pemeriksaan diagnostik gbs
DESCRIPTION
gTRANSCRIPT
Pemeriksaan Diagnostik GBS
Diagnosa SGB terutama ditegakkan secara klinis. SBG ditandai dengan timbulnya
suatu kelumpuhan akut yang disertai hilangnya refleks-refleks tendon dan didahului parestesi
dua atau tiga minggu setelah mengalami demam disertai disosiasi sitoalbumin pada likuor
dan gangguan sensorik dan motorik perifer.
Kriteria diagnosa yang umum dipakai adalah criteria dari National Institute of
Neurological and Communicative Disorder and Stroke (NINCDS), yaitu:
1) Ciri-ciri yang perlu untuk diagnosis:
- Terjadinya kelemahan yang progresif
- Hiporefleksi
2) Ciri-ciri yang secara kuat menyokong diagnosis SGB:
a. Ciri-ciri klinis:
- Progresifitas: gejala kelemahan motorik berlangsung cepat, maksimal dalam 4
minggu, 50% mencapai puncak dalam 2 minggu, 80% dalam 3 minggu, dan 90%
dalam 4 minggu.
- Relatif simetris
- Gejala gangguan sensibilitas ringan
- Gejala saraf kranial ± 50% terjadi parese N VII dan sering bilateral. Saraf otak lain
dapat terkena khususnya yang mempersarafi lidah dan otot-otot menelan, kadang <
5% kasus neuropati dimulai dari otot ekstraokuler atau saraf otak lain
- Pemulihan: dimulai 2-4 minggu setelah progresifitas berhenti, dapat memanjang
sampai beberapa bulan.
- Disfungsi otonom. Takikardi dan aritmia, hipotensi postural, hipertensi dangejala
vasomotor.
- Tidak ada demam saat onset gejala neurologis
b. Ciri-ciri kelainan cairan serebrospinal yang kuat menyokong diagnosa:
- Protein CSS. Meningkat setelah gejala 1 minggu atau terjadi peningkatan pada LP
serial
- Jumlah sel CSS < 10 MN/mm3
- Varian:
Tidak ada peningkatan protein CSS setelah 1 minggu gejala
Jumlah sel CSS: 11-50 MN/mm3
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah :
1) Pemeriksaan laboratorium
Gambaran laboratorium yang menonjol adalah peninggian kadar protein dalam cairan
otak (> 0,5 mg%) tanpa diikuti oleh peninggian jumlah sel dalam cairan otak, hal ini
disebut disosiasi sito-albuminik. Peninggian kadar protein dalam cairan otak ini dimulai
pada minggu 1-2 dari onset penyakit dan mencapai puncaknya setelah 3-6 minggu.
Jumlah sel mononuklear < 10 sel/mm3. Walaupun demikian pada sebagian kecil
penderita tidak ditemukan peninggian kadar protein dalam cairan otak. Imunoglobulin
serum bisa meningkat. Bisa timbul hiponatremia pada beberapa penderita yang
disebabkan oleh SIADH (Sindroma Inapproriate Antidiuretik Hormone).
2) Pemeriksaan elektrofisiologi (EMG)
Gambaran elektrodiagnostik yang mendukung diagnosis GBS adalah kecepatan
hantaran saraf motorik dan sensorik melambat. Distal motor retensimemanjang kecepatan
hantaran gelombang-f melambat, menunjukkan perlambatan pada segmen proksimal dan
radiks saraf. Di samping itu untuk mendukung diagnosis pemeriksaan elektrofisiologis
juga berguna untuk menentukan prognosis penyakit : bila ditemukan potensial denervasi
menunjukkan bahwa penyembuhan penyakit lebih lama dan tidak sembuh sempurna.
3) Tes fungsi paru
Menurunnya kapasitas vital, perubahan nilai AGD (penurunan PaO2, meningkatanya PaCO2
atau peningkatan pH)
Pemeriksaan Subyektif (Anamnesis)
Dalam memeriksa penyakit saraf, data riwayat penyakit merupakan hal yang penting
(Lubantombing, 2012:2). Riwayat medis yang komprehensif tersebut meliputi identifikasi data
dan sumber riwayat medis, keluhan utama (KU), Riwayat penyakit sekarang (RPS), Riwayat
penyakit dahulu (RPD), riwayat keluarga (RK) dan riwayat personal dan sosial (RP dan S)
(Bickley, 2009:2).
1) Identifikasi Data
Identifikasi data meliputi data-data tentang usia klien, jenis kelamin, status perkawinan, dan
pekerjaan (Bickley, 2009:4). Pada kasus GBS didapatkan data terjadi pada segala usia meskipun
paling sering ditemukan pada usia antara 30 dan 50 tahun dan mempunyai frekuensi yang sama
pada kedua jenis kelamin dan pada semua ras (Kowalak, 2011 :293).
2) Data-data Rumah sakit
Data-data medis rumah sakit berisi informasi tentang riwayat medis yang di dapat dari klien,
keluarga klien, orang terdekat klien, tenaga medis lain, atau rekam medisnya(Bickley, 2009:3).
Pada kasus GBS pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah dengan pemeriksaan cairan
serebrospinal (yang diperoleh melalui pungsi lumbal) (Lubantombing, 2012:15), yang dapat
menunjukkan konsentrasi protein dalam cairan serebrospinal dengan menghitung jumlah sel
normal (disosiasi albuminositologis) (Ginsberg, 2005:193). Pemeriksaan konduksi saraf
mencatat transmisi impuls sepanjang serabut saraf. Pada klien GBS mengalami penurunan
kecepatan konduksi (Ariani, 2012:71).
3) Riwayat Penyakit sekarang
Bagian anamnesis ini merupakan uraian yang lengkap, jelas, dan kronologis mengenai berbagai
permasalahan yang mendorong klien untuk mendapat perawatan (Bickley, 2009:4). Keluhan
utama yang sering ditemukan pada klien GBS adalah terjadinya kelemahan motorik (Price and
Wilson, 2005:1152). Pada klien GBS biasanya timbul demam selama 1 sampai 4 minggu
sebelum timbulnya gejala, kemudian timbul rasa kesemutan (parastesia) pada kaki, lengan,
tubuh, dan akhirnya ke wajah. Nyeri biasanya simetri dan mengenai otot-otot besar seperti
gluteal, quadrisep dan hamstring. Dan kadang-kadang muncul pada tungkai bagian bawah dan
ekstremitas atas (Umphred, 2001:387).
4) Riwayat penyakit Dahulu
Berisi daftar penyakit yang dialami pada waktu kanak-kanak, daftar penyakit pada usia dewasa
beserta tanggal kejadiannya yang meliputi empat kategori medis, pembedahan, obstetri dan
ginekologi, dan psikiatri (Bickley, 2009:3). Riwayat penyakit dahulu klien GBS yang dapat
dihubungkan dengan atau menjadi predosposisi keluhan sekarang meliputi adanya infeksi
pernapasan seperti pneumonia, dan infeksi pencernaan (Umphred, 2001 :386).
5) Riwayat Keluarga
Pada riwayat keluarga berisi catatan tentang ada atau tidaknya penyakit spesifik dalam keluarga,
seperti hipertensi, penyakit jantung koroner, dan lain-lain (Bickley, 2009:3).Pada klien GBS
tidak ada riwayat penyakit spesifik karena GBS bukan termasuk penyakit yang herediter (Price
dan Wilson, 2005:1152).
6) Riwayat Personal dan Sosial
Riwayat sosial meliputi kepribadian serta minat klien, sumber-sumber dukungan, cara klien
mengatasi persoalan, kekuatan dan ketakutannya. Bisa mencakup pekerjaan, situasi di rumah
serta hal-hal signifikan lainnya, aktivitas diwaktu senggang, aktivitas hidup sehari-hari, serta
kebiasaan gaya hidup yang dapat meningkatkan status kesehatan atau membawa risiko (Bickley,
2009:6). Dibeberapa penelitian tidak disebutkan tentang riwayat sosial klien GBS, namun klien
dengan GBS paling banyak terkena pada musim semi dan musim dingin. 2 musim tersebut yang
akhirnya dihubungkan dengan penyebab GBS yaitu infeksi pernapasan dan gastrointestinal
(Haghighi et all, 2012:60).
2.4.1.2 Pemeriksaan Fisik
1) Vital Sign
Tanda-tanda vital berisi tentang pemeriksaan nadi, respirasi, suhu, dan tekanan darah. Semua
tanda vital tersebut sebaiknya diukur pada setiap pemeriksaan yang lengkap (Willms, 2003:65).
Jika GBS terkena pada saraf otonom maka akan terjadi perubahan drastis dalam tekanan darah
(hipotensi ortostatik) serta perubahan frekuensi jantung (Ariani, 2012:72), namun didapatkan
suhu tubuh normal (Umphred, 2001 :389). Gangguan sistem saraf otonom dapat dipicu oleh
valsava maneuver, batuk, dan perubahan posisi sehingga aktivitas-aktivitas ini harus dilakukan
dengan sangat hati-hati (Ariani, 2012:72).
2) Inspeksi
Pemeriksaan inspeksi dilakukan dengan mengobservasi atau melihat keadaan fisik klien untuk
mendapatkan informasi tentang kecacatan yang terlihat, defisit fungsional, dan kelainan atau
obnormalitas body aligment (Bickley, 2009).
3) Palpasi
Palpasi dilakukan dengan cara meminta klien untuk mengistirahatkan ototnya, kemudian
dipalpasi untuk menentukan konsistensi serta adanya nyeri tekan dan menilai tonus otot
(Lubantombing, 2012). Pada kasus GBS beberapa klien mengalami nyeri tekan (Ariani, 2012:71)
dan tonus otot hilang (Price dan Wilson, 2005 :1152).
4) Pemeriksaan Gerak Dasar
Didalam pemeriksaan gerak dapat dilakukan dengan 3 cara, yaitu pemeriksaan gerak aktif ,
pemeriksaan gerak pasif dan isometrik. Namun pada klien dengan GBS saat dilakukan
pemeriksaan gerak dasar aktif ditemukan adanya nyeri dan tidak mampu untuk mentolerir
pemeriksaan sehingga klien sulit diajak untuk bekerjasama saat dilakukan pemeriksaan kekuatan
otot (Umphred, 2001:338).
5) Kemampuan Fungsional dan Lingkungan aktivitas.
Pemeriksaan kemampuan fungsional dan aktivitas untuk klien dengan GBS didalamnya harus
ada aktifitas fungsi dari bowel and bladder serta ambulasi (Umprhed, 2001:389). Indeks Barthel
telah lazim dipakai untuk mengukur kemampuan aktivitas klien. Terdiri dari 10 poin aktivitas
yang dikerjakan oleh klien dan nilai oleh fisioterapi. Kesepuluh poin aktivitas yang akan nilai
masing-masing memiliki poin atau nilai, sebagai berikut :Keterangan tabel 2.2 Penilaian Indeks Barthel
No Aktivitas Nilai
1 Makan 0 – 10
2 Berpindah dari kursi roda ke tempat tidur dan sebaliknya , termasuk duduk di tempat tidur
0 – 15
3 Kebersihan diri, mencuci muka, menyisir, mencukur, menggosok gigi
0 – 5
4 Aktivitas toilet 0 – 10
5 Mandi 0 – 5
6 Berjalan di jalan yang datar
(jika tidak mampu berjalan, lakukan dengan kursi roda)
0 – 15
(0 – 5)
7 Naik turun tangga 0 – 10
8 Berpakain termasuk mengenakan sepatu 0 – 10
9 Kontrol BAB 0 – 10
10 Kontrol BAK 0 – 10
Sumber (Trisnowiyanto, 2012:99-100)
Intepretasi hasil penilaian setelah dilakukan pemeriksan Indeks Barthel adalah, sebagai
berikut :Keterangan tabel 2.3 Hasil Penilaian Indeks Barthel
Nilai Keterangan
0 – 20 Ketergantungan penuh
21 – 61 Ketergantungan berat
62 – 90 Ketergantungan moderat
91 – 99 Ketergantungan ringan
100 Mandiri
Sumber (Trisnowiyanto, 2012:100)
6) Pemeriksaan spesifik
Pemeriksaan spesifik mempunyai nilai yang sangat penting untuk memperkuat temuan-temuan
dalam anamnesis. Pemeriksaan Spesifik pada klien GBS adalah MMT (Manual Muscles
Testing), ROM (Range Of Motion), dan pemeriksan sensori (Umphred, 2001:388). Dan juga
dapat dilakukan dengan pemeriksaan refleks tendon (Umphred, 2001:389).
(1) MMT (Manual Muscles Testing)
MMT merupakan salah satu bentuk pemeriksaan kekuatan otot yang paling sering digunakan.
Hal tersebut karena penatalaksanaan, intrepetasi, hasil serta validitas dan realibilitasnya telah
teruji. Namun demikian tetap saja, MMT tidak mampu untuk mengukur otot secara individual
melainkan secara kelompok otot (Trisnowiyanto, 2012:30).
Tabel 2.4 Penilaian Manual Muscle TestingNilai Keterangan
5 (Normal) Klien dapat melawan gravitasi, LGS penuh dan dapat melawan tahanan maksimal
4 (Good) Klien dapat melawan gravitasi, LGS penuh dan dapat melawan tahanan minimal
3 (Fair) Klien dapat melawan gravitasi dan LGS penuh.
2 (Poor) Klien tidak mampu melawan gravitasi namun memiliki LGS penuh
1 (Trace) Hanya terdapat sedikit kontraksi
0 (Zero) Tidak ada kontraksi
Sumber (Carolyn Jarvis, 2008:612)
Tujuan dilakukan MMT adalah untuk mengetahui berapa nilai dari kekuatan otot klien,
memprediksi dan mencegah adanya kontraktur, dan dapat memberikan program latihan yang
tepat sesuai nilai kekuatan otot klien dengan GBS. Namun otot yang akan
dilakukan pemeriksaan MMT hanya merupakan otot-otot spesifik (bukan kelompok otot) seperti
otot sternocleidomastoids, deltoid, triceps, flexor carpi ulnaris, lumbricals, iliopsoas, gluteus
medius, anterior tibialis, dan flexor hallucis longus (Umphred, 2001:388).
(2) ROM (Range Of Motion)
Range Of Motion merupakan bagian integral dari gerakan manusia. Agar seorang individu untuk
bergerak secara efisien dan dengan sedikit usaha, berbagai gerak seluruh sendi sangat penting.
Selain itu, kisaran gerak yang tepat memungkinkan sendi untuk beradaptasi lebih mudah
terhadap tekanan yang dikenakan pada tubuh, serta mengurangi potensi cedera. Berbagai gerak
seluruh sendi sangat tergantung pada dua komponen ROM dan panjang otot. Alat ukur yang
sering digunakan untuk pemeriksaan ROM adalah Goniometer dan terbagi menjadi empat
bidang, yaitu sagital plane, frontal plane, transversal plane dan rotation (Reese, 2002:4,36).
Joint range motion adalah gerakan yang tersedia di setiap sendi dan dipengaruhi oleh struktur
tulang yang terkait dan karakteristik fisiologis jaringan ikat di sekitar sendi. Jaringan ikat penting
yang membatasi rentang gerak sendi termasuk ligamen dan kapsul sendi (Reese, 2002:4).
(3) Pemeriksan Refleks Tendon Dalam
Hasil pemeriksaan refleks merupakan informasi penting yang sangat menentukan. Penilaian
refleks selalu berarti penilaian secara banding antara sisi kiri dan sisi kanan (Ariani, 2012:186).
Itulah sebabnya pemeriksaan refleks penting nilainya karena lebih objektif (Lumbantobing,
2005:135), karena pada klien dengan GBS refleks tendon biasanya berkurang atau tidak
ada (Umphred, 2001:387). Refleks tendon dalam atau refleks regangan otot dihantarkan melalui
struktur pada sistem saraf pusat atau tepi. Refleks tersebut menggambarkan satuan fungsi
sensorik dan motorik yang sederhana. Untuk menimbulkan refleks tendon dalam, lakukan
pengetukan dengan cepat pada otot yang akan diperiksa.
Untuk dapat mencetuskan refleks, semua komponen refleks harus utuh, komponen tersebut
meliputi serabut saraf sensorik, sinaps medulla spinalis, serabut saraf motorik, sambungan
serabut muskular, dan serabut-serabut otot. Ketukan pada tendon akan mengaktifkan serabut-
serabut sensorik khusus pada otot yang teregang sebagian dengan memicu impuls sensorik yang
berjalan ke medulla spinalis melalui saraf tepi. Serabut sensorik yang terangsang itu bersinaps
langsung dengan radiks saraf anterior yang mempersarafi otot yang sama. Ketika impuls saraf
melintasi sambungan neuromuskular, maka otot akan berkontraksi secara tiba-tiba (Bickley,
2009:550). Telah ditemukakan di atas bahwa timbulnya refleks ini ialah karena teregangnya otot
oleh rangsang yang diberikan dan akan timbul kontraksi otot (Lumbantobing, 2005:136). Tingkat
jawaban refleks dibagi menjadi beberapa tingkat, yaitu :Keterangan tabel 2.5 Respon Penilaian refleks
Simbol Keterangan
(negatif) Tidak ada refleks sama sekali
± Kontraksi sedikit
+ Ada kontraksi
++ Kontraksi berlebihan, refleks meningkat
Sumber (Lubantombing, 2005:136)
(4) Pemeriksaan Sensori
Tujuan dilakukan pemeriksaan sensori pada klien GBS adalah untuk mengidentifikasi jenis
tertentu dari perubahan sensori, seperti parasthesia atau hypesthesia (Umphred, 2001:389).
Pemeriksaan sensori atau sensibilitas merupakan pemeriksaan yang tidak mudah. Kita tergantung
kepada perasaan klien, jadi bersifat subjektif (Lumbantobing, 2005:118). Oleh sebab itu,
pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan setelah pemeriksaan motorik termasuk refleks. Karena
subjektivitas ini, pemeriksa dapat salah, baik karena keinggginan klien yang besar untuk
membantu atau klien berpura-pura mengerti sehingga memberikan informasi yang salah.
Pemeriksaan sensorik paling baik dilakukan secara cepat, selain tidak melelahkan bagi pemeriksa
dan klien, juga mengurangi kemungkinan yang terjadi kesalahan informasi yang diberikan.
Pemeriksaan sensori suhu dan nyeri dihantarkan oleh jaras traktur spinotalamikus di medulla
spinalis. Disini neuron sensorik primer memasuki medulla spinalis melalui radiks dorsalis
(Ginsberg, 2005:51-52). Pemeriksaan rasa nyeri dapat dilakukan dengan menggunakan jarum
dan kita menanyakan rasa nyeri yang dirasakan klien. Pemeriksaan rasa suhu, ada dua macam
rasa suhu yaitu rasa panas dan rasa dingin. Rasa suhu diperiksa dengan menggunakan tabung
reaksi yang diisi dengan air es untuk rasa dingin, dan untuk rasa panas dengan air panas
(Lumbantobing, 2005:125-126).
DASAR DATA PENGKAJIAN PASIENAktifitas dan istirahatGejala : Adanya kelemahan dan paralisis secara simetris, yang biasanya dimulai pada ekstremitas bagian bawah dan selanjutnya berkembang dengan cepat kearah atas.Hilangnya kontrol motorik halus tanganTanda : kelemahan otot, paralisis flaksit (simetris)Cara berjalan tidak mantapSirkulasiTanda : perubahan tekanan darah (hipertensi atau hipotensi)Distrimia, takikardia/bradikardiaWajah kemerahan, diaforesisIntegritras agoGejala : perasaan cemas dan terlalu berkonsentrasi pada masalah yang dihadapiTanda : tampak takut dan bingungEliminasiGejala : adanya perubahan pola eliminasiTanda : kelemahan pada otot-otot abdomenHilangnya sensasi anal (anus) atau berkemih dan refleks sfingterMakanan/cairanGejala : kesilitan dalam mengunyah dan menelanTanda : gangguan pada refleks menelanNeurosensoriGejala : kebas, kesemutan yang dimulai dari kaki atau jari-jari kaki dan selanjutnya terius naik (distribusi stoking atau sarung tangan)Perubahan rasa terhadap posisi tubuh, fibrasi, sensasi nyeri, sensasi suhu.PerubahanTanda : hilangnya atau menurunnya refleks tendon dalamHilangnya tonus otot, adanya masalah dengan keseimbanganAdanya kelemahan pada otot-otot wajah, terjadi ptosis kelopak mata (keterlibatan saraf kranial),
kehilangan kemampuan untuk berbicaraNyeri/kenyamananGejala : nyeri tekan otot, seperti terbakar, sakit, nyeri (terutama pada bahu, pelvis, pinggang, punggung dan bokong). Hipersensitif terhadap sentuhan.PernapasanGejala : kesulitan dalam bernapas, napas pendek.Tanda : pernapasan perut, menggunakan otot bantu napas, apnea. Penurunan atau hilangnya bunyi napasMenurunnya kapasitas vital paruPucat/sianosisGangguan refleks menelan/batukKeamananGejala : infeksi virus nonspesifik (seperti infeksi saluran pernapasan atas) kira-kira dua minggu sebelum munculnya tanda seranganAdanya riwayat terkena herpezoster, sitomegalo virusTanda : suhu tubuh yang berfluktuasi (sangat tergantung pada suhu lingkungan)Penurunan kekuatan/tonus otot paralisis atau parestesiaInteraksi sosialTanda : kehilangan kemampuan untk berbicara atau komunikasiPenyuluhan pembelajaranGejala : penyakit sebelumnya (infeksi saluran napas atas, gastroentritis) vaksinasi ( campak. Polio); keadaan kronis ( lupus erotematosus ), penyakit hodgkin/proses keganasan. Pembedahan/anestesia umum, traumaPertimbanganDRG menunjukan berapa lama perawatan : 6 hariRencana pemulangan : mungkin pasien memerlukan bantuan menganai transportasi, penyiapan makanan, perawatan diri, dan kewajiban pekerjaan rumah. Mungkin perlu memerlukan perubahan pada teteruan dan bentuk rumah, pemindahan pusat rehabilitasi.