makalah osteomilitis print
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Muskuloskeletal manusia merupakan jalinan berbagai jaringan, baik itu
jaringan pengikat, tulang maupun otot yang saling berhubungan, sangat khusus,
dan kompleks. Fungsi utama sistem ini adalah sebagai penyusun bentuk tubuh dan
alat untuk bergerak. Oleh karena itu, jika terdapat kelainan pada sistem ini maka
kedua fungsi tersebut juga akan terganggu. Infeksi muskuloskeletal merupakan
penyakit yang umum terjadi; dapat melibatkan seluruh struktur dari sistem
muskuloskeletal dan dapat berkembang menjadi penyakit yang berbahaya
bahkan membahayakan jiwa.
Osteomielitis adalah infeksi tulang. Infeksi tulang lebih sulit disembuhkan
daripada infeksi jaringan lunak karena terbatasnya asupan darah, respons jaringan
terhadap inflamasi, tingginya tekanan jaringan dan pembentukan involukrum.
Osteomielitis biasa disebabkan oleh penyebaran hematogen (melalui
darah) dari focus infeksi di tempat lain (mis.tonsil yang terinfeksi, lepuh, gigi
terinfeksi, infeksi saluran nafas atas). Staphylococus aureus merupakan penyebab
70% sampai 80% infeksi tulang. Organisme patogenik lainnya yang sering
dijumpai pada osteomielitis meliputi Proteus, Pseudomonas, dan Escherichia coli.
Terdapat peningkatan insiden infeksi resisten penisilin, nosokomial, gram
negative dan anaerobic.
Osteomielitis akibat penyebaran hematogen biasanya terjadi di tempat di
mana terdapat trauma atau di mana terdapat resistensi darah, kemungkinan akibat
trauma subklinis. Pasien yang beresiko tinggi mengalami osteomielitis adalah
mereka yang nutrisinya buruk, lansia, kegemukan, dan penderita diabetes. Selain
itu, pasien yang menderita arthritis rheumatoid, telah dirawat lama di rumah sakit,
mendapat terapi kortikosteroid jangka panjang, menjalani pembedahan sendi
sebelum operasi sekarang, atau sedang mengalami sepsis rentan, begitu pula yang
menjalani pembedahan ortopedi lama, mengalami infeksi luka mengeluarkan pus,
1
mengalami nekrosis insisi marginal atau dehisensi luka, atau memerlukan
evakuasi hematoma pascaoperasi.
Pada daerah tropis Afrika, abses, pyomyotis, dan osteomyelitis sering
dijumpai pada anak yang terkena infeksi pasca pembedahan. Dan insiden
meningkat terkait dengan malnutrisi atau imunosupresi berhubungan dengan
infeksi parasit. Infeksi bedah khususnya osteomielitis kronis adalah beban yang
signifikan pada pelayanan kesehatan.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada makalah ini adalah bagaimana pelaksanaan
Asuhan Keperawatan pada pasien osteomielitis
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu Melakukan Asuhan Keperawatan pada klien dengan kasus
Osteomielitis
2. Tujuan Khusus
a. Agar mahasiswa dapat memahami konsep penyakit Osteomielitis (definisi,
etiologi, manifestasi klinis, patofisiologi, penatalaksanaan, pencegahan)
b. Melaksanakan pengkajian terhadap klien dengan penyakit Osteomielitis.
c. Menetapkan diagnosa keperawatan pada klien dengan
penyakit Osteomielitis
d. Membuat rencana asuhan keperawatan pada klien dengan penyakit
Osteomielitis
e. Melaksanakan implementasi pada klien dengan penyakit Osteomielitis
f. Membuat evaluasi keperawatan pada klien dengan penyakit Osteomielitis
2
BAB II
ISI
A. Anatomi dan Fisiologi
Tulang sangat bermacam-macam baik dalam bentuk ataupun ukuran, tapi
mereka masih punya stuktur yang sama. Lapisan yang paling luar di sebut
periosteum dimana terdapat pembuluh darah saraf. Lapisan dibawah periosterium
mengikat tulang dengan benang kolagen disebut benang sharfeyks, yang masuk
ketulang di sebut korteks. Karena itu korteks sifatnya keras dan tebal sehingga
disebut tulang kompak. Korteks tersusun solid dan sangat kuat yang disusun
dalam unit struktural yang disebut sistem Haversian.
Lapisan melingkar dari matriks tulang disebut lamellae, ruangan sempit
antara lamellae disebut lakunae (didalamnya terdapat osteosit) dan kanalikuli.
Tiap sepanjang tulang panjang dan didalamnya terdapat pembuluh darah dan saraf
yang masuk ke tulang melalui kanal Volkman. Pembuluh darah inilah yang
mengangkut nutrisi untuk tulang dan membuang sisa metabolisme keluar tulang.
Lapisan tengah tulang merupakan akhir akhir dari sistem Haversian, yang
didalamnya Trabekulae (batang) dari tulang. Trabekulae ini terlihat seperti spon
tapi kuat sehingga disebut tulang spon yang didalamnya terdapat bone marrow
yang membentuk sel-sel darah merah yang memproduksi sel darah merah melalui
proses hematopoiesis dan bone marrow kuning yang terdiri atas sel-sel lunak
dimana jika dalam proses fraktur bisa menyebabkan Fat Embolism Syndrom
(FES).
Tulang terdiri dari tiga sel yaitu : osteoblast, osteosit, dan osteoklast.
Osteoblast merupakan sel pembentuk tulang yang berada dibawah tulang baru.
Osteosit adalah oateoblast yang ada pada matriks. Sedangkan osteoklast adalah sel
penghancur tulang dengan menyerap kembali sel tulang yang rusak maupun yang
tua. Sel tulang ini diikat oleh elemen-elemen ekstra seluler yang disebut matriks.
3
Matriks ini dibentuk oleh benang kolagen, protein, krbohidrat, mineral, dan
substansi dasar (gelatin) yang berfungsi sebagai media dalam difusi nutrisi,
oksigen, dan sampah metabolisme antara tulang dengan pembuluh darah. Selain
itu, didalamnya terkandung garam kalsium organik (kalsium dan fosfat) yang
menyebabkan tulang keras. Sedangkan aliran darah dalam tulang antara 200-400
ml/menit melalui proses vaskularisasi tulang.
Tulang panjang adalah tulang yang panjang berbentuk silinder dimana
ujungnya bundar dan sering menahan beban berat. Tulang panjang terdiri atas
epifisis, tulang rawan, diafisis, periosteum, dan medula tulang. Epifisis (ujung
tulang) merupakan tempat menempelnya tendon dan mempengaruhi kestabilan
sendi. Tulang rawan menutupi seluruh sisi dari ujung dan mempermudah
pergerakkan, karena tulang rawan sisinya halus dan licin.
Diafisis adalah bagian utama dari tulang panjang yang memberikan
struktural tulang. Metafisis merupakan bagian yang melebar dari tulang panjang
antara epifisis dan diafisis. Metafisis ini merupakan daerah pertumbuhan tulang
selama masa pertumbuhan. Periosteum merupakan penutup tulang sedangkan
rongga medula (marrow) adalah pusat dari diafisis ( Black, J.M, et al, 1993).
B. Definisi
Osteomielitis adalah infeksi tulang. Infeksi tulang lebih sulit disembuhkan
daripada infeksi jaringan lunak karena terbatasnya asupan darah, respon jaringan
terhadap inflamasi, tingginya tekanan jaringan dan pembentukan involukrum
(pembentukan tulang baru di sekeliling jaringan tulang mati). Osteomielitis dapat
menjadi masalah kronis yang akan mempengaruhi kualitas hidup atau
mengakibatkan kehilangan ekstremitas.
Osteomyelitis adalah infeksi Bone marrow pada tulang-tulang panjang
yang disebabkan oleh staphylococcus aureus dan kadang-kadang Haemophylus
influensae (Depkes RI, 1995). Osteomyelitis adalah infeksi tulang (Carpenito,
1990). Osteomyelitis adalah suatu infeksi yang disebarkan oleh darah yang
disebabkan oleh staphylococcus (Henderson, 1997).
4
Secara sederhana osteomielitis dapat dibedakan menjadi osteomielitis akut
dan osteomielitis kronis. Menurut penelitian yang dilakukan di Amerika,
ditemukan sekitar 25% osteomielitis akut berlanjut menjadi osteomielitis kronis.
C. Etiologi
Infeksi bisa disebabkan oleh penyebaran hematogen (melalui darah) dari
fokus infeksi di tempat lain (misalnya tonsil yang terinfeksi, lepuh, gigi terinfeksi,
infeksi saluran napas atas). Osteomielitis akibat penyebaran hematogen biasanya
terjadi di tempat di mana terdapat trauma di mana terdapat resistensi rendah,
kemungkinan akibat trauma subklinis (tak jelas).
Osteomielitis dapat berhubungan dengan penyebaran infeksi jaringan
lunak (misalnya ulkus dekubitus yang terinfeksi atau ulkus vaskuler) atau
kontaminasi langsung tulang (misalnya fraktur terbuka, cedera traumatik seperti
luka tembak, pembedahan tulang).
Faktor predisposisi
Fraktur komplet, infeksi gigi (rahang), pascaoperasi (sternum), infeksi
jaringan lunak (ulkus dekubitus-sakrum)
Penyakit sel sabit, implan logam, diabetes melitus (kaki), penyakit
vaskular perifer (kaki).
Mikrobiologis
Staphylococcus aureus 70% – 80 %, streptococcus pyogenes, Haemophilis
influenza (tipe b), Salmonella typhi, Salmonella lainnya, Pseudomonas
aeruginosa, anaerob.
Mycobacterium tuberculosis, aktinomikosis, penyakit hidatid.
D. Klasifikasi
Osteomielitis dapat diklasifikasikan dua macam yaitu:
1. Osteomielitis Primer
5
Penyebarannya secara hematogen dimana mikroorganisme berasal dari focus
ditempat lain dan beredar melalui sirkulasi darah.
2. Osteomielitis Sekunder (Osteomielitis Perkontinuitatum)
Terjadi akibat penyebaran kuman dari sekitarnya akibat dari bisul, luka fraktur
dan sebagainya.
Berdasarkan lama infeksi, osteomielitis terbagi menjadi 3, yaitu:
1. Osteomielitis akut
Yaitu osteomielitis yang terjadi dalam 2 minggu sejak infeksi pertama atau
sejak penyakit pendahulu timbul. Osteomielitis akut ini biasanya terjadi pada
anak-anak dari pada orang dewasa dan biasanya terjadi sebagai komplikasi
dari infeksi di dalam darah. (osteomielitis hematogen). Manifestasi klinis
osteomilitis akut meliputi :
Nyeri daerah lesi
Demam, menggigil, malaise, pembesaran kelenjar limfe regional
Sering ada riwayat infeksi sebelumnya atau ada luka
Pembengkakan lokal
Kemerahan
Suhu raba hangat
Gangguan fungsi
Lab = anemia, leukositosis
Osteomielitis akut terbagi menjadi 2, yaitu:
a. Osteomielitis hematogen
Merupakan infeksi yang penyebarannya berasal dari darah. Osteomielitis
hematogen akut biasanya disebabkan oleh penyebaran bakteri darah dari
daerah yang jauh. Kondisi ini biasannya terjadi pada anak-anak. Lokasi
yang sering terinfeksi biasa merupakan daerah yang tumbuh dengan cepat
dan metafisis menyebabkan thrombosis dan nekrosis local serta
pertumbuhan bakteri pada tulang itu sendiri. Osteomielitis hematogen akut
mempunyai perkembangan klinis dan onset yang lambat.
b. Osteomielitis direk
6
Disebabkan oleh kontak langsung dengan jaringan atau bakteri akibat
trauma atau pembedahan. Osteomielitis direk adalah infeksi tulang
sekunder akibat inokulasi bakteri yang menyebabkan oleh trauma, yang
menyebar dari focus infeksi atau sepsis setelah prosedur pembedahan.
Manifestasi klinis dari osteomielitis direk lebih terlokasasi dan
melibatkan banyak jenis organisme.
2. Osteomielitis sub-akut
Yaitu osteomielitis yang terjadi dalam 1-2 bulan sejak infeksi pertama atau
sejak penyakit pendahulu timbul.
3. Osteomielitis kronis
Yaitu osteomielitis yang terjadi dalam 2 bulan atau lebih sejak infeksi pertama
atau sejak penyakit pendahulu timbul. Osteomielitis sub-akut dan kronis
biasanya terjadi pada orang dewasa dan biasanya terjadi karena ada luka atau
trauma (osteomielitis kontangiosa), misalnya osteomielitis yang terjadi pada
tulang yang fraktur. Manifestasi klinis Osteomielitis kronis meliputi :
Ada luka, bernanah, berbau busuk, nyeri
Gejala-gejala umum tidak ada
Gangguan fungsi kadang-kadang kontraktur
Lab = LED meningkat
Osteomyelitis menurut penyebabnya adalah osteomyelitis biogenik yang
paling sering :
1. Staphylococcus (orang dewasa)
2. Streplococcus (anak-anak)
3. Pneumococcus dan Gonococcus
Vertebral Osteomielitis
Vertebral osteomyelitis (disebut juga osteomielitis tulang belakang,
spondylodiskitis, septic diskitis, atau disk-space infection) mungkin dapat bersifat
akut (yaitu berkembang selama beberapa hari atau minggu) atau subakut atau
kronis (yaitu yang berlangsung selama beberapa minggu atau bulan sebelum
diberikan antimikroba). Insiden oateomyelitis vertebral diperkirakan 2,4 kasus per
7
100.000 penduduk, insiden meningkat seiring bertambahnya usia (dari 0,3 per
100.000 antara orang-orang muda dari 20 tahun dan untuk 6,5 per 100.000
penduduk diantara orang tua dari 70 tahun).
Osteomielitis neonatus
Infeksi tulang pada golongan usia ini dengan cepat melewati epiphyseal
plate dan menghancurkan sendi yang berdekatan. Karena itu terapi antibiotika
harus segera diberikan. Sulitnya, osteomielitis neonatus ditandai dengan
sedikitnya atau bahkan tiadanya gejala sistemik. Jadi, diagnosis harus ditegakkan
dari gejala lokal saja, seperti edema, gerak anggota badan yang berkurang, dan
efusi sendi yang berdekatan yang dikumpai pada 60-70% kasus. Penyebab yang
sering dijumpai ialah streptococcus Group B, S. aureus dan Escherichia coli.
Gambaran yang tidak-biasa pada infeksi S. aureus dan E. coli ialah terserangnya
beberapa tulang, cepatnya timbul gambaran litik dan reaktif pada foto sinar
roentgen, dan kecenderungan menyerang bayi dengan risiko tinggi (ibunya
menderita komplikasi dalam kehamilan atau persalinannya). Gambaran ini
berbeda dengan osteomielitis yang disebabkan oleh streptococcus Group B, yang
cenderung mengenai bayi yang sehat, dan menyerang satu tulang pada anggota
badan bagian atas .
Penyebab infeksi yang lain yang jarang, ialah fetal monitoring
(menyebabkan osteomielitis pada tengkorak) dan tusukan berulang-ulang pada
tumit untuk keperluan medik ( menyebabkanosteomiehtis calcaneus).
Lokasi yang tidak-biasa
Lesi pada tempat yang tidak-biasa kadang kala menimbulkan kesulitan
dalam diagnosis. Osteomiehtis hematogen pada anak dapat menyerang tulang
pelvis dan menimbulkan anomali pada gerakan badan, nyeri pada abduksi, atau
bahkan nyeri perut sebagai satu-satunya gejala. Infeksi sendi sternoclavicular
dilaporkan terjadi pada pecandu-pencandu obat serta pasien yang dimasuki alat-
alat intravena. Osteomielitis pada iga, tempat yang jarang, secara klinik sulit
dibedakan dengan gejala tumor, sehingga perlu biopsi tulang. Pada pasien-pasien
yang mengalami hemodialisis lama, osteomielitis praktis tak bisa dibedakan dari
8
osteodistropi yang sering menyertainya, kecuali adanya serangan-serangan
demam sekali-kali. Akhirnya, trauma tusukan pada kaki kadang-kadang
menyebabkan osteomielitis pada calcaneus, dengan organisme Pseudomonas
aeruginosa sebagai penyebab sebagian besar kasus.
Teknik pemeriksaan invasif sering bertanggung jawab atas terjadinya
osteomielitis di tempat-tempat yang tidak biasa.
Osteomielitis piogenik vertebra
Tambahnya kesadaran akan seringnya penyakit ini, dalam 10 tahun ini,
banyak menambah pengertian kita akan gambaran penyakit ini. Tulang pipih yang
penuh vaskularisasi, dekat dengan tulang rawan, mungkin merupakan tempat
pertama bila ada infeksi hematogen. Tapi sekali sekali dapat juga akibat
penjalaran langsung dari suatu fokus (abses retrofaringeal) atau kontaminasi
langsung (diskektomi). Meskipun kadang-kadang menyerang anak-anak, biasanya
penyakit ini mengenai orang dewasa, berusia antara 60-70 tahun, dan sering
menyerang dua bidang tulang yang berdekatan serta diskus intervertebral yang
bersangkutan. Penjalaran dapat terjadi secara longitudinal ke tulang vertebra
lainnya, ke anterior menyebabkan abses paraspinal, ke posterior menyebabkan
abses epidural yang dapat mengakibatkan paraplegia dan meningitis. Sumber
primer penjalaran hematogen dapat diketahui pada 40% kasus, yang tersering
yaitu berturut-tutur infeksi traktus genitourinarius, kulit, dan saluran nafas.
Meskipun setiap spesies bakteri dapat menyebabkannya, organisme penyebab
tersering ialah berturut-turut S. Aureus dan Enterobacteriaccae. Pesudomonas
aeruginosa, serratia, dan candida, meskipun sering pada pecandu heroin, tidak
ditemukan pada kasus ini. Jadi, dengan demikian kita dapat memperkirakan
antihiotika yang tepat untuk pasien, sebelum hasil biakan diketahui.
Demam, nyeri pinggang, dan kaku pinggang merupakan keluhan utama .
Pada keadaan ini kelainan vertebra tidak tampak pada radiologi sebelum penyakit
berkembang 2–8 minggu. Sebaliknya, hilangnya perubahan radiologik itu juga
perlahan-lahan. Perubahan mungkin masih terlihat setelah 6 minggn pengobatan
antibiotika dan pasien telah asimtomattik. Biopsi jarum di sini sangat bermanfaat
9
untuk diagnostik. Tapi bila hasilnya negatif, dianjurkan biopsi terbuka.
Osteomielitis vertebra dapat disembuhkan dengan antibiotika tanpa pembedahan,
asalkan diagnosis ditegakkan dengan cermat. Sayangnya, lamanya terapi masih
belum diketahui dengan pasti. Menurut pengalaman penulis enam minggu
pemberian antibiotika parenteral hanya menyebabkan satu relaps dari 20 kasus.
Debridement dan pencangkokan tnlang diindikasikan bila ada destruksi luas
corpus vertebra dengan sequestra dan pembentukan abses, tanda-tanda kompresi
sumsum tulang belakang, dan kemungkinan kumatnya penyakit. Pendekatan
anterior yang dipopulerkan oleh Hodgson merupakan metoda yang dianjurkan
untuk kasus itu.
Pasien dengan osteomielitis tulang servikal biasanya mengeluh tortikolir
dan sedikit demam. Mereka sering dipulangkan tanpa didiagnosis atau bahkan
dikirim ke psikiater. Jadi, bila ada demam yang membandel serta tortikohs,
terutama setelah pembuangan corpus alienum dari farings . harus dipikirkan
kemungkinan osteomielitis servikal.
Tuberkulosis vertebra
Terapi kombinasi INH dan PAS selama 18 bulan menghasilkan angka
penyembuhan 90%. Angka penyembuhan itu sama saja meskipun pada awal
terapi diberi tambahan streptomisin selama tiga bulan. Hasil penyembuhan juga
sama saja apakah pasien boleh berjalan-jalan atau harus tirah-baring (bed rest)
selama 6 bulan: apakah mereka diberi jaket gips atau tidak juga sama hasilnya.
Debridement bedah untuk membuang kiju dan sequestra juga tidak lebih
menolong dibandingkan kemoterapi saja. Tapi operasi radikal dengan eksisi fokus
tuberkulosis dan pencangkokan tulang autologous relatif lebih menguntungkan.
Fusi anterior memberikan hasil yang lebih baik daripada debridement.
Keuntungan operasi radikal ini tidak banyak, maka tidak dianjurkan dilakukan
pada awal perjalanan penyakit, kecuali bila ada perluasan penyakit selama
kemoterapi, pembentukan lesi yang tak-stabil, dan timbulnya abses para-vertebral.
Ada tidaknya keuntungan pembedahan pada kompresi sumsum tulang masih
diperdebatkan.
10
Peradangan ruang diskus intervertebral pada anak
Sindroma klinik ini ditemukan pada anak berusia sekitar 6 tahun, ditandai
dengan nyeri punggung, tak mau berjalan, sedikit demam, dan laju endap darah
meningkat. Secara klinik gejalanya sama dengan osteomielitis piogenik vertebra
pada anak-anak. Bedanya, secara khas biakan negatif. Perjalanan penyakitnya
benigna. Penyembuhan sempurna dengan atau tanpa skierosis terjadi setelah 3-4
bulan. Sindroma ini berbeda dengan penyakit Scheuermann yang menyerang
kelompok anak usia lebih tua dan tidak menimbulkan gejala sistemik. Anak
dengau gejala ini dianjurkan untuk menjalani biopsi diskus. Bila biakan positif,
mereka harus mendapat pengobatan antibiotika penuh, seperti pada pengobatan
osteomielitis vertebra.
Osteomielitis post-trauma dan post-operasi
Osteomielitis yang muncul pada tempat berdekatan dengan fokus infeksi
akibat trauma atau pembedahan masih merupakan masalah diagnostik dan
terapeutik. Infeksi yang muncul segera setelah fiksasi internal atau penggantian
sendi dapat dikenal secara klinik. Tapi infeksi yang munculnya lambat dapat
merupakan masalah diagnostik. Nyeri yang terus menerus sering merupakan tanda
satu-satunya. Bahkan tanda yang dramatik seperti lepasnya prostesis kadang-
kadang hanya akibat kegagalan mekanik. Bila diagnosis infeksi-dalam (deep
infection) dipertimbangkan, biasanya diperlukan prosedur invasif untuk
memastikannya. Jadi, non-union selalu memerlukan revisi dan diagnosis yang
tepat dapat diperoleh waktu pembedahan. Kegagalan penggantian prostetik
menunjukkan diperlukannya rencana yang lebih teliti sebelum pembedahan;
kendurnya kedua komponen dalam penggantian sendi total menunjukkan adanya
infeksi, meskipun belum ada tanda radiologik yang nyata. Aspirasi sendi yang
dilakukan dalam keadaan yang benar-benar aseptik, dapat membantu diagnosis.
Sedang pemeriksaan bakteriogik terhadap bahan yang diambil pada pembedahan
biasanya memastikan diagnosis.
11
E. Patofisiologi
Staphylococcus aureus merupakan penyebab 70% sampai 80% infeksi
tulang. Organisme patogenik lainnya yang sehingga dijumpai pada osteomielitis
melalui Proteus, Pseudomonas, dan Escherichia coli. Terdapat peningkatan
insiden infeksi resisten penisilin, nosokomial, gram negatif dan anaerobik.
Awitan osteomielitis setelah pembedahan ortopedi dapat terjadi dalam 3
bulan pertama (akut fulminan stadium 1) dan sering berhubungan dengan
penumpukan hematoma atau infeksi superfisial. Infeksi awitan lambat (stadium
2) terjadi antara 4 samapi 24 bulan setelah pembedahan. Osteomielitis awitan
lama (stadium 3) bikasanya akibat penyebaran hematogen dan terjadi 2 tahun
atau lebih setelah pembedahan.
Respon inisial terhadap infeksi adalah salah satu dari inflamasi,
peningkatan vaskularisasi, dan edema. Setelah 2 atau 3 hari, trombosis pada
pembuluh darah terjadi pada tempat tersebut, mengakibatkan iskemia dengan
nekrosis tulang sehubungan dengan peningkatan tekanan jaringan dan medula.
Infeksi kemudian berkembang ke kavitas medularis dan ke bawah periosteum dan
dapat menyebar ke jaringan lunak atau sendi di sekitarnya. Kecuali bila proses
infeksi dapat dikontrol awal, kemudian akan terbentuk abses tulang.
Pada perjalanan alamiahnya, abses dapat keluar spontan, namun yang
lebih sering harus dilakukan insisi dan drainase oleh ahli bedah. Abses yang
terbentuk dalam dindingnya terbentuk daerah jaringan mati, namun seperti pada
rongga abses pada umunya, jaringan tulang mati (sequesterum) tidak mudah
mencair dan mengalir ke luar. Rongga tidak dapat mengempis dan menyembuh,
12
seperti yang terjadi pada jaringan lunak. Terjadi pertumbuhan tulang baru
(involukrum) dan mengelilingi sequestrum. Jadi meskipun tampak terjadi proses
penyembuhan, namun sequestrum infeksius kronis yang tetap ada tetap renan
mengeluarkan abses kesembuhan sepanjang hidup pasien. Dinamakan
oestemielitis tipe kronik.
F. Manifestasi Klinis
Jika infeksi dibawa oleh darah, biasanya awitannya mendadak, sering
terjadi dengan manifestasi klinis septikemia (mis. Menggigil, demam tinggi,
denyut nadi cepat, dan malaise umum). Gejala sistemik pada awalnya dapat
menutupi gejala local secara lengkap. Setelah infeksi menyebar dari rongga
sumsum ke korteks tulang, akan mengenai periosteum dan jaringan lunak, dengan
bagian yang terinfeksi menjadi nyeri, bengkak, dan sangat nyeri tekan. Pasien
menggambarkan nyerii konstan berdenyut yang semakin memberat dengan
gerakan dan berhubungan dengan tekanan pus yang terkumpul.
Bila osteomielitis terjadi akibat penyebaran dari infeksi di sekitarnya atau
kontaminasi langsung, tidak akan ada gejala septikemia. Daerah infeksi
membengkak, hangat, nyeri, dan nyeri tekan.
Pasien dengan osteomielitis kronik ditandai dengan pus yang selalu
mengalir keluar dari sinus atau mengalami periode berulang nyeri, inflamasi,
pembengkakan dan pengeluaran pus. Infeksi derajat rendah dapat terjadi pada
jaringan parut akibat kurangnya asupan darah.
G. Pemeriksaan Diagnostik
Pada Osteomielitis akut; pemeriksaan sinar-x hanya menunjukan
pembengkakan jaringan lunak. Pada sekitar 2 minggu terdapat daerah
dekalsifikasi ireguler, nefrosis tulang, pengangkatan periosteum dan pembentukan
tulang baru. Pemindaian tulang dan MRI dapat membantu diagnosis definitive
awal. Pemeriksaan darah memperhatikan peningkatan leukosit dan peningkatan
laju endap darah. Kulur darah dan kultur abses diperlukan untuk menentukan jenis
antibiotika yang sesuai.
13
Pada Osteomielitis kronik, besar, kavitas ireguler, peningkatan periosteum,
sequestra atau pembentukan tulang padat terlihat pada sinar-x. Pemindaian tulang
dapat dilakukan untuk mengidentifikasi area terinfeksi. Laju sedimentasi dan
jumlah sel darah putih biasanya normal. Anemia, dikaitkan dengan infeksi kronik.
Abses ini dibiakkan untuk menentukan organisme infektif dan terapi antibiotic
yang tepat.
Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan darah
Sel darah putih meningkat sampai 30.000 L gr/dl disertai peningkatan laju
endapan darah.
2. Pemeriksaan titer antibodi anti staphylococcus
Pemeriksaan kultur darah untuk menentukan bakteri (50% positif) dan diikuti
dengan uji sensitivitas.
3. Pemeriksaan feses
Pemeriksaan feses untuk kultur dilakukan apabila terdapat kecurigaan infeksi
oleh bakteri Salmonella.
4. Pemeriksaan Biopsi tulang.
5. Pemeriksaan ultra sound
Pemeriksaan ini dapat memperlihatkan adanya efusi pada sendi.
6. Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan photo polos dalam 10 hari pertama tidak ditemukan kelainan
radiologik, setelah dua minggu akan terlihat berupa refraksi tulang yang
bersifat difus.
Pemeriksaan tambahan lain untuk menunjang ditegakkannya diagnosis
osteomielitis hematogen akut adalah :
Foto polos tulang : kelainan pada foto polos ini baru dapat dilihat setelah 1
minggu, yaitu seperti kerusakan tulang dan pembentukan tulang yang baru.
Bone scan : dapat dilakuakn pada minggu pertama
MRI : jika terdapat fokus yang gelap pada T1 dan fokus yang terang pada T2,
maka kemungkinan besar adalah osteomielitis
14
Mengingat pentingnya penegakkan diagnosis pada osteomielitis ini, dan
karena pemeriksaan tambahan baru dapat menunjukkan hasil yang nyata setelah 1
minggu, maka penting untuk dilakukan penegakkan diagnosis berdasarkan gejala
klinis saja.
Pemeriksaan lainnya yang dapat dilakukan antara lain:
Hitung darah lengkap, hitung jenis leukosit, laju endap darah
Profil biokimia (fosfatase alkaali, kalsium, fosfat, tes fungsi hati, ureum dan
kreatinin)
Kultur darah
Urin porsi tengah (mungkin merupakan sumber pada orang berusia lanjut)
Isotope bone scan (technetium)
CT scan atau MRI (berguna dalam mengidentifikasi involukrum/sekuestrum)
Aspek biologik
Biakan Bakteri
Diagnosis bakteriologik yang pasti dapat ditegakkan dengan isolasi
patogen dari lesi tulang atau biakan darah. Bila telah dilakukan biakan darah,
sering tak diperlukan biopsi tulang pada osteomiehtis hematogen , karena biakan
darah positif pada sekitar 50% kasus akut yang belum diobati.
Staphylococcusaureus, atau lebih jarang lagi S. epidermidis, adalah organisme
penyebab pada 60-90% kasus anak-anak. Apabila biakan negatif, perlu
dipertimbangkan aspirasi tulang secara langsung atau biopsi bedah. Situasi yang
lebih sulit dijumpai bila ada saluran keluar sinus. Penyelidikan baru-baru ini
meragukan kegunaan biakan saluran-saluran sinus, karena isolasi organisme
gram-negatif dari saluran sinus tak ada hubungannya sama sekali dengan biakan
yang didapat dari pembedahan; sedang isolasi S. aureus hanya sedikit saja
hubungannya. Data ini jelas-jelas menyokong perlunya biopsi tulang atau aspirasi
untuk diagnosis osteomielitis kronik.
Pada osteomielitis hematogen pada anak, staphylococcus masih
merupakan penyebab terbanyak, tapi kini mulai banyak didapatkan streptococcus
15
Group B pada masa neonatus. Organisme gram-negatif cukup banyak ditemukan
pada infeksi vertebra pada orang dewasa serta pada osteomielitis yang diderita
pecandu heroin.
Organisme yang tidak-biasa
Organisme yang tidak-biasa ditemukan pada osteomielitis sering
menunjukkan penyakit tertentu, seperti hubungan antara osteomielitis yang
disebabkan salmonella dengan SS dan SC. hemoglobinopati. Pada pecandu obat
yang menderita osleomilehtis, spesies pseudomonas adalah penyebab pada 86%
kasus; 76% infeksi pseudomonas ini menyerang vertebra, sedang tempaf infeksi
nomor dua ialah tulang pelvis. Demam dan menggigil ternyata sering tak dijumpai
dan nyeri lokal merupakan satu-satunya gejala khnik yang menunjukkan
osteomilehtis. Osteomielitis oleb candida, aspergillus, atau rhizopus mungkin
terjadi pada pasien dengan daya tahan tubuh yang rendah atau yang menerima
terapi intravena jangka panjang atau nutrisi parenteral sentral. Tak ada tanda
klinik atau radiologik khusus yang menunjukkan organisme penyebabnya. Hanya
pemeriksaan mikroskopik yang teliti serta biakan bahan biopsi yang dapat
menegakkan diagnosis yang tepat. Sering dipikirkan kemungkinan organisme
anerobik sebagai penyebab bila tak ada organisme yang ditemukan dalam biakan
konvensional. Anerob memang dapat menyebabkan osteomilelitis, tapi
insidensilnya belum diketahui. Diperkirakan insidensinya 0,5% pada infeksi
bakteremia dan 4,9% pada infeksi lokal bakteroides.
Pada infeksi bakteroides ini biakan tulang kebanyakan menunjukkan
kombinasi organisme erobik dan anerobik. Ada 6 sindroma klinik yang
berhubungan dengan ini :
1. osteomielitis pada muka dan tengkorak yang timbul secara akut akibat
penjalaran infeksi gigi atau THT,
2. osteomielitis pada tulang panjang akibat fraktura terbuka, atau lebih jarang
lagi, akibat bakteremia,
3. tulang pelvis terinfeksi akibat penjalaran dari fokus sepsis intraabdominal,
4. osteomielitis pada tangan, akibat gigitan manusia, tampak sebagai ulkus
yang dangkal dengan tepi ireguler,
16
5. osteomielitis pada kaki yang muncul akibat insufisiensi vaskuler atau
diabetes, dan
6. pernah dilaporkan satu kasus infeksi servikal akibat abses pada leher.
Jadi, ada sejumlah keadaan klinik dimana tanda-tanda klasik infeksi
anerobik (nekrosis jaringan, nanah, berbau busuk, pembentukan gas) harus dicari
dengan cermat. Bila tanda itu dijumpai, harus dilakukan biakan, debridement yang
luas, dan pemberian antibiotika terhadap anerob tsb.
Serologi
Berbagai tes serologik yang dibicarakan akhir-akhir ini belum ada yang
mencapai penerapan di klinik. Mungkin di masa mendatang sensitivitas dan
spesifisitas tes-tes tsb. Dapat ditingkatkan sehingga berguna untuk diagnostik
osteomielitis.
Aspek radiologik
Kesulitan membaca foto roentgen konvensional atau tomogram sebagian
dapat diatasi dengan radionuclide imaging, yang memungkinkan deteksi fokus
osteomielitis lebih dini. Dari berbagai zat radioaktif yang dipelajari, senyawa
polifosfat 99m Tc rupanya memberi hasil terbaik. Bagaimana mekanisme
pengikatan zat tsb. pada tulang yang sakit masih diperdebatkan. Meskipun
berguna, radionuclide imaging mempunyai 4 limitasi yang penting. Pertama, pada
beberapa pasien sejumlah "hot spots" terdeteksi secara radiologik pada awal
septekemia S. aureus tapi tidak berkembang menjadi osteomielitis; tidak diketahui
apakah bercak -bercak itu merupakan hasil positifpalsu (false positive) atau
infeksi yang gagal pada tulang. Kedua, kadang -kadang osteomielitis telah
dipastikan secara histologik dan bakteriologik, namun sidikan tulang (bonescan)
mula-mula negatif; paradox ini mungkin diakibatkan terganggunya supply darah
atau infark pada daerah yang terinfeksi. Ketiga, radionuclide imaging kadang-
kadang tidak dapat membedakan cellulitis dari osteomielitis bila uptake radioaktif
tidak diikuti dalam jangka waktu tertentu. Berbeda dengan cellulitis, osteomielitis
menunjukkan peningkatan uptake radioaktif dengan bertambahnya waktu.
Akhirnya, penatahan tulang dengan polifosfat 99m Tc setelah fraktura atau
pembedahan tulang tidak dapat membedakan daerah reparasi tulang dan infeksi,
17
padahal ini diperlukan sekali untuk operasi ortopedik. Beberapa masalah itu dapat
diatasi bila ada zat radioaktif yang secara khusus terikat pada jaringan yang
terinfeksi. Mungkin galium sitrat — 67 ( 67Ga ) merupakan zat yang dicari itu,
tapi kini masih dalam tahap penelitian.
H. Pencegahan
Sasaran utamanya adalah Pencegahan osteomielitis. Penanganan infeksi
lokal dapat menurunkan angka penyebaran hematogen. Penanganan infeksi
jaringan lunak pada mengontrol erosi tulang. Pemilihan pasien dengan teliti dan
perhatian terhadap lingkungan operasi dan teknik pembedahan dapat menurunkan
insiden osteomielitis pascaoperasi.
Antibiotika profilaksis, diberikan untuk mencapai kadar jaringan yang
memadai saat pembedahan dan selama 24 jam sampai 48 jam setelah operasi akan
sangat membantu. Teknik perawatan luka pascaoperasi aseptik akan menurunkan
insiden infeksi superfisial dan potensial terjadinya osteomielitis.
I. Prognosis
Keberhasilan dari penatalaksanaan penyakit ini bergantung pada :
1. Jarak waktu antara infeksi yang terjadi dan pemberian terapi :
a. < 3 hari : dapat mencegah terjadinya kerusakan tulang dan pembentukan
tulang baru
b. 3 – 7 hari : tidak mencegah kerusakan tulang, tapi dapat mencegah
penyebaran infeksi
c. > 7 hari : dapat mencegah terjadinya penyebaran infeksi melalui darah
(septikemia), tapi prosespatologi lokal sudah lanjut
2. Efektifitas antibiotik yang diberikan
3. Dosis antibiotik yang diberikan
Biasanya dibutuhkan dosis yang lebih tinggi
18
4. Durasi pemberian antibiotik
Harus diberikan sekitar 3-4 minggu untuk mencegah terjadinya osteomielitis
kronik.
J. Komplikasi
1. Dini :
1) Kekakuan yang permanen pada persendian terdekat (jarang terjadi)
2) Abses yang masuk ke kulit dan tidak mau sembuh sampai tulang yang
mendasarinya sembuh
3) Atritis septik
2. Lanjut :
1) Osteomielitis kronik ditandai oleh nyeri hebat rekalsitran, dan
penurunan fungsi tubuh yang terkena
2) Fraktur patologis
3) Kontraktur sendi
4) Gangguan pertumbuhan
K. Diagnosa Banding
Osteosarkoma
tumor tulang jinak
krisis trombolitik sel sabit.
L. Penatalaksanaan
Daerah yang terkana harus diimobilisasi untuk mengurangi
ketidaknyamanan dan mencegah terjadinya fraktur. Dapat dilakukan rendaman
salin hangat selama 20 menit beberapa kali per hari untuk meningkatkan aliran
daerah.
Sasaran awal terapi adalah mengontrol dan menghentikan proses infeksi,
Kultur darah dan swab dan kultur abses dilakukan untuk mengidentifikasi
19
organisme dan memilih antibiotika yang terbaik. Kadang, infeksi disebabkan oleh
lebih dari satu patogen.
Begitu spesimen kultur telah diperoleh, dimulai pemberian terapi
antibiotika intravena, dengan asumsi bahwa dengan infeksi staphylococcus yang
peka terhadap penisilin semi sintetik atau sefalosporin. Tujuannya adalah
mengentrol infeksi sebelum aliran darah ke daerah tersebut menurun akibat
terjadinya trombosis. Pemberian dosis antibiotika terus menerus sesuai waktu
sangat penting untuk mencapai kadar antibiotika dalam darah yang terus menerus
tinggi. Antibiotika yang paling sensitif terhadap organisme penyebab yang
diberikan bila telah diketahui biakan dan sensitivitasnya. Bila infeksi tampak telah
terkontrol, antibiotika dapat diberikan per oral dan dilanjutkan sampai 3 bulan.
Untuk meningkatkan absorpsi antibiotika oral, jangan diminum bersama makanan.
Bila pasien tidak menunjukkan respons terhadap terapi antibiotika, tulang
yang terkena harus dilakukan pembedahan, jaringan purulen dan nekrotik
diangkat dan daerah itu diiringi secara langsung dengan larutan salin fisiologis
steril. Tetapi antibitika dianjurkan.
Pada osteomielitis kronik, antibiotika merupakan ajuvan terhadap
debridemen bedah. Dilakukan sequestrektomi (pengangkatan involukrum
secukupnya supaya ahli bedah dapat mengangkat sequestrum). Kadang harus
dilakukan pengangkatan tulang untuk memajankan rongga yang dalam menjadi
cekungan yang dangkal (saucerization). Semua tulang dan kartilago yang
terinfeksi dan mati diangkat supaya dapat terjadi penyembuhan yang permanen.
Luka dapat ditutup rapat untuk menutup rongga mati (dead space) atau
dipasang tampon agar dapat diisi oleh jaringan granulasi atau dilakukan grafting
dikemudian hari. Dapat dipasang drainase berpengisap untuk mengontrol
hematoma dan mebuang debris. Dapat diberikan irigasi larutan salin normal
selama 7 sampai 8 hari. Dapat terjadi infeksi samping dengan pemberian irigasi
ini.
Rongga yang didebridemen dapat diisi dengan graft tulang kanselus untuk
merangsang penyembuhan. Pada defek yang sangat besar, rongga dapat diisi
dengan transfer tulang berpembuluh darah atau flup otot (dimana suatu otot
20
diambil dari jaringan sekitarnya namun dengan pembuluh darah yang utuh).
Teknik bedah mikro ini akan meningkatkan asupan darah; perbaikan asupan darah
kemudian akan memungkinkan penyembuhan tulang dan eradikasi infeksi.
Prosedur bedah ini dapat dilakukan secara bertahap untuk menyakinkan
penyembuhan. Debridemen bedah dapat melemahkan tulang, kemudian
memerlukan stabilisasi atau penyokong dengan fiksasi interna atau alat
penyokong eksterna untuk mencegah terjadinya patah tulang.
Nekrosis tulang merupakan pangkal dari kesulitan terapi osteomiehtis.
Mikroorganisme yang tinggal dalam tulang yang mati, bila tidak dibuang bersama
dengan sequestra, dapat menyebabkan kumat 50 tahun setelah serangan pertama.
Tujuan terapi harus dinilai sesuai dengan keadaan klinik spesifik yang dihadapi,
misalnya : osteomileitis hematogen akut dapat disembuhkan dengan antibiotika
saja kalau terapi efektif diberikan sebelum terjadi nekrosis tulang yang luas. Tapi
pada osteomiehtis kronik semua tulang mati harus dibuang dengan pembedahan.
Kalau eksisi secara teknik tak mungkin, pengobatan supresif jangka panjang dapat
mengontrol infeksi. Terapi antibiotika dan pembedahan, baik itu kuratif atau
paliatif, saling membantu dan harus disesuaikan pada setiap kasus.
Terapi antibiotika
• Model eksperimental dari osteomielitis S. aureus
Dengan atau tanpa alat-alat fiksasi ortopedik, model laboratorium dari
penyakit ini berguna untuk menilai terapi antibiotika. Model ini sebenarnya
kurang sesuai dengan penyakit pada manusia, karena nekrosis dan sklerosis tulang
dihasilkan oleh suntikan zat kimia dan jumlah bakteri yang disuntikkan juga
sangat banyak. Meski ada keterbatasannya, model tsb. berguna untuk menyokong
berbagai observasi klinik, seperti kemungkinan timbulnya bakteremia sekunder,
efektivitas pemberian terapi antibiotika, dan perlunya terapi perenteral dalam
jangka waktu lama (4 - 6 minggu) untuk mencapai angka kesembuhan 70 - 80%.
• Penentuan antibiotika dalam jaringan tulang
Telah banyak peneliti berusaha menghitung konsentrasi antibiotika dalam
tulang setelah pemberian parenteral. Tapi masih banyak masalah metodologi yang
belum terpecahkan. Penisilin G, penisilin semisintetik, sefalosporin, linkomisin,
21
klindamisin, aminoglikosid, dan rifampisin dapat ditemukan dalam homogenat
atau ekstrak tulang segera setelah diberikan. Sulitnya angka konsentrasi tulang
dan ration konsentrasi serum tulang sangat bervariasi, sampai 10 kali lipat untuk
berbagai antibiotika. Beberapa inkonsistensi ini disebabkan oleh perbedaan
kinetika eliminasi dalam kedua kompartemen. Meskipun demikian, walaupun
digunakan timed-samples, masih ditemukan perbedaan besar dalam konsentrasi
antibiotika didalam tulang.
Penelitian klinik
Terapi antibiotika intravena jangka panjang membebani pasien dengan
beban psikologik dan membebani masyarakat dengan biaya pengobatan yang
besar. Maka dalam salah satu penelitian telah dicoba pemberian antibiotika
parenteral jangka pendek (5 - 9 hari) diikuti oleh terapi oral (14 - 26 hari) pada
anak-anak. Hasilnya 95% sembuh. Tapi diingatkan agar tidak membabibuta
menggunakan regimen itu untuk semua kasus. Dianjurkan regimen tsb. hanya
digunakan untuk osteomielitis hematogen pada tahap awal, yang telah dipastikan
diagnosisnya dengan pemeriksaan mikrobiologik, dengan respons cepat terhadap
pengobatan, dan pasien kooperatif. Pendekatan yang perlu dipertimbangkan di
kemudian hari ialah terapi intravena di rumah. Osteomielitis kronik, terutama
yang diakibatkan penjalaran lokal suatu fokus infeksi, berhasil diobati dengan
terapi oral jangka panjang. Bell menjelaskan cara pendekatan ini pada tahun 1970
dan telah memastikan hasilnya pada 19 pasien dan kelompok 136 pasien lainnya.
Disamping terapi antibiotika, pemberian oksigenasi hiperbarik masih perlu dinilai
efektivitasnya dengan penyelidikan terkontrol. Cara pengobatan ini berhasil
dengan baik pada osteomielitis yang diinduksi pada binatang percobaan.
Pembedahan
Seperti dikemukakan di atas, pembedahan memainkan peranan penting
dalam terapi osteomielitis. Tapi jarang ada laporan penyelidikan terkontrol yang
menilai efektivitas berbagai pendekatan ortopedik. Mungkin ini karena kondisi
lokal yang ditemukan selama operasi banyak bervariasi dan sulitnya membuat
kelompok kontrol untuk diobati secara konservatif. Oleh sebab itu terapi bedah
22
pada osteomielitis sebagian besar bersifat empirik, didasarkan pada konsep yang
diterima secara luas. Beberapa konsep itu punya latar belakang ilmiah, tapi
sebagian lagi tidak. Bila abses terbentuk pada ruang tertutup seperti sumsum
tulang, dekompresi secara cepat merupakan pelindungan terbaik untuk mencegah
meluasnya nekrosis tulang. Drainage yang adekuat diperlukan.
Sistem irigasi tertutup kini sedang populer, meskipun belum pernah dinilai
secara statistik. harus diperhatikan perawatan yang cermat untuk menghindarkan
penggumpalan dan superinfeksi pada pipa pengeluaran, karena ini pernah
ditemukan pada beberapa kasus osteomielitis anak-anak. Bila kulit tak dapat
ditutup, seperti pada osteomielitis post-trauma, drainage terbuka sering
merupakan cara intervensi satu-satunya yang berguna. Bila eksisi semua tulang
nekrotik secara teknik tak mungkin, pembuangan sequestra dan pembukaan
rongga sumsum tulang, disertai terapi antibiotika, merupakan pemecahan jangka
pendek dan menengah. Sebagai pedoman : tak boleh ada rongga kosong dibiarkan
setelah eksisi tulang; rongga itu harus diisi dengan skin flaps, muscle flaps, atau
untuk sementara dengan polimetil metakrilat beads.
Pencegahan infeksi dengan profilaksis antibiotika banyak diperdebatkan
dan telah diselidiki dengan berbagai pendekatan seperti penelitian lingkungan
kamar operasi dan evaluasi berbagai regimen profilaksis antibiotika. Menurut
pendapat pengarang, kemoprofilaksis jangan diberikan pada semua pasien yang
menjalani operasi ortopedik, tapi dibatasi untuk mereka yang mempunyai faktor
risiko tinggi, seperti usia lanjut, beratnya penyakit yang mendasari, operasi-
operasi sebelumnya, lamanya waktu operasi, dan adanya compound fracture.
Pemilihan antibiotika tergantung epidemiologi lokal.
M. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Riwayat keperawatan
- Identifikasi awitan gejala akut : nyeri akut, pembangkakan, eritma, demam
atau keluarnya pus dari sinus disertai nyeri, pembengkakan dan demam.
23
- Kaji faktor resiko : Lansia, DM, terapi kortikosteroid jangka panjang, cedera,
infeksi dan riwayat bedah ortopedi sebelumnya.
- Hal-hal yang dikaji meliputi umur, pernah tidaknya trauma, luka terbuka,
tindakan operasi khususnya operasi tulang, dan terapi radiasi. Faktor-faktor
tersebut adalah sumber potensial terjadinya infeksi.
b. Pemeriksaan fisik
Area sekitar tulang yang terinfeksi menjadi bengkak dan terasa lembek
bila dipalpasi. Bisa juga terdapat eritema atau kemerahan dan panas. Efek
sistemik menunjukkan adanya demam biasanya diatas 380, takhikardi, irritable,
lemah bengkak, nyeri, maupun eritema.
c. Riwayat psikososial
Pasien seringkali merasa ketakutan, khawatir infeksinya tidak dapat
sembuh, takut diamputasi. Biasanya pasien dirawat lama di rumah sakit sehingga
perawat perlu mengfkaji perubahan-perubahan kehidupan khususnya
hubungannya dengan keluarga, pekerjaan atau sekolah.
d. Pemeriksaan diagnostik
Hasil laboratorium menunjukan adanya leukositosis dan laju endap darah
meningkat. 50% pasien yang mengalami infeksi hematogen secara dini adanya
osteomielitis maka dilakukan scanning tulang. Selain itu dapat pula dengan biopsi
tulang atau MRI.
2. Diagnosa
Diagnosa NOC NIC
1. Nyeri
Akut b.d
agen
injuri
(biologi)
kontrol nyeri
Indikator :
Mengenali onset
nyeri
Mendeskripsikan
faktor penyebab
Menggunakan
ukuran yang
Manajemen nyeri
- pengkajian secara komprehensif
terhadap nyeri yang meliputi lokasi,
karakteristik, onset/durasi,
frekuensi, kualitas, intensitas, dan
faktor presipitasi
- menggunakan strategi komunikasi
terapeutik terhadap ketidaktahuan
24
preventif
Melaporkan
perubahan gejala
nyeri kepada
petugas kesehatan
Level Nyeri
Indikator :
Melaporkan nyeri
Ekspresi wajah
dari nyeri
Hilang nafsu
makan
Intoleransi
makanan
Status Kenyamanan
Fisik
Indikator :
Kontrol gejala
Kenyamanan
posisi
pasien dan respon pasien terhadap
nyeri
- memberitahukan pada pasien faktor-
faktor yang dapat menimbulkan
nyeri
- mengontrol faktor lingkungan yang
mempengaruhi respon pasien,
seperti temperatur ruangan,
pencahayaan, dan suara
- mengajarkan pasien tentang
manajemen nyeri
- mengajarkan pasien untuk
menggunakan teknik non
farmakologi seperti relaksasi, terapi
musik, distraksi, terapi aktivitas)
sebelum, sesudah, dan jika mungkin
selama aktivitas yang menyebabkan
nyeri sebelum nyeri
terjadi/meningkat
AdministrasiAnalgesik
Menentukan lokasi, sifat, kualitas,
dan berat nyeri sebelum
pengobatan
Periksa anjuran medis untuk obat,
dosis dan frekuensi pemberian
Nilai kemampuan klien untuk ikut
serta dan terlibat dalam pemilihan
obat analgesik, dosis, dan rute
Pilih analgesik yang tepat, attau
kombinasi analgesik saat lebih dari
25
satu analgesik yang dianjurkan
Tentukan pilihan analgesik
berdasarkan type dan berat nyeri
Pilih rute IV dari IM untuk
suntikan analgesik yang teratur
Pantau tanda vital sebelum dan
sesudah pemberian analgetik
narkotik
Bentuk pengharapan positif
berhubungan dengan keefektifan
analgetik untuk mengoptimmalkan
respon klien
Evaluasi keefektifan obat analgesik
Catat respon terhadap analgetik
danadanya efek yand tidak
diinginkan
Evaluasidancatattingkatsedasipadak
lien yang mendapatgolongan opioid
2. Nyeri
kronik
b.d.
ketidak-
mampua
n fisik
kronik
Kontrol nyeri
Definisi: aksi personal
untuk kontol nyeri.
Indikator :
Mengenali onset
nyeri
Mendiskribkan
faktor penyebab
nyeri secara
sederhana
Memakai
pengobatan
preventif
Manajemen nyeri
Definisi: mengurangi atau me-
ringankan nyeri yang dirasa-kan
pasien.
Kaji lokasi nyeri: lokasi,
karakteristik, onset / dura-si,
frekuensi, kualitas, intensitas
keparahan nye-ri, dan presipitasi
nyeri.
Observasi keluhan keti-
daknyamanan verbal, terutama
ketika tidak da-pat berkomunikasi
secara efektif.
26
Memakai terapi
non-analgesik
Menggunakan
terapi analgesik
yang
terekomendasi
Melaporkan
perubahan nyeri
kepada para medis
Melaporkan gejala
yang tidak
terkontrol kepada
para medis
Melaporkan nyeri
terkontrol
Level nyeri (pain
level)
Definisi: observasi
atau melaporkan
keburukan nyeri.
Indikator :
Melaporkan
keparahan nyeri
Mengobservasi
tahapan nyeri
Gunakan starategi komunikasi
terapeutik untuk mengetahui
pengalaman nyeri dan sampaikan
respon pasien tentang nyeri
Eksplor pengetahuan pasien tentang
nyeri.
Cari tau tentang dampak nyeri
terhadap kualitas hidup (mis. Tidur,
napsu makan, aktifitas, kognitif,
suasana hati, pekerjaan, hubungan
dengan orang lain, )
Eksplor bersama pasien tentang
faktor yang dapat memperingan /
memperburuk nyeri.
Evaluasi riwayat penyakit terdahulu
tentang nyeri baik dari pasien
sendiri atau keluarga yang
mempunyai riwayat nyeri ronik.
Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
terdahulu dengan pasien dan tim
kesehatan.
Dampingi pasien dan keluarga
ketika memerlukan dukungan.
Pilih implementasi untuk
penanganan nyeri (farmakologi, non
farmakologi, interpersonal)
Ajarkan untuk memakai tehnik non
farmakologi (mis. Hipnosisi,
relaksasi, terapi musik, dan masase)
Pantau pasien ketika mengunakan
metode farmakologi
27
Ajarkan pasien tentang metode
farmakologi
Periksa level ketidaknyamanan pada
pasien, catat perubahannya
dimedikal record.
Dorong pasien untuk menceritakan
perasaan nyerinya.
3. Kerusak
an
mobilita
s fisik
b.d nyeri
Mobilitas
Indikator:
Keseimbangan
Koordinasi
Pergerakan
sendi
Berjalan
Fungsi tulang
Indikator:
Integritas
tulang
Kepadatan
tulang
Pergerakan
sendi
Stabilitas sendi
Perawatan immobilisasi
Aktivitas :
Posisi sesuai kelurusan tubuh.
Menentukan posisi yang sesuai di
tempat tidur
Memastikan kesesuaian berat yang
sudah diaplikasikan.
Monitor komplikasi
Menginstruksikan pentingnya
adekuat nutrisi untuk penyembuhan
tulang.
Terapy aktivitas
Aktvitas :
Kolaborasi dengan dokter, dokter
tulang, dan terapis dalam merencanakan
dan memonitor program aktifitas.
Menenteukan kommetmen pasien
dalam meningkatkan frekuensi dan
rata-rata aktivitas.
Mengkaji untuk pilihan konsisten
pasien dengan dokter, psikologi, dll.
Mengkaji untuk fokus apa yang
dilakukan oleh pasien.
Mengkaji pasien untuk
28
mengidentifikasi aktivitas yang
berarti.
Mengkaji dengan aktivitas fisik
secara regular ( almbulasi, transfer,
perubahan, dan perawata diri)
Mengkaji kekuatan pasien untuk
beraktivitas.
Perawatan istirahat di tempat tidur
Aktivitas :
Menempatkan di atas mattras yang
sesuai teraupetik.
Memposisikan sesuai kesajajaran
tubuh.
Menempatkan sebuah papan makan
di tempat tidur.
menaikkan pagar samping tempat
tidur.
Mengubah posisi pasien setiap 2
jam
Monitor konidisi kulit
Mengajarkan latihan tidur
Memfasilitasi perubahan berat
badan.
Mengkaji aktivitas sehari-harinya.
Terapy Latihan : mobilitas sendi
Aktivitas :
Menetapkan keterbatasan
pergerakan sendi dan
effektifitasnya.
Inisiasi pengukuran kontrol nyeri
sebelum memulia latihan.
29
Mendorong pasien dengan bahasa
verbal.
Mencegah pasien dari trauma
selama latihan
Menjelaskan kepada
pasien/keluarga tujuan dari latihan.
4. Risiko
Infeksi
(Peningk
atan
resiko
untu
terinvasi
oleh
organis
m
pathoge
n)
Keamanan infeksi
(keamanan dari infeksi
dan terkait gejala),
Kontrol Infeksi
Aktivitas :
Ubah perawatan peralatan pasien
dari protokol agency
Cuci tangan sebelum dan setelah
pasien beraktivitas
Instuksikan pengunjung untuk cuci
tangan
Dorong masukan cairan
Dorong istirahat
Kelola terapi antibiotik
Pakai sarung tangan steril
Mempertahankan lingkungan
aseptik secara optimal selama
insersi tempat tidur.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
30
Osteomielitis adalah infeksi tulang. Secara sederhana osteomielitis dapat
dibedakan menjadi osteomielitis akut dan osteomielitis kronis.
Infeksi bisa deisebabkan oleh penyebaran hematogen (melalui darah) dari
fokus infeksi di tempat lain (misalnya tonsil yang terinfeksi, lepuh, gigi terinfeksi,
infeksi saluran napas atas).
Staphylococcus aureus merupakan penyebab 70% sampai 80% infeksi
tulang. Organisme patogenik lainnya yang sehingga dijumpai pada osteomielitis
melalui Proteus, Pseudomonas, dan Escherichia coli. Terdapat peningkatan
insiden infeksi resisten penisilin, nosokomial, gram negatif dan anaerobik.
Jika infeksi pada osteomielitis yang terjadi dibawa oleh darah, biasanya
awitannya mendadak, sering terjadi dengan manifestasi klinis septikemia (mis.
Menggigil, demam tinggi, denyut nadi cepat, dan malaise umum).
DAFTAR PUSTAKA
31
1. Brunner & Suddarth.2001. Buku ajar Kperawatan Medikal-Bedah vol 3
Edisi 8. Jakarta: EGC.
2. Siregar PU. Chronic Hematogenous Osteomyelitis in children. Majalah
Kedokteran Indonesia Juni 2005,Vol:55,Nomor: 6.
3. Sjamsuhidajat R,De jong W. 2003.Buku Ajar Ilmu Bedah edisi 2. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
4. Lubis A,S Dohar L T, Paruhum U S. The use of ceftriaxone
impreganatedbeads in the management of chronic osteomyelitis. Med J
indones Vol14:157-162,No 3, July-September 2005.
5. Sain I. Asuhan Keperawatan dengan Pasien Osteomielitis. Jakarta:
Salemba Medika. 2000.
6. Anonim. Osteomielitis: Perkembangan 10 tahun terakhir. Cermin Dnia
Kedokteran No. 23. 1981.
7. Zimmerli W. Vertebral Osteomyelitis. N Engl J Med 2010; 362: 1022-9.
8. Mandal BK, EGL Wilkins, EM Dunbar, RT Mayon-White. Lecture Notes:
Penyakit Infeksi Edisi Keenam. Jakarta: EMS. 2008.
9. NANDA International. 2012. Nursing Diagnosis: Definition and
Classification 2012-2014. USA: Willey Blackwell Publication.
10. Bulecheck, Gloria M, et all. 2008. Nursing intervention Classification
(NIC) Fifth Edition. USA: Mosbie Elsevier.
11. Moorhead, Sue, et all. 2008. Nursing Outcomes Classification (NOC)
Fourth Edition. USA: Mosbie Elsevier.
32