resume andre

37
PENGARUH DIVERSIFIKASI PERUSAHAAN TERHADAP EXCESS VALUE DENGAN KEPEMILIKAN MANAJERIAL SEBAGAI VARIABEL MODERASI DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2008-2009 Oleh : Andre Insitut Bisnis & Informatika Kwik Kian Gie Email : [email protected] ; HP : 08568203678 Carmel Meiden Insitut Bisnis & Informatika Kwik Kian Gie Email : [email protected] ; HP : 08176376576 Abstract The purpose of this study is to empirically study the effect of the level of diversification and firm characteristics on firm value. The theory underlying this research is agency theory. Implication of theory tell the more the number of business segments, the company diversified so that the performance of the company’s decline, so the level of diversification has a positive relationship with firm performance. The population used in this study are all the companies, which are included in the manufacturing companies listed on the Indonesia Stock Exchange during the period 2008-2009. By using judgment sampling, obtained samples used in this study were 65 companies. Data analysis techniques to test each variable and testing hypotheses through multiple linear regression analysis. The test used is the F- test, t test, classical assumption test. 1

Upload: gloria-chan

Post on 12-Dec-2015

270 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

kkk

TRANSCRIPT

Page 1: Resume Andre

PENGARUH DIVERSIFIKASI PERUSAHAAN TERHADAP EXCESS VALUE

DENGAN KEPEMILIKAN MANAJERIAL SEBAGAI VARIABEL

MODERASI DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2008-2009

Oleh :

Andre

Insitut Bisnis & Informatika Kwik Kian Gie

Email : [email protected]; HP : 08568203678

Carmel Meiden

Insitut Bisnis & Informatika Kwik Kian Gie

Email : [email protected]; HP : 08176376576

Abstract

The purpose of this study is to empirically study the effect of the level of diversification and firm characteristics on firm value. The theory underlying this research is agency theory. Implication of theory tell the more the number of business segments, the company diversified so that the performance of the company’s decline, so the level of diversification has a positive relationship with firm performance.

The population used in this study are all the companies, which are included in the manufacturing companies listed on the Indonesia Stock Exchange during the period 2008-2009. By using judgment sampling, obtained samples used in this study were 65 companies. Data analysis techniques to test each variable and testing hypotheses through multiple linear regression analysis. The test used is the F-test, t test, classical assumption test.

The research result in findings that significantly influence the level of diversification of the excess value of the company. Factors that influence the characteristics of leverage, DUMSEK1, Size, while no effect is earnings growth, and ROA. Managerial ownership as a moderating variable weaken the positive relationship between corporate diversification on firm performance.

Keywords: Excess Value, level of diversification, leverage, Earnings Growth, size

1

Page 2: Resume Andre

1. Pendahuluan

1.1. Latar Belakang

Krisis global yang mulai terasa sejak tahun 2007 memengaruhi keberadaan perusahaan baik secara langsung maupun tidak langsung.Perusahaan sejatinya selalu melakukan pengembangan guna meningkatkan keunggulan kompetitif untuk mempertahankan eksistensi dan terus berkembang.Persaingan bisnis yang semakin ketat menuntut perusahaan untuk terus melakukan cara-cara pengembangan bisnis.Salah satu strategi untuk melakukan ekspansi usaha dan bisnis adalah dengan melakukan strategi diversifikasi.Diversifikasi menjadi pilihan yang menarik bagi perusahaan ketika menghadapi persaingan yang ketat dan pertumbuhan pasar yang cepat.Strategi diversifikasi merupakan bentuk pengembangan usaha dengan cara memperluas jumlah segmen secara bisnis, maupun geografis, ataupun memperluas market share atau dengan melakukan pengembangan produk.Diversifikasi dapat dilakukan dengan berbagai macam cara seperti membuka lini produk baru (Contoh: Coca Cola Company) atau dengan melakukan merger dan akuisisi untuk meningkatkan skala ekonomis, membuka lini usaha baru (Contoh: PT Lippo Karawaci, Tbk.) serta memperluas wilayah pemasaran produk.

Perusahaan-perusahaan yang melakukan strategi diversifikasi dengan menguasai berbagai macam bisnis telah lama menjadi perhatian banyak pihak.Umumnya, perusahaan yang ada di Indonesia berbentuk konglomerasi yang dibangun dari perusahaan keluarga.Seiring berkembangnya kebutuhan konsumen dan kekuatan perusahaan konglomerasi yang terus bertambah, perusahaan-perusahaan seperti ini banyak melakukan ekspansi dalam bisnis baru yang berbeda dari bisnis semula.Di Indonsia Liem Sioe Liong (Sudono Salim) misalnya, merupakan konglomerat terbesar yang memiliki lebih dari 400 perusahaan dan terdiversifikasi pada berbagai bidang.Dari industri otomotif, kayu, semen, perbankan, agrobisnis, hingga industri sambal dan kecap.Hampir semua perusahaannya memiliki pangsa terbesar untuk produk yang dihasilkan. Gambaran ekspansi konglomerat ke berbagai bidang tercermin antara lain pada banyaknya perusahaan yang dimiliki. Data Consult mencatat peran bisnis konglomerat terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB) pada tahun 1980-an masih sekitar 20%. Namun tahun 1990 naik menjadi 35%, dan tahun 1994 porsi ini sudah mencapai 58%. Kini angka tersebut sangat mungkin sudah jauh lebih besar lagi.

Dalam Suara Merdeka edisi 24 Maret 1997, disebutkan bahwa fenomena konglomerasi berjalan sangat cepat di Indonesia sejak pertengahan tahun 1980-an dan telah menarik perhatian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) untuk meneliti lebih lanjut. Hasil penelitian itu menemukan bahwa sebanyak 50% dari responden menilai fenomena konglomerasi yang terus berekspansi telah merisaukan dan sangat memprihatinkan.Banyak pendapat yang masih memperdebatkan apakah diversifikasi memang benar membawa manfaat ataukah justru membawa dampak negatif terhadap keunggulan kompetitif suatu perusahaan yang menjalankannya.

Pendapat sinikal terhadap diversifikasi didasari pada anggapan bahwa perusahaan yang beranjak dari satu tipe aktivitas ke multi aktivitas adalah tidak baik.Perusahaan terdiversifikasi tidak disukai karena ada kecenderungan menjadi sangat powerful dan dalam hal tertentu melakukan subsidi silang antar unit bisnis untuk mendesak pesaing keluar dari industri sehingga terjadi monopoli bisnis.

Perusahaan yang melakukan diversifikasi dilakukan cenderung anti kompetisi.Selain anti-kompetisi, perusahaan diversifikasi juga tidak menambah nilai bagi bisnis utama.Terlalu diversifikasinya bisnis konglomerasi juga dinilai telah mengakibatkan tidak fokusnya bisnis mereka kepada core competence masing-masing perusahaan.

2

Page 3: Resume Andre

Di lain sisi, banyak pendapat yang menyatakan bahwa dengan dilakukan diversifikasi, maka akan tercipta sebuah sinergi diantara dua atau lebih perusahaan atau anak perusahaan. John L. Coley et. al. (2002:4) menemukan bahwa banyak perusahaan single segmen yang sepertinya kesulitan mencpai return on investment yang tinggi, rata-rata pertumbuhan yang tinggi, dan kesulitan mempertahankan cash flow. Perusahaan yang melakukan diversifikasi tidak hanya menciptakan value bagi shareholders, tapi juga menciptakan sinergi antara bisnis utama dengan bisnis baru dari diversifikasi. Motif lain perusahaan melakukan diversifikasi adalah berdasarkan falsafah “Don’t put your eggs in one basket” Perusahaan selalu menghadapi risiko. Oleh karena itu, perusahaan melakukan diversifikasi agar dapat mengelola bisnis yang dihadapi dengan baik.Pada akhirnya perusahaan mengharapkan kinerja atau keuntungan yang tinggi.Dengan demikian dibutuhkan juga suatu praktek kelembagaan yang baik (good governance) yang harus dilaksanakan secara konsisten dan transparan.

Di luar pro dan kontra yang ada, sejumlah penelitian telah dilakukan dalam mengetahui pengaruh diversifikasi perusahaan yang sesungguhnya terhadap kinerja perusahaan.Penelitian terdahulu menunjukkan beberapa manfaat dari diversifikasi.Berger dan Ofek (1995) mengungkapkan bahwa diversifikasi dapat mengurangi pajak karena adanya mekanisme transaksi internal dan perusahaan terdiversifikasi memiliki kapasitas hutang yang semakin besar. Di lain pihak, penelitian Puji Harto (2005) dan Shinta Heru Satoto (2009) di Indonesia mneyimpulkan bahwa perusahaan dengan segmen tunggal (single segmen) memiliki kinerja yang lebih baik dari perusahaan yang melakukan diversifikasi. Charlie Charoenwong et. al.(2011) pun menemukan hal yang serupa.

Banyak ukuran yang dipakai dalam meneliti pengaruh diverisifikasi perusahaan terhadap kinerja perusahaan, namun ukuran yang masih jarang dipakai adalah memoderasi diversifikasi perusahaan terhadap kinerja perusahaan dengan menggunakan porsi kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional.Lin dan Servaes (2002) menyimpulkan bahwa ada kaitan antara corporate governance dengan diverisifikasi.Kepemilikan manajerial meningkatkan efek diversifikasi terhadap kinerja perusahaan di Jerman, namun tidak halnya demikian dengan di Jepang dan UK. Amar Gande et. al. (2009:1519) meneliti bahwa corporate governance yang rendah atau buruk dapat mengurangi manfaat penilaian dari diversifikasi. George Rejie P. (2007) mendapati bahwa kepemilikan manajerial dan institusional dapat memperlemah hubungan positif antara level diversifikasi perusahaan terhadap kinerja perusahaan. Artinya adalah kepemilikan manajerial dan institusional mampu meredam keputusan diversifikasi yang menurunkan kinerja perusahaan.

Dari uraian di atas, dapat ditunjukkan adanya pro dan kontra akan diversifikasi dan sumber daya yang berebda dan juga adanya perbedaan karakteristik perusahaan menyebabkan respon perusahaan terhadap ketidakpastian lingkungan akan berbeda. Oleh karena itu, peneliti bermaksud untuk meneliti apakah benar strategi diversifikasi perusahaan yang dilakukan di Indonesia cenderung menurunkan kinerja perusahaan seperti hasil yang didapatkan dari penelitian Puji Harto dan Shinta Heru Santoso.Selain itu, peneliti ingin mengukur apakah variabel kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional sebagai mekanisme corporate governance di Indonesia dapat memperlemah hubungan positif antara diversifikasi perusahaan terhadap kinerja perusahaan.

3

Page 4: Resume Andre

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka peneliti ingin menemukan bukti empiris tentang pengaruh diversifikasi perusahaan terhadap excess value perusahaan dimana kepemilikan manajarial sebagai variable moderasi

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh diverisifikasi perusahaan terhadap excess value pada perusahaan manufaktur, properti, dan real estate dengan kepemilikan manajerial sebagai variable moderasi

2. KERANGKA TEORITIS DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

2.1. Teori Agensi

Menurut Ludwina Harahap dan Ratna Wardhani (2010), timbulnya fenomena kepemilikan perusahaan yang semakin menyebar dan terjadinya diversifikasi penguasaan saham perusahaan mengakibatkan terpisahnya kepemilikan (ownership) dan pengelolaan perusahaan (manajemen). Pemisahan tersebut menimbulkan masalah karena terdapatnya dua kepentingan yaitu antara pemilik dan manajemen yang tidak selalu sejalan. Agen (pihak yang menerima tugas dan wewenang) tidak selalu bertindak sesuai keinginan prinsipal (pihak yang memberi wewenang) maka timbullah masalah keagenan (agency problem). Esensi dari teori keagenan adalah kontrak antara prinsipal dan agen, sehingga fokus utama dari teori ini adalah menentukan kontrak yang paling efisien antara prinsipal dan agen. Wewenang dan tanggungjawab agent maupun principal diatur dalam kontrak kerja atas persetujuan bersama.

2.2. Corporate Governance

Corporate governance adalah semua upaya untuk mencari cara terbaik dalam menjalankan perusahaan, dimana kebijakan-kebijakan dan peraturan-peraturan yang ada dalam Corporate Governance dapat digunakan untuk mengontrol manajemen. . Dengan melakukan pengawasan yang diarahkan pada perilaku manajer agar bisa dinilai apakah tindakannya bermanfaat bagi perusahaan (pemilik) atau bagi manajer sendiri. Corporate Governance memiliki tujuan untuk menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan (stakeholders) secara lebih rinci, terminologi Corporate Governance dapat dipergunakan untuk menjelaskan peranan dan perilaku dari dewan direksi, dewan komisaris, pengurus (pengelola) perusahaan, dan para pemegang saham (FCGI, 2002) dalam Rika Susanti (2010)

2.3. Nilai Perusahaan

Tujuan utama perusahaan adalah meningkatkan nilai perusahaan melalui peningkatan kemakmuran pemilik atau para pemegang saham. Menurut Fama (1978) dalam Untung Wahyudi dan Hartini Prasetyaning Prawestri (2006), nilai perusahaan akan tercermin dari harga sahamnya. Harga pasar dari saham perusahaan yang terbentuk antara pembeli dan penjual disaat terjadi transaksi disebut nilai pasar perusahaan yang sangat dipengaruhi oleh peluang-peluang investasi. Adanya peluang investasi dapat memberikan sinyal positif tentang pertumbuhan perusahaan dimasa yang akan datang. Salah satu cara untuk mengukur nilai perusahaan adalah dengan menggunakan Tobins Q. Rasio Q adalah rasio pasar terhadap nilai buku yang dihitung dari rasio harga pasar ekuitas perusahaan ditambah hutang dibagi dengan nilai aset perusahaan (Ludwina Harahap, 2010). Jika

4

Page 5: Resume Andre

rasio Q ini di atas satu, ini menunjukkan bahwa investasi dalam aktiva menghasilkan laba yang memberikan nilai yang lebih tinggi daripada pengeluaran investasi. Hal ini harus merangsang investasi baru. Jika rasio Q di bawah satu, investasi dalam aktiva tidaklah menarik.

2.4.Rasio Profitabilitas

Menurut Sartono (2001) dalam Sri dan Pancawati (2011), profitabilitas adalah kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva maupun modal sendiri. Profitabilitas perusahaan yang tinggi dapat menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajibannya. Keberhasilan kinerja keuangan perusahaan dapat diukur dari Return on Capital (Sloan,2001) atau Return on Equity (Husnan, 2001) dalam Citra Handayani (2007). Return on Equity (ROE) adalah rasio antara net income after tax terhadap total modal (equity) sendiri yang berasal dari setoran modal pemilik, laba tak dibagi dan cadangan lain yang dikumpulkan oleh perusahaan. Semakin tinggi Return on Equity (ROE) menunjukkan semakin efisien perusahaan menggunakan modal sendiri untuk menghasilkan laba atau keuntungan bersih (Robert Ang, 1997) dalam Citra Handayani (2007). Semakin tinggi laba yang diperoleh maka akan meningkatkan ROE.

2.5.Rasio Leverage

Rasio leverage merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur sejauh mana aktiva perusahaan dibiayai dengan utang. Artinya berapa besar beban hutang yang ditanggung perusahaan dibandingkan dengan aktivanya. Dalam arti luas dikatakan bahwa rasio leverage digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan untuk membayar seluruh kewajibannya, baik jangka pendek maupun jangka panjang apabila perusahaan dibubarkan (dilikuidasi). Menurut Kasmir (2010: 152-153) dalam Alma Julisya (2010) pengukuran rasio leverage dilakukan melalui dua pendekatan,yaitu mengukur melalui rasio neraca dan rasio laba rugi. Debt to Equity Ratio (DER) merupakan rasio yang digunakan untuk menilai hutang dengan ekuitas. Rasio ini dicari dengan cara membandingkan antara seluruh hutang, terutama hutang lancar dengan seluruh ekuitas. Bagi perusahaan, semakin besar rasio ini maka akan semakin baik, Sebaliknya apabila rasio rendah, semakin tinggi tingkat pendanaan yang disediakan pemilik dan semakin besar batas pengamanan bagi peminjam jika terjadi kerugian atau penyusutan terhadap nilai aktiva (Kasmir, 2010:157-158) dalam Alma Julisya (2010).

2.6.Pengembangan Hipotesis

2.6.1 Kinerja Perusahaan Multi Segmen Lebih Rendah Daripada Perusahaan Single Segmen

Berdasarkan hasil pengujian statistik deskriptif yang diperoleh, rata-rata kinerja perusahaan yang tercermin dari excess value menunjukkan bahwa terdapat perbedaan excess value antara perusahaan multi segmen dengan perusahaan single segmen. Rata-rata excess value dari 130 perusahaan multi segmen adalah 7,183 yang lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata excess value 42 perusahaan single segmen yang bernilai 7,365. Hal ini sesuai dengan hipotesis penelitian awal, yaitu hipotesis 1 yang menyatakan bahwa excess value multi segmen lebih rendah dibandingkan dengan excess value single segmen. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Puji Harto (2005:303), Chen dan Ho (2000:324), Charlie Charoenwong et. al. (1998:20), Karl and Servaes (2002:12) yang menyatakan bahwa kinerja perusahaan multi segmen lebih rendah dibandingkan kinerja perusahaan single segmen. Artinya, strategi diversifikasi yang dilakukan selama ini belum optimal karena ada dampak dari perilaku oportunistik dari agent yang sesuai dengan prinsip agency theory dimana agent cenderung bertindak merugikan principal dan hanya mengejar keuntungan pribadi mereka sehingga membuat keputusan diversifikasi yang merugikan.

5

Page 6: Resume Andre

2.6.2Pengaruh Level Diversifikasi Perusahaan (DIVER) Terhadap Excess Value (EXVAL)

Hasil uji-t yang terdapat dalam Tabel 4.13 menunjukkan bahwa variabel level diversifikasi (DIVER) berpengaruh positif signifikan terhadap excess value. Koefisiennya adalah positif 0,000007256 dan dengan probabilitas sebesar 0,000 yang signifikan terhadap α (0,05). Hal ini sesuai dengan hipotesis penelitian awal, yaitu hipotesis 2 yang menyatakan bahwa level diversifikasi berpengaruh positif terhadap excess value. Variabel DIVER menunjukkan seberapa besar sebuah perusahaan terkonsentrasi dalam segmen usaha yang dimilikinya. Seperti dalam pembahasan sebelumnya, perusahaan multi segmen cenderung memiliki kinerja yang lebih rendah daripada perusahaan single segmen. Hubungan positif antara level diversifikasi dengan excess value membuktikan bahwa indeks Herfindahl yang semakin turun (artinya perusahaan makin terdiversifikasi) akan menurunkan excess value perusahaan. Level diversifikasi berpengaruh positif terhadap excess value ketika alokasi sumber daya pada masing-masing segmen usaha sudah efisien sehingga dapat menurunkan biaya transaksi.

Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian-penelitian terdahulu, antara lain George Rejie P. (2007:180) dan Philip G. Berger dan Eli Ofek (1995:59).

2.6.3 Pengaruh Leverage (LEV) Terhadap Excess Value (EXVAL)

Hasil uji-t yang terdapat pada Tabel 4.13 menunjukkan cukup bukti bahwa variabel leverage (LEV) berpengaruh positif terhadap excess value (EXVAL). Pengaruh dari leverage (LEV) adalah positif dengan koefisien sebesar 0,594 dan probabilitas sebesar 0,001/2 = 0,0005 yang signifikan terhadap α (0,05). Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi leverage perusahaan maka semakin tinggi pula excess value-nya. Hal ini sesuai dengan hipotesis penelitian awal, yaitu hipotesis 3 yang menyatakan bahwa leverage berpengaruh positif terhadap excess value.

Hasil ini mendukung penelitian Puji Harto (2007:215) yang menemukan cukup bukti hubungan positif antara leverage dengan kinerja perusahaan, yang diukur dengan excess value. Tingginya leverage seharusnya menunjukkan adanya kesempatan investasi yang lebih tinggi dengan pemakaian dana eksternal dari kreditur (hutang). Peningkatan hutang juga akan meningkatkan risiko kebangkrutan sehingga meningkatkan sikap takut akan risiko dari pihak manajemen. Sikap ini akan mendorong manajemen untuk membuat keputusan dengan efisien.

2.6.4 Pengaruh Earning Growth (EGR) Terhadap Excess Value (EXVAL)

Hasil uji-t yang terdapat pada Tabel 4.13 menunjukkan cukup bukti bahwa variabel earning growth (EGR) berpengaruh positif terhadap excess value (EXVAL). Pengaruh dari earning growth adalah dengan koefisien negatif sebesar 0,0000000005168 dan probabilitas sebesar 0,052/2 = 0,026 yang signifikan terhadap α (0,05). Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi earning growth perusahaan maka semakin tinggi excess value-nya.

Hal ini sesuai dengan hipotesis penelitian awal, yaitu hipotesis 5 yang menyatakan bahwa earning growth berpengaruh negatif terhadap excess value. Semakin tinggi Earning per Share (EPS) suatu perusahaan, berarti semakin tinggi pula kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba. Dengan tingginya tingkat laba perusahaan tersebut, maka kemampuan perusahaan untuk membayar dividen kepada pemegang saham (stakeholders) juga meningkat. Hal tersebut dapat mengindikasikan kinerja

6

Page 7: Resume Andre

perusahaan yang semakin baik pula. Informasi tersebut kemudian dapat direspon oleh pasar sehingga permintaan akan saham meningkat. Permintaan ini kemudian diikuti dengan pembelian saham oleh investor. Karena semakin tinggi permintaan, harga saham pun akan meningkat. Motif investor untuk membeli saham dilandasi oleh adanya pembagian dividen dan kemungkinan untuk memperoleh capital gain. Harga saham yang meningkat tentu saja meningkatkan nilai perusahaan karena semakin mudah sebuah perusahaan untuk menghimpun dan memperoleh dana dari eksternal, maka semakin tinggi nilai perusahaan tersebut dimata investor oleh kreditur.

Perusahaan yang terdapat dalam pasar yang berkembang diharapkan untuk memiliki profitabilitas di atas rata-rata yang dapat meningkatkan kinerja perusahaan. Dalam Nachrowi (2006:71), earning per share dikatakan merupakan indikator yang dapat menunjukkan kinerja perusahaan. Dengan demikian, Earning per Share(EPS) yang tinggi akan meningkatkan kinerja (excess value) perusahaan, sehingga dapat dikatakan earning growth (earning per share) memiliki pengaruh yang positif terhadap excess value. Hal ini pun sesuai dengan penelitian Annaria Setionoputri (2009). Akan tetapi hasil berbeda dikemukakan oleh Puji Harto (2007:214) yang menyebutkan bahwa earning growth perusahaan memiliki pengaruh negatif terhadap excess value.

2.6.5. Pengaruh Profitabilitas (ROA) Terhadap Excess Value (EXVAL)

Hasil uji-t yang terdapat pada Tabel 4.13 menunjukkan cukup bukti bahwa variabel profitabilitas berpengaruh negatif terhadap excess value. Variabel ini diukur dengan Return on Asset (ROA). Pengaruh dari ROA adalah dengan koefisien negatif sebesar 2,554 dan probabilitas sebesar 0,001/2 = 0,0005 yang signifikan terhadap α (0,05). Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi profitabilitas perusahaan maka semakin rendah excess value-nya. Hal ini sesuai dengan hipotesis penelitian awal, yaitu hipotesis 6 yang menyatakan bahwa profitabilitas berpengaruh negatif terhadap excess value.

Arah yang negatif dapat ditafsirkan bahwa manajer perusahaan yang memiliki free cash flow yang besar cenderung untuk mengambil investasi yang menurunkan nilai (value decreasing) dan proyek yang memiliki nilai sekarang besrih (net present value) yang negatif ketika mengalokasikan pada segmen usaha mereka. Arah yang negatif bisa juga dikaitkan dengan teori keagenan (agency theory). Konflik keagenan yang muncul karena perbedaan kepentingan akan membawa masalah bagi pihak yang terlibat (Jensen and Meckling, 1976). Dalam konteks tersebut, diversifikasi sebagai kebijakan perusahaan menjadi kurang optimal. Manajer melakukan diversifikasi akan mengarahkan sesuai kepentingannya. Hal ini antara lain, kinerja manajer dikaitkan dengan tingkat penjualan, sehingga diversifikasi menjadi alat yang efektif untuk meningkatkan omset perusahaan. Padahal investasi tersebut tidak memberikan hasil net present value yang menggembirakan. Akibatnya diverisifikasi yang dilakukan oleh perusahaan justru menurunkan nilai perusahaan. Fenomena ini disebut dengan diversification discount. Pengawasan internal yang kurang memadai terhadap perluasan dan penambahan segmen usaha juga mengakibatkan nilai perusahaan menurun. Hasil ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Jensen (1986) dan Wernerfelt (1991).

2.6.6. Pengaruh Sektor Industri Manufaktur (DUMSEK 1) Terhadap Excess Value (EXVAL)

Hasil uji-t yang terdapat pada Tabel 4.16 menunjukkan cukup bukti bahwa variabel dummy sektor industri manufaktur (DUMSEK1) berpengaruh positif terhadap excess value (EXVAL). Besarnya koefisien DUMSEK1 adalah positif 0,546. Artinya adalah bahwa perusahaan pada sektor industri manufaktur memiliki excess value 0,546 lebih tinggi dibandingkan sektor industri properti dan real estat. Dengan demikian hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa sektor industri manufaktur berpengaruh

7

Page 8: Resume Andre

positif terhadap excess value karena proporsi jumlah single segmen terbesar ditempati oleh industri manufaktur dengan 12 single segmen per periode.

Hasil serupa diperoleh dalam penelitian Devi Angelina (2010:83) yang menunjukkan cukup bukti bahwa perusahaan dalam sektor industri manufaktur memiliki excess value (EXVAL) yang lebih tinggi daripada kedua sektor industri lainnya.

Hasil berbeda ditemukan dalam penelitian Annaria Setionoputri (2009:80) dimana sektor industri manufaktur, yang memiliki proporsi jumlah single segmen terbesar (kriteria eliminasi dummy sektor industri) menunjukkan hasil yang tidak cukup signifikan (0,285) dengan koefisien (-0,060), bahwa perusahaan pada sektor industri manufaktur memiliki excess value yang lebih rendah dibandingkan dengan sektor industri lainnya.

2.6.7. Pengaruh Size Perusahaan (SIZE) Terhadap Excess Value (EXVAL)

Hasil uji-t variabel size perusahaan (SIZE) sebagai variabel kontrol yang terdapat pada Tabel 4.13 menunjukkan koefisien yang bertanda positif sebesar 0,136 dengan nilai probabilitas 0,072/2 = 0,036 yang signifikan terhadap α (0,05). Hal ini berarti tolak Ho, yang artinya variabel size perusahaan cukup bukti berpengaruh terhadap excess value. Dengan demikian hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa sektor industri properti dan real estat berpengaruh positif terhadap excess value. Koefisien yang bertanda positif sesuai dengan teori yang menyatakan semakin besar ukuan (size) perusahaan, maka perusahaan tersebut dapat mengontrol sumber dayanya dengan efisien sehingga meningkatkan. Hal ini sejalan dengan hipotesis yang dikemukakan dan dengan penelitian George Rejie P. (2007:79) dan Puji Harto (2005:304).

2.6.8.Kepemilikan Manajerial Memperlemah Hubungan Positif Level Diversifikasi Terhadap Excess Value (EXVAL)

Pengaruh kepemilikan manajerial sebagai variabel moderasi dapat dilihat dalam Tabel 4.13. Dilihat dari koefisiennya yang negatif sebesar 1,217 dan dengan probabilitas sebesar 0,004/2 = 0,002 yang signifikan terhadap α (0,05) (dengan rata-rata kepemilikan manajerial 1,42%), menunjukkan bahwa kepemilikan manajerial memperlemah hubungan positif antara level diversifikasi perusahaan terhadap excess value. Dengan demikian hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa kepemilikan manajerial memperlemah hubungan positif antara level diversifikasi perusahaan terhadap excess value. Indeks Herfindahl yang semakin menurun (level diversifikasi semakin besar) akan menghasilkan excess value yang semakin turun. Hal ini disebabkan karena adanya sikap opportunistic behavior inefficient dari agen yang mementingkan bonus untuk mereka sendiri sehingga mereka mengambil keputusan diversifikasi yang merugikan perusahaan dan principal. Namun, dengan keberadaan kepemilikan manajerial sebagai mekanisme internal dari good corporate governance akan membuat agen merasa bahwa ia adalah bagian dari prinsipal sehingga agen akan beralih sikap dari opportunistic behavior inefficient menjadi opportunistic behavior efficient, dalam arti agen mengambil proyek-proyek dengan nilai Net Present Value (NPV) yang positif sehingga penjualan menjadi optimal dan mendapat capital gain yang akan menaikkan nilai pasar saham sehingga excess value yang tadinya rendah akan menjadi lebih tinggi. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian George Rejie P. (2007:195) yang menyatakan bahwa kepemilikan manajerial memperlemah hubungan positif antara diversifikasi perusahaan terhadap kinerja perusahaan.

3.Metodologi penelitian

8

Page 9: Resume Andre

3.1.Populasi dan Sampel

Obyek penelitian ini adalah perusahaan-perusahaan manufaktur yang telah terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada periode tahun 2008-2009. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa laporan keuangan yang telah diaudit untuk periode 2008-2009. Data-data ini diperoleh dari buku Indonesian Capital Market Directory (ICMD), IDX Watch dan website Bursa Indonesia (BEI) pada www.idx.co.id. Menurut waktu pengumpulannya, data yang digunakan dalam penelitian ini adalah gabungan antara data cross sectional dan data time series dimana data-data tersebut dikumpulkan selama periode waktu tertentu dan dalam satu waktu tertentu. Teknik pengambilan sampel dengan menggunakan teknik non-probability sampling, yaitu judgement sampling . Berdasarkan kriteria yang telah ditentukan maka diperoleh sampel sebanyak 65perusahaan.

3.2 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel Penelitian3.2.1 Variabel Dependen

Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel lain dan tidak dapat berdiri sendiri melainkan hasil pengaruh dari variabel bebas. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah nilai perusahaan (Exval)

Exval dihitung menggunakan rumus :

Keterangan: MC : Market capitalization (nilai pasar ekuitas saham + nilai buku hutang) IV : Imputed valuesegsales : penjualan masing-masing segmen

Ind ( : rasio median dari market capitalization terhadap penjualan untuk

perusahaan segmen individual dalam satu industry3.2.2 Variabel independen

Variabel independen adalah variabel yang berdiri sendiri dan tidak bergantung pada variabel lainnya, bahkan sebaliknya ia memengaruhi variabel lain yang disebut variabel dependen / terikat. Variabel independen di dalam penelitian ini terdiri dari :

a.Level Diversifikasi Perusahaan (DIVER) Variabel level diversifikasi perusahaan dapat diukur dari jumlah penjualan segmen usaha perusahaan dengan menggunakan Indeks Herfindahl dengan rumus berikut:

Keterangan: segsales : Penjualan masing-masing segmen sales : Total penjualan

9

Page 10: Resume Andre

b.Leverage Merupakan proporsi hutang yang ada di dalam perusahaan. Memiliki rumus sbb :

c.Earning Growth Earning growth merupakan indikator pertumbuhan laba yang dihitung dari

persentase pertumbuhan laba bersih per saham tahun tertentu dibandingkan tahun sebelumnya. Rumusnya adalah:

da

d.Return On Asset ( ROA ) pengembalian atas total aktiva (ROA) dihitung dengan cara membandingkan

laba bersih yang tersedia untuk pemegang saham biasa dengan total aktiva.

ROA = Laba bersih setelah dipotong pajak (EAT) TOTAL AKTIVA

e.Dummy Karakteristik Industri

Merupakan variabel dummy yang digunakan untuk mengontrol efek industri berdasarkan karakteristik sampel yang terdiri dari 3 industri berbeda. Penentuan dummyu sektor pertama dan kedua dilihat dari jumlah single segmen yang terbesar.Variabel dummy sektor 1 (DUMSEK1) untuk sektor industri manufaktur diberi nilai 1, sedangkan 0 untuk sektor industri lain. Hal ini dikarenakan sektor industri manufaktur memiliki proporsi single segmen terbesar yaitu 46.

3.2.3Variabel Kontrol Variabel kontrol merupakan variabel yang melengkapi hubungan variabel

independen terhadap variabel dependen tidak dipengaruhi oleh faktor luar yang tidak diteliti (Jogiyanto, 2005:157). Dalam penelitian ini, variabel kontrol yang digunakan adalah size perusahaan dan umur perusahaan. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh George Rejie P. (2007:75), Puji Harto (2005:302) dan Karl & Servaes (2002:10).(a) Size Perusahaan

Merupakan variabel kontrol yang menunjukkan ukuran perusahaan yang dihitung dari total nilai aset perusahaan (Puji Harto, 2005:302). Size perusahaan dirumuskan dengan formula berikut:

10

) /

Debt to Asset Ratio = Total Debt

Total Asset

Firm Size = ln Total Asset

Page 11: Resume Andre

(1) Variabel Pemoderasi Variabel moderasi adalah variabel yang memperkuat atau memperlemah hubungan

antara satu variabel dengan variabel lain. Variabel moderasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

(a) Kepemilikan manajerial Kepemilikan manajerial merupakan kepemilikan saham oleh pihak manajemen perusahaan (Hitt et. al., 2003:204).

Variabel kepemilikan manajerial dan dihitung dengan persentase kepemilikan yang didapat dari Indonesia Capital Market Directory (ICMD).

3.3 Teknik Analisis DataTeknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: kesamaan koefisien,

statistik deskriptif, uji asumsi klasik, analisis regresi linear berganda, dan uji f dan independent t test. Regresi model yang digunakan dalam penelitian ini:

EXVAL = + DIVER + LEV + SIZE + EGRWTH +

DUMSEK1 + ROA + KMDIV + + DTDIVER +

DTLEV + DTTOBINS + DTSIZE + DTEGRWTH +

DTDUMSEK1 + DTROA + DTKMDIV +

Keterangan:

EXVAL : excess value yang merupakan ukuran kinerja

: penduga bagi interstep

- : koefisien regresi

DIVER : level diversifikasi perusahaan

11

Page 12: Resume Andre

LEV : perbandingan total hutang terhadap total asset

SIZE : log normal dari total asset

EGRWTH : pertumbuhan laba

DUMSEK1 : variabel dummy (1 = sektor industri manufaktur dan 0 = sektor

industri lainnya)

KMDIV : variabel moderating kepemilikan manajerial terhadap

diversifikasi

ROA : Return On Asset , yaitu tingkat Rasio laba bersih terhadap total

aktiva mengukur pengembalian atas total aktiva setelah bunga

dan pajak

: eror

DT : variable dummy tahun ( 0= tahun 2009 dan 1 = 2008)

DTDIVER :variable hasil perkalian antara variable dummy tahun dengan level

diversifikasi perusahaan

DTLEV : variable hasil perkalian antara variable dummy tahun dengan

perbandingan total hutang terhadap total asset

DTSIZE : variable hasil perkalian antara variable dummy tahun dengan log

normal dari total asset

DTEGRWTH : variable hasil perkalian antara variable dummy tahun dengan

pertumbuhan laba

12

Page 13: Resume Andre

DTDUMSEK1 : variable hasil perkalian antara variable dummy tahun dengan

variabel dummy (1 = sektor industri manufaktur dan 0 = sektor

industri lainnya)

DTKMDIV : variable hasil perkalian antara variable dummy tahun dengan

variabel moderating kepemilikan manajerial terhadap

diversifikasi

DTROA : variable hasil perkalian antara variable dummy tahun dengan

Return On Asset

4.HASIL DAN PEMBAHASAN4.1 Deskripsi data4.1.1 Deskripsi variabel penelitian

(2) Variabel Dependen (a) Excess Value

Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah Excess Value of Firm (EXVAL).EXVAL adalah ukuran yang dipakai dalam meneliti perbandingan kinerja perusahaan yang melakukan diversifikasi dengan perusahaan segmen tunggal. Nilai kinerja ini didapatkan dengan membagi nilai perusahaan sesungguhnya (market capitalization) dengan nilai yang sudah disesuaikan dengan pengaruh industri yang disebut imputed value. Imputed value ini sendiri menunjukkan kinerja perusahaan pada perusahaan industri tunggal.

Kapitalisasi pasar (market capitalization) dihasilkan dari nilai pasar ekuitas saham ditambah nilai buku kewajiban.Nilai pasar ekuitas saham dapat dihitung dari perkalian antara closing price dengan number of outstandingshares. Sedangkan langkah-langkah untuk menghitung imputed value adalah membagi nilai market capitalization dengan penjualan tiap-tiap perusahaan, kemudian nilainya di-sort untuk mendapatkan median. Nilai median tersebut akan dikalikan dengan penjualan tiap segmen usaha perusahaan di industri tersebut. Menurut Berger dan Ofek (1995:60), kinerja perusahaan yang diproksikan dengan excess value dirumuskan sebagai berikut:

Keterangan: MC : Market capitalization (nilai pasar ekuitas saham + nilai buku hutang) IV : Imputed value

13

EXVAL = ln

Page 14: Resume Andre

segsales : penjualan masing-masing segmen

Ind ( : rasio median dari market capitalization terhadap penjualan untuk

perusahaan segmen individual dalam satu industry

(3) Variabel Independen (a) Level Diversifikasi Perusahaan (DIVER)

Variabel level diversifikasi perusahaan dapat diukur dari jumlah penjualan segmen usaha perusahaan dengan menggunakan Indeks Herfindahl (Puji Harto, 2005:301) yang dihitung dari jumlah kuadrat penjualan masing-masing segmen dibagi dengan kuadrat total penjualan perusahaan dengan rumus berikut:

Keterangan: segsales : Penjualan masing-masing segmen sales : Total penjualan

(b) Leverage Merupakan proporsi hutang yang ada di dalam perusahaan. Variabel leverage

diproksikan dengan debt ratio yang dihitung dengan membagi total hutang dengan total aset perusahaan. Menurut Chang dan Hong dalam Shinta Heru Satoto (2009:284), debt ratio digunakan untuk mengukur ketersediaan sumber daya dan keterbatasan perusahaan. Rumusnya adalah:

(c) Earning Growth Earning growth merupakan indikator pertumbuhan laba yang dihitung dari

persentase pertumbuhan laba bersih per saham tahun tertentu dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini sesuai dengan Puji Harto (2005:302). Rumusnya adalah:

da

(d) Return On Asset ( ROA ) Menurut Brigham dan Houston (2001), pengembalian atas total aktiva (ROA)

dihitung dengan cara membandingkan laba bersih yang tersedia untuk pemegang saham biasa dengan total aktiva.

14

Debt to Asset Ratio = Total Debt

Total Asset

) /

Page 15: Resume Andre

ROA = Laba bersih setelah dipotong pajak (EAT) TOTAL AKTIVA

Semakin besar nilai ROA, menunjukkan kinerja perusahaan yang semakin baik pula, karena tingkat pengembalian investasi semakin besar. “Nilai ini mencerminkan pengembalian perusahaan dari seluruh aktiva (atau pendanaan) yang diberikan pada perusahaan” (Wild,Subramanyam, dan Halsey, 2005:65).

(e )Dummy Karakteristik Industri

Merupakan variabel dummy yang digunakan untuk mengontrol efek industri berdasarkan karakteristik sampel yang terdiri dari 3 industri berbeda. Penentuan dummyu sektor pertama dan kedua dilihat dari jumlah single segmen yang terbesar.Variabel dummy sektor 1 (DUMSEK1) untuk sektor industri manufaktur diberi nilai 1, sedangkan 0 untuk sektor industri lain. Hal ini dikarenakan sektor industri manufaktur memiliki proporsi single segmen terbesar yaitu 46.

(4) Variabel Kontrol Variabel kontrol merupakan variabel yang melengkapi hubungan variabel

independen terhadap variabel dependen tidak dipengaruhi oleh faktor luar yang tidak diteliti (Jogiyanto, 2005:157). Dalam penelitian ini, variabel kontrol yang digunakan adalah size perusahaan dan umur perusahaan. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh George Rejie P. (2007:75), Puji Harto (2005:302) dan Karl & Servaes (2002:10).(b) Size Perusahaan

Merupakan variabel kontrol yang menunjukkan ukuran perusahaan yang dihitung dari total nilai aset perusahaan (Puji Harto, 2005:302). Size perusahaan dirumuskan dengan formula berikut:

(5) Variabel Pemoderasi Variabel moderasi adalah variabel yang memperkuat atau memperlemah hubungan

antara satu variabel dengan variabel lain. Variabel moderasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

(b) Kepemilikan manajerial Kepemilikan manajerial merupakan kepemilikan saham oleh pihak manajemen perusahaan (Hitt et. al., 2003:204).

Variabel kepemilikan manajerial dan dihitung dengan persentase kepemilikan yang didapat dari Indonesia Capital Market Directory (ICMD).

4.2 Uji Kesamaan Koefisien

15

Firm Size = ln Total Asset

Page 16: Resume Andre

Berdasarkan hasil uji kesamaan koefisien untuk model, ditemukan bahwa data yang ada dapat di-pool karena data signifikan melebihi α = 0,05.

4.3 Uji Asumsi KlasikPenelitian ini hanya menguji empat asumsi klasik, yaitu uji normalitas, uji

multikolinearitas, uji heterokedastisitas dan uji autokorelasi . Dari uji asumsi klasik yang telah dilakukan (tabel 4 disini), hasil menunjukkan bahwa model tersebut lolos uji asumsi klasik berdasarkan hasil berikut : (1) Uji Normalitas memiliki Asym. Sig kurang dari α = 0,05 yang berarti data tidak berdistribusi normal. Tetapi walaupun data tersebut tidak berdistribusi normal namun data tersebut dapat dikatakan berdistribusi normal karena sampel yang ada setidaknya berjumlah 30 sampel; (2) Uji Multikolinearitas untuk model tersebut memiliki nilai Tolerance diatas 0,1 dan VIF dibawah 10; (3) Uji Heterokedastisitas memiliki prob.Chi-Square diatas α = 0,05 yang berarti tidak terjadi heteroskedastisitas; (4) Uji Autokolerasi memiliki prob.Chi-Square yang melebihi α = 0,05 yang berarti tidak terjadi autokolerasi dalam model regresi.

4.4 Analisis Regresi Linear Berganda

Model penelitian regresi linier berganda yang dihasilkan adalah:

EXVAL = 2,883 + 0,466 DIVER + 0,204 LEV +0,136 SIZE – 2,544 ROA – 5,163 EGR

+ 0,546 DUMSEK1– 1,277 KMDIV +

4.5 Pengujian Hipotesis dan Pembahasan4.5.1 Kinerja Perusahaan Multi Segmen Lebih Rendah Daripada Perusahaan Single Segmen

Berdasarkan hasil pengujian statistik deskriptif yang diperoleh, rata-rata kinerja perusahaan yang tercermin dari excess value menunjukkan bahwa terdapat perbedaan excess value antara perusahaan multi segmen dengan perusahaan single segmen. Rata-rata excess value dari 130 perusahaan multi segmen adalah 7,183 yang lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata excess value 42 perusahaan single segmen yang bernilai 7,365. Hal ini sesuai dengan hipotesis penelitian awal, yaitu hipotesis 1 yang menyatakan bahwa excess value multi segmen lebih rendah dibandingkan dengan excess value single segmen. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Puji Harto (2005:303), Chen dan Ho (2000:324), Charlie Charoenwong et. al. (1998:20), Karl and Servaes (2002:12) yang menyatakan bahwa kinerja perusahaan multi segmen lebih rendah dibandingkan kinerja perusahaan single segmen. Artinya, strategi diversifikasi yang dilakukan selama ini belum optimal karena ada dampak dari perilaku oportunistik dari agent yang sesuai dengan prinsip agency theory dimana agent cenderung bertindak merugikan principal dan hanya mengejar keuntungan pribadi mereka sehingga membuat keputusan diversifikasi yang merugikan.

4.5.2 Pengaruh Level Diversifikasi Perusahaan (DIVER) Terhadap Excess Value (EXVAL)Hasil uji-t yang terdapat dalam Tabel 4.13 menunjukkan bahwa variabel level

diversifikasi (DIVER) berpengaruh positif signifikan terhadap excess value. Koefisiennya adalah positif 0,000007256 dan dengan probabilitas sebesar 0,000 yang signifikan terhadap α (0,05). Hal ini sesuai dengan hipotesis penelitian awal, yaitu hipotesis 2 yang menyatakan bahwa level diversifikasi berpengaruh positif terhadap excess value. Variabel DIVER menunjukkan seberapa besar sebuah perusahaan terkonsentrasi dalam segmen usaha yang

16

Page 17: Resume Andre

dimilikinya. Seperti dalam pembahasan sebelumnya, perusahaan multi segmen cenderung memiliki kinerja yang lebih rendah daripada perusahaan single segmen. Hubungan positif antara level diversifikasi dengan excess value membuktikan bahwa indeks Herfindahl yang semakin turun (artinya perusahaan makin terdiversifikasi) akan menurunkan excess value perusahaan. Level diversifikasi berpengaruh positif terhadap excess value ketika alokasi sumber daya pada masing-masing segmen usaha sudah efisien sehingga dapat menurunkan biaya transaksi.

4.5.3 Pengaruh Leverage (LEV) Terhadap Excess Value (EXVAL)Hasil uji-t yang terdapat pada Tabel 4.13 menunjukkan cukup bukti bahwa variabel

leverage (LEV) berpengaruh positif terhadap excess value (EXVAL). Pengaruh dari leverage (LEV) adalah positif dengan koefisien sebesar 0,594 dan probabilitas sebesar 0,001/2 = 0,0005 yang signifikan terhadap α (0,05). Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi leverage perusahaan maka semakin tinggi pula excess value-nya. Hal ini sesuai dengan hipotesis penelitian awal, yaitu hipotesis 3 yang menyatakan bahwa leverage berpengaruh positif terhadap excess value.

Hasil ini mendukung penelitian Puji Harto (2007:215) yang menemukan cukup bukti hubungan positif antara leverage dengan kinerja perusahaan, yang diukur dengan excess value. Tingginya leverage seharusnya menunjukkan adanya kesempatan investasi yang lebih tinggi dengan pemakaian dana eksternal dari kreditur (hutang). Peningkatan hutang juga akan meningkatkan risiko kebangkrutan sehingga meningkatkan sikap takut akan risiko dari pihak manajemen. Sikap ini akan mendorong manajemen untuk membuat keputusan dengan efisien.

4.5.4 Pengaruh Earning Growth (EGR) Terhadap Excess Value (EXVAL)Hasil uji-t yang terdapat pada Tabel 4.13 menunjukkan cukup bukti bahwa variabel

earning growth (EGR) berpengaruh positif terhadap excess value (EXVAL). Pengaruh dari earning growth adalah dengan koefisien negatif sebesar 0,0000000005168 dan probabilitas sebesar 0,052/2 = 0,026 yang signifikan terhadap α (0,05). Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi earning growth perusahaan maka semakin tinggi excess value-nya.

Hal ini sesuai dengan hipotesis penelitian awal, yaitu hipotesis 5 yang menyatakan bahwa earning growth berpengaruh negatif terhadap excess value. Semakin tinggi Earning per Share (EPS) suatu perusahaan, berarti semakin tinggi pula kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba. Dengan tingginya tingkat laba perusahaan tersebut, maka kemampuan perusahaan untuk membayar dividen kepada pemegang saham (stakeholders) juga meningkat. Hal tersebut dapat mengindikasikan kinerja perusahaan yang semakin baik pula. Informasi tersebut kemudian dapat direspon oleh pasar sehingga permintaan akan saham meningkat. Permintaan ini kemudian diikuti dengan pembelian saham oleh investor. Karena semakin tinggi permintaan, harga saham pun akan meningkat. Motif investor untuk membeli saham dilandasi oleh adanya pembagian dividen dan kemungkinan untuk memperoleh capital gain. Harga saham yang meningkat tentu saja meningkatkan nilai perusahaan karena semakin mudah sebuah perusahaan untuk menghimpun dan memperoleh dana dari eksternal, maka semakin tinggi nilai perusahaan tersebut dimata investor oleh kreditur.

4.5.5 Pengaruh Profitabilitas (ROA) Terhadap Excess Value (EXVAL)Hasil uji-t yang terdapat pada Tabel 4.13 menunjukkan cukup bukti bahwa variabel

profitabilitas berpengaruh negatif terhadap excess value. Variabel ini diukur dengan Return on Asset (ROA). Pengaruh dari ROA adalah dengan koefisien negatif sebesar 2,554 dan probabilitas sebesar 0,001/2 = 0,0005 yang signifikan terhadap α (0,05). Hal ini menunjukkan

17

Page 18: Resume Andre

bahwa semakin tinggi profitabilitas perusahaan maka semakin rendah excess value-nya. Hal ini sesuai dengan hipotesis penelitian awal, yaitu hipotesis 6 yang menyatakan bahwa profitabilitas berpengaruh negatif terhadap excess value.

Arah yang negatif dapat ditafsirkan bahwa manajer perusahaan yang memiliki free cash flow yang besar cenderung untuk mengambil investasi yang menurunkan nilai (value decreasing) dan proyek yang memiliki nilai sekarang besrih (net present value) yang negatif ketika mengalokasikan pada segmen usaha mereka.

4.5.6 Pengaruh Sektor Industri Manufaktur (DUMSEK 1) Terhadap Excess Value (EXVAL)Hasil uji-t yang terdapat pada Tabel 4.16 menunjukkan cukup bukti bahwa variabel

dummy sektor industri manufaktur (DUMSEK1) berpengaruh positif terhadap excess value (EXVAL). Besarnya koefisien DUMSEK1 adalah positif 0,546. Artinya adalah bahwa perusahaan pada sektor industri manufaktur memiliki excess value 0,546 lebih tinggi dibandingkan sektor industri properti dan real estat. Dengan demikian hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa sektor industri manufaktur berpengaruh positif terhadap excess value karena proporsi jumlah single segmen terbesar ditempati oleh industri manufaktur dengan 12 single segmen per periode.

4.5.7 Pengaruh Size Perusahaan (SIZE) Terhadap Excess Value (EXVAL)Hasil uji-t variabel size perusahaan (SIZE) sebagai variabel kontrol yang terdapat pada

Tabel 4.13 menunjukkan koefisien yang bertanda positif sebesar 0,136 dengan nilai probabilitas 0,072/2 = 0,036 yang signifikan terhadap α (0,05). Hal ini berarti tolak Ho, yang artinya variabel size perusahaan cukup bukti berpengaruh terhadap excess value. Dengan demikian hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa sektor industri properti dan real estat berpengaruh positif terhadap excess value. Koefisien yang bertanda positif sesuai dengan teori yang menyatakan semakin besar ukuan (size) perusahaan, maka perusahaan tersebut dapat mengontrol sumber dayanya dengan efisien sehingga meningkatkan. Hal ini sejalan dengan hipotesis yang dikemukakan dan dengan penelitian George Rejie P. (2007:79) dan Puji Harto (2005:304).

4.5.8 Kepemilikan Manajerial Memperlemah Hubungan Positif Level Diversifikasi Terhadap Excess Value (EXVAL)

Pengaruh kepemilikan manajerial sebagai variabel moderasi dapat dilihat dalam Tabel 4.13. Dilihat dari koefisiennya yang negatif sebesar 1,217 dan dengan probabilitas sebesar 0,004/2 = 0,002 yang signifikan terhadap α (0,05) (dengan rata-rata kepemilikan manajerial 1,42%), menunjukkan bahwa kepemilikan manajerial memperlemah hubungan positif antara level diversifikasi perusahaan terhadap excess value. Dengan demikian hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa kepemilikan manajerial memperlemah hubungan positif antara level diversifikasi perusahaan terhadap excess value. Indeks Herfindahl yang semakin menurun (level diversifikasi semakin besar) akan menghasilkan excess value yang semakin turun. Hal ini disebabkan karena adanya sikap opportunistic behavior inefficient dari agen yang mementingkan bonus untuk mereka sendiri sehingga mereka mengambil keputusan diversifikasi yang merugikan perusahaan dan principal.

5. SIMPULAN DAN SARAN5.1 Simpulan

1. Terbukti bahwa rata-rata excess value perusahaan multi segmen lebih rendah dibandingkan perusahaan single segmen.

2. Terbukti bahwa level diversifikasi berpengaruh signifikan positif terhadap excess value.

18

Page 19: Resume Andre

3. Terbukti bahwa leverage berpengaruh signifikan positif terhadap excess value. 4. Terbukti bahwa earning growth berpengaruh signifikan positif terhadap excess value. 5. Terbukti bahwa return on asset berpengaruh signifikan negatif terhadap excess value. 6. Terbukti bahwa sektor industri manufaktur berpengaruh signifikan positif terhadap excess value. 7. Terbukti bahwa kepemilikan manajerial memperlemah hubungan positif antara level diversifikasi

terhadap excess value. 8. Terbukti bahwa size perusahaan berpengaruh positif terhadap excess value

5.2 SaranBerdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan yang telah diuraikan sebelumnya, penelitian ini

tentulah tidak lepas dari keterbatasan yang ada. Oleh karena itu, peneliti mengemukakan saran-saran sebagai berikut:

1. Bagi peneliti selanjutnya Penelitian ini menggunakan indeks Herfindahl. Penelitian selanjutnya dapat disarankan untuk menggunakan indeks lainnya, seperti indeks entropy.

2. Bagi perusahaan pada sektor industri manufaktur, properti dan real estat, Manajemen ketiga sektor industri tersebut agar lebih mempertimbangkan lagi keputusan diversifikasi yang dibuat karena dari hasil penelitian ini keputusan diversifikasi yang dilakukan justru menurunkan nilai perusahaan. Manajemen perlu mempertimbangkan cost dan benefit yang ditimbulkan atas keputusan diversifikasi.

3. Bagi investor atau calon investor Berdasarkan penelitian ini, investor atau calon investor dapat menggunakan excess value sebagai informasi keuangan serta indeks Herfindahl, leverage, jenis sektor industri, kepemilikan manajerial yang memiliki pengaruh signifikan terhadap excess value untuk menjadi dasar pertimbangan untuk melakukan investasi pada perusahaan yang terdiversifikasi di Indonesia, khususnya pada sektor industri manufaktur, properti dan real estate.

DAFTAR PUSTAKAAnnariaSetionoputri (2009), Skripsi: PengaruhDiversifikasiKorporatTerhadap Excess Value Perusahaan

Manufaktur, Properti Dan Real Estat, Serta PerdagangandanGrosir yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2005-2007, InstitutBisnisdanInformatika Indonesia, Jakarta.

Anthony, Robert N. & Vijay Govindarajan (2005), Management Control System, Edisi 11, Buku 2, Jakarta: Salemba Empat.

Atkinson, Anthony A., Rajiv D. Banker, Robert S. Kaplan, dan S. Mark Young (2000), Management Accounting, 3rd Edition, Sumber: http://books.google.co.id/books?id=6sFWyNFp4HkC&printsec=forntcover&dq=%22management+accounting/third+edition%22 (diakses pada 3 April 2013).

Beams, Floyd A., Joseph H. Anthony, Robin P. Clement, dan Suzane H. Lowensohnl (2007), Akuntansi Keuangan Lanjutan, Edisi 8, Jilid 2, Jakarta: PT Indeks.

Berger, P. G., danOfek, E. (1995), Diverisification’s Effect On Firm Value, Journal of Financial Economics, Vol. 37, Sumber: http://118.96.136.31/ejurnal/1995/JFE%201995%2037%201/JFE%2095%2037%201-3%20Diversification's%20effect%20on%20firm%20value.pdf (diakses pada 28 Maret 2013).

19

Page 20: Resume Andre

Billett, Matthew T. dan David C. Mauer (1998), Diversification and the Value of Internal Capital Markets: The Case of Tracking Stock, Sumber: http://ssrn.com/abstract=138008 or DOI: 10.2139/ssrn.138008 (diakses pada 3 April 2013).

Brigham, Eugene F. dan Joel F. Houston (2004), Fundamentals of Financial Management, 10th edition, International Edition.South-Western: Thomson.

Chatterjee, Sayan dan Birger Wernerfelt (1991), The Link Between Resources and Type of Diversification: Theory and Evidence, Strategic Management Journal, Vol. 12, 33-48. Sumber: http://www.jstor.org/discover/10.2307/2486571?uid=3738224&uid=2&uid=4&sid=21101886729653 (diakses pada 11 April 2013).

Charoenwong, Charlie, David K. Ding, PornsitJiraporn (2011), Value: Evidence from the Thai Financial Crisis, Sumber: http://ssrn.com/abstract=1776485 (diakses 26 Maret 2013).

Chen, Sheng-Syan, Kim Wai Ho (2000), Corporate Diversification, Ownership Structure, and Firm Value: The Singapore Evidence, International Review of Financial Analysis 9, Sumber: http://ntur.lib.ntu.edu.tw/bitstream/246246/83689/1/2.pdf(diakses 28 Maret 2013).

Devi Angelina (2010). Skripsi: PengaruhDiversifikasiKorporatTerhadapKinerja Perusahaan Manufaktur, Propertidan Real Estat, sertaPertambangan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2003-2007, InstitutBisnisdanInformatika Indonesia, Jakarta (TidakDipublikasikan).

HassanudinRahmandaengNaja (2004), Management Fit and Proper Test, Yogyakarta: PustakaWidyatama.

Hitt, Michael A., R, Duane Ireland, dan Ribert E. Hockison (2005), Strategic Management-Competitiveness and Globalization: Concepts and Cases, 6th Edition, Ohio: South-Western Publishing.

Jensen, Michael C. (1986), Agency Costs of Free Cash Flow, Corporate Finance and Takeovers , American Economic Review, Vol. 76, No. 2, 323-329.

Jensen, Michael C. & William H. Meckling (1976), The Theory of The Firm: Managerial Behavior, Agency Cost, and Ownership Structure, Journal of Financial Economics, Vol. 3, No. 4, 305-360.

Kusmawati (2005), Pengaruh Diversifikasi Usaha, Leverage, dan Ukuran Perusahaan pada Profitabilitas Perusahaan Industri Terbuka di Bursa Efek Jakarta, Jurnal Riset Akuntansi Aksioma, Vol. 4, No. 2, Sumber: http://library.isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/61081223.pdf (diakses pada 28 Maret 2013).

Lang, Larry H. P. & Rene M. Stulz (1994), Tobin’s Q, Corporate Diversification and Firm Performance, Journal of Political Economy Vol. 102, No. 6, 1248-1280.

Li, Diane dan Jongdae Jin (2006), The Effect of Diversification on Firm Returns in Chemical and Oil Industries, Review of Accounting and Finance, Vol. 5, No. 1, 20-29.

Lins, K., & Henri Sarvaes (2002), Is Corporate Diversification Beneficial in Emerging Markets?, Financial Management. Summer, 5-31. Discipline based-refereed, published, 06/2002, Sumber: http://www.london.edu/facultyandresearch/research/docs/Working_Paper_2004-002b.pdf (diakses 28 Maret 2013).

20

Page 21: Resume Andre

Mackey, Tyson Brighton (2006), Disertasi: Essays on Corporate Diversification and Firm Value, The Ohio State University, sumber: http://etd.ohiolink.edu/send-pdf.cgi/Mackey%20Tyson%20B.pdf?acc_num=osu1148177870 (diakses pada tanggal 11 April 2013).

Manser, Martin H. (2002), Oxford Leraner’s Dictionary, China: Oxford University Press.

Montgomery, Cynthia A. dan Birger Wernerfelt (1988), Diversification, Ricardian rents and Tobin’s Q, Rand Journal of Economics Vol. 19, No. 4, 623-632.

Mulyadi (2007), SistemPerancangandanPengendalianManajemen, Edisi 3, Jakarta: SalembaEmpat.

PujiHarto (2005), KebijakanDiversifikasi Perusahaan Dan PengaruhnyaTerhadapKinerja: StudiEmpirisPada Perusahaan Publik Di Indonesia, JurnalAkuntansidanKeuangan Vol. 1.

Puji Harto (2007), Pengaruh Diversfikasi Korporat Terhadap Kinerja Perusahaan, Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 1, No. 3, 205-218, Sumber: http://dspace.library.uph.edu:8080/bitstream/123456789/605/2/ijak-01-03-2007-pengaruh_diversifikasi_korporat_terhadap.pdf(diakses pada 27 Maret 2013).

Zaenal Arifin (2005), Teori Keuangan dan Pasar Modal, Yogyakarta: Ekonisia.

DAFTAR LAMPIRAN

Tabel 1Chow Breakpoint Test

Tabel 2Uji Independent Sample T-Test

21

Page 22: Resume Andre

Tabel 3Uji Normalitas

Tabel 4Uji Multikolinearitas

22

Page 23: Resume Andre

Tabel5Uji Heteroskedastisitas

Tabel6Uji Autokorelasi

23

Page 24: Resume Andre

Tabel 7Uji Deskriptif

24

Page 25: Resume Andre

Table 10Uji Regresi berganda

25

Page 26: Resume Andre

Tabel 11Uji F

Table 12UJI T

26

Page 27: Resume Andre

Tabel 13Koefisien Determinasi

27