peringatan - elibrary.unisba.ac.idelibrary.unisba.ac.id/files/10-2139_fulltext11.pdf3. plagiarisme...
TRANSCRIPT
PERINGATAN !!! Bismillaahirrahmaanirraahiim
Assalamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh
1. Skripsi digital ini hanya digunakan sebagai bahan referensi
2. Cantumkanlah sumber referensi secara lengkap bila Anda mengutip dari Dokumen ini
3. Plagiarisme dalam bentuk apapun merupakan pelanggaran keras terhadap etika moral penyusunan karya ilmiah
4. Patuhilah etika penulisan karya ilmiah
Selamat membaca !!!
Wassalamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh
UPT PERPUSTAKAAN UNISBA
HUBUNGAN KOMUNIKASI ANTARPRIBADI ATASAN-BAWAHAN
DENGAN KINERJA KARYAWAN
Studi Korelasional Komunikasi Antarpribadi Atasan-Bawahan Dengan Kinerja Karyawan Geulis Boutique Hotel & Café
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Dalam Meraih Gelar Sarjana S1 Ilmu
Komunikasi Universitas Islam Bandung
Oleh Eka Fitri Qurniawati
10080006242 Public Relations
FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
2010
Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan,
Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan.
Maka apabila engkau telah selesai (dari sesuatu urusan), tetaplah bekerja
keras (untuk urusan yang lain),
Dan hanya kepada Tuhanmulah engkau berharap.
(Al-Insyirah 5-8)
Ku persembahkan karya sederhana ini untuk Ibu & Ayahanda tersayang, serta adik-adik ku
tercinta.
ABSTRAK
Eka Fitri Qurniawati 10080006242, dengan dosen pembimbing Dr. Dadan Mulyana , Drs., M.Si. Judul skripsi “Hubungan Komunikasi Antarpribadi Atasan-Bawahan Dengan Kinerja Karyawan Geulis Boutique Hotel & Café”. Latar belakang masalahnya adalah ketidaktegasan atasan dalam memberikan perintah kerja kepada karyawan, dan menggunakan pihak ketiga atau media dalam memberikan perintah terhadap karyawannya. Teori yang dipergunakan adalah teori atraksi antarpribadi. Teori atraksi antarpribadi dikemukakan oleh Albert Mehrabian.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan keterbukaan, empati, dukungan, perasaan positif, dan kesetaraan antara atasan terhadap bawahan dengan kinerja karyawan Geulis Boutique Hotel & Café. Populasi dari objek yang diteliti berjumlah 53 orang, dengan jumlah sampel 35 orang. Teknik penarikan sampel menggunakan sampling random yang merupakan bentuk sampling probabilitas yang sifatnya sederhana, tiap sampel yang berukuran sama memiliki suatu probabilitas (peluang) atau sama untuk memilih dari populasi (sebagian populasi).
Metode penelitian yang digunakan adalah metode korelasional. Teknik pengumpulan data terdiri dari penyebaran kuesioner atau angket, observasi, wawancara serta studi kepustakaan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara komunikasi antarpribadi yang terdiri dari keterbukaan, empati, sikap mendukung, sikap positif serta kesetaraan dengan kinerja karyawan Geulis Boutique Hotel & Café. Hubungan tersebut termasuk ke dalam kategori yang cukup berarti. Penulis memberikan saran untuk rutin membuat kesimpulan dari hasil breafing yang selalu dilakukan tiap minggunya dan kesimpulan tersebut disebarkan ke setiap department agar seluruh pegawai mengetahui kebijakan-kebijakan perusahaan dari hasil dari breafing tersebut.
ABSTRACT Eka Fitri Qurniawati 10080006242, with supervisor Dr. Dadan Mulyana , Drs., M.Si. Title skripsi “Correlational Interpersonal Communications Superior-Suboerdinate with Productivity Geulis Boutique Hotel & Café’s employee”. Its problem Background is unfirmness superior in giving jobor acivity command to employees, and use third party or media in giving command to its employees. Theory that utilized is attraction theory interpersonal. Attraction Theory interpersonal is said by Albert Mehrabian. Intention of research this is the to know openness relation/link, empathy, support, positive feeling, and equivalence between superior to subordinate and employees performance Geulis Boutique Hotel & Café. Population from object that diteliti amount to 53 people, with amount sampel 35 people. Withdrawal Technique sampel uses random sampling that is form of probability sampling that in character simple, every same and fairish sampel haves a probability (opportunity) or same to select from population (some of populations).
Research Method that used is method correlational. Data collecting Technique consist of spreading cuesioner or questionnaire, observation, interview and bibliography study. This research Result indicates that existed correlations between interpersonal communication that consist of openness, empathy, attitude supports, positive attitude and equivalence with employees performance Geulis Boutique Hotel & Café. Correlations is referred come into category that enough mean. Writer gave suggestion was for routine made conclusion was from result breafing that always conducted every week its and conclusion is referred disseminated to every department in order to all employees know company policies from the result of breafing referred.
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmaanirrahiim Assalamualaikum Wr. Wb
Alhamdulillahi Rabbil Aalamin, segala puji dan syukur penulis ucapkan
kehadirat Allah SWT sang penguasa alam semesta. Shalawat serta salam semoga
tercurah kepada Nabi terakhir Muhammad SAW dan keluarganya beserta
pengikutnya yang setia.
Berkat rahmat dan karunia-Nya pula sehingga penulis mampu dalam
menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Hubungan Komunikasi
Antarpribadi Atasan-Bawahan dengan Kinerja Karyawan . Tujuan dari
penulisan skripsi ini adalah untuk melengkapi salah satu syarat dalam meraih gelar
Sarjana S1 Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Islam Bandung.
Penulisan skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan orang-orang yang berada di
sekeliling penulis, sehingga hidup ini tidak terlepas dari perjalanan rasa terima kasih
kepada pihak-pihak tertentu yang sudah meluangkan waktunya untuk membantu
penyelesaian penelitian ini. Maka dari itu penulis ingin mengucapkan rasa terima
kasihnya kepada:
1. Kedua orang tua penulis, Pauzun, S.Kom., M.Sc & Nurhayati yang tak henti-
hentinya mendoakan penulis, sehingga dengan doa dan semangat dari mamah
dan papah penulis bisa menyelesaikan semuanya ini dengan baik.
2. DR. O. Hasbiansyah Drs., M.Si., selaku dekan Fakultas Ilmu Komunikasi
Universitas Islam Bandung yang telah memberikan kesempatan serta
kemudahan kepada penulis untuk menyelesaikan studi.
3. Maman Suherman, Drs., M.Si selaku ketua bidang kajian Public Relations atas
saran ataupun masukkannya sehingga sangat membantu penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
4. Dr. Dadan Mulyana, Drs., M.Si, selaku pembimbing yang telah memberikan
bimbingan, arahan, dan masukan yang sangat berharga bagi penulis, sehingga
penulis mampu menyelesaikan skripsi ini.
5. Muhammad E Fuady, S.Sos, tempat penulis mengeluh serta mengadu segala
kesulitan yang penulis alami.
6. Maya Amalia Oesman P. S.pd selaku dosen wali selama menjadi mahasiswa
Ilmu Komunikasi Universitas Islam Bandung yang telah banyak membantu
dan mengarahkan penulis selama menempuh perkuliahan.
7. Seluruh dosen Ilmu Komunikasi Universitas Islam Bandung khususnya
bidang kajian yang telah banyak memberikan bekal ilmu serta pengetahuan
yang sangat bermanfaat pada penulis selama menempuh pendidikan di Ilmu
Komunikasi Universitas Islam Bandung.
8. Seluruh civitas academika Ilmu Komunikasi Universitas Islam Bandung yang
telah banyak membantu dalam berbagai proses akademik sehingga penulis
menyelesaikan skripsi ini.
9. Andi Budiman, Manajer Operasional Geulis Boutique Hotel & Café yang
telah mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian di instansi yang di
pimpinnya.
10. Ari Irmawati S.Sos, Executive Secretary Geulis Boutique Hotel & Café yang
membantu penulis dalam proses penyelesaian skripsi.
11. Seluruh karyawan Geulis Boutique Hotel & Café, atas bantuannya telah
mengisi kuesioner penulis.
12. Adik-adik ku, fiqri & nanda, serta tante dan oom, terima kasih untuk doa serta
dukungannya.
13. Terima kasih juga untuk keluarga besar H. Ahmad Zuhdi dan H. Abdullah
berkat doa dan semangat yang telah diberikan kepada penulis.
14. Raden Andika Dwicahya Djajaredja, atas dukungannya, pengertiannya serta
kasih sayangnya selama penulis menyelesaikan skripsi ini.
15. Teman-teman seperjuangan, incred, ela elo, rani, dway, icha, nopi, furi,
cacadissa, ai, donna, ceuceu, dan FIKOM UNISBA 06.
16. Mba wiwik, walaupun belum pernah ketemu, semangat & dukungannya
sangat membantu.
17. Panji & Arief, my best friend,,, thank you for your doa and support nya,,,,
18. Untuk Intan & Dimar, Rizka & Rian, Wina & Ucok dan juga Indah & Mecca,
thank you guys.
19. Untuk kostan 17B , tempat ku berbagi rasa, Wien, Ririn, De Ifha, Debol, Rafi,
Vera, dan juga Tari.
20. Serta semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak
langsung dalam penyusunan penelitian ini hingga selesai.
Penulis menyadari, walaupun telah berusaha semaksimal mungkin penyusunan
skripsi ini masih jauh dari nilai kesempurnaan, mengingat terbatasnya pengetahuan
dan kemampuan yang penulis miliki. Oleh karena itu penulis bersedia menerima
semua bentuk kritik dan saran yang bersifat membangun untuk membantu
kesempurnaan di kemudian hari. Akhirnya teriring do’a kepada Allah SWT semoga
skripsi ini memberi manfaat dan berkah. Amin.
Wabillahi taufiq Wal Hidayah Wassalamu’alaikum, Wr. Wb
Bandung 2010
Penulis
DAFTAR ISI
ABSTRAK i
ABSTRACT ii
KATA PENGANTAR iii
DAFTAR ISI vii
DAFTAR TABEL x
DAFTAR BAGAN xv
DAFTAR GAMBAR xvi
DAFTAR LAMPIRAN xvii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 6
1.3 Identifikasi Masalah 6
1.4 Tujuan Penelitian 7
1.5 Kegunaan Penelitian 8
1.5.1 Kegunaan Teoritis 8
1.5.2 Kegunaan Praktis 8
1.6 Pembatasan Masalah 8
1.7 Kerangka Pemikiran 9
1.7.1 Kerangka Teoritis 9
1.7.2 Kerangka Konseptual 10
1.7.3 Kerangka Operasional 14
1.8 Metode dan Teknik Pengumpulan Data 18
1.8.1 Metode Penelitian 18
1.8.2 Teknik Pengumpulan Data 18
1.9 Hipotesisi 19
1.10 Populasi dan Sampel 21
1.10.1 Populasi 21
1.10.2 Sampel 22
1.11 Analisis Data 23
1.12 Validitas dan Reliabilitas Penelitian 25
1.12.1 Validitas 25
1.12.2 Reliabilitas 25
1.13 Waktu dan Tempat Penelitian 26
1.14 Organisasi Karangan 26
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 28
2.1 Tinjauan tentang Komunikasi 28
2.2 Komunikasi Antarpribadi 30
2.2.1 Peranan Hubungan dengan KAP 34
2.2.2 Konsep KAP DeVito 37
2.3 Komunikasi Organisasi 39
2.4 Tinjauan tentang Kinerja 42
2.5.1 Motivasi 44
2.5.2 Ability 47
BAB III METODELOGI & OBJEK PENELITIAN 50
3.1 Metodelogi Penelitian 50
3.1.1 Metode Penelitian 50
3.1.2 Populasi & Sampel 50
3.1.3 Jenis Data & Teknik Pengumpulan 51
3.1.3.1 Jenis Data 51
3.1.3.2 Teknik Pengumpulan Data 53
3.1.4 Teknik Analisi Data 54
3.2 Gambaran Umum Geulis Boutique Hotel & Café 56
3.2.1 Sejarah Geulis Boutique Hotel & Café 56
3.2.2 Visi, Misi, dan Prinsip Dasar 59
3.3 Struktur Organisasi 60
3.4 Job Description 62
3.5 Sarana dan Prasarana 67
BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS DATA 69
4.1 Analisis Deskriptif 70
4.1.1 Data Responden 70
4.1.2 Data Penelitian 77
4.1.2.1 Komunikasi Antarpribadi 77
4.1.2.1.1 Keterbukaan 77
4.1.2.1.2 Empati 86
4.1.2.1.3 Sikap Mendukung 97
4.1.2.1.4 Sikap Positif 109
4.1.2.1.5 Kesetaraan 117
4.1.2.2 Kinerja 121
4.2 Analisis Inferensial 138
4.3.1 Komunikasi Antarpribadi dengan Kinerja 138
4.3.2 Keterbukaan dengan Kinerja 142
4.2.3 Empati dengan Kinerja 144
4.2.4 Sikap Mendukung dengan Kinerja 145
4.2.5 Sikap Positif dengan Kinerja 147
4.2.6 Kesetaraan dengan Kinerja 149
BAB V PENUTUP 152
5.1 Kesimpulan 152
5.2 Saran 154
DAFTAR PUSTAKA 157
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Jenis Kelamin Responden 70
Tabel 4.2 Usia responden 72
Tabel 4.3 Pendidikan Terakhir Responden 74
Tabel 4.4 Bagian Pekerjaan responden 75
Tabel 4.5 Lama Bekerja Responden 75
Tabel 4.6 Atasan memberikan perintah secara jelas kepada
responden. 77
Tabel 4.7 Atasan memberikan informasi seputar pekerjaan secara
jelas kepada responden. 79
Tabel 4.8 Bila terjadi perbedaan pendapat antara responden
dengan atasan, maka atasan langsung
mengutarakan ketidaksependapatan itu. 80
Tabel 4.9 Bila terjadi perbedaan pendapat antara responden dan
atasan, maka atasan langsung mengutarakan
ketidaksependapatan itu. 81
Tabel 4.10 Responden menilai Atasan berani bertanggung jawab
atas perintah yang disampaikannya. 82
Tabel 4.11 Responden selalu bertanggungjawab atas pekerjaan yang
diberikan oleh Atasan. 83
Tabel 4.12 Keterbukaan 85
Tabel 4.13 Responden dapat mendengarkan penjelasan pekerjaan
yang akan responden lakukan dari Atasan dengan
seksama. 87
Tabel 4.14 Responden dapat menerima penjelasan pekerjaan yang
akan responden lakukan dari Atasan dengan seksama. 88
Tabel 4.15 Atasan mau mendengarkan penjelasan atas pekerjaan
yang telah responden lakukan dengan seksama. 89
Tabel 4.16 Atasan mau menerima penjelasan atas pekerjaan yang
telah responden lakukan dengan seksama. 90
Tabel 4.17 Ketika Atasan sedang menceritakan masalahnya,
maka responden akan merasakan untuk mencoba berada
dalam posisi itu. 91
Tabel 4.18 Atasan mau membantu responden dalam menyelesaikan
masalah yang responden hadapi. 92
Tabel 4.19 Responden mau membantu Atasan dalam menyelesaikan
masalah yang sedang dihadapinya 93
Tabel 4.20 Atasan tidak memotong pembicaraan pada saat responden
sedang mengutarakan pendapat dan pandangan responden 94
Tabel 4.21 Empati 95
Tabel 4.22 Atasan dalam memberikan perintah selalu tegas
kepada responden. 97
Tabel 4.23 Atasan memberikan penilaian sesuai dengan kenyataan
atau hasil pekerjaan responden. 98
Tabel 4.24 Ketika responden berbicara dengan Atasan,
responden menjelaskan secara rinci mengenai apa
yang telah terjadi. 99
Tabel 4.25 Ketika Atasan berbicara kepada responden, atasan
Menjelaskan secara rinci mengenai apa yang sedang
terjadi. 100
Tabel 4.26 Responden berusaha merespons pembicaraan Atasan
Secara tulus tanpa rekayasa. 101
Tabel 4.27 Responden merasa Atasan memberikan respons kepada
Responden secara tulus tanpa adanya rekayasa. 102
Tabel 4.28 Responden berusaha langsung membantu Atasan dalam
menyelesaikan masalah. 103
Tabel 4.29 Atasan memberikan pujian atas prestasi kerja yang
telah responden lakukan. 104
Tabel 4.30 Atasan selalu memberikan nasehat yang membuat
responden bersemangat untuk giat bekerja. 105
Tabel 4.31 Atasan tidak ragu untuk menawarkan bantuannya
kepada responden. 106
Tabel 4.32 Sikap Mendukung 107
Tabel 4.33 Responden merasa Atasan memberikan teguran secara
halus, apabila responden melakukan kesalahan. 109
Tabel 4.34 Atasan tidak memberikan perhatian atas hasil
pekerjaan responden. 110
Tabel 4.35 Atasan mau menyatakan penyesalannya apabila
melakukan kesalahan. 111
Tabel 4.36 Atasan menggunakan fisik (seperti mendorong) pada
menegur responden. 112
Tabel 4.37 Atasan mengungkit-ungkit kembali kesalahan responden
dimasa lalu diforum diskusi. 113
Tabel 4.38 Responden menaruh dendam atas teguran yang responden
dapat dari Atasan. 114
Tabel 4.39 Sikap Positif 115
Tabel 4.40 Atasan tidak mempersalahkan atas kekurangan yang
ada pada diri responden. 117
Tabel 4.41 Atasan bersedia untuk makan siang bersama responden. 118
Tabel 4.42 Perbedaan kedudukan atau jabatan tidak menjadi masalah
bagi responden dan Atasan dalam pergaulan sehari-hari. 119
Tabel 4.43 Kesetaraan 120
Tabel 4.44 Penyelesaian pekerjaan harus sesuai dengan petunjuk
Atasan. 121
Tabel 4.45 Responden harus menyukai jenis pekerjaan yang dilakukan
selama ini. 122
Tabel 4.46 Responden harus bertanggungjawab menyelesaikan
pekerjaan tepat waktu. 123
Tabel 4.47 Posisi pekerjaan responden pada saat ini sesuai dengan
keahlian yang responden miliki. 125
Tabel 4.48 Kondisi atau suasana yang nyaman mendorong
responden bekerja dengan giat. 127
Tabel 4.49 Kondisi fisik yang prima merupakan faktor
pendorong saya menyelesaikan pekerjaan tepat waktu. 128
Tabel 4.50 Responden selalu hadir tepat waktu sesuai dengan
jam kerja. 129
Tabel 4.51 Responden memiliki kemampuan untuk menggunakan
peralatan kantor dengan baik. 130
Tabel 4.52 Saling membantu sesama karyawan merupakan faktor
penting dalam menghadapi kesulitan pekerjaan. 131
Tabel 4.53 Hubungan baik harus dijalani sesama karyawan dan
juga Atasan. 132
Tabel 4.54 Responden harus bersedia menerima kritikan dari
Atasan maupun sesama karyawan. 133
Tabel 4.55 Responden harus memahami dan menguasai setiap
tahap pekerjaan. 135
Tabel 4.56 Kinerja 136
Tabel 4.57 Hubungan antara komunikasi antarpribadi
dengan kinerja karyawan. 139
Tabel 4.58 Hubungan antara keterbukaan dengan kinerja karyawan. 142
Tabel 4.69 Hubungan antara empati dengan kinerja karyawan. 144
Tabel 4.60 Hubungan antara sikap mendukung dengan kinerja
karyawan. 146
Tabel 4.61 Hubungan antara sikap positif dengan kinerja karyawan. 148
Tabel 4.62 Hubungan antara kesetaraan dengan kinerja karyawan. 150
DAFTAR BAGAN
Bagan 1.1 Gambaran Kinerja Karyawan Hotel Geulis 3
Bagan 1.2 Kerangka Operasional Variabel 17
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Struktur Organisasi Geulis Boutique Hotel & Café 62
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Formulir Pengajuan Judul Skripsi
Lampiran 2 Surat Permohonan Ijin Riset
Lampiran 3 Surat Penerimaan Riset
Lampiran 4 Kuesioner atau Angket
Lampiran 5 Pedoman Wawancara
Lampiran 6 Uji Validitas & Reliabilitas
Lampiran 7 Cooding Book
Lampiran 8 Cooding Sheet
Lampiran 9 Matrix Penelitian
Lampiran 10 Perhitungan Manual Uji Validitas
Lampiran 11 Out SPSS Uji Validitas
Lampiran 12 Perhitungan Manual
Lampiran 13 Output SPSS
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Manusia hidup dan bekerja karena ingin menunjukkan keberadaannya. Dalam
dunia kerja, setiap harinya selalu berhadapan dengan atasan, bawahan, rekan-rekan
dan relasi perusahaan dengan beraneka sikap dan tingkah laku. Orang-orang yang
beraneka ragam tersebut memerlukan komunikasi yang efektif untuk kelangsungan
pekerjaan mereka, baik itu seorang pemimpin pasti memerlukan pegawainnya untuk
melaksanakan pekerjaan sedangkan seorang pegawai juga membutuhkan
pimpinannya untuk memberikannya pekerjaan sesuai dengan jabatannya. Hal ini
tanpa disadari telah terjadi komunikasi antarpribadi yang diterapkan dalam konteks
organisasi.
Geulis Boutique Hotel & Café atau yang lebih dikenal dengan Hotel Geulis
merupakan perwujudan konsep “Boutique Hotel” di Indonesia, sebagai realisasi
sebuah tekad yang kuat dalam upaya meninggikan derajat apresiasi budaya Indonesia,
ditengah nuansa perhotelan yang serba modern. Tekad ini dimiliki oleh perusahaan
pemilik hotel ini, yaitu PT. Kacida Sukses, dengan motto One Step Ahead
membangun sebuah hotel yang memiliki sentuhan arsitektur Eropa bergaya Victorian
dan dari segi pengelolaannya lebih menyerupai resor atau hotel yang sifatnya seperti
rumah tinggal (residential hotel), bukan hotel mewah yang memiliki “atrium” dan
bertingkat tinggi.
Geulis Boutique Hotel & Café terletak di Jalan Ir. Djuanda yang merupakan
tempat strategis dalam pemenuhan kebutuhan pariwisata serta tempat yang paling
terkenal dan kawasan elit di Bandung sehingga mempengaruhi kinerja pegawainya
dalam mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Kinerja kerja seorang
karyawan dipengaruhi oleh kecakapan keterampilan, pengalaman, motivasi, dan
kesungguhan tenaga kerja yang bersangkutan.
Melihat kapasitasnya sebagai salah satu perusahaan yang menyediakan jasa,
maka pelaksanaan employee relations yang baik tentu akan menunjang efektifitas
operasional perusahaan, sehingga dapat terjadi sikap kerjasama dan rasa tanggung
jawab yang tinggi dalam mencapai tujuan yang dicita-citakan yakni menjadikan
peusahaan lebih maju yang berimplementasi pada kemajuan penghidupan karyawan.
Upaya penciptaan employee relations yang baik, maka Geulis Boutique Hotel &
Café membutuhkan komunikasi antarpribadi yang sifatnya dialogis dimana atasan dan
karyawan berkomunikasi secara tatap muka dan menciptakan komunikasi dua arah
sehingga menimbulkan pengertian bersama. Komunikasi antarpribadi yang dilakukan
oleh Hotel Geulis mampu merubah sikap, pendapat, dan prilaku atasan kepada
karyawannya atau staffnya, selain itu juga dengan adanya komunikasi antarpribadi
yang terjadi mampu membentuk suasana yang harmonis serta membentuk team work
yang lebih tangguh.
Berdasarkan hasil observasi pihak manajemen Geulis Boutique Hotel & Café
sering juga melakukan kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk mempererat hubungan
yang terjalin seluruh anggota dalam organisasi. Dengan adanya kegiatan ini publik
internal diharapkan merasa nyaman terhadap lingkungan maupun kondisi kerja
sehingga membuat semangat serta motivasi karyawan dalam meningkatkan
kinerjanya. Di hotel Geulis sendiri terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja
karyawan, antara lain sebagai berikut:
1. Motivasi, baik dari sesama karyawan, maupun Supervisor, ataupun dari Top
Manager.
2. Fasilitas, berupa uang kesehatan ataupun jamsostek.
3. Reward, yang diberikan berupa uang cash.
4. Family Day, merupakan suatu kegiatan rutinitas publik internal yang
dilakukan setiap tahunnya.
Berikut ini terdapat bagan yang menggambarkan kinerja karyawan selama 3
tahun belakangan 2007-2009.
Bagan 1.1
Gambaran Kinerja Karyawan Hotel Geulis
Sumber : HRD Geulis Boutique Hotel & Café
Berdasarkan bagan di atas, kinerja karyawan meningkat secara significant, hal
ini di buktikan dengan meningkatnya pelayanan maupun service dari karyawan hotel
Geulis sendiri terhadap tamu hotel. Selain itu tingkat okupansi atau permintaan
kamar, meningkat rata-rata sebanyak 5% setiap tahunnya, dan untuk tahun 2009
kenaikan tingkat okupansi mencapai 56%. Walaupun pada tahun sebelumnya rata-
rata penurunan tingkat okupansi terjadi rata-rata sebanyak 3%.
Pihak manajemen hotel Geulis menyatakan pada dasarnya pengunjung hotel
tidak pernah melakukan komplain terhadap pelayanan yang diberikan oleh karyawan
hotel, melainkan pengunjung hotel hanya mengeluh terhadap sarana ataupun, fasilitas
yang tidak sesuai dengan harapan mereka, seperti tidak luasnya lahan parkir, selain
0
1
2
3
4
5
6
2007 2008 2009
Sarana
Pelayanan
Tngt Okupansi
itu jumlah kapasitas kamar yang tidak mencapai 100 kamar, dan juga hanya terdapat
signal hanya untuk satu operator seluler saja..
Manajemen Hotel Geulis menerapkan situasi yang baik, kekeluargaan baik
pada saat formal maupun informal. Dalam siatuasi formal, komunikasi antarpribadi
terjalin pada saat jam kerja, disaat karyawan melaksanakan tugasnya. Sedangkan
pada situasi informal komunikasi antarpribadi terjadi di saat jam istirahat, makan
siang, ataupun dengan berbagai kegiatan yang telah dilakukan.
Komunikasi antarpribadi yang efektif terjadi apabila langsung bertatap muka
dan juga terjadinya timbal balik, sehingga terciptanya feedback secara langsung dari
komunikasi dialogis ini. Komunikator juga mengetahui tanggapan dari komunikan
pada saat itu juga, yang akan terlihat apakah berpengaruh positif ataupun negatif.
Komunikasi yang bersifat dialogis tampaknya ada daya upaya untuk menimbulkan
pengertian bersamaan dan juga empati.
Komunikasi antarpribadi yang tercipta dari suasana kekeluargaan juga
memerlukan dukungan dari pihak internal perusahaan. Manajer membutuhkan
dukungan dari karyawannya agar pekerjaan dapat diselesaikan dengan baik, begitu
juga sebaliknya, karyawan membutuhkan atasannya sebagai motivator agar
terciptanya semangat dalam memiliki kinerja kerja.
Akan tetapi, pada kenyataannnya dalam upaya menjalankan hubungan pribadi
yang akrab dan kekeluargaan terdapat kesenjangan. Dari hasil observasi, atasan
melakukan penyampaian informasi kepada karyawannya sering kali mengalami salah
pengertian atau persepsi (miss communications). Hal ini sering terjadinya pada saat
Top Manager memberikan perintah terhadap Supervisor agar karyawannya
melakukan pekerjaan, akan tetapi pesan yang di sampaikan Top Manager melalui
Supervisor berbeda dengan pesan yang disampaikan oleh supervisor kepada stafnya,
sehingga terjadi hal yang tidak di inginkan seperti, karyawan tidak melakukan
pekerjaan yang sesuai dengan harapan Top manager.
Selain itu juga terkadang ketidaktegasan atasan dalam memberikan perintah
sering kali membuat karyawan untuk ragu dalam melakukan tugas tersebut.
Karyawan merasa dirinya sebagai bawahan sehingga merasa malu atau enggan untuk
memberikan saran, kritik, maupun pendapat dan hanya menerima tugas yang
diberikan saja.
Hal inilah yang menjadi tidak efektifnya komunikasi antarpribadi yang terjadi
di Hotel Geulis. Berdasarkan observasi penulis, kesenjangan juga terjadi dalam
situasi formal, dimana atasan memberikan dukungan kepada karyawan-karyawan
yang telah dikenal dengan baik atau yang sudah dekat dengan atasan, prestasi yang
membuat semangat karyawan tersebut sehingga kinerja kerjanya bertambah semakin
meningkat.
Terkadang terdapat juga karyawan yang merasa tidak mendapatkan
keterbukaan serta dukungan dari atasan yang mengakibatkan kinerja mereka tidak
maksimal. Karena ketidakefektifan komunikasi antarpribadi yang terjadi di Hotel
Geulis, oleh karena itu penulis tertarik dengan permasalahan yang di hadapi oleh
instansi tersebut yang menurut penulis merupakan suatu hal yang fatal dalam
mempengaruhi tujuan organisasi.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah di atas penulis mengambil rumusan masalah
sebagai berikut “Adakah Terdapat Hubungan Komunikasi Antarpribadi Atasan-
Bawahan Dengan Kinerja Karyawan Geulis Boutique Hotel & Café”.
1.3 Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian di atas maka masalah-masalah yang akan di teliti oleh
peneliti adalah sebagai berikut:
1. Apakah terdapat hubungan keterbukaan (openness) antara atasan dan
bawahan dengan kinerja karyawan Geulis Boutique Hotel & Café?
2. Apakah terdapat hubungan empati (empathy) antara atasan dan bawahan
dengan kinerja karyawan Geulis Boutique Hotel & Café?
3. Apakah terdapat hubungan dukungan (suportiveness) antara atasan dan
bawahan dengan kinerja karyawan Geulis Boutique Hotel & Café?
4. Apakah terdapat hubungan perasaan positif (positivness) antara atasan
dan bawahan dengan kinerja karyawan Geulis Boutique Hotel & Café?
5. Apakah terdapat hubungan kesamaan (equility) antara atasan dan
bawahan dengan kinerja karyawan Geulis Boutique Hotel & Café?
1.4 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin di capai dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui hubungan keterbukaan (openness) antara atasan dan
bawahan dengan kinerja karyawan Geulis Boutique Hotel & Café.
2. Untuk mengetahui hubungan empati (empathy) antara atasan dan bawahan
dengan kinerja karyawan Geulis Boutique Hotel & Café.
3. Untuk mengetahui hubungan dukungan (suportiveness) antara atasan dan
bawahan dengan kinerja karyawan Geulis Boutique Hotel & Café.
4. Untuk mengetahui hubungan perasaan positif (positivness) antara atasan
dan bawahan dengan kinerja karyawan Geulis Boutique Hotel & Café.
5. Untuk mengetahui hubungan kesamaan (equility) antara atasan dan
bawahan dengan kinerja karyawan Geulis Boutique Hotel & Café.
1.5 Kegunaan Penelitian
1.5.1 Kegunaan Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi
pengembangkan ilmu komunikasi umumnya dan bidang kajian public
relations khususnya, tentang bagaimana komunikasi atasan-bawahan dengan
kinerja karyawan di Geulis Boutique Hotel & Café.
1.5.2 Kegunaan Praktis
Penelitian ini dapat diharapkan dapat menjadi masukan bagi pihak
Geulis Boutique Hotel & Café mengenai bagaimana komunikasi antarpribadi
antara atasan-bawahan dengan kinerja karyawan di Geulis Boutique Hotel &
Café.
1.6 Pembatasan Masalah
Untuk menghindari pembahasan masalah yang menyimpang dari
permasalahan, maka penulis perlu membatasi masalah dalam penelitian ini hanya
pada :
1. Penulis hanya meneliti apakah terdapat hubungan komunikasi
antarpribadi atasan-bawahan dengan kinerja karyawan di Geulis Boutique
Hotel & Café.
2. Ingin mengetahui terdapat atau tidaknya hubungan komunikasi
antarpribadi atasan-bawahan dengan kinerja karyawan Geulis Boutique
Hotel & Café.
3. Objek penelitian berlokasi penelitian di Geulis Boutique Hotel & Café
yang beralamat jalan Ir. H. Juanda 129 Dago, Bandung – Indonesia.
1.7 Kerangka Pemikiran
1.7.1 Kerangka Teoritis
Secara umum komunikasi antarpribadi dapat diartikan sebagai suatu proses
pertukaran makna antara orang-orang yang saling berkomunikasi. Pengertian proses
mengacu pada tindakan (action) yang berlangsung terus menerus. “Komunikasi
antarpribadi merupakan suatu pertukaran yaitu tindakan menyampaikan dan
menerima pesan secara timbal balik. Sedangkan makna yaitu sesuatu yang
dipertukarkan dalam proses kesamaan pemahaman diantara orang-orang yang
berkomunikasi terhadap pesan-pesan yang dipergunakan dalam proses komunikasi”.
(Djuarsa, 1994:49)
Adapun kerangka teori yang sesuai dengan penelitian ini yaitu teori atraksi
antarpribadi. Teori atraksi antarpribadi dikemukakan oleh Albert Mehrabian yang
terdiri dari tiga dimensi, yang berkaitan dengan penelitian ini. Tiga dimensi tersebut
adalah sebagai berikut:
1. Metafor immediacy (faktor kesukaan). Faktor kesukaan ini menunjukkan sikap komunikasi antarpribadi dengan memperlihatkan secara verbal maupun nonverbal.
2. Metafor power (faktor kekuasaan). Merupakan faktor yang terjadi pada komunikasi antarpribadi. Bila seorang karyawan berhadapan dengan atasannya, lalu ia seolah-olah ia adalah seorang penguasa. Dengan tingkahlakunya yang selalu menyuruh, atau membentak, maka ia memiliki kekuasaan atau power. Dengan mata yang membelalak, menunjukkan prilaku verbalnya, tanpa menggunakan bahasa.
3. Metafor responsive (faktor respon). Pada dasarnya faktor-faktor responsive ingin menjelaskan dinamika yang umum atau aktifitas komunikasi secara responsive pula. Tingkah laku responsive terhadap orang lain ditunjukkan dengan sejumlah perubahan dalam ekspresi muka, wajah, kecepatan berbicara maupun volume suara. (Liliweri, 1994 : 188-189) Berdasarkan dimensi diatas penulis ingin menjabarkan faktor kesukaan
melalui komunikasi antarpribadi dengan pandangan humanistic, dengan dimensi
kekuasaan peneliti ingin mengetahui apakah terdapat komunikasi antarpribadi antara
atasan dengan karyawannya. Dimana komunikasi antarpribadi adalah partisipasi
emosional dan intelektual secara imajinatif pada pengalaman orang lain. Sedangkan
pada dimensi responsive peneliti lebih menspesifikasikan metaphor respon, melalui
kinerja yang terjadi pada karyawan.
Komunikasi antarpribadi yang efektif telah lama dikenal sebagai salah satu
dasar untuk berhasilnya suatu organisasi. Karena itu perlu bagi seseorang atasan
untuk mengetahui konsep-konsep dasar dari komunikasi agar dapat membantu dalam
mengelola organisasi dengan efektif.
1.7.2 Kerangka Konseptual
Kualitas keterbukaan mengacu pada sedikitnya tiga aspek dari komunikasi
antarpribadi. Pertama, komunikator yang efektif harus terbuka kepada orang-orang
yang diajaknya untuk berinteraksi. Ini tidaklah berarti bahwa orang harus dengan
segera membukakan semua riwayat hidupnya. Memang ini mungkin menarik, tetapi
biasanya tidak membantu komunikasi. Sebaliknya, harus ada kesediaan untuk
membuka diri, mengungkapkan informasi yang biasanya disembunyikan, asalkan
pengungkapan diri ini patut.
Aspek keterbukaan yang kedua mengacu pada kesediaan komunikator untuk
bereaksi secara jujur terhadap stimulus yang datang. Orang yang diam, tidak kritis,
dan tidak tanggap pada umumnya merupakan para peserta percakapan yang
menjemukan. Kita ingin orang bereaksi secara terbuka terhadap apa yang kita
ucapkan dan kita berhak mengharapkan hal ini. Tidak ada yang lebih buruk daripada
ketidakacuhan bahkan ketidaksependapatan jauh lebih menyenangkan. Kita
memperlihatkan keterbukaan dengan bereaksi secara spontan terhadap orang lain.
Aspek ketiga menyangkut “kepemilikan” perasaan dan pikiran. Terbuka
dalam pengertian ini adalah mengakui bahwa perasaan dan pikiran yang anda
lontarkan adalah memang “milik” anda dan anda bertanggung jawab atasnya. Cara
terbaik untuk menyatakan tanggung jawab ini adalah dengan pesan yang
menggunakan kata SAYA (kata ganti orang pertama tunggal). (Devito, 1997 : 259-
260).
Empati merupakan kemampuan seseorang untuk mengetahui apa yang sedang
dialami orang lain pada suatu saat tertentu, dari sudut pandang orang lain itu melalui
kacamata orang lain itu. Authier dan Gustafson dalam Devito, (1997 : 261)
menyarankan beberapa metode yang berguna untuk mengkomunikasikan empati
secara verbal yaitu, merefleksikan kembali kepada pembicara perasaan dan
intensitasnya, membuat pernyataan tentatif dan bukan mengajukan pertanyaan,
pertanyakan pesan yang berbaur (verbal dan nonverbal) dan melakukan
pengungkapan diri yang berkaitan dengan peristiwa dan perasaan orang lain.
Komunikasi yang terbuka dan empati tidak dapat berlangsung dalam suasana
yang tidak mendukung, kita memperoleh sikap mendukung dengan sikap deskriptif
bukan evaluative, spontan bukan strategik dan provisional bukan sangat yakin.
Mengkomunikasikan sikap positif dalam komunikasi antarpribadi dengan sedikitnya
dua cara yaitu menyatakan sikap positif dan secara positif mendorong orang yang
menjadi teman kita berinteraksi.
Komunikasi antarpribadi akan lebih efektif bila suasananya setara, artinya
harus ada pengakuan secara diam-diam bahwa kedua belah pihak sama-sama bernilai
dan berharga, dan bahwa masing-masing pihak mempunyai sesuatu yang penting
untuk disumbangkan.
Istilah kinerja berasal dari kata Job Performance atau Actual Performance
(prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang). Pengertian
kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang
karyawan yang dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang
diberikan kepadanya.
Kinerja merupakan hubungan erat dengan masalah produktivitas karena
merupakan indikator dalam menentukan bagaimana usaha untuk mencapai tingkat
produktivitas yang tinggi dalam sutau organisasi. Sehubungan dengan hal tersebut,
maka upaya untuk meningkatkan dan menilai kinerja itu menjadi suatu hal yang
penting.
Faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja kerja adalah faktor
kemampuan (abillity) dan faktor motivasi (motivation). Davis yang dikutip oleh
(Mangkunegara, 2005 : 67) merumuskan bahwa kinerja merupakan hasil
penggabungan dari dua faktor yaitu abillity dan motivation.
Secara psikologis, kemampuan (abillity) karyawan terdiri dari kemampuan
potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge and skill). Artinya karyawan yang
memiliki IQ di atas rata-rata dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan
terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari, maka ia akan lebih mudah
mencapai kinerja yang diharapkan. Oleh karena itu karyawan perlu ditempatkan pada
pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya.
Sedangkan motivasi terbentuk dari sikap (attitude) seorang pegawai dalam
menghadapi situasi kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan diri
karyawan yang terarah untuk mencapai tujuan organisasi (tujuan kerja).
Sikap mental merupakan kondisi mental yang mendorong diri karyawam
untuk berusaha mencapai prestasi kerja yang maksimal. Sikap mental seorang
pegawai harus sikap mental yang siap secara psikofisik (siap secara, mental, fisik,
tujuan dan situasi). Artinya seorang harus siap mental, mampu secara fisik,
memahami tujuan utama dan target kerja yang dicapai, mampu memanfaatkan dan
menciptakan siatuasi kerja.
McClelland dalam Mangkunegara, (2005 : 68) berpendapat bahwa “Ada
hubungan yang positif antara motif prestasi dengan pencapaian kinerja. Motif
berprestasi adalah suatu dorongan dalam diri karyawan untuk melakukan suatu
kegiatan atau tugas dengan sebaik-baiknya agar mampu mencapai kinerja dengan
predikat terpuji”. McClelland mengemukakan 6 karakteristik dari pegawai yang
memiliki motif berprestasi tinggi, antara lain yaitu:
1. Memiliki tanggung jawab yang tinggi 2. Berani mengambil resiko 3. Memiliki tujuan yang realitas 4. Memiliki rencana kerja yang menyeluruh dan berjuang untuk
merealisasikan tujuan 5. Memafaatkan umpan balik yang kongkret dalam seluruh kegiatan kerja
yang dilakukannya. 6. Mencari kesempatan untuk merealisasikan rencana yang telah diprogram.
Berdasarkan pendapat diatas, pegawai akan mampu mencapai kinerja
maksimal jika ia memiliki motifasi berprestasi tinggi. Motif berprestasi yang perlu
dimiliki oleh pegawai harus ditumbuhkan dari dalam diri sendiri selain dari
lingkungan kerja. Hal ini karena motif berprestasi yang ditumbuhkan dari dalam diri
sendiri akan membentuk suatu kekuatan diri dan jika situasi lingkungan kerja turut
menunjng maka pencapaian kinerja akan lebih mudah.
1.7.3 Kerangka Operasional
Setelah penentuan variabel-variabelnya maka dapat dilanjutkan dalam bentuk
operasional variabel sebagai berikut:
Variabel X: Komunikasi Antarpribadi
Sub Variabel X1 : Keterbukaan
Alat Ukur : 1. Keinginan untuk terbuka
2. Reaksi secara jujur dan terbuka
3.Rasa bertanggungjawab atas pesan yang
disampaikan.
Sub Variabel X2 : Empati
Alat Ukur : 1. Menahan diri untuk mengevaluasi, menafsirkan,
dan mengkritik.
2. Merasakan perasaan orang lain.
3. Memahami sudut pandang orang lain
Sub Variabel X3 : Dukungan
Alat Ukur : 1. Bersikap deskriptif, bukan evaluative
2. Gaya spontan bukan strategic atau rekayasa
3. Bersikap professional, bukan sangat yakin
Sub Variabel X4 : Sikap Positif
Alat Ukur : 1. Menyatakan sikap Positif
2. Mendorong Rekan kerja untuk berinteraksi
Sub Variabel X5 : Kesetaraan
Alat Ukur : 1. Keseimbangan dalam berbicara (komunikasi
timbal balik)
2. Tidak memandang orang lain lebih rendah
Variable Y: Kinerja
Sub Variabel 1 : Motivasi (motivation)
Indikator 1 : Motivasi Langsung (Direct motivation)
Alat Ukur : 1. Kepuasan karyawan pada pekerjaannya
2. Tanggung jawab karyawan pada pekerjaanya
Indikator 2 : Motivasi Tidak Langsung (Indirect motivation)
Alat Ukur : 1. Kondisi lingkungan kerja
2. Hubungan antarpribadi
Sub Variabel 2 : Kemampuan (abillity)
Indikator : Skill
Alat Ukur : 1. Kemampuan karyawan untuk belajar
2. Kemampuan karyawan dalam berkomunikasi
dengan baik antar sesama maupun kepada atasan
3. Pengalaman kerja karyawan
BAGAN 1.2
KERANGKA OPERASIONAL VARIABEL
“ Komunikasi Antarpribadi Atasan-Bawahan Dengan Kinerja Karyawan Geulis Boutique Hotel & Café”
Teori atraksi antarpribadi dikemukakan oleh Albert Mehrabian
Metafor Immediacy (faktor Kesukaan)
Metafor Power (faktor Kekuasaan)
Metafor Responsive (faktor Respon)
Komunikasi Antarpribadi Atasan-Bawahan
Subvariabel I : Keterbukaan Subvariabel II : Empati Subvariabel III : Sikap mendukung Subvariabel IV : Sikap positif Subvariabel V : Kesetaraan
Kinerja Karyawan)
Sub Variabel 1 : Motivasi (motivation)
Sub Variabel 2 : Kemampuan (abillity)
Sumber: DeVito, (1997 : 259-261) & Mangkunegara, ( 2005: 67-68) Dan dimodifikasi oleh penulis
1.8 Metode dan Teknik Pengumpulan Data
1.8.1 Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
korelasional. Metode korelasional yakni metode yang meneliti hubungan antara
variabel-variabel. Metode korelasional bertujuan meneliti sejauhmana variasi pada
satu faktor berkaitan dengan variasi pada faktor lain. (Rakhmat, 1997 : 27)
Metode korelasional digunakan karena peneliti ingin mengetahui sejauhmana
variabel komunikasi antarpribadi atasan-bawahan dengan kinerja karyawan Geulis
Boutique Hotel & Café.
1.8.2 Teknik Pengumpulan Data
Untuk dapat mengetahui hubungan komunikasi antarpribadi atasan-bawahan
dengan kinerja karyawan Geulis Boutique Hotel & Café, dilakukan dengan cara
menghimpun data yang yang diperlukan. Teknik pengumpulan data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Kuesioner, adalah berupa daftar pertanyaan yang telah disusun secara
tertulis kepada responden yang telah dipilih. Kuesioner tersebut terdiri
dari beberapa pertanyaan, yakni beberapa pertanyaan data responden dan
beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan data penelitian.
2. Observasi, sebuah aktifitas pengamatan dengan menggunakan indera
pengelihatan yang berarti tidak mengajukan pertanyaan-pertanyaan.
Dalam penelitian ini, observasi dilakukan dengan cara mengamati secara
langsung objek pengamatan yang dilakukan oleh peneliti selama Job
Training di Geulis Boutique Hotel & Café..
3. Wawancara, teknik pengumpulan data dengan cara mengadakan tanya
jawab dengan orang yang berwenang dalam memberikan data masalah
yang dibahas peneliti yang berupa keterangan langsung dari narasumber.
Narasumber yang peneliti wawancara adalah Executive Secretary, Ari
Irmawati S.Sos, dan beberapa karyawan yang juga merupakan responden.
4. Kepustakaan, yakni suatu studi untuk memperoleh data yang relevan,
yang bersumber dari buku-buku, serta sumber-sumber lainya yang
berkaitan dengan masalah yang penulis teliti.
1.9 Hipotesis
Dalam masalah yang akan diteliti, terdapat beberapa hipotesis yang mungkin
menjadi gambaran terhadap masalah ini, hipotesisnya sebagai berikut:
Hipotesis Umum
H0: Tidak terdapat hubungan komunikasi antarpribadi atasan-bawahan
dengan kinerja karyawan Geulis Boutique Hotel & Café.
H1: Terdapat hubungan komunikasi antarpribadi atasan-bawahan dengan
kinerja karyawan Geulis Boutique Hotel & Café.
Sub Hipotesis
1. H0 : Tidak terdapat hubungan keterbukaan (openness) antara atasan dan
bawahan dengan kinerja karyawan Geulis Boutique Hotel & Café
H1 : Terdapat hubungan (openness) antara atasan dan bawahan dengan
kinerja karyawan Geulis Boutique Hotel & Café.
2. H0: Tidak terdapat hubungan empati (empathy) antara atasan dan
bawahan dengan kinerja karyawan Geulis Botique Hotel & Café.
H1: Terdapat hubungan empati (empathy) antara atasan dan bawahan
dengan kinerja karyawan Geulis Boutique Hotel & Café.
3. H0: Tidak terdapat hubungan dukungan (suportivenness) antara atasan
dan karyawan dengan kinerja karyawan Geulis Boutique Hotel &
Café.
H1: Terdapat hubungan dukungan (suportivenness) antara atasan dan
karyawan dengan kinerja karyawan Geulis Boutique Hotel & Café.
4. H0: Tidak terdapat hubungan perasaan positif (positivness) antara atasan
dan karyawan dengan kinerja karyawan Geulis Boutique Hotel &
Café.
H1: Terdapat hubungan perasaan positif (positivness) antara atasan dan
karyawan dengan kinerja karyawan Geulis Boutique Hotel & Café.
5. H0: Tidak terdapat hubungan kesamaan (equality) antara atasan dan
karyawan dengan kinerja karyawan Geulis Boutique Hotel & Café.
H1: Terdapat terdapat hubungan kesamaan (equality) antara atasan dan
karyawan dengan kinerja karyawan Geulis Boutique Hotel & Café.
1.10 Populasi dan Sampel
1.10.1 Populasi
Menurut Rakhmat (1997 : 78), populasi adalah “Kumpulan objek
penelitian, bisa berupa orang, kelompok, lembaga, buku, kata-kata, surat
kabar”. Dalam penelitian ini populasinya adalah seluruh karyawan Geulis
Boutique Hotel & Café yang berjumlah 53 orang,sebagai berikut:
No Department Jumlah Karyawan
1. Manajemen 3 orang
2. Front Office 5 orang
3. House Keeping 11 orang
4. F&B Service 9 orang
5. F&B Kitchen 7 orang
6. F&B Pastry 2 orang
7. Purchasing 2 orang
8. Accounting 3 orang
9. Engineering 4 orang
10. Security 6 orang
11. Driver 1 orang
Total Keseluruhan 53 orang
1.10.2 Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi yang diambil melalui cara-cara
tertentu, yang juga memiliki karakteristik tertentu, jelas, lengkap, yang
dianggap dapat mewakili populasi (Iqbal, 2002 : 98). Metode pengambilan
sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sampling random.
Metode sampling random yaitu bentuk sampling probabilitas yang
sifatnya sederhana, tiap sampel yang berukuran sama memiliki suatu
probabilitas (peluang) atau sama untuk memilih dari populasi (sebagian
populasi). (Umar, 2003 : 83)
Agar sampel yang dijadikan representative atau mewakili dari
populasi, maka ukuran sampel ditetapkan sebagai berikut: (N)=53 orang,
dengan tingkat kesalahan (e) 10% (Hasan, 2002 : 61), sebagai beikut:
Keterangan : N= Jumlah Populasi n = Ukuran Sampel e= Tingkat Signifikan (10%)
1.1 Analisi Data
Tujuan analisis data pada dasarnya menyederhanakan seluruh data yang
terkumpul, menyajikannya dalam suatu susunan sistematis kemudian mengolah dan
menafsirkan atau memaknainya.
Berdasarkan data yang diperlukan telah diperoleh, teknik analisis data
dilakukan dengan menggunakan rumus koefisien korelasi rank Spearman. Rumus
tersebut digunakan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara variabel X,
yaitu komunikasi antarpribadi dengan variabel Y yaitu kinerja karyawan Geulis
Boutique Hotel & Café.
Koefisien korelasi rank Spearman adalah tes statistis yang digunakan dalam
skala yang sekurang-kurangnya berskala ordinal, sehingga obyek-obyek atau
individu-individu yang dipelajari dapat di-rangking dalam dua rangkaian berurut
(Siegel, 1997 : 250). Dengan demikian, rumus tersebut adalah sebagai berikut:
rs = )1n(n
d61 2
2i
)1d 2
i
keterangan: N = Jumlah sampel
di2 = Kuadrat selisih pasang rank
Jika terdapat observasi berangka sama, maka digunakan rumus :
rs = 22
2i
22
yx2
dyx
dimana : T = Faktor koreksi
x
32 T
12NNx dan
12)tt(T
3
x
y
32 T
12NNy dan
12)tt(T
3
y
Apabila N adalah 10 atau lebih, maka tingkat signifikansi suatu rs yang kita
hasilkan dapat diuji dengan rumus:
2rs1
2n rshitungt
r
2r
Tingkat signifikansi untuk harga t dengan derajat bebas (db) = N – 2, dapat
menggunakan tabel harga-harga kritis t. (Siegel, 1997: 256 – 263)
Untuk tingkat signifikansi 0,05 dengan uji dua arah (two tailed test), dan nilai
kritisnya adalah 2,000, maka kriteria pengujiannya adalah sebagai berikut:
1. Bila hasil perhitungan t ≤ 2,000, maka hipotesis nol (H0) diterima dan
hipotesis kerja (H1) ditolak, artinya tidak terdapat hubungan antara variabel
bebas (X) dengan variabel terkait (Y).
2. Jika hasil perhitungan t > 2,000, maka hipotesis nol (H0) ditolak dan hipotesis
kerja (H1) diterima, artinya terdapat hubungan antara variabel bebas (X)
dengan variabel terkait (Y).
1.2 Validitas dan Relibilitas Penelitian
1.2.1 Validitas
Validitas menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur itu mengukur apa
yang ingin di ukur. Sekiranya peneliti menggunakan kuesioner di dalam
pengumpulan dan penelitiannya, maka kuesioner yang disusunnya harus mengukur
apa yang ingin diukurnya. Setelah kuesioner tersebut tersusun dan teruji validitasnya,
dalam praktek belum tentu data yang terkumpul adalah data yang valid.
(Singarimbun, 1989 : 124)
Menghitung korelasi antara masing-masing pernyataan dengan skor total
dengan menggunakan rumus teknik korelasi Pearson Product Moment, yang
rumusnya sebagai berikut:
})(}{)({
))((222 YYnXXn
YXYXnr
iii
iiiixy
1.2.2 Reliabilitas
Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana alat pengukur
dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Bila suatu alat pengukur dipakai dua kali
untuk mengukur gejala yang sama dan hasil pengukuran yang diperoleh relative
konsisten, maka alat pengukur tersebut reliabel. Dengan kata lain, reliabilitas
menunjukkan konsisten suatu alat pengukur di dalam mengukur gejala yang sama.
(Singarimbun, 1989 : 140)
Rumusan Koefisien Reliabilitas untuk instrumen penelitian yang berupa skor
berskala ukur ordinal, digunakan persamaan spearman brown
dimana :
totr. = Nilai Reliabilitas Variabel
ttr. = Nilai Korelasi Spearman
1.3 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan Geulis Boutique Hotel & Café, tepatnya terletak di jalan
Ir. H. Djuanda 129 Dago, Bandung. Penelitian ini berlangsung selama 4 bulan, yakni
dari April-Juli 2010.
1.4 Organisasi Karangan
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisikan tentang latar belakang masalah, rumusan
masalah, identifikasi masalah, tujuan penelitian, kegunaan
penelitian, kerangka pemikiran, metode dan teknik
pengumpulan data, operasional variabel, hipotesis, populasi
dan sampel, validitas dan reliabelitas, waktu dan tempat
penelitian serta sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
tt
tttot r
rr
.. 1
.2r1
2
Bab ini menjelaskan tentang komunikasi, mengenai
komunikasi antarpribadi, komunikasi antarpribadi menurut
DeVito, serta komunikasi organisasi, tentang tinjauan
mengenai kinerja karyawan serta mamaparkan teori yang
berkaitan dengan permasalahan yang diteliti.
BAB III OBJEK PENELITIAN
Bab ini menjelaskan mengenai metodelogi penelitian, populasi,
teknik penelitian, serta instansi yang akan diteliti, yakni Geulis
Boutique Hotel & Café, sejarahnya, visi misinya, Job
Descriptionsnya, dan lain sebagainya.
BAB IV ANALISIS DATA
Bab ini mengenai analisis data hasil penelitian serta
pembahasannya.
BAB V PENUTUP
Bab ini terdiri dari kesimpulan dan saran atas hasil penelitian
terhadap masalah yang diteliti.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan tentang Komunikasi
Manusia hidup tidak mampu berdiri sendiri, melainkan sebagai makhluk
sosial yang saling membutuhkan untuk berhubungan dengan manusia lainnya.
Manusia selalu ingin mengetahui apa yang terjadi tentang lingkungan disekitarnya
maupun terhadap dirinya sendiri. Karena rasa ingin tahu tersebut menyebabkan
manusia untuk berkomunikasi. Didalam kehidupan bermasyarakat manusia juga tidak
mampu untuk tidak berkomunikasi, karena apabila manusia tidak berkomunikasi
maka akan terisolir dari lingkungan kehidupan bermasyarakat tersebut.
Banyak ahli komunikasi mendefinisikan komunikasi, sehingga definisi
komunikasi terlalu banyak dan tidak ada definisi yang benar ataupun yang salah.
Sebuah definisi singkat dibuat oleh Lasswell dalam Effendy bahwa cara yang tepat
untuk menerangkan suatu tindakan komunikasi dengan cara menjawab “Mengatakan
apa dengan saluran apa kepada siapa dengan pengaruh bagaimana?”. (Effendy,
1998 : 10)
Dari pendapat Lasswell dapat ditarik kesimpulan bahwa komunikasi
merupakan interaksi yang terjadi antara dua orang atau lebih yang menggunakan
suatu media atau wadah sehingga informasi tersebut memberikan pengaruh terhadap
pelaku komunikasi lainnya.
Lain halnya dengan Steven yang dikutip oleh Cangara (2005 : 18), justru ia
mengajukan sebuah definisi yang luas, bahwa “Komunikasi yang terjadi kapan saja
suatu organisme memberi reaksi terhadap suatu objek atau stimuli”. Sedangkan
definisi yang dikembangkan oleh Rogers & Kincaid (dalam Cangara, 2005 : 19)
menyatakan “Komunikasi adalah suatu proses dimana dua orang atau lebih
membentuk atau melakukan pertukaran informasi dengan satu sama lainnya, yang
pada gilirannya akan tiba pada saling pengertian yang mendalam”.
Berdasarkan pendapat diatas komunikasi yang terjadi di Geulis Boutique
Hotel & Café merupakan komunikasi atasan terhadap karyawannya (Downward
Communications), karyawan ke atasan (Upward Communications), maupun sesama
karyawan (Horizontal Communications), yang melakukan pertukaran informasi atau
pesan sesama para pelaku komunikasi yang menginginkan adanya perubahan sikap,
tindakan, opini serta tingkah laku agar terciptanya kebersamaan dalam menciptakan
pengertian dalam melakukan kinerja guna mencapai tujuan perusahaan.
2.2 Komunikasi Antarpribadi
Komunikasi antarpribadi merupakan komunikasi yang terjadi diantara dua
orang secara tatap muka, dan pelaku komunikasinya mendapatkan feed back secara
langsung. Komunikasi memiliki fungsi untuk merubah opini, tindakan serta tingkah
laku orang lain, akan tetapi komunikasi antarpribadi yang lebih tepat untuk
melaksanakan fungsi tersebut.
“Komunikasi antarpesona merupakan salah satu bentuk komunikasi dari personal komunikasi. kita biasanya menganggap pendengaran dan pengeliatan sebagai indera primer, padahal sentuhan dan penciuman juga sama pentingnya dalam menyampaikan pesan-pesan bersifat intim. Jelas sekali, bahwa komunikasi antarpribadi sangat potensial untuk mempengaruhi atau membujuk orang lain, karena kita dapat menggunakan kelima alat indera untuk mempertinggi daya bujuk pesan yang kita komunikasikan kepadanya. Kenyataannya komunikasi antarpribadi membuat manusia merasa akrab dengan sesamanya, berbeda dengan komunikasi media massa seperti surat kabar dan televisi atau lewat teknologi tercanggih pun, yang membuat manusia merasa tersaingi”. (Pace & Faules, 2001 : 73)
Komunikasi antarpribadi merupakan komunikasi yang sangat unik, karena
komunikasi ini dilakukan oleh seseorang terhadap seseorang lainnya secara tatap
muka dan memiliki umpan balik secara langsung. Akan tetapi berhasil tidaknya
komunikasi yang terjadi merupakan tanggung jawab dari pelaku komunikasi itu
sendiri. Seperti yang diungkapkan oleh DeVito dalam Liliweri bahwa “Komunikasi
antarpribadi merupakan pengiriman pesan dari seseorang dan diterima oleh orang lain
dengan efek dan umpan balik yang langsung”. (Liliweri, 1997 : 12)
Pada kenyataannya yang terjadi di hotel Geulis Boutique Hotel & Café
komunikasi antarpribadi terjadi antara atasan dengan bawahannya menggunakan
pihak ketiga, sehingga tidak terjadinya umpan balik secara langsung, bahkan terjadi
kesalahpahaman dalam mempersepsi makna dari pesan atau informasi tersebut.
“Secara umum komunikasi antarpesona dapat diartikan sebagai suatu proses pertukaran makna antara orang-orang yang saling berkomunikasi. Pengertian proses mengacu pada tindakan (action) yang berlangsung terus menerus. Komunikasi antarpesona juga merupakan suatu pertukaran yaitu tindakan menyampaikan dan menerima pesan secara timbal balik. Sedangkan makna yaitu sesuatu yang dipertukarkan dalam proses kesamaan dalam pemahaman diantara orang-orang yang berkomunikasi terhadap pesan-pesan yang digunakan dalam proses komunikasi”. (Djuarsa, 1994 : 49)
Beberapa unsur yang dimiliki secara tetap oleh komunikasi antarpesona yaitu:
1. Konteks adalah suatu keadaan, suasana yang bersifat fisik, historis, psikologis, tempat terjadinya komunikasi. suatu konteks di dalam komunikasi antarpribadi ternyata berpengaruh terhadap harapan maupun tingkat partisipasi peserta komunikasi.
2. Manusialah yang berkomunikasi, manusia yang terlibat dalam transaksi komunikasi berperan tertentu yaitu sebagai pengirim maupun penerima yang umumnya dilakukan secara simultan.
3. Pesan-pesan, komunikasi antarpesona melalui proses umum yakni pengiriman dan penerimaan pesan. Pesan-pesan dalam komunikasi dapat dipahami melalui tiga unsur utama yaitu makna yang terbentuk oleh setiap orang, simbol-simbol yang dipergunakan untuk menyampaikan makna, dan bentuk organisasi pesan-pesan itu. Menurut Berlo yang dikutip oleh Liliweri (1994 : 13) bahwa yang dipindahkan dalam komunikasi adalah pesan “bukan” makna, karena makna ada pada setiap orang yang terlibat dalam komunikasi.
4. Saluran, pesan dari seorang pengirim (setelah proses encoding) maka pesan harus melawati suatu tempat, atau alur lewatnya pesan-pesan itu. Dalam komunikasi suatu kata berisi pesan dibawa seseorang kepada orang lain melalui gelombang suara, pernyataan raut wajah, gerakan tubuh, gerakkan cahaya mata. Secara umum, semakin banyak saluran yang dipergunakan untuk mendistribusikan pesan akan menghasilkan komunikasi akan semakin sukses.
5. Gangguan merupakan setiap rangsangan yang menghambat pembagian pesan dari pengirim kepada penerima maupun sebaliknya. Sebagian besar komunikasi manusia sangat bergantung pada cara mengatasi gangguan yang berbentuk eksternal, internal, maupun sematik.
6. Umpan balik yaitu pemberian tanggapan terhadap pesan yang dikirimkan dengan suatu makna tertentu. Umpan balik menunjukkan bahwa suatu pesan berhasil didengar, dilihat, dimengerti, apalagi sama maknanya.
7. Model proses komunikasi, setiap bentuk komunikasi mempunyai model Karena menurut DeVito yang dikutip oleh Liliweri model komunikasi memiliki fungsi yaitu model menyajikan pengorganisasian dari berbagai unsur dalam suatu proses komunikasi, model merupakan alat bantu yang berfungsi heuristic, model memungkinkan kita melakukan suatu prediksi terhadap komunikasi (apa yang terjadi pada suatu kondisi tertentu), dan model membantu kita mengadakan pengukuran terhadap unsur-unsur dan proses komunikasi dalam suatu keadaan tertentu.
(Liliweri, 1994 : 11-18)
Unsur-unsur komunikasi antarpribadi diatas harus dipahami dan dimengerti
oleh para pelaku komunikasi, baik komunikan maupun komunikatornya. Apalagi
komunikasi antarpribadi pada umumnya berlangsung secara tatap, sehingga para
pelaku komunikasi akan saling bertatap muka dalam proses komunikasi yang akan
menimbulkan umpan balik berlangsung seketika. Tidak hanya harus menguasai
unsur-unsur komunikasi antarpribadi, pelaku komunikasi juga harus memahami
fungsi-fungsi komunikasi antarpribadi, yang nanti akan mampu mengubah sikap,
kepercayaan, opini maupun perilaku pelaku komunikasi lainnya.
Ada pun fungsi-fungsi komunikasi antarpesona terdiri dari:
1. Fungsi Sosial, proses komunikasi beroperasi dalam konteks sosial yang orang-orangnya berinteraksi satu sama lain. Maka fungsi sosial dari komunikasi antarpesona adalah: a. Manusia berkomunikasi untuk mempertemukan kebutuhan biologis dan
psikologis. b. Manusia berkomunikasi untuk memenuhi kebutuhan sosial. c. Manusia berkomunikasi untuk mengembangkan hubungan timbal balik. d. Manusia berkomunikasi untuk meningkatkan dan merawat mutu diri sendiri. e. Manusia berkomunikasi untuk menangani konflik.
2. Fungsi Pengambilan Keputusan, banyak dari keputusan yang diambil manusia
dengan melakukan komunikasi karena mendengar pendapat, saran, pengalaman, gagasan, pikiran, maupun perasaan orang lain. Pengambilan keputusan meliputi penggunaan informasi dan pengaruh yang kuat dari orang lain. Ada dua aspek dari fungsi pengambilan keputusan, yaitu: a. Manusia berkomunikasi untuk membagi informasi. b. Manusia berkomunikasi untuk mempengaruhi orang lain.
(Liliweri, 1994 : 27) Dengan fungsi-fungsi komunikasi antarpribadi diatas, manusia mampu
membina hubungan yang baik dengan orang lain, serta mempermudah membina
hubungan yang telah terjadi. Didalam Geulis Boutique Hotel & Café pelaksanaan
komunikasi antarpribadi secara tatap muka ataupun melalui media seperti memo
ataupun telepon hanya dilakukan oleh pihak-pihak yang memiliki hubungan
pekerjaan.
2.2.1 Peranan Hubungan dengan Komunikasi Antarpribadi
Komunikasi antarpribadi mengacu pada proses-proses yang dilakukan orang-
orang untuk mengatur dirinya sendiri dengan lingkungan sosiobudayanya,
mengembangkan cara-cara melihat, mendengar, memahami, dan merespons
lingkungannya.
“Klinger yang dikutip oleh Liliweri berpendapat bahwa hubungan antar manusia ternyata saling mempengaruhi. Dampak ini berawal dari pesan dalam proses komunikasi yang selalu mempengaruhi manusia melalui pengertian yang diungkapkan, informasi yang dibagi, semangat yang disumbangkan, dan masih banyak lagi pengaruh lain yang akan menerpa kita. Semua pesan itu membentuk pengetahuan, menguatkan perasaan dan barangkali juga meneguhkan prilaku kita. Klinger mencatat bahwa manusia juga berhubungan dengan manusia lain karena mereka berteman, Karena hubungan status orang tua dengan anak-anak, karena pemimpinan dengan bawahan. Inilah kenyataan yang selalu ada dalam masyarakat kita”. (Liliweri, 1997 : 43) Komunikasi antarpribadi tidak dapat dielakkan, karena pada kenyataannya
manusia ingin menutupi kekurang yang terdapat pada dirinya sehingga setiap
manusia memerlukan komunikasi antarpribadi. Apabila komunikasi antarpribadi
tersebut berjalan dengan yang diharapkan maka akan mampu memperkecil
perbedaan-perbedaan yang dimiliki oleh para pelaku komunikasi.
Menurut Cassagrande yang dikutip oleh Liliweri bahwa ada beberapa faktor
yang menyebabkan komunikasi antarpribadi terjadi yaitu:
1. Manusia berkomunikasi dengan orang lain karena memerlukan orang lain untuk mengisi kekurangan dan membagi kelebihan.
2. Manusia yang ingin berkomunikasi ingin terlibat dalam proses perubahan yang relative tetap.
3. Manusia ingin berinteraksi hari ini dan memahami pengalaman masa lalu, dan mengantisipasi masa depan.
4. Manusia ingin menciptakan hubungan yang baru.
(Liliweri, 1997 : 45)
Dari faktor diatas, atasan maupun karyawan Geulis Boutique Hotel & Café
saling melengkapi kebutuhan informasi yang tidak terdapat di dalam diri mereka,
tanpa melihat perbedaan yang terjadi pada diri mereka. Sebagai contoh Supervisor
memberikan informasi seputar kebijakan hotel kepada staffnya atau pun sebaliknya.
Salah satu aspek sosial dari komunikasi adalah mengembangkan hubungan
timbal balik. Dalam setiap perkenalan pertama dengan orang lain, setiap orang
berusaha menutup diri beberapa waktu dan mencari peluang kesempatan berkenalan.
Alasan-alasan untuk mengembangkan hubungan anatarpribadi adalah:
1. Mengurangi kesepian, menurut Peplau dan Periman yang dikutip oleh DeVito manusia dalam mengurangi kesepiannya selalu berusaha melindungi dirinya dengan banyak kenalan. Satu hubungan yang dekat biasanya membantu mengatasi rasa kesepian ini. Maka dari itulah kita berusaha membina hubungan baik dengan orang lain.
2. Mendapatkan rangsangan (stimulasi), manusia membutuhkan stimulasi. Jika kita tidak menerima stimulasi, kita mengalami kemunduran dan bias mati. Kontak manusia merupakan salah satu cara terbaik untuk mendapatkan stimulasi kita merupakan gabungan dari banyak dimensi yang berbeda-beda, dan semua dimensi membutuhkan stimulasi.
3. Mendapatkan pengetahuaan diri (self knowledge), sebagian besar melalui kontak dengan orang lain kita dapat belajar mengenai diri kita sendiri.
Persepsi diri sangat di pengaruhi oleh apa yang diyakini dan dipikirkan orang tentang diri kita.
4. Memaksimalkan kesenangan, meminimalkan penderitaan. Alasan paling umum untuk membina hubungan adalah berusaha berhubungan dengan orang lain untuk memaksimalkan kesenangan dan meminimalkan penderitaan.
(DeVito, 1997 : 245-246)
Pengembangan hubungan antarpribadi ini bertujuan untuk meneruskan
hubungan kepada tahap selanjutnya yang lebih jauh. Dari pengembangan hubungan
antarpribadi ini juga terdapat keputusan yang dilakukan oleh seseorang apakah orang
tersebut akan melanjutkan hubungan atau mengadakan pemutusan hubungan secara
sepihak.
“Pada tahap peneguhan hubungan antarpribadi terdapat dua faktor yang memperkuat hubungan tersebut yaitu kesepakatan tentang siapa yang akan mengontrol dan ketepatan respons. Pada faktor yang pertama harus ada salah satu yang mengalah dan tidak terdapat salah satu berkuasa karena hal ini dapat menimbulkan konflik. Sedangkan pada ketepatan respons bahwa respons yang berlaku pun berupa verbal dan nonverbal dan ada kesesuaian antara komunikator dan komunikan sehingga tidak terjadi keretakan. Kedua faktor inilah yang dapat meneguhkan hubungan antarpribadi”. (Rakhmat, 2001 : 127)
Apabila hubungan antarpribadi tidak dapat di pelihara dengan baik, maka
akan terjadi pemutusan hubungan antarpribadi baik itu pemutusan disatu pihak atau
pun pemutusan hubungan karena kesepakatan. Pemutusan hubungan pribadi ini dapat
disebabkan oleh berbagai fakor, yaitu :
1. Kompetisi salah satu pihak berusaha memperoleh sesuatu dengan mengorbankan orang lain.
2. Dominasi, salah satu pihak berusaha mengendalikan pihak lain sehingga orang itu merasa hak-haknya dilanggar.
3. Kegagalan, masing-masing berusaha menyalahkan yang lain apabila tujuan bersama tidak tercapai.
4. Provokasi, salah satu pihak terus menerus berbuat sesuatu yang ia ketahui menyinggung perasaan orang lain.
5. Perbedaan nilai, kedua pihak tidak sepakat tentang nilai-nilai yang mereka anut.
(Rakhmat, 2001 : 129)
Pemutusan hubungan antarpribadi dapat mempengaruhi segala macam
kondisi bagi manusia itu sendiri dan lingkungannya. Berbagai kondisi yang tercipta
adalah ada kalanya terjadi perbedaan maupun ada kalanya juga terjadi ketegangan
dan kesulitan yang meningkat seperti saling tindih. Pemutusan hubungan antarpribadi
juga memberikan manfaat bagi kedua belah pihak yang melakukan pemutusan
tersebut.
Pemutusan hubungan pribadi dapat memberikan waktu bagi kedua belah
pihak untuk memperoleh kembali kemandirian dan kebebasan mereka. Ada kalanya
jarak yang memisahkan dapat membantu bagi kedua belah pihak untuk mengadakan
perenungan bagi dirinya sendiri, merenungkan pihak lain, serta hubungan itu sendiri.
Maka kedua belah pihak dapat mengambil hikmah positif dari suatu hubungan yang
mengalami kerusakan dan pemutusan.
2.2.2 Konsep Komunikasi Antarpesona Joseph A. DeVito
Komunikasi antarpesona, seperti bentuk prilaku yang lain, dapat sangat efektif
dan dapat pula sangat tidak efektif. Sedikit saja hubungan antarpribadi yang gagal
total atau berhasil total, tetapi ada hubungan yang lebih efektif daripada hubungan
yang lain. Pada penelitian ini komunikasi antarpesona dilihat dari sudut pandang
humanistic.
Bochner dan Kelly (dalam DeVito, 1997 : 259) “Komunikasi antarpribadi
dari sudut pandang humanistic yang menekankan pada keterbukaan, empati, sikap
mendukung, dan kualitas-kualitas lain yang menciptakan interaksi yang bermakna,
jujur, dan memuaskan”.
Sudut pandang ini dimulai dengan kualitas-kualitas umum yang menurut filsuf
dan humanis menentukan terciptanya hubungan antarmanusia yang superior
(misalnya kejujuran, keterbukaan, dan sikap positif). Dari kualitas-kualitas umum ini,
kemudian dapat menurunkan prilaku-prilaku spesifik yang menandai komunikasi
antarpribadi yang efektif.
Komunikasi antarpribadi yang efektif menurut DeVito, yaitu:
1. Keterbukaan (Openness), yang dimaksud dengan keterbukaan adalah adanya kemauan untuk membuka diri, mengatakan tentang keadaan dirinya sendiri yang tadinya tetap disembunyikan. Tentu saja keterbukaan ini hanya mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan komunikasi pada waktu itu. Jadi, harus berinteraksi secara jujur pada rangsangan yang datang.
2. Empati (Empathy), berarti suatu perasaan individu yang merasakan sama seperti yang dirasakan oleh orang lain. Kalau kita sudah merasakan empati kepada seseorang, maka ibarat kita berada dalam satu sepatu yang sama, kita kurang dapat menilai tingkah laku mereka apakah benar atau salah. Perasaan yang ada ialah bahwa kita dapat menempatkan diri kita pada posisi dia.
3. Dukungan (Supportivennes), situasi keterbukaan dan empati masih belum cukup apabila komunikasi kita berada di dalam tekanan dan ketakutan. Apabila kita tahu bahwa kita akan dikritik dan dicaci, maka kita akan segan untuk berbicara. Oleh karena itu, situasi yang mendukung akan lebih efektif.
4. Perasaan Positif (Positivinnes), apabila seseorang yang berkomunikasi mempunyai rasa yang negatif, kemungkinan dia akan menyampaikan informasi secara negatif pula, dan orang lain akan menerima secara negatif. Sebaliknya apabila seseorang merasa positif, maka ia akan berkomunikasi
secara positif juga. Bila ini terjadi, maka situasi akan mendorong orang berperan secara aktif serta mau membuka diri.
5. Kesetaraan (Equality), suatu ciri karakteristik yang aneh. Dalam banyak situasi, tentu akan terjadi ketidaksamaan, misalnya yang satu lebih pandai daripada yang lain, yang satu lebih cantik daripada yang lain, dan lain sebagainya. Tidak ada dua orang yang sama meskipun dua orang kembar sekalipun. Demikian juga dengan kesamaan dalam tingkat sosial, ekonomi, status, nasib, perjuangan juga perlu dipertimbangkan dalam topik pembicaraan agar komunikasi antarpribadi dapat mencapai keefektifannya.
(DeVito, 1997 : 259-264)
2.3 Komunikasi Organisasi
Komunikasi dalam organisasi merupakan hal yang perlu menjadi perhatian
seorang atasan pada suatu organisasi, karena faktor tersebut sedikit banyak
mempengaruhi tingkah laku karyawannya. Kita perlu mengetahui dan memahami
pengertian mengenai komunikasi organisasi untuk dapat menciptakan komunikasi
organisasi yang baik.
“Komunikasi organisasi terjadi dalam suatu organisasi, bersifat formal
maupun informal, dan berlangsung dalam jaringan yang lebih besar daripada
komunikasi kelompok. Komunikasi organisasi sering juga melibatkan komunikasi
diadik, komunikasi antarpesona, dan adakalanya komunikasi publik”. (Pace & Faules,
2001 : 75)
Di dalam Geulis Boutique Hotel & Café komunikasi organisasi terjadi dalam
situasi formal maupun informal, dalam situasi formal komunikasi organisasi terjadi
pada saaat mengadakan rapat, sedangkan dalam situasi informal komunikasi terjadi di
saat jam istirahat. Tidak hanya itu komunikasi kelompok dalam Geulis Boutique
Hotel & Café terjadi pada saat suatu department mengadakan breafing terhadap
kinerja yang telah mereka lakukan selama ini.
Goldhaber yang dikutip oleh Muhammad pun menambahkan bahwa
“Komunikasi organisasi adalah proses menciptakan dan saling menukar pesan dalam
suatu jaringan hubungan yang saling tergantung satu sama lain untuk mengatasi
lingkungan yang tidak pasti atau yang selalu berubah-ubah”. Definisi ini mengandung
tujuh konsep kunci, yaitu:
1. Proses organisasi adalah suatu sistem terbuka yang dinamis yang menciptakan dan saling menukar pesan diantara para anggotanya, gejala mencipta dan menukarkan pesan tersebut terjadi secara terus menerus dan tidak henti-hentinya, maka dapat dikatakan sebagai suatu proses.
2. Pesan merupakan simbol yang penuh arti tentang objek orang, objek kejadian yang dihasilkan dari interaksi dari orang lain. Dalam komunikasi organisasi dipelajari penciptaan dan pertukaran pesan dengan organisasi.
3. Jaringan organisasi terdiri dari satu seni orang-orang yang masing-masing menduduki satu sisi atau peranan tertentu dalam suatu organisasi. Jaringan komunikasi mencakup dua orang, beberapa orang, atau keseluruhan organisasinya. Hakikat dan luas jaringan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain hubungan peranan, arah, dan arus pesan, hakikat, serta isi dari pesan.
4. Keadaan saling ketergantungan, hal ini merupakan sikap dari suatu organisasi yang merupakan suatu sistem terbuka, dimana suatu bagian dari organisasi mengalami gangguan, maka akan berpengaruh kepada bagian lainnya, dan mungkin juga kepada seluruh sistem organisasinya.
5. Hubungan, karena organisasi merupakan suatu sistem yang terbuka, sistem sosial maka akan berfungsinya bagian-bagian itu terletak ditangan manusia. Dengan kata lain jaringan melalui mana jalannya pesan dalam suatu organisasi dihubungkan oleh manusia.
6. Lingkungan yaitu semua totalitas secara fisik dan faktor sosial yang diperhitungkan dalam pembuatan keputusan mengenai individu dalam suatu sistem. Lingkungan ini dibedakan atas lingkungan ekstenal dan lingkungan internal.
7. Ketidakpastian, yaitu perbedaan informasi yang tersedia dengan informasi yang diharapkan untuk mengurangi faktor ketidakpastian ini, organisasi menciptakan dan menukarkan pesan diantara anggota untuk melakukan suatu
penelitian, pengembangan organisasi, dan menghadapi tugas-tugas yang kompleks dan integritas yang tinggi.
(Goldhaber dalam Muhammad, 2001 : 68-74)
Meskipun bermacam-macam persepsi dari para ahli mengenai komunikasi
organisasi tapi dari semua itu ada beberapa hal yang umum yang dapat disimpulkan
yaitu:
1. Komunikasi organisasi terjadi dalam suatu sistem terbuka yang kompleks yang dipengaruhi oleh lingkungannya sendiri baik internal maupun eksternal.
2. Komunikasi organisasi meliputi pesan dan arusnya, tujuan, arah, dan media.
3. Komunikasi organisasi meliputi orang dan sikapnya, perasaannnya, hubungannya dan keterampilan atau skillnya. (Muhammad, 2001 : 67)
Komunikasi organisasi dipengaruhi oleh faktor internal maupun eksternal.
Kenyataannya di Geulis Boutique Hotel & Café faktor internal dengan interaksi
dalam penyampaian informasi secara terarah yang dilakukan oleh atasan terhadap
karyawan ataupun sebaliknya, maupun sesama karyawan tanpa melihat perbedaan
background seperti psikologi, sosialbudaya dan lain sebagainya.
Persepsi yang disampaikan oleh para ahli tentunya memiliki makna bahwa
komunikasi organisasi memiliki tujuan yang sesuai dengan bidangnya. Liliweri
mengemukakan ada tiga tujuan dari komunikasi organisasi, yaitu:
1. Sebagai tindakan koordinasi, bahwa komunikasi dalam organisasi bertujuan untuk mengkoordinasi sebagian atau seluruh tugas dan fungsi organisasi yang telah dibagi-bagi dalam bagian atau sub bagian yang melaksanakan visi dan misi organisasi di bawah pemimpin atau manager serta bawahan mereka.
2. Membagi informasi yaitu komunikasi untuk menghubungkan seluruh aparatur organisasi dan aktivitasnya dengan tujuan organisasi. Pertukaran informasi berfungsi untuk membagi kemudian menjelaskan informasi mengenai tujuan organisasi, arah dari suatu tugas pekerjaan, cara-cara untuk mencapai hasil yang ingin dicapai dan pengambilan keputusan.
3. Komunikasi bertujuan untuk menampilkan perasaan dan emosi bahwa orang-orang yang bekerja sama di dalam suatu organisasi mempunyai kebutuhan dan keinginan, emosi dan perasaan yang perlu diungkapkan kepada orang lain. Orang-orang di dalam organisasi mempunyai keinginan dan kebutuhan untuk menyatakan rasa kepuasan atas pekerjaan dan prestasi kerja mereka, mengungkapkan perasaan dan pikiran mereka tentang pekerjaan dan rekan kerja.
(Liliweri, 2004 : 64-65)
Tujuan dari komunikasi organisasi ini menunjukkan bahwa hubungan kerja
antara atasan dan bawahan di hotel Geulis Boutique Hotel & Café sebaiknya
memiliki sistem komunikasi yang efektif dan efisien. Setiap individu yang menjabat
sebagai atasan atau sebaliknya individu yang memiliki kedudukan sebagai bawahan
harus memiliki sistem komunikasi yang di tentukan oleh hubungan struktur satu
individu terhadap individu lainnya dalam organisasi atau perusahaan. Hubungan ini
dipengaruhi oleh pola hubungan interaksi individu dengan arus informasi dalam
jaringan komunikasi.
2.4 Tinjauan tentang Kinerja
Untuk mencapai tujuan perusahaan yang telah ditetapkan, setiap pemimpin
perusahaan perlu mengarahkan para karyawan dalam mencapai tujuan tersebut. Salah
satu cara yang ditempuh yaitu dengan meningkatkan prestasi kerja karyawan karena
dengan prestasi kerja yang baik akan memperkecil pemborosan perusahaan oleh
karena itu prestasi kerja karyawan harus benar-benar diperhatikan.
Menurut Sastrohadiwiryo, ( 2002 : 235 ) mengemukakan bahwa “Prestasi
kerja adalah kinerja yang dicapai oleh seorang tenaga kerja dalam melaksanakan
tugas dan pekerjaan yang diberikan kepadanya. Pada umunya kerja seorang tenaga
kerja antara lain dipengaruhi oleh kecakapan keterampilan, pengalaman dan
kesungguhan tenaga kerja yang bersangkutan”.
Dari pengertian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa keterampilan
karyawan mempengaruhi hasil kerja yang mereka lakukan, semakin tinggi
keterampilan yang meraka miliki, maka semakin tinggi pula hasil kerja yang akan
mereka hasilkan. Keterampilan tersebut alangkah lebih baiknya didukung oleh
pengalaman yang mereka miliki. Semakin lama pengalaman mereka di dalam
bidangnya, maka semakin lebih mengerti mereka terhadap pekerjaan yang akan
mereka lakukan.
Menurut Hasibuan, (2001 : 94) Prestasi kerja adalah “Hasil yang dicapai
seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang di bebankan kepadanya di dasarkan
atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu”.
Dari pendapat diatas dapat diambil kesimpulan bahwa prestasi kerja adalah
hasil pelaksanaan kerja karyawan yang dapat dinilai perkembangannya melalui
evaluasi yang sistematis oleh pihak yang berwenang untuk melaksanakannya dimana
karyawan yang berprestasi baik akan membuat perusahaan untuk mencapai tujuan
secara efektif dan efisien.
Manajemen sumber daya manusia diarahkan untuk mewujudkan sasaran
pokok yaitu mendayagunakan secara optimal sumber daya manusia dalam suatu
organisasi melalui terciptanya suatu kondisi ketenagakerjaan yang mempunyai
semboyan “tepat orang, tepat jabatan, tepat waktu”. Kondisi semacam ini mungkin
hanya terjadi bila setiap tenaga kerja dalam suatu organisasi itu mencapai prestasi
kerja yang tinggi.
2.4.1 Motivasi
Pada dasarnya, perusahaan bukan saja mengharapkan karyawan yang mampu,
cakap dan terampil, tetapi yang terpenting karyawan tersebut mau bekerja giat dan
berkeinginan untuk menghasilkan kinerja kerja yang optimal. Hasibuan mengatakan
“Kemampuan, kecakapan, dan keterampilan karyawan tidak ada artinya bagi
perusahaan, jika mererka tidak mau bekerja keras dengan mempergunakan
kemampuannya, kecakapan, dan keterampilan yang dimiliknya”. (Hasibuan, 2003 :
92)
Berkaitan dengan hal tersebut Geulis Boutique Hotel & Café harus
mengetahui bagaimana cara mendorong karyawan agar mau bekerja keras
mempergunakan kemampuan, keterampilan serta kecakapannya hingga akhirnya
dapat memberikan kinerja yang baik bagi hotel tersebut.
Motivasi itu sendiri menurut Robert dan Jackson dalam Moenir, (2002 : 136)
menyatakan “Motivasi dengan asal kata motif adalah suatu kehendak atau keinginan
yang timbul pada diri seseorang yang menyebabkan orang itu berbuat sesuatu”.
Definisi tersebut ditunjang oleh Tery dalam Hasibuan mengemukakan bahwa
“Motivasi adalah keinginan yang terdapat pada diri seseorang individu yang
merangsangnya untuk melakukan tindakan-tindakan”. (Hasibuan, 2003 : 145)
Tery dalam Hasibuan membagi motivasi menjadi dua segi yang berbeda,
yaitu:
1. Dari segi aktif atau dinamis, motivasi tampak sebagai usaha positif yang menggerakkan dan mengarahkan daya serta potensi tenaga kerja, agar secara produktif berhasil mencapai dan mewujudkan tujuan yang ditetapkan bersama.
2. Dari segi pasif atau statis, motivasi akan tampak sebagai kebutuhan sekaligus juga sebagai perangsang untuk menggerakkan mengerahkan potensi serta daya kerja manusia tersebut kearah yang diinginkan. (Hasibuan, 2003 : 145)
Dilihat dari segi aktif, pihak manajemen Geulis Boutique Hotel & Café
memberikan motivasi terhadap karyawannya berupa pujian terhadap prestasi
karyawan dalam melakukan tugasnya yang menghasilkan kinerja yang sesuai dengan
diharapkan oleh pihak hotel. Sedangkan dari segi pasif, motivasi diberikan berupa
gaji atau upah serta jaminan yang diharapkan mampu memberikan stimuli terhadap
karyawannya agar mampu memberikan kinerjanya yang baik.
Sedangkan menurut Mangkunegara mengatakan ”Motivasi terbentuk dari
sikap (attitude) seorang karyawan dalam menghadapi situasi (situation) kerja.
Motivasi merupakan kondisi yang mengarahkan diri pegawai yang terarah untuk
mencapai tujuan organisasi dengan hasil yang baik (kinerja yang baik)”.
(Mangkunegara, 2005 : 94)
Dari pendapat diatas timbulnya motivasi disebabkan oleh kemampuan
karyawan dalam menghadapi kondisi dilingkungan kerjanya. Apabila stimuli yang
diterima oleh karyawan baik atau positif, maka motivasi karyawan tersebut akan
menjadi lebih baik yang nantinya akan mempengaruhi kinerja yang baik pula, apabila
sebaliknya maka motivasi karyawan akan rendah dan dapat mempengaruhi kinerja
yang dihasilkan oleh karyawan tersebut.
Pada dasarnya motivasi seseorang pada waktu kerja adalah sama yaitu ingin
memenuhi kebutuhan hidupnya. Baik itu kebutuhan jasmani maupun kebutuhan
rohani, dan juga baik merupakan kebutuhan berupa materi maupun non materi. Akan
tetapi motivasi tersebut dipengaruhi oleh faktor-faktor.
Teori Herzberg dalam Hasibuan mengatakan “motivasi didukung oleh faktor
kebutuhan psikologi dan juga kebutuhan akan pemeliharaan”.
1. Kebutuhan psikologi, meliputi serangkaian kondisi intrinsic diantaranya: a. Prestasi (Achievement): pencapaian perasaan membuat suatu
kesimpulan yang berhasil menyelesaikan suatu persoalan, berhasil melakukan penjualan.
b. Pengakuan (Recognition): pengakuan atas konstribusi sesorang, penghargaan atas pekerjaan dari perusahaan.
c. Pekerjaan itu sendiri (The Work it self): imbauan intrinsic pada pekerjaan, lebih menekankan pada keragaman, tidak bersikap monoton atau membosankan.
d. Tanggung jawab (Responsibility): memiliki kewenangan untuk mengambil keputusan serta tanggung jawab atas pekerjaan sendiri.
e. Pengembangan potensi individual (Advancement) 2. Kebutuhan akan pemeliharaan meliputi serangkaian kondisi ekstrinsik
diantaranya: a. Gaji atau upah (Wages or salary): imbalan berupa gaji, pension,
jaminan kesehatan, dan lain sebaginya. b. Kondisi kerja (Working condition): lingkungan fisik tempat
dilakukannya pekerjaan.
c. Kebijaksanaan dan administrasi perusahaan (Company policy and Administration).
d. Hubungan antarpribadi (Interpersonal Relations): hubungan sejawat, maupun dengan atasan.
e. Kualitas supervior (Quality supervisior): ketersediaan akses, kompetensi dan kepribadian pemimpin.
(Hasibuan, 2003 : 110)
Faktor-faktor pendukung motivasi tersebut sangat dibutuhkan oleh setiap
karyawan termasuk karyawan di Geulis Boutique Hotel & Café. Hal ini dikarenakan
agar motivasi tersebut mampu mendorong karyawan untuk tidak puas dengan
pekerjaan yang dilakukanya selama ini serta menyadarkan karyawan untuk
melakukan pekerjaan dengan lebih baiknnya sehingga tercapainnya tujuan
perusahaan yang telah ditetapkan. Untuk itu karyawan harus menciptakan kinerja
yang lebih baik dari sebelumnya.
2.4.2 Ability
Sumber manusia merupakan salah satu faktor penting dalam pencapaian
tujuan perusahaan. Akan tetapi alangkah lebih baiknya sumber manusia tersebut
diimbangi dengan kemampuan yang dimilikinya. Menurut Moenir “Kemampuan
berasal dari kata dasar mampu yang dalam hubungan dengan pekerjaan berarti dapat
melakukan pekerjaan sehingga menghasilkan barang atau jasa sesuai dengan yang
diharapkan”. (Moenir dalam Wenny Agustin, 2007)
Dalam pencapaian tujuan perusahaan, kemampuan karyawan merupakan
faktor terpenting yang perlu diperhatikan. Pekerjaan yang dilakukan berdasarkan
keahlian yang dimiliki oleh karyawan akan menghasilkan kinerja yang lebih baik. Hal
ini didukung oleh Sedarmayanti yang mengatakan:
“Manajemen sumber daya manusia merupakan suatu pengakuan terhadap pentingnya sumber daya manusia atau tenaga kerja dalam suatu organisasi, dan pemanfaatannya dalam berbagai fungsi serta kegiatan untuk mencapai tujuan perusahaan. Manajemen sumber daya manusia diperlukan untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna sumber manusia dalam organisasi, dengan tujuan untuk memberikan kepada organisasi satu kesatuan yang efektif”. (Sedarmayanti, Lukas Kurniawan, 2007) Dari pendapat diatas dapat disimpulkan untuk pencapaian tujuan perusahaan
lebih efektif maka penempatan karyawan harus sesuai dengan kemampuannya. Yang
dimaksud dengan efektif disini adalah melakukan atau mengerjakan suatu pekerjaan
tepat pada sasarannya. Hal ini juga didukung oleh Moenir yang mengatakan
“Kemampuan kerja karyawan yang tidak memadai untuk tugas yang dibebankan
kepadanya, akan berakibat pada hasil pekerjaan yang tidak memenuhi standar yang
telah memadai, maka pelaksanaan tugas dapat dilakukan dengan baik, cepat dan
memenuhi semua pihak untuk menghasilkan kinerja yang baik”. (Moenir dalam
Lukas Kurniawan, 2007)
Davis (dalam Mangkunegara, 2005 : 67) merumuskan “Ability = knowledge +
skill”. Dari rumus tersebut dapat disimpulkan bahwa pengetahuan terdiri dari
pendidikan, pengalaman, serta pelatihan. Sedangkan kecakapan seseorang terdiri dari
kepribadian dan kemampuan untuk belajar. Pendidikan membentuk serta menambah
pengetahuan sesorang terhadap sesuatu. Sedangkan pengalaman merupakan modal
yang besar dalam menjalankan pekerjaan dalam suatu organisasi untuk mencapai
berhasil tidaknya organisasi dalam mencapai tujuannya. Pelatihan digunakan untuk
meningkatkan kinerja perusahaan dengan cara mengembangkan kemampuan dan
menambahkan pengalamannya.
Sebagai seorang karyawan yang produktif, mereka tidak akan puas dengan
pengalaman yang mereka peroleh, melainkan mereka mempunyai keinginan untuk
belajar agar lebih memiliki wawasan yang lebih luas. Selain itu juga karyawan harus
memiliki kepribadian baik yang menyeimbangi pengetahuan yang mereka miliki.
Penilaian kinerja merupakan salah satu faktor dalam mengembangkan organisasi
secara efektif dan efisien karena adanya kebijakan atau penilaian prestasi kerja,
berarti organisasi telah memanfaatkan secara baik atas sumber daya manusia yang
terdapat dalam organisasi.
BAB III
METODELOGI PENELITIAN & OBJEK PENELITIAN
3.1 Metodelogi Penelitian
3.1.1 Metode Penelitian
Jenis penelitian hubungan komunikasi antarpribadi atasan-bawahan dengan
kinerja karyawan Geulis Boutique Hotel & Café adalah penelitian kuantitatif, yaitu
penelitian yang menggunakan angket sebagai alat pengumpul data utama. Penelitian
ini menggunakan metode korelasi, dimana peneliti mencoba untuk mencari hubungan
komunikasi antarpribadi atasan-bawahan dengan kinerja karyawan. Penelitian ini
tidak terbatas pada pengumpulan data saja, melainkan juga mencakup analisis dan
interpretasi terhadap data yang diperoleh selama proses penelitian.
3.1.2 Populasi dan Sampel
Untuk memperoleh data dari objek penelitian maka ditentukan sampel yang
berasal dari populasi objek penelitian. Populasi adalah jumlah keseluruhan dari unit
analisa yang ciri-cirinya akan diduga. Populasi juga berarti sebagai kumpulan objek
penelitian. Populasi dari penelitian ini adalah karyawan Geulis Boutique Hotel &
Café yang berjumlah 53 orang.
Peneliti menggunakanan sampling random sebagai sampel. Metode sampling random
yaitu bentuk sampling probabilitas yang sifatnya sederhana, tiap sampel yang berukuran
sama memiliki suatu probabilitas (peluang) atau sama untuk memilih dari populasi (sebagian
populasi). (Umar, 2002 : 83)
3.1.3 Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data
3.1.3.1 Jenis Data
Sumber data dalam penelitian terbagi menjadi dua, yaitu:
1. Data primer
Data primer adalah data utama yang menjadi rujukan analisis
permasalahan. Hubungan komunikasi antarpribadi atasan-bawahan sebagai
variabel pertama yang meliputi keterbukaan, empati, sikap mendukung, sikap
positif serta kesamaaan. Kinerja karyawan Geulis Boutique Hotel & Café sebagai
varaibel ke dua yang terdiri dari motivasi & ability karyawan Geulis Boutique
Hotel & Café.
Data primer diperoleh melalui penyebaran angket yang disebarkan kepada
para karyawan sebagai responden sebanyak 35 orang yang tergolong dibawah
supervisior sebagai rsponden diminta pendapat tentang variable-variabel yang
diteliti. Data-data tersebut dibagi dalam dua kelompok yaitu:
a. Data responden, yaitu data yang digunakan sebagai bahan analisa
pembanding pada tabel silang bebas dan terikat dalam melihat gejala-
gejala diluar variabel bebas dan terikat. Data responden meliputi
jenis kelamin responden, usia responden, tingkat pendidikan
responden, lama responden bekerja dan department responden.
b. Data penelitian, data yang terkaitan variabel 1 hubungan komunikasi
antarpribadi atasan-bawahan dan variabel 2 kinerja karyawan,
seperti:
1. Komunikasi antarpribadi meliputi keterbukaan, empati, sikap
mendukung, sikap positif serta kesamaaan.
2. Kinerja meliputi mitivasi dan ability.
Pada ahirnya proses pemakaian data primer adalah untuk menjawab
identifikasi masalah yang didapat dari hasil penafsiran data berdasarkan hasil
penyebaran angket.
2. Data skunder
Adalah data pendukung yang akan melelngkapi data primer dan
data skunder diperoleh melalui wawancara peneliti dilapangan.
Wawancara dilakukan dengan karyawan sebagai responden.
3.1.3.2 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
5. Kuesioner, adalah berupa daftar pertanyaan yang telah disusun secara tertulis
kepada responden yang telah dipilih. Kuesioner tersebut terdiri dari beberapa
pertanyaan, yakni beberapa pertanyaan data responden dan beberapa pertanyaan
yang berkaitan dengan data penelitian.
6. Observasi, sebuah aktifitas pengamatan dengan menggunakan indera
pengeliahatan yang berarti tidak mengajukan pertanyaan-pertanyaan. Dalam
penelitian ini, observasi dilakukan dengan cara mengamati secara langsung objek
pengamatan yang dilakukan oleh peneliti selama Job Training di Geulis Boutique
Hotel & Café..
7. Wawancara, teknik pengumpulan data dengan cara mengadakan tanya jawab
dengan orang yang berwenang dalam memberikan data masalah yang dibahas
peneliti yang berupa keterangan langsung dari narasumber. Narasumber yang
peneliti wawancara adalah Executive secretary, Ari Irmawati S.Sos, dan
beberapa karyawan yang juga merupakan responden.
8. Kepustakaan, yakni suatu studi untuk memperoleh data yang relevan, yang
bersumber dari buku-buku, serta sumber-sumber lainya yang berkaitan dengan
masalah yang penulis teliti.
3.1.4 Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik
analisis data kuantitatif yang menghitung sebuah nilai statistik. Salah satu fungsi
statistik adalah menyederhanakan data penelitian yang amat besar jumlahnya menjadi
informasi yang lebih sederhana dan lebih mudah dipahami.
Data yang sudah diperoleh selanjutnya diproses melalui beberapa tahap, akan
tetapi sebelum pengolahan data peneliti terlebih dahulu mempersiapkan buku koding
yang merupakan pedoman pemberian kode pada setiap pertanyaan atau pernyataan
dalam angket, sekaligus sebagai pedoman pengisian kolom-kolom dalam lembaran
koding berdasarkan jawaban angket responden. Tahap-tahapnya adalah sebagai
berikut:
1. Penyuntingan, pemeriksaan yang dilakukan terhadap setiap angket untuk mengetahui
apakah pengisian angket oleh responden telah benar atau sesuai dengan prosedur.
2. Pemberian kode, yaitu usaha untuk mengklasifikasi jawaban-jawaban para responden
menurut macamnya, dilakukan dengan membubuhkan kode pada suatu jawaban
tertentu.
3. Pemasukan kode, setiap angket diberi nomor urut yang terdapat pada angket telah
dipindahkan ke dalam kode-kode tertentu, lalu kemudian dimasukkan ke dalam
lembaran koding dimana masing-masing sesuai dengan nomor responden.
Pada penelitian ini data yang diperoleh dengan menggunakan teknik analisis
deskriptif, sedangkan pengujian hipotesis menggunakan analisis statistik inferensial.
1. Analisis data deskriptif
Uraian berupa penggambaran untuk menjelaskan menjawab-jawaban yang
diberikan responden dalam angket tanpa bermaksud untuk membuat kesimpulan
yang berlaku umum atau generalisasi.
2. Analisis data statistik inferensial
Analisis yang digunakan untuk menganalisa data sampel, untuk mengetahui
derajat hubungan diantara variabel bebas dan terikat dperlukan prosedur statistik
yang dinamakan analisis hubungan dengan menggunakan ukuran asosiasi yang
disesuaikan dengan jenis (skala pengukuran) data. (Rakhmat. 1997 : 34)
Karena skala pengukuran yang digunakan adalah skala ordinal, maka uji
statistik yang digunakan untuk mengukur koefisien korelasi tata jenjang dengan
menggunakan rumus Spearman, rank-difference correlation digunakan untuk
menentukan hubungan dua gejala yang kedua-duanya merupakan gejala ordinal.
Berikut ini rumus dari korelasi Rank Spearman:
rs = )1(
61 2
2
)16 2
nndi ;
karena dalam penenlitian ini terdapat data yang sama, maka rumus yang
dipakai adalah:
rs = 22
2i
22
yx2
dyx, dengan :
x
32 T
12NNx dan
12)tt(T
3
x
y
32 T
12NNy dan
12)tt(T
3
y
Keterangan:
rs: koefisien korelasi di: selisih Rank variabel N: jumlah sampel t: banyak data berangka sama pasa suatu rangking tertentu T: faktor keralasi X & Y Pengujian koefisien korelasi Rank spearman:
2rs1
2n rst
r
2r
3.2 Gambaran Umum Geulis Boutique Hotel & Café
3.2.1 Sejarah Geulis Boutique Hotel & Café
Geulis Boutique Hotel & Café merupakan perwujudan konsep “boutique
hotel” di Indonesia, sebagai realisasi sebuah tekad yang kuat dalam upaya
meninggikan derajat apresiasi budaya Indonesia, ditengah nuansa perhotelan yang
serba modern. Tekad ini dimiliki oleh perusahaan pemilik hotel ini, yaitu PT. Kacida
Sukses, dengan motto One Step Ahead membangun sebuah hotel yang memiliki
sentuhan arsitektur Eropa bergaya Victorian dan dari segi pengelolaannya lebih
menyerupai resor atau hotel yang sifatnya seperti rumah tinggal (residential hotel),
bukan hotel mewah yang memiliki “atrium” dan bertingkat tinggi.
Hotel berbintang tiga ini ingin mampu mewakili mutu jasanya di Indonesia
khususnya Bandung dan patut dibanggakan, terutama ditinjau dari segi pelestarian
budaya di tengah memudarnya penggunaan tradisi Indonesia di industri perhotelan
dewasa ini. Tantangan kami adalah mewujudkan sebuah konsep griya yang ramah
namun sekaligus bercita rasa tinggi. Setiap sudut di Geulis Boutique Hotel & Café
memberikan kesan istimewa namun sederhana kepada tamunya.
Geulis Boutique Hotel & Café dilihat dari segi jasanya, memiliki istilah baru
dalam dunia perhotelan di Indonesia yaitu personalized service, atau jasa yang
diberikan sesuai dengan selera setiap kepribadian sang tamu. Pada tingkat hunian
tinggi sekalipun, Geulis Boutique Hotel & Café ingin memperlakukan tamunya
sedemikian istimewa seolah-olah tamu yang ada di hotel kami adalah satu-satunya
tamu yang menginap.
Dari segi apresiasi budayanya, Geulis Boutique Hotel & Café memberikan
peluang kepada setiap tamu untuk datang dan menikmati penataan apik dari berbagai
barang terpilih, mengingatkan kita pada keindahan dan kekayaan budaya Indonesia
seperti yang tercatat dalam sejarah. Misalnya, di ruang tamu kamar, terlihat hiasan
dinding yang terbuat dari akar tumbuhan dengan motif yang sangat eksotik. Seluruh
tata ruang di Geulis Boutique Hotel & Café merupakan peleburan serasi dan
mencerminkan semangat tradisional dalam ungkapan modern.
Geulis Boutique Hotel & Café hanya memiliki 26 kamar Suite yang terbagi
menjadi: 16 kamar Premium Suite, 8 kamar Family Suite, dan 2 kamar Grand Suite.
Oleh karena itu disebut boutique hotel. Ada tiga unsur penting yang membuat kamar
di Geulis Boutique Hotel & Café menghasilkan ciri tersendiri yakni ruang yang luas,
semangat budaya, dan penataan yang terperinci layaknya hotel berbintang lima. Itulah
sebabnya setiap kamar memiliki kategori suite, dan memiliki keunikan dalam
penampilannya.
Geulis Boutique Hotel & Café merupakan pencerminan terhadap keagungan
budaya bangsa. Perwujudan idealisme seperti yang kita lihat ini, dapat meyakinkan
kita bahwa Geulis Boutique Hotel & Café memiliki nilai tersendiri bagi mereka yang
dapat menghargainya. Geulis Boutique Hotel & Café ingin dikenal baik oleh semua
kalangan sebagai sebuah hotel kediaman yang unik dan bercitarasa tinggi, dan juga
sebagai hotel yang tepat untuk kalangan pengusaha dalam menjaga wibawanya.
3.2.2 Visi, Misi dan Prinsip Dasar
Meskipun Geulis Boutique Hotel & Café berbintang tiga, akan tetapi memiliki
standar kualitas standar bintang lima, Geulis Boutique Hotel & Café mempunyai visi.
misi, maupun prinsip dasar tersendiri. Adapun visi, misi, dan prinsip dasarnya
adalah sebagai berikut:
1. Visi
“One Step Ahead”, yang bermakna kami berusaha untuk selalu selangkah lebih
maju dibandingkan dengan Hotel lainnya dalam pelayanan, kinerja dan
memberikan fasilitas-fasilitas terbaik.
2. Misi
a. Mewujudkan ‘Excellent Service’ dengan Personal Service kepada
seluruh tamu Geulis Botique Hotel & Café.
b. Membentuk tim yang solid sehingga tercipta etos kerja yang baik.
c. Memberikan keuntungan yang signifikan kepada perusahaan.
3. Prinsip Dasar
a. Tim Kerja
b. Kualitas
c. Etika Kerja
3.3 Struktur Organisasi
Suatu perusahaan atau lembaga dalam menjalankan perusahaannya senantiasa
memerlukan suatu alat yang dapat memenuhi sebuah rencana perusahaan, alat
tersebut adalah struktur organisasi. Struktur organisasi dibentuk dan disusun dengan
maksud agar setiap bagian organisasi dapat bekerja sama secara efektif dan efisien.
Struktur organisasi terdiri dari beberapa bagian atau petugas yang menempati
jabatan mulai dari atasan sampai bawahan yang memiliki hak dan wewenang sesuai
dengan jabatan yang didudukinya. Struktur organisasi menunjukkan suatu tindakan
hirarkis, dimana struktur tersebut dapat diketahui bagian-bagian yang terdapat di
Hotel yang bersangkutan, hubungan yang satu dengan yang lainnya ataupun
hubungan atasan dengan bawahan. Dengan memperhatikan struktur organisasi, maka
setiap karyawan akan mengetahui posisi dan tingkat jabatan itu berada.
Struktur organisasi di Geulis Boutique Hotel & Café dirancang dan
disesuaikan terhadap kebutuhan hotel, semakin besar dan lengkap fasilitasnya, maka
struktur organisasinya juga semakin kompleks. Berdasarkan struktur organisasi, dapat
ditentukan atau diperkirakan jumlah karyawan yang dibutuhkan secara keseluruhan.
3.4 Job Description Geulis Boutique Hotel & Café
Tugas masing-masing jabatan di geulis Boutique Hotel & Café adalah sebagai
berikut:
1. General Manajer
Geulis Boutique Hotel & Café dipimpin oleh seorang General Manajer yang
merupakan Top Manajer. Walaupun menjabat sebagai Top Manager, akan tetapi
memiliki tugas dan tanggung jawab yang sangat besar, antara lain sebagai berikut:
a. Menentukan maju mundurnya instansi.
b. Menentukan berbagai hal penting, yang berhubungan dengan kelancaran
usaha instansi dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan.
c. Sebagai koordinator Operational Manajer terhadap kerja yang dilakukan oleh
karyawan.
2. Operational Manajer
Operational Manajer mempunyai tugas dan tanggung jawab dalam menentukan
seluruh pelaksanaan dari semua department yang berada dibawah kepemimpinannya.
Operational manajer membawahi assisten operasional manajer dan juga Executive
Secretary. Tugas dari Operational Manajer antara lain sebagai berikut:
a. Pembuat keputusan di dalam pelaksanaan lapangan.
b. Sebagai koordinator dari seluruh departemen yang berada dibawah
kepemimpinannya.
c. Mengawasi serta mengkoordinir seluruh pekerjaan yang dilakukan oleh
karyawan.
3. Assisten Operational Manajer
Operational Manajer memiliki seorang assisten dalam pelaksanaannya, dimana
assisten tersebut membantu Operational Manajer dalam mengambil keputusan serta
membantu Operational Manajer dalam mengawasi pekerjaan yang telah dilakukan
oleh seluruh karyawan.
4. Executive Secretary
Bagian yang bertugas dan bertanggung jawab terhadap mengatur aktivitas
perusahaan, mulai dari administratif sampai human relations. Tugas pokonya adalah
sebagai berikut:
a. Mengirim serta memeriksa
b. Membuat Minutes Meeting serta Outgoing letter
c. Membuat pengumuman untuk internal
d. Membuat Corporate Rate dan Kontrak Travel Agent
e. Membuat daftar menu + harga ( Kafe dan Room Service )
f. Membuat Meeting Package
g. Membuat voucher dan rekapnya
h. Membuat kontrak kerjasama
i. Setiap tgl 20 tiap bulannya membuat Rekap Absen
j. Setiap tgl 1 tiap bulannya membuat rekap jemput karyawan
k. Setiap tgl 29-31 tiap bulannya mengumpulkan rekap casual dari tiap
department
l. Membuat surat Teguran, Peringatan
m. Membuat file cuti dan penggantian pengobatan karyawan
n. Membuat rekap casual
o. Filing data karyawan + atribut serta surat sakit
p. Rekap Jamsostek
q. Administrasi OJT
r. Mengisi Time Card setiap akhir bulan
5. Purchasing
Bertugas dan bertanggung jawab pemesanan kebutuhan di Hotel Geulis baik itu
dalam hal makanan atupun peralatan. Tugas-tugas pokoknya meliputi:
a. Memesan barang serta bahan makanan yang dibutuhkan oleh setiap
department kepada supplier.
b. Mengkoordinir barang serta bahan makanan yang masuk serta
menyimpannya kedalam gudang penyimpanan.
c. Membuat nota yang akan dibayar kepada supplier dan diserahkan kepada
bagian accounting.
6. Accounting
Bertanggung jawab dalam masalah atau hal-hal mengenai perhitungan atau
pemasukan hotel. Tugasnya adalah sebagai berikut:
a. Mengontrol seluruh pengeluaran dan pemasukan hotel.
b. Mengontrol pelaksanaan serta pembayaran gaji karyawan.
c. Mengelola seluruh laporan yang berhubungan dengan keuangan.
7. Front Office
Department yang menjadi public relations di depan pelanggan, karena departemen
ini bertanggung jawab terhadap hal yang berhubungan dengan recervasi kamar serta
mempromosikan kamar, memberikan informasi kepada para penghuni kamar serta
department yang ikut menentukan naik turunnya permintaan kamar.
8. House Keeping
Department yang bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan terhadap para
penghuni kamar, seperti mempersiapkan kamar (khususnya berhubungan dengan
kebersihan dan perlengkapan kamar), menyediakan ruang meeting, serta melakukan
perawatan terhadap ruangan lainnya. Roomboy dan Housman juga merupakan bagian
dari department ini.
9. F & B
Food & Beverage department yang bertugas dan bertanggung jawab terhadap
pengelolaan, penyajian, berupa makanan, minuman dan lain lain. Harus mampu
melakukan penjualan income (pendapatan dari pembuatan menu) yang didapat dari
pelaksanaan seperti: meeting, acara tahun baru, ulang tahun dan lain lain. F & B
dibagi menjadi dua bagian yaitu:
a. F & B Kitchen yang mengolah makanan dan minuman sampai disajikan.
b. F & B Service yang memberikan pelayanan penyajian makanan dan
minuman, dan harus mampu menjual makanan.
10. Mechanical Engineering
Department yang bertanggung jawab atas repair and maintance (segala bentuk
kerusakan yang terjadi di dalam hotel). Adapun tugasnya adalah sebagai berikut:
a. Melakukan pemeliharaan hotel dan peralatan hotel.
b. Mengadakan perbaikan bila terjadi kerusakan seperti, kebocoran, gangguan
listrik, gangguan telepon, dan lain sebagainya.
11. Security
Security bertugas untuk menjaga keamanan serta ketertiban di lingkungan hotel.
12. HRD
Bertanggung jawab terhadap penanganan Sumber Daya Manusia, seperti, penerimaan
serta penempatan karyawan, memproses karyawan, serta melakukan penurunan
pangkat.
13. Marketing
yang bertanggung jawab atas pemasaran dan penjualan keluar berkenaan dengan
produk hotel antara lain: room, food, dan lain lain, dengan memformulasikan teknik
dan strategi termasuk rencana-rencana dalam rangka mendukung keberhasilan
perusahaan. Selain itu juga bertugas menjaga hubungan baik dengan para tamu yang
menginap
3.5 Sarana dan Prasarana Geulis Botique Hotel & Café
Setiap kamar di Geulis Botique Hotel & Café memiliki fasilitas yang sama
seperti Air Conditioner, TV Cable, Telephone atau IDD, Refrigerator, Safety Box,
Daily Newspaper, dan Internet Line. Layaknya sebuah instansi ataupun perusahaan
Geulis Botique Hotel & Café memiliki sarana dan prasaran lainnya yakni sebagai
berikut:
1. Kafe Geulis (terletak di Lt. 1)
Kafe Geulis terletak dilantai 1, kafe ini buka setiap hari dari pukul 07.00-
23.00 wib. Kafe Geulis terdiri dari dua lantai memiliki suasana layaknya
cafe–cafe di Paris, dengan fasilitas Air Conditioner, TV Plasma (televisi
yang memiliki ketebalan sangat tipis), ruang makan VIP, penampilan
pianist yang sekaligus sebagai penyanyi, dan sistem pelayanan yang
diberikan kepada pengunjung kafe yaitu penyajian menu a la carte atau
menu dipesan kemudian diantar, bukan menu siap saji (fast food). Dengan
kreasi menu-menu andalan khas Eropa terutama steak dan pasta.
2. Business Center
Business Center terletak dilantai dasar, dan jadwal bukanya setiap hari dari pukul
08.00-22.00 wib.
3. Meeting Room
Ruang yang terletak di kafe Geulis lantai 2 ini berkapasitas 30 orang. Meeting
Room dapat di setting sesuai dengan keinginan konsumen.
4. Spa & Massage
Terletak dilantai 1, buka setiap hari yakni hari senin-sabtu Pukul 15.00-
22.00 wib, sedangkan untuk hari minggu Pukul 09.00-17.00 wib.
5. Salon & Drug Store
Salon & Drug Store terletak di lantai 1, berlokasi bersebelahan dengan
Kafe Geulis. Salon & Drug Store buka setiap hari dari pukul 09.00-17.00
wib.
6. Swimming Pool
Terletak dilantai 1, jadwal bukanya dari pukul 07.00-22.00 wib.
7. Fitness & Sauna
Berlokasi dilantai 1, yakni bersebelahan dengan Swimming Pool, buka
setiap hari dari pukul 07.00-22.00 wib.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab ini membahas mengenai uraian dan analisis data-data yang diperoleh dari
data primer dan sekunder penelitian. Data primer penelitian ini adalah hasil kuesioner
yang disebarkan kepada 35 orang. Data tersebut merupakan data pokok dimana
analisisnya ditunjang oleh data-data sekunder yang analisisnya didapat dari hasil
observasi di lapangan dan beberapa sumber pustaka untuk memperkuat dan
memperdalam hasil analisis. Data yang diperoleh dari hasil kuesioner terdiri dari dua
macam, yaitu data responden dan data penelitian.
Data responden adalah seluruh identitas responden yang dipandang relevan
dengan permasalahan yang diidentifikasi. Sedangkan data penelitian adalah sejumlah
skor yang diperoleh dari jawaban responden atas pertanyaan atau pernyataan
mengenai variabel penelitian, yaitu variabel X (Komunikasi Antarpribadi) dan
variabel Y (Kinerja karyawan). Variabel tersebut dianalisis dengan menggunakan
statistik deskriptif dan analisis korelasi.
Data-data responden yang diperoleh melalui kuesioner dianalisis secara
deskriptif. Data lain yang diperoleh dari studi pustaka akan digunakan sebagai data
sekunder untuk melengkapi dan mendukung data primer.
4.1 Analisis Deskriptif
Analisis data deskriptif bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai
objek penelitian berdasarkan data dan variabel yang diperoleh dari kelompok subjek
yang diteliti. Untuk memudahkan penulis dalam menginterpretasikan hasil penelitian
dalam tabel maka penulis mengacu penafsiran data berdasarkan pendapat Arikunto,
(1998 : 246) yakni sebagai berikut :
0 % : Tidak seorangpun dari responden 1 – 25 % : Sangat sedikit dari responden 26 – 49 % : Sebagian kecil atau hampir setengah dari responden 50 % : Setengah dari responden 51 – 76 % : Sebagian besar dari responden 77 – 99 % : Hampir seluruh dari responden 100 % : Seluruh responden Jawaban responden atas sejumlah pertanyaan dan pernyataan yang diajukan
dalam kuesioner akan ditampilkan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.
4.1.1 Data Responden
Tabel 4.1 Jenis Kelamin
No Kategori F % 1 Pria 23 65.71 2 Wanita 12 34.29
Jumlah 35 100.00 N= 35 Sumber : Data yang sudah diolah
Tabel di atas menggambarkan frekuensi “Jenis Kelamin Responden ”. Dari tabel di
atas dapat dilihat bahwa sebanyak 23 orang (65,71%) adalah pria dan 12 orang (34,29%)
adalah wanita. Hal ini mengindikasikan bahwa sebagian besar karyawan yang diteliti adalah
pria.
Hasil data diatas menunjukkan bahwa karyawan berjenis kelamin pria lebih banyak
dari pada wanita. Executive Secretary Geulis Boutique Hotel & Café menyatakan hotel
Geulis membutuhkan karyawan yang berjenis kelamin pria karena ingin mencapai kinerja
kerja yang tinggi yang setiap hari harus siap dihadapkan pada tekanan-tekanan dan kondisi
yang tidak menguntungkan. Sedangkan wanita memiliki keterbatasan dalam jangkauan
pekerjaan.
Besarnya pengaruh pekerjaan dengan harga diri seseorang pria menyebabkan pria
cenderung lebih gigih untuk mendapatkan pekerjaan dan tentunya yang lebih baik bagi
dirinya, daripada wanita. Shaevitz menyatakan “Beberapa perbedaan pria dan wanita ditinjau
dari segi psikologis antara lain, pria cenderung lebih bersikap agresif daripada wanita, serta
harga diri pria lebih sering dikaitkan dengan pekerjaannya”. (Shaevitz dalam Wenny Agustin,
2007)
Mar’at mengatakan bahwa “Manusia sebagai bahan yang mendasar suatu alam yang
dipengaruhi kepribadiannya oleh corak itu sendiri, konstitusi seksual yang mengakibatkan
perbedaan antara pria dengan wanita juga membedakan kepribadian pria dan wanita”.
(Mar’at, 1984 : 54)
Dari pendapat Mar’at diatas dapat dilihat bahwa perbedaan fisik yang dimiliki oleh
pria dan wanita juga menjadi faktor penentu mengapa jumlah karyawan pria mendominasi.
Keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki oleh wanita menyebabkannya tidak leluasa dalam
memilih lapangan pekerjaan. Hanya lapangan pekerjaan tertentu yang dapat dipilih oleh
wanita disesuaikan dengan kondisi keterbatasan mereka. Sementara itu, pria dengan kondisi
fisiknya yang lebih kuat dan mendukung dapat lebih agresif serta bebas memilih lapangan
kerja tanpa banyak memiliki hambatan. Oleh karena itu kesempatan pria untuk mendapatkan
pekerjaaan lebih besar dibandingkan dengan wanita.
Tabel 4.2
Usia
No Kategori F % 1 20 - 25 tahun 3 8.57 2 25 - 30 tahun 13 37.14 3 30 - 35 tahun 12 34.29 4 35 - 40 tahun 6 17.14 5 Lebih dari 40 tahun 1 2.86
Jumlah 35 100.00 N= 35 Sumber : Data yang sudah diolah
Tabel di atas menggambarkan frekuensi “Usia Responden ”. Dari tabel di atas dapat
dilihat bahwa sebanyak 13 orang (37,14%) berusia antara 25 – 30 tahun, 12 orang (34,29%)
berusia antara 30 – 35 tahun, 6 orang (17,14%) berusia antara 35 – 40 tahun, 3 orang (8,57%)
berusia antara 20 – 25 tahun dan 1 orang (2,86%) berusia lebih dari 40 tahun.
Responden pada rentang usia antara 20-25 tahun memiliki semangat yang masih
tinggi sehingga akan menunjang efisiensi kinerja karyawan. Seseorang dalam usia produktif
dapat digolongkan kedalam masa dewasa, lebih jauh Hurlock dalam Saydam mengatakan
bahwa “ Pada masa dewasa kekuatan fisik dan mental seseorang mencapai puncaknya, masa
ini adalah masa produktif, penuh semangat dan aktivitas, masih kaya dengan inspirasi atau
gagasan idealis. Pada masa ini pula, kecepatan merespon dan bereaksi pada diri sendiri
mencapai puncak maksimum”. (Hurlock dalam Saydam, 2003 :34)
Responden pada rentang usia 25-30 tahun, 30-35 tahun, dan 35-40 tahun tergolong
kedalam manusia yang memasuki masa dewasa awal (pre adulthood) pada masa ini manusia
memasuki masa penyesuaiam dimana ia memasuki usia bermasalah, baik dalam hal
pekerjaaan, peran maupun tanggung jawab sosialnya. Kadangkala dengan semangat muda
yang dimiliki oleh pada masa ini mereka cenderung berfikir dan bertindak sesuai dengan
idealisme yang mereka miliki, namun dengan kurangnya pengalaman, seringkali idealisme
mereka merugikan diri mereka sendiri.
Usia responden yang lebih dari 40 tahun, merupakan karyawan yang sangat matang
yang diharapkan mampu memberikan mempunyai pengalaman kerja yang lebih lama hal ini
yang sangat dibutuhkan oleh karyawan lainnya. Dapat dikatakan pada masa ini manusia pada
umumnya sudah mengerti arah dan tujuan hidup mereka termasuk dari segi pekerjaan.
Tabel 4.3
Pendidikan
No Kategori f % 1 SMA 10 28.57 2 Diploma 24 68.57 3 S1 1 2.86
Jumlah 35 100.00 N= 35 Sumber : Data yang sudah diolah
Tabel di atas menggambarkan frekuensi “Pendidikan Terakhir Responden”. Dari
tabel di atas dapat dilihat bahwa sebanyak 24 orang (68,57%) memiliki pendidikan terakhir
diploma, 10 orang (28,57%) memiliki pendidikan terakhir SMA, dan 1 orang (2,86%)
memiliki pendidikan terakhir S1.
Tingkat pendidikan memberi gambaran bagaimana seseorang memberikan respons
terhadap suatu permasalahan pribadi dan sosial yang menerpa dirinya. Perbedaan respon
dipengaruhi oleh Frame Of References dan Field Of Experiences. Dengan latar belakang
pendidikan di bangku kuliah, seseorang dapat mengatur keuangan, waktu bahkan segala
permasalahan-permasalahan hidup dengan lebih cermat, sehingga mereka dapat lebih
mempertimbangkan segala suatunya dengan lebih matang ketika hendak melakukan suatu
tindakan.
Semakin rendah tingkat pendidikan, cara menanggapi dan memahami segala
permasalahan yang terjadi di lingkungan sosial pun akan semakin kurang cermat, berbeda
halnya dengan mereka yang berpendidikan tinggi, mereka biasanya lebih baik dan mampu
dalam menanggapi permasalah sosial hal ini terlihat dari berbagai pilihan sosial yang diambil
untuk memecahkan suatu permasalahan dengan lebih cermat.
Tabel 4.4 Bagian Pekerjaan
No Kategori f % 1 Front Office 3 8.57 2 House Keeping 8 22.86 3 F&B 17 48.57 4 ME 4 11.43 5 Security 3 8.57
Jumlah 35 100.00 N= 35 Sumber : Data yang sudah diolah
Tabel di atas menggambarkan frekuensi “Bagian Pekerjaan Responden”. Dari tabel
di atas dapat dilihat bahwa sebanyak 17 orang (48,57%) bekerja di bagian F&B, 8 orang
(22,86%) bekerja di bagian house keeping, 4 orang (11,43%) bekerja di bagian ME, 3 orang
(8,57%) bekerja di bagian front office dan 3 orang (8,57%) bekerja di bagian security.
Tabel 4.5
Lama Bekerja
No Kategori f % 1 Lebih dari 7 tahun 6 17.14 2 5 - 7 tahun 11 31.43 3 3 - 5 tahun 9 25.71 4 1 - 3 tahun 5 14.29 5 6 bulan - 1 tahun 4 11.43
Jumlah 35 100.00 N= 35 Sumber : Data yang sudah diolah
Tabel di atas menggambarkan frekuensi “Lama Bekerja Responden ”. Dari tabel di
atas dapat dilihat bahwa sebanyak 11 orang (31,43%) sudah bekerja antara 5 – 7 tahun, 9
orang (25,71%) sudah bekerja antara 3 – 5 tahun, 6 orang (17,14%) sudah bekerja lebih dari 7
tahun, 5 orang (14,29%) sudah bekerja antara 1 – 3 tahun dan 4 orang (11,43%) baru bekerja
antara 6 bulan – 1 tahun.
Lamanya seseorang bekerja dalam suatu perusahaan dapat membantu dalam
menumbuhkan kreatifitas berfikir untuk kemajuan perusahaan. Semakin lama responden
bekerja, akan kemungkinan responden mempunyai sikap, perhatian, dan penilaian positif
terhadap sikap segala usaha untuk memajukan perusahaan.
Atas di dasari waktu lamanya bekerja pegawai dapat menunjukkan bahwa mereka
sebagai karyawan dapat dianggap telah mengerti bagaimana seluk beluk department tempat
mereka biasa bekerja dalam hal ini perusahaan. Dengan demikian hal ini dapat menjadi salah
satu faktor yang dapat menimbulkan kesadaran dalam hati bahwa mereka bagian dari
perusahaan sehingga selalu ingin memberikan kinerja yang baik bagi perusahaan.
Responden yang bekerja 5-7 tahun dan lebih dari 7 tahun biasanya sudah begitu
mengenal pekerjaan serta lingkungan kerjanya, atau dapat dikatakan bahwa karyawan pada
kelompok ini sudah mantap dengan instansi dan pekerjaan yang ia kerjakan diperusahaannya.
Executive Secretary hotel Geulis mengatakan dengan pengalaman yang telah diperoleh
selama masa penyesuaian, karyawan telah mengetahui bagaimana menangani masalah
dengan pekerjaannya. Biasanya karyawan juga memikirkan cara untuk meningkatkan karir
dan kinerja mereka. Setelah mengabdi dengan rentang waktu yang lama, biasanya dapat
membuat rasa memiliki karyawan terhadap perusahaannya lebih tinggi. Hal ini berpengaruh
langsung pada cara karyawan merespons apa yang dialami dan diberikan perusahaan pada
mereka.
Responden yang bekerja 1-3 tahun dan 3-5 tahun biasanya karyawan mulai belajar
untuk menyesuaian diri dengan pekerjaannya dan lingkungan kerjanya. Kelompok dengan
masa kerja dalam waktu kelompok ini biasanya sudah mulai yakin dengan apa yang mereka
kerjakan, atau apa yang menjadi pekerjaan mereka, sehingga dapat menjalankan tugas dengan
baik yang menghasilkan kinerja yang baik juga.
4.1.2 Data Penelitian
4.1.2.1 Komunikasi Antarpribadi
4.1.2.1.1 Keterbukaan
Kualitas keterbukaan mengacu pada sedikitnya tiga aspek komunikasi
antarpribadi. Pertama, komunikator antarpribadi secara efektif harus terbuka kepada orang
yang diajak berinteraksi. Kedua, kesediaan komunikator untuk beraksi secara jujur terhadap
stimulus yang datang. Ketiga, menyangkut kepemilikan perasaan dan pikiran. (DeVito, 1997
: 259-160)
Tabel 4.6 Atasan Memberikan Perintah Secara Jelas Kepada Responden
No Pilihan Jawaban F % 1 Selalu 18 51.43 2 Sering 15 42.86 3 Kadang-Kadang 1 2.86 4 Hampir Tidak Pernah 1 2.86 5 Tidak Pernah 0 0.0
Jumlah 35 100.00 N= 35 Sumber : Data yang sudah diolah
Tabel di atas menggambarkan tanggapan responden mengenai pernyataan “Atasan
memberikan perintah secara jelas ”. Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa sebanyak 18 orang
(51,43%) menyatakan selalu dan hanya 1 orang (2,86%) menyatakan hampir tidak pernah.
Hal ini mengindikasikan bahwa sebagian besar dari responden setuju jika atasan memberikan
perintah secara jelas.
Kendala dalam melakukan pekerajaan akan selalu timbul, maka dari itu atasan selalu
memberikan informasi dan perintah yang jelas kepada karyawannya. Perintah tersebut
biasanya diberikan baik secara formal yakni melalui rapat, dan diskusi, maupun informal
yakni konsultasi langsung bila menemukan kendala.
Dari tabel diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa atasan memberikan informasi
seputar pekerjaan secara jelas kepada karyawannya. Hal ini merupakan kondisi yang ideal
dalam kegiatan komunikasi antarpribadi karena pengungkapan informasi secara jelas adalah
salah satu yang membuat komunikasi antarpribadi berjalan dengan baik.
Perintah yang diutarakan oleh seorang atasan sangat berpengaruh kepada kinerja
karyawannya, karena apabila perintah tersebut diutarakan secara jelas maka karyawan yang
akan melakukan pekerjaan tersebut akan merasa bingung dan terjadi kesalahpahaman. Hal ini
pun diperjelas oleh Executive Secretary hotel Geulis bahwa selama ini atasan berusaha untuk
memberikan perintah secara jelas agar dapat dimengerti oleh karyawan karena biasanya
apabila perintah yang diberikan tidak jelas atau tidak dimengerti oleh karyawan maka
pekerjaan yang akan diperintahkan tidak dapat di selesaikan dengan baik bahkan terjadi
kesalahpahaman yang nantinya akan mempengaruhi kinerja karyawan tersebut. Pernyataan
ini diperkuat oleh responden sebagai karyawan bahwa atasan memberikan perintah mengenai
suatu tugas pekerjaan maka akan membuatnya dapat menyelesaikan pekerjaan dengan baik
dan tidak terjadi kebingungan pada saat melakukan pekerjaan tersebut.
Tabel 4.7 Atasan Memberikan Informasi Seputar Pekerjaan Secara Jelas Kepada Responden
No Pilihan Jawaban f % 1 Selalu 18 51.43 2 Sering 14 40.00 3 Kadang-Kadang 2 5.71 4 Hampir Tidak Pernah 1 2.86 5 Tidak Pernah 0 0.0
Jumlah 35 100.00 N= 35 Sumber : Data yang sudah diolah
Tabel di atas menggambarkan tanggapan responden mengenai pernyataan “Atasan
memberikan informasi seputar pekerjaan secara jelas ”. Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa
sebanyak 18 orang (51,43%) menyatakan selalu dan hanya 1 orang (2,86%) menyatakan
hampir tidak pernah. Hal ini mengindikasikan bahwa sebagian besar dari responden setuju
jika atasan memberikan informasi seputar pekerjaan secara jelas.
Pemberian informasi diperlukan untuk meningkatkan kinerja karyawan. Pemberian
informasi tersebut memiliki tujuan supaya karyawan dapat mengerti tentang apa saja yang
sudah dilakukannya selama ini. Agar karyawan dapat menilai kinerjanya masing-masing. Hal
tersebut juga dapat digunakan sebagai bahan instropeksi diri, supaya dikemudian hari tidak
melakukan kesalahan-kesalahan untuk kedua kalinya.
Dari data yang diperoleh menunjukkan bahwa kebanyakan dari responden
menganggap atasan selalu memberikan informasi secara jelas seputar pekerjaan. Mereka
sadar bahwa komunikasi yang terbuka mengenai pekerjaan mampu mempermudah koordinasi
kerja. Hal ini adalah kondisi yang ideal dalam komunikasi antarpribadi karena pengungkapan
informasi secara jelas adalah salah satu yang membuat komunikasi antarpribadi berjalan
dengan baik.
Tabel 4.8 Bila Terjadi Perbedaan Pendapat Dengan Atasan Maka Responden Langsung
Mengutarakan Ketidaksependapatan Itu
No Pilihan Jawaban f % 1 Selalu 9 25.71 2 Sering 19 54.29 3 Kadang-Kadang 6 17.14 4 Hampir Tidak Pernah 1 2.86 5 Tidak Pernah 0 0.0
Jumlah 35 100.00 N= 35 Sumber : Data yang sudah diolah
Tabel di atas menggambarkan tanggapan responden mengenai pernyataan “Bila
terjadi perbedaan pendapat dengan atasan maka karyawan langsung mengutarakan
ketidaksependapatan itu ”. Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa sebanyak 19 orang
(54,29%) menyatakan sering dan hanya 1 orang (2,86%) menyatakan hampir tidak pernah.
Hal ini mengindikasikan bahwa sebagian besar dari responden setuju jika bila terjadi
perbedaan pendapat dengan atasan maka karyawan langsung mengutarakan
ketidaksependapatan itu.
Dari hasil data tabel di atas bahwa karyawan sering mengutarakan
ketidaksependapatan kepada atasan. Menurut seorang responden mengutarakan
ketidaksependapatan tersebut merupakan suatu hal yang positif dalam menunjang kinerja
karyawan. Walaupun kedudukan kerja di dalam Geulis Boutique Hotel & Café lebih rendah
dari pada atasan, akan tetapi karyawan juga merasa memiliki ide, atau pandangan dalam
menentukan kebijakan hotel dalam meningkatkan kinerja. Maka dari itu keberanian karyawan
utnuk mengutarakan ketidaksependapatan mereka mengenai ide ataupun usulan yang
disampaikan kepada atasannya perlu ditingkatkan.
Perbedaan pendapat yang terjadi diharapkan agar kedua belah pihak dapat lebih baik
lagi dan dapat menyalurkan ide-ide baru yang tidak hanya berfokus pada satu ide saja.
Interaksi yang terjadi dalam suatu organisasi biasa diwarnai dengan protes, ungkapan
kekecewaan.
Tabel 4.9 Bila Terjadi Perbedaan Pendapat Dengan Atasan Maka Atasan Langsung
Mengutarakan Ketidaksependapatan Itu
No Pilihan Jawaban f % 1 Selalu 10 28.57 2 Sering 12 34.29 3 Kadang-Kadang 9 25.71 4 Hampir Tidak Pernah 3 8.57 5 Tidak Pernah 1 2.86
Jumlah 35 100.00 N= 35 Sumber : Data yang sudah diolah
Tabel di atas menggambarkan tanggapan responden mengenai pernyataan “Bila
terjadi perbedaan pendapat dengan atasan maka atasan langsung mengutarakan
ketidaksependapatan itu ”. Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa sebanyak 12 orang
(34,29%) menyatakan sering dan hanya 1 orang (2,86%) menyatakan tidak pernah. Hal ini
mengindikasikan bahwa sebagian besar dari responden setuju jika bila terjadi perbedaan
pendapat dengan atasan maka atasan langsung mengutarakan ketidaksependapatan itu.
Atasan sering mengutarakan ketidaksependapatan itu kepada karyawan sangat pasti
terjadi karena atasan memiliki kekuasaan untuk membatah dan memberikan perintah kepada
karyawannya serta atasan juga tidak memiliki rasa segan dan malu untuk berbicara terlebih
dahulu untuk mengutarakan ketidaksependapatan tersebut. Seorang responden mengatakan
atasan sering kali mengatakan keridaksependapatan tersebut berkaitan dengan tugas. Apabila
terdapat tugas yang dilaksanakan oleh karyawan tidak sesuai dengan keinginan atasan, maka
atasan menyatakan ketidaksependapatan tersebut.
Tabel 4.10 Responden Menilai Atasan Berani Bertanggung Jawab Atas Perintah Yang
Disampaikan
No Pilihan Jawaban f % 1 Selalu 18 51.43 2 Sering 14 40.00 3 Kadang-Kadang 2 5.71 4 Hampir Tidak Pernah 0 0.00 5 Tidak Pernah 1 2.86
Jumlah 35 100.00 N= 35 Sumber : Data yang sudah diolah
Tabel di atas menggambarkan tanggapan responden mengenai pernyataan “Karyawan
menilai Atasan berani bertanggung jawab atas perintah yang disampaikan ”. Dari tabel di atas
dapat dilihat bahwa sebanyak 18 orang (51,43%) menyatakan selalu dan hanya 1 orang
(2,86%) menyatakan tidak pernah. Hal ini mengindikasikan bahwa sebagian besar dari
responden setuju jika Karyawan menilai atasan berani bertanggung jawab atas perintah yang
disampaikan.
Hasil diatas dapat disimpulkan bahwa responden selalu menganggap bahwa atasan
bertanggung jawab dengan perintah yang disampaikan. Tanggung jawab timbul karena
beriringan dengan wewenang. Perintah yang berasal dari atasan harus dapat dipertanggung
jawabkan kepada perusahaan. Karena perintah yang diberikan akan mempengaruhi kinerja
karyawan yang akan berperan dalam tujuan perusahaan.
Tabel 4.11
Responden Selalu Bertanggungjawab Atas Pekerjaan Yang Diberikan Oleh Atasan
No Pilihan Jawaban f % 1 Selalu 18 51.43 2 Sering 17 48.57 3 Kadang-Kadang 0 0.00 4 Hampir Tidak Pernah 0 0.00 5 Tidak Pernah 0 0.00
Jumlah 35 100.00 N= 35 Sumber : Data yang sudah diolah
Tabel di atas menggambarkan tanggapan responden mengenai pernyataan “Karyawan
selalu bertanggungjawab atas pekerjaan yang diberikan oleh Atasan ”. Dari tabel di atas dapat
dilihat bahwa sebanyak 18 orang (51,43%) menyatakan selalu dan 17 orang (48,57%)
menyatakan sering. Hal ini mengindikasikan bahwa sebagian besar dari responden setuju jika
karyawan selalu bertanggungjawab atas pekerjaan yang diberikan oleh atasan.
Dalam sebuah perusahan setiap karyawan mendapatkan hak dan kewajiban untuk
pekerjaannya. Akan tetapi hak harus selalu selaras dengan kewajiban yang dilaksanakan.
Begitu juga dengan pekerjaan yang diberikan oleh atasan merupakan kewajiban karyawan
untuk melakukannya dengan baik, selanjutnya pegawai tersebut akan mendapatkan haknya
sebagai karyawan berupa gaji, penghargaan.
Tanggung jawab karyawan salah satunya tercermin dari bagaimana kemampuan
karyawan dalam meraih target yang ditentukan oleh atasan. Menurut seorang responden,
target yang ditentukan memang sulit untuk di capai namun target tersebut tidak jarang
berhasil diraih oleh individu atau team yang diberikan tugas dan tanggung jawab tersebut.
Hal tersebut didukung oleh pendapat Hasibuan yang menyatakan bahwa “Pada
dasarnya perusahan bukan saja mengharapkan karyawan yang mampu, cakap dan terampil,
tetapi yang terpenting mereka mau bekerja giat dan berkeinginan untuk mencapai hasil kerja
yang optimal”. (Hasibuan, 1996 : 92)
Tabel 4.12
Keterbukaan
No Keterbukaan f % 1 Baik 22 62.86 2 Cukup 11 31.43 3 Kurang 2 5.71
Total 35 100.00 N= 35 Sumber : Data yang sudah diolah
Tabel di atas menggambarkan tanggapan responden mengenai keterbukaan. Dari
tabel tersebut dapat dilihat bahwa 22 orang (62,86%) memiliki keterbukaan yang baik, 33
orang (62,3%) memiliki keterbukaan yang cukup dan 1 orang (1,9%) memiliki keterbukaan
yang kurang. Hal ini mengindikasikan bahwa sebagian besar responden memiliki
keterbukaan yang baik.
Kategori keterbukaan di atas merupakan hasil dari pertanyaan-pertanyaan mengenai
keterbukaan yang dipilih oleh resonden yaitu karyawan. Davis dalam Muhammad
menyatakan bahwa “Pemimpin hendaklah sanggup memberikan informasi kepada karyawan
apabila dibutuhkan oleh karyawan. Jika atasan tidak memiliki informasi yang dibutuhkan
oleh karyawan dan perlu mengatakan terus terang dan berjanji akan mencarikannya”.
(Muhammad, 2005 : 112)
Keterbukaan sangat penting untuk dipertahankan bagi kemajuan suatu instansi,
begitu juga Geulis Boutique Hotel & Café. Executive Secretary hotel Geulis mengatakan
keterbukaan merupakan komunikasi yang dilakukan secara timbal balik atau dua arah
sehingga dapat meningkatkan semangat kerja karyawan yang nantinya akan mempengaruhi
kinerja karyawannya. Kedekatan seorang atasan terhadap karyawannya memberikan
pengaruh yang sangat besar terhadap komunikasi atasan-bawahan. Perkembangan hubungan
antarpribadi dalam Geulis Boutique Hotel & Café dipengaruhi oleh jarak yang terdapat pada
setiap department mereka bekerja. Semakin dekat hubungan kerja dengan hotel, maka
semakin besar kesempatan untuk menjadi akrab dan memiliki kesempatan untuk saling
berinteraksi.
“Karyawan lebih menyukai atasan yang mengutamakan keterbukaan, dimana atasan mau untuk berdiskusi dengan karyawannya. Atasan hendaknya berusaha membentuk kepercayaan di antara pengirim dan penerima pesan. Kepercayaan ini akan mengarah kepada komunikasi yang terbuka yang mempermudah atasanya persetujuan yang diperlukan oleh karyawan dan atasannya”. (Muhammad, 2007 : 113) Keterbukaan sangat penting untuk dipertahankan bagi kemajuan sebuah perusahaan.
Keterbukaan merupakan komunikasi yang dilakukan secara timbal balik atau dua arah
sehingga dapat menambah semangat kerja yang mampu meningkatkan kinerja kerja
karyawannya.
4.1.2.1.2 Empati
Menurut Truax dalam DeVito, empati yang akurat adalah melibatkan baik
kepekaan perasaan terhadap perasaan yang ada maupun fasilitas verbal untuk
mengkomunikasikan pengertian ini. (DeVito, 1997 : 260)
Tabel 4.13 Responden Dapat Mendengarkan Penjelasan Pekerjaan Yang Akan Saya Lakukan
Dari Atasan Dengan Seksama
No Pilihan Jawaban F % 1 Selalu 10 28.57 2 Sering 22 62.86 3 Kadang-Kadang 3 8.57 4 Hampir Tidak Pernah 0 0.00 5 Tidak Pernah 0 0.00
Jumlah 35 100.00 N= 35 Sumber : Data yang sudah diolah
Tabel di atas menggambarkan tanggapan responden mengenai pernyataan “Karyawan
dapat mendengarkan penjelasan pekerjaan yang akan saya lakukan dari Atasan dengan
seksama ”. Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa sebanyak 22 orang (62,86%) menyatakan
sering dan hanya 3 orang (8,57%) menyatakan kadang-kadang. Hal ini mengindikasikan
bahwa sebagian besar dari responden setuju jika karyawan dapat mendengarkan penjelasan
pekerjaan yang akan saya lakukan dari atasan dengan seksama.
Penjelasan yang disampaikan oleh atasan merupakan informasi-informasi yang
berisikan seputar pekerjaan dan kondisi yang sedang dihadapai oleh perusahaan, sehingga
penjelasan tersebut mempengaruhi kinerja karyawan. Apabila karyawan dapat mendengarkan
setiap penjelasan dari atasan, maka karyawan tersebut dapat melakukan pekerjaan sesuai
dengan yang diinginkan oleh atasan. Menurut seorang responden memang sudah sewajarnya
karyawan mendengarkan penjelasan dari atasannya, karena penjelasan atasan pasti berkaitan
dengan perkembangan kinerja karyawan terhadap kemajuan hotel. Apabila penjelasan tidak
didengarkan dengan seksama, maka akan berpengaruh terhadap tugas yang akan dikerjakan
oleh karyawan, tugas tidak akan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
Tabel 4.14 Responden Dapat Menerima Penjelasan Pekerjaan Yang Akan Dilakukan Dari Atasan
Dengan Seksama
No Pilihan Jawaban f % 1 Selalu 10 28.57 2 Sering 21 60.00 3 Kadang-Kadang 4 11.43 4 Hampir Tidak Pernah 0 0.00 5 Tidak Pernah 0 0.00
Jumlah 35 100.00 N= 35 Sumber : Data yang sudah diolah
Tabel di atas menggambarkan tanggapan responden mengenai pernyataan “Karyawan
dapat menerima penjelasan pekerjaan yang akan dilakukan dari Atasan dengan seksama ”.
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa sebanyak 21 orang (60,00%) menyatakan sering dan
hanya 3 orang (8,57%) menyatakan kadang-kadang. Hal ini mengindikasikan bahwa sebagian
besar dari responden setuju jika karyawan dapat menerima penjelasan pekerjaan yang akan
dilakukan dari atasan dengan seksama.
Tindakan responden yang sering mendengarkan penjelasan yang di sampaikan oleh
atasan selalu diiringi dengan sikap responden untuk menerima atau menolak penjelasan dari
atasannya. Responden yang mau mendengar dan dapat menerima penjelasan dari atasan
biasanya penjelaskan tersebut dapat di pahami dan sependapat dengan karyawan. Sedangkan
karyawan yang mendengarkan penjelasan dari atasan tetapi tidak dapat menerima penjelasaan
tersebut maka kemungkinan karyawan tidak dapat memahami maksud dari penjelasan
tersebut, karena penjelasan tersebut tidaksependapat dengannya.
Tabel 4.15 Atasan Mau Mendengarkan Penjelasan Pekerjaan Dengan Seksama
No Pilihan Jawaban f % 1 Selalu 6 17.14 2 Sering 25 71.43 3 Kadang-Kadang 4 11.43 4 Hampir Tidak Pernah 0 0.00 5 Tidak Pernah 0 0.00
Jumlah 35 100.00 N= 35 Sumber : Data yang sudah diolah
Tabel di atas menggambarkan tanggapan responden mengenai pernyataan “Atasan
mau mendengarkan penjelasan atas pekerjaan yang telah dilakukan dengan seksama ”. Dari
tabel di atas dapat dilihat bahwa sebanyak 25 orang (71,43%) menyatakan sering dan hanya 4
orang (11,43%) menyatakan kadang-kadang. Hal ini mengindikasikan bahwa sebagian besar
dari responden setuju jika atasan mau mendengarkan penjelasan atas pekerjaan yang telah
dilakukan dengan seksama.
Executive Secretary mengatakan atasan Geulis Boutique Hotel & Café memiliki
kepedulian terhadap pendapat atau pandangan dari karyawannya. Penjelasan yang diutarakan
oleh karyawan biasanya informasi masalah pekerjaan, ide mengenai pekerjaan, kritikan
mengenai kebijakan-kebijakan yang tidak sesuai dengan pemikiran karyawan. Hal tersebut
akan menimbulkan rasa tanggung jawab terhadap kinerja dan keinginan untuk meningkatkan
kemajuan yang lebih tinggi, apabila jika ide-ide yang dikemukan tersebut dijadikan sebagai
suatu pemecahan masalah kerja atau acuan untuk meningkatkan kualitas perusahaan.
Tabel 4.16 Atasan Mau Menerima Penjelasan Atas Pekerjaan Yang Telah Dilakukan Dengan
Seksama
No Pilihan Jawaban f % 1 Selalu 12 34.29 2 Sering 18 51.43 3 Kadang-Kadang 5 14.29 4 Hampir Tidak Pernah 0 0.00 5 Tidak Pernah 0 0.00
Jumlah 35 100.00 N= 35 Sumber : Data yang sudah diolah
Tabel di atas menggambarkan tanggapan responden mengenai pernyataan “Atasan
mau menerima penjelasan atas pekerjaan yang telah dilakukan dengan seksama ”. Dari tabel
di atas dapat dilihat bahwa sebanyak 18 orang (51,43%) menyatakan sering dan hanya 5
orang (14,29%) menyatakan kadang-kadang. Hal ini mengindikasikan bahwa sebagian besar
dari responden setuju jika atasan mau menerima penjelasan atas pekerjaan yang telah
dilakukan dengan seksama.
Penerimaan yang dilakukan oleh atasan merupakan salah satu umpan balik dari
komunikasi yang dilakukan oleh atasan-bawahan. Menurut seorang responden bahwa
informasi yang disampaikannya kepada atasan akan lebih diterima dan didengar apabila
informasi seputar pekerjaan seperti terjadi masalah dalam pekerjaan. Kalau untuk
pembicaraan yang tidak berhubungan dengan pekerjaan, dilakukan di luar situasi formal.
Tabel 4.17 Ketika Atasan Sedang Menceritakan Masalahnya, Maka Responden Akan Merasakan
Untuk Mencoba Berada Dalam Posisi Itu
No Pilihan Jawaban f % 1 Selalu 8 22.86 2 Sering 13 37.14 3 Kadang-Kadang 12 34.29 4 Hampir Tidak Pernah 1 2.86 5 Tidak Pernah 1 2.86
Jumlah 35 100.00 N= 35 Sumber : Data yang sudah diolah
Tabel di atas menggambarkan tanggapan responden mengenai pernyataan “Ketika
Atasan sedang menceritakan masalahnya, maka karyawan akan merasakan untuk mencoba
berada dalam posisi itu ”. Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa sebanyak 13 orang (37,14%)
menyatakan sering dan hanya 1 orang (2,86%) menyatakan tidak pernah. Hal ini
mengindikasikan bahwa sebagian besar dari responden setuju jika ketika atasan sedang
menceritakan masalahnya, maka karyawan akan merasakan untuk mencoba berada dalam
posisi itu.
Atasan yang mau menceritakan masalahnya baik itu masalah seputar pekerjaan
maupun masalah dirinya sendiri kepada karyawan menunjukkan atasan menganggap bahwa
karyawan juga bisa dijadikan seseorang untuk tempat berdiskusi atau lebih dikenal sebagai
tempat curhat. Keterbukaan ini dapat mempengaruh kedekatan atau keakraban yang akan
terjalin hubungan atasan-bawahan serta mempengaruhi hubungan kerja yang akan
menentukan kinerja bawahan.
Tabel 4.18 Atasan Mau Membantu Responden Dalam Menyelesaikan Masalah Yang Dihadapi
No Pilihan Jawaban f % 1 Selalu 13 37.14 2 Sering 13 37.14 3 Kadang-Kadang 9 25.71 4 Hampir Tidak Pernah 0 0.00 5 Tidak Pernah 0 0.00
Jumlah 35 100.00 N= 35 Sumber : Data yang sudah diolah
Tabel di atas menggambarkan tanggapan responden mengenai pernyataan “Atasan
mau membantu karyawan dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi ”. Dari tabel di atas
dapat dilihat bahwa sebanyak 13 orang (37,14%) menyatakan sering dan 9 orang (25,71%)
menyatakan kadang-kadang. Hal ini mengindikasikan bahwa sebagian besar dari responden
setuju jika atasan mau membantu karyawan dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi.
Rata-rata responden merasa bahwa membantu dan mencari solusi atas permasalahan
yang dihadapai oleh responden menjadi bagian dan kewajiban dari atasan. Misalnya dengan
mengadakan briefing sebagai sarana untuk mencari solusi masalah pekerjaan atau tugas-tugas
dan mencari wadah untuk berbagi kesulitan yang dihadapi oleh bawahan. Sehingga hal ini
mampu untuk menimbulkan kinerja yang lebih baik dalam kemajuan perusahaan.
Tabel 4.19 Responden Mau Membantu Atasan Dalam Menyelesaikan Masalah Yang Sedang
Dihadapinya
No Pilihan Jawaban f % 1 Selalu 13 37.14 2 Sering 11 31.43 3 Kadang-Kadang 11 31.43 4 Hampir Tidak Pernah 0 0.00 5 Tidak Pernah 0 0.00
Jumlah 35 100.00 N= 35 Sumber : Data yang sudah diolah
Tabel di atas menggambarkan tanggapan responden mengenai pernyataan “Karyawan
mau membantu Atasan dalam menyelesaikan masalah yang sedang dihadapinya ”. Dari tabel
di atas dapat dilihat bahwa sebanyak 13 orang (37,14%) menyatakan selalu dan 11 orang
(31,43%) menyatakan kadang-kadang. Hal ini mengindikasikan bahwa sebagian besar dari
responden setuju jika karyawan mau membantu atasan dalam menyelesaikan masalah yang
sedang dihadapinya.
Kepekaan karyawan dalam sebuah perusahan untuk merasakan dan mau membantu
atasan yang menghadapi masalah melalui komunikasi antarpribadi yang memang bertujuan
untuk mendapatkan informasi dan mencari solusi dalam masalah-masalah yang dihadapi oleh
atasan serta berpengaruh pada hubungan antarpribadi yang akan menentukan tahap-tahap
kerja selanjutnya sehingga mempengaruhi kinerja kerja karyawan nantinya. Saling membantu
sesama anggota dalam organisasi merupakan suatu kewajiban, hal ini dapat mempermudah
dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi dalam mencapai tujuan perusahaan.
Tabel 4.20 Atasan Tidak Memotong Pembicaraan Pada Saat Responden Sedang Mengutarakan
Pendapat Dan Pandangan
No Pilihan Jawaban f % 1 Selalu 16 45.71 2 Sering 12 34.29 3 Kadang-Kadang 7 20.00 4 Hampir Tidak Pernah 0 0.00 5 Tidak Pernah 0 0.00
Jumlah 35 100.00 N= 35 Sumber : Data yang sudah diolah
Tabel di atas menggambarkan tanggapan responden mengenai pernyataan “Atasan
tidak memotong pembicaraan pada saat karyawan sedang mengutarakan pendapat dan
pandangan ”. Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa sebanyak 16 orang (45,71%) menyatakan
selalu dan 7 orang (20,00%) menyatakan kadang-kadang. Hal ini mengindikasikan bahwa
sebagian besar dari responden setuju jika atasan tidak memotong pembicaraan pada saat
karyawan sedang mengutarakan pendapat dan pandangan.
Atasan yang memotong pembicaraan karyawannya merupakan atasan yang tidak
memberikan kesempatan karyawannya untuk menyatakan pendapatnya, dan secara manusia
sebagai seorang manusia atasan tersebut tidak memiliki sopan santun. Pada dasarnya
memotong pembicaraan orang lain itu merupakan suatu perbuatan yang tidak baik. Sebagai
seorang atasan yang baik, hendaknya mau mendengarkan pendapat karyawannya sampai
karyawan tersebut telah selesai menyatakan pendapatnya tersebut.
“Kemampuan untuk menahan diri berkaitan dengan motivasi, kepentingan, kompetensi, dan sejauhmana keakraban dan kedekatan seseorang dengan atasannya. Kaitan komunikasi antarpribadi dalam perusahaan, kemampuan menahan diri untuk tidak mengkritik atau memotong lawan berbicara terkait dengan kondisi
ketidakbahagiaan atau ketidakpuasan terhadap pekerjaan yang diberikan sehingga sering kali menimbulkan kesulitan membentuk hubungan antarpribadi yang baik”. (DeVito, 1997 : 251)
Tabel 4.21 Empati
No Empati F % 1 Baik 19 54.29 2 Cukup 8 22.86 3 Kurang 8 22.86
Total 35 100.00 N= 35 Sumber : Data yang sudah diolah
Tabel di atas menggambarkan tanggapan responden mengenai empati. Dari tabel
tersebut dapat dilihat bahwa 19 orang (54,29%) memiliki empati yang baik, 8 orang (22,86%)
masing-masing memiliki empati yang kurang. Hal ini mengindikasikan bahwa sebagian besar
responden memiliki empati yang baik.
Rasa empati yang dirasakan oleh atasan kepada karyawannnya begitu juga sebaliknya
akan secara langsung dapat mengetahui dan memahami ketika salah satu pihak merasa
tertekan dalam masalah pekerjaan yang sedang dihadapai. Maka kedua belah pihak
diharapkan dapat menunjukkan usaha untuk lebih meningkatkan rasa empatinya dalam
menerangkan, serta memberi masukan, dan saran bagi permasalahan yang dihadapi
karyawannya. Hal ini didukung oleh Pace & Faules, yang menyatakan “Manajer yang lebih
efektif cenderung menjadi pandangan empatik, memberi respons penuh perhatian atasan
pertanyaan-pertanyaan yang konyol, mereka dapat mendekati dan mendengarkan saran- saran
dan keluhan-keluhan pegawainya”. (Pace & Faules, 2001 : 208)
Atasan yang mau mengerti keinginan karyawannya begitupun sebaiknya maka akan
menciptakan hubungan yang erat satu sama lainnya. Sehingga dapat menanggulangi konflik
dan masalah yang cepat tanpa adanya perasaan sakit hati yang dirasakan oleh kedua belah
pihak. Syarat sebuah komunikasi antarpribadi agar berjalan lebih efektif antara lain adalah
adanya kriteria suasana terbuka, artinya setiap karyawan siap menerima informasi dari
siapapun yang datang.
Empati sangat penting dalam pencapaian tujuan komunikasi antarpribadi, pada
efektivitas komunikasi antarpribadi pesan dapat disampaiakan baik verbal maupun nonverbal.
Lambang verbal adalah bahasa yang kita kenal. Sedangkan nonverbal adalah keterlibatan
aktif dengan seseorang melalui ekspresi wajah dan gerak-gerik.
4.1.2.1.3 Sikap Mendukung
Tabel 4.22 Atasan Dalam Memberikan Perintah Selalu Tegas
No Pilihan Jawaban f % 1 Selalu 5 14.29 2 Sering 23 65.71 3 Kadang-Kadang 7 20.00 4 Hampir Tidak Pernah 0 0.00 5 Tidak Pernah 0 0.00
Jumlah 35 100.00 N= 35 Sumber : Data yang sudah diolah
Tabel di atas menggambarkan tanggapan responden mengenai pernyataan “Atasan
dalam memberikan perintah selalu tegas ”. Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa sebanyak 23
orang (65,71%) menyatakan selalu dan 7 orang (20,00%) menyatakan kadang-kadang. Hal
ini mengindikasikan bahwa sebagian besar dari responden setuju jika atasan dalam
memberikan perintah selalu tegas.
Salah satu responden berpendapat bahwa ketegasan yang diberikan oleh atasan
tentunya untuk kebaikan karyawannya karena dengan adanya ketegasan dalam memberikan
perintah berarti atasan tersebut mengupayakan agar karyawan dapat bekerja sesuai dengan
pekerjaannya dan berusaha sebaik-baik mungkin. Memberikan perintah yang jelas
merupakan suatu kunci dinamika dalam manajemen sebuah perusahaan.
“Perintah pekerjaan merupakan proses yang diikuti oleh seorang atasan dalam
pembagian kerja yang dipikulkan kepada bawahan, sehingga bawahan melakukan bagian
pekerjaan itu hanya karena penempatan organisasi yang unik, dapat mengerjakan dengan
efektif, sehingga ia dapat memperoleh orang-orang lain untuk membantu pekerjaan yang
tidak dapat ia kerjakan”. (Hasibuan, 2005:73)
Tabel 4.23
Atasan Memberikan Penilaian Sesuai Dengan Kenyataan Atau Hasil Pekerjaan Responden
No Pilihan Jawaban f % 1 Selalu 11 31.43 2 Sering 16 45.71 3 Kadang-Kadang 5 14.29 4 Hampir Tidak Pernah 3 8.57 5 Tidak Pernah 0 0.00
Jumlah 35 100.00 N= 35 Sumber : Data yang sudah diolah
Tabel di atas menggambarkan tanggapan responden mengenai pernyataan “Atasan
memberikan penilaian sesuai dengan kenyataan atau hasil pekerjaan karyawan ”. Dari tabel di
atas dapat dilihat bahwa sebanyak 16 orang (45,71%) menyatakan sering dan hanya 3 orang
(8,57%) menyatakan hampir tidak pernah. Hal ini mengindikasikan bahwa sebagian besar
dari responden setuju jika atasan memberikan penilaian sesuai dengan kenyataan atau hasil
pekerjaan karyawan.
Hasil data yang menunjukkan bahwa mayoritas berpendapat bahwa atasan sering
memberikan penilaian sesuai dengan hasil pekerjaan responden. Hal ini tentunya akan
membuat karyawan lebih berintropeksi terhadap pekerjaan-pekerjaan yang telah
dilakukannya. Atasan yang memberikan penilaian atas hasil pekerjaan karyawannya dapat
berupa pujian, teguran, kritikan ataupun saran, yang mana hal ini dimaksudkan agar
karyawan dapat lebih menjadi motivasi kinerja karyawan dan berintropeksi untuk bekerja
lebih baik lagi.
Tabel 4.24 Responden Menjelaskan Secara Rinci Mengenai Apa Yang Telah Terjadi Ketika
Berbicara Dengan Atasan
No Pilihan Jawaban f % 1 Selalu 9 25.71 2 Sering 19 54.29 3 Kadang-Kadang 7 20.00 4 Hampir Tidak Pernah 0 0.00 5 Tidak Pernah 0 0.00
Jumlah 35 100.00 N= 35 Sumber : Data yang sudah diolah
Tabel di atas menggambarkan tanggapan responden mengenai pernyataan “Karyawan
menjelaskan secara rinci mengenai apa yang telah terjadi ketika berbicara dengan atasan ”.
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa sebanyak 19 orang (54,29%) menyatakan sering dan 7
orang (20,00%) menyatakan kadang-kadang. Hal ini mengindikasikan bahwa sebagian besar
dari responden setuju jika karyawan menjelaskan secara rinci mengenai apa yang telah terjadi
ketika berbicara dengan atasan.
Menurut beberapa responden memberikan penjelasan secara rinci kepada atasan agar
tidak terjadi kesalahpahaman dalam memberikan informasi yang berkaitan dengan pekerjaan
atau hal-hal yang akan dilakukan karyawan dalam proses penyelesaian pekerjaan. Selain itu,
hal ini diperlukan karena adanya saling keterbukaan mengenai segala informasi, khususnya
mengenai pekerjaan.
Tabel 4.25 Atasan Menjelaskan Secara Rinci Mengenai Apa Yang Telah Terjadi Ketika Berbicara
Dengan Responden
No Pilihan Jawaban f % 1 Selalu 6 17.14 2 Sering 22 62.86 3 Kadang-Kadang 7 20.00 4 Hampir Tidak Pernah 0 0.00 5 Tidak Pernah 0 0.00
Jumlah 35 100.00 N= 35 Sumber : Data yang sudah diolah
Tabel di atas menggambarkan tanggapan responden mengenai pernyataan “Atasan
menjelaskan secara rinci mengenai apa yang telah terjadi ketika berbicara dengan karyawan
”. Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa sebanyak 22 orang (62,86%) menyatakan sering dan
7 orang (20,00%) menyatakan kadang-kadang. Hal ini mengindikasikan bahwa sebagian
besar dari responden setuju jika Atasan menjelaskan secara rinci mengenai apa yang telah
terjadi ketika berbicara dengan karyawan.
Penjelasan yang disampaikan oleh atasan tentunya sangat berguna bagi pengetahuan
dan pengalaman karyawan. Seperti yang diutarakan oleh beberapa responden berpendapat
bahwa atasan sering memberikan penjelasan secara rinci kepada dirinya, karena dengan
penjelasan secara rinci membuat responden tersebut mendapatkan perhatian dari atasan dan
dirinya bekerja dengan baik sesuai dengan yang diinginkan oleh atasan. Serta penjelasan
secara rinci tersebut membuat karyawan juga dapat memahami cara pandang atasannya.
Tabel 4.26 Responden Berusaha Merespons Pembicaraan Atasan Secara Tulus Tanpa Rekayasa
No Pilihan Jawaban f % 1 Selalu 9 25.71 2 Sering 22 62.86 3 Kadang-Kadang 4 11.43 4 Hampir Tidak Pernah 0 0.00 5 Tidak Pernah 0 0.00
Jumlah 35 100.00 N= 35 Sumber : Data yang sudah diolah
Tabel di atas menggambarkan tanggapan responden mengenai pernyataan “Karyawan
berusaha merespons pembicaraan Atasan secara tulus tanpa rekayasa ”. Dari tabel di atas
dapat dilihat bahwa sebanyak 22 orang (62,86%) menyatakan sering dan 4 orang (11,43%)
menyatakan kadang-kadang. Hal ini mengindikasikan bahwa sebagian besar dari responden
setuju jika Karyawan berusaha merespons pembicaraan Atasan secara tulus tanpa rekayasa.
Respons yang secara tulus yang diberikan oleh responden kepada atasannya
merupakan salah satu penghargaan dari seorang bawahan terhadap atasannya yang telah
bersedia menyampaikan informasi, perintah maupun penjelasan mengenai pekerjaan ataupun
hal pribadi lainnya. Penghargaan yang berupa respons secara tulus ini merupakan sikap
dukungan dari bawahan agar antara atasan dan karyawan dapat bekerja sama lebih baik lagi
sehingga menghasilkan kinerja yang baik. “Umpan balik positif kepada atasan cenderung
membuat atasan tersebut lebih berorientasi kerja”. (Pace & Faules, 2001 : 208)
Tabel 4.27 Atasan Memberikan Respons Kepada Responden Secara Tulus Tanpa Adanya
Rekayasa
No Pilihan Jawaban f % 1 Selalu 9 25.71 2 Sering 18 51.43 3 Kadang-Kadang 8 22.86 4 Hampir Tidak Pernah 0 0.00 5 Tidak Pernah 0 0.00
Jumlah 35 100.00 N= 35 Sumber : Data yang sudah diolah
Tabel di atas menggambarkan tanggapan responden mengenai pernyataan “Atasan
memberikan respons kepada karyawan secara tulus tanpa adanya rekayasa ”. Dari tabel di
atas dapat dilihat bahwa sebanyak 18 orang (51,43%) menyatakan sering dan 8 orang
(22,86%) menyatakan kadang-kadang. Hal ini mengindikasikan bahwa sebagian besar dari
responden setuju jika Atasan memberikan respons kepada karyawan secara tulus tanpa
adanya rekayasa.
Seperti yang kita ketahui bahwa seorang karyawan pasti berusaha untuk dapat
merespons atasannya, sedangkan bagi atasan belum tentu dapat atau berusaha untuk
merespons bawahannya. Hal ini dikarenakan adanya kesenjangan hirarki antara atasan dan
karyawan karena seorang atasan pastinya memiliki ego seorang pemimpin yang tidak perlu
merespons karyawannya, sedangkan seorang karyawan merasa perlu untuk merespons
atasannya karena berkaitan dengan pekerjaan mereka. “Atasan yang lebih efektif cenderung
menjadi pendengan empatik, member respons penuh pengertian atas pertanyaan-pertanyaan
yang konyol, mereka dapat mnedekati dan mendengarkan saran-saran dan keluhan-keluhan
bawahan”. (Pace & Faules, 2001 : 208)
Tabel 4.28 Responden Berusaha Langsung Membantu Atasan Dalam Menyelesaikan Masalah
No Pilihan Jawaban f % 1 Selalu 8 22.86 2 Sering 11 31.43 3 Kadang-Kadang 16 45.71 4 Hampir Tidak Pernah 0 0.00 5 Tidak Pernah 0 0.00
Jumlah 35 100.00 N= 35 Sumber : Data yang sudah diolah
Tabel di atas menggambarkan tanggapan responden mengenai pernyataan “Karyawan
berusaha langsung membantu Atasan dalam menyelesaikan masalah ”. Dari tabel di atas
dapat dilihat bahwa sebanyak 16 orang (45,71%) menyatakan kadang-kadang dan 8 orang
(22,86%) menyatakan selalu. Hal ini mengindikasikan bahwa sebagian besar dari responden
merasa kadang-kadang saja jika karyawan berusaha langsung membantu atasan dalam
menyelesaikan masalah.
Menurut responden membantu atasan dalam menyelesaikan suatu masalah pekerjaan
merupakan kewajiban sebagai karyawan bahkan membantu atasan untuk menyelesaikana
masalah lainnya selain masalah pekerjaan merupakan suatu kewajiban sebagai rasa
kemanusiaan. Bahkan dengan adanya bantuan seperti itu diharapkan akan mempererat
keakrabaan antara karyawan dengan atasannya, namun pada kenyataannya, karyawan Geulis
Boutique Hotel & Café enggan atau takut untuk mengeluarkan pendapatnya.
Tabel 4.29 Atasan Memberikan Pujian Atas Prestasi Kerja Yang Telah Dilakukan Responden
No Pilihan Jawaban f % 1 Selalu 9 25.71 2 Sering 4 11.43 3 Kadang-Kadang 15 42.86 4 Hampir Tidak Pernah 6 17.14 5 Tidak Pernah 1 2.86
Jumlah 35 100.00 N= 35 Sumber : Data yang sudah diolah
Tabel di atas menggambarkan tanggapan responden mengenai pernyataan “Atasan
memberikan pujian atas prestasi kerja yang telah dilakukan karyawan ”. Dari tabel di atas
dapat dilihat bahwa sebanyak 15 orang (42,86%) menyatakan kadang-kadang dan hanya 1
orang (2,86%) menyatakan tidak pernah. Hal ini mengindikasikan bahwa sebagian besar dari
responden merasa kadang-kadang saja jika Atasan memberikan pujian atas prestasi kerja
yang telah dilakukan karyawan.
Atasan kadang-kadang memberikan pujian atas prestasi kerja yang dihasilkan oleh
karyawan menunjukkan bahwa atasan memiliki rasa untuk memuji hasil pekerjaan yang
dapat mempengaruhi kinerja serta kebijakan dalam perusahaan atau memberi pengaruh yang
besar terhadap kemajuan perusahaan. Executive Secretary hotel Geulis mengatakan atasan
merasa kerja keras yang telah dilakukan oleh karyawannya merupakan suatu bentuk
berbaktinya seorang karyawan terhadap perusahaannya, sehingga terciptanya rasa saling
memiliki antara perusahan terhadap karyawannya begitu juga karyawan terhadap
perusahaannya. Oleh karena itu pihak manajemen sebagai operasional perusahaan harus
memberikan pujian atas prestasi yang diperoleh setiap karyawannya.
Tabel 4.30 Atasan Selalu Memberikan Nasehat Yang Membuat Responden Bersemangat Untuk
Giat Bekerja
No Pilihan Jawaban f % 1 Selalu 12 34.29 2 Sering 7 20.00 3 Kadang-Kadang 12 34.29 4 Hampir Tidak Pernah 4 11.43 5 Tidak Pernah 0 0.00
Jumlah 35 100.00 N= 35 Sumber : Data yang sudah diolah
Tabel di atas menggambarkan tanggapan responden mengenai pernyataan “Atasan
selalu memberikan nasehat yang membuat karyawan bersemangat untuk giat bekerja ”. Dari
tabel di atas dapat dilihat bahwa sebanyak 12 orang (34,29%) menyatakan selalu dan hanya 4
orang (11,43%) menyatakan hampir tidak pernah. Hal ini mengindikasikan bahwa sebagian
besar dari responden setuju jika Atasan selalu memberikan nasehat yang membuat karyawan
bersemangat untuk giat bekerja.
Nasehat yang disampaikan oleh atasan merupakan bentuk dari kepedulian dan
dukungan dari atasan agar karyawannya tersebut menjadi terarah dalam melakukan
pekerjaannya serta menjadi motivator untuk bekerja lebih baik sehingga menghasilkan
kinerja yang baik juga. Tery dalam Hasibuan menyatakan bahwa “Nasehat atau pengarahan
untuk karyawan merupakan penjelasan-penjelasan yang dapat membuat semua karyawan
mau bekerja sama dan kerja secara ikhlas serta bergairah untuk mencapai tujuan sesuai
dengan perencanaan dan usaha-usaha pengorganisasian”. (Hasibuan, 2005 : 183)
Tabel 4.31 Atasan Tidak Ragu Untuk Menawarkan Bantuannya Kepada Responden
No Pilihan Jawaban f % 1 Selalu 10 28.57 2 Sering 16 45.71 3 Kadang-Kadang 8 22.86 4 Hampir Tidak Pernah 0 0.00 5 Tidak Pernah 1 2.86
Jumlah 35 100.00 N= 35 Sumber : Data yang sudah diolah
Tabel di atas menggambarkan tanggapan responden mengenai pernyataan “Atasan
tidak ragu untuk menawarkan bantuannya kepada karyawan ”. Dari tabel di atas dapat dilihat
bahwa sebanyak 16 orang (45,71%) menyatakan sering dan hanya 1 orang (2,86%)
menyatakan tidak pernah. Hal ini mengindikasikan bahwa sebagian besar dari responden
setuju jika Atasan tidak ragu untuk menawarkan bantuannya kepada karyawan.
Atasan yang tidak ragu untuk menawarkan bantuannya kepada karyawannya
merupakan salah satu usaha atasan untuk membina hubungan yang baik dengan karyawannya
guna mencapai kinerja yang lebih baik. “Bantuan yang diberikan oleh atasan memberikan
dampak yang positif bagi perusahaan, karena dengan bantuan tersebut atasan mengetahui
masalah-masalah pekerjaan yang tidak dapat terpecahkan atau terselesaikan oleh karyawan”.
(Muhammad, 2005:118). Pendapat seorang responden mengaku bahwa selama ini responden
tersebut pernah mendapatkan bantuan dari atasan sehingga responden tersebut merasakan
bahwa pekerjaannya mendapatkan dukungan dari atasan.
Tabel 4.32 Sikap mendukung
No Sikap Mendukung F % 1 Baik 16 45.71 2 Cukup 10 28.57 3 Kurang 9 25.71
Total 35 100.00 N= 35 Sumber : Data yang sudah diolah
Tabel di atas menggambarkan tanggapan responden mengenai sikap mendukung.
Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa 16 orang (45,71%) memiliki sikap mendukung yang
baik, 10 orang (28,57%) memiliki sikap mendukung yang cukup dan 9 orang (25,71%)
memiliki sikap mendukung yang kurang. Hal ini mengindikasikan bahwa sebagian besar
responden memiliki sikap mendukung yang baik.
Dukungan terhadap seseorang dapat ditujukan dengan sikap tidak mneghakimi dan
kesediaan menerima pandangan yang berlawanan, seseorang akan merasa lebih nyaman saat
berkomunikasi dengan orang lain dan tidak menghakimi saat bersedia mendengan pandangan
yang berlawanan dan bersedia mengubah posisi jika keadaan mengharuskan.
“Dukungan terhadap seseorang dapat ditunjukkan dengan bersikap tidak menghakimi
dan kesediaan menerima pandangan yang berlawanan. Seseorang akan lebih nyaman saat
berkomunikasi dengan orang yang bersikap dapat menerima penjelasan dari orang lain dan
tidak menghakimi”. (DeVito, 1997 : 262)
Atasan yang memberikan bantuan kepada bawahannya sebagai sikap dukungan
terhadap karyawannya merupakan dukungan sosial terlepas dari perbedaan jabatan diantara
kedua belah pihak. Dukungan sosial yang diberikan oleh atasan terhadap karyawannya
merupakan salah satu upaya untuk membentuk hubungan antarpribadi yang dapat
mengurangi tingkat stress yang dialami oleh bawahannya. “Dukungan sosial mampu
memupuk timbulnya rasa kepercayaan dan keterbukaan diantara kedua belah pihak sehingga
hubungan kekeluargaan pun dapat bertahan lebih lama”. (Pace & Faules, 2001 : 357)
Dalam kegiatan organisasional, seseorang mau tidak mau harus melakukan interaksi
dengan orang lain. Itulah sebabnya interaksi positif dengan rekan kerja maupun atasannya
merupakan keharusan yang tidak mungkin dielakkan, interaksi dengan atasan tidak harus
terkait dengan tugas dan pekerjaan, dukungan dari atasan pun sangat penting. Sikap atasan
seperti itu merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan kinerja karyawan. Hal ini
didukung oleh Pace & Faules, yang mengatakan “Kemampuan pegawai memberi umpan
balik lebih besar bila pegawai tersebut diberitahu apa yang perlu dikerjakan, dan bila pegawai
merasa bahwa ia dapat memperoleh penjelasan tentang penugasan langsung dari manajer”.
(Pace & Faules, 2001 : 208)
4.1.2.1.4 Sikap Positif
Sikap positif dalam komunikasi anatrpibadi dengan sedikinta dua cara yaitu
menyatakan sikap positif dan secara prositif mendorong orang yang mnejadi teman kita
berinteraksi. (DeVito, 1997 : 262)
Tabel 4.33 Atasan Memberikan Teguran Secara Halus Apabila Responden Melakukan Kesalahan
No Pilihan Jawaban f % 1 Selalu 6 17.14 2 Sering 4 11.43 3 Kadang-Kadang 23 65.71 4 Hampir Tidak Pernah 2 5.71 5 Tidak Pernah 0 0.00
Jumlah 35 100.00 N= 35 Sumber : Data yang sudah diolah
Tabel di atas menggambarkan tanggapan responden mengenai pernyataan “Atasan
memberikan teguran secara halus apabila karyawan melakukan kesalahan”. Dari tabel di atas
dapat dilihat bahwa sebanyak 23 orang (65,71%) menyatakan kadang-kadang dan hanya 2
orang (5,71%) menyatakan hampir tidak pernah. Hal ini mengindikasikan bahwa sebagian
besar dari responden merasa kadang-kadang saja jika Atasan memberikan teguran secara
halus apabila karyawan melakukan kesalahan.
Memberi teguran merupakan salah satu tugas atasan agar karyawan menyadari letak
kesalahanya yang telah di perbuat, sehingga nantinya akan menjadi lebih baik dan bekerja
sesuai dengan perencanaan dan kebijakan perusahaan untuk menghasilkan kinerja yang baik.
Apabila atasan tidak pernah memberikan teguran kepada karyawannya, mereka tidak akan
tahu letak kesalahan yang telah mereka lakukan. Dan mereka juga akan merasa bahwa tugas
yang telah mereka lakukan selalu benar.
Tabel 4.34 Atasan Tidak Memberikan Perhatian Atas Hasil Pekerjaan Responden
No Pilihan Jawaban f % 1 Selalu 0 0.00 2 Sering 12 34.29 3 Kadang-Kadang 16 45.71 4 Hampir Tidak Pernah 7 20.00 5 Tidak Pernah 0 0.00
Jumlah 35 100.00 N= 35 Sumber : Data yang sudah diolah
Tabel di atas menggambarkan tanggapan responden mengenai pernyataan “Atasan
tidak memberikan perhatian atas hasil pekerjaan karyawan”. Dari tabel di atas dapat dilihat
bahwa sebanyak 16 orang (45,71%) menyatakan kadang-kadang dan 7 orang (20,00%)
menyatakan hampir tidak pernah. Hal ini mengindikasikan bahwa sebagian besar dari
responden merasa kadang-kadang saja jika Atasan tidak memberikan perhatian atas hasil
pekerjaan karyawan.
Hasil kerja karyawan merupakan tanggung jawab bersama, karena pekerjaan yang
dikerjakan oleh karyawan merupakan tindak lanjut dari perintah atau pengarahan yang
diberikan oleh atasan. Atasan dan karyawan bertanggung jawab atas pekerjaan yang
diembankan kepada karyawan dan bertanggung jawab terhadap hasil yang diperoleh. Salah
satu responden mengatakan bila atasan tidak memperhatikan atas hasil kerja karyawannya,
maka perusahaan tidak akan mengetahui apakah hasil kerja tersebut telah sesuai dengan
harapan atau tidak. Makanya dari itu sangat penting hasil kerja karyawan diperhatikan oleh
atasan agar kinerja karyawan dapat lebih meningkat.
Tabel 4.35 Atasan Mau Menyatakan Penyesalannya Apabila Melakukan Kesalahan
No Pilihan Jawaban f % 1 Selalu 1 2.86 2 Sering 3 8.57 3 Kadang-Kadang 18 51.43 4 Hampir Tidak Pernah 11 31.43 5 Tidak Pernah 2 5.71
Jumlah 35 100.00 N= 35 Sumber : Data yang sudah diolah
Tabel di atas menggambarkan tanggapan responden mengenai pernyataan “Atasan
mau menyatakan penyesalannya apabila melakukan kesalahan”. Dari tabel di atas dapat
dilihat bahwa sebanyak 18 orang (51,43%) menyatakan kadang-kadang dan hanya 1 orang
(2,86%) menyatakan selalu. Hal ini mengindikasikan bahwa sebagian besar dari responden
merasa kadang-kadang saja jika Atasan mau menyatakan penyesalannya apabila melakukan
kesalahan.
Pengakuan atas perasaan menyesal terhadap suatu kesalahan merupakan suatu bagian
pengungkapan diri terhadap orang lain dalam upaya untuk memperdalam hubungan. Begitu
juga dengan seorang atasan yang mau menyatakan penyesalannya kepada karyawan
merupakan salah satu upaya dalam membina hubungan antarpribadi bagi kedua belah pihak
dalam mencapai kinerja yang lebih baik. Alasan utama penting adanya pengungkapan diri
untuk membina hubungan yang bermakna bagi kedua belah pihak. Tanpa adanya
pengungkapan diri, maka hubungan yang mendalam dan yang bermakna tidak mungkin
terjadi.
Tabel 4.36 Atasan Menggunakan Fisik (Seperti Mendorong) Pada Menegur Responden
No Pilihan Jawaban f % 1 Selalu 0 0.00 2 Sering 0 0.00 3 Kadang-Kadang 0 0.00 4 Hampir Tidak Pernah 3 8.57 5 Tidak Pernah 32 91.43
Jumlah 35 100.00 N= 35 Sumber : Data yang sudah diolah
Tabel di atas menggambarkan tanggapan responden mengenai pernyataan “Atasan
menggunakan fisik (seperti mendorong) pada menegur pegawainya”. Dari tabel di atas dapat
dilihat bahwa sebanyak 32 orang (91,43%) menyatakan tidak pernah dan hanya 3 orang
(8,57%) menyatakan hampir tidak pernah. Hal ini mengindikasikan bahwa sebagian besar
dari responden tidak setuju jika Atasan menggunakan fisik (seperti mendorong) pada
menegur pegawainya.
Upaya untuk menjalankan kinerja yang baik terlebih dahulu harus membina
hubungan yang baik antara atasan dengan karyawannya yakni dengan cara melakukan
komunikasi yang efektif. Komunikasi yang efektif dapat terwujud apabila atasan mampu
memberikan maaf dan menegur kesalahan karyawannya dengan tahap atau cara yang wajar.
Akan tetapi apabila kesalahan tersebut secara terus menerus dilakukan oleh bawahannya
maka atasannya harus menegur dengan tegas atau menarik kembali wewenang yang
diberikan kepada karyawannya. Karena kedisiplinan karyawan memberikan pengaruh
terhadap kemajuan hotel.
Tabel 4.37 Atasan Mengungkit-Ungkit Kembali Kesalahan Responden Dimasa Lalu Diforum
Diskusi
No Pilihan Jawaban f % 1 Selalu 0 0.00 2 Sering 0 0.00 3 Kadang-Kadang 3 8.57 4 Hampir Tidak Pernah 1 2.86 5 Tidak Pernah 31 88.57
Jumlah 35 100.00 N= 35 Sumber : Data yang sudah diolah
Tabel di atas menggambarkan tanggapan responden mengenai pernyataan “Atasan
mengungkit-ungkit kembali kesalahan karyawan dimasa lalu diforum diskusi”. Dari tabel di
atas dapat dilihat bahwa sebanyak 31 orang (88,57%) menyatakan tidak pernah dan hanya 1
orang (2,86%) menyatakan hampir tidak pernah. Hal ini mengindikasikan bahwa sebagian
besar dari responden tidak setuju jika Atasan mengungkit-ungkit kembali kesalahan
karyawan dimasa lalu diforum diskusi.
Dari hasil diatas menunjukkan bahwa atasan mau membuka pikiran dan perasaan
dengan memaafkan kesalahan karyawan dan melupakan dalam forum diskusi. Karyawan pun
mau belajar dari kesalahan yang telah dilakukannya sehingga berintropeksi diri untuk bekerja
dengan baik. Atasan dalam memberikan perintahnya harus bersedia menerima dan
memaafkan kesalahan karyawannya sepanjang kesalahan itu wajar dan dianggap biasa.
“Atasan harus mengetahui dan menghayati bahwa karyawan juga manusia yang tidak luput
dari kesalahan”. (Hasibuan, 2005 : 79)
Tabel 4.38 Responden Menaruh Dendam Atas Teguran Yang Didapat Dari Atasan
No Pilihan Jawaban f % 1 Selalu 0 0.00 2 Sering 0 0.00 3 Kadang-Kadang 1 2.86 4 Hampir Tidak Pernah 1 2.86 5 Tidak Pernah 33 94.29
Jumlah 35 100.00 N= 35 Sumber : Data yang sudah diolah
Tabel di atas menggambarkan tanggapan responden mengenai pernyataan “Karyawan
menaruh dendam atas teguran yang didapat dari Atasan”. Dari tabel di atas dapat dilihat
bahwa sebanyak 33 orang (94,29%) menyatakan tidak pernah dan hanya 1 orang (2,86%)
menyatakan hampir tidak pernah. Hal ini mengindikasikan bahwa sebagian besar dari
responden tidak setuju jika Karyawan menaruh dendam atas teguran yang didapat dari
Atasan.
Dari hasil angket, dapat disimpulkan bahwa perasaan menaruh dendam dapat
menimbulkan konflik antara atasan dan karyawannya baik itu secara terbuka maupun secara
tertutup. Konflik yang terjadi tersebut dapat merusak hubungan antarpribadi atasan-bawahan.
Untuk memperkecil konflik yang bersumber dari perasaan menaruh dendam di butuhkan
keterbukaan dan dukungan sosial antara atasan dan bawahan. ”Atasan dan bawahan harus
berusaha menjaga dan menghargai ketidakmampuan pihak lain agar tidak ada yang merasa
tersakiti dan menyebabkan terjadinya pengerusakan hubungan antarpribadi atasan-bawahan”.
(DeVito. 1997 : 274)
Tabel 4.39 Sikap positif
No Sikap Positif f % 1 Baik 3 8.57 2 Cukup 23 65.71 3 Kurang 9 25.71
Total 35 100.00 N= 35 Sumber : Data yang sudah diolah
Tabel di atas menggambarkan tanggapan responden mengenai sikap positif. Dari
tabel tersebut dapat dilihat bahwa 23 orang (65,71%) memiliki sikap positif yang baik, 23
orang (65,71%) memiliki sikap positif yang cukup dan 9 orang (25,71%) memiliki sikap
positif yang kurang. Hal ini mengindikasikan bahwa sebagian besar responden memiliki
sikap positif yang cukup.
Hasil kategori sikaf positif ini merupakan hasil dari pertanyaan-pertanyaan yang
berhubungan dengan sikap positif antara atasan dengan karyawannya. Rasa optimis
merupakan suatu bentuk sikap positif dari seseorang. Sikap positif atasan akan terpancar pada
komunikasi yang dilakukan kepada orang lain. Bila atasan mengungkapkan keoptimisan
dalam setiap interaksi, maka hal ini akan berdampak pada orang-orang yang ada disekitarnya.
Seorang karyawan tidak akan menganggap suatu pekerjaan dapat dikerjakan bila atasannya
tidak yakin hal itu mungkin dapat dikerjakan. Namun bila atasan optimis dan dapat
meyakinkan para pegawainya pun akan tertular keoptimisan tersebut.
Rasa kemanusiaan seorang atasan dapat tercermin dari sikap atasan yang
memeberikan teguran sewajarnya tanpa kekerasan kepada karyawannya hal ini dapat
membuat karyawan kesadaran untuk berintropeksi diri terhadap kesalahnnya.
Setiap manusia wajar memiliki kesalahan atau kekhilafan yang tidak sengaja dilakukannya, maka dari itu sewajarnya atasan dan karyawan dapat saling memaafkan satu sama lainnya. Kesalahan merupakan hal yang sangat wajar dilakukan oleh setiap manusia, khususnya karyawan dalam menjalankan perintah atasannya. Tapi apabila kesalahann tersebut dijadikan sebuah pembicaraan yang selalu diulang-ulang dalam forum diskusi maka pegawai tersebut tidak akan mendapatkan kepercayaan dirinya lagi untuk mengerjakan perintah dari atasan. Pegawai tersebut merasakan ketidaknyamanan dalam forum diskusi tersebut dan khwatir akan melakukan kesalahan kembali sehingga pegawai tersebut tidak dapat bekerja dengan leluasa”. (DeVito, 1997 : 264) Maka dari itu sikap positif sangat dibutuhkan dalam menjalin hubungan antarpribadi
yang baik antara atasan dengan karyawan. Sikap positif dapat membangun perasaan yang
nyaman dan senang dalam melakukan interaksi atau hubungan atasan dan bawahan. Dengan
adanya sikap empati mampu menumbuhkan hubungan kerja yang lebih baik, sehingga kinerja
yang dihasilkan juga akan menjadi lebih baik.
4.1.2.1.5 Kesamaan atau Kesetaraan
Tabel 4.40 Atasan Tidak Mempersalahkan Atas Kekurangan Yang Ada Pada Diri Responden
No Pilihan Jawaban f % 1 Selalu 4 11.43 2 Sering 12 34.29 3 Kadang-Kadang 18 51.43 4 Hampir Tidak Pernah 0 0.00 5 Tidak Pernah 1 2.86
Jumlah 35 100.00 N= 35 Sumber : Data yang sudah diolah
Tabel di atas menggambarkan tanggapan responden mengenai pernyataan “Atasan
tidak mempersalahkan atas kekurangan yang ada pada diri karyawan”. Dari tabel di atas
dapat dilihat bahwa sebanyak 18 orang (51,43%) menyatakan kadang-kadang dan hanya 1
orang (2,86%) menyatakan tidak pernah. Hal ini mengindikasikan bahwa sebagian besar dari
responden merasa kadang-kadang saja jika Atasan tidak mempersalahkan atas kekurangan
yang ada pada diri karyawan.
Hasil diatas berlandaskan bahwa manusia tidak ada yang sempurna begitu pula
dengan pegawai tidak ada yang sempurna baik dilihat dari fisik maupun non fisik. Akan
tetapi terkadang atasan di hotel Geulis melihat kekurangan tersebut dari cara karyawan dalam
mengerjakan pekerjaannya. Terkadang atasan menilai hasil kerja yang dihasilkan oleh
karyawan kurang maksimal atau tidak sesuai dengan yang diharapkan.
Tabel 4.41 Atasan Bersedia Untuk Makan Siang Bersama Responden
No Pilihan Jawaban f % 1 Selalu 1 2.86 2 Sering 8 22.86 3 Kadang-Kadang 22 62.86 4 Hampir Tidak Pernah 3 8.57 5 Tidak Pernah 1 2.86
Jumlah 35 100.00 N= 35 Sumber : Data yang sudah diolah
Tabel di atas menggambarkan tanggapan responden mengenai pernyataan “Atasan
bersedia untuk makan siang bersama karyawan”. Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa
sebanyak 22 orang (62,86%) menyatakan kadang-kadang dan hanya 1 orang (2,86%)
menyatakan tidak pernah. Hal ini mengindikasikan bahwa sebagian besar dari responden
merasa kadang-kadang saja jika atasan bersedia untuk makan siang bersama karyawan.
Manfaat yang bisa diambil pada saat makan siang bersama diantara atasan-bawahan
dapat membahas masalah pekerjaan dengan santai, mempererat hubungan dengan
perbincangan-perbincangan ringan baik seputar pekerajaan maupun masalah pribadi sehingga
dapat memperdalam hubungan kerja yang baik dan berpengaruh kinerja yang baik pula. Akan
tetapi pada kenyataannya, karyawan merasa segan, malu kepada atasannya sehingga
membuat beberapa responden untuk kadang-kadang makan siang bersama atasannya, hal ini
dikarena perbedaan status atau kedudukan didalam pekerjaan.
Tabel 4.42 Perbedaan Kedudukan Atau Jabatan Tidak Menjadi Masalah Bagi Responden Dan
Atasan Dalam Pergaulan Sehari-Hari
No Pilihan Jawaban f % 1 Selalu 4 11.43 2 Sering 10 28.57 3 Kadang-Kadang 21 60.00 4 Hampir Tidak Pernah 0 0.00 5 Tidak Pernah 0 0.00
Jumlah 35 100.00 N= 35 Sumber : Data yang sudah diolah
Tabel di atas menggambarkan tanggapan responden mengenai pernyataan
“Perbedaan kedudukan atau jabatan tidak menjadi masalah bagi karyawan dan Atasan dalam
pergaulan sehari-hari”. Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa sebanyak 21 orang (60,00%)
menyatakan kadang-kadang dan hanya 4 orang (11,43%) menyatakan selalu. Hal ini
mengindikasikan bahwa sebagian besar dari responden merasa kadang-kadang saja jika
perbedaan kedudukan atau jabatan tidak menjadi masalah bagi karyawan dan Atasan dalam
pergaulan sehari-hari.
Dari data diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa perbedaan kedudukan antara atasan-
bawahan menjadi suatu pengahalang untuk melakukan komunikasi, hal ini dapat
mempengaruhi hubungan komunikasi antarpribadi yang terbina selama ini antara atasan dan
bawahan akan menyebabkan terhambatnya kinerja yang akan tercipta. Menurut salah satu
responden kedudukan atau jabatan yang dimiliki oleh setiap anggota organisasi
mempengaruhi cara pergaulan di dalam organisasi. Terkadang rasa sungkan, segan, menjadi
penghalang dalam pergaulan sehari-hari mereka dalam lingkungan organisasi.
Tabel 4.43 Kesamaan
No Kesamaan F % 1 Baik 2 5.71 2 Cukup 9 25.71 3 Kurang 24 68.57
Total 35 100.00 N= 35 Sumber : Data yang sudah diolah
Tabel di atas menggambarkan tanggapan responden mengenai kesamaan. Dari tabel
tersebut dapat dilihat bahwa 2 orang (5,71%) memiliki kesamaan yang baik, 9 orang
(25,71%) memiliki kesamaan yang cukup dan 24 orang (68,57%) memiliki kesamaan yang
kurang. Hal ini mengindikasikan bahwa sebagian besar responden memiliki kesamaan yang
kurang.
Hubungan antarpribadi yang efektif selalu menghindari sikap superioritas, dimana
sikap ini menunjukkan bahwa seseorang itu lebih tinggi atau lebih baik dari pada orang lain.
Upaya yang dibutuhkan untuk mendapatkan hubungan antarpribadi yang efektif adalah sikap
persamaan dimana sikap ini memperlakukan orang lain secara sama. “Dalam sikap
persamaan tidak mempertegas perbedaan baik status maupun jabatan tetapi berkomunikasi
dalam tingkatan yang sama. Dengan persamaan maka adanya penghargaan dan rasa hormat
pada perbedaan pandangan dan keyakinan”. (Rakhmat, 2001 : 135)
Sikap kesetaraan ini dapat dilihat dari kegiatan pembicaaraan yang dilakukan oleh
kedua belah pihak yaitu atasan dan karyawan dimana salah satu pihak tidak berusaha untuk
mendominasi pembicaraan, memotong pembicaraan, atau mengkritik pembicaraan karena
salah satu pihak merasa dirinya yang paling benar. Pembicaraan yang didominasi oleh satu
pihak akan membuat pihak lainnya segan untuk mengadakan pembicaraan lagi pada pihak
tersebut.
Dengan adanya perlakuan kesetaraan antara atasan dan karyawan yang dapat
dilakukan dengan baik tentunya akan mewujudkan hubungan antarpribadi yang efektif,
sehingga dapat menciptakan interaksi sosial yang baik juga. Interaksi yang jauh menarik
dapat berlanjut menuju tahapan keakraban dimana tahapan ini tidak hanya menjadi atasan-
bawahan saja tetapi menjadi rekan kerja yang bekerja demi mencapai tujuan bersama.
4.1.2.2 Kinerja Karyawan
Tabel 4.44 Penyelesaian Pekerjaan Harus Sesuai Dengan Petunjuk Atasan
No Pilihan Jawaban f % 1 Selalu 21 60.00 2 Sering 10 28.57 3 Kadang-Kadang 4 11.43 4 Hampir Tidak Pernah 0 0.00 5 Tidak Pernah 0 0.00
Jumlah 35 100.00 N= 35 Sumber : Data yang sudah diolah
Tabel di atas menggambarkan tanggapan responden mengenai pernyataan
“Penyelesaian pekerjaan harus sesuai dengan petunjuk Atasan”. Dari tabel di atas dapat
dilihat bahwa sebanyak 21 orang (60,00%) menyatakan selalu dan hanya 4 orang (11,43%)
menyatakan kadang-kadang. Hal ini mengindikasikan bahwa sebagian besar dari responden
setuju saja jika penyelesaian pekerjaan harus sesuai dengan petunjuk Atasan.
Pekerjaan yang dilakukan karyawan harus sesuai dengan petunjuk atau perintah
atasan sangat perlu, karena perintah ataupun petunjuk dari atasan berkaitan dengan kemajuan
perusahaan, selain itu juga merupakan suatu kewajiban karyawan. Dari tabel diatas empat
responden menjawab kadang-kadang, hal ini menurut salah satu responden hal ini disebabkan
kemampuan karyawan yang terbatas. Karena setiap individu mempunyai kemamapuan yang
berbeda-beda satu dengan yang lainnya, sesuai dengan latar belakang pendidikan dan
pengalamannya.
“Instruksi tugas yang tepat dan langsung cenderung dihubungkan dengan tugas yang
sederhana, yang hanya mengehendaki keterampilan dan pengalaman yang minimal. Instruksi
yang lebih umum biasanya digunakan bagi tugas-tugas yang kompleks, dimana karyawan
diharapkan menggunakan pertimbangannya, keterampilan, dan pengalaman”. (Muhammad.
2002 : 108)
Tabel 4.45 Responden Harus Menyukai Jenis Pekerjaan Yang Dilakukan Selama Ini
No Pilihan Jawaban f % 1 Selalu 20 57.14 2 Sering 9 25.71 3 Kadang-Kadang 6 17.14 4 Hampir Tidak Pernah 0 0.00 5 Tidak Pernah 0 0.00
Jumlah 35 100.00 N= 35 Sumber : Data yang sudah diolah
Tabel di atas menggambarkan tanggapan responden mengenai pernyataan “Karyawan
harus menyukai jenis pekerjaan yang dilakukan selama ini”. Dari tabel di atas dapat dilihat
bahwa sebanyak 20 orang (57,14%) menyatakan selalu dan hanya 6 orang (17,14%)
menyatakan kadang-kadang. Hal ini mengindikasikan bahwa sebagian besar dari responden
setuju saja jika Karyawan harus menyukai jenis pekerjaan yang dilakukan selama ini.
Executive Secretary Geulis Boutique Hotel & Café mengatakan apabila karyawan
melaksanakan tugas yang diberikan kepada mereka merupakan pekerjaan yang mereka sukai
hal ini akan mempermudahkan mereka dalam melaksanakan tugas tersebut. Sehingga dengan
mengerjakan tugas yang mereka sukai, mereka akan melaksanakan tugas tersebut dengan
semaksimal mungkin, dengan hasil yang maksimal juga.
Tabel 4.46 Responden Harus Bertanggungjawab Menyelesaikan Pekerjaan Tepat Waktu
No Pilihan Jawaban f % 1 Selalu 21 60.00 2 Sering 13 37.14 3 Kadang-Kadang 1 2.86 4 Hampir Tidak Pernah 0 0.00 5 Tidak Pernah 0 0.00
Jumlah 35 100.00 N= 35 Sumber : Data yang sudah diolah
Tabel di atas menggambarkan tanggapan responden mengenai pernyataan “Karyawan
harus bertanggungjawab menyelesaikan pekerjaan tepat waktu”. Dari tabel di atas dapat
dilihat bahwa sebanyak 21 orang (60,00%) menyatakan selalu dan hanya 1 orang (2,86%)
menyatakan kadang-kadang. Hal ini mengindikasikan bahwa sebagian besar dari responden
setuju saja jika Karyawan harus bertanggungjawab menyelesaikan pekerjaan tepat waktu.
Mayoritas responden menyatakan selalu ingin menyelesaikan pekerjaannya tepat
waktu yang diberikan oleh atasan. Tentu saja pengerjaan tugas yang cepat ini tanpa
mengurangi dari kualitas hasil pekerjaan tersebut. Hal ini berkaitan dengan motivasi serta
pemahaman tujuan perusahaan yang dimiliki oleh karyawan tersebut. Seorang karyawan yang
memiliki motivasi yang tinggi tidak akan mempergunakan waktu kerjanya untuk hal-hal yang
tidak berhubungan dengan pekerjaannya.
“Pekerja yang memiliki motivasi dan memahami tujuan organisasi akan lebih
memperhatikan dan menyelesaikan tugas-tugasnya dengan cepat disertai hasil yang baik
tanpa mempergunakan waktu untuk kegiatan-kegiatan yang tidak berhubungan dengan
penyelesaian pekerjaan”. (Pace & Faules, 2001:133)
Executive Secretary mengatakan, pekerjaan yang diberikan kepada karyawan hampir
semuanya memiliki deadline. Biasanya deadline ditentukan oleh supervisor-supervisor
masing-masing karyawan. Lamanya deadline ditentukan dari sulit atau tidaknya suatu
pekerjaan yang diberikan kepada karyawannya. Semakin sulit dan banyak pekerjaan yang
harus diselesaikan oleh karyawannya, maka semakin lama deadline yang berikan, begitu juga
sebaliknya. Akan tetapi karyawan geulis memiliki kesadaran sendiri bahwa semakin lama
pekerjaan tidak diselesaikan maka akan semakin banyak pekerjaan yang menumpuk untuk
diselesaikan.
Ketepatan waktu bagi karyawan dapat menyelesaikan tugas mereka karena penting.
Atasan memberikan deadline agar karyawan memiliki patokan waktu dalam menyelesaikan
tugas-tugas mereka. Namun perlu diperhatikan, bahwa karyawan tidak hanya menyelesaikan
pekerjaan mereka pada tepat waktu sesuai dengan deadline yang telah ditentukan, tetapi juga
pekerjaan itu haruslah memiliki kualitas yang baik seperti kerapihan dan ketelitian.
Tabel 4.47 Posisi Pekerjaan Responden Pada Saat Ini Sesuai Dengan Keahlian Yang Dimiliki
No Pilihan Jawaban f % 1 Selalu 26 74.29 2 Sering 7 20.00 3 Kadang-Kadang 2 5.71 4 Hampir Tidak Pernah 0 0.00 5 Tidak Pernah 0 0.00
Jumlah 35 100.00 N= 35 Sumber : Data yang sudah diolah
Tabel di atas menggambarkan tanggapan responden mengenai pernyataan “Posisi
pekerjaan karyawan pada saat ini sesuai dengan keahlian yang dimiliki”. Dari tabel di atas
dapat dilihat bahwa sebanyak 26 orang (74,29%) menyatakan selalu dan hanya 2 orang
(5,71%) menyatakan kadang-kadang. Hal ini mengindikasikan bahwa sebagian besar dari
responden setuju saja jika Posisi pekerjaan karyawan pada saat ini sesuai dengan keahlian
yang dimiliki.
Dalam pekerjaan bukan hanya latar belakang pendidikan yang menentukan baik
tidaknya keahlian seseorang karyawan tapi juga dipengaruhi oleh faktor kemauan, kerja keras
dan pengalaman. Semakin banyak pengalaman yang dimiliki oleh seorang karyawan maka
akan semakin bertambah keahlian yang dimiliki oleh karyawan tersebut. Begitu juga dengan
kemauan dan kerja keras yang dimiliki oleh karyawan Geulis Boutique Hotel & Café
semakin mereka memiliki kemauan dan kerja keras yang tinggi maka keahlian mereka pun
akan bertambah. Keahlian karyawan memberikan konstribusi yang tinggi dalam
perkembangan perusahaan.
Karyawan harus mengetahui tugas yang diberikan kepada mereka hal ini dikarenakan
agar penyelesaian pekerjaan menjadi tepat, karena ketika karyawan yang tidak mengetahui
cara pengerjaan suatu pekerjaan mereka akan melakukan banyak kesalahan untuk
mengurangi kesalahan tersebut maka karyawan harus melakukan pekerjaannya sesuai
dengan keahlian yang dimilikinya. Hasil pekerjaan yang dikerjakan oleh orang-orang yang
ahli atau tahu bagaimana cara mengerjakannya akan lebih baik dibandingkan dengan orang
yang tidak tahu cara mengerjakan pekerjaan tersebut. Baik atau tidak hasil suatu pekerjaan
akan mempengaruhi kinerja karyawan. Semakin baik pekerjaan yang dilakukan maka
semakin baik kinerja yang akan ditimbulkan.
Tabel 4.48 Kondisi Atau Suasana Yang Nyaman Mendorong Responden Bekerja Dengan Giat
No Pilihan Jawaban f % 1 Selalu 18 51.43 2 Sering 11 31.43 3 Kadang-Kadang 6 17.14 4 Hampir Tidak Pernah 0 0.00 5 Tidak Pernah 0 0.00
Jumlah 35 100.00 N= 35 Sumber : Data yang sudah diolah
Tabel di atas menggambarkan tanggapan responden mengenai pernyataan “Kondisi
atau suasana yang nyaman mendorong karyawan bekerja dengan giat”. Dari tabel di atas
dapat dilihat bahwa sebanyak 18 orang (51,43%) menyatakan selalu dan hanya 6 orang
(17,14%) menyatakan kadang-kadang. Hal ini mengindikasikan bahwa sebagian besar dari
responden setuju saja jika Kondisi atau suasana yang nyaman mendorong karyawan bekerja
dengan giat.
Kondisi kerja mengacu pada kondisi yang dipersepsikan baik dan nyaman secara
mental maupun fisik. Kondisi yang baik ataupun nyaman secara fisik dapat diartikan sebagai
kondisi tempat kerja yang baik dalam segi tata bangun ruang. Kondisi baik atau nyaman
secara mental dapat diartikan sebagai kondisi tempat kerja yang diartikan sebagai kondisi
tempat kerja yang dirasakan nyaman atas nilai estetika dari pandangan diri sendiri atas
kenyamanan itu sendiri.
“Hal penting terakhir yang dapat memacu tumbuhnya suatu komunikasi yang baik antara pihak manajemen dengan segenap unsur staff atau pegawainya yang harus sungguh-sungguh diupayakan adalah terciptanya rasa memiliki dan memiliki tanggung jawab bersama sehingga setiap orang merasa bahwa dirinya dibutuhkan dan dihargai. Upayanya tidak terbatas berupa pendekatan keserikatan kerja tetapi juga segenap aspek perusahaan”. (Jefkins, 2003 : 207) Dengan pemberian tempat kerja yang layak pada umumnya karyawan merasa dirinya
diperhatikan dan merasa atasan atau manajemen memahami kepentingannya sebagai
karyawan. Dengan begitu karyawan akan memberikan respon yang positif yaitu dengan
memahami segala harapan dan keinginan perusahaan terhadap mereka. Hal ini merupakan
bentuk dari rasa empati yang diberikan karyawan terhadap perusahaaan.
Tabel 4.49 Kondisi Fisik Yang Prima Merupakan Faktor Pendorong Responden Menyelesaikan
Pekerjaan Tepat Waktu
No Pilihan Jawaban f % 1 Selalu 17 48.57 2 Sering 15 42.86 3 Kadang-Kadang 2 5.71 4 Hampir Tidak Pernah 1 2.86 5 Tidak Pernah 0 0.00
Jumlah 35 100.00 N= 35 Sumber : Data yang sudah diolah
Tabel di atas menggambarkan tanggapan responden mengenai pernyataan “Kondisi
fisik yang prima merupakan faktor pendorong karyawan menyelesaikan pekerjaan tepat
waktu”. Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa sebanyak 17 orang (48,57%) menyatakan
selalu dan hanya 1 orang (2,86%) menyatakan hampir tidak pernah. Hal ini mengindikasikan
bahwa sebagian besar dari responden setuju saja jika Kondisi fisik yang prima merupakan
faktor pendorong karyawan menyelesaikan pekerjaan tepat waktu.
Menurut seorang responden, faktor kondisi fisik yang prima sangat mempengaruhi
kinerja mereka. Apabila kondisi fisik mereka tidak baik atau fit mereka akan melaksanakan
tugas dengan tidak maksimal dan hasil yang tercipta juga tidak sesuai dengan harapan yang
diinginkan. Sebaliknya, bila kondisi mereka sehat maka tugas yang mereka kerjakan dengan
sebaik-baiknya dan mampu menyelesaikan tugas tersebut sesuai dengan waktunya.
Tabel 4.50 Responden Selalu Hadir Tepat Waktu Sesuai Dengan Jam Kerja
No Pilihan Jawaban f % 1 Selalu 7 20.00 2 Sering 14 40.00 3 Kadang-Kadang 14 40.00 4 Hampir Tidak Pernah 0 0.00 5 Tidak Pernah 0 0.00
Jumlah 35 100.00 N= 35 Sumber : Data yang sudah diolah
Tabel di atas menggambarkan tanggapan responden mengenai pernyataan “Kayawan
selalu hadir tepat waktu sesuai dengan jam kerja”. Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa
sebanyak 14 orang (40,00%) menyatakan sering dan 7 orang (20,00%) menyatakan selalu.
Hal ini mengindikasikan bahwa sebagian besar dari responden setuju saja jika Kayawan
selalu hadir tepat waktu sesuai dengan jam kerja.
Dengan hadirnya karyawan secara tepat waktu akan mempengaruhi cara serta hasil
kerja yang akan diraih oleh karyawan. Memanfaatkan waktu dalam bekerja dengan sebaik-
baiknya akan mempengaruhi hasil kinerja karyawan. “Salah satu cara terbaik untuk
membantu bawahan menyadari perlunya disiplin diri ialah dengan memberikan mereka
teladan yang baik. Jika atasan penuh disiplin maka kemungkinan besar bawahan akan berbuat
demikian”. (Mangkunegara, 2005 : 136)
Tabel 4.51 Responden Memiliki Kemampuan Untuk Menggunakan Peralatan Kantor Dengan
Baik
No Pilihan Jawaban f % 1 Selalu 16 45.71 2 Sering 18 51.43 3 Kadang-Kadang 0 0.00 4 Hampir Tidak Pernah 1 2.86 5 Tidak Pernah 0 0.00
Jumlah 35 100.00 N= 35 Sumber : Data yang sudah diolah
Tabel di atas menggambarkan tanggapan responden mengenai pernyataan “Karyawan
memiliki kemampuan untuk menggunakan peralatan kantor dengan baik”. Dari tabel di atas
dapat dilihat bahwa sebanyak 18 orang (51,43%) menyatakan sering dan hanya 1 orang
(2,86%) menyatakan hampir tidak pernah. Hal ini mengindikasikan bahwa sebagian besar
dari responden setuju saja jika karyawan memiliki kemampuan untuk menggunakan peralatan
kantor dengan baik.
Kemampuan menggunakan alat kantor mempengaruhi hasil kerja yang diciptakan.
Dengan menggunakan alat kantor mempermudah dalam menyelesaikan pekerjaan.
Menggunakan alat kantor sebaik mungkin hasil kerja yang dicapai akan menjadi baik, akan
tetapi apabila tidak mampu menggunakan peralatan kantor hasilkan tidak akan sesuai dengan
harapan.
“Kita harus merasa memiliki bakat dan keterampilan untuk mendapatkan apa yang
kita inginkan. Hal itu berarti kita harus sering membedakan antara tidak atau kekurangan
keterampilan dengan sekedar tidak ingin mengembangkan keterampilan yang kita miliki
sehingga keterampilan tersebut dapat digunakan untuk mencapai apa yang kita inginkan”.
(Pace & Faules, 2001 : 356)
Tabel 4.52 Saling Membantu Sesama Responden Merupakan Faktor Penting Dalam Menghadapi
Kesulitan Pekerjaan
No Pilihan Jawaban f % 1 Selalu 24 68.57 2 Sering 10 28.57 3 Kadang-Kadang 1 2.86 4 Hampir Tidak Pernah 0 0.00 5 Tidak Pernah 0 0.00
Jumlah 35 100.00 N= 35 Sumber : Data yang sudah diolah
Tabel di atas menggambarkan tanggapan responden mengenai pernyataan “Saling
membantu sesama karyawan merupakan faktor penting dalam menghadapi kesulitan
pekerjaan”. Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa sebanyak 24 orang (68,57%) menyatakan
sering dan hanya 1 orang (2,86%) menyatakan kadnag-kadang. Hal ini mengindikasikan
bahwa sebagian besar dari responden setuju jika Saling membantu sesama karyawan
merupakan faktor penting dalam menghadapi kesulitan pekerjaan.
Rekan kerja sangat penting artinya bagi karyawan suatu perusahaan. Sebagian besar
responden di hotel Geulis mengatakan selalu dan sering apabila rekan kerja mereka
memberikan dorongan dan bantuan khususnya dalam hal penyelesaian pekerjaan mereka
yang mengalami hambatan.
Dorongan atau bantuan yang diberikan oleh rekan kerja sesama yang berasal dari
bagian atau divisi yang berbeda, biasanya berupa dorongan moril untuk tidak menyerah dan
terus dapat menghadapi hambatan yang dihadapi. Namun, bila rekan kerja yang berasal dari
satu bagian atau divisi, biasanya mereka dapat membantu mencari cara penyelesaian
pekerjaan yang terhambat. “Saling membagi informasi utnuk perencanaan dan aktivitas-
aktivitas. Ide dari banyak orang biasanya akan lebih baik dari ide satu ornagng”.
(Muhammad, 2007:122). Oleh karena itu, agar hambatan yang dimiliki oleh karyawan dapat
teratasi, kerja sama antar rekan sekerja sangatlah dibutuhkan oleh karyawan dalam satu
perusahaan.
Tabel 4.53 Hubungan Baik Harus Dijalani Sesama Responden Dan Juga Atasan
No Pilihan Jawaban f % 1 Selalu 25 71.43 2 Sering 10 28.57 3 Kadang-Kadang 0 0.00 4 Hampir Tidak Pernah 0 0.00 5 Tidak Pernah 0 0.00
Jumlah 35 100.00 N= 35 Sumber : Data yang sudah diolah
Tabel di atas menggambarkan tanggapan responden mengenai pernyataan
“Hubungan baik harus dijalani sesama karyawan dan juga Atasan”. Dari tabel di atas dapat
dilihat bahwa sebanyak 25 orang (71,43%) menyatakan selalu dan 10 orang (28,57%)
menyatakan sering. Hal ini mengindikasikan bahwa sebagian besar dari responden setuju jika
Hubungan baik harus dijalani sesama karyawan dan juga Atasan.
Hubungan baik dengan sesama karyawan ataupun dengan atasan di tempat kerja
mengacu kepada hubungan yang terjalin tidak semata-mata atas hubungan struktural dengan
orientasi pada pekerjaan, namun lebih kepada hubungan yang terjalin dengan makhluk sosial.
Hubungan yang harmonis membuat seorang karyawan merasa diterima dengan baik oleh
karyawan lainnya ataupun oleh atasan. Penerimaan oleh lingkungan sekitar dapat memotivasi
karyawan untuk dapat bekerja lebih baik sehingga menghasilkan kinerja yang lebih baik pula.
Tabel 4.54 Responden Harus Bersedia Menerima Kritikan Dari Atasan Maupun Sesama
Karyawan
No Pilihan Jawaban f % 1 Selalu 24 68.57 2 Sering 7 20.00 3 Kadang-Kadang 4 11.43 4 Hampir Tidak Pernah 0 0.00 5 Tidak Pernah 0 0.00
Jumlah 35 100.00 N= 35 Sumber : Data yang sudah diolah
Tabel di atas menggambarkan tanggapan responden mengenai pernyataan “Karyawan
harus bersedia menerima kritikan dari Atasan maupun sesama karyawan”. Dari tabel di atas
dapat dilihat bahwa sebanyak 24 orang (68,57%) menyatakan selalu dan 4 orang (11,43%)
menyatakan kadang-kadang. Hal ini mengindikasikan bahwa sebagian besar dari responden
setuju jika Karyawan harus bersedia menerima kritikan dari Atasan maupun sesama
karyawan.
Salah satu responden mengatakan, kritikan yang diberikan oleh atasan maupun
sesama rekan kerja sangatlah penting. Dengan adanya sebuah kritikan, karyawan dapat
mengetahui letak kekurangan atau kesalahan mereka dalam melaksanakan tugas yang
diembankan kepada mereka. Kritikan dijadikan sebagai suatu alat ukur bagi mereka dalam
menyelesaikan tugas. Karena dengan sebuah kritikan mampu membangun semangat serta
motivasi mereka untuk menghasilkan kinerja yang lebih baik lagi. Pace mengatakan bahwa:
“Seorang manajer harus menyediakan waktu untuk mendengarkan bawahan secara objektif. Kebiasaan mendengarkan dengan jengkel, menunjukkan bahwa komunikasi keatasan sebenarnya tidak dikehendaki. Mendengarkan yang disampaikan karyawan, memudahkan dan mengurangi ketegangan karyawan, menunjukkan maksud dan kesediaan untuk mendengarkan pendapat yang bertentangan serta kritik-kritik dan cara pandang yang berlainan”. (Pace & Faules, 2001 : 194)
Tabel 4.55 Responden Harus Memahami Dan Menguasai Setiap Tahap Pekerjaan
No Pilihan Jawaban f % 1 Selalu 22 62.86 2 Sering 10 28.57 3 Kadang-Kadang 3 8.57 4 Hampir Tidak Pernah 0 0.00 5 Tidak Pernah 0 0.00
Jumlah 35 100.00 N= 35 Sumber : Data yang sudah diolah
Tabel di atas menggambarkan tanggapan responden mengenai pernyataan “Karyawan
harus memahami dan menguasai setiap tahap pekerjaan”. Dari tabel di atas dapat dilihat
bahwa sebanyak 22 orang (62,86%) menyatakan selalu dan 4 orang (8,57%) menyatakan
kadang-kadang. Hal ini mengindikasikan bahwa sebagian besar dari responden setuju jika
karyawan harus memahami dan menguasai setiap tahap pekerjaan.
Mencapai tujuan perusahaan yang diinginkan haruslah menguasai setiap pekerjaan
yang akan dilakukan. Karyawan yang memahami dan mengusai tahap pekerjaan akan
melakukan pekerjaan tersebut dengan sebaik mungkin. Sebaliknya, bila karyawan tidak
memahami dan menguasai tugas yang diemban kepada mereka, maka mereka tidak akan
melaksanakan tugas tersebut dengan semaksimal mungkin. Hasil yang dicapai pun tidak akan
baik serta berpengaruh dalam pencapai tujuan perusahaan yang telah ditetapkan.
Tabel 4.56 Kinerja
No Kinerja F % 1 Baik 13 37.14 2 Cukup 14 40.00 3 Kurang 8 22.86
Total 35 100.00 N= 35 Sumber : Data yang sudah diolah
Tabel di atas menggambarkan tanggapan responden mengenai komunikasi
antarpribadi. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa 13 orang (37,14%) memiliki kinerja
yang baik, 14 orang (40,00%) memiliki komunikasi antarpribadi yang cukup dan 8 orang
(22,86%) memiliki komunikasi antarpribadi yang kurang. Hal ini mengindikasikan bahwa
sebagian besar responden memiliki kinerja yang cukup.
“Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang
pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan
kepadanya”. (Mangkunegara. 2005 : 67). Sehubungan dengan hal itu, kinerja adalah
kesediaan seseorang atau kelompok orang untuk melakukan sesuatu kegiatan dan
menyempurnakan sesuai dengan tanggung jawab dengan hasil yang diharapkan.
Seseorang karyawan dapat bekerja dengan baik jika sesuai dengan kemampuannya,
dan didukung oleh orang-orang yang berada disekitarnya. Untuk dapat berkinerja dengan
baik, seseorang harus memiliki keinginan yang tinggi untuk mengerjakan serta mengetahui
pekerjaannya. Tanpa memperhatikan indikator kinerja, maka kinerja yang baik akan sulit
dicapai. Kinerja karyawan dapat ditingkatkan apabila ada kesesuaian dan keseimbangan
antara pekerjaan dan diri karyawan itu sendiri.
Dari data tabel 4.56 menggambarkan bahwa kinerja karyawan cukup.
Berdasarkan data diatas merupakan cerminan bahwa karyawan merupakan tenaga-
tenaga professional yang terpilih dan sudah memenuhi kualifikasi yang dibutuhkan
dari jabatan yang diembannya. Hal ini didukung oleh Moenir yang menyatakan:
“Kemampuan kerja karyawan yang tidak memadai adalah tugas yang dibebankan kepadanya akan berakibat pada hasil pekerjaan yang tidak memenuhi standar yang telah ditetapkan sebelumnya. Sebaliknya, dengan kemampuan yang memadai, maka pelaksanaan tugas dapat dilakukan dengan baik, cepat, dan memenuhi keinginan semua pihak untuk menghasilkan kinerja yang bagus”. (Moenir dalam Wenny Agustin, 2007) Karyawan yang memiliki kinerja yang tinggi juga berarti menikmati
pekerjaan yang dilakukannya serta memahami tugas dan tanggung jawab atas
pekerjaan yang dijalani. Kesediaan dan keterampilan seseorang tidaklah cukup efektif
untuk mengerjakan sesuatu tanpa pemahaman yang jelas apa yang akan dikerjakan
dan bagaimana mengerjakannya. Namun demikian, untuk menghasilkan karyawan
yang berkinerja tinggi tentunya tidak lepas dari dukungan sarana dan prasarana yang
disediakan oleh perusahaan. Oleh karena itu, upaya-upaya manajemen dalam
meningkatkan kinerja perlu dilakukan agar setiap sarana dan prasarana yang
disediakan oleh perusahaan dapat mendukung kinerja karyawannya.
4.2 Analisis Inferensial
4.2.1 Hubungan Antara Komunikasi Antarpribadi Dengan Kinerja Karyawan
H0 : Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara Komunikasi Antarpribadi
dengan Kinerja karyawan
H1 : Terdapat hubungan yang signifikan antara Komunikasi Antarpribadi dengan
Kinerja karyawan
Berikut ini merupakan data mengenai hubungan antara Komunikasi
Antarpribadi (X) dengan Kinerja karyawan (Y), yang dijelaskan pada tabel berikut:
Tabel 4.57
Hubungan Antara Komunikasi Antarpribadi Dengan Kinerja Karyawan
Variabel rs t
hitung t
table Keputusan Keterangan Koefisien Determinasi
X dan Y 0.777 7.08 2.03 H0 ditolak Signifikan 60,33% Sumber : Data yang sudah diolah
Dari tabel tersebut diatas dapat diketahui bahwa besarnya hubungan antara
Komunikasi Antarpribadi (X) dengan Kinerja karyawan (Y) adalah 0,777. Hubungan
ini termasuk kategori hubungan yang kuat. Hasil pengujian dengan statistik t didapat
nilai t hitung (7,08) > t tabel (2,03). Hal tersebut mengindikasikan penolakan Ho yang
menunjukan bahwa terdapat hubungan yang positif antara Komunikasi Antarpribadi
(X) dengan Kinerja karyawan (Y). Koefisien determinasi dari hasil perhitungan
didapat sebesar 60,33%. Hal ini memberikan pengertian bahwa Kinerja karyawan
dipengaruhi oleh Komunikasi Antarpribadi sebesar 60,33%, sedangkan sisanya
39,67% merupakan kontribusi variabel lain selain Komunikasi Antarpribadi.
Faktor sumber daya manusia dalam suatu organisasi merupakan faktor yang
paling penting disamping faktor-faktor pendukung lainnya. Dalam hal ini manusia
menggunakan akal dan pikiran serta tenaga dalam melakukan pekerjaannya.
Sementara manusia dalam melakukan tugasnya bisa dipengaruhi oleh lingkungan
kerja yang ada. Agar terciptanya hubungan yang harmonis dan saling mendukung
satu dengan lainnya maka komunikasi memiliki peran yang sangat penting dalam
menjaga hubungan yang baik dengan karyawannya.
Komunikasi sebagai suatu proses penting yang melingkupi semua aspek
dalam kehidupan organisasi juga sebagai sarana bagi individu atau anggotanya untuk
berinteraksi antaranggota satu sama lainnya. Manajemen komunikasi tidak akan
berjalan lancar apabila komunikasi yang ada didalamnya tidak dipergunakan secara
baik, karena pada dasarnya untuk mencapai suatu tujuan organisasi diperlukannya
kemampuan untuk berkomunikasi, khusunya komunikasi antarpribadi yang efaktif
dan efisien. Dalam hal ini atasan dan bawahan dituntut untuk berkomunikasi dengan
baik, dalam pencapaian tujuan tersebut.
Komunikasi antarpribadi merupakan salah satu faktor sosial orang-orang
untuk berinteraksi satu sama lainnya. Komunikasi antarpribadi tidak dapat dielakkan
dalam kehidupan bermasyarakat. Komunikasi antapribadi adalah komunikasi yang
terjadi antara dua orang dan dapat berlangsung secara tatap muka melalui media dan
memiliki umpan balik secara langsung. Inilah yang menyebabkan komunikasi
antarpribadi menjadi bagian komunikasi yang unik. Hal ini didukung oleh Liliweri
yang menyatakan ”Komunikasi antarpribadi merupakan pengiriman pesan dari
seseorang dan diterima oleh orang lain den efek dan umpan balik yang langsung”.
(Liliweri, 1997 : 12)
Komunikasi antarpribadi yang efektif menurut DeVito terdiri dari:
1. Keterbukaan (openness), adanya kemauan untuk membuka diri, mengatakan tentang keadaan dirinya sendiri yang tadinya disembunyikan. Tentu saja keterbukaan ini hanya mengenai segala hal yang berhubungan dengan komunikasi pada waktu itu. Jadi, harus bisa bereaksi secara jujur pada rangsangan yang datang.
2. Empati (empaty), suatu perasaan individu yang merasakan sama seperti yang dirasakan oleh orang lain. Kalau kita sudah merasakan empati pada orang lain, maka ibarat kita berada dalam satu sepatu yang sama. Kita kurang dapat menilai tingkah laku mereka apakah benar atau salah. Perasaan yang ada ialah bahwa kita dapat menempatkan diri kita pada posisi kita.
3. Dukungan (supportiveness), situasi keterbukaan dan empati masih belum cukup apabila komunikasi kita berada dalam tekanan dan ketakutan. Apabila kita tahu bahwa kita akan dikritik dan dicaci, maka kita akan segera untuk berbicara. Oleh karena itu, situasi yang mendukung akan lebih efektif.
4. Perasaan positif (positiveness), apabila seseorang yang berkomunikasi mempunyai rasa yang negatif, kemungkinan dia akan menyampaikan komunikasi secara negatif pula, dan orang lain akan menerima secara negatif pula. Sebaliknya apabila seseorang merasa positif, maka ia akan berkomunikasi secara positif pula. Bila ini terjadi, maka situasi akan mendorong orang untuk berperan secara aktif serta mau membuka diri.
5. Kesetaraan (equality), dalam banyak situasi, tentu akan terjadi ketidaksamaan, misalnya yang satu lebih pandai dari yang lain, yang satu lebih cantik dari yang lain dan seterusnya. Tidak ada dua orang yang sama meskipun dua orang kembar sekalipun. Demikian juga dengan kesetaraan dalam tingkat sosial, ekonomi, status, nasib, perjuangan juga perlu dipertimbangkan dalam topik pembicaraan agar komunikasi antarpribadi dapat mencapai keefektifannya.
(DeVito, 1997 : 259-264)
Komunikasi antarpribadi yang berlangsung dua arah secara timbal balik dalam
suatu organisasi memungkinkan satu sama lainnya untuk menciptakan saling
pengertian, meminimalisasi kesalahpahaman dan ketidakjelasan suatu informasi yang
disampaikan karena umpan balik di terima pada saat itu juga. Artinya dalam
pelaksanaan komunikasi antarpribadi yang efektif kinerja karyawan dapat
ditingkatkan.
”Bila kondisi untuk hubungan antarpesona baik hadir, kita juga cenderung menemukan respons-respons positif terhadap penyelia, sikap tanggap atas kebutuhan-kebutuhan pribadi dan organisasi, kepekaan terhadap perasaan pegawai, dan kesediaan untuk berbagi informasi, serta terjadinya peningkatan produktivitas. Semua ini adalah prasyarat untuk komunikasi ke atas dan ke bawah yang efektif”. (Mulyana, 2005 : 203) Kinerja karyawan merupakan suatu alat ukur sejauh mana karyawan mampu
bekerja sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya, dengan komunikasi
antarpribadi diharapkan upaya-upaya ke arah peningkatan kinerja dapat dilaksanakan
dengan baik.
Karyawan dan atasan telah melakukan hubungan antarmanusia dalam bentuk
komunikasi antarpribadi dengan baik sehingga dapat meningkatkan kinerja karyawan.
Komunikasi antarpribadi yang terjadi dalam suatu organisasi pada dasarnya
merupakan suatu wujud komunikasi dalam hubungan antarmanusia. Komunikasi
antarpribadi dalam suatu perusahan berlangsung meliputi antara pihak manajemen
dengan karyawan, karyawan dengan karyawan. ”Wadah kerjasama manusia salah
satunya adalah organisasi. Apabila kita memandang organisasi secara spritual maka
organisasi merupakan konteks tempat terjadinya komunikasi antarmanusia, pada
konteks tersebutlah para anggota organisasi dan pemimpin organisasi melakukan
komunikasi antapribadi”. (Liliweri, 2004 : 104)
4.2.2 Hubungan Antara Keterbukaan Dengan Kinerja Karyawan
H0 : Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara Keterbukaan dengan
Kinerja karyawan
H1 : Terdapat hubungan yang signifikan antara Keterbukaan dengan Kinerja
karyawan
Berikut ini merupakan data mengenai hubungan antara Keterbukaan (X1)
dengan Kinerja karyawan (Y), yang dijelaskan pada tabel berikut:
Tabel 4.58 Hubungan Antara Keterbukaan Dengan Kinerja Karyawan
Variabel rs t
hitung t
table Keputusan Keterangan Koefisien Determinasi
X1 dan Y 0.542 3.71 2.03 H0 ditolak Signifikan 29.41% Sumber : Data yang sudah diolah
Dari tabel tersebut diatas dapat diketahui bahwa besarnya hubungan antara
Keterbukaan (X1) dengan Kinerja karyawan (Y) adalah 0,542. Hubungan ini
termasuk kategori hubungan yang cukup berarti. Hasil pengujian dengan statistik t
didapat nilai t hitung (3,71) > t tabel (2,03). Hal tersebut mengindikasikan penolakan Ho
yang menunjukan bahwa terdapat hubungan yang positif antara Keterbukaan (X1)
dengan Kinerja karyawan (Y). Koefisien determinasi dari hasil perhitungan didapat
sebesar 29,41%. Hal ini memberikan pengertian bahwa Kinerja karyawan
dipengaruhi oleh Keterbukaan sebesar 29,41%, sedangkan sisanya 70,59%
merupakan kontribusi variabel lain selain Keterbukaan.
Adanya keterbukaan atasan-bawahan memberikan kesempatan bagi
manajemen untuk dapat memberikan kesempatan bagi karyawan untuk
mendengarkan dan memberikan umpan balik mengenai hal-hal yang tidak dipahami
dan hal yang ingin disampaikan oleh karyawan mengenai pekerjaannya. Hal tersebut
dapat membuat suatu organisasi berjalan secara efektif karena penerapan komunikasi
yang efektif pula. Hal ini didukung oleh Pace & Faules sebagai berikut:
1. Bawahan lebih puas dengan pekerjaan mereka bila ada keterbukaan komunikasi antara atasan dengan bawahan.
2. Keterbukaan komunikasi tampaknya berhubungan dengan kinerja organisasi.
3. Kesediaan atasan dan bawahan untuk berbincang-bincang mengenai suatu topik merupakan fungsi persepsi dari kesediaan orang-orang.
(Pace & Faules, 2001 : 206)
Pihak manajemen mampu bersikap jujur, mempercayai dan memberikan
penjelasan dengan baik kepada karyawan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan
dengan pelaksanaan tugas sehingga karyawan berusaha maksimal untuk mencapai
target bagi perusahaan dan meningkatkan kinerjanya. ”Dengan keterbukaan tidak
dimaksudkan agar setiap orang harus membuka diri dengan seluas-luasnya, namun
membuka kesempatan untuk sama-sama mengetahui informasi tentang diri maupun
lawan bicara”. (Liliweri, 2004 : 317)
4.2.3 Hubungan Antara Empati Dengan Kinerja Karyawan
H0 : Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara Empati dengan Kinerja
karyawan
H1 : Terdapat hubungan yang signifikan antara Empati dengan Kinerja karyawan
Berikut ini merupakan data mengenai hubungan antara Empati (X2) dengan
Kinerja karyawan (Y), yang dijelaskan pada tabel berikut:
Tabel 4.59 Hubungan Antara Empati Dengan Kinerja Karyawan
Variabel rs t
hitung t
table Keputusan Keterangan Koefisien Determinasi
X2 dan Y 0.617 4.51 2.03 H0 ditolak Signifikan 38,10% Sumber : Data yang sudah diolah
Dari tabel tersebut diatas dapat diketahui bahwa besarnya hubungan antara
Empati (X2) dengan Kinerja karyawan (Y) adalah 0,617. Hubungan ini termasuk
kategori hubungan yang cukup berarti. Hasil pengujian dengan statistik t didapat nilai
t hitung (4,51) > t tabel (2,03). Hal tersebut mengindikasikan penolakan Ho yang
menunjukan bahwa terdapat hubungan yang positif antara Empati (X2) dengan
Kinerja karyawan (Y). Koefisien determinasi dari hasil perhitungan didapat sebesar
38,10%. Hal ini memberikan pengertian bahwa Kinerja karyawan dipengaruhi oleh
Empati sebesar 38,10%, sedangkan sisanya 61,90% merupakan kontribusi variabel
lain selain Empati.
Tabel di atas menunjukkan bahwa ada hubungan yang positif antara empati
atasan kepada karyawannya terhadap kinerja karyawannnya. Atasan yang mampu
menunjukkan empati kepada karyawannya akan dapat membuat karyawannya merasa
nyaman, dan merasa dihargai karena karyawan tersebut tahu bahwa atasannya
bersikap tulus, sehingga dalam hal apapun baik itu dalam keadaan baik maupun
keadaan buruk karyawan akan tetap menganggap bahwa atasannya selalu
memperlakukannya secara manusiawi dan bukan alat perusahaan semata sehingga
karyawan akan selalau melaksanakan tugas yang diembannya.
Executive Secretary Geulis Boutique Hotel & Cafe menyatakan bahwa atasan
mencoba mengerti dan memahami apa yang diinginkan dan dibutuhkan oleh
karyawannya, dengan empati juga atasan akan berhati-hati menetapkan sesuatu dan
mengambil keputusan yang berkaitan dengan karyawan dan tidak ada niat bagai
manajemen hanya untuk memenuhi kepentingan perusahaan semata.
Hal di atas di perjelas oleh Liliweri yang menyatakan ”Human relations yang
berbasis komunikasi antarmanusia harus berbasis empati. Artinya para pemimpin dan
manajer dalam organisasi yang berkomunikasi antarmanusia secara insani harus
mempunyai kemampuan memasuki suasana psikologis dari sasaran komunikasi”.
(Liliweri, 2004 : 242)
4.2.4 Hubungan Antara Sikap Mendukung Dengan Kinerja Karyawan
H0 : Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara Sikap Mendukung dengan
Kinerja karyawan
H1 : Terdapat hubungan yang signifikan antara Sikap Mendukung dengan
Kinerja karyawan
Berikut ini merupakan data mengenai hubungan antara Sikap Mendukung
(X3) dengan Kinerja karyawan (Y), yang dijelaskan pada tabel berikut:
Tabel 4.60 Hubungan Antara Sikap Mendukung Dengan Kinerja Karyawan
Variabel rs t
hitung t
tabel Keputusan Keterangan Koefisien Determinasi
X3 dan Y 0.581 4.10 2.03 H0 ditolak Signifikan 33.78% Sumber : Data yang sudah diolah
Dari tabel tersebut diatas dapat diketahui bahwa besarnya hubungan antara
Sikap Mendukung (X3) dengan Kinerja karyawan (Y) adalah 0,581. Hubungan ini
termasuk kategori hubungan yang cukup berarti. Hasil pengujian dengan statistik t
didapat nilai t hitung (4,10) > t tabel (2,03). Hal tersebut mengindikasikan penolakan Ho
yang menunjukan bahwa terdapat hubungan yang positif antara Sikap Mendukung
(X3) dengan Kinerja karyawan (Y). Koefisien determinasi dari hasil perhitungan
didapat sebesar 33,78%. Hal ini memberikan pengertian bahwa Kinerja karyawan
dipengaruhi oleh Sikap Mendukung sebesar 33,78%, sedangkan sisanya 66,22%
merupakan kontribusi variabel lain selain Sikap Mendukung.
Atasan dalam melakukan komunikasi selalau diselingi oleh dorongan-
dorongan agar karyawannya mempunyai semangat dalam menjalankan tugasnya
sehingga kinerja yang dihasilkan akan lebih baik. Keberadaan sikap mendukung yang
diberikan oleh atasan kepada bawahnya akan menimbulkan efek positif terhadap
karyawannya. Dengan adanya sikap mendukung dari atasan akan menyebabkan
karyawan merasa dihargai, dan diperhatikan sehingga akan meningkatkan kinerjanya
dalam bekerja.
Atasan harus bersikap bijaksana dengan tidak menyalahkan atau menyudutkan
karyawannya yang telah melakukan kesalahan. Selain itu juga atasan dalam
bekomunikasi dengan karyawannya selalu memperlihatkan sikap santai, tidak kaku,
serta memperlihatkan fleksibilitas berarti juga berpikiran terbuka serta ada kerelaan
untuk mengdengarkan suatu dari sudut pandang yang berbeda. Hal ini didiukung oleh
DeVito yang menyatakan ”Bila anda bertindak secara profesionalisme yaitu bersikap
tentatif dan berpikir terbuka dengan kesetaraan penuh bahwa anda mungkun saja
keliru dengan kesediaan untuk mengubah sikap dan pendapat anda, anda mendorong
sikap suportif”. (DeVito, 1997 : 262)
4.2.5 Hubungan Antara Sikap Positif Dengan Kinerja Karyawan
H0 : Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara Sikap Positif dengan
Kinerja karyawan
H1 : Terdapat hubungan yang signifikan antara Sikap Positif dengan Kinerja
karyawan
Berikut ini merupakan data mengenai hubungan antara Sikap Positif (X4)
dengan Kinerja karyawan (Y), yang dijelaskan pada tabel berikut:
Tabel 4.61 Hubungan Antara Sikap Positif Dengan Kinerja Karyawan
Variabel rs t
hitung t
tabel Keputusan Keterangan Koefisien Determinasi
X4 dan Y 0.559 3.87 2.03 H0 ditolak Signifikan 31,21% Sumber : Data yang sudah diolah
Dari tabel tersebut diatas dapat diketahui bahwa besarnya hubungan antara
Sikap Positif (X4) dengan Kinerja karyawan (Y) adalah 0,559. Hubungan ini
termasuk kategori hubungan yang cukup berarti. Hasil pengujian dengan statistik t
didapat nilai t hitung (3,87) > t tabel (2,03). Hal tersebut mengindikasikan penolakan Ho
yang menunjukan bahwa terdapat hubungan yang positif antara Sikap Positif (X4)
dengan Kinerja karyawan (Y). Koefisien determinasi dari hasil perhitungan didapat
sebesar 31,21%. Hal ini memberikan pengertian bahwa kinerja karyawan
dipengaruhi oleh Sikap Positif sebesar 31,21%, sedangkan sisanya 68,79%
merupakan kontribusi variabel lain selain Sikap Positif.
Prilaku yang positif berarti memberi nilai positif untuk diri sendiri, orang lain
untuk berpikir positif akan memberi makna positif pada orang yang berinteraksi
dengan yang lainnya. Atasan dan bawahan membutuhkan suatu bentuk komunikasi
yang efektif, saling menghargai juga menindak lanjutkan komunikasi secara positif
yang akan membuat karyawan lebih percaya diri untuk meningkatkan kinerjanya.
Atasan memberikan ruang kepada bawahan untuk bisa menghargai kegagalan
yang dialami sebagai pelajaran yang sangat berharga. Tanpa adanya kegagalan
tersebut tidak akan mengalami kemajuan dalam diri karyawan. ”Orang yang merasa
negatif pada diri sendiri selalu mengkomunikasikan perasaan ini kepada orang lain,
yang selanjutnya barang kali akan mengembangkan perasaan negatif yang sama.
Sebaliknya, orang yang mersa positif terhadap dirinya sendiri mengisyaratkan
perasaan ini kepada orang lain, yang selanjutnya akan merefleksikan perasaan
positifi”. (DeVito, 1997:262)
Executive Secretary hotel Geulis mengatakan sikap positif dapat di tunjukkan
atasan dengan merasa positif terlebih dahulu terhadap diri sendiri. Artinya atasan
dapat merasakan pikirannnya, perasaan dan apa yang dilakukannya positif meskipun
terdapat kesalahan, namun sebagai seorang atasan harus mampu menanganinya
dengan sikap positif. Dengan demikian atasan dapat mengisyaratkan dan
merefleksikan perasaan positifnya kepada karyawannya.
Dengan demikian atasan yang memiliki sikap positif cenderung untuk
mendorong dan menggerakkan prilaku karyawannya untuk bersikap positif baik
terhadap dirinya maupun kepada rekan kerjanya. DeVito mengatakan bahwa
”Dorongan positif umumnya berbetuk pujian atau penghargaan dan terdiri atas
prilaku yang biasanya kita harapkan, kita nikmati dam kita banggakan. Dorongan
positif tersebut mendukung citra pribadi kita dan membuat kita merasa lebih baik”.
(DeVito, 1997 : 263)
4.2.6 Hubungan Antara Kesamaan atau Kesetaraan Dengan Kinerja Karyawan
H0 : Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara Kesamaan atau Kesetaraan
dengan Kinerja karyawan
H1 : Terdapat hubungan yang signifikan antara Kesamaan atau Kesetaraan
dengan Kinerja karyawan
Berikut ini merupakan data mengenai hubungan antara Kesamaan atau
Kesetaraan (X5) dengan Kinerja karyawan (Y), yang dijelaskan pada tabel berikut:
Tabel 4.62 Hubungan Antara Kesetaraan Dengan Kinerja Karyawan
Variabel rs t
hitung t
table Keputusan Keterangan Koefisien Determinasi
X5 dan Y 0.445 2.85 2.03 H0 ditolak Signifikan 19,79% Sumber : Data yang sudah diolah
Dari tabel tersebut diatas dapat diketahui bahwa besarnya hubungan antara
Kesamaan atau Kesetaraan (X5) dengan Kinerja karyawan (Y) adalah 0,445.
Hubungan ini termasuk kategori hubungan yang cukup berarti. Hasil pengujian
dengan statistik t didapat nilai t hitung (2,85) > t tabel (2,03). Hal tersebut
mengindikasikan penolakan Ho yang menunjukan bahwa terdapat hubungan yang
positif antara Kesamaan atau Kesetaraan (X5) dengan Kinerja karyawan (Y).
Koefisien determinasi dari hasil perhitungan didapat sebesar 19,79%. Hal ini
memberikan pengertian bahwa Kinerja karyawan dipengaruhi oleh Kesamaan atau
Kesetaraan sebesar 19,79%, sedangkan sisanya 80,21% merupakan kontribusi
variabel lain selain Kesamaan atau Kesetaraan.
Dengan adanya rasa kesetaraan dil lingkungan kerja, maka akan
meminilisasikan perbedaan yang ada. Seluruh karyawan merasa saling dihargai,
saling membantu. Menjunjung tinggi kesetaraan yang dilakukan oleh atasan terhadap
karyawannya demi terciptanya suatu suasuana interaksi yang harmonis sehingga
memunculkan motivasi untuk kinerja yang lebih baik.
Dalam setiap situasi dapat terjadi suatu ketidaksetaraan, tidak pernah terdapat
dua orang yang benar-benar setara dalam segala hal. Terlepas dari ketidaksetaraan ini,
komunikasi antarpribadi akan lebih efektif bila suasannya setara. ”Komunikasi
antarpribadi akan lebih efektif bila suananya setara. Artinya harus ada pengakuan
secara diam-diam bahwa kedua belah pihak sama-sama bernilai dan berharga, dan
bahwa masing-masing pihak mempunyai sesuatu yang penting untuk disumbangkan”.
(DeVito. 1997 : 263)
Tidak adanya yang mendominsais saat berkomunikasi merupakan cerminan
kesetaraan, dalam artinya setiap orang berhak untuk mengemukakan pendapatnya,
dan setiap orang berhak pula untuk menghargai pendapat orang lain. Apabila terjadi
saling pendapat, maka solusinya adalah jalinan komunikasi. Walaupun pendapat dari
bawahan tetap harus menghargai dan mendengarkan.
Kesetaraan dapat juga ditunjukkan dalam kegiatan yang dilakukan.
Kesetraaan dikaitkan dengan kinerja mempunyai hubungan yang erat. Dengan adanya
kesetaraan diantara atasan dengan bawahan, maka efek yang timbul adalah adanya
rasa saling menghargai sehingga pada saat atasan memberikan dorongan, saran
maupun nasihat maka bawahan akan menerima dan mempunyai dorongnya diri dalam
dirinya untuk menghasilkan kinerja lebih baik lagi.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan pada hasil dan pembahasan penelitian pada bab sebelumnya
mengenai hubungan komunikasi antarpribadi atasan-bawahan dengan kinerja
karyawan Geulis Boutique Hotel & Café, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut:
1. Terdapat hubungan yang cukup berarti antara keterbukaan atasan terhadap
bawahan dengan kinerja karyawan yang meliputi hasil kerja sesuai dengan
wewenang dan tanggung jawab yang diberikan. Kecenderungan hubungan
antarpribadi yang mengarah pada kondisi yang baik antara atasan dengan
bawahan didukung dengan sikap atasan yang berusaha untuk dapat berbagi
dan menerangkan sesuatu secara jujur dan bertanggung jawab, sehingga
karyawan tidak merasa segan atau sungkan untuk melakukan hal yang
sama kepada atasannya. Hal ini yang dapat mempererat hubungan kerja
diantara kedua belah pihak sehinga menimbulkan kinerja yang lebih baik
lagi.
2. Terdapat hubungan yang cukup berarti antara empati atasan terhadap
bawahan dengan kinerja karyawan yang meliputi hasil kerja sesuai dengan
wewenang dan tanggung jawab yang diberikan. Hal ini tampak dari
kesediaan atasan untuk memperhatikan karyawan dalam menghadapi
pekerjaan dalam rangka memotivasi karyawan meningkatkan kinerjanya,
menghargai upaya dalam bekerja menghormati kebebasan dan keinginan
karyawan dalam melakukan pekerjaan dan memperlakukan karyawan
secara kekeluargaan. Sikap empati atasan tersebut menyebabkan karyawan
merasa diperlakukan secara manusiawi. Karyawan merasa atasan berlaku
tulus sehingga karyawan merasa bagian yang tidak terpisahkan dari
perusahaan yang saling membutuhkan satu sama lainnya dan mau
melaksanakan tugas serta kewajibannya dengan penuh kesadaran.
3. Terdapat hubungan yang cukup berarti antara sikap dukungan atasan
terhadap bawahan dengan kinerja karyawan yang meliputi hasil kerja
sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab yang diberikan. Hal ini
disimpulkan berdasarkan dukungan yang diberikan oleh atasan. Karyawan
merasa dengan dukungan yang diberikan oleh atasan terhadap kinerjanya,
maka upaya karyawan dalam mencapai target yang ditentukan akan lebih
terarah, terkendali dan jelas tujuannya. Karyawan tahu bahwa pekerjaan
yang dilakukannya tidak sia-sia, pihak perusahaan akan memberikan
ganjaran kepada karyawan yang mampu memperlihatkan kualitas kerjanya
yakni berupa imbalan yang setimpal dari perusahaan.
4. Terdapat hubungan yang cukup berarti antara sikap positif atasan terhadap
bawahan dengan kinerja karyawan yang meliputi hasil kerja sesuai dengan
wewenang dan tanggung jawab yang diberikan. Sikap positif harus
ditumbuhkan di dalam diri seorang karyawan dalam suatu perusahaan.
Sikap positif akan memberikan dampak yang baik bagi perusahaan maupun
diri karyawan itu sendiri. Kinerja karyawan dapat terjadi apabila diantara
atasan-bawahan telah terjalin dengan baik pula.
5. Terdapat hubungan yang cukup berarti antara kesamaan atau kesetaraan
atasan terhadap bawahan dengan kinerja karyawan yang meliputi hasil
kerja sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab yang diberikan.
Menganggap orang sama atau setara tanpa membedakan satu sama lainnya
sangatlah diperlukan dalam meningkatkan kinerja karyawan. Kesetaran
dapat terbentuk dalam hal saling menghargai kekurangan yang terdapat
pada diri atasan amaupun bawahan, tidak mempermasalahkan jabatan atau
kedudukan dalam pergaulan sehari-hari, saling bertegur sapa, maupun aling
bertoleransi pembicaraan atau percakapan pada saat melakukan diskusi.
5.2 Saran
Untuk meningkatkan komunikasi antarpribadi atasan-bawahan dengan kinerja
Geulis Boutique Hotel & Café, maka ada beberapa saran yang diharapkan dapat
menunjang hal tersebut yaitu:
5.2.1 Secara Teoritis
Untuk penelitian selanjutnya, peneliti memberikan saran sebagai
berikut:
1. Penelitian ini dapat menambah khasanah komunikasi, khususnya
komunikasi antarpribadi atasan-bawahan dengan kinerja
karyawan.
2. Penelitian selanjutnya juga dapat menggunakan Human Science
Theory atau hubungan manusiawi dari Mayo, yang mengemukakan
bahwa manusia sebagai anggota organisasi adalah merupakan inti
organisasi sosial. Manusia terlibat dalam tingkah laku organisasi seperti
misalnya anggota organisasi memutuskan apa yang akan dilakukannya
di dalam organisasi dan bagaimana melakukannya. Teori hubungan
manusia menekankan pada pentingnya individu dan hubungan sosial
dalam kehidupan organisasi. Di samping itu teori ini pun menyarankan
strategi peningkatan dan penyempurnaan organisasi dengan
meningkatkan kepuasan anggota organisasi, serta menciptakan
organisasi yang dapat membantu individu untuk mengembangkan
potensinya. (Muhammad, 2000:39)
5.2.2 Secara Praktis
Secara praktis, peneliti memberikan beberapa saran, yakni sebagai
berikut:
1. Rutin membuat kesimpulan dari hasil breafing yang selalu
dilakukan tiap minggunya dan kesimpulan tersebut disebarkan ke
setiap department agar seluruh pegawai mengetahui kebijakan-
kebijakan perusahaan dari hasil dari breafing tersebut.
2. Diperlukan untuk lebih melakukan komunikasi antarpribadi
sesama seluruh anggota perusahaan secara intensif, agar dapat
menimbulkan efektifitas dalam kegiatan organisasi.
DAFTAR PUSTAKA
Anthony, Dearden, Bedford. 1992. Sistem Pengendali Manajemen. Jakarta : Binarupa
Aksara
Arikunto, Suharsimi. 1988. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta:
PT. Rineka Cipta.
Cangara, Hafied. 2005. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
DeVito, Joseph A. 1997. Komunikasi Antarmanusia. Jakarta: Professional Books.
Djuarsa, Sasa.1994. Teori Komunikasi. Jakarta: Universitas terbuka
Hasibuan, Malayu. 2003. Organisasi dan Motivasi. Jakarta: PT Bumi Aksara.
. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT. Bumi
Aksara.
Iqbal, Hasan. 2002. Pokok-Pokok Materi Metodelogi Penelitian dan Aplikasinya.
Jakarta: Ghailan Indonesia.
Jefkins, Frank. 2003. Public Relations. Jakarta: Erlangga.
Liliweri, Alo. 2004. Wacana Komunikasi Organisasi. Bandung: CV. Mandar Maju.
. . 1997. Komunikasi Antarpribadi. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.
. 1994. Perspektif Teoritis Komunikasi Antarpribadi. Bandung: PT. Citra
Aditya Bakti.
Mangkunegara, Anwar Prabu. 2005. Manajemen Sumber Daya Perusahaan.
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Mar’at. 1984. Sikap Manusia Perubahan Serta Pengukurannya. Jakarta: Ghalia
Indonesia.
Muhammad, Arni. 2001. Komunikasi Organisasi. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Mulyana, Deddy. 2005. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Pace, Wayne & Don F. Faules (Editor Dedy Mulyana). 2001. Komunikasi Organisasi
Strategi Meningkatkan Kinerja Perusahaan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Rakhmat, Jalaluddin. 2001. Psikologi Komunikasi. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
--------------------------. 1997. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Sastrohadiwiryo, Siswanto. 2002. Manajemen Tenaga Kerja Indonesia. Jakarta : PT
Bumi Aksara.
Saydam, Gouzali. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Toko Gunung
Agung.
Siegel, Sidney. 1997. Statistik Non Parametrik untuk Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta:
Gramedia.
Singarimbun, Masri & Sofian Effendi. 1989. Metode Penelitian Survai. Yogyakarta:
LP3ES.
Siswanto, Bambang.1992. HUMAS: Hubungan Masyarakat Teori & Praktek. Jakarta
: PT Bumi Aksara.
Thoha, Miftah. 2001. Prilaku Organisasi: Konsep Dasar dan Alikasinya. Jakarta :
Raja Grafindo Persada.
Uchjana Effendy, Onong. 1998. Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Umar, Husen. 2002, Metode Riset Komunikasi Organisasi. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama
. 1998. Riset Sumber Daya Manusia. Jakarta : Gramedia.
Yulianita, Neni. 2007. Dasar-Dasar Public Relations. Bandung. PU2-LPPM
UNISBA.
Sumber lain:
Kurniawan, Lukas. 2007. Kegiatan Telephone Courtest Training Dalam
Meningkatkan Kinerja Karyawan The Ardjuna Boutique Hotel and Spa Bandung.
Agustin, Wenny . 2007. Fungsi Komunikasi Horizontal dan Kinerja Karyawan.
DATA RIWAYAT
Nama : Eka Fitri Qurniawati Tempat, Tanggal Lahir : Bengkalis, 01 Juni 1990 Alamat : Tamansari Atas Gg. Karyalaksana 17B/59 Bandung NO Telp : 085721446445 Nama Orang Tua : Ayah : Pauzun, S.Kom., M.Sc Ibu : Nurhayati Pendidikan Formal : 1994 - 1998 : SD Negeri 079 Bengkalis 1998 – 2000 : SD Negeri 026 Pekanbaru
2000 – 2003 : SLTP Negeri 25 Pekanbaru 2003 - 2006 : SMA Negeri 5 Pekanbaru 2006 - 2010 : Universitas Islam Bandung