pbl nyeri kepala

48
Nama : Ristianti Affandi NPM : 1102010248 Kel : B-3 Nyeri Kepala 1. Memahami dan menjelaskan fisiologi nyeri 1.1 Neuroanatomi JALAN RAYA SENSORIK Berfungsi membawa informasi sensorik baik extroseptif dan propioseptif dari reseptor ke pusat sensorik sadar diotak. Informasi Ekstroseptif meliputi: Sakit Suhu (panas atau dingin) Sentuhan Tekanan Informasi Propioseptif meliputi: Keadaan otot sadar/otot lurik Keadaan sendi Keadaan ligamentum

Upload: berthariyanti-hr

Post on 24-Dec-2015

89 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

nyeri kepala

TRANSCRIPT

Page 1: PBL nyeri kepala

Nama : Ristianti AffandiNPM : 1102010248Kel : B-3Nyeri Kepala

1. Memahami dan menjelaskan fisiologi nyeri

1.1 Neuroanatomi

JALAN RAYA SENSORIK 

Berfungsi membawa informasi sensorik baik extroseptif  dan propioseptif  dari reseptor ke pusat sensorik sadar diotak.

Informasi Ekstroseptif meliputi: Sakit Suhu (panas atau dingin) Sentuhan Tekanan

Informasi Propioseptif meliputi: Keadaan otot sadar/otot lurik  Keadaan sendi Keadaan ligamentum

Untuk bisa mencapai pusat sadar pada GYRUS POSTCENTRALIS (area brodmann 3,2,1) maka semua informasi sensorik harus melewati sedikitnya 3 NEURON.

1. neuron orde pertama : terletak pada ganglion radix posterior s.ganglion spinale(ganglion adalah sel saraf yg terletak diluar susunan saraf pusat) dimana dendrite dari selsaraf tersebut datang dari reseptor, sedangkan axon-nya pergi memasuki medulla spinalisuntuk bersinapsis pada neuron orde kedua.

Page 2: PBL nyeri kepala

2. neuron orde kedua : pada cornu posterius medulla spinalis, axon-nya dapatmenyilang garis tengah atau langsung dalam columna lateralis pada sisi yang sama,selanjutnya dari medulla spinalis naik ke atas untuk bersinapsis pada neuron ordeketiga.

3. neuron orde ketiga : pada thalamus, dimana axon-nya akan menuju pusat sensorik sadar pada gyrus postcentralis (area pusat sensorik-area brodmann 3,2,1)

JALAN RAYA SENSORIK YANG MENGANTARKAN SENSASI SAKIT DAN SUHU 

Nama jalan : TRACTUS SPINOTHALAMICUS LATERALIS

Melewati medulla spinalis → medulla oblongata → pons → mesencephalon → diencephalon→ korteks cerebri

1. Axon dari neuron orde pertama (ganglion spinale) memasuki ujung cornu posterius substansiagrissea medulla spinalis dan segera bercabang

Serabut yg naik  Serabut yg turun

Setelah masuk ke medulla spinalis, maka akan membentuk Traktus Posterolateral (Lissauri). Lalu berlanjut ke neuron orde kedua yang terletak pada kelompok selsubstansia gelatinosa pada cornu posterius.Axon dari orde kedua menyilang garis tengah pada commisura anterior substansia grisseadan substansia alba, kemudian naik ke atas pada sisi kotralateral sebagai traktus spinothalamicus lateralis. Traktus tersebut berjalan medialis dari traktus spinocerebrallis anterius.

Page 3: PBL nyeri kepala

Sewaktu jalan ke atas, serabut syaraf baru terus bertambah sesuai dengan banyaknya segmen medulla spinalis.

saraf berlanjut pada medulla oblongata, yaitu pada dataran lateral antara nucleus olivarius inferius dengan Nucleus tractus spinalis N. Trigeminus. Dan nantinya bergabung dengan

Tractus spinothalamicus anterius Tractus spinotectalis Ketiga tractus ini bersama-sama membentuk LEMNISCUS SPINALIS

2. berlanjut pada pons. Lemnicus spinalis naik ke atas dibagian belakang PONS3. berlanjut pada mesencephalon, Lemnicus spinalis jalan pada tegmentum , lateralis

dari Lemnicus medialis.4. diencephalon, serabut syaraf traktus spino thalamicus lateralis akan bersinapsis

denganneuron orde ketiga yaitu: Nucleus postlateral dari kelompok ventral thalamus (bagian darinucleus lateralis thalamus). DISINILAH TERJADI PENILAIAN KASAR SENSASISAKIT DAN SUHU DAN REAKSI EMOSI MULAI TIMBUL.

5. di Korteks cerebri, axon dari neuron orde ketiga memasuki Crus posterior capsula internadan Corona radiata untuk berakhir pada GYRUS POSTCENTRALIS (area brodmann 3,2,1) dari sini informasi sakit dan suhu akan diteruskan ke area MOTORIK dan areaasosiasi di cortex lobus parietale.

JALAN RAYA YANG MENGATUR SENSASI SENTUHAN RINGAN DAN TEKANAN

1. A x o n d a r i n e u r o n o r d e p e r t a m a ( g a n g l i o n s p i n a l e ) m e m a s u k i u j u n g c o r n u p o s t e r i u s s u b s t a n s i a grissea medulla spinalis dan segera bercabang 2:

Serabut yg naik  Serabut yg turun

Setelah masuk ke medulla spinalis, maka akan membentuk Traktus Posterolateral (Lissauri). Lalu berlanjut ke neuron orde kedua yang terletak pada kelompok sel substansia gelatinosa cornu posterius substansia grissea.

Axon dari orde kedua menyilang garis tengah pada commisura anterior substansia grisseadan substansia alba, kemudian naik ke atas pada sisi kotralateral sebagai traktus spinothalamicus anterior. Traktus tsb berjalan medialis dari traktus spinocerebrallisanterius. Sewaktu jalan ke atas, serabut syaraf baru terus bertambah sesuai dengan banyaknya segmen medulla spinalis.

2. saraf berlanjut pada medulla oblongata, traktus spinothalamicus anterior nantinya bergabung dengan Tractus spinothalamicus lateralis & Tractus spinotectalis. Ketigatractus ini bersama-sama membentuk LEMNISCUS SPINALIS

3. Berlanjut ke PONS, MESENCEPHALON, DAN DIENCEPHALON. Lemniscus spinalis beriringan dengan Lemnicus Medialis bersinapsis pada neoron orde ketiga yaitu: Nucleus postlateral dari kelompok ventral thalamus (bagian dari nucleus lateralis thalamus). DISINILAH TERJADI PENILAIAN KASAR SENTUHAN DAN TEKANANMULAI DIINTERPRETASI.

4. Lanjut ke korteks cerebri, axon dari neuron orde ketiga memasuki Crus posteriorcapsula interna dan Corona radiata untuk berakhir pada GYRUS POSTCENTRALIS (area brodmann 3,2,1) dari sini sensasi sentuhan dan tekanan disadari.

Page 4: PBL nyeri kepala

JALAN RAYA PEMBEDAAN SENSASI DISKRIMINASI SENTUHAN, GETARAN SENDI/OTOT SADAR  

NAMA JALAN : FASCICULUS GRACILIS DAN FASCICULUS CUNEATUS1. Jalan dalam medula spinalis memasuki cornu posterius substansia alba sisi yang

sama.Untuk segera bercabang 2 : CABANG TURUN

Jalan melewati beberapa segmen medulla spinalis sambil memberikan beberapa cabang collateral dan bersinapsis dengan neuron pada cornu posterius dan neuron pada cornu anterius pada segmen yang dilewati. Hubungan intersegmental iniberfungsi dalam refleks intersegmental.

CABANG NAIK Serabut sarafnya lebih panjang dan sebagian akan bersinapsis dengan neuron orde kedua pada cornu posterius dan anterius substansia grissea. Hubungan ini berperan dalam refleks intersegmental. Sebagian besar serabut saraf yang naik  berjalan dalam columna posterius substansia alba sebagai:

Fasciculus gracilis Fasciculus cutaneus

2. J a l a n d a l a m m e d u l l a O b l o n g a t a Axon dari neuro orde pertama jalan keatas secara ipsilateral (tidak menyilang garistengah) dan bersinapsis dgn neuron orde kedua : nuclei gracilis dan nuclei cuneatus. Dari orde kedua akan membentuk serabut saraf disebut sebagai : fibra arcuata interna. Kemudian menyilang garis tengah membentuk decussiatio sensorik. Selanjutnya pergi ke dua tempat :

Ke cerebellum melalui pedunculus cerebelli inferior dan membantuk traktuscuneocerebellaris. Serabutnya sendiri mengelompok membentuk fibra arcuata eksterna. Fungsinya untuk mengirimkan informasi sensasi otot skelet dansensasi ke serebellum.

K e p o n s3. Jalan ke pons, ke mesencephalon dan diencephalon setelah membentuk decussatio

(pada medulla oblongata saraf jalan ke atas sebagai lemniscus medialis untuk berakhir pada

Page 5: PBL nyeri kepala

neuron orde ketiga: nuclei posterolateral dari kelompok ventral thalamus (bagian dari kelompok nuclei lateralis thalamus).

4. Ke korteks cerebri neuron orde ketiga melewati crus posterius capsula interna dan coronaradiata menuju gyrus postcentralis. DISINI BARU KITA MENYADARI PEMBEDAANSENSASI DISKRIMINASI SENTUHAN DAN GETARAN DARI SENDI ATAU OTOT SADAR.

JALA N RAYA SENSASI OTOT SADAR (OTOT LURIK) DAN SENDI KE CEREBELLUM ADA 3 JALAN :

1 . T R A K T U S S P I N O C E R E B E L L A R I S P O S T E R I U SAxon orde pertama memasuki medula spinalis pada collumna posterius substansiagrissea untuk bersinapsis dengan neuron orde kedua: nucleus dorsalis (Clarki) yangterletak pada basis cornu posterius substansia grissea.Axon orde kedua memasuki poterolateral substansia alba pada sisi yang sama untuk naik keatas sebagai : TRAKTUS SPINOCEREBELLARIS POSTERIUS. Traktus spinocerebellaris posterius masuk ke peduncullus cerebellaris inferior untuk menuju corteks cerebellum.

FUNGSI : membawa informasi dari otot sadar dan sendi, terutama dari reseptor Muscle spindle dan reseptor yang ada di tendo, ligamentum dan capsula articularedari tubuh dan anggota badan.

2 . T R A K T U S S P I N O C E R E B E L L A R I S A N T E R I U SJalan dari medulla spinalis, axon Axon orde pertama memasuki medula spinalis padacollumna posterius substansia grissea untuk bersinapsis dengan neuron orde kedua:nucleus dorsalis (Clarki) berlanjut menjadi traktus spinocerebellaris posterius danmasuk ke peduncullus cerebellaris superior dan berakhir pada korteks cerebella

FUNGSI : MEMBAWA INFORMASI DARI RESEPTOR MUSCLE SPINDLE DAN TENDO DARI ANGGOTA BADAN ATAS DAN BAWAH

3 . T R A K T U S C U N E O C E R E B E L L A R I SPusatnya di nucleus cuneatus. Perjalannya mulai dengan memasuki pedunculuscerebelli inferior menuju corteks cerbelli. Disebut juga fibra arcuata externa posterius.

FUNGSI: MENERUSKAN INFORMASI DARI MUSCLE SPINDLE DANTENDO KE CEREBELLUM.

JALAN RAYA NAIK LAINNYA1 . T R A K T U S S P I N O T E C T A L I S

Neuron orde pertama memasuki cornu posterius dan bersinapsis dengan neuron orde kedua yang letaknya pada cornu posterius.

Dari neuron orde kedua jalan menyilang garis tengah kemudian naik ke atas pada anterolateral substansia alba sebagai traktus spinotektalis.

Beriringan dengan traktus spinothalamicus lateralis et anterius, kemudian bersama-sama membentuk LEMNISCUS SPINALIS dan menuju ke otak 

FUNGSI : MEMBAWA INFORMASI UNTUK REFLEKS SPINOVISUAL DAN AKAN MENIMBULKAN GERAKAN BOLA MATA DAN KEPALA YANG MENUNUJUK KE ARAH DATANGNYA SUMBER STIMULI.

2 . T R A K T U S S P I N O R E T I C U L A R I S

Page 6: PBL nyeri kepala

Neuron orde pertama memasuki cornu posterius dan bersinapsis dengan neuron orde kedua yang letaknya pada cornu posterius.

Dari neuron orde kedua jalan menyilang garis tengah kemudian naik ke atas pada anterolateral substansia alba dan bercampur dengan traktus spinothalamicus

Traktus spinoreticularis jalan pada sisi yang sama dan akan bersinapsis denganneuron orde ketiga: formatio retikulare dimedulla oblongata, pons, danmesencephalon.

FUNGSI : MEMBAWA INFORMASI TENTANG TINGKAT-TINGKATKESADARAN

3 . T R A K T U S S P I N O O L I V A R I U S Neuron orde pertama memasuki cornu posterius dan bersinapsis dengan neuronorde ke2

yang letaknya pada cornu posterius. Dari neuron orde ke2 jalan menyilang garis tengah dan naik ke atas antara cornuanterius

dengan cornu laterale substansia alba sebagai TRAKTUSSPINOOLIVARIUS. Traktus spinoolivarius bersinapsis dengan neuron ketiga : nuclei olivariusinferius.

Neuron orde ketiga menyilang garis tengah dan memasuki cerebellummelalui peduncullus cerebelli inferius untuk pergi ke korteks cerebellum.

FUNGSI : MEMBAWA INFORMASI EXTEROSEPTIF DAN PROPRIOSEPTIFKE CEREBELLUM.

JALAN RAYA VISCERALAxon orde pertama dari thorax dan abdomen memasuki cornu posterius untuk bersinapsisdengan neuron orde kedua dalam substansia grissea. Kemudian axon pada orde kedua bergabung dengan traktus spinothalamicus untuk berakhir pada neuron orde ketiga : nuclei posterolateral dari kelompok ventral thalami. Axon neuron ketiga diduga pergi ke gyrus postcentralis (area Brodmann 3,2,1)

FUNGSI : INFORMASI PRESSORECEPTOR DARI TUNICA MUCOSA RECTUM DAN VESICA URINARIA UNTUK KEPERLUAN DAFAECATIO DAN MIXTIO.

1.2 Fisiologi nyeri

Menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah sensori subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang didapat terkait dengan kerusakan jaringan aktual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan.

Nyeri (sakit) merupakan mekanisme protektif yang dapat terjadi setiap saat bila ada jaringan manapun yang mengalami kerusakan, dan melalui nyeri inilah, seorang individu akan bereaksi dengan cara menjauhi stimulus nyeri tersebut.

Rasa nyeri dimulai dengan adanya perangsangan pada reseptor nyeri oleh stimulus nyeri. Stimulus nyeri dapat dibagi tiga yaitu mekanik, termal, dan kimia. Mekanik, spasme otot merupakan penyebab nyeri yang umum karena dapat mengakibatkan terhentinya aliran darah ke jaringan ( iskemia jaringan), meningkatkan metabolisme di jaringan dan juga perangsangan langsung ke reseptor nyeri sensitif mekanik.

Termal, rasa nyeri yang ditimbulkan oleh suhu yang tinggi tidak berkorelasi dengan jumlah kerusakan yang telah terjadi melainkan berkorelasi dengan kecepatan kerusakan jaringan yang timbul. Hal ini juga berlaku untuk penyebab nyeri lainnya yang bukan termal seperti infeksi, iskemia jaringan, memar jaringan, dll. Pada suhu 45 C, jaringan – jaringan dalam tubuh akan mengalami kerusakan yang didapati pada sebagian besar populasi.

Page 7: PBL nyeri kepala

Kimia, ada beberapa zat kimia yang dapat merangsang nyeri seperti bradikinin, serotonin, histamin, ion kalium, asam, asetilkolin, dan enzim proteolitik. Dua zat lainnya yang diidentifikasi adalah prostaglandin dan substansi P yang bekerja dengan meningkatkan sensitivitas dari free nerve endings. Prostaglandin dan substansi P tidak langsung merangsang nyeri tersebut. Dari berbagai zat yang telah dikemukakan, bradikinin telah dikenal sebagai penyebab utama yang menimbulkan nyeri yang hebat dibandingkan dengan zat lain. Kadar ion kalium yang meningkat dan enzim proteolitik lokal yang meningkat sebanding dengan intensitas nyeri yang sirasakan karena kedua zat ini dapat mengakibatkan membran plasma lebih permeabel terhadap ion. Iskemia jaringan juga termasuk stimulus kimia karena pada keadaan iskemia terdapat penumpukan asam laktat, bradikinin, dan enzim proteolitik.

Semua jenis reseptor nyeri pada manusia merupakan free nerve endings. Reseptor nyeri banyak tersebar pada lapisan superfisial kulit dan juga pada jaringan internal tertentu, seperti periosteum, dinding arteri, permukaan sendi, falx, dan tentorium. Kebanyakan jaringan internal lainnya hanya diinervasi oleh free nerve endings yang letaknya berjauhan sehingga nyeri pada organ internal umumnya timbul akibat penjumlahan perangsangan berbagai nerve endings dan dirasakan sebagai slow – chronic- aching type pain.

Nyeri dapat dibagi atas dua yaitu fast pain dan slow pain. Fast pain, nyeri akut, merupakan nyeri yang dirasakan dalam waktu 0,1 s setelah stimulus diberikan. Nyeri ini disebabkan oleh adanya stimulus mekanik dan termal. Signal nyeri ini ditransmisikan dari saraf perifer menuju korda spinalis melalui serat Aδ dengan kecepatan mencapai 6 – 30 m/s. Neurotransmitter yang mungkin digunakan adalah glutamat yang juga merupakan neurotransmitter eksitatorik yang banyak digunakan pada CNS. Glutamat umumnya hanya memiliki durasi kerja selama beberapa milliseconds.

Slow pain, nyeri kronik, merupakan nyeri yang dirasakan dalam wkatu lebih dari 1 detik setelah stimulus diberikan. Nyeri ini dapat disebabkan oleh adanya stimulus mekanik, kimia dan termal tetapi stimulus yang paling sering adalah stimulus kimia. Signal nyeri ini ditransmisikan dari saraf perifer menuju korda spinalis melalui serat C dengan kecepatan mencapai 0,5 – 2 m/s. Neurotramitter yang mungkin digunakan adalah substansi P.

Meskipun semua reseptor nyeri adalah free nerve endings, jalur yang ditempuh dapat dibagi menjadi dua pathway yaitu fast-sharp pain pathway dan slow- chronic pain pathway. Setelah mencapai korda spinalis melalui dorsal spinalis, serat nyeri ini akan berakhir pada relay neuron pada kornu dorsalis dan selanjutnya akan dibagi menjadi dua traktus yang selanjutnya akan menuju ke otak. Traktus itu adalah neospinotalamikus untuk fast pain dan paleospinotalamikus untuk slow pain.Traktus neospinotalamikus untuk fast pain, pada traktus ini, serat Aδ yang mentransmisikan nyeri akibat stimulus mekanik maupun termal akan berakhir pada lamina I (lamina marginalis) dari kornu dorsalis dan mengeksitasi second-order neurons dari traktus spinotalamikus. Neuron ini memiliki serabut saraf panjang yang menyilang menuju otak melalui kolumn anterolateral. Serat dari neospinotalamikus akan berakhir pada: (1) area retikular dari batang otak (sebagian kecil), (2) nukleus talamus bagian posterior (sebagian kecil), (3) kompleks ventrobasal (sebagian besar). Traktus lemniskus medial bagian kolumn dorsalis untuk sensasi taktil juga berakhir pada daerah ventrobasal. Adanya sensori taktil dan nyeri yang diterima akan memungkinkan otak untuk menyadari lokasi tepat dimana rangsangan tersebut diberikan.

Traktus paleospinotalamikus untuk slow pain, traktus ini selain mentransmisikan sinyal dai serat C, traktus ini juga mentransmisikan sedikit sinyal dari serat Aδ. Pada traktus ini , saraf perifer akan hampir seluruhnya nerakhir pada lamina II dan III yang apabila keduanya digabungkan, sering disebut dengan substansia gelatinosa. Kebanyakan sinyal kemudian akan melalui sebuah atau beberapa neuron pendek yang menghubungkannya dengan area lamina V lalu kemudian kebanyakan serabut saraf ini akan bergabung dengan serabut saraf dari fast-sharp pain pathway. Setelah itu, neuron terakhir yang panjang akan menghubungkan sinyal ini ke otak pada jaras anterolateral.

Page 8: PBL nyeri kepala

Ujung dari traktus paleospinotalamikus kebanyakan berakhir pada batang otak dan hanya sepersepuluh ataupun seperempat sinyal yang akan langsung diteruskan ke talamus. Kebanyakan sinyal akan berakhir pada salah satu tiga area yaitu : (1) nukleus retikularis dari medulla, pons, dan mesensefalon, (2) area tektum dari mesensefalon, (3) regio abu – abu dari peraquaductus yang mengelilingi aquaductus Silvii. Ketiga bagian ini penting untuk rasa tidak nyaman dari tipe nyeri. Dari area batang otak ini, multipel serat pendek neuron akan meneruskan sinyal ke arah atas melalui intralaminar dan nukleus ventrolateral dari talamus dan ke area tertentu dari hipotalamus dan bagian basal otak.

2. Memahami dan menjelaskan nyeri kepala

2.1 Definisi

Nyeri kepala adalah rasa sakit atau tidak nyaman antara orbita dengan kepala yang berasal dari struktur sensitif terhadap rasa sakit ( sumber : Neurology and neurosurgery illustrated Kenneth).

2.2 Epidemiologi

Faktor resiko terjadinya sakit kepala adalah gaya hidup, kondisi penyakit, jenis kelamin, umur, pemberian histamin atau nitrogliserin sublingual dan faktor genetik. Prevalensi sakit kepala di USA menunjukkan 1 dari 6 orang (16,54%) atau 45 juta orang menderita sakit kepala kronik dan 20 juta dari 45 juta tersebut merupakan wanita. 75 % dari jumlah di atas adalah tipe tension headache yang berdampak pada menurunnya konsentrasi belajar dan bekerja sebanyak 62,7 %. Menurut IHS, migren sering terjadi pada pria dengan usia 12 tahun sedangkan pada wanita, migren sering terjadi pada usia besar dari 12 tahun. IHS juga mengemukakan cluster headaache 80 – 90 % terjadi pada pria dan prevalensi sakit kepala akan meningkat setelah umur 15 tahun.

2.3 Etiologi

Sakit kepala bisa disebabkan oleh kelainan: (1) vaskular, (2) jaringan saraf, (3) gigi – geligi, (4) orbita, (5) hidung dan (6) sinus paranasal, (7) jaringan lunak di kepala, kulit, jaringan subkutan, otot, dan periosteum kepala. Selain kelainan yang telah disebutkan diatas, sakit kepala dapat disebabkan oleh stress dan perubahan lokasi (cuaca, tekanan, dll.).

2.4 Klasifikasi

Nyeri kepala dapat diklasifikasikan menjadi sakit kepala primer, sakit kepalasekunder, dan neuralgia kranial, nyeri fasial serta sakit kepala lainnya. Nyeri kepala primer dapat dibagi menjadi migraine, tension type headache, cluster headache dengan sefalgia trigeminal/autonomik, dan nyeri kepala primer lainnya. Nyeri kepala sekunder dapat dibagi menjadi sakit kepala yang disebabkan oleh karena trauma pada kepala dan leher, nyeri kepala akibat kelainan vaskular kranial dan servikal, nyeri kepala yang bukan disebabkan kelainan vaskular intrakranial, nyeri kepala akibat adanya zat atau withdrawal, sakit kepala akibat infeksi, sakit kepala akibat gangguan homeostasis, nyeri kepala atau nyeri pada wajah akibat kelainan kranium, leher, telinga, hidung, dinud, gigi, mulut atau struktur lain di kepala dan wajah, nyeri kepala akibat kelainan psikiatri.A. Migren

Definisi MigrenMenurut International Headache Society (IHS), migren adalah nyeri kepala dengan serangan nyeri yang berlansung 4 – 72 jam. Nyeri biasanya unilateral, sifatnya berdenyut, intensitas nyerinya sedang

Page 9: PBL nyeri kepala

samapai berat dan diperhebat oleh aktivitas, dan dapat disertai mual muntah, fotofobia dan fonofobia.

Etiologi dan Faktor Resiko MigrenEtiologi migren adalah sebagai berikut : (1) perubahan hormon (65,1%), penurunan konsentrasi esterogen dan progesteron pada fase luteal siklus menstruasi, (2) makanan (26,9%), vasodilator (histamin seperti pada anggur merah, natrium nitrat), vasokonstriktor (tiramin seperti pada keju, coklat, kafein), zat tambahan pada makanan (MSG), (3) stress (79,7%), (4) rangsangan sensorik seperti sinar yang terang menyilaukan(38,1%) dan bau yang menyengat baik menyenangkan maupun tidak menyenangkan, (5) faktor fisik seperti aktifitas fisik yang berlebihan (aktifitas seksual) dan perubahan pola tidur, (6) perubahan lingkungan (53,2%), (7) alkohol (37,8%), (7) merokok (35,7%). Faktor resiko migren adalah adanya riwayat migren dalam keluarga, wanita, dan usia muda.

Epidemiologi MigrenMigren terjadi hampir pada 30 juta penduduk Amerika Serikat dan 75 % diantaranya adalah wanita. Migren dapat terjadi pada semua usia tetapi biasanya muncul pada usia 10 – 40 tahun dan angka kejadiannya menurun setelah usia 50 tahun. Migren tanpa aura lebih sering diabndingkan migren yang disertai aura dengan persentasi 9 : 1.

Klasifikasi MigrenMigren dapat diklasifikasikan menjadi migren dengan aura, tanpa aura, dan migren kronik (transformed). Migren dengan aura adalah migren dengan satu atau lebih aura reversibel yang mengindikasikan disfungsi serebral korteks dan atau tanpa disfungsi batang otak, paling tidak ada satu aura yang terbentuk berangsur – angsur lebih dari 4 menit, aura tidak bertahan lebih dari 60 menit, dan sakit kepala mengikuti aura dalam interval bebas waktu tidak mencapai 60 menit. Migren tanpa aura adalah migren tanpa disertai aura klasik, biasanya bilateral dan terkena pada periorbital. Migren kronik adalah migren episodik yang tampilan klinisnya dapat berubah berbulan- bulan sampai bertahun- tahun dan berkembang menjadi sindrom nyeri kepala kronik dengan nyeri setiap hari.

Patofisiologi MigrenTerdapat berbagai teori yang menjelaskan terjadinya migren. Teori vaskular, adanya gangguan vasospasme menyebabkan pembuluh darah otak berkonstriksi sehingga terjadi hipoperfusi otak yang dimulai pada korteks visual dan menyebar ke depan. Penyebaran frontal berlanjuta dan menyebabkan fase nyeri kepala dimulai. Teori cortical spread depression, dimana pada orang migrain nilai ambang saraf menurun sehingga mudah terjadi eksitasi neuron lalu berlaku short-lasting wave depolarization oleh pottasium-liberating depression (penurunan pelepasan kalium) sehingga menyebabkan terjadinya periode depresi neuron yang memanjang. Selanjutnya, akan terjadi penyebaran depresi yang akan menekan aktivitas neuron ketika melewati korteks serebri.

Teori Neovaskular (trigeminovascular), adanya vasodilatasi akibat aktivitas NOS dan produksi NO akan merangsang ujung saraf trigeminus pada pembuluh darah sehingga melepaskan CGRP (calcitonin gene related). CGRP akan berikatan pada reseptornya di sel mast meningens dan akan merangsang pengeluaran mediator inflamasi sehingga menimbulkan inflamasi neuron. CGRP juga bekerja pada arteri serebral dan otot polos yang akan mengakibatkan peningkatan aliran darah. Selain itu, CGRP akan bekerja pada post junctional site second order neuron yang bertindak sebagai transmisi impuls nyeri.

Teori sistem saraf simpatis, aktifasi sistem ini akan mengaktifkan lokus sereleus sehingga terjadi peningkatan kadar epinefrin. Selain itu, sistem ini juga mengaktifkan nukleus dorsal rafe sehingga terjadi peningkatan kadar serotonin. Peningkatan kadar epinefrin dan serotonin akan menyebabkan

Page 10: PBL nyeri kepala

konstriksi dari pembuluh darah lalu terjadi penurunan aliran darah di otak. Penurunan aliran darah di otak akan merangsang serabut saraf trigeminovaskular. Jika aliran darah berkurang maka dapat terjadi aura. Apabila terjadi penurunan kadar serotonin maka akan menyebabkan dilatasi pembuluh darah intrakranial dan ekstrakranial yang akan menyebabkan nyeri kepala pada migren.

Diagnosa MigrenAnamnesa riwayat penyakit dan ditegakkan apabila terdapat tanda – tanda khas migren. Kriteria diagnostik IHS untuk migren dengan aura mensyaratkan bahwa harus terdapat paling tidak tiga dari empat karakteristik berikut : (1) migren dengan satu atau lebih aura reversibel yang mengindikasikan disfungsi serebral korteks dan atau tanpa disfungsi batang otak, (2) paling tidak ada satu aura yang terbentuk berangsur – angsur lebih dari 4 menit, (3) aura tidak bertahan lebih dari 60 menit, (4) sakit kepala mengikuti aura dalam interval bebas waktu tidak mencapai 60 menit

Kriteria diagnostik IHS untuk migren tanpa aura mensyaratkan bahwa harus terdapat paling sedikit lima kali serangan nyeri kepala seumur hidup yang memenuhi kriteria berikut : (a) berlangsung 4 – 72 jam, (b) paling sedikit memenuhi dua dari : (1) unilateral , (2) sensasi berdenyut, (3) intensitas sedang berat, (4) diperburuk oleh aktifitas, (3) bisa terjadi mual muntah, fotofobia dan fonofobia.

Pemeriksaan Penunjang MigrenPemeriksaan untuk menyingkirkan penyakit lain ( jika ada indikasi) adalah pencitraan ( CT scan dan MRI) dan punksi lumbal.

Diferensial diagnosa MigrenDiferensial diagnosa migren adalah malformasi arteriovenus, aneurisma serebri, glioblastoma, ensefalitis, meningitis, meningioma, sindrom lupus eritematosus, poliarteritis nodosa, dan cluster headache.

Terapi MigrenTujuan terapi migren adalah membantu penyesuaian psikologis dan fisiologis, mencegah berlanjutnya dilatasi ekstrakranial, menghambat aksi media humoral ( misalnya serotonin dan histamin), dan mencegah vasokonstriksi arteri intrakranial untuk memperbaiki aliran darah otak.

Terapi tahap akut adalah ergotamin tatrat, secara subkutan atau IM diberikan sebanyak 0,25 – 0,5 mg. Dosis tidak boleh melewati 1mg/24 jam. Secara oral atau sublingual dapat diberikan 2 mg segera setelah nyeri timbul. Dosis tidak boleh melewati 10 mg/minggu. Dosis untuk pemberian nasal adalah 0,5 mg (sekali semprot). Dosis tidak boleh melewati 2 mg (4 semprotan). Kontraindikasi adalah sepsis, penyakit pembuluh darah, trombofebilitis, wanita haid, hamil atau sedang menggunakan pil anti hamil. Pada wanita hamil, haid atau sedang menggunakan pil anti hamil berikan pethidin 50 mg IM. Pada penderita penyakit jantung iskemik gunakan pizotifen 3 sampai 5 kali 0,5 mg sehari. Selain ergotamin juga bisa obat – obat lain (lihat tabel 6). Terapi profilaksis menggunakan metilgliserid malead, siproheptidin hidroklorida, pizotifen, dan propanolol. Selain menggunakan obat – obatan, migren dapat diatasi dengan menghindari aktor penyebab, manajemen lingkungan, memperkirakan siklus menstruasi, yoga, meditasi, dan hipnotis.

Komplikasi MigrenKomplikasi Migren adalah rebound headache, nyeri kepala yang disebabkan oleh penggunaan obat – obatan analgesia seperti aspirin, asetaminofen, dll yang berlebihan.Pencegahan MigrenPencegahan migren adalah dengan mencegah kelelahan fisik, tidur cukup, mengatasi hipertensi, menggunakan kacamata hitam untuk menghindari cahaya matahari, mengurangi makanan (seperti keju, coklat, alkohol, dll.), makan teratur, dan menghindari stress.

Page 11: PBL nyeri kepala

B. Tension type headache

Definisi Tension Type Headache (TTH)Merupakan sensasi nyeri pada daerah kepala akibat kontraksi terus menerus otot- otot kepala dan tengkuk ( M.splenius kapitis, M.temporalis, M.maseter, M.sternokleidomastoid, M.trapezius, M.servikalis posterior, dan M.levator skapula).

Etiologi dan Faktor Resiko Tension Type Headache (TTH)Etiologi dan Faktor Resiko Tension Type Headache (TTH) adalah stress, depresi, bekerja dalam posisi yang menetap dalam waktu lama, kelelahan mata, kontraksi otot yang berlebihan, berkurangnya aliran darah, dan ketidakseimbangan neurotransmitter seperti dopamin, serotonin, noerpinefrin, dan enkephalin.

Epidemiologi Tension Type Headache (TTH)TTH terjadi 78 % sepanjang hidup dimana Tension Type Headache episodik terjadi 63 % dan Tension Type Headache kronik terjadi 3 %. Tension Type Headache episodik lebih banyak mengenai pasien wanita yaitu sebesar 71% sedangkan pada pria sebanyak 56 %. Biasanya mengenai umur 20 – 40 tahun.

Klasifikasi Tension Type Headache (TTH)Klasifikasi TTH adalah Tension Type Headache episodik dan dan Tension Type Headache kronik. Tension Type Headache episodik, apabila frekuensi serangan tidak mencapai 15 hari setiap bulan. Tension Type Headache episodik (ETTH) dapat berlangsung selama 30 menit – 7 hari. Tension Type Headache kronik (CTTH) apabila frekuensi serangan lebih dari 15 hari setiap bulan dan berlangsung lebih dari 6 bulan.

Patofisiologi Tension Type Headache (TTH)Patofisiologi TTH masih belum jelas diketahui. Pada beberapa literatur dan hasil penelitian disebutkan beberapa keadaan yang berhubungan dengan terjadinya TTH sebagai berikut : (1) disfungsi sistem saraf pusat yang lebih berperan daripada sistem saraf perifer dimana disfungsi sistem saraf perifer lebih mengarah pada ETTH sedangkan disfungsi sistem saraf pusat mengarah kepada CTTH, (2) disfungsi saraf perifer meliputi kontraksi otot yang involunter dan permanen tanpa disertai iskemia otot, (3) transmisi nyeri TTH melalui nukleus trigeminoservikalis pars kaudalis yang akan mensensitasi second order neuron pada nukleus trigeminal dan kornu dorsalis ( aktivasi molekul NO) sehingga meningkatkan input nosiseptif pada jaringan perikranial dan miofasial lalu akan terjadi regulasi mekanisme perifer yang akan meningkatkan aktivitas otot perikranial. Hal ini akan meningkatkan pelepasan neurotransmitter pada jaringan miofasial, (4) hiperflesibilitas neuron sentral nosiseptif pada nukleus trigeminal, talamus, dan korteks serebri yang diikuti hipesensitifitas supraspinal (limbik) terhadap nosiseptif. Nilai ambang deteksi nyeri ( tekanan, elektrik, dan termal) akan menurun di sefalik dan ekstrasefalik. Selain itu, terdapat juga penurunan supraspinal decending pain inhibit activity, (5) kelainan fungsi filter nyeri di batang otak sehingga menyebabkan kesalahan interpretasi info pada otak yang diartikan sebagai nyeri, (6) terdapat hubungan jalur serotonergik dan monoaminergik pada batang otak dan hipotalamus dengan terjadinya TTH. Defisiensi kadar serotonin dan noradrenalin di otak, dan juga abnormal serotonin platelet, penurunan beta endorfin di CSF dan penekanan eksteroseptif pada otot temporal dan maseter, (7) faktor psikogenik ( stres mental) dan keadaan non-physiological motor stress pada TTH sehingga melepaskan zat iritatif yang akan menstimulasi perifer dan aktivasi struktur persepsi nyeri supraspinal lalu modulasi nyeri sentral. Depresi dan ansietas akan meningkatkan frekuensi TTH dengan mempertahankan sensitisasi sentral pada jalur transmisi nyeri, (8) aktifasi NOS ( Nitric Oxide Synthetase) dan NO pada kornu dorsalis.

Page 12: PBL nyeri kepala

Pada kasus dijumpai adanya stress yang memicu sakit kepala. Ada beberapa teori yang menjelaskan hal tersebut yaitu (1) adanya stress fisik (kelelahan) akan menyebabkan pernafasan hiperventilasi sehingga kadar CO2 dalam darah menurun yang akan mengganggu keseimbangan asam basa dalam darah. Hal ini akan menyebabkan terjadinya alkalosis yang selanjutnya akan mengakibatkan ion kalsium masuk ke dalam sel dan menimbulkan kontraksi otot yang berlebihan sehingga terjadilah nyeri kepala. (2) stress mengaktifasi saraf simpatis sehingga terjadi dilatasi pembuluh darah otak selanjutnya akan mengaktifasi nosiseptor lalu aktifasi aferen gamma trigeminus yang akan menghasilkan neuropeptida (substansi P). Neuropeptida ini akan merangsang ganglion trigeminus (pons). (3) stress dapat dibagi menjadi 3 tahap yaitu alarm reaction, stage of resistance, dan stage of exhausted. Alarm reaction dimana stress menyebabkan vasokontriksi perifer yang akan mengakibatkan kekurangan asupan oksigen lalu terjadilah metabolisme anaerob. Metabolisme anaerob akan mengakibatkan penumpukan asam laktat sehingga merangsang pengeluaran bradikinin dan enzim proteolitik yang selanjutnya akan menstimulasi jaras nyeri. Stage of resistance dimana sumber energi yang digunakan berasal dari glikogen yang akan merangsang peningkatan aldosteron, dimana aldosteron akan menjaga simpanan ion kalium. Stage of exhausted dimana sumber energi yang digunakan berasal dari protein dan aldosteron pun menurun sehingga terjadi deplesi K+. Deplesi ion ini akan menyebabkan disfungsi saraf.

Diagnosa Tension Type Headache (TTH)Tension Type Headache harus memenuhi syarat yaitu sekurang – kurangnya dua dari berikut ini : (1) adanya sensasi tertekan/terjepit, (2) intensitas ringan – sedang, (3) lokasi bilateral, (4) tidak diperburuk aktivitas. Selain itu, tidak dijumpai mual muntah, tidak ada salah satu dari fotofobia dan fonofobia.

Gejala klinis dapat berupa nyeri ringan- sedang – berat, tumpul seperti ditekan atau diikat, tidak berdenyut, menyeluruh, nyeri lebih hebat pada daerah kulit kepala, oksipital, dan belakang leher, terjadi spontan, memburuk oleh stress, insomnia, kelelahan kronis, iritabilitas, gangguan konsentrasi, kadang vertigo, dan rasa tidak nyaman pada bagian leher, rahang serta temporomandibular.

Pemeriksaan Penunjang Tension Type Headache (TTH): Tidak ada uji spesifik untuk mendiagnosis TTH dan pada saat dilakukan pemeriksaa neurologik tidak ditemukan kelainan apapun. TTH biasanya tidak memerlukan pemeriksaan darah, rontgen, CT scan kepala maupun MRI.

Diferensial Diagnosa Tension Type Headache (TTH)Diferensial Diagnosa dari TTH adalah sakit kepala pada spondilo-artrosis deformans, sakit kepala pasca trauma kapitis, sakit kepala pasca punksi lumbal, migren klasik, migren komplikata, cluster headache, sakit kepala pada arteritis temporalis, sakit kepala pada desakan intrakranial, sakit kepala pada penyakit kardiovasikular, dan sakit kepala pada anemia.

Terapi Tension Type Headache (TTH)Relaksasi selalu dapat menyembuhkan TTH. Pasien harus dibimbing untuk mengetahui arti dari relaksasi yang mana dapat termasuk bed rest, massage, dan/ atau latihan biofeedback. Pengobatan farmakologi adalah simpel analgesia dan/atau mucles relaxants. Ibuprofen dan naproxen sodium merupakan obat yang efektif untuk kebanyakan orang. Jika pengobatan simpel analgesia (asetaminofen, aspirin, ibuprofen, dll.) gagal maka dapat ditambah butalbital dan kafein ( dalam bentuk kombinasi seperti Fiorinal) yang akan menambah efektifitas pengobatan.

Prognosis dan Komplikasi Tension Type Headache (TTH)TTH pada kondisi dapat menyebabkan nyeri yang menyakitkan tetapi tidak membahayakan.Nyeri ini dapat sembuh dengan perawatan ataupun dengan menyelesaikan masalah yang menjadi latar belakangnya jika penyebab TTH berupa pengaruh psikis. Nyeri kepala ini dapat sembuh dengan

Page 13: PBL nyeri kepala

terapi obat berupa analgesia. TTh biasanya mudah diobati sendiri. Progonis penyakit ini baik, dan dengan penatalaksanaan yang baik maka > 90 % pasien dapat disembuhkan.

Komplikasi TTH adalah rebound headache yaitu nyeri kepala yang disebabkan oleh penggunaan obat – obatan analgesia seperti aspirin, asetaminofen, dll yang berlebihan.

Pencegahan Tension Type Headache (TTH)Pencegahan TTH adalah dengan mencegah terjadinya stress dengan olahraga teratur, istirahat yang cukup, relaksasi otot (massage, yoga, stretching), meditasi, dan biofeedback. Jika penyebabnya adalah kecemasan atau depresi maka dapat dilakukan behavioral therapy. Selain itu, TTH dapat dicegah dengan mengganti bantal atau mengubah posisi tidur dan mengkonsumsi makanan yang sehat.

C. Cluster headache

DefinisiCluster headache adalah suatu sindrom idiopatik yang terdiri dari serangan yang jelas dan berulang dari suatu nyeri periorbital unilateral yang mendadak dan parah.

PatofisiologiPatofisiologi dari cluster headache belum sepenuhnya dimengerti. Periodisitasnya dikaitkan dengan pengaruh hormon pada hipotalamus (terutama nukleus suprachiasmatik). Baru-baru ini neuroimaging fungsional dengan positron emision tomografi (PET) dan pencitraan anatomis dengan morfometri voxel-base telah mengidentifikasikan bagian posterior dari substansia grisea dari hipotalamus sebagai area kunci dasar kerusakan pada cluster headache.

Nyeri pada cluster headache diperkirakan dihasilkan pada tingkat kompleks perikarotid atau sinus kavernosus. Daerah ini menerima impuls simpatis dan parasimpatis dari batang otak, mungkin memperantarai terjadinya fenomena otonom pada saat serangan. Peranan pasti dari faktor-faktor imunologis dan vasoregulator, sebagaimana pengaruh hipoksemia dan hipokapnia pada cluster headache masih kontroversial.

PenyebabPenyebab cluster headache masih belum diketahui. Cluster headache sepertinya tidak berkaitan dengan penyakit lainnya pada otak.

Berdasarkan jangka waktu periode cluster dan periode remisi, international headache society telah mengklasifikasikan cluster headache menjadi dua tipe :

1. Episodik, dalam bentuk ini cluster headache terjadi setiap hari selama satu minggu sampai satu tahun diikuti oleh remisi tanpa nyeri yang berlangsung beberapa minggu sampai beberapa tahun sebelum berkembangnya periode cluster selanjutnya.

2. Kronik, dalam bentuk ini cluster headache terjadi setiap hari selama lebih dari satu tahun dengan tidak ada remisi atau dengan periode tanpa nyeri berlangsung kurang dari dua minggu.

Sekitar 10 sampai 20 % orang dengan cluster headache mempunyai tipe kronik. Cluster headache kronik dapat berkembang setelah suatu periode serangan episodik atau dapat berkembang secara spontan tanpa di dahului oleh riwayat sakit kepala sebelumnya. Beberapa orang mengalami fase episodik dan kronik secara bergantian.

Para peneliti memusatkan pada mekanisme yang berbeda untuk menjelaskan karakter utama dari cluster headache. Mungkin terdapat riwayat keluarga dengan cluster headache pada penderita, yang

Page 14: PBL nyeri kepala

berarti ada kemungkinan faktor genetik yang terlibat. Beberapa faktor dapat bekerja sama menyebabkan cluster headache.

Pemicu Cluster Headache : Tidak seperti migraine dan sakit kepala tipe tension, cluster headache umumnya tidak berkaitan dengan pemicu seperti makanan, perubahan hormonal atau stress. Namun pada beberapa orang dengan cluster headache adalah merupakan peminum berat dan perokok berat. Setelah periode cluster dimulai, konsumsi alkohol dapat memicu sakit kepala yang sangat parah dalam beberapa menit. Untuk alasan ini banyak orang dengan cluster headache menjauhkan diri dari alkohol selama periode cluster. Pemicu lainnya adalah penggunaan obat-obatan seperti nitrogliserin, yang digunakan pada pasien dengan penyakit jantung.

Permulaan periode cluster seringkali setelah terganggunya pola tidur yang normal, seperti pada saat liburan atau ketika memulai pekerjaan baru atau jam kerja yang baru. Beberapa orang dengan cluster headache juga mengalami apnea pada saat tidur, suatu kondisi dimana terjadinya kolaps sementara pada dinding tenggorokan sehingga menyumbat jalan nafas berulang kali pada saat tidur.

Peningkatan Sensitivitas dari Jalur SarafNyeri yang sangat pada cluster headache berpusat di belakang atau di sekitar mata, di suatu daerah yang dipersarafi oleh nervus trigeminus, suatu jalur nyeri utama. Rangsangan pada saraf ini menghasilkan reaksi abnormal dari arteri yang menyuplai darah ke kepala. Pembuluh darah itu akan berdilatasi dan menyebabkan nyeri.

Beberapa gejala dari cluster headache seperti mata berair, hidung tersumbat dan atau berair, serta kelopak mata yang sulit diangkat melibatkan sistem saraf otonom. Saraf yang merupakan bagian dari sistem ini membentuk suatu jalur pada dasar otak. Ketika saraf trigeminus di aktivasi, menyebabkan nyeri pada mata, sistem saraf otonom juga diaktivasi dengan apa yang disebut refleks trigeminal otonom. Para peneliti percaya bahwa masih ada proses yang belum diketahui yang melibatkan peradangan atau aktivitas pembuluh darah abnormal pada daerah ini yang mungkin terlibat menyebabkan sakit kepala.

Fungsi Abnormal dari HipotalamusSerangan cluster biasanya terjadi dengan pengaturan seperti jam 24 jam sehari. Siklus periode cluster seringkali mengikuti pola musim dalam satu tahun. Pola ini menunjukkan bahwa jam biologis tubuh ikut terlibat. Pada manusia jam biologis terletak pada hipotalamus yang berada jauh di dalam otak. Dari banyak fungsi hipotalamus, bagian ini mengontrol siklus tidur bangun dan irama internal lainnya. Kelainan hipotalamus mungkin dapat menjelaskan adanya pengaturan waktu dan siklus pada cluster headache. Penelitian telah menemukan peningkatan aktivitas di dalam hipotalamus selama terjadinya cluster headache. Peningkatan aktivitas ini tidak ditemukan pada orang-orang dengan sakit kepala lainnya seperti migraine.

Penelitian juga menemukan bahwa orang-orang yang mempunyai tingkat hormon tertentu yang abnormal, termasuk melatonin dan testoteron, kadar hormon tersebut meningkat pada periode cluster. Perubahan hormon-hormon tersebut dipercayai karena ada masalah pada hipotalamus. Peneliti lainnya menemukan bahwa orang-orang dengan cluster headache mempunyai hipotalamus yang lebih besar daripada mereka yang tidak memiliki cluster headache. Namun masih belum diketahui mengapa bisa terjadi kelainan-kelainan semacam itu.

Tanda dan GejalaCluster headache menyerang dengan cepat, biasanya tanpa peringatan. Dalam hitungan menit nyeri yang sangat menyiksa berkembang. Rasa nyeri tersebut biasanya berkembang pada sisi kepala yang

Page 15: PBL nyeri kepala

sama pada periode cluster, dan terkadang sakit kepala menetap pada sisi tersebut seumur hidup pasien. Jarang sekali rasa nyeri berpindah ke sisi lain kepala pada periode cluster selanjutnya. Jauh lebih jarang lagi rasa nyeri berpindah-pindah setiap kali terjadi serangan.

Rasa nyeri pada cluster headache seringkali digambarkan sebagai suatu nyeri yang tajam, menusuk, atau seperti terbakar. Orang-orang dengan kondisi ini mengatakan bahwa rasa sakitnya seperti suatu alat pengorek yang panas ditusukkan pada mata atau seperti mata di dorong keluar dari tempatnya.

Tanda dan gejala lainnya yang mungkin bersamaan dengan cluster headache antara lain :a. Lubang hidung tersumbat atau berair pada sisi kepala yang terserang.b. Kemerahan pada muka.c. Bengkak di sekitar mata pada sisi wajah yang terkena.d. Ukuran pupil mengecil.e. Kelopak mata sulit untuk dibuka.

Tanda dan gejala tersebut hanya terjadi selama masa serangan. Namun demikina pada beberapa orang kelopak mata yang sulit ditutup dan mengecilnya ukuran pupil tetap ada lama setelah periode serangan. Beberapa gejala-gejala seperti migraine termasuk mual, fotofobia dan fonofobia, serta aura dapat terjadi pada cluster headache.

Karakteristik Periode ClusterSuatu periode cluster umumnya berlangsung antara 2 sampai 12 minggu. Periode cluster kronik dapat berlanjut lebih dari satu tahun. Tanggal permulaan dan jangka waktu dari tiap-tiap periode cluster seringkali dengan sangat mengagumkan konsisten dari waktu ke waktu. Untuk kebanyakan orang, periode cluster dapat terjadi musiman, sperti tiap kali musim semi atau tiap kali musim gugur. Adalah biasa untuk cluster bermula segera setelah salah satu titik balik matahari. Seiring dengan waktu periode cluster dapat menjadi lebih sering, lebih sulit untuk diramalkan, dan lebih lama.

Selama periode cluster, sakit kepala biasanya terjadi tiap hari, terkadang beberapa kali sehari. Suatu serangan tunggal rata-rata berlangsung 45 sampai 90 menit. Serangan terjadi pada waktu yang sama dalam tiap 24 jam. Serangan pada malam hari lebih sering daripada siang hari, seringkali berlangsung 90 menit sampai 3 jam setelah tertidur. Waktu tersering terjadinya serangan adalah antara jam satu sampai jam dua pagi, antara jam satu sampai jam tiga siang dan sekitar jam sembilan malam.

Cluster headache dapat menakutkan penderita serta orang-orang di sekitarnya. Serangan yang sangat membuat lemah sepertinya tak tertahankan. Namun nyerinya seringkali hilang mendadak sebagaimana ia di mulai, dengan intensitas yang menurun secara cepat. Setelah serangan, kebanyakan orang bebas sepenuhnya dari rasa sakit namun mengalami kelelahan. Kesembuhan sementara selama periode cluster dapat berlangsung beberapa jam sampai sehari penuh sebelum serangan selanjutnya.

DiagnosisCluster headache mempunyai ciri khas tipe nyeri dan pola serangan. Suatu diagnosis tergantung kepada gambaran dari serangan, termasuk nyeri, lokasi dan keparahan sakit kepala, dan gejala-gejala lainnya yang terkait. Frekuensi dan lama waktu terjadinya sakit kepala juga merupakan faktor yang penting. Keterlibatan fenomena otonom yang jelas adalah sangat penting pada cluster headache. Tanda-tanda tersebut diantaranya adalah rinorea dan hidung tersumbat ipsilateral, lakrimasi, hiperemi pada konjungtiva, diaforesis pada wajah, edema pada palpebra dan sindrom Horner parsial atau komplit, takikardia juga sering ditemukan.

Page 16: PBL nyeri kepala

Pemeriksaan neurologis dapat membantu untuk mendeteksi tanda-tanda dari cluster headache. Terkadang pupil terlihat lebih kecil atau palpebra terjatuh bahkan diantara serangan.

Cluster headache adalah suatu diagnosis klinis, pada kasus-kasus yang jarang lesi struktural dapat menyerupai gejala-gejala dari cluster headache, menegaskan perlunya pemeriksaan neuroimaging. Uji yang dilakukan adalah CT- Scan dan MRI.

Diagnosis Banding Anisocoria Atypical Facial Pain Basilar Artery Thrombosis Brainstem Gliomas Cavernous Sinus Syndromes Chronic Paroxysmal Hemicrania Craniopharyngioma Headache: Pediatric Perspective Intracranial Hemorrhage Migraine Headache Migraine Variants Pituitary Tumors Postherpetic Neuralgia Subarachnoid Hemorrhage Temporomandibular Joint Syndrome Tolosa-Hunt Syndrome Trigeminal Neuralgia

TerapiTidak ada terapi untuk menyembuhkan cluster headache. Tujuan dari pengobatan adalah menolong menurunkan keparahan nyeri dan memperpendek jangka waktu serangan. Obat-obat yang digunakan untuk cluster headache dapat dibagi menjadi obat-obat simtomatik dan profilaktik. Obta-obat simtomatik bertujuan untuk menghentikan atau mengurangi rasa nyeri setelah terjadi serangan cluster headache, sedangkan obat-obat profilaktik digunakan untuk mengurangi frekuensi dan intensitas eksaserbasi sakit kepala.

Karena sakit kepala tipe ini meningkat dengan cepat pengobatan simtomatik harus mempunyai sifat bekerja dengan cepat dan dapat diberikan segera, biasanya menggunakan injeksi atau inhaler daripada tablet per oral. Pengobatan simtomatik termasuk :

1. Oksigen. Menghirup oksigen 100 % melalui sungkup wajah dengan kapasitas 7 liter/menit memberikan kesembuhan yang baik pada 50 sampai 90 % orang-orang yang menggunakannya. Terkadang jumlah yang lebih besar dapat lebih efektif. Efek dari penggunaannya relatif aman, tidak mahal, dan efeknya dapat dirasakan setelah sekitar 15 menit. Kerugian utama dari penggunaan oksdigen ini adalah pasien harus membawa-bawa tabung oksigen dan pengaturnya, membuat pengobatan dengan cara ini menjadi tidak nyaman dan tidak dapat di akses setiap waktu. Terkadang oksigen mungkin hanya menunda daripada menghentikan serangan dan rasa sakit tersebut akan kembali.

2. Sumatriptan. Obat injeksi sumatriptan yang biasa digunakan untuk mengobati migraine, juga efektif digunakan pada cluster headache. Beberapa orang diuntungkan dengan penggunaan sumatriptan dalam bentuk nasal spray namun penelitian lebih lanjut masih perlu dilakukan untuk menentukan keefektifannya.

Page 17: PBL nyeri kepala

3. Ergotamin. Alkaloid ergot ini menyebabkan vasokontriksi pada otot-otot polos di pembuluh darah otak. Tersedia dalam bentuk injeksi dan inhaler, penggunaan intra vena bekerja lebih cepat daripada inhaler dosis harus dibatasi untuk mencegah terjadinya efek samping terutama mual, serta hati-hati pada penderita dengan riwayat hipertensi.

4. Obat-obat anestesi lokal. Anestesi lokal menstabilkan membran saraf sehingga sel saraf menjadi kurang permeabel terhadap ion-ion. Hal ini mencegah pembentukan dan penghantaran impuls saraf, sehingga menyebabkan efek anestesi lokal. Lidokain intra nasal dapat digunakan secara efektif pada serangan cluster headache. Namun harus berhati-hati jika digunakan pada pasien-pasien dengan hipoksia, depresi pernafasan, atau bradikardi.

Obat-obat profilaksis :1. Anti konvulsan. Penggunaan anti konvulsan sebagai profilaksis pada cluster headache telah

dibuktikan pada beberapa penelitian yang terbatas. Mekanisme kerja obat-obat ini untuk mencegah cluster headache masih belum jelas, mungkin bekerja dengan mengatur sensitisasi di pusat nyeri.

2. Kortikosteroid. Obat-obat kortikosteroid sangat efektif menghilangkan siklus cluster headache dan mencegah rekurensi segera. Prednison dosis tinggi diberikan selam beberapa hari selanjutnya diturunkan perlahan. Mekanisme kerja kortikosteroid pada cluster headache masih belum diketahui.

Pembedahan Pembedahan di rekomendasikan pada orang-orang dengan cluster headache kronik yang tidak merespon dengan baik dengan pengobatan atau pada orang-orang yang memiliki kontraindikasi pada obat-obatan yang digunakan. Seseorang yang akan mengalami pembedahan hanyalah yang mengalami serangan pada satu sisi kepal saja karena operasi ini hanya bisa dilakukan satu kali. Orang-orang yang mengalami serangan berpindah-pindah dari satu sisi ke sisi yang lain mempunyai resiko kegagalan operasi.

Ada beberapa tipe pembedahan yang dapat dilakukan untuk mengobati cluster headache. Prosedur yang dilakukan adalah merusak jalur saraf yang bertanggungjawab terhadap nyeri.

Blok saraf invasif ataupun prosedur bedah saraf non-invasif (contohnya radio frekuensi pericutaneus, gangliorhizolisis trigeminal, rhizotomi) telah terbukti berhasil mengobati cluster headache. Namun demikian terjadi efek samping berupa diastesia pada wajah, kehilangan sensoris pada kornea dan anestesia dolorosa.

Pembedahan dengan menggunakan sinar gamma sekarang lebih sering digunakan karena kurang invasif. Metode baru dan menjanjikan adalah penanaman elektroda perangsang dengan menggunakan penunjuk jalan stereostatik di bagian inferior hipotalamus. Penelitian menunjukkan bahwa perangsangan hipotalamus pada pasien dengan cluster headache yang parah memberikan kesembuhan yang komplit dan tidak ada efek samping yang signifikan.

Pencegahan Karena penyebab dari cluster headache masih belum diketahui dengan pasti kita belum bisa mencegah terjadinya serangan pertama. Namun kita dapat mencegah sakit kepala ulangan yang lebih berat. Penggunaan obat-obat preventif jangka panjang lebih menguntungkan dari yang jangka pendek. Obat-obat preventif jangka panjang antara lain adalah penghambat kanal kalsium dan kanal karbonat. Sedangakan yang jangka pendek termasuk diantaranya adalah kortikosteroid, ergotamin dan obat-obat anestesi lokal. Menghindari alkohol dan nikotin dan faktor resiko lainnya dapat membantu mengurangi terjadinya serangan.

Prognosis

Page 18: PBL nyeri kepala

80 % pasien dengan cluster headache berulang cenderung untuk mengalami serangan berulang.

Cluster headache tipe episodik dapat berubah menjadi tipe kronik pada 4 sampai13 % penderita.

Remisi spontan dan bertahan lama terjadi pada 12 % penderita, terutama pada cluster headache tipe episodik.

Umumnya cluster headache adalah masalah seumur hidup. Onset lanjut dari gangguan ini teruama pada pria dengan riwayat cluster headache tipe

episodik mempunyai prognosa lebih buruk.

2.5 Patofisiologi

Pada nyeri kepala, sensitisasi terdapat di nosiseptor meningeal dan neuron trigeminal sentral. Fenomena pengurangan nilai ambang dari kulit dan kutaneus allodynia didapat pada penderita yang mendapat serangan migren dan nyeri kepala kronik lain yang disangkakan sebagai refleksi pemberatan respons dari neuron trigeminal sentral.

lnervasi sensoris pembuluh darah intrakranial sebahagian besar berasal dari ganglion trigeminal dari didalam serabut sensoris tersebut mengandung neuropeptid dimana jumlah dan peranannya adalah yang paling besar adalah CGRP (Calcitonin Gene Related Peptide), kemudian diikuti oleh SP(substance P), NKA(Neurokinin A), pituitary adenylate cyclase activating peptide (PACAP) nitricoxide (NO), molekul prostaglandin E2 (PGEJ2) bradikinin, serotonin(5-HT) dan adenosin triphosphat (ATP), mengaktivasi

Page 19: PBL nyeri kepala

atau mensensitisasi nosiseptor2. Khusus untuk nyeri kepala klaster clan chronic parox-ysmal headache ada lagi pelepasan VIP (vasoactive intestine peptide) yang berperan dalam timbulnya gejala nasal congestion dan rhinorrhea. Marker pain sensing nerves lain yang berperan dalam proses nyeri adalah opioid dynorphin, sensory neuron-specific sodium channel(Nav 1.8), purinergic reseptors(P2X3), isolectin B4 (IB4) , neuropeptide Y , galanin dan artemin reseptor (GFR-∝3 = GDNF Glial Cell Derived Neourotrophic Factor family receptor-∝3). Sistem ascending dan descending pain pathway yang berperan dalam transmisi dan modulasi nyeri terletak dibatang otak. Batang otak memainkan peranan yang paling penting sebagai dalam pembawa impuls nosiseptif dan juga sebagai modulator impuls tersebut. Modulasi transmisi sensoris sebahagian besar berpusat di batang otak (misalnya periaquaductal grey matter, locus coeruleus, nukleus raphe magnus dan reticular formation), ia mengatur integrasi nyeri, emosi dan respons otonomik yang melibatkan konvergensi kerja dari korteks somatosensorik, hipotalamus, anterior cyngulate cortex, dan struktur sistem limbik lainnya. Dengan demikian batang otak disebut juga sebagai generator dan modulator sefalgi.

Stimuli elektrode, atau deposisi zat besi Fe yang berlebihan pada periaquaduct grey(PAG) matter pada midbrain dapat mencetuskan timbulnya nyeri kepala seperti migren (migraine like headache). Pada penelitian MRI(Magnetic Resonance Imaging) terhadap keterlibatan batang otak pada penderita migren, CDH(Chronic Daily Headache) dan sampel kontrol yang non sefalgi, didapat bukti adanya peninggian deposisi Fe di PAG pada penderita migren dan CDH dibandingkan dengan kontrol.

Patofisiologi CDH belumlah diketahui dengan jelas. Pada CDH justru yang paling berperan adalah proses sensitisasi sentral. Keterlibatan aktivasi reseptor NMDA (N-metil-D-Aspartat), produksi NO dan supersensitivitas akan menaikkan produksi neuropeptide sensoris yang bertahan lama. Kenaikan nitrit Likuor serebrospinal ternyata bersamaan dengan kenaikan kadar cGMP(cytoplasmic Guanosine Mono phosphat) di likuor. Kadar CGRP, SP maupun NKA juga tampak meninggi pada likuor pasien CDH.

Reseptor opioid di down regulated oleh penggunaan konsumsi opioid analgetik yang cenderung menaik setiap harinya. Pada saat serangan akut migren, terjadi disregulasi dari sistem opoid endogen, akan tetapi dengan adanya analgesic overused maka terjadi desensitisasi yang berperan dalam perubahan dari migren menjadi CDH.

Adanya inflamasi steril pada nyeri kepala ditandai dengan pelepasan kaskade zat substansi dari perbagai sel. Makrofag melepaskan sitokin lL1 (Interleukin .1), lL6 dan TNF∝ (Tumor Necrotizing Factor ∝) dan NGF (Nerve Growth Factor). Mast cell melepas/mengasingkan metabolit histamin, serotonin, prostaglandin dan arachidonic acid dengan kemampuan melakukan sensitisasi terminal sel saraf. Pada saat proses inflamasi, terjadi proses upregulasi beberapa reseptor (VR1, sensory specific sodium/SNS, dan SNS-2)dan peptides(CGRP, SP).

2.6 Manifestasi klinis dan diagnosis

Page 20: PBL nyeri kepala
Page 21: PBL nyeri kepala
Page 22: PBL nyeri kepala

3. Memahami dan menjelaskan gangguan somatoform

3.1 DefinisiGangguan somatoform adalah suatu kelompok gangguan yang memiliki gejala fisik (sebagai contohnya, nyeri, mual, dan pusing) di mana tidak dapat ditemukan penjelasan medis yang adekuat. Gejala dan keluhan somatik adalah cukup serius untuk menyebabkan penderitaan emosional yang bermakna pada pasien atau gangguan pada kemampuan penderita untuk berfungsi di dalam peranan sosial atau pekerjaan. Suatu diagnosis gangguan somatoform mencerminkan penilaian klinisi bahwa faktor psikologis adalah suatu penyumbang besar untuk onset, keparahan, dan durasi gejala. Gangguan somatoform tidak disebabkan oleh pura-pura yang disadari atau gangguan buatan.

3.2 Etiologi

Etiologi dari Somatization DisorderDiketahui bahwa individu yang mengalami somatization disorder biasanya lebih sensitive pada sensasi fisik, lebih sering mengalami sensasi fisik, atau menginterpretasikannya secara berlebihan (Kirmayer et al.,1994;Rief et al., 1998 dalam Davidson, Neale, Kring, 2004). Kemungkinan lainnya adalah bahwa mereka memiliki sensasi fisik yang lebih kuat dari pada orang lain (Rief&Auer dalam Davidson, Neale, Kring, 2004). Pandangan behavioral dari somatization disorder menyatakan bahwa berbagai rasa sakit dan nyeri, ketidaknyamanan, dan disfungsi yang terjadi adalah manifestasi dari kecemasan yang tidak realistis terhadap sistem tubuh. Berkaitan dengan hal ini, ketika tingkat kecemasan tinggi, individu dengan somatization disorder memiliki kadar cortisol yang tinggi, yang merupakan indikasi bahwa mereka sedang stress (Rief et al., daam Davidson, Neale, Kring, 2004). Barangkali rasa tegang yang ekstrim pada otot perut mengakibatkan rasa pusing atau ingin muntah. Ketika fungsi normal sekali terganggu, pola maladaptif akan diperkuat dikarenakan oleh perhatian yang diterima.

Teori Psikoanalisis dari Conversion DisorderPada Studies in Hysteria (1895/1982), Breuer dan freud menyebutkan bahwa conversion disorder disebabkan ketika seseorang mengalami peristiwa yang menimbulkan peningkatan emosi yang besar, namun afeknya tidak dapat diekspresikan dan ingatan tentang peristiwa tersebut dihilangkan dari kesadaran. Gejala khusus conversion disebutkan dapat berhubungan seba-akibat dengan peristiwa traumatis yang memunculkan gejala tersebut.Freud juga berhipotesis bahwa conversion disorder pada wanita terjadi pada awal kehidupan, diakibatkan oleh Electra complex yang tidak terselesaikan. Berdasarkan pandangan psikodinamik dari Sackheim dan koleganya, verbal reports dan tingkah laku dapat terpisah satu sama lain secara tidak sadar.Hysterically blind person dapat berkata bahwa ia tidak dapat melihat dan secara bersamaan dapat dipengaruhi oleh stimulus visual. Cara mereka menunjukkan bahwa mereka dapat melihat tergantung pada sejauh mana tingkat kebutaannya.

Teori Behavioral dari Conversion DisorderPandangan behavioral yang dikemukakan Ullman&Krasner (dalam Davidson, Neale, Kring, 2004), menyebutkan bahwa gangguan konversi mirip dengan malingering, dimana individu mengadopsi simtom untuk mencapai suatu tujuan. Menurut pandangan mereka, individu dengan conversion disorder berusaha untuk berperilaku sesuai dengan pandangan mereka mengenai bagaimana seseorang dengan penyakit yang mempengaruhi kemampuan motorik atau sensorik, akan bereaksi. Hal ini menimbulkan dua pertanyaan : (1) Apakah seseorang mampu berbuat demikian? (2) Dalam kondisi seperti apa perilaku tersebut sering muncul ?Berdasarkan bukti-bukti yang ada, maka jawaban untuk pertanyaan (1) adalah ya. Seseorang dapat mengadopsi pola perilaku yang sesuai dengan gejala klasik conversion. Misalnya kelumpuhan, analgesias, dan kebutaan, seperti yang kita ketahui, dapat pula dimunculkan pada orang yang sedang

Page 23: PBL nyeri kepala

dalam pengaruh hipnotis. Sedangkan untuk pertanyaan (2) Ullman dan Krasner mengspesifikasikan dua kondisi yang dapat meningkatkan kecenderungan ketidakmampuan motorik dan sensorik dapat ditiru. Pertama, individu harus memiliki pengalaman dengan peran yang akan diadopsi. Individu tersebut dapat memiliki masalah fisik yang serupa atau mengobservasi gejala tersebut pada orang lain. Kedua, permainan dari peran tersebut harus diberikan reward. Individu akan menampilkan ketidakampuan hanya jika perilaku itu diharapkan dapat mengurangi stress atau untuk memperoleh konsekuensi positif yang lain. Namun pandangan behavioral ini tidak sepenuhnya didukung oleh bukti-bukti literatur.

Faktor Sosial dan Budaya pada Conversion DisorderSalah satu bukti bahwa faktor social dan budaya berperan dalam conversion disorder ditunjukkan dari semakin berkurangnya gangguan ini dalam beberapa abad terakhir. Beberapa hipotesis yang menjelaskan bahwa gangguan ini mulai berkurang adalah misalnya terapis yang ahli dalam bidang psikoanalisis menyebutkan bahwa dalam paruh kedua abad 19, ketika tingkat kemunculan conversion disorder tinggi di Perancis dan Austria, perilaku seksual yang di repress dapat berkontribusi pada meningktnya prevalensi gangguan ini. Berkurangnya gangguan ini dapat disebabkan oleh semakin luwesnya norma seksual dan semakin berkembangnya ilmu psikologi dan kedokteran pada abad ke 20, yang lebih toleran terhadap kecemasan akibat disfungsi yang tidak berkaitan dengan hal fisiologis daripada sebelumnya.Selain itu peran faktor sosial dan budaya juga menunjukkan bahwa conversion disorder lebih sering dialami oleh mereka yang berada di daerah pedesaan atau berada pada tingkat sosioekonomi yang rendah (Binzer et al.,1996;Folks, Ford&Regan, 1984 dalam Davidson, Neale, Kring, 2004). Mereka mengalami hal ini dikarenakan oleh kurangnya pengetahuan mengenai konsep medis dan psikologis. Sementara itu, diagnosis mengenai hysteria berkurang pada masyarakat industrialis, seperti Inggris, dan lebih umum pada negara yang belum berkembang, seperti Libya (Pu et al., dalam Davidson, Neale, Kring, 2004 ).

Faktor Biologis pada Conversion DisorderMeskipun faktor genetic diperkirakan menjadi faktor penting dalam perkembangan conversion disorder, penelitian tidak mendukung hal ini. Sementara itu, dalam beberapa penelitian, gejala conversion lebih sering muncul pada bagian kiri tubuh dibandingkan dengan bagian kanan (Binzer et al.,dalam Davidson, Neale, Kring, 2004). Hal ini merupakan penemuan menarik karena fungsi bagian kiri tubuh dikontrol oleh hemisfer kanan otak. Hemisfer kanan otak juga diperkirakan lebih berperan dibandingkan hemisfer kiri berkaitan dengan emosi negatif. Akan tetapi, berdasarkan penelitian yang lebih besar diketahui bahwa tidak ada perbedaan yang dapat diobservasi dari frekuensi gejala pada bagian kanan versus bagian kiri otak (Roelofs et al., dalam Davidson, Neale, Kring, 2004).

3.3 Klasifikasi

Lima gangguan somatoform yang spesifik adalah:A. Gangguan somatisasi ditandai oleh banyak keluhan fisik yang mengenai banyak sistem organ.B. Gangguan konversi ditandai oleh satu atau dua keluhan neurologis.C. Hipokondriasis ditandai oleh fokus gejala yang lebih ringan dan pada kepercayaan pasien bahwa

ia menderita penyakit tertentu.D. Gangguan dismorfik tubuh ditandai oleh kepercayaan palsu atau persepsi yang berlebih-lebihan

bahwa suatu bagian tubuh mengalami cacat.E. Gangguan nyeri ditandai oleh gejala nyeri yang semata-mata berhubungan dengan faktor

psikologis atau secara bermakna dieksaserbasi oleh faktor psikologis.

DSM-IV juga memiliki dua kategori diagnostik residual untuk gangguan somatoform:A. Undiferrentiated somatoform, termasuk gangguan somatoform, yang tidak digolongkan salah satu

diatas, yang ada selama enam bulan atau lebih.

Page 24: PBL nyeri kepala

B. Not otherwise specified (NOS), gangguan somatoform yang tidak ditentukan adalah kategori untuk gejala somatoform yang tidak memenuhi diagnosis gangguan somatoform yang sebelumnya disebutkan.

3.4 Patofisiologi3.5 Manifestasi klinis

3.6 DiagnosisA. Riwayat banyak keluhan fisik yang dimulai sebelum usia 30 tahun yang terjadi selama periode

beberapa tahun dan membutuhkan terapi, yang menyebabkan gangguan bermakna dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain.

B. Tiap kriteria berikut ini harus ditemukan, dengan gejala individual yang terjadi pada sembarang waktu selama perjalanan gangguan:

1. Empat gejala nyeri: riwayat nyeri yang berhubungan dengan sekurangnya empat tempat atau fungsi yang berlainan (misalnya kepala, perut, punggung, sendi, anggota gerak, dada, rektum, selama menstruasi, selama hubungan seksual, atau selama miksi)

2. Dua gejala gastrointestinal: riwayat sekurangnya dua gejala gastrointestinal selain nyeri (misalnya mual, kembung, muntah selain dari selama kehamilan, diare, atau intoleransi terhadap beberapa jenis makanan)

3. Satu gejala seksual: riwayat sekurangnya satu gejala seksual atau reproduktif selain dari nyeri (misalnya indiferensi seksual, disfungsi erektil atau ejakulasi, menstruasi tidak teratur, perdarahan menstruasi berlebihan, muntah sepanjang kehamilan).

4. Satu gejala pseudoneurologis: riwayat sekurangnya satu gejala atau defisit yang mengarahkan pada kondisi neurologis yang tidak terbatas pada nyeri (gejala konversi seperti gangguan koordinasi atau keseimbangan, paralisis atau kelemahan setempat, sulit menelan atau benjolan di tenggorokan, afonia, retensi urin, halusinasi, hilangnya sensasi atau nyeri, pandangan ganda, kebutaan, ketulian, kejang; gejala disosiatif seperti amnesia; atau hilangnya kesadaran selain pingsan).

C. Salah satu (1)atau (2):1. Setelah penelitian yang diperlukan, tiap gejala dalam kriteria B tidak dapat dijelaskan

sepenuhnya oleh sebuah kondisi medis umum yang dikenal atau efek langsung dan suatu zat (misalnya efek cedera, medikasi, obat, atau alkohol)

2. Jika terdapat kondisi medis umum, keluhan fisik atau gangguan sosial atau pekerjaan yang ditimbulkannya adalah melebihi apa yang diperkirakan dan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau temuan laboratorium.

D. Gejala tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti gangguan buatan atau pura-pura).

Kriteria diagnostik untuk Gangguan Konversi A. Satu atau lebih gejala atau defisit yang mengenai fungsi motorik volunter atau sensorik yang

mengarahkan pada kondisi neurologis atau kondisi medis lain.B. Faktor psikologis dipertimbangkan berhubungan dengan gejala atau defisit karena awal atau

eksaserbasi gejala atau defisit adalah didahului oleh konflik atau stresor lain.C. Gejala atau defisit tidak ditimbulkkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti pada gangguan

buatan atau berpura-pura).D. Gejala atau defisit tidak dapat, setelah penelitian yang diperlukan, dijelaskan sepenuhnya oleh

kondisi medis umum, atau oleh efek langsung suatu zat, atau sebagai perilaku atau pengalaman yang diterima secara kultural.

E. Gejala atau defisit menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain atau memerlukan pemeriksaan medis.

Page 25: PBL nyeri kepala

F. Gejala atau defisit tidak terbatas pada nyeri atau disfungsi seksual, tidak terjadi semata-mata selama perjalanan gangguan somatisasi, dan tidak dapat diterangkan dengan lebih baik oleh gangguan mental lain.Sebutkan tipe gejala atau defisit:Dengan gejata atau defisit motorik Dengan gejala atau defisit sensorik Dengan kejang atau konvulsiDengan gambaran campuran

Kriteria Diagnostik untuk Hipokondriasis A. Pereokupasi dengan ketakutan menderita, atau ide bahwa ia menderita, suatu penyakit serius

didasarkan pada interpretasi keliru orang tersebut terhadap gejalagejala tubuh.B. Perokupasi menetap walaupun telah dilakukan pemeriksaan medis yang tepat dan penentraman.C. Keyakinan dalam kriteria A tidak memiliki intensitas waham (seperti gangguan delusional, tipe

somatik) dan tidakterbatas pada kekhawatiran tentang penampilan (seperti pada gangguan dismorfik tubuh).

D. Preokupasi menyebabkan penderitaan yang bermakna secara kilnis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain.

E. Lama gangguan sekurangnya 6 bulan.F. Preokupasi tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan kecemasan umum, gangguan

obsesif-kompulsif, gangguan panik, gangguan depresif berat, cemas perpisahan, atau gangguan somatoform lain.

Sebutkan jika: Dengan tilikan buruk: jika untuk sebagian besar waktu selama episode berakhir, orang tidak menyadari bahwa kekhawatirannya tentang menderita penyakit serius adalah berlebihan atau tidak beralasan.

Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Dismorfik Tubuh A. Preokupasi dengan bayangan cacat dalam penampilan. Jika ditemukan sedikit anomali tubuh,

kekhawatiran orang tersebut adalah berlebihan dengan nyat.B. Preokupasi menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi

sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lainnya.C. Preokupasi tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mental lain (misalnya,

ketidakpuasan dengan bentuk dan ukuran tubuh pada anorexia nervosa).

Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Nyeri A. Nyeri pada satu atau lebih tempat anatomis merupakan pusat gambaran klinis dan cukup parah

untuk memerlukan perhatian klinis.B. Nyeri menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial,

pekerjaan, atau fungsi penting lain.C. Faktor psikologis dianggap memiliki peranan penting dalam onset, kemarahan, eksaserbasi atau

bertahannnya nyeri.D. Gejala atau defisit tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti pada gangguan

buatan atau berpura-pura).E. Nyeri tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mood, kecemasan, atau gangguan

psikotik dan tidak memenuhi kriteria dispareunia.Tuliskan seperti berikut:

Gangguan nyeri berhubungan dengan faktor psikologis: faktor psikologis dianggap memiliki peranan besar dalam onset, keparahan, eksaserbasi, dan bertahannya nyeri.Sebutkan jika:

Akut: durasi kurang dari 6 bulan Kronis: durasi 6 bulan atau lebih

Page 26: PBL nyeri kepala

Gangguan nyeri berhubungan baik dengan faktor psikologls maupun kondisi medis umumSebutkan jika:

Akut: durasi kurang dari 6 bulan Kronis: durasi 6 bulan atau lebih

Catatan: yang berikut ini tidak dianggap merupakan gangguan mental dan dimasukkan untuk mempermudah diagnosis banding. 

Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Somatoform yang Tidak Digolongkan A. Satu atau lebih keluhan fisik (misalnya kelelahan, hilangnya nafsu makan, keluhan

gastrointestinal atau saluran kemih)B. Salah satu (1)atau (2)

1. Setelah pemeriksaan yang tepat, gejala tidak dapat dijelaskan sepenuhnya oleh kondisi medis umum yang diketahui atau oleh efek langsung dan suatu zat (misalnya efek cedera, medikasi, obat, atau alkohol)

2. Jika terdapat kondisi medis umum yang berhubungan, keluhan fisik atau gangguan sosial atau pekerjaan yang ditimbulkannya adalah melebihi apa yang diperkirakan menurut riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau temuan laboratonium.

C. Gejala menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lainnya.

D. Durasi gangguan sekurangnya enam bulan.E. Gangguan tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mental lain (misalnya gangguan

somatoform, disfungsi seksual, gangguan mood, gangguan kecemasan, gangguan tidur, atau gangguan psikotik).

F. Gejala tidak ditimbulkan dengan sengaja atau dibuat-buat (seperti pada gangguan buatan atau berpura-pura)

3.7 Penatalaksanaan

Case report dan spekulasi klinis saat ini menjadi sumber informasi penting dalam membantu orang-orang yang mengalami gangguan ini. Pada analisa kasus, bukanlah ide yang baik untuk meyakinkan mereka yang mengalami gangguan ini bahwa gejala conversion yang mereka alami berhubungan dengan faktor psikologis. Pengetahuan klinis lebih menyajikan pendekatan yang lembut dan suportif dengan memberikan reward bagi kemajuan dalam proses pengobatan meeka (Simon dalam Davidson, Neale, Kring, 2004). Para terapis behaviorist lebih menyarankan pada mereka yang mengalami gangguan somatoform, beragam teknik yang dimaksudkan agar mereka menghilangkan gejala-gejala dari gangguan tersebut.

Terapi untuk Somatization DisorderPara ahli kognitif dan behavioral meyakini bahwa tingginya tingkat kecemasan yang diasosiasikan dengan somatization disorder dipicu oleh situasi khusus. Akan tetapi semakin banyak pengobatan yang dibutuhkan, bagi orang yang “sakit” sekian lama maka akan tumbuh kebiasaan akan ketergantungan untuk menghindari tantangan hidup sehari-hari daripada menghadapi tantangan tersebut sebagai orang dewasa. Dalam pendekatan yang lebih umum mengenai somatization disorder, dokter hendaknya tidak meremehkan validitas dari keluhan fisik, tetapi perlu diminimalisir penggunaan tes-tes diagnosis dan obat-obatan, mempertahankan hubungan dengan mereka terlepas dari apakah mereka mengeluh tentang penyakitnya atau tidak (Monson&Smith dalam Davidson, Neale, Kring, 2004).

Terapi untuk HypochondriasisSecara umum, pendekatan cognitive-behavioral terbukti efektif dalam mengurangi hypochondriasis (e.g. Bach, 2000; Feranandez, Rodriguez&Fernandez, 2001, dalam Davidson, Neale, Kring, 2004). Penelitian menujukkan bahwa penderita hypochondriasis memperlihatkan bias kognitif dalam melihat ancaman

Page 27: PBL nyeri kepala

ketika berkaitan dengan isu kesehatan (Smeets et al., dalam Davidson, Neale, Kring, 2004). Cognitive-behavioral therapy dapat bertujuan untuk mengubah pemikiran pesimistis. Selain itu, pengobatan juga hendaknya dikaitkan dengan strategi yang mengalihkan penderita gangguan ini dari gejala-gejala tubuh dan meyakinkan mereka untuk mencari kepastian medis bahwa mereka tidak sakit (e.g. Salkovskis&Warwick, 1986;Visser & Bouman, 1992;Warwick&Salkovskis, 2001 dalam Davidson, Neale, Kring, 2004).Terapi untuk Pain DisorderPengobatan yang efektif cenderung memiliki hal-hal berikut:

Memvalidasikan bahwa rasa nyeri itu adalah nyata dan bukan hanya ada dalam pikiran penderita.  Relaxation training  Memberi reward kepada mereka yang berperilaku tidak seperti orang yang mengalami rasa nyeri

Secara umum disarankan untuk mengubah fokus perhatian dari apa yang tidak dapat dilakukan oleh penderita akibat rasa nyeri yang dialaminya, tetapi mengajari penderita bagaimana caranya menghadapi stress, mendorong untuk mengerjakan aktivitas yang lebih baik, dan meningkatkan kontrol diri, terlepas dari keterbatasan fisik atau ketidaknyamanan yang penderita rasakan.

Penanganan Gangguan Somatoform secara umumPendekatan behavioral untuk menangani gangguan konversi dan somtoform lainnya menekankan pada menghilangkan sumber dari reinforcement sekunder (keuntungan sekunder) yang dapat dihubungkan dalam keluhan-keluhan fisik. Terapis behavioral dapat bekerja secara lebih langsung dengan si penderita gangguan somatoform, membantu orang tersebut belajar dalam menangani stress atau kecemasan dengan cara yang lebih adaptif.Teknik kognitif-behavioral paling sering pemaparan terhadap pencegahan respond an restrukturisasi kognitif. Secara sengaja memunculkankerusakan yang dipersepsikan di depan umum, dan bukan menutupinya melalui penggunaan rias wajah dan pakaian. Dalam restrukturisasi kognitif, terapis menantang keyakinan klien yang terdistorsi mengenai penampilan fisiknya dan cara meyemangati mereka untuk mengevaluasi keyakinan mereka dengan bukti yang jelas. Penggunaan antidepresan, terutama fluoxetine(Prozac) dalam menangani beberapa tipe gangguan somatoform. 

4. Memahami dan menjelaskan antipsikosis

Antipsikotika, juga disebut neuroleptika atau major tranquillizers, adalah obat-obat yang dapat menekan fungsi-fungsi psikis tertentu tanpa mempengaruhi fungsi-fungsi umum, seperti berpikir dan kelakuan nor-mal. Obat-obat ini dapat meredakan emosi dan agresi, dan dapat pula menghilangkan atau mengurangi gangguan jiwa, seperti impian dan pikiran khayali (halusinasi) serta menormalkan perilaku yang tidak normal. Oleh karena itu, antipsikotika terutama digunakan pada psikosis, penyakit jiwa hebat tanpa keinsafan sakit pada pasien, misalnya penyakit schizofrenia ("gila") dan psikosis mania-depresif.

Neuroleptik bermanfaat pada terapi psikosis akut maupun kronik. Kegunaannya pada psikoneurosis dan penyakit psikosomatik belum jelas. Ciri terpenting obat neuroleptik ialah :

Berefek antipsikosis, yaitu berguna mengatasi agresivitas, hiperaktivitas dan labilitas emosional pada pasien psikosis. Efek ini tidak berhubungan langsung dengan efek sedatif;

Dosis besar tidak menyebabkan koma yang dalam ataupun anestesia; Dapat menimbulkan gejala ekstrapiramidal yang reversibel atau ireversibel; dan Tidak ada kecenderungan untuk menimbulkan ketergantungan psikik dan fisik.

4.1 Golongan obat antipsikosis

A. Antipsikosis tipikal: klorpromazin dan derivat fenotiazinFARMAKODINAMIK. Efek farmakologiknya meliputi efek pada:

Page 28: PBL nyeri kepala

Susunan Saraf Pusat : menimbulkan efek sedasi yang disertai sikap acuh tak acuh terhadap rangsang dari lingkungan. CPZ menimbulkan efek menenangkan pada hewan buas. Semua derivat fenotoazin mempengaruhi ganglia basal, sehingga menimbulkan gejala parkinsonisme (efek ekstra piramidal).

Neurologik : G gejala sindrom neurologik yang karakteristik dari obat ini. 4 di antaranya biasa terjadi sewaktu obat diminum, yaitu distonia akut, akatisia, parkinsonisme dan sindrom neuroleptic malignant; yang terakhir jarang terjadi. 2 sindrom yang lain terjadi setelah pengobatan berbulan-bulan sampai bertahun-tahun, berupa tremor perioral (jarang) dan diskenia tardif).

Otot rangkaFARMAKOKINETIK

B. Antipsikosis tipikal lainnya Haloperidol

Merupakan golongan butirofenon.FARMAKODINAMIK. Pada orang normal, efek haloperidol mirip dengan fenotiazin piperazin. Pada SSP, haloperidol menenangkan dan menyebabkan tidur pada orang yang mengalami eksitasi, sedangkan efek haloperidol pada EEG adalah menyerupai CPZ yakni memperlambat dan menghambat jumlah gelombang teta.

DibenzoksazepinC. Antipsikosis atipikal

Klozapin Risperidon Olanzapin Quetiapin Ziprasidon

4.2 Mekanisme kerja obat

Semua psikofarmaka bersifat lipofil dan mudah masuk ke dalam CCS (cairan cerebrospinal), dan obat-obat ini melakukan kegiatannya secara langsung terhadap saraf otak. Mekanisme kerjanya pada taraf biokimiawi belum diketahui dengan pasti, tetapi ada petunjuk kuat bahwa mekanisme ini berhubungan erat dengan kadar neurotransmitter di otak atau antar-keseimbangannya.

Antipsikosis menghambat (agak) kuat reseptor dopamin (D2) di sistem limbis otak dan di samping itu juga menghambat reseptor D1/D4, α1 (dan α2)-adrenerg, serotonin, muskarin, dan histamin. Akan tetapi, pada pasien yang kebal bagi obat-obat klasik telah ditemukan pula blokade tuntas dari reseptor D2 tersebut. Riset baru mengenai otak telah menunjukkan bahwa blokade-D2 saja tidak selalu cukup untuk menanggulangi schizofrenia secara efektif. Untuk ini, neurohormon lainnya, seperti serotonin (5HT2), glutamat, dan GABA (gamma-butyric acid), perlu dipengaruhi.

Mulai kerjanya blokade-D2 cepat, begitu pula efeknya pada keadaan gelisah. Sebaliknya, kerjanya terhadap gejala psikose lain, seperti waham, halusinasi, dan gangguan pikiran baru nyata setelah beberapa minggu. Mungkin efek lambat ini (masa latensi) disebabkan sistem reseptor-dopamin menjadi kurang peka.

Antipsikosis atypis memiliki afinitas lebih besar untuk reseptor-D1 dan –D2, sehingga lebih efektif daripada obat-obat klasik untuk melawan simtom negatif. Lagi pula obat ini lebih jarang menimbulkan gejala eskstrapiramidal (GEP) dan dyskinesia tarda.

Sulpirida terutama menghambat reseptor-D2 dan praktis tanpa afinitas bagi reseptor lain. Pada dosis rendah (di bawah 600 mg/hari) terutama bekerja antagonistis terhadap reseptor presinaptis, dan pada dosis lebih tinggi (di atas 800 mg/hari) juga terhadap reseptor-D2 postsinaptis, seperti

Page 29: PBL nyeri kepala

obat-obat.klasik. Efek antipsikotis terutama dicapai pada dosis lebih tinggi, dan dosis rendah berguna pada psikose dengan terutama simtom negatif.

Klozapin: ikatannya pada reseptor-D2 agak ringan (ca 20%) dibandingkan obat-obat klasik (60-75%). Namun, efek antipsikotisnya kuat, yang bisa dianggap paradoksal. Namun, afinitasnya pada reseptor lain dengan efek antihistamin, antiserotonin, antikolinergis, dan antiadrenergis adalah relatif tinggi. Menurut perkiraan, efek baiknya dapat dijelaskan oleh blokade kuat dari reseptor-D2, -D4 dan -5HT2. Blokade reseptor muskarin dan -D4 diduga mengurangi GEP, sedangkan blokade SHT2 meningkatkan sintesa dan pelepasan dopamin di otak. Hal ini meniadakan sebagian blokade D2, tetapi mengurangi risiko GEP.

Risperidon juga terutama menghambat reseptor -D2 dan 5HT2, dengan perbandingan afinitas 1 ; 10, juga dari reseptor –a1, -a2, dan –H1. Blokade a1 dan a2 dapat menimbulkan masing-masing hipotensi dan depresi, sedangkan blokade H1 berkaitan dengan sedasi.

Olanzapin menghambat semua reseptor-dopamin (D1 s/ d D5) dan reseptor H1, 5HT2, adrenergis, dan kolinergis, dengan afinitas lebih tinggi untuk reseptor 5-HT2 dibandingkan D2.

4.3 Indikasi

A. Indikasi psikiatrik Antipsikotis. Obat-obat ini digunakan untuk gangguan jiwa dengan gejala psikotis,

seperti schizofrenia, mania, dan depresi psikotis. obat-obat ini digunakan untuk menangani gangguan perilaku serius pada pasien demensia

dan dengan handikap rohani, juga untuk keadaan gelisah akut (excitatio) dan penyakit lata (p. Gilles de la Tourette).

Anxiolitis, yaitu mampu meniadakan rasa bimbang, takut, kegelisahan, dan agresi yang hebat. Oleh karena itu, adakalanya obat ini digunakan dalam dosis rendah sebagai minor tranquillizer pada kasus-kasus besar, di mana benzodiazepin kurang efektif, misalnya pimozida dan thioridazin. Berhubung efek sampingnya, penggunaan antipsikotika dalam dosis rendah sebagai anxiolitika tidak dianjurkan.

B. Indikasi non-psikiatrik Antiemetis berdasarkan hambatan neurotransmisi dari CTZ (Chemo Trigger Zone) ke

pusat muntah dengan jalan blokade reseptor dopamin, Karena sifat inilah, obat ini sering digunakan untuk melawan mual dan muntah yang hebat, seperti pada terapi sitostatika; sedangkan pada mabuk-jalan tidak efektif. Obat dengan daya antiemetis kuat adalah proklorperazin dan thietilperazin. Obat lain dengan daya antimual yang baik dalam dosis rendah adalah klorpromazin, perfenazin, triflupromazin, flufenazin, haloperidol (dan metoklopramida).

Analgetis. Beberapa antipsikotika memiliki khasiat analgetis kuat, antara lain levomepromazin, haloperidol, dan droperidol (Thalamonal). Tetapi obat ini jarang digunakan sebagai obat antinyeri, kecuali droperidol. Obat lainnya dapat memperkuat efek analgetika dengan jalan meningkatkan ambang-nyeri, misalnya klorpromazin.

Klorpromazin dan haloperidol adakalanya juga digunakan pada sedu/cegukan (hiccup) yang tidak berhenti berhari-hari dan gangguan keseimbangan bila obat lain tidak ampuh.

4.4 Pemilihan Sediaan

Page 30: PBL nyeri kepala
Page 31: PBL nyeri kepala

4.5 Efek samping

Efek samping obat anti-psikosis dapat berupa :

Page 32: PBL nyeri kepala

1. Sedasi dan inhibisi psikomotor –> rasa mengantuk, kewaspadaan berkurang, kinerja psikomotor menurun, kemampuan kognitif menurun).

2. Gangguan otonomik –> hipotensi, antikolinergik/parasimpatolitik, mulut kering, kesulitan miksi dan defekasi, hidung tersumbat, mata kabur, tekanan intraokuler meninggi, gangguan irama jantung.

3. Gangguan ekstrapiramidal (EPS) –> distonia akut, akathisia, sindrom parkinson (tremor, bradikardi, rigiditas).

4. Gangguan endokrin (amenorrhoe, gynecomastia), gangguan metabolik (jaundice), gangguan hematologik (agranulocytosis), biasanya pada pemakaian jangka lama.

Efek samping yang irreversible adalah tardive dyskinesia, yaitu gerakan berulang involunter pada lidah, wajah, mulut/rahang, dan anggota gerak, dimana pada waktu tidur gejala ini menghilang. Biasanya gejala ini timbul pada pemakaian jangka panjang dan pada usia lanjut. Efek samping ini tidak berkaitan dengan dosis obat anti-psikotik (non dose related).

Bila terjadi gejala-gejala tersebut, obat anti-psikosis perlahan-lahan dihentikan, bisa dicoba pemberian obat Reserpine 2,5mg/h. Obat pengganti anti-psikosis yang paling baik adalah Clozapine 50-100mg/h.

Penggunaan obat anti-psikosis jangka panjang harus dilakukan pemeriksaan laboratorium : darah rutin, urine lengkap, fungsi hati, fungsi ginjal. Ini dilakukan untuk mendeteksi dini perubahan akibat efek samping obat. Obat anti-psikosis hampir tidak pernah menimbulkan kematian sebagai akibat overdosis atau untuk bunuh diri.

Memahami dan Menjelaskan Nilai Pernikahan Dalam Islam Sakinah mawaddah warahmah.

Kata “Sakinah”. Sakinah merupakan pondasi dari bangunan rumah tangga yang sangat penting. Tanpanya, tiada mawaddah dan warahmah. Sakinah itu meliputi kejujuran, pondasi iman dan taqwa kepada Allah SWT. Dalam Al Qur’an pun dikatakan bahwa suatu saat, akan banyak orang yang saling berkasih sayang di dunia, tetapi di akhirat kelak mereka akan bermusuhan, menyalahkan dan saling melempar tanggung jawab. Kecuali orang-orang yang berkasih sayang dilandasi dengan cinta kepada Allah SWT.

Kata adalah mawaddah. Mawaddah itu berupa kasih sayang. Setiap mahluk Allah kiranya diberikan sifat ini, mulai dari hewan sampai manusia. Dalam konteks pernikahan, contoh mawaddah itu berupa “kejutan” suami untuk istrinya, begitu pun sebaliknya. Misalnya suatu waktu si suami bangun pagi-pagi sekali, membereskan rumah, menyiapkan sarapan untuk anak-anaknya. Dan ketika si istri bangun, hal tersebut merupakan kejutan yang luar biasa.

Kata terakhir adalah warahmah. Warahmah ini hubungannya dengan kewajiban. Kewajiban seorang suami menafkahi istri dan anak-anaknya, mendidik, dan memberikan contoh yang baik. Kewajiban seorang istri untuk mena’ati suaminya. Intinya warahmah ini kaitannya dengan segala kewajiban.