protein done
DESCRIPTION
laporan praktikum biokimia proteinTRANSCRIPT
1. TINJAUAN PUSTAKA
Protein adalah polimer alam yang tersusun dari berbagai asam amino melalui ikatan
peptida. Ikatan peptida merupakan ikatan yang terdapat dalam rantai peptida itu sendiri,
yaitu ikatan antara ikatan asam amino yang satu dengan asam amino yang lain. Protein
bisa mengalami denaturasi karena adanya pemanasan, lingkungan pH yang ekstrim atau
penambahan urea. Saat mengalami denaturasi struktur primernya tetap atau ikatan
kovalen tetap, namun struktur sekunder dan tersiernya yang rusak, yaitu ditandai dengan
rusaknya ikatan disulfida dan ikatan hidrogen (Winarno, 1997).
Tempe merupakan bahan pangan yang mengandung protein cukup tinggi, yaitu
mencapai 41,4% (Cahyadi,2006).
Ekstraksi merupakan proses pemisahan komponen dari campurannya berdasarkan
kelarutan selektifnya (Daintith, 1999). Prinsip dasar ekstraksi adalah apabila substansi
yang ditambahkan ke dalam 2 larutan tidak dapat bercampur, maka substansi tersebut
akan terdistribusi ke dalam 2 pelarut tersebut (Petrucci, 1989).
Tujuan dilakukannya penghancuran adalah untuk memudahkan dalam pengekstraksian,
sehingga luas permukaan bahan menjadi semakin luas dan enzim yang berada didalam
bahan akan mudah bereaksi dengan buffer (Winarno, 1997). Penghalusan bahan pada
proses ekstraksi enzim juga bertujuan untuk membuat bahan pangan menjadi lebih
homogen dan berguna untuk memecahkan struktur bahan menjadi lebih kecil (Palmer,
1991).
Larutan buffer yang ditambahkan memiliki fungsi untuk mengontrol perubahan pH.
mengatakan, larutan buffer adalah larutan yang tahan terhadap perubahan pH dengan
penambahan asam atau basa. Oleh sebab itulah larutan buffer ini dibutuhkan dalam
berbagai macam percobaan biokimia yang membutuhkan pH terkontrol dan tepat
(Fardiaz, 1992). Hal ini juga bertujuan untuk mencegah terjadinya denaturasi, karena
protein merupakan senyawa yang mudah mengalami denaturasi oleh asam ataupun basa,
(Winarno, 1997). Penyaringan dalam proses ekstraksi dilakukan untuk memisahkan
cairan dengan padatan yang ada pada bahan. Sentrifugasi adalah pemisahan antara 2
komponen, yaitu antara cairan dengan cairan yang tidak saling melarutkan atau cairan
1
2
dengan padatan yang terdispersi didalamnya. Hasil dari sentrifugasi ini berupa cairan
yang bening (supernatan) serta endapan (filtrat) (Suyitno, 1989).
Metode biuret merupakan pengujian yang didasarkan pada observasi bahwa substansi
yang mengandung dua atau lebih ikatan peptida akan membentuk kompleks berwarna
ungu ketika bereaksi dengan garam tembaga dalam larutan alkali. Prosedur biuret
sederhana, cepat, dan tidak mahal (Pomeranz & Meloan, 1987). Prinsip metode biuret
adalah warna violet keunguan dihasilkan saat ion-ion kupri berikatan dengan ikatan-
ikatan peptida pada zat yang mengandung paling sedikit dua ikatan peptida, contohnya
biuret, peptida-peptida besar, dan semua protein, pada suasana basa. Absorbansi warna
yang dihasilkan dibaca pada panjang gelombang 540 nm. Intensitas warna yang
dihasilkan akan proporsional dengan kandungan protein pada sampel (Nielsen, 1998).
Tujuan dilakukannya uji biuret pada bahan adalah untuk mengetahui banyak sedikitnya
ikatan peptida yang ada dalam bahan pangan (Damin, 1999). Uji Biuret dilakukan
dengan tujuan untuk mendeteksi protein dalam larutan. Prinsip kerjanya adalah natrium
hidroksida (NaOH) atau Kalium hidroksida (KOH) dicampurkan dengan larutan uji, lalu
tetesan larutan tambaga (II) sulfat ditambahkan perlahan-lahan. Hasil positif dinyatakan
melalui munculnya cincin ungu yang terbentuk karena adanya reaksi ikatan peptida
dalam protein atau peptida. Hasil ini tidak akan terjadi pada asam amino bebas. Uji ini
merupakan uji yang paling sederhana sehingga banyak digunakan untuk mengetahui ada
atau tidaknya protein dalam suatu bahan pangan. Namun kelemahan dari reaksi ini
adalah memberikan hasil positif terhadap semua zat yang memiliki gugus amida
sehingga mememungkinkan suatu zat yang tidak mengandung protein akan tetap
memberikan nilai yang positif terhadap tes biuret karena memiliki gugus amida
(Daintith, 1999).
Uji Lowry merupakan salah satu metode yang banyak dipakai untuk penentuan protein
dalam larutan berdasarkan interaksi protein dengan reagen fenol dan tembaga dalam
suasana basa. Uji Lowry ini disebut juga sebagai Folin-Ciocalteu test yang dapat
digunakan untuk menentukan protein juga mengatur kandungan protein cuplikan hingga
5 g. Metode Lowry 10-20 kali lebih sensitif dibandingkan metode absorbansi
ultraviolet dan 100 kali lebih sensitif dibandingkan metode biuret. Metode ini sangat
spesifik karena beberapa substansi yang terdapat dalam material biologisnya dapat
3
menyebabkan gangguan yang serius. Hasil metode ini sedikit dipengaruhi oleh
kekeruhan larutan protein aslinya. Warna reaksi melibatkan oksidasi asam amino
aromatik yang dikatalisasi oleh tembaga dan gugus lain oleh reagen heteropolifosfat
(fosfotungstat-fosfomolibdat). Banyak gugus fungsional yang ada dalam protein
bertanggung jawab terhadap konsentrasi warna biru pada akhir reaksi. Prosedur Lowry
ini sangat dihargai tinggi disebabkan karena sensitivitasnya (Pomeranz & Meloan,
1987). Penambahan reagen folin-ciocalteau dalam ekstrak bahan pangan akan membuat
larutan menjadi berwarna biru. Hal ini disebabkan oleh bereaksinya protein yang ada di
dalam bahan pangan yang diuji dengan Cu++ dalam larutan alkali dan reduksi garam
fosfomolibdate fosfotungsat oleh tiosin dan triptofan yang terdapat dalam protein
(Tranggono et al., 1989).
Metode Lowry telah digunakan secara luas dalam uji protein biokimia. Namun, itu tidak
digunakan secara luas untuk menentukan protein dalam sistem makanan tanpa
mengekstrak protein dari campuran makanan terlebih dahulu. Berikut ini adalah
keuntungan metode Lowry :
Sangat sensitif.
a. 50-100 kali lebih sensitif daripada metode biuret.
b. 10-20 kali lebih sensitif daripada metode penyerapan UV 280 nm.
c. Beberapa kali lebih sensitif daripada metode ninhindrin.
d. Sensitivitas mirip seperti Nesslerization, tetapi lebih praktis daripada
Nesslerization.
Tidak dipengaruhi oleh kekeruhan.
Sederhana, dapat dilakukan dalam 1-1,5 jam.
Lebih spesifik daripada metode-metode lain.
Kerugian dari metode Lowry adalah :
Warna lebih bervariasi dengan protein yang berbeda apabila dibandingkan dengan
metode Biuret.
Warna tidak selalu proporsional dengan konsentrasi protein.
Reaksi dipengaruhi oleh sukrosa, lipid, buffer fosfat, monosakarida, dan
heksoamina.
4
Konsentrasi tinggi dari gula, amonium sulfat, dan senyawa sulfhidril mempengaruhi
reaksi (Nielsen, 1998).
Pengikatan Cat dapat digunakan untuk menentukan gugus basa dan asam total pada
protein. Protein di bawah kondisi tertentu, akan mengikat pewarna (cat) organik
tertentu. Kandungan protein mengikat cat anionik disulfonik pada pH 2,2. Ketika
sampel makanan diberikan perlakuan berupa pemberian cat secara berlebih, maka
protein dan cat akan bereaksi secara kuantitif dan membentuk kompleks tidak larut yang
dapat dipisahkan dengan cara sentrifugasi ataupun filtrasi. Dari konsentrasi cat yang
tidak terikat (diukur secara kolorimetri), kapasitas pengikatan dapat dihitung. Hubungan
kuantitif antara jumlah cat yang terikat dan kandungan protein dalam sampel dapat
dikonstruksikan dalam sebuah tabel konversi sehingga dari tabel ini persentase protein
dapat dibaca atau diketahui (Pomeranz & Meloan, 1987).
Metode Pengikatan Cat dapat dibagi lagi menjadi 2 metode, yaitu Pengikatan Cat
anionik dan metode Bradford. Prinsip metode Pengikatan Cat anionik adalah sampel
yang mengandung protein dicampur dengan cat anionik dalam jumlah berlebih dalam
larutan buffer. Protein akan mengikat cat dan akan membentuk kompleks tidak larut.
Cat yang tidak mengikat protein akan larut dan diukur setelah kesetimbangan reaksi
terjadi dan kompleks tidak larut akan dipisahkan melalui sentrifugasi atau filtrasi.
Sedangkan prinsip metode Bradford adalah ketika coomassie brilliant blue G-250
mengikat protein, akan terjadi perubahan warna cat dari kemerahan menjadi kebiruan,
dan absorbsi maksimum cat diubah dari 465 nm menjadi 595 nm. Perubahan absorbansi
pada panjang gelombang 595 nm sebanding dengan konsentrasi protein yang ada pada
sampel. Salah satu kerugian metode ini adalah kompleks protein dan cat dalam
mengikat kuvet quartz. Oleh sebab itu, harus digunakan kuvet dari kaca atau plastik.
Selain itu, warna larutan bervariasi sesuai dengan jenis-jenis proteinnya sehingga
protein standar harus dipilih secara hati-hati. Metode Bradford banyak digunakan dalam
proses pemurnian protein karena kecepatan, sensitivitas, dan gangguan yang lebih kecil
jika dibandingkan metode Lowry (Nielsen, 1998).
Terdapat beberapa kesalahan-kesalahan dalam spektrofotometri yang dapat
mempengaruhi pembacaan hasil. Kesalahan-kesalahan tersebut antara lain, kuvet kotor
5
atau telah tergores, karena kuvet yang kotor dapat menyerap sinar, sedangkan kuvet
yang tergores dapat memantulkan sinar; ukuran kuvet yang tidak seragam karena
jumlah partikel yang berbeda dapat menyebabkan panjang larutan berbeda sehingga
menghasilkan nilai absorbansi yang berbeda pula, dimana semakin besar jarak yang
harus dilewati sinar, maka semakin besar pula nilai absorbansinya. Alasan lainnya
adalah penempatan kuvet yang tidak tepat posisi yang kemudian mempengaruhi panjang
gelombang yang harus dilewati sinar dan kemungkinan defraksi sinar, terdapat
gelembung gas dalam larutan, panjang gelombang yang dihasilkan tidak sesuai dengan
yang tertera dalam instrumen, kurang sempurnanya dalam penyiapan larutan sampel
ataupun blanko, pengenceran yang dilakukan pada saat pembuatan berbagai konsentrasi
larutan kurang tepat. Hal ini terjadi karena penimbangan awal yang kurang tepat
ataupun penambahan larutan pengencer yang tidak tepat (Pomeranz & Meloan, 1987).
2. TUJUAN PRAKTIKUM
Tujuan dilakukannya praktikum ini adalah untuk mengetahui kandungan protein yang
ada dalam bahan melalui Uji Biuret, Uji Lowry, dan Uji pengikatan cat, mengetahui
prinsip kerja dari masing-masing uji tersebut.
3. MATERI DAN METODE
3.1. Materi
3.1.1. Alat
Alat-alat yang digunakan untuk praktikum ini adalah timbangan analitik, gelas arloji,
Erlenmeyer, beaker glass, pipet volume, pompa pilleus, pipet tetes, mikropipet, baskom,
tabung reaksi, rak tabung reaksi, pengaduk, penumbuk porselin, spektrofotometer,
sentrifuge, tabung sentrifuge, vortex, kain saring.
3.1.2. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan untuk praktikum ini adalah sampel untuk kloter A berupa
tempe, buffer sitrat fosfat pH 4 yang mengandung NaCl 2%, reagen biuret yang terdiri
dari Copper sulphate 1,5 g/L, Sodium potassium tartrate 6 g/L, dan Sodium hydroxide
30 g/L, reagen alkaline Copper yang terdiri dari Copper sulphate 20 mg/L, Sodium
potassium tartrate 20 mg/L, Sodium carbonate 20 g/L, dan Sodium hydroxide 40 g/L,
reagen folin-ciocalteu, reagen pengikatan cat yang terdiri dari Coomasie Brilliant Blue
G250 0,1 g/L, ethanol 47,0 g/L, dan Orthophosphoric acid 85 g/L.
3.2. Metode
3.2.1. Ekstraksi Protein
Sebanyak 12,5 g sampel dihancurkan kemudian dimasukkan ke dalam beaker glass dan
ditambahkan dengan 50 ml buffer sitrat fosfat pH4 yang mengandung NaCl 2% lalu
diaduk dalam es selama 1 jam. Larutan kemudian disaring dengan menggunakan kain
saring dan filtrat yang didapat di-sentrifuge selama 40 menit dengan kecepatan 4000
rpm pada suhu ruang. Setelah itu supernatant diambil untuk uji Biuret, uji Lowry, dan
uji pengikatan cat.
3.2.2. Uji Biuret
Tabung reaksi diisi dengan larutan ekstrak protein sebanyak 1 ml kemudian
ditambahkan dengan reagen biuret sebanyak 9 ml. Kemudian tabung reaksi di-vortex
dan didiamkan selama 15 menit. Abrsorbansi larutan diukur menggunakan
6
7
spektrofotometer dengan panjang gelombang 545 nm lalu kadar protein dihitung
dengan menggunakan persamaan kurva standar.
3.2.3. Uji Lowry
Tabung reaksi diisi dengan larutan ekstrak protein sebanyak 1 ml, lalu ditambahkan
dengan 12 ml reagen alkali copper. Tabung reaksi lalu di-vortex dan didiamkan selama
10 menit. Kemudian ditambahkan sebanyak 1 ml reagen folin-ciocalteu dan di-vortex
kembali lalu didiamkan selama 30 menit. Absorbansi larutan diukur menggunakan
spektrofotometer dengan panjang gelombang 600 nm lalu kadar protein dihitung
menggunakan persamaan kurva standar.
3.2.4. Uji Pengikatan Cat
Tabung reaksi diisi dengan 0,5 ml larutan ekstrak protein lalu ditambahkan dengan 4,5
ml reagen pengikatan cat dan di-vortex sampai homogen. Absorbansi larutan diukur
menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 595 nm lalu kadar protein
diukur dengan menggunakan persamaan kurva standar.
4. HASIL PENGAMATAN
4.1. Uji Biuret
Hasil pengamatan Uji Biuret dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Uji Biuret
Kurva Standar : y = 2x10-5x + 0,0621
Kelompok Bahan Absorbansi Kadar ProteinA1 Tempe 0,0668 235A2 Tempe 0,0719 490A3 Tempe 0,0773 760
Pada Tabel 1., dapat dilihat bahwa sampel yang digunakan oleh kelompok A1, A2, dan
A3 adalah tempe. Nilai absorbansi berbanding lurus dengan kadar protein. Nilai
absorbansi dan kadar protein tertinggi tertinggi terdapat pada kelompok A3 yaitu
sebesar 0,0773 dengan kadar protein 760. Sedangkan nilai terendah terdapat pada
kelompok A1 yaitu sebesar 0,0668 dengan kadar rotein sebesar 235.
Grafik Uji Biuret
Konsentrasi (x) Absorbansi (y)5000 0.14734000 0.13273000 0.11912000 0.091000 0.0809500 0.0715
8
9
4.2. Uji Lowry
Hasil pengamatan Uji Lowy dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Uji Lowry
Kurva Standar: y=5 x 10-5 x + 0,0402
Kelompok Bahan Absorbansi Kadar ProteinA4 Tempe 0,1444 2048A5 Tempe 0,1932 3060A6 Tempe 0,2454 4103
Pada Tabel 2., dapat dilihat bahwa sampel yang digunakan oleh kelompok A4,A5, dan
A6 adalah tempe. Nilai absorbansi berbanding lurus terhadap kadar protein. Nilai
absorbansi dan kadar protein tertinggi terdapat pada kelompok A6 yaitu sebesar 0,2454
dan kadar proteinnya 4103. Sedangkan nilai terendah terdapat pada kelompok A4 yaitu
sebesar 0,1444 dan kadar proteinnya 2048.
Grafik Uji Lowry
Konsentrasi (x) Absorbansi (y)5000 0.31474000 0.28563000 0.15452000 0.13281000 0.1178500 0.0704
10
4.3. Uji Pengikatan Cat
Hasil pengamatan uji pengikatan cat dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Uji Pengikatan Cat
Kurva Standar: y = 1 x 10-5 x + 0,6009
Kelompok Bahan Absorbansi Kadar ProteinA7 Tempe 0,9758 37490A8 Tempe 1,8164 121550A9 Tempe 0,6143 1340A10 Tempe 0,9203 31940
Pada Tabel 3., dapat dilihat bahwa sampel yang digunakan oleh kelompok A6,A7,A8
dan A10 adalah tempe. Nilai absorbansi berbanding lurus terhadap kadar protein. Nilai
absorbansi dan kadar protein tertinggi terdapat pada kelompok A8 yaitu sebesar 1,8164
dan kadar proteinnya 121550. Sedangkan nilai terendah terdapat pada kelompok A9
yaitu sebesar 0,6143 dan kadar proteinnya 1340.
Grafik Uji Pengikatan Cat
Konsentrasi (x) Absorbansi (y)5000 0.66564000 0.65813000 0.64332000 0.64011000 0.6307500 0.5865
5. PEMBAHASAN
Pada percobaan protein dilakukan beberapa uji yang meliputi uji Biuret, uji Lowry, dan
uji Pengikatan Cat untuk mengetahui kadar protein dalam sampel berupa tempe.
Sebelum pengujian dilakukan, terlebih dahulu dilakukan ekstraksi dari sampel tempe.
Menurut Daintith, (1999), ekstraksi merupakan proses pemisahan komponen dari
campurannya berdasarkan kelarutan selektifnya. Prinsip dasar ekstraksi adalah apabila
substansi yang ditambahkan ke dalam 2 larutan tidak dapat bercampur, maka substansi
tersebut akan terdistribusi ke dalam 2 pelarut tersebut (Petrucci, 1989). Ekstraksi protein
dari tempe dilakukan dengan cara menghancurkan 12,5 gram bahan, kemudian
ditambah dengan larutan buffer fosfat pH 4 yang mengandung NaCl 4% sebanyak 50 ml
dan diaduk-aduk dalam baskom yang diisi es batu selama 1 jam. Menurut Winarno
(1997), pengahalusan dari sampel bertujuan untuk memudahkan dalam pengekstraksian
karena luas permukaan bahan menjadi semakin luas dan enzim yang berada didalam
bahan akan mudah bereaksi dengan buffer. Palmer (1991) juga menambahkan bahwa
penghalusan bahan pada proses ekstraksi enzim bertujuan untuk membuat bahan pangan
menjadi lebih homogen dan berguna untuk memecah struktur bahan menjadi lebih kecil.
Larutan buffer yang ditambahkan memiliki fungsi sebagai larutan yang mengontrol
perubahan pH karena sifatnya yang tahan terhadap perubahan pH ketika ditambahkan
dengan asam atau basa. Oleh sebab itulah larutan buffer ini dibutuhkan agar pH
terkontrol (Fardiaz, 1992). Selain itu, buffer juga bertujuan untuk mencegah terjadinya
denaturasi, karena protein mudah mengalami denaturasi oleh asam ataupun basa
(Winarno, 1997). Kemudian, larutan disaring dengan menggunakan kain saring.
Penyaringan ini dilakukan untuk memisahkan antara cairan dengan padatan yang ada
pada bahan. Filtrat yang didapat selanjutnya disentrifugasi dengan kecepatan 1000 rpm
selama 40 menit. Menurut Suyitno (1989) sentrifugasi adalah pemisahan antara 2
komponen, yaitu antara cairan dengan cairan yang tidak saling melarutkan atau cairan
dengan padatan yang terdispersi didalamnya. Hasil dari sentrifugasi ini berupa cairan
yang bening (supernatan) serta endapan (filtrat).
Setelah dilakukan proses ekstraksi dan didapatkan ekstrak protein, dapat dilakukan uji
Biuret, uji Lowry, dan uji pengikatan cat. Pada uji Biuret, pertama-tama tabung reaksi
11
12
diisi dengan larutan ekstrak protein sebanyak 1 ml, lalu ditambahkan dengan reagen
biuret sebanyak 9 ml. Setelah itu, tabung reaksi di vortex agar larutan menjadi homogen
kemudian didiamkan selama 15 menit. Absorbansi larutan kemudian diukur dengan
menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 545 nm. Prinsip kerja metode
biuret didasarkan pada observasi bahwa substansi yang mengandung dua atau lebih
ikatan peptida akan membentuk kompleks berwarna ungu dengan garam tembaga dalam
larutan alkali (Pomeranz & Meloan, 1987). Warna ungu ini dihasilkan ketika ion-ion
kupri bereaksi dengan ikatan-ikatan peptida dalam suasana basa. Apabila besarnya
molekul protein yang diuji kecil, maka warna yang terbentuk tidak sampai ungu
melainkan merah muda dan hal ini berpengaruh pada nilai absorbansinya yang akan
semakin kecil pula. Oleh sebab itu reaksi biuret digunakan untuk menunjukkan besar
kecilnya molekul protein atau banyak sedikitnya ikatan peptida yang terdapat pada
molekul protein (Nielsen, 1998). Uji ini merupakan uji yang paling sederhana, sehingga
banyak digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya kandungan protein dalam suatu
bahan pangan. Akan tetapi, kelemahan dari reaksi ini adalah reaksi ini akan memberikan
hasil positif terhadap semua zat yang memiliki gugus amida sehingga apabila terdapat
suatu zat yang tidak mengandung protein, bila diuji dengan reaksi ini, akan tetap
memberikan nilai yang positif terhadap uji biuret karena memiliki gugus amida. Selain
itu, intensitas warna yang terbentuk pada uji Biuret bergantung pada konsentrasi protein
yang ditera (Daintith, 1990).
Pada hasil pengamatan uji Biuret, dapat diketahui bahwa kadar protein didapatkan
setelah mengukur nilai absorbansi dan menggunakan kurva standar. Pada kelompok A1
didapatkan nilai absorbansi 0,0668 dengan kadar protein dari sampel adalah 490. Pada
kelompok A2 dengan nilai absorbansi 0,0719, kadar proteinnya adalah 490. Pada
kelompok A3 memiliki nilai absorbansi 0,0773 dengan kadar proteinnya adalah 760.
Kadar protein dari tempe milik semua kelompok tidak mencapai kadar protein menurut
teori Cahyadi (2006) yang mengatakan bahwa kadar protein tempe adalah 41,4%.
Dengan sampe sebanyak 12,5 gram apabila kandungan protein 41,4% maka seharusnya
kadar protein yang didapatkan adalah 5175. Hal ini terjadi karena menurut Pomeranz &
Meloan (1987), kesalahan-kesalahan dalam melakukan spektrofotometri yang dapat
mempengaruhi pembacaan hasil adalah kurang sempurnanya dalam penyiapan larutan
13
sampel ataupun blanko. Nielsen (1998) menambahkan bahwa uji biuret tidak begitu
sensitif dibandingkan dengan metode Lowry.
Pada Uji Lowry prinsipnya adalah menentukan kadar protein dalam larutan yang
didasarkan pada interaksi protein dengan reagen fenol dan tembaga dalam suasana basa
(alkaline copper). Uji Lowry ini dapat disebut juga sebagai Folin-Ciocalteu test yang
dapat digunakan untuk menentukan protein serta mengatur kandungan protein cuplikan
hingga 5 g. Uji Lowry ini juga 10-20 kali lebih sensitif bila dibandingkan dengan
metode absorbansi ultraviolet dan 100 kali lebih sensitif dibandingkan metode biuret
(Pomeranz & Meloan, 1987). Langkah pertama yang dilakukan dalam uji Lowry adalah
tabung reaksi diisi dengan larutan ekstrak protein tempe sebanyak 1 ml, lalu
ditambahkan dengan reagen Alkaline Copper sebanyak 12 ml, dimana reagen alkaline
cooper ini terbuat dari Copper sulphate 20 g/L, Sodium potassium tartrate 20g/L,
Sodium carbonate 20 g/L, dan Sodium hydroxide 40 g/L. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Pomeranz dan Meloan (1987) yang mengatakan bahwa uji Lowry dipakai
untuk penentuan protein dalam larutan adalah berdasarkan interaksi protein dengan
reagen fenol dan tembaga dalam suasana basa. Warna reaksi melibatkan oksidasi asam
amino aromatik yang dikatalisasi oleh tembaga dan gugus lain oleh reagen
heteropolifosfat (fosfotungstat-fosfomolibdat). Tabung reaksi yang telah diisi dengan
larutan ekstrak protein tempe kemudian divortex dan didiamkan selama 10 menit.
Setelah didiamkan selama 10 menit, sebanyak 1 ml reagen folin dan ciocalteau
ditambahkan. Menurut Tranggono et al.,( 1989), penambahan reagen folin-ciocalteau
dalam ekstrak protein akan membuat larutan menjadi berwarna biru. Hal ini disebabkan
karena protein yang ada di dalam bahan pangan yang diuji bereaksi dengan Cu2+ dalam
larutan alkali dan reduksi garam fosfomolibdate fosfotungsat oleh tiosin dan triptofan
yang terdapat dalam protein. Kemudian tabung divortex kembali dan didiamkan selama
30 menit. Absorbansi larutan diukur dengan menggunakan spektrofotometer pada
panjang gelombang 600 nm. Nielsen (1998) mengatakan, kelebihan penggunaan metode
Lowry ini adalah sangat sensitif, lebih spesifik daripada metode-metode lain, tidak
dipengaruhi oleh kekeruhan, dan sederhana, dimana dapat dilakukan dalam 1-1,5 jam.
Namun kekurangan dari uji ini adalah warnanya lebih bervariasi dengan protein yang
berbeda apabila dibandingkan dengan metode biuret, warna tidak selalu proporsional
14
dengan konsentrasi protein, reaksi juga dipengaruhi oleh sukrosa, lipid, buffer fosfat,
monosakarida, dan heksoamina, dan konsentrasi tinggi dari gula, amonium sulfat, dan
senyawa sulfhidril.
Pada hasil pengamatan Uji Lowry dapat diketahui kadar protein dari larutan tempe yang
telah diukur nilai absorbansinya pada kelompok A4 mendapatkan nilai absorbansi
0,1444 dan kadar proteinnya adalah 2084. Sedangkan kelompok A5 mendapatkan nilai
absorbansi 0,1932 dan kadar proteinnya adalah 3060. Kelompok A6 dengan nilai
absorbansi 0,2454 dengan kadar protein sebesar 4105. Selain itu, uji ini menghasilkan
warna biru pada akhir reaksi. Menurut Pomeranz dan Meloan (1987), banyaknya gugus
fungsional yang ada dalam protein berperan terhadap konsentrasi warna biru pada akhir
reaksi, dan seperti yang dikatakan oleh Tranggono et al.,( 1989) karena protein yang ada
di dalam bahan pangan yang diuji bereaksi dengan Cu2+ dalam larutan alkali dan
terjadinya reduksi garam fosfomolibdate fosfotungsat oleh tiosin dan triptofan yang
terdapat dalam protein penambahan reagen folin-ciocalteau dalam ekstrak tersebut
membuat larutan menjadi berwarna biru. Apabila kadar protein dalam uji Lowry
dibandingkan dengan uji Biuret, maka uji Lowry akan menunjukan nilai kadar protein
yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan uji Biuret. Hal ini seperti yang dikatakan
oleh Pomeranz & Meloan (1987), bahwa uji Lowry ini juga 10-20 kali lebih sensitif bila
dibandingkan dengan metode absorbansi ultraviolet dan 100 kali lebih sensitif
dibandingkan metode biuret. Namun kadar protein yang didapatkan masih belum
mencapai 5175 karena menurut Nielsen (1998) uji Lowry dipengaruhi oleh adanya
monosakarida atau lipid yang terkandung dalam tempe. Selain itu, kesalahan juga
mungkin disebabkan karena kuvet kotor atau telah tergores, karena kuvet yang kotor
dapat menyerap sinar, sedangkan kuvet yang tergores dapat memantulkan sinar. Alasan
lainnya adalah penempatan kuvet yang tidak tepat yang kemudian mempengaruhi
panjang gelombang yang harus dilewati sinar dan kemungkinan defraksi sinar, terdapat
gelembung gas dalam larutan, panjang gelombang yang dihasilkan tidak sesuai dengan
yang tertera dalam instrumen, pengenceran yang dilakukan pada saat pembuatan
berbagai konsentrasi larutan kurang tepat. Hal ini terjadi karena penimbangan awal yang
kurang tepat ataupun penambahan larutan pengencer yang tidak tepat (Pomeranz &
Meloan, 1987).
15
Pada uji pengikatan cat prinsipnya adalah untuk menentukan gugus basa dan asam pada
protein dalam kondisi tertentu akan terjadi pengikatan antara protein dengan pewarna
organik tertentu. Percobaan ini diawali dengan mengisi tabung reaksi dengan larutan
ekstrak protein tempe sebanyak 0,5 ml dengan menggunakan mikropipet, kemudian
ditambahkan dengan reagen Pengikatan Cat sebanyak 4,5 ml. Reagen Pengikatan Cat
ini terbuat dari Coomassie Brilliant Blue G250 0,1 g/L, Ethanol 47,0 g/L,
Orthophosphoric acid 85 g/L. Lalu tabung reaksi divortex. Blanko yang digunakan
dalam praktikum ini dibuat menggunakan 0,5 ml aquades yang ditambah dengan 4,5 ml
reagen Pengikatan Cat. Absorbansi selanjutnya diukur dengan menggunakan
spektrofotometer pada panjang gelombang 595 nm. Nielsen (1998) mengatakan,
penambahan reagen Coomassie Brilliant Blue G250 merupakan reagen yang dapat
mengikat protein, kemudian akan terjadi perubahan warna cat dari kemerahan menjadi
kebiruan.
Berdasarkan hasil pengamatan dari uji Pengikatan Cat didapatkan bahwa larutan ekstrak
tempe pada kelompok A7 memiliki nilai absorbansi 0,9758 dan dapat diketahui kadar
proteinnya adalah 37490. Pada kelompok A8, dengan nilai absorbansi 1,8164, kadar
proteinnya adalah 121550. Larutan ekstrak nanas muda pada kelompok A9 memiliki
nilai absorbansi 0,6143, dan kadar proteinnya adalah 1340. Sedangkan pada kelompok
A10 absorbansinya 0,9203 dengan kadar protein 31940. Kadar protein yang didapatkan
tidak sesuai dengan pendapat Cahyadi yaitu sebanyak 5175 atau 41,4% dari sampel.
Menurut Pomeranz & Meloan (1987), kesalahan-kesalahan dalam spektrofotometri
dapat mempengaruhi pembacaan hasil. Kesalahan-kesalahan itu antara lain, kuvet kotor
atau telah tergores karena kuvet yang kotor dapat menyerap sinar, sedangkan kuvet
yang tergores dapat memantulkan sinar. Alasan lainnya adalah penempatan kuvet yang
tidak tepat posisinya yang kemudian mempengaruhi panjang gelombang yang harus
dilewati sinar dan kemungkinan defraksi sinar, terdapat gelembung gas dalam larutan,
panjang gelombang yang dihasilkan tidak sesuai dengan yang tertera dalam instrumen.
Nielsen (1998) mengatakan, uji pengikatan cat memiliki beberapa kelebihan adalah
cepat, sensitif (lebih sensitif daripada metode Lowry), tidak ada gangguan dari polifenol
dan karbohidrat seperti sukrosa, tidak ada gangguan dari kation seperti K+, Na+, dan
16
Mg2+. Dalam setiap uji, baik itu uji Buret, uji Lowry, maupun uji Pengikatan Cat,
menghasilkan nilai absorbansi dan kadar protein yang berbeda-beda. Uji Biuret
menghasilkan nilai absorbansi dan kadar protein yang paling rendah bila dibandingkan
dengan uji Lowry ataupun uji Pengikatan Cat. Akan tetapi, uji Lowry memiliki nilai
absorbansi dan kadar protein yang lebih rendah dari uji Pengikatan Cat. Hal ini sesuai
dengan teori Nielsen (1998) yang mengatakan, uji biuret tidak begitu sensitif bila
dibandingkan dengan metode Lowry. Nielsen (1998) juga mengatakan bahwa metode
pengikatan cat banyak digunakan dalam proses pemurnian protein karena kecepatan,
sensitivitas, dan gangguan yang ada lebih kecil dibandingkan metode Lowry. Masing-
masing uji memiliki keakuratan yang berbeda-beda. Dari percobaan yang telah
dilakukan, uji yang paling efektif adalah uji Pengecatan Cat. Uji Pengikatan Cat ini
adalah uji yang paling sensitif dibandingkan uji yang lain sehingga memberikan hasil
absorbansi yang seimbang.
6. KESIMPULAN
Ekstraksi merupakan proses pemisahan komponen dari campuran baik berupa
larutan maupun suspensi dengan menggunakan pelarut.
Keberadaan protein dapat diketahui dengan beberapa pengujian seperti uji Biuret,
uji Lowry, dan uji Pengikatan Cat.
Pengukuran kadar protein dengan menggunakan metode uji Biuret, uji Lowry, dan
uji Pengikatan Cat didasarkan pada kurva absorbansinya.
Uji Biuret berfungsi untuk mengetahui banyak sedikitnya ikatan peptida yang ada
dalam bahan.
Prinsip dari uji Biuret adalah warna violet keunguan terbentuk ketika ion-ion kupri
bereaksi dengan ikatan-ikatan peptida.
Uji Lowry adalah didasarkan pada interaksi antara protein dengan reagen fenol dan
tembaga (copper) dalam suasana basa.
Uji Pengikatan Cat didasarkan pada sifat protein yang mengikat pewarna organik
tertentu dan dapat digunakan untuk menentukan gugus basa dan asam total pada
protein.
Penambahan larutan buffer bertujuan untuk mengontrol pH dalam media karena
larutan tahan terhadap perubahan pH ketika ditambahkan sedikit asam atau basa.
Semakin tinggi nilai absorbansi bahan maka konsentrasi protein juga semakin
tinggi.
Semarang, 24 September 2015 Mengetahui,
Praktikan : Asisten Dosen
1. Nike Chandrawibowo 14.I2.0046
2. Clara Elvina 14.I1.0062
Angela Lauvina
17
7. DAFTAR PUSTAKA
Cahyadi, W. (2006). Kedelai Khasiat dan Teknologi. Bumi Aksara. Bandung.
Daintith, J. (1999). Kamus Lengkap kimia. Penerbit Erlangga. Jakarta.
Damin, S. (1999). Kimia Kedokteran. Penerbit Fakultas Kedokteran Undip. Semarang.
Fardiaz, S. (1992). Mikrobiologi Pangan 1. Gramedia Pustaka. Jakarta.
Nielsen, S. S. (1998). Food Analysis 2nd ed. Aspen Publishers Inc. USA.
Palmer, T. (1991). Understanding Enzymes, 3rd ed. Ellis Horwood. England.
Petrucci, R.H. (1989). Kimia Dasar Prinsip Dan Terapan Modem. Erlangga. Jakarta.
Pomeranz, Y. and Meloan, C.E. (1987). Food Analysis : Theory and Practice. Second Edition. New York : Van Nostrand Reinhold Company.
Suyitno. (1989). Petunjuk Laboratorium Rekayasa Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan & Gizi UGM. Yogyakarta.
Tranggono dan Sutardi, (1989). Biokimia dan Teknologi Pasca Panen. Pusat Antar Universitas Pangan Dan Gizi, Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Winarno, F. G. (1997). Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Umum. Jakarta.
18
8. LAMPIRAN
8.1. Perhitungan
8.1.1. Uji Biuret
A1
y=2×10−5 x+0,006210,0668=2× 10−5 x+0,006210,0047=2× 10−5 xx=235
A2
y=2×10−5 x+0,006210,00719=2× 10−5 x+0,006210,0098=2× 10−5 x
x=490
A3
y=2×10−5 x+0,006210,00773=2× 10−5 x+0,006210,0152=2×10−5 xx=760
8.1.2. Uji Lowry
A4
y=5× 10−5 x+0,04020,1444=5×10−5 x+0,04020,1042=5 × 10−5 xx=2048
A5
y=5× 10−5 x+0,04020,1932=5 × 10−5 x+0,04020,1530=5× 10−5 xx=3060
A6
y=5× 10−5 x+0,04020,2454=5 ×10−5 x+0,04020,2052=5 × 10−5 xx=4104
8.1.3. Uji Pengikatan Cat
A7
y=1×10−5 x+0 ,60090,9758=1× 10−5 x+0,60090,3749=1× 10−5 x x=37490
A8
y=1×10−5 x+0 ,60091,8164=1× 10−5 x+0,60091,2155=1 ×10−5 xx=121550
A9
y=1×10−5 x+0 ,60090,6143=1× 10−5 x+0,60090,0134=1×10−5 xx=1340
A10y=1×10−5 x+0 ,60090,9203=1× 10−5 x+0 ,60090,3194=1 ×10−5 xx=31940
19
20
8.2. Laporan sementara
8.3. Viper