peringatan -...
TRANSCRIPT
PERINGATAN !!! Bismillaahirrahmaanirraahiim
Assalamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh
1. Skripsi digital ini hanya digunakan sebagai bahan referensi
2. Cantumkanlah sumber referensi secara lengkap bila Anda mengutip dari Dokumen ini
3. Plagiarisme dalam bentuk apapun merupakan pelanggaran keras terhadap etika moral penyusunan karya ilmiah
4. Patuhilah etika penulisan karya ilmiah
Selamat membaca !!!
Wassalamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh
UPT PERPUSTAKAAN UNISBA
ANALISIS SENYAWA AKRILAMIDA DALAM KERIPIK
SINGKONG YANG DIJUAL DI PASAR KEMBAR DAN
PASAR ANCOL BANDUNG DENGAN METODE
KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI
SKRIPSI
Oleh:
FIEKA ROSA FAUZIAH NPM:10060308129
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
1433 H / 2012 M
ANALISIS SENYAWA AKRILAMIDA DALAM KERIPIK
SINGKONG YANG DIJUAL DI PASAR KEMBAR DAN
PASAR ANCOL BANDUNG DENGAN METODE
KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu persyaratan untuk
menyelesaikan pendidikan dan memperoleh gelar Sarjana Farmasi
pada Program Studi Farmasi FMIPA Unisba
Oleh:
FIEKA ROSA FAUZIAH NPM:10060308129
Agustus 2012 M / 1433 H
BANDUNG
JUDUL : ANALISIS SENYAWA AKRILAMIDA DALAM KERIPIK
SINGKONG YANG DIJUAL DI PASAR KEMBAR DAN
PASAR ANCOL BANDUNG DENGAN METODE
KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI
NAMA : FIEKA ROSA FAUZIAH NPM : 10060308129
Setelah membaca Skripsi ini dengan seksama, menurut pertimbangan kami
telah memenuhi persyaratan ilmiah sebagai Skripsi
Menyetujui
Pembimbing Utama Pembimbing Serta
Arlina Prima Putri, M.Si.
NIK. D.08.0.481
Hilda Aprilia W., S.Si., Apt.
NIK. D.10.0.516
Mengetahui
Dekan F-MIPA Unisba Ketua Program Studi Farmasi
M. Yusuf Fajar, Drs., M.Si.
NIP. 19561021698621002
H. Embit Kartadarma, DR., M.App.Sc., Apt.
NIK. D.06.0.437
خير نمه آمه وقال انذيه أوتوا انعهم ويهكم ثواب للا
ابرون وعمم صانحا وال يهقاها إال انص
Kutipan atau saduran baik sebagian
ataupun seluruh naskah, harus
menyebutkan nama pengarang dan
sumber aslinya, yaitu Program Studi
Farmasi, Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam,Universitas
Islam Bandung.
RIWAYAT PENULIS
BIODATA
Alamat : JL. KEMBAR BARU UTARA VII NO.4
RT/RW : 06/09
Desa/Kel. : CIGERELENG
Kecamatan : REGOL
Telepon : 085721740099
Nama Ibu Kandung : RITA ROSITA
Nama Ayah Kandung : ASEP SAEPULOH
Alamat Orang Tua : JL. KEMBAR BARU UTARA VII NO.4
RT/RW : 06/09
Desa/Kel. : CIGERELENG
Kecamatan : REGOL
Telepon : 0225208651
PENDIDIKAN
1. TK Assalam Bandung, Jawa Barat (1995-1996)
2. SD Dian Kencana Bandung, Jawa Barat (1996-2002)
3. MTs PPI 76 Tarogong, Garut (2002-2005)
4. SMAN 11 Bandung, Jawa Barat (2005-2008) 5. Program Studi Farmasi, Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Islam Bandung (2008-2012)
Nama : FIEKA ROSA FAUZIAH
Tempat/Tgl.Lahir : BANDUNG, 01/03/1990
Jenis Kelamin : PEREMPUAN
Agama : ISLAM
Pekerjaan : MAHASISWA
ANALISIS SENYAWA AKRILAMIDA DALAM KERIPIK SINGKONG
YANG DI JUAL DI PASAR KEMBAR DAN PASAR ANCOL BANDUNG
DENGAN METODE KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI
ABSTRAK
FIEKA ROSA FAUZIAH
Email: [email protected]
Keripik singkong biasanya digoreng pada suhu tinggi sehingga berpotensi untuk
terbentuknya akrilamida. Telah dilakukan penelitian mengenai kandungan
senyawa akrilamida pada keripik singkong yang dijual di Pasar kembar dan Pasar
Ancol Bandung, dengan metode kromatografi cair kinerja tinggi. Akrilamida
diekstrak dari keripik singkong dengan menggunakan pelarut diklorometan dan
etanol dengan perbandingan 20:3 v/v. Ekstrak yang diperoleh dicampur dengan
fase gerak berupa setonitril dan air (5:95) pH 2,5 (asam fosfat 85%). Kondisi
terpilih untuk KCKT adalah kolom : C18 ZORBAX (10µm), laju alir1,2
mL/menit, detector UV panjang gelombang 230 nm, volume injeksi 20 µL. Hasil
dari penelitian ini diketahui kadar akrilamida dalam keripik singkong berkisar
antara rentang 0,66-8,53 mg/kg keripik singkong.
Kata kunci: Keripik singkong, akrilamida, kromatografi cair kinerja tinggi
Analysis of Acrylamide in Cassava Chips in Kembar Market andAncol
Market Bandung with High Performance Liquid Chromatography
ABSTRACT
FIEKA ROSA FAUZIAH
Email: [email protected]
Cassava chips are ussually fried at high temprature, that may potentialy form
acrylamide. The presence of acrylamide in cassava chip from It has been studied
qualitative and quantitative analysis of acrylamide in cassava chips in Kembar
Market and Ancol Market in Bandung. Had been studied using high performance
liquid chromatography. The compound may extracted from the sample using
dichloromethane and ethanol 20:3 v/v. Than extract was than measured by using
HPLC with the mixture of asetonitril (5:95) as mobile phase and the addition of
phosponic acid 85% to reach the pH 2,5. The condition of HPLC was column C18
ZORBAX (10µm), flow rate 1.2 mL/minute, UV detector 230 nm, injection
volume 20µL. Six of the sample which have been analyzed were positively
containing acrylamide. The results of this research shows that acrylamide content
in cassava chips is about range 0,66-8,53 mg/kg cassava chips.
Keywords: Cassava chips, acrylamide, high performance liquid chromatography
i
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, atas
berkat dan rahmat-Nya yang melimpah, sehingga dapat melaksanakan penelitian
dan menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul ANALISIS SENYAWA
AKRILAMIDA DALAM KERIPIK SINGKONG YANG DIJUAL DI
PASAR KEMBAR DAN PASAR ANCOL BANDUNG DENGAN METODE
KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT).
Skripsi ini disusun untuk melengkapi salah satu syarat mencapai gelar
Sarjana Farmasi di Universitas Islam Bandung.
Terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis sampaikan
kepada kedua orang tua penulis yakni Bapak Asep Saepuloh dan Ibu Rita Rosita
serta ketiga saudara penulis yakni Reza Aristian, Aldyansyah Rahman dan
Nadhilah Nur Shabrina atas segala perhatian, doa, kasih sayang, dan dukungan
moril serta materil yang telah diberikan kepada penulis. Dengan segala ketulusan
hati penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Drs. M. Yusuf Fajar, M.Si., selaku Dekan Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Islam Bandung.
2. Bapak Embit Kartadarma, DR., M.App.Sc., Apt., selaku Ketua Program Studi
Farmasi Universitas Islam Bandung yang selalu memberikan bimbingan
kepada penulis selama masa perkuliahan.
ii
3. Ibu Arlina Prima Putri, M.Si., Apt. dan Ibu Hilda Aprilia, S.Si., Apt. yang
telah membimbing penulis dengan sabar hingga selesainya penulisan skripsi
ini.
4. Seluruh staf pengajar, yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan bagi
penulis selama mengetahui pendidikan di Universitas Islam Bandung.
5. Andrea Fender untuk seluruh dukungan dan semangatnya dalam
menyelesaikan skripsi ini
6. Dheal, Demith, Nova, Ghea dan Keluarga Besar Farmasi D 2008, yang selalu
kompak dan bersama dalam suka maupun duka selama 4 tahun ini.
7. Mas Parlan, Mbak Win dan Faris yang selalu membantu dari awal penyusunan
hingga skripsi ini selesai.
8. T’Pipin kakak kelas Farmasi angkatan 2007 yang memberikan inspirasi bagi
penulis selama masa penyusunan skripsi ini.
9. Untuk sahabat-sahabatku Felly, Mira, Aldila, Nin, Syahid, Regi dan semuanya
yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, terima kasih atas motivasi,
inspirasi dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis. Semoga Allah
SWT memberikan balasan yang berlipat ganda atas jasa-jasa besar mereka.
iii
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan,
sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya di bidang Farmasi.
Bandung, 21 Ramadhan 1433 H
10 Agustus 2012 M
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK
ABSTRACT
KATA PENGANTAR ............................................................................. i
DAFTAR ISI ............................................................................................. iv
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. vi
DAFTAR TABEL ..................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. viii
PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
BAB
I TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 4
1.1. Akrilamida ................................................................................. 4
1.1.1. Definisi akrilamida ...................................................................... 4
1.1.2. Sifat fisikokimia akrilamida ........................................................ 4
1.1.3. Farmakokinetika .......................................................................... 5
1.1.4. Proses pembentukan akrilamida dalam makanan ....................... 6
1.1.5. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan akrilamida
dalam makanan............................................................................ 7
1.1.6. Bahaya akrilamida ....................................................................... 9
1.2. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) ......................... 10
1.2.1. Prinsip Kerja Kromatografi Cair Kinerja Tinggi ........................ 11
1.2.2. Instrumen Kromatografi Cair Kinerja Tinggi ............................. 12
1.3. Metode Analisis Akrilamida .................................................... 14
1.4. Uji Kesesuaian Sistem ............................................................... 15
1.5. Kinerja Analitik ........................................................................ 16
1.5.1. Presisi ........................................................................................ 16
1.5.2. Akurasi ........................................................................................ 17
1.5.3. Linieritas ..................................................................................... 17
1.5.4. Batas deteksi dan batas kuantisasi............................................... 17
II METODOLOGI PENELITIAN ............................................. 19
III ALAT DAN BAHAN ............................................................... 20
3.1. Bahan Penelitian ....................................................................... 20
3.2. Alat Penelitian ........................................................................... 20
IV PROSEDUR PENELITIAN ..................................................... 21
4.1. Pengumpulan Sampel ............................................................... 21
4.2. Pembuatan Blangko Negatif..................................................... 21
4.3. Ekstraksi Akrilamida dalam Keripik Singkong .................... 21
4.4. Analisis Kualitatif dan Kuantitatif Akrilamida dengan
Metode KCKT .......................................................................... 22
4.4.1. Pembuatan Fase Gerak ................................................................ 22
4.4.2. Pembuatan Larutan Baku ............................................................ 22
4.4.3. Penetapan kadar akrilamida dalam keripik singkong.................. 22
4.5. Verifikasi Metode Analisis ....................................................... 23
4.5.1. Presisi ................................................................................ ........ 23
4.5.2. Linieritas ..................................................................................... 23
4.5.3. Akurasi ........................................................................................ 23
4.5.4. Batas deteksi dan batas kuantisasi............................................... 24
V HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................ 25
5.1. Hasil Penetapan Kadar Akrilamida Secara Kromatografi Cair
Kinerja Tinggi ........................................................................... 25
5.1.1. Pengambilan sampel.................................................................... 25
5.1.2. Ekstraksi akrilamida dari keripik singkong................................. 25
5.1.3. Kondisi Kromatografi Cair Kinerja Tinggi ................................. 26
5.1.4. Hasil analisis kualitatif akrilamida dalam keripik singkong ....... 27
5.1.5. Hasil analisis kuantitatif akrilamida dalam keripik singkong ..... 27
5.2. Hasil Verifikasi Metode (Kinerja Analitik) ............................ 29
5.2.1. Hasil data linieritas (kurva kalibrasi) .......................................... 29
5.2.2. Hasil data presisi dengan standar akrilamida 7 ppm ................... 30
5.2.3. Hasil akurasi dengan standar akrilamida 7 ppm ......................... 31
5.2.4. Hasil batas deteksi dan batas kuantisasi ...................................... 31
VI KESIMPULAN DAN SARAN ................................................ 32
6.1. Kesimpulan ................................................................................ 32
6.2. Saran ........................................................................................ 32
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 33
LAMPIRAN .............................................................................................. 34
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1 Penetapan kadar akrilamida dalam keripik singkong ................. 33
2 Batas deteksi dan batas kuantisasi .............................................. 37
3 Hasil data presisi ......................................................................... 38
4 Hasil data akurasi........................................................................ 41
5 Hasil data sampel ........................................................................ 44
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
I.1 Struktur kimia akrilamida ................................................................ 5
I.2 Diagram alir KCKT ........................................................................ 10
I.3 Instrumen dasar KCKT .................................................................. 12
IV.1 Kurva kalibrasi akrilamida .............................................................. 30
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1.1 Sifat fisika akrilamida ....................................................................... 5
4.1 Daftarkisaran dan kisaran kriteria keberterimaan (Akurasi) ............. 18
L.1 Data penetapan kadar akrilamida dalam keripik singkong ............... 33
L.2 Data kurva kalibrasi akrilamida dengan metode KCKT .................. 34
L.3 Data presisi dengan standar akrilamida 7 ppm ................................ 38
L.4 Data akurasi dengan standar akrilamida 7 ppm ................................ 41
1
PENDAHULUAN
Saat ini kita harus lebih waspada terhadap bahan makanan yang diolah dengan
cara digoreng. Para Peneliti di SNFA (Swedish National Food Administration)
yaitu Badan Pengawas Makanan Nasional di Swedia dan Stockhlom University
pada April 2002 melaporkan penemuan akrilamida dalam berbagai makanan yang
proses pengolahannya dengan cara dipanggang dalam tanur atau digoreng.
Akrilamida terdapat dalam makanan kaya karbohidrat, misalnya seperti keripik
kentang, kentang goreng, popcorn, sereal, dan biskuit. Dari hasil penelitian
terhadap beragam jenis makanan tersebut kandungan akrilamida yang terbesar
terdapat pada olahan makanan dengan karbohidrat tinggi yang dimasak pada suhu
di atas 120ºC.
Penelitian itu dikhususkan pada reaksi Maillard. Reaksi ini merupakan
reaksi yang banyak terjadi pada saat kita mengolah bahan makanan. Reaksi ini
disebut juga reaksi browning karena menghasilkan tampakan fisik makanan yang
sebelum diolah tidak berwarna coklat, tetapi setelah diolah misal dengan
penggorengan berwarna coklat. Reaksi Maillard terjadi antara gugus karbonil
biasanya pada karbohidrat dengan gugus amino yang umumnya terdapat pada
asam amino/protein.Selain itu, ciri lain dari reaksi Maillard adalah terbentuknya
senyawa yang beraroma, yang merupakan bagian dari cita rasa makanan yang kita
makan. Reaksi Maillard cukup rumit dan kompleks, banyak menghasilkan
senyawa-senyawa, termasuk akrilamida (Zyzak,2003: 3).
2
Akrilamida adalah suatu senyawa sintetik dan merupakan monomer atau
bahan baku untuk membuat polimer poliakrilamida. Poliakrilamida ini terutama
digunakan dalam pengolahan air limbah dan pengolahan kertas. Sampai saat ini,
studi mengenai akrilamida dalam makanan (proses pembentukan, efek terhadap
kesehatan manusia, dan cara mereduksi akrilamida selama proses pemasakan)
masih terus berlangsung. Akrilamida diketahui berpotensi menyebabkan
kerusakan sel saraf, gangguan reproduksi pada hewan tikus dan jika pemberian
dilakukan dalam jangka panjang dapat menyebabkan tumor. Paparan tersebut
menjelaskan bahwa akrilamida dapat menyebabkan kerusakan pada sistem saraf.
Jadi akrilamida bersifat karsinogenik dan mutagenik pada hewan percobaan
(Taeymens, 2004:323).
Food and Agriculture Organization of the United Nations (FAO) dan
World Health Organization (WHO) memberikan arahan sementara untuk
mencegah kemungkinan terjadinya resiko akibat akrilamida yaitu dengan pola
makan yang seimbang juga bervariasi seperti sayur-mayur dan buah-buahan,
menghindari atau mengurangi makanan yang diduga mengandung akrilamida,
kemudian makanan tidak dimasak dengan suhu yang terlalu tinggi, tapi hanya
dengan suhu yang cukup untuk menghancurkan mikro organisme pathogen
(Taeymens, 2004:324).
Singkong merupakan salah satu makanan pokok yang mengandung
karbohidrat. Masyarakat Indonesia secara luas sangat menyukai makanan
inidengan berbagai proses olahannya. Terutama dikalangan remaja dan anak-anak
suka mengkonsumsi olahan singkong berupa makanan ringan, salah satu
3
diantaranya yaitu keripik singkong. Diketahui bahwa keripik singkong ini
diproses dengan cara penggorengan pada suhu yang tinggi sehingga akan
berpotensi untuk terbentuknya akrilamida.
Sebenarnya sudah banyak penelitian yang dilakukan pada makanan,
namun belum ada fakta yang teruji untuk membuktikan bahwa akrilamida dalam
makanan berpotensi menyebabkan kanker pada manusia. Pemberian makanan
yang mengandung akrilamida dengan dosis tinggi pada hewan tikus tidak dapat
diekstrapolasikan pada manusia secara langsung.Oleh karena itu, perlu dilakukan
penelitian untuk membuktikan potensi akrilamida dalam makanan yang diproses
dengan cara penggorengan pada suhu tinggi yang salah satunya adalah keripik
singkong (Harahap, 2006:6).
Pada penelitian kali ini dipilih metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
(KCKT). Metode ini dipilih karenadapat digunakan untuk menganalisis
kebanyakan senyawa kimia dan tentunya karena analisisnya cepat dengan tingkat
akurasi yang tinggi (Meyer, 2004:4).
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis senyawa akrilamida
dalam keripik singkong yang ada di pasaran. Manfaat penelitian ini yaitu untuk
memberikan informasi yang tepat kepada masyarakat mengenai ada tidaknya
kandungan akrilamida dalam sampel keripik singkong tersebut dan berapa
kadarnya.
4
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
1.1. Akrilamida
1.1.1. Definisi akrilamida
Akrilamida (sinonim: 2-propenamida, etilen karboksi amida, akrilik
amida, vinil amida) merupakan senyawa kimia organik yang sederhana yang
cukup luas pemakaiannya. Dalam skala industri, akrilamida dibuat dari hidrolisis
akrilonitril oleh nitrilhidratase. Akrilamida digunakan untuk berbagai keperluan
seperti menjernihkan air minum, pembuatan kertas, pengolahan bijih besi,
pembuatan bahan pengepres, bahan untuk plastik pembungkus makanan, dan
untuk bahan dalam pembuatan kosmetik (Otles, 2004:723).
Akrilamida banyak digunakan untuk membuat poliakrilamida, suatu
polimer sintetik. Pada suhu ruang, akrilamida larut dalam air, etanol, eter, juga
kloroform. Akrilamida dapat membentuk rantai polimer yang dikenal sebagai
poliakrilamida. Gel akrilamida berperan pada proses elektroforesis sedangkan
kopolimer akrilamida berfungsi juga sebagai bahan flokulasi dan pengental (Otles,
2004:724).
1.1.2. Sifat fisikokimia akrilamida
Akrilamida merupakan senyawa kristalin bening hingga putih dengan
bobot molekul 71,09%, tidak berbau, larut dalam air, metanol, etanol, dimetil eter
dan aseton, serta tidak larut dalam benzena dan heptana. Akrilamida akan meleleh
5
pada suhu 87,5ºC dan mendidih pada suhu 125ºC. Akrilamida memiliki rumus
molekul C3H5NO dan rumus bangun seperti yang ditunjukkan pada Gambar1.1.
Gambar I.1 Struktur kimia akrilamida (Harahap, 2006, Vol 3: 109)
Tabel I.2 Sifat fisika akrilamida (Harahap, 2006, Vol 3: 109)
Sifat Fisikokimia Keterangan
Titik Leleh 84,5oC
Berat Jenis 1,122 g/ml
Kelarutan (g/100 mL) pada 300C
larut dalam air, dalam etanol , dalam
methanol, dalam aseton, dalam kloroform
Stabilitas
Mudah berpolimerisasi pada suhu di atas tiitk
lelehnya atau di bawah sinar UV. Stabil dan
tidak berpolimerisasi spontan pada suhu
kamar.
1.1.3. Farmakokinetika
Akrilamida dapat diabsorpsi melalui saluran pernafasan, saluran
pencernaan, dan kulit. Pada pendistribusiannya, akrilamida terdapat dalam
kompartemen sistem tubuh dan dapat menembus selaput plasenta. Berdasarkan
data bioavailabilitas absorbsi akrilamida tercepat diperoleh melalui rute oral, di
dalam tubuh akrilamida didistribusi melalui cairan tubuh dan dimetabolisme oleh
enzim sitokrom P450 lalu diekskresikan melalui urin dan empedu. Waktu paruh
eliminasi akrilamida pada tikus sekitar 2 jam, sedangkan pada manusia belum
diketahui secara jelas waktu eliminasi yang dibutuhkan (Friedman, 2003: 4505).
6
1.1.4. Proses pembentukan akrilamida dalam makanan
Saat ini belum ada mekanisme reaksi yang sudah pasti mengenai
bagaimana akrilamida terbentuk pada makanan. Diperkirakan meliputi reaksi pada
pemanasan pada suhu tinggi dari berbagai macam kandungan seperti, karbohidrat,
protein dan asam amino, lipid, serta komponen lain dalam jumlah kecil
(Taeymens, 2004: 326).
Namun sudah ada penelitian yang dilakukan oleh peneliti (Lingnert,
2002:159-161) antara lain yaitu Pembentukan akrolein. Akrolein adalah suatu
senyawa aldehida yang dengan adanya gugus yang mengandung nitrogen (misal
gugus amina) dapat membentuk akrilamida. Pembentukan akrolein ini disebabkan
oleh beberapa kemungkinan diantaranya :
a. Reaksi Maillard
Reaksi ini merupakan reaksi yang banyak terjadi pada saat kita mengolah
bahan makanan. Reaksi ini disebut juga reaksi browning karena
menghasilkan tampakan fisik makanan yang sebelum diolah tidak
berwarna coklat, tetapi setelah diolah misal dengan penggorengan
berwarna coklat. Reaksi Maillard terjadi antara guguskarbonil biasanya
pada karbohidrat dengan gugus amino yang umumnya terdapat pada asam
amino/protein. Selain itu, ciri lain dari reaksi Maillard adalah terbentuknya
senyawa yang beraroma, yang merupakan bagian dari cita rasa makanan
yang kita makan. Reaksi Maillard cukup rumit dan kompleks, banyak
menghasilkan senyawa-senyawa, termasuk akrilamida.
7
b. Degradasi karbohidrat dan asam amino
Adanya gula pereduksi seperti glukosa dapat membentuk akrilamida
melalui pembentukan asam akrilat. Dan juga gugus asam amino bebas
(dari beberapa asam amino/protein) bereaksi dengan gugus karbonil dari
gula pereduksi untuk membentuk Schiff base yang menyebabkan
terbentuknya akrilamida.
c. Transformasi lipida
Lipid umumnya trigliserida dapat membentuk akrilamida pada pemanasan
suhu tinggi. Tahap awal adalah hidrolisis trigliserida membentuk gliserol
dan asam lemak. Gliserol selanjutnya dapat melepaskan molekul air dan
selanjutnya teroksidasi membentuk akrolein. Akrolein selanjutnya dapat
mengalami oksidasi membentuk asam akrilat atau membentuk senyawa
antara berupa radikal akrilat. Kedua senyawa tersebut, dengan adanya
sumber nitrogen (umumnya gugus amina dari asam amino) dan kondisi
yang sesuai, dapat membentuk akrilamida.
1.1.5. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan akrilamida dalam
makanan
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pembentukan akrilamida dalam
makanan, diantaranya yaitu (Lingnert, 2002:162-163)
a. Prekusor
Senyawa prekursor (senyawa asal) yaitu lipida, terutama asam amino dan
karbohidrat.Kuat dugaan akrilamida terbentuk dari berbagai senyawa
prekursor yang banyak ditemukan pada makanan seperti asam
8
amino/protein, karbohidrat terutama glukosa dan fruktosa, dan lipida
(minyak dan lemak). Semakin banyak asam lemak tak jenuh maka
semakin tinggi kadar akrilamida diakibatkan pembentukan akrilamida
pada lipid melalui mekanisme oksidasi asam lemak. Semakin banyak gula
pereduksi dan protein/asam amino maka semakin tinggi kadar akrilamida
dalam makanan.
b. Suhu dan lama pemanasan
Sudah banyak penelitian yang mengemukakan adanya korelasi antara suhu
dan lama pemanasan dengan kandungan akrilamida. Semakin banyak
tinggi suhu dan semakin lama pemanasan bahan makanan, semakin tingi
kadar akrilamida yang terbentuk. Beberapa peneliti mengemukakan bahwa
akrilamida tidak terbentuk dibawah suhu 140oC, sementara ada pula yang
mengatakan akrilamida tidak terbentuk dibawah suhu 120oC sementara
yang lain menyatakan bahwa akrilamida sudah terbentuk bahkan pada
suhu 100oC . Jadi, semakin tinggi suhu dan semakin lama pemanasan,
maka semakin banyak pula akrilamida yang akan terbentuk.
c. Kadar air
Faktor lain yang mempengaruhi pembentukan akrilamida adalah kadar air.
Akrilamida sedikit ditemukan bahkan tidak terdeteksi pada makanan yang
diolah dengan kadar air yang tinggi seperti dikukus. Akrilamida juga tidak
ditemukan pada bahan makanan mentah atau raw material. Dari sini dapat
diketahui adanya korelasi antara kadar air dengan kadar akrilamida. Kadar
air yang rendah juga berkorelasi dengan semakin tingginya suhu yang
9
digunakan untuk mengolah bahan makanan. Jadi dengan kadar air yang
rendah pada bahan makanan maka tidak diperlukan suhu yang tinggi untuk
mengolah makanan tersebut sehingga mengurangi potensi terbentuknya
akrilamida pada makanan.
d. pH
Reaksi pembentukan akrilamid dipengaruhi oleh pH, terutama melalui
reaksi Maillard. Kadar akrilamid meningkat pada pH 7 lalu menurun
setelahnya.
1.1.6. Bahaya akrilamida
Akrilamida merupakan senyawa toksik dalam bentuk monomer sedangkan
poliakrilamida yang merupakan polimernya tidak lagi bersifat toksik. Akrilamida
telah diklasifikasikan sebagai senyawa yang mungkin menyebabkan kanker atau
berpotensi sebagai karsinogen pada manusia (Friedman, 2003:4507).
Akrilamida dapat menyebabkan tumor pada saraf pusat, kelenjar susu,
kelenjar tiroid, uterus, dengan dosis letal 50-500 mg/kg setiap harinya. Akrilamida
berpotensi menyebabkan neurotoksik yang berakibat kepada sistem saraf pusat
dan perifer, toksisitas akut menyebabkan gangguan emosional, halusinasi,
turunnya tingkat kesadaran, dan hipotensi, sedangkan toksisitas kronik
menyebabkan iritasi pada kulit, pengeluaran keringat yang berlebihan, kelelahan,
dan turunnya berat badan (Friedman,2003:4507).
10
1.2. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) merupakan sistem pemisahan
dengan kecepatan dan efisiensi yang tinggi juga detektor yang sangat sensitif dan
beragam sehingga mampu menganalisis berbagai analit secara kualitatif maupun
kuantitatif, baik dalam komponen tunggal maupun campuran (Lingnert,
2002:163).
Gambar 1.2 Diagram alir KCKT
Kegunaan umum KCKT adalah untuk pemisahan sejumlah senyawa organik,
anorganik, maupun senyawa biologis, analisis ketidakmurnian dan analisis
senyawa yang tidak mudah menguap. KCKT sering digunakan untuk menetapkan
kadar senyawa tertentu seperti asam amino, asam nukleat dan protein dalam
fisiologis, juga menentukan kadar senyawa aktif pada obat dan lain-lain (Rohman,
2007:378).
11
1.2.1. Prinsip kerja Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
Metode pemisahan dengan menggunakan KCKT didasarkan pada
perbedaan keseimbangan distribusi komponen sampel antara dua fasa yaitu fasa
diam (kolom) dan fasa gerak (sistem pelarut yang mengalir). Ada 2 jenis fase
KCKT yaitu fase normal dan fase terbalik (Johnson, 1991:16).
Pada KCKT fase normal (fase diam lebih polar daripada fase gerak),
kemampuan elusi meningkat dengan meningkatnya polaritas pelarut. Fase gerak
biasanya non polar, seperti dietil eter, benzena, hidrokarbon lurus seperti pentana,
heksana, heptana maupun iso-oktana. Halida alifatis seperti diklorometana,
dikloroetana, butilklorida dan kloroform juga digunakan. Umumnya gas terlarut
tidak menimbulkan masalah pada fase normal (Johson, 1991:16).
Pada KCKT fase terbalik paling sering digunakan fase diam berupa
oktadesilsilam (ODS atau C18) dan fase gerak campuran metanol atau asetonitril
dengan air atau dengan larutan buffer. Untuk solut yang bersifat asam lemah,
peranan pH sangat krusial karena bila pH fase gerak tidak diatur maka solut akan
mengalami ionisasi atau protonisasi. Terbentuknya spesies yang terionisasi ini
menyebabkan ikatannya dengan fase diam menjadi lebih lemah dibanding jika
solut dalam bentuk spesies yang tidak terionisasi akan terelusi lebih cepat
(Rohman, 2007:379).
Hampir semua jenis campuran solut dapat dipisahkan dengan KCKT
karena banyaknya fase diam yang tersedia dan selektifitas yang dapat ditingkatkan
dengan mengatur fase gerak. Pemisahan dapat dilakukan dengan fase normal atau
12
fase balik tergantung pada polaritas fase diam dan fase gerak (Rohman,
2007:379).
Selanjutnya, jika telah dilakukan pemisahan kromatografi hasilnya
biasanya ditampilkan dalam bentuk kromatogram pada rekorder. Dari gambar
kromatogram tersebut dapat diketahui waktu retensi dan volume retensi yang
kemudian dapat dihitung.Ini bisa digunakan untuk indentifikasi suatu komponen
secara kualitatif. Lebar puncak dan tinggi puncak sebanding atau proporsional
dengan konsentrasi dan dapat digunakan untuk memperoleh hasil secara
kuantitatif (Rohman, 2007:380).
1.2.2. Instrumen KCKT
Instrumen KCKT tersusun atas 6 bagian dasar, yaitu wadah fase gerak,
pompa, tempat injeksi sampel, kolom, detektor dan perekam. Ilustrasi instrument
dasar KCKT dapat dilihat pada Gambar 3 (Rohman, 2007: 381).
Gambar 1.3 Instrument dasar KCKT
a. Wadah Fase Gerak
Wadah fase gerak harus bersih dan inert. Wadah pelarut kosong ataupun
labu dapat digunakan sebagai wadah fase gerak dan biasanya dapat menampung
13
fase gerak antara 1 sampai 2 liter pelarut. Fase gerak sebelum digunakan harus
dilakukan degassing (penghilangan gas) yang ada pada fase gerak, sebab adanya
gas akan berkumpul dengan komponen lain terutama dipompa dan detektor
sehingga akan mengacaukan analisi (Rohman, 2007:382).
b. Pompa
Pompa yang cocok digunakan untuk KCKT adalah pompa yang
mempunyai syarat sebagaimana syarat wadah pelarut yakni harus inert terhadap
fase gerak. Bahan yang umum dipakai untuk pompa adalah gelas, baja tahan karat,
Teflon, dan batu nilam. Pompa yang digunakan sebaiknya mampu memberikan
tekanan sampai 5000 psi dan mampu mengalirkan fase gerak dengan kecepatan
alir 3 ml/menit (Rohman, 2007:382).
c. Injektor
Sampel-sampel cair dan larutan disuntikkan secara langsung ke dalam fase
gerak yang mengalir di bawah tekanan menuju kolom menggunakan alat
penyuntik yang terbuat dari tembaga tahan karat dan katup Teflon yang dilengkapi
dengan keluk sampel (sample loop) (Rohman, 2007:383).
d. Kolom
Kolom dapat dibagi menjadi dua kelompok :
- Kolom analitik : garis tengah-dalam 2-6 mm. Panjang bergantung pada
jenis kemasan, untuk kemasan pelikel biasanya panjang kolom 50-100 cm,
untuk kemasan mikropartikel berpori biasanya 10-30 cm.
- Kolom preparatif : umumnya bergaris tengah 6 mm atau lebih besar dari
panjang 25-100 cm.
14
Kolom hampir selalu terbuat dari baja nirkarat. Kolom biasanya dipakai
pada suhu kamar, tetapi pada suhu yang lebih tinggi dapat juga dipakai
(Rohman, 2007:383)
e. Detektor
Suatu detektor dibutuhkan untuk mendeteksi adanya komponen cuplikan
dalam aliran yang keluar dari kolom. Detektor yang baik memiliki sensitifitas
yang tinggi, gangguan (noise) yang rendah, kisar respons linier yang luas, dan
memberi tanggapan/respon untuk semua tipe senyawa. Suatu kepekaan yang
rendah terhadap aliran dan fluktuasi temperatur sangat diinginkan, tetapi tidak
selalu dapat diperoleh. Detektor yang paling banyak digunakan dan merupakan
tulang punggung KCKT ialah detetktor UV 254 nm (Rohman, 2007:384)
f. Perekam
Alat pengumpul data seperti komputer, integrator, perekam dihubungkan
dengan detektor. Alat ini akan mengukur sinyal elektronik yang dihasilkan oleh
detektor lalu mengalurkannya sebagai suatu kromatogram yang selanjutnya dapat
dievaluasi oleh seorang analis (Rohman, 2007:384).
1.3. Metode Analisis Akrilamida
Analisis akrilamida dalam makanan sudah pernah dilakukan oleh para
peneliti sebelumnya. Ada banyak metode yang dapat digunakan untuk
menganalisis kadar akrilamida dalam sampel makanan, antara lain seperti
kromatografi gas spektrometri massa, kromatografi cair-spektrometri massa
tandem dan KCKT (Tanseri, 2009). Beberapa peneliti yang telah melakukannya
15
antara lain: Harahap (2006) melakukan analisis akrilamida yang ditambahkan ke
dalam keripik kentang simulasi secara KCKT oleh fase gerak yang digunakan
yaitu asetonitril:aquabidest:asam fosfat (5:94:1) dengan pelarut asam fosfat 10%
dan detektor UV-VIS. Kolom yang digunakan yaitu C-18, panjang gelombang
230 nm, laju alir 1,2 ml/menit; waktu tambat 3,1 menit dan volume injeksi 20 μl.
Keripik kentang dibuat sendiri dengan cara memanaskan di oven pada
suhu 100ºC selama 3 jam. Kemudian ditambahkan akrilamida yang sudah
diketahui kadarnya. Setelah itu diekstraksi dengan 3 cara yaitu ekstraksi cair-cair
antara diklorometan dengan air, penguapan diklorometan kemudian penambahan
air, dan diklorometan ditambahkan air kemudian diklorometan diuapkan. Metode
ekstraksi yang terbaik yaitu diklorometan yang ditambahkan air kemudian
diklorometan diuapkan dengan persen perolehan kembali 97%. (Harahap,
2006:10)
1.4. Uji Kesesuaian Sistem
Beberapa hal yang menyangkut analisis khususnya kromatografi antara
lain validasi metode analisis dan uji kesesuaian sistem. Uji kesesuaian sistem ini
memang harus dilakukan secara rutin karena mempunyai tujuan untuk
menentukan bahwa apakah sistem analisis beroperasi secara benar atau tidak.
16
1.5. Kinerja Analitik
1.5.1. Presisi
Presisi merupakan ukuran kedekatan antar serangkaian hasil analisis yang
diperoleh dari beberapa kali pengukuran pada sampel homogen yang sama.
Konsep presisi diukur dengan simpangan baku.
Dokumentasi presisi seharusnya mencakup simpangan baku, simpangan
baku relatif (RSD) atau koefisien variasi (CV) dan kisaran kepercayaan
sebagaimana dipersyaratkan oleh ICH (International Conference on
Harmanization).
Nilai RSD dirumuskan dengan :
RSD = , dimana X adalah rata-rata dan SD adalah standardeviasi
serangkaian data. Sementara itu, nilai SD dihitung dengan :
SD = (1)
Keterangan:
X = Nilai dari masing-masing pengukuran
X = Rata-rata (mean) dari pengukuran
N = Banyaknya data
N-1 = Derajat kebebasan
Data untuk menguji presisi seringkali dikumpulkan sebagai bagian kajian-kajian
lain yang berkaitan dengan presisi seperti linieritas atau akurasi. Biasanya 6-15
dilakukan pada sampel tunggal untuk tiap-tiap konsentrasi. Pada pengujian
KCKT, nilai RSD antara 1-2% biasanya dipersyaratkan untuk senyawa-senyawa
17
aktif dalam jumlah banyak, sedangkan untuk senyawa-senyawa aktif dengan
kadar dalam jumlah sedikit RSD berkisar antara 5-15%.
1.5.2. Akurasi
Akurasi merupakan kedekatan antara nilai terukur (nilai rata-rata hasil
analsis) dengan nilai yang diterima sebagai nilai sebenarnya, baik nilai konvensi,
nilai sebenarnya ataupun nilai rujukan. Nilai akurasi juga dapat dijadikan sebagai
petunjuk kesalahan sistematik.
1.5.3. Linieritas
Linieritas merupakan kemampuan suatu metode untuk memperoleh hasil-
hasil uji yang secara langsung proposional dengan konsentrasi analit pada kisaran
yang diberikan. Linieritas suatu metode merupakan ukuran seberapa baik kurva
kalibrasi yang menghubungkan antara respon (y) dengan konsentrasi (x).
Linieritas dapat diukur dengan melakukan pengukuran tunggal pada
konsentrasi yang berbeda-beda. Data yang diperoleh selanjutnya diproses dengan
metode kuadrat terkecil, untuk selanjutnya dapat ditentukan nilai kemiringan,
intersep dan koefisien relasinya.
1.5.4. Batas deteksi dan batas kuantitasi
Batas deteksi dan batas kuantitasi dapat ditentukan dengan 2 metode yakni
metode non instrumental visual dan metode perhitungan. Metode perhitungan
didasarkan pada simpangan baku respon (SB) dan derajat kemiringan/slope (b)
dengan rumus perhitungan batas deteksi dan batas kuantitasi sebagai berikut :
18
LOD = (2)
LOQ = (3)
Simpangan baku respon dapat ditentukan berdasarkan simpangan baku blanko,
simpangan baku residual dari garis regresi atau simpangan baku intersep y pada
garis regresi (Rohman, 2007:386).
19
BAB II
METODOLOGI PENELITIAN
Analisis senyawa akrilamida dalam keripik singkong menggunakan
metode KCKT dilakukan dalam beberapa tahapan. Tahap awal dalam penelitian
ini adalah mengumpulkan sampel. Sampel berupakeripik singkong yang diambil
dari 3 pedagang yang berjualan di Pasar Kembar dan 3 pedagang yang berjualan
di Pasar Ancol Bandung sebanyak masing-masing (± 500 mg).
Pembuatan blanko negatif dengan cara menggoreng singkong yang
dipotong tipis-tipis pada suhu 90°C, selanjutnya keripik singkong ini digunakan
sebagai matriks untuk uji akurasi dan presisi. Analisis akrilamida dengan metode
KCKT dilakukan dengan beberapa tahap yaitu pembuatan fase gerak lalu
ekstraksi akrilamida dari keripik singkong. Kemudian dilakukan penetapan
kondisi pengujian dengan KCKT. Kondisi yang digunakan pada KCKT adalah
pada kondisi optimum.
Sebelum dilakukan analisis akrilamida, terlebih dahulu dilakukan
pengujian kesesuaian sistem dan kinerja analitik yang meliputi linieritas, akurasi,
dan presisi dan limit deteksi yaitu LOD (batas deteksi) dan LOQ (batas
kuantisasi).Setelah itu maka dapat dilakukan penetapan kadar akrilamida dalam
keripik singkong. Pengerjaan ekstraksi dan analisis akrilamida dengan metode
KCKT dilakukan di lab Riset Farmasi FMIPA Unisba Bandung.
20
BAB III
BAHAN DAN ALAT
3.1. Bahan
Sampel (keripik singkong yang akan diuji), blanko negatif (keripik
singkong yang dibuat sendiri, akrilamida (Merck), diklorometan (p.a., Merck),
asetonitril (pro HPLC, Merck), etanol (pro HPLC, Merck), asam fosfat (p.a.,
Merck), aquabidest (IPHA).
3.2. Alat
Alat Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Agilent 1220 Infinity LC kolom
C18 zorbax (10µm) dengan detektor UV 230 nm, mikropipet 100-1000µl
(Socorex, Acura-825), nilon membran filter 0,45µm (Whatman), centrifuge 80-2
(Lokal), laboratory shaker, penangas air, pH meter, pasker, sarung tangan, alat
gelas lain yang umum digunakan di laboratorium analisis.
21
BAB IV
PROSEDUR PENELITIAN
4.1. Pengumpulan Sampel
Sampel berupa keripik singkong dengan berat ± 500 gram dikumpulkan
dari 6 pedagang keripik singkong, yaitu 3 pedagang yang berjualan di Pasar
Kembar dan 3 pedagang yang berjualan di Pasar Ancol Bandung. Pengambilan
sampel dilakukan sebanyak satu kali.
4.2. Pembuatan Blanko Negatif
Singkong sebanyak 300 gram yang telah dipotong tipis-tipis kemudian
digoreng dengan minyak goreng pada suhu 90oC selama 10 menit kemudian
keripik singkong yang telah digoreng tersebut dilumatkan hingga halus.
4.3. Ekstraksi Akrilamida dalam Keripik Singkong
Sampel keripik singkong yang akan diperiksa ditimbang sebanyak
15 gram, dilumatkan lalu dimasukkan kedalam labu shaker kemudian
ditambahkan diklorometan sebanyak 60 ml dan etanol sebanyak 3 ml. Setelah itu
dikocok dengan laboratory shaker pada kecepatan 210 rpm selama 50 menit lalu
didekantasi. Perlakuan ini diulang sebanyak 3 kali. Kemudian endapan dicuci
dengan diklorometan sebanyak 20 ml dan disaring. Filtrat yang telah ditampung
kemudian ditambahkan fase gerak yaitu asetonitril dan air yang digunakan
sebanyak 30 ml. Diklorometan dan etanol lalu diuapkan diatas penangas air pada
22
suhu 80oC kemudian dimasukkan ke dalam tabung sentrifugal dan dilakukan
sentrifugasi dengan kecepatan 4000 rpm selama 30 menit. Diambil lapisan fase
gerak lalu disaring dengan nilon membran filter Whatman 0,45 µm, dimasukkan
kedalam labu 25 ml lalu ditambahkan fase gerakdan dicukupkan hingga tanda
batas. Larutan disaring dengan menggunakan nilon membran filter Whatman
0,45 µm dan disuntikkan sebanyak 20 µl ke dalam kolom KCKT.
4.4. Analisis Kualitatif dan Kuantitatif Akrilamid dengan Metode KCKT
Kromatografi cair kinerja tinggi yang digunakan adalah KCKT Shimadzu
SCL VP 10A dengan kondisi analisis kromatografi terpilih yaitu kolom:C18
zorbax (10 µm), fase gerak berupa asetonitril:air (5:95) pH 2,5 (asam fosfat),
panjang gelombang 230 nm, laju alir 1,2 ml/menit dan volume injeksi 20 µl.
4.4.1. Pembuatan Fase Gerak
Dibuat campuran asetonitril : air (5:95) dan ditambahkan asam fosfat 85%
hingga pH fase gerak mencapai 2,5 dan kemudian disaring.
4.4.2. Pembuatan Larutan Baku
Sebanyak 2,5 mg akrilamida ditimbang, kemudian dimasukkan kedalam
labu ukur 25 ml, dilarutkan dengan fase gerak hingga tanda batas. Hingga
diperoleh larutan baku akrilamida 100 mg/L atau sama dengan 100 ppm.
4.4.3. Penetapan kadar akrilamida dalam keripik singkong
Masing-masing hasil ekstraksi dimasukkan ke dalam labu ukur 25 ml dan
diencerkan dengan fase gerak hingga tanda batas. Larutan disaring dengan nilon
23
membran filter Whatman 0,45 µm dan disuntikkan sebanyak 20 µl ke dalam
kolom KCKT.
4.5. Verifikasi Metode Analisis
4.5.1. Presisi
Blanko negatif ditambahkan dengan akrilamida hingga mengandung
akrilamida 7 ppm, kemudian diekstraksi dengan metode yang telah disebutkan
sebelumnya, larutan tersebut tersebut disuntikan ke dalam KCKT sebanyal 20 µl.
Ekstraksi dan pengukuran diulang sebanyak 6 kali.
4.5.2. Linieritas
Larutan baku akrilamida 100 ppm dipipet sebanyak 0,3; 0,4; 0,5; 0,7; 0,8;
0,9 mL dan masing-masing dimasukkan kedalam labu ukur 10 ml. Diencerkan
dengan larutan fase gerak hingga tanda batas, sehingga diperoleh larutan
akrilamida dengan konsentrasi 3, 4, 5, 7, 8, 9 ppm. Larutan tersebut dibuat sesaat
sebelum dilakukan penyuntikan. Masing-masing larutan disaring dengan
membran filter Whatman 0,45 µm dan disuntikkan secara terpisah dengan volume
injeksi sebesar 20 µl kedalam kolom KCKT. Kemudian dicatat dan dibuat kurva
konsentrasi terhadap luas area (kurva kalibrasi).
4.5.3. Akurasi
Blanko negatif ditambahkan dengan akrilamida hingga mengandung
akrilamida 7 ppm, kemudian diekstraksi dengan metode yang telah disebutkan
24
sebelumnya, larutan tersebut disuntikan ke dalam KCKT sebanyal 20 µl. Ekstraksi
dan pengukuran diulang sebanyak 6 kali.
4.5.4. Batas deteksi dan batas kuantisasi
Batas deteksi dan batas kuantitasi dapat ditentukan dengan 2 metode yakni
metode non instrumental visual dan metode perhitungan. Metode perhitungan
didasarkan pada simpangan baku respon (SD) dan derajat kemiringan/slope (b)
dengan rumus perhitungan batas deteksi dan batas kuantitasi sbb:
LOD = (1)
LOQ = (2)
Simpangan baku respon dapat ditentukan berdasarkan simpangan baku blanko,
simpangan baku residual dari garis regresi atau simpangan baku intersep y pada
garis regresi.
25
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Hasil Penetapan Kadar Akrilamida Secara Kromatografi Cair
Kinerja Tinggi (KCKT)
5.1.1. Pengambilan sampel
Dalam penelitian ini penetapan kadar akrilamida dilakukan dengan
menggunakan 6 sampel keripik singkong yang diambil dari 2 pasar, yaitu Pasar
Kembar dan Pasar Ancol Bandung. Pengambilan sampel hanya dilakukan sekali.
5.1.2. Ekstraksi Akrilamida Dari Keripik Singkong
Tahap awal pembuatan ekstrak keripik singkong, sampel dilumatkan
terlebih dahulu agar senyawa akrilamida yang terkandung di dalamnya lebih
mudah larut, setelah dilumatkan ditimbang 15 gram. Penimbangan sampel
sebanyak 15 gram sudah cukup untuk mengkuantifikasi kadar akrilamid dalam
sampel.
Tahap kedua ialah melarutkan 15 gram sampel keripik singkong kedalam
60 ml diklorometan dan 3 ml etanol lalu dikocok dengan laboratory shaker pada
210 rpm selama 50 menit. Kemudian larutan hasil pengocokan tersebut disaring,
filtrat ditampung dan residu dicuci dengan diklorometan sebanyak 20 ml dan
disaring kembali, kemudian filtrat digabung dan ditambahkan 25 ml fase gerak
yang digunakan lalu diklorometan dan etanol diuapkan diatas penangas air
bersuhu 80oC. Pada suhu itu diharapkan akrilamida tidak ada yang terurai dan
penguapan berlangsung cepat. Setelah diklorometan dan etanol menguap
26
seluruhnya, lapisan pelarut disentrifugasi selama 30 menit dengan kecepatan
4000 rpm untuk memisahkannya dengan minyak yang terbentuk saat
penggorengan keripik singkong, lalu lapisan pelarut diencerkan dalam labu ukur
hingga 25 ml dengan pelarut yang sama. Selanjutnya sampel tadi disaring dengan
menggunakan membran filter Whatman 0,45 µm. Sehingga sampel siap
diinjeksikan dan dianalisis dengan KCKT.
Dalam proses ekstraksi penambahan diklorometan 60 ml dapat
memperbesar luas puncak hal ini disebabkan karena pelarut yang digunakan
menjadi lebih banyak untuk menarik akrilamida dari sampel. Pelarut etanol
dipakai karena dapat memberikan kromatogram dengan puncak yang lebih sedikit.
Diklorometan digunakan untuk melarutkan akrilamida dan zat-zat yang cenderung
nonpolar, apabila pelarut yang digunakan hanya air saja maka pengotor yang
besifat sama dengan akrilamida (polar) akan banyak terlarut di dalamnya dan
menganggu analisis. Etanol akan membantu akrilamida dalam diklormetan untuk
memisahkan akrilamida dari diklorometan dengan cara menguapkannya.
Akrilamida memiliki kelarutan yang tinggi dalam air, lapisan diklorometan akan
berada dibawah lapisan pelarut yang mengandung air. Apabila diklorometan dan
etanol menguap seluruhnya, akrilamida yang terlarut di dalamnya akan terlarut
kembali kedalam pelarut yang mengandung air.
5.1.3. Kondisi Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)
Kondisi terpilih untuk KCKT yaitu kolom: C18 Zorbax (10µm), fase gerak
berupa asetonitril: air (5:95) pH 2,5 (asam fosfat), panjang gelombang 230 nm,
27
laju alir 1,2 mL/menit dan volume injeksi 20 µl. Kondisi yang terpilih berdasarkan
penelitian yang telah dikembangkan dari penelitian Binar Simanjuntak.
Fase gerak yang digunakan yaitu campuran asetonitril: air yang bersifat
polar. Asam fosfat berperan sebagai buffer/dapar yang berfungsi untuk
mempertahankan pH agar stabil. Penambahan buffer/dapar ini sangat penting,
karena jika pH tidak diatur maka larutan yang telah diinjeksi akan mengalami
ionisasi/protonisasi. Jika larutan tersebut terionisasi maka ikatan larutan dengan
fase diam akan lemah karena jika telah terionisasi larutan akan terelusi dengan
cepat.
5.1.4. Hasil analisis kualitatif akrilamida dalam keripik singkong
Hasil identifikasi akrilamida pada sampel keripik singkong menunjukkan
hasil positif, hal ini dapat dilihat dari waktu retensi sampel terhadap baku
akrilamida. Dari hasil penyuntikkan,diperoleh waktu retensi (misalnya, sampel 1
keripik singkong) yaitu 3,037 menit dan waku retensi dari akrilamida baku yaitu
3,050 menit. Waktu retensi sampel masih berada di dalam rentang waktu yang
dapat diterima yaitu ± 5 % dari waktu tambat puncak akrilamida baku (Weston
and Brown, 1997). Hal ini menunjukkan bahwa akrilamida dalam sampel masih
terdapat dalam satu puncak terhadap akrilamida baku. Kromatogram akrilamida
baku dan sampel dapat dilihat pada Lampiran 1: Gambar 4 dan Lampiran 5:
Gambar 1.
5.1.5. Hasil analisis kuantitatif akrilamida dalam Keripik Singkong
Hasil penelitian akrilamida dalam sampel keripik singkong yang dijual di
Pasar Kembar dan Pasar Ancol menunjukkan hasil positif. Hasil penetapan kadar
28
sampel 1-6 berturut-turut adalah 1,4; 1,2; 0,66; 6,3; 7,86 dan 8,53 mg/kg keripik
singkong. Hasil penetapan kadar akrilamida dalam keripik singkong tersebut
dapat dilihat pada Tabel IV.1 berikut ini :
Tabel IV.1 Data penetapan kadar akrilamida dalam keripik singkong
Sampel Luas
area
Konsentrasi akrilamida
dalam larutan sampel
(ppm)
Kadar akrilamida dalam
sampel keripik singkong
(mg/kg)
1
115537
106740
65625
0,846
1,4
2
97943
108271
67668
0,726
1,2
3
88734
81574
68904
0,429
0,66
4
195018
192639
245810
3,8
6,3
5
223058
252877
264084
4,273
7,86
6
271240
248066
269551
5,142
8,53
Kandungan akrilamida dalam sampel keripik singkong dikedua pasar tersebut
menunjukan hasil positif. Sampel keripik singkong yang ada di Pasar Ancol lebih
tinggi daripada kandungan akrilamida yang ada di Pasar Kembar. Dengan
kandungan sebesar itu patut diwaspadai, karena menurut FAO dan WHO
menyatakan bahwa batas toleransi akrilamida adalah 0,5 µg/kg BB/hari,penelitian
yang pernah dilakukan terhadap tikus percobaan menunjukan bahwa senyawa ini
memicu kanker, merusak DNA, dan mengakibatkan keguguran (Rohdiana,
2004:90).
Setelah dilakukan penelitian ternyata keripik singkong didua pasar tersebut
menunjukan hasil positif mengandung akrilamida dengan rentang
29
0,66-8,53 mg/kg keripik singkong. Dari hasil penelitian kandungan akrilamida
yang terdapat dalam sampel dikedua pasar tersebut melebihi ambang batas aman
konsumsi akrilamida.
Kadar akrilamida juga diduga dipengaruhi oleh kualitas dari minyak
goreng yang digunakan. Minyak akan terhidrolisis menjadi gliserol dan asam
lemak. Gliserol ini akan melepaskan molekul air dan selanjutnya teroksidasi
membentuk akrolein. Akrolein selanjutnya akan mengalami oksidasi membentuk
asam akrilat atau membentuk senyawa berupa radikal akrilat. Kedua senyawa
tersebut, dengan adanya sumber nitrogen (umumnya gugus amina dari asam
amino) dan kondisi yang sesuai, dapat membentuk akrilamida (Taeymens,
2004:324).
Penggunanaan minyak goreng yang berkali-kali menyebabkan
terbentuknya senyawa peroksida yang juga menyebabkan kanker dalam tubuh.
Akrilamida, asam lemak bebas trans, dan peroksida adalah radikal bebas yaitu
senyawa yang kekurangan satu elektron, sehingga untuk menjadi stabil, ia akan
mengambil elektron dari sel tubuh kita. Sel yang diserang tadi akan rusak dan
terbentuklah kanker.
5.2. Hasil Verifikasi Metode (Kinerja analitik)
5.2.1. Hasil data linieritas (Kurva kalibrasi)
Hasil pembuatan kurva kalibrasi akrilamida dengan metode kromatografi
cair kinerja tinggi (KCKT) dapat dilihat pada Tabel IV.2 dan Gambar IV.1
berikut ini:
30
Gambar IV.1 Kurva kalibrasi akrilamida
Dari hasil gambar kurva kalibrasi didapat persamaan garis y = 38871x + 63058
yang kemudian digunakan untuk menghitung kadar akrilamida dalam keripik
singkong. Selain itu juga diketahui nilai koefisien korelasinya (R2) yaitu 0,99
yang berarti pengujian linieritas ini memenuhi syarat karena nilai koefisien
korelasi (R2) ~ 1.
5.2.2. Hasil data presisi dengan standar akrilamid konsentrasi 7 ppm
Hasil presisi standar akrilamida yang didapat pada konsentrasi 7 ppm
dengan metode KCKT dapat dilihat pada Tabel IV.3 Dari pengujian presisi
didapat nilai koefisien variasi (RSD) yaitu 0,0056%, pengujian ini memenuhi
kriteria seksama koefisien variasi kurang dari 2%. Hasil presisi ini menunjukan
ukuran kedekatan antar serangkaian hasil analisis yang diperoleh dari beberapa
kali pengukuran pada sampel homogen yang sama. Konsep presisi diukur dengan
simpangan baku.
31
5.2.3. Hasil akurasi dengan standar akrilamida 7 ppm
Untuk uji akurasi pada pengujian akrilamida dalam keripik singkong
goreng ini nilai Uji perolehan kembali (UPK) yang didapat yaitu 104; 105,7; 106;
108,1; 109,57; dan 109,8%. UPK pada uji akurasi ini tidak semuanya memenuhi
kriteria kecermatan dengan nilai akurasi yang seharusnya berada diantara rentang
90-107%. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh kompleksnya senyawa-senyawa
yang terdapat di dalam keripik singkong (sampel) yang mengganggu analisis.
Dilakukan pengujian akurasi yaitu untuk mengetahui kedekatan antara
nilai terukur (nilai rata-rata hasil analsis) dengan nilai yang diterima sebagai nilai
sebenarnya, baik nilai konvensi, nilai sebenarnya ataupun nilai rujukan.
Nilai akurasi juga dapat dijadikan sebagai petunjuk kesalahan sistematik.
5.2.4. Hasil batas deteksi dan batas kuantisasi
Jadi dari hasil perhitungan, konsentrasi terendah yang masih dapat
terdeteksi (LOD) adalah 3,24 x 10-7
ppm. Sedangkan jumlah terkecil yang masih
dapat diukur dalam kondisi percobaan yang sama dan masih memenuhi kriteria
cermat (LOQ) adalah 1,08 x 10-6
ppm. Jadi dari hasil perhitungan ini dapat
disimpulkan bahwa sampel masih dapat terdeteksi oleh alat instrumen karena
melebihi batas deteksi dan batas kuantisasi.
32
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa semua sampel
keripik singkong yang dijual di Pasar Kembar dan Pasar Ancol Bandung
menunjukkan hasil positif mengandung akrilamida dan melebihi ambang batas
aman konsumsi akrilamida. Verifikasi metode analisis menunjukan hasil
penetapan kadar sampel 1-6 berturut-turut adalah 1,4; 1,2; 0,66; 6,3; 7,86 dan
8,53 mg/kg keripik singkong. Data presisi didapat nilai koefisien variasi (RSD)
yaitu 0,0056% dan simpangan baku (SD) yaitu 0,0042. Dari hasil pengujian ini
berarti RSD memenuhi kriteria seksama koefisien variasi kurang dari 2%. Untuk
uji akurasi pada pengujian akrilamida dalam keripik singkong ini nilai Uji
Perolehan Kembali (UPK) yang didapat yaitu 104; 105,7; 106; 108,1; 109,57;
109,8%.
6.2. Saran
Perlu dilakukan penelitian dengan menggunakan jumlah sampel yang lebih
besar dan kriteria sampel yang lebih detail.Dalam penelitian ini semua sampel
keripik singkong yang diteliti mengandung akrilamida yang merupakan senyawa
karsinogen yang berbahaya bagi manusia, karena itu perlu adanya penelitian
lanjutan untuk solusi makanan yang mengandung protein dan karbohidrat yang
sering dikonsumsi masyarakat. Dan juga penelitian tentang kualitas dari minyak
goreng yang digunakan juga suhu dan lama penggorengan dari makanan tersebut.
33
DAFTAR PUSTAKA
FAO dan WHO, (2002). Health Implications of Acrylamide in Food Report of
aJoint FAO/WHO Consultation;2002:Jun 25-27;Geneva, Switzerland
WHO Headquarters.
Friedman, M. (2003). Chemistry, Biochemistry, and Safety of
Acrylamide.A Review. J. Agric. Food.Chem 51.
Harahap, Y., U. Mansur dan T.Z Nebrisa (2006), Analisis Akrilamida dalam
Sediaan Kentang Goreng dari Beberapa Rumah Makan Cepat Saji secara
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi, Acta Pharmaceutical Indonesia, XXXI
(1):41-46.
Harahap, Y., U., (2006), Metode Pemeriksaan Akrilamid dalam Makanan,
Majalah Kefarmasian Universitas Indonesia
Harahap, Y., (2006). Pembentukan Akrilamida dalam Makanan dan Analisisnya,
Jurnal, 3 Desember, Vol III, No 3, kolom 108, Majalah Ilmu Farmasi.
Depertemen Farmasi F MIPA Universitas Indonesia, Depok.
Johnson, E.L., dan Stevenson, R., (1991). Basic Liquid Chromatography.
Penerjemah Kosasih Padmawinata. Dasar Kromatografi Cair. Penerbit
ITB. Bandung.
Lingnert, H., et al., (2002), Acrylamide in Food : Mechanism of Formation and
Influencing Factors During Heating of Foods, Scandinavian Journal
ofNutrition 2002, 46 (4).
Meyer, V.R., (2004). Practical High-Perfomance Liquid Chromatography.
Chichester:John Wiley and Sons Inc.
Otles et al., (2004). Acrylamide in Food. Electronic Journal of Enviromental,
Agricultural and Food Chemistry.
Rohdiana, D., (2004), Akrilamida dalam Makanan, Bandung : Pikiran Rakyat. 24
September 2004
Rohman, A., (2007). Kimia Farmasi Analisis. Cetakan Pertama.
Yogyakarta. Pustaka Pelajar.
Taeymens. D., (2004), A Review of Acrylamide: An Industry Perspective
on Research, Analysis, Formation and Control, Critical Reviews in
Food Science and Nutrition.
Weston, A, dan P.R. Brown, (1997). HPLC and CE Principles and Practice.
California:Academic Press.
Zyzack et. al., (2003). Acrylamide Formation Mechanism in Healted Food .
Journal of Agricultural Chemitry. Ohio.
LAMPIRAN
34
Lampiran 1
PENETAPAN KADAR AKRILAMIDA DALAM KERIPIK SINGKONG
Tabel 1 Data penetapan kadar akrilamid dalam keripik singkong
Sampel Luas
area
Konsentrasi akrilamida
dalam larutan sampel
(ppm)
Kadar akrilamida dalam
sampel keripik singkong
(mg/kg)
1
115537
106740
65625
0,846
1,4
2
97943
108271
67668
0,726
1,2
3
88734
81574
68904
0,429
0,66
4
195018
192639
245810
3,8
6,3
5
223058
252877
264084
4,273
7,86
6
271240
248066
269551
5,142
8,53
35
Lampiran 1 (LANJUTAN)
Tabel 2 Data kurva kalibrasi akrilamid dengan metode KCKT
Konsentrasi (ppm) Waktu Retensi Luas Area
3 3,050 190562
4 3,057 206262
5 3,053 248713
7 3,050 349582
8 3,050 376052
9 3,057 406545
36
Lampiran 1 (LANJUTAN)
Gambar 1 Kromatogramlinieritas 3 ppm
Gambar 2 Kromatogram linieritas 4 ppm
Gambar 3 Kromatogram linieritas 5 ppm
37
Lampiran 1 (LANJUTAN)
Gambar 4 Kromatogram linieritas 7 ppm
Gambar 5 Kromatogram linieritas 8 ppm
Gambar 6 Kromatogram linieritas 9 ppm
38
Lampiran 2 BATAS DETEKSI DAN BATAS KUANTISASI
- Batas deteksi
LOD =
LOD = 3,24 x 10-7
ppm
- Batas kuantisasi
LOQ =
LOQ = 1,08 x 10-6
ppm
39
Lampiran 3 HASIL DATA PRESISI
Tabel 1 Data presisi dengan standar akrilamida konsentrasi 7 ppm
Nomor Luas area Konsentrasi yang terukur (ppm)
1 347182 7,3
2 350959 7,4
3 351732 7,42
4 357421 7,57
5 361324 7,67
6 362104 7,69
Rata – rata 7,5
SD 0,0042
RSD 0,056%
40
Lampiran 3 (LANJUTAN)
Gambar 1 Kromatogram Presisi 1
Gambar 2 Kromatogram Presisi 2
Gambar 3 Kromatogram Presisi 3
41
Lampiran 3 (LANJUTAN)
Gambar 4 Kromatogram Presisi 4
Gambar 5 Kromatogram Presisi 5
Gambar 6 Kromatogram Presisi 6
42
Lampiran 4 HASIL DATA AKURASI
Tabel 1 Data akurasi dengan standar akrilamida konsentrasi 7 ppm
Konsentrasi
standar
akrilamida
Konsentrasi yang terukur
(ppm)
Uji perolehan kembali
(%)
7 ppm 7,3 104
7,4 105,7
7,42 106
7,57 108,1
7,67 109,57
7,69 109,8
43
Lampiran 4 (LANJUTAN)
Gambar 1 Kromatogram Akurasi 1
Gambar 2 Kromatogram Akurasi 2
Gambar 3 KromatogramAkurasi 3
44
Lampiran 4 (LANJUTAN)
Gambar 4 Kromatogram Akurasi 4
Gambar 5 Kromatogram Akurasi 5
Gambar 6 Kromatogram Akurasi 6
45
Lampiran 5 KROMATOGRAM SAMPEL
Gambar 1 Kromatogram sampel uji 1
Gambar 2 Kromatogram sampel uji 2
Gambar 3 Kromatogram sampel uji 3
46
Lampiran 5 (LANJUTAN)
Gambar 4 Kromatogram sampel uji 4
Gambar 5 Kromatogram sampel uji 5
Gambar 6 Kromatogram sampel uji 6