refer at

26
BAB I PENDAHULUAN Polip nasi merupakan massa udematous yang lunak berwarna putih atau keabu-abuan yang terdapat di dalam rongga hidung dan berasal dari pembengkaan mukosa hidung atau sinus. Prevalensi yang pasti dari polip nasi belum ada datanya, oleh karena studi epidemiologi yang dilakukan dan hasilnya bergantung pada populasi studi serta metodenya. 1,2 Etiologi dan patogenesis dari polip nasi belum diketahui secara pasti. Sampai saat ini, polip nasi masih banyak menimbulkan perbedaan pendapat. Dengan patogenesis dan etiologi yang masih belum ada kesesuaian, maka sangatlah penting untuk dapat mengenali gejala dan tanda polip nasi untuk mendapatkan diagnosis dan pengelolaan yang tepat. 1,2 Polip nasi merupakan salah satu penyakit yang cukup sering ditemukan di bagian THT. Keluhan pasien yang datang dapat berupa sumbatan pada hidung yang makin lama semakin berat. Kemudian pasien juga mengeluhkan adanya gangguan penciuman dan sakit kepala. Untuk mengetahui massa di rongga hidung merupakan polip atau bukan selain perlu dikuasai anatomi hidung juga perlu dikuasai cara pemeriksaan yang dapat menyingkirkan kemungkinan diagnosa lain. Di dalam referat ini akan dijelaskan mengenai anatomi, fisiologi hidung serta patofisiologi, gejala klinis, pemeriksaan dan penatalaksanaan pada polip cavum nasi. 3 Referat- Penatalaksanaan Polip Cavum Nasi | 1

Upload: shinta-tantri-amanda

Post on 12-Dec-2014

15 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Refer At

BAB I

PENDAHULUAN

Polip nasi merupakan massa udematous yang lunak berwarna putih atau keabu-

abuan yang terdapat di dalam rongga hidung dan berasal dari pembengkaan mukosa hidung

atau sinus. Prevalensi yang pasti dari polip nasi belum ada datanya, oleh karena studi

epidemiologi yang dilakukan dan hasilnya bergantung pada populasi studi serta

metodenya.1,2

Etiologi dan patogenesis dari polip nasi belum diketahui secara pasti. Sampai saat

ini, polip nasi masih banyak menimbulkan perbedaan pendapat. Dengan patogenesis dan

etiologi yang masih belum ada kesesuaian, maka sangatlah penting untuk dapat mengenali

gejala dan tanda polip nasi untuk mendapatkan diagnosis dan pengelolaan yang tepat. 1,2

Polip nasi merupakan salah satu penyakit yang cukup sering ditemukan di bagian

THT. Keluhan pasien yang datang dapat berupa sumbatan pada hidung yang makin lama

semakin berat. Kemudian pasien juga mengeluhkan adanya gangguan penciuman dan sakit

kepala. Untuk mengetahui massa di rongga hidung merupakan polip atau bukan selain perlu

dikuasai anatomi hidung juga perlu dikuasai cara pemeriksaan yang dapat menyingkirkan

kemungkinan diagnosa lain. Di dalam referat ini akan dijelaskan mengenai anatomi, fisiologi

hidung serta patofisiologi, gejala klinis, pemeriksaan dan penatalaksanaan pada polip cavum

nasi. 3

Referat- Penatalaksanaan Polip Cavum Nasi | 1

Page 2: Refer At

B A B II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. ANATOMI DAN FISIOLOGI HIDUNG 1

Hidung Luar

Hidung luar berbentuk piramid dengan bagian – bagiannya dari atas ke bawah :

1. Pangkal hidung (bridge)

2. Dorsum nasi

3. Puncak hidung

4. Ala nasi

5. Kolumela

6. Lubang hidung (nares anterior)

Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi kulit,

jaringan ikat dan beberapa otot kecil yaitu M. Nasalis pars transversa dan M.

Nasalis pars allaris. Kerja otot – otot tersebut menyebabkan nares dapat melebar dan

menyempit. Batas atas nasi eksternus melekat pada os frontal sebagai radiks (akar),

antara radiks sampai apeks (puncak) disebut dorsum nasi. Lubang yang terdapat

pada bagian inferior disebut nares, yang dibatasi oleh :

- Superior : os frontal, os nasal, os maksila

- Inferior : kartilago septi nasi, kartilago nasi lateralis, kartilago alaris mayor

dan kartilago alaris minor

Dengan adanya kartilago tersebut maka nasi eksternus bagian inferior menjadi

fleksibel.

Perdarahan :

1. A. Nasalis anterior (cabang A. Etmoidalis yang merupakan cabang dari A.

Oftalmika, cabang dari a. Karotis interna).

Referat- Penatalaksanaan Polip Cavum Nasi | 2

Page 3: Refer At

2. A. Nasalis posterior (cabang A.Sfenopalatinum, cabang dari A. Maksilaris interna,

cabang dari A. Karotis interna)

3. A. Angularis (cabang dari A. Fasialis)

Persarafan :

1. Cabang dari N. Oftalmikus (N. Supratroklearis, N. Infratroklearis)

2. Cabang dari N. Maksilaris (ramus eksternus N. Etmoidalis anterior)

Kavum Nasi

Dengan adanya septum nasi maka kavum nasi dibagi menjadi dua ruangan

yang membentang dari nares sampai koana (apertura posterior). Kavum nasi ini

berhubungan dengan sinus frontal, sinus sfenoid, fossa kranial anterior dan fossa

kranial media. Batas – batas kavum nasi :

Posterior : berhubungan dengan nasofaring

Atap : os nasal, os frontal, lamina kribriformis etmoidale, korpus

sfenoidale dan sebagian os vomer

Lantai : merupakan bagian yang lunak, kedudukannya hampir

horisontal, bentuknya konkaf dan bagian dasar ini lebih lebar daripada bagian

atap. Bagian ini dipisahnkan dengan kavum oris oleh palatum durum.

Medial : septum nasi yang membagi kavum nasi menjadi dua ruangan

(dekstra dan sinistra), pada bagian bawah apeks nasi, septum nasi dilapisi oleh

kulit, jaringan subkutan dan kartilago alaris mayor. Bagian dari septum yang

terdiri dari kartilago ini disebut sebagai septum pars membranosa = kolumna =

kolumela.

Lateral : dibentuk oleh bagian dari os medial, os maksila, os lakrima,

os etmoid, konka nasalis inferior, palatum dan os sfenoid.

Konka nasalis suprema, superior dan media merupakan tonjolan dari tulang

etmoid. Sedangkan konka nasalis inferior merupakan tulang yang terpisah. Ruangan

di atas dan belakang konka nasalis superior adalah resesus sfeno-etmoid yang

berhubungan dengan sinis sfenoid. Kadang – kadang konka nasalis suprema dan

meatus nasi suprema terletak di bagian ini.

Perdarahan :

Referat- Penatalaksanaan Polip Cavum Nasi | 3

Page 4: Refer At

Arteri yang paling penting pada perdarahan kavum nasi adalah A.sfenopalatina yang

merupakan cabang dari A.maksilaris dan A. Etmoidale anterior yang merupakan

cabang dari A. Oftalmika. Vena tampak sebagai pleksus yang terletak submukosa

yang berjalan bersama – sama arteri.

Persarafan :

1. Anterior kavum nasi dipersarafi oleh serabut saraf dari N. Trigeminus yaitu N.

Etmoidalis anterior

2. Posterior kavum nasi dipersarafi oleh serabut saraf dari ganglion pterigopalatinum

masuk melalui foramen sfenopalatina kemudian menjadi N. Palatina mayor

menjadi N. Sfenopalatinus.

Mukosa Hidung

Rongga hidung dilapisi oleh mukosa yang secara histologik dan fungsional

dibagi atas mukosa pernafasan dan mukosa penghidu. Mukosa pernafasan terdapat

pada sebagian besar rongga hidung dan permukaannya dilapisi oleh epitel torak

berlapis semu yang mempunyai silia dan diantaranya terdapat sel – sel goblet. Pada

bagian yang lebih terkena aliran udara mukosanya lebih tebal dan kadang – kadang

terjadi metaplasia menjadi sel epital skuamosa. Dalam keadaan normal mukosa

berwarna merah muda dan selalu basah karena diliputi oleh palut lendir (mucous

blanket) pada permukaannya. Palut lendir ini dihasilkan oleh kelenjar mukosa dan sel

goblet.

Silia yang terdapat pada permukaan epitel mempunyai fungsi yang penting.

Dengan gerakan silia yang teratur, palut lendir di dalam kavum nasi akan didorong ke

arah nasofaring. Dengan demikian mukosa mempunyai daya untuk membersihkan

dirinya sendiri dan juga untuk mengeluarkan benda asing yang masuk ke dalam

rongga hidung. Gangguan pada fungsi silia akan menyebabkan banyak sekret

Referat- Penatalaksanaan Polip Cavum Nasi | 4

Page 5: Refer At

terkumpul dan menimbulkan keluhan hidung tersumbat. Gangguan gerakan silia dapat

disebabkan oleh pengeringan udara yang berlebihan, radang, sekret kental dan obat –

obatan.

Mukosa penghidu terdapat pada atap rongga hidung, konka superior dan

sepertiga bagian atas septum. Mukosa dilapisi oleh epitel torak berlapis semu dan

tidak bersilia (pseudostratified columnar non ciliated epithelium). Epitelnya dibentuk

oleh tiga macam sel, yaitu sel penunjang, sel basal dan sel reseptor penghidu. Daerah

mukosa penghidu berwarna coklat kekuningan.

Fisiologi hidung

1. Sebagai jalan nafas

Pada inspirasi, udara masuk melalui nares anterior, lalu naik ke atas setinggi

konka media dan kemudian turun ke bawah ke arah nasofaring, sehingga aliran

udara ini berbentuk lengkungan atau arkus. Pada ekspirasi, udara masuk melalui

koana dan kemudian mengikuti jalan yang sama seperti udara inspirasi. Akan

tetapi di bagian depan aliran udara memecah, sebagian lain kembali ke belakang

membentuk pusaran dan bergabung dengan aliran dari nasofaring.

2. Pengatur kondisi udara (air conditioning)

Fungsi hidung sebagai pengatur kondisi udara perlu untuk mempersiapkan udara

yang akan masuk ke dalam alveolus. Fungsi ini dilakukan dengan cara :

a. Mengatur kelembaban udara. Fungsi ini dilakukan oleh palut lendir. Pada

musim panas, udara hampir jenuh oleh uap air, penguapan dari lapisan ini

sedikit, sedangkan pada musim dingin akan terjadi sebaliknya.

b. Mengatur suhu. Fungsi ini dimungkinkan karena banyaknya pembuluh

darah di bawah epitel dan adanya permukaan konka dan septum yang luas,

sehingga radiasi dapat berlangsung secara optimal. Dengan demikian suhu

udara setelah melalui hidung kurang lebih 37o C.

3. Sebagai penyaring dan pelindung

Fungsi ini berguna untuk membersihkan udara inspirasi dari debu dan bakteri dan

dilakukan oleh :

a. Rambut (vibrissae) pada vestibulum nasi

b. Silia

Referat- Penatalaksanaan Polip Cavum Nasi | 5

Page 6: Refer At

c. Palut lendir (mucous blanket). Debu dan bakteri akan melekat pada palut

lendir dan partikel – partikel yang besar akan dikeluarkan dengan refleks

bersin. Palut lendir ini akan dialirkan ke nasofaring oleh gerakan silia.

d. Enzim yang dapat menghancurkan beberapa jenis bakteri, disebut

lysozime.

4. Indra penghidu

Hidung juga bekerja sebagai indra penghidu dengan adanya mukosa olfaktorius

pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga bagian atas septum.

Partikel bau dapat mencapai daerah ini dengan cara difusi dengan palut lendir atau

bila menarik nafas dengan kuat.

5. Resonansi suara

Penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan menyanyi. Sumbatan hidung

akan menyebabkan resonansi berkurang atau hilang, sehingga terdengar suara

sengau.

6. Proses bicara

Membantu proses pembentukan kata dengan konsonan nasal (m,n,ng) dimana

rongga mulut tertutup dan rongga hidung terbuka, palatum molle turun untuk

aliran udara.

7. Refleks nasal

Mukosa hidung merupakan reseptor refleks yang berhubungan dengan saluran

cerna, kardiovaskuler dan pernafasan. Contoh : iritasi mukosa hidung

menyebabkan refleks bersin dan nafas terhenti. Rangsang bau tertentu

menyebabkan sekresi kelenjar liur, lambung dan pankreas.

Referat- Penatalaksanaan Polip Cavum Nasi | 6

Page 7: Refer At

II.2. POLIP NASI

1. Definisi

Polip nasi adalah massa lunak yang tumbuh di dalam rongga hidung.

Kebanyakan polip berwarna putih bening atau keabu – abuan, mengkilat, lunak karena

banyak mengandung cairan (polip edematosa). Polip yang sudah lama dapat berubah

menjadi kekuning – kuningan atau kemerah – merahan, suram dan lebih kenyal (polip

fibrosa). 1

Sering kali berasal dari sinus dimana menonjol dari meatus ke rongga hidung.

Berdasarkan hasil pengamatan, polip nasi terletak di dinding lateral cavum nasi

terutama daerah meatus media. Paling banyak di sel-sel eithmoidalis. Dapat juga

berasal dari mukosa di daerah antrum, yang keluar dari ostium sinus dan meluas ke

belakang di daerah koana posterior (polip antrokoanal).4

Definisi klinis5

Rinosinusitis (termasuk polip hidung) didefinisikan sebagai :

Inflamasi hidung dan sinus paranasal yang ditandai dengan adanya dua atau lebih

gejala, salah satunya termasuk hidung tersumbat/ obstruksi/ kongesti atau pilek

(sekret hidung anterior/posterior):

nyeri wajah/ rasa tertekan di wajah

penurunan/ hilangnya penghidu

Dan salah satu dari

Temuan nasoendoskopi :

- Polip dan/ atau

- Sekret mukopurulen dari meatus medius dan/ atau

- Edema/ obstruksi mukosa di meatus medius

Dan / atau

Gambaran tomografi komputer :

- Perubahan mukosa di kompleks osteomeatal dan/ atau sinus

Lamanya penyakit

Akut : < 12 minggu, resolusi komplit gejala

Kronik : >12 minggu, tanpa resolusi gejala komplit (Termasuk kronik eksaserbasi

akut)

Referat- Penatalaksanaan Polip Cavum Nasi | 7

Page 8: Refer At

Beratnya penyakit :

2. Etiologi

Etiologi polip nasi belum diketahui secara pasti. Penyakit ini masih banyak

menimbulkan perbedaan pendapat, terutama mengenai etiologi dan patogenesisnya.

Terdapat banyak pendapat teori terkait patogenesis dan diduga penyebabnya

disebabkan oleh alergi, sinusitis kronik dan inflamasi kronik dari beragam etiologi

yang tidak dikenal. 6

3. Patogenesis

Pembentukan polip sering diasosiasikan dengan inflamasi kronik, disfungsi

saraf otonom serta predisposisi genetik. Banyak faktor yang berperan dalam

pembentukan polip nasi. 1

Polip nasi terjadi karena adanya peradangan kronis pada membran mukosa

hidung dan sinus yang disebabkan oleh kerusakan epitel akibat paparan iritan, virus

atau bakteri. Epitel mukosa hidung secara terus menerus terekspos lingkungan luar

melalui udara yang diinspirasi yang berpotensial menyebabkan kerusakan epitel dan

infeksi. Sel epitel dapat mengalami aktivasi dalam respon terhadap alergen, polutan

maupun agen infeksius. Sel akan mengeluarkan berbagai faktor yang berperan dalam

respon inflamasi dan pemulihannya, antara lain neuropeptide-degrading enzym,

endothelin, nitric oxide, asam arakidonat, sitokin inflamasi yang mempengaruhi sel

inflamasi. Faktor-faktor tersebut akan menyebabkan peningkatan permeabilitas

pembuluh darah, adhesi leukosit, sekresi mukus, stimulasi fibroblas dan kolagen.7

Referat- Penatalaksanaan Polip Cavum Nasi | 8

Page 9: Refer At

Beberapa faktor inflamasi telah dapat diisolasi dan dibuktikan dihasilkan pada

polip nasi. Faktor-faktor tersebut meliputi endothelial vascular cell adhesion molecule

(VCAM)-1, nitric oxide synthese, granulocyte-macrophage colony–stimulating factor

(GM-CSF), eosinophil survival enhancing activity (ESEA), cys-leukotrienes (Cys-LT)

dan sitokin lainnya.5,6

Adanya proses peradangan kronis menyebabkan hiperplasia membran mukosa

rongga hidung, adanya cairan serous di celah-celah jaringan, tertimbun dan

menimbulkan edema, kemudian karena pengaruh gaya gravitasi. Akumulasi cairan

edema ini menyebabkan prolaps mukosa. Keadaan ini menyebabkan terbentuknya

tangkai polip, kemudian terdorong ke dalam rongga hidung oleh gaya berat.1,3

Radikal bebas adalah molekul yang sangat reaktif yang kemungkinan berperan

juga dalam terjadinya polip. Radikal bebas dapat menyebabkan kerusakan selular yang

pada akhirnya dapat menyebabkan kerusakan jaringan. Tubuh menghasilkan

endogenous oxidants sebagai respon dari bocornya elektron dari rantai transport

elektron, sel fagosit dan sistem endogenous enzyme (MAO, P450, dsb).5

Beberapa buku menyebutkan alergi sebagai penyebab utama polip nasi. Hal ini

dibuktikan dengan adanya penimbunan eosinofil dalam jumlah besar dari jaringan

polip atau dalam sekret hidung. Polip hidung yang disebabkan oleh alergi seringkali

dialami penderita asma dan rinitis alergi. 9

Infeksi virus dan bakteri juga dikatakan sebagai salah satu penyebab dari polip

nasi. Pada polip nasi yang disebabkan oleh infeksi ditemukan infiltrasi sel-sel

neutrofil, sedangkan sel eosinofil tidak ditemukan.5

Menurut Ogawa dari hasil penelitiannya pada penderita polip hidung disertai

deviasi septum, polip lebih sering didapatkan pada rongga hidung dengan septum yang

cekung. Deviasi septum hidung akan menyebabkan aliran udara pada bagian rongga

hidung dengan septum yang cekung, akan lebih cepat dari bagian cembung di rongga

hidung sisi lain. Percepatan ini terjadi pada rongga hidung bagian atas dan

menimbulkan tekanan negatif. Tekanan negatif ini merupakan rangsangan bagi

mukosa hidung sehingga meradang dan terjadi edema. 2,3

Pada intoleransi aspirin, terjadinya polip nasi disebabkan karena inhibisi

cyclooxygenase enzyme. Inhibisi tersebut menyebabkan pelepasan mediator radang,

yaitu cysteinyl leucotrienes.4,5

Referat- Penatalaksanaan Polip Cavum Nasi | 9

Page 10: Refer At

4. Diagnosis

Anamnesis

Timbulnya gejala biasanya pelan dan insidius, dapat juga tiba-tiba dan cepat

setelah infeksi akut. Keluhan utama biasanya adalah hidung tersumbat dari yang

ringan sampai yang berat, rinore mulai yang jernih sampai purulen, hiposmia atau

anosmia. Sering juga ada keluhan pilek lama yang tidak sembuh-sembuh, sengau, sakit

kepala di daerah frontal. Bila disertai infeksi sekunder mungkin didapati post nasal

drip dan rinore purelen atau gejala rasa lendir di tenggorok. Gejala sekunder yang

dapat timbul ialah bernafas melalui mulut, suara sengau, halitosis, gangguan tidur dan

penurunan kualitas hidup. 1,5,6

Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan rhinoskopi anterior tampak adanya massa lunak berwarna

pucat yang berasal dari meatus medius, mudah digerakkan, bertangkai, tidak nyeri jika

ditekan, tidak mudah berdarah dan pada pemakaian vasokontriktor (kapas efedrin 1%)

tidak mengecil. Harus hati – hati pemberiannya pada pasien dengan penyakit

kardiovaskuler karena bisa menyebabkan vasokonstriksi sistemik, maningkatkan

tekanan darah yang berbahaya pada pasien dengan hipertensi dan dengan penyakit

jantung lainnya. Pada pemeriksaan rhinoskopi posterior bila ukurannya besar akan

tampak massa berwarna putih keabu-abuan mengkilat yang terlihat mengggantung di

nasofaring.1,3

Pembagian stadium polip menurut Mackay dan Lund (1997) :

- Stadium 1 : polip masih terbatas di meatus media

- Stadium 2 : polip sudah keluar dari meatus, tampak di rongga hidung tapi

belum memenuhi rongga hidung

- Stadium 3 : polip yang masif

Pemeriksaan penunjang

Dapat dilakukan pemeriksaan Endoskopi nasal dan sinus untuk memastikan

adanya polip nasal maupun sinus dan untuk menentukan letak polip nasal tersebut.

Dapat pula dilakukan pemeriksaan CT-scan, tomografi komputer, foto polos sinus

paranasal, ataupun biopsi atas indikasi.

Referat- Penatalaksanaan Polip Cavum Nasi | 10

Page 11: Refer At

Gambar dari suatu polip nasi yang tampak dengan endoskopi.

5. Diagnosis Banding3,6

Diagnosis banding dari polip nasi adalah :

a. Angiofibroma Nasofaring Juvenil

Etiologi dari tumor ini belum diketahui. Menurut teori, jaringan asal tumor ini

mempunyai tempat perlekatan spesifik di dinding posterolateral atap rongga

hidung. Dari anamnesis diperoleh adanya keluhan sumbatan pada hidung dan

epistaksis berulang yang masif. Terjadi obstruksi hidung sehingga timbul

rhinorhea kronis yang diikuti gangguan penciuman. Oklusi pada tuba Eustachius

akan menimbulkan ketulian atau otalgia. Jika ada keluhan sefalgia menandakan

adanya perluasan tumor ke intrakranial.

Pada pemeriksaan fisik dengan rhinoskopi posterior terlihat adanya massa

tumor yang konsistensinya kenyal, warna bervariasi dari abu-abu sampai merah

muda, diliputi oleh selaput lendir keunguan. Mukosa mengalami hipervaskularisasi

dan tidak jarang ditemukan ulcerasi. Pada pemeriksaan penunjang radiologik

konvensional akan terlihat gambaran klasik disebut sebagai tanda Holman Miller

yaitu pendorongan prosesus Pterigoideus ke belakang.

Pada pemeriksaan CT scan dengan zat kontras akan tampak perluasan tumor

dan destruksi tulang sekitarnya. Pemeriksaan arteriografi arteri karotis interna akan

memperlihatkan vaskularisasi tumor. Pemeriksaan PA tidak dilakukan karena

merupakan kontra indikasi karena bisa terjadi perdarahan. Angiofibroma

Nasofaring Juvenil banyak terjadi pada anak atau remaja laki-laki.

b. Keganasan pada hidung

Etiologi belum diketahui, diduga karena adanya zat-zat kimia seperti nikel, debu

kayu, formaldehid, kromium, dan lain-lain. Paling sering terjadi pada laki-laki.

Gejala klinis berupa obstruksi hidung, rhinorhea, epistaksis, diplopia, proptosis,

gangguan visus, penonjolan pada palatum, nyeri pada pipi, sakit kepala hebat dan

Referat- Penatalaksanaan Polip Cavum Nasi | 11

Page 12: Refer At

dapat disertai likuorhea. Pemeriksaan CT scan memperlihatkan adanya pendesakan

dari massa tumor . Pemeriksaan PA didapatkan 85% tumor termasuk sel squamous

berkeratin.

c. Konka polipoid

Konka polipoid, yang ciri – cirinya sebagai berikut :

- Tidak bertangkai

- Sukar digerakkan

- Nyeri bila ditekan dengan pinset

- Mudah berdarah

- Dapat mengecil pada pemakaian vasokonstriktor (kapas adrenalin).

Pada pemeriksaan rinoskopi anterior cukup mudah untuk membedakan polip dan

konka polipoid, terutama dengan pemberian vasokonstriktor.

Skema penatalaksanaan rinosinusitis kronik dengan atau tanpa polip nasal untuk pelayanan

primer dan dokter spesialis THT :

Referat- Penatalaksanaan Polip Cavum Nasi | 12

Page 13: Refer At

Skema penatalaksanaan bagi dokter spesialis THT :

Referat- Penatalaksanaan Polip Cavum Nasi | 13

Page 14: Refer At

II.3. PENGELOLAAN POLIP CAVUM NASI

Prinsip pengelolaan polip adalah dengan operatif dan non operatif. Pengelolaan polip

nasi seharusnya berdasarkan faktor penyebabnya, tetapi sayangnya penyebab polip nasi

belum diketahui secara pasti. Karena penyebab yang mendasari terjadinya polip nasi adalah

reaksi alergi, pengelolaanya adalah mengatasi reaksi alergi yang terjadi. 1,3,5

Tujuan utama pengobatan pada kasus polip nasi ialah menghilangkan keluhan,

mencegah komplikasi dan mencegah rekurensi polip. Polip yang masih kecil dapat diobati

dengan konservatif. 6

1. Terapi Konservatif 6,8

a. Kortikosteroid topikal/ tetes hidung

Merupakan terapi lini pertama untuk polip hidung dengan tujuan

mengurangi inflamasi. Polip biasanya akan mengecil dan membutuhkan waktu 1-2

minggu untuk mengalami perbaikan gejala. Dapat digunakan setiap hari selama 4-

6 minggu. Salah satu yang dapat digunakan ialah betametason tetes hidung atau

fluticason. Tetes hidung diteteskan dengan posisi kepala tengadah dan biarkan

selama 3-4 menit setelah diteteskan sehingga obat tetes hidung dapat mencapai

seluruh kavum nasi.

b. Kortikosteroid spray

Dapat mengecilkan ukuran polip, tetapi relatif tidak efektif untuk polip yang

masif Kortikosteroid topikal, intranasal spray, mengecilkan ukuran polip dan

sangat efektif pada pemberian postoperatif untuk mencegah kekambuhan.

Disemprotkan dari arah dinding lateral. Dapat digunakan budesonide spray atau

fluticasone.

c. Kortikosteroid sistemik

Merupakan terapi efektif sebagai terapi jangka pendek pada polip nasal.

Pasien yang responsif terhadap pengobatan kortikosteroid sistemik dapat diberikan

secara aman sebanyak 3-4 kali setahun, terutama untuk pasien yang tidak dapat

dilakukan operasi. Dapat digunakan prednison tablet.

Referat- Penatalaksanaan Polip Cavum Nasi | 14

Page 15: Refer At

d. Leukotrin inhibitor

Menghambat pemecahan asam arakidonat oleh enzyme 5-lipoxygenase yang

akan menghasilkan leukotrin yang merupakan mediator inflamasi. Contohnya

montelukast.

e. Antibiotik

Antibiotik sering diberikan bersama dengan kortikosteroid pada polip

sekunder akibat sinusitis kronik.

2. Terapi operatif

Terapi operasi dilakukan pada kasus polip yang berulang, polip yang tidak membaik

dengan terapi medikamentosa atau polip yang sangat besar, sehingga tidak dapat diobati

dengan terapi konservatif. Tindakan operasi yang dapat dilakukan meliputi :

Referat- Penatalaksanaan Polip Cavum Nasi | 15

Page 16: Refer At

a. Polipektomi intranasal, dilakukan ekstraksi polip menggunakan senar polip atau

cunam dengan analgesi lokal

b. Ethmoidektomi intranasal atau Ethmoidektomi ekstranasal, untuk polip etmoid

c. Caldwell-Luc (CWL), untuk sinus maksila

d. Bedah Sinus Endoskopi Fungsional (BSEF), merupakan pilihan terbaik

FOLLOW UP5

Pasien dengan polip nasi bisa melakukan monitor secara mandiri, tetapi harus

dilakukan pemeriksaan sebelumnya oleh dokter THT

Pasien dengan gejala minimal dapat melakukan kontrol 1-2x/tahun, sementara jika

terdapat gejala obstruksi maka harus dilakukan follow up teratur terutama bagi

mereka yang mendapat kortikosteroid oral dosis tinggi

Bila terdapat sinusitis berulang, maka diperlukan terapi multipel antibiotik serta

pemantauan teratur.

PROGNOSIS 1

Polip hidung sering tumbuh kembali, oleh karena itu pengobatannya juga perlu

ditujukan kepada penyebabnya, misalnya alergi. Terapi yang paling ideal pada rinitis alergi

adalah menghindari kontak dengan alergen penyebab dan eliminasi.

Secara medikamentosa, dapat diberikan antihistamin dengan atau tanpa dekongestan

yang berbentuk tetes hidung yang bisa mengandung kortikosteroid atau tidak. Dan untuk

alergi inhalan dengan gejala yang berat dan sudah berlangsung lama dapat dilakukan

imunoterapi dengan cara desensitisasi dan hiposensitisasi, yang menjadi pilihan apabila

pengobatan cara lain tidak memberikan hasil yang memuaskan

Referat- Penatalaksanaan Polip Cavum Nasi | 16

Page 17: Refer At

BAB III

KESIMPULAN

1. Polip nasi merupakan salah satu penyakit THT yang memberikan keluhan

sumbatan pada hidung yang menetap dan semakin lama semakin berat

dirasakan.

2. Etiologi polip di literatur terbanyak merupakan akibat reaksi hipersensitivitas

yaitu pada proses alergi, sehingga banyak didapatkan bersamaan dengan adanya

rinitis alergi.

3. Pada anamnesis pasien, didapatkan keluhan obstruksi hidung, anosmia, adanya

riwayat rinitis alergi, keluhan sakit kepala daerah frontal atau sekitar mata,

adanya sekret hidung.

4. Pada pemeriksaan rinoskopi anterior ditemukan massa yang lunak, bertangkai,

mudah digerakkan, tidak ada nyeri tekan dan tidak mengecil pada pemberian

vasokonstriktor lokal.

5. Penatalaksanaan untuk polip nasi ini bisa secara konservatif maupun operatif,

yang biasanya dipilih dengan melihat ukuran polip itu sendiri dan keluhan dari

pasien sendiri.

6. Pada pasien dengan riwayat rinitis alergi, polip nasi mempunyai kemungkinan

yang lebih besar untuk rekuren. Sehingga kemungkinan pasien harus menjalani

polipektomi beberapa kali dalam hidupnya.

7. Diagnosis dan penanganan yang tepat sangat diperlukan agar penderita tidak

jatuh ke dalam penyulit yang lebih berat.

Referat- Penatalaksanaan Polip Cavum Nasi | 17

Page 18: Refer At

DAFTAR PUSTAKA

1. Soepardi, Efiaty Arsyad, dkk. Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT edisi 6. Balai Penerbit

FKUI. Jakarta. 2007.

2. Van Der Baan. Epidemilogy and natural history dalam Nasal Polyposis. Copenhagen:

Munksgaard,1997.

3. Adam, George. Boeis- Buku Ajar Penyakit THT Edisi 6. EGC. Jakarta. 2012.

4. Ballenger, John Jacob. Diseaes of The Nose Throat Ear Head and Neck. Lea & Febiger

14th edition. Philadelphia 1991.

5. European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal Polyps 2012 . Rhinology, official

journal of the european and international society, Vol 50, 2012

6. Archer . Non surgical Treatment of Nasal Polyps. Diunduh pada tanggal 23 april 2013

dari http://emedicine.medscape.com/article/861353-overview#showall.

7. Calderon, Devalia, Davies. Biology of Nasal Epithelium dalam Nasal Polyposis.

Copenhagen:Munksgaard,1997.

8. Treatment for nasal polyps. Diunduh pada tanggal 23 april 2013 dari

http://www.nasalpolyptreatment.com/nasal-polyps-treatment/

Referat- Penatalaksanaan Polip Cavum Nasi | 18