makalah blok 27

25
Neuropati Perifer Akibat Pengobatan Isoniazid pada Ras Kaukasia Nurhafiz bin Omar (102012502) Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Terusan Arjuna, No. 6, Kebon Jeruk, Jakarta Barat, Indonesia. [email protected] Abstrak Penulisan ini dibuat untuk membahaskan secara menyeluruh mengenai efek variasi genetik terhadap kesan pengobatan farmakoterapi. Signifikannya tinjauan pustaka ini dilakukan untuk mengkaji dan memahami dasar terjadinya perubahan efek penggunaan terhadap ras yang berlainan. Terdapat juga perbahasan mengenai efek samping neuropati perifer yang terjadi akibat penggunaan obat isoniazid pada ras kaukasia. Metode yang digunakan dalam penghasilan tinjauan pustaka ini adalah dengan melakukan penelitian terhadap buku-buku dan jurnal-jurnal. Kata kunci: genetik, farmakoterapi, isoniazid, kaukasia Abstract The article was written in order to debate the whole spectrum of the variation effects of genetics to the pharmacotherapy effect. Significant of this literature review is to study and understand the basics of the change of drugs effects toward differ racials. There is also debate about the pheripheral neuropathy side effects when

Upload: nurhafiz-omar

Post on 27-Jan-2016

237 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

ok

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah Blok 27

Neuropati Perifer Akibat Pengobatan Isoniazid

pada Ras Kaukasia

Nurhafiz bin Omar (102012502)

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Terusan Arjuna, No. 6, Kebon Jeruk, Jakarta Barat, Indonesia.

[email protected]

Abstrak

Penulisan ini dibuat untuk membahaskan secara menyeluruh mengenai efek variasi

genetik terhadap kesan pengobatan farmakoterapi. Signifikannya tinjauan pustaka ini

dilakukan untuk mengkaji dan memahami dasar terjadinya perubahan efek penggunaan

terhadap ras yang berlainan. Terdapat juga perbahasan mengenai efek samping neuropati

perifer yang terjadi akibat penggunaan obat isoniazid pada ras kaukasia. Metode yang

digunakan dalam penghasilan tinjauan pustaka ini adalah dengan melakukan penelitian

terhadap buku-buku dan jurnal-jurnal.

Kata kunci: genetik, farmakoterapi, isoniazid, kaukasia

Abstract

The article was written in order to debate the whole spectrum of the variation effects

of genetics to the pharmacotherapy effect. Significant of this literature review is to study and

understand the basics of the change of drugs effects toward differ racials. There is also

debate about the pheripheral neuropathy side effects when using isoniazid for caucasian.

Method used in the production of this literature review is to conduct research on books and

journals.

Keywords: genetics, pharmacotherapy, isoniazid, caucasian

Page 2: Makalah Blok 27

Pendahuluan

Genetik merupakan sesuatu bidang ilmu yang mempelajari gen. Gen merupakan unit

terkecil dari manusia dan sel-sel makhluk hidup. Secara mudah, genetic merupakan sesuatu

yang menerangkan sebab mengapa kita mempunyai persamaan dengan ibu dan bapa kita pada

beberapa hal dan juga perbedaan pada beberapa hal. Genetik juga dapat menjadi jawaban

kepada turunnya sesuatu penyakit bawaan yang bersifat keturunan. Selain itu, genetik juga

dapat menjelaskan beberapa variasi yang terjadi berakibat dari variasi genetic seperti efek

farmakoterapi, forensik, agricultural dan persekitaran.1

Sesuatu yang diturunkan secara keturunan adalah dipengaruhi oleh gen. gen terdiri

dari bahan kimia yang dinamakan asam deoksiribonukleat (DNA). DNA bereplikasi

menghasilkan salinan DNA baru yang identik. DNA mengandungi kode yang spesifik untuk

sesuatu protein seperti enzim yang membentuk sel-sel tubuh manusia. DNA dapat bermutasi

dan menghasilkan protein yang berbeda dari sebelumnya dan dapat atau tidak mengubah

fungsi asal protein tersebut. Enzim yang bermutasi dapat mengubah mekanisme biokimiawi

sehingga mengubah metabolism molekul-molekul dalam tubuh.2

Farmakogenetik merupakan salah satu bidang dalam farmakologi klinik yang

mempelajari keanekaragaman (respons) obat yang dipengaruhi atau disebabkan oleh karena

faktor genetik. Atau dengan kata lain merupakan studi pengaruh genetik terhadap respons

obat. Kepentingan dari studi farmakogenetik ini yang paling penting adalah untuk

mengetahui atau mengenali individu–individu tertentu dalam populasi, yang dikarenakan

adanya ciri-ciri genetik tertentu, akan bereaksi atau mendapatkan pengaruh obat yang tidak

sewajarnya dibandingkan anggota populasi lain pada umumnya. Sehingga dengan dapat

dilakukan upaya-upaya pencegahan agar pengaruh yang tidak dikehendaki tidak sampai

terjadi, misalnya dengan menyesuaikan besar dosis atau dengan menghindari pemakaian obat

tertentu pada individu tertentu.

Skenario

Seorang perempuan berusia 30 tahun, berasal dari ras kaukasian, bekerja di non-govermental

organization (NGO) bertempat tinggal di perumahan padat penduduk, datang ke puskesmas

dengan keluhan gatal-gatal di lengan dan kaki. Os didiagnosis tuberkulosis paru 4 bulan yang

lalu dan sudah mendapat terapi. Oleh dokter, pasien didiagnosis menderipa neuropati perifer

karena INH.

Page 3: Makalah Blok 27

Anamnesis

Berdasarkan kasus perempuan ini, anamnesis langsung adalah diperlukan untuk

mengetahui status dan riwayat penyakit yang terdahulu supaya mudah mendiagnosa dan

melakukan tindakan sesuai dengan pemeriksaan keatas dirinya secara autoanamnesis.

Wawancara dengan pasien dimulai dengan menanyakan nama, umur, pekerjaan, alamat serta

identitas lain yang dirasakan perlu. Seterusnya ditanyakan kepada pasien perkara terkait

dengan keluhan yang dialami seperti dibawah ini:

1. Keluhan utamanya, yaitu keluhan yang mendorong pasien datang berobat ke dokter:

gatal pada kedua lengan tangan dan kaki.

2. Riwayat penyakit sekarang: tuberkulosis paru

3. Pada tiap keluhan atau kelainan perlu ditelusuri: kapan mulai, sifat serta beratnya,

lokasi serta penjalarannya, hubungannya dengan waktu (pagi, siang, malam, sedang

tidur, waktu haid, sehabis makan dan lain sebagainya), berlangsung sementara atau

lama. Perjalanan keluhan, apakah menetap, bertambah berat, bertambah ringan,

datang dalam bentuk serangan, dan lain sebagainya

4. Keluhan lain yang ada hubungannya dengan keluhan tersebut: kencing berdarah

(rifampisin) serta efek samping penggunaan INH yang lain seperti neuritis perifer,

neuritis optik, reaksi psikosis, kejang, mual, muntah, kelelahan, gangguan pada

lambung, gangguan penglihatan, demam, kemerahan kulit, dan defisiensi vitamin B

(pyridoxine). Efek samping yang berpotensi fatal adalah hepatotoksisitas (gangguan

dan kerusakan sel hati).3

5. Pengobatan sebelumnya dan bagaimana hasilnya: adakah merasakan taraf kesehatan

bertambah baik setelah pengambilan kombinasi obat TBC selama seminggu.

6. Riwayat penyakit dahulu: Tanyakan kondisi medis yang signifikan, khususnya

diabetes mellitus, keganasan, vaskulitis atau kondisi neurologis lain.

7. Riwayat keluarga: Adakah riwayat neuropati serta pernah merasakan keadaan yang

sama seperti pasien?

8. Riwayat sosial: Riwayat pajanan agen neurotoksin (seperti timah), konsumsi

menuman beralkohol dan riwayat merokok.

Page 4: Makalah Blok 27

Pemeriksaan Fisik

Pada saat berkonsultasi dengan dokter, biasanya dokter akan melakukan anamnesis

dan pemeriksaan fisik untuk mencari tahu sebab gatal. Karena sebab sangat beragam dan

dapat mengenai seluruh bagian tubuh maka dokter akan melakukan pemeriksaan neurologi

menyeluruh untuk melihat berbagai kemungkinan penyakit yang mendasarinya. Pemeriksaan

penunjang seperti laboratorium maupun radiologi dilakukan sesuai indikasi penyakit yang

mendasarinya.4 Pemeriksaan tanda-tanda vital terlebih dahulu harus dilakukan.

1. Pemeriksaan neurologis mengarah kepada Neuropati perifer

Gambar 1: Pembagian Sistem Saraf

Sumber:

http://4.bp.blogspot.com/-tn5V-wSvGsE/VH3NQ6SIExI/AAAAAAAAAEU/05l3VKTN-

zA/s1600/e9.png

Saraf-saraf tersebut adalah olfaktorius (I), optikus (II), Okulomotorius (III), troklearis

(IV), trigeminus (V), abdusens (VI), fasialis (VII), vestibula koklearis (VIII), glossofaringeus

(IX), vagus (X), asesorius (XI), hipoglosus (XII). Saraf kranial I, II, VIII merupakan saraf

sensorik murni, saraf kranial III, IV, XI dan XII merupakan saraf motorik, tetapi juga

mengandung serabut proprioseptif dari otot-otot yang dipersarafinya. Saraf kranial V, VII, X

merupakan saraf campuran, saraf kranial III, VII dan X juga mengandung beberapa serabut

saraf dari cabang parasimpatis sistem saraf otonom.

Page 5: Makalah Blok 27

Periksa cara berjalan, melangkah, dan menjejak. Periksa area simtomatik.

Lakukan inspeksi : adakah pengecilan otot, postur abnormal, perubahan kulit trofik,

fasikulasi, atau parut?

Gerakan volunter: Yang diperiksa adalah gerakan pasien atas permintaan pemeriksa,

misalnya mengangkat kedua tangan pada sendi bahu, fleksi dan ekstensi artikulus

kubiti, mengepal dan membuka jari-jari tangan, mengangkat kedua tungkai pada sendi

panggul, fleksi dan ekstensi artikulus genu, plantar fleksi dan dorso fleksi kaki dan

gerakan jari- jari kaki.

Periksa tonus : normal atau berkurang?

Adakah penurunan kekuatan? Jika ya, pada kelompok otot mana? Apakah terbatas

pada distribusi perifer tertentu atau terdapat kelemahan perifer umum pada tangan

atau kaki?

Adakah gangguan koordinasi? Periksa refleks : normal atau menurun?

Tabel 1: Jenis dan Fungsi Saraf Kranial

Page 6: Makalah Blok 27

Sumber:

http://1.bp.blogspot.com/-umQzXh2TRGo/VKYFuVtG5kI/AAAAAAAABSk/joBTlr5kY9w/

s1600/Nomor,%2Bnama,%2Bjenis,%2Bdan%2Bfungsi%2Bsaraf%2Bkranial.png

Periksa sensasi:

Raba halus. Adakah ada gangguan? Jika ya, bagaimana distribusi : mengikuti

dermatom, saraf perifer atau radiks saraf?,

Tusuk jarum, rasa getar, rasa posisi sendi, nyeri dalam, panas/dingin, benang halus

(10g)

Apakah ada kelemahan otot serta refleks yang menurun? Koordinasi dan gaya

berjalan.

Neuropati otonom: Hipotensi postural, gastroparesis – muntah, diare, berliur (jarang).

Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan laboratorium darah : melihat HbA1C, kadar gula darah dalam darah,

melihat kadar kolesterol, Low Density Lipoprotein (LDL), High Density Lipoprotein

(HDL), vitamin B6 dalam darah, kadar SGOT, SGPT.

2. Pemeriksaan urin: kadar glukosa, protein, keton urin

3. Pemeriksaan cairan cerebrospinal. Pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi antibodi

yang dikaitkan dengan peripheral neuropathi.

4. Electromyogram (EMG), sebuah pengujian aktivitas elektrikal otot: Elektromiografi

(EMG) adalah tes yang memeriksa kesehatan otot dan saraf yang mengendalikan otot-

otot. Penyedia perawatan kesehatan akan memasukkan elektroda jarum yang sangat

tipis melalui kulit ke dalam otot. Elektroda pada jarum mengambil aktivitas listrik

yang dilepaskan oleh otot-otot. Kegiatan ini muncul pada monitor terdekat. Aktivitas

listrik yang terlihat pada monitor menyediakan informasi tentang kemampuan otot

untuk merespon ketika saraf ke otot dirangsang. Biasanya ada aktivitas listrik sangat

sedikit dalam otot saat istirahat. Memasukkan jarum dapat menyebabkan beberapa

aktivitas listrik, tetapi sekali otot-otot tenang, harus ada aktivitas listrik sedikit

terdeteksi. Bila Anda tegangkan otot, aktivitas mulai muncul. Ketika Anda kontrak

Page 7: Makalah Blok 27

otot Anda, semakin meningkatkan aktivitas listrik dan pola dapat dilihat. Pola ini

membantu dokter menentukan apakah otot adalah menanggapi sebagaimana mestinya.

5. Nerve conduction velocity (NCV):  tes untuk melihat seberapa cepat sinyal-sinyal

listrik bergerak melalui saraf. Patch disebut permukaan elektroda, mirip dengan yang

digunakan untuk EKG , yang ditempatkan pada kulit di atas saraf di berbagai

lokasi. Setiap patch memberikan off impuls listrik yang sangat ringan, yang

merangsang saraf. Dihasilkan aktivitas listrik saraf dicatat oleh elektroda

lainnya. Jarak antara elektroda dan waktu yang dibutuhkan untuk impuls listrik untuk

perjalanan antara elektroda digunakan untuk menentukan kecepatan dari sinyal saraf.

Pemeriksaan yang lain bisa termasuk:

Computed tomography (CT)

Magnetic resonance imaging (MRI)

Biopsi saraf mencari kelainan penyebab neuropati

Biopsi kulit untuk melihat jika terdapat pengurangan ujung serabut syaraf.

Diagnosis Kerja

Isoniazid (INH) induced Peripheral Neuropathy

Neuropati perifer akibat penggunaan INH merupakan suatu kejadian penyakit yang

disebabkan oleh efek samping penggunaan INH yang menyebabkan berkurangnya neuron

perifer. INH sendiri merupakan obat utama dalam regimen pengobatan kasus tuberkulosis

yang dianjurkan oleh World Health Organization (WHO). Neuropati akibat penggunaan INH

merupakan sesuatu kelainan yang sering terjadi pada ras tertentu disebabkan kelainan

metabolisme isoniazid yang berakibat dari variasi genetik. Hal ini dinamakan genetik

polimorfisme.5

Diagnosis Banding

1. Diabetic Neuropathy

Diabetik neuropati merupakan komplikasi yang tersering dijumpai pada kasus diabetes

melitus. Ianya dijumpai pada 50% dari pasien yang menderita diabetes tipe 1 dan diabetes

tipe 2. Diabetik neuropati perifer melibatkan gejala disfungsi saraf perifer pada pasien yang

menderita diabetes setelah penyebab lain disingkirkan. Antara uji klinis yang boleh dilakukan

adalah pemeriksaan gula darah puasa (GDS), HbA1C, hitung darah lengkap, kadar hormon

Page 8: Makalah Blok 27

tiroid, kadar vitamin B, elektromiografi dan MRI. Gejala klinis yang bisa didapatkan adalah

seperti gejala klinis neuropati perifer yang lain dan tergantung kepada sel neuron yang terkait.

2. Charcot-Marie-Tooth Disease

Merupakan suatu penyakit akibat kelainan bawaan yang menyebabkan penurunan

kekuatan ekstrimitas distal yang progresif. Selain itu turut didapatkan atrofi otot dan

kehilangan sensor disebabakan kelainan bawaan neuropati perifer. Terbagi kepada dua

kelompok utama yaitu kelompok 1 yang mempunyai kelajuan konduksi sinyal lambat dan

kelompok 2 yang disebabkan degenerasi akson. Gejala klinis pertama yang biasa ditemukan

adalah tanda motorik, atrofi pada otot kaki, diikuti tumit, dan ibu jari yang dorsofleksi.

Kelainan sensorik terjadi lebih lambat dibanding motorik. Pemeriksaan penunjang yang biasa

dilakukan adalah pemeriksaan cairan serebrospinal selain dari pemeriksaan penunjang yang

biasa dilakukan pada kasus neuropati perifer lain. Uji genetik juga boleh dilakukan tetapi

tidak menyingkirkan diagnosis.6 Dapat disebabkan duplikasi pada gen PMP22, kromoson 17,

mutasi gen MPZ dan gen MFN2, kromosom 1, serta gen Cx32 pada kromosom X.7

Epidemiologi

Menurut kamus Oxford, kaukasia merupakan pembagian ras secara tradisional yang

merangkumi populasi Eropah, Asia barat, sebagian India dan Afrika Utara. Studi

farmakogenetik juga berguna untuk mempelajari adanya perbedaan antar kelompok etnik

dalam hal pengaruh atau respons terhadap obat, yang kemungkinan karena adanya perbedaan

dalam frekuensi gen yang ada dalam populasi dari masing-masing kelompok etnik tersebut.

Sebagai contoh yang menarik adalah perbedaan antar kelompok etnik dalam metabolisme

(asetilasi) obat-obat tertentu seperti isoniazid, dapson, sulfadimidin, prokainamid, dan

hidralazin.

Dalam hal kemampuan asetilasi obat-obat ini maka individu-individu dalam populasi

akan terbagi secara tegas menjadi fenotipe asetilator cepat dan asetilator lambat, dan sifat ini

ditentukan oleh suatu gen otosom, yakni sifat asetilator cepat ditentukan oleh gen dominan

otosom sedangkan sifat asetilator lambat oleh gen resesif otosom. Yang menarik ternyata

frekuensi asetilator ini berbeda antar masing-masing kelompok etnik oleh karena adanya

perbedaan dalam frekuensi gen asetilasi dalam populasi. Proporsi asetilator lambat pada

berbagai kelompok etnik bervariasi sebagai berikut:8

Jepang : 10% Kaukasoid : 50%

Page 9: Makalah Blok 27

Cina : 20% Negroid : 50-100%

Melayu : 35%

Indian-Amerika : 40%

Etiologi

Terdapat beberapa etiologi yang dapat menyebabkan terjadinya neuropati perifer.

Etiologi tersebut dapat dibagikan kepada beberapa kelompok seperti akibat trama, metabolic,

keganasan, obat, toksin, infeksi, inflamasi, kelainan vaskuler, genetic dan defisiensi

mikronutrien. Pembagiannya adalah seperti table di bawah.

Tabel 2: Bermacam Etiologi Neuropati Perifer

Sumber:

http://www.rcemlearning.co.uk/wp-content/uploads/peripheral_neuropathy_causes.png

Patofisiologi

Mekanisme kerja obat

Isoniazid atau isonikotinil hidrazid yang disingkat dengan INH. Isoniazid secara in

vitro bersifat tuberkulostatik (menahan perkembangan bakteri) dan tuberkulosid (membunuh

bakteri). Mekanisme kerja isoniazid memiliki efek pada lemak, biosintesis asam nukleat,dan

glikolisis. Efek utamanya ialah menghambat biosintesis asam mikolat (mycolic acid) yang

Page 10: Makalah Blok 27

merupakan unsur penting dinding sel mikobakterium. Isoniazid menghilangkan sifat tahan

asam dan menurunkan jumlah lemak yang terekstrasi oleh metanol dari mikobakterium.

Isoniazid mudah berdifusi ke dalam sel dan semua cairan tubuh. Obat terdapat dalam

kadar yang cukup dalam cairan pluera dan cairan asites. Kadar dalam cairan serebrospinal

pada radang selaput otak kira-kira sama dengan kadar dalam cairan plasma. Isoniazid mudah

mencapai mencapai material kaseosa. Kadar obat ini pada mulanya lebih tinggi dalam

plasma dan otot daripada dalam jaringan yang terinfeksi. Tetapi obat kemudian tertinggal

lama dalam di jaringan yang terinfeksi dalam jumlah yang lebih cukup sebagai bakteriostatik.

Antara 75-95% Isoniazid dieksresi melalui urin dalam waktu 24 jam dan hampir

seluruhnya dalam bentuk metabolit. Ekskresi terutama dalam bentik asetil isoniazid yang

merupakan metabolit proses asetilasi, dan asam isonikotinat yang merupakan metabolit

proses hidrolisis. Sejumlah kecil diekskresi dalam bentuk isonikotinol glisin dan isonikotinol

hidrazon, dan dalam jumlah yang kecil sekali N-metil isoniazid.

Gambar 2: Metabolisme Isoniazid (INH)Sumber: http://iv.iiarjournals.org/content/25/5/803/F1.large.jpg

Farmakogenetik isoniazid

Farmakogenetik adalah studi tentang variasi respons obat akibat factor genetik.

Farmakogenetik perlu dibedakan dari overdosis, reaksi alergi, dan

inborn error of metabolism. Inborn error of metabolism adalah kelainan genetik yang

mengakibatnya kelainan pengolahan zat tertentu sehingga terjadi akumulasi dalam sel.

Sementara itu, farmakogenetik mempelajari tentang adanya perbedaan respons individu

Page 11: Makalah Blok 27

terhadap suatu obat. Dari aspek farmakokinetik, farmakogenetik banyak memengaruhi sisi

biotransformasi (metabolisme) obat. Selain biotransformasi (metabolisme), farmakokinetik

juga melibatkan proses absorpsi, distribusi, dan ekskresi.

Metabolisme obat terutama terjadi di sel-sel hati (mikrosom = retikulum endoplasma

hati), serta di sitosol. Selain hati, dinding usus, ginjal, paru, darah, otak, dan kulit juga

menjadi tempat biotransformasi obat. Metabolisme memiliki tujuan untuk mengubah obat

yang non polar (larut dalam lemak) menjadi polar (larut dalam air) agar dapat dieksresi

melalui ginja.. Pada umumnya perubahan ini menyebabkan obat menjadi inaktif,namun ada

juga yang justru menjadi lebih aktif, atau bahkan toksik.

Metabolisme obat dibagi menjadi 2 fase, yakni fase I yang merupakan fase reduksi,

oksidasi, dan hidrolisis; dan fase II yang merupakan reaksi konjugasi dengan substrat lain,

misalnya asam glukoronat, asamsulfat, asam asetat, dan asam-asam amino. Reaksi fase I

dilakukan oleh enzim sitorkrom P450 (CYP) sebagai enzim pengoksidasi, dan merupakan

enzim yang terpenting dalam reaksi ini. Enzim ini memiliki isoenzim sekitar 50 macam.

Reaki fase II, terutama reaksi glukuronidasi (oleh enzim UDP-glukuroniltransferase /

UGT),dan reaksi asetilasi oleh enzim N-asetiltransferase 2(NAT2). Polimorfisme genetik

dapat ditemukan pada enzim CYP2D6, CYP2D9, CYP2C19, serta NAT2. Oleh karena itu,

populasi terbagi menjadi 2 golongan. Untuk enzim-enzim CYP (sebagai enzim dalam reaksi

oksidasifase I), populasi terbagi menjadi golongan extensive metabolizer (EM) dan poor

metabolizer  (PM). Sementara untuk enzim NAT2 yang berperan dan asetilasi fase II, terbagi

menjadi rapid acetylator (RA) dan slow acetlyator (SA).9

Bagi orang-orang dalam golongan slow acetylator , penggunaan obat INH (isoniazid)

misalnya dalam terapi tuberkolosis dapat menyebabkan toksisitas, dan memicu penyakit-

penyakit lain. Ini diakibatkan kadar obat yang tinggi akibat mengalami metabolisme secara

lambat. Demikian juga untuk metabolisme menggunakan CYP. Orang dengan keadaan  poor

metabolizer akan mengalami peningkatan kadar obat akibat obat dimetabolisme secara

kurang baik. Adanya polimorfisme genetik dalam konteks farmakologi ini menyebabkan

diperlukan dosis-dosis tertentu untuk orang-orang dengan golongan tertentu. Misalkan

pengobatan dengan INH bagi penderita tuberkolosis harus dengan penurunan dosis INH

untuk menghindari terjadinya akumulasi INH yang lambat dimetabolisme oleh enzim NAT2.

Faktor genetik dapat juga dikatakan sebagai faktor lingkungan, mengingat kecenderungan

Page 12: Makalah Blok 27

untuk ditemukannya satu golongan tertentu ( misalnya, golongan RA / rapid acetylator ) di

masyarakat yang tinggal daerah tertentu.

Gambar 3: Genetik PolimorfismeSumber: https://encrypted-tbn0.gstatic.com/images?

q=tbn:ANd9GcQokbiIJxyQzeKDD9Ai8blwf1kIwRqIYgyavjzSQJuBXQtac0uPWQ

Pada pasien yang tergolong dalam asetilator cepat, kadar isoniazid dalam sirkulasi

berkisar antara 30-50% kadar pada pasien dengan asetilasi lambat. Masa paruhnya pada

keseluruhan populasi antara 1 samapai 4 jam. Masa paruh rata-rata pada asetilator cepat

hampir 70 menit, sedangkan nilai 2-5 jam adalah khas untuk asetilator lambat. Masa paruh ini

dapat memanjang bila terjadi insufisiensi hati

Neuropati perifer et causa polimorfisme genetik( asetilasi lambat)

Neuritis perifer paling banyak ditemukan dengan dosis isoniazid 5mg/kgBB/hari. Bila

pasien tidak mengambil piridoksin, frekuensi meningkat sehingga 2%. Bila diberikan dosis

yang lebih tinggi, pada sekitar 10-20% pasien menghidap neuritis perifer. Perubahan

neuropatogenik yang berhubungan dengan efek samping antara lainnya menghilangkan

vesikel sinaps, membengkaknya mitokondria dan pecahnya akson terminal. Biasanya juga

terjadi perubahan pada ganglia didaerah lumbar dan sacral. Pemberian piridoksin sangat

bermanfaaat untuk mencegah perubahan tersebut. Pada pemberian isoniazid, eksresi piridoksi

meningkat dan konsentrasinya dalam plasma menurun memberikan gambaran defisiensi

piridoksin. Neuropati lebih sring mengenai orang dengan penyakit asetilator lambat, diabetes

mellitus, nutrisi buruk dan anemia. mati rasa atau ketidakpekaan terhadap nyeri atau

temperature

Page 13: Makalah Blok 27

Manifestasi Klinis

kesemutan, membakar, atau menusuk-nusuk sensasi tajam nyeri atau kram

ekstrim kepekaan terhadap sentuhan, sentuhan bahkan cahaya

kehilangan keseimbangan dan koordinasi

mati rasa, kesemutan, atau nyeri di jari kaki, kaki, kaki, tangan, lengan, dan jari-jari

pengecilan otot-otot kaki atau tangan

masalah buang air kecil, gangguan pencernaan, mual, atau muntah diare atau sembelit

pusing atau pingsan karena penurunan tekanan darah setelah berdiri atau duduk

disfungsi ereksi pada pria atau kekeringan vagina pada wanita

Gambar 4: Area Neuropati Perifer

Penatalaksanaan

Medikamentosa

1. Tricyclic Antidepressant (TCA)

Derivat yang biasa digunakan adalah amitriptilin. Mekanismenya adalah sebagai suatu

penghambat reuptake neurotransmitter yang dapat terutamanya pada norepinefrin dan

serotonin. Ia juga berfungsi sebagai antikolinergik. Dosis yang dapat diberikan adalah 65-100

mg oral 4kali sehari selama 3minggu.

2. Gabapentin

Page 14: Makalah Blok 27

Analog GABA yang tidak berefek terhadapa proses binding, uptake dan degradasi GABA.

Hanya sebagai neurotransmitter. Dosis yang dapat diberikan adalah per oral, 900 mg per hari.

3. Lamotrigine

Merupakan anti epilepsy untuk feniltriazin. Ia menghambat perlepasan ransangan asam

amino glutamate dan menghambat sodium chanel yang sensitif terhadap voltage sehingga

mengstabilkan membran neuron. Dosis yang dapat diberikan adalah 25 mg per oral, 4 kali

sehari selama 2 minggu.10

Non Medikamentosa

Terapi non medika mentosa yang dapat diberikan adalah berupa suplementasi nutrisi.

Suplementasi vitamin E terbukti dapat mengurangkan frekuensi terjadinya gejala neuropati

pada pasien. Efek yang digunakan adalah efek antioksidan nya yang dapat memperlambat

degenerasi neuron. Selain itu, pemberian vitamin B6 turut melihatkan hasi yang baik

disebabkan mekanisme kerjanya yang bersifat neurogenesis dan neuroprotektif. Terdapat juga

literatur yang menyarankan pemberian vitamin B12 dan B9 walaupun belum terbukti

efikasinya sebagai agen neuroprotektif. Agen neuroprotektif lain yang dapat diberikan adalah

Acetyl-L-Carnitine (ALC), glutamin dan asam alfa lipoik.

Terdapat juga beberapa tindakan yang dapat dilakukan untuk tatalaksana neuropati

seperti transcutaneous electrical nerves stimulation (TENS), frequency-modulated

electromagnetic neural stimulation (FREMS), magnetic field therapy, akupuntur, terapi

relaksasi dan juga rebuilder device yang dianjurkan oleh FDA.11

Komplikasi

1. Asetilator lambat

Asetilator lambat dapat menyebabkan obat lebih banyak terakumulasi dan lebih jelas

memperlihatkan efek toksisitas dari molekul obat yang tidak dimetabolisme berbanding

dengan asetilator cepat dalam dosis yang sama. Dibanding dengan asetilator lambat, asetilator

cepat memerlukan dosis yang lebih tinggi dan pemberian yang lebih sering untuk

mempertahan suatu level terapi yang efektif dan adekuat. Untuk pengobatan dengan INH,

asetilator lambat lebih mudah menderita efek samping INH berupa neuropati perifer karena

defisiensi vitamin B-6 dan akan menghambat pemakaian vitamin B-6 jaringan dan akan

Page 15: Makalah Blok 27

memperbesar eksresi vitamin B-6. Selain itu,asetilator lambat lebih rentan terhadap kanker

kandung kemih disebabkan oleh amin-amin penyebabnya tidak didetoksifikasi secara efisien.

2. Asetilator cepat

Pada asetilator cepat, metabolit asetilasinya merupakan zat toksik, yang dapat

menyebabkan hepatitis yang dapat diinduksi oleh asetilhidrazin yang terbentuk dari

isoniazid. Selain itu, pada asetilator cepat lebih resisten terhadap pengobatan.

Pencegahan

Pencegahan bagi kasus drug induced peripheral neuropathy adalah tidak definitif.

Hal ini adalah karena genetik polimorfisme menyebabkan sesuatu keadaan yang sukar

diduga. Yang paling utama adalah mengklasifikasikan golongan yang mempunyai faktor

resiko terhadap pengobatan yang berefek samping neuropati. Antara golongan yang beresiko

adalah ras kaukasian, konsumsi alkohol, defisiensi vitamin B, individu dengan HIV serta

individu dengan penyakit tiroid. Pemberian suplemen piridoksin 10 mg/hari dapat

mengurangkan resiko terjadinya neuropati perifer.12

Prognosis

Prognosis bagi kasus polimorfisme genetik terhadap isoniazid adalah baik, tergantung

kepada penatalaksanaan yang tepat. Pemberian INH terhadap pasien yang beresiko harus

dipertimbangkan dosis serta keuntungan dan efek samping terhadap pasien. Pemberian

vitamin B6 dapat mengurangkan resiko terjadinya neuropati perifer terhadap pasien yang

menerima pengobatan isoniazid.

Kesimpulan

Farmakogenetika adalah cabang ilmu yang penting dalam dunia kedokteran. Hal ini

karena genetik dapat mempengaruhi efek farmakoterapi sehingga pemberian pengobatan

pada pasien harus lebih dinamis. Pemberian INH pada pasien yang beresiko mempunyai

asetilator lambat akan menyebabkan INH berada dalam tubuh lebih lama dan berefek kepada

terjadinya neuropati perifer. Neuropati perifer dapat terjadi akibat defisiensi vitamin B6.

Pemberian suplemen piridoksin dapat mengurangkan resiko terjadinya neuropati perifer.

Page 16: Makalah Blok 27

Daftar Pustaka

Page 17: Makalah Blok 27

1 Charles CT, Yang X. Learning basics genetics with interactive computer programs. London:

Springer Science Media; 2013. Hal. 1-3

2 Daniel LH. Essential genetics a genomics perspective. 6 th ed. Burlington: Jones & Bartlett

Learning; 2014. Hal. 31

3 Joseph IB, Vincent TA. Handbook of drug-nutrient interactions. Philadelphia: Humana

Press; 2010. Hal. 326-7

4 Jonathan G. At a Glance Anamnesis Dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta: Penerbit Erlangga;

2007. Hal. 182-3.

5 David EG, Armen HT, Ehrin JA, April WA. Principles of pharmacology. 3 rd ed.

Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2012. Hal. 611-9

6 Bennett Cl, Lawson VH, Brickell KL, Isaacs K, Seltzer W, Lipe HP,. Late onset hereditary

axonal neuropathies. Neurology. Jul 1 2010;71 (1):14-20

7 Guillebastre B, Calmels P, Rougier P. effects of muscular deficiency on postural and gait

capacities in patients with Charcot-Marie-Tooth disease. J Rehabil Med. Mar 6

2013;45(3):314-7

8 Yati H. Istiantoro dan Rianto Setiabudy Tuberkulostik dan Leprostatik, Farmakologi dan

Terapi. 6th ed. Jakarta: Percetakan Gaya Baru; 2009. Hal. 613-8.

9 Zee AM, Daly AK. Pharmacogenetics and individualized therapy. New Jersey: Wiley

Publishers; 2012. Hal. 86-7

10 Tisdale JE, Miller DA. Drug-induced disease. Bethesda: American Society of Health-

System Pharmacists; 2010. Hal. 244-5

11 Peripheral Neuropathy. New York: Medifocus.com; 2011. Hal. 56-60.

12 Carp SJ. Peripheral nerve injury. Philadelphia: F.A Davis Company; 2015. Hal. 144-77