refer at
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam kehidupan sehari-hari, manusia selalu berupaya untuk memenuhi kebutuhannya,
baik fisik, mental, emosional, sosial, dan spritual. Dalam usaha pemenuhan kebutuhan-
kebutuhan tersebut sering menghadapi berbagai masalah dan hambatan sehingga timbul
kecemasan (anxiety). Hal ini terjadi apabila terjadi perubahan-perubahan dalam hidup yang
tidak diduga sebelumnya, seperti seseorang yang terkena pemutusan hubungan kerja, pindah
kerja, atau mungkin seseorang yang menghadapi kehamilan/persalinan.
Kecemasan (anxiety) merupakan bagian intrinsik kemanusiaan, suatu respon natural
yang diterapkan dalam pola kemanusiaan terhadap rangsangan dari luar maupun psikologik.
Kecemasan akan dialami sepanjang kehidupan mulai dari ayunan sampai usungan.
Kecemasan merupakan gejala normal pada manusia dan disebut patologis bila
gejalanya menetap dalam jangka waktu tertentu dan mengganggu ketenteraman individu.
Ansietas dapat terjadi pada keadaan normal bila secara tiba-tiba berhadapan dengan keadaan
bahaya, menghadapi ujian/tantangan dan kadang-kadang terjadi bila bertemu dengan orang
yang kita takuti. Gangguan ansietas ditandai dengan gejala fisik seperti kecemasan (khawatir
akan nasib buruk), sulit konsentrasi, ketegangan motorik, gelisah, gemetar, renjatan, rasa
goyah, sakit perut, punggung dan kepala, ketegangan otot, mudah lelah, berkeringat, tangan
terasa dingin, dan sebagainya.(3)
Kecemasan sangat mengganggu homeostasis dan fungsi individu, karena itu perlu
segera dihilangkan dengan berbagai macam cara penyesuaian.(1)
Kecemasan merupakaan gangguan mental terbesar. Diperkirakan sekitar 30 juta dari
populasi di Amerika Serikat menderita kecemasan dan wanita menderita dua kali lebih
banyak dibandingkan pria.(5)
Stressor psikososial dapat mempengaruhi setiap kehidupan manusia yang menyebabkan
terjadinya perubahan-perubahan yang akan mengganggu keseimbangan hidup. Stres dapat
digambarkan sebagai suatu kekuatan yang mendesak dan mencekam yang muncul dari dalam
diri seseorang sebagai akibat dari kesulitan penyesuaian diri. Apabila seseorang tidak dapat
menyesuaikan diri terhadap stressor yang dialami maka dia akan mengalami kecemasan yang
berat ataupun mengalami kesedihan yang mendalam. Stres ini dapat bersumber dari dalam
diri sendiri, keluarga, dan lingkungan.
15
BAB II
PEMBAHASAN
A. TINJAUAN PUSTAKA
1. ANSIETAS
1.1. Definisi
Kecemasan atau dalam bahasa Inggrisnya anxiety berasal dari bahasa Latin
angustus yang berarti kaku, dan ango, anci yang berarti mencekik.(7)
Ansietas adalah suatu keadaan patologis yang ditandai oleh perasaan ketakutan
disertai tanda somatik pertanda sistem saraf otonom yang hiperaktif.(5)
Ansietas adalah kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar yang berkaitan
dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya, dan keadaan emosi ini tidak memiliki
objek yang spesifik.(4)
Ansietas adalah perasaan takut yang tidak jelas dan tidak didukung oleh situasi.
Ketika merasa cemas, individu merasa tidak nyaman atau takut atau mungkin memiliki
firasat akan ditimpa masalah padahal ia tidak mengerti mengapa emosi yang
mengancam tersebut terjadi. Tidak ada objek yang dapat diidentifikasi sebagai stimulus
ansietas.(4)
Ansietas adalah kekhawatiran yang tidak jelas menyebar di alam dan terkait
dengan perasaan ketidakpastian dan ketidakberdayaan. Perasaan isolasi, keterasingan,
dan ketidakamanan juga hadir.(4)
Kecemasan dan ketakutan memiliki komponen fisiologis yang sama tetapi
kecemasan tidak sama dengan ketakutan. Penyebab kecemasan berasal dari dalam dan
sumbernya sebagian besar tidak diketahui sedangkan ketakutan merupakan respon
emosional terhadap ancaman atau bahaya yang sumbernya biasanya dari luar yang
dihadapi secara sadar. Kecemasan dianggap patologis bilamana mengganggu fungsi
sehari-hari, pencapaian tujuan, dan kepuasan atau kesenangan yang wajar.(1,5)
Dari pendapat beberapa para ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa ansietas
adalah respon emosi tanpa objek yang spesifik dan bersifat subjektif berupa rasa takut,
kekhawatiran pada sesuatu yang akan terjadi dengan penyebab yang tidak jelas dan
dihubungkan dengan perasaan tidak menentu dan tidak berdaya.(4)
16
1.2. Tingkat Kecemasan(2)
Peplau (1963) mengidentifikasi ansietas dalam 4 tingkatan, dimana setiap tingkatan
memiliki karakteristik dalam persepsi yang berbeda, tergantung kemampuan individu
yang ada dan dari dalam dan luarnya maupun dari lingkungannya, tingkat kecemasan
ataupun ansietas, yaitu:
a. Cemas ringan adalah cemas yang normal menjadi bagian sehari-hari dan
menyebabkan seseorang menjadi waspada dan meningkatkan lahan persepsinya.
Ansietas ini dapat memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan dan
kreativitas.
b. Cemas sedang adalah cemas yang memungkinkan seorang untuk memusatkan pada
hal yang penting dan mengesampingkan yang tidak penting.
c. Cemas berat adalah cemas yang sangat mengurangi lahan persepsi individu
cenderung untuk memusatkan pada sesuatu yang terinci dan spesifik dan tidak
dapat berfikir pada hal yang lain. Semua perilaku ditunjukkan untuk mengurangi
tegangan individu memerlukan banyak pengesahan untuk dapat memusatkan pada
suatu area lain.
d. Panik: tingkat panik dari suatu ansietas berhubungan dengan ketakutan dan terror,
karena mengalami kehilangan kendali. Orang yang mengalami panik tidak mampu
melakukan suatu walaupun dengan pengarahan, panik mengakibatkan disorganisasi
kepribadian, dengan panik terjadi peningkatan aktivitas motorik, menurunnya
kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain, persepsi yang menyimpang dan
kehilangan pemikiran yang rasional. Tingkat ansietas ini tidak sejalan dengan
kehidupan dan jika berlangsung terus dalam waktu yang lama dan dapat terjadi
kelelahan yang sangat bahkan kematian (Stuart & Sundent, 2000).
Pada tingkat ansietas ringan dan sedang, individu dapat memproses informasi
belajar dan menyelesaikan masalah. Keterampilan kognitif mendominasi tingkat
ansietas ini. Ketika individu mengalami ansietas berat dan panik, keterampilan bertahan
yang lebih sederhana mengambil alih, respon defensif terjadi, dan keterampilan kognitif
menurun signifikan. Individu yang mengalami ansietas berat sulit berpikir dan
melakukan pertimbangan, otot-ototnya menjadi tegang, tanda-tanda vital meningkat,
mondar-mandir, memperlihatkan kegelisahan, iritabilitas, dan kemarahan atau
menggunakan cara psikomotor emosional. Lonjakan adrenalin menyebabkan tanda-
tanda vital meningkat, pupil membesar, untuk memungkinkan lebih banyak cahaya
17
yang masuk, dan satu-satunya proses kognitif berfokus pada ketahanan individu
tersebut.
Sisi negatif ansietas atau sisi yang membahayakan ialah rasa khawatir yang
belebihan tentang masalah yang nyata atau potensial. Hal ini menghabiskan tenaga,
menimbulkan rasa takut dan individu melakukan fungsinya dengan adekuat dalam
situasi interpersonal, situasi kerja, dan situasi sosial. Diagnosis gangguan ansietas
ditegakkan ketika ansietas tidak lagi berfungsi sebagai tanda bahaya, melainkan
menjadi kronis dan mempengaruhi sebagian besar kehidupan individu sehingga
mengakibatkan perilaku maladaptif dan disabilitas emosional.
1.3. Pengukuran Kecemasan(4)
Untuk mengetahui sejauh mana derajat kecemasan baik itu kecemasan ringan,
sedang, berat, berat sekali (panik) digunakan alat ukur kecemasan yang dikenal dengan
Hamilton Rating Scale for Anxiety (HRSA). Alat ukur ini terdiri dari 10 kelompok
gejala yang masing-masing kelompok gejala diberi penilaian angka (score) antara 0-4,
yang artinya:
Nilai 0 = tidak ada gejala (tidak ada gejala yang muncul)
Nilai 1 = gejala ringan (hanya satu gejala yang muncul)
Nilai 2 = gejala sedang (sebagai gejala yang muncul)
Nilai 3 = gejala berat (lebih dari sebagian gejala yang muncul)
Nilai 4 = gejala berat sekali/panik (seluruh gejala muncul)
Masing-masing nilai angka (score) dari ke-10 kelompok gejala tersebut jumlahkan
sehingga dari penjumlahan tersebut dapat diketahui derajat kecemasan seseorang, yaitu:
a. Tidak ada kecemasan (<14)
b. Kecemasan ringan (14-20)
c. Kecemasan sedang (21-27)
d. Kecemasan berat (28-41)
e. Kecemasan berat sekali/panik (42-56)
Sepuluh (10) komponen kecemasan:
a. Perasaan cemas
b. Ketegangan
c. Ketakutan
d. Gangguan tidur
e. Gangguan kecerdasan
f. Perasaan depresi
18
g. Gejala somatik
h. Gejala sensorik
i. Gejala kardiovaskuler
j. Gejala pernapasan
1.4. Respon Kecemasan(4)
Macam-macam respon ansietas yaitu (Stuart, 2006):
a. Respon fisiologis
Sistem tubuh ResponKardiovaskuler - Palpitasi
- Jantung berdebar- Tekanan darah meningkat- Rasa ingin pingsan- Pingsan- Tekanan darah menurun- Denyut nadi menurun
Pernapasan - Nafas cepat- Sesak nafas- Tekanan pada dada- Napas dangkal- Pembengkakan pada tenggorokan- Sensasi tercekik- Terengah-engah
Neuromuskular - Refleks meningkat- Reaksi terkejut- Mata berkedip-kedip- Insomnia- Tremor- Rigiditas- Gelisah, mondar-mandir- Wajah tegang- Kelemahan umum- Tungkai lemah
Gastrointestinal - Kehilangan nafsu makan- Menolak makan- Rasa tidak nyaman pada abdomen- Nyeri abdomen- Mual- Nyeri ulu hati- Diare
Saluran kemih - Tidak dapat menahan kencing- Sering berkemih
Kulit - Wajah kemerahan- Berkeringat setempat (telapak tangan)- Gatal- Rasa panas dan dingin pada kulit- Wajah pucat
19
- Berkeringat seluruh tubuh
b. Respon perilaku, kognitif, dan afektif
Sistem ResponsPerilaku - Gelisah
- Ketegangan fisik- Reaksi terkejut- Bicara cepat- Kurang koordinasi- Cenderung mengalami cedera- Menarik diri dari hubungan interpersonal- Inhibisi - Melarikan diri dari masalah- Menghindar- Hiperventilasi- Sangat waspada
Kognitif - Perhatian terganggu- Konsentrasi buruk- Preokupasi- Pelupa- Salah dalam memberikan penilaian- Hambatan berpikir- Lapangan persepsi menurun- Kreativitas menurun- Produktivitas menurun- Bingung- Sangat waspada- Kehilangan objektivitas- Takut kehilangan kendali
Afektif - Mudah terganggu- Tidak sabar- Gelisah- Tegang- Gugup- Ketakutan- Waspada- Kengerian- Kekhawatiran- Kecemasan- Mati rasa- Rasa bersalah- Malu
2. STRESSOR PSIKOSOSIAL
2.1. Definisi
Menurut Lazarus dan Folkman (dalam Indri, 2007) kondisi fisik, lingkungan dan
sosial yang merupakan penyebab dari kondisi stres disebut dengan stressor. Istilah
20
stresor diperkenalkan pertama kali oleh Selye (dalam Indri, 2007). Situasi, kejadian,
atau objek apapun yang menimbulkan tuntutan dalam tubuh dan penyebab reaksi
psikologis ini disebut stressor (Berry, 1998 dalam Indri, 2007). Pikiran ataupun
perasaan individu sendiri yang dianggap sebagai suatu ancaman baik yang nyata
maupun imajinasi dapat juga menjadi stressor.(6)
Stressor psikososial adalah setiap keadaan/peristiwa yang menyebabkan perubahan
dalam kehidupan seseorang, sehingga seseorang itu terpaksa mengadakan
adaptasi/penyesuaian diri untuk menanggulanginya (Smeltzer & Bare, 2001).
Namun, tidak semua orang mampu melakukan adaptasi dan mengatasi stressor
tersebut sehingga timbullah keluhan-keluhan antara lain stres, cemas, dan depresi.(8)
2.2. Penyebab
Masalah penyesuaian atau keadaan stres dapat bersumber pada frustrasi, konflik,
tekanan, atau krisis.(1)
a. Frustrasi
Timbul bila ada aral melintang antara kita dan maksud (tujuan) kita yang dapat
menimbulkan stres padanya. Ada frustrasi yang datangnya dari luar, seperti
bencana alam, kecelakaan, kematian seorang yang tercinta, persaingan yang
berlebihan, perubahan yang terlalu cepat dan pengangguran. Frustrasi yang
datangnya dari dalam misalnya cacat badaniah, kegagalan dalam usaha dan moral
sedingga penilaian diri sendiri menjadi sangat tidak enak dan merupakan frustrasi
yang berhubungan dengan kebutuhan rasa harga diri.
b. Konflik
Terjadi bila kita tidak dapat memilih antara dua atau lebih macam kebutuhan
atau tujuan. Memilih yang satu berarti frustrasi terhadap yang lain. Ibarat kita
berada di persimpangan jalan dan tidak dapat memilih apakah akan ke kiri atau ke
kanan. Misalnya, jika seseorang harus memilih antara terus melanjutkan sekolah
atau menikah, mengurus rumah tangga atau terus aktif dalam sebuah organisasi,
atau mungkin memilih antara berbuat sesuatu yang berbahaya atau dicap sebagai
pengecut.
c. Tekanan
Juga dapat menimbulkan masalah penyesuaian. Tekanan sehari-hari, biarpun
kecil tetapi bila bertumpuk-tumpuk, dapat menjadi stres yang hebat. Tekanan sama
halnya frustrasi, bisa berasal dari dalam maupun dari luar.
21
Tekanan dari dalam datang dari cita-cita atau norma-norma yang kita
gantungkan terlalu tinggi dan kita mengejarnya tanpa ampun, sehingga kita terus-
menerus berada di bawah tekanan. Contoh tekanan dari luar, misalnya orang tua
menuntut dari anak angka rapor yang gilang-gemilang..
d. Krisis
Suatu keadaan yang mendadak menimbulkan stres pada seorang individu
ataupun suatu kelompok, misalkan kematian, kecelakaan, bencana alam, ataupun
anak yang masuk sekolah pertama kali. Dahulunya dikira bahwa krisis selalu tidak
baik bagi kesehatan jiwa. Sekarang ini ternyata tidaklah demikian. Setelah
mengalami krisis, maka kemungkinan individu atau kelompok menjadi terganggu
atau lebih mudah terganggu, bila ada stres lagi ataupun lebih matang atau lebih
kuat menghadapi stres di kemudian hari.
Beberapa contoh stresor psikososial menurut Dadang Hawari (2008) antara lain
sebagai berikut:(6)
a. Perkawinan
Dalam masyarakat modern seperti sekarang ini, lembaga perkawinan adalah
lembaga yang paling banyak menderita. Salah satu faktor yang menyebabkan krisis
perkawinan adalah ketidaksetiaan atau perselingkuhan sehingga menyebabkan
perceraian.
b. Problem Orangtua
Salah satu problem orangtua pada zaman sekarang adalah bahwa yang penting
bukan berapa banyak jumlah anak (kuantitas), melainkan yang utama adalah
kualitas dari anak yang diasuhnya. Orang tua juga akan mengalami problem
manakala anak terlibat kenakalan remaja, pergaulan bebas, kehamilan diluar nikah,
aborsi dan penyalahgunaan narkotika.
c. Hubungan Interpersonal (Antar Pribadi)
Hubungan antar sesama manusia (perorangan/ individual) yang tidak baik dapat
merupakan sumber stres. Misalnya hubungan yang tidak serasi, tidak baik atau
buruk dengan kawan dekat atau kekasih, antara sesama rekan, antara bawahan dan
atasan, pengkhianatan dan lain sebagainya.
d. Pekerjaan
Kehilangan pekerjaan (PHK, Pensiun) yang berakibat pada pengangguran akan
berdampak pada gangguan kesehatan bahkan bisa sampai pada kematian. Dengan
22
meningkatnya pengangguran, maka terlalu banyak beban pekerjaan sementara
waktu yang tersedia sangat sempit, hal ini dapat pula menyebabkan stres.
e. Lingkungan Hidup
Kondisi lingkungan hidup yang buruk besar pengaruhnya bagi kesehatan
seseorang. Misalnya masalah perumahan, polusi, penghijauan dan lain-lain yang
merupakan sarana dan prasarana pemukiman hendaknya memenuhi syarat
kesehatan lingkungan dan terciptanya suasana kehidupan yang bebas dari
gangguan kriminalitas.
f. Keuangan
Masalah keuangan dalam kehidupan sehari-hari ternyata merupakan salah satu
stresor utama. Misalnya, pendapatan lebih kecil dari pengeluaran, terlibat hutang,
kebangkrutan usaha, soal warisan dan lain sebagainya.
g. Hukum
Keterlibatan seseorang dalam masalah hukum dapat merupakan sumber stres.
Misalnya, tuntutan hukum, pengadilan, penjara dan lain sebagainya. Selain itu
tidak ditegakkannya supremasi hukum yang berdampak pada ketidakadilan dapat
pula merupaka sumber stres.
h. Perkembangan
Yang dimaksudkan disini adalah tahapan perkembangan baik fisik maupun
mental seseorang (siklus kehidupan). Misalnya masa remaja, masa dewasa,
menopause, usia lanjut dan lain sebagainya yang secara alamiah akan dialami oleh
setiap orang. Dan apabila tahapan perkembangan tersebut tidak dapat dilampaui
dengan baik (tidak mampu beradaptasi), yang besangkutan dapat mengalami stres.
i. Penyakit Fisik atau Cidera
Berbagai penyakit fisik terutama yang kronis dan atau cidera dapat
menyebabkan stres pada diri seseorang, sebagai contoh misalnya penyakit jantung,
paru-paru, stroke, kanker, HIV/ AIDS, kecelakaan dan lain sebagainya.
j. Faktor Keluarga
Anak dan remaja dapat pula mengalami stres yang disebakan karena kondisi
keluarga yang tidak harmonis. Sikap orang tua terhadap anak yang dapat
menimbulkan stres antara lain:
Hubungan kedua orang tua yang dingin, atau penuh ketegangan, atau acuh tak
acuh.
23
Kedua orang tua jarang dirumah dan tidak ada waktu untuk bersama dengan
ank-anak.
Komunikasi antara orang tua dan anak yang tidak serasi (communication gap).
Kedua orang tua berpisah atau bercerai.
Salah satu orang tua menderita gangguan jiwa atau kelainan kepribadian.
Orang tua dalam mendidik anak kurang sabar, pemarah, keras, otoriter dan lain
sebagainya.
k. Trauma
Seseorang yang mengalami bencana alam, kecelakaan transportasi (darat, laut
dan udara), kebakaran, kerusuhan, peperangan, kekerasan, penculikan,
perampokan, perkosaan, kehamilan diluar nikah dan lain sebagainya merupakan
pengalaman yang traumatis yang pada gilirannya yang bersangkutan dapat
mengalami stres.
B. PERANAN STRESSOR PSIKOSOSIAL TERHADAP ANSIETAS
Salah satu faktor yang dianggap sebagai penyebab atau pencetus ansietas adalah stressor
psikososial. Seperti yang telah kita ketahui stressor psikososial adalah setiap keadaan atau
peristiwa yang menyebabkan perubahan dalam kehidupan seseorang. Sehingga orang itu
terpaksa mengadakan adaptasi atau menanggulangi stressor yang timbul. Taraf besarnya
stressor psikososial ditulis pada aksis IV pada sistem diagnostik multiaksial PPDGJ III. Aksis
ini dipakai untuk pemberian kode dari berat ringannya stressor psikososial yang dinilai
bermakna sebagai faktor penting perkembangan atau kambuhnya gangguan jiwa saat ini.
Bila mendapatkan stressor, tubuh manusia akan berusaha mengadakan perlawanan dengan
mencari keseimbangan. Tubuh manusia merespon stressor dengan mengaktifkan sistem saraf
dan hormon tertentu. Akibatnya secara klinik akan bermanifestasi sebagai gejala-gejala
stress, yang terdiri dari gejala psikologis, fisiologis dan perilaku. Perubahan psikososial dapat
merupakan tekanan mental (stressor psikososial) sehingga bagi sebagian individu dapat
menimbulkan perubahan dalam kehidupan dan berusaha beradaptasi untuk
menanggulanginya. Stressor psikososial, seperti perceraian dalam rumah tangga, masalah
orang tua dengan banyaknya kenakalan remaja, hubungan interpersonal yang tidak baik dan
sebagainya. Namun tidak semua orang mampu beradaptasi dan mengatasi stressor akibat
perubahan tersebut sehingga ada yang mengalami gangguan kecemasan/ansietas. Dari
berbagai penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa ada peranan stressor psikososial
terhadap ansietas. Namun, berat ringannya stressor tersebut sehingga dapat menimbulkan
24
ansietas tergantung pada seberapa mampu manusia untuk beradaptasi dengan lingkungan atau
faktor stressor tersebut, bukan dari jenis stressor yang dialami. Pada tahap pencegahan dan
terapi dari stressor yang dialami memerlukan suatu metode pendekatan yang holistic, yaitu
yang mencakup fisik (somatic), psikologik/psikiatrik, psikososial dan religious. Dalam hal ini
manusia diharapkan mampu menghadapi stressor yang didapat sehingga tidak menimbulkan
ansietas yang berkepanjangan. Untuk mencegah agar seseorang tidak jatuh dalam keadaan
stress, maka sebaiknya ketahanan yang bersangkutan perlu ditingkatkan agar mampu
menanggulangi stressor (penyebab) psikososial yang muncul dan sebagainya
Kepribadian Pencemas(2)
Tidak semua orang yang mengalami stressor psikososial akan menderita gangguan cemas,
hal ini tergantung pada struktur kepribadiannya. Orang yang kepribadian pencemas resiko
untuk menderita gangguan cemas lebih besar dari orang yang tidak berkepribadian pencemas.
a. Seseorang akan menderita ansietas mana kala yang bersangkutan tidak mampu
mengatasi stressor psikososial yang dihadapinya. Tetapi orang-orang tertentu meskipun
tidak ada stressor psikososial yang bersangkutan menunjukkan kecemasan juga, yang
ditandai dengan corak atau kepribadian pencemas, yaitu antara lain cemas, khawatir,
tidak tenang, ragu, dan bimbang.
b. Memandang masa depan dengan rasa was-was (khawatir)
c. Kurang percaya diri, gugup apabila tampil di muka umum (demam panggung)
d. Sering merasa tidak bersalah, menyalahkan orang lain
e. Tidak mudah mengalah “sering ngotot”
f. Gerakan sering serba salah, tidak tenang bila duduk, gelisah
g. Sering kali mengeluh ini dan itu (keluhan-keluhan somatik), khawatir yang berlebihan
terhadap penyakit
h. Mudah tersinggung, suka membesar-besarkan masalah yang kecil (dramatisir)
i. Dalam mengambil keputusan, sering mengalami rasa bimbang dan ragu
C. PENATALAKSANAAN ANSIETAS
1. PSIKOTERAPI
Melakukan pembicaraan yang melibatkan tenaga kesehatan yang terlatih, seperti
psikiater, psikolog, pekerja sosial, atau konselor, untuk menentukan penyebab gangguan
cemas yang dialami pasien dan bagaimana penanganannya.(10)
Ventilasi: memberikan kesempatan kepada pasien untuk menceritakan keluhan dan
isi hati pasien sehingga pasien menjadi lega
25
Konseling: memberikan pengertian kepada pasien tentang penyakitnya dan
memahami kondisinya lebih baik dan menganjurkan untuk berobat teratur, serta efek
samping dari pengobatan yang dijalaninya.
2. COGNITIVE BEHAVIORAL THERAPY (CBT)
Cognitive-behavioral therapy (CBT) sangat berguna dalam mengobati gangguan
kecemasan. Dari segi kognitif, terapis harus mampu membantu mengubah pola berpikir
pasien yang senantiasa mendukung ketakutan mereka, sedangkan dari segi perilaku, dapat
membantu pasien mengubah cara mereka bereaksi terhadap kecemasan yang dihadapi
(memprovokasi situasi).(10)
CBT dilakukan ketika pasien memutuskan bahwa mereka telah siap untuk diterapi dan
juga atas izin dan kerjasama dari pasien itu sendiri. Agar efektif, terapi harus diarahkan
pada specific anxiety orang tersebut dan harus disesuaikan dengan kebutuhannya.(10)
CBT atau terapi perilaku biasanya dilakukan selama 12 minggu. Ini dapat dilakukan
secara individual atau dengan sekelompok orang yang memiliki masalah yang sama.
Terapi kelompok sangat efektif untuk fobia sosial. Ada beberapa penelitian yang
mengatakan bahwa manfaat CBT bertahan lebih lama dibandingkan dengan obat-obatan
untuk orang dengan gangguan panik, dan hal yang sama mungkin benar untuk OCD
(Obsessive Compulsive Disorder), PTSD (Post-Traumatic Stress Disorder), dan fobia
sosial. Bila gangguan kambuh di kemudian hari, terapi yang sama dapat digunakan untuk
mengatasi gangguan tersebut.(10)
Cognitive Behavioral Therapy (CBT) diharapkan berperan sebagai mekanisme proteksi
agar kecemasan tidak mengancam, karena pasien belajar mengatasi faktor faktor yang
menyebabkan munculnya gangguan.(10)
3. SOSIOTERAPI
Bertujuan mengembalikan fungsi-fungsi sosial penderita, agar dapat berorientasi
terhadap diri, orang lain, waktu dan tempat secara wajar serta dapat menyesuaikan diri
kembali terhadap tuntutan/norma sosial. Kegiatan sosioterapi dapat dilakukan bersama-
sama atau berselang-seling dengan kegiatan yang lain dalam proses rehabilitasi.
Selain itu, perlu juga memberikan penjelasan kepada keluarga dan orang-orang
sekitarnya sehingga dapat menerima dan menciptakan lingkungan yang baik untuk
membantu menyembuhkan pasien
4. PSIKOFARMAKA
Obat-obatan tidaklah menyembuhkan gangguan kecemasan, akan tetapi dapat
mengontrol gejala-gejala yang diderita pada pasien.
26
Obat-obatan utama yang digunakan untuk gangguan kecemasan adalah obat anti-
anxietas Golongan Benzodiazepine sebagai obat anti anxietas mempunyai ratio
terapeutik lebih tinggi dan kurang lebih menimbulkan adiksi dengan toksisitas yang
rendah, bila dibandingkan dengan phenobarbital. Golongan benzodiazepine sebagai
“drug of choice” dari semua obat yang mempunyai efek anti-anxietas, disebabkan
spesifitas, potensi dan keamanannya. Spektrum klinis benzodiazepine meliputi efek anti-
anxietas, anti-konvulsan, anti-insomnia, premedikasi tindakan operatif.(9)
a. Diazepam : ” broadspectrum”
b. Clobazam : ”psychomotor performance” paling kurang terpengaruh, untuk pasien
dewasa dan usia lanjut yang ingin tetap aktif
c. Lorazepam : ” short half life benzodiazepine ” , untuk pasien-pasien dengan kelainan
fungsi hati dan ginjal.
d. Alprazolam : efektif untuk anxietas antisipatorik ” onset of action lebih cepat dan
mempunyai komponen efek anti depresi.
27
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Manusia adalah makhluk biopsikososiospiritual yang unik dan menerapkan sistem terbuka
dan saling berinteraksi. Manusia selalu berusaha mempertahankan keseimbangan hidupnya.
Keseimbangan yang dipertahankan oleh setiap individu untuk menyesuaikan diri dengan
linkungannya sedangkan stres merupakan suatu respon adaptif individu terhadap situasi yang
diterima seseorang sebagai suatu tantangan atau ancaman keberadaannya. Dimana setiap
keadaan atau peristiwa yang menyebabkan perubahan pada setiap kehidupan seseorang
sehingga orang itu terpaksa melakukan adaptasi atau penyesuaian diri untuk menanggulangi
stress tersebut yang disebut sebagai stressor. Salah satu stressor yang dapat menimbulkan
ansietas adalah stressor psikososial. Beberapa contoh psikososial, adalah perkawinan,
problem orangtua, hubungan interpersonal (antar pribadi), pekerjaan, lingkungan hidup,
keuangan, hukum, perkembangan, penyakit fisik atau cedera, faktor keluarga, trauma.
B. SARAN
Kami menyadari bahwa masih banyak kesalahan dan kekurangan dalam penyusunan
laporan ini. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran atas penyusunan
laporan kami ini dan untuk selanjutnya dari para dosen pengampu.
28
DAFTAR PUSTAKA
1. Maramis, W. F. Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga University Press. 2009.
2. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/27216/4/Chapter%20II.pdf
3. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22531/4/Chapter%20II.pdf
4. http://www.library.upnvj.ac.id/pdf/3keperawatanpdf/207312047/bab2.pdf
5. Sadock, Benjamin James dan Sadock, Virgia Alcott. Anxiety Disorder: Overview.
Dalam Kaplan & Sadock's Synopsis of Psychiatry: Behavioral Sciences/Clinical
Psychiatry, 10th Edition. 2007.
6. http://dr-suparyanto.blogspot.com/2011/08/stres-penangganan-dan-pengukuran.html
7. http://skripsistikes.files.wordpress.com/2009/08/47.pdf
8. Hawari, Dadang. Manajemen Stres Cemas dan Depresi. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 2006.
9. Maslim, Rusdi. Penggunaan Klinis Obat Psikotropik (Psychotrophic Medication) Edisi
Ketiga. Jakarta. 2007
10. http://www.nimh.nih.gov/health/publications/anxiety-disorders/nimhanxiety.pdf
29