toksikologi lap
Embed Size (px)
TRANSCRIPT
PENGUKURAN KUALITAS UDARA
Oleh : Nilasari Indah Yuniati B1J002052
LAPORAN PRAKTIKUM EKOTOKSIKOLOGI
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS BIOLOGI PURWOKERTO 2005
I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masuknya atau dimasukannya zat, energi dan atau komponen lain ke dalam udara dan atau berubahnya tatanan udara oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam, sehingga kualitas udara turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan udara menjadi kurang atau tidak berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya dikenal sebagai pencemaran udara. Udara adalah suatu campuran gas yang terdapat pada lapisan yang mengelilingi bumi. Udara di alam tidak pernah ditemukan bersih tanpa polutan sama sekali. Polutan udara primer, yaitu polutan yang mencakup 90% dari jumlah polutan udara seluruhnya, dapat dibedakan menjadi 5 kelompok, yaitu : karbon monoksida (CO), nitrogen oksida (NOx), hidrokarbon (HC), sulfur oksida (Sox), dan partikel. Beberapa gas seperti sulfur dioksida (SO2), hidrogen sulfida (H2S), dan karbon monoksida (CO) selalu dibebaskan ke udara sebagai produk sampingan dari proses-proses alami seperti aktivitas vulkanik, pembusukan sampah tanaman, kebakaran hutan, dan sebagainya. Selain disebabkan oleh polutan alami, polusi udara juga dapat disebabkan oleh aktivitas manusia seperti kendaraan bermotor, proses-proses industri, kegiatan rumah tangga, dan sebagainya. Konsentrasi bahan pencemar tersebut dalam udara jika melebihi batas nilai baku mutu udara ambien (batas kadar yang diperbolehkan dari zat pencemat yang terdapat di udara) dapat menimbulkan gangguan pada manusia, hewan dan tumbuhan.
Praktikum ini dilaksanakan di dua lokasi yang berbeda, yaitu di pintu gerbang Perumahan Taman Anggrek (TA) dan Perempatan Palma BCA (PB) Purwokerto. Alasan pemilihan lokasi adalah karena kedua lokasi tersebut berada di pusat kota dan merupakan daerah dengan frekuensi lalu lintas yang padat sehingga diduga mengandung berbagai jenis polutan dengan konsentrasi yang tinggi.
B. Tujuan Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui kualitas udara meliputi kandungan karbon monoksida (CO), nitrogen oksida (NOx), sulfur oksida (SOx), hidrogen sulfida (H2S), dan amonia (NH3) di lingkungan Perumahan Taman Anggrek dan Perempatan Palma BCA Purwokerto.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Palar (1994) menyatakan bahwa pencemaran atau polusi udara adalah suatu kondisi yang telah berubah dari bentuk asal sehingga keadaannya menjadi lebih buruk. Pergeseran bentuk tatanan dari kondisi asal pada kondisi yang buruk ini dapat terjadi sebagai akibat masukan dari bahan-bahan pencemar atau polutan. Suatu lingkungan dikatakan tercemar apabila telah terjadi perubahan-perubahan dalam tatanan lingkungan itu sehingga tidak sama lagi dengan bentuk asalnya sebagai akibat dari masuk atau dimasukkannya suatu zat atau benda asing ke lingkungan tersebut. Karbon monoksida (CO) adalah suatu komponen udara yang tidak berbau, tidak berwarna, dan tidak memiliki rasa, terdapat dalam udara dengan konsentrasi yang tinggi pada daerah perkotaan. Gas ini dapat menimbulkan keracunan dalam darah (Yu, 2000). Arifin (1998) menambahkan bahwa sumber utama CO yaitu transportasi (63,8%), stasiun pembakaran BBM (1,9%), proses industri (9,6%), pembakaran limbah padat (7,8%), dan sumber lain (kebakaran hutan, limbah batubara, pertanian, dan sebagainya) (16,9%). Nitrogen oksida (NOx) adalah kelompok gas yang terdapat di atmosfer, terdiri dari gas nitrik oksida (NO) dan nitrogen dioksida (NO 2). Walaupun bentuk nitrogen oksida lainnya ada, tetapi kedua gas inilah yang paling banyak dijumpai sebagai polutan udara. Nitrik oksida merupakan gas yang tidak berwarna dan tidak berbau, sebaliknya nitrogen dioksida mempunyai warna coklat kemerahan dan berbau tajam. Nitrik oksida (NO) terdapat di atmosfer dalam jumlah lebih besar daripada nitrogen dioksida (NO2). Konsentrasi NOx di udara pada daerah
perkotaan biasanya 10-100 kali lebih tinggi daripada di daerah pedesaan (Fardiaz, 1992). Menurut Lu (1995), NO2 dibentuk oleh proses anaerobik di tanah dan ada pada lapisan permukaan lautan, karenanya tidak merupakan pencemar udara yang penting sejauh kesehatan manusia terlibat di dalamnya. Sulfur dioksida (SO2) dan sulfur trioksida (SO3) merupakan dua komponen sulfur oksida (Sox) yang memiliki peranan penting dalam menimbulkan polusi udara. SO2 lebih berbahaya jika dibandingkan dengan SO3 (Yu, 2000). Fardiaz (1992), menyatakan bahwa sulfur dioksida mempunyai karakteristik bau yang tajam dan tidak terbakar di udara, sedangkan sulfur trioksida merupakan komponen yang tidak reaktif. Sebanyak dua per tiga dari jumlah sulfur di atmosfer berasal dari sumber-sumber alam seperti volcano dan terdapat dalam bentuk H2S dan oksida. Hidrogen sulfida (H2S) merupakan gas tidak berwarna, mudah larut dalam air, dan berbau tidak sedap. Sumber utama gas ini berasal dari pembakaran sampah organik. H2S dapat meracuni darah, pada konsentrasi 10 ppm dapat menyebabkan hipoksia dan pada konsentrasi 600 ppm dapat menyebabkan kematian. H2S memiliki kemampuan lebih tinggi untuk menyebabkan terjadinya iritasi pada manusia dibandingkan dengan SO2 (Casarett and John, 1975). Amonia merupakan bentuk lain dari senyawa NOx yang telah mengalami proses-proses biologi. Senyawa ini tidak berwarna dan sangat mudah menguap. Amonia dalam bentuk anion (NH3-) lebih beracun bagi organisme karena mampu berdifusi menembus membran sel dan larut dalam lemak (Kir, et al., 2004).
III. MATERI DAN METODE
A. Materi Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah larutan pengikat CO, larutan penyerap NO2 atau R1 (7684), reagent NO2 2 (R2) kode 7685, reagent NO2 3 (R3) kode 7688, buffer absorbing solution (7804), reagent SO2 (7693), NaOH 1 N (4004 PS), SO2 passive bubbler indikator (7085), reagent sulfida 1 (R1), reagent sulfida 2 (R2), reagent sulfida 3 (R3), reagent sulfida 4 (R4), reagent sulfida 5 (R5), reagent amonia nitrogen 1 (4797WT), dan reagent amonia nitrogen 2 (4798WT). Sedangkan peralatan yang digunakan antara lain tabung impinger, tabung reaksi besar, tabung reaksi kecil, komparator CO dengan pembaca axial, komparator NO2, komparator SO2, komparator H2S, komparator amonia nitrogen, pipet, dan sendok seukuran.
B. Metode I. Pengukuran Kadar CO 1. Membuat Blanko CO a) Ke dalam tabung reaksi (0822) dimasukkan larutan pengikat CO (7899) sampai batas 10 kemudian didiamkan selama 20 menit. b) Tabung reaksi tersebut dimasukkan ke dalam komparator CO (7783) dengan pembaca axial (2071), dibandingkan dengan reagent STD pada komparator.
c) Untuk mengubah angka indeks warna menjadi konsentrasi CO dalam ppm digunakan tabel, kemudian hasil dicatat. 2. Memeriksa Kadar CO Udara a) Larutan pengikat CO (7799) dituangkan ke dalam tabung impinger sampai dengan batas 10 ml. b) Alat impinger dihubungkan demngan pompa sampling udara, pastikan tabung panjang tercelup ke dalam larutan pengikat CO. c) Flow meter disetel dengan kecepatan 1,0 Lpm selama 20 menit. d) Pada akhir periode sampling, isi tabung impinger dituang ke dalam tabung reaksi bersih (0822). e) Tabung reaksi tersebut ditempatkan ke dalam komparator CO (7783) dengan pembaca axial (2071), warna sampel dibandingkan dengan warna STD. f) Untuk mengubah angka indeks menjadi konsentrasi CO dalam ppm digunakan tabel CO, hasilnya dicatat sebagai konsentrasi CO kotor. g) Hasil CO bersih (ppm) = CO blanko CO kotor II. Pengukuran NO2 (Nitrogen Dioksida) 1. Larutan penyerap NO2 (absorbing solution) atau R1 (7684) dimasukkan ke dalam tabung impinger sebanyak 5 ml. 2. Alat impinger dihubungkan dengan selang, pastikan selang panjang tercelup ke dalam larutan. 3. Flow meter disetel pada angka 0,2 Lpm selama 10 menit. 4. Pada akhir sampling isi tabung impinger dituang ke dalam tabung reaksi (0822) dan ditambah 5 ml larutan penyerap NO2 sehingga volumenya menjadi 10 ml.
5. Ditambah 1 tetes reagent NO2 (R2) kode 7685 menggunakan pipet tetes (0352), kemudian ditutup dan dihomogenkan. 6. Ditambahkan 0,05 g reagent ke tiga berupa serbuk (7688) dengan sendok seukuran 0,05 g (0696), ditutup dan dihomogenkan. Ditunggu selama 10 menit agar pembentukan warna sempurna. 7. Tabung reaksi ditempatkan ke dalam komparator NO2 (7689). Warna sampel dibandingkan dengan indeks warna standar. Angka dimana indeks warna sampel dan indeks warna standar menunjukkan perbandingan warna yang sebanding dicatat. 8. Untuk mengubah nilai pembacaan menjadi konsentrasi NO2 dalam ppm digunakan tabel NO2. III.Pengukuran Kadar SO2 (Sulfur Dioksida) 1. Buffer absorbing solution (7804) dituangkan 10 ml ke dalam tabung impinger. Alat impinger dihubungkan dengan selang, pastikan selang panjang tercelup ke dalam larutan. 2. Flow meter disetel pada angka 1,0 Lpm selama 30 menit. Alat impinger ditutup dengan aluminium foil untuk menghindari cahaya matahari. 3. Pada akhir pengukuran, isi tabung impinger dipindahkan ke tabung reaksi kecil (0230) sampai garis batas. Ditambahkan 0,25 g reagent SO2 (7693) menggunakan sendok (0695) kemudian ditutup. Tabung reaksi dikocok sampai serbuk larut. 4. Ke dalam tabung reaksi kecil tersebut (0230) ditambahkan 1 ml NaOH 1 N (4004 PS) dengan pipet seukuran 1 ml (0354), kemudian ditutup dan dihomogenkan.
5. Ke dalam tabung reaksi besar (0204) ditambahkan 2 ml SO2 passive bubbler indikator (7085) dengan 2 kali pemipetan menggunakan pipet seukuran 1 ml (0354) lainnya. 6. Isi tabung reaksi kecil (0230) dituangkan ke tabung reaksi besar (0204) yang berisi SO2 indikator. Tabung reaksi ditutup, dibolak-balik dengan jari 6 kali, ditunggu sampai 15 menit. 7. Tabung reaksi besar (0204) tersebut ditempatkan ke dalam komparator SO2 passive bubbler (7746). Warna sampel dibandingkan dengan warna standar. Warna sampel yang sebanding dengan warna standar dalam komparator dicatat. 8. Untuk mengubah nilai pembacaan sampel menjadi konsentrasi SO2 dalam ppm digunakan tabel SO2. IV. Pengukuran H2S (Hidrogen Sulfida) 1. Reagent sulfida 1 (R1) sebanyak 7 ml dimasukkan ke tabung impinger sampai angka 7. 2. Selang dipasang, flow meter disetel pada skala 2 Lpm dan didiamkan selama 30 menit. 3. Setelah 30 menit, selang dilepas. Ke dalam tabung impinger ditambahkan : a) Reagent sulfida 2 (R2) sebanyak 0,5 ml dengan pipet 1 b) Reagent sulfida 3 (R3) sebanyak 0,5 ml dengan pipet 2 c) Reagent sulfida 4 (R4) sebanyak 4 tetes dan ditunggu selama 1 menit dan warna menjadi biru d) Reagent sulfida 5 (R5) sebanyak 1,6 ml dengan pipet 1,6 ml. 9. Semua isi tabung impinger dipindahkan ke tabung reaksi sebanyak 5 ml.
10. Ditempatkan pada H2S komparator, dibandingkan dengan indeks warna standar. 11. Dicocokkan dengan tabel untuk mengetahui konsentrasi H2S (ppm). V. Pengukuran NH3 (Amonia) 1. Dituangkan 10 ml larutan pengikat amonia nitrogen (7737) ke dalam alat impinger. Alat impinger dihubungkan dengan pompa sampling udara, pastikan tabung panjang tercelup ke dalam larutan. 2. Flow meter disetel pada angka 1,0 Lpm selama 10 menit. 3. Pada akhir pengukuran, isi larutan pada tabung impinger dituang ke dalam tabung reaksi (0230) sampai batas angka 5 ml. 4. Ditambahkan 2 tetes reagent amonia nitrogen 1 (4797WT), ditutup dan dihomogenkan. 5. Ditambahkan 8 tetes reagent amonia nitrogen 2 (4798WT), ditutup dan dihomogenkan. Warna akan berubah dari kuning menjadi abu-abu bila terdapat amonia. 6. Tabung reaksi tersebut ditempatkan dalam komparator amonia nitrogen (7736). Indeks warna sampel dibandingkan dengan indeks warna standar. Warna sampel yang sebanding dengan warna standar dalam komparator dicatat. Hasil amonia nitrogen dicocokkan dengan tabel dan dicatat dalam satuan ppm. 7. Untuk mengubah hasil amonia nitrogen menjadi amonia, maka hasil pembacaan amonia nitrogen tersebut dikalikan 1,2.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Tabel 1. Hasil Uji Kualitas Udara di Perempatan Palma BCA (PB) Parameter CO NO2 SO2 H2S NH3 Waktu (menit) 20 10 30 30 10 Skala 1-2 1-2 0-1 2 1 Hasil (ppm) 12,5 0,14 0 0,02 2,064 Jumlah Motor 808 293 983 844 293 Jumlah Mobil 180 132 394 330 132
Tabel 2. Hasil Uji Kualitas Udara di Perumahan Taman Anggrek (TA) Parameter CO NO2 SO2 H2S NH3 Waktu (menit) 20 10 30 30 10 Skala 3 1-2 1-2 2 1 Hasil (ppm) 37,5 0,14 0,03 0,035 1,72 Jumlah Motor 334 194 583 554 158 Jumlah Mobil 420 214 560 606 133
B. Pembahasan Berdasarkan data di atas dapat dilihat bahwa tingkat pencemaran udara oleh CO di lokasi TA lebih tinggi dibandingkan dengan lokasi PB. Hal tersebut dikarenakan perbedaan jumlah kendaraan yang melintasi kedua lokasi dan skala flow meter yang digunakan untuk pengukuran pada masing-masing lokasi berbeda. Jumlah kendaraan bermotor yang melintasi lokasi sangat mempengaruhi tingkat pencemaran udara oleh CO karena sumber utama CO berasal dari transportasi (63,8%). Menurut Fardiaz (1992), semakin ramai kendaraan bermotor
yang ada, semakin tinggi tingkat polusi CO di udara. Akan tetapi tidak demikian yang terjadi pada hasil pengukuran. Jumlah kendaraan yang melintas pada lokasi TA lebih sedikit daripada PB, namun tingkat pencemarannya lebih tinggi. Hal tersebut terjadi karena skala flow meter yang digunakan pada lokasi TA lebih besar. Skala flow meter menunjukkan kecepatan penangkapan udara oleh tabung impinger. Dengan demikian kecepatan penangkapan gas CO pada lokasi TA juga lebih besar dibanding lokasi PB sehingga jumlah CO yang didapat lebih tinggi. Selain itu lokasi TA dekat dengan terminal bus dimana aktivitas kendaraan bermotor sangat tinggi, dimungkinkan CO yang tinggi berasal dari asap kendaraan bermotor di terminal bus. Faktor lain yang mempengaruhi kadar CO di udara menurut Wardhana (2001) adalah suhu, angin, kelembaban, sinar matahari dan tekanan udara. Suhu tinggi merupakan pemicu terjadinya gas CO karena pada suhu tinggi CO2 akan diuraikan menjadi CO dan O. Angin dapat mengurangi konsentrasi CO karena dipindahkan ke tempat lain. Kelembaban udara yang tinggi dapat melarutkan CO. Sedangkan tekanan udara yang tinggi dapat menahan polutan CO pada suatu daerah, sehingga konsentrasi CO di suatu daerah dapat lebih tinggi dibandingkan dengan daerah lain. Kadar CO berdasarkan hasil pengukuran di lokasi TA sebesar 37,5 ppm, sedangkan di lokasi PB sebesar 12,5 ppm dengan waktu pengukuran 20 menit. Baku mutu ambien karbon monoksida (CO) menurut SK Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup No. KEP.03/MENKLH/II/1991 tanggal 1 Februari 1991 adalah 20 ppm dengan waktu pengukuran 8 jam. Jadi, kualitas udara dengan parameter CO di lokasi Perumahan Taman Anggrek dan
Perempatan Palma BCA Purwokerto tergolong tercemar CO karena sangat melebihi nilai baku mutu ambien. Konsentrasi NO2 berdasarkan hasil pengukuran selama 10 menit di lokasi PB dan TA adalah sama, yaitu 0,14 ppm. Kadar tersebut melebihi nilai baku mutu ambien NO2 menurut SK Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup No. KEP.03/MENKLH/II/1991 tanggal 1 Februari 1991, yaitu sebesar 20 ppm dengan waktu pengukuran 24 jam. Sehingga dapat dikatakan bahwa kedua lingkungan tersebut tercemar oleh NO2. Nitrogen oksida dapat menimbulkan keracunan pada darah seperti halnya karbon monoksida. Menurut Casarett and John (1975), pemaparan NO2 pada konsentrasi yang tinggi dapat menyebabkan kematian karena edema paru-paru. Kendaraan bermotor bukan merupakan sumber pencemar NO2. Oleh karenanya perbedaan jumlah kendaraan yang melintas pada kedua lokasi bukan merupakan faktor yang penting. Sumber pencemar NO2 yaitu dari pembakaran pada suhu tinggi. Menurut Fardiaz (1992), jumlah NO2 yang terdapat di udara dipengaruhi oleh suhu pembakaran. Semakin tinggi suhu pembakaran, semakin tinggi pula konsentrasi NOx pada keadaan ekuilibrium. Hasil pengukuran konsentrasi SO2 di udara selama 30 menit pada kedua lokasi menunjukkan bahwa kadar pencemaran udara oleh SO2 sangat kecil. Pada lokasi PB kandungan SO2 dapat dikatakan tidak ada sama sekali atau 0 ppm, sedangkan pada lokasi TA kadar SO2 dalam udara hanya 0,03 ppm. Baku mutu ambien SO2 menurut SK Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup No. KEP.03/MENKLH/II/1991 tanggal 1 Februari 1991 adalah 0,1 ppm dengan waktu pengukuran 24 jam. Dengan demikian kedua lokasi dapat dikatakan belum
tercemar oleh SO2 karena kadarnya masih memenuhi nilai baku mutu udara ambien. Lokasi TA memiliki kandungan SO2 yang lebih tinggi disbanding lokasi PB. Hal itu dapat disebabkan oleh factor-faktor lingkungan. Menurut Wardhana (2001), penyebaran gas SO2 ke lingkungan tergantung dari keadaan meteorology dan geografi setempat. Kelembaban udara yang tinggi akan mempengaruhi kecepatan perubahan SO2 menjadi asam sulfat dan asam sulfit yang akhirnya jatuh sebagai hujan asam. Sumber utama sulfur dioksida bukan berasal dari transportasi, melainkan berasal dari pembakaran bahan-bahan yang mengandung sulfur, seperti pembakaran batu arang, minyak bakar, gas, kayu, dan sebagainya. Gas buangan dari proses-proses industri juga merupakan sumber pencemar SO2. Pabrik peleburan baja merupakan industri yang menghasilkan SO2 terbesar. Di sekitar lokasi TA maupun PB tidak terdapat tempat-tempat yang dimungkinkan merupakan sumber pencemar SO2, oleh karenanya kedua lokasi tidak
mengandung SO2 dalam jumlah tinggi. H2S merupakan bentuk lain dari sulfur yang terdapat di atmosfer. Besarnya konsentrasi H2S berdasarkan hasil pengukuran selama 30 menit di lokasi TA adalah 0,035 ppm, sedangkan di lokasi PB adalah 0,02 ppm. Baku mutu ambien H2S menurut SK Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup No. KEP.03/MENKLH/II/1991 tanggal 1 Februari 1991 adalah 0,03 ppm dengan waktu pengukuran 30 menit. Berdasarkan nilai tersebut berarti kadar H2S pada loksi TA maupun PB masih memenuhi standar baku mutu ambien.
Faktor yang berperan penting dalam peningkatan konsentrasi H2S di lingkungan adalah iklim dan topografi. Kelembaban yang tinggi akan melarutkan H2S, angin akan membawa polutan ke suatu tempat yang jauh, dan tekanan udara yang tinggi dapat menahan polutan di suatu daerah. Kadar NH3 dari hasil pengukuran adalah 2,064 pada lokasi PB dan 1,72 pada lokasi TA dengan waktu pengukuran masing-masing 10 menit. Kadar tersebut sangat melebihi nilai baku mutu ambien NH3 menurut SK Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup No. KEP.03/MENKLH/II/1991 tanggal 1 Februari 1991, yaitu sebesar 2 ppm dengan waktu pengukuran 24 jam. Lebih tingginya konsentrasi NH3 di lokasi PB daripada lokasi TA dapat disebabkan oleh perbedaan temperatur kedua lokasi. Menurut (Kir, et al., 2004), peningkatan temperatur akan mempengaruhi peningkatan konsentrasi amonia. Kemungkinan temperatur udara di lokasi PB pada saat pengukuran lebih tinggi dibanding lokasi TA. Selain faktor tersebut, jumlah kendaraan yang melintasi lokasi pengukuran juga menentukan kadar NH3. Salah satu sumber polutan NH3 berasal dari transportasi. Semakin banyak jumlah kendaraan yang melintas, semakin besar tingkat pencemaran oleh NH3. Hasil pengukuran sesuai dengan teori tersebut.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa pada Perumahan Taman Anggrek dan Perempatan Palma BCA konsentrasi CO, NO2, dan NH3 tidak memenuhi baku mutu udara ambien, sedangkan konsentrasi SO2 dan H2S memenuhi standar baku mutu udara ambien yang telah ditetapkan.
B. Saran Kualitas udara hendaknya selalu dijaga agar kandungan bahan-bahan pencemar tidak melebihi nilai baku mutu ambien. Jika konsentrasi bahan pencemar di udara sangat tinggi, hal itu dapat membahayakan kesahatan manusia, hewan maupun tumbuh-tumbuhan yang ada di lingkungan tersebut. Sebaiknya penggunaan kendaraan bermotor serta mesin-mesin pabrik yang menghasilkan polutan dapat diminimalisasi atau hanya digunakan sesuai dengan keperluan sehingga tingkat pencemaran yang ditimbulkan dapat dikurangi.
DAFTAR REFERENSI
Arifin, Muhamad. 1998. Pencemaran Karbon Monoksida (CO). Jurnal Sains dan Teknologi Edisi Desember. Casarett, L. J. and John Doull. 1975. Toxicology The Basic Science of Poisons. McMillan Publishing Co. Inc., New York. Fardiaz, Srikandi. 1992. Polusi Air dan Udara. Kanisius, Yogyakarta.
Kir, M., M. Kumlu, and O. T. Eroldogan. 2004. Effects ofTemperature on Acute Toxicity of Ammonia to Penaeus semisulcatus Juveniles. Journal Aquaculture 241: 479489. Lu, Frank C. 1995. Toksikologi Dasar : Asas, Organ Sasaran dan Penilaian Risiko Edisi 2. Universitas Indonesia Press, Jakarta. Palar, Heryando. 1994. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Rineka Cipta, Jakarta. Wardhana, W. A. 2001. Dampak Pencemaran Lingkungan. Penerbit Andi, Yogyakarta. Yu, Ming-Ho. 2000. Environmental Toxicology Impacts of Environmental Toxicants on Living Systems. Lewis Publishers. New York.