refer atjj
DESCRIPTION
kkkkTRANSCRIPT
BAB 1 PENDAHULUAN
Persiapan prabedah yang kurang memadai merupakan salah satu faktor
penyebab terjadinya kecelakaan anesthesia. Dokter spesialis anestesiologi
seyogyanya mengunjungi pasien sebelum pembedahan dimulai agar dapat
menyiapkan pasien. Waktu terbatas yang dimiliki dokter spesialis anestesiologi untuk
menyiapkan pasein kadang membuat persiapan pasien sebelum dibedah kurang
sempurna.
Tujuan utama kunjungan praanesthesia ialah untuk mengurangi angka
kesakitan saat operasi serta mengurangi biaya operasi dan meningkatkan kualitas
pelayanan kesehatan. Pengelolaan anestesi pada pasien diawali dengan persiapan
preoperatif psikologis dan bila perlu pengobatan preoperatif. Beberapa macam obat
dapat diberikan sebelum dimulainya operasi. Obat – obat tersebut disesuaikan pada
setiap pasien. Seorang ahli anestesi harus memahami dan menyadari pentingnya
mental dan kondisi fisik selama visite preoperatif. Hal tersebut akan berpengaruh
pada obat- obatan preanestesi, tehnik yang digunakan, dan keahlian seorang ahli
anestesi. Persiapan yang buruk akan berakibat pada berbagai permasalahan dan
ketidaksesuian setelah operasi.
Kebutuhan premedikasi bagi masing – masing pasien akan berbeda. Rasa
takut dan nyeri harus diperhatikan saat kunjungan preanestesi. Pasien akan merasa
terbantu dalam menghadapi rasa sakit dan khawatir saat operasi dengan memberikan
rasa empati dan pengertian pada pasien.
1
BAB 2TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Anestesi (pembiusan; berasal dari bahasa Yunani an-“tidak, tanpa” dan
aesthètos,”persepsi, kemampuan untuk merasa”. Secara umum berarti suatu
tiandakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai
prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh.
Anastesiologi adalah cabang ilmu kedokteran yang mendasari berbagai
tindakan meliputi pemebrian anastesi maupun analgetik, pengawasan keselamatan
pasien operasi maupun tindakan lainnya, bantuan hidup (resusitasi), perawatan
intensif pasien gawat, pemberian terapi inhalasi dan penanggulangan nyeri menahun.
2.2 Teori – Teori Anestesi
1. Teori koloid
Obat anestesi akan menyebabkan penggumpalan sel koloid. Hal ini dibuktikan
dengan halotan yang menghambat gerak dan aliran protoplasma pada amoeba(terjadi
penggumpalan protoplasma)
2. Teori lipid
- Ada hubungan kelarutan zat anestesi dalam lemak dengan timbulnya
anestesi
- Kelarutan tidak berkaitan dengan efek anestesi yang ditimbulkan semakin
kuat
- Apabila daya larut makin cepat maka anestesi juga cepat
3. Teori Abrobsi dan tegangan permukaan
Hubungan potensi zat anestesi dan kemampuan menurunkan tegangan
permukaan adalah dengan menyebabkan proses metabolisme dan transmisi neural
terganggu sehingga terjadi anestesi
2
4. Teori biokimia
Secara in vitro zat anestesi menghambat pengambilan oksigen di otak
5. Teori neurofisiologi
Terjadi penurunan transmisi sinaps di ganglion servikalis superior dan
mengambat fungsi formation reticularis ascenden yang berfungsi mempertahankan
kesadaran
6. Teori fisika
Anestesi terjadi oleh karena molekul yang bergerak dari zat anestesi akan
menempati ruang di dalam sel yang tidak mengandung air sehingga menyebabkan
gangguan permeabilitas membran terhadap molekul dan ion oleh karena terbentuk
mikrokristal di system saraf pusat
2.3 Stadium Anestesi
Guedel (1920) membagi anestasi umum dalam 4 stadium, yaitu:
a. Stadium I (analgesi) dimulai dari saat pemberian zat anestetik sampai
hilangnya kesadaran. Pada stadium ini pasien masih dapat mengikuti perintah
dan terdapat analgesi (hilangnya rasa sakit). Tindakan pembedaan ringan
seperti pencabutan gigidan biopsy kelenjar dapat dilakukan pada stadium ini.
b. Stadium II (delirium/eksitasi, hiperefleksi) dimulai dari hilangnya kesadaran
dan reflex bulu mata sampai pernafasan kembali teratur.
c. Stadium III (pembedahan) dimulai dengan teraturnya pernafasan sampai
pernafasan spontan hilang. Stadium III ini dibagi menjadi 4 plana, yaitu:
1. Plana 1: Pernafasan teratur, spontan, dada dan perut seimbang, terjadinya
gerakan bola mata yang tidak menurut kehendak, pupil midriasis, refleks
cahaya ada, lakrimasimeningkat, refleks faring dan muntah tidak ada serta
belum tercapai relaksasi otot lurik yang sempurna (tonus otot mulai
menurun).
2. Plana 2: Pernafasan teratur, spontan, perut-dada, volume tidak menurun,
frekuensi meningkat, bola mata tidak bergerak dan terfiksasi ditengah,
3
pupil midriasis, refleks cahaya mulai menurun, relaksasi otot sedang dan
refleks laring hilang sehingga dikerjakan intubasi.
3. Plana 3: Pernafasan teratur oleh perut karena otot interkostal mulai
paralisis, lakrimasi tidak ada, pupil midriasis dan sentral, refleks laring
dan peritoneum tidak ada, relaksasi otot lurik hamper sempurna (tonus
otot semakin menurun).
4. Plana 4: Pernafasan tidak teratur oleh perut karena otot interkostal
paralisis total, pupil sangat midriasis, refleks cahaya hilang, refleks
sfingter ani dan kelenjar air mata tidak ada, relaksasi otot lurik sempurna
(tonus otot sangat menurun).
d. Stadium IV (paralisis medulla oblongata) dimulai dengan melemahnya
pernafasan perut disbanding stadium III pada plana 4. Pada stadium ini
tekanan darah tidak dapat diukur, denyut jantung berhenti dan akhirnya terjadi
kematian. Kelumpuhan pernafasan pada stadium ini tidak dapat diatasi dengan
pernafasan buatan.
2.4 Persiapan alat dan obat anestesi
Alat – alat anestesi umum yang perlu dipersiapkan:
- Masker
- Laringoskop (terdiri atas holder dan blade. Pilih blade yang nomor 3 untuk
pasien dewasa dengan ukuran sedang bila. Pasien anak biasanya
digunakan ukuran nomor 2)
- Endotracheal 3 ukuran.
Untuk anak dengan BB dibawah 20 kg, ukuran ET digunakan rumus:
(umur + 2) / 2
- Cuff untuk memompa ET agar posisinya terfiksir
- Goedel 3 ukuran (3=hijau, 4=kuning, 5=merah)
- Hoarness dan Ring hoarness untuk memfiksir masker di wajah
- Stilet (kawat guide saluran nafas)
4
- Jackson Rees, system pemompaan yang digunakan pada pasien anak
- Jelly
- Precordial
- Kapas alcohol
- Plester
- Xilacain pump
Alat tambahan untuk anestesi spinal:
- Spirocain
- Spray alcohol
- Betadin
- Kassa steril
- Bantal
- Spuit 5 cc
Obat – obat anestesi umum:
1. Sulfas atropine
2. Pethidin
3. Propofil / recofol
4. Succinil Cholin
5. Tramus
6. Efedrin
Obat untuk anestesi spinal:
1. Buvanest atau Bunascan
2. Catapress (kadang digunakan untuk menambah efek bunavest)
Obat emergensi yang harus disiapkan dalam kotak emergensi:
1. Atropin
2. Efedrin
3. Ranitidin
5
4. Ketorolac
5. Metoklorpamid
6. Aminofilin
7. Asam traneksamat
8. Adrenalin
9. Kalmethason
10. Furosemid (harus ada untuk pasien urologi)
11. Lidocain
12. Gentamicyn salep mata
13. Oxitocyn (untuk pasien obgyn)
14. Methergin (untuk pasien obgyn)
Obat – obatan anestesi
Obat SediaanJumlah di
sediaanPengenceran
Dalam spuit (cc)
Dosis (mg /
kgBB)
1 cc spuit = ...
Petidin ampul 100 mg / 2 cc2 cc + aquadest
8 cc10 0,5 - 1
10 mg
Recofol(propofol) ampul 200 mg / 20 cc10 cc + lidocain
1 ampul10 2 - 2,5
10 mg
Ketamin vial 100 mg / cc1 cc + aquadest
9 cc10 1-2
10 mg
Succinilcholin vial 200 mg / 10 cctanpa
pengenceran5 1-2
20 mg
Efedrin HCl ampul 50 mg / cc1 cc + aquadest
9 cc10 0,2 5 mg
Sulfas Atropin ampul 0,25 mg / cctanpa
pengenceran3 0,005
0,25 mg
Aminofilin ampul 24 mg / cctanpa
pengenceran10 5
24 mg
Dexamethason ampul 5 mg / cctanpa
pengenceran1 5 mg
Adrenalin ampul 1 mg / cc 0,25 - 0,3
Midazolam ampul 5 mg / 5 cctanpa
pengenceran0,07 - 0,1 1 mg
Ketorolac ampul 60 mg / 2 cctanpa
pengenceran30 mg
Difenhidramin HCl
ampul 5 mg / cctanpa
pengenceran5 mg
6
Obat – Obat Darurat
Nama Obat Indikasi Dosis
EfedrinTD menurun ≥ 20% dari TD awal (biasanya bila TD sistol kurang dari 90 diberikan)
2 cc spuit
Sulfas Atropine Bradikardi < 60 2 cc spuitAminofilin Bronkokonstriksi 5 mg / kgBBDexamethason Reaksi anafilaksis 1 mg / kgBBAdrenalin Cardiac arrest 0,25 - 0,3 mg/kgBBSuccinilcholin Spasme laring 1 mg/kgBB
Kelengkapan kamar operasi:
a. Mesin anestesi
- Periksa apakah halotan/isofluran dalam kkeadaan penuh
- Pasang kabel mesin dan nyalakan
- Pasang pipa oksigen dan N2O
- Periksa pompa oksigen
- Periksa pipa pembuangan gas
Hal yang perlu diketahui:
- Aliran oksigen ada 2 jalur yaitu jalur untuk masker dan jalur untuk nasal
- Pembuangan udara melalui sodalime (batu-batu) yang berfungsi untuk
mengikat CO2. Sodalime perlu dilaporkan bila sudah berubah warna
menjadi sangat tus
- Monitor mesin penting untuk mengetahui keadaan nafas pasien
- Alat pengatur respirasi dari spontan ke kontrol.
b. Monitor anestesi, pastikan minimal terpasang tensi dan saturasi
c. Suction
d. Tangan meja disebelah kanan dan kiri pasien
e. Bantal
7
2.5 Persiapan preanestesi
Persiapan preanestesi meliputi:
1. Mengumpulkan data
2. Menentukan masalah yang ada pada pasiean sesuai data
3. Mempersiapkan kemungkinan terburuk yang terjadi
4. Melakukan persiapan untuk mencegah kemungkinan terburuk yang akan
terjadi
5. Menentukan status fisik pasien
6. Menentukan tindakan anestesi
Anamnesis
- Riwayat anestesi dan operasi sebelumnya
- Riwayat penyakit sistemik
- Riwayat pemakaian obat
- Riwayat diet (kapan makan dan minum terakhir)
- Penggunaan gigi palsu pada pasien harus ditanyakan
- Kebiasaan pasien harus ditanyakan (penggunaan alcohol dan obat-obatan)
- Riwayat penyakit keluarga
Pemeriksaan Fisik
Berpatokan pada B6:
1. Breath
- Keadaan jalan nafas. Lihat apakah ada sumbatan atau tidak
- Bentuk pipi, dagu, mulut, lidah, tonsil dan gigi
- Tentukan frekuensi nafas, tipe pernafasan
- Nilai apakah ada ronki, wheezing, dan stridor
2. Blood
- Tekanan nadi
- Pengisian nadi
- Tekanan darah
8
- Perfusi perifer
- Lakukan pemeriksaan jantung
3. Brain
- Nilai GCS
- Adakah ada gangguan fungsi neurologi
- Lihat tanda TIK
4. Bladder
- Produksi urin
- Pemeriksaan faal ginjal
5. Bowel
- Pembesaran hepar
- Bising usus dan peristaltic usus
- Ada atau tidak massa pada abdomen
6. Bone
- Lihat apakah ada atau tidak kaku kuduk
- Lihat tanda-tanda patah tulang
- Periksa bentuk leher dan tulang belakang
Pemeriksaan Laboratorium dan Radiologi
a. Pemeriksaan darah rutin (Hb, leukosit, bleeding time, APTT dan PPT)
b. Pemeriksaan kadar sula darah puasa
c. Liver function test
d. Renal function test
e. Pemeriksaan foto thoraks
f. Pemeriksaan EKG untuk pasien diatas 40 tahun
g. Pada operasi besar dapat pula dilakukan pemeriksaan kadar albumin, globulin,
CT scan, dan faal paru
9
Persiapan Terhadap Penyulit yang Akan Terjadi
Penyakit Kardiovaskular
- Bila berisiko serius maka terapi oksigen dan pemantauan EKG harus terus
dilakukan pasca operasi
- Zat anestesi akan membuat jantung lebih sensitif terhadap kerja
katekolamin yang dilepaskan Selanjutnya akan terjadi kemunduran
hemodinamik dan dapt terjadi aritmia, takikardi ventricular sampai
fibrilasi ventricular
- Pada pasien dengan gagal jantung perfusi organ akan menjadi buruk
Ambilan gas dan uap inhalasi akan terhalangi
- Pada pasien hipertensi terapi antihipertensi harus diteruskan sepanjang
operasi agar menurunkan resiko bahaya pasca operasi pada pasien
Penyakit Pernafasan
- Penyakit saluran nafas dan paru – paru akan mempengaruhi oksigen,
eliminasi karbondioksida, ambilan gas inhalasi dan meningkatkan infeksi
pascaoperasi
- Bronkospasme berat akan mengancam jiwa yang kadang – kadang timbul
pada pasien asma atau pecandu nikotin
- Penundaan operasi akan efektif pada pasien yang menderita infeksi
saluran nafas atas karena efek obat sedatif dan atropin
Diabetes Mellitus
- Hampir seluruh obat anestesi dapat meningkatkan kadar glukosa darah
- Pasien dengan kadar glukosa yang tidak stabil seharusnya tidak diberikan
anestesi untuk pembedahan elektif kecuali jika kondisi bedah itu sendiri
merupakan penyebab ketidakstabilan tersebut.
Penyakit Hati
- Metabolisme obat anestesi akan terganggu akibat gagal ati
10
- Obat analgetik dan sedatif juga akan memiliki masa kerja yang panjang
karena metabolisme oleh otak juga akan berubah akibat penyakit hti yang
terjadi
- Anestesi yang dilakukan pada pasien ikterus akan mempunyai 2 resiko
nyata yaitu: perdaraan akibat kekurangan protrombin dan gagal ginjal
akibat bilirubin yang berakumulasi pada tubulus renalis
Persiapan Sebelum Pembedahan
1. Pengosongan lambung dengan cara puasa (lama puasa pada dewasa kira –
kira 6 – 8 jam dan untuk anak 4 – 6 jam serta untuk bayi 2 jam(stop ASI))
dan memasang NGT untuk operasi yang dilakukan darurat untuk
dekompresi lambung
2. Pengosongan kandung kemih
3. Pengisian inform consent
4. Pemeriksaan fisik ulang
5. Pelepasan kosmetik, gigi palsu, lensa kontak, dan aksesoris lainnya
6. Premedikasi secara IM ½ - 1 jam menjelang operasi atau secara IV jika
dilakukan beberapa menit sebelum operasi
2.6 Premedikasi
Tujuan dilakukan premedikasi:
- Membuat pasien tenang dan mengurangi rasa takut
- Mengurangi nyeri saat anestesi dan pembedahan
- Mengurangi dosis dan efek samping anestesika
- Menambah khasiat anestesika
Cara pemeberian premedikasi:
- Intramuskular, 1 jam sebelum anestesi dilakukan
- Intravena, 5 – 10 menit sebelum anestesi dilakukan dan dosisnya ½ dari
dosis intramuscular
11
- Oral, malam hari sebelum anestesi dan operasi dilakukan Pasien diberi
obat penenang (diazepam) peroral terlebih dahulu, terutama pasien dengan
hipertensi
Penggolongan Obat – Obat Premedikasi
1. Golongan narkotika
- Analgetik sangat kuat
- Jenisnya: petidin dan morfin
- Efek samping: depresi pernafasan, mual muntah, vasodilatasi pembuluh
darah yang menyebabkan hipotensi
- Golongan ini diberikan jika anestesi dilakukan dengan anestetika bersifat
analgesic rendah. Misalnya: halotan, thiopental, profolol
- Petidin diinjeksi pelan untuk mengurangi kecemasan, menekan tekanan
darah dan nafas serta untuk merangsang otot polos
- Morfin adalah obat pilihan jika rasa nyeri telah ada sebelum pembedahan
untuk mengurangi kecemasan, menekan tekanan darahh dan nafas,
merangsang otot polos, dan menyebabkan depresan system saraf pusat
2. Golongan sedatif dan transquilizer
- Golongan ini berfungsi sebagai obat penenang dan membuat pasien
menjadi mengantuk
- Contoh golongan ini: luminal dan nembufal (sedatif), diazepam dan
DHBF (Dihidrobensferidol) untuk golongan transquilizer
- Efek samping obat ini depresi nafas dan depresi sirkulasi
- Diberikan apabila pasien memiliki rasa sakit sebelum dianestesi dan
pasien tampak lebih gelisah
- Barbiturat dapat menimbulkan sedasi dan menghilangkan kekhawatiran
sebelum operasi, depresan lemah pada nafas dan sirkulasi dan jarang
menimbulkan muntah
12
- Diazepam diberikan untuk menghilangkan halusinasi akibat ketamin,
mengendaikan kejang, menguntungkan untuk usia tua. Diazepam jarang
menimbulkan depresi nafas, batuk, dan aritmia. Biasanya diberikan
dengan dosis 10 mg IM, 5 – 10 mg oral
3. Golongan obat pengering
- Bertujuan untuk menurunksn sekresi kelenjar saliva, keringat, dan lender
di mulut serta menurukan efek parasimpatolotik / paravasopagolitik
sehingga menurunkan risiko timbulnya refleks vagal
- Contoh golongan ini adalah: sulfas atropin dan skopolamin
- Efek samping golongan ini: proses pembuangan akan terganggu terutama
pada anak – anak sehingga terjadi febris dan dehidrasi
- Golongan ini diberikan jika anestesi dilakukan dengan anestetika yang
memberikan efek hipersekresi, contohnya dietileter atau ketamin
2.7 Prognosis ASA
ASA 1
Pasien tidak memiliki kelainan organic maupun sistemik selain penyakit yang
akan dioperasi
ASA 2
Pasien yang memiliki kelainan sistemik ringan sMPi sedang selain penyakit
yang akan dioperasi. Misanya diabetes mellitus yang tidak terkontrol, atau
hipertensi ringan
ASA 3
Pasien memiliki kelainan sistemik berat selain penyakit yang akan dioperasi,
tetapi belum mengancam jiwa. Misalnya diabetes mellitus yang tidak
terkontrol, asma bronchial atau hipertensi tidak terkontrol
ASA 4
13
Pasien memiliki kelainan sistemik berat yang akan mengancam jiwa selain
penyakit yang akan dioperasi. Misanya asma bronchial yang berat dan koma
diabetikum
ASA 5
Pasien dalam kondisi yang sangat buruk dimana tindakan anestesi mungkin
saja menyelamatkan tapi risiko kematian tetap jauh lebih besar. Misanya
operasi pada pasien koma berat
ASA 6
Pasien yang telah dinyatakan telah mati otaknya yang mana organnya akan
diangkat untuk kemudian diberikan sebagai organ donor bagi yang
membutuhkan
Untuk operasi darurat maka di belakang angka diberikan huruf E (emergency),
contoh: operasi apendiks diberi kode ASA 1.E.
2.8 Urutan Pelaksanaan Anestesi Umum
1. Setelah pasien dibaringkan di atas meja operasi kemudian pasang tensi,
saturasi, dan precordial. Nyalakan mesin anestesi dan atur kecepatan
infuse
2. Tunggu instruksi. Setelah lapor ke konsulen dan operator sudah siap
berarti anestesi sudah boleh dilakukan
3. Minta pasien untuk berdoa
4. suntikkan premedikasi: sulfas atropin 0,25 mg dan petidin 30 – 50 mg
5. Suntikkan recofol 100 mg
6. Tunggu sampai refleks bulu mata hilang
7. Bila refleks bulu mata telah hilang pasang masker dengan posisi yang
benar
8. Naikkan oksigen sampai 6 – 10 L
9. Kurangi oksigen sampai 3 L dan naikkan N2O menjadi 3 L kemudian
buka isofluran / halotan
14
10. Tetap berada dalam posisi seperti itu sambil kadang – kadang melakukan
pemompaan bila diperlukan. Perhatikan infuse, nadi, tensi, saturasi,
pompa atau monitor mesin
11. Bila diperlukan pasien rileks maka berikan Succinil cholin atau tramus
tergantung dosis yang diperlukan
12. Jaga kondisi pasien tetap stabil
13. Bila operasi sudah hamper selesai kurangi dosis perlahan sampai
kemudian tinggal oksigen saja
14. Apabila operasi sudah selesai maka bawa pasien ke ruang rawat dan
tunggu sampai pasien sadar
2.9 Monitoring Anestesi
1. Kedalaman anestesi
2. Kardiovaskular (tekanan darah, EKG, CVP)
3. Ventilasi respirasi (stetoskop, pulse oksimetri, capnometer, dan gas darah)
4. Suhu : tidak boleh febris karena obat anestesi menyebabkan febris
5. Produksi urin ½ - 1 cc / kgBB / jam
6. Terapi cairan: puasa, maintenance, cairan pengganti perdarahan
7. Sirkuit Anestesi
15
BAB 3PENUTUP
Anestesi (pembiusan; berasal dari bahasa Yunani an-“tidak, tanpa” dan
aesthètos,”persepsi, kemampuan untuk merasa”. Secara umum berarti suatu
tiandakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai
prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh.
Anastesiologi adalah cabang ilmu kedokteran yang mendasari berbagai
tindakan meliputi pemebrian anastesi maupun analgetik, pengawasan keselamatan
pasien operasi maupun tindakan lainnya, bantuan hidup (resusitasi), perawatan
intensif pasien gawat, pemberian terapi inhalasi dan penanggulangan nyeri menahun.
Pengelolaan anestesi pada pasien diawali dengan persiapan preoperatif
psikologis dan bila perlu pengobatan preoperatif. Beberapa macam obat dapat
diberikan sebelum dimulainya operasi. Obat – obat tersebut disesuaikan pada setiap
pasien. Seorang ahli anestesi harus memahami dan menyadari pentingnya mental dan
kondisi fisik selama visite preoperatif. Hal tersebut akan berpengaruh pada obat-
obatan preanestesi, tehnik yang digunakan, dan keahlian seorang ahli anestesi.
Persiapan yang buruk akan berakibat pada berbagai permasalahan dan ketidaksesuian
setelah operasi.
16
DAFTAR PUSTAKA
1. B. Thomas, Boulton dan E.Colin, alih bahasa: dr. Jonatan Oswari, Anestesiologi,
edisi 10, Penerbit buku kedokteran EGC, hal:73
2. dr. Komang Ayu Kosalini Pratiwi, Premedikasi Sebelum Pembedahan, Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin, FK Universitas Hasanuddin sumber:
www . balipost . co . id
3. M Roesli Thaib, Monitoring Selama Anestesi, Anestesiologi, Bagian
Anestesiologi dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
Jakarta, 2004Hal: 49-58
4. Dr. M.T. Dardjat, Pengawasan atau Pemantauan, Kumpulan Kuliah Anestesiologi,
Ed pertama, 1986, Aksara medisina, Salemba, Jakarta, hal: 159 – 161
5. Said A.Latief dkk, Monitoring Perianestesia, Petunjuk Praktis Anbestesiologi,
edisi Kedua, Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta 2002, Hal: 90 – 95
6. G. Edward Morgan, Jr., Maged S. Mikhail, Michael J. Murray Posanesthesia Care,
Clinical Anesthesiology, 4th Edition
7. Dr. Gde Mangku, Sp.An. KIC, Standar Pemantauan Dasar Intra Operatif, Ilmu
Anestesia dan Reanimasi, edisi Pertama, 2010, Indeks, Kembangan, Jakarta Barat,
hal: 133 - 136
17