makalah toksikologi

Upload: indirajuliana08

Post on 13-Oct-2015

53 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

clostridium Botulinum

TRANSCRIPT

MAKALAH TOKSIKOLOGIBotulinum

Disusun oleh :Indira Juliana Safitri(1111096000004)

KIMIA 6.A

PROGRAM STUDI KIMIAFAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGIUNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA2014

BOTOLINUM

A. Clostridium BotolinumClostridium botolinum adalah bakteri anaerobik, gram positif, membentuk spora, berbentuk batang dan relatif besar. Spora bakteri dapat terhirup atau termakan, atau dapat menginfeksi luka terbuka. Walaupun demikian bakteri dan sporanya tidak berbahaya. Gejala botulism disebabkan oleh toksin yang diproduksi oleh bakteri tersebut. Toksin botulism merupakan toksin yang berbahaya, dengan dosis mematikan 200-300 pg/kg, yang berarti bila melebihi 100 gram dapat membunuh setiap manusia didunia. Terdapat delapan strain botulism yaitu A, B, C1, C2, D, E, F dan G, masing masing memproduksi protein yang berpotensi sebagai neurotoxin yaitu penyakit yang berisat melumpuhkan syaraf (Lily N et al., 2012). Penyakit ini dapat menyerang manusia, unggas, hewan mamalia dan ikan yang disebabkan karena paparan toksin dari berbagai biotipe clostridium botulinum. Tipe A, B, E dan F menyebabkan botulism pada manusia. Tipe C-alpha menyebabkan botulism pada unggas domestik dan liar. Tipe C-beta dan D menyebabkan botulism pada ternak. Tipe kedelapan dari botulism, strain G, telah diisolasi dari contoh tanah, tetapi jarang dan belum menunjukkan hubungan yang menyebabkan botulism manusia atau binatang. Tipe A dan beberapa tipe B dan tipe F mendekomposisikan protein binatang dan menyebabkan bau dari makanan yang membusuk, dan daging busuk. Tipe E dan beberapa tipe B,C, D dan F tidak proteolytic (mereka tidak mencerna protein binatang). Ketika muncul, tipe botulism ini tidak dapat terdeteksi dengan bau yang kuat. Bakteri Clostridium merupakan bakteri yang heat resistant dan dapat bertahan dari perebusan yang lama. Untuk menghancurkan spora yang ada, makanan harus dipanaskan hingga temperatur 1200C atau lebih, seperti dalam penggunaan pressure cooker. Racun yang diproduksi oleh bakteri dapat dihancurkan oleh panas. Jika lingkungan di sekitarnya lembab, terdapat cukup makanan dan tidak terdapat oksigen, spora akan mulai tumbuh dan menghasilkan toksin. Beberapa toksin yang dihasilkan C. botulinum memiliki kadar protein yang tinggi yang tahan terhadap pengrusakan oleh enzim pelindung usus. Bakteri clostridium botulinum sering disebut juga bakteri makanan kaleng karena ia dapat hidup dalam kondisi anaerob. terutama pada jenis-jenis makanan yang bahan bakunya daging, ikan, sayur yang pHnya di atas 4,6 alias nilai keasaman relatif rendah. Bila kondisi pertumbuhannya sesuai, toksin botulinum yang sangat berbahaya tersebut bisa dihasilkan. Jika dikonsumsi maka racun tersebut akan menyerang susunan saraf dan dampaknya bisa melumpuhkan, menyulitkan pernapasan serta menyebabkan kematian. Oleh karena itu diperlukan pengujian yangketat terhadap bakteri ini sebelum makanan dikemas dalam kaleng. Penggunaan pengawet yang tepat (baik secara jenis dan jumlah) juga merupakan salah satuusaha pencegahan kontaminasi mikroba ini.Jenis kaleng yang digunakan untuk mengemas produk makanan juga harusdisesuaikan. Kaleng tersebut tidak boleh melepas kandungan logam ke produk makanan, kuat dan menjamin tidak adanya kebocoran yang dapat menjadi pintumasuk bakteri atau oksigen yang dapat menyebabkan kerusakan makanan kaleng. Jika makan makanan yang tercemar, racun masuk ke dalam tubuh melalui saluran pencernaan, menyebabkan foodborne botulism. Sumber utama dari botulisme ini adalah makanan kalengan. Sayuran, ikan, buah, dan rempah rempah juga merupakan sumber penyakit ini. Demikian juga halnya dengan daging, produk susu, daging sapi, dan unggas. Toksin (botulism) adalah racun yang sangat kuat dan dapat menyebabkan kerusakan saraf dan otot yang berat. Karena menyebabkan kerusakan yang berat pada saraf, maka racun ini disebut neurotoksin.Terdapat beberapa jenis botulisme (Lily N et al., 2012). yaitu : Food-borne botulism (botulism yang dilahirkan makanan) disebabkan oleh mamakan makanan-makanan yang mengandung botulinum neurotoxin. Wound botulism/infections botulism (botulism luka) disebabkan oleh neurotoxin yang dihasilkan dari luka yang terinfeksi dengan bakteri Clostridium botulinum. Infant botulism (botulism bayi) terjadi ketika bayi mengkonsumsi spores (spora-spora) dari bakteri botulinum. Bakteri kemudian tumbuh didalam usus-usus dan melepaskan neurotoxin. Infhalation botulism atau botulism akibat terhirupnya neurotroksin botulinum melalui saluran pernafasan. B. Mekanisme Bakteri Botulinum dalam TubuhToksin botolinum menghasilkan 8 macam neurotoksin yaitu tipe A, B, C1, C2, D, E, F dan G yang memiliki antigen yang berbeda, tetapi memiliki struktur subunit yang homolog. Mekanisme masuknya C. botulinum toksigenik kedalam tubuh dapat melalui kontaminasi luka,mulut/makanan dan inhalasi. C. botulinum yang sudah masuk dalam tubuh dapat memproduksi toksin dalam saluran pencernaan atau jaringan tubuh yang luka karena lingkungannya mendukung untuk pertumbuhannya. Toksin tidak diabsorbsi melalui kulit yang utuh. Sesudah toksin diabsorbsi, maka toksin masuk dalam aliran darah dan ditransportasikan menuju synaps cholinergik perifer terutama neuromuscular junction. Pada tempat ini, heavy chain toksin berikatan dengan membran neuronal pada bagian presynaptic synaps perifer. Toksin kemudian memasuki sel neuronal melalui receptor-mediated endocytosis. Light chain dari toksin menyeberangi membran vesikel endocytic dan memasuki sitoplasma. Di dalam sitoplasma, light chain toksin (yaitu senyawa zinc-yang mengandung endopeptidase) memecah beberapa protein yang membentuk synaptic fusion complex.Protein synaptic ini disebut sebagai protein soluble Nethylmaleimide- sensitive factor attachment protein receptors (SNARE), termasuk synaptobrevin (terpecah oleh toksin tipe B, D, F dan G), syntaxin (terpecah oleh toksin tipe C), dan synaptosomal- associatedprotein (SNAP-25; terpecah oleh toksin tipe A, C, E) (ARNON,2001).Neurotoksin clostridial mula-mula tampak terikat pada kompleks SNARE sebelum terjadi pemecahan. Kompleks synaptic fussion akan menyatukan vesikel synaptic (yang berisi acetyl choline) dengan membran terminal neuron. Pecahnya kompleks synaptic fussion mencegahvesikel mengalami fusi dengan membran, yang akan mencegah pelepasan acetylcholine ke dalam celah synaptic. (Lily N et al., 2012 ; Damayanti et al., 2009). Acetylcholine dilepaskan dari cytosol oleh Ca2+ yang mengatur exocytosis, suatu proses multi tahap yang melibatkan partisipasi dari beberapa protein yang secara kolektif disebut SNAREs (soluble Nethylmaleimide-sensitive factor attachment proteinreceptors). Ketika acetylcholine mencapai membran otot postsynaptic, ikatannya terhadap nicotinic cholinergic receptors membuka saluran transmembran, menghasilkan suatu influx ion sodium (Na+) ke dalam serabut otot dan berikutnya efflux dari potasium (K+); reduksi permulaan ini dalam potensial membran serabut otot menimbulkan endplate potensial. Ketika endplate potensial mencapai ambangnya, aksi potensial dibentuk dalam otot, dan menyebabkannya berkontraksi. (Lily N et al., 2012).

Gambar 1. Acetylcholine pada syaraf terminal dikemas dalam vesikel. Pada stimulasi syaraf, yang meningkatkan konsentrasi intra-neuronal Ca2+, membran vesikel berfusi dengan plasmalemma dari syaraf terminal, membebaskan transmitter ke dalam synaptic cleft. Proses ini dimediasi oleh satu serial protein yang secara kolektif disebut protein SNARE. BoNT, memasuki syaraf terminal, memecah protein SNARE, mencegah pembentukan functional fusion complex, dan memblokir pembebasan acetylcholine. (Sumber : Lily N et al., 2012).

Tanpa pelepasan acetylcholine neuronal, otot yang berhubungan tidak dapat berkontraksi dan menjadi lumpuh. Blokade pelepasan acetylcholine dapat berlangsung beberapa bulan. Fungsi normal akan kembali dengan lambat melalui kembalinya protein SNARE ke dalam sitoplasma atau melalui produksi synaps yang baru. Kematian akibat botulismus secara akut terjadi karena obstruksi udara pernafasan atau kelumpuhan otot-otot pernafasan. Pengaruh langsung botulinum neurotoxin (BoNT) pada sistem syaraf pusat belum dapat diperlihatkan secara jelas. BoNT tidak dapat melakukan penetrasi ke blood-brain barrier karena ukurannya yaitu 150kDa, Pengaruh BoNT pada neuromuscular junction dan organ otot dapat mempengaruhi sistem syaraf pusat secara tidak langsung. (Lily N et al., 2012 ; Damayanti et al., 2009).

DAFTAR PUSTAKA

Damayanti, Diah Miara Indramaya, IGN Darma Putra, dan IGAA Elis Indira. 2009. Toksin Botulinum pada Terapi Wajah Bagian Atas. Departemen ilmu kesehatan kulit dan kelamin. Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.Handayani, Hana. Risalia Nur Rahma, Ikrima Dzil, Crysse Zuliana, Nicha Bella Permana, Siti Aisyah dan Della Rosalita. 2012. Keamanan Pangan dan Toksikologi pada Cannad Food. Makalah Program Studi Ilu dan Teknologi Pangan Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Univeristas Brawijaya. Malang.Kruger, M., A.G. Herrenthey, W. Schrodl, A. Gerlach and A. Rodloff. 2012. Visceral botulism at dairy farms in Schleswig Holstein, Germany- Prevalence of Clostridium botulinum in feces of cows, in animal feeds, in feces of the farmers and in house dust. Anaerobe 30:1 3. Lily natalia dan A Priadi. 2012. Botulismus : Patogenesis, Diagnosis dan Pencegahannya. Balai Besar Penelitian Veteriner. Jurnal Wartazoa vol.22 No.3.