nyeri kepala neurologi

55
NYERI KEPALA Pembimbing: Dr. Budi W, Sp.S Disusun oleh: Fitriend Syahputri 030.09.095 Arifi 030.10.039 Anasti Putri Paramatasari 030.10.028 Galih Arif Setiawan 030.10.112 Zaddam Wahid 030.09.284 Reza Gharba A 030.09.199 Fadhilla Eka Novalya 030.09.098 KEPANITERAAN KLINIK ILMU SARAF RSAL DR. MINTOHARDJO FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

Upload: brian-bailey

Post on 20-Dec-2015

58 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

tesss

TRANSCRIPT

NYERI KEPALA

Pembimbing:

Dr. Budi W, Sp.S

Disusun oleh:

Fitriend Syahputri 030.09.095

Arifi 030.10.039

Anasti Putri Paramatasari 030.10.028

Galih Arif Setiawan 030.10.112

Zaddam Wahid 030.09.284

Reza Gharba A 030.09.199

Fadhilla Eka Novalya 030.09.098

KEPANITERAAN KLINIK ILMU SARAF

RSAL DR. MINTOHARDJO

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

JAKARTA

NOVEMBER 2014

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas

berkat dan rahmatNya, penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul “Nyei

Kepala” ini.

Penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tidak terhingga kepada

pembimbing dr. Budi W. Sp.S yang telah membantu dalam menyusun referat ini.

Referat ini disusun sebagai salah satu tugas dalam mengikuti Kepaniteraan

Klinik Ilmu Saraf RSAL dr. Mintohardjo. Penulis sangat menyadari bahwa referat

ini masih banyak kekurangan baik mengenai isi, tata bahasa, maupun informasi

ilmiah yang terdapat di dalam tulisan ini. Oleh karena itu kritik dan saran

senantiasa diharapkan. Semoga referat ini bermanfaat bagi pembacanya.

Jakarta, November 2014

Penulis

i

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ………………………………………………… i

Daftar Isi ………………………………………………………… ii

Lembar Pengesahan ………………………………………………… iii

Bab I : Pendahuluan ………………………………………………… 1

Bab II : Tinjauan Pustaka ………………………………………… 3

Bab III : Pembahasan ………………………………………………… 9

3.1 Definisi Osteoartritis ………………………………… 9

3.2 Epidemiologi Osteoartritis ………………………… 9

3.3 Klasifikasi Osteoartritis ………………………………… 10

3.4 Etiologi Osteoartritis ………………………………… 10

3.5 Patogenesis ………………………………………… 12

3.6 Manifestasi klinis Osteoartritis ……………………….... 14

3.7 Pemeriksaan Penunjang Osteoartritis ………………… 16

3.8 Diagnosis Osteoartritis ………………………………… 17

3.9 Diagnosis Banding Osteoartritis ………………………… 18

3.10 Tatalaksana Osteoartritis………………………………… 19

3.11 Komplikasi Osteoartritis ………………………………… 28

3.12 Prognosis Osteoartritis ………………………………… 28

Bab IV : Kesimpulan ………………………………………………….. 29

Daftar Pustaka …………………………………………………………. 30

ii

LEMBAR PENGESAHAN

Fitriend Syahputri 030.09.095

Arifi 030.10.039

Anasti Putri Paramatasari 030.10.028

Galih Arif Setiawan 030.10.112

Zaddam Wahid 030.09.284

Reza Gharba A 030.09.199

Fadhilla Eka Novalya 030.09.098

Bagian : Kepaniteraan Klinik Ilmu Saraf, RSAL dr. Mintohardjo

Judul Referat : Nyeri Kepala

Pembimbing : dr. Budi W, Sp.S

Jakarta, November 2014

Pembimbing,

Dr. Budi W, Sp.S

iii

BAB IPENDAHULUAN

Osteoartritis adalah jenis artritis yang paling sering ditemukan dikalangan

masyarakat umum. Osteoartritis disebut juga penyakit sendi degenerative atau

osteoartrosis yang banyak terjadi pada orang usia lanjut.1 Osteoarthritis sendiri

adalah gangguan sendi yang bersifat kronis disertai dengan kerusakan tulang

rawan sendi berupa disintegrasi dan perlunakan progresif, diikuti pertambahan

pertumbuhan pada tepi tulang dan tulang rawan sendi yang disebut osteofit,

diikuti dengan fibrosis pada kapsul sendi. Gejala umum yang muncul pada

penderita osteoarthritis adalah nyeri pada sendi dan pada pemeriksaan fisik

didapatkan keterbatasan dalam pergerakan, krepitasi dan pembengkakan sendi.

Sedangkan untuk pengobatannya meliputi medikamentosa, perubahan gaya hidup,

terapi fisik, pemakaian alat penyangga sendi dan pembedahan.

Berdasarkan National Centers for Health Statistics pada tahun 2011,

diperkirakan 15,8 juta (12%) orang dewasa antara usia 25-74 tahun mempunyai

keluhan osteoarthritis. Dan menurut World Health Organization (WHO) tahun

2004, diketahui bahwa osteoarthritis diderita oleh 151 juta jiwa di seluruh dunia

dan mencapai 24 juta jiwa di kawasan Asia Tenggara.2,3

Prevalensi osteoarthritis total di Indonesia 34,3 juta orang pada tahun 2002

dan mencapai 36,5 juta orang pada tahun 2007. Diperkirakan 40% dari populasi

usia diatas 70 tahun menderita osteoarthritis, dan 80% pasien osteoarthritis

mempunyai keterbatasan gerak dalam berbagai derajat dari ringan sampai berat

yang berakibat mengurangi kualitas hidupnya karena prevalensi yang cukup

tinggi. Oleh karena sifatnya yang kronik-progresif, osteoarthritis mempunyai

dampak sosio-ekonomi yang besar, baik di negara maju maupun di negara

berkembang. Diperkirakan 1 sampai 2 juta orang lanjut usia di Indonesia

menderita cacat karena osteoarthritis. Prevalensi osteoarthritis lutut pada pasien

wanita berumur 75 tahun ke atas dapat mencapai 35% dari jumlah kasus yang ada.

1

Osteoarthritis menjadi penyebab disabilitas tertinggi pada usia lanjut.

Penyebab osteoarthritis masih belum diketahui secara pasti, begitu pula dengan

pengobatannya. Sampai saat ini belum ada pengobatan yang dapat

mengembalikan kerusakan sendi akibat osteoarthritis. Pengobatan osteoarthritis

bertujuan untuk mengurangi nyeri dan meningkatkan fungsi sendi yang terkena

osteoarthritis seperti menambah luas pergerakan atau mobilisasi sendi. Sehingga

diagnosis dini diperlukan untuk mencegah osteoarthritis berkembang menjadi

stadium lebih lanjut yang akan menimbulkan penanganan yang lebih kompleks

serta angka kesembuhan yang tidak memuaskan.4

2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

ANATOMI DAN FISIOLOGI SENDI

Sendi adalah tempat persambungan tulang, baik yang memungkinkan

tulang - tulang tersebut dapat bergerak ataupun tidak antara satu dengan dengan

yang lainnya. Apabila kita lihat dari jenis pergerakannya maka sendi dapat

diklasifikasikan menjadi tiga yaitu 5,6:

1. Sinartrosis: sendi yang tidak memungkinkan tulang-tulang yang

berhubungan dapat bergerak satu sama lain. Sendi ini dapat dibagi

menjadi tiga yaitu:

Sindemosis : Diantara persambungan tulang dipisahkan loeh

jaringan ikat misalnya pada tulang tengkorak, antara gigi dan

rahang, antara radius dan ulna.

Sinkonrosis : Diantara persambungan tulang dipisahkan oleh

jaringan tulang rawan misalnya pada os pubika pada orang

dewasa

Sinostosis : Diantara persambungan tulang dipisahkan oleh

jaringan tulang misalnya persambungan pada os ilium, os

iskium, dan os pubikum

2. Amfiartrosis : sendi yang memungkinkan tulang- tulang yang saling

berhubungan dapat bergerak secara terbatas. Misalnya sendi

sacroiliakadan sendi- sendi antara corpus vertebra.

3. Diartrosis : persambungan antara dua tulang atau lebih yang

memungkinkan tulang-tulang bergerak satu sama lain. Diantara

tulang- tulang yang bersendi tersebut terdapat rongga yang disebut

kavum artikulare. Diartrosis ini juga disebut sebagai sendi sinovial

yang tersusun atas bonggol sendi (kapsul retikuler), bursa sendi dan

ikat sendi (ligamentum)

3

Sendi sinovial umumnya dijumpai pada ekstremitas. Pada sendi ini

ditemukan adanya celah sendi, rawan sendi,membran sinovium serta kapsul sendi.

Gambar 1. Sendi sinovial

1. Sinovium ( Membran sinovial )

Sinovium merupakan bagian penting dari sendi diartrosis dan secara

fisiologis berfungsi dalam transpor nutrien ke dalam rongga sendi serta

mengeluarkan sisa metabolismenya, membantu stabilitas sendi dan bersifat low-

friction lining. Sinovium merupakan jaringan avaskular yang melapisi permukaan

dalam kapsul sendi, tetapi tidak melapisi permukaan rawan sendi. Membran ini

licin dan lunak, berlipat-lipat sehingga dapat menyesuaikan diri pada setiap

gerakan sendi atau perubahan tekanan intra articular.6,7

Sinovium tersusun atas 1-3 lapis sel-sel sinoviosit yang menutupi jaringan

subsinovial dibawahnya, sel ini merupakan salah satu sel yang memiliki peran

utama pada sinovium disamping sel-sel lain seperti fibroblast, makrofag, sel

mast, sel vaskular dan sel limfatik.6,7

Walaupun banyak pembuluh darah dan limfe di dalam jaringan sinovial,

tetapi tidak satupun mencapai lapisan sinviosit. Jaringan pembuluh darah ini

berperan dalam transfer konstituen darah kedalam rongga sendi dan pembentukan

cairan sendi.

4

Sinoviosit dibagi dua tipe berdasarkan morfologi dan petanda molekular

permukaannya, yaitu sinoviosit tipe A (synovial macrophage) yang memiliki sifat

seperti makrofag dan sinoviosit B (synovial fibroblast) yang memiliki

karakteristik fibroblast. Sebagian besar (70-80%) sinoviosit merupakan tipe B

dan 20- 30% merupakan sinoviosit tipe A. Sinoviosit A memiliki nukleus yang

kaya akan khromatin, memiliki banyak vakuola sitoplasmik, cukup banyak

aparatus golgi dan sedikit retikulum endoplasmik. Sedangkan sinoviosit B

menyerupai bentuk fibroblast (bipolar shape) memiliki banyak retikulum

endoplasmik dan aparatus golgi well developed. Nukelusnya terlihat lebih pucat

dengan beberapanucleoli.6,7

Fungsi utama sinoviosit yang membentuk membran sinovium adalah

menyediakan berbagai molekul lubrikan seperti glikosaminoglikan disamping

oksigen dan protein plasma nutrien bagi ruang sendi dan rawan sendi serta

khondrosit. Sinoviosit A selain memiliki aktifitas fagositik yang berguna untuk

menyingkirkan berbagai debris dari ruang sendi, berfungsi pula sebagai prosesor

antigen.. Sinoviosit B berfungsi mensintesis hialuronan disamping produksi

berbagai komponen matriks seperti kolagen. Sel ini mampu mengeluarkan

berbagai enzim perusak. Kedua jenis sinoviosit ini saling berinteraksi melalui

sinyal yang diperantarai oleh sitokin, growth factors dan kemokin lain.6,7

Gambar 2. Sinovium

5

2. Rawan sendi

Pada sendi sinovial, tulang-tulang yang saling berhubungan dilapisi rawan

sendi. Ketebalan rawan sendi kurang dari 5 mm tergantung jenis sendi dan lokasi

di dalam sendi. Rawan sendi merupakan jaringan avaskular dan juga tidak

memiliki jaringan syaraf, berfungsi sebagai bantalan terhadap beban yang jatuh ke

dalam sendi.6 Secara histopatologik rawan sendi terdiri dari struktur matriks yang

selular dengan distribusi tertentu dan terbagi atas 4 zona yaitu8 :

1. Zona superficial ( zona tangensial )

2. Zona intermediate ( zona transisional )

3. Zona radial

4. Zona kalsifikasi.

Densitas sel yang paling tinggi pada permukaan sendi, makin ke dalam

makin berkurang. Sel berbentuk pipih pada zona superficial karena pada daerah

inilah jaringan terpajan maksimal pada gaya gesekan, gaya menekan dan regangan

dari persendian. Di zona tengah, sel berbentuk bulat dan dikeliligi oleh suatu

matrik ektraselular yang padat.

Rawan sendi dibentuk oleh sel rawan sendi ( kondrosit ) dan matriks

rawan sendi. Kondrosit berfungsi mensintesis dan memelihara matriks rawan

sehingga fungsi bantalan rawan sendi tetap terjaga dengan baik. Matriks rawan

sendi terutama terdiri dari air, proteoglikan dan kolagen. Pada tabel dibawah ini

dapat dilihat komposisi tulang rawan normal.8

Tabel 1. Komposisi tulang rawan sendi artikuler normal

6

Proteoglikan merupakan molekul yang kompeks yang tersusun atas inti

protein dan molekul glikosaminoglikan. Glikosaminoglikan yang menyusun

proteoglikan terdiri dari keratin sulfat, kondroitin-6-sulfat dan kondroitin-4-sulfat.

Bersama- sama dengan asam hialuronat, proteoglikan membentuk agregat yang

dapat menghisap air dari sekitarnya sehingga dapat mengembang sedemikian rupa

dan membentuk bantalan yang baik sesuai dengan rawan sendi.9

Kolagen merupakan molekul protein yang sangat kuat. Terdapat berbagai

tipe kolagen, tetapi kolagen yang terdapat di dalam rawan sendi terutama adalah

kolagen tipe II. Kolagen tipe II tersusun dari 3 rantai alfa yang membentuk

gulungan triple-helik s. kolagen berfungsi sebagai kerangka bagi rawan sendi

yang akan membatasi pengembangan berlebihan agregat proteoglikan.8

Pada rawan sendi yang normal, proses degradasi dan sintesis matriks

selalu terjadi. Salah satu enzim proteolitik yang dihasilkan oleh kondrosit dan

berperan pada degradasi kolagen dan proteoglikan adalah kelompok enzim

metalloproteinase, seperti kolagenase dan stromelisin. Berbagai sitokin juga

berperan pada proses degradasi kolagen dan sintesis matriks. Interleukin I (IL-I)

yang dihasilkan oleh makrofag berperan pada degradasi kolagen dan proteoglikan

dan menghambat sintesis proteoglikan. Growth factors seperti transforming

growth factor –beta (TGF-b) dan insulin-like growth factor-1 (IGF-I) berperan

merangsang sintesis proteoglikan dan menghambat kerja IL-I.6,7

3. Cairan sinovial

Cairan sendi merupakan ultrafiltrat atau dialisat plasma. Pada umumnya

kadar molekul dan ion kecil adalah sama dengan plasma, tetapi kadar proteinnya

lebih rendah. Molekul- molekul dari plasma, sebelum mencapai rongga sendi

harus melewati sawar endotel mikrovaskuler, kemudian melalui matriks

subsinovial dan lapisan sinovium. Sawar endotel sangat selektif, makin besar

molekulnya makin sulit melalui sawar tersebut, sehingga molekul protein yang

besar akan tetap berada dalam jaringan vascular. Sebaliknya, molekul dari cairan

sendi dapat kembali ke plasma tanpa halangan apapun melalui sistem limfatik

7

walaupun ukurannya besar. Rasio protein cairan sendi dan plasma dapat

menggambarkan keseimbangan kedua proses diatas.7

4. Kapsul dan ligamen

Struktur ligamen dan kapsul satu sendi berbeda dengan sendi yang lain

baik dalam hal ketebalannya maupun dalam hal posisinya. Pada sendi bahu,

struktur ligamennya tipis dan longgar, sedangkan pada sendi lutut tebal dan kuat.

Pada beberapa sendi, ligamen menyatu ke dalam kapsul sendi sedangkan pada

sendi yang lain dipisahkan oleh lapisan areolar. Kelonggaran kapsul sendi sangat

berperan pada lingkup gerak sendi yang bersangkutan. Ligamen dan kapsul sendi,

terutama tersusun oleh elastin, dan sedikit proteoglikan. Komponen

glikosaminoglikannya terutama adalah kondroitin sulfat dan dermatan sulfat.6,10

8

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 DEFINISI

Osteoartritis (OA) adalah gangguan sendi yang bersifat kronis disertai

kerusakan tulang rawan sendi berupa disintegrasi dan perlunakan progresif, diikuti

dengan fibrosis pada kapsul sendi. Kelainan ini timbul akibat mekanisme

abnormal pada proses penuaan, trauma atau akibat kelainan lain yang

menyebabkan kerusakan tulang rawan sendi. Keadaan ini tidak berkaitan dengan

faktor sistemik.3

3.2 EPIDEMIOLOGI

Di Inggris, sekitar 1,3-1,75 juta mengalami gejala osteoarthritis sementara

di Amerika Syarikat, 1 dari 7 orang dewasa menderita osteoarthritis. Osteoarthritis

menempati tempat urutan kedua setelah penyakit kardiovaskular sebagai akibat

dari ketidakmampuan fisik di negara eropa. Secara keseluruhan, sekitar 10 sampai

15% orang dewasa yang berusia di atas 60 tahun menderita osteoarthritis.

Prevalensi osteoarthritis total di Indonesia 34,3 juta orang pada tahun 2002

dan mencapai 36,5 juta orang pada tahun 2007. Diperkirakan 40% dari populasi

usia diatas 70 tahun menderita osteoarthritis, dan 80% pasien osteoarthritis

mempunyai keterbatasan gerak dalam berbagai derajat dari ringan sampai berat

yang berakibat mengurangi kualitas hidupnya karena prevalensi yang cukup

tinggi. Oleh karena sifatnya yang kronik-progresif, osteoarthritis mempunyai

dampak sosio-ekonomi yang besar, baik di negara maju maupun di negara

berkembang. Diperkirakan 1 sampai 2 juta orang lanjut usia di Indonesia

menderita cacat karena osteoarthritis. Prevalensi osteoarthritis lutut pada pasien

wanita berumur 75 tahun ke atas dapat mencapai 35% dari jumlah kasus yang ada.

Dari aspek karakteristik umum pasien yang didiagnosis penyakit sendi

osteoarthritis, menurut Arthritis Research UK (2012), memperlihatkan bahwa

9

usia, jenis kelamin, obesitas, ras/genetik, dan trauma pada sendi mempunyai

kolerasi terhadap terjadinya osteoarthritis. Prevalensi penyakit osteoarthritis

meningkat secara dramatis di antara orang yang memiliki usia lebih dari 50 tahun.

Hal ini adalah karena terjadi perubahan yang berkait dengan usia pada kolagen

dan proteoglikan yang menurunkan ketegangan dari tulang rawan sendi dan juga

karena pasokan nutrisi yang berkurang untuk tulang rawan.

3.3 KLASIFIKASI

Osteoartritis dapat dibagi atas dua jenis, yaitu 3:

1. Osteoartritis primer

Osteoartritis primer tidak diketahui dengan jelas penyebannya, dapat

mengenai satu atau beberapa sendi. Osteoartritis jenis ini terutama

ditemukan [ada wanita kulit putih, usia pertengahan dan umumnya bersifat

poli-artikuler dengan nyeri yang akut disertai rasa panad pada bagian distal

interphalangeal yang selanjutnya terjadi pembengkakan tulang yang

disebut nodus heberden.

2. Osteoartritis sekunder

Osteoartritis sekunder dapat disebabkan oleh penyakit yang menyebabkan

kerusakan pada synovia sehingga menimbukan osteoarthritis sekunder.

Beberapa keadaan yang apat menimbulkan osteoarthritis sekunder adalah:

Trauma/instabilitas

Osteoartritis sekunder terutamaterjadi akibat akibat fraktur pada

daerah sendi, setelah menisektomi, tungkai bawah yang tidak sama

panjang, adanya hipermobilites dan instabilitas sendi,

ketideksejajaran dan ketidakserasian permukaan sendi.

3.4 ETIOLOGI

Faktor predisposisi terjadinya osteoarthritis dipengaruhi oleh beberapa hal,

yaitu 3:

10

Umur

Umumnya ditemukan pada usia lanjut (diatas 50 tahun), oleh karena pada

orang lanjut usia pembentukan kondroitin sulfat yang merupakan substansi

dasar tulang rawan berkurang dan dapat terjadi fibrosis tulang rawan.

Prevalensi osteoarthritis meningkat sesudah umur 40 tahun pada wanita dan

50 tahun pada pria. Osteoartritis dialami sekitar 50 % orang berusia 65 tahun

ke atas dan prevalensinya meningkat menjadi 85 % pada kelompok usia 75

tahun ke atas.

Jenis kelamin

Kelainan ini dapat ditemukan baik pada pria maupun wanita dimana

osteoarthritis primer lebih banyak ditemukan pada wanita pasca menopause

sedangkan osteoarthritis sekunder lebih banyak ditemukan pada laki-laki.

Turunnya kadar estrogen saat menopause mungkin menjadi pemicu

munculnya osteoartritis. Osteoartritis tangan dan lutut lebih sering pada

wanita, sedangkan osteoartritis panggul lebih tinggi pada pria

Ras

Lebih sering pada orang Asia khususnya cina, Eropa dan asia daripada kulit

hitam.

Faktor keturunan

Kejadian osteoartritis lebih banyak pada kembar monozigot dari pada kembar

dizigot. Banyak gen yang terkait dengan osteoartritis, misalnya kromosom

2q, 4, dan 16. Pola penurunannya diperkirakan melalui gen autosom

dominan. Gen yang mengalami gangguan adalah gen yang mengkode protein

struktural matriks ekatraselular sendi dan protein kolagen.

Faktor metabolic

Penderita obesitas, hipertensi, hiperurikemi dan diabetes lebih rentan

terhadap oseoartritis.

Trauma dan factor okupasi

Trauma yang hebat terutama faktur intra-artikuler atau dislokasi sendi

merupakan predisposisis osteoarthritis.

11

Osteoartritis biasanya dialami oleh pekerja berat, khususnya bila melibatkan

penekukan sendi lutut. Ada hubungan antara penggunaan sendi berulang -

ulang dalam melakukan pekerjaan dengan berkembangnya osteoartritis.

Cuaca/iklim

Gejala lebih sering timbul setelah kontak dengan cuaca dingin atau lembab

Diet

Salah satu tipe osteoarthritis yang bersifat umum di Siberia yang disebut

penyakit Kashin-Beck yang mungkin disebabkan oleh karena menelan zat

toksin yang isebut fusaria. Orang yang kadar vitamin C dan D darah kurang

mempunyai risiko tiga kali lebih banyak untuk berkembangnya osteoartritis

lutut.

3.5 PATOGENESIS 11,12,13

1. Tulang rawan sendi

Stage I : Gangguan atau perubahan matriks kartilago. Berhubungan dengan

peningkatan konsentrasi air yang mungkin disebabkan gangguan mekanik,

degradasi makromolekul matriks, atau perubahan metabolisme kondrosit.

Awalnya konsentrasi kolagen tipe II tidak berubah, tapi jaring-jaring kolagen

dapat rusak dan konsentrasi aggrecan dan derajat agregasi proteoglikan menurun.

Stage II : Respon kondrosit terhadap gangguan atau perubahan matriks. Ketika

kondrosit mendeteksi gangguan atau perubahan matriks, kondrosit berespon

dengan meningkatkan sintesis dan degradasi matriks, serta berproliferasi. Respon

ini dapat menggantikan jaringan yang rusak, mempertahankan jaringan, atau

meningkatkan volume kartilago. Respon ini dapat berlangsung selama bertahun-

tahun.

Stage III : Penurunan respon kondrosit. Kegagalan respon kondrosit untuk

menggantikan atau mempertahankan jaringan mengakibatkan kerusakan tulang

rawan sendi disertai dan diperparah oleh penurunan respon kondrosit. Penyebab

penurunan respon ini belum diketahui, namun diperkirakan akibat kerusakan

12

mekanis pada jaringan, dengan kerusakan kondrosit dan down regulasi respon

kondrosit terhadap sitokin anabolik.

2. Perubahan Tulang.

Perubahan tulang subchondral yang mengikuti degenerasi tulang rawan

sendi meliputi peningkatan densitas tulang subchondral, pembentukan rongga-

rongga yang menyerupai kista yang mengandung jaringan myxoid, fibrous, atau

kartilago. Respon ini muncul paling sering pada tepi sendi tempat pertemuan

tulang dan tulang rawan yang berbentuk bulan sabit (crescent). Peningkatan

densitas tulang merupakan akibat dari pembentukan lapisan tulang baru pada

trabekula biasanya merupakan tanda awal dari penyakit degenerasi sendi pada

tulang subchondral, tapi pada beberapa sendi rongga – rongga terbentuk sebelum

peningkatan densitas tulang secara keseluruhan. Pada stadium akhir dari penyakit,

tulang rawan sendi telah rusak seluruhnya, sehingga tulang subchondral yang

tebal dan padat kini berartikulasi dengan permukaan tulang “denuded” dari sendi

lawan. Remodeling tulang disertai dengan kerusakan tulang sendi rawan

mengubah bentuk sendi dan dapat mengakibatkan shortening dan ketidakstabilan

tungkai yang terlibat.

Pada sebagian besar sendi sinovial, pertumbuhan osteofit diikuti dengan

perubahan tulang rawan sendi serta tulang subchondral dan metafiseal. Permukaan

yang keras, fibrous, dan kartilaginis ini biasanya muncul di tepi-tepi sendi.

Osteofit marginal biasanya muncul pada permukaan tulang rawan, tapi dapat

muncul juga di sepanjang insersi kapsul sendi (osteofit kapsuler). Tonjolan tulang

intraartikuler yang menonjol dari permukaan sendi yang mengalami degenerasi

disebut osteofit sentral. Sebagian besar osteofit marginal memiliki pernukaan

kartilaginis yang menyerupai tulang rawan sendi yang normal dan dapat tampak

sebagai perluasan dari permukaan sendi. Pada sendi superfisial, osteofit ini dapat

diraba, nyeri jika ditekan, membatasi ruang gerak, dan terasa sakit jika sendi

digerakkan. Tiap sendi memiliki pola karakter yang khas akan pembentukan

osteofit di sendi panggul, osteoarthritis biasanya membentuk cincin di sekitar tepi

13

acetabulum dan tulang rawan femur. Penonjolan osteofit sepanjang tepi inferior

dari permukaan artikuler os humerus biasanya terjadi pada pasien dengan penyakit

degenartif sendi glenohumeral. Osteofit merupakan respon terhadap proses

degerasi tulang rawan sendi dan remodelling tulang sudkhondral, termasuk

pelepasan sitokin anabolik yang menstimulasi proliferasi dan pembentukan sel

tulang dan matrik kartilageneus.

3. Jaringan Periartikuler.

Kerusakan tulang rawan sendi mengakibatkan perubahan sekunder dari

synovium, ligamen, kapsul, serta otot yang menggerakan sendi yang terlibat.

Membran sinovial sering mengalami reaksi inflamasi ringan serta sedang dan

dapat berisi fragmen-fragmen dari tulang rawan sendi. Semakin lama ligamen,

kapsul dan otot menjadi contracted. Kurangnya penggunaan sendi dan penurunan

ROM mengakibatkan atropi otot. Perubahan sekunder ini sering mengakibatkan

kekakuan sendi dan kelemahan tungkai.

3.6 MANIFESTASI KLINIS

Osteoartritis biasanya mengenai satu atau beberapa sendi. Gejala-gejala klinis

yang ditemukan berhubungan dengan fase inflamasi synovial, penggunaan sendi

serta inflamasi dan degenerasi yang terjadi di sekitar sendi.

1. Nyeri

Nyeri terutama pada sendi-sendi yang menanggung beban tubuh seperti

pada sendi panggul dan lutut. Nyeri ini terutama terjadi bila sendi

digerakkan dan pada waktu berjalan. Nyeri yang terjadi berhubungan

dengan:

Inflamasi yang luas

Kontraktur kapsul sendi

Peningkatan tekanan intra-artikuler akibat kongesti vaskuler

14

Nyeri berkurang setelah dilakukan aspirasi yang mengurangi tekanan

intra-artikuler

Tidak ada hubungan antara nyeri yang terjadi dengan luasnya kerusakan

pada pemeriksaan radiologis

2. Kekakuan

Kekauan terutama terjadi oleh karena adanya lapisan yang terbentuk dari

bahan elastic akibat pergeseran sendi atau oleh adanya cairan yang

viskosa. Keluhan yang dikemukakan berupa kesukaran untuk bergerak

setelah duduk. Kekakuan pada sendi besar atau pada jari tangan

menyebabkan gangguan pada aktivitas sehari-hari penderita. Kekakuan

biasanya terjadi dipagi hari dan hilang dalam waktu kurang dari 1 jam

3. Pembengkakan

Pembengkakan terutama ditemukan pada lutut dan siku. Pembengkakan

dapat disebabkan oleh cairan dalam sendi pada stadium akut oleh karena

pembengkakan pada tulang yang disebut osteofit. Pembengkakan juga

dapat terjadi diakibatkan oleh adanya kista.

4. Gangguan pergerakan

Gangguan pergerakan pada sendi disebabkan oleh adanya fibrosis pada

kapsul, osteofit atau iregularitas permukaan sendi. Pada pergerakan sendi

dapat ditemukan atau didengan adanya krepitasi.

5. Deformitas

Deformitas sendi ditemukan akibat kontraktur kapsul seta instabilitas

sendi karena kerusakan pada tulang dan tulang rawan.

3.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG

15

Pemeriksaan Radiologis

Pada penderita OA, dilakukannya pemeriksaan radiografi pada sendi yang

terkena sudah cukup untuk memberikan suatu gambaran diagnostik. Gambaran

Radiografi sendi yang menyokong diagnosis OA adalah:

a. Penyempitan celah sendi yang seringkali asimetris (lebih berat pada bagian

yang menanggung beban seperti lutut).

b. Peningkatan densitas tulang subkondral (sklerosis).

c. Kista pada tulang

d. Osteofit pada pinggir sendi

e. Perubahan struktur anatomi sendi.

Berdasarkan temuan-temuan radiologis diatas, maka OA dapat diberikan

suatu derajat. Kriteria OA berdasarkan temuan radiologis dikenal sebagai kriteria

Kellgren-Lawrence yang membagi OA dimulai dari tingkat ringan hingga tingkat

berat. Perlu diingat bahwa pada awal penyakit, gambaran radiologis sendi maasih

terlihat normal.12,13,14

Tabel Skala Gambaran Radiologi Kellgren-Lawrence

Pemeriksaan Laboratorium

Hasil pemeriksaan laboratorium pada OA biasanya tidak banyak berguna.

Pemeriksaan darah tepi masih dalam batas – batas normal. Pemeriksaan

imunologi masih dalam batas – batas normal. Pada OA yang disertai peradangan

16

sendi dapat dijumpai peningkatan ringan sel peradangan ( < 8000 / m ) dan

peningkatan nilai protein.13

3.8 DIAGNOSIS

Osteoarthritis dapat terjadi pada setiap sendi. Hal ini paling sering terjadi

di tangan, lutut, pinggul, dan tulang belakang. Tanda-tanda dari osteoarthritis

adalah kekakuan pada sendi setelah bangun tidur atau duduk untuk waktu yang

lama. Pembengkakan atau nyeri di satu atau lebih sendi.3

Bentuk klasik osteoarthritis monoartikuler berupa nyeri dan disfungsi satu

sendi, terutama pada sendi yang meyokong beban tubuh yaitu pada sendi panggul

dan lutut. Pada osteoarthritis sekunder mungkin dapat ditemukan penyebab

sebelumna seperti dysplasia asetabuler, penyakit Legg-Calve-Pethes, pasca

trauma, atau fraktur pada daerah panggul.3

Osteoartritis poli-artikuler ditemukan pada wanita umur pertengahan

dengan keluhan nyeri, kekakuan dan pembengkakan pada sendi tangan yang

terutama mengenai sendi karpometakarpal pertama sendi tangan dan

metatarsi=ofalangeal sendi kaki. Perubahan yang terlihat jelas pada tangan berupa

pembengkakan sendi interphalangeal dan pada tingakat awal disertai dengan

reaksi inflamasi. Mungkin ditemukan adanya pembengkakan jaringan lunak yang

berupa nodus Heberden dan nidus Biuchard yang tampak sebagai tonjolan.3,5

Anamnesis

Umumnya pasien datang dengan keluhan nyeri sendi. Dari keluhan ini

perlu ditanyakan lebih lanjut mengenai lokasi nyeri (pada satu sendi saja atau

lebih dari satu sendi), inset terjasinya keluhan, sifat nyeri, faktor yang

memperberat atau yang memperingan. Ditanyakan pula keluhan lain sebagai

keluhan tambahan seperti apakah terdapat hambatan gerakan sendi dan kekakuan

sendi. Juga dalam anamnesis perlu ditanyakan pula faktor risiko pada pasien yang

mengarahkan kecurigaan terhadap OA.

17

Pemeriksaan Fisik

Look

Melalui inspeksi dinilai adakah tanda-tanda peradangan seperti kemerahan dan

bengkak, juga dinilai adakah perubahan bentuk (deformitas) sendi yang

permanen. Juga perlu dinilai adakah perubahan gaya berjalan karena keadaan ini

hampir selalu berhubungan dengan nyeri terutama dijumpai pada OA lutut dan

OA sendi paha serta OA tulang belakang.

Feel

Dari perabaan perlu dinilai ada tidaknya tanda peradangan rasa hangat yang

merata dan nyeri tekan. Apakah terdapat krepitasi (lebih berarti pada OA lutut)

dan pembengkakan pada sendi.

Move

Perlu dinilai adakah hambatan gerak, hambatan gerak dapat konsentris (seluruh

arah gerakan) maupun eksentris (salah satu arah gerakan saja).

3.9 DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis banding osteoarthritis yaitu seperti nekrosis avaskuler baik yang

bersifat idiopatik ataupun sekunder oleh karena sebab lain misalnya pasca trauma

atau obatobatan. Pada stadium awal osteoarthritis poli-artikuler sering sulit

dibedakan dengan artritis rheumatoid karena pada stadium ini ditemukan pula

nyeri dan inflamasi pada jari tangan. Pada stadium lanjut kelainan lebih mudah

dibedakan. Pada artritis rheumatoid kelainan terutama pada bagian distal

interphalangeal dan metakarpofalangeal.3

Artritis psoriatic mengenai bagian distal jari tangan berupa artritis erosive

yang menyebabkan destruksi tanpa adanya osteofit. Osteoarthritis juga

dibandingkan dengan artritis tuberkulosa dan artritis gout. Pada artritis gout

biasanya bersifat poli-artritis kronik disertai dengan benjolan berupa tofus dan

18

pada pemeriksaan radiologis terlihat adanya destruksi tulang peri-artikuler.

3.10 PENATALAKSANAAN

Gambar 3. Rekomendasi pengobatan menurut OARSI15

1. Medikamentosa

Sampai sekarang belum ada obat yang spesifik yang khas untuk OA, oleh

karena patogenesisnya yang belum jelas. Obat-obat yang diberikan bertujuan

mengurangi rasa sakit (simptomatis), meningkatkan mobilitas dan mengurangi

ketidakmampuan. Obat-obat anti inflamasi non steroid (AINS) bekerja sebagai

analgetik dan sekaligus mengurangi sinovitis, meskipun tidak dapat memperbaiki

19

atau menghentikan proses patologis OA. Beberapa AINS malahan dikatakan dapat

mempercepat proses kerusakan tulang rawan sendi pada OA.16

Nyeri sendi pada OA dapat timbul karena berbagai faktor, seperti

mikro fraktur pada trabekula subkondral, iritasi ujung saraf periosteal, tekanan

pada ligamen karena deformitas tulang atau efusi, kongesti vena karena

remodelling tulang subkondral, regangan otot, dan reumatisme jaringan lunak.

Pada OA yang lebih lanjut, nyeri sendi-sendi dapat timbul karena sinovitis.

Pada dasarnya terapi farmakologi pada OA dapat dikelompokkan ke dalam

3 kelompok, yaitu :

- Medikamentosa sistemik

- Medikamentosa topical

- Medikamentosa intraartikular

Medikamentosa Sistemik

a). Analgesik

Parasetamol (asetamonifen) dosis 2,6–4 g/hari atau propoksifen HCl

berguna sebagai analgetik sederhana.16-19 Asetaminofen merupakan obat pilihan

untuk artritis ringan dan sedang. Tetapi pada pemakaian asetaminofen yang lama

dapat menyebabkan kerusakan hati atau peradangan pada ginjal (nefritis).20

Kodein atau narkotik lain jarang dipakai atau dipakai hanya dalam waktu

singkat. Asam salisilat juga merupakan analgetik yang efektif, meskipun harus

diperhatikan efek samping pada saluran pencernaan dan ginjal.

20

b). Anti-inflamasi non steroid (AINS)

Jika nyeri sendi nyata atau tidak berkurang dengan analgesik atau jika

terdapat tanda-tanda peradangan (panas, merah, efusi, nyeri tekan) dipakai AINS

seperti fenoprofin, diklofenak, ketoprofen, naproksen, ibuprofen, piroksikam, dan

lain-lainnya. Dosis untuk OA biasanya 1/2 – 1/3 dosis penuh untuk RA.16,17,18

Banyak penelitian menunjukkan bahwa efek analgetik AINS pada pasien

OA tanpa peradangan lebih baik dari obat analgesik sederhana. Beberapa AINS

(misalnya indometasin) dalam jangka panjang dilaporkan dapat memperberat

kerusakan tulang rawan sendi pada OA. Karena pemakaian obat-obat AINS pada

OA (yang biasanya pasien tua) seringkali berlangsung lama, efek samping yang

utama ialah gangguan mukosa lambung (perdarahan, ulkus) dan gangguan faal

ginjal. Oleh karena cara kerja obat-obat AINS hampir sama (penekanan produksi

prostaglandin) maka efek sampingnya juga sama. Pemakaian kombinasi obat ini

hanya akan menambah resiko efek sampingnya.16.17 Ibuprofen and naproxen

adalah dua preparat yang sering dipakai. Kedua obat ini lebih efektif dalam

mengurangi gejala dan memperbaiki pergerakan sendi dan kurang menimbulkan

iritasi lambung daripada aspirin. Ibuprofen dan Naproksen dapat menimbulkan

iritasi lambung biola digunakan dalam jangka waktu lama.21 Aspirin juga

merupakan preparat NSAIDs yang sering digunakan. Penggunaan jangka lama

dapat menyebabkan ulkus lambung.

Cyclo-oxygenase (COX), enzim yang terlibat dalam konversi asam

arakidonat menjadi prostaglandin, berada dalam dua isoform: (1) COX-1, terdapat

21

terutama di lambung dan menghasilkan prostaglandin yang bersifat sitoprotektif,

dan (2) COX-2, terlibat terutama dalam kaskade inflamasi dan berperan dalam

manifestasi nyeri sendi, pembengkakan, dan kekakuan. Dalam penelitian telah

dikembangkan obat yang bekerja sebagai inhibitor spesifik dari COX-2 (COX-2

inhibitors), seperti rofecoxib, celecoxib.22

Medikamentosa Topikal

Terapi topikal adalah alternatif pada pasien OA yang memiliki gejala rasa

sakit yang refrakter terhadap terapi analgesik atau pasien tidak dapat mentoleransi

efek dari terapi sistemik. Dua agen yang biasa diberikan secara topikal adalah

AINS, dan Capsaicin.22

Suatu studi meta-analisis menunjukkan bahwa 65% pasien yang

mendapatkan terapi AINS topikal memiliki respon yang baik terhadap terapi.

Meskipun jumlah penelitian dan sampel yang digunakan masih minimal, namun

cukup beralasan untuk menyimpulkan bahwa terapi AINS topikal efektif dan

aman pada pasien OA dalam 2 minggu pertama pengobatan. Setelah 2 minggu,

tidak diketahui efektivitas AINS lebih baik dari placebo.22

Capsaicin dapat mengurangi gejala dengan toksisitas yang rendah. Ini

merupakan obat baru yang belum terlalu banyak dipasarkan.18 Capsaicin adalah

senyawa alami yang mendeplesi deposit Substance P secara dari ujung saraf

sensorik, sehingga mengurangni transmisi rangsang nyeri dari saraf tepi ke

susunan saraf pusat. Suatu studi meta-analisis menunjukkan bahwa Capsaicin

22

dapat ditoleransi dengan baik dan memiliki efek yang signifikan bila

dibandingkan dengan plasebo.22

Medikamentosa Intraartikular

a. Kortikosteroid

Kortikosteroid sistemik bukan merupakan indikasi dalam pengobatan OA.

Beberapa penelitian melaporkan steroid intra-artikular mungkin berguna untuk

menghilangkan nyeri pada OA. Bagaimana pengaruh steroid pada kerusakan

tulang rawan sendi pada OA masih menjadi perdebatan. Beberapa penelitian

melaporkan steroid mengurangi kerusakan tulang rawan sendi, tetapi penelitian

yang lain melaporkan sebaliknya.16 Suntikan kortikosteroid pada epidural dapat

mengurangi gejala-gejala nyeri radicular.18

b. Viscosupplementation

Beberapa preparat hialuronan tersedia dalam suntikan intraartikular.

Berkurangnya rasa nyeri diketahui berasal peningkatan viskositas cairan sinovial,

sehingga pengobatan pada kondisi demikan disebut viscosupplementation. Hasil

penelitian terakhir menyebutkan bahwa suntikan hialuronat tidak lebih baik dari

AINS dalam mengurangi gejala, memperbaiki fungsi fisik, dan kekakuan.14,23

2. Non Farmakologik

a. Perlindungan sendi

23

OA mungkin timbul atau diperkuat karena mekanisme tubuh yang kurang

baik. Koreksi terhadap postur yang buruk dan penyangga (korset) untuk lordosis

lumbal yang berlebihan mungkin membantu. Perlu dihindari aktivitas yang

berlebihan pada sendi yang sakit (misalnya modifikasi tempat duduk dan

mengurangi kebutuhan jongkok dan berlutut untuk OA sendi lutut). Istirahat yang

periodik akan membantu mengurangi nyeri. Pemakaian tongkat, sepatu khusus,

alat-alat listrik yang dapat memperingan kerja sendi juga perlu diperhatikan.16

b. Diet

Diet untuk menurunkan berat badan pasien OA yang gemuk harus menjadi

program utama pengobatan OA. Penurunan berat badan seringkali dapat

mengurangi timbulnya keluhan dan peradangan.16,17

Beberapa hal yang berkaitan dengan diet pada OA, antara lain:

- Obesitas meningkatkan faktor resiko perkembangan osteoartritis.

- Vitamin C penting dalam perkembangan normal kartilago. Defisiensi

vitamin C akan memicu perkembangan kartilago menjadi lemah. Vitamin

C dapat diperoleh dari buah-buahan, atau suplemen.

- Seseorang dengan densitas tulang yang rendah, missal pada osteoporosis,

kemungkinan memiliki resiko yang tinggi terkena OA. Olah raga dan

asupan calcium yang adekuat dapat mengontrol densitas tulang.

- Defisiensi Vitamin D meningkatkan resiko terjadinya penyempitan celah

sendi dan perkembangan OA. Suplementasi vitamin D yang

direkomendasikan adalah 400 IU per hari.

24

- Suplemen glucosamine dan kondroitin dapat mengurangi gejala, termasuk

nyeri dan kekakuan.

c. Fisioterapi

Fisioterapi berperan penting pada penatalaksanaan OA, yang meliputi

pemakaian panas dan dingin dan program latihan yang tepat. Pemakaian panas

yang ssedang diberikan sebelum latihan untuk mengurangi rasa nyeri dan

kekakuan. Pada sendi yang masih aktif sebaiknya diberi dingin, dan obat-obat

gosok jangan dipakai sebelum pemanasan. Berbagai sumber panas dapat dipakai,

seperti hidrokolator, bantalan elektrik, ultrasonik, inframerah, diatermi, mandi

parafin, dan mandi dari pancuran panas.16

Program latihan bertujuan untuk memperbaiki gerak sendi dan

memperkuat otot yang biasanya atropik pada sekitar sendi OA. Latihan isometrik

lebih baik daripada isotonik karena mengurangi tegangan pada sendi. Atropi

rawan sendi dan tulang yang timbul pada tungkai yang lumpuh, timbul karena

berkurangnya beban ke sendi oleh karena otot-otot periartikular memegang

peranan penting terhadap perlindungan rawan sendi dari beban, maka penguatan

otot-otot tersebut adalah penting.16

25

Gambar 4. Jenis-jenis Latihan untuk OA

3. Operasi

Operasi perlu dipertimbangkan pada pasien OA dengan kerusakan sendi

yang nyata, dengan nyeri yang menetap dan kelemahan fungsi. Sebelum

diputuskan untuk terapi pembedahan, harus dipertimbangkan terlebihdahulu risiko

dan keuntungannya.Pertimbangan dilakukan tindakan operatif bila:

(1) Deformitas menimbulkan gangguan mobilisasi, (2) Nyeri yang tidak dapat

teratasi dengan penganan medikamentosa dan rehabilitative.

Tindakan yang dapat dilakukan adalah realignment osteotomy (untuk

mengoreksi ketidaklurusan atau ketidaksesuaian). Permukaan sendi direposisikan

dengan cara memotong tulang dan merubah sudut dari weightbearing. Tujuan dari

tindakan ini adalah membuat karilago sendi yang sehat menopang sebagian besar

berat tubuh. Dapat pula dikombinasikan dengan ligamen atau meniscus repair.

26

Debridemen sendi (menghilangkan fragmen tulang rawan sendi),

pembersihan osteofit, atroplasti total atau parsial, dan atrodesis. Macam-macam

operasi sendi lutut untuk osteoarthritis:

(a) Partial replacement/unicompartemental

(b) High tibial osteotmy: orang muda

(c) Patella &condyle resurfacing

(d) Minimally constrained total replacement: stabilitas sendi dilakukan sebagian

oleh ligament asli dan sebagian oleh sendi buatan

(e) Cinstrained joint: fixed hinges: dipakai bila ada tulang hilang&severe

instability

Kondroplasti (atroplasti abrasi) telah mempeoleh perhatian untuk

pengobatan OA. Akan tetapi belum ada penelitian terkontrol untuk menilai

efektivitasnya, dan jaringan fibrokartilago yang terbentuk di atas tulang yang

gundul tidak sebaik rawan normal dalam kemampuannya menghadapi beban.

Sekarang sedang diteliti usaha untuk menggunakan teknik operasi cangkok sel-sel

kondrosit untuk membangun kembali permukaan tulang rawan sendi.16,17

Operasi penggantian sendi biasanya dilakukan pada pasien OA lutut di

mana pengobatan yang cukup agresif tidak dapat mengurangi nyeri dan

memperbaiki fungsi sendi. Indikasi dilakukan total knee replacement apabila

didapatkan nyeri, deformitas, instabilitas akibat dari osteoarthritis. Sedangkan

kontraindikasi meliputi nonfungsi otot ektensor, adanya neuromuscular

27

dysfunction, infeksi, Neuropathic Joint, Prior Surgical fusion.. Komplikasinya

antara lain, deep vein thrombosis, infeksi, loosening, problem patella; rekuren

subluksasi/dislokasi, loosening prostetic component, fraktur, catching soft tissue.

Atroplasti dapat mengurangi nyeri dan meningkatkan mobilitas. Osteotomi

dapat merupakan metode operasi yang lebih konservatif, dapat mengurangi nyeri,

terutama pada pasien OA lutut atas dan paha yang belum lanjut.16,17

Laminektomi dan spinal fusion dapat dipikirkan pada pasien dengan

keadaan yang sudah parah dan terjadi nyeri yang berulang-ulang yang sudah tidak

dapat diatasi dengan obat-obatan, atau adanya komplikasi neurologik. Pada

stenosis lumbalis mengkin membutuhkan extensive decompressive laminectomy

untuk mengurangi gejala.18

3.11 KOMPLIKASI

Penurunan fungsi tulang ini akan berlanjut terus, beberapa penderita

bahkanmengalami penurunan fungsi yang cukup signifikan, bahkan penderita

akan berujung padakehilangan kemampuan berdiri atau berjalan.

3.12 PROGNOSIS

Prognosis bevariasi, tergantung pada kecepatan dalam mendiagnosis dan

melakukan penanganan. Penyembuhan kemungkinan besar dapat tercapai dengan

debridement luas, obliterasi dead space, dan terapi antibiotik yang tepat.

28

BAB IV

KESIMPULAN

Osteoarthritis adalah gangguan sendi yang bersifat kronis disertai dengan

kerusakan tulang rawan sendi berupa disintegrasi dan perlunakan progresif, diikuti

pertambahan pertumbuhan pada tepi tulang dan tulang rawan sendi.

Dari semua faktor resiko untuk timbulnya OA, faktor ketuaan adalah yang

terkuat. Predileksi OA pada sendi-sendi tertentu, terutama sendi-sendi besar dan

sendi penyangga beban tubuh. Oleh sebab itu, obesitas merupakan faktor resiko

timbulnya OA dan perlu untuk mendapatkan penatalaksanaan.

Nyeri sendi merupakan keluhan utama yang seringkali membawa pasien

ke dokter dan pada pemeriksaan fisik, yang khas adalah adanya krepitasi.

Diagnosis OA ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan radiologi. Penilaian

radiologi berdasarkan kriteria Kellgren & Lawrence masih digunakan hingga saat

ini. Osteoartritis merupakan penyakit sendi yang dapat dicegah. Mengatur berat

badan ideal merupakan faktor utama untuk mencegah OA pada sendi-sendi yang

menahan tubuh. Sedangkan prognosis untuk OA umumnya baik dengan

penatalaksanaan yang tepat dan adekuat.

29

Daftar Pustaka

1. Osteoarthritis. Available at: http://www.news-medical.net/health/What-is-

Osteoarthritis-%28Indonesian%29.aspx. Accessed on, September 8, 2014.

2. Osteoarthritis. Available at:

http://www.medicinenet.com/script/main/art.asp?articlekey=90187.

Accessed on, September 8, 2014

3. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Edisi ke-3. Rajasad Chairuddin. Penerbit:

Warsif Watampone. Jakarta 2009.

4. Srikulmontree T. Osteoarthritis. American College of Rheumatology.

2012.

5. Kasmir Y I. Struktur dan fungsi sendi. Sub Bagian Reumatologi, Bagian

Ilmu Penyakit Dalam FKUI / RSUPN Cipto Mangunkusumo. Diakses dari

http://www.irwanashari.com.

6. Sumariyono, Linda K, Wijaya. Struktur sendi, otot, saraf dan endotel

vaskuler. Dalam : Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam. Editor Sudoyo AW

dkk. Jilid II Edisi IV. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.Jakarta 2006:1095-102.

7. Simkin PA. Synovial physiology. In: Arthritis and allied conditions. Ed:

Koopman WJ, Morelan RW. Lippincott williams & wilkins. Alabama

2005:176-87.

8. Isbagio H. Struktur dan biokimia tulang rawan sendi. Dalam : Buku ajar

Ilmu Penyakit Dalam. Editor Sudoyo AW dkk. Jilid II Edisi IV. Pusat

Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia.Jakarta 2006:1103-05.

9. Rasjad C. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi: Infeksi dan Inflamasi. Ed 3.

2008. Hal 132-41. Jakarta : PT Yarsif Watampone.

10. Medicenet. Osteoartritis. Available at :

http://www.medicinenet.com/script/main/art.asp?articlekey=90187

30

11. Barrack L, Booth E, et all. 2006. OKU : Orthopaedic Knowledge Update

3. Hip and Knee Reconstruction Chapter 16 : Osteoarthritis dan Arthritis

Inflamatoric.

12. Chapman, Michael W et al. 2001. Chapman’s Orthopaedic Surgery

3rd edition. Chapter 107: Osteotomies of The Knee For Osteoarthritis.

Lippincott Williams & Wilkins. USA

13. Isbagio, Harry. 2000. CDK: Struktur Rawan Sendi dan Perubahannya pada

Osteoartritis. Cermin Dunia Kedokteran.

14. Clinical review : The Orthopaedic Approach to Managing Osteoarthritis of

the knee. Dalam British Medical Journals 20 November 2004.329:1220-24

15. McAlindon TE, Bannuru RR, Sullivan MC, Arden NK, Berenbaum F,

Beirma-Zeinstra SM, et al. OARSI Guidelines for the Non-surgical

Management of Knee Osteoarthritis. Osteoarthritis and Cartilage 22

(2014): 363-88.

16. Tarigan, Pangarapan. Osteoartritis. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam jilid I edisi ketiga. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 1996

17. Mansjoer, Arif., dkk. Osteoartritis. Dalam: Kapita Selekta Kedokteran jilid

1 edisi ketiga. Jakarta : Media Aesculapius FKUI. 1999 : 535-6

18. Hough, Rachel., Ul Haq, I. Osteoarthritis. Dalam: Mosby’s Crash Course

Internal Medicine. British : Mosby. 2002 : 343-4

19. Green, Gopa., et al. Osteoarthritis. Dalam: The Washington Manual of

Medical Theurapeutics 31st edition. Washington : Lippincott Williams and

Wilkins. 2004 : 522-3

20. Osteoarthritis : Treatment. Dalam National Women's Health Resource

Centers, Inc. (NWHRC). 2005

21. Osteoarthritis : A Review For the Primary Physician - The Diagnosis of

Osteoarthritis. Dalam www.arthritis.co.za. Maret 2003

22. Walker, Karen. Clinical Review : Medical Management of Osteoarhtritis.

Dalam British Journal of Medicine 14 Oktober 2000. 321 : 936-40

23. Rubin, Bernard. Management of Osteoarthritic Knee Pain. Dalam JAOA

volume 105. 4 September 2005. 23-28.

31