toksikologi industri

41
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Toksikologi dapat didefinisikan sebagai kajian tentang hakikat dan mekanisme efek berbahaya (efek toksik) berbagai bahan kimia terhadap makhluk hidup dan sistem biologik lainnya. Ia dapat juga membahas penilaian kuantitatif tentang berat dan kekerapan efek tersebut sehubungan dengan terpejannya (exposed) makhluk tadi. Apabila zat kimia dikatakan berracun (toksik), maka kebanyakan diartikan sebagai zat yang berpotensial memberikan efek berbahaya terhadap mekanisme biologi tertentu pada suatu organisme. Sifat toksik dari suatu senyawa ditentukan oleh: dosis, konsentrasi racun di reseptor “tempat kerja”, sifat zat tersebut, kondisi bioorganisme atau sistem bioorganisme, paparan terhadap organisme dan bentuk efek yang ditimbulkan. Sehingga apabila menggunakan istilahtoksik atautoksisitas, maka perlu untuk mengidentifikasi mekanisme biologi di mana efek berbahaya itu timbul. Sedangkan toksisitas merupakan TOKSIKOLOGI INDUSTRI

Upload: muslim-students-association-indonesia

Post on 17-Feb-2017

1.376 views

Category:

Healthcare


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Toksikologi Industri

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Toksikologi dapat didefinisikan sebagai kajian tentang hakikat dan

mekanisme efek berbahaya (efek toksik) berbagai bahan kimia terhadap

makhluk hidup dan sistem biologik lainnya. Ia dapat  juga membahas penilaian

kuantitatif tentang berat dan kekerapan efek tersebut sehubungan dengan

terpejannya (exposed) makhluk tadi. Apabila zat kimia dikatakan berracun

(toksik), maka kebanyakan diartikan sebagai zat yang berpotensial memberikan

efek berbahaya terhadap mekanisme biologi tertentu pada suatu organisme.

Sifat toksik dari suatu senyawa ditentukan oleh: dosis, konsentrasi racun di

reseptor “tempat kerja”, sifat zat tersebut, kondisi bioorganisme atau sistem

bioorganisme, paparan terhadap organisme dan bentuk efek yang ditimbulkan.

Sehingga apabila menggunakan istilahtoksik atautoksisitas, maka perlu untuk

mengidentifikasi mekanisme biologi di mana efek berbahaya itu timbul.

Sedangkan toksisitas merupakan sifat relatif dari suatu zat kimia, dalam

kemampuannya menimbulkan efek berbahaya atau  penyimpangan mekanisme

biologi pada suatu organisme (Wirasuta, 2006). Pada umumnya, logam terdapat

di alam dalam bentuk batuan, bijih tambang, tanah, air, dan udara. Macam-

macam logam beracun yang dapat menyebabkan kerusakan-kerusakan pada

organ tubuh manusia diantaranya zat-zat atau logam berat yang terdapat dalam

pestisida (Wikipedia, 2010) . Di Indonesia, pestisida yang paling dominan banyak

TOKSIKOLOGI INDUSTRI

Page 2: Toksikologi Industri

digunakan sejak tahun 1950an sampai akhir tahun 1960an adalah pestisida dari

golongan hidrokarbon berklor seperti DDT, endrin, aldrin, dieldrin, heptaklor dan

gamma BHC. Penggunaan pestisida-pestisida fosfat organik seperti  paration,

OMPA, TEPP pada masa lampau tidak perlu dikhawatirkan, karena walaupun

bahan- bahan ini sangat beracun (racun akut), akan tetapi pestisida-pestisida

tersebut sangat mudah terurai dan tidak mempunyai efek residu yang menahun.

Pada tanah-tanah pertanian yang menggunakan bahan organik yang tinggi,

residu pestisida akan sangat tinggi karena jenis tanah tersebut di atas menyerap

senyawa golongan hidrokarbon berklor sehingga persistensinya lebih mantap.

Kandungan bahan organik yang tinggi dalam tanah akan menghambat proses

penguapan  pestisida. Kelembaban tanah, kelembaban udara, suhu tanah dan

porositas tanah merupakan salah satu faktor yang juga menentukan proses

penguapan pestisida. Penguapan pestisida terjadi  bersama-sama dengan

proses penguapan air. Residu pestisida yang larut terangkut bersama-sama

butiran air keluar dari tanah dengan jalan penguapan, akan tetapi masih mungkin

jatuh kembali ke tanah bersama debu atau air hujan. Pestisida dapat menguap

karena suhu yang tinggi dan kembali lagi ke tanah melalui air hujan atau

pengendapan debu (Saenong, 2005). Zat-zat kimia yang bersifat toksik masuk

ke dalam tubuh dapat melalui beberapa cara, salah satunya adalah melalui

sistem pencernaan. Sistem pencernaan (digestive system) adalah sistem organ

dalam hewan multisel yang menerima makanan, mencernanya menjadi energi

dan nutrien, serta mengeluarkan sisa proses tersebut. Sistem pencernaan antara

satu hewan dengan yang lainnya bisa sangat jauh berbeda. Pada dasarnya

TOKSIKOLOGI INDUSTRI

Page 3: Toksikologi Industri

sistem pencernaan makanan dalam tubuh manusia terjadi di sepanjang saluran

pencernaan (gastrointestinal tract) dan dibagi menjadi 3  bagian, yaitu proses

penghancuran makanan yang terjadi dalam mulut hingga lambung.Selanjutnya

adalah proses penyerapan sari - sari makanan yang terjadi di dalam usus.

Kemudian proses pengeluaran sisa - sisa makanan melalui anus (Wikipedia,

2010).

B. Rumusan Masalah

1. Faktor faktor yang mempengaruhi tingkat keracunan bahan toksin?

2. Absorbsi, distribusi dan ekskresi toksikan?

3. Efek toksikan pada tubuh?

C. Tujuan Masalah

1. Untuk mengetahui Faktor faktor yang mempengaruhi tingkat keracunan

bahan toksin

2. Untuk mengetahui Absorbsi distribusi dan ekspresi toksikan

3. Untuk mengetahui Efek toksikan pada tubuh

D. Manfaat Masalah

Mahasiswa dan pembaca dapat mengetahui dan memahami tentang

faktor yang mempengaruhi tingkat keracunan bahan toksik, mengetahui tentang

absorbsi, distribusi dan ekskresi toksikan serta bagaimana efek toksikan pada

tubuh.

TOKSIKOLOGI INDUSTRI

Page 4: Toksikologi Industri

E. Metode Pustaka

Studi pustaka

TOKSIKOLOGI INDUSTRI

Page 5: Toksikologi Industri

BAB II

PEMBAHASAN

A. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT KERACUNAN BAHAN TOKSIK

Toksikologi yaitu ilmu yang mempelajari tentang mekanisme kerja dan

efek yang tidak diinginkan dari bahan kimia yang bersifat racun serta dosis yang

berbahaya terhadap tubuh manusia.

Toksikologi industri adalah salah satu cabang ilmu toksikologi yang

menaruh perhatian pada pengaruh pemajanan bahan-bahan yang dipakai dari

sejak awal sebagai bahan baku, proses produksi, hasil produksi beserta

penanganannya terhadap tenaga kerja yang bekerja di unit produksi tersebut.

Istilah-istilah dalam toksikologi industri :

a. Toksin/racun yaitu suatu zat yang dalam jumlah relative kecil mengganggu

kesehatan manusia.

b. Xenobiotik yaitu sebutan untuk semua bahan yang asing bagi tubuh, Mis:

bahan obat, bahan kimia.

c. Toksisitas yaitu kemampuan suatu zat untuk menimbulkan kerusakan pada

organ tubuh suatu organisme.

d. LD50 Suatu zat yaitu dosis yang dapat menyebabkan kematian pada 50 %

binatang percobaan dalam spesies yang sama setelah terpapar suatu zat dalam

waktu tertentu.

e. ED50 (efektif dosis) yaitu dosis yang dapat menimbulkan efek spesifik selain

kematian pada 50 % binatang percobaan.

TOKSIKOLOGI INDUSTRI

Page 6: Toksikologi Industri

f. Dosis yaitu jumlah xenobiotik yang masuk ke dalam tubuh manusia.

g. Hubungan dosis dan efek (Dose-Effect Relationship) yaitu hubungan antara

dosis dengan efek yang terjadi pada manusia.

h. Dose response relationship yaitu hubungan antara dosis dan prosentase

individu yang menunjukkan gejala tertentu/spesifik.

i. Efek aditif yaitu efek yang terjadi bila kombinasi dua atau lebih bahan kimia

saling mengkuatkan.

j. Masa laten yaitu waktu antara pemaparan pertama dengan timbulnya

gejala/respon

k. Efek sistemik yaitu efek toksik pada jaringan seluruh tubuh.

l. Target organ adalah organ yang paling sensitif terhadap pajanan yang terjadi.

m. Efek akut adalah Efek yang terjadi sesudah terpajan dalam waktu singkat

(jam, hari).

n. Efek kronis adalah Efek yang terjadi setelah pajanan yang cukup lama

(bulanan, tahunan).

a) Klasifikasi Bahan Beracun Antara Lain :

1. Berdasarkan penggunaan bahan: solvent, aditif makanan dll

2. Berdasarkan target organ: hati, ginjal, paru, system haemopoetik

3. Berdasarkan fisiknya: gas, debu, cair, fume, uap dsb

4. Berdasarkan kandungan kimia: aromatic amine, hidrokarbon dll

5. Berdasarkan toksisitasnya: Ringan, sedang dan berat

6. Berdasarkan fisiologinya: iritan, asfiksan, karsinogenik dll

b) Tingkat Keracunan Bahan Beracun :

TOKSIKOLOGI INDUSTRI

Page 7: Toksikologi Industri

1. Tidak ada batasan yang jelas antara bahan kimia berbahaya dan tidak

berbahaya.

2. Bahan kimia berbahaya bila ditangani dengan baik dan benar akan aman

digunakan

3. Bahan kimia tidak berbahaya bila ditangani secara sembrono akan menjadi

sangat berbahaya

4. Paracelsus (1493-1541) ” semua bahan adalah racun, tidak ada bahan

apapun yang bukan racun, hanya dosis yang benar membedakan apakah

menjadi racun atau obat”

5. Untuk mengetahui toksisitas bahan dikenal LD50, semakin rendah LD50

suatu bahan, maka makin berbahaya bagi tubuh dan sebaliknya.

Racun super: 5 mg/kgBB atau kurang, contoh: Nikotin

Amat sangat beracun: (5-50 mg/kgBB), contoh: Timbal arsenat

Amat beracun: (50-500 mg/kgBB), contoh: Hidrokinon

Beracun sedang: (0.5-5 g/kgBB), contoh: Isopropanol

Sedikit beracun: (5-15 g/kgBB), contoh: Asam ascorbat

Tidak beracun: (>15 g/kgBB), contoh: Propilen glikol.

c) Faktor Yang Menetukan Tingkat Keracunan

1. Sifat Fisik bahan kimia

Bentuk yang lebih berbahaya bila dalam bentuk cair atau gas yang mudah

terinhalasi dan bentuk partikel bila terhisap, makin kecil partikel makin

terdeposit dalam paru-paru

2. Dosis (konsentrasi)

TOKSIKOLOGI INDUSTRI

Page 8: Toksikologi Industri

Semakin besar jumlah bahan kimia yang masuk dalam tubuh makin besar

efek racunnya..

E = T x C

E = efek akhir yang terjadi (diturunkan seminimal dengan NAB)

T = time

C = concentration pajanan bisa akut dan kronis

3. Lamanya pemajanan, gejala yang ditimbulkan bisa akut, sub akut dan kronis

4. Interaksi bahan kimia

a). Aditif : efek yang timbul merupakan penjumlahan kedua bahan

kimia.contoh : Organophosphat dengan enzim cholinesterase

b). Sinergistik : efek yang terjadi lebih berat dari penjumlahan jika diberikan

sendiri2. Contoh: Pajanan asbes dengan merokok

c). Antagonistik : bila efek menjadi lebih ringan.

5. Faktor tuan rumah (host)

a. Faktor genetic

b. Jenis kelamin : pria peka terhadap bahan kimia pada ginjal, wanita pada hati

c. Factor umur

d. Status kesehatan

e. Hygiene perorangan dan perilaku hidup

TOKSIKOLOGI INDUSTRI

Page 9: Toksikologi Industri

d) Nilai Ambang Batas Dan Indeks Pemaparean Biologis ( Biological

Exposure Indeks)

Bila pengendalian lingkungan tidak bisa mengurangi kadar bahan kimia di

tempat kerja maka perlu dilakukan :

1. Pemantauan biologis (biological monitoring)

2. Indeks pemaparan biologis (Biological exposure Indekes)

Yaitu suatu nilai panduan untuk menil;ai hasil pemantauan biologis yang

penetuan nilainya ditentukan dengan mengacu pada nilai NAB

e) Bahan Kimia Beracun

1) Logam/metaloid

Pb(PbCO3): Syaraf, ginjal dan darah

Hg (organik&anorganik): Saraf dan ginjal

Cadmium: Hati, ginjal dan darah

Krom: Kanker

Arsen: Iritasi kanker

Phospor: Gangguan metabolisme

Bahan pelarut

TOKSIKOLOGI INDUSTRI

Page 10: Toksikologi Industri

2) Hidrokarbon alifatik (bensin, minyak tanah): Pusing, koma

Hidrocarbon terhalogensisasi(Kloroform, CCl4): Hati dan ginjal

Alkohol (etanol, methanol): Saraf pusat, leukemia, saluran pencernaan

Glikol: Ginjal, hati, tumor

3) Gas beracun

Aspiksian sederhana (N2,argon,helium): Sesak nafas, kekurangan

oksigen

Aspiksian kimia asam cyanida(HCN), Asam Sulfat (H2SO4),

Karbonmonoksida (CO), Notrogen Oksida (NOx): Pusing, sesak nafas,

kejang, pingsan

4) Karsinogenik

Benzene: Leukemia

Asbes: Paru-paru

Bensidin: Kandung kencing

Krom: Paru-paru

Naftilamin: Paru-paru

Vinil klorida: Hati, apru=paru, syaraf pusat, darah

5) Pestisida

Organoklorin: Pusing, kejang, hilang

TOKSIKOLOGI INDUSTRI

Page 11: Toksikologi Industri

Organophosphat: Kesadaran dan

Karbamat: kematian

Arsenik

f) Faktor Utama Yang Mempengaruhi Toksisitas Adalah :

1. Jalur masuk ke dalam tubuh

Jalur masuk ke dalam tubuh suatu polutan yang toksik, umumnya melalui

saluran pencernaan makanan, saluran pernafasan, kulit, dan jalur lainnya.

Jalur lain tersebut diantaranya daalah intra muskuler, intra dermal, dan sub

kutan. Jalan masuk yang berbeda ini akan mempengaruhi toksisitas bahan

polutan. Bahan paparan yang berasal dari industri biasanya masuk ke dalam

tubuh melalui kulit dan terhirup, sedangkan kejadian “keracunan” biasanya

melalui proses tertelan.

2. Jangka waktu dan frekuensi paparan

Akut : pemaparan bahan kimia selama kurang dari 24 jam

Sub akut : pemaparan berulang terhadap suatu bahan kimia untuk jangka

waktu 1 bulan atau kurang

Subkronik : pemaparan berulang terhadap suatu bahan kimia untuk

jangka waktu 3 bulan

Kronik : pemaparan berulang terhadap bahan kimia untuk jangka waktu

lebih dari 3 bulan

Pada beberapa bahan polutan, efek toksik yang timbul dari

paparan pertama sangat berbeda bila dibandingkan dengan efek toksik

TOKSIKOLOGI INDUSTRI

Page 12: Toksikologi Industri

yang dihasilkan oleh paparan ulangannya. Bahan polutan benzena pada

peran pertama akan merusak sistem syaraf pusat sedangkan paparan

ulangannya akan dapat menyebabkan leukemia.

Penurunan dosis akan mengurangi efek yang timbul. Suatu bahan

polutan apabila diberikan beberapa jam atau beberapa hari dengan dosis

penuh akan menghasilkan beberapa efek. Apabila dosis yang diberikan

hanya separohnya maka efek yang terjadi juga akan menurun

setengahnya, terlebih lagi apabila dosis yang diberikan hanya

sepersepuluhnya maka tidak akan menimbulkan efek. Efek toksik yang

timbul tidak hanya tergantung pada frekuensi pemberian dengan dosis

berbeda saja tetapi mungkun juga tergantung pada durasi paparannya.

Efek kronis dapat terjadi apabila bahan kimia terakumulasi dalam

sistem biologi. Efek toksik pada kondisi kronis bersifat irreversibel. Hal

tersebut terjadi karena sistem biologi tidak mempunyai cukup waktu untuk

pulih akibat paparan terus-menerus dari bahan toksik.

B. ABSORPSI, DISTRIBUSI DAN EKSKRESI TOKSIKAN

1. Absorpsi Toksikan

Absorpsi dapat terjadi lewat saluran cerna, paru-paru, kulit dan beberapa

jalur lain. Jalur utama bagi penyerapan toksikan adalah saluran cerna, paru-paru,

TOKSIKOLOGI INDUSTRI

Page 13: Toksikologi Industri

dan kulit. Namun dalam penelitian toksikologi, sering digunakan jalur khusus

seperti injeksi intraperitoneal, intramuskuler dan subkutan.

a. Saluran Cerna

Banyak toksikan dapat masuk ke saluran cerna bersama makanan dan air

minum, atau secara sendiri sebagai obat atau zat kimia lain. Kecuali zat yang

kaustik atau amat merangsang mukosa, sebagian besar toksikan tidak

menimbulkan efek toksik kecuali kalau mereka diserap. Absorpsi dapat terjadi di

seluruh saluran cerna. Namun pada umumnya, mulut dan rektum tidak begitu

penting bagi absorpsi zat-zat kimia dari lingkungan.

Lambung merupakan tempat penyerapan yang penting, terutama untuk

asam-asam lemah yang akan berada dalam bentuk ion-ion yang larut lipid dan

mudah berdifusi. Sebaliknya, basa-basa lemah akan sangat mengion dalam

getah lambung yang bersifat asam dan karenanya tidak mudah diserap.

Perbedaan dalam absorpsi ini diperbesar lagi oleh adanya plasma yang beredar.

Asam-asam lemah terutama akan berada dalam bentuk ion yang terlarut dalam

plasma dan diangkut, sementara basa lemah akan berada dalam bentuk ion-ion

dan dapat berdifusi kembali ke lambung.

Di dalam usus, asam lemah terutama akan berada dalam bentuk ion dan

karenanya tidak mudah diserap. Namun sesampai di darah, mereka mengion

sehingga tidak mudah berdifusi kembali. Sebaliknya, basa lemah terutama akan

berada dalam bentuk non-ion sehingga mudah diserap. Absorpsi usus akan lebih

TOKSIKOLOGI INDUSTRI

Page 14: Toksikologi Industri

tinggi dengan lebih lamanya waktu kontak dan luasnya daerah permukaan vili

dan mikrovili usus.

b. Saluran Napas

Tempat utama bagi absorpsi di saluran napas adalah alveoli paru-paru.

Hal ini terutama berlaku untuk gas, misalnya CO, NO dan SO2; hal ini juga

berlaku untuk uap cairan misalnya benzen dan CCl4. Kemudahan absorpsi ini

berkaitan dengan luasnya permukaan alveoli, cepatnya aliran darah dan

dekatnya darah dengan udara alveoli.

Laju absoprsi bergantung pada daya larut gas dalam darah; semakin

mudah larut, semakin cepat absorpsi. Namun keseimbangan antara udara dan

darah ini lebih lambat tercapai untuk zat kimia yang mudah larut, misalnya etilen.

Hal ini terjadi karena suatu zat kimia yang lebih mudah larut akan lebih mudah

larut dalam darah. Karena udara alveolar hanya dapat membawa zat kimia

dalam jumlah terbatas, maka diperlukan lebih banyak pernapasan dan waktu

lebih lama untuk mencapai keseimbangan. Bahkan diperlukan waktu lebih lama

lagi kalau zat kimia itu juga diendapkan dalam jaringan lemak.

Disamping gas dan uap, aerosol cair dan partikel-partikel di udara dapat

juga diserap. Pada umumnya, partikel besar (> 10 mm) tidak memasuki saluran

napas; kalaupun masuk, mereka diendapkan di hidung dan dienyahkan dengan

diusap, dihembuskan dan berbangkis. Partikel yang sangat kecil (< 0,01 mm)

lebih mungkin terbuang ketika kita menghembuskan napas. Partikel berukuran

0,01-10 mm diendapkan dalam berbagai bagian saluran napas. Partikel yang

TOKSIKOLOGI INDUSTRI

Page 15: Toksikologi Industri

lebih besar mungkin diendapkan di nasofaring dan diserap lewat epitel di daerah

ini atau lewat epitel saluran cerna setelah mereka tertelan bersama lendir.

Partikel-partikel yang lebih kecil diendapkan dalam trakea, bronki, dan bronkioli,

lalu ditangkap oleh silia di mukosa atau ditelan oleh fagosit. Partikel-partikel yang

dilempar ke atas oleh silia akan dibatukkan atau ditelan. Fagosit yang berisi

partikel-partikel akan diserap ke dalam sistem limfatik. Beberapa partikel bebas

dapat juga masuk ke saluran limfe. Partikel-partikel yang dapat larut mungkin

diserap lewat epitel ke dalam darah.

Secara kasar dapat dikatakan bahwa 25 % partikel yang terhirup akan

dikeluarkan bersama udara napas, 50 % diendapkan dalam saluran napas

bagian atas, dan 25 % diendapkan dalam saluran napas bagian bawah.

c. Kulit

Pada umumnya kulit relatif impermeabel, dan karenanya merupakan

sawar (barrier) yang baik untuk memisahkan organisme dari lingkungannya.

Namun beberapa zat kimia dapat diserap lewat kulit dalam jumlah cukup banyak

sehingga menimbulkan efek sistemik.

Suatu zat kimia dapat diserap lewat folikel rambut atau lewat sel-sel

kelenjar keringat atau sel kelenjar sebasea. Tetapi penyerapan lewat jalur ini

kecil sekali sebab struktur ini hanya merupakan bagian kecil dari permukaan

kulit. Maka absorpsi zat kimia di kulit sebagian besar adalah menembus lapisan

kulit yang terdiri atas epidermis dan dermis.

TOKSIKOLOGI INDUSTRI

Page 16: Toksikologi Industri

Fase pertama absorpsi perkutan adalah difusi toksikan lewat epidermis

yang merupakan sawar terpenting, terutama stratum korneum. Stratum korneum

terdiri atas beberapa lapis sel mati yang tipis dan rapat, yang berisi bahan

(protein filamen) yang resisten secara kimia. Sejumlah kecil zat-zat polar

tampaknya dapat berdifusi lewat permukaan luar filamen protein stratum

korneum yang terhidrasi; zat-zat non-polar melarut dan berdifusi lewat matriks

lipid di antara filamen protein. Stratum korneum manusia berbeda struktur dan

sifat kimianya dari satu bagian tubuh ke bagian lainnya, hal ini tercermin dari

perbedaan permeabilitasnya terhadap zat-zat kimia.

Fase kedua absorpsi perkutan adalah difusi toksikan lewat dermis yang

mengandung medium difusi yang berpori, non-selektif, dan cair. Oleh karena itu,

sebagai sawar, dermis jauh kurang efektif dibandingkan stratum korneum.

Akibatnya, abrasi atau hilangnya stratum korneum menyebabkan sangat

meningkatnya absorpsi perkutan. Zat-zat asam, basa, dan gas mustard juga

akan menambah aborpsi dengan merusak sawar ini. Beberapa pelarut terutama

dimetil sulfoksid, juga meningkatkan permeabilitas kulit

2. Distribusi Toksikan

Setelah toksikan memasuki darah didistribusi dengan cepat keseluruh

tubuh maka laju distribusi diteruskan menuju ke setiap organ tubuh. Mudah

tidaknya zat kimia melewati dinding kapiler dan membrane sel dari suatu jaringan

ditentukan oleh aliran darah ke organ tersebut.

Bagian tubuh yang berhubungan dengan distribusi toksikan :

TOKSIKOLOGI INDUSTRI

Page 17: Toksikologi Industri

a. Hati dan ginjal

Kedua organ ini memiliki kapasitas yang lebih tinggi dalam mengikat

bahan kimia, sehingga bahan kimia lebih banyak terkonsentrasi pada organ

ini jika dibandingkan dengan organ lainnya. Hal ini berhubungan dengan

fungsi kedua organ ini dalam mengeliminasi toksikan dalam tubuh. Ginjal dan

hati mempunyai kemampuan untuk mengeluarkan toksikan. Organ hati cukup

tinggi kapasitasnya dalam proses biotransformasi toksikan.

b. Lemak

Jaringan lemak merupakan tempat penyimpanan yang baik bagi zat

yang larut dalam lemak seperti chlordane, DDT, polychlorinated biphenyl dan

polybrominated biphenyl. Zat ini disimpan dalam jaringan lemak dengan

pelarut yang sederhana dalam lemak netral. Lemak netral ini kira-kira 50 %

danberat badan pada orang yang gemuk dan 20 % dari orang yang kurus.

Toksikan yang daya larutnya tinggi dalam lemak memungkinkan

konsentrasinya rendah dalam target organ, sehingga dapat dianggap sebagai

mekanisme perlindungan. Toksisitas zat tersebut pada orang yang gemuk

menjadi lebih rendah jika disbanding dengan orang yang kurus.

c. Tulang

Tulang dapat berfungsi sebagai tempat penyimpanan untuk senyawa

seperti Flouride, Pb dan strontium. Untuk beberapa toksikan tulang

merupakan tempat penyimpanan utama, contohnya 90 % dari Pb tubuh

ditemukan pada skeleton. Penyimpanan toksikan pada tulang dapat atau

tidak ,mengakibatkan kerusakan. Contoh : Pb tidak toksik pada tulang, tetapi

TOKSIKOLOGI INDUSTRI

Page 18: Toksikologi Industri

penyimpanan Fluoride dalam tulang dapat menunjukkan efek kronik (skeletal

fluorosis).

3. Ekskresi toksikan

Ekskresi toksikan dapat dieliminasi dari tubuh melalui beberapa rute.

Ginjal merupakan organ penting untuk mengeluarkan racun. Beberap xenobiotik

diubah terlebih dahulu menjadi bahan yang larut dalam air sebelum dikeluarkan

dalam tubuh.

Rute lain yang menjadi lintasan utama untuk beberapa senyawa tertentu

diantaranya : hati dan sistem empedu, penting dalam ekskresi seperti DDT dan

Pb ; paru dalam ekskresi gas seperti CO. Toksikan yang dikeluarkan dari tubuh

dapat ditemukan pada keringat, air mata dan air susu ibu (ASI).

a. Ekskresi urine

Ginjal merupakan organ yang sangat efisien dalam mengeliminasi

toksikan dari tubuh. Senyawa toksik dikeluarkan melalui urine oleh mekanisme

yang sama seperti pada saat ginjal membuang hasil metabolit dari tubuh.

b. Ekskresi empedu

Hati berperan penting dalam menghilangkan bahan toksik dari darah

setelah diabsorbsi pada saluran pencernaan, sehingga akan dapat dicegah

distribusi bahan toksik tersebut ke bagian lain dari tubuh.

c. Rute ekskresi yang lain

TOKSIKOLOGI INDUSTRI

Page 19: Toksikologi Industri

Toksikan dapat juga dikeluarakan dari tubuh melalui paru, saluran

pencernaan, cairan cerebrospinal, air susu, keringat dan air liur. Zat yang

berbentuk gas pada kondisi suhu badan dan “volatile liquids” dapat diekskresi

melalui paru. Jumlah cairan yang dapat dikeluarkan melalui paru berhubungan

dengan tekanan uap air. Ekskresi toksikan melalui paru ini terjadi secara difusi

sederhana. Gas yang kelarutannya rendah dalam darah dengan cepat diekskresi

sebaliknya yang tinggi kelarutannya seperti chloroform akan sangat lambat

diekskresi melalui paru.

C. EFEK TOKSIK PADA TUBUH

Efek toksik didefenisikan sebagai berbagai keadaan atau faktor yang

mempengaruhi efektivitas absorbsi dan distribusi suatu zat dalam tubuh. Efek

toksik mempengaruhi atau menentukan keberadaan zat kimia atau metabolitnya

dalam sel sasaran atau tempat kerjanya. Jumlah zat kimia atau metabolitnya di

sel sasaran akan mempengaruhi atau menentukan efek toksiknya. Berbagai

jenis efek toksik dapat dikelompokkan menurut organ sasarannya, mekanisme

kerjanya, atau ciri-ciri lain.

1. Efek lokal dan Sistemik

Beberapa bahan kimia dapat menyebabkan cedera pada tempat bahan itu

bersentuhan dengan tubuh. Efek lokal ini dapat diakibatkan oleh senyawa

kaustik dan menggambarkan perusakan umum pada sel-sel hidup.

TOKSIKOLOGI INDUSTRI

Page 20: Toksikologi Industri

Efek sistemik terjadi hanya setelah toksikan diserap dan tersebar ke

bagian lain tubuh. Pada umumnya toksikan hanya mempengaruhi satu atau

beberapa organ saja. Organ seperti itu dinamakan “organ sasaran”. Kadar

toksikan dalam organ sasaran tidak selalu yang paling tinggi. Contohnya, organ

sasaran metil merkuri adalah SSP, tetapi kadar metil merkuri di hati dan ginjal

jauh lebih tinggi.

2. Efek Rerpulih dan Nirpulih

Efek toksik disebut berpulih (reversibel) jika efek itu dapat hilang dengan

sendirinya. Sebaliknya, efek nirpulih (ireversibel) akan menetap atau justru

bertambah parah setelah pajanan toksikan dihentikan. Efek nirpulih diantaranya

karsinoma, mutasi, kerusakan saraf, dan sirosis hati.

Efek toksikan dapat berpulih bila tubuh terpajan pada kadar yang rendah

atau untuk waktu yang singkat. Sementara, efek nirpulih dapat dihasilkan pada

pajanan dengan kadar yang lebih tinggi atau waktu yang lama.

3. Efek Segera dan Tertunda

Efek segera adalah efek yang timbul segera setelah satu kali pajanan.

Contohnya, keracunan sianida. Sedangkan efek tertunda (karsinogenik) adalah

efek yang timbul beberapa waktu setelah pajanan. Pada manusia, efek

karsinogenik pada umumnya baru nyata jelas 10-20 tahun setelah pajanan

toksikan. Pada hewan pengerat pun dibutuhkan waktu beberapa bulan untuk

timbulnya efek karsinogenik.

4. Efek Morfologis, Fungsional, dan Biokimia

TOKSIKOLOGI INDUSTRI

Page 21: Toksikologi Industri

Efek morfologis berkaitan dengan perubahan bentuk luar dan mikroskopis

pada morfologi jaringan. Berbagai efek jenis ini, misalnya nekrosis dan

neoplasia, bersifat nirpulih dan berbahaya.

Efek fungsional biasanya berupa perubahan berpulih pada fungsi organ

sasaran. Oleh karena itu pada penelitian toksikologi, fungsi hati dan ginjal selalu

diperiksa (misalnya, laju ekskresi zat warna).

Efek biokimiawi adalah efek toksik yang tidak menyebabkan perubahan

morfologis. Contohnya, penghambatan enzim kolinesterase setelah pajanan

insektisida organofosfat dan karbamat.

5. Reaksi Alergi dan Idiosinkrasi

Reaksi alergi (reaksi hipersensitivitas atau sensitisasi) terhadap toksikan

disebabkan oleh sensitisasi sebelumnya oleh toksikan itu atau bahan yang mirip

secara kimiawi. Reaksi ini dibutuhkan pajanan awal dan  kurva dosis-respons

yang khas yang berbentuk sigmoid, tidak muncul pada reaksi alergi.

6. Respon Bertingkat dan Respon Kuantal

Pengaruh terhadap berat badan, konsumsi makanan, dan pengambatan

enzim merupakan contoh respon bertingkat. Sedangkan mortalitas dan

pembentukan tumor adalah contoh respon kuantal (ada atau tidak sama sekali).

Reaksi ini mengikuti kurva hubungan dosis-respons.

Jadi jika dosisnya naik, begitu pula responsnya, baik dari segi proporsi

populasi yang bereaksi, maupun dari segi keparahan respon bertingkat tadi.

Bahkan efek toksik tambahan akan timbul kalau dosisnya meningkat. Contohnya

TOKSIKOLOGI INDUSTRI

Page 22: Toksikologi Industri

kekurangan vitamin C akan mengakibatkan gejala defisiensi, tetapi kelebihan

vitamin akan segera dibuang melalui urin.

A. Mekanisme Efek Toksik

Perjalanan zat kimia dalam tubuh diawali dari masuknya zat tersebut ke

dalam tubuh melalui intravaskuler (Injeksi IV, Intrakardial, intraarteri) atau

ekstravaskuler (Oral, Inhalasi, injeksi Intramuskuler, Rektal). Selanjutnya zat

masuk sirkulasi sistemik dan distribusikan keseluruh tubuh. Proses distribusi

memungkinkan zat atau metabolitnya sampai pada tempat kerjanya (reseptor).

Zat kimia ditempat kerjanya atau reseptornya berinteraksi dan dampaknya

menimbulkan efek. Interaksi dari zat kimia atau metabolitnya yang berlebihan

dapat menghasilkan efek toksik. Jadi, penentu ketoksikan suatu zat kimia adalah

sampai nya zat kimia utuh atau metabolit aktifnya di sel sasaran dalam jumlah

yang berlebihan. Pada sisi lain, zat kimia dapat mengalami metabolisme menjadi

senyawa non aktif dan dieksresikan (eliminasi) yang dapat mengurangi

sampainyaatau jumlah zat kimia dalam sel sasarannya. Dengan demikian,

timbulnya efek toksik dipengaruhi juga oleh selisih antara absorbsi dan distribusi

dengan eleminasinya. Jadi toksisitas suatu zat sangat ditentukan oleh absorbsi,

distribusi, metabolisme, dan eksresi.

B. Jalur Masuk Toksik

Jalur masuk bahan kimia ke dalam tubuh berbeda menurut situasi

paparan. Metode kontak dengan racun melalui cara berikut:

TOKSIKOLOGI INDUSTRI

Page 23: Toksikologi Industri

1. Tertelan

Efeknya bisa lokal pada saluran cerna dan bisa juga sistemik. Contoh

kasus: overdosis obat, pestisida.

2. Topikal (melalui kulit)

Efeknya iritasi lokal, tapi bisa berakibat keracunan sistemik. Kasus ini

biasanya terjadi di tempat industri. Contoh: soda kaustik, pestida organofosfat.

3. Topikal (melalui mata)

Efek spesifiknya pada mata dan bisa menyebabkan iritasi lokal. Contoh :

asam dan basa, atropin.

4. Inhalasi

Iritasi pada saluran nafas atas dan bawah, bisa berefek pada absopsi dan

keracunan sistemik. Keracunan melalui inhalasi juga banyak terjadi di tempat-

tempat industri. Contoh : atropin, gas klorin, CO (karbon monoksida).

5. Injeksi

Efek sistemik, iritasi lokal dan bisa menyebabkan nekrosis. Masuk ke

dalam tubuh bisa melalui intravena, intramuskular, intrakutan maupun

intradermal.

C. Lamanya & Frekwensi Pemaparan

Efek toksis bisa dihasilkan oleh pemaparan akut dan atau kronis ke agent-

agent kimia.

Pemaparan Akut didefinisikan sebagai satu pemaparan tunggal atau

berkali-kali dalam satu waktu yan singkat (sama dengan atau kurang dari 24

TOKSIKOLOGI INDUSTRI

Page 24: Toksikologi Industri

jam). Sedangkan Efek Kronik terjadi apabila agent menumpuk dalam system

biologi absorpsi melebihi metabolisme dan atau ekskresi atau bila satu agent

menghasilkan effek-effek toksis yang irreversible atau apabila disana ada waktu

yang cukup untuk satu sistem untuk kembali dari effek toksis dalam interval

frekwensi pemaparan.

Dalam tanda-tanda khas dari sifat racun suatu agent kimia khusus terbukti

bahwa dibutuhkan informasi tidak hanya untuk pengaruh-pengaruh dosis tunggal

(akut) dan jangka lama (KRONIS), tetapi juga untuk pemaparan jangka

menengah.

Tepatnya, pemaparan demikian disebut sebagai pemaparan jangka

pendek (satu minggu atau lebih) ataupun subkronik (biasanya : 3 bulan) dalam

program pengujian daya racun.

D. Ada 3 tipe paparan efek toksik

Organ tubuh yang spesifik dapat menjadi sasaran zat kimia terntentu atau

beberapa bagian tubuh. Akibat yang ditimbulkan efek merugikan tersebut

bergantung tidak pada hanya zat kimia ketika seseorang terpapar, tetapi juga

pada tipe paparan dan derajat paparannya.

1. Pemaparan akut

Didefinisikan sebagai pemaparan terhadap zat kimia selama kurang dari

24 jam. Paparan tersebut biasanya disebut sebgai paparan dosis tunggal zat

kimia.

2. Pemaparan kronis(pemaparan jangka panjang)

TOKSIKOLOGI INDUSTRI

Page 25: Toksikologi Industri

Pemaparan kronis mengacu pada pemaparan berulang atau

berkelanjutan terhadap suatu zat kimia dalam waktu yang cukup lama.

Pemaparan kronis dapat mengakibatkan efek merugikan yang sama sekali

berbeda dengan pemaparan akut.

3. Pemaparan subkronis

Berlangsung lebih lama dari pemaparan akut tetapi lebih singkat dari

pemaparan kronis.

E. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Efek Toksik

FAKTOR MANUSIA

a. Umur

Toksikan tertentu lebih banyak diserap oleh mahluk muda daripada

mahluk dewasa. Misalnya, anak-anak dapat menyerap timbal 4 – 5 kali

lebih banyak daripada orang dewasa dan dapat menyerap kadmium 20

kali lebih banyak. Lebih besarnya kerentanan terhadap morfin pada anak-

anak, disebabkan oleh kurang efisiennya sawar darah-otak.

b. Status Gizi

Biotransformasi utama dari toksikan dikatalisis oleh sistem

oksidase fungsi campur (MFO=Mix Function Oksidase) mikrosom.

Defisiensi asam-asam lemak esensial dan protein biasanya menekan

aktivitas MFO. Berkurangnya MFO berbeda pengaruhnya pada toksisitas

zat kimia.

TOKSIKOLOGI INDUSTRI

Page 26: Toksikologi Industri

Sejumlah penelitian karsinogenesis telah menunjukkan bahwa

pengurangan jumlah zat makanan dapat menurunkan kejadian tumor.

Kekurangan protein biasanya menurunkan tumorigenesitas karsinogen.

Defisiensi vitamin A, C dan E menekan fungsi MFO. Disamping itu

defisiensi vitamin A juga meningkatkan kerentanan sistem pernapasan

terhadap karsinogen.

Beberapa makanan mengandung cukup banyak zat kimia yang

merupakan penginduksi kuat bagi MFO, misalnya, safrol, flavon, xantin,

dan indol, serta DDT dan PCB (bifenil poliklorin) sebagai pencemar

makanan.

c. Penyakit

Hati adalah organ utama tempat biotransformasi zat-zat kimia,

sehingga penyakit seperti hepatitis akut dan kronis, sirosis hati, dan

nekrosis hati sering mengakibatkan menurunnya biotransformasi.

Penyakit ginjal dapat juga mempengaruhi manifestasi toksik berbagai zat

kimia. Efek ini terjadi akibat kacaunya fungsi ekskresi dan metabolik ginjal.

Penyakit jantung yang berat juga dapat meningkatkan toksisitas beberapa

zat kimia dengan mengganggu sirkulasi hati dan ginjal, sehingga

mempengaruhi fungsi metabolik dan ekskresi alat tubuh ini. Penyakit

saluran napas seperti asma membuat penderitanya jauh lebih rentan

terhadap pencemaran udara (SO2).

FAKTOR LINGKUNGAN

a. Faktor Fisik

TOKSIKOLOGI INDUSTRI

Page 27: Toksikologi Industri

Perubahan suhu dapat mengubah toksisitas. Efek suhu lingkungan

terhadap besar dan lamanya respons tampaknya berhubungan dengan

reaksi biokimia yang bergantung suhu, yang berperan dalam

menimbulkan efek dan biotransformasi bahan kimia itu. Sementara itu

penelitian mengenai hubungan antara tekanan barometrik dan toksisitas

kimia berawal dari pajanan manusia terhadap toksikan di angkasa luar

serta dalam kapal selam atau peralatan selam. Pengaruh perubahan

tekanan barometri pada toksisitas zat kimia tampaknya terutama

diakibatkan oleh berubahnya tekanan oksigen, bukan karena efek tekanan

secara langsung.

b. Faktor sosial

Hasil penelitian menunjukkan bahwa lingkungan peternakan dan

berbagai jenis faktor sosial dapat mengubah toksisitas bahan kimia pada

hewan, seperti penanganan hewan, cara pengandangan (satu demi satu

atau dalam kelompok), jenis sangkar, dan bahan alas.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

TOKSIKOLOGI INDUSTRI

Page 28: Toksikologi Industri

Toksikologi industri adalah salah satu cabang ilmu toksikologi yang

menaruh perhatian pada pengaruh pemajanan bahan-bahan yang dipakai dari

sejak awal sebagai bahan baku, proses produksi, hasil produksi beserta

penanganannya terhadap tenaga kerja yang bekerja di unit produksi tersebut.

Adapun faktor yang menetukan tingkat keracunan yaitu, : Sifat Fisik bahan

kimia, dosis (konsentrasi), lamanya pemajanan, gejala yang ditimbulkan bisa

akut, sub akut dan kronis, Interaksi bahan kimia dan faktor tuan rumah (host)

Faktor utama yang mempengaruhi toksisitas adalah jalur masuk ke dalam

tubuh dan jangka waktu dan frekuensi paparan (akut, sub akut, sub kronik dan

kronik).

Absorpsi dapat terjadi lewat saluran cerna, paru-paru, kulit dan beberapa

jalur lain. Jalur utama bagi penyerapan toksikan adalah saluran cerna, paru-paru,

dan kulit. Namun dalam penelitian toksikologi, sering digunakan jalur khusus

seperti injeksi intraperitoneal, intramuskuler dan subkutan.

Setelah toksikan memasuki darah didistribusi dengan cepat keseluruh

tubuh maka laju distribusi diteruskan menuju ke setiap organ tubuh. Mudah

tidaknya zat kimia melewati dinding kapiler dan membrane sel dari suatu jaringan

ditentukan oleh aliran darah ke organ tersebut. Bagian tubuh yang berhubungan

dengan distribusi toksikan, yaitu : hati dan ginjal, lemak dan tulang.

Ekskresi toksikan dapat dieliminasi dari tubuh melalui beberapa rute.

Ginjal merupakan organ penting untuk mengeluarkan racun. Beberap xenobiotik

diubah terlebih dahulu menjadi bahan yang larut dalam air sebelum dikeluarkan

TOKSIKOLOGI INDUSTRI

Page 29: Toksikologi Industri

dalam tubuh. Toksikan yang dikeluarkan dari tubuh dapat ditemukan pada

keringat, air mata dan air susu ibu (ASI).

DAFTAR PUSTAKA

https://fadhilhayat.wordpress.com/2010/09/23/absorpsi-distribusi-toksikan/

http://www.healthyenthusiast.com/toksikologi.html

http://wimuliasih.blogspot.com/2013/05/toksikologi.html

TOKSIKOLOGI INDUSTRI