toksikologi penyinaran

29
TOKSIKOLOGI PENYINARAN 1. LATAR BELAKANG Toksikologi adalah cabang ilmu yang mempelajari segala hal yang berkaitan dengan zat – zat kimia (racun), tidak hanya berkaitan dengan sifat – sifat zat kimia saja, namun juga mempelajari bagaimana pengaruh zat kimia tersebut didalam tubuh atau dikenal dengan istilah xenobiotik. Toksikologi penyinaran adalah keracunan atau efek negative dari penyinaran atau radiasi. Toksikologi ini termasuk kedalam toksikologi perang, dimana pelaksanaan perang dengan : Senjata atom (nuklir), misalnya bom di Hirosimak Bilogi, missal pemakaian racun tanaman (zat perontok daun) untuk keperluan militer Kimia, misalnya penggunaan untuk menghentikan demonstrasi (gas air mata) Radiasi tidak dapat dilihat, dirasa atau diketahui keberadaannya dalam tubuh dan paparan radiasi yang berlebih dapat menimbulkan efek yang merugikan. Pemanfaatan berbagai sumber radiasi harus dilakukan secara cermat dan mematuhi ketentuan teknik kerja dengan menggunakan sumber radiasi untuk menghindari terjadinya paparan radiasi yang tidak diinginkan. Pemanfaatan radiasi pada berbagai bidang untuk kesejahteraan manusia dapat dilakukan tanpa batas selama selalu memperhatikan prosedur standar proteksi dan keselamatan radiasi. Prosedur proteksi bertujuan untuk mencegah terjadinya 1

Upload: fitry-adx

Post on 06-Aug-2015

111 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: TOKSIKOLOGI PENYINARAN

TOKSIKOLOGI PENYINARAN

1. LATAR BELAKANG

Toksikologi adalah cabang ilmu yang mempelajari segala hal yang berkaitan dengan

zat – zat kimia (racun), tidak hanya berkaitan dengan sifat – sifat zat kimia saja, namun juga

mempelajari bagaimana pengaruh zat kimia tersebut didalam tubuh atau dikenal dengan

istilah xenobiotik. Toksikologi penyinaran adalah keracunan atau efek negative dari

penyinaran atau radiasi. Toksikologi ini termasuk kedalam toksikologi perang, dimana

pelaksanaan perang dengan :

Senjata atom (nuklir), misalnya bom di Hirosimak

Bilogi, missal pemakaian racun tanaman (zat perontok daun) untuk keperluan militer

Kimia, misalnya penggunaan untuk menghentikan demonstrasi (gas air mata)

Radiasi tidak dapat dilihat, dirasa atau diketahui keberadaannya dalam tubuh dan

paparan radiasi yang berlebih dapat menimbulkan efek yang merugikan. Pemanfaatan

berbagai sumber radiasi harus dilakukan secara cermat dan mematuhi ketentuan teknik kerja

dengan menggunakan sumber radiasi untuk menghindari terjadinya paparan radiasi yang

tidak diinginkan.

Pemanfaatan radiasi pada berbagai bidang untuk kesejahteraan manusia dapat

dilakukan tanpa batas selama selalu memperhatikan prosedur standar proteksi dan

keselamatan radiasi. Prosedur proteksi bertujuan untuk mencegah terjadinya efek

deterministik pada individu dengan mempertahankan dosis di bawah ambang dan unruk

memperkecil resiko terjadinya efek stokastik pada populasi di masa kini dan masa

mendatang.

2. INTERAKSI RADIASI DENGAN TUBUH

Interaksi radiasi dengan materi biologi diawali dengan terjadinya interaksi fisik yaitu

terjadinya proses eksitasi dan/ atau ionisasi, yang terjadi dalam waktu -15 -10 detik setelah

paparan radiasi. Reaksi ini dalam waktu 10-10 detik segera yang diikuti dengan interaksi

fisikokimia yang menghasilkan pembentukan ion radikal. Selanjutnya terjadi reaksi kimia

dengan menghasilkan radikal bebas dalam waktu 10-5 detik. Radikal bebas menginduksi

1

Page 2: TOKSIKOLOGI PENYINARAN

terjadinya reaksi biokimia yang menimbulkan kerusakan khususnya pada DNA. Rangkaian

proses ini diakhiri dengan terjadinya respon biologi yang dalam waktu harian sampai tahunan

akan menimbulkan efek biologi.

Elektron sekunder yang dihasilkan dari proses ionisasi akan berinteraksi secara

langsung maupun tidak langsung. Secara langsung bila penyerapan energi dari elektron

tersebut langsung terjadi pada molekul organik dalam sel yang mempunyai arti biologi

penting, seperti DNA. Sedangkan interaksi secara tidak langsung bila terlebih dahulu terjadi

interaksi radiasi dengan molekul air dalam sel yang efeknya kemudian akan mengenai

molekul organik penting.

A. . Interaksi radiasi dengan DNA

Kerusakan pada DNA sebagai akibat radiasi dapat menyebabkan terjadinya

perubahan struktur molekul gula atau basa, pembentukan dimer, putusnya ikatan

hidrogen antar basa, hilangnya gula atau basa dan lainnya. Kerusakan yang lebih

parah adalah putusnya salah satu untai DNA yang disebut single strand break dan

putusnya kedua untai DNA pada posisi yang berhadapan, yang disebut double strand

breaks.

Radiasi LET tinggi dan dosis tinggi radiasi LET rendah menyebabkan

sekumpulan kerusakan yang padat pada suatu lokasi tertentu pada DNA, disebut

dengan clustered damage. Distribusi kerusakan yang tidak homogen ini lebih sulit

2

Page 3: TOKSIKOLOGI PENYINARAN

untuk diperbaiki dibandingkan dengan kerusakan DNA yang random. Clustered

damage didefinisikan sebagai dua atau lebih kerusakan (basa teroksidasi, basa hilang,

atau strand breaks) yang terjadi pada suatu tempat tertentu dalam struktur heliks

DNA. Dosis sangat rendah sekitar 0,01 Gy dapat menimbulkan kerusakan clustered

DNA, yang keseluruhan terdiri dari 20% double strand breaks dan 80% jenis

kerusakan DNA lainnya. Total clustered damage akibat radiasi pengion 3 – 4 kali

lebih besar dari double strand breaks dan nampaknya tidak terjadi pada sel yang tidak

diirradiasi. Tingkat clustered damage yang terjadi segera setelah paparan radiasi

dapat digunakan sebagai dosimeter yang relatif sensitif. Karena kumpulan kerusakan

tersebut tidak dapat diperbaiki dan terakumulasi dalam sel, maka dapat dideteksi pada

waktu yang lebih lama setelah paparan.

Secara alamiah sel mempunyai kemampuan untuk melakukan proses

perbaikan terhadap kerusakan DNA dalam batas normal. Perbaikan dapat berlangsung

tanpa kesalahan sehingga struktur DNA kembali seperti semula dan tidak

menimbulkan perubahan fungsi pada sel. Tetapi bila kerusakan yang terjadi terlalu

banyak yang melebihi kapasitas kemampuan proses perbaikan, maka perbaikan tidak

dapat berlangsung dengan secara tepat dan sempurna sehingga menghasilkan DNA

dengan struktur yang berbeda, yang dikenal dengan mutasi.

3

Page 4: TOKSIKOLOGI PENYINARAN

B. Interaksi radiasi dengan kromosom

Kromosom terdiri dari dua lengan (telomer) yang dihubungkan satu sama lain

dengan suatu penyempitan yang disebut sentromer. Pada salah satu fase dari siklus sel

yaitu fase S (sintesa DNA), kromosom mengalami penggandaan untuk kemudian

masuk ke dalam fase mitosis yaitu fase pembelahan dari satu sel menjadi dua sel

anak.

Radiasi menyebabkan terjadinya perubahan pada jumlah dan

strukturkromosom (aberasi kromosom). Perubahan jumlah kromosom, misalnya

menjadi 47 buah pada sel somatik yang memungkinkan timbulnya kelainan genetik.

Sedangkan kerusakan struktur kromosom berupa patahnya lengan kromosom yang

terjadi secara acak dengan peluang yang semakin besar dengan meningkatnya dosis

radiasi.

Bentuk aberasi kromosom yang dapat timbul akibat radiasi adalah:

1. Kromosom asentrik (fragmen asentrik)

adalah potongan kecil kromosom yang tidak mengandung sentromer.

Kromosom ini merupakan hasil dari terjadinya delesi atau pematahan pada

lengan kromosom, baik terminal atau interstisial.

2. Kromosom cincin (ring),

merupakan hasil penggabungan lengan kromosom dari dari satu kromosom

yang sama.

3. Kromosom disentrik,

adalah kromosom dengan dua buah sentromer sebagai hasil dari

penggabungan dua kromosom yang mengalami patahan

4. Translokasi

yaitu terjadinya perpindahan fragmen antar lengan dari kromosom yang sama

atau dari dua kromosom.

4

Page 5: TOKSIKOLOGI PENYINARAN

Di antara jenis kerusakan struktur kromosom, disentrik adalah yang paling

spesifik akibat radiasi. Dengan demikian jenis aberasi kromosom ini dapat digunakan

sebagai dosimeter biologis. Perubahan pada struktur kromosom merupakan indikator

kerusakan akibat pajanan radiasi pada tubuh yang sangat dapat diandalkan. Pemeriksaan

aberasi kromosom pada sel darah limfosit sebagai sel tubuh yang paling sensitif

terhadap radiasi, selain untuk memperkirakan tingkat keparahan efek radiasi dan risiko

pada kesehatan, juga dapat digunakan sebagai dosimeter biologi.

Aberasi kromosom dapat dibagi atas 2 kelompok utama yaitu aberasi tidak

stabil dan aberasi stabil. Kromosom disentrik dan cincin merupakan aberasi tidak stabil

karena sel yang mengandung kromosom ini akan mengalami kematian ketika

melakukan pembelahan sel. Dengan demikian, penggunaan kromosom disentrik sangat

terbatas oleh waktu karena jumlah sel yang mengandung kromosom ini akan terus

menurun bersama dengan bertambahnya waktu pasca pajanan radiasi. Analisis

frekuensi kromosom disentrik khususnya digunakan pada individu yang terpapar secara

akut akibat kerja atau dalam kasus kecelakaan radiasi yang harus dilakukan dalam

waktu secepatnya pasca paparan radiasi.

Translokasi merupakan aberasi kromosom bersifat stabil. Kromosom ini tidak

hilang dengan bertambahnya waktu karena sel yang mengandung kromosom bentuk ini

tidak mati ketika melakukan pembelahan sel. Dengan demikian adanya kromosom

translokasi akan sangat berguna untuk digunakan sebagai indikator kerusakan genetik 5

Page 6: TOKSIKOLOGI PENYINARAN

yang tetap ada meskipun dalam waktu yang lama setelah paparan radiasi atau sebagai

indikator dari terjadinya akumulasi kerusakan untuk pendugaan risiko akibat radiasi.

Analisis translokasi lebih sesuai bila digunakan untuk pemeriksaan paparan radiasi akut

atau kronik yang dapat dilakukan beberapa tahun kemudian setelah terpapar radiasi.

Translokasi berperan dalam perkembangan kelainan atau penyakit genetik dan dalam

karsinogenesis termasuk proses aktivasi onkogen yang menyebabkan sel normal

berkembang menjadi sel malignan. Dengan demikian pendeteksian adanya translokasi

akan menjadi sangat penting dalam memprediksi kemungkinan risiko kanker yang

mungkin diderita pada beberapa waktu kemudian. Tabel di bawah ini menunjukkan

hubungan antara aberasi kromosom dengan jenis kanker.

C. Interaksi radiasi dengan sel

Kerusakan yang terjadi pada DNA dan kromosom sel akan menyebabkan sel tetap

hidup atau mati yang sangat bergantung pada proses perbaikan yang terjadi secara

enzimatis. Bila proses perbaikan berlangsung dengan baik dan tepat/sempurna dan juga

tingkat kerusakan yang dialami sel tidak terlalu parah, maka sel bisa kembali normal

seperti keadaannya sebelum terpapar radiasi. Bila proses perbaikan berlangsung tetapi

tidak tepat maka akan dihasilkan sel yang tetap dapat hidup tetapi telah mengalami

perubahan. Artinya sel tersebut tidak lagi seperti sel semula, tetapi sudah menjadi sel yang

baru atau terubah/abnormal tetapi hidup. Selain itu, bila tingkat kerusakan yang dialami sel

sangat parah atau bila proses perbaikan tidak berlangsung dengan baik maka sel akan mati.

6

Page 7: TOKSIKOLOGI PENYINARAN

D. Radiosensitivitas Sel

Radiosensitivitas adalah tingkat sensitivitas terhadap paparan radiasi yang

berhubungan dengan kematian sel, khususnya kematian reproduktif sel. Yang dimaksud

dengan kematian reproduktif adalah hilangnya kemampuan sel untuk melakukan

pembelahan (proliferasi) setelah sel melakukan mitosis dua atau tiga kali. Radiosensitivitas

suatu sel bergantung pada faktor fisik, kimia dan biologi sel.

Faktor fisik antara lain meliputi LET radiasi, dosis, laju dosis, dan distribusi waktu

paparan radiasi (tunggal dan fraksinasi). Senyawa kimia dapat memodifikasi tingkat

radiosensitivitas sel yang dibedakan atas dua kelompok utama yaitu radioprotektor dan

radiosensitizer. Sedangkan faktor biologi sel yang dimaksud antara lain kemampuan sel

untuk melakukan proses perbaikan (repair) terhadap kerusakan pada DNA, posisi sel

dalam siklus sel, usia, dan pola penggantian populasi sel dalam jaringan/organ.

Penggantian populasi sel berhubungan dengan tingkat proliferasi atau kapasitas sel

untuk melakukan pembelahan dan tingkat diferensiasi sel atau derajat

perkembangan/kematangan sel. Sel yang paling sensitif adalah sel dengan tingkat

proliferasi yang tinggi (aktif melakukan pembelahan) dan tingkat diferensiasi yang rendah.

Sedangkan sel yang tidak mudah rusak akibat radiasi yaitu sel dengan tingkat diferensiasi

yang tinggi dan tidak melakukan pembelahan.

7

Page 8: TOKSIKOLOGI PENYINARAN

3. EFEK BIOLOGI RADIASI PADA TUBUH

Kerusakan sel akan mempengaruhi fungsi jaringan atau organ bila jumlah sel yang

mati/rusak dalam jaringan/organ tersebut cukup banyak. Semakin banyak sel yang

rusak/mati, semakin parah gangguan fungsi organ yang dapat berakhir dengan hilangnya

kemampuan untuk menjalankan fungsinya dengan baik. Perubahan fungsi sel atau kematian

dari sejumlah sel menghasilkan suatu efek biologi dari radiasi yang bergantung antara lain

pada jenis radiasi (LET), dosis, jenis sel dan lainnya.

A. Klasifikasi efek radiasi

Pada tubuh manusia, secara umum terdapat dua jenis sel yaitu sel genetik dan

sel somatik. Sel genetik adalah sel oogonium (calon sel telur) pada perempuan dan sel

spermatogonium (calon sel sperma) pada laki-laki. Sedangkan sel somatik adalah sel-

sel lainnya yang ada dalam tubuh. Bila dilihat dari jenis sel, maka efek radiasi dapat

dibedakan atas efek genetik dan efek somatik. Efek genetik adalah efek radiasi yang

dirasakan oleh keturunan dari individu yang terkena paparan radiasi, sehingga disebut

pula sebagai efek pewarisan. Bila efek radiasi dirasakan oleh individu yang terpapar

radiasi maka disebut efek somatik.

Waktu yang dibutuhkan sampai terlihatnya gejala efek somatik sangat

bervariasi sehingga dapat dibedakan atas efek segera dan efek tertunda. Efek segera

adalah kerusakan yang secara klinik sudah dapat teramati pada individu terpapar

dalam waktu singkat (harian sampai mingguan) setelah pemaparan, seperti epilasi

(rontoknya rambut), eritema (memerahnya kulit), luka bakar dan penurunan jumlah

sel darah. Sedangkan efek tertunda merupakan efek radiasi yang baru timbul setelah

waktu yang lama (bulanan-tahunan) setelah terkena paparan radiasi, seperti katarak

dan kanker.

Bila ditinjau dari dosis radiasi (untuk kepentingan proteksi radiasi), efek

radiasi dibedakan atas efek deterministik dan efek stokastik. Efek deterministik yang

sebelumnya dikenal dengan efek non-stokastik, merupakan konsekuensi dari proses

kematian sel akibat paparan radiasi yang mengubah fungsi jaringan terpapar. Efek ini

dapat terjadi sebagai akibat dari paparan radiasi pada seluruh tubuh maupun lokal.

Efek deterministik timbul bila dosis yang diterima di atas dosis ambang (threshold

dose) dan umumnya timbul beberapa saat setelah terpapar. Tingkat keparahan efek

deterministik akan meningkat bila dosis yang diterima lebih besar dari dosis ambang.

Pada dosis lebih rendah dan mendekati dosis ambang, kemungkinan terjadinya efek

8

Page 9: TOKSIKOLOGI PENYINARAN

deterministik adalah nol. Sedangkan di atas dosis ambang, peluang terjadinya efek ini

menjadi 100%.

Tetapi sebenarnya, tidak ada batasan dosis ambang untuk dapat menimbulkan

perubahan pada sistem biologik. Serendah apapun dosis radiasi selalu terdapat

kemungkinan untuk menimbulkan perubahan pada sistem biologik baik pada tingkat

molekul maupun seluler. Dengan demikian radiasi dapat pula tidak membunuh sel

tetapi meubah sel dengan fungsi yang berbeda. Sel yang mengalami modifikasi atau

sel terubah ini mempunyai peluang untuk lolos dari sistim kekebalan tubuh yang

berusaha untuk menghilangkan sel seperti ini.

Bila sel yang mengalami perubahan ini adalah sel genetik maka sifat-sifat sel

yang baru tersebut akan diwariskan kepada turunannya sehingga timbul efek genetik

atau efek pewarisan. Apabila sel terubah ini adalah sel somatik maka sel-sel tersebut

dalam jangka waktu yang relatif lama, ditambah dengan pengaruh dari bahan-bahan

yang bersifat toksik lainnya, akan tumbuh dan berkembang menjadi jaringan ganas

atau kanker.

Paparan radiasi dosis rendah dapat meningkatkan risiko kanker yang secara

statistik dapat dideteksi pada suatu populasi, namun tidak secara serta merta terkait

dengan paparan individu. Semua efek yang terjadi akibat terjadinya proses modifikasi

atau transformasi pada sel dan terdeteksi secara statistik ini disebut efek stokastik

karena sifatnya yang acak. Dengan demikian, pada efek stokastik ini, tidak ada dosis

ambang dan akan muncul setelah masa laten yang lama. Peluang terjadinya efek

stokastik lebih besar pada dosis yang lebih tinggi, namun keparahannya tidak

bergantung pada dosis.

9

Page 10: TOKSIKOLOGI PENYINARAN

Perubahan atau kerusakan pada materi genetik dapat pula terjadi akibat

radiasi pada sitoplasma sel bahkan pada sel yang berada di sekitar atau berdekatan

dengan sel yang terpapar radiasi secara langsung. Efek biologi yang timbul pada sel

yang tidak dilintas radiasi secara langsung tetapi berada berdekatan dengan sel yang

secara langsung dilintas radiasi pengion disebut sebagai efek bystander. Penggunaan

single particle microbeam, memungkinkan sebuah sel tertentu untuk diirradiasi dan

efek biologi yang terjadi pada sel disekitarnya dapat diamati. Penelitian dengan

transfer medium dari sel yang diirradiasi ke sel yang tidak diirradiasi telah

menunjukkan bahwa sel yang diirradiasi mensekresikan suatu molekul/sinyal perusak

dan mentransfernya ke sel terdekat (bystander) melalui komunikasi antar sel, gap

junction. Efek bystander yang timbul berupa kematian sel, aberasi kromosom, mutasi

dan transformasi onkogenik.

A. Efek radiasi pada organ tubuh

Respon dari berbagai jaringan dan organ tubuh terhadap radiasi pengion

sangat bervariasi. Selain bergantung pada sifat fisik radiasi juga bergantung pada

10

Page 11: TOKSIKOLOGI PENYINARAN

karakteristik biologi penyusun jaringan/organ tubuh terpajan. Diketahui bahwa setiap

organ tubuh paling tidak tersusun dari 3 komponen yaitu pembuluh darah, jaringan

ikat atau penunjang dan jaringan parenkhim. Tingkat sensitivitas dari jaringan

penyusun organ berbeda-beda bergantung antara lain pada tingkat proliferasi atau

diferensiasi yang akhirnya akan mempengaruhi tingkat sensitivitas dari organ

terhadap paparan radiasi.

1. Kulit

Efek deterministik pada kulit bervariasi dengan besarnya dosis. Paparan

radiasi sekitar 2-3 Gy dapat menimbulkan efek kemerahan (eritema) sementara yang

timbul dalam waktu beberapa jam dan kemudian menghilang. Beberapa minggu

kemudian, eritema akan kembali muncul sebagai akibat dari hilangnya sel stem/basal

pada epidermis. Dosis sekitar 3 – 8 Gy menyebabkan terjadinya kerontokan rambut

(epilasi) dan pengelupasan kulit (deskuamasi kering) dalam waktu 3 – 6 minggu

setelah paparan radiasi. Pada dosis yang lebih tinggi, sekitar 12 – 20 Gy, akan

mengakibatkan terjadinya pengelupasan kulit disertai dengan pelepuhan dan bernanah

(blister) serta peradangan akibat infeksi pada lapisan dalam kulit (dermis) sekitar 4 –

6 minggu kemudian. Kematian jaringan (nekrosis) timbul dalam waktu 10 minggu

setelah paparan radiasi dengan dosis lebih besar dari 20 Gy, sebagai akibat dari

kerusakan yang parah pada kulit dan pembuluh darah. Bila dosis yang di terima

mencapai 50 Gy, nekrosis akan terjadi dalam waktu yang lebih singkat yaitu sekitar 3

minggu.

11

Page 12: TOKSIKOLOGI PENYINARAN

Efek stokastik pada kulit adalah kanker kulit. Keadaan ini, berdasarkan studi

epidemiologi, banyak dijumpai pada para penambang uranium yang menderita kanker

kulit di daerah muka akibat paparan radiasi dari debu uranium yang menempel pada

muka. Hal yang sama juga terjadi pada pasien radioterapi yang menggunakan

orthovoltage (200 – 300 kVp) atau superficial x-rays (50 - 150 kVp).

2. Mata

Mata terkena paparan radiasi baik akibat dari radiasi lokal (akut atau protraksi)

maupun paparan radiasi seluruh tubuh. Lensa mata adalah struktur mata yang paling

sensitif terhadap radiasi. Kerusakan pada lensa diawali dengan terbentuknya titik-titik

kekeruhan atau hilangnya sifat transparansi sel serabut lensa yang mulai dapat

dideteksi setelah paparan radiasi sekitar 0,5 Gy. Kerusakan ini bersifat akumulatif dan

dapat berkembang sampai terjadi kebutaan akibat katarak. Tidak seperti efek

deterministik pada umumnya, katarak tidak akan terjadi beberapa saat setelah

paparan, tetapi setelah masa laten berkisar dari 6 bulan sampai 35 tahun, dengan

rerata sekitar 3 tahun.

3. Tiroid

Tiroid atau kelenjar gondok berfungsi mengatur proses metabolisme tubuh

melalui hormon tiroksin yang dihasilkannya. Kelenjar ini berisiko kerusakan baik

akibat paparan radiasi eksterna maupun radiasi interna. Tiroid tidak terlalu peka

12

Page 13: TOKSIKOLOGI PENYINARAN

terhadap radiasi. Meskipun demikian bila terjadi inhalasi radioaktif yodium maka

akan segera terakumulasi dalam kelenjar tersebut dan mengakibatkan kerusakan.

Paparan radiasi dapat menyebabkan tiroiditis akut dan hipotiroidism. Dosis ambang

untuktiroiditis akut sekitar 200 Gy.

Efek stokastik berupa kanker tiroid. Hal ini banyak terjadi sebagai akibat

paparan radiasi tindakan radioterapi (sampai 5 Gy) pada kelenjar timus bayi yang

menderita pembesaran kelenjar timus akibat infeksi. Paparan radiasi pada kelenjar

timus yang berada tepat di bawah kelenjar tiroid ini menyebabkan kelenjar tiroid juga

terirradiasi walaupun dengan dosis yang lebih rendah. Hal ini mengakibatkan individu

tersebut menderita kanker tiroid setelah dewasa.

4. Paru

Paru dapat terkena paparan radiasi eksterna dan interna. Efek deterministik

berupa pneumonitis biasanya mulai timbul setelah beberapa minggu atau bulan. Efek

utama adalah pneumonitis interstisial yang dapat diikuti dengan terjadinya fibrosis

sebagai akibat dari rusaknya sel sistim vaskularisasi kapiler dan jaringan ikat yang

dapat berakhir dengan kematian. Kerusakan sel yang mengakibatkan terjadinya

peradangan akut paru ini biasanya terjadi pada dosis 5 – 15 Gy. Perkembangan tingkat

kerusakan sangat bergantung pada volume paru yang terkena radiasi dan laju dosis.

Hal ini juga dapat terjadi setelah inhalasi partikel radioaktif dengan aktivitas tinggi

dan waktu paro pendek. Setelah inhalasi, distribusi dosis dapat terjadi dalam periode

waktu yang lebih singkat atau lebih lama, antara lain bergantung pada ukuran partikel

dan bentuk kimiawinya. Efek stokastik berupa kanker paru. Keadaan ini banyak

dijumpai pada para penambang uranium. Selama melakukan aktivitasnya, para

pekerja menginhalasi gas Radon-222 sebagai hasil luruh dari uranium.

5. Organ reproduksi

Efek deterministik pada organ reproduksi atau gonad adalah sterilitas atau

kemandulan. Paparan radiasi pada testis akan mengganggu proses pembentukan sel

sperma yang akhirnya akan mempengaruhi jumlah sel sperma yang akan dihasilkan.

Proses pembentukan sel sperma diawali dengan pembelahan sel stem/induk dalam

testis. Sel stem akan membelah dan berdiferensiasi sambil bermigrasi sehingga sel

yang terbentuk siap untuk dikeluarkan. Dengan demikian terdapat sejumlah sel

sperma dengan tingkat kematangan yang berbeda, yang berarti mempunyai tingkat

13

Page 14: TOKSIKOLOGI PENYINARAN

radiosensitivitas yang berbeda pula. Dosis radiasi 0,15 Gy merupakan dosis ambang

sterilitas sementara karena sudah mengakibatkan terjadinya penurunan jumlah sel

sperma selama beberapa minggu. Dosis radiasi sampai 1 Gy menyebabkan

kemandulan selama beberapa bulan dan dosis 1 – 3 Gy kondisi steril berlangsung

selama 1 – 2 tahun. Menurut ICRP 60, dosis ambang sterilitas permanen adalah 3,5 –

6 Gy.

Pengaruh radiasi pada sel telur sangat bergantung pada usia. Semakin tua usia,

semakin sensitif terhadap radiasi. Selain sterilitas, radiasi dapat menyebabkan

menopouse dini sebagai akibat dari gangguan hormonal sistem reproduksi. Dosis

terendah yang diketahui dapat menyebabkan sterilitas sementara adalah 0,65 Gy.

Dosis ambang sterilitas menurut ICRP 60 adalah 2,5 – 6 Gy. Pada usia yang lebih

muda (20-an), sterilitas permanen terjadi pada dosis yang lebih tinggi yaitu 12 – 15

Gy, tetapi pada usia 40-an dibutuhkan dosis 5 – 7 Gy.

Efek stokastik pada sel germinal lebih dikenal dengan efek pewarisan yang

terjadi karena mutasi pada gen atau kromosom sel pembawa keturunan (sel sperma

dan sel telur). Perubahan kode genetik yang terjadi akibat paparan radiasi akan

diwariskan pada keturunan individu terpajan. Penelitian pada hewan dan tumbuhan

menunjukkan bahwa efek yang terjadi bervariasi dari ringan hingga kehilangan

fungsi atau kelainan anatomik yang parah bahkan kematian prematur.

6. Sistem Pembentukan Darah

Sumsum tulang sebagai tempat pembentukan sel darah, adalah organ sasaran

paparan radiasi dosis tinggi akan mengakibatkan kematian dalam waktu beberapa

minggu. Hal ini disebabkan karena terjadinya penurunan secara tajam sel stem/induk

pada sumsum tulang. Dosis radiasi seluruh tubuh sekitar 0,5 Gy sudah dapat

menyebabkan penekanan proses pembentukan sel-sel darah sehingga jumlah sel darah

akan menurun.

Komponen sel darah terdiri dari sel darah merah (eritrosit), sel darah

putih(lekosit) dan sel keping darah (trombosit). Sel lekosit dapat dibedakan atas sel

limfosit dan netrofil. Radiosensitivitas dari berbagai jenis sel darah ini bervariasi, sel

yang paling sensitif adalah sel limfosit dan sel yang paling resisten adalah sel eritrosit.

14

Page 15: TOKSIKOLOGI PENYINARAN

Jumlah sel limfosit menurun dalam waktu beberapa jam pasca paparan radiasi,

sedangkan jumlah granulosit dan trombosit juga menurun tetapi dalam waktu yang

lebih lama, beberapa hari atau minggu. Sementara penurunan jumlah eritrosit terjadi

lebih lambat, beberapa minggu kemudian. Penurunan jumlah sel limfosit absolut/total

dapat digunakan untuk memperkirakan tingkat keparahan yang mungkin diderita

seseorang akibat paparan radiasi akut.

Efek stokastik pada sumsum tulang adalah leukemia dan kanker sel darah

merah. Berdasarkan pengamatan pada para korban bom atom di Hiroshima dan

Nagasaki, leukemia merupakan efek stokastik tertunda pertama yang terjadi setelah

paparan radiasi seluruh tubuh dengan masa laten sekitar 2 tahun dan puncaknya

setalah setelah 6 – 7 tahun.

7. Sistem Pencernaan

Bagian dari sistim ini yang paling sensitif terhadap radiasi adalah usus halus.

Kerusakan pada saluran pencernaan makanan memberikan gejala mual, muntah, diare,

gangguan sistem pencernaan dan penyerapan makanan. Dosis radiasi yang tinggi

dapat mengakibatkan kematian karena dehidrasi akibat muntah dan diare yang parah.

Efek stokastik yang timbul berupa kanker pada epitel saluran pencernaan.

8. Janin

15

Page 16: TOKSIKOLOGI PENYINARAN

Efek paparan radiasi pada janin dalam kandungan sangat bergantung pada

kehamilan pada saat terpapar radiasi. Dosis ambang yang dapat menimbulkan efek

pada janin adalah 0,05 Gy. Perkembangan janin dalam kandungan dapat dibagi atas 3

tahap. Tahap pertama yaitu preimplantasi dan implantasi yang dimulai dari proses

pembuahan sampai menempelnya zigot pada dinding rahim yang terjadi sampai umur

kehamilan 2 minggu. Pengaruh radiasi pada tahap ini menyebabkan kematian janin.

Tahap kedua adalah organogenesis pada masa kehamilan 2 – 7 minggu. Efek yang

mungkin timbul berupa malformasi tubuh dan kematian neonatal. Tahap ketiga adalah

tahap fetus pada usia kehamilan 8 – 40 minggu dengan pengaruh radiasi berupa

retardasi pertumbuhan dan retardasi mental. Janin juga berisiko terhadap efek

stokastik dan yang paling besar adalah risiko terjadinya leukemia pada masa anak-

anak.

Kemunduran mental diduga terjadi karena salah sambung sel-sel syaraf di otak

yang menyebabkan penurunan nilai IQ. Dosis ambang diperkirakan sekitar 0,1 Gy

untuk usia kehamilan 8 - 15 minggu dan sekitar 0,4 - 0,6 Gy untuk usia kehamilan 16

- 25 minggu. Pekerja wanita yang hamil tetap dapat bekerja selama dosis radiasi yang

mungkin diterimanya harus selalu dikontrol secara ketat. Komisi merekomendasikan

pembatasan dosis radiasi yang diterima permukaan perut wanita hamil tidak lebih dari

1 mSv.

4. EFEK RADIASI AKIBAT KONTAMINASI INTERNA

Masuknya radionuklida ke dalam tubuh (kontaminasi interna) dapat melalui saluran

pernapasan (inhalasi), saluran pencernaan (ingesi) dan luka di kulit. Kontaminasi interna

dapat terjadi secara akut maupun kronis, langsung maupun tidak langsung (melalui beberapa

perantara pada jalur masuk).

Empat tahapan berlangsungnya kontaminasi interna yaitu :

(1) Masuk tubuh melalui jalan masuk;

(2) Penyerapan ke dalam darah atau cairan getah bening;

(3) Distribusi ke dalam tubuh dan akumulasi pada organ sasaran; dan

(4) Pengeluaran melalui urin, feses atau keringat.

Efek radiasi akibat masuknya radionuklida ke dalam tubuh dipengaruhi antara lain

oleh jumlah radionuklida yang masuk, jalan masuk ke dalam tubuh, sifat fisik radionuklida,

16

Page 17: TOKSIKOLOGI PENYINARAN

sifat kimiawi dan kinetikanya termasuk organ sasaran radionuklida. Tempat akumulasi

radionuklida ditentukan oleh jenis dan bentuk/susunan kimianya. Seperti yodium akan

menuju kelenjar gondok karena yodium adalah zat yang diperlukan untuk pembuatan hormon

tiroid. Strontium dan radium akan terakumulasi pada tulang dan cesium pada jaringan lunak.

Kontaminsi interna menjadi masalah efek tertunda ketika paparan kontaminan yang

relatif lama dari lingkungan dan memungkinkan materi radioaktif tersebut pindah ke dalam

tubuh dengan berbagai jalur ekologis. Masuknya radioisotop berumur panjang secara ingesi

menyebabkan letalitas akut yang lebih rendah karena paparan radiasi terjadi secara protraksi,

tetapi tetap dapat menginduksi kerusakan jaringan tertentu dan meningkatkan risiko kanker.

Inhalasi partikel radioaktif dapat berisiko menyebabkan kerusakan pada organ paru. Setelah

inhalasi, distribusi dosis dapat terjadi dalam periode waktu yang lebih singkat atau lebih

lama, antara lain bergantung pada ukuran partikel dan bentuk kimiawinya. Efek yang

mungkin timbul antara lain limpositopenia, leukositopenia, fibrosis, gangguan pernapasan,

dan edema yang akhirnya dapat menyebabkan kematian.

Efek deterministik akut dapat pula terjadi akibat masuknya radionuklida ke dalam

tubuh. Sumber paparan interna yang menyebabkan efek deterministik akut meliputi ledakan

instalasi nuklir atau bom dan akibat pelanggaran peraturan dan kesalahan dalam administratif

radionuklida baik untuk tujuan medis atau penelitian. Biasanya, paparan relatif lambat pada

organ kritis yang menyebabkan perkembangan tanda-tanda klinik yang lambat pula.

17

Page 18: TOKSIKOLOGI PENYINARAN

Efek deterministik awal dapat terjadi akibat

(1) Deposisi radionuklida yang relatif homogen atau pada banyak organ dalam tubuh

(tritium, polonium dan cesium),

(2) Akumulasi dosis radiasi yang cepat (beberapa isotop iodin pada tiroid),

(3) Akumulasi dosis sangat tinggi pada tahap awal masuknya radionuklida atau

kontaminasi radionuklida pada kulit dan mukosa, dan

(4) Adanya radionuklida pemancar radiasi gamma (phosphor, stronsium, yitrium dan

radium).

Kerusakan pada sumsum tulang bergantung pada metabolisme radionuklida, laju dosis

dan distribusi. Ketika dosis dari radionuklida terjadi dalam rentang dosis 1 – 2 Gy pada

seluruh tubuh atau sumsum tulang dalam waktu 1 – 3 hari, penurunan sel sumsum tulang dan

SRA akan mungkin terjadi. Kasus seperti ini yang pernah terjadi adalah akibat kontaminasi

interna tritium dengan dosis kumulatif tubuh mencapai 10-12 Gy, kontaminasi phosphor

dengan dosis kumulatif tubuh 3 - 6 Gy yang menimbulkan kerusakan erithroid hematopoisis,

kontaminasi emas radioaktif dengan dosis lebih besar dari 4 Gy, dan kontaminasi Am-241

yang menimbulkan dosis kumulatif tubuh sampai 5,5 Gy dengan kerusakan limpopoiesis.

Selain itu juga kerusakan pada sistem endotelial retikular setelah masukan polonium dan

koloid emas.

Hasil studi menunjukkan bahwa paparan kronik radium dapat menginduksi kanker

tulang dengan masa laten minimum sekitar 7 tahun setelah paparan pertama. Risiko inhalasi

radium dihubungkan terutama dengan anak luruh radium yang mudah menempel pada

partikel debu, yaitu radon dan luruhannya. Radon-222 adalah anak luruh dari radium-226 dan

radon-220 adalah anak luruh dari radium-228. Partikel ini dapat dengan mudah terinhalasi

masuk ke dalam paru dan menetap pada lapisan mukosa saluran pernapasan. Anak luruh yang

tidak menempel lebih cenderung terinhalasi ke bagian yang lebih dalam pada sistem

pernapasan dan menetap lebih lama. Ketika partikel alfa meradiasi organ paru, sel pada

saluran pernapasan ini akan rusak dan berpotensi sangat besar terhadap inisiasi kanker paru.

Sumsum tulang dan selaput dalam serta luar tulang merupakan bagian tulang yang

peka terhadap radiasi. Kerusakan pada tulang biasanya sebagai akibat dari kontaminasi

interna oleh Sronsium-90 atau Radium-226. Efek stokastik berupa kanker pada sel epitel

selaput tulang. Para pekerja di pabrik jam banyak yang menderita kanker ini sebagai akibat

dari penggunaan radium sulfat sebagai bahan yang membuat angka pada jam menjadi

berpendar. 18

Page 19: TOKSIKOLOGI PENYINARAN

Kelenjar tiroid berisiko kerusakan tidak hanya akibat paparan radiasi eksterna, tetapi

juga akibat paparan radiasi interna. Inhalasi bahan radioaktif yodium akan segera

terakumulasi dalam kelenjar tersebut dan mengakibatkan kerusakan. Selain dapat

menyebabkan tiroiditis dan hipotiroidism, juga terdapat kemungkinan pembentukan kanker

tiroid.

5. RESIKO KANKER AKIBAT RADIASI

Fakta dari studi epidemic radiasi membuktikan bahwa paparan radiasi dapat

meningkatkan kebolehjadiannya kanker. Diasumsikan bahwa resiko kanker bervariasi secara

linear dengan dosis bahwa terdapat suatu kepastian akan resiko bahkan pada dosis yang

sangat rendah. Dosis radiasi, sekecil apapun,diasumsikan memiliki resiko terhadap kesehatan

individu terpapar. Dengan meningkatnya dosis, keparahan kanker itu sendiri tidak

meningkattetapiprobabilitas akan resiko terbentuknya kanker yang meningkat. Ini sering

dianalogkan dengan rokok cigarette yang meningkatkan probabilitas kanker paru dan

probabilitas ini meningkat dengan jumlah cigarette yang dikonsumsi, tetapi tidak semua

individu yang merokok akan menderita kanker paru.

Data utama tentang resiko kanker yang diinduklsi radiasi berasal dari life span study

pada korban bom atom di Jepang. Informasi ini ditambah dengan data dari study pada

populasi yang terpapar radiasi akibat tindakan medis, seperti pasien ankylosing spondylitis,

pasien pembesaran timus dan lainnya. Juga diperoleh data dari individu yang pada masa lalu

terpapar radiasi akibat kerja khususnya penambang uranium dan bekerja di pabrik jam.

Sangat sulit untuk membuat suatu kajian resiko kanker sepanjang hidup seseorang

sebagai fungsi dosis. Hubungan antara dosis radiasi dengan kemungkinan timbulnya efek

stokastik dapat diekspresikan sebagai faktorresiko, yaitu probabilitas terjadinya sebuah efek

stokastik persievert radiasi. Dengan demikian kemungkinan, Kebolehjadian suatu efek

stokastik = Dosis (Sv) x Faktor resiko (Sv-1) .

Perhitungan resiko kanker melibatkan faktor resiko yang bervariasi pada setiap bagian

tubuh yang berbeda. ICRP telah memberikan perkiraan probabilitas kanker fatal yang

diinduksi radiasi yang ditampilkan pada table 7. Dari tableini setiap individu dapat beresiko

total terhadap semua kanker per sievert irradiasi seluruh tubuh dan kemungkinan ada

kontribusi dari setiap resiko fraksional pada organ tubuh yang berbeda. Perkiraan resiko

fraksional berdasarkan irradiasi local pada tubuh, khususnya ketika sebuah radionuklida

masuk dalam tubuh dan terkonsentrasi pada organ tertentu.19

Page 20: TOKSIKOLOGI PENYINARAN

Terdapat ketidakpastian dalam memperkirakan resiko kanker karena sangat

bergantung pada data yang dieksplorasi dari paparan radiasi dosis tinggi dan bagaimana

ekstrapolasi dilakukan. Resiko pada individu atau kelompok individu akan bergantung pada

beberapa faktor seperi usia, seks dan ras.

20