neuromodulasi nyeri kepala kronis

53
Neuromodulasi nyeri kepala kronis: pernyataan sikap dari Federasi Nyeri Kepala Eropa Paolo Martelletti, Rigmor H Jensen, Andrea Antal, Roberto Arcioni, Filippo Brighina, Marina de Tommaso, Angelo Franzini, Denys Fontaine, Max Heiland, Tim P Jürgens, Massimo Leone, Delphine Magis, Koen Paemeleire, Stefano Palmisani, Walter Paulus dan Arne May Abstrak Terapi untuk pasien dengan sindrom nyeri kepala primer yang kronis (migrain kronis, nyeri kepala tipe tegang kronis, nyeri kepala klaster kronis, hemicrania continua) menantang karena efek samping yang serius yang sering menyulitkan terapi yang diberikan dan beberapa pasien mungkin bahkan sama sekali tidak bisa ditengani dengan obat-obatan. Ketika ditemukan kurangnya respon dari pasien terhadap pengobatan konservatif dan riwayat penyalahgunaan obat nyeri kepala tidak ditemukan, maka opsi neuromodulasi dapat dipertimbangkan pada kasus tertentu. Di sini, berbagai pendekatan invasif dan non- invasif, seperti stimulasi otak dalam (DBS), stimulasi nervus oksipitalis (ONS), stimulasi ganglion sphenopalatina (SPG), stimulasi medulla spinalis (SCS), stimulasi nervus vagus (VNS), stimulasi arus transkranial langsung (tDCS), stimulasi magnetik transkranial berulang (rTMS) dan stimulasi saraf listrik transkutan secara luas 1

Upload: rizna-said

Post on 20-Dec-2015

48 views

Category:

Documents


10 download

DESCRIPTION

Neuromodulasi Nyeri Kepala Kronis

TRANSCRIPT

Page 1: Neuromodulasi Nyeri Kepala Kronis

Neuromodulasi nyeri kepala kronis: pernyataan sikap dari

Federasi Nyeri Kepala Eropa

Paolo Martelletti, Rigmor H Jensen, Andrea Antal, Roberto Arcioni, Filippo Brighina, Marina de Tommaso, Angelo Franzini, Denys Fontaine, Max Heiland, Tim P Jürgens, Massimo Leone,

Delphine Magis, Koen Paemeleire, Stefano Palmisani, Walter Paulus dan Arne May

Abstrak

Terapi untuk pasien dengan sindrom nyeri kepala primer yang kronis

(migrain kronis, nyeri kepala tipe tegang kronis, nyeri kepala klaster kronis,

hemicrania continua) menantang karena efek samping yang serius yang sering

menyulitkan terapi yang diberikan dan beberapa pasien mungkin bahkan sama

sekali tidak bisa ditengani dengan obat-obatan. Ketika ditemukan kurangnya

respon dari pasien terhadap pengobatan konservatif dan riwayat penyalahgunaan

obat nyeri kepala tidak ditemukan, maka opsi neuromodulasi dapat

dipertimbangkan pada kasus tertentu.

Di sini, berbagai pendekatan invasif dan non-invasif, seperti stimulasi otak

dalam (DBS), stimulasi nervus oksipitalis (ONS), stimulasi ganglion

sphenopalatina (SPG), stimulasi medulla spinalis (SCS), stimulasi nervus vagus

(VNS), stimulasi arus transkranial langsung (tDCS), stimulasi magnetik

transkranial berulang (rTMS) dan stimulasi saraf listrik transkutan secara luas

dipublikasikan walaupun bukti berbasis uji acak terkontrol yang tepat masih

sangat terbatas. Federasi Nyeri Kepala Eropa (EHF) dengan ini memberikan

pernyataan konsensus mengenai penggunaan klinis dari neuromodulasi nyeri

kepala, berdasarkan latar belakang teoritis, data klinis, dan efek samping dari

masing-masing metode. Konsensus internasional ini nantinya akan memberikan

saran untuk penelitian di masa depan terhadap pendekatan terbaru ini.

Meskipun alat stimulasi dalam pengobatan Nyeri kepala yang selalu

berkembang, penelitian lebih lanjut yang terkontrol untuk memvalidasi,

memperkuat dan menyebarkan penggunaan neurostimulasi jelas sangat

diperlukan. Akibatnya, sampai data ini beredar, perangkat neurostimulasi hanya

1

Page 2: Neuromodulasi Nyeri Kepala Kronis

boleh digunakan pada pasien dengan sindrom yang tidak bisa ditangani dengan

obat-obatan yang berasal dari pusat pengobatan nyeri kepala tersier, baik sebagai

bagian dari penelitian yang valid maupun telah terbukti efektif dalam penelitian

terkontrol dengan profil efek samping yang dapat diterima.

Kata kunci: Nyeri kepala kronis; Nyeri kepala yang tidak bisa ditangani dengan

obat-obatan; Neurostimulasi; SPG; DBS; GON; tDCS; TMS; ONS; TENS; VNS;

Migrain; Nyeri kepala klaster; European Headache Federation

Latar Belakang

Meskipun nyeri kepala adalah penyakit yang umum, manifestasi lebih parah

yang timbul seperti migrain hebat dan nyeri kepala otonom trigeminal memiliki

efek melemahkan pada pasien yang mengakibatkan rasa nyeri kronis dan

gangguan fungsional yang parah. Penelitian terbaru dari Global Burden of Disease

Study tahun 2010 (GBD2010), yang dilakukan oleh Organisasi Kesehatan Dunia

(WHO), Lifting the Burden dan rekan-rekan mereka, memperkirakan bahwa

prevalensi migrain di seluruh dunia adalah 14,7%, angka itu membuatnya

menduduki peringkat ketiga di antara penyakit yang paling umum terjadi dan pada

peringkat ketujuh di antara penyebab spesifik dari kecacatan dan di antara semua

gangguan neurologis sebagai penyebab bertahun-tahun hidup dengan kecacatan

[1,2].

Meskipun orang sudah diperkenalkan pada pedoman internasional yang

sangat baik bagi organisasi pelayanan dan penanganan nyeri kepala [3-5], tidak

ada standar tunggal untuk terapi pasien dengan gejala nyeri kepala primer yang

kronis. Misalnya, pilihan pengobatan untuk migrain akut didasarkan pada

keparahan nyeri kepala, frekuensi serangan, gejala-gejala terkait, dan

komorbiditas. Meskipun ada peningkatan yang signifikan dalam penanganan

migrain, untuk bisa mencapai hasil pengobatan yang memuaskan masih menjadi

sebuah tantangan karena respon pengobatan yang kurang memadai dan sulitnya

2

Page 3: Neuromodulasi Nyeri Kepala Kronis

dalam memprediksi respons masing-masing individu terhadap agen atau dosis

tertentu.

Pengobatan pasien dengan sindrom nyeri kepala primer kronis (seperti

migrain kronis, nyeri kepala klaster kronis, nyeri kepala tipe tegang kronis atau

hemicrania continua) sangat menantang karena penelitian yang valid terkait

dengan hal ini masih sangat jarang ditemukan dan dalam beberapa kasus, dosis

obat pencegahan yang lebih tinggi bahkan tidak berfungsi dengan efektif dan efek

samping yang buruk sering kali menyulitkan pengobatan medis.

Nyeri kepala kronis yang tidak atau tidak lagi merespon profilaksis biasanya

ditemui di pusat nyeri kepala tingkat tersier [6]. Sebagian besar pasien menderita

penyalahgunaan obat nyeri kepala yang harusnya bisa diatasi dengan

detoksifikasi, namun sebagian tetap dikelompokkan sebagai migrain kronis

refraktori (RCM) [6]. Meskipun banyak keberhasilan dalam kasus ini telah

dicapai, definisi RCM masih terus dalam proses pencarian [7,8]. Nyeri kepala

klaster seperti itu juga bisa jadi sulit untuk diobati, tapi hal tersebut bisa jadi

musthail terjadi pada penderita nyeri kepala klaster kronis (CCH) [9]. Beberapa

pasien mungkin bisa tidak ditangani dengan terapi yang direkomendasikan oleh

pedoman nasional, dan sesuai degan kebutuhan dokter, kata "tidak bisa ditangani"

telah didefinisikan oleh Goadsby et al. dalam tulisan yang berjudul "Towards a

Definition of Intractable Headache for Use in Clinical Practice and Trials" [10].

Pada pasien-pasien tersebut, misalnya ketika ada intoleransi atau kurangnya

respon terhadap pengobatan konservatif, pembedahan bisa dipertimbangkan.

Pilihan-pilihan itu sebelumnya berkisar dari aplikasi gliserol atau anestesi lokal ke

dalam cisterna trigeminus pada ganglion Gasserian; radiofrekuensi rhizotomi

pada ganglion Gasserian atau nervus trigeminus; dekompresi mikrovaskular;

reseksi atau blokade N. petrosus superfisialis atau dari ganglion sphenopalatina

hingga berbagai macam metode lain yang ablatif atau bersifat destruktif. Telah

dilaporkan mengenai kasus ketidakberhasilan dari pembedahan, setidaknya pada

nyeri kepala klaster dan sindrom terkait [11-14]. Oleh karena itu prosedur bedah

harus dipertimbangkan dengan hati-hati karena tidak ada data pengamatan jangka

panjang yang dapat diandalkan dan karena prosedur bedah dapat menyebabkan

3

Page 4: Neuromodulasi Nyeri Kepala Kronis

kondisi nyeri kronis sekunder seperti neuralgia trigeminal dan/atau anestesia

dolorosa. Kemajuan teknologi tebaru memperkenalkan adanya kesempatan untuk

menggunakan neurostimulasi dibandingkan metode ablatif atau destruktif dan

dapat diterapkan pada hampir semua struktur saraf, termasuk saraf tulang

belakang, struktur otak dalam, saraf korteks motorik dan perifer. Tidak diketahui

bagaimana stimulasi listrik dari sturktur target pusat atau perifer menyalurkan

dampaknya, meskipun blok fungsional neuron tampaknya menjadi jawaban yang

paling mungkin.

Hampir semua terapi untuk RCM dan CCH yang telah disebutkan

memerlukan stimulasi selama berminggu-minggu sampai berbulan-bulan agar

efek profilaksis bisa terjadi, hal ini menunjukkan plastisitas saraf sebagai

mekanisme yang mungkin bisa digunakan, dan hanya stimulasi ganglion

sphenopalatina pada CCH yang telah menunjukkan adanya efek gagal yang akut

[15]. Prediktor efektivitas untuk semua jenis neurostimulasi masih perlu

diidentifikasi dan di masa depan, strategi paling tidak invasif dan paling efektif

harus dipilih sebagai terapi utama untuk nyeri kepala kronis yang tidak bisa

ditangani dengan obat-obatan [16].

Demikian juga neurostimulasi hanya boleh dipertimbangkan untuk

digunakan pada pasien yang telah mencoba semua terapi utama yang

direkomendasikan dalam pedoman Eropa [3] dan dokter harus mengikuti

konsensus internasional terkait hal tersebut [10,17].

Target neuroanatomi untuk teknik ini bervariasi. Oleh karena itu,

mekanisme teoritisnya juga dapat bervariasi tergantung pada lokasi stimulasi.

Prosedur neuromodulator yang invasif terdiri dari stimulasi sistem saraf pusat

(stimulasi otak dalam hipotalamus (hDBS)) dan stimulasi medulla spinalis (SCS)

dan saraf-saraf perifer (stimulasi saraf oksipital (ONS), stimulasi ganglion

sphenopalatina (SPG). Prosedur neuormodulator non-invasif terdiri dari stimulasi

nervus vagus (VNS), stimulasi saraf listrik transkutan (TENS), stimulasi magnetik

transkranial berulang (RTMS) dan stimulasi arus langsung transkranial (tDCS).

4

Page 5: Neuromodulasi Nyeri Kepala Kronis

Kami bertujuan untuk memberikan rekomendasi ahli yang berdasar pada

tinjauan rinci literatur yang ada saat ini, ringkasan ahli klinis dan menyajikan

suatu hasil untuk standar penanganan dalam penggunaan neuromodulasi pada

nyeri kepala primer kronis di Eropa.

Metode

Ulasan ini mewakili pandangan Federasi Nyeri Kepala Eropa (EHF) tentang

topik ini. Para anggota Expert Group (kelompok ahli) Neuromodulasi untuk nyeri

kepala kronis ditunjuk atas dasar keahlian khusus mereka pada topik ini dengan

pendekatan multidisiplin yang diperlukan.

Semua metode Neuromodulasi yang ada saat ini telah ditinjau dan dianalisis

terkait apakah sudah ada seri kasus lain yang sudah dipublikasikan, setidaknya

dua seri kasus, dan apakah indikasi dan batas-batas dari masing-masing metode

tersebut sudah dijelaskan. Rincian pertimbangan etis dan berbagai persetujuan

penelitian ditunjukkan dalam latar belakang literatur, silakan lihat daftar rujukan.

Karena bidang ini cepat berkembang dan karena neurostimulasi memiliki

tantangan intrinsik dan tantangan prinsip berupa plasebo yang tidak tersedia atau

adanya kondisi yang tidak diperkirakan, rekomendasi ini tidak bisa secara ketat

mengikuti metode pendekatan berbasis bukti. Namun, sebuah konferensi Delphi

yang dimodifikasi dengan menggunakan fasilitas Internet telah dilakukan dan

semua peserta sepakat dengan rekomendasi yang disajikan di sini. Oleh karena itu,

tulisan ini bukanlah sebuah pedoman konvensional tetapi rekomendasi pakar

internasional yang secara ketat disusun berdasarkan bukti yang dipublikasikan.

Hasil dan Pembahasan

- Stimulasi hipotalamus

Latar belakang teoritis

Stimulasi hipotalamus untuk CCH yang tidak bisa ditangani dengan obat

menjadi target terapi setelah penelitian PET menunjukkan peningkatan aliran

darah di hipotalamus posterior selama serangan nyeri kepala klaster [18], yang

5

Page 6: Neuromodulasi Nyeri Kepala Kronis

diartikan sebagai aktivasi neuron di daerah tersebut. Setahun kemudian perubahan

struktural di daerah otak yang sama mulai terlihat [19].

Data klinis

Pada tahun 2000, segera setelah penelitian seminal, implantasi hipotalamus

pertama dan stimulasi untuk CCH yang tidak bisa ditangani dengan obat (dCCH)

dilakukan [20] dengan hasil yang baik. Sejauh ini, data lebih dari 60 pasien

dengan implanatasi hipotalamus diarsipkan dalam literatur dan termasuk pasien

Nyeri kepala klaster dan jenis-jenis cephalalgia otonom trigeminal [20-39].

Tingkat keberhasilan keseluruhan (pasien dengan bebas dari rasa Nyeri atau

dengan peningkatan kesembuhan ≥50%) adalah sekitar 50-60% dan akumulasi

tindak lanjut telah memungkinkan untuk lebih memahami kelebihan dan

keterbatasan prosedur tersebut.

Seri terbesar sampai saat ini terdiri dari 19 pasien dCCH yang parah [33]:

setelah tindak lanjut rata-rata selama 8,7 tahun, penyembuhan yang bertahan lama

muncul pada 71% (12/17) dengan 6 diantaranya hampir terbebas rasa nyeri secara

persisten dan 6 lainnya tidak lagi mengalami serangan harian namun serangan

episodik yang diselingi dengan remisi yang bertahan lama [33]. Keadaan bebas

dari rasa nyeri ini bertahan bahkan setelah stimulator dihentikan selama rata-rata 3

tahun (kisaran 3-4) pada 5 pasien, tapi keadaan hanya terjadi setelah stimulasi

diberikan selama beberapa tahun secara terus menerus [33]. Kebanyakan pasien

mengalami kekambuhan nyeri kepala yang singkat setelah stimulator dihentikan,

atau baterainya habis [20-39]. Lima pasien diantaranya tidak mendapatkan

manfaat sama sekali; 4 diantaranya mengalami nyeri kepala klaster bilateral. Tiga

dari pasien yang tidak merespon stimulator mengalami peningkatan pada 1-2

tahun pertama, tetapi kemudian mengalami toleransi [33]. Efek sampingnya

adalah pergeseran elektroda (N = 2), infeksi (elektroda N = 3; generator N = 1),

salah penempatan elektroda (N = 1), perdarahan ventrikel ketiga sementara yang

muncul tanpa gejala (N = 1), kelemahan otot ringan yang persisten pada satu sisi

(N = 1), dan kejang (N = 1) [33]. Penelitian lain yang jumlahnya lebih sedikit

telah melaporkan kemanjuran yang serupa [20-39].

6

Page 7: Neuromodulasi Nyeri Kepala Kronis

Sebelas pasien CCH yang resistan terhadap obat diacak untuk mendapatkan

stimulasi yang efektif dan stimulasi hipotalamus posterior sham. Tidak ada

perbedaan yang terdeteksi antara kedua kelompok tersebut setelah satu bulan

penggunaan, mungkin semua itu terjadi karena durasi pengobatannya cukup

singkat [30]. Pada fase open-label berikutnya, semua pasien menerima stimulasi

verum secara terbuka dan tiga pasien terbebas dari rasa nyeri, dan tiga orang

lainnya mengalami penurunan frekuensi serangan rasa nyeri ≥50% setelah 10

bulan.

Aktivasi hipotalamus posterior juga telah terbukti efektif pada tiga pasien

dengan serangan nyeri kepala neuralgiform jangka pendek dengan injeksi dan

perobekan konjungtiva (SUNCT), suatu bentuk nyeri kepala otonom trigeminal

yang jarang. [40-42] Pasien pertama terbebas dari rasa nyeri tetapi profilaksis

tambahan lamotrigin perlu untuk diberikan [40]. Pasien lain mengalami

penurunan frekuensi serangan yang signifikan secara klinis (dari 120 menjadi

25/hari setelah satu tahun) [41]. Pada pasien ketiga [42], frekuensi serangan

sporadis menurun dari 30/hari setelah pemberian stimulasi selama 15 bulan terus-

menerus. Seorang pasien dengan hemicrania paroksismal kronis juga mengalami

peningkatan setelah stimulasi hipotalamus posterior [43].

Stimulasi hipotalamus posterior juga diuji untuk menggagalkan serangan

nyeri kepala klaster akut. Pengobatannya terdiri dari menghidupkan stimulator

atau meningkatkan intensitas stimulasi. Seratus delapan serangan dinilai dan

pengurangan sejumlah ≥50% pada intensitas rasa nyeri dilaporkan hanya terjadi

sebanyak 23%; akhirnya disimpulkan bahwa DBS tidak berguna untuk

pengobatan nyeri kepala klaster akut [39].

Keamanan dan efek samping

Secara keseluruhan, stimulasi hipotalamus posterior ditoleransi dengan baik

selama bertahun-tahun setelah implantasi, tetapi semua itu bukan tanpa risiko:

satu pasien meninggal karena perdarahan intraserebral [21] dan pasien lain

mengalami perdarahan ventrikel subklinis tingkat ketiga [22]. Terkait dengan

gangguan gerak, stimulasi otak bisa menimbulkan risiko perdarahan otak sebesar

7

Page 8: Neuromodulasi Nyeri Kepala Kronis

3% [40]. Untuk mengurangi risiko ini, Seijo et al. sedikit menggeser target

hipotalamus secara lateral sehingga ujung elektroda itu jauh dari dinding ventrikel

lateral, tanpa mengubah kemanjurannya [32]. Sejalan dengan pengamatan ini,

sebuah penelitian neuroimaging menunjukkan bahwa lokasi anatomi dari

elektroda yang memberi stimulasi tidak berbeda secara signifikan pada responden

dan nonresponden [41]. Serangan panik [22], gangguan penglihatan, serangan

iskemik sementara saat pembedahan, infeksi subkutan, kehilangan kesadaran

sementara dengan hemiparesis dan sinkop pascaberkemih, disfungsi ereksi, dan

bersin paroksismal [20-33,42] juga telah dilaporkan terjadi. Denyut nadi, tekanan

darah, dan laju pernapasan tidak terpengaruh oleh stimulasi hipotalamus ketika

amplitudo meningkat perlahan; Namun, peningkatan amplitudo mendadak dapat

memunculkan gangguan otonom dan okulomotorik [43]. Kualitas tidur meningkat

selama pemberian stimulasi hipotalamus, mungkin disebabkan adanya penekanan

serangan nyeri kepala klaster pada malam hari [44].

Pertimbangan teknis

Usaha pertama untuk mengobati CCH dengan prosedur neuromodulasi

didasarkan pada neuroimaging dan khususnya pada pengamatan bahwa volume

diskrit hipotalamus posterior diaktifkan selama pasien CCH mengalami rasa nyeri.

Target dari prosedur ini adalah hipotalamus posterior hiperaktif (pHyp) dan

penghambatannya diketahui bisa menghantarkan arus "in situ" dengan frekuensi

tinggi (180 Hz, 1-3V, lebar pulsa 60-90 μs) melalui elektroda yang diimplantasi

dalam.

Batasan dan rekomendasi untuk penelitian di masa depan

DBS merupakan teknik invasf yang mahal dan mungkin tidak spesifik yang

harus digunakan dengan hati-hati dan hanya boleh dipertimbangkan secara hati-

hati untuk dipergunakan pada pasien yang terkena dampak paling parah yang

mengalami CCH yang tidak bisa ditangani dengan pengobatan standar ketika

strategi lain yang tidak terlalu invasif telah dicoba untuk digunakan. Hipotesis

yang mengarah pada pengenalan stimulasi hipotalamus sebagai pengobatan CCH

adalah bahwa stimulasi elektroda dengan frekuensi tinggi dapat mengurangi

8

Page 9: Neuromodulasi Nyeri Kepala Kronis

aktivasi hipotalamus selama serangan nyeri kepala [12]. Setelah pengalaman

jangka panjang dengan teknik ini, sekarang sudah bisa jelas terlihat bahwa

hipotesis ini tidak benar: pada kenyataannya, stimulasi hipotalamus akut tidak

menggagalkan serangan nyeri kepala klaster akut [33], dan - karena faktor latensi

- efek profilaksis membutuhkan waktu lama untuk bisa terlihat, sebanding dengan

keterlambatan pada distonia [20-33]. Jika digabungkan, maka pengamatan-

pengamatan ini menunjukkan bahwa stimulasi bekerja karena mekanisme yang

lebih kompleks, mungkin karena plastisitas otak [33,45-48].

- Stimulasi nervus oksipitalis (ONS)

Latar belakang teoritis

Alasan penggunaan stimulasi nervus occipitalis (ONS) pada nyeri kepala

berasal dari penelitian hewan yang menunjukkan konvergensi aferen servikal,

somatik dan duramater pada nosiseptor tingkat dua di kompleks trigeminoservikal

[49,50]. Fakta bahwa injeksi steroid suboksipital tersebut ternyata efektif dalam

pencegahan beberapa nyeri kepala primer [51-53] memang sejalan dengan

keberadaan hubungan anatomi pada manusia. Lebih dari satu dekade yang lalu,

Weiner dan Reed telah merawat pasien yang menderita "neuralgia oksipital"

dengan ONS [54]. Hasil tindakan mereka membuka jalan bagi penggunaan

metode neurostimulasi yang tidak terlalu invasif ini dalam berbagai jenis nyeri

kepala kronis, khususnya CCH dan CM.

Data klinis

Sampai saat ini, 3 buah percobaan acak terkontrol (RCT) pada ONS telah

dilakukan pada CM [55-57] dan hasilnya secara keseluruhan mengecewakan.

Periode evaluasi ditetapkan selama 12 minggu pada pengobatan ONS pada

mereka. Dalam percobaan PRISM [55], hanya tersedia dalam bentuk abstrak saja,

125 pasien yang mengidap CM yang tidak bisa ditangani dengan obat akhirnya

ditangani dengan ONS tanpa menunjukkan perbaikan yang signifikan. Dalam

percobaan ONSTIM [56], 39% dari pasien (N = 66) yang diobati dengan ONS

aktif selama 3 bulan mengalami penurunan frekuensi nyeri kepala sedikitnya 50%

9

Page 10: Neuromodulasi Nyeri Kepala Kronis

dan/atau penurunan skala intensitas sebanyak 3 poin, sementara itu, tidak ada

perbaikan dalam yang kelompok yang tidak diberi stimulasi atau kelompok yang

diberi stimulasi yang tidak efektif. Akhirnya, dalam percobaan baru-baru ini pada

157 pasien [57], persentase responden tidak berbeda antara kelompok aktif

(17,1%) dan dengan kelompok kontrol (13,5%) (titik akhir primer). Namun,

jumlah hari dengan nyeri kepala berkurang secara signifikan pada kelompok ONS

dibandingkan dengan populasi sham (-27,2% -14,9% vs). Kecacatan yang terkait

dengan migrain juga menurun pada kelompok ONS. Masalah utama dari

penelitian ini adalah bahwa pasien pasti tidak sepenuhnya menyukai ONS (lihat di

bawah). Penelitian ONS pada CM lain yang sudah ada adalah uji coba terbuka

atau laporan kasus yang kecil (lihat [58] untuk diperiksa). Menariknya, kombinasi

neurostimulasi oksipital dan supraorbital dalam seri yang tidak terkendali pada 7

pasien yang mengidap CM [59] menghasilkan peningkatan frekuensi nyeri kepala

≥90% pada semua pasien, sementara itu, tidak ada respon yang signifikan

terhadap salah satu stimulasi jika stimulasi itu diberikan secara masing-masing.

ONS juga telah digunakan untuk dCCH, tetapi untuk dCCH, hanya

penelitian terbuka yang pernah dilakukan dan dalam kelompok-kelompok pasien

yang lebih kecil dibandingkan dengan penelitian pada seri CM. Dalam 3 uji coba

utama (13-15 pasien), tingkat keberhasilan sedikit tinggi mencapai 60% [58].

Burns et al. melaporkan bahwa setelah menjalani terapi ONS selama rata-rata 17,5

bulan, 10/14 pasien CCH secara klinis membaik: 3 diantaranya mengalami

perbaikan ≥90%, 3 lainnya mengalami perbaikan moderat (40-60%) dan 4 lainnya

mengalami perbaikan ringan (20-30%) [60]. Dalam penelitian lain, 15 pasien

drCCH secara prospektif diikuti hingga 5 tahun setelah implantasi ONS (rata-rata

36,8 bulan) [61,62]. Satu pasien tidak dapat dievaluasi karena infeksi perangkat

langsung. Di antara 14 pasien yang tersisa, hampir 80% mengalami penurunan

frekuensi serangan sampai ≥90% dan 60% lainnya tetap terbebas dari rasa nyeri

selama periode waktu yang lama (dalam hitungan bulan sampai tahun). Dalam

percobaan prospektif lain baru-baru ini (N = 13, [63]) frekuensi serangan menurun

rata-rata sebesar 68% dan intensitas meningkat sampai 49%. Delapan dari tiga

belas pasien mampu mengurangi atau menghentikan medikasi pencegahan

10

Page 11: Neuromodulasi Nyeri Kepala Kronis

mereka. Penelitian lain yang lebih kecil juga melaporkan hasil yang baik dari

pasien CCH yang menjalani ONS (lihat [58] untuk melihat tinjauan).

Selama bentuk lain dari Nyeri kepala primer kronis dibahas, Burns et al.

memberikan ONS pada 6 pasien yang mengalami hemicrania continua (6-21

bulan [64]), dan melaporkan bahwa 4 dari mereka mengalami pengurangan rasa

nyeri lebih dari 80%. Sembilan pasien dengan SUNCT yang resisten terhadap

obat dan 3 pasien dengan SUNA (serangan nyeri kepala neuralgiform unilateral

yang bertahan dalam jangka waktu singkat dengan injeksi dan robekan

konjungtiva - SUNCT- atau dengan gejala otonom - SUNA) mengalami perbaikan

minimal 50% dengan menjalani ONS dan 4 pasien hampir terbebas dari rasa nyeri

setelah tindak lanjut +/- 14 bulan [65,66].

Keamanan dan efek samping

ONS relatif aman dibandingkan dengan teknik stimulasi otak dalam

hipotalamus invasif yang lainnya. Efek samping yang paling sering terjadi adalah

migrasi timbal, infeksi lokal langsung atau tertunda dan penipisan baterai karena

intensitas stimulasi tinggi yang diperlukan untuk mendapatkan stimulasi saraf

yang optimal pada beberapa pasien (64% di [61]). Pasien juga mengeluhkan traksi

yang kurang nyaman pada kabel penghubung dan kadang-kadang kabelnya tidak

mentolerir parestesia yang diinduksi oleh stimulasi saraf oksipital. Pasien

umumnya menerima implantasi ONS bilateral bahkan dalam bentuk nyeri kepala

sebelah, dan nyeri kepala side-lock, dan pada satu-satunya seri ONS unilateral

(pada CCH) dilaporkan terjadi pada 36% pasien di antara mereka [61,62]. Oleh

karena itu, ONS bilateral memang dianjurkan.

ONS menginduksi paresthesia layaknya setiap stimulasi saraf perifer

lainnya. Untuk pengalaman kami, rasa dari paresthesia (meliputi saraf oksipital

besar atau wilayah GON) harus muncul untuk mendapatkan perbaikan klinis pada

pasien CCH yang diobati dengan ONS [61], tapi ini tidak selalu terjadi. Pasien

yang tidak merasakan parestesia lagi (karena migrasi timah atau deplesi baterai)

sering menggambarkan kambuhnya serangan nyeri kepala mereka dalam hari-hari

berikutnya. Tidak ada data yang menunjukkan bahwa kemanjuran ONS

11

Page 12: Neuromodulasi Nyeri Kepala Kronis

dikondisikan oleh stimulasi GON atau saraf oksipital yang lebih rendah atau

keduanya, atau berkorelasi dengan ukuran dari daerah yang dicakup oleh

parestesia. Fenomena ini menunjukkan masalah utama pada penelitian ONS pada

nyeri kepala, yaitu pembiasan. Pada CCH, semua penelitian ONS yang tersedia

adalah uji coba terbuka dan efek plasebo tidak dapat dikesampingkan, bahkan

pada kebanyakan pasien, serangan akan cepat kambuh setelah stimulator

dimatikan. Pada CM, ada data yang lebih valid dan hasil dari RCT yang

disebutkan di atas memang agak mengecewakan. Penelitian lain yang

memprediksi efek ONS yang mungkin terjadi dan seleksi pasien memang jelas

sangat diperlukan.

Beberapa penelitian telah dilakukan untuk memahami mekanisme ONS

pada nyeri kepala kronis, dan penelitian itu menunjukkan bahwa ONS memiliki

efek neuromodulatori nonspesifik pada sistem kontrol nyeri pusat. Oleh karena

itu, 36% dari pasien CCH yang berhasil diobati dengan ONS memiliki serangan

otonom tetap meskipun rasa Nyeri itu sendiri sudah hilang [61]. Sebuah penelitian

18FDG positron emission tomography (PET) pada 10 pasien CCH yang diobati

dengan ONS menunjukkan hiperaktivitas hipotalamus ipsilateral yang tetap tidak

berubah selama terapi ONS, bertentangan dengan aktivitas pada jaringan kortikal

yang memindahkan rasa nyeri yang bisa dinormalkan dengan ONS [66,67].

Modifikasi yang sama juga dilaporkan dengan aktivasi PET pada pasien CM yang

diobati dengan ONS [68]. Seseorang bisa berspekulasi bahwa stimulasi ONS

memiliki efek pada transmisi nyeri perifer tetapi tidak pada daerah modulasi

pusat.

Pertimbangan teknis

Ada banyak elektroda stimulasi yang berbeda tetapi tidak ada penelitian

banding. Elektroda harus melintasi GON dalam proses subkutannya. Meskipun

ada variabilitas antarindividu anatomi yang besar, GON bisa menjadi dangkal

sekitar 1 cm di bawah tengkuk dan 2-4 cm dari garis tengah [69]. Akibatnya

elektroda idealnya harus mencakup tempat ini. Elektroda harus diimplantasikan

secara subkutan di atas fasia dan selalu di atas GON, yang menunjukkan

12

Page 13: Neuromodulasi Nyeri Kepala Kronis

variabilitas anatomi besar [69]. Migrasi elektroda adalah komplikasi yang paling

sering terjadi, timahnya harus dilabuhkan dengan kuat pada bidang epifasial.

Memutar timah dianjurkan agar timah diperluas selama gerakan. Stimulasi

bilateral dianjurkan untuk menghindari nyeri kepala dengan pergeseran sisi

[61,62]. Implantasi generator di bokong tidak dianjurkan karena resiko migrasi

bisa lebih tinggi. Pelepasan kabel fleksibel, penancapan epifasial dan baterai isi

ulang harus mengurangi ketidaknyamanan pada area servikal, migrasi timah dan

masalah deplesi baterai [58].

Batasan dan rekomendasi untuk penelitian di masa depan

ONS adalah teknik invasif yang mahal dan mungkin tidak spesifik yang

harus digunakan dengan hati-hati dan harus secara hati-hati dipertimbangkan

untuk dipergunakan pada pasien yang terkena dampak paling parah yang

mengidap CCH yang tidak bisa diobati secara medis. ONS hanya menunjukkan

pencegahan tanpa efek akut, dengan pengecualian pada beberapa pasien migrain

kronis [68]. Penelitian mendatang harus prospektif, memperkenalkan kontrol yang

tepat dan memikirkan tentang tantangan ONS teknis seperti migrasi primer,

infeksi dan prosedur blinding yang sering terjadi. Modus aksi masih spekulatif

dan bukti ilmiah untuk efektivitas yang tahan lama masih kurang [70].

- Stimulasi ganglion sphenopalatina (SPG)

Latar belakang teoritis

Nyeri trigeminal setengah sisi yang kuat bersama dengan aktivasi

parasimpatis adalah fitur diagnostik sentral dari semua nyeri kepala otonom

trigeminal (TAC) [71]. Akibatnya, beberapa penelitian telah menargetkan output

parasimpatis di wajah dengan penyumbatan [72,73] atau pemunculan lesi [74]

ganglion sphenopalatina (SPG). SPG adalah ganglion parasimpatis ekstrakranial

besar yang terletak di fossa pterygopalatine (PPF). Serat parasimpatis pasca-

ganglion dari struktur wajah SPG yang mengandung saraf seperti kelenjar liur dan

kelenjar lakrimal, mukosa nasofaring dan pembuluh darah otak dan meningeal

[75]. Karena nyeri kepala klaster adalah suatu nyeri keras yang tidak selalu bisa

13

Page 14: Neuromodulasi Nyeri Kepala Kronis

ditangani dengan obat-obatan[9], berbagai intervensi invasif di PPF telah dicoba

termasuk injeksi alkohol, thermocoagulation [76], injeksi transnasal lidocaine

[73], neuroablation [77], lesi radio frekuensi [78] dan ablation radio frekuensi

berdenyut [74]. Tingkat keberhasilannya tampak menjanjikan (bervariasi 46-

85%), namun manfaatnya hanya bersifat sementara [79]. Karena sifat

sementaranya ini dan karena efek samping lesi intervensi yang tidak dapat

diperbaiki, pendekatan nondestruktif menggunakan SPGS perkutan akut dengan

elektroda yang bisa dilepas dicoba untuk diperiksa dalam lima pasien dengan

nyeri kepala klaster. Penelitian kecil ini menunjukkan tingkat keberhasilan 61%

[80], yang mengarahkan pada penelitian lain pada pasien dengan serangan migrain

akut yang juga menunjukkan beberapa keberhasilan [81].

Data klinis

Berdasarkan temuan ini, jenis mikrostimulator baru yang bisa

diimplantasikan di daerah wajah dikembangkan dan percobaan acak double-blind

dan sham-controlled multisenter telah dilakukan untuk menguji efektivitas

stimulasi akut pada CCH refraktori. Perangkat ini didukung dan dikendalikan

secara transkutan oleh gelombang elektromagnetik [15]. Dalam penelitian ini,

68% dari 32 pasien yang mengidap CCH mengalami perbaikan dari stimulasi

listrik dari SPG [15]. Anehnya, pasien menunjukkan dua efek positif: stimulasi

penuh SPG versus stimulasi sham bisa menghilangkan rasa nyeri secara signifikan

(yang menjadi parameter utama dari hasil) penuruanunan frekuensi serangan yang

signifikan. Hilangnya rasa nyeri dan hilangnya rasa nyeri pada 15 menit terjadi

sekitar 67% dan 34% masing-masing secara berurutan dan secara signifikan lebih

besar dibandingkan dengan ambang batas atau stimulasi plasebo. Perlu

ditunjukkan bahwa penelitian ini tidak bisa menjawab pertanyaan berapa lama

efek ini akan berlanjut tapi kesan pada saat ini adalah bahwa efek ini berakhir dan

tindak lanjut jangka panjang sedang berlangsung. Pengamatan yang mengejutkan

bahwa ada penurunan frekuensi serangan Nyeri kepala yang signifikan selain

respon akut harus dilihat dengan seksama, karena penelitian ini dirancang dan

didukung untuk menguji efek akut pada serangan spontan nyeri kepala klaster.

Secara keseluruhan, 43% pasien mengalami pengurangan frekuensi serangan ≥

14

Page 15: Neuromodulasi Nyeri Kepala Kronis

50% dari kondisi awal, ini tergolong luar biasa karena semua pasien telah

menderita CCH selama bertahun-tahun dan telah mencoba sejumlah obat

pencegahan tanpa menunjukkan hasil. Mengingat sensasi ringan dari kesemutan

yang menyertai stimulasi SPG, efek plasebo tidak dapat diabaikan tapi efek

preventif yang terlihat dari stimulasi SPG jelas membutuhkan penyelidikan lebih

lanjut.

Keamanan dan efek samping yang merugikan

Sebagai catatan, operasi maksilofasial oral secara inheren terkait dengan

kejadian butuk standar perioperatif, termasuk rasa nyeri, bengkak, hematoma,

infeksi dan gangguan sensorik. Meskipun tingkat komplikasi yang terkait dengan

perangkat cukup rendah, gangguan sensorik (81% pasien) dan nyeri (38%) adalah

efek samping yang paling sering terjadi setelah implantasi, seringnya menginfeksi

cabang saraf maksilaris. Namun, setelah 3 bulan, hanya 16% dari pasien

menderita gangguan sensorik ringan yang sedang berlangsung dan 19% menderita

nyeri lokal, masing-masing secara berurutan [20]. Tidak ada efek samping

neurologis yang signifikan yang terlihat. Singkatnya, gangguan sensorik lokal

tampaknya hanya berupa komplikasi ringan dibandingkan dengan serangan klaster

parah tapi prosedur implantasi perlu untuk diperhatikan lebih lanjut. Secara

keseluruhan, stimulasi SPG tampaknya menduduki peringkat tinggi di antara

stretagi neuromodulator yang tidak terlalu invasif dan aman.

Pertimbangan teknis

Implantasi Stimulator ATI-SPG dilakukan di bawah anestesi umum melalui

sayatan vestibular dari mukosa rahang posterior pada sisi yang terinfeksi (teknik

bukal gingiva trans-oral). Elektroda yang menstimulasi pada timah integral

diposisikan dalam PPF bersama dengan SPG, dengan tubuh neurostimulator SPG

diposisikan pada rahang lateral-posterior secara medial ke zygoma dan

ditancapkan ke proses zygomatic pada rahang menggunakan plat fiksasi integral.

Setelah implantasi, kontrol posisi dikonfirmasi dengan melakukan pencitraan tiga

dimensi (parasinus CT) pada PPF. Pasien kemudian menjalani masa terapi titrasi

dimana parameter stimulasi harus disesuaikan dua minggu sekali. Parameter

15

Page 16: Neuromodulasi Nyeri Kepala Kronis

stimulasi listrik individu disesuaikan sesuai dengan parestesia yang muncul di

batang hidung dan/atau efek pengobatan selama serangan. Amplitudo maksimum

biasanya diprogramkan menjadi sedikit lebih tinggi dari amplitudo yang memicu

ketidaknyamanan pada setiap pasien. Jika posisi lead neurostimulator tidak benar,

prosedur revisi lead harus dipertimbangkan.

Batasan dan rekomendasi untuk penelitian di masa depan

Dilihat dari data yang dipublikasikan, masukan dari sistem parasimpatis

dalam originasi serangan nyeri kepala klaster memang signifikan. Hal ini

digarisbawahi oleh laporan terbaru bahwa stimulasi SPG dengan frekuensi rendah

dapat memicu serangan pada pasien yang mengidap nyeri kepala klaster yang

nantinya dapat diobati dengan stimulasi dengan frekuensi tinggi [82]. Harus

diingat bahwa semua data di atas dilaporkan dengan kondisi pasien mengidap

CCH yang tidak bisa diobati secara medis. Mungkin ada baiknya menggunakan

metode stimulasi SPG pada pasien nyeri kepala klaster episodik, namun,

mengingat efek samping yang disebutkan di atas, semua ini hanya bisa dilakukan

pada pasien dengan serangan aktif jangka panjang dan kegagalan pengobatan

pencegahan. Mengingat bahwa penelitian yang terkontrol dari plasebo hanya satu

ada sampai saat ini, metode ini harus tetap dipandang sebagai percobaan sampai

ada penelitian lebih lanjut.

- Stimulasi nervus vagus (VNS)

Latar belakang teoritis

Penyelidikan pertama pada modulasi nosisepsi oleh aferen vagal dilakukan

sekitar 20 tahun yang lalu [83-85]. Pada hewan, telah terbukti bahwa aktivasi

listrik, kimia, dan fisiologis dari aferen vagal menghasilkan efek analgesik [86-

91]. Aktivasi aferen vagal menurunkan aktivitas neuron nosiseptif tingkat dua

dalam traktus spinotalamikus dan spinoreticular di medulla spinalis [84,88,92] –

menyebabkan penghambatan refleks dan transmisi nosiseptif [87,92] - dan pada

kompleks nukleus trigeminal [93-95].

16

Page 17: Neuromodulasi Nyeri Kepala Kronis

Data klinis

Untuk hal ini, hanya seri kasus kecil yang ditemukan. Dalam sebuah survei

retrospektif, tiga dari empat pasien dengan implan VNS melaporkan peningkatan

besar terhadap frekuensi migrain dan skor nyeri [96]. Salah satu dari 4 pasien

terbebas dari migrain 1 bulan setelah onset VNS. Pasien kedua mengalami

penurunan pada frekuensi dan tingkat keparahan migrain sebesar > 50%. Pasien

ketiga dilaporkan mengalami pengurangan frekuensi migraine sebesar > 50%.

Pasien terakhir memiliki sedikit penurunan pada frekuensi dan tingkat keparahan

migrain. Peningkatan dilaporkan mulai dari 1 sampai 3 bulan setelah memulai

terapi. Dalam penelitian retrospektif lain, delapan dari sepuluh pasien dengan

migrain mengalami penurunan frekuensi nyeri kepala sebesar 50% atau lebih,

dengan lima pasien diantaranya benar-benar terbebas dari Nyeri kepala setelah 6

bulan pengobatan, dengan peningkatan mulai terjadi pada 3 bulan pertama setelah

penempatan stimulator [97 ].

Serangkaian kasus melaporkan respon yang baik pada VNS pada dua dari

empat pasien dengan migrain kronis (satu pasien dengan subdiagnosa migrain tipe

basiler (BTM) dan migraine hemiplegia (HM) dan yang satunya lagi mengidap

BTM) dan pada dua pasien yang mengidap CCH [98 ]. Saat ini, sebuah metode

baru telah dianggap sebagai struktur yang merangsang otak secara tidak invasif

dengan cara yang mirip dengan VNS [99-101]. Metode ini didasarkan pada teknik

stimulasi saraf listrik transkutan (TENS) yang digunakan dalam sindrom nyeri

akut dan kronis. t-VNS dihantarkan oleh perangkat medis ke cabang auricular kiri

saraf vagus (t-VNS) yang terletak secara medial di tragus pada jalur masuknya

meatus akustik tanpa operasi apapun. Metode lain baru juga diduga merangsang

saraf vagus secara transkutan (tVNS). Data awal menunjukkan bahwa tVNS bisa

efektif pada pasien tertentu [102]. Tapi, dalam uji coba percontohan yang

mengevaluasi 13 penderita nyeri kepala primer, sepuluh diantaranya

menghentikan tVNS karena kurangnya kemanjuran dan/atau adanya efek samping

[103].

17

Page 18: Neuromodulasi Nyeri Kepala Kronis

Keamanan dan efek samping

Pengalaman yang sangat terbatas pada VNS implan dan transkutan

membuat presentasi keamanan dan batasan yang digunakan menjadi kurang jelas.

Berdasarkan pengalaman VNS pada epilepsi yang tidak bisa ditangani dengan

medikasi, metode ini tampaknya cukup aman dan umumnya terhambat oleh

infeksi dan masalah baterai. Efek samping yang dilaporkan umumnya kram otot

sementara dan nyeri lokal, yang dapat dikurangi dengan paradigma stimulasi yang

diterapkan. Sejauh ini, tidak ada masalah keamanan yang signifikan yang muncul

tetapi pengalaman klinisnya juga sangat jarang.

Pertimbangan teknis

VNS mengirimkan sinyal-sinyal listrik di sepanjang bagian dari saraf vagus

yang berjalan melalui leher. Data menunjukkan bahwa VNS mengurangi jumlah

glutamat, zat yang terkait dengan gejala nyeri kepala, di otak. Terapi VNS

diberikan dengan perangkat genggam, ditempatkan di leher, yang menghasilkan

sinyal listrik ringan yang diteruskan ke saraf vagus melalui kulit.

Sangat memungkinkan jika ingin memunculkan kekuatan stimulasi sampai

pasien merasa sensasi ringan di bawah kulit. Durasi setiap perlakuan ini adalah

sekitar 2 menit.

Batasan dan rekomendasi untuk penelitian di masa depan

Mengingat pasien yang diteliti masih sedikit, tidak ada kesimpulan kuat

yang bisa ditarik. Sampai adanya bukti yang memadai, sebaiknya lebih memilih

perangkat yang dianggap mampu merangsang saraf vagus secara transkutan

dibandingkan dengan teknik yang lebih invasif. Karena kurangnya bukti, VNS

hanya boleh digunakan pada penderita nyeri kepala kronis menggunakan desain

percoban acak, yang terkontrol dari placebo. Saat ini beberapa RCT sedang

berlangsung untuk memvalidasi pendekatan terapi untuk nyeri kepala kronis

(NCT01667250, NCT01701245).

18

Page 19: Neuromodulasi Nyeri Kepala Kronis

- Stimulasi arus langsung transkranial (tDCS)

Latar belakang teoritis

Kemajuan terbaru dalam teknik neurostimulasi transkranial telah digunakan

untuk sebagai pendekatan terapi nyeri kepala kronis yang resisten terhadap terapi

konservatif. Dalam stimulasi arus langsung transcranial (tDCS) yang diterapkan

melalui tengkorak telah terbukti secara langsung memodulasi stimulasi daerah

korteks, hal ini sangat baik untuk korteks motorik (untuk review lihat: [104]) dan

visual manusia (untuk review lihat: [105]). tDCS menginduksi perubahan

stimulasi saraf akut dan persisten di korteks, mungkin dengan menggeser

potensial membran istirahat neuronal dan juga memodulasi tingkat debit spontan

neuron korteks [106-109]. Efek dari tDCS paling mudah dipelajari pada korteks

motor primer (M1) dengan mengukur perubahan amplitudo potensi motor yang

dibangkitkan (MEP) menggunakan stimulasi magnetik transkranial (TMS) [110].

Diperlukan intensitas stimulasi selama minimal 3 menit dan setidaknya 0,4 mA

untuk mendorong perubahan stimulasi kortikal pada durasi stimulasi yang

bertahan lebih lama [110111]. Pada saat istirahat, stimulasi katodal menginduksi

penurunan dan stimulasi anodal menginduksi peningkatan stimulasi kortikal. Efek

tDCS berasal secara intrakortikal; penelitian farmakologi menunjukkan bahwa

efek stimulasi selama dimediasi oleh kanal ion, sesuai dengan hiperpolarisasi

primer atau efek depolarisasi dari stimulasi, sementara efek setelah stimulasi

melibatkan kemanjuran modulasi reseptor N-methyl-D-aspartate- (NMDA) [ 112].

Data klinis

Data penggunaan tDCS sebagai pengobatan untuk nyeri kepala kronis hanya

pada pengobatan nyeri orofasial [113] dan migrain. Berdasarkan konsep

hipereksitabilitas korteks di katodal migren tCDS pada penderita migren

diharapkan dapat menormalkan stimulasi korteks, baik (i) dengan pengobatan

profilaksis pada fase interiktal atau (ii) dengan pengobatan akut pada awal

serangan migrain. Sejauh ini, tiga penelitian telah mengevaluasi efek dari

penerapan tDCS berulang sebagai pengobatan profilaksis. Antal et al. [114] telah

menyelidiki stimulasi katodal dari korteks visual primer (V1). 30 pasien secara

19

Page 20: Neuromodulasi Nyeri Kepala Kronis

acak ditunjuk untuk stimulasi katoda maupun stimulasi sham. 26 pasien

berpartisipasi sampai analisis akhir (katoda: 13, sham: 13). Dibandingkan dengan

kelompok sham, hanya intensitas rasa nyeri yang berkurang secara signifikan

setelah stimulasi verum.

Auvichayapat [115] dan rekan-rekannya telah menyelidiki 42 pasien dengan

migrain episodik, yang secara acak menerima stimulasi aktif maupun stimulasi

sham setiap hari selama 20 hari berturut-turut. Hasil penelitian menunjukkan

penurunan statistik yang signifikan pada frekuensi serangan dan obat-obatan

pencegahan pada minggu ke 4 dan 8 setelah perawatan. Intensitas nyeri secara

signifikan dan statistik berkurang pada minggu ke 4, 8, dan 12.

Dalam penelitian ketiga [116] tiga belas pasien yang mengidap CM secara

acak menerima 10 sesi tDCS anodal (n = 8) atau sham (n = 5) selama 20 menit

selama lebih dari 4 minggu. Ada masa interaksi yang signifikan untuk intensitas

nyeri dan untuk panjangnya episode migraine. Analisis post-hoc menunjukkan

peningkatan yang signifikan pada periode tindak lanjut hanya pada kelompok

tDCS aktif (respon tertunda).

Penelitian tahap III masih kehilangan data dalam fase migrain akut atau

pada awal aura. Demikian pula, tidak ada data yang tersedia mengenai nyeri

kepala jenis lain, seperti nyeri kepala klaster atau tipe tegang.

Keamanan dan efek samping yang merugikan

Di antara stimulasi transkranial intervensi yang berbasis perangkat, tDCS

umumnya dianggap lebih mudah untuk menyebabkan blinding daripada TMS

[117]. Jenis stimulasi tidak dapat dinilai oleh pengamat luar dan ia bisa dengan

mudah diterapkan. Sejauh ini, fenomena yang paling banyak dilaporkan terkait

dengan penerapan stimulasi tDCS aktif dan sham adalah gatal atau sensasi

kesemutan karena elektroda [108,114,118]. Fenomena lain yang lebih jarang

dilaporkan terkait dengan stimulasi adala sensasi terbakar, nyeri kepala,

kemerahan pada kulit, mual dan kilat ringan di awal dan akhir stimulasi [119].

Baru-baru ini dilaporkan bahwa persepsi kulit tidak sepenuhnya hilang dalam

20

Page 21: Neuromodulasi Nyeri Kepala Kronis

stimulasi tahap pertama seperti yang dilaporkan sebelumnya, tetapi tidak pernah

dinilai secara kuantitatif [119]. Namun demikian, pada pasien yang naif dan

bahkan yang berpengalaman sekalipun, tidak ada perbedaan yang signifikan

dalam tingkat kekuatan stimulasi yang dirasakan yang dapat diamati antara

stimulasi sham dan verum, sehingga stimulasi singkat ke arah atas (30 detik) -

metode ke arah bawah mungkin menjadi pendekatan yang dapat diandalkan untuk

menghasilkan blinding dalam penelitian tDCS, setidaknya ketika menggunakan

intensitas stimulasi dibawah 1 mA [119].

Pertimbangan teknis

Efek samping dari tDCS ketergantungan pada reseptor NMDA[112]. Pasien

terhadap reseptor NMDA antagonis, misalnya pada dextromethorphan, obat anti

batuk, mungkin tidak mendapatkan hasil dari tDCS anodal dan katodal. Agen

yang menyumbat kanal sodium seperti carbamazepine dan agen yang menyumbat

kalsium secara selektif mencegah efek samping tDCS anodal [120]. Flunarizin

sebagai antagonis kalsium digunakan di beberapa negara sebagai profilaksis

migrain. Propranolol juga memperpendek efek samping dari tDCS katoda dan

anoda [121]. Jarang sekali ada masalah keamanan [119122]; misalnya tidak ada

logam yang harus diimplantasikan di kepala. Pengecualian diberikan pada pasien

yang memiliki riwayat operasi otak karena akan kepadatan arus yang lebih tinggi

jika elektroda lebih dekat dari 2 cm dari deficit pada tengkorak. Gangguan

neurologis seperti strok atau epilepsi, ketergantungan obat/ alkohol, komorbiditas

kejiwaan utama dan implantasi alat pacu jantung dapat dilihat sebagai kriteria

eksklusi. Mungkin tidak ada risiko bagi wanita di usia subur tanpa kontrasepsi,

wanita hamil dan menyusui bisa melakukan ini, jika kedua elektroda tetap pada

tengkorak, namun belum ada data yang pasti. Akan lebih bijaksana untuk

mengecualikan kelompok ini dari stimulasi.

Batasan dan rekomendasi untuk penelitian di masa depan

Stimulasi katoda V1 mengejar konsep inhibisi dari hipereksitasi korteks

visual [114] sementara stimulasi anoda M1 mengejar konsep eksitasi M1 untuk

mengurangi persepsi nyeri [115116]. Protokol stimulasi akan lebih dioptimalkan

21

Page 22: Neuromodulasi Nyeri Kepala Kronis

di masa depan. Aplikasi berulang dari stimulasi ini mungkin diperlukan,

pengujian intensitas yang berbeda dan paradigma stimulasi. Untuk penggunaan

yang praktis dan lebih tahan lama, penelitian pada stimulator yang dapat

digunakan di rumah harus dilakukan.

Tampaknya menjadi wajib untuk penelitian terkontrol untuk menanyakan

pada subjek atau pasien yang telah distimulasi apkah mereka berada di kelompok

verum atau plasebo. Demikian pula, penting untuk mendokumentasikan harapan

pasien yang berkaitan dengan hasil stimulasi agar dapat memperkirakan efek

plasebo dengan lebih baik. RCT pada nyeri kepala primer kronis lainnya juga

diperlukan.

- Stimulasi magnetik transkranial berulang (rTMS)

Latar belakang teoritis

Diperkenalkan oleh Barker et al. [123], stimulasi magnetik transkranial

(TMS) adalah alat neurostimulasi yang dapat melakukan stimulasi otak yang tidak

menyakitkan melalui penerapan medan magnet di kulit kepala. Arus magnet

melewati kulit kepala dan menghasilkan arus listrik yang mengalir tegak lurus

tangensial menghasilkan aksi potensial di korteks neuron. Jika diberikan dalam

pulsasi yang berulang, rTMS dapat menentukan efek plastik tahan lama yang

tidak berubah bahkan setelah akhir percobaan dan tergantung pada frekuensi

stimulasi yang digunakan: frekuensi ≤1 Hz (rTMS frekuensi rendah: LF-rTMS)

mengurangi, sedangkan frekuensi> 1 Hz (frekuensi tinggi rTMS: HF-rTMS)

meningkatkan stimulasi kortikal [124125].

TMS telah digunakan dalam dua cara yang berbeda dalam migrain, baik

untuk mengobati serangan tunggal atau mencegah kejadian tersebut. Pendekatan

yang berbeda dilakukan, dengan pertimbangan mekanisme terjadinya migrain dan

munculnya migrain kronis [126-130].

Data klinis

22

Page 23: Neuromodulasi Nyeri Kepala Kronis

Stimulasi magnetik pulsasi tunggal trans-tengkorak dari korteks oksipital,

digunakan oleh perangkat portabel yang akan diuji pada migrain dengan serangan

aura pada penelitian ganda yang terkontrol sham blinding, yang melibatkan total

164 pasien dan menunjukkan efek yang signifikan dari pengobatan verum

dibandingkan dengan sham [131]. Brighina et al. pertama-tama [132]

mengevaluasi kemanjuran dan tolerabilitas HF-rTMS atas korteks dorsolateral

prefrontal kiri (DLPFC), (sebuah daerah yang dikenal untuk kontrol top-down

pada transmisi nosiseptif [133]) untuk perawatan pencegahan pada pasien yang

terkena migrain kronis refraktori. Pasien secara acak ditunjuk untuk menjalani

rTMS aktif dan real (6 pasien) atau rTMS plasebo sham (5 pasien) yang terdiri

dari 12 sesi stimulasi yang diberikan selang saling satu hari. Dibandingkan dengan

kondisi awal dan sham rTMS, pengobatan aktif mengurangi serangan migrain

(sekitar 57% lebih sedikit), konsumsi obat, indeks nyeri kepala, dan skor cacat

migrain) pada beberapa bulan selama dan setelah stimulasi. Misra et al. [134]

menggunakan HF-rTMS motor cortex (daerah lain yang mampu melakukan

kontrol pada mekanisme rasa nyeri [135]) untuk pengobatan profilaksis pada

pasien dengan migrain episodik dan kronis; penulis juga mengeksplorasi

hubungan antara nyeri migrain dan tingkat plasma endorfin β. Hasilnya

menunjukkan kemampuan rTMS M1 secara signifikan mengurangi frekuensi

nyeri kepala (sekitar 85% kurang dari 1 minggu setelah stimulasi), tingkat

keparahan Nyeri kepala, cacat fungsional dan asupan analgesik.

Keamanan dan efek samping yang merugikan

TMS dan rTMS yang ditoleransi dengan baik dan aman hanya memiliki

efek samping ringan seperti nyeri kepala ringan sementara atau nyeri lokal dan

parestesia [136]. Namun, prosedur ini harus dihindari pada pasien dengan cacat

tengkorak atau dengan alat pacu jantung, logam di kepala (elektroda, perangkat

stimulasi) atau peralatan lainnya yang dapat dipengaruhi (dislokasi, induksi arus

listrik) oleh medan magnet. Perhatian harus diberikan pada pasien dengan

epilepsi, karena risiko (bahkan epilepsi ringan!) kejang bisa terjadi. Tapi, tidak

ada efek samping yang telah dilaporkan pada wanita hamil yang diobati dengan

23

Page 24: Neuromodulasi Nyeri Kepala Kronis

HF-rTMS terkait depresi refraktori, [137]; Namun, karena tidak ada bukti yang

cukup, rTMS tidak dianjurkan pada kondisi demikian [137].

Pertimbangan teknis

Efek paradoks pada rTMS (fasilitasi pada inhibitori LF-RTMS atau respon

decremental pada fasilitasi HFrTMS) telah dilaporkan pada pasien dengan migrain

[138-141]. Selain itu, efek dari rTMS dapat secara konsisten dimodulasi

(dipengaruhi) oleh beberapa obat (misalnya antiepilepsi seperti topiramate dan

valproate) yang digunakan dalam profilaksis migrain. Faktor-faktor ini harus

diperhitungkan ketika merencanakan dan/atau menafsirkan hasil uji stimulasi.

Batasan dan rekomendasi untuk penelitian di masa depan

Mengingat beberapa percobaan yang dilakukan dan hanya ada sedikit pasien

yang diteliti, tidak ada kesimpulan yang kuat yang bisa ditarik oleh penelitian ini

dan tidak pasti apakah efeknya itu bersifat akut, pencegahan atau keduanya. rTMS

tampaknya aman [136] dan alat efektif potensial untuk pengobatan pasien migrain

kronis yang menunjukkan resistensi terhadap pengobatan farmakologis [58].

Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menilai faktor yang mendasari efek terapi

(perubahan stimulasi korteks, lebih baik kontrol antinosiseptif, atau keduanya?).

sebaiknya dicari juga parameter stimulasi yang optimal (intensitas, frekuensi,

jumlah dan durasi sesi stimulasi). Hal penting lainnya adalah untuk menangani

daerah korteks sebaik mugkin untuk mengontrol rasa nyeri pada migrain, dan sisi

stimulasi yang paling manjur, meskipun sisi kiri telah lebih sering digunakan

dalam penelitian tentang kontrol nyeri [142]. Mungkin juga berguna untuk

membuat perangkat stimulasi yang bisa digunakan pasien di rumah.

- Stimulasi saraf kranial transkutan dan TENS

Latar belakang teoritis

24

Page 25: Neuromodulasi Nyeri Kepala Kronis

Teknik stimulasi listrik transkutan memiliki tradisi panjang dalam

manajemen nyeri kronis. Teknik-teknik ini agak murah dan non-invasif, namun

bukti untuk efektivitas mereka secara keseluruhan masih berkualitas rendah [143].

Data juga terbatas pada penggunaan arus listrik untuk merangsang saraf kulit

(transcutaneous electrical nerve stimulation atau TENS) atau stimulasi saraf

kranial tertentu (supraorbital dan supratroklear) (tSNS) dalam pengobatan

gangguan Nyeri kepala. Definisi terbatas dari TENS adalah pemberian elektroda

pada permukaan arus listrik yang dihasilkan oleh perangkat untuk merangsang

saraf sensorik kulit untuk mengurangi rasa nyeri, baik yang akut dan kronis.

Pengobatan TENS memang menargetkan daerah yang menyakitkan (atau titik

akupuntur di elektroakupuntur), bukan saraf tertentu. Berdasarkan frekuensi

stimulasi, TENS dapat dibagi dalam frekuensi rendah (frekuensi <10 Hz) atau

frekuensi tinggi (frekuensi> 10 Hz). Karena dasar biologis analgesia TENS masih

bersifat spekulatif, 'teori umum' dari rasa Nyeri adalah penjelasan yang paling

dapat dipertahankan di sini tetapi pelepasan opioid endogen bisa juga dilibatkan

dalam definisi [144].

Data klinis TENS dan tSNS

TENS

Beberapa meta-analisis tentang kemanjuran TENS pada gangguan yang

menyakitkan telah menghasilkan hasil yang ambigu atau negatif terutama karena

metodologi dan/atau pelaporan yang tidak memadai [143,145-148]. Pengobatan

TENS untuk gangguan nyeri kepala muncul dalam literatur pada 1975 [149]. Efek

akut TENS diusulkan dalam penelitian yang dilakukan oleh Solomon dan

Guglielmo yang diterbitkan pada tahun 1985. Enam puluh dua pasien dengan

migrain atau "nyeri kepala kontraksi otot", yang mengalami nyeri kepala pada saat

kunjungan mereka, dibagi menjadi 3 kelompok yang berbeda yang menerima

salah satu dari TENS penuh dengan frekuensi tinggi intensitas rendah, stimulasi

subliminal atau stimulasi plasebo selama 15 menit sekali yang menghasilkan

sedikit perbaikan persepsi rasa nyeri yang moderat dan signifikan segera setelah

intervensi [150]. Sebuah ulasan Cochrane pada 2004 menyimpulkan bahwa

25

Page 26: Neuromodulasi Nyeri Kepala Kronis

penggunaan TENS untuk profilaksis nyeri kepala kronis/berulang (termasuk

migrain, nyeri kepala tipe tegang, nyeri kepala servikogenik dan nyeri kepala

pascatrauma) tidak didukung oleh bukti yang cukup [151], dan sejak saat itu,

hanya ada sangat sedikit data asli dari percobaan yang telah dihasilkan. Dalam uji

coba terakhir, efikasi intermiten TENS dengan intensitas rendah frekuensi tinggi

diberikan pada daerah temporal dan oksipital selama total 10 minggu

dibandingkan dengan efek pencegahan imipramine dari 50 mg per hari selama 3

bulan dalam sampel dari 138 pasien dengan nyeri kepala tipe tegang kronis [152].

Setelah 3 bulan dibandingkan dengan kondisi awal, intensitas nyeri kepala pada

skor VAS menunjukkan penurunan signifikan dalam kedua pendekatan tersebut,

tetapi angka penurunan pada kelompok imipramine lebih tinggi. Meskipun ukuran

sampelnya relatif besar, alat plasebo tidak dimasukkkan dan penggunaan skor

VAS sebagai hasil utama masih menjadi pertanyaan.

tSNS

Sebuah percobaan terkontrol acak multi-sentris dari Belgia baru-baru ini

tentang efikasi stimulasi saraf supraorbita transkutan (dan supratroklear) (tSNS)

pada migrain episodik, penelitian PREMICE, melibatkan 67 pasien dalam analisis

akhir [153]. Penurunan yang signifikan yaitu 2,06 dari hari-hari dengan nyeri

kepala per bulan diamati pada kelompok yang mendapat stimulasi penuh (p =

0,023) dibandingkan dengan kelompok yang hanya mencapai 0,32 hari yaitu

kelompok sham (p = 0,608) [153]. Perbandingan antara kedua kelompok

menggunaan signifikansi dengan selisih yang tipis (p = 0,054). Tingkat responden

yaitu 50% secara signifikan lebih tinggi pada kelompok verum (38,1%)

dibandingkan dengan kelompok sham (12,1%) (p = 0,023). Namun, efek yang

diamati hanya efek moderat dan meskipun ada sejumlah tindakan pencegahan

oleh peneliti, unblinding mungkin terjadi ketika stimulasi efektif menginduksi

parestesia [153]. Oleh karena itu, penilaian dari unblinding harus dilakukan untuk

penelitian neurostimulasi masa depan.

Keamanan dan efek samping yang merugikan

26

Page 27: Neuromodulasi Nyeri Kepala Kronis

TENS dengan frekuensi tinggi yang diberikan pada intensitas rendah

dikaitkan dengan parestesia atas wilayah stimulasi, dan TENS frekuensi rendah

yang disampaikan pada intensitas tinggi dikaitkan dengan sensasi pegal yang

tajam atau bahkan kontraksi otot. Sensasi ini menghambat blinding yang yang

tepat dalam uji coba terkontrol.

Pertimbangan teknis

Blinding yang efektif dengan paradigma sham layak masih menjadi masalah

yang belum bisa ditangani dalam stimulasi transkutan saraf kranial dan TENS

membuat penelitian skala besar yang sulit. Selain itu, parameter stimulasi berbeda

dengan TENS penelitian dan pengaturan konsensus untuk penelitian klinis masih

hilang.

Batasan dan rekomendasi untuk penelitian di masa depan

Metodologi dalam penelitian nyeri kepala berbeda secara mendalam dan

paradigma sham yang meyakinkan belum ditetapkan. Saat ini tidak ada cukup

bukti untuk penggunaan TENS pada profilaksis nyeri kepala dan untuk mencegah

nyeri kepala akut.

Tapi, kurangnya bukti dari efek ini berbeda dengan bukti dari kurangnya

efek [143]. Sejauh ini, penelitian tunggal menunjukkan bukti kelas III bahwa

serangan migrain dapat dicegah dengan tSNS, tetapi ukuran efeknya memang

kecil, unblinding mungkin terjadi. Efek dari tSNS pada migrain yang sangat

sering atau kronis tidak diketahui, dan pasien refrakter dikeluarkan. Meluasnya

penggunaan di luar penelitian terkontrol dari modalitas pengobatan yang mungkin

berharga ini tidak dapat disahkan pada saat ini [153].

- Stimulasi medulla spinalis

Latar belakang teoritis

Teknik stimulasi nervus occipitalis (ONS) bisa mendapatkan manfaat dari

"fungsi tumpang tindih" dari akar servikal yang lebih tinggi dan nukleus

trigeminus untuk neuromodulasi, secara retrograde, kompleks trigemino-servikal

27

Page 28: Neuromodulasi Nyeri Kepala Kronis

(TCC) [154,155]. Walaupun demikian, masuk akal bahwa penerapan pulsasi

listrik langsung ke columna dorsalis pada tingkat vertebra C2-C3 akan

memberikan efek neuromodulasi di TCC mirip dengan - jika tidak lebih besar dari

- stimulasi nervus occipitalis perifer. Stimulasi medulla spinalis telah digunakan

selama 30 tahun terakhir untuk meringankan nyeri kepala dan nyeri wajah yang

tidak bisa ditangani dengan pengobatan standar [156], tetapi membutuhkan

prosedur bedah saraf kompleks yang sangat mahal dan memakan waktu dengan

modus tindakan yang tidak diketahui.

Data klinis

Dilakukan di beberapa pusat khusus dan pada pasien yang telah diseleksi,

dan tidak pernah dilakukan pada desain terkontrol, bukan merupakan pilihan

praktis untuk nyeri kepala primer. Saat ini, stimulasi dengan frekuensi rendah dari

medulla spinalis-servikal (tingkat C2-C3) telah menunjukkan hasil yang positif

dalam serangkaian kasus pasien dengan CCH yang diimplantasi lead dengan

epidural servikal perkutan [157]. Penulis melaporkan pengurangan yang ditandai

pada frekuensi nyeri kepala (-4,6 serangan per hari), intensitas nyeri kepala (-2,9

pada skor VAS) dan durasi nyeri kepala (-27 menit per serangan) pada 7 pasien

yang diimplantasi. Prosedur ini juga memfasilitasi tahap pengujian 4-19 hari

sebelum implan permanen. Namun, penelitian ini dikritik [158].

Keamanan dan efek samping

Efek samping seperti migrasi lead, deplesi baterai dan infeksi lokal pada

pendekatan neuromodulator dan telah dilaporkan dalam stimulasi hipotalamus

otak [20-33,42], stimulasi nervus occipitalis [61,62,68], dan stimulasi ganglion

sphenoid [21]. Namun, tingkat yang dilaporkan pada SCS daerah servikal

tampaknya sangat tinggi [157158] dan menghasilkan prosedur invasif berulang,

kebanyakan revisi lead. Mengingat bahwa dislokasi lead adalah masalah yang

melekat dalam stimulasi medulla spinalis terutama di bagian tulang belakang

dengan mobilitas tinggi seperti servikal atas, metode yang tidak terlalu invasif

seperti stimulasi nervus occipitalis atau stimulasi ganglion sphenopalatina lebih

28

Page 29: Neuromodulasi Nyeri Kepala Kronis

dipilih setidaknya sampai penelitian yang sedang berlangsung (lihat di bawah)

dipublikasikan.

Pertimbangan teknis

Frekuensi stimulasi yang berbeda sekarang sudah ada (stimulasi ledakan, 10

kHz stimulasi dengan frekuensi tinggi) pada SCS. Mereka memberikan alternatif

baru bagi perangkat (frekuensi rendah) stimulasi karena kemampuan untuk

mengatasi nyeri tanpa menyebabkan sensasi yang dipersepsi, tapi kemanjuran dan

potensi efek sampingnya tidak diketahui. Sebuah desain plasebo double-blind

sekarang dapat dipertimbangkan ketika merencanakan uji coba terkontrol secara

acak di masa depan pada SCS untuk nyeri kepala kronis refraktori.

Batasan dan rekomendasi untuk penelitian di masa depan

Sebuah "bukti dari konsep" penelitian percontohan menyelidiki tolerabilitas

awal dan kemanjuran SCS dengan frekuensi tinggi dalam pengobatan CM

refraktori sedang berlangsung (NCT01653340) dan hasil awal diharapkan akan

ada pada akhir tahun 2013. Sampai bukti yang tepat tersedia, saat ini kelompok

ahli merekomendasikan bahwa stimulasi saraf tulang belakang secara ketat

dihindari pada pasien dengan sindrom nyeri kepala primer.

Kesimpulan dan Rekomendasi Umum

Tujuan dari tulisan ini, sebagai hasil dari kolaborasi kelompok ahli

multidisiplin bidang neurostimulasi Federasi Nyeri Kepala Eropa, adalah untuk

memberikan penilaian dan rekomendasi untuk penggunaan perangkat

neuromodulasi yang saat ini tersedia dalam pengobatan nyeri kepala. Ikhtisar ini

didasarkan pada tingkat ilmiah yang diperoleh melalui penelitian terkontrol, pada

praktek klinis yang ada, efek samping yang berhubungan langsung dan keamanan

secara keseluruhan. Karena data yang tersedia mengenai berbagai pendekatan

stimulasi sangat langka dan bervariasi, rekomendasi ini juga didasarkan pada

29

Page 30: Neuromodulasi Nyeri Kepala Kronis

definisi peningkatan yang signifikan secara klinis. Pada tahun 2008, rekomendasi

yang diajukan oleh panel Initiative on Methods, Measurement, and Pain

Assessment in Clinical Trials (IMMPACT) dan IHS menetapkan adanya

pengurangan 30% pada rasa nyeri yang bermakna secara klinis [31,32]. Para

penulis rekomendasi ini merasa bahwa persyaratan minimal ini hanya cukup pada

pasien kronis yang tidak bisa ditangani dengan medikasi, jika tidak, maka harus

ada pengurangan 50% dari rasa nyeri. Pencegahan nyeri kepala tentu menjadi satu

hal yang paling relevan secara klinis pada pasien yang tidak bisa ditangani dengan

medikasi dan alasan yang paling penting mengapa pasien mencari pengobatan.

Namun, penilaian uji klinis tidak boleh terbatas pada tingkat nyeri atau

menurunnya frekuensi nyeri kepala saja karena ini mungkin tidak diperlukan

untuk perbaikan klinis yang bermakna, tetapi harus mencakup tolerabilitas,

pengurangan cacat yang terkait dengan nyeri kepala, peningkatan kualitas hidup,

biaya perawatan dan peningkatan kapasitas fungsional. Sayangnya, data mengenai

parameter hasil ini kurang tersedia untuk perangkat neurostimulasi pada

pengobatan nyeri kepala.

Untuk semua metode dan perangkat yang disebutkan di atas, rekomendasi

unik dan efektif ini harus dilihat sebagai kualifikasi dasar dan persyaratan

tambahan untuk rekomendasi spesifik untuk masing-masing metode sebagai garis

besar dalam bab masing-masing.

1. Dari sudut pandang medis, penerapan neurostimulator, baik pada

percobaan atau atas dasar pengobatan klinis, harus dipertimbangkan

hanya ketika semua alternative pengobatan dan tindakan terapi

seperti yang direkomendasikan oleh pedoman internasional telah

gagal dan penyalahgunaan obat nyeri kepala telah disingkirkan.

2. Hal ini melibatkan pasien yang dianggap kronis, menurut definisi IHS

saat ini [39] dan telah dievaluasi di pusat perawatan nyeri kepala

tingkat tersier.

3. Hal ini melibatkan pasien yang dianggap tidak bisa ditangani dengan

medikasi seperti yang didefinisikan oleh konsensus internasional [10].

30

Page 31: Neuromodulasi Nyeri Kepala Kronis

4. Teknologi medis non-invasif harus dipertimbangkan sebelum

implantasi neurostimulator dan pengobatan yang paling tidak invasif

dan paling efektif harus selalu menjadi terapi lini pertama.

Mengingat data yang heterogen dalam hal jumlah pasien, persyaratan

inklusi, diagnosis nyeri kepala, metode statistik dan kelengkapan data dalam

penelitian yang dipublikasikan, penulis tidak bisa secara tegas memberikan

peringkat metode neurostimulasi. Evaluasi global mengarah ke kesimpulan

berikut:

1. Pada CCH disarankan untuk menggunakan SPG [79,80] atau ONS

[55,59], sebelum mempertimbangkan menggunakan DBS. Meskipun

efek pengobatan klinisnya tampak sama, efek samping dari

pengobatan DBS yang lebih invasif harus dipertimbangkan [43]

2. Pada CM penggunaan ONS tampaknya bisa diterima meskipun

berdasarkan bukti yang terbatas. Penerapan tVNS noninvasif, tDCS,

RTMS, TENS dan tSNS untuk nyeri kepala kronis belum berbasis

bukti, mengingat hanya ada sedikit data yang terkontrol. Namun,

perlu disebutkan bahwa perangkat ini relatif tidak berbahaya jika

dibandingkan dengan perangkat neurostimulasi yang lebih invasif dan

mahal dan dapat dicoba sebelum menggunakan perangkat

neurostimulasi yang lebih invasif.

Para penulis mencatat bahwa terapi neurostimulasi nyeri kepala dan rasa

nyeri adalah bidang yang berkembang cepat dan tidak ada rekomendasi yang

dapat diberikan dengan menggunakan alat metodologi kedokteran berbasis bukti.

Salah satu alasannya adalah penggunaan yang masih terbatas kondisi dari plasebo

tepat atau sham control dan sham acak dan stimulasi subthreshold dimasukkan

hanya pada penelitian SPG pada nyeri kepala klaster akut. Sementara sham pada

prinsipnya yang tersedia di neuromodulasi pusat (DBS) [30] hampir tidak

mungkin dalam perangkat neuromodulasi perifer, mengingat bahwa stimulasi

saraf perifer selalu dirasakan. Walaupun demikian, kami menyarankan penelitian

terkontrol dan acak yang tepat yang diperlukan sebelum perangkat neurostimulasi

31

Page 32: Neuromodulasi Nyeri Kepala Kronis

diimplementasikan dan secara klinis digunakan. Sebuah CE-mark tidak sama

dengan penelitian acak menurut persyaratan IHS, karena tidak ada data klinis

yang mendukung manfaat dari perangkat medis yang diperlukan untuk

memperoleh CE-mark, data itu hanya menunjukkan bahwa perangkat yang

bersangkutan mungkin tidak berbahaya. Para penulis menyarankan rekomendasi

berikut untuk percobaan klinis yang melibatkan perangkat neurostimulasi dalam

pengobatan nyeri kepala:

1. Percobaan yang menyelidiki perangkat neurostimulator invasif

seharusnya hanya melibatkan pasien yang dianggap kronis,

menurut definisi IHS saat ini [38]. Jika metode yang diberikan

terbukti manjur dalam kondisi kronis, penelitian tindak lanjut

dapat memperluas indikasi hingga ke kondisi episodik dengan

disabilitas yang parah, jika tidak cukup ditangani dengan

medikasi.

2. Percobaan yang menyelidiki perangkat neurostimulator hanya

harus melibatkan pasien yang tidak menderita penyalahgunaan

obat nyeri kepala dan dianggap tidak bisa diobati dengan medikasi

seperti yang didefinisikan oleh konsensus internasional [10].

3. Penilaian uji klinis harus memiliki titik akhir primer dari derajat

peredaan nyeri atau pengurangan durasi nyeri kepala. Selanjutnya

terhadap efek samping, titik akhir sekunder harus mencakup

pengurangan kecacatan terkait nyeri kepala, peningkatan kualitas

hidup dari nyeri spesifik dan peningkatan kapasitas fungsional.

Singkatnya, neurostimulasi hanya harus dipertimbangkan pada pasien yang

telah mencoba semua terapi lini pertama yang direkomendasikan dalam pedoman

Eropa [3], dan bahwa dokter ahli nyeri dan nyeri kepala harus mengikuti

konsensus internasional untuk masalah ini [10,17]. Keterbatasan terbesar untuk

penggunaan klinis adalah kurangnya penelitian terkontrol yang tepat [159].

Akibatnya, setiap perangkat yang belum diteliti dalam penelitian terkontrol

tersebut dan belum terbukti efektif dengan profil efek samping yang dapat

diterima tidak boleh digunakan sama sekali. Para penulis mencatat bahwa hal itu

32

Page 33: Neuromodulasi Nyeri Kepala Kronis

terkait kurang sesuainya kondisi plasebo pada perangkat neurostimulator selain

DBS. Sebagian besar uji coba yang tersedia benar-benar menggunakan intensitas

stimulasi ambang batas sarana sebagai kontrol, tetapi blinding pada pasien yang

tidak menunjukkan atau sedikit menunjukkan sensasi mungkin sulit untuk

mempertahankan. Hal ini penting untuk merekrut pasien naif neurostimulasi untuk

percobaan di masa depan, tetapi editorial baru-baru ini menunjukkan hal ini akan

menjadi tantangan yang meningkat karena peranan negatif dari media sosial (blog

internet, Facebook dsb.) [160]. Pedoman internasional, yang disepakati antara IHS

dan EHF tentang bagaimana untuk melakukan penelitian tersebut jelas diperlukan.

Singkatan

EHF: European Headache Federation; LTB: Lifting The Burden; EFIC: European

Federation of IASP Chapters; rCCH: Refractory chronic cluster headache; rCM:

Refractory chronic migraine; hDBS: Hypothalamic deep brain stimulation; ONS:

Occipital nerve stimulation; SPG: Stimulation of sphenopalatine ganglion; HF-

SCS: High frequency spinal cord stimulation; VNS: Vagal nerve stimulation;

tDCS: Transcranial direct current stimulation; rTMS: Repetitive transcranial

magnetic stimulation; tSNS: Transcutaneous stimulation of cranial nerves; TENS:

Transcutaneous electrical nerve stimulation.

33