pr ujian dr suryo finish

16
KLASIFIKASI EDEMA SEREBRI Edema serebri dibagi atas dua bagian besar, yaitu : a. Berdasarkan lokalisasi cairan dalam jaringan otak 1). Edema serebri ekstraseluler, bila kelebihan air terutama dalam substansia alba 2). Edema serebri intraseluler, bila kelebihan air terutama dalam substansia grisea b. Berdasarkan patofisiologi 1). Edema serebri vasogenik Paling sering dijumpai di klinik.Gangguan utama pada blood brain barrier (sawar darah-otak).Permeabilitas sel endotel kapiler meningkat sehingga air dan komponen yang terlarut keluar dari kapiler masuk ruangan ekstraseluler, sehingga cairan ekstraseluler bertambah.Dugaan bahwa serotonin memegang peranan penting pada perubahan permeabilitas sel-sel endotel masih memerlukan penelitian lebih lanjut. Jenis edema ini dijumpai pada trauma kepala, iskemia otak,tumorotak, hipertensi maligna, perdarahan otak dan ber-bagai penyakit yang merusak pembuluh darah otak Gambar 1. Edema vasogenik 2). Edema serebri sitotoksik

Upload: fanny-pratami-kinasih

Post on 20-Dec-2015

259 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

saraf

TRANSCRIPT

Page 1: PR Ujian Dr Suryo Finish

KLASIFIKASI EDEMA SEREBRI

Edema serebri dibagi atas dua bagian besar, yaitu :

a. Berdasarkan lokalisasi cairan dalam jaringan otak

1). Edema serebri ekstraseluler, bila kelebihan air terutama dalam

substansia alba

2). Edema serebri intraseluler, bila kelebihan air terutama dalam

substansia grisea

b. Berdasarkan patofisiologi

1). Edema serebri vasogenik

Paling sering dijumpai di klinik.Gangguan utama pada blood

brain barrier (sawar darah-otak).Permeabilitas sel endotel kapiler

meningkat sehingga air dan komponen yang terlarut keluar dari

kapiler masuk ruangan ekstraseluler, sehingga cairan

ekstraseluler bertambah.Dugaan bahwa serotonin memegang

peranan penting pada perubahan permeabilitas sel-sel endotel

masih memerlukan penelitian lebih lanjut. Jenis edema ini

dijumpai pada trauma kepala, iskemia otak,tumorotak, hipertensi

maligna, perdarahan otak dan ber-bagai penyakit yang merusak

pembuluh darah otak

Gambar 1. Edema vasogenik

2). Edema serebri sitotoksik

Kelainan dasar terletak pada semua unsur seluler otak

(neuron, glia dan endotel kapiler). Pompa Na tidak berfungsi

dengan baik, sehingga ion Na tertimbun dalam sel,mengakibatkan

kenaikan tekanan osmotik intraseluler yangakan menarik cairan

masuk ke dalam sel. Sel makin lamamakin membengkak dan

Page 2: PR Ujian Dr Suryo Finish

akhirnya pecah. Akibat pembengkakan endotel kapiler, lumen

menjadi sempit, iskemia otakmakin hebat karena perfusi darah

terganggu.

Pada binatang percobaan, pemakaian bakterisid yang luas

pada kulit seperti heksaklorofen dan bahan yang mengandung

and, seperti trietil tin, dapat menimbulkan edema sitotoksik.

Edema serebri sitotoksik sering ditemukan pada hipoksia/ anoksia

(cardiac arrest),iskemia otak, keracunan air dan intoksikasi zat-

zat kimia tertentu. Juga sering bersama-samadengan edema

serebri vasogenik, misalnya pada stroke obstruktif (trombosis,

emboli serebri) dan meningitis

Gambar 2. Edema Sitotoksik

3). Edema serebri osmotic

Edema terjadi karena adanya perbedaan tekanan osmotic

antara plasma darah (intravaskuler) dan jaringan otak

(ekstravaskuler).

4). Edema serebri hidrostatik/interstisial

Dijumpai pada hidrosefalus obstruktif. Karena sirkulasi

terhambat, cairan srebrospinal merembes melalui dinding

ventrikel, meningkatkan volume ruang ekstraseluler.

Page 3: PR Ujian Dr Suryo Finish

TATA LAKSANA EDDEMA SEREBRI

Non Medika Mentosa

1) Posisi Kepala dan Leher. Posisi kepala harus netral dan kompresi vena jugularis

harus dihindari. Fiksasi endotracheal tube (ETT) dilakukan dengan menggunakan

perekat yang kuat dan jika posisi kepala perlu diubah harus dilakukan dengan hati-hati

dan dalam waktu sesingkat mungkin. Untuk mengurangi edema otak dapat dilakukan

elevasi kepala 30°.

2) Ventilasi dan Oksigenasi. Keadaan hipoksia dan hiperkapnia harus dihindari karena

merupakan vasodilator serebral poten yang menyebabkan penambahan volume darah

otak sehingga terjadi peningkatan TIK, terutama pada pasien dengan permiabilitas

kapiler yang abnormal. Intubasi dan ventilasi mekanik diindikasikan jika ventilasi

atau oksigenasi pada pasien edema otak buruk. Sasaran pCO2, yang diharapkan adalah

30-35 mmHg agar menimbulkan vasokonstriksi serebral sehingga menurunkan

volume darah serebral.

Medikamentosa

1) Analgesik, Sedasi, dan Zat Paralitik. Nyeri, kecemasan, dan agitasi meningkatkan

kebutuhan metabolisme otak, aliran darah otak, dan tekanan intrakranial. Oleh karena

itu, analgesik dan sedasi yang tepat diperlukan untuk pasien edema otak. Pasien yang

menggunakan ventilator atau ETT harus diberi sedasi supaya tidak memperberat TIK.

Obat sedasi yang sering digunakan untuk pasien neurologi diantaranya adalah opiat,

benzodiazepin, dan propofol.

Nyeri dan agitasi dapat memperburuk oedem cerebri dan meningkatkan tekanan

intrakranial secara signifikan. Pemberian bolus morphine (2-5 mg) dan fentanyl (25 -

50 mikrogram) atau intravenous infusion fentanyl (25 - 200 mikrogram/jam) dapat

Page 4: PR Ujian Dr Suryo Finish

digunakan sebagai analgetik.

2) Penatalaksanaan Cairan. Osmolalitas serum yang rendah dapat menyebabkan

edema sitotoksik sehingga harus dihindari. Keadaan ini dapat dicegah dengan

pembatasan ketat pemberian cairan hipotonik. Pada umumnya kebutuhan cairan ialah

30ml/kgBB/hari. Balans cairan diperhitungkan dengan mengukur produksi urin sehari

ditambah dengan pengeluaran cairan yang tidak dirasakan (produksi urin sehari

ditambah 500 ml untuk kehilangan cairan yang tidak nampak).

Umumnya semua lesi intracranial diberikan 85% dari kebutuhan normal. Karena pada

masa akut ada retensi cairan sehingga bila diberikan cairan yang banyak, dapat jadi

semakin edema.

3) Penatalaksanaan Tekanan Darah. Tekanan darah yang ideal dipengaruhi oleh

penyebab edema otak. Pada pasien stroke dan trauma, tekanan darah harus dipelihara

dengan cara menghindari kenaikan tekanan darah tiba-tiba dan hipertensi yang sangat

tinggi untuk menjaga perfusi tetap adekuat. Tekanan perfusi serebral harus tetap

terjaga di atas 60-70 mmHg pascatrauma otak.

Penggunaan obat penurun tekanan darah masih kontroversial dalam kasus-kasus

perdarahan intraserebral, tetapi aman untuk mengobati hipertensi pada fase akut, dan

penggunaan ini dapat mengurangi risiko pertumbuhan hematoma awal. Pada pasien

dengan stroke iskemik, penurunan tekanan darah yang cepat merugikan dalam fase

akut (24 - 48 jam pertama) karena dapat menghasilkan memburuknya defisit

neurologis dari hilangnya perfusi di penumbra. Tekanan darah normal juga harus

menjadi tujuan pada pasien dengan lesi terutama terkait dengan edema vasogenic,

seperti tumor dan massa inflamasi atau infeksi.

4) Pencegahan Kejang, Demam, dan Hiperglikemi. Kejang, demam, dan hiperglikemi

merupakan faktor-faktor yang dapat memperberat sehingga harus dicegah atau

diterapi dengan baik bila sudah terjadi. Penggunaan antikonvulsan profilaktik

seringkali diterapkan dalam praktek klinis. Bisa digunakan fenitoin 2 x 100mg.

Manfaat penggunaan profilaksis antikonvulsan tetap tidak terbukti pada pasien

dengan kondisi yang paling beresiko menyebabkan edema otak. Ada beberapa bukti

bahwa aktivitas epilepsi subklinis mungkin terkait dengan perkembangan pergeseran

garis tengah (midline shifting) dan hasil yang buruk setidaknya pada pasien kritis

dengan pendarahan intraserebral. Demam dan hiperglikemia memperburuk kerusakan

otak iskemik dan nyatanya dapat memperburuk edema cerebri. Normothermia ketat

Page 5: PR Ujian Dr Suryo Finish

dan normoglycemia (yaitu, glukosa darah paling tidak di bawah 120 mg / dL) harus

dijaga setiap saat.

5) Terapi Osmotik. Manitol dan Salin Hipertonik adalah 2 agen osmotik yang paling

sering digunakan untuk memperbaiki edema otak dan hipertensi intracranial.

a. Manitol

Dosis awal manitol 20% 1-1,5 g/kgBB IV bolus, diikuti dengan 0,25-0,5 g/kgBB

IV bolus tiap 4-6 jam. Efek mak-simum terjadi setelah 20 menit pemberian dan

durasi kerjanya 4 jam.

Pernberian manitol ini harus disertai pemantauan kadar osmolalitas serum.

Osmolalitas darah yang terlalu tinggi akan meningkatkan risiko gagal ginjal

(terutama pada pasien yang sebelumnya sudah mengalami volume depletion).

Kadar osmolalitas serum tidak boleh lebih dan 320 mOsmol/L.

Komplikasi paling biasa dari terapi manitol ialah ketidakseimbangan cairan dan

elektrolit, edema kardiopulmonal dan rebound edema serebri. Manitol juga bisa

menyebabkan gagal ginjal pada dosis terapetik dan reaksi hipersensitivitas bisa

terjadi. Walaupun ada beberapa laporan yang tidak dapat membuktikan efek yang

menguntungkan dari manitol pada stroke iskemik/ hemoragik.

b. Salin Hipertonik

Cairan salin hipertonik (NaC1 3%) juga dapat digunakan sebagai alternatif

pengganti manitol dalam terapi edema otak. Mekanisme kerjanya kurang lebih

sama dengan manitol, yaitu dehidrasi osmotik.Larutan hipertonik saline 2,3 dan 7,5

% mengandung sodium chloride dan sodium acetat yang sama (50 : 50) untuk

menghindari terjadinya hyperchloremic acidosis. Hipertonik saline diberikan

melalui kateterisasi vena sentral untuk mendapatkan euvolemia atau sedikit

hipervolemia (1-2 ml/kg/hr). Pemberian 250 ml bolus hipertonik saline dapat

diberikan jika dibutuhkan untuk agresif resusitasi. Tujuan pemberian hipertonik

saline yaitu untuk meningkatkan kadar konsentrasi sodium dengan rentang 145 -

155 mEq/l. Level kadar sodium ini dipertahankan selama 48 - 72 jam sampai

pasien menunjukan kemajuan secara klinik atau sampai tidak memberikan respon

yang adekuat.

6) Barbiturat

Barbiturat dapat menurunkan tekanan intrakranial secara efektif pada pasien cedera

kepala berat dengan hemodinamik yang stabil. Terapi ini biasanya digunakan pada

kasus yang refrakter terhadap pengobatan lain maupun penanganan TIK dengan

Page 6: PR Ujian Dr Suryo Finish

pembedahan. Pemberian dengan injeksi intravena secara bolus dari pentobarbital (3-

10 mg/kg) diikuti dengan infus intravena yang berkelanjutan (0,5 - 3,0 mg/kg/hari)

yang diterapi hingga terjadi penurunan ICP atau "burst-suppression pattern" yang

dimonitoring dengan electroencephalographic, pemberian dilakukan selama 48 - 72

jam, penghentian terapi dilakukan dengan cara tappering off sebanyak 50 % dari dosis

awal. Efek samping pemberian barbiturates yaitu vasodepressor sehingga dapat

menurunkan tekanan pembuluh darah sistemik, cardiodepression, immunosuppresion

dan sistemik hipotermia.

7) Furosemid

Cara meningkatkan kadar sodium dengan cepat yaitu dengan pemberian bolus

furosemid (10 - 20 mg) untuk meningkatkan eksresi air dan menggantinya dengan 250

ml iv bolus 2 atau 3 % hypertonik saline. Terkadang dikombinasikan dengan manitol.

Terapi kombinasi ini telah terbukti berhasil pada beberapa penelitian. Furosemid

dapat meningkatkan efek manitol, namun harus diberikan dalam dosis tinggi,

sehingga risiko terjadinya kontraksi volume melampaui manfaat yang diharapkan.

Peranan asetasolamid, penghambat karbonik anhidrase yang mengurangi produksi

CSS, terbatas pada pasien high-altitude illness dan hipertensi intrakranial benigna.

Induksi hipotermi telah digunakan sebagai intervensi neuroproteksi pada pasien.

dengan lesi serebral akut.

8) Steroid

Glukokortikoid efektif untuk mengatasi edema vasogenik yang menyertai tumor,

peradangan, dan kelainan lain yang berhubungan dengan peningkatan permeabilitas

sawar darah-otak, termasuk akibat manipulasi pembedahan. Namun, steroid tidak

berguna untuk mengatasi edema sitotoksik dan berakibat buruk pada pasien iskemi

otak. Deksametason paling disukai karena aktivitas mineralokorti-koidnya yang

sangat rendah. Dosis awal adalah 10 mg IV atau per oral, dilanjutkan dengan 4 mg

setiap 6 jam. Dosis ini ekuivalen dengan 20 kali lipat produksi kortisol normal yang

fisiologis. Responsnya seringkali muncul dengan cepat namun pada beberapa jenis

tumor hasilnya kurang responsif. Dosis yang lebih tinggi, hingga 90 mg/hari, dapat

diberikan pada kasus yang refrakter. Setelah penggunaan selama berapa hari, dosis

steroid harus diturunkan secara bertahap (tape* off) untuk menghindari komplikasi

serius yang mungkin timbul, yaitu edema rekuren dan supresi kelenjar adrenal.

Deksametason kini direkomendasikan untuk anak > 2 bulan penderita meningitis

bakterialis. Dosis yang dianjurkan adalah 0,15 mg/kg IV setiap 6 jam pada 4 hari

Page 7: PR Ujian Dr Suryo Finish

pertama pengobatan disertai dengan terapi antibiotik. Dosis pertama harus diberikan

sebelum atau bersamaan dengan terapi antibiotik.

Operatif

Pada pasien dengan peningkatan TIK, drainase cairan serebrospinal adalah ukuran

pengobatan cepat dan sangat efektif. Pernyataan ini berlaku bahkan jika tidak ada

hidrosefalus. Sayangnya, drainase ventrikular eksternal membawa risiko besar ventriculitis,

bahkan di bawah perawatan terbaik.

TATALAKSANA EDEMA INTERSISIAL (HIDROSEFALUS)

Page 8: PR Ujian Dr Suryo Finish

Pada sebagian penderita, pembesaran kepala berhenti sendiri (arrested hydrocephalus)

mungkin oleh rekanalisasi ruang subarachnoid atau kompensasi pembentukan CSS yang

berkurang. Tindakan bedah belum ada yang memuaskan 100%, kecuali bila penyebabnya

ialah tumor yang masih bisa diangkat. Ada tiga prinsip pengobatan hidrosefalus, yaitu ;

Mengurangi produksi CSS dengan merusak sebagian pleksus koroidalis, dengan tindakan

reseksi atau koagulasi, akan tetapi hasilnya tidak memuaskan, Memperbaiki hubungan antara

tempat produksi CSS dengan tempat absorpsi yakni menghubungkan ventrikel dengan ruang

subarachnoid. Misalnya, ventrikulo-sisternostomi Torkildsen pada stenosis akuaduktus. Pada

anak hasilnya kurang memuaskan, karena sudah ada insufisiensi fungsi absorpsi, Pengeluaran

CSS ke dalam organ ekstrakranial

Penanganan sementara

a. Terapi konservatif medikamentasa ditujukan untuk mebatasi evolusi hidrosefalus

melalui upaya mengurangi sekresi cairan dan pleksus choroid (asetazolamit 100

mg/kgBB/hari; furosemid 1,2 mg/kgBB/hari) atau upaya meningkatkan resorpsinya

(isorbid). Terapi diatas hanya bersifat sementara sebelum dilakukan terapi defenitif

diterapkan atau bila ada harapan kemungkinan pulihnya gangguan hemodinamik

tersebut; sebaliknya terapi ini tidak efektif untuk pengobatan jangka panjang

mengingat adanya resiko terjadinya gangguan metabolic.

b. Drainase liqouor eksternal dilakukan dengan memasang kateter ventrikuler yang

kemudian dihubungka dengan suatu kantong drain eksternal. Keadaan ini dilakukan

untuk penderita yang berpotensi menjadi hidrosefalus (hidrosefalus transisi) atau yang

sedang mengalami infeksi. Keterbatasan tindakan ini adalah adanya ancaman

kontaminasi liquor dan penderita harus selalu dipantau secara ketat. Cara lain yang

mirip dengan metode ini adalah puksi ventrikel yang dilakukan berulang kali untuk

mengatasi pembesaran ventrikel yang terjadi. Cara cara untuk mengatasi pembesaran

ventrikel diatas dapat diterapkan pada beberapa situasi tertentu seperti pada kasus

stadium akut hidrosefalus paska perdarahan.

Penanganan Alternatif (selain shunting)

Tindakan alternative selain operasi pintas (shunting) diterapkan khususnya bagi kasus

kasus yang mengalami sumbatan didalam sistem ventrikel termasuk juga saluran keluar

ventrikel IV (misal; stenosis akuaduktus, tumor fossa posterior, kista arakhnoid).

Terapi etiologic

Penanganan terhadap etiologi hidrosefalus merupakan strategi terbaik; seperti antara lain;

pengontrolan kasus yang mengalami intoksikasi vitamin A, reseksi radikal lesi massa yang

Page 9: PR Ujian Dr Suryo Finish

mengganggu aliran liquor, pembersihan sisa darah dalam liquor atau perbaikan suatu

malformasi. Pada beberapa kasus diharuskan untuk melakukan terapi sementara terlebih

dahulu sebelum diketahui secara pasti lesi penyebab; atau masih memerlukan tindakan

operasi shunting karena kasus yang mempunyai etiologi multifactor atau mengalami

gangguan aliran liquor

Penetrasi membrane

Penetrasi dasar ventrikel III merupakan suatu tindakan membuat jalan alternative melalui

rongga subarachnoid bagi kasus kasus stenosis akuaduktus atau (lebih umum) gangguan

aliran pada fossa posterior (termasuk tumor fossa posterior). Selain memulihkan fungsi

sirkulasi liquor secara pseudofisiologi, ventrukulostomi III dapat menciptakan tekanan

hidrostatik yang uniform pada seluruh sistem saraf pusat sehingga mencegah terjadinya

perbedaan tekanan pada struktur struktuk garis tengah yang rentan. Saat ini metode yang

terbaik untuk melakukan tindakan tersebut adalah dengan teknik bedah endoskopik, dimana

suatu neuroendoskop (rigid atau fleksibel) dimasukkan melalui burrhole coronal (2-3 cm dari

garis tengah) kedalam ventrikel lateral, kemudian melalui foramen monro (diidentifikasi

berdasarkan pleksus khoroid dan vena septalis serta dan vena thalamus triata) masuk kedalam

ventrikel III. Lubang di buat didepan percabangan arteri basilaris sehingga terbentuk saluran

antara ventrikel III dengan sisterna interpedinkularis. Lubang ini dapat dibuat dengan

memakai laser, monopolar kuagulator, radiofrekuensi, dan kateter balon.

Operasi pemasangan ‘pintas’ (shunting)

Sebagian besar pasien hidrosefalus memerlukan shunting, bertujuan membuat aliran

loquor baru (ventrikel atau lumbar) dengan kavitas drainase (seperti; peritoneum, atrium

kanan, pleura). Pada anak anak lokasi kavitas yang terpilih adalah rongga peritoneum,

mengingat mampu menampung kateter yang cukup panjang sehingga dapat menyesuaikan

pertumbuhan anak serta resiko terjadi infeksi relatifd lebih kecil disbanding rongga jantung.

Biasanya cairan LCS didrainasi dari ventrikel, namun terkadang pada hidrosefalus

kommunikan ada yang didrain ke rongga subarachnoid lumbar. Pada dasarnya alat shunt

terdiri dari tiga komponen yaitu; kateter proksimal, katub (dengan/tanpa reservior), dan

kateter distal. Penempatan reservoir shunt umunya dipasang di frontal atau temporo-oksipital

yang kemudian disalurkan di bawah kulit. Tehnik operasi penempatan shunt didasarkan pada

pertimbangan anatomis dan potensi kontaminasi yang mungkin terjadi. Terdapat dua hal yang

perlu diorbservasi pasca operasi, yaitu: pemeliharaan luka kulit terhadap kontaminasi infeksi

dan pemantauan kelancaran dan fungsi alat shunt yang dipasang.

Page 10: PR Ujian Dr Suryo Finish

Komplikasi shunt dikategorikan menjadi tiga komplikasi yaitu; infeksi, kegagalan

mekanis, dan kegagalan fungsional, yang disebabkan jumlah aliran yang tidak adekuat.

Infeksi meningkatkan resiko akan kerusakan intelektual, lokulasi ventrikel dan bahkan

kematian. Kegagalan mekanis mencakup komplikasi komplikasi seperti; oklusi aliran di

dalam shunt (proksimal katub atau distal), diskoneksi atau putusnya shunt, migrasi dari

tempat semula, tempat pemasangan yang tidak tepat. Kegagalan fungsional dapat berupa

drainase yang berlebihan atau malah kurang lancarnya drainase. Drainase yang terlalu banyak

dapat menimbulkan komplikasi lanjutan seperti terjadinya efusi subdural, kraniosinostosis,

lokulasi ventrikel, hipotensi ortostatik

DAFTAR PUSTAKA

1. Price SA, Wilson LM. Vetrikel dan Cairan Cerebrospinalis, dalam Patofiologi Konsep

Klinis Proses-proses Penyakit Edisi 4, Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta, 1994,

915-6

2. Kahle, Leonhardt, Platzer. Sistem Saraf Dan Alat-Alat Sensoris, dalam Atlas Berwarna

& Teks Anatomi Manusia jilid 3, edisi 6,. Hipokrates, 2005, 262-271

3. Espay A J, Murro A M, Talavera F, Caselli R J, Benbadis S R, Crysta H A.

Hydrocephalus. Medscape reference. April 2010. Available at

http://emedicine.medscape.com/article/1135286-overview#showall

4. Listiono L D. Ilmu Bedah Saraf Satyanegara, edisi III; Cedera Kepala Bab 6. Penerbit

PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

5. Ropper, Allan H. And Robert H. Brown. 2005. Adams And Victor’s Principles Of

Neurology: Eight Edition. USA

6. Rudolph AM, dkk. Buku Ajar Pediatri Rudolph. Edisi 20. Volume 3.

Jakarta: EGC, 2006. Hal 2053-57