peringatan - elibrary.unisba.ac.idelibrary.unisba.ac.id/files/mayana...
TRANSCRIPT
PERINGATAN !!! Bismillaahirrahmaanirraahiim
Assalamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh
1. Skripsi digital ini hanya digunakan sebagai bahan referensi
2. Cantumkanlah sumber referensi secara lengkap bila Anda mengutip dari Dokumen ini
3. Plagiarisme dalam bentuk apapun merupakan pelanggaran keras terhadap etika moral penyusunan karya ilmiah
4. Patuhilah etika penulisan karya ilmiah
Selamat membaca !!!
Wassalamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh
UPT PERPUSTAKAAN UNISBA
FORMULASI SEDIAAN KRIM WAJAH EKSTRAK DAUN GAMBIR (Uncaria Gambir Roxb.) DENGAN BASIS Virgin
Coconut Oil (VCO)
SKRIPSI
Oleh:
MAYANA AISYAHNI NPM: 10060307049
PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG 1433 H/2012 M
FORMULASI SEDIAAN KRIM WAJAH EKSTRAK DAUN GAMBIR (Uncaria Gambir Roxb.) DENGAN BASIS Virgin
Coconut Oil (VCO)
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu pesyaratan untuk menyelesaikan pendidikan dan memperoleh gelar Sarjana Farmasi
pada Program Studi Farmasi FMIPA Unisba
Oleh:
MAYANA AISYAHNI NPM: 10060307049
Februari 1433 H / 2012 M BANDUNG
JUDUL : FORMULASI SEDIAAN KRIM WAJAH EKSTRAK DAUN GAMBIR (Uncaria Gambir Roxb.) DENGAN BASIS Virgin Coconut Oil (VCO)
NAMA : MAYANA AISYAHNI NPM : 10060307049
Setelah membaca Skripsi ini dengan seksama, menurut pertimbangan kami telah memenuhi persyaratan ilmiah sebagai Skripsi
Menyetujui
Mengetahui
Pembimbing Utama
Arif Budiman, M.Si, Apt. NIK. D. 10.0.517
Pembimbing Serta
Sani Ega Priani, S.Si., Apt. NIK. D. 07.0.444
Ketua Program Studi Farmasi
H. Embit Kartadarma, DR., M.AppSc., Apt. NIK. D. 06.0.437
Dekan FMIPA Unisba
M. Yusuf Fajar, Drs., M.Si. NIP. 1956102619821001
Dan bersegeralah kamu mencari ampunan dari Tuhan-mu dan mendapatkan surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Dan Allah Mencintai orang yang berbuat kebaikan. (QS. Ali 'Imran: 133 - 134)
Kutipan atau saduran baik sebagian ataupun seluruh naskah, harus menyebutkan nama pengarang dan sumber aslinya, yaitu Program Studi Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Islam Bandung.
Skripsi ini saya persembahkan untuk mama dan papa yang sangat saya cintai yang selalu
memberikan semangat dan tiada henti-hentinya mendoa’akan saya sehingga saya kuat menjalani
semua masalah yang saya hadapi. Cinta saya tidak akan pernah berhenti untuk kalian.
RIWAYAT PENULIS
BIODATA
Nama : MAYANA AISYAHNI
Tempat/Tgl. Lahir : JAKARTA, 03/05/1989
Jenis Kelamin : PEREMPUAN
Agama : ISLAM
Pekerjaan : MAHASISWA
Alamat : JL. M. SOHOR KOMP. PURI INDAH B-1
RT/RW : 004/006
Desa/Kel. : AKCAYA
Kecamatan : PONTIANAK SELATAN
Telepon : 081321949586 (ponsel)
Nama Ibu Kandung : MARTI YUNINGSIH
Nama Ayah Kandung : ACHAMAD SAYUTI BATUBARA
Alamat Orang Tua : JL. M. SOHOR KOMP. PURI INDAH B-1
RT/RW : 004/006
Desa/Kel. : AKCAYA
Kecamatan : PONTIANAK SELATAN
Telepon : -
PENDIDIKAN
1. SDN 03 Pontianak, Kalimantan Barat (1995-2001)
2. SMPN 11 Pontianak, Kalimantan Barat (2001-2004)
3. SMAN 08 Pontianak, Kalimantan Barat (2004-2007)
4. Program Studi Farmasi, Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Islam Bandung (2007-2012)
FORMULASI SEDIAAN KRIM WAJAH EKSTRAK DAUN GAMBIR (Uncaria Gambir Roxb) DENGAN BASIS VCO
ABSTRAK
MAYANA AISYAHNI Email: [email protected]
Antioksidan merupakan senyawa yang mampu menangkal dampak negatif oksidan yang merupakan salah satu penyebab penuaan dini. Daun gambir (Uncaria gambir Roxb) merupakan salah satu tanaman yang mengandung senyawa antioksidan yang dapat mencegah penuaan dini. Telah dilakukan penelitian dengan tujuan untuk membuat sediaan krim dengan ekstrak daun gambir dengan menggunakan basis VCO yang dapat meningkatkan penetrasi sehingga transfer obat melalui kulit dapat ditingkatkan yang berkhasiat anti-aging. Serbuk simplisia daun gambir dimaserasi menggunakan pelarut etanol 95% selama tiga hari hingga didapat ekstrak cair yang kemudian dipekatkan dengan bantuan rotary evaporator. Formula dibuat dengan variasi kosentrasi surfaktannya yaitu natrium lauril sulfat dan setostearil alkohol sebesar 3%, 4%, 5%, 7,5%, dan 10% dengan pengamatan selama 28 hari dengam pengamatan organoleptis, homogenitas, viskositas sediaan, pH sediaan, stabilitas krim dan penentuan tipe emulsi yaitu sediaan dengan formula yang mengandung natrium lauril sulfat 1% dan setostearil alkohol 9% merupakan sediaan yang paling stabil. Hasil uji iritasi terhadap seluruh formula menunjukkan bahwa sediaan bersifat hampir tidak mengiritasi kulit.
Kata kunci: Antioksidan, penuaan dini, daun gambir, VCO, krim.
FORMULATION OF SKIN FACE CREAM OF GAMBIER LEAVES (Uncaria Gambir Roxb) EXTRACTS AND VCO AS A BASE
ABSTRACT
MAYANA AISYAHNI Email: [email protected]
Antioxidants is a compounds that can counteract the negative effects of oxidants that cause of premature aging. Leaves of gambier (Uncaria gambir Roxb.) is one of the plants that contain antioxidants compounds that can prevent premature aging. Has been studied research of formulation cream leaves of gambier extracts and VCO as a base that increase the penetration of drugs trough the skin that improve the transfer that have an anti-aging effect. The powder of simplex from leaves of gambier bulb was macerated using ethanol 95% for 3 days and got liquid extracts then evaporated using rotary evaporator. Formulation made by variation of the concentration of natrium lauryl sulphate and cetoctearyl alcohol 3%. 4%. 5%, 7,5%, and 10% was observated for 28 days involved organoleptic, homogeneity, viscosity, pH, stability, and determining type of emulsion. The result of the research was variation of the concentration of natrium lauryl sulphate 1% and cetoctearyl alcohol 9% was most stable. Irritation test result to the entire formulations shows that the preparation were almost not irritate the skin.
Keywords: Antioxidants, premature aging, leaves of gambier, VCO, cream.
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah
memberikan rahmat, nikmat, dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan penelitian Tugas Akhir dan penyusunan skripsi ini. Skripsi ini
disusun untuk melengkapi salah satu syarat mencapai gelar Sarjana Farmasi pada
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Program Studi Farmasi,
dengan judul “FORMULASI SEDIAAN KRIM WAJAH EKSTRAK DAUN
GAMBIR (Uncaria gambir Roxb) DENGAN BASIS Virgin Coconut Oil
(VCO)”.
Dalam menyelesaikan penulisan skripsi ternyata tidak semudah yang
dibayangkan sebelumnya. Namun berkat dorongan, semangat, dan dukungan dari
berbagai pihak penulis akhirnya dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Pada
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada :
1) Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Islam Bandung, Bapak M. Yusuf Fajar, Drs., M.Si.
2) Ketua Program Studi FMIPA Universitas Islam Bandung, Bapak H. Embit
Kartadarma, DR., Mapp.Sc., Drs., Apt. yang telah memberikan banyak
pelajaran dari pengalaman-pengalamannya.
3) Bapak Arif Budiman, M.Si., Apt. selaku dosen pembimbing utama dan Ibu
Sani Ega Priani selaku dosen pembimbing serta dosen wali yang telah
meluangkan waktu untuk memberikan pengarahan, nasehat, semangat, dan
pelajaran-pelajaran baru yang sangat berharga.
4) Bapak dan Ibu dosen Program Studi Farmasi Universitas Islam Bandung
yang telah memberikan banyak sekali ilmu yang sangat bermanfaat bagi
Penulis.
5) Kedua orang tua penulis, papa Achmad Sayuti Batubara dan mama Marti
Yuningsih, serta bunda Kamalah yang tiada hentinya memberikan
dukungan dan doa kepada Penulis dan selalu menjadi penyemangat
penulis.
ii
6) Kedua kakak tersayang Roselina dan Krisnawati yang selalu memberikan
semangat dan selalu bersedia untuk berdiskusi dalam segala hal, serta
kedua adik tersayang Rachma Kusuma Wardhani dan Achmad Syaifullah
yang telah memberikan warna berbeda di hidup Penulis.
7) Para sahabat, Wan Norma Vidrianita sahabat yang selalu siap membantu
segala masalah yang tidak dapat diselesaikan sendiri, Tati Nurchayati,
Dinda Lasti Nuryani, Sri Komaria, Riska Rahmawati, Refiany Puspitasari,
Ayu Rahmawati, dan Yuliana atas semangat dan dukungan yang selalu
mereka berikan, Dwi Ratri Lutfita yang telah menjadi teman baru terbaik
yang telah bersama-sama bekerja dan melewati semuanya bersama, dan
sahabat-sahabat lainnya yang tidak dapat disebut satu persatu, namun tidak
mengurangi arti keberadaan mereka.
8) Putra Perdhana yang telah banyak memberikan semangat, dukungan, dan
menjadi tempat mengeluh yang selalu setia mendengarkan Penulis.
9) Teman-teman Farmasi, terutama Farmasi B angkatan 2007 yang telah
memberikan banyak cerita dan pengalaman baru bagi Penulis.
10) Semua pihak yang tidak dapat Penulis sebutkan satu persatu yang
membantu Penulis dalam menyelesaikan penelitian Tugas Akhir dan
penulisan skripsi ini.
Sebagai seorang manusia dengan keterbatasan ilmu pengetahuan yang
dikuasai, penulis menyadari bahwa tugas akhir ini masih sangat jauh dari sempurna
sehingga membutuhkan masukan dan kritikan yang bersifat membangun.
Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan
yang berarti bagi ilmu pengetahuan khususnya bidang farmasi.
Bandung, 29 Rabiul Awal 1433 M 22 Februari 2012 H
Penulis
iii
DAFTAR ISI
Halaman ABSTRAK ……………....................................................... ABSTRACT …………………………………………………….. KATA PENGANTAR …………………………………………. i DAFTAR ISI ………...………………………………………..... iii DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………… v DAFTAR TABEL ……………………………………………… vi DAFTAR GAMBAR …………………………………………... vii PENDAHULUAN ……………………………………………… 1 BAB I TINJAUAN PUSTAKA ……………………………….. 4 1.1. Tanaman Uncaria gambir Roxburgh ……………….... 4 1.1.1. Klasifikasi tanaman ……………………………………… 4 1.1.2. Desjripsi tanaman ……………………………………….. 4 1.1.3. Kandungan kimia tanaman ……………………………… 5 1.1.4. Manfaat tanaman ………………………………………… 5 1.2. Anti Penuaan Dini (Anti-aging) ………………………. 6 1.3. Antioksidan …………………………………………….. 7 1.4. Virgin Coconut Oil (VCO) …………………………….. 9 1.4.1. VCO sebagai pembawa ………………………………….. 9 1.4.2. Manfaat VCO ……………………………………………. 10 1.5. Ekstraksi …………………………………………………. 10 1.5.1. Jenis-jenis ekstraksi……………………………………… 11 1.6. Krim …………………………………………………….. 13 1.6.1. Faktor-faktor yang mempengaruhi sediaan krim ……….. 14 1.6.2. Formula sediaan krim …………………………………… 15 1.7. Kulit …………………………………………………….. 19 1.7.1. Fungsi kulit ……………………………………………… 19 1.7.2. Anatomi fisiologi kulit ………………………………….. 21 1.7.3. Permeasi kulit …………………………………………… 22 1.7.4. Jenis kulit wajah ………………………………………… 23 II METODOLOGI PENELITIAN ………………………. 25 III BAHAN, ALAT, DAN HEWAN PERCOBAAN ……. 26 3.1. Bahan …………………………………………………… 26 3.2. Alat ……………………………………………………… 26 3.3. Hewan Percobaan ……………………………………… 26 IV PROSEDUR PENELITIAN …………………………… 27 4.1. Pengumpulan Bahan dan Determinasi Tanaman ……. 27 4.2. Penetapan Kadar Air dan Kadar Abu Total ………… 27 4.2.1. Kadar air …………………………………………………. 27
iv
4.2.2. Kadar abu total ………………………………………….. 28 4.3. Penapisan Fitokimia …………………………………… 28 4.3.1. Uji alkaloid ……………………………………………… 28 4.3.2. Uji flavonoid …………………………………………….. 29 4.3.3. Uji saponin ………………………………………………. 29 4.3.4. Uji fenol …………………………………………………. 29 4.3.5. Uji tanin …………………………………………………. 29 4.3.6. Uji kuinon ……………………………………………….. 30 4.3.7. Uji steroid dan triterpenoid ……………………………… 30 4.4. Ekstraksi………………………………………………… 30 4.5. Pembuatan Sediaan ……………………………………. 31 4.6. Evaluasi Sediaan Krim ………………………………… 31 4.6.1. Organoleptis …………………………………………….. 31 4.6.2. Homogenitas …………………………………………….. 31 4.6.3. Penentuan viskositas …………………………………….. 31 4.6.4. Pengukuran pH sediaan …………………………………. 32 4.6.5. Stabilitas krim …………………………………………... 32 4.6.6. Penentuan tipe emulsi …………………………………… 33 4.6.7. Uji iritasi ………………………………………………… 33 V PEMBAHASAN………………………………………… 35 5.1. Pengumpulan Bahan dan Determinasi Tanaman ……. 35 5.2. Penetapan Kadar Air dan Kadar Abu ……………….. 35 5.3. Penapisan Fitokimia …………………………………… 36 5.4. Ekstraksi………………………………………………… 37 5.5. Pembuatan Sediaan ……………………………………. 37 5.6. Pengamatan Sediaan Krim ……………………………. 38 5.6.1. Organoleptis …………………………………………….. 39 5.6.2. Homogenitas …………………………………………….. 40 5.6.3. Penentuan viskositas …………………………………….. 40 5.6.4. Pengukuran pH sediaan …………………………………. 42 5.6.5. Stabilitas krim …………………………………………… 43 5.6.6. Penentuan tipe emulsi …………………………………… 45 5.6.7. Uji iritasi ………………………………………………… 46 VI KESIMPULAN DAN SARAN ………………………… 47 6.1. Kesimpulan …………………………………………….. 47 6.2. Saran ……………………………………………………. 47 DAFTAR PUSTAKA ………………………………………….. 48 LAMPIRAN ……………………………………………………. 50
v
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman 1 Surat Determinasi ……………………………………. 50 2 Penapisan Fitokimia …………………………………. 51 3 Formulasi …………………………………………….. 52 4 Ultra Turrax ………………………………………….. 53 5 Sediaan Krim ………………………………………… 54 6 Organoleptis ………………………………………….. 55 7 Mikroskopik Homogenitas …………………………… 56 8 Viskometer …………………………………………… 57 9 Viskositas …………………………………………….. 58 10 pH Sediaan …………………………………………… 59 11 Frezee-Thaw ………………………………………….. 60 12 Parameter Uji Iritasi ………………………………….. 61 13 Hewan Percobaan ……………………………………. 62 14 Pengamatan Kulit ……………………………………. 63 15 Nilai Indeks Iritasi Primer Kutan (IIPK) …………….. 66 16 Perhitungan Indeks Iritasi Primer Kutan (IIPK) ……... 67
vi
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman IV.1. Hasil pengujian kadar air dan kadar abu …………….. 35 L.2.1. Hasil penapisan fitokimia ……………………………. 51 L.3.1. Formulasi sediaan krim ………………………………. 52 L.6.1. Hasil pengamatan organoleptis krim selama 28 hari…. 55 L.9.1. Hasil pengamatan viskositas krim selama 28 hari …… 58 L.9.2. Hasil pengamatan viskositas krim pada suhu 40˚C ….. 58 L.10.1. Hasil pengamatan pH sediaan krim selama 28 hari ….. 59 L.10.2. Hasil pengamatan pH sediaan pada suhu 40˚C ………. 59 L.11.1. Hasil pengamatan freeze-thaw ……………………….. 60 L.12.1. Nilai keadaan kulit …………………………………… 61 L.12.2. Klasifikasi Indeks Iritasi Primer Kutan ……………… 61 L.14.1. Pengamatan kulit kelinci 1 …………………………… 63 L.14.2. Pengamatan kulit kelinci 2 …………………………… 64 L.14.3. Pengamatan kulit kelinci 3 …………………………… 65 L.15.1. Hasil nilai keadaan kulit pada penentuan sifat iritasi sediaan ……………………………………………….. 66
vii
DAFTAR GAMBAR Gambar Halaman I.1. Gambir ……………………………………………….. 4 I.2. Anatomi kulit manusia ……………………………….. 21 V.1. Hasil pengamatan viskositas krim selama penyimpanan 28 hari ………………………………………………… 41 V.2 Pengukuran pH selama penyimpanan 28 hari………… 42 V.3 Viskositas stabilitas suhu 40˚C ………………………. 44 V.4 pH sediaan selama penyimpanan suhu 40˚C ………… 45 L.4.1 Ultra turrax (IKA T25 Digital) ………………………. 53 L.5.1 Sediaan Krim dari Ekstrak Daun Gambir (Uncaria gambir Roxb.) dan basis VCO ……………………………….. 54 L.7.1 Formula 1 …………………………………………….. 56 L.7.2 Formula 2 …………………………………………….. 56 L.7.3 Formula 3 …………………………………………….. 56 L.7.4 Formula 4 …………………………………………….. 56 L.7.5 Formula 5 …………………………………………….. 56 L.8.1 Viscometer Brookfield RV …………………………… 57 L.13.1 Kelinci albino galur New Zealand …………………… 62
1
PENDAHULUAN
Kulit merupakan lapisan pelindung tubuh yang sempurna terhadap pengaruh luar,
baik pengaruh fisik maupun pengaruh kimia. Kulit pun menyokong penampilan
dan kepribadian seseorang (Aiache, 1993:445-449). Kecantikan kulit wajah
ditentukan oleh keadaan kulit wajah yang dapat dibantu dengan bahan-bahan
kosmetika. Peranan gizi dan perawatan kulit yang sebaik-baiknya sejak dini harus
dilakukan sejak awal guna mencegah penuaan dini. Pada dasarnya menjadi tua
tidak bisa dihindari karena penuaan merupakan proses alami. Namun ada cara
yang dapat dilakukan untuk menjaga keremajaan kulit dan menunda proses
penuaan dini (Basuki, 2001:16).
Salah satu tanaman yang dapat digunakan untuk merawat kulit wajah
adalah daun gambir (Uncaria Gambir Roxb). Telah dilakukan penelitian di
University of Europe terhadap kemampuan anti penuaan dari ekstrak gambir,
dimana sediaan yang mengandung gambir dengan konsentrasi 0,001% - 10%
efektif menghambat aktivitas enzim elastase yang dapat mempertahankan
elastisitas kulit (Shinji, 1999). Selain itu, penelitian yang dilakukan di Universitas
Indonesia menunjukkan adanya aktivitas antioksidan dari ekstrak daun gambir
pada konsentrasi mulai dari 0,1% (Juheini, 2003). Aktivitas antioksidan yang
dimiliki oleh senyawa metabolit sekunder tanaman ini dapat berfungsi sebagai
penangkap radikal bebas (Akagawa dan Suyama, 2001: 1953-1963).
Virgin Coconut Oil atau VCO merupakan minyak kelapa murni yang
terdiri dari ester asam lemak (96%) dan gliserol. Kandungan asam lemak
2
(terutama asam laurat dan oleat) dalam VCO bersifat melembutkan kulit. Khasiat
serta tingginya ketersediaan VCO di Indonesia membuatnya berpotensi untuk
dikembangkan sebagai bahan pembawa sediaan obat. VCO efektif dan aman
digunakan sebagai moisturizer pada kulit sehingga dapat meningkatkan hidrasi
kulit, dan mempercepat penyembuhan pada kulit (Agero and Verallo-Rowell,
2004:109). Kelebihan lain dari VCO adalah mengandung senyawa yang dapat
berfungsi sebagai peningkat penetrasi (Lucida, 2008). Senyawa peningkat
penetrasi adalah senyawa yang dapat melemahkan sususan lipid interselluler
stratum korneum sehingga transfer obat melalui kulit dapat ditingkatkan.
Pada penelitian ini penulis akan membuat sediaan krim ekstrak daun
gambir dengan menggunakan VCO sebagai pembawa minyak yang difungsikan
juga sebagai peningkat penetrasi pada sediaan krim. Sebelumnya telah dilakukan
penelitian formulasi sediaan krim wajah mengandung ekstrak daun gambir dengan
menggunakan parafin cair dan VCO sebagai pembawa minyak (Luriana, 2010).
Namun pada penelitian tersebut, krim dengan pembawa minyak VCO tidak
memenuhi persyaratan stabilitas sediaan.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan
bagaimana memformulasikan krim wajah dengan ekstrak daun gambir yang
menggunakan VCO sebagai pembawa minyak. Tujuan dari penelitian yang akan
dilakukan ini adalah untuk mengembangkan sediaan bentuk krim dari ektrak daun
gambir yang baik dengan VCO sebagai pembawa minyak sehingga mendapatkan
sediaan yang stabil.
3
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat diperoleh sediaan krim wajah
dari ekstrak daun gambir dengan menggunakan VCO sebagai pembawa minyak
dan peningkat penetrasi dengan formula yang baik sehingga dapat meningkatkan
pemanfaatan daun gambir sebagai produk bahan alam yang bermanfaat bagi
masyarakat. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan manfaat bagi
perkembangan ilmu pengetahuan.
4
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
1.1. Tanaman Uncaria gambir Roxburgh
1.1.1. Klasifikasi tanaman
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Rubiales
Famili : Rubiaceae
Genus : Uncaria
Spesies : Uncaria gambir Roxb.
Sinonim : Ourouparia gambir Roxb. Nauclea gambir (Keplinger, 1999: 24)
Gambar I.1 Gambir (Uncaria Gambir Roxb) (Sahirar, 2010)
1.1.2. Deskripsi tanaman
Perdu memanjat, dengan batang mudanya yang bersegi dan batang
utamanya tegak, menyangga cabang yang mendatar dengan kait yang melingkar
(merupakan modifikasi dari gagang perbungaan). Daun tunggal, berhadapan, agak
menjangat, berpinggiran rata, berbentuk bundar telur sampai menjorong (lebar),
5
berukuran (6-15) cm x (3,5-8) cm, pangkalnya membundar sampai agak bentuk
jantung, ujungnya lancip, tidak berbulu, memiliki domatia berbulu. Bunga-
bungaan dalam bentuk bonggol yang muncul pada cabang-cabang plagiotrop
mendatar, bonggol berdiameter (3,5-4,5) cm (garis tengah daun mahkota),
penyangganya berbulu tebal, daun gagang antar bunga tidak ada. Bijinya kecil
sekali, berwarna kelabu keperak-perakan (Lemmens & Soetjipto, 1999: 139-141).
1.1.3. Kandungan kimia tanaman
Komponen kimia terbesar pada tanaman gambir terdapat pada bagian daun
berupa senyawa katekin, kuersetin, zat samak, kuarsetin, huorosetin, lemak, dan
malam (Agromedia, 2008: 72).
1.1.4. Manfaat tanaman
Pemanfaatan gambir sangat luas sebagai bahan baku dalam industri,
seperti industri kosmetik, pewarna tekstil, food additif, dan industri farmasi.
Karena luasnya pemanfaatan gambir, menempatkan gambir sebagai komoditas
eksport, namun adanya senyawa lain dalam gambir sebagai impurities yang
keberadaannya tidak dikehendaki seperti selulosa dan zat warna klorofil, sehingga
produk gambir tersebut belum praktis untuk diaplikasikan dalam produk pangan
(Rauf, 2010).
Daun segarnya digunakan sebagai pengelat. Seduhan daun segarnya dipakai
sebagai obat mencret, disentri, dan sebagai obat kumur untuk tenggorokan yang
perih. Gambir juga digunakan sebagai penyetop darah dan mengobati
pembengkakan gusi. Sebagai obat luar gambir digunakan untuk dibalurkan pada
6
kulit yang terbakar dan dalam bentuk pasta untuk obat ketombe (Lemmens &
Soetjipto, 1999:142).
1.2. Anti Penuaan Dini (Anti-aging)
Anti penuaan dini (anti-aging) adalah upaya-upaya yang dilakukan untuk
menjaga dan memelihara agar kulit, terutama pada wajah, tidak keriput dan tetap
kencang, menjaga dan memelihara agar tubuh tetap bugar sehingga usia maksimal
tercapai, dan bagaimana mengusahakan agar tetap tampil cantik dan menarik di
usia senja (Susanto, A.B. dan R.Masri Sareb Putra, 2010:231).
Proses penuaan dimulai dengan menurunnya bahkan terhentinya fungsi
berbagai organ tubuh. Akibat penurunan fungsi itu, muncul berbagai tanda dan
gelaja proses penuaan (Pangkahila, 2007:24).
Penyebab penuaan ini terdiri dari 2 faktor, yaitu :
a. Faktor internal
Merupakan proses alamiah yang tidak mungkin dihindari setiap manusia.
Hal ini juga dapat dipicu oleh stres dan perubahan hormonal. Faktor internal ini
tidak dapat dihindari, namun dapat dikurangi efeknya. Misalnya dengan
perawatan wajah yang tepat dan lembut, mengurangi stres, dan mencoba hidup
santai (Basuki, Kinkin.S., 2001:17).
b. Faktor eksternal
1) Radikal bebas
7
Cegah efek radikal bebas/oksidan dengan mengatur pola makan yaitu diet
yang mengandung protein tinggi serta mengkonsumsi antioksidan seperti
vitamin dan mineral.
2) Sinar matahari
Untuk menghindari pengaruh buruk dari sinar matahari, hindari saat
matahari memancarkan sinar ultraviolet di titik kulminasi.
3) Kelembaban udara
Kelembaban udara yang tinggi dan tidak stabil seperti di alam tropis ini
dapat menjadi penyebab penuaan dini, jika kulit tidak dilindungi dengan
baik.
4) Merokok dan minuman keras merupakan bagian gaya hidup tidak sehat.
Selain itu pola makan yang tidak seimbang dan kurangnya olah raga dapat
menjadi salah satu sebab penuaan dini (Basuki, Kinkin.S., 2001:18).
1.3. Antioksidan
Dalam pengertian kimia, senyawa antioksidan adalah senyawa pemberi
elektron (electron donors). Secara biologis, pengertian antioksidan adalah
senyawa yang mampu menangkal atau meredam dampak negatif oksidan dalam
tubuh. Antioksidan bekerja dengan cara mendonorkan satu elektronnya kepada
senyawa yang bersifat oksidan sehingga aktivitas senyawa oksidan tersebut bisa
dihambat.
Keseimbangan oksidan dan antioksidan sangat penting karena berkaitan
dengan berfungsinya sistem imunitas tubuh. Kondisi ini terutama untuk menjaga
8
integritas dan berfungsinya membran lipid, protein sel, dan asam nukleat, serta
mengontrol tranduksi signal dan ekspresi gen dalam sel imun. Komponen terbesar
yang menyusun membran sel adalah senyawa asam lemak tak jenuh, yang
diketahui sangat sensitif terhadap perubahan keseimbangan oksidan-antioksidan
(Winarsi, 2007:77). Jenis-jenis antioksidan adalah:
a. Antioksidan yang diproduksi tubuh
Untuk menangkal agen pengganggu kesehatan, tubuh membuat
antioksidan sendiri (dikenal sebagai antioksidan tubuh) yang langsung
menetralkan pengganggu dari luar. Jenis antioksidan ini misalnya glutation,
koenzim Q10 dan melatonin.
b. Enzim antioksidan
Enzim antioksidan berfungsi sebagai pelindung tubuh dari kerusakan
jaringan akibat radikal bebas. Ada tiga jenis enzim antioksidan yang bekerja sama
dalam beberapa langkah untuk menetralkan radikal bebas yang berbeda-beda,
yaitu superoksida dismutase, katalase, dan glutation peroksidase. Untuk bisa
berfungsi melakukan tugasnya, enzim-enzim tersebut membutuhkan trace mineral
tertentu. Superoksida dismutase membutuhkan mangan, tembaga, dan seng.
Katalase membutuhkan besi, dan seng. Dan glutation peroksidase membutuhkan
selenium.
c. Mineral antioksidan
Mineral antioksidan adalah trace element yang berfungsi mengaktifkan
enzim antioksidan tertentu, sehingga seringkali diklasifikasikan sebagai
antioksidan, yaitu selenium, seng, tembaga, besi, dan mangan.
9
d. Vitamin antioksidan
Vitamin antioksidan yang berfungsi sebagai antioksidan, misalnya vitamin
A, C, dan E.
e. Flavonoid, karotenoid, dan xantofil
Antioksidan yang ditemukan sebagai pigmen pada bunga, buah, dan daun,
misalnya likopen, kuersetin, karoten, dan limonene.
f. Antioksidan kelompok lain
Berbagai senyawa yang berfungsi sebagai antioksidan, misalnya
thiocyanat, dan indole-3-carbinol (Vitahealth:130).
1.4. Virgin Coconut Oil (VCO)
Minyak kelapa murni (Virgin Coconut Oil atau VCO) merupakan produk
olahan asli Indonesia yang mulai banyak digunakan untuk meningkatkan
kesehatan masyarakat. VCO mengandung 92 % asam lemak jenuh yang terdiri
dari 48-53 % asam laurat (C12); 1,5–2,5 % asam oleat; asam lemak lainnya
seperti 8 % asam kaprilat (C8) dan 7% asam kaprat (C10) (Syah, 2005:104).
1.4.1. VCO sebagai pembawa
Pembawa (carrier oil) merupakan salah satu komponen terbesar dan
sangat berpengaruh dalam pembuatan krim. Minyak pembawa berasal dari
minyak nabati maupun minyak mineral. Semua minyak nabati dapat digunakan
sebagai pembawa, sedangkan minyak mineral tidak dianjurkan penggunaannya
karena memiliki bobot molekul besar yang dapat menghambat penyerapan minyak
esensial di kulit. Minyak nabati dapat diekstrak dari biji atau bagian lain dari suatu
10
tumbuhan dengan tingkat kekentalan dan kejenuhan yang bervariasi (Priamdiati,
2002).
Salah satu minyak nabati yang berpotensial digunakan sebagai pembawa
adalah virgin coconut oil (VCO). VCO merupakan minyak nabati yang diperoleh
tanpa melalui proses pemanasan tinggi maupun penambahan bahan kimia (Soraya,
2006:2). Kandungan asam lemak (terutama asam laurat dan oleat) dalam VCO,
memiliki sifat yang melembutkan kulit serta ketersediaan VCO yang melimpah di
Indonesia membuatnya berpotensi untuk dikembangkan sebagai bahan pembawa
sediaan obat, diantaranya sebagai peningkat penetrasi (Agero and Verallo-Rowell,
2004:116).
Beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam pembuatan VCO yang
berkualitas baik antara lain adalah :
1) Terbuat dari buah kelapa segar dengan varietas asli, bukan kelapa hidrida
2) Tanpa penyulingan atau destilasi
3) Tanpa pemutih, penghilang bau, dan hidrogenasi
4) Tidak menggunakan bahan tambahan kimia atau sintesis
5) Bebas dari mikroorganisme
6) Kadar air 0,1%
7) Pemanasan kurang dari 600C (Soraya, 2006:2)
1.4.2. Manfaat VCO
Di bidang industri kosmetik, VCO umumnya digunakan untuk membuat
sabun (sebagai pelembab) dan sampo (mengurangi ketombe). Selain itu banyak
11
digunakan sebagai minyak pijat (massage oil), aromaterapi, dan minyak pembawa
(carrier oil). Beberapa manfaat VCO bagi kecantikan kulit antara lain adalah :
1) Membantu mengurangi pigmentasi yang disebabkan radikal bebas melalui
vitamin E (mikronutrien utama VCO) yang berkhasiat sebagai antioksidan.
2) Melembabkan dan mencerahkan kulit dengan cara menghilangkan sel-sel
kulit mati di permukaan kulit.
3) Melindungi kulit dari radiasi sinar ultraviolet serta mengurangi resiko
kanker kulit. (Soraya, 2006:23)
1.5. Ekstraksi
Proses untuk mendapatkan ekstrak disebut ekstraksi, yaitu penyarian zat
berkhasiat atau zat aktif dari bagian tanaman obat, hewan dan beberapa jenis ikan
termasuk biota laut (Ditjen POM, 1986). Ektraksi adalah pemisahan suatu zat dari
campurannya dengan pembagian sebuah zat terlarut antara dua pelarut yang tidak
dapat tercampur untuk mengambil zat terlarut tersebut dari satu pelarut ke pelarut
lain (Sujdadi, 1988).
Tujuan ekstraksi adalah untuk menarik komponen kimia dari tanaman.
Proses ekstraksi ini berdasarkan pada kemampuan pelarut organik untuk
menembus dinding sel dan masuk dalam rongga sel yang mengandung zat aktif
(Ditjen POM, 1986).
12
1.5.1. Jenis-jenis ekstraksi
Proses ekstraksi dapat dilakukan secara panas dan secara dingin. Ekstraksi
secara panas yaitu dengan metode refluks, soxhletasi, dan destilasi uap air,
sedangkan ekstraksi dingin yaitu dengan maserasi dan perkolasi (Sudjadi, 1988).
a. Ekstraksi secara panas
1) Metode refluks
Keuntungan dari metode ini adalah digunakan untuk mengekstraksi
sampel-sampel yang mempunyai tekstur kasar dan tahan pemanasan
langsung.. Kerugiannya adalah membutuhkan volume total pelarut yang
besar dan sejumlah manipulasi dari operator (Sudjadi, 1986).
2) Soxhletasi
Soxhletasi merupakan penyarian simplisia secara berkesinambungan,
cairan penyari dipanaskan sehingga menguap, uap cairan penyari
terkondensasi menjadi molekul-molekul air oleh pendingin balik dan turun
menyari simplisia dalam klongsong dan selanjutnya masuk kembali ke
dalam labu alas bulat setelah melewati pipa sifon (Sudjadi, 1986).
3) Metode destilasi uap
Destilasi uap adalah metode yang popular untuk ekstraksi minyak-minyak
menguap (esensial) dari sampel tanaman. Metode destilasi uap air
diperuntukkan untuk menyari simplisia yang mengandung minyak
menguap atau mengandung komponen kimia yang mempunyai titik didih
tinggi pada tekanan udara normal (Sudjadi, 1986).
b. Ekstraksi secara dingin
13
1) Maserasi
Maserasi merupakan proses paling tepat untuk simplisia yang sudah halus
dan memungkinkan direndam sampai meresap dan melunakkan susunan
sel, sehingga zat-zat yang mudah larut akan larut. Dalam proses ini
dilakukan dalam bejana bermulut lebar, kemudian serbuk ditempatkan lalu
ditambah pelarut dan ditutup rapat, isinya dikocok berulang-ulang
kemudian disaring. Proses ini dilakukan pada temperatur 15-200C selama
tiga hari (Ansel, 1989:607).
2) Perkolasi
Perkolasi adalah proses penyarian dengan mengalirkan penyari melalui
serbuk simplisia yang telah dibasahi dengan melewatkan perlahan-lahan
melalui suatu kolom. Simplisia dimasukkan dalam alat ekstraksi khusus
yang disebut perkolator (Ansel, 1989:608).
1.6. Krim
Krim adalah bentuk sediaan setengah padat, berupa emulsi mengandung
air tidak kurang dari 60% dan dimaksudkan untuk pemakaian luar (Ditjen POM,
1979:8). Sediaan krim memiliki beberapa kelebihan, diantaranya yaitu mudah
menyebar rata, praktis, lebih mudah dibersihkan atau dicuci dengan air (tipe m/a)
dan cara kerja langsung pada jaringan setempat. Dalam sediaan krim diperlukan
zat tambahan sebagai peningkat penetrasi. Zat tambahan ini dimaksudkan untuk
meningkatkan jumlah zat yang terpenetrasi agar dapat digunakan untuk tujuan
pengobatan sistemik lewat kulit.
14
Ada dua tipe krim, krim tipe minyak dalam air (M/A) dan tipe air dalam
minyak (A/M). Krim tipe M/A (vanishing cream) mudah dicuci dengan air, jika
digunakan pada kulit, maka akan terjadi penguapan dan peningkatan konsentrasi
dari suatu obat yang larut dalam air sehingga mendorong penyerapannya ke dalam
jaringan kulit. Tetapi pada umumnya orang lebih menyukai tipe A/M, karena
penyebarannya lebih baik, walaupun sedikit berminyak tetapi penguapan airnya
dapat mengurangi rasa panas di kulit (Syamsuni, 2006:102). Krim yang baik harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1) Mudah dioleskan dan merata pada kulit
2) Mudah dicuci bersih dari daerah lekatan
3) Tidak menodai pakaian
4) Tidak berbau tengik
5) Bebas dari partikel keras dan tajam
6) Tidak mengiritasi kulit
7) Tempat penyimpanannya harus sesuai dengan sifat krim yang dibuat
(Harry, R.G., 1973:103).
1.6.1. Faktor-faktor yang mempengaruhi sediaan krim
Sediaan krim dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
1) Fungsi
Krim yang termasuk dalam kelompok yang dipengaruhi oleh fungsi dibuat
berdasarkan tempat pemakaiannya. Contohnya: krim tangan dan tubuh,
krim malam dank rim urut, krim pembersih, krim dasar dank rim
penghapus noda, krim dingin dank rim serbaguna.
15
2) Penampilan fisik
Krim tidak hanya diklasifikasikan dari bentuk cair atau padatnya saja,
tetapi juga dideskripsikan dari lembutnya, kekuatannya, tebal tipis krim
tersebut.
3) Tipe emulsi
Setiap krim dapat dibuat dalam bentuk tipe minyak dalam air atau air
dalam minyak.
4) pH krim
Bila krim tersebut termasuk tipe minyak dalam air maka pH krim tersebut
harus meliputi pH seluruh sediaan. Jika tipe air dalam minyak maka krim
tersebut harus terdispersi dalam 50% etanol encer (Harry, R.G., 1973:105).
1.6.2. Formula sediaan krim
Formula umum sediaan krim yaitu sebagai berikut:
a. Zat berkhasiat
Sifat fisika dan kimia dari bahan atau zat berkhasiat dapat menentukan
cara pembuatan dan tipe krim yang dapat dibuat, apakah krim tipe minyak dalam
air atau tipe air dalam minyak (Prima, 2009).
b. Bahan dasar
Krim merupakan suatu emulsi minyak dalam air atau air dalam minyak,
bahan dasarnya adalah minyak dan air. Fasa minyak yang dapat digunakan adalah
beraneka ragam lemak, baik yang berasal dari alam maupun lemak sintetik
(Lachman, 1994).
c. Bahan tambahan
16
Untuk mendapatkan formula krim yang lebih baik biasanya ditambahkan
beberapa bahan tambahan dengan maksud tertentu. Bahan-bahan yang sering
digunakan adalah:
1) Zat pengemulsi
Digunakan untuk menstabilkan emulsi. Pemilihan zat pengemulsi harus
disesuaikan dengan tipe dan sifat krim yang dikehendaki. Umumnya
dibedakan dengan golongan zat pengemulsi, yaitu: surfaktan, koloid
hidrofilik dan zat padat yang terbagi halus.
a) Surfaktan (zat aktif permukaan) adalah zat yang mampu mengurangi
tegangan antar muka. Pemilihan surfaktan didasari atas tipe dan sifat krim yang
dikehendaki. Misalnya: trietanolamin stearat dan lemak bulu domba.
b) Koloid hidrofilik adalah polimer yang peka terhadap air dapat
mengembang atau larut dalam air. Pada umumnya cenderung membentuk emulsi
tipe minyak dalam air. Kegunaannya sebagai pembantu zat pengemulsi, zat
pengental dan sebagai penstabil emulsi. Misalnya gelatin, gom, tragakan.
c) Zat pendispersi adalah zat-zat yang dapat diabsorpsi pada batas antar
muka dua fase yang tidak dapat bercampur dengan membentuk suatu lapisan
partikel disekitar partikel terdispersi. Sebagai contoh zat pendispersi adalah
veegum, bentonit, karbon hitam (Lachman, 1994).
2) Zat pengawet
Zat pengawet berguna untuk mencegah pertumbuhan berbagai
mikroorganisme. Karena krim umumnya mengandung protein maka akan
menunjang pertumbuhan mikroorganisme. Oleh karena itu perlu
17
ditambahkan ke dalam formulanya suatu pengawet seperti metal para
hidroksi benzoat (0,12 – 0,18%), propil para hidroksi benzoat (0,002 -
0,05%) (Lachman, 1994).
3) Antioksidan
Beberapa senyawa organik dan lemak yang teremulsi pada umumnya
mudah mengalami reaksi oksidasi bila dibiarkan dalam udara terbuka.
Pada reaksi otooksidasi minyak-minyak tidak jenuh seperti minyak nabati
dapat mengalami ketengikan sedangkan minyak-minyak mineral dan
hidrokarbon jenuh dapat mengalami degradasi oksidatif (pemecahan
rantai) reaksi ini dapat dihambat dengan penambahan antioksidan seperti
butil hidroksi anisol/BHA (0,1%) dan butil hidroksi toluene/BHT (0,1%)
yang umum disediakan dalam sediaan kosmetika (Lachman, 1994).
4) Pendapar
Pendapar dimaksudkan untuk mempertahankan pH sediaan untuk menjaga
stabilitas sediaan. pH dipilih berdasarkan stabilitas bahan aktif. Pemilihan
pendapar harus diperhitungkan ketercampurannya dengan bahan lainnya
yang terdapat dalam sediaan, terutama pH efektif untuk pengawet.
Perubahan pH sediaan dapat terjadi karena perubahan kimia zat aktif atau
zat tambahan dalam sediaan pada penyimpanan karena mungkin pengaruh
pembawa atau lingkungan. Kontaminasi logam pada proses produksi atau
wadah (tube) seringkali merupakan katalisator bagi pertumbuhan kimia
dari bahan sediaan (Prima, 2009).
18
5) Pelembab
Pelembab atau humektan ditambahkan dalam sediaan topikal dimaksudkan
untuk meningkatkan hidrasi kulit. Hidrasi pada kulit menyebabkan
jaringan menjadi lunak, mengembang dan tidak berkeriput sehingga
penetrasi zat akan lebih efektif. Contoh zat tambahan ini adalah: gliserol,
PEG, sorbitol (Prima, 2009).
6) Peningkat Penetrasi
Zat tambahan ini dimaksudkan untuk meningkatkan jumlah zat yang
terpenetrasi agar dapat digunakan untuk tujuan pengobatan sistemik lewat
dermal (kulit). Syarat-syarat:
a) Tidak mempunyai efek farmakologi.
b) Tidak menyebabkan iritasi alergi atau toksik.
c) Bekerja secara cepat dengan efek terduga.
d) Dapat dihilangkan dari kulit secara normal.
e) Tidak mempengaruhi cairan tubuh, elektrolit dan zat endogen lainnya.
f) Dapat bercampur secara fisika dan kimia dengan banyak zat.
g) Dapat berfungsi sebagai pelarut obat dengan baik.
h) Dapat menyebar pada kulit (Prima, 2009).
7) Zat pewangi dan pewarna
Penambahan zat pewangi dan zat pewarna bertujuan untuk meningkatkan
daya tarik dan penampilan yang lebih baik dari suatu krim (Lachman,
1994).
19
Dalam pebuatan sediaan dermatologi bentuk setengah padat, ternyata
pemilihan bahan dasar yang tepat adalah sangat penting karena jenis bahan dasar
sediaan sangat mempengaruhi efek terapi dari duatu obat disamping faktor-faktor
seperti konsentrasi obat, penetrasi obat ke dalam kulit, lama pengobatan, keadaan
kulit, dll (Lachman, 1994).
1.7. Kulit
Kulit adalah suatu organ dengan struktur yang cukup kompleks dan
memiliki berbagai fungsi yang vital. Kulit menutupi dan melindungi permukaan
tubuh, dan bersambung dengan selaput lender yang melapisi rongga-rongga dan
lubang-lubang masuk (Irianto, 2004:233).
1.7.1. Fungsi kulit
Menurut Djuanda dkk (2001: 126-138), secara umum kulit mempunyai
beberapa fungsi bagi tubuh, yaitu:
1) Fungsi proteksi
Kulit menjaga bagian dalam tubuh terhadap gangguan fisik, misalnya
tekanan; gesekan; tarikan; zat-zat kimia terutama yang bersifat iritan;
gangguan yang bersifat panas, misalnya radiasi, sengatan UV; gangguan
infeksi luar terutama kuman maupun jamur.
2) Fungsi absorbs
Kulit yang sehat tidak mudah menyerap air, larutan dan benda padat, tetapi
cairan yang mudah menguap lebih mudah diserap, begitu pun yang larut
lemak.
20
3) Fungsi ekskresi
Kelenjar-kelenjar kulit mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna atau sisa
metabolisme dalam tubuh berupa NaCl, urea, asam urat dan ammonia.
4) Fungsi persepsi
Kulit mengandung ujung-ujung syaraf sensorik di dermis dan subkutis.
Terhadap rangsangan panas diperankan oleh badan-badan ruffini di dermis
dan subkutis. Dingin oleh badan krause. Rabaan oleh taktil meissner.
Tekanan oleh badan vates paccini.
5) Fungsi pengaturan suhu tubuh
Kulit melakukan peranan ini dengan cara mengeluarkan keringat dan
mengerutkan (otot berkontraksi) pembuluh darah kulit.
6) Fungsi pembentukan pigmen
Sel pembentuk pigmen (melanosit) terletak di lapisan basal dan sel ini
berasal dari rigi syaraf.
7) Fungsi keratinisasi
Lapisan epidermis dewasa mempunyai 3 jenis sel utama yaitu keratinosit,
sel langerhans dan melanosit.
8) Fungsi pembentukan vitamin D
Dengan mengubah 7 hidroksi kolesterol dengan bantuan sinar matahari
1.7.2. Anatomi fisiologi kulit
Kulit merupakan organ tubuh yang memiliki luas paling besar, yaitu kira-
kira 1,9 m2 pada orang dewasa (Irianto, 2004:233).
21
Gambar I.2 Anatomi Kulit Manusia (Agung, 2010)
Pembagian kulit secara garis besar tersusun atas 3 lapisan, yaitu:
a. Epidermis atau kutikula
Epidermis adalah bagian terluar kulit. Bagian ini tersusun dari jaringan
epitel skuamosa bertingkat yang mengalami keratinisasi, jaringan ini tidak
memiliki pembuluh darah, dan sel-selnya sangat rapat (Sloane, 2003:85).
Epidermis terbagi lagi menjadi lima lapisan, yaitu :
1) Stratum basalis (germinativum) adalah lapisan tunggal sel-sel yang
melekat pada jaringan ikat dari lapisan kulit di bawahnya dermis.
2) Stratum spinosum adalah lapisan sel spina atau tanduk, disebut demikian
karena sel-sel tersebut disatukan oleh tonjolan yang menyerupai spina.
Spina adalah bagian penghubung intraselular yang disebut desmosom.
3) Stratum granusolum, terdiri dari tiga atau lima lapisan atau barisan sel
dengan granula-granula keratohialin yang merupakan perkusor pembentuk
keratin.
22
4) Stratum lusidum, adalah lapisan jernih dan tembus cahaya dari sel-sel
gepeng tidak bernukleus yang mati atau hampir mati dengan ketebalan
empat sampai tujuh lapisan sel.
5) Stratum korneum, adalah lapisan epidermis teratas yang terdiri dari 25
sampai 30 lapisan sisik tidak hidup yang sangat terkeratinisasi dan
semakin gepeng saat mendekati permukaan kulit (Sloane, 2003:86).
b. Dermis
Dermis adalah lapisan jaringan ikat yang terletak di bawah epidermis, dan
merupakan bagian terbesar dari kulit (Graham-Brown, 2005). Dermis tersusun
atas jaringan fibrus dan jaringan ikat yang elastis (Irianto, 2004:235).
c. Lapisan subkutan atau hypodermis
Lapisan subkutan mengikat kulit secara longgar dengan organ-organ yang
terdapat di bawahnya. Lapisan ini mengandung jumlah sel lemak yang beragam,
bergantung pada area tubuh dan nutrisi individu, serta berisi banyak pembuluh
darah dan ujung saraf (Sloane, 2003:86).
1.7.3. Permeasi kulit
Tujuan dari penggunaan sediaan farmasi secara topikal pada umumnya
dilakukan untuk menghasilkan efek terapeutik pada kulit di jaringan epidermis
dan dermis, sedangkan obat topikal emolien dan antibakteri hanya bekerja di
permukaan kulit saja. Maka dari itu, pemasukkan atau penembusan zat aktif dari
luar kedalam jaringan kulit perlu diperhatikan dalam mencapai tujuan terapi.
Membran yang membatasi permeasi kulit ini disebut stratum korneum yang lebih
tidak tembus oleh zat larut air dibandingkan zat larut lemak. Permeasi kulit
23
diawali dengan pelepasan zat aktif dari pembawa dan diabsorpsi di atas
permukaan stratum korneum lalu molekul zat aktif berdifusi ke dalam lapisan di
bawahnya (Lachman, 1994).
Permeasi kulit optimum dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu
konsentrasi zat aktif, kondisi ph, sifat kelarutan, kondisi kulit, zat pembawa, dan
kelembaban yang dikandung oleh kulit (Lachman, 1994).
1.7.4. Jenis kulit wajah
Ada 4 jenis kulit wajah, yakni kulit kering, berminyak, normal dan
kombinasi:
1) Kulit kering
Pada jenis kulit kering, kelenjar sebasea dan keringat hanya dalam jumlah
sedikit. Jenis kulit kering mempunyai ciri-ciri penampakan kulit terlihat
kusam.
2) Kulit berminyak
Pada jenis kulit berminyak, kelenjar sebasea dan keringat terdapat dalam
jumlah banyak. Jenis kulit berminyak mempunyai ciri kulit wajah mudah
berjerawat.
3) Kulit normal
Pada jenis kulit normal, jumlah sebasea dan keringat tidak terlalu banyak
karena tersebar secara merata. Ciri jenis kulit normal: kulit tampak lembut,
cerah dan jarang mengalami masalah.
24
4) Kulit kombinasi
Pada jenis kulit kombinasi, penyebaran kelenjar sebasea dan keringat tidak
merata. Jenis kulit kombinasi mempunyai ciri kulit dahi, hidung dan dagu
tampak mengkilap, berjerawat, tetapi kulit dibagian pipi tampak lembut
(Dwikarya, 2003:1-3).
25
BAB II
METODOLOGI PENELITIAN
Pada penelitian ini dibuat sediaan krim wajah dari ekstrak daun gambir
(Uncaria Gambir Roxb) dengan menggunakan Virgin Coconut Oil (VCO) sebagai
pembawa minyak. Penelitian yang dilakukan melalui beberapa tahap kerja yang
meliputi sortasi basah, pencucian, perajangan, pengeringan, sortasi kering, dan
penggilingan hingga diperoleh serbuk kering. Selanjutnya dilakukan penapisan
fitokimia untuk mengetahui senyawa yang terkandung dalam simplisia. Simplisia
kemudian diekstrak dengan pelarut etanol 95% dengan cara maserasi, kemudian
dipekatkan dengan rotary evaporator dan diuapkan dengan penangas air hingga
didapat ekstrak kental.
Pembuatan sediaan krim dibuat dengan menggunakan surfaktan natrium
lauril sulfat dan setostrearil alkohol serta peningkat viskositas yaitu setil alkohol
dengan berbagai konsentrasi. Metode pengumpulan data pada penelitian ini
diperoleh melalui evaluasi organoleptis, homogenitas, penentuan viskositas, pH
sediaan, stabilitas krim, penentuan tipe emulsi, dan uji iritasi.
26
BAB III
BAHAN, ALAT, DAN HEWAN PERCOBAAN
3.1. Bahan
Ekstrak dari daun gambir, virgin coconut oil (VCO), natrium lauril sulfat,
propilen glikol, metil paraben, propil paraben, air suling, setostearil alkohol, setil
alkohol, dan butil hidroksitoluen.
3.2. Alat
Timbangan elektronik, viskometer (Brookfield RVT), termometer, ultra
turrax (IKA T25 Digital), kaca objek, pH meter Beckham, batang pengaduk, pipet
tetes, gelas piala, gelas ukur, labu ukur, matkam, cawan penguap, penangas air,
rotary evaporator, oven, maserator, kapas, kertas saring, lemari pendingin, krus,
tanur, sentrifugase (Centrifuge PLC Series).
3.3. Hewan Percobaan
Kelinci jantan galur New Zealand
27
BAB IV
PROSEDUR PENELITIAN
4.1. Pengumpulan Bahan dan Determinasi Tanaman
Bahan berupa daun gambir (Uncaria gambir Roxb) diperoleh dari
perkebunan Badan Penelitian Rimpang Obat (BALITRO), Bogor. Determinasi
tanaman dilakukan di Herbarium Bandungense Sekolah Ilmu dan Teknologi
Hayati Institut Teknologi Bandung.
4.2. Penetapan Kadar Air dan Kadar Abu
4.2.1. Kadar air
Penetapan kadar air dilakukan dengan metode Azeotroph, tahapannya
adalah sebagai berikut :
Tabung penampung dan kondensor dibilas dengan air, kemudian
dikeringkan dalam oven dan dimasukkan 200-300 ml toluen yang telah
dijenuhkan dengan aquadestilata ke dalam labu destilasi tersebut. Sejumlah
simplisia dimasukkan ke dalam labu bundar. Labu perlahan-lahan dididihkan
selama lebih kurang 15 menit. Serpihan porslen ditambahkan, setelah mendidih,
suling dengan kecepatan 2 tetes/detik hingga sebagian besar air tersuling
kemudian kecepatan penyulingan dinaikkan menjadi 4 tetes/detik. Setelah semua
air tersuling, dibilas bagian dalam kondensor dengan toluen, selanjutnya
dilanjutkan penyulingan selama 5 menit, kemudian pemanasan dihentikan.
Tabung penerima didinginkan sampai suhu kamar. Tetesan air yang menempel
28
pada dinding tabung penerima dihilangkan. Air dan toluen dibiarkan memisah
dalam tabung penerima, mengamati volume air dalam tabung penerima dan
menghitung kadar air dalam persen (Anonim, 2000).
Kadar air %= mL x Bj air (g/mL)Berat bahan awal (g)
x 100% (1)
4.2.2. Kadar abu total
Cawan platina ditimbang dengan teliti, kemudian serbuk daun gambir yang
telah ditimbang dengan seksama seberat kurang lebih 2 gram dimasukkan ke
dalam krus dan ditimbang kembali. Cawan platina tersebut kemudian dipijar pada
oven (tanur pemanas) pada suhu 6000C hingga diperoleh isi berupa abu putih
dengan berat yang konstan.
Kadar abu total = ୱ୧ୱୟ ୮ୣ୬ୟୠ୳ୟ୬ ୠୣ୰ୟ୲ ୟ୵ୟ୪ ୱ୧୫୮୪୧ୱ୧ୟ
x 100% (2)
4.3. Penapisan Fitokimia
4.3.1. Uji alkaloid
Simplisia ditempatkan pada tabung reaksi lalu diasamkan dengan asam
klorida 2N, lalu disaring. Filtrat dibasakan dengan larutan amonia 10%, kemudian
ditambahkan kloroform dan dikocok kuat-kuat. Lapisan kloroform disaring,
kemudian ditambahkan asam klorida 2N lalu dikocok kuat-kuat sampai terdapat
dua lapisan kembali. Lapisan asam dipipet dan dibagi kedalam tiga tabung, pada
tabung 1 ditambahkan pereaksi Mayer apabila timbul endapan putih atau
kekeruhan menandakan positif alkaloid, pada tabung 2 ditambahkan pereaksi
Dragendorff apabila timbul endapan jingga-kuning atau kekeruhan menandakan
positif alkaloid, dan tabung 3 digunakan sebagai blangko.
29
4.3.2. Uji flavonoid
Simplisia ditempatkan pada tabung reaksi lalu ditambahkan air 5-10 ml,
kemudian dicampur dengan serbuk magnesium dan asam klorida 2N, pasif larutan
dicampur dan dipanaskan diatas penangas air selama 5-10 menit kemudian
disaring. Filtrat yang didapat ditambahkan amil alkohol lalu dikocok kuat-kuat.
Apabila timbul warna merah, kuning, jingga pada lapisan amil alkohol
menandakan positif flavonoid.
4.3.3. Uji saponin
Simplisia ditempatkan pada tabung reaksi lalu ditambahkan air 5-10 ml,
kemudian dipanaskan diatas penangas air selama 30 menit, lalu disaring. Filtrat
dibiarkan sampai dingin, lalu dikocok kuat-kuat selama 10 detik dengan arah
vertikal. Apabila muncul busa setinggi ± 1 cm yang bertahan selama 10 menit dan
busa tersebut masih bertahan (tidak hilang) setelah ditambahkan beberapa tetes
asam klorida maka menandakan positif saponin.
4.3.4. Uji fenol
Ke dalam 5 mL larutan ditambahkan beberapa tetes besi (III) klorida.
Terbentuknya warna hijau, biru kehitaman menunjukkan adanya senyawa fenol.
4.3.5. Uji tanin
Simplisia ditempatkan pada tabung reaksi lalu ditambahkan air 5-10 ml,
kemudian dipanaskan diatas penangas air lalu disaring. Kepada filtrat
ditambahkan larutan gelatin 1%. Apabila muncul endapan putih menandakan
positif tanin.
30
4.3.6. Uji kuinon
Simplisia ditempatkan dalam tabung reaksi kemudian ditambahkan air 5-
10 ml, kemudian dipanaskan diatas penangas air lalu disaring. Kepada filtrat
ditambahkan larutan kalium hidroksida 5%. Apabila timbul warna kuning hingga
merah menandakan positif kuinon.
4.3.7. Uji steroid dan triterpenoid
Simplisia ditambahkan eter kemudian digerus dan disaring hingga halus.
Filtrat ditempatkan dalam cawan penguap dan dibiarkan menguap sampai kering,
lalu ditambahkan larutan pereaksi Liebermann Burchard. Apabila timbul warna
merah-ungu menandakan positif triterpenoid, sedangkan apabila timbul warna
hijau-biru menunjukkan positif steroid.
4.4. Ekstraksi
Sampel yang telah dikeringkan dan dihaluskan kemudian direndam dalam
pelarut etanol 95% dan dikocok. Sampel tersebut direndam selama 1x24 jam
menggunakan etanol 95%. Perlakuan ini diulang hingga 3 kali. Setelah 3 kali,
filtrat yang didapat kemudian diuapkan dengan rotary evaporator tekanan rendah
pada suhu 35-400C sehingga didapat ekstrak kental etanol. Kemudian diuapkan
dengan penangas air hingga didapat ekstrak kering.
Rendemen ekstrak kering dihitung dengan rumus:
Rendemen = ୠୣ୰ୟ୲ ୣ୩ୱ୲୰ୟ୩ ୩ୣ୬୲ୟ୪ୠୣ୰ୟ୲ ୱ୧୫୮୪୧ୱ୧ୟ
x 100% (3)
31
4.5. Pembuatan Sediaan Krim
Setostearil alkohol, setil alkohol, dan BHT dicampurkan ke dalam fasa
minyak (VCO), kemudian dipanaskan di atas penangas air hingga suhu 600C.
Kemudian ekstrak daun gambir, natrium lauril sulfat, propilen glikol, metil
paraben, dan propil paraben ditambahkan ke dalam fasa air dipanaskan hingga
suhu 600C di atas penangas air. Dua fasa yang telah dipanaskan kemudian
dicampurkan dalam matkan kemudian diaduk menggunakan ultra turax dengan
kecepatan 9000 rpm sampai terbentuk massa krim yang homogen.
4.6. Evaluasi Sediaan Krim
Evaluasi krim meliputi organoleptis, homogenitas, penentuan viskositas,
pH sediaan, stabilitas krim, penentuan tipe emulsi, dan uji iritasi.
4.6.1. Organoleptis
Pengamatan organoleptis yang dilakukan terhadap krim dengan
mengamati perubahan bentuk, warna, dan bau pada sediaan yang baru dibuat dan
setelah disimpan selama 7, 14, 21, dan 28 hari.
4.6.2. Homogenitas
Evaluasi homogenitas dilakukan dengan cara mengoleskan tipis-tipis
sediaan krim yang dibuat pada kaca objek kemudian diamati homogenitas sediaan.
4.6.3. Penentuan viskositas
Penentuan viskositas sediaan krim dilakukan dengan menggunakan alat
viskometer Brookfield RVT dengan spindle yang sesuai. Spindle dimasukkan
32
dalam sediaan sampai batasnya terendam. Pengukuran dilakukan pada sediaan
yang baru dibuat dan yang telah disimpan selama 7, 14, 21, dan 28 hari.
4.6.4. Pengukuran pH sediaan
Sediaan diukur pHnya menggunakan pH meter Beckham. Ditimbang
seksama sejumlah tertentu krim dimasukkan dalam gelas beker ditambahkan 30ml
akuades sedikit demi sedikit, diaduk sampai larut, diukur pH-nya dengan pH
meter yaitu dengan mencelupkan anoda dan katoda kedalam larutan tersebut
kemudian dilihat pada LCD display sampai tanda “drift” pada layar hilang dan
dicatat hasilnya. Pengukuran dilakukan pada sediaan yang baru dibuat dan yang
telah disimpan selama 7, 14, 21, dan 28 hari.
4.6.5. Stabilitas krim
1) Uji Frezee-Thaw
Sediaan dimasukkan ke dalam vial kemudian dilakukan pada 2 kondisi yang
berbeda yaitu pada 40C selama 24 jam, lalu dipindahkan ke dalam oven
dengan suhu 400C selama 24 jam (1 siklus). Sediaan dikatakan stabil jika
selama 6-8 siklus tidak terdapat tanda-tanda pemisahan.
2) Sentrifugasi
Dilakukan kestabilan sediaan melalui pengamatan pemisahan fase dalam,
terbentuknya krim atau penggumpalan dengan menggunakan sentrifugase
selama 5 jam dengan kecepatan 3000 rpm. Sentrifugasi Becher menyatakan
bahwa sentrifugasi pada 3750 rpm dalam suatu radius sentrifugasi 10 cm
selama 5 jam setara dengan efek gravitasi selama 1 tahun.
33
3) Uji stabilitas pada suhu 400C
Sediaan dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 400C kemudian
dilakukan pengukuran pH dan viskositas sediaan.
4.6.6. Penentuan tipe emulsi
Penentuan tipe emulsi dilakukan dengan uji pengenceran. Dilakukan
dengan mengencerkan emulsi air. Jika emulsi tercampur baik dengan air, tanpa
memperlihatkan ketidakcampuran maka tipe emulsi adalah m/a. Hal ini dapat
dilakukan dengan mikroskop untuk memberikan visualisasi yang lebih baik.
4.6.7. Uji iritasi
Untuk menjamin keamanan penggunaan krim maka dilakukan uji iritasi
kulit pada kelinci galur New Zealand. Uji iritasi kulit dilakukan pada 3 ekor
kelinci Albino galur New Zealand sehat dengan bobot 2 kg. Bagian punggung
kelinci dibersihkan dari bulu dengan menggunakan tondus listrik dan veet cream.
Proses pencukuran dilakukan dengan hati-hati untuk mencegah terjadinya luka
karena kontak dengan alat cukur. Setelah proses pencukuran, kelinci diistirahatkan
selama 24 jam.
Pada masing-masing punggung kelinci, ditetapkan daerah uji dan daerah
kontrol. Pada daerah uji dibuat goresan sepanjang 2 cm dengan lanset steril yang
hanya mencakup epidermis dan tidak mencapai dermis. Pada daerah kontrol dan
daerah yang digores, dioleskan krim sebanyak 0,5 g. Masing-masing daerah yang
telah diberi krim ditutup dengan kasa steril, kertas selofan, kapas steril, dan
diplester dengan plester hypoalergik, kemudian punggung kelinci dibalut perban.
34
Evaluasi terjadinya eritema dan udem dilakukan setelah 24 jam dan 72 jam
pemberian sediaan uji (Wattimena & Siregar, 1986:104-111).
35
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Pengumpulan dan Determinasi Daun Gambir
Pada penelitian ini, daun gambir yang digunakan diperoleh dari BALITRO
kemudian dilakukan determinasi. Determinasi dilakukan untuk mengetahui
kebenaran identitas botani tumbuhan yang digunakan dalam penelitian.
Determinasi dilakukan di Herbarium Bandungense sekolah Ilmu dan Teknologi
Hayati Institut Teknologi Bandung. Hasil dari determinasi menyatakan bahwa
daun gambir adalah jenis Uncaria gambir Roxb. Hasil determinasi dapat dilihat
pada (Lampiran 1).
5.2. Penetapan Kadar Air dan Kadar Abu
Penetapan kadar air ditentukan untuk mengetahui jumlah air yang
terkandung dalam simplisia dan kadar abu ditentukan untuk mengetahui senyawa
anorganik yang terkandung.
Tabel IV.1 Hasil pengujian kadar air dan kadar abu
Nilai kadar air yang melewati batas dapat mempengaruhi pada formulasi karena
banyaknya kadar air dapat menyebabkan pertumbuhan mikroba sehingga sediaan
menjadi tidak tahan lama. Dari tabel di atas dilihat hasil dari penetapan kadar air
pada daun gambir ini yaitu 7,216%. Hasil yang didapat tidak melewati batas nilai
Hasil pengujian (%) Hasil MMI (%)Kadar air 7.216 ≤ 10Kadar abu 5.675 ≤ 10
Daun gambirUji
36
kadar air yang sesuai dengan MMI, maka nilai kadar air pada simplisia daun
gambir yang digunakan masih aman.
Pada kadar abu, kadar abu total yang diperoleh tidak boleh memiliki nilai
yang tinggi. Apabila kadar abu total tinggi, maka sediaan yang dibuat dapat
berbahaya karena kadar abu total menunjukkan jumlah logam-logam alkali dan
logam-logam tanah serta silikat yang terkandung dalam simplisia. Hasil kadar abu
total yang didapat pada pengujian adalah sebesar 5,765%, nilai tersebut masih
dalam standar simplisia yang tercantum pada MMI.
5.3. Penapisan Fitokimia
Penapisan fitokimia pada simplisia daun gambir ini dimaksudkan untuk
mengetahui senyawa-senyawa yang terkandung pada daun gambir dan
memastikan adanya kandungan senyawa yang diindikasi sebagai senyawa yang
berefek sebagai antioksidan.
Dari hasil pengujian senyawa-senyawa yang terkandung dalam daun
gambir ini didapatkan hasil positif pada senyawa alkaloid yang ditandai dengan
terbentuknya warna jingga keruh. Senyawa tanin terkandung juga dalam daun
gambir karena hasil positif dengan adanya endapan putih. Kemudian adanya
sedikit busa di atas permukaan ketika dikocok menunjukkan adanya saponin.
Senyawa fenol ditunjukkan dengan adanya warna biru kehitaman dan adanya
warna merah merupakan tanda dari positif senyawa kuinon. Steroid dan
triterpenoid pun terkandung dalam daun gambir ditunjukkan dengan adanya warna
hijau kebiruan. Dan senyawa yang merupakan senyawa yang memiliki
37
antioksidan yaitu flavonoid memberikan hasil positif terdapat dalam daun gambir
dengan adanya warna jingga. Data dapat dilihat pada (Lampiran 2).
5.4. Ekstraksi
Ekstraksi adalah pemisahan secara kimia atau fisika sejumlah bahan dari
simplisia menggunakan pelarut. Tujuan ekstraksi adalah untuk menarik semua
komponen kimia yang terdapat dalam simplisia. Ekstraksi dilakukan dengan cara
maserasi sebanyak 500 gram simplisia daun gambir dengan menggunakan pelarut
etanol 95%. Dari hasil ekstraksi menghasilkan 70,14 gram ekstrak kental dengan
rendemen 14,028%
Rendemen = ୠୣ୰ୟ୲ ୣ୩ୱ୲୰ୟ୩ ୩ୣ୬୲ୟ୪ୠୣ୰ୟ୲ ୱ୧୫୮୪୧ୱ୧ୟ
x 100%
= ୠୣ୰ୟ୲ ୣ୩ୱ୲୰ୟ୩ ୩ୣ୬୲ୟ୪ହ ୰ୟ୫
x 100%
= 70,14 gram x 100% 500 gram = 14,028 %
5.5. Pembuatan Krim
Setelah didapatkan ekstrak kental kemudian dibuat krim dengan 5 formula
yang divariasikan konsentrasi surfaktannya (natrium lauril sulfat dan setostearil
alkohol) yaitu sebesar 3%, 4%, 5%. 7,5%, dan 10%. Selain itu divariasikan pula
konsentrasi peningkat viskositasnya yaitu setil alkohol. Dalam sediaan semisolida
(setengah padat) setil alkohol sering digunakan sebagai peningkat viskositas yang
sebaiknya dikombinasikan dengan emulsifier hidrofilik (Wade, 1994:1083).
Penggunaan setil alkohol dalam sediaan berfungsi mengontrol laju pengendapan
38
dan meningkatkan viskositas krim. Formulasi krim dapat dilihat pada (Lampiran
3).
Pembuatan dilakukan dengan pertama menimbang semua bahan sesuai
yang dibutuhkan. Kemudian memanaskan fasa minyak (VCO), setostearil alkohol,
setil alkohol, dan BHT serta memanaskan fasa air yaitu natrium lauril sulfat,
propilen glikol, metil paraben, propil paraben, dan ad 100 mL air suling di atas
penangas air sampai suhu mencapai 600C. Tujuan pemanasan sampai dengan suhu
60°C adalah agar zat-zat tambahan bercampur dengan sempurna dan suhu yang
tidak terlalu tinggi ini tidak merusak zat-zat tambahan. Setelah mencapai suhu
600C fasa minyak dan air didiamkan sebentar sampai hangat kemudian pada fasa
air ditambahkan ekstrak daun gambir. Penambahan daun gambir setelah
pemanasan adalah agar senyawa antioksidan dalam ekstrak tidak rusak karena
panas yang tinggi. Setelah itu semua fasa dimasukkan ke dalam matkan kemudian
diaduk dengan ultra turrax, gambar ultra turrax dapat dilihat pada (Lampiran 4)
dengan kecepatan 9000 rpm sampai terbentuk massa krim yang homogen. Gambar
sediaan krim dapat dilihat pada gambar (Lampiran 5).
5.6. Pengamatan Sediaan Krim
Sediaan krim dari ekstrak daun gambir dan yang dihasilkan kemudian
dievaluasi selama 28 hari yaitu pada pertama kali sediaan krim dibuat, hari ke 7,
14, 21, dan 28 diperoleh hasil sebagai berikut:
39
5.6.1. Organoleptis
Setiap formula krim diamati organoleptis yang meliputi bau dan warna
sediaan selama penyimpanan 28 hari. Pada pembuataan sediaan, air yang
digunakan dapat mempengaruhi bau sediaan. Dimana sebaiknya air yang
digunakan harus didestilasi dihilangkan garam-garam, sisa besi, dan tembaga yang
berbahaya karena dapat mempercepat ketengikan. Kandungan ekstrak dan basis
yang digunakan yaitu virgin coconut oil (VCO) juga dapat mempengaruhi bau
sediaan.
Umumnya dapat terjadi kerusakan pada minyak berupa ketengikan, yang
diartikan sebagai kerusakan atau perubahan bau dan rasa dalam minyak.
Kerusakan tersebut dapat disebabkan oleh air, cahaya, panas, oksigen, logam,
asam, basa, dan enzim (Alamsyah, 2005:63). Karena itu penambahan antioksidan
harus dilakukan dalam formula. Antioksidan yang digunakan adalah butil
hidroksitoluen (BHT). Sediaan krim yang dibuat pada semua formula memiliki
bau khas yaitu campuran bau virgin coconut oil (VCO) dengan bau daun gambir.
Sampai dengan penyimpanan hari ke 28 bau khas krim tidak menunjukkan
perubahan. Hal tersebut menunjukkan tidak terjadi ketengikan pada minyak
maupun dari bau ekstrak dan antioksidan yang ditambahkan bekerja tepat dalam
mencegah ketengikan. Warna sediaan krim yang dibuat adalah krem. Dari
pengamatan yang dilakukan, pada hari ke 21 krim mulai mengalami
ketidakstabilan bentuk dan mulai ditumbuhi mikroba pada bagian permukaan
dengan adanya lapisan coklat pada krim 1 dan 3. Pertumbuhan mikroba terjadi
karena faktor penyimpanan yang kurang baik. Selain itu sediaan yang
40
mengandung bahan alam umumnya dapat mudah ditumbuhi mikroba yang tidak
hanya berasal dari ekstrak namun dapat juga disebabkan pengaruh luar seperti
udara, air yang digunakan maupun zat lain yang digunakan dalam pembuatan
krim. Untuk mencegah terjadinya pertumbuhan mikroba maka ditambahkan
pengawet pada formula. Pengawet yang digunakan adalah kombinasi metil
paraben dan propil paraben dengan penambahan propilenglikol. Tumbuhnya
mikroba disebabkan karena menurunnya aktivitas antimikroba metil paraben
dengan propil paraben. Krim juga mulai berubah warna menjadi agak coklat. Hal
ini disebabkan terjadinya ketidakstabilan pada penyimpanan. Tabel hasil
pengamatan tiap minggunya dapat dilihat pada tabel (Lampiran 6).
5.6.2. Homogenitas
Pengamatan homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah sediaan
yang dibuat homogen atau tidak. Pengamatan ini dilakukan dengan mengoleskan
tipis krim pada kaca objek kemudian dilihat dengan mikroskop. Semua formula
menunjukkan homogenitas yang baik. Gambar homogenitas dapat dilihat pada
(Lampiran 7).
5.6.3. Penentuan viskositas
Viskositas adalah suatu pernyataan tahanan dari suatu cairan untuk
mengalir. Makin tinggi viskositas, akan makin besar tahanannya. Nilai viskositas
dipengaruhi oleh zat pengental, surfaktan yang dipilih, proporsi fase terdispersi,
dan ukuran partikel. Ketika proporsi fase terdispersi meningkat, maka viskositas
emulsi akan meningkat (Martin, 1993:1026-1031).
41
Gambar V.1 Hasil pengamatan viskositas krim selama penyimpanan 28 hari
Pengujian viskositas dilakukan dengan menggunakan viskometer Brookfield
RVT, gambar viskometer dapat dilihat pada (Lampiran 8). Hasil pengamatan
yang didapat selama penyimpanan 28 hari menunjukkan perubahan nilai
viskositas yang menurun namun tidak terlalu tajam. Meskipun nilai semakin
menurun namun masih dalam rentang persyaratan viskositas sediaan. Turunnya
nilai viskositas dapat dipengaruhi oleh zat pengental, surfaktan yang dipilih,
proporsi fase terdispersi, dan ukuran partikel. Ketika proporsi fase terdispersi
menurun, maka viskositas emulsi akan menurun.
Viskositas tidak boleh terlalu rendah sehingga menyebar kemana-mana
dipermukaan kulit, atau terlalu kental sehingga membuat kulit lengket dan terlalu
berminyak. Sediaan krim harus bisa menutup permukaan kulit, menutup stractum
corneum mencegah masuknya bahan-bahan asing ke dalam kulit dan mencegah
penguapan air kulit, tetapi tidak sampai mencegah sepenuhnya agar pengeluaran
panas badan tetap terjadi.
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28
Formula 1 Formula 2 Formula 3
Formula 4 Formula 5
42
Sediaan krim formula 1 menunjukkan nilai viskositas yang paling tinggi.
Viskositas formula 1 lebih tinggi disebabkan karena kekentalan yang lebih kental
dari pada formula lainnya. Karena komposisi pengentalnya yang lebih banyak
yang ditambah setil alkohol dengan konsentrasi paling banyak. Dan formula 5
memiliki kekentalan yang lebih rendah karena pada formula 5 tidak ditambahkan
setil alkohol lagi. Dan pada formula 5 menunjukkan perubahan viskositas yang
paling stabil. Data pengamatan viskositas dapat dilihat pada (Lampiran 9).
5.6.4. Pengukuran pH sediaan
Pada pengukuran pH sediaan dilakukan dengan menggunakan pH meter.
Rentang pH sediaan yang sesuai dengan rentang pH fisiologis kulit yaitu antara
4,5-6,5 (Tranggono, 2007:20). pH sediaan perlu diamati untuk memastikan
kestabilan sediaan. Jika terlalu asam akan menyebabkan iritasi pada kulit, dan jika
terlalu basa akan menyebabkan gatal-gatal pada kulit dan kulit menjadi bersisik.
Karena itu seharusnya pH kosmetik diusahakan sama atau sedekat mungkin
dengan pH fisiologis kulit yaitu antara 4.5-6.5 demikian dapat disebut sediaan
dengan pH-balanced (Tranggono,2007:78).
Gambar V.2 Pengukuran pH selama penyimpanan 28 hari
012345678
0 7 14 21 28
Formula 1 Formula 2 Formula 3 Formula 4 Formula 5
43
Pada pengukuran nilai pH pada sediaan yang baru dibuat dan yang telah
disimpan selama 7, 14, 21, dan 28 hari menunjukkan nilai pH yang kurang stabil
karena terjadi penurunan nilai pH sedikit. Hal ini disebabkan karena faktor
penyimpanan dan udara yang berada disekitar penyimpanan sehingga dapat
menurunkan nilai pH. Namun nilai pH selama 28 hari penyimpanan masih berada
dalam batas nilai pH yang ditentukan. Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa pada
formula 5 memiliki nilai pH yang paling stabil. Tabel pengukuran pH dapat
dilihat pada (Lampiran 10).
5.6.5. Stabilitas krim
a. Uji Frezee-Thaw
Kelima sediaan krim mengalami freeze-thaw sebanyak empat siklus. Pada
awalnya, siklus dimulai dari suhu 4C selama 48 jam maka kelima krim
mengalami pendinginan berupa kristalisasi, kemudian dilanjutkan dengan suhu
40C selama 48 jam. Kelima krim dapat melalui empat siklus tanpa adanya
pemisahan. Hasil pengamatan uji freeze-thaw dapat dilihat pada (Lampiran 11).
Berdasarkan hasil pengamatan, pada suhu 4C kelima krim tidak
mengalami perubahan warna. Namun ketika berada pada suhu 40C krim berubah
warna menjadi agak kecoklatan. Suhu yang agak panas menyebabkan perubahan
warna sediaan, tetapi tidak terjadi pengendapan, pecah, atau terjadinya gumpalan
pada sediaan krim. Proses freeze-thaw dapat berhasil tergantung dari kemampuan
krim untuk segera pulih dari tekanan air kristal. Pada proses freeze, terbentuk
kristal yang memiliki struktur lebih teratur dan rapat sehingga krim tidak dapat
mengalir. Pada proses thaw, kristal akan mencair dan air akan kembali menyebar
44
pada sistem. Jika kecepatan pemulihan dari krim lambat maka dapat terjadi
ketidakstabilan (Joshita, 1998).
b. Sentrifugasi
Uji sentrifugasi merupakan penetapan hokum Stokes dimana peningkatan
gaya gravitasi akan mengakibatkan peningkatan laju pengendapan. Gaya gravitasi
yang ditingkatkan melalui cara sentrifugasi mengakibatkan peningkatan laju
creaming. Pengamatan pemisahan fase dengan metode sentrifugasi dilakukan pada
kecepatan putaran 3000 rpm selama 5 jam. Pada pengamatan ini, kelima formula krim
tidak menunjukkan adanya dua fase yang terpisah (creaming) melainkan tetap
terdispersi sempurna. Kelima formula menunjukkan bahwa sediaan krim stabil.
c. Uji stabilitas pada suhu 400C
Kelima sediaan krim dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 400C.
Kemudian tiap minggunya dilakukan pengujian viskositas dan pH pada sediaan.
Gambar V.3 Viskositas stabilitas suhu 40˚C
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
7 14 21 28
Formula 1
Formula 2
Formula 3
Formula 4
Formula 5
45
Gambar V.4 pH sediaan selama penyimpanan suhu 40˚C
Dari hasil didapatkan nilai viskositas yang sedikit menurun. Peningkatan suhu
dapat berpengaruh terhadap stabilitas sediaan dimana daya tahan emulsi akan
terganggu pada suhu tinggi, yang mengurangi viskositas dan meninggikan gerak
fase terdisper. Proses peningkatan suhu akan meningkatkan pergerakan dan
fleksibilitas molekul sehingga viskositas akan turun. Namun dari kelima formula
penurunan viskositas masih meunjukkan kestabilan sediaan. Nilai viskositas dapat
dilihat pada (Lampiran 9). Kemudian terjadi juga penurunan pH namun tidak
begitu berarti dan masih dalam batas pH yang sesuai dengan persyaratan pH kulit.
pH dapat dilihat pada (Lampiran 10).
5.6.6. Penentuan tipe emulsi
Penentuan tipe emulsi dilakukan dengan uji pengenceran dengan
mengencerkan emulsi air. Dimana emulsi tercampur baik dengan air, tanpa
memperlihatkan ketidakcampuran maka dari itu tipe emulsi adalah m/a. Tipe
emulsi sesuai dengan tipe krim yang dibuat.
0
1
2
3
4
5
6
7
8
7 14 21 28
Formula 1
Formula 2
Formula 3
Formula 4
Formula 5
46
5.6.7. Uji iritasi
Pengujian iritasi kulit dilakukan kepada 3 ekor kelinci albino galur New
Zealand jantan dengan bobot 2 kilogram. Kelima sediaan krim diujikan iritasinya
pada kulit kelinci. Gambar kelinci dapat dilihat pada (Lampiran 13). Pengujian
dilakukan dengan mengamati adanya eritema dan udema pada kulit kelinci yang
diberikan perlakuan.
Eritema adalah kemerahan pada kulit akibat kongesti pembuluh darah
kapiler dan udema adalah cairan yang abnormal di ruang interseluler tubuh
(Dorland, 2002:761). Dari pengamatan yang dilakukan pada waktu 24 jam dan 72
jam, ketiga kelinci tidak menunjukkan terjadinya udema dari masing-masing
formula. Eritema terjadi pada saat pengamatan waktu 24 jam dan pada
pengamatan waktu 72 jam eritema tidak tampak lagi yang menandakan kulit
sudah kembali pulih, gambar iritasi dapat dilihat pada (Lampiran 14). Kemudian
dihitung nilai Indeks Iritasi Primer Kutan (IIPK) dari hasil pengamatan eritema
dan udema pada masing-masing formula berdasarkan nilai eritema dan udema
seperti yang terdapat pada (Lampiran 15). Berdasarkan nilai yang didapat dari
perhitungan IIPK formula 1 dan 3 memiliki nilai IIPK yang paling kecil yaitu
0,111. Kemudian nilai IIPK pada formula 2 dan formula 5 sebesar 0,138, dan nilai
IIPK terbesar adalah pada formula 4 yaitu 0,167, perhitungan nilai IIPK dapat
dilihat pada (Lampiran 16). Namun berdasarkan klasifikasi IIPK keseluruhan
nilai pada masing-masing formula berarti hampir tidak mengiritasi kulit seperti
tercampum pada (Lampiran 12).
47
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan dari pengujian pada kelima formula dari ekstrak daun gambir
dengan basis VCO , formula 5 yang mengandung 1% natrium lauril sulfat dan 9%
setostearil alkohol formula dengan bentuk yang paling stabil diantara keempat
formula lainnya. Dari pengamatan iritasi pada kulit kelinci, kelima sediaan krim
menunjukkan nilai hampir tidak mengiritasi kulit dengan formula 1 dan 3 yang
memiliki IIPK terkecil 0,111.
6.2. Saran
Disarankan pada pembuatan sediaan krim ekstrak daun gambir untuk
melakukan uji kandungan senyawa antioksidan untuk memastikan adanya
kandungan senyawa antioksidan pada sediaan. Kemudian disarankan melakukan
pengujian iritasi pada mata hewan percobaan untuk mengetahui ada tidaknya
iritasi pada mata. Dan pada perlakuan untuk uji iritasi kulit harus dipastikan tidak
ada bulu yang tersisa pada saat pencukuran karena untuk diumpamakan dengan
kulit wajah yang tidak memiliki bulu yang banyak.
48
DAFTAR PUSTAKA
Agero, AL and Verallo-Rowell VM. (2004). “A randomized double-blind controlled trial comparing extra virgin coconut oil as a moisturizer for mild to moderate xerosis”, Dermatitis.
Agromedia, (2008). Buku Pintar Tanaman Obat: 431 Jenis Tanaman Penggempur Aneka Penyakit. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Agung, 2010, Anatomi Tubuh Manusia Secara Umum. (http://athoenk46.wordpress.com/2010/02/26/anatomi-tubuh-manusia/) diunduh pada tanggal 28 april 2011.
Aiache, J.M., 1993, Farmasetika 2 Biofarmasi, Ed ke-2, Terjemahan Widji Soeratri, Airlangga University Press, Surabaya.
Akagawa, M. and K. Suyama. (2001). Amine xidase lie activity of flavonoid, Europe Journal Biochemryist.
Alamsyah, A. N. (2005). Virgin Coconut Oil Minyak Penakluk Aneka Penyakit, Agro Media Pustaka, Bogor.
Ansel, C.H. (1989). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, diterjemahkan oleh Farida Ibrahim, Asmanizar, Iis Aisyah, Edisi IV, UI Press, Jakarta.
Basuki, K. S. (2001). Pedoman Untuk Merawat dan Merias Wajah ala Salon Kecantikan : Tampil Cantik dengan Perawatan Sendiri, Gramedia, Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. (1979). Farmakope Indonesia, ed.3, Direktorat Jendral P.OM., Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. (1986). Sediaan Galenik, Direktorat Jendral P.OM., Jakarta.
Djuanda, S dan S. A. Sularsito (2002). Dermatitis, Dalam: Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Ed. 3, Djuanda, dkk. eds. FK UI, Jakarta.
Dorland. W. A. Newman. (2002). Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 29. EGC, Jakarta.
Dwikarya, Maria. (2003). Cara Tuntas Membasmi Jerawat, Kawan Pustaka, Depok.
Harry, R.G. (1973). Harry’s Cosmeticology, Leonard Hill Books An intertext Publ., London.
Irianto, Kus. (2004). Struktur dan Fungsi Tubuh Manusia, Yrama Widya, Bandung.
Joshita. (1998). Stability Testing of Cosmetics Product. Personal Care Ingredients Asia Conference Paper, Step Exhibitions Limited, Tumbridge Wells. p.
Keplinger, Klaus, Gerhard Laus, Martin Wurm, Manfred P. Dierich, Herwig Teppner. [1999]. Uncaria Gambir Roxb. – Ethonomedicinal use and new pharmacological, toxicological and botanical results, Journal of Ethnopharmacology, 64 : 24
Lachman, L., Lieberman, H.A., dan J.L. Kanig. (1994) Teori dan Praktek Farmasi Industri, Edisi ketiga, Penerbit UI, Jakarta.
49
Lachman, L., Lieberman, H.A., dan J.L. Kanig. (1994). Teori dan Praktek Farmasi Industri, Jilid 2, Edisi ketiga, Penerbit UI, Jakarta.
Lemmens, R.H.M.J., Soetjipto, N.W. (1999). Sumber Daya Nabati Asia Tenggara 3: Tumbuh-Tumbuhan Penghasil Pewarna dan Tannin, Prosea Indonesia, Bogor.
Lucida, Henny, Salman, M. Sukma Hervian. (2008). UJI DAYA PENINGKAT PENETRASI VIRGIN COCONUT OIL (VCO) DALAM BASIS KRIM, Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi, Vol. 13.
Luriana, Metta, 2010, Formulasi Sediaan Krim Wajah Mengandung Ekstrak Daun Gambir (Uncaria gambir Roxb) [Skripsi], Program Studi Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Islam Bandung, Bandung.
Martin, A. (1993). Farmasi Fisika : Dasar-dasar Farmasi Fisik Dalam Ilmu Farmasetik, Terjemahan Yoshita, Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Pangkahila, Wimpie. (2007). Anti-Aging Medicine : Memperlambat Penuaan, Meningkatkan Kualitas Hidup, Kompas, Jakarta, 24.
Priamdiati, R. (2002). Aromaterapi, PT. Gramedia Pustaka Umum, Jakarta. Prima. (2009). Cream. (http://www.x3-prima.com/2009/05/cream.html) diunduh
pada tanggal 25 april 2011. Rauf, Rusdin, Umar Santoso, Suparmo. (2010). AKTIVITAS PENANGKAPAN
RADIKAL DPPH EKSTRAK GAMBIR (Uncaria gambir Roxb.), AGRITECH, Vol. 30, No. 1.
Sahirar, Shobikh. (2010). Khasiat Tanaman Obat. (http://shobikhsahirar.blogspot.com/2010/08/khasiat-tanaman-obat.html) diunduh pada tanggal 28 april 2011.
Sloane, Ethel, 2003, Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula, terjemahan James Veldman, EGC, Jakarta.
Soraya, N. (2006). Cantik dengan VCO, Agro Media Pustaka, Jakarta. Sudjadi. (1988). Metode Pemisahan, Edisi I, Kanisius, Yogyakarta. Susanto, A.B. dan R. Masri Sareb Putra. (2010) 60 Management Gems : Applying
Management Wisdom In Life, Gramedia, Jakarta. Syah, A.N.A., (2005). Virgin Coconut Oil Minyak Penakluk Aneka Penyakit,
Agro Media Pustaka, Jakarta. Syamsuni, Haji. (2006). Farmasetika Dasar dan Hitungan Farmasi, EGC,
Jakarta. Tranggono, Iswari Retno. Dr. (2007). Pegangan Ilmu Pengetahuan Kosmetik, PT.
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Vitahealth, Seluk Beluk Food Supplement, Gramedia, Jakarta. Wattimena, J.R. & C.J.P. Siregar (Eds.). (1986) Beberapa Aspek Pokok Pengujian
Mutu Perbekalan Farmasi, PPOM, Depkes RI. Wade, A. and P. J. Weller (Eds). (1994). Handbook of Pharmacetical Excipient,
2nd ed., The Pharmaceutical Press, London. Winarsi, Hery. (2007). Antioksidan Alami & Radikal Bebas, Kanisius,
Yogyakarta.
LAMPIRAN
50
Lampiran 1 SURAT DETERMINASI
51
Lampiran 2 PENAPISAN FITOKIMIA
Tabel 1 Hasil penapisan fitokimia
Keterangan: += terdeteksi -= tidak terdeteksi
Golongan senyawa kimia Simplisia daun gambir KeteranganAlkaloid ₊ Pereaksi Dragendorff = jingga keruh
Flavonoid ₊ JinggaFenol ₊ Biru kehitamanTanin ₊ Endapan putih
Kuinon ₊ MerahSaponin ₊ Timbul busa
Steroid dan triterpenoid ₊ Hijau kebiruan
52
Lampiran 3 FORMULASI
Tabel 1 Formulasi sediaan krim
Keterangan: -= tidak diberikan bahan tersebut
F1 F2 F3 F4 F5VCO 20 20 20 20 20Natrium lauril sulfat 0,3 0,4 0,5 0,75 1Setostearil alkohol 2,7 3,6 4,5 6,75 9Setil alkohol 6,3 5,4 4,5 2,25 −Propilen glikol 10 10 10 10 10Metil paraben 0,18 0,18 0,18 0,18 0,18Propil paraben 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02BHT 0,053 0,053 0,053 0,053 0,053Ekstrak daun gambir 1 1 1 1 1Air suling ad 100 100 100 100 100
FormulasiBahan
53
Lampiran 4 ULTRA TURRAX
Gambar 1 Ultra turrax (IKA T25 Digital)
54
Lampiran 5 SEDIAAN KRIM
Gambar 1 Sediaan Krim dari Ekstrak Daun Gambir (Uncaria gambir Roxb.) dan basis VCO
55
Lampiran 6 ORGANOLEPTIS
Tabel 1 Hasil pengamatan organoleptis krim selama 28 hari
Waktu (hari)
Pengamatan Organoleptis
F1 F2 F3 F4 F5
B W M B W M B W M B W M B W M
0 - Krem -- - Krem -- - Krem -- - Krem -- - Krem --
7 - Krem -- - Krem -- - Krem -- - Krem -- - Krem --
14 - Krem -- - Krem -- - Krem -- - Krem -- - Krem --
21 - Coklat muda
+ - Coklat muda
-- - Krem + - Krem -- - Krem --
28 - Coklat muda
+ - Coklat muda
-- - Coklat muda
+ - Krem -- - Krem --
Keterangan: B = bau W = warna M = pertumbuhan mikroba - = tidak terjadi perubahan bau -- = tidak terjadi pertumbuhan mikroba + = terjadi pertumbuhan mikroba
56
Lampiran 7 MIKROSKOPIK HOMOGENITAS
Gambar 1 Formula 1 Gambar 2 Formula 2
Gambar 3 Formula 3 Gambar 4 Formula 4
Gambar 5 Formula 5
57
Lampiran 8 VISKOMETER
Gambar 1 Viscometer Brookfield RV
58
Lampiran 9 VISKOSITAS
Tabel 1 Hasil pengamatan viskositas krim selama 28 hari
Tabel 2 Hasil pengamatan viskositas krim pada suhu 40˚C
1 2 3 4 50 3982 3946 3902 3560 34447 3840 3720 3720 3516 3320
14 3460 3612 3612 3156 310821 3328 3312 3232 2792 304428 3116 3020 3044 2620 2776
Waktu (hari)Viskositas masing-masing formula
Formula
1 2 3 4 57 3944 3864 3792 3548 3444
14 3936 3840 3600 3512 342421 3824 3640 3792 3428 341628 3540 3400 3488 2968 3292
Waktu (hari)Viskositas masing-masing formula
Formula
59
Lampiran 10 pH SEDIAAN
Tabel 1 Hasil pengamatan pH sediaan krim selama 28 hari
Tabel 2 Hasil pengamatan pH sediaan pada suhu 40˚C
1 2 3 4 50 6,25 6,20 6,24 6,25 6,247 6,19 6,05 6,05 6,17 6,15
14 6,05 6,02 5,98 6,03 6,0521 5,93 5,92 5,86 5,92 5,9428 5,60 5,61 5,53 5,62 5,90
Waktu (hari)pH sediaan
Formula
1 2 3 4 57 6,20 6,15 6,16 6,19 6,20
14 6,05 6,04 6,04 6,02 6,0421 5,93 5,93 5,88 5,92 5,9128 5,62 5,69 5,53 5,67 5,86
Waktu (hari)pH sediaan
Formula
60
Lampiran 11 FREZEE-THAW
Tabel 1 Hasil pengamatan freeze-thaw
Formula Pengamatan frezee-thaw1 stabil tidak ada perubahan2 stabil tidak ada perubahan3 stabil tidak ada perubahan4 stabil tidak ada perubahan5 stabil tidak ada perubahan
61
Lampiran 12 PARAMETER UJI IRITASI
Tabel 1 Nilai Keadaan Kulit
Tabel 2 Klasifikasi Indeks Iritasi Primer Kutan
Nilai IIPK Jenis iritasi0 Tidak mengiritasi
0,04-0,99 Hampir tidak mengiritasi1,00-1,99 Mengiritasi sangat ringan2,00-2,99 Mengiritasi ringan3,00-5,99 Mengiritasi sedang6,00-8,00 Mengiritasi sedang
Jenis Nilai Jenis NilaiTidak ada eritema 0 Tidak ada udema 0Sedikit eritema (hampir tidak 1 Udema sangat ringan 1 nampak)) Udema ringan (tepi dan 2Eritema tampak jelas 2 pembesaran tampak jelas) Eritema sedang-kuat 3 Udema sedang (ketebalan ± 1 mm) 3Eritema parah (merah-ungu dan 4 Udema parah (ketebalan > 1 mm 4ada lecet ringan)) dan melebihi kasa)
Eritema Udema
62
Lampiran 13 HEWAN PERCOBAAN
Gambar 1 Kelinci albino galur New Zealand
63
Lampiran 14 PENGAMATAN KULIT
Tabel 1 Pengamatan kulit kelinci 1
Formula
Kelinci
Keadaan kulit jam ke-
24 72
1
2
3 1
4
5
64
Lampiran 14 (LANJUTAN)
Tabel 2 Pengamatan kulit kelinci 2
Formula
Kelinci
Keadaan kulit jam ke-
24 72
1
2
3 2
4
5
65
Lampiran 14 (LANJUTAN)
Tabel 3 Pengamatan kulit kelinci 3
Formula
Kelinci
Keadaan kulit jam ke-
24 72
1
2
3
3
4
5
66
Lampiran 15 NILAI INDEKS IRITASI PRIMER KUTAN (IIPK)
Tabel 1 Hasil nilai keadaan kulit pada penentuan sifat iritasi sediaan
Formula Kelinci
Skor pengamatan pada T
24 72
U E U E
1
0 1 0 0 2
0 1 0 1
3
1
0 2 0 0 4
0 2 0 0
5 0 2 0 1 1 0 1 0 0 2 0 1 0 0 3
2
0 1 0 0
4
0 2 0 0 5
0 1 0 0
1
0 2 0 0 2
0 2 0 0
3 3 0 1 0 0 4 0 2 0 0 5
0 1 0 0
Jumlah skor 22 2
Keterangan: U = udema E = eritema
67
Lampiran 16 PERHITUNGAN INDEKS IRITASI PRIMER KUTAN (IIPK)
Nilai Indeks Iritasi Primer Kutan (IIPK) diperoleh dari perhitungan sebagai berikut: IIPK = jumlah skor efek 24 jam + 72 jam : jumlah kelinci n Keterangan: n= banyak jumlah pengamatan
1. IIPK F1 = 4 + 0 : 3 12 = 0,111 (hampir tidak mengiritasi)
2. IIPK F2 = 4 + 1 : 3 12 = 0,138 (hampir tidak mengiritasi)
3. IIPK F3 = 4 + 0 : 3 12 = 0,111 (hampir tidak mengiritasi)
4. IIPK F4 = 6 + 0 : 3 12 = 0,167 (hampir tidak mengiritasi)
5. IIPK F5 = 4 + 1 : 3 12 = 0,138 (hampir tidak mengiritasi)