/133
Namun percobaan pada anjing yang dilakukan ligasi arteriakoronaria, terjadi
edema paru walaupun tekanan kapiler paru normal, yang dapat dicegah de-ngan
pemberian indomethacin sebelumnya. Diperkirakan bahwa dengan menghambat
cyclooxygenase atau cyclic nucleotide phosphodiesterase akan mengurangi
edema' paru sekunder akibat peningkatan permeabilitas alveolar-kapiler; pada
manusia masih memerlukan penelitian lebih lanjut. Kadang-kadang penderita
dengan Infark Miokard Akut dan edema paru, tekanan kapiler pasak parunya
normal; hal ini mungkin disebabkan lambatnya pembersihan cairan edema
secara radiografi meskipun tekanan kapiler paru sudah turun atau kemungkinat
lain pada beberapa penderita terjadi peningkatan permeabilitas alveolar-kapiler
paru sekunder oleh karena adanya isi sekuncup yang rendah seperti pada
cardiogenic shock lung (Ingram and Brauhwald, 1986).
DIAGNOSIS BANDING EDEMA PARU KARDIAK DAN NONKARDIAK
Edema paru kardiak Edema paru nonkardiak
Riwayat Penyakit Penyakit Jantung Akut Penyakit Dasar di luar
Jantung
Pemeriksaan Klinik Akral dingin Akral hangat
S3 gollop/Kardiomegali Pulsasi nadi meningkat
Distensi vena jugularis Tidak terdengar gallop
Ronkhi basah Tidak ada distensi vena
jugularis
Ronkhi kering
Terdapat penyakit dasar
(peritonitis,
Tes Laboratorium EKG : Iskhemia/infark 7 EKG : biasanya normal
Ro : distribusi edema
perihiler
Ro : distribusi edema
perifer
Enzim jantung mungkin
meningkat
Enzim jantung biasanya
normal
Tekanan Kapiler Pasak
Pam > 18 mmHg
Tekanan Kapiler Pasak
Paru < 18 mmHg
7/16/2019 Resume Skenario 4
http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 86/133
Intrapulmonary shunting :
mening kat ringan
Intrapulmonary shunting :
sangat
Cairan edema/protein
serum < 0,5
Cairan edema/serum
protein > 0,7
DIAGNOSIS EDEMA PARU KARDIOGENIK AKUT
Edema Paru Kardiogenik Akut merupakan keluhan yang paling berat dari
penderita dengan Payah Jantung Kiri. Gangguan fungsi sistolik dan/atau fungsi diastolik
ventrikel kiri, stenosis mitral atau keadaan lain yang menyebabkan peningkatan tekanan
atrium kiri dan kapiler paru yang mendadak dan tinggi akan menyebabkan edema paru
kardiogenik dan mempengaruhi pula pemindahan oksigen dalam paru sehingga tekanan
oksigen arteri menjadi berkurang. Di lain pihak rasaseperti tercekik dan berat pada dada
menambah ketakutan penderita sehingga denyut jantung dan tekanan darah
meningkatyang menghambat lebih lanjut pengisian ventrikel kiri. Adanyakegelisahan
dan napas yang berat menambah pula beban jantung yang selanjutnya lebih menurunkan
fungsi jantung oleh karena adanya hipoksia. Apabila lingkaran setan ini tidak segera
diputus penderita akan meninggal.
Edema Paru Kardiogenik Akut berbeda dengan orthopnea dan paroxysmal
nocturnal dyspnea pada Edema Paru Kardiogenik Khronik akibat Payah Jantung Kiri
Khronik, karena timbulnya hipertensi kapiler paru sangat cepat dan tinggi. Pada Edema
Paru Kardiogenik Akut sesak timbul mendadak, penderita sangat gelisah, batuk berbuih
kemerahan, penderita merasa seperti tenggelam. Posisi penderita biasanya lebih enak
duduk, kelihatan megap-megap. Terdapat napas yang cepat, pernapasan cuping hidung,
retraksi interkostal dan fosa supraklavikularis saat inspirasi yang menunjukkan adanya
tekanan intrapleura yang sangat negatif saat inspirasi. Penderita sering berpegangan pada samping tempat tidur atau kursi supaya dapat menggunakan otot pernapasan
sekunder dengan balk. Penderita mengeluarkan banyak keringat dengan kulit yang
dingin dan sianotik menunjukkan adanya isi semenit yang rendah dan peningkatan
rangsang simpatik.
Auskultasi pada permukaan terdengar ronkhi basah basal halus yang akhimya ke
seluruh paru-paru apabila keadaan bertambah berat: mungkin terdengar pula wheezing.
7/16/2019 Resume Skenario 4
http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 87/133
Auskultasi jantung mungkin sukar karena suara napas yang ramai, tetapi sering
terdengar suara 3 dengan suara pulmonal yang mengeras.
Penderita mungkin merasa nyeri dada hebat terdapat edema paru sekunder akibat
Infark Miokard Akut. Bila tidak terdapat Cardiogenic Shock, biasanya tekanan darah
melebihi normal akibat kegelisahan dan peningkatan rangsang simpatik. Karena itu
sering keliru diduga edema paru disebabkan Penyakit Jantung Hipertensi. Untuk
mengetahui hal ini pemeriksaan fundoskopi mata sangat membantu. Apabila tak cepat
diobati akhirnya tekanan darah akan turun sebelum penderita meninggal.
DIAGNOSIS BANDING
Untuk membedakan edema paru kardiogenik dengan edema pare nonkardiogenik secara
pasti ialah dengan mengukur tekanan kapiler pasak paru dengan memasang kateter
Swan-Ganz. Pada penderita dengan tekanan kapiler pasak paru atau tekanan diastolik
arteri pulmonalis melebihi 25 mmHg (atau melebihi 30 mmHg pada penderita yang
sebelumnya terdapat peningkatan khronik tekanan kapiler pant) dan dengan gambaran
klinik edema paru, sangat mencurigakan edema paru kardiogenik.
DIAGNOSIS PENYAKIT DASAR
Secara patofisiologi penyakit dasar penyebab edema paru kardiogenik dibagi menjadi 3
kelompok :
A. Peningkatan Afterload (Pressur e overload ) : Terjadi beban yang berlebihan
terhadap ventrikel pada saat sistolik. Contohnya ialah Hipertensi dan Stenosis
Aorta.
B. Peningkatan preload (Volume overload) : Terjadi beban yang berlebihan saat
diastolik. Contohnya ialah Insufisiensi Mitral, Insufisiensi Aorta, dan penyakit jantung dengan left-to-right shunt (Ventricular Septal Defect).
C. Gangguan Kontraksi Miokardium Primer : Pada Infark Miokard Akut
jaringan otot yang sehat berkurang, sedangkan pada Kardiomiopati Kongestif
terdapat gangguan kontraksi miokardium secara umum.
DIAGNOSIS FAKTOR PRESIPITASI
7/16/2019 Resume Skenario 4
http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 88/133
Penderita Payah Jantung Khronik yang mendapat faktor presipitasi akan dapat
menderita Payah Jantung Kiri Akut dengan tanda-tanda Edema Paru Kardiogenik Akut.
PENGOBATAN
Ditujukan terhadap 3 hal yaitu :
A. Pengobatan non-spesifik Payah Jantung Kiri Akut.
B. Pengobatan faktor presipitasi.
C. Pengobatan penyakit dasar jantungnya.
A. Pengobatan Payah Jantung Kiri Akut :
1. Oksigen berguna untuk pengobatan Edema Paru Kardiogenik, kadang-kadang
diberikan bersama dengan ventilasi mekanik.
2. Posisi setengah duduk.
3. Morphine 2-5 mg diencerkan dengan dektrose atau larutan elektrolit diberikan
titrasi intravena selama 3 menit, sambil dilihat respon klinik berupa
berkurangnya keluhan dan gejala edema paru maupun efek samping depresi
pernapasan. Dosis dapat diulang 2-3 kali lagi dengan interval 15 menit apabila
diperlukan. Apabila keadaan tidak begitu gawat, dapat diberikan 8-15 mg
subkutan atau intramuskuler dan dosis dapat diulang setiap 3-4 jam. Sebaiknya
selalu tersedia antagonis morphine yaitu naloxone. Morphine harus dihindari
pada edema paru yang dihubungkan dengan :
Perdarahan intrakranial
Gangguan kesadaran
Asma bronkhiale
Penyakit paru khronik
Ventilasi yang kurang (pco2meningkat).
4. Diuretik :
Furosemid atau asam etakrinat 40-60 mg intravena selama 2 menit. Dengan
pemberian furosemid diuresis terjadi dalam 5 menit, yang mencapai puncak
dalam 30 menit dan berakhir setelah 2 jam. Tetapi biasanya Edema Paru sudah
berkurang sebelum efek diuresis terjadi, sehingga diduga efek permulaan
7/16/2019 Resume Skenario 4
http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 89/133
furosemid menyebabkan dilatasi vena. Sebagai tambahan, furosemid juga
mengurangi afterload sehingga memperbaiki pengosongan ventrikel kiri.
5. Penurunan Preload :
Cara yang dapat dilakukan ialah dengan Rotating Torniquet dan Phlebotomy
sebanyak 500 ml.
6. Vasodilator :
Pada Edema Paru Kardiogenik Akut sering terjadi peningkatan tekanan darah
arteri dan peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kid, sedangkan Isi
Semenit menurun dan tahanan pembuluh darah sistemik meningkat. Diuretik
meskipun berguna untuk menurunkan tekanan kapiler paru tetapi berguna sedikit
saja untuk meningkatkan isi semenit. Vasodilator segera menurunkan tekanan
darah sistemik dan pulmonalis dan menghilangkan keluhan edema paru.
Vasodilator yang paling tepat ialah Nitroprusid karena menurunkan tahanan
pembuluh darah sistemik (afterload) sehingga meningkatkan isi semenit dan
menyebabkan pula venodilatasi (menurunkan preload) sehingga menurunkan
tekanan kapiler para. Dosis awa140-80 ug/menit, dinaikkan 5 ug/menit setiap 5
menit sampai edema paru meng-hilang atau tekanan sistolik arteri turun di
bawah 100 mmHg. Obat lain yang dapat diberikan ialah Nitrogliserin 0,30,6 mg
sublingual yang menimbulkan venodilatasi sehingga dapat menurunkan preload .
Hati-hati pada penderita Infark Miokard Akut karena dapat menyebabkan
hipotensi. Dapat pula diberikan Isosorbide Dinitrate 2,5-10 mg sublingual setiap
2 jam.
Prazosin mungkin dapat dipakai apabila tidak ada obat lain. Efek maksimum
tercapai dalam 45 menit dan menetap selama 6 jam. Dosis mulai dengan 0,5-1
mg, maksimal 3 x 10 mg/hari.Dengan kombinasi morphine, rotating tourniquet, diuretik dan nitrogliserin
sublingual, sudah didapatkan penurunan pre-load yang cukup besar untuk
menghindarkan flebotom.
7. Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor :
Dengan pemberian kaptopril oral, efek sudah timbal dalam 0,5 jam, maksimal
setelah 1-1,5 jam dan menetap selama 6-8 jam. Dosis dapat dimulai dengan 6,25
mg, efek maksimal tercapai dengan dosis 3 x 25-50 mg/hari.
7/16/2019 Resume Skenario 4
http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 90/133
8. Inotropik
Pada penderita yang belum pernah mendapatkan, dapat diberikan digitalis.
Untuk digitalisasi dapat diberikan Deslanoside (Cedilanide-D) 0,8 mg intravena
diteruskan 0,2-0,4. setiap 2-4 jam dengan maksimum 1,6-2,0 mg/24 jam atau
Digoxin 0,25-0,5 mg intravena diteruskan 0,25 mg setiap 4-6 jam dengan dosis
total 0,75-1,0 mg/24 jam. Untuk dosis pertahanan diberikan Digoxin oral 0,25-
0,5 mg/hari (AMA, 1986; Opie, 1980; Smith et a1,1988). Digitalis biasanya
tidak boleh diberikan dalam waktu 48 jam pertama setelah Infark Miokard Akut.
Kalau terdapat Takhiaritmia Supraventrikuler yang cepat dapat diobati dengan
kardioversi.
Obat lain yang dapat dipakai ialah golongan simpatomimetik (Dopamine,
Dobutamine) dan golongan inhibitor phosphodiesterase (Amrinone, Milrinone,
Enoximone, Piroximone). Dopamine dosis 2-5 ug/kg/meuit, menunjukkan efek
inotropik positif tanpa perubahan denyut jantung atau tahanan perifer yang
berarti. Pada dosis 5-10 ug/kg/menit mulai terjadi peningkatan tekanan darah,
denyut jantung dan tahanan perifer dan aliran darah ke ginjal mungkin menurun.
Efek samping aritmia mulai timbal pada dosis 10 ug/kg/menit, sedangkan efek
vasokon-striksi timbul pada dosis 15 ug/kg/menit.
Dobutamine - dosis biasanya antara 2,5 - 10 ug/kg/menit,kadang-kadang cukup
0,5 ug/kg/menit, tetapi dapat pula sampai 40 ug/kg/menit. Yang perlu
diperhatikan ialah tidak terdapat hipovolemia.
Amrinone dosis awal bolus intravena 0,75 mg/kg selama 2-3 menit, dilanjutkan
5-10 mcg/kg/menit. Apabila diperlukan dapat ditambah bolus lagi 0,75 mg
setelah 30 n,enit. Dosis total tidak boleh melebihi 10 mg/kg.
Milrinone, Enoximone dan Piroximone sedang dalam penelitian.9. Aminophylline :
Berguna apabila edema paru disertai bronkhokonstriksi atau pada penderita yang
belum jelas edema paru oleh karena Asma Bronkhiale atau Asma Kardiale,
karena selain bersifat bronkhodilator juga mempunyai efek inotropik positif,
venodilatasi ringan dan diuretik ringan. Dosis biasanya 5 mg/kg BB intravena
dalam 10 menit, dilanjutkan drip intravena 0,5 mg/kg BB/jam. Dosis dikurangi
pada orang tua, penyakit hati dan gangguan fungsi ginjal. Setelah 12 jam dosis
7/16/2019 Resume Skenario 4
http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 91/133
dikurangi menjadi 0,1 mg/kg BB/jam. Kadar dalam darah yang optimal ialah 10-
20 mg/liter. Efek samping yang dapat terjadi sakit kepala, muka merah, palpitasi
nyeri dada, hipotensi dan sangat jarang kejang-kejang. Efek samping yang
paling berbahaya ialah kematian mendadak oleh karena aritmia ventrikel dan
hipotensi.
B. Diagnosis dan Pengobatan Faktor Presipitasi :
Pada penderita dengan edema paru akut sering dapat diketemukan beberapa
faktor presipitasi yaitu antara lain infark/ iskhemia miokard akut,
takhiaritmia/bradiaritmia, kelebihan cairan, infeksi berat, emboli paru, tirotoksikosis
(krisis tiroid) atau anemia yang berat, dan sebagainya. Faktor presipitasi ini juga harus
diobati.
C. Diagnosis dan Pengobatan Penyakit Dasar Jantungnya
Apabila tindakan-tindakan darurat telah dikerjakan, harus segera dicari diagnosis
penyakit dasar jantungnya. Dengan Anamnesis yang baik, pemeriksaan fisik yang teliti,
pemeriksaan Elektrokardiogram dan Foto dada, biasanya diagnosis sudah dapat
ditegakkan. Ekhokardiogram mungkin berguna pada penderita dengan Mitral Stenosis,
Miksoma Atrium Kiri, Kardiomiopati Kongestif dan Kardiomiopati Hipertropik
Obstruktif.
Tapi perlu diperhatikan bahwa diagnosa ekhokardiogram pada penderita dalam
keadaan gawat sukar dilakukan karena penderita biasanya gelisah. Pemeriksaan
Kateterisasi Jantung Kanan dengan kateter Swan-Ganz berguna selain untuk
membedakan Edema Paru Kardiogenik dengan Nonkardiogenik, juga untuk mengetahui
komplikasi Defek Septum Interventrikuler dan Insufisiensi Mitral pada penderita Infark Miokard Akut. Pemeriksaan biakan darah pada endokarditis infeksi dan enzim CK-MB
(MB-CPK) pada kecurigaan Infark Miokard Akut penting untuk dikerjakan. Angiografi
radioisotop mungkin berguna untuk menilai fungsi ventrikel kiri.
Kadang-kadang diperlukan tindakan pembedahan untuk menghilangkan Edema
Para pada penderita dengan Endokarditis Infeksi, Gangguan Fungsi Katup Protese,
Miksoma Atrium Kiri yang prolaps, Stenosis Aorta atau-Mitral yang berat, Defek
Septum Interventrikuler atau Insufisiensi Mitral akibat Infark Miokard Akut. Apabila
7/16/2019 Resume Skenario 4
http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 92/133
memungkinkan keadaan penderita dibuat stabil dulu. Balloon valvuloplasty mungkin
dapat dikerjakan pada penderita S tenosis Aorta atau Mitral yang berat apabila
pembedahan mempunyai risiko yang tinggi.
RINGKASAN
Edema Paru terjadi akibat aliran cairan dari darah ke ruang intersisial melebihi
aliran cairan kembali ke darah dan saluran limfe. Edema Paru Kardiogenik Akut akibat
Payah Jantung Kiri Akut atau Payah Jantung Khronik yang mendapatkan faktor
presipitasi. Edema Paru Kardiogenik Akut (Asma Kardiale) harus dibedakan dengan
Edema Paru Nonkardiogenik dan Asma Bronkhiale.
Diagnosis penderita dengan Edema Paru Kardiogenik Akut meliputi
a) diagnosis edema kardiogenik akut,
b) diagnosis faktor presipitasi,
c) diagnosis penyakit dasar jantungnya.
Pengobatan Edema Paru Kardiogenik Akut meliputi Morphine 2-5 mg titrasi intravena,
Furosemid 40-60 mg intravena; sebagai vasodilator digunakan Nitroprusside atau
Nitrogliserin. Dapat pula dipakai Prazosin atau Captopril. Obat inotropik yang dapat
diberikan ialah Digitalis pada penderita yang belum pernah mendapat digitalis. Obat
lain yang dapatdiberikan ialah gplongan simpatomimetik (Dopaminedan Dobutamine)
dan golongan inhibitor phosphodiesterase (Amrinone, Milrinone, Enximone tan
Piroximone). Tindakan yang lain dapat membantu ialah oksigen, posisi duduk, rotating
tourniquet, atau phlebotomy.
Komplikasi Metabolik Akut
1. Ketoasidosis diabetik
Penyebab: perubahan yang relatif akut dari konsentrasi glukosa plasma. Komplikasi
metabolik yang paling serius pada diabetes tipe I adalah ketoasidosis diabetik (DKA).
Jika kadar insulin sangat ↓, pasien akan mengalami:
a) hiperglikemia dan glukosuria berat.
b) penurunan lipogenesis
c) peningkatan lipolisis
7/16/2019 Resume Skenario 4
http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 93/133
d) peningkatan oksidasi asam lemak bebas disertai pembentukan badan keton
(asam asetoasetat, β– hidroksi butirat, dan aseton).
Peningkatan keton dalam plasma → ketosis
↓
Meningkatkan beban ion hidrogen dan asidosis metabolik
Glikosuria dan ketonuria yang jelas
↓
Dioresis osmotik
↓
Dehidrasi dan kehilangan elektrolit
↓
Hipotensi dan mengalami syok
↓
Koma dan meninggal (akibat penurunan penggunaan oksigen otak)
Koma dan kematian akibat DKA saat ini jarang terjadi, karena pasien maupun tenaga
kesehatan menyadari potensi bahaya komplikasi ini dan pengobatan DKA dapat
dilakukan sedini mungkin.
Terapi:
DKA ditangani dengan:
1. Perbaikan kekacauan metabolik akibat kekurangan insulin.
2. Pemulihan keseimbangan air dan elektrolit
3. Pengobatan keadaan yang mempercepat ketoasidosis
Pengobatannya:
o Insulin (regular) masa kerjanya singkat, diberikan melalui infus intravena.
Infus intravena kontinu atau suntikan intramuskular.
o Infus glukosa dalam air atau salin akan meningkatkan penggunaan glukosa,
mengurangi lipolisis dan pembentukkan badan keton serta memulihkan
keseimbangan asam basa.
o Penggantian kalium
7/16/2019 Resume Skenario 4
http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 94/133
o Karena infeksi berulang dapat meningkatkan kebutuhan insulin sehingga
infeksi dapat mempercepat dekompensasi diabetik akut dan dka, maka perlu
diberi pengobatan antibiotika.
2. Hiperglikemia, hiperosmolar, koma non ketotik (HHNK)
Sering terjadi pada DM tipe 2 yang lebih tua. Bukan karena defisiensi insulin absolut
namun karena hiperglikemia yang muncul tanpa ketosis. Hiperglikemia berat dengan
kadar glukosa serum > 600mg/dL.
Skema hiperglikemia
hiperglikemia
hiperosmolalitas diuresis osmotik dehidrasi berat
tidak sadar dan meninggal
Angka mortalitas dapat tinggi hingga 50%.
Perbedaan utama antara HHNK dan DKA adalah pada HHNK tidak terdapat ketosis.
Terapi HHNK
1. Rehidrasi
2. Penggantian elektrolit
3. Insulin reguler
3. H ipoglikemia (reaksi insul in , shock insul in ) merupakan komplikasi terapi insulin.
Klasifikasi Klinis Hipoglikemia Akut
Ringan Simtomatik, dapat diatasi sendiri, tidak ada gangguan aktivitas sehari-hari
yang nyata
Sedang Simtomatik, dapat diatasi sendiri, menimbulkan gangguan aktivitas
sehari-hari yang nyata
Berat Sering (tidak selalu) tidak simtomatik, karena gangguan kognitif pasien
7/16/2019 Resume Skenario 4
http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 95/133
tidak mampu mengatasi sendiri
1. Membutuhkan pihak ketiga tetapi tidak memerlukan terapi parenteral
2. Membutuhkan terapi parenteral (glukagon intramuskular atau glukosa
intravena
3. Disertai dengan koma atau kejang
Penyebab Hipoglikemia
Pada pasien diabetes, hipoglikemia timbul akibat peningkatan kadar insulin yang
kurang tepat, baik sesudah penyuntikan insulin subkutan atau karena obat yang
meningkatkan sekresi insulik seperti sulfonilurea. Oleh sebab itu, dijumpai saat-saat
dan keadaan tertentu di mana pasien diabetes mungkin akan mengalami kejadianhipoglikemia. Sampai saat ini pemberian insulin masih belum sepenuhnya dapat
menirukan (mimicking ) pola sekresi insulin yang fisiologis. Makan akan
meningkatkan kadar glukosa darah dalam beberapa menit dan mencapai puncak
sesudah 1 jam. Bahkan insulin yang bekerjanya paling cepat (insulin analog rapid-
acting ) bila diberikan subkutan belum mampu menirukan kecepatan peningkatan
kadar puncak tersebut dan berakibat menghasilkan puncak konsentrasi insulin 1-2
jam sesudah disuntikkan. Oleh sebab itu pasien rentan terhadap hipoglikemia sekitar
2 jam sesudah makan sampai waktu makan yang berikutnya. Oleh sebab itu waktu
dimana resiko hipoglikemia paling tinggi adalah saat menjelang makan berikutnya
dan malam hari.
Faktor yang Merupakan Predisposisi atau Mempresipitasi Hipoglikemia
Berbagai faktor yang merupakan predisposisi atau mempresipitasi hipoglikemia adalah :
1. Kadar insulin berlebihan
Dosis berlebihan : kesalahan dokter, farmasi, pasien; ketidak sesuaian dengan
kebutuhan pasien atau gaya hidup; deliberate overdose (factitious hipoglikemia)
Peningkatan bioavailibilitas insulin : absorbsi yang lebih cepat (aktivitas jasmani,
suntik di perut, perubahan ke human insulin; antibodi insulin; gagal ginjal
(clearance insulin berkurang); ‘honeymoon’ periode
2. Peningkatan sensitivitas insulin
Defisiensi hormon counter-regulatory : penyakit Addison; hipopituitarisme;
Penurunan berat badan
Latihan jasmani, postpartum; variasi siklus menstruasi
7/16/2019 Resume Skenario 4
http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 96/133
3. Asupan karbonhidrat kurang
Makan tertunda atau lupa, porsi makan kurang
Diet slimming , anorexia nervosa
Muntah, gastroparesis
Menyusui
4. Lain-lain
Absorbsi yang cepat, pemulihan glikogen otot
Alkohol, obat (salsilat, sulfonamid meningkatkan kerja sulfonilurea;
penyekat β non-selektif; pentamidin)
Keluhan dan Gejala Hipoglikemia
Pada pasien diabetes yang masih relatif baru, keluhan dan gejala yang terkait
dengan gangguan sistem saraf otonomik seperti palpitasi, tremor, atau berkeringat
lebih menonjol dan biasanya mendahului keluhan dan gejala disfungsi serebral yang
disebabkan oleh neroglikopeni, seperti gangguan konsentrasi atau koma. Sakit kepala
dan mual mungkin bukan merupakan keluhan malaise yang khas. Pada pasien
diabetes yang lama intensitas keluhan otonomik cenderung berkurang atau
menghilang. Hal tersebut menunjukkan kegagalan yang progresif aktivasi sistem
saraf otonomik.
Keluhan dan Gejala Hipoglikemia Akut yang Sering Dijumpai pada Pasien Diabetes
Otonomik Neuroglikopenik Malaise
Berkeringat
Jantung berdebar
Tremor
Lapar
Bingung (confusion)
Mengantuk
Sulit berbicara
Perilaku yang berbeda
Gangguan visual
Parestesi
Mual
Sakit kepala
Jika hipoglikemi sering terjadi atau terjadi dalam waktu yang lama dapat
menyebabkan kerusakan otak yang permanen atau bahkan kematian.
Terapi
1. Segera diberikan karbohidrat (oral maupun intravena)
2. Pemberian glukagon(hormon glikogenolisis), secara intramuskular →
meningkatkan kadar glukosa darah
7/16/2019 Resume Skenario 4
http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 97/133
3. pencegahan hipoglikemia dengan cara penurunan dosis insulin → menurunkan
hiperglikemia. Hipoglikemia akibat pemberian insulin pada pasien diabetes
dapat memicu pelepasan hormon melawan regulator (glukagon, epinefrin,
kortisol, hormon pertumbuhan) → meningkatkan kadar glukosa dalm
kisaran hiperglikemia(efek somogyi ).
Glukosa Oral. Sesudah diagnosis hipoglikemia ditegakkan dengan pemeriksaan
glukosa darah kapiler, 10-20 g glukosa oral harus segera diberikan. Idealnya dalam
bentuk tablet, jelly, atau 150-200 ml mnuman yang mengandung glukosa seperti jus
buah segar dan non-diet cola. Sebaiknya coklat manis tidak diberikan karena lemak
dalam coklat dapat menghambat absorbsi glukosa. Bila belum ada jadwal makan
dalam 1-2 jam perlu diberikan tambahan 10-20 g karbonhidrat kompleks.
Bila pasien mengalami kesulitan menelan dan keadaan tidak terlalu gawat,
pemberian madu atau gel glukosa lewat mukosa rongga mulut (buccal ) mungkin
dapat dicoba.
Glukagon Intramuskular. Glukagon 1 mg intramuskular dapat diberikan oleh
tenaga nonprofesional yang terlatih dan hasilnya akan tampak dalam 10 menit.
Kecepatan kerja glukagon tersebut sama dengan pemberian glukosa intravena. Bila
pasien sudah sadar pemberian glukagon harus diikuti dengan pemberian glukosa oral
20 g dan dilanjutkan dengan pemberian 40 g karbonhidrat dalam bentuk tepung
untuk mempertahankan pemullihan. Pada keadaan puasa yang panjang atau
hipoglikemia yang diinduksi alkohol, pemberian glukagon mungkin tidak efekif.
Efektifitas glukagon tergantung dari stimulasi glikogenolisis yang terjadi.
Glukagon Intravena. Glukosa intravena harus diberikan dengan berhati-hati.
Pemberian glukosa dengan konsentrasi 50% terlalu toksik untuk jaringan dan 75-100
ml glukosa 20% atau 150-200 ml glukosa 10% dianggap lebih aman. Ekstravasasiglukosa 50% dapat menimbulkan nekrosis yang memerlukan amputasi.
Komplikasi Kronik Jangka Panjang
Komplikasi vaskuler jangkan panjang dibagi menjadi:
1. Mikroangiopati → melibatkan pembuluh kecil
2. Makroangiopati → melibatkan pembuluh sedang dan besar
7/16/2019 Resume Skenario 4
http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 98/133
A. Mikroangiopati diabetik
→ lesi spesifik diabetes yang menyerang kapiler dan arteriola retina (retinopati
diabetik), glomerulus ginjal ( nefropati diabetik) dan saraf-saraf perifer (neuropati
diabetik), otot-otot serta kulit.
Lesi-lesi ini ditandai dengan peningkatan glikoprotein selain itu hiperglikemia
menyebabkan bertambahnya kecepatan pembentukkan sel-sel membran dasar.
Pennggunaan glukosa dari sel-sel ini tidak membutuhkan insulin namun manifestasi
klinis penyakit vaskular ini, retinopati atau nefropati biasanya baru timbul 15-20
tahun sesudah awitan diabetes.
Manifestasi dini retinopati berupa:
mikroaneorisma (pelebaran sakular yang kecil) dari arteriola retina
↓
Perdarahan, neurovaskularisasi, dan jaringan parut retina
↓
Kebutaan
Terapi
Fotokoagulasi keseluruhan retina
sinar laser difokuskan pada retina → menghasilkan parut korioretina
↓
Jumlah parut sekitar 1800 parut yang
ditempatkan pada kutub posterior retina
↓
Menekan neurovaskularisasi dan
perdarahan yang menyertainya
Manifestasi dini nefropati berupa proteinuria dan hipertensi.
Skema: hilangnya fungsi nefron yang terus berlanjut
↓
Insufisiensi ginjal dan uremia
Terapi: nefropati adalah dialisis atau transplantasi ginjal
7/16/2019 Resume Skenario 4
http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 99/133
Neuropati dan katarak disebabkan oleh gangguan jalur poliol (glukosa →
sorbitol → fruktosa).
Akibat kekurangan insulin
Katarak
Penimbunan sorbitol dalam lensa
↓
Pembentukkan katarak dan kebutaan
Pada jaringan saraf
Penimbunan sorbitol dan fruktosa serta penurunan kadar mioinositol
↓
Menimbulkan neuropati
Perubahan biokimia dalam jaringan saraf
↓
Mengganggu kegiatan metabolik sel-sel schwan dan
menyebabkan hilangnya akson
↓
Pada tahap ini kecepatan konduksi motorik akan berkurang
↓
- Nyeri, parastesia
- Berkurangnya sensasi getar dan propioseptik
- Gangguan motorik yang disertai dengan hilangnya reflek-
reflek tendon dalam
- Kelemahan otot dan atropi
Neuropati dapat menyerang saraf-saraf perifer (mononeuropati dan
polineuropati), saraf-saraf kranial atau sistem saraf otonom. Terserangnya sistem
saraf otonom dapat disertai:
- diare nokturnal,
- keterlambatan pengosongan lambung dengan gastroparesis,
- hipotensi postural dan impotensi.
7/16/2019 Resume Skenario 4
http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 100/133
Pasien deangan neuropati otonom diabetik dapat menderita:
- infark miokardial akut tanpa nyeri
- kehilangan respon katekolamin terhadap hipoglikemia → tidak
menyadari reaksi hipoglikemia.
B. Makroangiopati Diabetik
Makroangiopati diabetik mempunyai gambaran histopatologis berupa
arterosklerosis. Gabungan dari gangguan biokimia ini disebabkan insufisiensi
insulin → penyebab jenis penyakit vaskular ini.
Gangguan-gangguan ini berupa:
1. penimbunan sorbitol dalam intima vaskular
2. hiperlipoproteinemia
3. kelainan pembekuan darah
↓
mengakibatkan penyumbatan vaskuler
mengenai arteri-arteri perifer mengenai arteri koronaria dan aorta
insufisiensi vaskuler perifer angina dan infarkmiokardium
disertai dengan:
- claudikasiointermitten dan gangren pada ektermitas- insufisiensi serebral dan stroke
Strategi Pengelolaan Berbagai Komplikasi Kronik Dini
Dengan mengetahui berbagai faktor resiko terkait terjadinya komplikasi kronik diabetes
melitus secara umum maupun faktor resiko khusus komplikasi kronik diabetes melitus
7/16/2019 Resume Skenario 4
http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 101/133
yang tertentu seperti mikroalbuminuria untuk nefropati atau pun deformitas kaki untuk
penyakit pembuluh darah perifer, kemudian dapat segera dilakukan berbagai usaha
umum untuk pencegahan kemungkinan terjadinya komplikasi kronik diabetes melitus.
1. Pengendalian Kadar Glukosa
Saat ini, pilar utama pengelolaan DM meliputi penyuluhan, pengaturan makan,
kegiatan jasmani dan pemakaian obat hipoglikemik oral maupun insulin, baik sendiri
maupun dengan cara kombinasi berbagai obat hipoglikemik. Usaha menggabungkan
berbagai sarana pengelolaan tersebut sudah terbukti dapat dengan bermakna
menurunkan insidensi komplikasi kronik DM.
2. Tekanan Darah
Sasaran tekanan darah yang harus dicapai pada penyandang diabetes melitus adalah
kurang dari 130/80 mmHg. Obat penghambat sistem renin angiotensin (Inhibitor
ACE, ARB atau pun kombinasi keduanya) dapat dipergunakan untuk mencegah
kemungkinan terjadinya dan kemungkinan semakin bertambah beratnya
mikroalbuminuria.
3. Pengendalian Lipid
Pada pengelolaan dislipidemia, DM dianggap sebagai faktor resiko yang setara
dengan penyakit jantung koroner, sehingga adanya DM pada dislipidemia harus
dikelola secara lebih agresif dan sasaran pengelolaan lipid untuk penyandang DM
seyogyanya lebih rendah daripada orang normal, non-DM, yaitu kadar kolesterol
LDL kurang dari 100 mg/dL. Dianjurkan untuk menurunkan kadar kolesterol LDL
sampai 70 mg/dL pada pasien dengan penyakit pembuluh darah koroner yang disertai
DM atau dengan berbagai komponen sindrom metabolik lain seperti kadar kolesterol
HDL yang rendah, dan kadar trigliserida yang tinggi. Demikian juga dengan adanya
faktor resikko lain yang kuat, seperti misalnya pada perokok berat.
4. Faktor Lain
a. Pola Hidup Sehat
Pengubahan pola hidup ke arah pola hidup yang lebih sehat merupakan dasar
penting utama usaha pencegahan dan pengelolaan komplikasi kronik DM. Pola
hidup sehat harus selalu diterapkan dan dibudayakan sepanjang hidup.
7/16/2019 Resume Skenario 4
http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 102/133
Merokok berperan penting pada terjadinya kelainan makrovaskular pada
penyandang DM. Oleh karena itu berhenti merokok merupakan satu anjuran yang
harus digalakkan bagi semua penyandang DM dalam rangka pencegahan
terjadinya komplikasi kronik DM secra umum.
b. Perencanaan Makan
Perencanaan makan yang sesuai dengan anjuran pelaksanaan pola hidup sehat
meliputi anjuran mengenai jumlah masukan kalori secara keseluruhan maupun
persentase masing komponen diet baik makronutrien maupun mikronutriennya,
yang tercakup secara keseluruhan dalam anjuran gizi seimbang bagi penyandang
DM.
Cara diagnosis dini
Retinopati
Berbagai kelainan akibat DM dapat terjadi pada retina, mulai dari retinopati diabetik
non-proliferatif sampai perdarahan retina, kemudian juga ablasio retina dan dapat lebih
lanjut lagi dapat menyebabkan kebutaan. Diagnosis dini dapat diketahui dengan
pemeriksaan rutin.
Nefropati
Kelainan yang terjadi pada ginjal penyandang DM dimulai dengan adanya
mikroalbuminuria, dan kemudian berlanjut dengan penurunan fungsi laju filtrasi
glomerular dan berakhir dengan keadaan gagal ginjal. Yang memerlukan pengobatan
dengan pengobatan substitusi. Pemeriksaan untuk mencari mikroalbuminuria dilakukan
pada saat diagnosis DM ditegakkan dan setelah itu diulang setiap tahun.
Penyakit jantung koroner
Kewaspadaan untuk kemungkinan terjadinya penyakit pembuluh darah koroner harus
ditingkatkan terutama mereka yang mempunyai resiko tinggi terjadinya kelainan
aterosklerosis seperti mereka yang mempunyai riwayat keluarga DM atau penyakit
pembuluh darah koroner yang kuat.
Penyakit pembuluh darah perifer
7/16/2019 Resume Skenario 4
http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 103/133
Mengenali dan mengelola berbagai faktor risiko terkait terjadinya kaki diabetes
merupakan hal yang paling penting dalam usaha pencegahan terjadinya masalah kaki
diabetes. Adanya perubahan bentuk kaki merupakan hal yang harus selalu dicari dan
diperhatikan.
Cara Khusus Pencegahan dan Pengelolaan Berbagai Komplikasi Kronik DM
Di samping usaha pencegahan primer komplikasi kronik DM secara umum seperti yang
sudah dikemukakan di atas, berbagai usaha khusus dapat dikerjakan untuk masing-
masing komplikasi kronik DM, baik berupa pencegahan primer komplikasi kronik
maupun usaha memperlambat progresi komplikasi kronik yang sudah terjadi.
Retinopati
Pengobatan koagulasi dengan sinar laser terbukti dapat bermanfaat mencegah
perburukan retina lebih lanjut yang kemudian mungkin akan mengancam mata.
Fotokoagulasi dapat dikerjakan secara pan-retinal. Tindakan lain yang mungkin
dilakukan adalah vitrektomi dengan berbagai macam cara. Demikian pula tindakan
operatif lain seperti perbaikan ablasio retina dapat dilakukan untuk menolong mencegah
perburukan fungsi mata.
Nefropati
Setelah berbagai cara pencegahan konservatif tidak berhasil menghambat laju
perburukan filtrasi glomerular, dan kemudian sudah mencapai tahap gagal ginjal-
penyakit ginjal tahap terminal, dapat dilakukan pengelolaan pengganti untuk membantu
fungsi ginjal, baik berupa hemodialisis maupun dialisis peritoneal. Di samping kedua
modalitas tersebut di atas, transplantasi ginjal merupakan pilihan lain terapi penggantifungsi ginjal yang dapat dilakukan pada penyandang DM dengan gagal ginjal.
Penyakit Pembuluh Darah Koroner
Pengelolaan konservatif untuk penyakit pembuluh darah koroner dapat diberikan
kepada penyandang DM. Berbagai obat tersedia untuk keperluan ini. Saat ini banyak
cara baik semi-invasif maupun invasif yang dapat dipakai untuk menolong penyandang
DM dengan penyakit pembuluh darah koroner secara peniupan dengan balon dan
7/16/2019 Resume Skenario 4
http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 104/133
pemasangan gorong-gorong ( stent ) merupakan cara yang banyak dimanfaatkan untuk
memperbaiki fungsi pembuluh darah koroner jantung. Beberapa kasus lain memerlukan
tindakan operatif bedah pintas koroner untuk memperbaiki fungsi jantungnya.
Penyakit pembuluh darah perifer
Usaha yang dapat dilakukan dalah mengoptimalisasikan pengolaan kaki,
mengistirahatkan kaki dan menjaga kaki agar tidak luka
Tambahan Komplikasi
Jika dibiarkan tidak dikelola dengan baik, diabetes melitus akan menyebabkan
terjadinya berbagai komplikasi kronik baik mikroangiopati maupun makroangiopati.
Adanya pertumbuhan sel dan juga kematian sel yang tidak normal merupakan dasar
terjadinya komplikasi kronik diabetes mellitus. Kelainan dasar tersebut sudah
dibuktikan terjadi pada para penyandang diabetes mellitus maupun pada berbagai
binatang percobaan. Perubahan tersebut biasanya terjadi pada endotel pembuluh darah
maupun pada sel meseangial ginjal, semuanya menyebabkan perubahan pada
pertumbuhan dan kesintesaan sel. Yang kemudian pada gilirannya akan menyebabkan
terjadinya komplikasi vaskular diabetes. Pada retinopati diabetik proliferatif, didapatkan
hilangnya sel perisit dan terjadi pembentukan mikroaneurisma. Diseamping terjadi
hambatan aliran darah juga terjadi sumbatan kapiler. Semua kelainan tersebut akan
menyebabkan kelainan mikrovaskular berupa lokus iskemik dan hipoksia lokal. Sel
retina kemufian merespons dengan meningkatnya ekspresi faktor pertumbuhan endotel
vaskular (Vascular Endotelial Growth Factor) dan selanjutnya memacu terjadinya
neovaskularisasi pembuluh darah. Pada nefropati diabetik terjadi peningkatan tekanan
glomerular, dan disertai meningkatnya matriks ekstraselular akan menyebabkan penebalan membran basal, ekspansi mesangial dan hipertrofi glomerular. Semua itu
akan menyebabkan berkurangnya area filtrasi dan kemudian terjadinya perubahan
selanjutnya yang mengarah ke terjadinya glomerulosklerosis.
Terjadinya plak aterosklerosis pada daerah subintimal pembuluh darah
kemudian berlanjut pada terbentuknya penyumbatan pembuluh darah dan kemudian
sindrom koroner akut.
7/16/2019 Resume Skenario 4
http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 105/133
Patogenesis terjadinya kelainan vaskular pada diabetes melitus meliputi
terjadinya imbalans metabolik maupun hormonal. Pertumbuhan sel otot polos pembuluh
darah maupun sel mesangial keduanya distimulasi oleh sitokin. Kedua macam sel
tersebut juga berespons terhadap berbagai substansi vasoaktif dalam darah, terutama
angiotensin II. Dipihak lain adanya hiperinsulinemia seperti yang tampak pada DM tipe
2 atau pun juga pemberian insulin eksogen ternyata akan memberikan stimulus
mitogenik yang akan menambah perubahan yang terjadi akibat pengaruh angiotensin
pada sel otot polos pembuluh darah maupun pada sel mesaangial. Jelas baik faktor
hormonal maupun faktor metabolik berperan dalam patogenesis kelainan vaskular
diabetes.
Jaringan kardiovaskular, demikian juga jaringan lain yang rentan terhadap
terjadinya komplikasi kronik diabetes ( jaringan saraf, sel endotel oembuluh darah dan
sel retina lensa). Mempunyai kemampuan untuk memasukkan dari lingkungan sekitar
ke dalam sel tanpa memerlukan insulin., agar dengan demikian jaringan yang sangat
penting tersebut diyakinkan mendapat cukup pasokan glukosa sebelum glukosa tersebut
dipakai untuk energi di otot maupun kemudian disimpan sebagai cadangan lemak.
Tetapi pada keadaan hiperglikemia kronik, tidak cukup terjadi down regulation dari
sistem transportasi glukosa yang non insulin dependen ini, sehingga sel akan kebanjiran
glukosa, suatu keadaan yang disebut hiperglisolia.
7/16/2019 Resume Skenario 4
http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 106/133
Komplikasi jangka Panjang dari Diabetes
Organ/jaringan
yang terkenaYang terjadi Komplikasi
Pembuluh darah Plak aterosklerotik terbentuk &
menyumbat arteri berukuran
besar atau sedang di jantung,
otak, tungkai & penis.
Dinding pembuluh darah kecil
mengalami kerusakan sehingga
pembuluh tidak dapat
mentransfer O2 secara normal &
mengalami kebocoran
Sirkulasi yang jelek
menyebabkan
penyembuhan luka yang
jelek & bias
menyebabkan penyakit
jantung, stroke, gangrene
kaki & tangan, impoten
& infeksi
Mata Terjadi kerusakan pada pembuluh
darah kecil retina
Retinopati diabetikum
yang nantinya bias
menyebabkan kebutaan
Ginjal - Penebalan pembuluh
darah ginjal
- Proteinuria
- Darah tidak disaring
secara normal
Fungsi ginjal yang buruk
gagal ginjal
Saraf Kerusakan saraf karena glukosa
tidak dimetabolisir secara normal
& karena aliran darah kurang
- Kelemahan
tungkai yang
terjadi secara
tiba2/perlahan
- Berkurangnyarasa, kesemutan &
nyeri di tangan &
kaki
- Kerusakan saraf
menahun
Sistem Saraf
Otonom
Kerusakan pada saraf yang
mengendalikan tekanan darah
- Tekanan darah
yang tidak stabil
7/16/2019 Resume Skenario 4
http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 107/133
dan saluran pencernaan - Odinofagia &
perubahan fungsi
pencernaan
disertai serangan
diare
Kulit Berkurangnya aliran darah ke
kulit & hilangnya rasa yang
menyebabkan cedera berulang
- Luka, infeksi
dalam (ulkus
diabetikum)
- Penyembuhan
luka yang jelek
Darah Gangguan sel darah putih Mudah terkena infeksi,
terutama infeksi saluran
kemih &kulit
Jaringan ikat Glucagon tidak dimetabolisir
secara normal sehingga jaringan
menebal atau berkontrksi
Sindroma terowongan
karpal (kontraktur
Dupuytren)
7/16/2019 Resume Skenario 4
http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 108/133
DISRITMIA
Aritmia atrial
Definisi dari aritmia yaitu,
Irama yang berasal bukan dari nodus SA
7/16/2019 Resume Skenario 4
http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 109/133
Irama yang tidak teratur
Frekuensi kurang dari 60x/menit (sinus bradikardi) atau lebih dari 100x/menit
(sinus takikardi)
Terdapatnya hambatan impuls supra atau intra ventrikuler
Aritmia Atrial:
1. Ekstrasistol atrial/SVES (Supraventrikuler extrasystole)/premature atrial
beat
Terjadi karena impuls yang berasal dari atrium timbul secara prematur.
Gambaran EKG: adanya gelombang P yang timbul prematur (P’) diikuti
komplek QRS yang normal. Interval PP’ lebih pendek daripada interval PP
pada irama sinus.
Tidak butuh pengobatan.
2. Takikardi atrial paroksismal = takikardi supraventrikuler paroksismal
Letak kelainan di nodus AV/atrium, sering terjadi pada perempuan.
Dipicu oleh ekstrasistol atrial.
PATOGENESIS: dalam AV node terdapat 2 jalur konduksi, fast dan
slow pathway. Pada irama sinus, konduksi melalui fast pathway. Namun,
pada takikardi atrial paroksismal, melewati slow pathway akibat adanya
ekstrasistol atrial yang memblok fast pathway akibatnya kecepatan
konduksi menurun, terjadi reentry AV node lalu terjadi takikardi.
Gambaran EKG: Gel. P sulit dikenali/tidak jelas, kompleks QRS
sempit, irama teratur, frekuensi 120-250x/menit.
Gambaran klinis: palpitasi, disertai keringat dingin, pasien merasa lemah,
kadang sesak napas dan hipotensi.
Terapi: tindakan pijat sinus caroticus, adenosis IV, verapamil/β-blocker.
7/16/2019 Resume Skenario 4
http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 110/133
3. Fibrilasi atrial
Terjadi eksitasi dan recovery yang sangat tidak teratur dari atrium. Oleh
karena itu, impuls listrik yang timbul dari atrium juga sangat cepat dan
tidak teratur.
Tampak adanya fibrillation wave, yaitu gambaran gelombang yang tidak
teratur dan sangat cepat dengan frekuensi 300-500x/menit.
Gambaran EKG: kompleks QRS sempit, irama tidak teratur,
gelombang P banyak (tidak terlihat jelas).
Pengobatan:
o Kelompok control rate (mengatur denyut nadi) β-blocker,
antagonis kalsium, digitalis.
o Kelompok rythme control (mengkonversi irama atrial fibrilasi
menjadi irama sinus dan mempertahankannya) obat blokae
kanal Na+(kuinidin,propafenon) dan obat blokade kanal K +
(amiodaron).
7/16/2019 Resume Skenario 4
http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 111/133
4. Atrial flutter
Terjadi depolarisasi atrium yang sangat cepat karena adanya peningkatan
reentry pada atrium.
Didasari adnya kelainan jantung, seperti kelainan katup jantung, cor
pulmonale, dan PJK.
7/16/2019 Resume Skenario 4
http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 112/133
Gambaran EKG: kompleks QRS teratur, irama atrium teratur,
gelombang P menyerupai gigi gergaji, frekuensi 250-250x/menit.
Tampak jelas pada sadapan II,III, dan aVF.
Pengobatan:
o jika disertai gangguan hemodinamik, dilakukan kardioversi.
o Jika frekuensi ventrikel meningkat diberikan antagonis
kalsium, β-blocker, digitalis
o Untuk merubah ke irama sinus gol IA/IC
(kuinidin,propafenon) dan gol III (amiodaron).
ARITMIA VENTRIKULAR mencakup:
1. Kompleks Ventrikuler Prematur (Premature Ventr icular Complex atau
Ventr icular Extrasystole )
Ekstrasistole Ventrikel merupakan kelainan irama dimana fokusnya
berada di ventrikel, dikarenakan rangsang ventrikel tidak berjalan melewati
jalur normal,tetapi malalui miokard
PVC ( premature ventricular contraction) merupakan fokus ektopik pada
ventrikel yang muncul lebih awal dari irama dasarnya. Pada EKG akan terlihat
7/16/2019 Resume Skenario 4
http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 113/133
kompleks QRS yang lebar ,terdapat perubahan segmen ST-T sekunder dan
terdapat pause kompensasi penuh
Berdasar frekuensi dan bentuknya PVC dapat di bagi menjadi:
a. PVC jarang : kurang dari lima kali permenit
b. PVC sering : lebih dari lima kali pemenit
c. PVC Repetetitif : bila muncul tiap denyutan
d. PVC berkelompok (salvo)
e. PVC multifokal
Suatu kompleks ventrikuler premature timbul di salah satu ventrikuler
sebagai akibat cetusan dari suatu fokus yang otomatis atau melalui mekanisme
reentri. Karena berasal dari ventrikel, maka urutan depolarisasi ventrikel yang
normal menjadi berubah. Ventrikel mengalami depolarisasi secara berurutan,
dan konduksi berlangsung tidak melalui jalur hantaran melainkan melalui
miokardium akibatnya QRS menjadi lebar (0,12 detik atau lebih), segmen ST
dan gelombang T berlawanan arah dengan kompleks QRS. Bila kompleks ini
akibat reentri di fokus yang sama, maka interval antara kompleks QRS normal
yang mendahuluinya dengan kompleks ventrikuler prematur tersebut (interval
pasangan) selalu sama. Bila interval pasangan ini berbeda, maka asalnya
mungkin dari fokus berbeda di ventrikel. Gambaran kompleks ventrikuler
prematur seperti itu disebut multifokal.
Pada gambaran EKG, gelombang P sinus bisa terbenam dalam kompleks
QRS, segmen ST atau gelombang T. Kompleks QRS timbul lebih awal dari
seharusnya dengan durasi 0,12 detik atau lebih. Gambaran QRS sering aneh
(bizarre) dengan takik (notch). Segmen ST dan gelombang T biasanya
berlawanan arah dengan QRS. Bila multipel dan unifokal, maka morfologinya
biasanya sama (tetap) begitu juga interval pasangannya. Bila multifokal atau
multiform, maka interval pasangan dan morfologi QRS bervariasi.
7/16/2019 Resume Skenario 4
http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 114/133
Durasi dan morfologi kompleks QRS, urutan aktivasi tidak mengikuti
arah konduksi normal sehingga bentuk kompleks akan kacau dan durasinya
menjadi panjang (lebih dari 0,12 detik). Morfologi QRS bergantung dari dari
asal focus dari ventrikel takikardi.bila berasal dari ventrikel kanan akan
memberikan gam baran blok berkas cabang kiri dan sebaliknya
Laju dan irama,laju berkisar antara 120-300 kali per menit dengan irama
yang teratur atau hamper teratur variasi antar denyut adalah <0,04 detik.
Aksi kompleks QRS, tidak hanya penting untuk diagnosis tapi juga asal
focus, dimana aksis berubah sebesar 40 derajat atau lbih baik ke kiri maupun
kekanan. Kompleks QRS pada sadapan aVR berada pada posisi -210 derajat
dengan kompleks QRS negative. Bila kompleks QRS menjadi positif saat
takikardi sangat menyokong adanya VT yang berasal dari apex yang mengarah
ke bagian basal.
Disasosiasi antara atrium dan ventrikel, Pada VT nodus sinus terus
memberikan impuls secara bebas tanpa ada hubunganya dengan aktivitas
ventrikel oleh nodus sinus dan ventrikel dikontrol oleh fokus takikardi sehingga
gelombang P yang muncul tidak berkaitan dengan kompleks QRS.
Capture beat dan fusion beat, keadaan capture beat impuls dari atrium
dapat mendepolarisasikan ventrikel melalui system konduksi normal sehingga
memunculkan kompleks QRS yang lebih awal. Fusion beat terjadi bila impuls
nodus sinus dihantarkan ke ventrikel melalui nodus atrioventrikular dan
bergabung dengan impuls dari ventrikel
Konfigurasi kompleks QRS, adanya kesesuaian dari kompleks QRS pada
sadapan.kesesuaian positif kompleks QRS pada sadapan dada dominan positif
menunjukkan asal fokus takikardi dari dinding posterior ventrikel, dan apabilaasal fokus negative maka berasal dari dinding anterior ventrikel
Kompleks ventrikel prematur dikatakan bigemini apabila berselang
seling dengan kompleks QRS normal, dan disebut kompleks ventrikuler
7/16/2019 Resume Skenario 4
http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 115/133
prematur trigemini apabila ada satu kompleks ventrikuler prematur setelah
setiap 2 QRS normal.
Penatalaksanaan
Keadaan akut, bila hemodinamik stabil terminasi diberikan obat-obat IV
seperti amoidaron, lidokain, prokainamid. Bila keadaan hemodinamik tidak
stabil maka pilihan pertama adalah kardioversi elektrik.
Keadaan kronik, tujuan pengobatanya adalah mencegah kematian
mendadak dengan pemberian obat penyekat beta, bila tidak efektif diberikan
sotalol atau amiodaron, pada pasien dengan riwayat infark miokard kiri obat
ICD lebih unggul dalam menurunkan mortalitas.
Pengobatan tidak diperlukan bila kompleks ventrikuler prematur jarang
timbul pada penderita yang tidak dicurigai menderita kelainan organik jantung.
Pengobatan diperlukan apabila pada keadaan iskemia miokard terdapat banyak
kompleks ventrikuler prematur, bigemini, trigemini, atau berbentuk multiform
(multifokal). Pengobatan segera dapat dilakukan dengan lidokain intravena.
Alternatif obat lainnya adalah prokainamid, disopiramid, propanolol, secara
intravena. Bila pengobatan tidak perlu segera, obat-obat tersebut (termasuk
kinidin) dapat diberikan secara oral. Obat-obat ini dapat menurunkan fungsi
jantung sehingga harus hati-hati bial terdapat payah jantung.
2. Takikardia Ventrikuler (ventr icular tachycardia = VT )
Bila terdapat 3 atau lebih kompleks yang berasal dari ventrikel secara
berurutan dengan laju lebih dari 100 per menit, maka gambaran tersebut disebut
takikardia ventrikuler. Laju QRS biasanya tidak lebih dari 220 per menit dengan
irama yang teratur maupun tidak. Akibat hemodinamik distrimia ini tergantung
terutama pada ada tidaknya disfungsi miokard, misalnya akibat iskemia atau
infark, serta pada frekuensinya. Bisa terdapat disosiasi AV, dan gelombang P
sinus kadang-kadang dapat terlihat diantara kompleks QRS. Konduksi dari
atrium ke ventrikel biasanya dicegah karena nodus AV atau sistem konduksi
ventrikel mengalami istirahat (refractory) setelah depolarisasi ventrikel.
Kadang-kadang konduksi AV bisa terjadi pada saat nodus SAV dan sistem his-
purkinye dalam keadaan non refraktori. Keadaan ini bisa menyebabkan capture
beat , yaitu gambaran antara QRS normal dan kompleks ventrikuler prematur.
7/16/2019 Resume Skenario 4
http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 116/133
Pengobatan takikardia ventrikuler, pada penderita yang hemodinamiknya
stabil adalah dengan lidokain intravena, diawali dengan bolus 1 mg/kgBB (50-
75 mg), dilanjutkan dengan rumat 2-4 mg/kgBB/menit. Nila masih timbul, dapat
diulangi bolus 50 mg/kgBB. Alternatif pengobatan lain adalah dengan
prokainamid, bretilium, meksiletin propanolol intravena, atau amiodaron. Bila
hemodinamik tidak stabil (hipotensi dengan atau tanpa edema paru) segera
lakukan kardioversi dengan DC shock. Bila penderita tidak sadar, tindakan sama
dengan pada fibrilasi ventrikel.
3. Fibrilasi Ventrikel
Fibrilasi ventrikel adalah kondisi terminal dari takikardia ventrikel,
berupa irama yang sangat kacau. Bentuk dan ukuran gelombangnya sangat
bervariasi, dan tidak terlihat gelombang P, QRS maupun T. Tidak ada
depolarisasi ventrikel yang terorganisasi sehingga ventrikel tidak mampu
berkontraksi sebagai suatu kesatuan. Kenyatannya, ventrikel kelihatan seperti
bergetar tanpa menghasilkan curah jantung. Fibrilasi ventrikel merupakan
penyebab henti jantung yang paling sering dan biasanya disebabkan oleh
iskemia akut atau infark miokard. Bentuknya ada yang kasar (coarse) dan halus
( fine) tergantung besarnya amplitudo gelombang fibrilasi.
Pengobatan adalah dengan kardioversi (DC shock). Mula-mula diberikan
200 joules. Fibrilasi yang kasar biasanya baru terjadi dan responsif terhadap
7/16/2019 Resume Skenario 4
http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 117/133
kardioversi. Pada fibrilasi ventrikel yang halus perlu diberikan obat-obat
(adrenalin) sebelum dilakukan konversi. Selama tidak ada irama jantung yang
efektif (pulsasi di pmbuluh nadi dasar tidak teraba) terus menerus dilakukan
resusitasi jantung paru, sambil mengulangi kardioversi dengan dosis listrik yang
lebih besar (360-400 joules). Juga diberikan lidokain bolus intravena 1 mg/kgBB
dan diikuti rumat 2-4 mg/kgBB/menit. Obat-obat resusitasi lainnya diberikan
sesuai dengan protokol resusitasi pada henti jantung.
4. Asistol Ventrikel
Dalam keadaan ini sama sekali tidak ada aktifitas listrik ventrikel.
Gambaran monitor EKG berupa garis ( flat ). Karena tidak ada depolarisasi maka
sama sekali tidak ada kontraksi. Asistol bisa terjadi sebagai kejadian primer pada
henti jantung atau mengikuti fibrilasi ventrikel, atau pada penderita blok jantung
komplit dimana tidak ada pacu penolong alami yang berfungsi.
Harus segera dilakukan resusitasi jantung paru. Bila ada defibrilator
dapat dicoba kardioversi seperti pada fibrilasi ventrikel. Obat-obat resusitasi
(adrenalin, sulfas atropin, isuprel, natrikus bikarboas, kalsium klorida) bisa
dipergunakan. Alat pacu temporer mungkin bermanfaat bila sebelumnya ada
blok jantung komplit.
5. Irama Agonal (I dioventri cular Rhythm )
Gambarannya berupa gelombang QRS yang lebar-lebar dan tidak teratur.
Biasanya sudah tidak ada lagi pulsasi yang teraba (disosiasi elektromekanikal).
Biasanya terjadisetelah beberapa lama pada penderita yang sedang diresusitasi.
7/16/2019 Resume Skenario 4
http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 118/133
Pengobatannya dengan resusitasi dan obat-obatan seperti pada henti
jantung.
6. Torsades de Pointes
Merupakan takikardia ventrikel yang ditandai oleh perubahan bentuk dan
aksis QRS. Torsades de Pointes biasanya diakibatkan oleh pemanjangan interval
QT akibat obat antiaritmia, sindrom long QT, dan Sindrom Brugada.
Tata laksana diberikan magnesium sulfat, Beta blocker, dan pemasangan
alat pacu jantung sementara pada pasien dengan bradikardia.
PR//////
MENGHITUG AKSIS
7/16/2019 Resume Skenario 4
http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 119/133
ANTI-ARITMIA
Pengantar aritmia:
Aritmia jantung bisa menyebabkan jantung:
1. berdenyut terlalu lambat ( sinus bradikardi)
2. berdenyut sangat cepat ( sinus takikardi/ ventrikuler, depolarisasi premature atrium
atau ventrikel, flutter atrial)
3. bereaksi terhadap impuls yg berasal dari luar SA
4. Bereaksi terhadap impuls yg berjalan sepanjang serabut tambahan
ETIOLOGI:
7/16/2019 Resume Skenario 4
http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 120/133
Otomatisasi yang abnormal
Efek obat pada otomatisasi
Abnormalitas pada konduksi impuls
Efek obat-obat pada kelainan konduksi
Dibagi menjadi 4 kelas,
Kelas I
Merupakan obat-obatan yang memblok kanal Na+ pada membran sel sehingga
menurunkan kecepatan maksimal depolarisasi pada fase 0, sehingga tidak terjadi
potensial aksi baru dan kemudian mencegah timbulnya ekstrasistol.
Dibagi menjadi 3 sub kelas:
o Kelas IA
Contoh: kuinidin, prokainamid, disopiramid.
Kelas IA efektif untuk mengatasi takiaritmia supraventrikular dan
takiaritmia ventrikular.
o Kelas IB
Contoh: lidokain, meksiletin, fenitoin, tokainid.
Lidokain dan meksiletin efektif untuk mengendalikan takiaritmia
vantrikuler.
o Kelas IC
Contoh: flekainid, lorkainid, propafenon.
Kelas II
Merupakan β-blocker yang bersifat antiadrenergik sehingga menurunkan
otomatisasi nodus SA, memperpanjang refrakter nodus AV, dan menurunkan
kecepatan konduksi nodus AV.Contoh: propanolol, metoprolol, esmolol, pindolol.
Kelas III
Obat-obatan yang memblok kanal K +. Contoh: amiodaron, bretilium, sotalol.
Kelas IV
Merupakan obat antagonis kalsium, mempunyai efek: inotropik (-), kronotropik
(-) dan hambatan pada konduksi AV. Contoh: verapamil, diltiazem.
Kelas lain: adenosisn, digoksin.
7/16/2019 Resume Skenario 4
http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 121/133
Aritmia ventrikel
Memiliki 3 mekanisme:
a. Automaticity : terjadi percepatan fase 4 dari potensial aksi jantung, biasanya
tercetus pada keadaan akut dan kritis seperti infark, gangguan elektrolit,
asam basa, dan peningkatan tonus adrenergic.
b. Reentry : akibat kelainan kronis seperti infark miokard lama atau
cardiomyopathy dilatasi. Adanya infark menyebabkan terbentuknya jaringan
parut dimana jaringan parut tersebut dapat menjadi sirkuit reentry dan
aritmia dapat timbul kapan saja.
Triggered activity : campuran dari 2 mekanisme di atas. Adanya kebocoran ion ke
dalam sel menyebabkan lonjakan potensial pada akhir fase 3/ awal fase 4 dari aksi
potensial jantung. Bila lonjakan ini bermakna, akan timbul potensial baru dan terjadilah
aritmia.
KRISIS HIPERTENSI
Secara praktis krisis hipertensi dapat diklasifikasikan berdasarkan perioritas pengobatan
, sebagai berikut :
1. Hipertensi emergensi (darurat) ditandai dengan TD Diastolik > 120 mmH,
disertai kerusakan berat dari organ sasaran yag disebabkan oleh satu atau lebih
penyakit/kondisi
2. Akut,Keterlambatan pengobatan akan menyebebabkan timbulnya sequele atau kema
tianTD harus diturunkan sampai batas tertentu dalam satu sampai beberapa jam. Pen
derita perlu dirawat di ruangan intensive care unit atau (ICU).
3. Hipertensi urgensi (mendesak), TD diastolik > 120 mmHg dan dengan tanpa kerusa
kan/komplikasi minimum dari organ sasaran. TD harus diturunkan dalam 24 jam sampai batas yang aman memerlukan terapi parenteral.
Dikenal beberapa istilah berkaitan dengan krisis hipertensi antara lain :
1. Hipertensi refrakter : respons pengobatan tidak memuaskan dan TD >200/110 mmH
g, walaupun telah diberikan pengobatan yang efektif (triple drug) pada
penderita dan kepatuhan pasien.
2. Hipetensi akselerasi : TD meningkat (Diastolik) > 120 mmHg disertai dengan kelain
an funduskopi KW III. Bila tidak diobati dapat berlanjut ke fase maligna.
7/16/2019 Resume Skenario 4
http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 122/133
3. Hipertensi maligna : penderita hipertensi akselerasi dengan TD Diastolik > 120-
130 mmHg dan kelainan funduskopi KW IV disertai papiledema, peniggian tekanan
intrakranial kerusakan yang cepat dari vaskular, gagal ginjal akut, ataupun kematian
bila penderita tidak mendapat pengobatan. Hipertensi maligna, biasanya pada pende
rita dengan riwayat hipertensi essensial ataupun sekunder dan jarang terjadi pada pe
nderita yang sebelumnya mempunyai TD normal.
4. Hipertensi ensefalopati : kenaikan TD dengan tiba-tiba disertai dengan keluhan sakit
kepala yang sangat,perubahan kesadaran dan keadaan ini dapat menjadi reversibl bi
la tidak diturunkan.
Tingginya TD yang dapat menyebabkan kerusakan organ sasaran tidak hany dari tingkat
an TD aktual, tapi juga dari tingginya TD sebelumnya, cepatnya kenaikan TD, bangsa, s
eks
dan usia penderita. Penderita hipertensi kronis dapat mentolelir kenaikan TD yang lebih
tinggi dibanding dengan normotensi, sebagai contoh : pada penderita hipertensi kronis,
jarang terjadi hipertensi ensefalopati, gangguan ginjal dan kardiovaskular dan kejadian
ini dijumpai bila TD Diastolik > 140 mmHg. Sebaliknya pada penderita normotensi atau
pun pada penderita hipertensi baru dengan penghentian obat yang tiba-
tiba, dapat timbul
hipertensi ensefalopati demikian juga pada eklampsi, hipertensi ensefalopati dapat timb
ul walaupun TD 160/110 mmHg.
PATOFISIOLOGI
Ada 2 teori yang dianggap dapat menerangkan timbulnya hipertensi ensefalopati yaitu :
1. Teori “Over Autoregulation”
Dengan kenaikan TD menyebabkan spasme yang berat pada arteriole mengurangialiran darah ke otak (CDF) dan iskemi. Meningginya permeabilitas kapiler
akan menyebabkan
pecahnya dinding kapiler, udema di otak, petekhie,pendarahan dan mikro infark.
2. Teori “Breakthrough of Cerebral Autoregulation”
bila TD mencapai threshold tertentu dapat mengakibtakan transudasi, mikoinfark dan
oedema otak, petekhie, hemorhages, fibrinoid dari arteriole.
Aliran darah ke otak pada penderita hipertensi kronis tidak mengalami perubahan bila
7/16/2019 Resume Skenario 4
http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 123/133
Mean Arterial Pressure ( MAP ) 120 mmHg – 160 mmHg, sedangkan pada penderita
hipertensi baru dengan MAP diantara 60 – 120 mmHg. Pada keadaan hiper kapnia,
autoregulasi menjadi lebih sempit dengan batas tertinggi 125 mmHg, sehingga perubaha
n
yang sedikit saja dari TD menyebabkan asidosis otak akan mempercepat timbulnya
oedema otak.
DIAGNOSA
Diagnosa krisis hipertensi harus ditegakkan sedini mungkin, karena hasil terapi tergantu
ng kepada tindakan yang cepat dan tepat. Tidak perlu menunggu hasil pemeriksaan yan
g menyeluruh walaupun dengan data-
data yang minimal kita sudah dapat mendiagnosa suatu krisis hipertensi.
Anamnesa : Sewaktu penderita masuk, dilakukan anamnesa singkat.
Hal yang penting ditanyakan :
1. Riwayat hipertensi : lama dan beratnya.
2. Obat anti hipertensi yang digunakan dan kepatuhannya.
3. Usia : sering pada usia 40 – 60 tahun.
4. Gejala sistem syaraf ( sakit kepala, hoyong, perubahan mental, ansietas ).
5. Gejala sistem ginjal ( gross hematuri, jumlah urine berkurang ).
6. Gejala sistem kardiovascular ( adanya payah jantung, kongestif dan oedem paru, nyer
i dada ).
7. Riwayat penyakit : glomerulonefrosis, pyelonefritis.
8. Riwayat kehamilan : tanda eklampsi.
Pemeriksaan fisik : Pada pemeriksaan fisik dilakukan pengukuran TD ( baring dan berdiri ) mencari kerusak
anorgan sasaran ( retinopati, gangguan neurologi, payah jantung kongestif, altadiseksi ).
Perlu dibedakan komplikasi krisis hipertensi dengan kegawatan neurologi ataupun paya
h
jantung, kongestif dan oedema paru. Perlu dicari penyakit penyerta lain seperti penyakit
jantung koroner.
7/16/2019 Resume Skenario 4
http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 124/133
Pemeriksaan penunjang :
Pemeriksaan penunjang dilakukan dua cara yaitu :
1. Pemeriksaan yang segera seperti :
a. darah : rutin, BUN, creatirine, elektrolik, KGD.
b. urine : Urinelisa dan kultur urine.
c. EKG : 12 Lead, melihat tanda iskemi.
d. Foto dada : apakah ada oedema paru ( dapat ditunggu setelah pengobatan terlaksana ).
2. Pemeriksaan lanjutan ( tergantung dari keadaan klinis dan hasil pemeriksaan yang per
tama ) :
a. sangkaan kelainan renal : IVP, Renald angiography ( kasus tertentu ), biopsi renald (
kasus tertentu ).
b. menyingkirkan kemungkinan tindakan bedah neurologi : Spinal tab, CAT Scan.
c. Bila disangsikan Feokhromositoma : urine 24 jam untuk Katekholamine, metamefrin,
venumandelic Acid ( VMA ).
Difrensial diagnosa
Krisis hipertensi harus dibedakan dari keadaan yang menyerupai krisis hipertensi seperti
:
Hipertensi berat
Emergensi neurologi yang dapat dikoreksi dengan pembedahan.
Ansietas dengan hipertensi labil.
Oedema paru dengan payah jantung kiri.
PENGOBATAN KRISIS HIPERTENSI.
Pemakaian obat-obat untuk krisis hipertensi
1.
Sodium Nitroprusside : merupakan vasodelator direkuat baik arterial maupun venous. Secara i. V mempunyai onsep of action yang cepat yaitu : 1 – 2 dosis 1 –
6 ug / kg / menit.
Efek samping : mual, muntah, keringat, foto sensitif, hipotensi.
2. Nitroglycerini : merupakan vasodilator vena pada dosis rendah tetapi bila denga
n dosis tinggi sebagai vasodilator arteri dan vena. Onset of action 2 –
5 menit, duration of action 3 – 5 menit.
Dosis : 5 – 100 ug / menit, secara infus i. V.
7/16/2019 Resume Skenario 4
http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 125/133
Efek samping : sakit kepala, mual, muntah, hipotensi.
3. Diazolxide : merupakan vasodilator arteri direk yang kuat diberikan secara i. V b
olus.
Onset of action 1 – 2 menit, efek puncak pada 3 – 5 menit, duration of action 4 –
12 jam.
Dosis permulaan : 50 mg bolus, dapat diulang dengan 25 –
75 mg setiap 5 menit sampai TD yang diinginkan.
Efek samping : hipotensi dan shock, mual, muntah, distensi abdomen, hiperuricemia, ari
tmia, dll.
4. Hydralazine : merupakan vasodilator direk arteri. Onset of action : oral 0,5 –
1 jam, i.v : 10 – 20 menit duration of action : 6 – 12 jam.
Dosis : 10 – 20 mg i.v bolus : 10 – 40 mg i.m
Pemberiannya bersama dengan alpha agonist central ataupun Beta Blocker untuk mengu
rangi refleks takhikardi dan diuretik untuk mengurangi volume intravaskular.
Efeksamping : refleks takhikardi, meningkatkan stroke volume dan cardiac out put, eksa
serbasi angina, MCI akut dll.
5. Enalapriat : merupakan vasodelator golongan ACE inhibitor. Onsep on action 15
– 60 menit.
Dosis 0,625 – 1,25 mg tiap 6 jam i.v.
6. Phentolamine ( regitine ) : termasuk golongan alpha andrenergic blockers. Terut
ama untuk mengatasi kelainan akibat kelebihan ketekholamin. Dosis 5 –
20 mg secar i.v bolus atau i.m. Onset of action 11 – 2 menit, duration of action 3 –
10 menit.
7. Trimethaphan camsylate : termasuk ganglion blocking agent dan menginhibisi si
stem simpatis dan parasimpatis. Dosis : 1 – 4 mg / menit secara infus i.v. Onset of action : 1 – 5 menit.
Duration of action : 10 menit.
Efek samping : opstipasi, ileus, retensia urine, respiratori arrest, glaukoma, hipotensi, m
ulut kering.
8. Labetalol : termasuk golongan beta dan alpha blocking agent.
Dosis : 20 – 80 mg secara i.v. bolus setiap 10 menit ; 2 mg / menit secara infus i.v.
Onset of action 5 – 10 menit
7/16/2019 Resume Skenario 4
http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 126/133
Efek samping : hipotensi orthostatik, somnolen, hoyong, sakit kepala, bradikardi,dll
Juga tersedia dalam bentuk oral dengan onset of action 2 jam, duration of action 10 jam
dan efek samping hipotensi, respons unpredictable dan komplikasi lebih sering dijumpai
.
9. Methyldopa : termasuk golongan alpha agonist sentral dan menekan sistem syara
f simpatis.
Dosis : 250 – 500 mg secara infus i.v / 6 jam.
Efek samping : Coombs test ( + ) demam, gangguan gastrointestino, with drawal sindro
me dll. Karena onset of actionnya bisa takterduga dan kasiatnya tidak konsisten, obat ini
kurang disukai untuk terapi awal.
10. Clonidine : termasuk golongan alpha agonist sentral.
Dosis : 0,15 mg i.v pelan-
pelan dalam 10 cc dekstrose 5% atau i.m.150 ug dalam 100 cc dekstrose dengan titrasi d
osis.
Onset of action 5 – 10 menit dan mencapai maksimal setelah 1 jam atau beberapa jam
Efek samping : rasa ngantuk, sedasi, hoyong, mulut kering, rasa sakit pada parotis. Bila
dihentikan secara tiba-tiba dapat menimbulkan sindroma putus obat. Walaupun akhir-
akhir ini ada kecenderungan untuk memberikan obat-
obat oral yang cara pemberiannya lebih mudah tetapi pemberian obat parenteral adalah l
ebih aman. Dengan Sodium nitrotprusside, Nitroglycirine, Trimethaphan TD dapatditur
unkan baik secara perlahan maupun cepat sesuai keinginan dengan
cara menatur tetesan infus. Bila terjadi penurunan TD berlebihan,infus distop dan
TD dapat naik kembali dalam beberapa menit.
7/16/2019 Resume Skenario 4
http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 127/133
KEMATIAN MENDADAK (SUDDEN DEATH)
Definisi
Kematian yang terjadi dalam waktu kurang atau sama dengan 24 jam setelah
gejala penyakit atau kelainan tubuh yang menyebabkan kematian timbul.
Biasanya terjadi tidak terduga (unexpected death).
Bila kematian terjadi kurang atau sama dengan 1 jam dari onset gejala
kematian seketika (instantaneous death).
Dalam menghadapi kematian mendadak biasanya oleh keluarga, dokter
dimintai surat kematian sebagai dokter harus berhati-hati.
Harus ditentukan dahulu apakah suatu kematian wajar atau tidak wajar.
Bila tidak dapat menentukan tidak boleh mengisi/membuat surat
kematian.
Keluarga/dokter melapor kpd. Penyidik untuk otopsi.
Pada kematian mendadak, tindakan otopsi adalah penting untuk mencatat :
a. Kematian wajar atau tidak wajar.
b. Apa sebab kematian korban.
Bila tanpa otopsi kesalahan 75 %
Dengan otopsi kesalahan 2 %
Contoh :
a. Seseorang dengan trauma kepala; tidak ada gejala/keluhan, setelah beberapa
hari mengeluh pusing, kesadaran menurun meninggal dunia. Oleh
keluarga dianggap mati wajar. Setelah di-otopsi Epidural Bleeding yang
mematikan. Hal ini oleh karena adanya “Lucide Interval”.
b.
Seseorang mati mendadak dengan luka-2 di kepala. Oleh keluarga dianggapmati tak wajar. Lapor penyidik – otopsi. Setelah otopsi didapatkan MCI
luasMati wajar. Luka di kepalanya akibat jatuh waktu ada serangan MCI.
c. Ada orang meninggal oleh karena tersengat listrik/keracunan. Bila pada
Pemeriksaan Luar tidak didapatkan kelainan dianggap mati wajar. Tanpa
dilakukan otopsi seringkali terjadi kesalahan.
Incidence Kematian Mendadak:
a. Usia : 35 – 70 th.
7/16/2019 Resume Skenario 4
http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 128/133
b. Bayi 6 – 8 bulan.
c. Laki-2 > wanita
d. Di Kota > di desa
Penyebab Kematian Mendadak
I. Neonatal : (Lahir – 4 minggu)
– Wajar : anomali congenital, infeksi.
– Mati tidak wajar :Kecelakaan : Perdarahan placenta, Pembunuhan : smothering.
II. Childhood : (1 bulan – 1 tahun)
– Wajar : Anomali congenital, infeksi.
– Mati tidak wajar : Kecelakaan, Pembunuhan Battered Child Syndrome.
III. Dewasa :
– Mati wajar :
a. Sistem Cardiovasculer.
b. Sistem Saraf Pusat (CNS)
c. Sistem Respirasi.
d. Sistem Gastrointestinal.
e. Sistem Urogenital.
– Mati Tidak Wajar :
a. Kecelakaan : Vagal Inhibition Reflex, Bolus Death,
b. Pembunuhan : Trauma, Throttling.
c. Bunuh diri : Intoksikasi, Hanging, Trauma.
Penyebab kematian mendadak MCI.
a. Penyebab MCI :
– Arteriosclerosis/Atheroma.
–
Emboli thrombus a.Coronaria. – Aortitis luetica.
– Kelainan congenital.
b. Akibat oclusi a.coronaria
– Sudden Death.
– Myocardial infarction.
– Rupture jantung.
– Myocard fibrosis.
7/16/2019 Resume Skenario 4
http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 129/133
– Aneurysma jantung.
– Pericarditis.
Insidens oclusi a.coronaria
a. 67% penyakit jantung
b. Laki-2 : wanita = 3 : 2.
c. Orang kota lebih sering.
d. Overweight lebih sering.
Lokasi oclusi a.coronaria
• R.descendens a.coronaria sinistra. 45-65%
• Ostium a.coronaria dextra. 25-45%
• R.circumflexa a.coronaria sinistra. 3-10%
• Ostium a.coronaria sinistra.0-10%
Pada Myocard infarct otopsi untuk menentukan :
a. Cara kematian.
b. Sebab kematian.
c. Mencari hubungan trauma dengan MCI.
Macroscopic :
• Bila hidup > 8 jam.
• Myocard warna kepucatan.
• Penyembuhan merah kebiruan.
• Necrotic kekuningan (24 jam).
• Terdapat garis-2 merah & pucat Trigoid.
CRIB DEATH = COT DEATH =Sudden Infant Death Syndrome
a.
Bayi sehat/sakit ringan
meninggal dunia. b. Kemungkinan oleh karena :
– Status thymolymphaticus.
– Neurogenic shock.
– Metabolic disease.
– Hypogamma globulinaemia.
– Anaphylactic shock.
– Hypersensitif thd. Ag susu sapi.
7/16/2019 Resume Skenario 4
http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 130/133
– Pertumbuhan gld.parathyroid tidak sempurna.
– Infeksi virus.
c. Usia paling banyak < 6 bulan, terutama 2-4 bln.
d. 40% dengan gejala infeksi tr.rspiratorius.
e. Keadaan sosek kurang.
f. Perawatan jelek.
g. Keluarga banyak.
BATTERED CHILD SYNDROME.
a. Bayi / anak kurang atau sama dengan 5 tahun mengalami kekerasan fisik
yg.ringan dan berulang sampai meninggal dunia.
b. Pelaku :
– Pengasuh/ortunya dg.kelainan jiwa.
– Problem perkawinan.
c. Cara kejadian :
– Dipukul, ditendang, dicabuti rambutnya.
– Disulut dengan rokok / api.
– Dibiarkan kelaparan.
d. Pemeriksaan yang penting :
– Riwayat anak.
– Keadaan pengasuh / kedua ortunya.
– Riwayat kejadian sampai meninggal.
– Keadaan rumah / tempat kejadian.
CRIB DEATH = COT DEATH = Sudden Infant Death Syndromea. Hasil Otopsi :
– Biasanya terdapat Diaper rash.
– Terdapat luka-2 lama dan baru.
– Rontgen terdapat fracture terutama tulang-tulang tengkorak, costae,
tulang panjang.
– Epidural Bleeding, Subdural Bleeding, Subarachnoid bleeding, Contusio
Cerebri.
7/16/2019 Resume Skenario 4
http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 131/133
– Laceratio Cerebri lama dan baru
Kesimpulan VR Kematian Mendadak
a. Tidak ada hubungan dengan trauma
b. Ada hubungan dengan trauma:
– Natural disease mendasari trauma
– Trauma mendasari Natural disease.
c. Trauma dan Natural Disease sama-2 mematikan bersaing.
d. Bila ada kematian mendadak otopsi. Pemeriksaan harus berhati-hati dan lebih
teliti
e. Penyebab kematian mati mendadak yang paling sering adalah mati wajar.
f. Tanpa otopsi menentukan sebab kematian kesalahan besar.
7/16/2019 Resume Skenario 4
http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 132/133
TRIASE KEGAWATDARURATAN KARDIOVASKULER
PENDEKATAN TRIASE MENURUT PENAMPILAN
Dalam pekerjaan gawat darurat kardiovaskuler pemilahan penderita pada waktu
datang di ruang gawat darurat adalah berdasarkan : nyeri dada, sesak nafas, gangguan
kesadaran, tekanan darah, gangguan irama, dan ruda paksa.
NYERI DADA
Gawat
Nyeri dada menetap dengan penjalaran ke leher, lengan, atau rahang dan disertai
gambaran iskemia pada EKG, tidak berkurang dengan istirahat atau nitrogliserin. Rasa
lemah waktu aktifitas fisik, pucat dan keringat dingin, hipotensi, takikardia, irama tidak
teratur, bising atau thrill yan tidak ada sebelumnya, ronki basah.
Cukup gawat
Intensitas nyeri sedang, dapat diatasi dengan istirahat, atau nitrogliserin, nyeri
dada substernal, yang berulang tanpa ada kelainan pemeriksaan fisik, episode nyeri dada
pada infark lama yang kemudian menghilang. Keluhan atau tanda penyakit pericardium.
Nyeri dengan riwayat ata tanda gagal jantung yang bertambah.
Kurang gawat
Angina tipikal stabil, yang timbul karena bekerja yang segera dapat dihilangkan
dengan istirahat atau nitrogliserin serta tidak ada riwayat kelainan yang baru dan
pemeriksaan fisik normal.
Nyeri dada tidak khas jangan dianggap non-kardiak sebelum disingkirkan
kemungkinan kardiak.
SESAK
Gawat
Dianggap gawat bila frekuensi nafas 40x/menit atau lebih. Sesak nafas meninkat
waktu berbaring, disertai gelisah dan kelihatan sakit berat, batuk terus menerus (kadang
disertai darah), atau disertai nyeri dada, nyeri punggung, bising diastolik, nadi asimetris,
atau aritmia.
Cukup gawat
7/16/2019 Resume Skenario 4
http://slidepdf.com/reader/full/resume-skenario-4 133/133
Dikatakan cukup gawat bila penderita merasa terganggu tetapi tidak tampak
sakit berat, pernafasan kurang dari 40x/menit, merasa lebih enak bila bantal ditinggikan.
Tekanan vena jugularis meningkat sedikit.
Kurang gawat
Pernafasan kurang dari 30x/menit. Rasa cukup enak meskipun tidur datar,
tekanan vena jugularis normal, tidak ada ronki.
GANGGUAN KESADARAN
Gawat
Sinkop disertai gangguan irama atau tekanan darah abnormal
Cukup gawat
Sinkop dengan latar belakang gangguan fungsi alat pacu atau katup buatan,
adanya flebitis, nyeri dada atau gangguan neurologis. Penderita dengan : riwayat
resusitasi, dalam pengobatan antiaritmia, nadi lambat, tekanan jugularis meninggi,
pulsus paradoksus, gagal jantung, bising karotis.
Kurang gawat
Bisa berupa sinkop ataupun presinkop karena obat vasodilator, hipotensi
ortostatik, sinkop pasca mituriksi atau vasovagal. Curigai non-kardiak bila ada kejang
epilepsy, hipoglikemia, trauma kepala, perdarahan atau banyak kehilangan cairan.