toksikologi plus

49
BAB I PENDAHULUAN Toksikologi merupakan ilmu yang berkaitan dengan racun. Toksikologi ditekankan pada kandungan kimia atau fisik dari substansi racun dan efek fisiologis pada makhluk hidup, metode kuaitatif dan kuantitatif untuk analisis materi biologis dan nonbiologis, dan perkembangan prosedur untuk mengobati keracunan. Racun dianggap sebagai substansi yang ketika digunakan dalam jumlah yang cukup akan menyebabkan penyakit atau kematian. 1 Saat ini, pengetahuan tentang toksikologi diperluas, meliputi evaluasi risiko penggunaan di bidang farmasi, pestisida, dan bahan adiktif makanan, selain itu pengetahuan tentang penggunaan racun, paparan polusi lingkungan, efek radiasi, dan peran kimia dan biologis. Toksikologi forensik lebih ditekankan pada deteksi dan 1

Upload: lina-rahmiati

Post on 14-Feb-2015

63 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: Toksikologi Plus

BAB IPENDAHULUAN

Toksikologi merupakan ilmu yang berkaitan dengan racun. Toksikologi

ditekankan pada kandungan kimia atau fisik dari substansi racun dan efek fisiologis

pada makhluk hidup, metode kuaitatif dan kuantitatif untuk analisis materi biologis

dan nonbiologis, dan perkembangan prosedur untuk mengobati keracunan. Racun

dianggap sebagai substansi yang ketika digunakan dalam jumlah yang cukup akan

menyebabkan penyakit atau kematian.1

Saat ini, pengetahuan tentang toksikologi diperluas, meliputi evaluasi risiko

penggunaan di bidang farmasi, pestisida, dan bahan adiktif makanan, selain itu

pengetahuan tentang penggunaan racun, paparan polusi lingkungan, efek radiasi, dan

peran kimia dan biologis. Toksikologi forensik lebih ditekankan pada deteksi dan

estimasi racun pada jaringan dan cairan tubuh yang didapatkan pada otopsi atau pada

darah, urin, atau cairan lambung pada korban hidup. Jika hasil analisis toksikologi

telah lengkap, ahli toksikologi dapat menginterpretasikan hasil sebagai efek dan atau

psikologis dari racun pada seseorang yang diambil sampel tubuhnya untuk diperiksa.1

Pemeriksaan forensik dalam kasus keracunan, dapat dibagi dalam dua

kelompok, yaitu atas dasar tujuan pemeriksaan itu sendiri bertujuan untuk mencari

penyebab kematian, misalnya karena keracunan sianida, karbonmonoksisa,

insektisida, dsb. Kedua untuk mengetahui mengapa suatu peristiwa dapat terjadi,

1

Page 2: Toksikologi Plus

misalanya kasus pembunuhan, kecelakaan lalu lintas, kecelakaan pesawat udara,

pemerkosaan, dsb.2

2

Page 3: Toksikologi Plus

BAB II

ISI

Definisi

Toksikologi merupakan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan sumber,

karakteristik dan kandungan racun, gejala dan tanda yang disebabkan racun, dosis

fatal, periode fatal,dan penatalaksanaan kasus keracunan. Periode fatal merupakan

selang waktu antara masuknya racun dalam dosis fatal rata-rata sampai menyebabkan

kematian pada rata-rata orang sehat.3

Dalam berbagai kepustakaan, terdapat berbagai pengertian tentang

keracunan (poisoning) dan intoksikasi. Beberapa kepustakaan menyatakan pengertian

keracunan dan intoksikasi berbeda, dimana keracunan dinyatakan sebagai overdosis

yang mempunyai efek sentral sedangkan intoksikasi merupakan overdosis yang

bersifat umum baik sentral maupun perifer. Namun kepustakaan lain menyatakan

keracunan dan intoksikasi memiliki pengertian yang sama.4

Berbagai definisi racun telah dipublikasikan berdasarkan sudut pandang

yang berbeda dari berbagai ahli. Semua definisi memiliki kelemahan dan kelebihan

tersendiri dalam interpretasi dan banyak definisi yang tumpang tindih satu dengan

lainnya. Paracelcus (1493-1541) yang lebih dikenal sebagai Theopraxis Bombastus

von Honhenheim, orang yang pertama mendefinisikan racun, menyatakan semua

substansi di alam adalah racun hanya dosis yang membedakan substansi tersebut

3

Page 4: Toksikologi Plus

racun atau bukan (sola dosis facit venenum). Toksikologis Scinen (1989) menyatakan

racun adalah substansi yang diberikan secara berlebihan sehingga toksikologi

dianggap sebagai pengetahuan tentang sesuatu yang berlebihan (toxicology is the

knowledge of too much).4

Sangster secara lebih rinci menyatakan tentang sumber substansi yang

dianggap racun. Keracunan dianggap sebagai cidera yang diakibatkan konsentrasi

berlebihan dari substansi eksogenous (dari luar tubuh manusia).4

Toksisitas Racun

Dalam pemeriksaan keracunan harus diperhatikan kondisi-kondisi yang

mempengaruhi fatalitas racun pada korban, baik pada anamnesis, pemeriksaan fisik

dan pemeriksaan tambahan. Banyak substansi yang hanya bersifat toksik dalam

jumlah yang besar tetapi ada yang bersifat toksik meskipun jumlahnya kecil.

Demikian juga adanya substansi tertentu secara tersendiri tidak bersifat toksik atau

toksisitasnya rendah tetapi dengan adanya substansi lain, menyebabkan substansi

tersebut menjadi toksik. Hal yang perlu diperhatikan dalam pemeriksaan korban

hidup, antara lain :4

1. Toksisitas intrinsik

Ikatan kimia (struktur kimia) suatu zat secara intrinsik membentuk sifat racun zat

tersebut,misalnya unsur sodium. Ikatan sodium dengan unsur klorida menjadi

NaCl tidak bersifat toksik dan hanya bersifat toksik dalam jumlah yang sangat

4

Page 5: Toksikologi Plus

besar. Sedangkan ikatan sodium dengan sianida menjadi NaCN bersifat toksik

meskipun dalam jumlah yang kecil.

2. Dosis dan bioavailabilitas

Farmakokinetik untuk substansi yang bersifat sistemik sangat tergantung dosis

zat yang masuk ke dalam tubuh dan kecepatan metabolisme zat terutama di organ

detoksifikasi (hati). Metabolisme zat di dalam hati sebelum beredar ke dalam

sirkulasi sistemik (first pass effect) sangat menentukan toksisitas zat yang masuk

ke dalam tubuh secara oral.

3. Konsentrasi

Fatalitas beberapa zat tergantung konsentrasi seperti halnya gas

karbonmonoksida (CO), asam kuat dan basa kuat.

4. Frekuensi dan waktu paruh

Seringnya kontak, lama kontak (durasi) dan waktu paruh zat yang kontak juga

mempengaruhi toksisitas racun seperti akumulasi lugam berat (keracunan arsen,

timah hitam)

5. Cara masuk zat ke dalam tubuh

Cara masuk zat ke dalam tubuh sangat menentukan kecepatan kecepatan absorbsi

dan beredarnya zat secara sistemik. Pemakaian zat per oral relatif lebih lambat

dibandingkan secara injeksi dan inhalasi sebab dipengaruhi oleh berbagai enzim

pencernaan dan mengalami metabolisme awal di hati, sebelum beredar ke dalam

sirkulasi sistemik.

6. Ko-medikasi

5

Page 6: Toksikologi Plus

Adanya zat lain (ko-medikasi) dapat meningkatkan toksisitas zat dengan

toksisitas rendah atau mengubah zat yang tidak toksik menjadi toksik. Alkohol

merupakan ko-medikasi yang paling sering digunakan, yang dapat meningkatkan

efek depresan dari obat-obat yang menekan sistem saraf pusat. Penggunaan

kombinasu dari obat-obat terlarang merupakan ko-medikasi yang sering

menimbulkan bahaya.

7. Kondisi pemakai

Kondisi korban harus diperiksa dengan teliti terhadap adanya penyakit-penyakit

yang melibatkan sistem metabolisme dan detoksifikasi, dimana penyakit tersebut

dapat meningkatkan toksisitas suatu zat. Demikian juga halnya faktor umur, jenis

kelamin, status gizi, reaksi alergi, dan idiosinkrasi.

Bentuk Keracunan Berdasarkan Motif

Salah satu tujuan pelayanan forensik klinik adalah memberikan informasi

atau fakta-fakta yang membuat terang kasus keracunan yang mencurigakan termasuk

motif yang melatarbelakangi kasus tersebut. Dalam kasus tindak pidana harus

dibuktikan adanya perbuatan yang salah (actua rheus) dan situasi batin yang

melatarbelakangi tindakan tersebut (men rhea). Motif keracunan harus ditentukan

sebagai unsur men rhea, apakah timbul akibat kecerobohan (recklessness), kealpaan

(negligence) atau kesengajaan (intentional).4

Secara umum, motif keracunan dapat dibedakan menjadi dua bentuk (tipe)

berdasarkan korban keracunan, yaitu:4

6

Page 7: Toksikologi Plus

1. Tipe S (spesific target)

Menunjukkan bahwa korban keracunan hanya orang tertentu dan biasanya antara

pelaku dan korban sudah saling kenal. Motivasi yang biasanya melatarbelakangi,

antara lain: uang, membunuh, pembunuhan lawan politik dan balas dendam.

Keracunan tipe S berdasarkan terjadinya dibagi ke dalam dua sub grup yaitu:

a. Sub grup S tipe S/S (spesific/slow) dimana keracunan terjadi secara perlahan

dan direncanakan oleh pelaku.

b. Sub grup Q tipe S/Q (spesific/quick) dimana keracunan terjadi secara

mendadak dan tanpa perencanaan sebelumnya.

Pemeriksaan terhadap korban keracunan tipe S/S perlu mendapat perhatian

lebih sebab kegagalan pembuktian tanda-tanda keracunan oleh dokter sangat

sering membuat kasus tersebut menjadi kasus tersebut menjadi kasus

pembunuhan yang sempurna (the perfect murder). Pembunuhan yang sempurna

adalah kematian korban yang sesungguhnya akibat tindaan pidana tetapi dokter

menyatakan sebagai kematian wajar karena faktor penyakit. Kasus pembunuhan

yang sempurna terjadi bukan karena keahlian si pembunuh, tetapi akibat

kegagalan dokter mengenali tanda-tanda keracunan pada korban.

2. Tipe R (random target)

Terjadi pada korban yang acak. Motivasi bentuk keracunan ini biasanya ego,

sadistik, dan teror. Berdasarkan kejadiannya keracunan tipe R dibagi:

7

Page 8: Toksikologi Plus

a. Sub grup S tipe R/S (random/slow), terorisme merupakan salah satu benuk

keracunan tipe ini bila racun yang dipakai sebagai alat untuk menjalankan

teror.

b. Sub tipe Q tipe R/Q (random/quick).

Pemeriksaan Forensik Klinik terhadap Korban Keracunan

Pemeriksaan korban keracunan pada prinsipnya sama secara medis maupun

secara forensik klinis meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

tambahan. Perbedaan yang ada adalah pada hasil akhir pemeriksaan, berupa

sertifikasi yang memberi batuan pembuktian hukum terhadap korban. Sertifkasi yang

dimaksud adalah diterbitkannya visum et repertum peracunan.4

Dalam pemeriksaan forensik klinis, anamnesis dapat bersifat autoanamnesis

bila korban kooperatif atau alloanamnesis baik terhadap keluarga koban atau

penyidik. Beberapa hal yang perlu ditekankan dalam anamnesis meliputi:4

Jenis racun

Cara masuk racun (route of administration) : melalui ditelan, terhisap bersama

udara pernafasan, melalui penyuntikan, penyerapan melalui kulit yang sehat atau

kulit yang sakit, melalui anus atau vagina.

Data tentang kebiasaan dan kepribadian korban

Keadaan sikiatri korban

Keadaan kesehatan fisik korban

8

Page 9: Toksikologi Plus

Faktor yang menigkatkan efek letal zat yang digunakan seperti penyakit, riwayat

alergi atau idiosinkrasi atau penggunaan zat-zat lain (ko-medikasi)

Dalam pemeriksaan fisik, harus dicatat semua bukti-bukti medis meliputi

tanda-tanda mencurigakan pada tubuh korban seperti bau tertentu yang keluar dari

mulut atau saluran napas, warna muntahan dan cairan atau sekret yang keluar dari

mulut atau saluran napas, adanya tanda suntikan, dan tanda fenomena drainage.

Gejala-gejala dan perlukaan tertentu harus dicatat seperti kejang, pin point pupil atau

tanda gagal napas. Demikian juga terhadap luka-luka lecet sekitar mulut, luka

suntikan atau kekerasan lainnya. Bau-bau tertentu harus dikenali dalam pemeriksaan

seperti bau amandel pada keracunan sianida, bau pestisida atau bau minyak tanah

yang dipakai sebagai pelarut.4

Pengambilan dan analisis sampel dilakukan dengan mengambil sisa

muntahan, sekret mulut dan hidung, darah serta urin. Bila racun per oral, analisis isi

lambung harus dilakukan secara visual, bau dan secara kimia. Skrening racun diambil

dari sampel urin dan darah.4

Hasil akhir pemeriksaan forensik klinik adalah diterbitkannya Visum et

Repertum Peracunan yang merupakan salah satu alat bukti sah di pengadilan.

Prosedur penerbitan Visum et Repertum Peracunan sesuai dengan prosedur

medikolegal penerbitan visum dimana harus dibuat berdasarkan Surat Permintaan

Visum resmi penyidik (Pasal 133 KUHAP). Dalam Visum et Repertum peracunan

ditentukan kualifikasi luka akibat peracunan, dimana penentuannya berdasarkan

9

Page 10: Toksikologi Plus

penilaian efek racun terhadap metabolisme dan gangguan fungsi organ yang

diakibatkan oleh racun.4

Bilamana Memerlukan Pemeriksaan Toksikologik

Kasus-kasus yang umumnya di negara maju memerlukan pemeriksaan

toksikologi forensik dikelompokkan ke dalam tiga kelompok besar yaitu:2

a)  kematian akibat keracunan, yang meliputi: kematian mendadak, kematian di

penjara, kematian pada kebakaran, dan kematian medis yang disebabkan oleh efek

samping obat atau kesalahan penanganan medis,

b)  kecelakaan fatal maupun tidak fatal, yang dapat mengancam keselamatan nyawa

sendiri ataupun orang lain, yang umumnya diakibatkan oleh pengaruh obat-

obatan, alkohol, atau pun narkoba,

c)  penyalahgunaan narkoba dan kasus-kasus keracunan yang terkait dengan akibat

pemakaian obat, makanan, kosmetika, alat kesehatan, dan bahan berbahaya

lainnya, yang tidak memenuhi standar kesehatan (kasus-kasus forensik farmasi).

Pemeriksaan Forensik Kasus Keracunan terhadap Korban yang Sudah

Meninggal

10

Page 11: Toksikologi Plus

Beberapa pertimbangan yang perlu diperhatikan pada pemeriksaan

keracunan pada korban yang sudah meninggal antara lain:

1. Pemeriksaan post mortem

a. Pemeriksaan luar

Pada pemeriksaan luar untuk kasus keracunan, kemungkinan didapatkan:

Racun jenis tertentu mengeluarkan bau aroma yang khas, misalnya asam

hidrosianida, asam karbonat, kloroform, alkohol, dll. Untuk menjaga

keutuhan jenazah tidak boleh menggunakan cairan desinfektan yang

mempunyai bau (aroma).3

Pada permukaan tubuh jenazah mungkin ditemukan bercak-bercak yang

berasal dari muntahan, feses dan kadang-kadang jenis racun itu sendiri.3

Perubahan warna kulit, misalnya menjadi kuning pada keracunan fosfor

dan keracunan akut akibat unsur tembaga sulfat.3

Keadaan pupil mata dan jari tangan yang lemas atau mengepal.3

Pemeriksaan lubang pada tubuh jenazah untuk melihat adanya tanda-

tanda bekas zat korosif atau benda asing.3

Livor mortis yang khas, merah terang, cherry red atau merah coklat (bila

racunnya menyebabkan perubahan warna darah sehingga warna lebam

jenazah mengalami perubahan.2

11

Page 12: Toksikologi Plus

b. Pemeriksaan dalam

Pada umumnya tanda-tanda keracunan tampak pada traktus gastrointestinal,

terutama jika keracunan akibat zat korosif atau iritan. Perubahan yang terjadi

adalah: 3

Hiperemia

Warna kemerahan pada membran mukosa paling jelas terlihat pada

bagian cardiac lambung dan pada bagian curvatura major. Warnanya

adalah merah gelap dan hiperemia ini bentuknya bisa merata atau bercak,

misalnya pada keracunan arsen hiperemia adalah merah merata.

Perubahan warna juga bisa muncul karena berbagai unsur lainnya seperti

sari buah. Asam nitrat menyebabkan warna kuning pada usus. Hiperemia

harus dibedakan dengan kongesti vena secara menyeluruh yang terjadi

pda kematian akibat asfiksia. Gambaran yang membedakan dengan

hiperemia yang disebabkan oleh penyakit adalah pada hiperemia karena

penyakit sifatnya merata dan terdapat pada seluruh permukaan serta tidak

berupa bercak, selain itu gambaran membran mukosa lebih banyak

terkena pada kasus keracunan.

Perlunakan

Keadaan ini terjadi pada keracunan korosif, lebih sering terlihat pada

kardiak lambung, kurvatura mayor, mulut, tenggorokan dan esofagus.

Jika disebabkan karena penyakit, gambaran ini hanya tampak pada

lambung. Juga harus dibedakan dengan perlunakan post mortem yang

12

Page 13: Toksikologi Plus

terdapat pada bagian yang lebih rendah dan mengenai seluruh lapisan

dinding lambung. Pada bagian yang mengalami perlunakan tidak ada

tanda-tanda inflamasi.

Ulserasi

Paling sering ditemukan ditemukan pada curvatura major lambung dan

harus dibedakan dengan tukak peptik yang paling sering terdapat di

curvatura minor lambung dan ditandai dengan adanya hiperemia di

sekitar tukak tersebut.

Perforasi

Sangat jarang terjadi, kecuali pada kasus keracunan asam sulfat. Perforasi

juga bisa terjadi akibat tukak kronis, tetapi bentuk perforasi pada kasus ini

biasannya lonjong atau bulat, pinggirnya melekuk ke arah luar dan

lambung menunjukkan tanda-tanda perlekatan dengan jaringan sekitar.

2. Pemeriksaan kimia/toksikologi pada organ tubuh bagian dalam

Ditemukannya jenis racun pada darah, feses, urin atau dalam organ tubuh

merupakan bukti yang memastikan bahwa telah terjadi keracunan. Racun bisa

ditemukan dalam lambung, usus halus, dan kadang-kadang pada hati, limpa dan

ginjal. Organ tubuh dan bahan yang diperiksa antara lain:2

Urin, empedu dan feses, urin diambil seluruhnya

Darah, yang berasal dari sentral (jantung), dan yang berasal dari perifer

(v.jugularis; a.femoralis dan sebagainya) masing-masing 50 ml, dan dibagi

13

Page 14: Toksikologi Plus

dua, yang satu diberi bahan pengawet (NaF 1%), yang lain tidak diberi bahan

pengawet.

Lambung dan isinya

Bagian dari usus halus (duodenum dan jejunum) dengan isinya dengan

membuat sekat dengan ikatan-ikatan pada usus setiap jarak 60 cm.

Hati sebagai tempat detoksifikasi diambil sebanyak 500 gram

Setengah bagian dari masing-masing ginjal

Otak diambil 500 gram, dan medulla spinalis, terutama pada keracunan

striknin, kloroform dan sianida

Uterus dan organ-organ yang berkaitan dengan uterus, jika ada kecurigaan

abortus kriminalis

Paru-paru terutama pada keracunan kloroform

Tulang, rambut, gigi dan kuku

Organ tubuh lainnya yang dicurigai mengandung racun.

3. Pengumpulan bukti-bukti dari sekitar tempat kejadian

Kunci Pembuktian Kasus Keracunan

Dalam pembuktian kasus keracunan sebagai tindak pidana, banyak hal yang

harus dibuktikan dan dalam pembuktiannya banyak melibatkan dokter forensik klinis.

Hal yang dibuktikan antara lain :4

14

Page 15: Toksikologi Plus

1. Bukti hukum (legally proving): bukti hukum yang dapat diterima di pengadilan

(adminissible) sangat tergantung dari keaslian bukti tersebut sehingga

penatalaksanaan terhadap bukti-bukti pada korban sangat diperlukan. Terlebih

lagi pada kasus tindak pidana yang memerlukan standar pembuktian dengan

tingkat kepercayaan yang lebih tinggi yaitu sampai tidak ada keraguan yang

beralasan.

2. Pembuktian motif keracunan

3. Kondisi yang memungkinkan dapat diperolehnya racun seperti adanya resep, toko

obat atau toko yang menyediakan substansi yang digunakan.

4. Bukti-bukti pada korban seperti kebiasaan korban, gangguan kepribadian, kondisi

kesehatan, dan penyakit serta kesempatan dilibatkannya racun.

5. Bukti kesengajaan (intentional)

6. Bila korban meninggal harus ditentukan sebab kematian korban adalah racun

dengan menyingkirkan sebab kematian yang lainnya.

7. Bukti peracunan adalah homicide.

Dari 7 bukti pembuktian kasus keracunan tersebut, tampak bantuan dokter

sangat diperlukan dalam beberapa langkah terutama :4

Pengumpulan, pencatatan dan interpretasi bukti keracunan medis dalam upaya

memberikan pembuktian hukum

Menemukan bukti-bukti pada korban seperti kebiasaan, kondisi fisik dan keadaan

psikiatri korban

15

Page 16: Toksikologi Plus

Penentuan sebab kematian bila korban dengan mengeklusi penyebab kematian

lainnya

Keracunan Sianida

Sianida (CN) merupakan racun yang sangat toksik, cara masuk ke dalam

tubuh dapat secara :

inhalasi, misalnya gas HCN (gas penerangan, sisa pembakaran seluloid, fumigasi

kapal)

oral, yaitu garam CN yang dipakai pada peyepuhan emas, pengelasan besi dan

baja, serta fotografi dan amigdalin yang didapat dari singkong, ubi dan biji apel

Setelah diabsorbsi, CN masuk ke dalam sirkulasi sebagai CN bebas dan

tidak dapat berikatan dengan Hb kecuali dalam bentuk methemoglobin akan

terbentuk sianmethemoglobin. CN akan mengaktifkan enzim oksidatif beberapa

jaringan secara radikal, terutama sitokrom oksidase juga merangsang pernapasan

bekerja pada ujung sensorik sinus (kemoreseptor) sehingga pernapasan cepat. Dengan

demikian proses oksidasi-reduksi dalam sel tidak berlangsung dan oksihemoglobin

tidak dapat berdisosiasi melepaskan O2 ke sel jaringan sehingga timbul anoksia

jaringan. Hal ini merupakan keadaan paradoksal karena korban meninggal akibat

hipoksia tetapi darahnya kaya akan O2.2,7

Takaran toksik per oral untuk HCN adalah 60-90 mg, sedangkan KCN atau

NaCN adalah 200 mg. Gas CN 200-400 ppm akan menyebabkan kematian dalam 30

menit sedangkan gas CN 20000 ppm akan menyebabkan meninggal seketika.

16

Page 17: Toksikologi Plus

Tanda dan gejala keracunan akut CN yang ditelan dapat dengan cepat

menyebabkan kegagalan pernafasan dan kematian dapat timbul dalam beberapa

menit. Dalam interval yang pendek antara menelan racun sampai kematian, korban

mengeluh merasa terbakar pada kerongkongan dan lidah, hipersalivasi, mual, muntah,

sakit kepala, vertigo, photophobia, tinitus, pusing, kelelahan dan sesak napas. Dapat

pula ditemukan sianosis pada muka, keluar busa dari mulut, nadi cepat dan lemah,

napas cepat dan kadang-kadang tidak teratur, refleks melambat, udara pernapasan

berbau amandel. Menjelang kematian sianosis nyata dan timbul kedutan otot-otot

berlanjut dengan kejang dengan inkontinensia urin dan alvi. Racun yang diinhalasi

menimbulkan palpitasi, kesukaran bernapas, mual muntah sakit kepala, salivasi,

lakrimasi, iritasi mulut dan kerongkongan, pusing, kelemahan ekstremitas, kolaps,

kejang, koma, dan meninggal.5,7

Pemeriksaan luar jenazah dapat tercium bau amandel yang merupakan tanda

patognomonik untuk keracunan CN. Selain itu didapatkan sianosis pada wajah dan

bibir, busa keluar dari mulut, dan lebam jenazah berwarna merah terang. Pemeriksaan

selanjutnya biasanya tidak memberikan gambaran yang khas.5,6,7

Pada autopsi dapat tercium bau amandel waktu membuka rongga dada, perut

dan otak. Darah, otot dan penempang organ berwarna merah terang. Juga ditemukan

tanda-tanda asfiksia. Pemastian diagnosis keracunan CN dilakukan dengan

pemeriksaan toksikologis terhadap isi lambung dan darah.5,6,7

Keracunan Karbon Monoksida

17

Page 18: Toksikologi Plus

Karbon monoksida (CO) adalah gas yang tidak berwarna, tidak berbau dan

tidak merangsang selaput lendir. Sumber CO berasal dari hasil pembakaran tidak

sempurna motor yang menggunakan bahan bakar bensin. CO diserap melalui paru,

sebagian besar diikat oleh Hb, afinitas COHb 208-245 kali afinitas O2. Bila korban

dipindahkan ke udara bersih, kadar COHb berkurang 50% dalam waktu 4,5 jam dan

setelah 6-8 jam darah tidak mengandung COHb lagi. Gejala keracunan CO berkaitan

dengan kadar COHb dalam darah.5

Tabel.Gejala yang ditimbulkan akibat keracunan CO

Saturasi COHb

Gejala

10 % Tidak ada10% - 20% Rasa berat pada kening, sakit kepala ringan20% - 30% Sakit kepala, berdenyut pada pelipis30% - 40% Sakit kepala keras, lemah, pusing,penglihatan buram, mual dan muntah,

kolaps40% - 50% Sama dengan gejala di atas tetapi dengan kemungkinan besar kolaps atau

sinkop. Pernapasan dan nadi cepat, ataksia.50% - 60% Sinkop, pernapasan dan nadi bertambah cepat, koma dengan kejang

intermitten, pernapasan Cheyne-Stokes60% - 70% Koma dengan kejang, depresi jantung dan pernapasan, mungkin

meninggal70% - 80% Nadi lemah, pernapasan lambat, gagal napas dan meninggal.

Pada kematian korban yang singkat setelah keracunan CO ditemukan lebam

mayat berwarna Cherry Red pada pemeriksaan luar. Warna ini disebabkan kadar

COHb dalam darah melebihi 20-30% saturasi. Pada pemeriksaan luar selanjutnya

biasanya tidak terdapat gambaran yang khas.2,5,6

18

Page 19: Toksikologi Plus

Pemeriksaan dalam untuk keracunan yang tidak lama terjadi ditemukan

jaringan otot, viscera dan darah yang berwarna merah terang. Kadang-kadang

ditemukan tanda-tanda asfiksia dan hiperemia viscera. Pada otak besar dapat

ditemukan petekie di substansia alba bila korban bertahan hidup lebih dari 30 menit.5

Pada korban keracunan CO yang sempat mendapat pertolongan dan baru

meninggal beberapa saat (hari) kemudian, maka kadar COHb dalam darah sudah

kembali rendah dan lebam mayat tidak akan berwarna merah terang. Mekanisme

kematian pada kasus ini adalah anoksia jaringan otak, yang pada pemeriksaan jenazah

petekie pada substantia alba otak atau gambaran infark atau ensephalomalacia yang

simetris. Pada kondisi demikian, diagnosis kematian akibat keracunan CO ditegakkan

dengan bantuan pemeriksaan di TKP atau gambaran klinis saat korban baru dirawat.6

Keracunan Insektisida

Kasus kematian akibat insektisida seringkali merupakan kematian akibat

bunuh diri menggunakan bahan pembunuhan serangga golongan karbamat yang

digunakan luas di masyarakat. Selain itu keracunan juga disebabkan oleh faktor

ketidaksengajaan pada proses penyemprotan. Pembunuhan dengan racun jenis ini

jarang terjadi. Insektisida yang sering digunakan, antara lain :2

1. Golongan fosfat organik : malation, paration, paraxon, diazinon

2. Golongan karbamat : carbaryl, baygon

3. Golongan hidrokarbon yang diklorkan : DDT, lindane

19

Page 20: Toksikologi Plus

Berdasarkan cara kerjanya, golongan organofosfat dan karbamat

dikategorikan ke dalam antikolinesterase. Pada golongan organofosfat inhibisinya

bersifat irreversibel, sedangkan golongan karbamat bersifat reversibel. Inhibisi

mengakibatan terjadinya akumulasi asetilkoloin, rangsangan pada saraf kolinergik

diperpanjang. Kematian terjadi karena gagal napas dan henti jantung. Gejala klinis

berupa gangguan penglihatan, sukar bernapas, saluran pencernaan hiperaktif. Tanda

dan gejala lain yang sering terjadi antara lain sakit kepala, kelemahan otot,

hiperhidrosis, lakrimasi, salivasi, miosis, sekresi saluran napas, sianosis, papil edem,

konvulsi, koma, dan hilangnya kontrol terhadap sfingter.2,7

Pemeriksaan luar terhadap jenazah dimulai dengan melakukan penciuman

pada lubang hidung dan mulut jenazah. Pada kasus keracunan insektisida akan

tercium bau bahan pelarut yang digunakan sebagai pelarut insektisida tersebut.

Kadang-kadang ditemukan luka bakar kimiawi berupa bercak berwarna coklat agak

mencekung di kulit sekitar mulut dan tempat yang terkena insektisida. Pemeriksaan

lebih lanjut akan ditemukan lebam jenazah berwarna biru gelap, ujung jari dan kuku

berwarna kebiru-biruan.6

Pada pemeriksaan dalam ditemukan tanda pembendungan pada alat dalam.

Di dalam lambung ditemukan cairan yang terdiri dari dua lapisan yaitu lapisan cairan

lambung dan lapisan larutan insektisida. Mukosa lambung dan usus bagian atas

tampak hiperemis dan mengalami perdarahan submukosa. Juga dapat tercium bau

pelarut insektisida. Limpa, otak dan paru tampak edem dan kongesti. Kerusakan

jaringan hati biasanya merupakan penyebab kematian pada keracunan kronis.2,7

20

Page 21: Toksikologi Plus

Keracunan Alkohol

Kematian akibat overdosis alkohol akut jarang terjadi. Kematian lebih sering

karena efek kronis alkohol. Penyakit hati kronis terbukti menyebabkan kematian

karena alkohol. Hampir separuh dari kecelakaan kendaraan bermotor yang terjadi di

United Stated berhubungan dengan penggunaan alkohol. Alkohol juga dikaitkan

dengan kelainan kongenital dan perkembangan tumor ganas.8

Absorbsi alkohol terutama dari usus halus (80%) dan lambung (20%).

Konsentrasi alkohol dalam darah adalah 30 menit setelah meminum alkohol.

Dibutuhkan waktu yang lama agar kadar puncak alkohol dalam darah bisa

menyebabkan habituasi (ketergantungan) dan keadaa lainnya seperti gastritis dan

hiperemia.3

Proses absorbsi semakin cepat jika terdapat air dalam saluran usus atau

lambung dalam keadaan kosong. Wine (anggur) merupakan jenis minuman yang

paling sering cepat penyerapannya. Metabolisme alkohol terutama terjadi di hati

(90%) mengalami oksidasi. Sisanya 10% dieksresikan melalui kulit, paru-pari=u dan

kelenjar liur dan ginjal.3

Dosis tidak hanya tergantung dari jumlah yang diminum tetapi juga

tergantung pada kebiasaan seseorang dan jenis minumannya. Bagi orang dewasa,

dosis fatal adalah sebesar 150-200 ml alkohol absolut. Jika alkohol diminum dlam

jimlah yang banyak oleh seseorang yang tidak mempunyai kebiasaan minum alkohol,

21

Page 22: Toksikologi Plus

bisa menyebabkan kematian dalam beberapa menigt. Periode fatal biasanaya antara

12-24 jam, pada beberapa kasus bisa agak panjang, yaitu 5-6 hari.3

Keracunan akohol bisa bersifat akut atau kronis. Keracunan alkohol akut

terdiri dari tahap merasa dlam keadaan senang, tahp kebingungan, dan tahap koma.

Keracunan alkohol kronis terjadi karena meminum alkohol dlam jangka waktu lama.

Gejala yang dialami berupa penurunan nafsu makan. Mual, muntah, diare, tremor

pada tangan dan lidah, gangguan daya ingat dan menilai, jika telah berlangsung lama

dapat menyebabkan hipoproteinemia yang berakibat pada eden anasarka. Selain

mengalami stres psikologis, pasien juga mengalami neuritis perifer dan demensia

yang semakin nyata pada tahap akhir, pasien kemudian tiba-tiba mengalami pingsan

dan koma.3

Mekanisme kematian pada alkoholisme kronis terutama akibat gagal hati dan

ruptur varises esofagus akibat hipertensi portal. Selain itu, dapat juga disebabkan

secara sekunder akibat pneumonia dan TBC. Peminum alkohol sering terjatuh dlam

keadaa mabuk dan meninggal.5

Pada oarang hidup, bau alkohol yang keluar dari pernapasan merupakan

petunjuk awal yang harus dibuktikan dengan pemeriksaan kadar alkohol baik melalui

urin maupun darah vena. Kelainan yang ditemukan pada korban meninggal tidak

khas, mungkin ditemukan gejala-gejala seperti yang ditemukan pada asfiksia (seluruh

organ menunjukkan tanda pembendungan. Darah leih encer, dan berwarna merah

gelap). Mukosa lambung menunjukkan tanda-tnada pembendunagn, kemerahan,

inflamasi tetapi kadang tidak ada kelainan. Gambaran post mortem pada keracunan

22

Page 23: Toksikologi Plus

alkohol nkronis berupa mukosa lambung tampak hipertropi dan hiperemia, hati dan

ginjal mengalami kongesti, pada hati terdapat infiltrasi lemak dan sirosis, jantung

membesar dan menunjukkan infiltrasi lemak.3,5

Keracunan Arsen

Arsen dalam bentuk metal tidak beracun, yang beracun adalah dalam bentuk

garam. Arsen mengiritasi jaringan, menekan sisem saraf dan menghalangi respirasi.

Arsen tidak berwarna, tidak berbau (As2O3) dan tidak berasa. Bentuknya seperti

bubuk giling, tidak larut dalam air. Jumlah yang sangat sedikit sudah dapat

membunuh seseorang (30-300 mg). Cara kerja keracunan akut berupa gangguan

metabolisme seluler dengan menghambat sistem enzim sulfhidril, selain itu arsen

dianggap merupakan racun kapiler dan menyebabkan dilatasi kapiler. Timbulnya

gejala biasanya dalam waktu 2 jam setelah masuknya racun. Arsen menyebabkan :3

Rasa terbakar pada tenggorokan, retrosternum dan epigastrium; rasa sangat haus

disertai mual, muntah dan diare

Nyeri akut pada abdomen, mungkin karena perforasi lambung

Tenesmus yang disertai tinja berwarna hitam karena banyak mengandung darah

dan banyak mengandung cairan seperti diare pada kolera

Berkurangnya produksi urin, terdapatnya sel darah merah pada urin dan

selanjutnya dapat mengalami gagal ginjal

Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit mengakibatkan dehidrasi dan

kejang otot. Pasien menjadi gelisah

23

Page 24: Toksikologi Plus

Tanda syok akan menonjol pada tahap menjelang kematian

Koma, kejang dan meinggal

Pada kasus racun arsen dalam bentuk serbuk arsen, pasien akan batuk darah

dengan dahak yang berbusa, gangguan pernapasan dan sianosis. Selanjutnya mungkin

mengalami edema paru akut. Kematian mendadak akibat syok mungkin terjadi karena

arsen dalam dosis tinggi. Tetapi pada beberapa kasus, arsen dalam jumlah besar akan

menyebabkan muntah sehingga mengeluarkan sebagian besar racun tersebut dan

pasiennya selamat. Pada beberapa kasus, gejala-gejala pada sistem pencernaan sangat

minimal, bahkan tidak sama sekali. Pasien merasa pusing, nyeri prekordium,

delirium, kehilangan kesadaran dan meninggal. Paralisis seluruh anggota badan

mungkin terjadi sebelum kematian.3

Pada kasus kematian akibat keracunan arsen, pemeriksaan luar didapatkan

tanda-tanda dehidrasi, seperti mata cekung dan penonjolan tulang-tulang wajah. Pada

pemeriksaan dalam, mukosa mulut biasanya normal tetapi bisa tampak tanda-tanda

inflamasi. Mukosa sistem pencernaan mengalami inflamasi, berwarna merah disertai

perdarahan submukosa. Membran mukosa mempunyai rugae dan di antara rugae bisa

ditemukan lendir yang kental dan mengikat partikel racun. Isi lambung berwarna

gelap.3

Untuk mendiagnosis keracunan akibat arsen dilakukan pemeriksaan

toksikologi pada isi lambung. Pada kasus keracunan kronis, pemeriksaan terhadap

rambut, kuku, dan tulang akan memberikan hasil positif.6

24

Page 25: Toksikologi Plus

Keracunan Narkotika

Kematian akibat narkotika lebih sering karena kecelakaan. Pada pemeriksaan

kasus kematian akibat narkotika, perlu diperhatikan akan adanya bekas suntikan yang

baru dan lama. Pada para pemakai narkotika dengan suntikan dapat ditemukan

pembesaran kelenjar limfe regional. Kadangkala ditemukan tatto pada tempat yang

tidak lazim, misalnya pada lipat siku, yang dimaksudkan menutupi bekas suntikan.6

Kematian akibat narkotika paling sering melalui terjadinya depresi napas.

Pada pemeriksaan jenazah akan ditemukan kelainan pada paru berupa pembendungan

hebat dan edema paru hebat, narcoticlung atau gambaran pneumonia lobaris.

Pembendungan ditemukan pula pada organ-organ tubuh lainnya.6

Pemeriksaan toksikologi dilakukan terhadap darah dan urin. Selain itu,

pemeriksaan toksikologi juga dilakukan pada cairan empedu serta tempat masuknya

narkotika tersebut (jaringan sekitar suntikan pada pemakai narkotika suntikan,

nasalswab pada mereka yang melakukan sniffing, isi lambung pada mereka yang

menelan narkotika).6

Pemeriksaan Toksikologi pada Kematian Akibat Keracunan

Investigasi kematian akibat keracunan dapat dibagi menjadi tiga tahap, yaitu:

1. Mengumpulkan keterangan riwayat keracunan dan spesimen yang sesuai

Saat ini, terdapat banyak bahan yang beredar di masyarakat yang dapat

menyebabkan kematian jika dicerna, diinjeksi, atau terinhalasi. Ahli toksikologi

harus membatasi sejumlah material yang dianalisis. Sebelum memulai analisis,

25

Page 26: Toksikologi Plus

penting sekali dilakukan pengumpulan informasi yang mungkin berkaitan dengan

fakta keracunan. Ahli toksikologi harus memperhatikan usia, jenis kelamin, berat

badan, riwayat kesehatan, dan pekerjaan korban, pemberian terapi sebelum

meninggal, temuan pada autopsi, obat yang terdapat pada korban, dan interval

waktu antara onset gejala dan kematian.1

Pengumpulan spesimen untuk analisis toksikologi biasanya dilakukan

saat dilakukan autopsi. Spesimen dari sejumlah cairan tubuh dan organ penting

untuk mengambarkan afinitas obat dan racun terhadap jaringan tubuh. Spesimen

harus dikumpulkan sebelum jenazah diawetkan, dimana proses ini dapat merusak

atau melarutkan racun dan membuat deteksi menjadi tidak memungkinkan.

Contohnya CN dirusak oleh proses pembalseman.1

2. Analisis toksikologi

Sebelum memulai analisis, ahli toksikologi harus mempertimbangkan

beberapa faktor yaitu: jumlah spesimen yang tersedia, sifat dasar temuan racun

dan biotransformasi racun. Pada kasus keracunan dengan racun yang masuk per

oral, isi saluran cerna harus dianalisi pertama kali, ketika sejumlah residu racun

yang tak terabsorbsi masih ditemukan. Selanjutnya urin dapat dianalisis, karena

ginjal merupakan organ ekskresi utama untuk kebanyakan racun dan racun dalam

konsentrasi tinggi sering ditemukan pada urin. Setelah absorbsi pada saluran

cerna, obat atau racun pertama-tama dibawa ke hepar sebelum memasuki

sirkulasi sistemik, oleh karena itu, analisis pertama dari organ dalam dilakukan

pada hepar. Jika racun tertentu diduga atau diketahui terlibat pada kasus

26

Page 27: Toksikologi Plus

kematian, ahli toksikologi memilih menganalisis pertama-tama jaringan dan

cairan dimana racun terkonsentrasi.1

3. Interpretasi terhadap hasil analisis

Setelah mengumpulkan keterangan-keterangan tentang riwayat kasus

keracunan, mengumpulkan laporan hasil analisis berdasarkan toksisitas,

distribusi, dan biotransformasi dan membandingkan hasil analisis dengan kasus

serupa yang pernah dilaporkan pada literatur yang berkualitas atau kasus serupa

dari pengalamannya sendiri.1

Pemeriksaan toksikologi diperlukan pada kondisi seperti kasus kematian

mendadak yang terjadi pada seseorang maupun sekelompok orang, kematian yang

dikaitkan dengan tindakan abortus, kasus perkosaan atau kejahatan seksual lainnya,

kecelakaan transportasi, khususnya pada pengemudi dan pilot, kasus penganiayaan

dan pembunuhan (selektif), kasus yang memang diketahui atau pasti diduga menelan

racun, kematian setelah tindakan medis, penyuntikan, operasi dan lain sebagainya.2

Gejala yang Menyerupai Keracunan (Apperent Intoxication):4

a. Koma hipoglikemik

b. Cerebrovasculer accident (CVA)

c. Exhaustion setelah kejang atau setelah pemakaian MDMA

d. Trauma otak dan kematian otak

e. Meningitis

f. Flash black setelah penyalahgunaan obat

27

Page 28: Toksikologi Plus

g. Gejala withdrawal

h. Idiosinkrasi dan reaksi hipersensitivitas

i. Syok neurogenik

j. Gejala tak terduga dari penyakit tertentu seperti penyakit Lyme atau tumor otak.

BAB III

PENUTUP

Toksikologi forensik mencangkup terapan ilmu alam dalam analisis racun

sebagi bukti dalam tindak kriminal, dengan tujuan mendeteksi dan mengidentifikasi

konsentrasi dari zat racun dan bentuk metabolitnya dari dalam cairan biologi dan

akhirnya menginterpretasikan temuan analisis dalam suatu argumentasi tentang

penyebab keracunan dari suatu kasus.

Pemeriksaan korban keracunan pada prinsipnya sama secara medis maupun

secara forensik klinis meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

tambahan. Perbedaan yang ada adalah pada hasil akhir pemeriksaan, berupa

sertifikasi yang memberi batuan pembuktian hukum terhadap korban. Sertifkasi yang

dimaksud adalah diterbitkannya visum et repertum peracunan.

28

Page 29: Toksikologi Plus

DAFTAR PUSTAKA

1. Bagian Kedokteran Forensik FKUI. Ilmu kedokteran forensik. Jakarta: Bagian

Kedokteran Forensik FKUI,1997.

2. Idries AM. Pedoman ilmu kedokteran forensik. Jakarta: Binarupa Aksara, 1997.

3. World Health Organization. Sudden death. WHO Fact Sheet No.165; 2001.

4. Baradero, M., Wilfrid Dayrit, Yakobus Siswandi. Klien gangguan

kardiovaskuler. Jakarta: EGC, 2008.

5. Motozawa Y, Yokoyama T, Hitosugi M, et al. Analysis of sudden natural deaths

whiledriving with forensic autopsy findings. Availabe from: http: www-

nrd.nhtsa.dot.gov/pdf/nrd-01/esv/esv19/05-0112-W.pdf.4.

6. Darmono. Farmasi forensik dan toksikologi, penerapannya dalam penyidik kasus

tindak pidana kejahatan. Jakarta: Universitas Indonesia press. 2009: hal 5.

29

Page 30: Toksikologi Plus

7. Ganzales TA, Vance M, Helpern M, Umberger CJ. Legal medicine. Pathology

and toxicology. 2nd edition. New York: Appleton century croft.11954: 102-51.

Tugas

TOKSIKOLOGI FORENSIK

Oleh:

Lina Rahmiati I1A008007

Purnama I1A008053

Pembimbing

dr. Dwi Setyohadi

30

Page 31: Toksikologi Plus

BAGIAN/SMF ILMU KEDOKTERAN KEHAKIMAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNLAM/RSUD ULIN

BANJARMASIN

April, 2013

31