refer at anestesi
DESCRIPTION
obat premediksi by univrabTRANSCRIPT
Referat
Pembimbing :dr. Benny Chairuddin, Sp.An, M.Kes
dr. Admaji Wibowo
Disusun oleh :RIFKA SHAFIYAH
10101040
OBAT PREMEDIKASI
KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ANESTESIPERIODE 23 NOVEMBER – 19 DESEMBER 2015
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SIAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
ABDURRAB
Premedikasi adalah tindakan awal anestesia dengan memberikan obat-obatan pendahuluan
Tujuan:1. Rasa kenyamanan pasien2. Memperlancar induksi anastesi3. Mengurangi sekresi kelenjar saliva dan
bronkus, kebutuhan/dosis obat anastesia, mual/muntah, isi cairan lambung, refleks yang tidak diinginkan
4. Amnesia5. Meningkatkaan pH as.lambung
Dosis : umumnya tidak melebihi 0,2 mg/kgBB Indikasi : Penatalaksanaan nyeri kronik pada pasien perlu
analgesik opioid KI : Depresi pernapasan, penyakit obstruksi jalan napas,
penyakit hati akut, ileus paralitik, pengunaan bersamaan dengan MAOI (at/ dalam waktu 2 minggu sesudah menggunakan MAOI) at/ obat lain bekerja pada SSP
ES kontriksi pupil, sensitivitas respirasi, kontriksi spinter usus &
pylorus dan gerakan lambung berkurang, penghambatan tonus dan peristaltik otot polos, menurunya frekuensi nadi & TD
1. ANALGETIC / NARCOTIC1. MORFIN
Farmakokinetik dan farmakodinamik Sesudah diadsorbsi morfin didistribusikan ke semua
jaringan parenkimatosus. Konsentrasinya dalam tulang lebih rendah dari pada dalam jaringan lain. Meskipun mempunyai site of action (SSP) tetapi hanya dalam jumlah kecil yang menembus blood brain barier
Darah sekitar 6% terikat protein, dan diantaranya 80-90% berikatan albumin & lainya globulin
Ikatan dengan protein meningkat pada pasien adiksi dan menurun pada pasien gagal ginjal & hepar
Morfin dimetaboliser hampir sempurna di dalam hepar oleh enzim glucorinil tranferase glukorinid yang mudah larut dalam air. Sekitar 10% mengalami demetilasi membentuk nor morfin yang inaktif.
Eliminasi urin 85% dalam bentuk glucorinid, 5% nor morfin dan 5% dalam bentuk morfin yang tidak berubah. Sekitar 8% morfin glukorinid tereliminasi lewat empedu.
MEPERIDIN/ PETHIDINDosis dan Cara Pemberian : Dewasa 1 mg/kgbb, orang tua dosis perlu dikurangi. anak-anak kira-kira 0,5 mg/kgBB jika diberikan
bersama barbiturat dosis perlu dikurangi sampai 1/3nya
IM/IV Jika diberikan secara subkutan menimbulkan iritasi.
Pada pemberian intravena petidin harus diberikan pelan-pelan, dengan cara diencerkan menjadi larutan 0,02-0,04%
IndikasiSDA
KontraindikasiSDA
Efek Sampingpusing, disforia, berkeringat, sinkop dan sedasi, euforia, mual/muntah, mulut kering, perasaan lemah, ganguan penglihatanpalpitasi, Pada dosis tinggi menimbulkan depresi napas, tremor, konvulsi koma & kematian
Farmakokinetik dan Farmakodinamik Sekitar 40-60% pentidin terikat protein plasma. Orang tua
ikatan protein plasma menurun sehingga bentuk bebas meningkat, akibatnya sensitivitas pada pentidin juga meningkat.
Metabolisme di hati dengan cara hidrolisis dan demetilasi menjadi nor pentidin dan asam pentinidat, kemudian mengalami konjugasi dan di ekresi melalui ginjal.
Sebagian kecil tidak mengalami perubahan dan di ekresi melalui ginjal.
Fentanil Dosis pemakaian
Potensi analgesinya antara 75-125 kali lebih kuat daripada morfin. Pada balance anestesi, fentanil diberikan dengan loading dose 2-8 ug/kgBB dilanjutkan dengan infus kontinyu 0,5-3 ug/kgBB (IV)
Pada tindakan laringoskopi intubasi dosis 2-10 ug iv
dipakai untuk mencegah gejolak kardiovaskuler
IndikasiSuplemen analgesik narkotik pada anestesi regional atau general
Kontra indikasiDepresi pernapasan. Cedera kepala. Alkoholisme akut. Serangan asma akut. Intoleransi. Hamil, laktasi.
Efek samping Fentanil menyebabkan ketergantungan, euforia,
perlambatan EKG, miosis, mual/muntah, Efek terhadap jantung minimal, depresi respirasi & kekakuan otot rangka, kususnya otot thorax, abdomen dan ektemitas terutama, pada pemberian (IV) cepat
Farmakokinetik dan Farmakodinamik Fentanil bekerja pada talamus, hipotalamus sistem
retikuler dan neuron-neuronya. Dengan demikian rangsang sakit tidak dapat mencapai daerah kortikal. Blokade terhadap rangsang sakit, somatik dan viseral berhubungan dengan blokade fentanil pada mesenchepalon.
Fentanil dimetabolisir di hati dengan cara dekalisasi hidroksilasi dan hidrolisa amida menjadi metabolit tidak aktif meliputi nor fentanil dan des propionil nor fentanil. Kemudian diekresi melalui empedu dan urin.
SEDASIDIAZEPAM Dosis Premedikasi :10 mg dewasa (im) 0,1-0,2 mg/kg BB anak (im) Indikasi
Untuk pengobatan jangka pendek pada gejala ansietas. Sebagai terapi tambahan untuk meringankan spasme otot rangka karena inflamasi atau trauma. Digunakan juga untuk meringankan gejala pd penghentian alkohol akut dan premidikasi anestesi.
KontraindikasiPenderita hipersensitivitas, bayi usia 6 bulan, wanita hamil dan menyusui, depresi pernapasan, gangguan pulmoner akut, glaukoma sudut sempit.
Farmakokinetik dan Farmakodinamik
Karena diazepam terikat kuat dengan protein, os albumin rendah, seperti sirosis hepatis/CKD, mengakibatkan peningkatan efek dari obat.
Dimetabolisme reaksi oksidatif N dimethylasi menjadi metabolit yang lebih lemah. Dimethyldiazepam dan oxazepam adalah metabolit primer. Sejumlah kecil obat dimetabolisir menjadi temazepam. Waktu paruh dari diazepam adalah 21-37 jam pd org normal.
Efek samping
Mengantuk,ataksia, erupsi pada kulit. edema, mual dan konstipasi, gejala-
gejala ekstra piramidal, jaundice dan neutropenia, perubahan libido, sakit
kepala, amnesia, hipotensi, gangguan visual dan retensi urin
MIDAZOLAM Indikasi
Sebagai obat untuk induksi, hipnotik pada balance anestesi, u/tindakan cardioversi, ECT, antikonvulsi, sebagai sedasi pada anestesi regional, mengurangi halusinasi pada pemakaian ketamin
KontraindikasiSDA
Dosis u/sedasi & axiolitik 0,1 mg/kg BB IM. Onset sekitar 15
menit, puncak tercapai dalam 30-45 menit. Dengan dosis 1-2,5 mg iv efektif untuk sedasi pada regional anastesi
untuk induksi 10-15 mg iv, pnderita akan tertidur sesudah 2-3 menit,dosis induksi perrectal pada pediatri=1 mg/kgBB
u/premed dewasa 1mg/kgBB u/premed pediatrik:
Intranasal : 0,2-0,3 mg/kgBB Buccal : 0,07 mg/kgBB Sub lingual : 0,1 mg/kgBB Rectal : 0,5-1,0 mg/kgBB
Farmakokinetik dan Farmakodinamik
Dimetabolisme dengan enzim mikrosomal hepatic u/ mencapai metabolisme hidroksilasi yang inaktif. Reseptor H2 antagonis tidak mempengaruhi metabolisme.
Eliminasi waktu paruh midazolam kira-kira 1-4 jam dan dapat memanjang pada orang tua. Percobaan menunjukkan fungsi mental biasanya kembali ke normal dalam 4 jam masuknya obat.
Efek sampingInsidensi efek samping setelah masuknya obat
rendah, meskipun depresi ventilasi dan sedasi dapat lebih dari yang diharapkan, terutama pada pasien
tua atau ketika obat dikombinasikan dengan depresan SSP lain
LORAZEPAM Dosis
Biasa antara 25-50 ug/kg. Dosis untuk dewasa tidak boleh melebihi 4,0 mg.
Indikasi SDA
KontraindikasiSDA
Efek sampingDibandingkan dengan diazepam, sedikit depresi kardiovaskular muncul dengan lorazepam. Namun, ada bahaya depresi respirasi yang tak diinginkan pada dosis pada penyakit paru
PHENOBARBITAL Indikasi
Sebagai hipnotik dan sedatif, dipakai dalam keadaan insomnia, histeria, ansietas, neurosis dan migren. Antikonvulsi pada keadaan epilepsi, kejang, keracunan strihnin, tetanus.
KIHipersensitif terhadap barbiturat atau komponen sediaan, gangguan hati,dispnea,obstruksi saluran nafas, porfiria, hamil.
ESIndiosinkrasi jarang terjadi pada dosis terapi. Dosis berlebihan dapat menyebabkan penurunan suhu badan, depresi atau paralisis, payah ginjal dan hilangnya reflek
GOLONGAN TRANSQUILIZER
Bentuk sediaanTabletPhenobarbital 30 mg- tiap tabletPhenobarbital 100 mg – tiap tabletInjeksiPhenobarbital 50 mg- tiap ml dalam larutan propilengkol 90%
FarmakologiFenobarbital merupakan “long acting barbiturate” yang
memiliki khasiat hipnotik, sedatif, anti konvulsi serta sebagai pelemas otot rangka (“muscle reclaxan”). Dalam
propilenglikol 90% obat ini dapat larut sempurna dan stabil, sehingga tepat sebagai sediaan injeksi
DROPERIDOL Dosis
Premedikasi 0,04-0,07 mg/kgBB IV Analgesi neuroleptik 0,02-0,07 mg/kgBB IV Indikasi Kateterisasi jantung, Bronchoscopy, Oesophagoscopy, Gastroscopy,
Pengganti balut, cuci luka bakar Kontra indikasi
Hipersensitif terhadap barbiturat atau komponen sediaan, gang.hati, dispnea, obstruksi sal.nafas, porfiria, hamil.
Efek samping :Diskinesia ekstra pyramidal, Hipotensi, Memperberat asma
FARMAKOLOGI Seperti butyrophenones lain, mempengaruhi reseptor GABA dan
mengubah keseimbangan dopamin dan asetilkolin di lokasi otak tertentu.
Atropin dan Hyosin (Scopolamin)
Indikasia.Medikasi pre-anestesi pada saat operasi u/ menghambat sekresi bronkus yg berlebihan.b.Sebagai antispasmodik untuk mengatasi kejang pada saluran cerna.c. Pengobatan Parkinson’s Disease (Benzatropin).
Kontraindikasi: miastenia gravis, megakolon, glaukoma sudut sempit, hipertropi prostat dengan retensi urin, stenosis mekanik
GOLONGAN ANTIKOLINERGIC
Dosis: premedikasi, injeksi IV 300-600 mcg 30 hingga 60 menit segera sebelum induksi anestetik, dan dengan peningkatan dosis setiap kali 100 mcg untuk pengobatan bradikardia.-Melalui injeksi IM, 300-600 mcg 30 hingga 60 menit sebelum induksi; anak: 20 mcg/kg bb. Untuk mengendalikan efek muskarinik neostigmin dalam melawan blok neuromuskuler kompetitif, dengan injeksi IV, 0,6-1,2 mg
Farmakokinetik dan Farmakodinamik
Merupakan (campuran d- & l- hiosiamin) & skopolamin (l-hiosin) merupakan 2 alkaloid aktif. Atropin terutama ditemukan pada Atropa belladonna dan Datura stramonium, sedangkan skopolamin terutama diperoleh dari Hyoscyamus niger. Alkaloid-alkaloid ini merupakan ester organic dari asam tropat dengan tropanol at/ skopin (basa organik)
Efek farmakodinamik. Atropin merangsang medulla oblongata dan pusat lain otak
GOLONGAN ANTIHISTAMINAntagonis Receptor Histamin Antagonis reseptor H2, Cimetidin, Ranitidin, Famotidin
dan Nizatidin mengurangi sekresi asam gaster. memblok kemampuan histamine u/menginduksi sekresi asam gaster dgn konsentrasi ion hydrogen yang tinggi. Oleh karena itu antagonis reseptor histamin meningkatkan pH gaster.
Krn efek sampingnya yg relatif sedikit & krn banyak pasien elektif memiliki resiko aspirasi pneumonitis, beberapa anesthesiologists menyarankan penggunaan antagonis reseptor H2. Regimen dosis mulitipel dapat lebih efektif dalam meningkatkan pH gaster dibanding dosis tunggal sebelum operasi pada jam operasi. Antagonis H2 juga dapat diberikan pada pasien alergi.
CIMETIDIN Cimetidin biasanya diberikan dengan dosis 150-300 mg baik
oral maupun parenteral. Penggunaan 300 mg cimetidin oral, 1-1,5 jam sebelum operasi, menunjukkan peningkatan pH cairan gaster diatas 2,5 pada 80% pasien.
Cimetidin (300 mg) yang diberikan IV 2 jam sebelum operasi meningkatkan pH cairan gaster dan menurunkan volume gaster. Cimetidine IV dapat diberikan pada pasien yang tidak dapat menggunakan cimetidin secara oral. Untuk pasien yang sangat obesitas, dosis cimetidin perlu ditingkatkan
EFEK SAMPING
Cimetidin dapat menembus plasenta, namun efek samping terhadap janin belum terbukti
Disritmia jantung, hipotensi, cardiac arrest, dan depresi system saraf pusat pernah terjadi setelah pemberian cimetidin. Efek samping ini mungkin terjadi pada pasien dengan penyakit berat setelah pemberian cimetidin IV yang cepat
RANITIDIN Ranitidin lebih poten,spesifik, dan kerja lebih lama
dibanding cimetidin. Dosis oaral biasanya 50-200 mg. Ranitidin 50-100 mg yang diberikan parenteral
Mengurangi pasien yg memiliki resiko aspirasi gaster & memiliki sedikit efek samping terhadap kardiovaskular & SSP
Efek dari ranitidine berlangsung sampai 9 jam. Oleh karena itu, ranitidine lebih superior dari cimetidin pada prosedur jangka panjang dalam mengurangi resiko aspirasi pneumonitis selama keadaan bahaya dari anestesi dan extubasi trakea.
Antasid
Antacid digunakan un/menetralkan asam dalam gaster. Antacid dosis tunggal yang diberikan 15-30 menit sblm induksi anestesi, hampir 100% efektif dlm meningkatkan pH cairan gaster diatas 2,5. Antacid non particulate 0,3 M sodium citrate, sering diberikan sebelum operasi yg menginginkan peningkatan pH cairan gaster.
Antacid nonparticulate tidak merusak paru jika terjadi aspirasi pulmonal yang mengandung antacid namun particulate antacid sebaliknya.
Suspensi koloid antacid lebih efektif dalam meningkatkan pH cairan gaster dibanding antacid nonparticulate.
disamping peningkatan pH cairan gaster. Efek terhadap pulmonal bermanifestasi dalam bentuk edem pulmonal dan hipoksemi arteri
Antacid langsung bekerja setelah pemberian. Antacid efektif pada cairan yang terdapat dalam abdomen. Hal ini menyebabkan antacid lebih digunakan dalam keadaan emergensi pada pasien yang dapat menerima obat secara oral.
Bagaimanapun juga, antacid dapat meningkatkan volume cairan gaster, tidak seperti penghambat reseptor H2. Resiko terhadap aspirasi tergantung pada pH dan volume isi gaster
OMEPRAZOL Omeprazole menekan sekresi cairan lambung
dgn cara berikatan pd pompa proton sel parietal. Pada pasien dewasa diberi dengan dosis 40 mg
iv, 30 menit sebelum induksi. At/ 40-80 mg p.o, 2-4 jam preoperative. Efek terhadap pH gaster paling lama 24 jam.
METOCLOPRAMIDE Metoclopramide (antagonis dopamine) menstimulasi
motilitas GI bagian atas, meningkatkan tonus spingter GE, relaksasi pylorus dan duodenum dan antiemetik.
Metoklopramide mempercepat pengosongan lambung tapi belum diketahui efeknya pada sekresi asam dan pH cairan lambung.
Dpt diberikan secara oral at/ parenteral.
Dosis parenteral 5-20 mg biasanya diberikan 15-30 menit sebelum induksi.
Dosis per oral 10 mg memiliki onset 30-60 menit. 1/2 metoklopramid kira-kira 2-4 jam.
Penggunaan sebagai obat gastrokinetik adalah pada pasien-pasien yang jumlah cairan gasternya besar seperti pasien persalinan, pasien yang dijadwalkan operasi emergensi dan baru saja makan, obesitas, pasien trauma, rawat jalan, dan pasien DM yang akan dilakukan gastroparesis sekunder
ANTI ASMA Sympathomimetik atau B agonis Agen
1. Selectif B adrenergik2. Terbutaline sulfat
Santin1. Teofilin2. Aminofilin
Kortikosteroid1. Budesonide2. Beclometason3. Hydrocortison4. Metylprednisolon
Sodium cromolyn dan sodium nedokromil
Mucolytics1. Recombinant
deoxyribonuklease2. dll
DAFTAR PUSTAKA Soenarjo. Anastesiologi, edisi 2. Semarang:perhimpunan dokter spesialis
anestesi dan terapi intensif (PERDATIN) cabang Jawa Tengah; 2013. Fleisher RA. Risk of Anasthesia. In: Miller RD (ed.). Anasthesia. 6th ed.
Philadelphia: Churchill livingstone, 2005:893-927. Morgan GE, mikhail MS, muray MJ, Larson CP. The practice of
anethesiology. In: Morgan GE, Mikhail MS, muraay MJ, Larson CP. Clinical anestheshiology 3rd ed. Ney York: lange Medical Book/McGraw-Hill Medical Publishing Edition, 2002: 5-14.
Roizen MF. Preoperative Evaluation. In: Miller RD (ed) Anestheshia. 6th ed. Philadelphia: Churchill Livingstone, 2005:927-999.
Practice Guidelines for Preoperative Fasting and the Use of Pharmacologic Agents to Reduce the Risk of Pulmonary Aspiration : Application to Healthy Patients Undergoing Elective Procedures. A Report by the American Society of Anesthesiologists Task Force on Preoperative Fasting. Anesthesiologists 90:896, 1999.
TERIMA KASIH