nyeri kepala tipe migrain
DESCRIPTION
fgTRANSCRIPT
NYERI KEPALA TIPE MIGRAIN
Group Keluarga Nyeri Kepala
Bagaimanakah cara memilih obat nyeri kepala? serta bagaimanakah mencegah sakit kepala yang kambuhan?
bacalah 'LeafBook' nya
Advertise here
Nyeri kepala tipe migrain
Bagaimanakah gejala & keluhan nyeri kepala tipe migrain?
Bagaimanakah keluhan & gejala penyerta migrain?
Apa sajakah berbagai penyebab pencetus serangan migrain?
Bagaimanakah upaya & terapi mengatasi keluhan migrain?
Bagaimanakah terapi obat untuk mengatasi nyeri kepala tipe migrain?
Bagaimanakah terapi mencegah serangan migrain?
Diskusi | Kirim pertanyaan
Apakah anda punya pertanyaan seputar masalah kesehatan? klik 'TanyaMedika'
Advertise here
Obat bebas dapat digunakan secara terbatas, bila keluhan nyeri kepala migrain terus berlanjut atau
timbul efek samping akibat minum obat warung, maka penderita harus ke dokter. Untuk tujuan terapi
abortive (menghentikan serangan migren), dokter dapat juga meresepkan obat dari golongan yang
lain, yaitu golongan Ergot dan golongan Triptan. Ergot dan triptan bukanlah obat pereda nyeri, namun
dapat meredakan serangan migren melalui mekanisme yang berbeda.
TRIPTAN
Triptan akan meningkatkan neurotransmiter serotonin di otak, sehingga pembuluh darah akan
mengalami 'konstriksi', sehingga keluhan mereda.
Preparat triptan banyak jenisnya, salah satunya adalah Sumatriptan (Triptagic™, Cetatrex™). Memilih
preparat triptan adalah cocok-cocokan, jadi dokter akan mencari preparat mana yang paling cocok
untuk meredakan berbagai serangan migren pada seseorang. Dosis pertama diminum sesaat
sebelum serangan migren (bukan pada saat gejala aura pendahuluan). Bila setelah dosis pertama
gejala tidak menghilang, dosis kedua tidak perlu diminum (mungkin tidak cocok). Bila gejala muncul
kembali, dosis kedua dapat diminum 2 jam kemudian, atau tanyakan kepada dokter.
Efek samping (sementara) dapat timbul seperti rasa panas, kemerahan pada wajah, lelah, ngantuk,
mual, tekanan darah meningkat.
Pemakaian berlebihan bisa menimbulkan witdrawal headache.
Orang yang mempunyai penyakit pembuluh darah seperti penyakit jantung koroner, stoke dan
penyakit pembuluh darah perifer (umumnya pada kaki) tidak boleh mengkomsumsi preparat triptan.
ERGOT
Derifat ergot akan menurunkan penjalaran sinyal nyeri di serabut saraf melalui mekanisme berikatan
dengan reseptor serotonin.
Preparat 'ergot', misalnya:
Bellaphen™ (alkaloid Belladona 0,1 mg + ergotamine tartrate 0,3 mg, phenobarbital 20mg)
Cafergot™, Ericaf™ (Ergotamine tartrate 1 mg + caffeine 100 mg)
Dihydergot™ / DHE (Dihydroergotamine mesylate 2,5 mg)
Cafergot™: Dosis awal 1-3 tablet saat awal serangan migrain, bila gejala belum reda dapat diulangi 1
tablet tiap 30 menit. Dosis maksimal 6 tablet per hari atau 10 tablet per hari. Pemakaian berlebihan
dapat menimbulkan withdrawal headache.
Preparat ergot tidak boleh dikonsumsi oleh penderita penyakit pembuluh darah, ibu hamil dan
menyusui, gagal ginjal dan hati, serta penderita tukak saluran cerna.
OBAT LAINNYA
Obat mual muntah. Adanya mual muntah pada migrain dapat menghambat penyerapan obat
sehingga kerja obat tidak efektif. Untuk mengatasi hal ini dokter mungkin akan memberikan sediaan
lain selain sediaan tablet, misalnya melalui injeksi (suntikan), suppositoria atau spray. Dokter dapat
juga memberikan obat anti mual-muntah.
Obat tidur. Obat tidur mungkin juga diresepkan oleh dokter untuk mengatasi serangan migrain
1. Pengertian
Menurut WHO( 1989) Stroke adalah deficit neurologist akut yang disebabkan oleh gangguan aliran
darah yang timbul secara mendadak dengan tanda dan gejala sesuai dengan daerah fokal otak
yang terkena (Gofir, 2007 )
2. Klasifikasi stroke
Berdasarkan proses patologi dan gejala klinisnya stroke dapat diklasifikasikan menjadi:
a.Stroke hemoragik
Terjadi perdarahan cerebral dan mungkin juga perdarahan subarachnoid yeng disebabkan
pecahnya pembuluh darah otak. Umumnya terjadi pada saat melakukan aktifitas, namun juga
dapat terjadi pada saat istirahat. Kesadaran umumnya menurun dan penyebab yang paling banyak
adalah akibat hipertensi yang tidak terkontrol.
b. Stroke non hemoragik
Dapat berupa iskemia, emboli, spasme ataupun thrombus pembuluh darah otak. Umumnya terjadi
setelah beristirahat cukup lama atau angun tidur. Tidak terjadi perdarahan, kesadaran umumnya
baik dan terjadi proses edema otak oleh karena hipoksia jaringan otak (Brunner and Suddarth,
2005).
Stroke non hemoragik dapat juga diklasifikasikan berdasarkan perjalanan penyakitnya, yaitu :
1. TIA’S (Trans Ischemic Attack)
Yaitu gangguan neurologist sesaat, beberapa menit atau beberapa jam saja dan gejala akan hilang
sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam.
2. Rind (Reversible Ischemic Neurologis Defict)
Gangguan neurologist setempat yang akan hilang secara sempurna dalam waktu 1 minggu dan
maksimal 3 minggu..
3. stroke in Volution
Stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan yang muncul semakin berat dan
bertambah buruk. Proses ini biasanya berjalan dalam beberapa jam atau beberapa hari.
4. Stroke Komplit
Gangguan neurologist yang timbul bersifat menetap atau permanent (Ngurah, 2006).
3. Etiologi
Ada beberapa factor risiko stroke yang sering teridentifikasi, yaitu ;
a. Hipertensi, dapat disebabkan oleh aterosklerosis atau sebaliknya. Proses ini dapat menimbulkan
pecahnya pembuluh darah atau timbulnya thrombus sehingga dapat mengganggu aliran darah
cerebral.
b. Aneurisma pembuluh darah cerebral
Adanya kelainan pembuluh darah yakni berupa penebalan pada satu tempat yang diikuti oleh
penipisan di tempat lain. Pada daerah penipisan dengan maneuver tertentu dapat menimbulkan
perdarahan.
c. Kelainan jantung / penyakit jantung
Paling banyak dijumpai pada pasien post MCI, atrial fibrilasi dan endokarditis. Kerusakan kerja
jantung akan menurunkan kardiak output dan menurunkan aliran darah ke otak. Ddisamping itu
dapat terjadi proses embolisasi yang bersumber pada kelainan jantung dan pembuluh darah.
d. Diabetes mellitus (DM)
Penderita DM berpotensi mengalami stroke karena 2 alasan, yeitu terjadinya peningkatan
viskositas darah sehingga memperlambat aliran darah khususnya serebral dan adanya kelainan
microvaskuler sehingga berdampak juga terhadap kelainan yang terjadi pada pembuluh darah
serebral.
e. Usia lanjut
Pada usia lanjut terjadi proses kalsifikasi pembuluh darah, termasuk pembuluh darah otak.
f. Polocitemia
Pada policitemia viskositas darah meningkat dan aliran darah menjadi lambat sehingga perfusi
otak menurun.
g. Peningkatan kolesterol (lipid total)
Kolesterol tubuh yang tinggi dapat menyebabkan aterosklerosis dan terbentuknya embolus dari
lemak.
h. Obesitas
Pada obesitas dapat terjadi hipertensi dan peningkatan kadar kolesterol sehingga dapat
mengakibatkan gangguan pada pembuluh darah, salah satunya pembuluh drah otak.
i. Perokok
Pada perokok akan timbul plaque pada pembuluh darah oleh nikotin sehingga terjadi
aterosklerosis.
j. kurang aktivitas fisik
Kurang aktivitas fisik dapat juga mengurangi kelenturan fisik termasuk kelenturan pembuluh darah
(embuluh darah menjadi kaku), salah satunya pembuluh darah otak (Brunner and Suddart, 2005).
4. Patofisiologi
a. Stroke non hemoragik
Iskemia disebabkan oleh adanya penyumbatan aliran darah otak oleh thrombus atau embolus.
Trombus umumnya terjadi karena berkembangnya aterosklerosis pada dinding pembuluh darah,
sehingga arteri menjadi tersumbat, aliran darah ke area thrombus menjadi berkurang,
menyebabkan iskemia kemudian menjadi kompleks iskemia akhirnya terjadi infark pada jaringan
otak. Emboli disebabkan oleh embolus yang berjalan menuju arteri serebral melalui arteri karotis.
Terjadinya blok pada arteri tersebut menyebabkan iskemia yang tiba-tiba berkembang cepat dan
terjadi gangguan neurologist fokal. Perdarahan otak dapat ddisebabkan oleh pecahnya dinding
pembuluh darah oleh emboli.
b. Stroke hemoragik
Pembuluh darah otak yang pecah menyebabkan darah mengalir ke substansi atau ruangan
subarachnoid yang menimbulkan perubahan komponen intracranial yang seharusnya konstan.
Adanya perubahan komponen intracranial yang tidak dapat dikompensasi tubuh akan
menimbulkan peningkatan TIK yang bila berlanjut akan menyebabkan herniasi otak sehingga
timbul kematian. Di samping itu, darah yang mengalir ke substansi otak atau ruang subarachnoid
dapat menyebabkan edema, spasme pembuluh darah otak dan penekanan pada daerah tersebut
menimbulkan aliran darah berkurang atau tidak ada sehingga terjadi nekrosis jaringan otak
(Brunner and Suddart, 2005).
5. Tanda dan gejala
Tanda dan gejala yang muncul sangat tergantung pada daerah dan luasnya daerah otak yang
terkena.
a. Pengaruh terhadap status mental
1). Tidak sadar : 30% – 40%
2). Konfuse : 45% dari pasien biasanya sadar
b. Daerah arteri serebri media, arteri karotis interna akan menimbulkan:
1). Hemiplegia kontralateral yang disertai hemianesthesia (30%-80%)
2). Afasia bila mengenai hemisfer dominant (35%-50%)
3). Apraksia bila mengenai hemisfer non dominant(30%)
c. Daerah arteri serebri anterior akan menimbulkan gejala:
1). hemiplegia dan hemianesthesia kontralateral terutama tungkai (30%-80%)
2). inkontinensia urin, afasia, atau apraksia tergantung hemisfer mana yang terkena
d. Daerah arteri serebri posterior
1). Nyeri spontan pada kepala
2). Afasia bila mengenai hemisfer dominant (35-50%)
e. Daerah vertebra basiler akan menimbulkan:
1). Sering fatal karena mengenai pusat-pusat vital di batang otak
2). Hemiplegia alternans atau tetraplegia
3). Kelumpuhan pseudobulbar (kelumpuhan otot mata, kesulitan menelan, emosi labil)
Apabila dilihat bagian hemisfer mana yang terkena, gejala dapat berupa:
a. Stroke hemisfer kanan
1). Hemiparese sebelah kiri tubuh
2). Penilaian buruk
3). Mempunyai kerentanan terhadap sisi kontralateral sebagai kemungkinan terjatuh ke sisi yang
berlawanan
b. stroke hemisfer kiri
1). mengalami hemiparese kanan
2). perilaku lambat dan sangat berhati-hati
3). kelainan bidang pandang sebelah kanan
4). disfagia global
5). afasia
6). mudah frustasi (Brunner and Suddart, 2005).
6. Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan penunjang disgnostik yang dapat dilakukan adalah :
a. laboratorium: mengarah pada pemeriksaan darah lengkap, elektrolit, kolesterol, dan bila perlu
analisa gas darah, gula darah dsb.
b. CT scan kepala untuk mengetahui lokasi dan luasnya perdarahan atau infark
c. MRI untuk mengetahui adanya edema, infark, hematom dan bergesernya struktur otak
d. Angiografi untuk mengetahui penyebab dan gambaran yang jelas mengenai pemuluh darah
yang terganggu (Ngurah, 2006).
7 Penatalaksanaan medis
Secara umum, penatalaksanaan pada pasien stroke adalah:
a. Posisi kepala dan badan atas 20-30 derajat, posisi miring jika muntah dan boleh dimulai
mobilisasi bertahap jika hemodinamika stabil
b. Bebaskan jalan nafas dan pertahankan ventilasi yang adekuat, bila perlu diberikan ogsigen
sesuai kebutuhan
c. Tanda-tanda vital diusahakan stabil
d. Bed rest
e. Koreksi adanya hiperglikemia atau hipoglikemia
f. Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
g. Kandung kemih yang penuh dikosongkan, bila perlu lakukan kateterisasi
h. Pemberian cairan intravena berupa kristaloid atau koloid dan hindari penggunaan glukosa murni
atau cairan hipotonik
i. Hindari kenaikan suhu, batuk, konstipasi, atau suction berlebih yang dapat meningkatkan TIK
j. Nutrisi per oral hanya diberikan jika fungsi menelan baik. Jika kesadaran menurun atau ada
gangguan menelan sebaiknya dipasang NGT (Ngurah, 2005).
8. Penatalaksanaan spesifik berupa:
a. Stroke non hemoragik: asetosal, neuroprotektor, trombolisis, antikoagulan, obat hemoragik
b. Stroke hemoragik: mengobati penyebabnya, neuroprotektor, tindakan pembedahan,
menurunkan TIK yang tinggi (Ngurah, 2005).
9. Komplikasi
Komplikasi stroke menurut Satyanegara (1998):
a. Komplikasi Dini (0-48 jam pertama)
1) Edema serebri: defisit neurologis cenderung memberat, dapat
mengakibatkan peningkatan tekanan intrakranial, herniasi, dan akhirnya menimbulkan kematian.
2) Infark miokard: penyebab kematian mendadak pada stroke stadium awal.
b. Komplikasi Jangka pendek (1-14 hari pertama)
1) Pneumonia: Akibat immobilisasi lama
2) Infark miokard
3) Emboli paru: Cenderung terjadi 7 -14 hari pasca stroke, seringkali pada saat penderita mulai
mobilisasi.
4) Stroke rekuren: Dapat terjadi pada setiap saat.
c. Komplikasi Jangka panjang
Stroke rekuren, infark miokard, gangguan vaskular lain: penyakit vascular perifer (Ngurah, 2005).
Menurut Smeltzer (2001), komplikasi yang terjadi pada pasien stroke yaitu:
1). Hipoksia serebral diminimalkan dengan memberi oksigenasi
2). Penurunan darah serebral
3). Embolisme serebral.
4). Kontraktur (kecacatan)
1.Fungsi motorik
a.Otot
Ukuran : atropi / hipertropi
Tonus : kekejangan, kekakuan, kelemahan
Kekuatan : fleksi, ekstensi, melawan gerakan, gerakan sendi.
Derajat kekuatan motorik :
5 : Kekuatan penuh untuk dapat melakukan aktifitas
4 : Ada gerakan tapi tidak penuh
3 : Ada kekuatan bergerak untuk melawan gravitas bumi
2 : Ada kemampuan bergerak tapi tidak dapat melawan gravitasi bumi.
1 : Hanya ada kontraksi
0 : tidak ada kontraksi sama sekali
b.Gait (keseimbangan) : dengan Romberg’s test
2.Fungsi sensorik
Test : Nyeri, Suhu,
Raba halus, Gerak,
Getar, Sikap,
Tekan, Refered pain.
3.Refleks
a.Refleks superficial
•Refleks dinding perut :
Cara : goresan dinding perut daerah epigastrik, supra umbilikal, umbilikal, intra
umbilikal dari lateral ke medial
Respon : kontraksi dinding perut
•Refleks cremaster
Cara : goresan pada kulit paha sebelah medial dari atas ke bawah
Respon : elevasi testes ipsilateral
•Refleks gluteal
Cara : goresan atau tusukan pada daerah gluteal
Respon : gerakan reflektorik otot gluteal ipsilateral
b.Refleks tendon / periosteum
•Refleks Biceps (BPR):
Cara : ketukan pada jari pemeriksa yang ditempatkan pada tendon m.biceps brachii,
posisi lengan setengah diketuk pada sendi siku.
Respon : fleksi lengan pada sendi siku
•Refleks Triceps (TPR)
Cara : ketukan pada tendon otot triceps, posisi lengan fleksi pada sendi siku dan
sedikit pronasi
Respon : ekstensi lengan bawah pada sendi siku
•Refleks Periosto radialis
Cara : ketukan pada periosteum ujung distal os radial, posisi lengan setengah fleksi
dan sedikit pronasi
Respon : fleksi lengan bawah di sendi siku dan supinasi krena kontraksi
m.brachiradialis
•Refleks Periostoulnaris
Cara : ketukan pada periosteum prosesus styloid ilna, posisi lengan setengah fleksi
dan antara pronasi supinasi.
Respon : pronasi tangan akibat kontraksi m.pronator quadrates
•Refleks Patela (KPR)
Cara : ketukan pada tendon patella
Respon : plantar fleksi kaki karena kontraksi m.quadrisep femoris
•Refleks Achilles (APR)
Cara : ketukan pada tendon Achilles
Respon : plantar fleksi kaki krena kontraksi m.gastroenemius
•Refleks Klonus lutut
Cara : pegang dan dorong os patella ke arah distal
Respon : kontraksi reflektorik m.quadrisep femoris selama stimulus berlangsung
•Refleks Klonus kaki
Cara : dorsofleksikan kki secara maksimal, posisi tungkai fleksi di sendi lutut.
Respon : kontraksi reflektorik otot betis selama stimulus berlangsung
c.Refleks patologis
•Babinsky
Cara : penggoresan telapak kaki bagian lateral dari posterior ke anterior
Respon : ekstensi ibu jari kaki dan pengembangan jari kaki lainnya
•Chadock
Cara : penggoresan kulit dorsum pedis bagian lateral sekitar maleolus lateralis dari
posterior ke anterior
Respon : seperti babinsky
•Oppenheim
Cara : pengurutan krista anterior tibia dari proksiml ke distal
Respon : seperti babinsky
•Gordon
Cara : penekanan betis secara keras
Respon : seperti babinsky
•Schaefer
Cara : memencet tendon achilles secara keras
Respon : seperti babinsky
•Gonda
Cara : penekukan (plantar fleksi) maksimal jari kaki ke-4
Respon : seperti babinsky
•Stransky
Cara : penekukan (lateral) jari kaki ke-5
Respon : seperti babinsky
•Rossolimo
Cara : pengetukan pada telapak kaki
Respon : fleksi jari-jari kaki pada sendi interfalangeal
•Mendel-Beckhterew
Cara : pengetukan dorsum pedis pada daerah os coboideum
Respon : seperti rossolimo
•Hoffman
Cara : goresan pada kuku jari tengah pasien
Respon : ibu jari, telunjuk dan jari lainnya fleksi
•Trommer
Cara : colekan pada ujung jari tengah pasien
Respon : seperti Hoffman
•Leri
Cara : fleksi maksimal tangan pada pergelangan tangan, sikap lengen diluruskan
dengan bgian ventral menghadap ke atas
Respon : tidak terjadi fleksi di sendi siku
•Mayer
Cara : fleksi maksimal jari tengah pasien ke arah telapak tangan
Respon : tidak terjadi oposisi ibu jari
d.Refleks primitive
•Sucking reflex
Cara : sentuhan pada bibir
Respon : gerakan bibir, lidah dn rahang bawah seolah-olah menyusu
•Snout reflex
Cara : ketukan pada bibir atas
Respon : kontrksi otot-otot disekitar bibir / di bawah hidung
•Grasps reflex
Cara : penekanan / penekanan jari pemeriksa pada telapak tangan pasien
Respon : tangan pasien mengepal
•Palmo-mental reflex
Cara : goresan ujung pena terhadap kulit telapak tangan bagian thenar
Respon : kontaksi otot mentalis dan orbikularis oris (ipsi lateral)
Selain pemeriksaan tersebut di atas juga ada beberapa pemeriksaan lain seperti :
Pemeriksaan fungsi luhur:
1.Apraxia : hilangnya kemampuan untuk melakukan gerakan volunter atas perintah
2.Alexia : ketidakmampuan mengenal bahasa tertulis
3.Agraphia : ketidakmampuan untuk menulis kata-kata
4.Fingeragnosia: kesukaran dalam mengenal, menyebut, memilih dan membedakan
jari-jari, baik punya sendiri maupun orang lain terutama jari tengah.
5.Disorientasi kiri-kanan: ketidakmampuan mengenal sisi tubuh baik tubuh sendiri
maupun orang lain.
6.Acalculia : kesukaran dalam melakukan penghitungan aritmatika sederhana.
Pemeriksaan N. Kranialis
Pemeriksaan saraf merupakan salah satu dari rangkaian pemeriksaan neurologis
yang terdiri dari;
1.Status mental,
2.Tingkat kesadaran,
3.Fungsi saraf kranial,
4.Fungsi motorik,
5.Refleks,
6.Koordinasi dan gaya berjalan dan
7.Fungsi sensorik
Agar pemeriksaan saraf kranial dapat memberikan informasi yang diperlukan,
diusahakan kerjasama yang baik antara pemeriksa dan penderita selama
pemeriksaan. Penderita seringkali diminta kesediaannya untuk melakukan suatu
tindakan yang mungkin oleh penderita dianggap tidak masuk akal atau menggelikan.
Sebelum mulai diperiksa, kegelisahan penderita harus dihilangkan dan penderita
harus diberi penjelasan mengenai pentingnya pemeriksaan untuk dapat
menegakkan diagnosis.
Memberikan penjelasan mengenai lamanya pemeriksaan, cara yang dilakukan dan
nyeri yang mungkin timbul dapat membantu memupuk kepercayaan penderita pada
pemeriksa. Penderita diminta untuk menjawab semua pertanyaan sejelas mungkin
dan mengikuti semua petunjuk sebaik mungkin.
Suatu anamnesis lengkap dan teliti ditambah dengan pemeriksaan fisik akan dapat
mendiagnosis sekitar 80% kasus. Walaupun terdapat beragam prosedur diagnostik
modern tetapi tidak ada yang dapat menggantikan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Saraf-saraf kranial langsung berasal dari otak dan meninggalkan tengkorak melalui
lubang-lubang pada tulang yang dinamakan foramina, terdapat 12 pasang saraf
kranial yang dinyatakan dengan nama atau dengan angka romawi. Saraf-saraf
tersebut adalah
1.olfaktorius (I),
2.optikus (II),
3.Okulomotorius (III),
4.troklearis (IV),
5.trigeminus (V),
6.abdusens (VI),
7.fasialis (VII),
8.vestibula koklearis (VIII),
9.glossofaringeus (IX),
10.vagus (X),
11.asesorius (XI),
12.hipoglosus (XII).
Saraf kranial I, II, VII merupakan saraf sensorik murni, saraf kranial III, IV, XI dan XII
merupakan saraf motorik, tetapi juga mengandung serabut proprioseptif dari otot-
otot yang dipersarafinya. Saraf kranial V, VII, X merupakan saraf campuran, saraf
kranial III, VII dan X juga mengandung beberapa serabut saraf dari cabang
parasimpatis sistem saraf otonom.
PEMERIKSAAN SARAF KRANIALIS
A.Saraf Olfaktorius (N. I)
Saraf ini tidak diperiksa secara rutin, tetapi harus dikerjakan jika terdapat riwayat
tentang hilangnya rasa pengecapan dan penciuman, kalau penderita mengalami
cedera kepala sedang atau berat, dan atau dicurigai adanya penyakit-penyakit yang
mengenai bagian basal lobus frontalis.
Untuk menguji saraf olfaktorius digunakan bahan yang tidak merangsang seperti
kopi, tembakau, parfum atau rempah-rempah. Letakkan salah satu bahan-bahan
tersebut di depan salah satu lubang hidung orang tersebut sementara lubang hidung
yang lain kita tutup dan pasien menutup matanya. Kemudian pasien diminta untuk
memberitahu saat mulai terhidunya bahan tersebut dan kalau mungkin
mengidentifikasikan bahan yang di hidu.
B.Saraf Optikus (N. II)
Pemeriksaan meliputi penglihatan sentral (Visual acuity), penglihatan perifer (visual
field), refleks pupil, pemeriksaan fundus okuli serta tes warna.
1.Pemeriksaan penglihatan sentral (visual acuity)
Penglihatan sentral diperiksa dengan kartu snellen, jari tangan, dan gerakan tangan.
•Kartu snellen
Pada pemeriksaan kartu memerlukan jarak enam meter antara pasien dengan tabel,
jika tidak terdapat ruangan yang cukup luas, pemeriksaan ini bisa dilakukan dengan
cermin. Ketajaman penglihatan normal bila baris yang bertanda 6 dapat dibaca
dengan tepat oleh setiap mata (visus 6/6)
•Jari tangan
Normal jari tangan bisa dilihat pada jarak 3 meter tetapi bisa melihat pada jarak 2
meter, maka perkiraan visusnya adalah kurang lebih 2/60.
•Gerakan tangan
Normal gerakan tangan bisa dilihat pada jarak 2 meter tetapi bisa melihat pada jarak
1 meter berarti visusnya kurang lebih 1/310.
2.Pemeriksaan Penglihatan Perifer
Pemeriksaan penglihatan perifer dapat menghasilkan informasi tentang saraf optikus
dan lintasan penglihatan mulai dair mata hingga korteks oksipitalis. Penglihatan
perifer diperiksa dengan tes konfrontasi atau dengan perimetri/kompimetri.
•Tes Konfrontasi
a.Jarak antara pemeriksa – pasien : 60 – 100 cm
b.Objek yang digerakkan harus berada tepat di tengah-tengah jarak tersebut.
c.Objek yang digunakan (2 jari pemeriksa / ballpoint) di gerakan mulai dari lapang
pandang kahardan kiri (lateral dan medial), atas dan bawah dimana mata lain dalam
keadaan tertutup dan mata yang diperiksa harus menatap lururs kedepan dan tidak
boleh melirik kearah objek tersebut.
d.Syarat pemeriksaan lapang pandang pemeriksa harus normal.
•Perimetri / kompimetri
a.Lebih teliti dari tes konfrontasi
b.Hasil pemeriksaan di proyeksikan dalam bentuk gambar di sebuah kartu.
3.Refleks Pupil
Saraf aferen berasal dari saraf optikal sedangkan saraf aferennya dari saraf
occulomotorius. Ada dua macam refleks pupil.
•Respon cahaya langsung
Pakailah senter kecil, arahkan sinar dari samping (sehingga pasien tidak memfokus
pada cahaya dan tidak berakomodasi) ke arah salah satu pupil untuk melihat
reaksinya terhadap cahaya. Inspeksi kedua pupil dan ulangi prosedur ini pada sisi
lainnya. Pada keadaan normal pupil yang disinari akan mengecil.
•Respon cahaya konsensual
Jika pada pupil yang satu disinari maka secara serentak pupil lainnya mengecil
dengan ukuran yang sama.
4.Pemeriksaan fundus occuli (fundus kopi)
Digunakan alat oftalmoskop. Putar lensa ke arah O dioptri maka fokus dapat
diarahkan kepada fundus, kekeruhan lensa (katarak) dapat mengganggu
pemeriksaan fundus. Bila retina sudah terfokus carilah terlebih dahulu diskus
optikus. Caranya adalah dengan mengikuti perjalanan vena retinalis yang besar ke
arah diskus. Semua vena-vena ini keluar dari diskus optikus.
5.Tes warna
Untuk mengetahui adanya polineuropati pada n. optikus.
C.Saraf okulomotoris (N. III)
Pemeriksaan meliputi ; Ptosis, Gerakan bola mata dan Pupil
PtosisPada keadaan normal bila seseorang melihat ke depan maka batas kelopak mata
atas akan memotong iris pada titik yang sama secara bilateral. Ptosis dicurigai bila
salah satu kelopak mata memotong iris lebih rendah dari pada mata yang lain, atau
bila pasien mendongakkan kepal ke belakang / ke atas (untuk kompensasi) secara
kronik atau mengangkat alis mata secara kronik pula.
Gerakan bola mata.Pasien diminta untuk melihat dan mengikuti gerakan jari atau ballpoint ke arah
medial, atas, dan bawah, sekligus ditanyakan adanya penglihatan ganda (diplopia)
dan dilihat ada tidaknya nistagmus. Sebelum pemeriksaan gerakan bola mata (pada
keadaan diam) sudah dilihat adanya strabismus (juling) dan deviasi conjugate ke
satu sisi.
PupilPemeriksaan pupil meliputi :
a.Bentuk dan ukuran pupil
b.Perbandingan pupil kanan dan kiri
Perbedaanpupil sebesar 1mm masih dianggap normal
c.Refleks pupil
Meliputi pemeriksaan:
1.Refleks cahaya langsung (bersama N. II)
2.Refleks cahaya tidak alngsung (bersama N. II)
3.Refleks pupil akomodatif atau konvergensi
matanya pada suatu objek diletakkan pada jarak pasien dalam keadaan normal
terdapat konstriksi pada kedua pupil yang disebut reflek akomodasi.Bila seseorang
melihat benda didekat mata (melihat hidungnya sendiri) kedua otot rektus medialis
akan berkontraksi. Gerakan kedua bola mata ini disebut konvergensi. Bersamaan
dengan gerakan bola mata tersebut maka kedua pupil akan mengecil (otot siliaris
berkontraksi) (Tejuwono) atau pasien disuruh memandang jauh dan disuruh
memfokuskan 15 cm didepan mata
D.Saraf Troklearis (N. IV)
Pemeriksaan meliputi
1.gerak mata ke lateral bawah
2.strabismus konvergen
3.diplopia
E.Saraf Trigeminus (N. V)
Pemeriksaan meliputi; sensibilitas, motorik dan reflex
1.Sensibilitas
Ada tiga cabang sensorik, yaitu oftalmik, maksila, mandibula. Pemeriksaan
dilakukan pada ketiga cabang saraf tersebut dengan membandingkan sisi yang satu
dengan sisi yang lain. Mula-mula tes dengan ujung yang tajam dari sebuah jarum
yang baru. Pasien menutup kedua matanya dan jarum ditusukkan dengan lembut
pada kulit, pasien ditanya apakah terasa tajam atau tumpul. Hilangnya sensasi nyeri
akan menyebabkan tusukan terasa tumpul. Daerah yang menunjukkan sensasi yang
tumpul harus digambar dan pemeriksaan harus di lakukan dari daerah yang terasa
tumpul menuju daerah yang terasa tajam. Juga dilakukan dari daerah yang terasa
tumpul menuju daerah yang terasa tajam. Juga lakukan tes pada daerah di atas dahi
menuju belakang melewati puncak kepala. Jika cabang oftalmikus terkena sensasi
akan timbul kembali bila mencapai dermatom C2. Temperatur tidak diperiksa secara
rutin kecuali mencurigai siringobulbia, karena hilangnya sensasi temperatur terjadi
pada keadaan hilangnya sensasi nyeri, pasien tetap menutup kedua matanya dan
lakukan tes untuk raba halus dengan kapas yang baru dengan cara yang sama.
Pasien disuruh mengatakan “ya” setiap kali dia merasakan sentuhan kapas pada
kulitnya.
2.Motorik
Pemeriksaan dimulai dengan menginspeksi adanya atrofi otot-otot temporalis dan
masseter. Kemudian pasien disuruh mengatupkan giginya dan lakukan palpasi
adanya kontraksi masseter diatas mandibula. Kemudian pasien disuruh membuka
mulutnya (otot-otot pterigoideus) dan pertahankan tetap terbuka sedangkan
pemeriksa berusaha menutupnya. Lesi unilateral dari cabang motorik menyebabkan
rahang berdeviasi kearah sisi yang lemah (yang terkena).
3.Refleks
Pemeriksaan refleks meliputi
•Refleks kornea
a.Langsung
b.Pasien diminta melirik ke arah laterosuperior, kemudian dari arah lain kapas
disentuhkan pada kornea mata, misal pasien diminta melirik kearah kanan atas
maka kapas disentuhkan pada kornea mata kiri dan lakukan sebaliknya pada mata
yang lain. Kemudian bandingkan kekuatan dan kecepatan refleks tersebut kanan
dan kiri saraf aferen berasal dari N. V tetapi eferannya (berkedip) berasal dari N.VII.
c.Tak langsung (konsensual)
d.Sentuhan kapas pada kornea atas akan menimbulkan refleks menutup mata pada
mata kiri dan sebaliknya kegunaan pemeriksaan refleks kornea konsensual ini sama
dengan refleks cahaya konsensual, yaitu untuk melihat lintasan mana yang rusak
(aferen atau eferen).
•Refleks bersin (nasal refleks)
•Refleks masseter
Untuk melihat adanya lesi UMN (certico bultar) penderita membuka mulut
secukupnya (jangan terlalu lebar) kemudian dagu diberi alas jari tangan pemeriksa
diketuk mendadak dengan palu refleks. Respon normal akan negatif yaitu tidak ada
penutupan mulut atau positif lemah yaitu penutupan mulut ringan. Sebaliknya pada
lesi UMN akan terlihat penutupan mulut yang kuat dan cepat.
F.Saraf abdusens (N. VI)
Pemeriksaan meliputi gerakan mata ke lateral, strabismus konvergen dan diplopia
tanda-tanda tersebut maksimal bila memandang ke sisi yang terkena dan bayangan
yang timbul letaknya horizonatal dan sejajar satu sama lain.
G.Saraf fasialis (N. VII)
Pemeriksaan saraf fasialis dilakukan saat pasien diam dan atas perintah (tes
kekuatan otot) saat pasien diam diperhatikan :
•Asimetri wajah
Kelumpuhan nervus VIII dapat menyebabkan penurunan sudut mulut unilateral dan
kerutan dahi menghilang serta lipatan nasolabial, tetapi pada kelumpuhan nervus
fasialis bilateral wajah masih tampak simetrik
•Gerakan-gerakan abnormal (tic facialis, grimacing, kejang tetanus/rhisus sardonicus
tremor dan seterusnya ).
•Ekspresi muka (sedih, gembira, takut, seperti topeng)
Tes kekuatan otota.Mengangkat alis, bandingkan kanan dan kiri.
b.Menutup mata sekuatnya (perhatikan asimetri) kemudioan pemeriksa mencoba
membuka kedua mata tersebut bandingkan kekuatan kanan dan kiri.
c.Memperlihatkan gigi (asimetri)
d.Bersiul dan menculu (asimetri / deviasi ujung bibir)
e.meniup sekuatnya, bandingkan kekuatan uadara dari pipi masing-masing.
f.Menarik sudut mulut ke bawah.
Tes sensorik khusus (pengecapan) 2/3 depan lidah)Pemeriksaan dengan rasa manis, pahit, asam, asin yang disentuhkan pada salah
satu sisi lidah.
HiperakusisJika ada kelumpuhan N. Stapedius yang melayani otot stapedius maka suara-suara
yang diterima oleh telinga pasien menjadi lebih keras intensitasnya.
H.Saraf Vestibulokokhlearis (N. VIII)
Ada dua macam pemeriksaan yaitu pemeriksaan pendengaran dan pemeriksaan
fungsi vestibuler
1)Pemeriksaan pendengaran
Inspeksi meatus akustikus akternus dari pasien untuk mencari adanya serumen atau
obstruksi lainnya dan membrana timpani untuk menentukan adanya inflamasi atau
perforasi kemudian lakukan tes pendengaran dengan menggunakan gesekan jari,
detik arloji, dan audiogram. Audiogram digunakan untuk membedakan tuli saraf
dengan tuli konduksi dipakai tes Rinne dan tes Weber.
a.Tes Rinne
Garpu tala dengan frekuensi 256 Hz mula-mula dilakukan pada prosesus
mastoideus, dibelakang telinga, dan bila bunyi tidak lagi terdengar letakkan garpu
tala tersebut sejajar dengan meatus akustikus oksterna. Dalam keadaan norma
anda masih terdengar pada meatus akustikus eksternus. Pada tuli saraf anda masih
terdengar pada meatus akustikus eksternus. Keadaan ini disebut Rinne negatif.
b.Tes Weber
Garpu tala 256 Hz diletakkan pada bagian tengah dahi dalam keadaan normal bunyi
akan terdengar pada bagian tengah dahi pada tuli saraf bunyi dihantarkan ke telinga
yang normal pada tuli konduktif bunyi tedengar lebih keras pada telinga yang
abnormal.
2)Pemeriksaan Fungsi Vestibuler
Pemeriksaan fungsi vestibuler meliputi : nistagmus, tes romberg dan berjalan lurus
dengan mata tertutup, head tilt test (Nylen – Baranny, dixxon – Hallpike) yaitu tes
untuk postural nistagmus.
I.Saraf glosofaringeus (N. IX) dan saraf vagus (N. X)
Pemeriksaan N. IX dan N X. karena secara klinis sulit dipisahkan maka biasanya
dibicarakan bersama-sama, anamnesis meliputi kesedak / keselek (kelumpuhan
palatom), kesulitan menelan dan disartria(khas bernoda hidung / bindeng). Pasien
disuruh membuka mulut dan inspeksi palatum dengan senter perhatikan apakah
terdapat pergeseran uvula, kemudian pasien disuruh menyebut “ah” jika uvula
terletak ke satu sisi maka ini menunjukkan adanya kelumpuhan nervus X unilateral
perhatikan bahwa uvula tertarik kearah sisi yang sehat.
Sekarang lakukan tes refleks muntah dengan lembut (nervus IX adalah komponen
sensorik dan nervus X adalah komponen motorik). Sentuh bagian belakang faring
pada setiap sisi dengan spacula, jangan lupa menanyakan kepada pasien apakah ia
merasakan sentuhan spatula tersebut (N. IX) setiap kali dilakukan. Dalam keadaaan
normal, terjadi kontraksi palatum molle secara refleks. Jika konraksinya tidak ada
dan sensasinya utuh maka ini menunjukkan kelumpuhan nervus X, kemudian pasien
disuruh berbicara agar dapat menilai adanya suara serak (lesi nervus laringeus
rekuren unilateral), kemudian disuruh batuk , tes juga rasa kecap secara rutin pada
sepertinya posterior lidah (N. IX).
J.Saraf Asesorius (N. XI)
Pemeriksaan saraf asesorius dengan cara meminta pasien mengangkat bahunya
dan kemudian rabalah massa otot trapezius dan usahakan untuk menekan bahunya
ke bawah, kemudian pasien disuruh memutar kepalanya dengan melawan tahanan
(tangan pemeriksa) dan juga raba massa otot sternokleido mastoideus.
K.Saraf Hipoglosus (N. XII)
Pemeriksaan saraf Hipoglosus dengan cara; Inspeksi lidah dalam keadaan diam
didasar mulut, tentukan adanya atrofi dan fasikulasi (kontraksi otot yang halus
iregular dan tidak ritmik). Fasikulasi dapat unilateral atau bilateral.
Pasien diminta menjulurkan lidahnya yang berdeviasi ke arah sisi yang lemah
(terkena) jika terdapat lesi upper atau lower motorneuron unilateral.
Lesi UMN dari N XII biasanya bilateral dan menyebabkan lidah imobil dan kecil.
Kombinasi lesi UMN bilateral dari N. IX. X, XII disebut kelumpuhan pseudobulbar.
PEMERIKSAAN NEUROLOGI
4.Fungsi Cerebral
Keadaan umum, tingkat kesadaran yang umumnya dikembangkan dengan Glasgow
Coma Scala (GCS) :
•Refleks membuka mata (E)
4 : Membuka secara spontan
3 : Membuka dengan rangsangan suara
2 : Membuka dengan rangsangan nyeri
1 : Tidak ada respon
• Refleks verbal (V)
5 : Orientasi baik
4 : Kata baik, kalimat baik, tapi isi percakapan membingungkan.
3 : Kata-kata baik tapi kalimat tidak baik
2 : Kata-kata tidak dapat dimengerti, hanya mengerang
1 : Tidak keluar suara
•Refleks motorik (M)
6 : Melakukan perintah dengan benar
5 : Mengenali nyeri lokal tapi tidak melakukaan perintah dengan benar
4 : Dapat menghindari rangsangan dengan tangan fleksi
3 : Hanya dapat melakukan fleksi
2 : Hanya dapat melakukan ekstensi
1 : Tidak ada gerakan
Cara penulisannya berurutan E-V-M sesuai nilai yang didapatkan. Penderita yang
sadar= Compos mentis pasti GCS-nya 15 (4-5-6), sedang penderita koma dalam,
GCS-nya 3 (1-1-1). Bila salah satu reaksi tidak bisa dinilai, misal kedua mata
bengkak sedang V dan M normal, penulisannya X – 5 – 6. Bila ada trakheastomi
sedang E dan M normal, penulisannya 4 – X – 6. Atau bila tetra parese sedang E an
V normal, penulisannya 4 – 5 – X.
GCS tidak bisa dipakai untuk menilai tingkat kesadaran pada anak berumur kurang
dari 5 tahun.
Derajat kesadaran :
•Sadar : Dapat berorientasi dan berkomunikasi
•Somnolens : dapat digugah dengan berbagai stimulasi, bereaksi secara motorik /
verbal kemudian terlenan lagi. Gelisah atau tenang.
•Stupor : gerakan spontan, menjawab secara refleks terhadap rangsangan nyeri,
pendengaran dengan suara keras dan penglihatan kuat. Verbalisasi mungkin terjadi
tapi terbatas pada satu atau dua kata saja. Non verbal dengan menggunakan
kepala.
•Semi koma : tidak terdapat respon verbal, reaksi rangsangan kasar dan ada yang
menghindar (contoh mnghindri tusukan)
•Koma : tidak bereaksi terhadap stimulus
Kualitas kesadaran :
•Compos mentis : bereaksi secara adekuat
•Abstensia drowsy/kesadaran tumpul : tidak tidur dan tidak begitu waspada.
Perhatian terhadap sekeliling berkurang. Cenderung mengantuk.
•Bingung/confused:disorientasi terhadap tempat, orang dan waktu
•Delerium : mental dan motorik kacau, ada halusinasi dn bergerak sesuai dengan
kekacauan fikirannya.
•Apatis : tidak tidur, acuh tak acuh, tidak bicara dan pandangan hampa
Gangguan fungsi cerebral meliputi :
•Gangguan komunikasi, gangguan intelektual, gangguan perilaku dan gangguan
emosi
Pengkajian status mental / kesadaran meliputi :
•GCS, orientasi (orang, tempat dan waktu), memori, interpretasi dan komunikasi.
. Refleks kulit perutOrang coba berbaring telentang dengan kedua lengan terletak lurus di samping badan. Goreslah kulit daerah abdomen dari lateral kearah umbilicus. Respon yang terjadi berupa kontraksi otot dinding perut.b. Refleks korneaSediakanlah kapas yang digulung menjadi bentuk silinder halus. Orang coba menggerakkan bola mata ke lateral yaitu dengan melihat ke salah satu sisi tanpa menggerakkan kepala. Sentuhlah dengan hati-hati sisi kontralateral kornea dengan kapas.Respon berupa kedipan mata secara cepat.c. Refleks cahayaCahaya senter dijatuhkan pada pupil salah satu mata orang coba.Respons berupa konstriksi pupil holoateral dan kontralateral. Ulangi percobaan pada mata lain.d. Refleks Periost RadialisLengan bawah orang coba setengah difleksikan pada sendi siku dan tangan sedikit dipronasikan.Ketuklah periosteum pada ujung distal os radii.Respons berupa fleksi lengan bawah pada siku dan supinasi tangan.e. Refleks Periost UlnarisLengan bawah orang coba setengah difleksikan pada sendi siku dan tangan antara pronasi dan supinasi.Ketuklah pada periost prosessus stiloideus.Respons berupa pronasi tangan.f. Stretch Reflex (Muscle Spindle Reflex=Myotatic Reflex)1) Knee Pess Reflex (KPR)Orang coba duduk pada tempat yang agak tinggi sehingga kedua tungkai akan tergantung bebas atau orang coba berbaring terlentang dengan fleksi tungkai pada sendi lutut. Ketuklah tendo patella dengan Hammer sehingga terjadi ekstensi tungkai disertai kontraksi otot
kuadrisips.2) Achilles Pess Reflex (ACR)Tungkai difleksikan pada sendi lutut dan kaki didorsofleksikan.Ketuklah pada tendo Achilles, sehingga terjadi plantar fleksi dari kaki dan kontraksi otot gastronemius.3) Refleks bisepsLengan orang coba setengah difleksikan pada sendi siku. Ketuklah pada tendo otot biseps yang akan menyebabkan fleksi lengan pada siku dan tampak kontraksi otot biseps.4) Refleks trisepsLengan bawah difleksikan pada sendi siku dan sedikit dipronasikan. Ketuklah pada tendo otot triseps 5 cm di atas siku akan menyebabkan ekstensi lengan dan kontraksi otot triseps.5) Withdrawl ReflexLengan orang coba diletakkan di atas meja dalam keadaa ekstensi.Tunggulah pada saat orang coba tidak melihat saudara, tusuklah dengan hati-hati dan cepat kulit lengan dengan jarum suntik steril, sehalus mungkin agar tidak melukai orang coba.Respons berupa fleksi lengan tersebut menjauhi stimulus.
Yang Perlu Diperhatikan:1. Relaksasi sempurna: orang coba harus relaks dengan posisi seenaknya. Bagian (anggota gerak) yang akan diperiksa harus terletak sepasif mungkin (lemas) tanpa ada usaha orang coba untuk mempertahankan posisinya.2. Harus ada ketegangan optimal dari otot yang akan diperiksa. Ini dapat dicapai bila posisi dan letak anggota gerak orang coba diatur dengan baik.3. Pemeriksa mengetukkan Hammer dengan gerakan fleksi pada sendi tangan dengan kekuatan yang sama, yang dapat menimbulkan regangan yang cukup.
BAB IVHASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1. Hasil percobaan1. Refleks Kulit perutOrang coba : Tn AProtokol : hasilKulit perut : tidak terjadi reaksiRespon yang terjadi berupa kontraksi otot dinding perut.2. Refleks KorneaOrang coba : Tn AProtokol : hasilKornea : ada kontraksiRespon berupa kedipan mata secara cepat.3. Refleks CahayaOrang coba : Tn AProtokol : hasilCahaya : pupil mengecilRespons berupa konstriksi pupil homolateral dan kontralateral.4. Refleks Perost radialisOrang coba : Tn IProtokol : hasilPeriost radialis : fleksiRespons berupa fleksi lengan bawah pada siku dan supinasi tangan.
5. Refleks periostOrang coba : Tn IProtokol : hasilUlnaris : supinasiRespons berupa pronasi tangan.
6. Sterecth refleksa. Knee pess refleksProtokol : hasilKnee pess refleks : terjadi ekstensiRespons berupa ekstensi tungkai disertai kontraksi otot kuadriseps.b. AchillesOrang coba : Tn AProtokol : hasilAchilles : dorso fleksiRespons berupa plantar fleksi dari kaki dan kontraksi otot gastroknemius.c. Refleks bisepsOrang coba : Tn AProtokol : hasilBiseps : terjadi fleksiRespons berupa fleksi lengan pada siku dan tampak kontraksi otot biseps.d. Refleks TrisepsOrang coba : Tn AProtokol : hasilTriseps : terjadi ekstensiRespons berupa ekstensi lengan dan kontraksi otot triseps.e. Withdrawl RefleksOrang coba : Tn AProtokol : hasilWithdrawl Refleks : reaksi menjauhi rangsanganRespons berupa fleksi lengan tersebut menjauhi stimulus.IV.2. Pembaha