protein done

31
1. TINJAUAN PUSTAKA Protein adalah polimer alam yang tersusun dari berbagai asam amino melalui ikatan peptida. Ikatan peptida merupakan ikatan yang terdapat dalam rantai peptida itu sendiri, yaitu ikatan antara ikatan asam amino yang satu dengan asam amino yang lain. Protein bisa mengalami denaturasi karena adanya pemanasan, lingkungan pH yang ekstrim atau penambahan urea. Saat mengalami denaturasi struktur primernya tetap atau ikatan kovalen tetap, namun struktur sekunder dan tersiernya yang rusak, yaitu ditandai dengan rusaknya ikatan disulfida dan ikatan hidrogen (Winarno, 1997). Tempe merupakan bahan pangan yang mengandung protein cukup tinggi, yaitu mencapai 41,4% (Cahyadi,2006). Ekstraksi merupakan proses pemisahan komponen dari campurannya berdasarkan kelarutan selektifnya (Daintith, 1999). Prinsip dasar ekstraksi adalah apabila substansi yang ditambahkan ke dalam 2 larutan tidak dapat bercampur, maka substansi tersebut akan terdistribusi ke dalam 2 pelarut tersebut (Petrucci, 1989). Tujuan dilakukannya penghancuran adalah untuk memudahkan dalam pengekstraksian, sehingga luas permukaan bahan menjadi semakin luas dan enzim yang berada didalam bahan akan mudah bereaksi dengan buffer (Winarno, 1997). 1

Upload: nikechandra

Post on 10-Apr-2016

230 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

laporan praktikum biokimia protein

TRANSCRIPT

Page 1: Protein Done

1. TINJAUAN PUSTAKA

Protein adalah polimer alam yang tersusun dari berbagai asam amino melalui ikatan

peptida. Ikatan peptida merupakan ikatan yang terdapat dalam rantai peptida itu sendiri,

yaitu ikatan antara ikatan asam amino yang satu dengan asam amino yang lain. Protein

bisa mengalami denaturasi karena adanya pemanasan, lingkungan pH yang ekstrim atau

penambahan urea. Saat mengalami denaturasi struktur primernya tetap atau ikatan

kovalen tetap, namun struktur sekunder dan tersiernya yang rusak, yaitu ditandai dengan

rusaknya ikatan disulfida dan ikatan hidrogen (Winarno, 1997).

Tempe merupakan bahan pangan yang mengandung protein cukup tinggi, yaitu

mencapai 41,4% (Cahyadi,2006).

Ekstraksi merupakan proses pemisahan komponen dari campurannya berdasarkan

kelarutan selektifnya (Daintith, 1999). Prinsip dasar ekstraksi adalah apabila substansi

yang ditambahkan ke dalam 2 larutan tidak dapat bercampur, maka substansi tersebut

akan terdistribusi ke dalam 2 pelarut tersebut (Petrucci, 1989).

Tujuan dilakukannya penghancuran adalah untuk memudahkan dalam pengekstraksian,

sehingga luas permukaan bahan menjadi semakin luas dan enzim yang berada didalam

bahan akan mudah bereaksi dengan buffer (Winarno, 1997). Penghalusan bahan pada

proses ekstraksi enzim juga bertujuan untuk membuat bahan pangan menjadi lebih

homogen dan berguna untuk memecahkan struktur bahan menjadi lebih kecil (Palmer,

1991).

Larutan buffer yang ditambahkan memiliki fungsi untuk mengontrol perubahan pH.

mengatakan, larutan buffer adalah larutan yang tahan terhadap perubahan pH dengan

penambahan asam atau basa. Oleh sebab itulah larutan buffer ini dibutuhkan dalam

berbagai macam percobaan biokimia yang membutuhkan pH terkontrol dan tepat

(Fardiaz, 1992). Hal ini juga bertujuan untuk mencegah terjadinya denaturasi, karena

protein merupakan senyawa yang mudah mengalami denaturasi oleh asam ataupun basa,

(Winarno, 1997). Penyaringan dalam proses ekstraksi dilakukan untuk memisahkan

cairan dengan padatan yang ada pada bahan. Sentrifugasi adalah pemisahan antara 2

komponen, yaitu antara cairan dengan cairan yang tidak saling melarutkan atau cairan

1

Page 2: Protein Done

2

dengan padatan yang terdispersi didalamnya. Hasil dari sentrifugasi ini berupa cairan

yang bening (supernatan) serta endapan (filtrat) (Suyitno, 1989).

Metode biuret merupakan pengujian yang didasarkan pada observasi bahwa substansi

yang mengandung dua atau lebih ikatan peptida akan membentuk kompleks berwarna

ungu ketika bereaksi dengan garam tembaga dalam larutan alkali. Prosedur biuret

sederhana, cepat, dan tidak mahal (Pomeranz & Meloan, 1987). Prinsip metode biuret

adalah warna violet keunguan dihasilkan saat ion-ion kupri berikatan dengan ikatan-

ikatan peptida pada zat yang mengandung paling sedikit dua ikatan peptida, contohnya

biuret, peptida-peptida besar, dan semua protein, pada suasana basa. Absorbansi warna

yang dihasilkan dibaca pada panjang gelombang 540 nm. Intensitas warna yang

dihasilkan akan proporsional dengan kandungan protein pada sampel (Nielsen, 1998).

Tujuan dilakukannya uji biuret pada bahan adalah untuk mengetahui banyak sedikitnya

ikatan peptida yang ada dalam bahan pangan (Damin, 1999). Uji Biuret dilakukan

dengan tujuan untuk mendeteksi protein dalam larutan. Prinsip kerjanya adalah natrium

hidroksida (NaOH) atau Kalium hidroksida (KOH) dicampurkan dengan larutan uji, lalu

tetesan larutan tambaga (II) sulfat ditambahkan perlahan-lahan. Hasil positif dinyatakan

melalui munculnya cincin ungu yang terbentuk karena adanya reaksi ikatan peptida

dalam protein atau peptida. Hasil ini tidak akan terjadi pada asam amino bebas. Uji ini

merupakan uji yang paling sederhana sehingga banyak digunakan untuk mengetahui ada

atau tidaknya protein dalam suatu bahan pangan. Namun kelemahan dari reaksi ini

adalah memberikan hasil positif terhadap semua zat yang memiliki gugus amida

sehingga mememungkinkan suatu zat yang tidak mengandung protein akan tetap

memberikan nilai yang positif terhadap tes biuret karena memiliki gugus amida

(Daintith, 1999).

Uji Lowry merupakan salah satu metode yang banyak dipakai untuk penentuan protein

dalam larutan berdasarkan interaksi protein dengan reagen fenol dan tembaga dalam

suasana basa. Uji Lowry ini disebut juga sebagai Folin-Ciocalteu test yang dapat

digunakan untuk menentukan protein juga mengatur kandungan protein cuplikan hingga

5 g. Metode Lowry 10-20 kali lebih sensitif dibandingkan metode absorbansi

ultraviolet dan 100 kali lebih sensitif dibandingkan metode biuret. Metode ini sangat

spesifik karena beberapa substansi yang terdapat dalam material biologisnya dapat

Page 3: Protein Done

3

menyebabkan gangguan yang serius. Hasil metode ini sedikit dipengaruhi oleh

kekeruhan larutan protein aslinya. Warna reaksi melibatkan oksidasi asam amino

aromatik yang dikatalisasi oleh tembaga dan gugus lain oleh reagen heteropolifosfat

(fosfotungstat-fosfomolibdat). Banyak gugus fungsional yang ada dalam protein

bertanggung jawab terhadap konsentrasi warna biru pada akhir reaksi. Prosedur Lowry

ini sangat dihargai tinggi disebabkan karena sensitivitasnya (Pomeranz & Meloan,

1987). Penambahan reagen folin-ciocalteau dalam ekstrak bahan pangan akan membuat

larutan menjadi berwarna biru. Hal ini disebabkan oleh bereaksinya protein yang ada di

dalam bahan pangan yang diuji dengan Cu++ dalam larutan alkali dan reduksi garam

fosfomolibdate fosfotungsat oleh tiosin dan triptofan yang terdapat dalam protein

(Tranggono et al., 1989).

Metode Lowry telah digunakan secara luas dalam uji protein biokimia. Namun, itu tidak

digunakan secara luas untuk menentukan protein dalam sistem makanan tanpa

mengekstrak protein dari campuran makanan terlebih dahulu. Berikut ini adalah

keuntungan metode Lowry :

Sangat sensitif.

a. 50-100 kali lebih sensitif daripada metode biuret.

b. 10-20 kali lebih sensitif daripada metode penyerapan UV 280 nm.

c. Beberapa kali lebih sensitif daripada metode ninhindrin.

d. Sensitivitas mirip seperti Nesslerization, tetapi lebih praktis daripada

Nesslerization.

Tidak dipengaruhi oleh kekeruhan.

Sederhana, dapat dilakukan dalam 1-1,5 jam.

Lebih spesifik daripada metode-metode lain.

Kerugian dari metode Lowry adalah :

Warna lebih bervariasi dengan protein yang berbeda apabila dibandingkan dengan

metode Biuret.

Warna tidak selalu proporsional dengan konsentrasi protein.

Reaksi dipengaruhi oleh sukrosa, lipid, buffer fosfat, monosakarida, dan

heksoamina.

Page 4: Protein Done

4

Konsentrasi tinggi dari gula, amonium sulfat, dan senyawa sulfhidril mempengaruhi

reaksi (Nielsen, 1998).

Pengikatan Cat dapat digunakan untuk menentukan gugus basa dan asam total pada

protein. Protein di bawah kondisi tertentu, akan mengikat pewarna (cat) organik

tertentu. Kandungan protein mengikat cat anionik disulfonik pada pH 2,2. Ketika

sampel makanan diberikan perlakuan berupa pemberian cat secara berlebih, maka

protein dan cat akan bereaksi secara kuantitif dan membentuk kompleks tidak larut yang

dapat dipisahkan dengan cara sentrifugasi ataupun filtrasi. Dari konsentrasi cat yang

tidak terikat (diukur secara kolorimetri), kapasitas pengikatan dapat dihitung. Hubungan

kuantitif antara jumlah cat yang terikat dan kandungan protein dalam sampel dapat

dikonstruksikan dalam sebuah tabel konversi sehingga dari tabel ini persentase protein

dapat dibaca atau diketahui (Pomeranz & Meloan, 1987).

Metode Pengikatan Cat dapat dibagi lagi menjadi 2 metode, yaitu Pengikatan Cat

anionik dan metode Bradford. Prinsip metode Pengikatan Cat anionik adalah sampel

yang mengandung protein dicampur dengan cat anionik dalam jumlah berlebih dalam

larutan buffer. Protein akan mengikat cat dan akan membentuk kompleks tidak larut.

Cat yang tidak mengikat protein akan larut dan diukur setelah kesetimbangan reaksi

terjadi dan kompleks tidak larut akan dipisahkan melalui sentrifugasi atau filtrasi.

Sedangkan prinsip metode Bradford adalah ketika coomassie brilliant blue G-250

mengikat protein, akan terjadi perubahan warna cat dari kemerahan menjadi kebiruan,

dan absorbsi maksimum cat diubah dari 465 nm menjadi 595 nm. Perubahan absorbansi

pada panjang gelombang 595 nm sebanding dengan konsentrasi protein yang ada pada

sampel. Salah satu kerugian metode ini adalah kompleks protein dan cat dalam

mengikat kuvet quartz. Oleh sebab itu, harus digunakan kuvet dari kaca atau plastik.

Selain itu, warna larutan bervariasi sesuai dengan jenis-jenis proteinnya sehingga

protein standar harus dipilih secara hati-hati. Metode Bradford banyak digunakan dalam

proses pemurnian protein karena kecepatan, sensitivitas, dan gangguan yang lebih kecil

jika dibandingkan metode Lowry (Nielsen, 1998).

Terdapat beberapa kesalahan-kesalahan dalam spektrofotometri yang dapat

mempengaruhi pembacaan hasil. Kesalahan-kesalahan tersebut antara lain, kuvet kotor

Page 5: Protein Done

5

atau telah tergores, karena kuvet yang kotor dapat menyerap sinar, sedangkan kuvet

yang tergores dapat memantulkan sinar; ukuran kuvet yang tidak seragam karena

jumlah partikel yang berbeda dapat menyebabkan panjang larutan berbeda sehingga

menghasilkan nilai absorbansi yang berbeda pula, dimana semakin besar jarak yang

harus dilewati sinar, maka semakin besar pula nilai absorbansinya. Alasan lainnya

adalah penempatan kuvet yang tidak tepat posisi yang kemudian mempengaruhi panjang

gelombang yang harus dilewati sinar dan kemungkinan defraksi sinar, terdapat

gelembung gas dalam larutan, panjang gelombang yang dihasilkan tidak sesuai dengan

yang tertera dalam instrumen, kurang sempurnanya dalam penyiapan larutan sampel

ataupun blanko, pengenceran yang dilakukan pada saat pembuatan berbagai konsentrasi

larutan kurang tepat. Hal ini terjadi karena penimbangan awal yang kurang tepat

ataupun penambahan larutan pengencer yang tidak tepat (Pomeranz & Meloan, 1987).

2. TUJUAN PRAKTIKUM

Tujuan dilakukannya praktikum ini adalah untuk mengetahui kandungan protein yang

ada dalam bahan melalui Uji Biuret, Uji Lowry, dan Uji pengikatan cat, mengetahui

prinsip kerja dari masing-masing uji tersebut.

Page 6: Protein Done

3. MATERI DAN METODE

3.1. Materi

3.1.1. Alat

Alat-alat yang digunakan untuk praktikum ini adalah timbangan analitik, gelas arloji,

Erlenmeyer, beaker glass, pipet volume, pompa pilleus, pipet tetes, mikropipet, baskom,

tabung reaksi, rak tabung reaksi, pengaduk, penumbuk porselin, spektrofotometer,

sentrifuge, tabung sentrifuge, vortex, kain saring.

3.1.2. Bahan

Bahan-bahan yang digunakan untuk praktikum ini adalah sampel untuk kloter A berupa

tempe, buffer sitrat fosfat pH 4 yang mengandung NaCl 2%, reagen biuret yang terdiri

dari Copper sulphate 1,5 g/L, Sodium potassium tartrate 6 g/L, dan Sodium hydroxide

30 g/L, reagen alkaline Copper yang terdiri dari Copper sulphate 20 mg/L, Sodium

potassium tartrate 20 mg/L, Sodium carbonate 20 g/L, dan Sodium hydroxide 40 g/L,

reagen folin-ciocalteu, reagen pengikatan cat yang terdiri dari Coomasie Brilliant Blue

G250 0,1 g/L, ethanol 47,0 g/L, dan Orthophosphoric acid 85 g/L.

3.2. Metode

3.2.1. Ekstraksi Protein

Sebanyak 12,5 g sampel dihancurkan kemudian dimasukkan ke dalam beaker glass dan

ditambahkan dengan 50 ml buffer sitrat fosfat pH4 yang mengandung NaCl 2% lalu

diaduk dalam es selama 1 jam. Larutan kemudian disaring dengan menggunakan kain

saring dan filtrat yang didapat di-sentrifuge selama 40 menit dengan kecepatan 4000

rpm pada suhu ruang. Setelah itu supernatant diambil untuk uji Biuret, uji Lowry, dan

uji pengikatan cat.

3.2.2. Uji Biuret

Tabung reaksi diisi dengan larutan ekstrak protein sebanyak 1 ml kemudian

ditambahkan dengan reagen biuret sebanyak 9 ml. Kemudian tabung reaksi di-vortex

dan didiamkan selama 15 menit. Abrsorbansi larutan diukur menggunakan

6

Page 7: Protein Done

7

spektrofotometer dengan panjang gelombang 545 nm lalu kadar protein dihitung

dengan menggunakan persamaan kurva standar.

3.2.3. Uji Lowry

Tabung reaksi diisi dengan larutan ekstrak protein sebanyak 1 ml, lalu ditambahkan

dengan 12 ml reagen alkali copper. Tabung reaksi lalu di-vortex dan didiamkan selama

10 menit. Kemudian ditambahkan sebanyak 1 ml reagen folin-ciocalteu dan di-vortex

kembali lalu didiamkan selama 30 menit. Absorbansi larutan diukur menggunakan

spektrofotometer dengan panjang gelombang 600 nm lalu kadar protein dihitung

menggunakan persamaan kurva standar.

3.2.4. Uji Pengikatan Cat

Tabung reaksi diisi dengan 0,5 ml larutan ekstrak protein lalu ditambahkan dengan 4,5

ml reagen pengikatan cat dan di-vortex sampai homogen. Absorbansi larutan diukur

menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 595 nm lalu kadar protein

diukur dengan menggunakan persamaan kurva standar.

Page 8: Protein Done

4. HASIL PENGAMATAN

4.1. Uji Biuret

Hasil pengamatan Uji Biuret dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Uji Biuret

Kurva Standar : y = 2x10-5x + 0,0621

Kelompok Bahan Absorbansi Kadar ProteinA1 Tempe 0,0668 235A2 Tempe 0,0719 490A3 Tempe 0,0773 760

Pada Tabel 1., dapat dilihat bahwa sampel yang digunakan oleh kelompok A1, A2, dan

A3 adalah tempe. Nilai absorbansi berbanding lurus dengan kadar protein. Nilai

absorbansi dan kadar protein tertinggi tertinggi terdapat pada kelompok A3 yaitu

sebesar 0,0773 dengan kadar protein 760. Sedangkan nilai terendah terdapat pada

kelompok A1 yaitu sebesar 0,0668 dengan kadar rotein sebesar 235.

Grafik Uji Biuret

Konsentrasi (x) Absorbansi (y)5000 0.14734000 0.13273000 0.11912000 0.091000 0.0809500 0.0715

8

Page 9: Protein Done

9

4.2. Uji Lowry

Hasil pengamatan Uji Lowy dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Uji Lowry

Kurva Standar: y=5 x 10-5 x + 0,0402

Kelompok Bahan Absorbansi Kadar ProteinA4 Tempe 0,1444 2048A5 Tempe 0,1932 3060A6 Tempe 0,2454 4103

Pada Tabel 2., dapat dilihat bahwa sampel yang digunakan oleh kelompok A4,A5, dan

A6 adalah tempe. Nilai absorbansi berbanding lurus terhadap kadar protein. Nilai

absorbansi dan kadar protein tertinggi terdapat pada kelompok A6 yaitu sebesar 0,2454

dan kadar proteinnya 4103. Sedangkan nilai terendah terdapat pada kelompok A4 yaitu

sebesar 0,1444 dan kadar proteinnya 2048.

Grafik Uji Lowry

Konsentrasi (x) Absorbansi (y)5000 0.31474000 0.28563000 0.15452000 0.13281000 0.1178500 0.0704

Page 10: Protein Done

10

4.3. Uji Pengikatan Cat

Hasil pengamatan uji pengikatan cat dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Uji Pengikatan Cat

Kurva Standar: y = 1 x 10-5 x + 0,6009

Kelompok Bahan Absorbansi Kadar ProteinA7 Tempe 0,9758 37490A8 Tempe 1,8164 121550A9 Tempe 0,6143 1340A10 Tempe 0,9203 31940

Pada Tabel 3., dapat dilihat bahwa sampel yang digunakan oleh kelompok A6,A7,A8

dan A10 adalah tempe. Nilai absorbansi berbanding lurus terhadap kadar protein. Nilai

absorbansi dan kadar protein tertinggi terdapat pada kelompok A8 yaitu sebesar 1,8164

dan kadar proteinnya 121550. Sedangkan nilai terendah terdapat pada kelompok A9

yaitu sebesar 0,6143 dan kadar proteinnya 1340.

Grafik Uji Pengikatan Cat

Konsentrasi (x) Absorbansi (y)5000 0.66564000 0.65813000 0.64332000 0.64011000 0.6307500 0.5865

Page 11: Protein Done

5. PEMBAHASAN

Pada percobaan protein dilakukan beberapa uji yang meliputi uji Biuret, uji Lowry, dan

uji Pengikatan Cat untuk mengetahui kadar protein dalam sampel berupa tempe.

Sebelum pengujian dilakukan, terlebih dahulu dilakukan ekstraksi dari sampel tempe.

Menurut Daintith, (1999), ekstraksi merupakan proses pemisahan komponen dari

campurannya berdasarkan kelarutan selektifnya. Prinsip dasar ekstraksi adalah apabila

substansi yang ditambahkan ke dalam 2 larutan tidak dapat bercampur, maka substansi

tersebut akan terdistribusi ke dalam 2 pelarut tersebut (Petrucci, 1989). Ekstraksi protein

dari tempe dilakukan dengan cara menghancurkan 12,5 gram bahan, kemudian

ditambah dengan larutan buffer fosfat pH 4 yang mengandung NaCl 4% sebanyak 50 ml

dan diaduk-aduk dalam baskom yang diisi es batu selama 1 jam. Menurut Winarno

(1997), pengahalusan dari sampel bertujuan untuk memudahkan dalam pengekstraksian

karena luas permukaan bahan menjadi semakin luas dan enzim yang berada didalam

bahan akan mudah bereaksi dengan buffer. Palmer (1991) juga menambahkan bahwa

penghalusan bahan pada proses ekstraksi enzim bertujuan untuk membuat bahan pangan

menjadi lebih homogen dan berguna untuk memecah struktur bahan menjadi lebih kecil.

Larutan buffer yang ditambahkan memiliki fungsi sebagai larutan yang mengontrol

perubahan pH karena sifatnya yang tahan terhadap perubahan pH ketika ditambahkan

dengan asam atau basa. Oleh sebab itulah larutan buffer ini dibutuhkan agar pH

terkontrol (Fardiaz, 1992). Selain itu, buffer juga bertujuan untuk mencegah terjadinya

denaturasi, karena protein mudah mengalami denaturasi oleh asam ataupun basa

(Winarno, 1997). Kemudian, larutan disaring dengan menggunakan kain saring.

Penyaringan ini dilakukan untuk memisahkan antara cairan dengan padatan yang ada

pada bahan. Filtrat yang didapat selanjutnya disentrifugasi dengan kecepatan 1000 rpm

selama 40 menit. Menurut Suyitno (1989) sentrifugasi adalah pemisahan antara 2

komponen, yaitu antara cairan dengan cairan yang tidak saling melarutkan atau cairan

dengan padatan yang terdispersi didalamnya. Hasil dari sentrifugasi ini berupa cairan

yang bening (supernatan) serta endapan (filtrat).

Setelah dilakukan proses ekstraksi dan didapatkan ekstrak protein, dapat dilakukan uji

Biuret, uji Lowry, dan uji pengikatan cat. Pada uji Biuret, pertama-tama tabung reaksi

11

Page 12: Protein Done

12

diisi dengan larutan ekstrak protein sebanyak 1 ml, lalu ditambahkan dengan reagen

biuret sebanyak 9 ml. Setelah itu, tabung reaksi di vortex agar larutan menjadi homogen

kemudian didiamkan selama 15 menit. Absorbansi larutan kemudian diukur dengan

menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 545 nm. Prinsip kerja metode

biuret didasarkan pada observasi bahwa substansi yang mengandung dua atau lebih

ikatan peptida akan membentuk kompleks berwarna ungu dengan garam tembaga dalam

larutan alkali (Pomeranz & Meloan, 1987). Warna ungu ini dihasilkan ketika ion-ion

kupri bereaksi dengan ikatan-ikatan peptida dalam suasana basa. Apabila besarnya

molekul protein yang diuji kecil, maka warna yang terbentuk tidak sampai ungu

melainkan merah muda dan hal ini berpengaruh pada nilai absorbansinya yang akan

semakin kecil pula. Oleh sebab itu reaksi biuret digunakan untuk menunjukkan besar

kecilnya molekul protein atau banyak sedikitnya ikatan peptida yang terdapat pada

molekul protein (Nielsen, 1998). Uji ini merupakan uji yang paling sederhana, sehingga

banyak digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya kandungan protein dalam suatu

bahan pangan. Akan tetapi, kelemahan dari reaksi ini adalah reaksi ini akan memberikan

hasil positif terhadap semua zat yang memiliki gugus amida sehingga apabila terdapat

suatu zat yang tidak mengandung protein, bila diuji dengan reaksi ini, akan tetap

memberikan nilai yang positif terhadap uji biuret karena memiliki gugus amida. Selain

itu, intensitas warna yang terbentuk pada uji Biuret bergantung pada konsentrasi protein

yang ditera (Daintith, 1990).

Pada hasil pengamatan uji Biuret, dapat diketahui bahwa kadar protein didapatkan

setelah mengukur nilai absorbansi dan menggunakan kurva standar. Pada kelompok A1

didapatkan nilai absorbansi 0,0668 dengan kadar protein dari sampel adalah 490. Pada

kelompok A2 dengan nilai absorbansi 0,0719, kadar proteinnya adalah 490. Pada

kelompok A3 memiliki nilai absorbansi 0,0773 dengan kadar proteinnya adalah 760.

Kadar protein dari tempe milik semua kelompok tidak mencapai kadar protein menurut

teori Cahyadi (2006) yang mengatakan bahwa kadar protein tempe adalah 41,4%.

Dengan sampe sebanyak 12,5 gram apabila kandungan protein 41,4% maka seharusnya

kadar protein yang didapatkan adalah 5175. Hal ini terjadi karena menurut Pomeranz &

Meloan (1987), kesalahan-kesalahan dalam melakukan spektrofotometri yang dapat

mempengaruhi pembacaan hasil adalah kurang sempurnanya dalam penyiapan larutan

Page 13: Protein Done

13

sampel ataupun blanko. Nielsen (1998) menambahkan bahwa uji biuret tidak begitu

sensitif dibandingkan dengan metode Lowry.

Pada Uji Lowry prinsipnya adalah menentukan kadar protein dalam larutan yang

didasarkan pada interaksi protein dengan reagen fenol dan tembaga dalam suasana basa

(alkaline copper). Uji Lowry ini dapat disebut juga sebagai Folin-Ciocalteu test yang

dapat digunakan untuk menentukan protein serta mengatur kandungan protein cuplikan

hingga 5 g. Uji Lowry ini juga 10-20 kali lebih sensitif bila dibandingkan dengan

metode absorbansi ultraviolet dan 100 kali lebih sensitif dibandingkan metode biuret

(Pomeranz & Meloan, 1987). Langkah pertama yang dilakukan dalam uji Lowry adalah

tabung reaksi diisi dengan larutan ekstrak protein tempe sebanyak 1 ml, lalu

ditambahkan dengan reagen Alkaline Copper sebanyak 12 ml, dimana reagen alkaline

cooper ini terbuat dari Copper sulphate 20 g/L, Sodium potassium tartrate 20g/L,

Sodium carbonate 20 g/L, dan Sodium hydroxide 40 g/L. Hal ini sesuai dengan

pernyataan Pomeranz dan Meloan (1987) yang mengatakan bahwa uji Lowry dipakai

untuk penentuan protein dalam larutan adalah berdasarkan interaksi protein dengan

reagen fenol dan tembaga dalam suasana basa. Warna reaksi melibatkan oksidasi asam

amino aromatik yang dikatalisasi oleh tembaga dan gugus lain oleh reagen

heteropolifosfat (fosfotungstat-fosfomolibdat). Tabung reaksi yang telah diisi dengan

larutan ekstrak protein tempe kemudian divortex dan didiamkan selama 10 menit.

Setelah didiamkan selama 10 menit, sebanyak 1 ml reagen folin dan ciocalteau

ditambahkan. Menurut Tranggono et al.,( 1989), penambahan reagen folin-ciocalteau

dalam ekstrak protein akan membuat larutan menjadi berwarna biru. Hal ini disebabkan

karena protein yang ada di dalam bahan pangan yang diuji bereaksi dengan Cu2+ dalam

larutan alkali dan reduksi garam fosfomolibdate fosfotungsat oleh tiosin dan triptofan

yang terdapat dalam protein. Kemudian tabung divortex kembali dan didiamkan selama

30 menit. Absorbansi larutan diukur dengan menggunakan spektrofotometer pada

panjang gelombang 600 nm. Nielsen (1998) mengatakan, kelebihan penggunaan metode

Lowry ini adalah sangat sensitif, lebih spesifik daripada metode-metode lain, tidak

dipengaruhi oleh kekeruhan, dan sederhana, dimana dapat dilakukan dalam 1-1,5 jam.

Namun kekurangan dari uji ini adalah warnanya lebih bervariasi dengan protein yang

berbeda apabila dibandingkan dengan metode biuret, warna tidak selalu proporsional

Page 14: Protein Done

14

dengan konsentrasi protein, reaksi juga dipengaruhi oleh sukrosa, lipid, buffer fosfat,

monosakarida, dan heksoamina, dan konsentrasi tinggi dari gula, amonium sulfat, dan

senyawa sulfhidril.

Pada hasil pengamatan Uji Lowry dapat diketahui kadar protein dari larutan tempe yang

telah diukur nilai absorbansinya pada kelompok A4 mendapatkan nilai absorbansi

0,1444 dan kadar proteinnya adalah 2084. Sedangkan kelompok A5 mendapatkan nilai

absorbansi 0,1932 dan kadar proteinnya adalah 3060. Kelompok A6 dengan nilai

absorbansi 0,2454 dengan kadar protein sebesar 4105. Selain itu, uji ini menghasilkan

warna biru pada akhir reaksi. Menurut Pomeranz dan Meloan (1987), banyaknya gugus

fungsional yang ada dalam protein berperan terhadap konsentrasi warna biru pada akhir

reaksi, dan seperti yang dikatakan oleh Tranggono et al.,( 1989) karena protein yang ada

di dalam bahan pangan yang diuji bereaksi dengan Cu2+ dalam larutan alkali dan

terjadinya reduksi garam fosfomolibdate fosfotungsat oleh tiosin dan triptofan yang

terdapat dalam protein penambahan reagen folin-ciocalteau dalam ekstrak tersebut

membuat larutan menjadi berwarna biru. Apabila kadar protein dalam uji Lowry

dibandingkan dengan uji Biuret, maka uji Lowry akan menunjukan nilai kadar protein

yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan uji Biuret. Hal ini seperti yang dikatakan

oleh Pomeranz & Meloan (1987), bahwa uji Lowry ini juga 10-20 kali lebih sensitif bila

dibandingkan dengan metode absorbansi ultraviolet dan 100 kali lebih sensitif

dibandingkan metode biuret. Namun kadar protein yang didapatkan masih belum

mencapai 5175 karena menurut Nielsen (1998) uji Lowry dipengaruhi oleh adanya

monosakarida atau lipid yang terkandung dalam tempe. Selain itu, kesalahan juga

mungkin disebabkan karena kuvet kotor atau telah tergores, karena kuvet yang kotor

dapat menyerap sinar, sedangkan kuvet yang tergores dapat memantulkan sinar. Alasan

lainnya adalah penempatan kuvet yang tidak tepat yang kemudian mempengaruhi

panjang gelombang yang harus dilewati sinar dan kemungkinan defraksi sinar, terdapat

gelembung gas dalam larutan, panjang gelombang yang dihasilkan tidak sesuai dengan

yang tertera dalam instrumen, pengenceran yang dilakukan pada saat pembuatan

berbagai konsentrasi larutan kurang tepat. Hal ini terjadi karena penimbangan awal yang

kurang tepat ataupun penambahan larutan pengencer yang tidak tepat (Pomeranz &

Meloan, 1987).

Page 15: Protein Done

15

Pada uji pengikatan cat prinsipnya adalah untuk menentukan gugus basa dan asam pada

protein dalam kondisi tertentu akan terjadi pengikatan antara protein dengan pewarna

organik tertentu. Percobaan ini diawali dengan mengisi tabung reaksi dengan larutan

ekstrak protein tempe sebanyak 0,5 ml dengan menggunakan mikropipet, kemudian

ditambahkan dengan reagen Pengikatan Cat sebanyak 4,5 ml. Reagen Pengikatan Cat

ini terbuat dari Coomassie Brilliant Blue G250 0,1 g/L, Ethanol 47,0 g/L,

Orthophosphoric acid 85 g/L. Lalu tabung reaksi divortex. Blanko yang digunakan

dalam praktikum ini dibuat menggunakan 0,5 ml aquades yang ditambah dengan 4,5 ml

reagen Pengikatan Cat. Absorbansi selanjutnya diukur dengan menggunakan

spektrofotometer pada panjang gelombang 595 nm. Nielsen (1998) mengatakan,

penambahan reagen Coomassie Brilliant Blue G250 merupakan reagen yang dapat

mengikat protein, kemudian akan terjadi perubahan warna cat dari kemerahan menjadi

kebiruan.

Berdasarkan hasil pengamatan dari uji Pengikatan Cat didapatkan bahwa larutan ekstrak

tempe pada kelompok A7 memiliki nilai absorbansi 0,9758 dan dapat diketahui kadar

proteinnya adalah 37490. Pada kelompok A8, dengan nilai absorbansi 1,8164, kadar

proteinnya adalah 121550. Larutan ekstrak nanas muda pada kelompok A9 memiliki

nilai absorbansi 0,6143, dan kadar proteinnya adalah 1340. Sedangkan pada kelompok

A10 absorbansinya 0,9203 dengan kadar protein 31940. Kadar protein yang didapatkan

tidak sesuai dengan pendapat Cahyadi yaitu sebanyak 5175 atau 41,4% dari sampel.

Menurut Pomeranz & Meloan (1987), kesalahan-kesalahan dalam spektrofotometri

dapat mempengaruhi pembacaan hasil. Kesalahan-kesalahan itu antara lain, kuvet kotor

atau telah tergores karena kuvet yang kotor dapat menyerap sinar, sedangkan kuvet

yang tergores dapat memantulkan sinar. Alasan lainnya adalah penempatan kuvet yang

tidak tepat posisinya yang kemudian mempengaruhi panjang gelombang yang harus

dilewati sinar dan kemungkinan defraksi sinar, terdapat gelembung gas dalam larutan,

panjang gelombang yang dihasilkan tidak sesuai dengan yang tertera dalam instrumen.

Nielsen (1998) mengatakan, uji pengikatan cat memiliki beberapa kelebihan adalah

cepat, sensitif (lebih sensitif daripada metode Lowry), tidak ada gangguan dari polifenol

dan karbohidrat seperti sukrosa, tidak ada gangguan dari kation seperti K+, Na+, dan

Page 16: Protein Done

16

Mg2+. Dalam setiap uji, baik itu uji Buret, uji Lowry, maupun uji Pengikatan Cat,

menghasilkan nilai absorbansi dan kadar protein yang berbeda-beda. Uji Biuret

menghasilkan nilai absorbansi dan kadar protein yang paling rendah bila dibandingkan

dengan uji Lowry ataupun uji Pengikatan Cat. Akan tetapi, uji Lowry memiliki nilai

absorbansi dan kadar protein yang lebih rendah dari uji Pengikatan Cat. Hal ini sesuai

dengan teori Nielsen (1998) yang mengatakan, uji biuret tidak begitu sensitif bila

dibandingkan dengan metode Lowry. Nielsen (1998) juga mengatakan bahwa metode

pengikatan cat banyak digunakan dalam proses pemurnian protein karena kecepatan,

sensitivitas, dan gangguan yang ada lebih kecil dibandingkan metode Lowry. Masing-

masing uji memiliki keakuratan yang berbeda-beda. Dari percobaan yang telah

dilakukan, uji yang paling efektif adalah uji Pengecatan Cat. Uji Pengikatan Cat ini

adalah uji yang paling sensitif dibandingkan uji yang lain sehingga memberikan hasil

absorbansi yang seimbang.

Page 17: Protein Done

6. KESIMPULAN

Ekstraksi merupakan proses pemisahan komponen dari campuran baik berupa

larutan maupun suspensi dengan menggunakan pelarut.

Keberadaan protein dapat diketahui dengan beberapa pengujian seperti uji Biuret,

uji Lowry, dan uji Pengikatan Cat.

Pengukuran kadar protein dengan menggunakan metode uji Biuret, uji Lowry, dan

uji Pengikatan Cat didasarkan pada kurva absorbansinya.

Uji Biuret berfungsi untuk mengetahui banyak sedikitnya ikatan peptida yang ada

dalam bahan.

Prinsip dari uji Biuret adalah warna violet keunguan terbentuk ketika ion-ion kupri

bereaksi dengan ikatan-ikatan peptida.

Uji Lowry adalah didasarkan pada interaksi antara protein dengan reagen fenol dan

tembaga (copper) dalam suasana basa.

Uji Pengikatan Cat didasarkan pada sifat protein yang mengikat pewarna organik

tertentu dan dapat digunakan untuk menentukan gugus basa dan asam total pada

protein.

Penambahan larutan buffer bertujuan untuk mengontrol pH dalam media karena

larutan tahan terhadap perubahan pH ketika ditambahkan sedikit asam atau basa.

Semakin tinggi nilai absorbansi bahan maka konsentrasi protein juga semakin

tinggi.

Semarang, 24 September 2015 Mengetahui,

Praktikan : Asisten Dosen

1. Nike Chandrawibowo 14.I2.0046

2. Clara Elvina 14.I1.0062

Angela Lauvina

17

Page 18: Protein Done

7. DAFTAR PUSTAKA

Cahyadi, W. (2006). Kedelai Khasiat dan Teknologi. Bumi Aksara. Bandung.

Daintith, J. (1999). Kamus Lengkap kimia. Penerbit Erlangga. Jakarta.

Damin, S. (1999). Kimia Kedokteran. Penerbit Fakultas Kedokteran Undip. Semarang.

Fardiaz, S. (1992). Mikrobiologi Pangan 1. Gramedia Pustaka. Jakarta.

Nielsen, S. S. (1998). Food Analysis 2nd ed. Aspen Publishers Inc. USA.

Palmer, T. (1991). Understanding Enzymes, 3rd ed. Ellis Horwood. England.

Petrucci, R.H. (1989). Kimia Dasar Prinsip Dan Terapan Modem. Erlangga. Jakarta.

Pomeranz, Y. and Meloan, C.E. (1987). Food Analysis : Theory and Practice. Second Edition. New York : Van Nostrand Reinhold Company.

Suyitno. (1989). Petunjuk Laboratorium Rekayasa Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan & Gizi UGM. Yogyakarta.

Tranggono dan Sutardi, (1989). Biokimia dan Teknologi Pasca Panen. Pusat Antar Universitas Pangan Dan Gizi, Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Winarno, F. G. (1997). Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Umum. Jakarta.

18

Page 19: Protein Done

8. LAMPIRAN

8.1. Perhitungan

8.1.1. Uji Biuret

A1

y=2×10−5 x+0,006210,0668=2× 10−5 x+0,006210,0047=2× 10−5 xx=235

A2

y=2×10−5 x+0,006210,00719=2× 10−5 x+0,006210,0098=2× 10−5 x

x=490

A3

y=2×10−5 x+0,006210,00773=2× 10−5 x+0,006210,0152=2×10−5 xx=760

8.1.2. Uji Lowry

A4

y=5× 10−5 x+0,04020,1444=5×10−5 x+0,04020,1042=5 × 10−5 xx=2048

A5

y=5× 10−5 x+0,04020,1932=5 × 10−5 x+0,04020,1530=5× 10−5 xx=3060

A6

y=5× 10−5 x+0,04020,2454=5 ×10−5 x+0,04020,2052=5 × 10−5 xx=4104

8.1.3. Uji Pengikatan Cat

A7

y=1×10−5 x+0 ,60090,9758=1× 10−5 x+0,60090,3749=1× 10−5 x x=37490

A8

y=1×10−5 x+0 ,60091,8164=1× 10−5 x+0,60091,2155=1 ×10−5 xx=121550

A9

y=1×10−5 x+0 ,60090,6143=1× 10−5 x+0,60090,0134=1×10−5 xx=1340

A10y=1×10−5 x+0 ,60090,9203=1× 10−5 x+0 ,60090,3194=1 ×10−5 xx=31940

19

Page 20: Protein Done

20

8.2. Laporan sementara

8.3. Viper