resume

10
Perkembangan ISPO System (Indonesian Sustainable Palm Oil) dan Reaksi Pasar Semenjak diluncurkannya skema Indonesian Palm Oil pada Maret 2011, banyak yang telah dilakukan oleh komisi ISPO, usaha tersebut antara lain melengkapi semua Prinsip dan Kriteria yaitu : Petani Plasma dan Petani Swadaya, ISPO juga menyiapkan ketentuan ISPO, CPO untuk energi terbarukan atau bioenergi. Disamping itu karena sejak tahun 2011 hingga saat ini banyak peraturan perundangan yang baru yang harus ditampung didalam prinsip dan kriteria pengusaha perkebunan dan diperlukan perbaikan dari ketentuan yang lama untuk dibuat menjadi lebih jelas dan mudah mengerti oleh auditor dan pengusaha perkebunan. Rencana revisi Permentan 19 Tahun 2011 masih dalam proses. Pada tahun 2014, setiap perusahaan kelapa sawit wajib memiliki sertifikat ISPO. Dan salah satu hal yang akan dievaluasi dalam penilaian ini adalah soal pembangunan plasma. Selain itu pemerintah juga akan melakukan pengawasan terhadap pembangunan plasma dan menindak tegas perusahaan yang tidak membangun kebun-kebun tersebut dengan baik dengan luasan sesuai dengan ketentuan. Pemerintah akan melakukan pengawasan terhadap penerapan Permentan no 26 tahun 2007 pasal 11 tentang kewajiban membangun kebun untuk masyarakat sekitar paling rendah seluas 20% dari total luas areal kebun yang diusahakan. Di dalam Permentan disebutkan pembangunanya dapat dilakukan dengan pola kredit, hibah atau bagi hasil. Pembangunan kebun untuk

Upload: satryavandicka

Post on 15-Nov-2015

213 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Palm Oil

TRANSCRIPT

Perkembangan ISPO System (Indonesian Sustainable Palm Oil) dan Reaksi PasarSemenjak diluncurkannya skema Indonesian Palm Oil pada Maret 2011, banyak yang telah dilakukan oleh komisi ISPO, usaha tersebut antara lain melengkapi semua Prinsip dan Kriteria yaitu : Petani Plasma dan Petani Swadaya, ISPO juga menyiapkan ketentuan ISPO, CPO untuk energi terbarukan atau bioenergi.Disamping itu karena sejak tahun 2011 hingga saat ini banyak peraturan perundangan yang baru yang harus ditampung didalam prinsip dan kriteria pengusaha perkebunan dan diperlukan perbaikan dari ketentuan yang lama untuk dibuat menjadi lebih jelas dan mudah mengerti oleh auditor dan pengusaha perkebunan. Rencana revisi Permentan 19 Tahun 2011 masih dalam proses.Pada tahun 2014, setiap perusahaan kelapa sawit wajib memiliki sertifikat ISPO. Dan salah satu hal yang akan dievaluasi dalam penilaian ini adalah soal pembangunan plasma. Selain itu pemerintah juga akan melakukan pengawasan terhadap pembangunan plasma dan menindak tegas perusahaan yang tidak membangun kebun-kebun tersebut dengan baik dengan luasan sesuai dengan ketentuan. Pemerintah akan melakukan pengawasan terhadap penerapan Permentan no 26 tahun 2007 pasal 11 tentang kewajiban membangun kebun untuk masyarakat sekitar paling rendah seluas 20% dari total luas areal kebun yang diusahakan. Di dalam Permentan disebutkan pembangunanya dapat dilakukan dengan pola kredit, hibah atau bagi hasil. Pembangunan kebun untuk masyarakat ini dilakukan bersamaan dengan pembangunan kebun perusahaan dan rencana pembangunan kebun untuk masyarakat harus diketahui bupati/walikota.Menurut Dirjen Perkebunan, Gamal Nasir Permentan ini berlaku bagi seluruh perkebunan setelah tahun 2007. Sedangkan untuk perkebunan yang sudah memiliki HGU sebelum tahun tersebut tetap diwajibkan untuk bermitra dengan masyarakat melalui CSR berdasarkan UU perseroan. Namun pada saat perpanjangan HGU, aturan plasma 20 persen tersebut tetap dikenakan pada perusahaan tersebut. Pembangun kebun masyarakat tidak harus dilaksanakan di areal HGU milik perusahaan, karena kalau seperti ini maka masyarakat bisa menuntut kebun-kebun yang HGUnya sudah tertanami semua. Perusahaan bisa membangun kebun masyarakat di luar HGU atau dilahan milik masyarakat dengan pola apa saja yang penting minimal 20% bisa tercapai.Hal ini akan memudahkan perusahaan untuk membangun kemitraan. Masyarakat sekitar kebun juga mendapat manfaat dari adanya perusahaan perkebunan sebab lahan mereka bisa dibangunkan kebun sawit. Tetapi kalau ada perusahaan yang sedang membangun dan menyisihkan 20% dari luar HGUnya untuk kebun kelapa sawit masyarakat hal itu lebih bagus. Keterkaitan pengusaha perkebunan kelapa sawit untuk disertifikasi oleh ISPO cukup besar, namun masih banyak hambatan yang diselesaikan milsalnya kepemilikan HGU, Izin Lingkungan dan Suplai ke Pihak ke 3 yang harus Sustainable. Pabrik Kelapa Sawit yang ada di Indonesia diperkirakan sekitar lebih dari 1000 Mill, Penilaian Usaha Perkebunan terhadapa pengusaha kebun kelapa sawit berikut Mill/PKS telah mencapai 820 lebih. Dari jumlah ini hanya sekitar 200 perusahaan yang dalam proses audit dan jumlah jumlah yang mengajukan permohonan sertifikasi ialah sekitar 600 perusahaan perkebunan kelapa sawit.Dari Laporan Audit Lembaga Sertifikasi, perusahaan yang mengajukan permohonan sertifikasi, pada umumnya perussahaan yang gagal mendapatkan sertifikasi disebabkan masalah legalitas lahan :Perubahan Yang Penting1. Unit Sertifikasi terdiri dari satu perusahaan wajib berada dibawah satu Akta dari satu perusahaan atau PT yang berupaprofit entity. Perusahaan yang memiliki lebih dari satu PT dapat disertifikasi melalui group.2. Perusahaan yang akan disertifikasi harus memiliki kebun dan telah memiliki Hak Guna Usaha (HGU) , izin pengolahan yang terintegrasi dalam Izin Usaha Perkebunan (IUP), bila suplai bahan bahan baku sebagian datang dari perusahaan yang sama tapi belum memiliki IUP dan HGU, maka perusahaan tersebut tidak dapat disertifikasi tetapi dapat menjadi pemasok bahan baku, dan tetap diproses.3. Bila perusahaan pemasok bahan baku tersebut memilki sertikat seperti yang dimaksud pada point 2 , maka perusahaan tersebut dapat disertifikasi atas produksi buah yang sustainable yang dipasok,apabila ketentuan MenteriPertanian pengganti Permentan 19 tahun 2011 telah terbit.4. Perusahaan karena yang satu dan lain hal memiliki kebun yang tidak cukup luas dapat bermitra dengan petani (sesuai Permentan No.98 Tahun 2013). apabila ketentuan Menteri Pertanian pengganti Permentan 19 tahun 2011 telah terbit.5. PKS atau mill yang tidak memiliki kebun bila dapat memenuhi syarat sesuai Permentan No.98 tahun 2013 dapat bermitra dengan petani dengan perjanjian sesuai ketentuan yang berlaku. 6. Untuk selanjutnya penerapan hal hal ketentuan yang baru /terakhir ini akan disiapkan oleh Sekretariat ISPO, berupa petunjuk pelaksanaan.7. Petunjuk yang sama akan diterbitkan juga bagi P dan C petani plasma dan petani swadaya, termasuk pembentukan kelompok dan internal control systemPerubahan pada Permentan No.19 tahun 2011 tidak terlalu berbeda dengan P and C yang sesuai ketentuan tersebut, namun revisi sangat diperlukan karena beberapa peraturan yang terkait telah terbit misalnya ketentuan mengenai moratorium berdasarkan Instruksi Presiden No.10 Tahun 2011 tentang Penundaan Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut diperpanjang dengan Instruksi Presiden No.6 Tahun 2013 tentang Penundaan Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut. Peraturan lain yang harus dimasukkan kedalam ketentuan ISPO dan diimplementasikan ialah Permentan No.98 Tahun 2013 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan dan yang cukup penting juga ialah Undang Undang No.18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.Beberapa persyaratan juga diganti atau dibuat lebih rinci salah satu yang cukup penting ialah penilaian Nilai Konservasi Tinggi (NKT) pada Permentan No.19 tahun 2011 tetang Pedoman Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan, namun karena istilah NKT tidak terdapat dalam ketentuan Indonesia, maka perlindungan yang wajib dilakukan oleh warga negara Indonesia ialah kawasan lindung dan perlindungan terhadap satwa dan tumbuhan langka. Kedua hal tersebut diatas diatur dalam Keppres No 32 Tahun 1990 tentang Kawasan lindung dan dalam Undang Undang No.5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Penerapan kebijakan yang menyangkut Kawasan Lindung dan Keanekaragaman Sumber Daya Alam Hayati juga termasuk yang harus di perhatikan ialah Undang Undang Kehutanan dan Undang undang No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Masalah Industri SawitPersoalan pertama adalah terkait tata ruang di provinsi penghasil sawit yang masih bermasalah karena tidak sinkronnya pemerintah pusat dan daerah.Kedua, beberapa peraturan pemerintah yang kontra terhadap perkembangan industri sawit di Indonesia. Beberapa peraturan itu seperti PP 71/2014 tentang perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut. Peraturan itu membuat investasi sawit di gambut mengalami kerugian sekitar Rp136 triliun. Lalu, peraturan UU 18/2014 tentang pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan, UU mengatur tentang perusahaan dilarang membeli hasil perkebunan dari kebun liar yang diindikasi hasil perusakan hutan. Asmar Arsjad, Sekjen Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo), mengatakan peraturan itu tidak menjelaskan secara detail yang mana kebun rakyat dan hutan.Ketiga, terkait hambatan dalam perdagangan crude palm oil (CPO) di Eropa. Lalu, hal yang sama juga dilakukan oleh Amerika Serikat dengan alasana CPO tidak memenuhi standar Green House Gas (GHG).Keempat, masih banyaknya kampanye negatif industri sawit di Indonesia yang datang dari luar negeri. Isu negatifnya berupa lingkungan, kesehatan, pemusnahan hewan langka, sampai isu hak asasi manusia (HAM).

Contoh Kasus Masalah SawitSkalanews - Petani sawit di Jambi mengeluhkan adanya perbedaan harga pembelian Tandan Buah Segar (TBS) oleh perusahaan, sebab harga TBS petani non plasma jauh lebih rendah dari kesepakatan, sementara harga TBS plasma tetap tinggi.Hal tersebut diungkapkan salah satu petani sawit asal Kabupaten Muarojambi, Alex Sinaga, saat menghadiri rapat penetapan harga yang digelar setiap pekan di Dinas Perkebunan Provinsi Jambi, Kamis.Menurut dia, jika harga kesepakatan ditetapkan Rp1.650,42/kg maka perusahaan akan membeli paling tinggi hanya Rp1.100/kg, harga tersebut jauh lebih rendah dari harga yang ditetapkan dalam rapat.Selain itu, perusahaan yang ada di Jambi berjumlah 40 perusahaan, namun yang hadir saat rapat hanya perwakilan 10 perusahan.Bahkan pihak perusahaan hanya mengutus orang yang tidak bisa mengambil keputusan, sehingga jika ada pertanyaan tidak bisa dijawab secara lugas.

Promosi dan Permintaan pasar

Dalam 3 tahun penerapan ISPO, persyaratan dan mekanismanya telah dilengkapi, sampai saat ini terdapat 63 perusahaan yang telah disertifikasi yang meliputi luas 559,670,85 ha dengan produksi CPO sebesar 2.981.626,83 ton. Walaupun ISPO telah melakukan promosi ke beberapa negara seperti Inggeris, Belanda, Jerman, Cina dan India dan beberapa pembeli ingin membeli CPO yang disertifikasi oleh ISPO. Pemerintah belum dapat mengatur lebih lanjut mengenai perdagangan minyak sawit yang sustainable tersebut karena total produksi CPO bersertifikat ISPO masih terlalu kecil dibandingkan dengan produksi total CPO Indonesia yang mendekati 30 Juta Ton.

Jaminan yang diberikan oleh sertifikat ISPO ialah perusahaan perkebunan kelapa sawit bahwa perusahaan tersebut menerapkan semua ketentuan pemerintah Indonesia, untuk memproduksi minyak sawit berkelanjutan dan keberadaan legalitas menurut ketentuan yang berlaku.Metrotvnews.com, Jakarta: Kementerian Perdagangan (Kemendag) menegaskan, kebijakan aturan Letter of Credit (L/C) akan diberlakukan pada 1 April. Meskipun ditentang banyak pihak karena menyulitkan pengusaha dalam negeri, namun aturan wajib L/C tersebut harus diterapkan guna mendukung upaya pelestarian sumber daya alam dan memastikan akurasi devisa hasil ekspor.

Seperti diketahui, Kemendag sebelumnya telah mengeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 4 Tahun 2014 mengenai ketentuan penggunaan L/C untuk ekspor empat komoditas, yakni mineral, batu bara, kelapa sawit dan minyak dan gas bumi (migas). Dirjen Perdagangan Luar Negeri (Daglu) Kemendag, Partogi Pangaribuan mengatakan, pihaknya saat ini tengah membahas mengenai keberatan yang diajukan pengusaha bersama Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Kemenko Perekonomian).

"Semua perusahaan banyak mengajukan keberatan. Yang pasti peraturan ini wajib berlaku 1 April soal L/C itu," kata Dirjen Perdagangan Luar Negeri (Daglu), dalam media briefing di kantornya, Jalan MI Ridwan Rais No 5, Jakarta Pusat, Selasa (24/3/2015).

Ia mengakui, keberatan yang diutarakan para pengusaha tersebut wajar dilakukan. Pasalnya, para pengusaha memiliki hak untuk mengajukan keberatan aturan wajib L/C. Namun pihaknya tetap menegaskan untuk menjalankannya, sebab jika diberlakukan, maka pemerintah dapat memastikan pendapatan dari hasil ekspor yang dilakukan para eksportir.

"Banyak yang ajukan keberatan, di industri CPO, pertambangan, batubara, Migas. Mereka punya hak, tidak bisa kita marahi juga," pungkas Partogi.

Aturan L/C ini sebenarnya sudah pernah diterapkan sebelumnya, namun tidak berlakukan pada sektor migas. Pada 2009, Kemendag mewajibkan penggunaan L/C untuk beberapa komoditas seperti kakao, karet, kopi, sawit, produk tambang, dan timah. Namun, setahun kemudian pemerintah mencabut aturan tersebut karena dinilai penggunaan L/C sudah tak terlalu efektif.

Bisnis.com, DENPASAR Kepengurusan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia yang baru terpilih hari ini pun harus menghadapi berbagai persoalan industri sawit.Joko Supriyono, sebagai ketua yang baru terpilih harus mengadapi lima persoalan dalam industri sawit saat ini.

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN TENTANG PERUBAHAN ATASPERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR P.33/MENHUTII/2010 TENTANG TATA CARA PELEPASAN KAWASAN HUTANPRODUKSI YANG DAPAT DIKONVERSI.Kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi yang akan dilepaskan untuk kepentingan pembangunan perkebunan, diatur pelepasannya dengan komposisi 80% (delapan puluh perseratus) untuk perusahaan perkebunan dan 20% (dua puluh perseratus) untuk kebun masyarakat dari total luas kawasan hutan yang dilepaskan dan dapat diusahakan oleh perusahaan perkebunan.Perusahaan perkebunan yang menerima 80% (delapan puluh perseratus) dari kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi yang dilepaskan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diwajibkan melakukan kemitraan pembangunan kebun masyarakat melalui sepengetahuan Bupati/ Walikota.Perusahaan perkebunan yang memiliki IUP atau IUP-B, wajib membangun kebun untuk masyarakat sekitar paling rendah seluas 20% (dua puluh per seratus) dari total luas areal kebun yang diusahakan oleh perusahaan.Pembangunan kebun untuk masyarakat sebagaimana dimaksud dapat dilakukan antara lain melalui pola kredit, hibah, atau bagi hasil.Pembangunan kebun untuk masyarakat dilakukan bersamaan dengan pembangunan kebun yang diusahakan oleh perusahaan.Rencana pembangunan kebun untuk masyarakat sebagaimana dimaksud harus diketahui oleh Bupati/Walikota.