makala blok 27

33
Aspek Hukum, Etika, dan Disiplin Kedokteran dalam Hubungan Antar Dokter Pasien 1. Pendahuluan Dokter dipandang sebagai seseorang dengan profesi dengan pengetahuannya sangat diperlukan untuk menyembuhkan berbagai penyakit. Kedudukan dan peran dokter dihormati, tetapi tidak lagi disertai unsur pemujaan. Dokter dituntut suatu kecakapan ilmiah oleh karena dokterlah yang diharapkan oleh masyarakat atau diberi kepercayaan dalam keyakinan mereka untuk mencapai kebebasan atau pencegahan dari penyakit namun dewasa ini dokter sering menemukan masalah dalam menentukan apakah perbuatan atau tindakan yang dilakukan itu baik atau buruk, benar atau salah untuk pasien . Apabila seorang dokter melakukan sesuatu yang dianggap salah oleh masyarakat, seringkali tindakan kita tersebut dikatakan tidak etis atau tidak sesuai dengan etika. Di dalam dunia profesi, tentunya sangat dibutuhkan etika itu. Di dalam dunia kedokteran kita mengenal istilah etika kedokteran. Saat ini tidak jarang ditemui kasus-kasus antara dokter dan pasien, dimana pasien menuntut sang dokter. Situasi tersebut bisa dikarenakan kesalahan seorang dokter maupun bukan kesalahan dokter. Tidak jarang juga karena tindakan yang dilakukan seorang dokter sampai menyebabkan pasien meninggal. Sebagai seorang dokter harus melakukan segala sesuatu dengan baik dan benar sesuai ketentuan yang berlaku. Meskipun begitu sering kali sebagai

Upload: marie-han

Post on 06-Dec-2015

6 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

bioetik

TRANSCRIPT

Page 1: Makala Blok 27

Aspek Hukum, Etika, dan Disiplin Kedokteran

dalam Hubungan Antar Dokter Pasien

1. Pendahuluan

Dokter dipandang sebagai seseorang dengan profesi dengan pengetahuannya sangat

diperlukan untuk menyembuhkan berbagai penyakit. Kedudukan dan peran dokter dihormati,

tetapi tidak lagi disertai unsur pemujaan. Dokter dituntut suatu kecakapan ilmiah oleh karena

dokterlah yang diharapkan oleh masyarakat atau diberi kepercayaan dalam keyakinan mereka

untuk mencapai kebebasan atau pencegahan dari penyakit namun dewasa ini dokter sering

menemukan masalah dalam menentukan apakah perbuatan atau tindakan yang dilakukan itu

baik atau buruk, benar atau salah untuk pasien . Apabila seorang dokter melakukan sesuatu

yang dianggap salah oleh masyarakat, seringkali tindakan kita tersebut dikatakan tidak etis

atau tidak sesuai dengan etika. Di dalam dunia profesi, tentunya sangat dibutuhkan etika itu.

Di dalam dunia kedokteran kita mengenal istilah etika kedokteran. Saat ini tidak jarang

ditemui kasus-kasus antara dokter dan pasien, dimana pasien menuntut sang dokter. Situasi

tersebut bisa dikarenakan kesalahan seorang dokter maupun bukan kesalahan dokter. Tidak

jarang juga karena tindakan yang dilakukan seorang dokter sampai menyebabkan pasien

meninggal. Sebagai seorang dokter harus melakukan segala sesuatu dengan baik dan benar

sesuai ketentuan yang berlaku. Meskipun begitu sering kali sebagai seorang dokter lupa akan

apa yang harus dilakukan dan yang tidak harus dilakukan.

Oleh karena itu pentingnya komunikasi antara dokter dengan pasien dimana kita juga

mengenal adanya hubungan antar pasien dan dokter. Hubungan antara dokter dan pasien

adalah hubungan yang berdasarkan kepercayaan. Pasien harus merasa bebas dan aman

mengungkapkan segala keluhan baik fisik maupun mental bahkan rahasia pribadinya kepada

dokter. Pasien harus percaya bahwa dokter tidak akan menceritakan persoalan pribadinya

kepada orang lain. Pasien menganggap bahwa dokter yang lebih mengetahui tentang

penyakitnya dan pasrah saja akan apa yang akan dilakukan dokter terhadapnya.

2. Pembahasan

Istilah abortus yaitu menggugurkan kandungan yang berarti pengeluaran hasil konsepsi

(pertemuan sel telur dan sel sperma) sebelum janin dapat hidup di luar kandungan. World

Health Organization (WHO) memberikan definisi bahwa aborsi adalah terhentinya kehidupan

Page 2: Makala Blok 27

buah kehamilan di bawah 28 minggu atau berat janin kurang dari 1000 gram. Secara garis

besar, Aborsi dapat kita bagi menjadi: abortus spontan adalah keadaan di mana gugurnya

kandungan seorang wanita yang dapat disebabkan karena adanya kelainan dari mudigah atau

fetus maupun adanya penyakit pada ibu. Diperkirakan antara 10-20% dari kehamilan akan

berakhir dengan abortus secara spontan, dan secara yuridis tidak membawa implikasi apa-

apa. Aborsi Spontan ini masih terdiri dari berbagai macam tahap yakni: a. abortus Imminens

yakni abortus tingkat permulaan, terjadi perdarahan per vaginam, sedangkan jalan lahir masih

tertutup dan hasil konsepsi masih baik di dalam rahim. Abortus imminens terjadinya pada

kehamilan sebelum 20 minggu, dimana hasil konsepsi masih dalam uterus, dan tanpa adanya

dilatasi serviks. b. abortus Inkomplitus secara sederhana bisa disebut Aborsi tak lengkap,

artinya sudah terjadi pengeluaran hasil konsepsi tetapi tidak komplit. c. bortus Komplitus.

Disebut juga Aborsi lengkap, yakni pengeluaran seluruh hasil konsepsi dari rahim pada

kehamilan kurang dari 20 minggu. d. abortus Insipiens merupakan abortus yang sedang

mengancam yang ditandai dengan serviks yang telah mendatar, sedangkan hasil konsepsi

masih berada lengkap di dalam rahim. e. missed abortion, abortus yang ditandai dengan

embrio atau fetus telah meninggal dalam kandungan sebelum kehamilan 20 minggu dan hasil

konsepsi seluruhnya masih dalam kandungan. f. abortus habitualis yakni abortus yang terjadi

sebanyak tiga kali berturut turut atau lebih. Aborsi Provokatus (sengaja) masih terbagi dua

bagian kategori besar yakni : a. abortus provocatus medicinalis atau abortus theurapeticus

yaitu penghentian kehamilan dengan tujuan agar kesehatan si-ibu baik agar nyawanya dapat

diselamatkan. Abortus yang dilakukan atas dasar pengobatan (indikasi medis), biasanya baru

dikerjakan bila kehamilan mengganggu kesehatan atau membahayakan nyawa si ibu,

misalnya bila si ibu menderita kanker atau penyakit lain yang akan mendatangkan bahaya

maut bila kehamilan tidak dihentikan. Dengan adanya kemajuan di dalam dunia kedokteran,

khususnya kemajuan pengobatan maka kriteria penyakit yang membahayakan atau dapat

menyebabkan kematian si ibu akan selalu mengalami perubahan, hal mana tentunya akan

memberi pengaruh didalam penyidikan khususnya perundang-undangan pada umumnya,

demikian pula dengan definisi sehat menurut WHO dimana selain sehat dalam arti

jasmani/fisik juga termasuk sehat dalam arti kata rohani dan keadaan sosial-ekonomi dari si

ibu. Dengan demikian didalam menghadapi kasus semacam ini penyidik harus memahami

permasalahan, bila perlu penyidik meminta bantuan kepada organisasi proteksi yang

bersangkutan. b. abortus provocatus criminalis merupakan tindakan abortus yang tidak

mempunyai alasan medis yang dapat dipertanggungjawabkan atau tanpa mempunyai arti

medis yang bermakna. Jelas tindakan penguguran kandungan di sini semata-mata untuk

Page 3: Makala Blok 27

tujuan yang tidak baik dan melawan hukum. Tindakan abortus tidak bisa

dipertanggungjawabkan secara medis, dan dilakukan hanya untuk kepentingan si-pelaku,

walaupun ada kepentingan juga dari si-ibu yang malu akan kehamilannya. Kejahatan jenis ini

sulit untuk melacaknya oleh karena kedua belah pihak menginginkan agar abortus dapat

terlaksana dengan baik (crime without victim, walaupun sebenarnya korbannya ada yaitu bayi

yang dikandung).1

Indikasi medis melakukan tindakan abortus yaitu abortus yang mengancam (threatened

abortion) disertai dengan perdarahan yang terus menerus, atau jika janin telah meninggal

(missed abortion), mola Hidatidosa atau hidramnion akut, kelainan bawaan (trisomi 13,18),

infeksi uterus akibat tindakan abortus kriminalis, penyakit keganasan pada saluran jalan lahir,

misalnya kanker serviks atau jika dengan adanya kehamilan akan menghalangi pengobatan

untuk penyakit keganasan lainnya pada tubuh seperti kanker payudara, prolaps uterus gravid

yang tidak bisa diatasi, telah berulang kali mengalami operasi caesar, penyakit-penyakit dari

ibu yang sedang mengandung, misalnya penyakit jantung organik dengan kegagalan jantung,

hipertensi, nephritis, tuberkulosis paru aktif, toksemia gravidarum yang berat, penyakit-

penyakit metabolik (misalnya diabetes yang tidak terkontrol yang disertai komplikasi

vaskuler, hipertiroid, dll), epilepsi, sklerosis yang luas dan berat, hiperemesis gravidarum

yang berat, dan chorea gravidarum, gangguan jiwa, disertai dengan kecenderungan untuk

bunuh diri. Pada kasus seperti ini sebelum melakukan tindakan abortus harus berkonsultasi

dengan psikiater. Ada 2 macam resiko kesehatan terhadap wanita yang melakukan aborsi:

resiko kesehatan dan keselamatan fisik pada saat melakukan aborsi dan setelah melakukan

aborsi ada beberapa resiko yang akan dihadapi seorang wanita, seperti yang dijelaskan dalam

buku “Facts of Life” yang ditulis oleh Brian Clowes, Phd yaitu: kematian mendadak karena

pendarahan hebat, kematian mendadak karena pembiusan yang gagal, kematian secara lambat

akibat infeksi serius disekitar kandungan, rahim yang sobek (Uterine Perforation), kerusakan

leher rahim (Cervical Lacerations) yang akan menyebabkan cacat pada anak berikutnya,

kanker payudara (karena ketidakseimbangan hormon estrogen pada wanita), kanker indung

telur (Ovarian Cancer), kanker leher rahim (Cervical Cancer), kanker hati (Liver

Cancer),kelainan pada placenta/ari-ari (Placenta Previa) yang akan menyebabkan cacat pada

anak berikutnya dan pendarahan hebat pada saat kehamilan berikutnya, menjadi mandul/tidak

mampu memiliki keturunan lagi (Ectopic Pregnancy)Infeksi rongga panggul (Pelvic

Inflammatory Disease), infeksi pada lapisan rahim (Endometriosis). Resiko kesehatan mental

pada proses aborsi bukan saja suatu proses yang memiliki resiko tinggi dari segi kesehatan

Page 4: Makala Blok 27

dan keselamatan seorang wanita secara fisik, tetapi juga memiliki dampak yang sangat hebat

terhadap keadaan mental seorang wanita. Gejala ini dikenal dalam dunia psikologi

sebagai “Post-Abortion Syndrome” (Sindrom Paska-Aborsi) atau PAS, misalnya depresi,

frustasi, ingin bunuh diri dsb. Para wanita yang melakukan aborsi akan dipenuhi perasaan

bersalah yang tidak hilang selama bertahun-tahun dalam hidupnya.1

2.1 Hubungan dokter dan pasien

Hubungan hukum antara dokter dengan pasien ini berawal dari pola hubungan vertikal

paternalistik seperti antara bapak dengan anak yang bertolak dari prinsip “father knows best”

yang melahirkan hubungan yang bersifat paternalistik. Hubungan hukum timbul bila pasien

menghubungi dokter karena ia merasa ada sesuatu yang dirasakannya membahayakan

kesehatannya. Keadaan psikobiologisnya memberikan peringatan bahwa ia merasa sakit, dan

dalam hal ini dokterlah yang dianggapnya mampu menolongnya dan memberikan bantuan

pertolongan. Jadi, kedudukan dokter dianggap lebih tinggi oleh pasien dan peranannya lebih

penting daripada pasien.2 Dalam praktik sehari-hari, dapat dilihat berbagai hal yang

menyebabkan timbulnya hubungan antara pasien dengan dokter, hubungan itu terjadi

terutama karena beberapa sebab antara lain karena pasien sendiri yang mendatangi dokter

untuk meminta pertolongan mengobati sakit yang dideritanya. Dalam keadaan seperti ini

terjadi persetujuan kehendak antara kedua belah pihak, artinya para pihak sudah sepenuhnya

setuju untuk mengadakan hubungan hukum. Hubungan hukum ini bersumber pada

kepercayaan pasien terhadap dokter sehingga pasien bersedia memberikan persetujuan

tindakan medis (informed consent), yaitu suatu persetujuan pasien untuk menerima upaya

medis yang akan dilakukan terhadapnya. Hal ini dilakukan setelah ia mendapat informasi dari

dokter mengenai upaya medis yang dapat dilakukan untuk menolong dirinya, termasuk

memperoleh informasi mengenai segala risiko yang mungkin terjadi. Di Indonesia, informed

consent dalam pelayanan kesehatan telah memperoleh pembenaran secara yuridis melalui

Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia No.585/Menkes/1989. Persoalan ini telah

diatur secara hukum, sehingga ada kekuatan bagi kedua belah pihak untuk melakukan

tindakan secara hukum.3,4

Hubungan antara dokter dengan pasien yang terjadi seperti ini merupakan salah satu cirri

transaksi terapeutik yang membedakannya dengan perjanjian biasa sebagaimana diatur dalam

KUHPerdata. Alasan lain yang menyebabkan timbulnya hubungan antara pasien dengan

dokter, adalah karena keadaan pasien yang sangat mendesak untuk segera mendapatkan

Page 5: Makala Blok 27

pertolongan dari dokter, misalnya karena terjadi kecelakaan lalu lintas, terjadi bencana alam,

maupun karena situasi lain yang menyebabkan keadaan pasien sudah gawat, sehingga sangat

sulit bagi dokter yang menangani untuk mengetahui dengan pasti kehendak pasien. Dalam

keadaan seperti ini, dokter langsung melakukan apa yang disebut dengan zaakwaarneming

sebagai mana diatur dalam pasal 1354 KUHPerdata, yaitu suatu bentuk hubungan hukum

yang timbul karena adanya “persetujuan tindakan medis” terlebih dahulu, melainkan karena

keadaan yang memaksa atau keadaan darurat. Dari hubungan pasien dengan dokter yang

demikian tadi, timbul persetujuan untuk melakukan sesuatu sesuai dengan ketentuan yang

diatur dalam pasal 1601 KUHPerdata. Bagi seorang dokter hal ini berarti bahwa ia telah

bersedia untuk berusaha dengan segala kemampuannya memenuhi isi perjanjian itu, yakni

merawat atau menyembuhkan pasien. Sedangkan pasien berkewajiban untuk mematuhi

aturan-aturan yang ditentukan oleh dokter termasuk memberikan imbalan jasa. Hubungan

hukum kontraktual yang terjadi antara pasien dan dokter tidak dimulai dari saat pasien

memasuki tempat praktek dokter sebagaimana yang diduga banyak orang, tetapi justru sejak

dokter menyatakan kesediaannya yang dinyatakan secara lisan (oral statement) atau yang

tersirat (implied statement) dengan menunjukkan sikap atau tindakan yang menyimpulkan

kesediaan, seperti misalnya menerima pendaftaran, memberikan nomor urut, menyediakan

serta mencatat rekam medisnya dan sebagainya. Dengan kata lain hubungan terapeutik juga

memerlukan kesediaan dokter. Hal ini sesuai dengan asas konsensual dan berkontrak.3

Mengenai syarat sahnya transaksi terapeutik didasarkan Pasal 1320 Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata, yang menyatakan bahwa untuk syarat sahnya perjanjian diperlukan 4

(empat) syarat sebagai berikut: Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya (toestemming van

degene die zich verbinden), secara yuridis, yang dimaksud adanya kesepakatan adalah tidak

adanya kekhilafan, atau paksaan, atau penipuan (Pasal 1321 Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata). Saat terjadinya perjanjian bila dikaitkan dengan Pasal 1320 Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata merupakan saat terjadinya kesepakatan antara dokter dengan pasien yaitu

pada saat pasien menyatakan keluhannya dan ditanggapi oleh dokter. Di sini antara pasien

dengan dokter saling mengikatkan diri pada suatu perjanjian terapeutik yang obyeknya adalah

upaya penyembuhan. Bila kesembuhan adalah tujuan utama maka akan mempersulit dokter

karena tingkat keparahan penyakit maupun daya tahan tubuh terhadap obat setiap pasien

adalah tidak sama. Obat yang sama tidak pasti dapat hasil yang sama pada masing-masing

penderita.5 Kecakapan untuk membuat perikatan (bekwaamheid om eene verbintenis aan te

gaan), secara yuridis, yang dimaksud dengan kecakapan untuk membuat perikatan adalah

Page 6: Makala Blok 27

kemampuan seseorang untuk mengikatkan diri, karena tidak dilarang oleh undang-undang.

Hal ini didasarkan pasal 1329 dan 1330 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Menurut

pasal 1329 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, bahwa setiap orang adalah cakap untuk

membuat perikatan, jika oleh undang-undang tidak dinyatakan tidak cakap. Kemudian, di

dalam pasal 1330 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, disebutkan orang-orang yang

dinyatakan tidak cakap yaitu orang-orang yang belum dewasa, mereka yang ditaruh di bawah

pengampuan,orang perempuan, dalam hal yang ditetapkan oleh undang-undang dan pada

umumnya semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang dibuat perjanjian

teretentu.5 Suatu hal tertentu (een bepaald onderwerp), kedua belah pihak harus mengetahui

secara pasti dan jelas apa yang diperjanjikan serta tujuan perjanjian itu. Dalam hubungan

dokter-pasien, objeknya adalah suatu usaha penyembuhan oleh dokter terhadap pasiennya ,

bukanlah sembuh atau tidaknya pasien.2-4 Suatu sebab yang halal (geoorloofde oorzaak),

suatu sebab yang halal yaitu suatu sebab yang diizinkan atau lazim, tidak bertentangan

dengan hukum, kesusilaan, ketertiban umum atau masyarakat. Pasal 1335 KUHPerdata

menyebutkan “suatu perjanjian tanpa sebab atau dibuat dengan suatu sebab yang palsu atau

sebab yang tidak diizinkan, apabila dilarang oleh undang-undang, atau bertentangan dengan

kesusilaan atau ketertiban umum”.4

2.2 Informed consent

Informed Consent terdiri atas dua kata yaitu “informed” yang berarti telah mendapat

penjelasan atau keterangan (informasi), dan “consent” yang berarti persetujuan atau memberi

izin. Jadi “informed consent” mengandung pengertian suatu persetujuan yang diberikan

setelah mendapat informasi. Dengan demikian informed consent dapat didefinisikan sebagai

persetujuan yang diberikan oleh pasien dan atau keluarganya atas dasar penjelasan mengenai

tindakan medis yang akan dilakukan terhadap dirinya serta resiko yang berkaitan dengannya.5

Dalam memberikan pelayanan kesehatan, petugas medis harus terlebih dahulu

memberikan informed consent  kepada pasien. Informed consent berasal dari hak legal dan

etis individu untuk memutuskan apa yang akan dilakukan terhadap tubuhnya, dan kewajiban

etik dokter dan tenaga kesehatan lainnya untuk meyakinkan individu yang bersangkutan

untuk membuat keputusan tentang pelayanan kesehatan terhadap diri mereka sendiri.bDalam

peraturan pemerintah Republik Indonesia nomor 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan

pasal 22 ayat 1 disebutkan bagi tenaga kesehatan jenis tertentu dalam melaksanakan tugas

profesinya berkewajiban untuk diantaranya adalah kewajiban untuk menghormati hak pasien,

Page 7: Makala Blok 27

memberikan informasi yang berkaitan dengan kondisi dan tindakan yang akan dilakukan, dan

kewajiban untuk meminta persetujuan terhadap tindakan yang akan dilakukan.1

Ruang lingkup dan materi informasi yang diberikan tergantung pada pengetahuan medis

pasien saat itu. Jika memungkinkan, pasien juga diberitahu mengenai tanggung jawab orang

lain yang berperan serta dalam pengobatan pasien.2 Pasien memiliki hak atas informasi

tentang kecurigaan dokter akan adanya penyakit tertentu walaupun hasil pemeriksaan yang

telah  dilakukan inkonklusif. Hak-hak pasien dalam pemberian inform consent adalah: 2 Hak

atas informasi (informasi yang diberikan meliputi diagnosis penyakit yang diderita, tindakan

medik apa yang hendak dilakukan, kemungkinan penyulit sebagai akibat tindakan tersebut

dan tindakan untuk mengatasinya, alternatif terapi lainnya, prognosanya, perkiraan biaya

pengobatan). Hak atas persetujuan (Consent merupakan suatu tindakan atau aksi beralasan yg

diberikan tanpa paksaan oleh seseorang yang memiliki pengetahuan cukup tentang keputusan

yang ia berikan ,dimana orang tersebut secara hukum mampu memberikan consent.

Kriteria consent yang syah yaitu tertulis, ditandatangani oleh klien atau orang yang

betanggung jawab, hanya ada salah satu prosedur yang tepat dilakukan, memenuhi beberapa

elemen penting, penjelasan tentang kondisi, prosedur dan konsekuensinya). Dalam Pasal 45

UU No. 29 Tahun 2009 tentang Persetujuan Tindakan Medik dinyatakan bahwa dokter harus

menyampaikan informasi atau penjelasan kepada pasien atau keluarga diminta atau tidak

diminta, jadi informasi harus disampaikan. Secara garis besar dalam melakukan tindakan

medis pada pasien, dokter harus menjelaskan beberapa hal, yaitu : diagnosis tentang tujuan

dan prospek keberhasilan tindakan medis yang ada dilakukan (purhate of medical procedure),

tentang tata cara tindakan medis yang akan dilakukan (consenpleated medical procedure),

tentang risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, tentang alternatif tindakan medis lain

yang tersedia dan risiko-risikonya (alternative medical procedure and risk), dan tentang

prognosis penyakit, bila tindakan dilakukan. Sebaiknya, diberikan juga penjelasan yang

berkaitan dengan pembiayaan. Penjelasan seharusnya diberikan oleh dokter yang akan

melakukan tindakan medis itu sendiri, bukan oleh orang lain, misalnya perawat. Penjelasan

diberikan dengan bahasa dan kata-kata yang dapat dipahami oleh pasien sesuai dengan

tingkat pendidikan dan kematangannya, serta situasi emosionalnya. Dokter harus berusaha

mengecek apakah penjelasannya memang dipahami dan diterima pasien. Jika belum, dokter

harus mengulangi lagi uraiannya sampai pasien memahami benar. Dokter tidak boleh

Page 8: Makala Blok 27

berusaha mempengaruhi atau mengarahkan pasien untuk menerima dan menyetujui tindakan

medis yang sebenarnya diinginkan dokter.5

Pada hakikatnya Informed Consent adalah suatu proses komunikasi antara dokter dan

pasien tentang kesepakatan tindakan medis yang akan dilakukan dokter terhadap pasien (ada

kegiatan penjelasan rinci oleh dokter), sehingga kesepakatan lisan pun sesungguhnya sudah

cukup. Penandatanganan formulir Informed Consent secara tertulis hanya merupakan

pengukuhan atas apa yang telah disepakati sebelumnya.Tujuan penjelasan yang lengkap

adalah agar pasien menentukan sendiri keputusannya sesuai dengan pilihan dia sendiri

(informed decision). Karena itu, pasien juga berhak untuk menolak tindakan medis yang

dianjurkan. Pasien juga berhak untuk meminta pendapat dokter lain (second opinion), dan

dokter yang merawatnya. Yang berhak memberikan persetujuan atau menyatakan menolak

tindakan medis pada dasarnya, pasien sendiri jika ia dewasa dan sadar sepenuhnya. Namun,

menurut Penjelasan Pasal 45 UU Nomor 29 Tahun 2004 tersebut di atas, apabila pasien

sendiri berada di bawah pengampuan, persetujuan atau penolakan tindakan medis dapat

diberikan oleh keluarga terdekat, antara lain suami/isteri, ayah/ibu kandung, anak-anak

kandung atau saudara-saudara kandung. Dalam keadaan gawat darurat, untuk menyelamatkan

jiwa pasien tidak diperlukan persetujuan. Namun, setelah pasien sadar atau dalam kondisi

yang sudah memungkinkan, segera diberikan penjelasan dan dibuat persetujuan. Pasal 4

PerMenKes No.290 tahun 2008 tentang persetujuan tindakan : dalam keadaan gawat darurat,

untuk menyelamatkan jiwa pasien dan/atau mencegah kecacatan tidak diperlukan persetujuan

tindakan kedokteran, Keputusan untuk melakukan tindakan kedokteran sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) diputuskan oleh dokter atau dokter gigi dan dicatat di dalam rekam

medik, Dalam hal dilakukannya tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

dokter atau dokter gigi wajib memberikan penjelasan sesegera mungkin kepada pasien

setelah pasien sadar atau kepada keluarga terdekat. Informed consent dapat diberikan secara

tertulis, secara lisan, atau secara isyarat. Dalam bahasa aslinya, yang terakhir ini dinamakan

implied consent. Untuk tindakan medis dengan risiko tinggi (misalnya pembedahan atau

tindakan invasive lainnya), persetujuan harus secara tertulis, ditandatangani oleh pasien

sendiri atau orang lain yang berhak dan sebaiknya juga saksi dari pihak keluarga. 6

Informed consent memiliki tujuan sebagai berikut perlindungan pasien untuk segala

tindakan medik. Perlakuan medik tidak diketahui atau disadari pasien atau keluarga, yang

seharusnya tidak dilakukan ataupun yang  merugikan/membahayakan diri pasien dan

Perlindungan tenaga kesehatan terhadap terjadinya akibat yang tidak terduga serta dianggap

Page 9: Makala Blok 27

meragukan pihak lain. Tak selamanya tindakan dokter berhasil, tak terduga malah merugikan

pasien meskipun dengan sangat hati-hati, sesuai dengan SOP. Peristiwa tersebut bisa ”risk of

treatment” ataupun ”error judgement”. Bentuk-bentuk informed consent adalah sebagai

berikut6 Implied Constructive Consent (Keadaan Biasa) merupakan tindakan yang biasa

dilakukan, telah diketahui, telah dimengerti oleh masyarakat umum, sehingga tidak perlu lagi

dibuat tertulis. Misalnya pengambilan darah untuk laboratorium, suntikan, atau hecting luka

terbuka. Implied Emergency Consent (Keadaan Gawat Darurat) apabila pasien dalam kondiri

gawat darurat sedangkan dokter perlu melakukan tindakan segera untuk menyelematkan

nyawa pasien sementara pasien dan keluarganya tidak bisa membuat persetujuan segera.

Seperti kasus sesak nafas, henti nafas, henti jantung. Expressed Consent (Bisa Lisan/Tertulis

Bersifat Khusus) ialah persetujuan yang dinyatakan baik lisan ataupun tertulis, bila yang akan

dilakukan melebihi prosedur pemeriksaan atau tindakan biasa. Misalnya pemeriksaan

vaginal, pencabutan kuku, tindakan pembedahan/operasi, ataupun pengobatan/tindakan

invasive. 5,6

Dalam keadaan gawat darurat Informed consent tetap merupakan hal yang paling penting

walaupun prioritasnya diakui paling bawah. Prioritas yang paling utama adalah tindakan

menyelamatkan nyawa. Walaupun tetap penting, namun Informed consent tidak boleh

menjadi penghalang atau penghambat bagi pelaksanaan emergency care sebab dalam keadaan

kritis dimana dokter berpacu dengan maut, ia tidak mempunyai cukup waktu untuk

menjelaskan sampai pasien benar-benar menyadari kondisi dan kebutuhannya serta

memberikan keputusannya. Dokter juga tidak mempunyai banyak waktu untuk menunggu

kedatangan keluarga pasien. Kalaupun keluarga pasien telah hadir dan kemudian tidak

menyetujui tindakan dokter, maka berdasarkan doctrine of necessity, dokter tetap harus

melakukan tindakan medik. Hal ini dijabarkan dalam PerMenKes Nomor

585/PerMenKes/Per/IX/1989 tentang Persetujuan Tindakan Medik, bahwa dalam keadaan

emergency tidak diperlukan Informed consent. Ketiadaan informed consent dapat

menyebabkan tindakan malpraktek dokter, khususnya bila terjadi kerugian atau intervensi

terhadap tubuh pasiennya. Hukum yang umum diberbagai Negara menyatakan bahwa akibat

dari ketiadaan informed consent setara dengan kelalaian/keteledoran. Akan tetapi, dalam

beberapa hal, ketiadaan informed consent tersebut setara dengan perbuatan kesengajaan,

sehingga derajat kesalahan dokter pelaku tindakan tersebut lebih tinggi. Tindakan malpraktek

dokter yang dianggap setara dengan kesengajaan adalah sebagai berikut : Pasien sebelumnya

menyatakan tidak setuju terhadap tindakan dokter, tetapi dokter tetap melakukan tindakan

Page 10: Makala Blok 27

tersebut. Jika dokter dengan sengaja melakukan tindakan misleading tentang risiko dan akibat

dari tindakan medis yang diambilnya. Jika dokter dengan sengaja menyembunyikan risiko

dan akibat dari tindakan medis yang diambilnya. Informed consent diberikan terhadap

prosedur medis yang berbeda secara substansial dengan yang dilakukan oleh dokter.5,7

2.3 Aspek Hukum

Di dalam praktek kedokteran terdapat aspek etik dan aspek hukum yang sangat luas, yang

sering tumpang-tindih pada suatu issue tertentu. Aspek etik seringkali tidak dapat dipisahkan

dari aspek hukumnya, oleh karena banyaknya norma etik yang telah diangkat menjadi norma

hukum, atau sebaliknya norma hukum yang mengandung nilai-nilai etika. Selama ini profesi

menganggap bahwa memenuhi standar profesi adalah bagian dari sikap etis dan sikap

profesional. Dengan demikian pelanggaran standar profesi dapat dinilai sebagai pelanggaran

etik dan juga sekaligus pelanggaran hukum. Kemungkinan terjadinya peningkatan

ketidakpuasan pasien terhadap layanan dokter atau rumah sakit atau tenaga kesehatan lainnya

dapat terjadi sebagai akibat dari semakin tinggi pendidikan rata-rata masyarakat sehingga

membuat mereka lebih tahu tentang haknya dan lebih asertif, semakin tingginya harapan

masyarakat kepada layanan kedokteran sebagai hasil dari luasnya arus informasi,

komersialisasi dan tingginya biaya layanan kedokteran dan kesehatan sehingga masyarakat

semakin tidak toleran terhadap layanan yang tidak sempurna, dan provokasi oleh ahli hukum

dan oleh tenaga kesehatan sendiri. Praktek kedokteran berpegang kepada prinsip-prinsip

moral kedokteran, prinsip-prinsip moral yang dijadikan arahan dalam membuat keputusan

dan bertindak, arahan dalam menilai baik-buruknya atau benar-salahnya suatu keputusan atau

tindakan medis dilihat dari segi moral. Akan tetapi banyak sekali kelalaian dalam standar

profesional yang berlaku umum atau sebuah proses dimana terjadi kesalahan dalam prosedur

dalam penanganan seorang pasien yang dilakukan dokter, kesalahan ini dapat berupa

kesalahan diagnosa, kesalahan pemberian terapi, maupun kesalahan dalam hal penanganan

pasien dokter, serta pelanggaran atas tugas yang menyebabkan seseorang menderita kerugian,

akan tetapi bukan hanya dirugikan secara materil, namun yang lebih utama adalah kerugian

pada kejiwaan dan mental pasien serta keluarganya. Hal ini dilakukan oleh seorang

profesional ataupun bawahannya, agen atas nama klien atau pasien yang menyebabkan

kerugian bagi klien atau pasien. Hal seperti ini kita sebut sebagai Malpraktik. Abortus buatan

legal hanya dilakukan sebagai suatu tindakan terapeutik yang keputusanya disetujui secara

tertulis oleh 2 orang dokter yang dipilih berkat kompetensi profesional mereka dan prosedur

Page 11: Makala Blok 27

operasionalnya dilakukan oleh seorang dokter yang kompeten diinstalasi yang diakui suatu

otoritas yang sah, dengan syarat tindakan tersebut disetujui oleh ibu hamil bersangkutan,

suami, atau keluarga (Deklarasi Oslo 1970). Aborsi yang ilegal atau tanpa indikasi medis adalah

salah satu contoh dari pelanggaran sumpah dan kode etik kedokteran di Indonesia. Hal ini

juga tertulis dalam lafal sumpah dokter yang berbunyi “Saya akan menghormati setiap hidup

insani mulai saat pembuahan”. Banyak negara yang tidak mengizinkan aborsi ilegal, seperti

Indonesia, karena aborsi ilegal adalah tindakan penghentian kehamilan sebelum janin dapat

hidup di luar kandungan (sebelum usia 20 minggu kehamilan), bukan semata untuk

menyelamatkan jiwa ibu hamil dalam keadaan darurat tapi juga bisa karena sang ibu tidak

menghendaki kehamilan itu. Saat ini aborsi masih merupakan masalah kontroversial di

masyarakat Indonesia. Namun terlepas dari kontorversi tersebut, aborsi diindikasikan

merupakan masalah kesehatan masyarakat karena memberikan dampak pada kesakitan dan

kematian ibu. Sebagaimana diketahui penyebab utama kematian ibu hamil dan melahirkan

adalah perdarahan, infeksi dan eklampsia.Adapun para penyebab dari kejadian aborsi ini

antara lain adalah: Faktor ekonomi, di mana dari pihak pasangan suami isteri yang sudah

tidak mau menambah anak lagi karena kesulitan biaya hidup, namun tidak memasang

kontrasepsi, atau dapat juga karena kontrasepsi yang gagal. Faktor penyakit herediter, di

mana ternyata pada ibu hamil yang sudah melakukan pemeriksaan kehamilan mendapatkan

kenyataan bahwa bayi yang dikandungnya cacat secara fisik. Faktor psikologis, di mana pada

para perempuan korban pemerkosaan yang hamil harus menanggung akibatnya. Dapat juga

menimpa para perempuan korban hasil hubungan saudara sedarah (incest), atau anak-anak

perempuan oleh ayah kandung, ayah tiri ataupun anggota keluarga dalam lingkup rumah

tangganya. Faktor usia, di mana para pasangan muda-mudi yang masih muda yang masih

belum dewasa & matang secara psikologis karena pihak perempuannya terlanjur hamil, harus

membangun suatu keluarga yang prematur. Faktor penyakit ibu, di mana dalam perjalanan

kehamilan ternyata berkembang menjadi pencetus, seperti penyakit pre-eklampsia atau

eklampsia yang mengancam nyawa ibu. Faktor lainnya, seperti para pekerja seks komersial,

‘perempuan simpanan’, pasangan yang belum menikah dengan kehidupan seks bebas atau

pasangan yang salah satu/keduanya sudah bersuami/beristri (perselingkuhan) yang terlanjur

hamil.7,8

Abortus buatan legal, yaitu abortus buatan yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan

sebagaimana diatur dalam pasal 15 UU No.23 Tahun 1992 tentang kesehatan, yakni harus

memenuhi hal sebagai berikut : 1. Tindakan medis dalam bentuk pengguguran kandungan

dengan alasan apapun, dilarang karena bertentangan dengan norma hukum, norma agama,

Page 12: Makala Blok 27

norma kesusilaan dan norma kesopanan. Namun dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk

menyelamatkan jiwa ibu atau janin yang dikandungnya dapat diambil tindakan medis

tertentu. 2. a. Indikasi medis adalah suatu kondisi yang benar-benar mengharuskan diambil

tindakan medis tertentu sebab tanpa tindakan medis tertentu itu,ibu hamil dan janinnya

terancam bahaya maut, b. Tenaga kesehatan yang dapat melakukan tindakan medis tertentu

adalah tenaga yang memiliki keahlian dan wewenang untuk melakukannya yaitu seorang

dokter ahli kandungan seorang dokter ahli kebidanan dan penyakit kandungan, c. Hak utama

untuk memberikan persetujuan ada ibu hamil yang bersangkutan kecuali dalam keadaan tidak

sadar atau tidak dapat memberikan persetujuannya ,dapat diminta dari semua atau

keluarganya, d. Sarana kesehatan tertentu adalah sarana kesehatan yang memiliki tenaga dan

peralatan yang memadai untuk tindakan tersebut dan ditunjuk oleh pemerintah. 3. Dalam

Peraturan Pemerintah sebagai pelaksanan dari pasal ini dijabarkan antara lain mengenal

keadaan darurat dalam menyelamatkan jiwa ibu hamil atau janinnya,tenaga kesehatan

mempunyai keahlian dan wewenang bentuk persetujuan, sarana kesehatan yang ditunjuk. Ada

3 aturan aborsi di Indonesia yang berlaku hingga saat ini yaitu : Undang-Undang RI No. 1

Tahun 1946 tentang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang menjelaskan dengan

alasan apapun, aborsi adalah tindakan melanggar hukum.  Sampai saat ini masih diterapkan.

Undang-Undang RI No. 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Penghapusan Segala

Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan. Undang-undang RI No. 23 Tahun 1992 tentang

kesehatan yang menuliskan dalam kondisi tertentu, bisa dilakukan tindakan medis tertentu

(aborsi).9

Ketentuan Hukumnya dalam KUHP Bab XIX Pasal 346 s/d 350 dinyatakan sebagai

berikut:2 Pasal 346 : “Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan

kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling

lama empat tahun”. Pasal 347 : 1. Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau

mematikan kandungan seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara

paling lama dua belas tahun. 2. Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita

tersebut,diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun. Pasal 348 : 1. Barang

siapa dengan sengaja menggunakan atau mematikan kandungan seorang wanita dengan

persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan. 2. Jika

perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut,diancam dengan pidana penjara paling

lama tujuh tahun. Pasal 349 : “Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu

melakukan kejahatan berdasarkan pasal 346, ataupun membantu melakukan salah satu

kejahatan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat

Page 13: Makala Blok 27

ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencaharian dalam

mana kejahatan dilakukan”.8,9

2.4 Aspek Etika

Dokter sebagai tenaga professional bertanggung jawab dalam setiap tindakan medis yang

dilakukan terhadap pasaien. Dalam menjalankan tugas profesionalnya didasarkan pada niat

baik yaitu berupaya dengan sungguh-sungguh berdasarkan pengetahuannya yang dilandasi

dengan sumpah dokter, kode etik kedokteran dan standar profesinya untuk menyembuhkan

atau menolong pasien. Peraturan yang mengatur tanggung jawab etis dari seorang dokter

adalah Kode Etik Kedokteran Indonesia dan Lafal Sumpah Dokter. Kode etik adalah

pedoman perilaku. Kode Etik Kedokteran Indonesia dikeluarkan dengan Surat Keputusan

Menteri Kesehatan no. 434 / Men.Kes/SK/X/1983. Kode Etik Kedokteran Indonesia disusun

dengan mempertimbangkan International Code of Medical Ethics dengan landasan idiil

Pancasila dan landasan strukturil Undang-undang Dasar 1945. Kode Etik Kedokteran

Indonesia ini mengatur hubungan antar manusia yang mencakup kewajiban umum seorang

dokter, hubungan dokter dengan pasiennya, kewajiban dokter terhadap sejawatnya dan

kewajiban dokter terhadap diri sendiri. 54 pelanggaran terhadap butir-butir Kode Etik

Kedokteran Indonesia ada yang merupakan pelanggaran etik semata-mata dan ada pula yang

merupakan pelanggaran etik dan sekaligus pelanggaran hukum. Pelanggaran etik tidak selalu

berarti pelanggaran hukum, begitu juga sebaliknya. Pada kasus abortus provokatus kode etik

yang dilanggar berupa KODEKI Bab II butir 7d yang berbunyi “Seorang dokter harus

senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup makhluk insani”.7-9

Contoh pelanggaran etik murni antara lain menarik imbalan yang tidak wajar atau

menarik imbalan jasa dari keluarga sejawat dokter dan dokter gigi, mengambil alih pasien

tanpa persetujuan sejawatnya, memuji diri sendiri di depan pasien, tidak pernah mengikuti

pendidikan kedokteran yang berkesinambungan, dokter mengabaikan kesehatannya sendiri.

Contoh pelanggaran etikolegal adalah pelayanan dokter di bawah standar, menerbitkan surat

keterangan palsu, membuka rahasia jabatan atau pekerjaan dokter, abortus provokatus.8,9

2.5 Aspek Disiplin Medis

Bentuk pelanggaran disiplin kedokteran yakni melakukan praktik kedokteran   dengan

tidak kompeten, dalam menjalankan asuhan klinis kepada pasien, tenaga medik harus bekerja

dalam batas-batas kompetensinya, baik dalam penegakkan diagnosis maupun dalam

penatalaksanaan pasien. Tidak merujuk pasien kepada tenaga medik lain yang memiliki

Page 14: Makala Blok 27

kompetensi sesuai, dalam menangani penyakit atau kondisi pasien diluar kompetensinya

(karena keterbatasan pengetahuan, ketrampilan ataupun peralatan yang tersedia), maka dokter

atau dokter gigi wajib menawarkan kepada pasien untuk dirujuk atau dikonsultasikan kepada

dokter atau dokter gigi lain atau sarana pelayanan kesehatan lain yang lebih sesuai, upaya

perujukan tidak  dilakukan pada keadaan-keadaan antara lain : a. sifat sakit pasien tidak

memungkinkan untuk dirujuk, b. keberadaan tenaga medik lain dan atau sarana kesehatan

yang lebih tepat  sulit dijangkau, c. atas kehendak pasien. Mendelegasikan pekerjaan kepada

tenaga kesehatan tertentu yang tidak memiliki kompetensi untuk melaksanakan pekerjaan

tersebut , a. dokter atau dokter gigi dapat mendelegasikan  tindakan atau prosedur kedokteran

tertentu kepada tenaga kesehatan tertentu yang sesuai dengan ruang lingkup ketrampilan

mereka. b. dokter harus yakin bahwa tenaga kesehatan yang menerima pendelegasian

memiliki  kompetensi untuk itu. c. dokter tetap bertanggung jawab atas penatalaksanaan

pasien  tersebut.  Menyediakan dokter atau dokter gigi pengganti yang tidak memiliki

kompetensi dan kewenangan yang sesuai atau tidak memberitahukan penggantian tersebut; a.

bila dokter berhalangan menjalankan praktik kedokteran, maka dapat menyediakan dokter

atau dokter gigi pengganti yang memiliki kompetensi sama dan memiliki SIP. b. dalam

kondisi keterbatasan tenaga dokter/dokter gigi dalam bidang tertentu sehingga tidak

memungkinkan tersedianya dokter/dokter gigi pengganti yang memiliki kompetensi yang

sama, maka dapat disediakan dokter/dokter gigi pengganti lainnya. c. SIP dokter atau dokter

gigi pengganti tidak harus SIP di tempat yang harus digantikan. d. ketidakhadiran dokter

bersangkutan dan kehadiran dokter atau dokter gigi pengganti pada saat dokter berhalangan

praktik, harus diinformasikan kepada pasien.  Menjalankan praktik kedokteran dalam kondisi

tingkat kesehatan fisik ataupun mental sedemikian rupa sehingga tidak kompeten dan dapat

membahayakan pasien; a. Dalam melaksanakan praktik, tenaga medik yang mengalami

gangguan kesehatan fisik atau mental tertentu dapat dinyatakan tidak kompeten (unfit to

practice) karena dapat membahayakan pasien. b. dokter bersangkutan baru dapat dibenarkan

untuk kembali melakukan praktik kedokteran/kedokteran gigi bilamana kesehatan fisik

maupun mentalnya telah pulih untuk praktik (fit to practice). c. pernyatakan  layak atau tidak

layak untuk melaksanakan praktik kedokteran dilakukan oleh “komite kesehatan” yang

dibentuk KKI. (diskusi dan usulan utk KKI). Dalam penatalaksanaan pasien, melakukan yang

seharusnya tidak dilakukan atau tidak melakukan yang seharusnya dilakukan, sesuai dengan

tanggung jawab profesionalnya, tanpa alasan pembenar atau pemaaf yang sah, sehingga dapat

membahayakan pasien, dokter atau dokter gigi wajib melakukan penatalaksanaan pasien

dengan teliti, tepat, hati-hati, etis dan penuh kepedulian  dalam hal-hal sebagai berikut: a.

Page 15: Makala Blok 27

Anamnesis, pemeriksaan fisik dan mental, bilamana perlu pemeriksaan penunjang diagnostik.

b. Penilaian riwayat penyakit, gejala dan tanda-tanda pada kondisi pasien. c. Tindakan dan

pengobatan secara professional. c. indakan yang tepat dan cepat terhadap keadaan yang

memerlukan intervensi kedokteran. d. kesiapan untuk berkonsultasi pada sejawat yang sesuai,

bilamana diperlukan  Melakukan pemeriksaan atau pengobatan berlebihan yang tidak sesuai

dengan kebutuhan pasien : a. dokter atau dokter gigi melakukan pemeriksaan  atau pemberian

terapi, ditujukan hanya untuk kebutuhan medik pasien. b. pemeriksaan atau pemberian terapi

yang berlebihan, dapat membebani pasien dari segi biaya maupun kenyamanan dan bahkan

dapat menimbulkan bahaya bagi pasien. Tidak memberikan penjelasan yang jujur, etis dan

memadai (adequate information) kepada pasien atau keluarganya dalam melakukan praktik

kedokteran : a. pasien mempunyai hak atas informasi tentang kesehatannya (the right to

information), dan oleh karenanya, dokter wajib memberikan informasi dengan bahasa yang

dipahami oleh pasien atau penterjemahnya, kecuali bila informasi tersebut dapat

membahayakan kesehatan pasien. b. informasi yang berkaitan dengan tindakan medik yang

akan dilakukan meliputi: diagnosis medik, tata cara tindakan medik, tujuan tindakan medik,

alternatif tindakan medik lain, risiko tindakan medik, komplikasi yang mungkin terjadi serta

prognosis terhadap tindakan yang dilakukan. c. pasien juga berhak memperoleh informasi

tentang biaya pelayanan kesehatan yang akan dijalaninya. d. keluarga pasien berhak

memperoleh informasi tentang sebab-sebab terjadinya kematian pasien, kecuali atas

kehendak pasien. Melakukan tindakan medik tanpa memperoleh persetujuan dari pasien atau

keluarga dekat atau wali atau pengampunya. a. setelah menerima informasi yang cukup dari

dokter dan memahami maknanya (well informed) sehingga  pasien dapat mengambil

keputusan bagi dirinya sendiri (the right to self determination) untuk menyetujui (consent)

atau menolak (refuse) tindakan medik yang akan dilakukan dokter kepadanya. b. setiap

tindakan medik yang akan dilakukan terhadap pasien, mensyaratkan persetujuan (otorisasi)

dari pasien yang bersangkutan. Dalam kondisi dimana pasien tidak dapat memberikan

persetujuan secara pribadi (dibawah umur atau keadaan fisik/mental tidak memungkinkan),

maka persetujuan dapat diberikan oleh keluarga terdekat (suami/istri, bapak/ibu, anak atau

saudara kandung) atau wali atau pengampunya (proxy). c. persetujuan tindakan medik

(informed consent) dapat dinyatakan secara tertulis atau lisan, termasuk dengan

menggunakan bahasa tubuh. Setiap tindakan medik yang mempunyai risiko tinggi

mensyaratkan persetujuan tertulis. d. dalam kondisi dimana pasien tidak memberikan

persetujuan dan tidak memiliki pendamping, maka dengan tujuan untuk penyelamatan atau

mencegah kecacatan pasien yang berada dalam keadaan darurat, tindakan medik dapat

Page 16: Makala Blok 27

dilakukan tanpa persetujuan pasien. e. dalam hal tindakan medik yang menyangkut kesehatan

reproduksi persetujuan harus dari pihak suami/istri. F. dalam hal tindakan medik yang

menyangkut kepentingan publik (antara lain imunisasi massal, wabah dan lain-lain) tidak

diperlukan persetujuan medis. Dengan sengaja, tidak membuat atau menyimpan rekam medik

sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan atau etika profesi : a. dalam

melaksanakan praktik kedokteran, tenaga medik wajib membuat rekam medik secara benar

dan lengkap serta menyimpan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. b.

dalam hal dokter berpraktik di sarana pelayanan kesehatan, maka penyimpanan rekam medik

merupakan tanggung jawab sarana pelayanan kesehatan yang bersangkutan. Melakukan

perbuatan yang bertujuan untuk menghentikan kehamilan yang tidak sesuai dengan ketentuan

sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan dan etika profesi : a. penghentian

(terminasi) kehamilan hanya dapat dilakukan atas  indikasi medik yang mengharuskan

tindakan tersebut. b. penentuan tindakan penghentian kehamilan pada pasien tertentu yang

mengorbankan nyawa janinnya, dilakukan oleh setidaknya dua orang dokter.  Melakukan

perbuatan yang dapat mengakhiri kehidupan pasien atas permintaan sendiri dan atau

keluarganya, sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan dan etika profesi: a.

setiap dokter tidak dibenarkan melakukan perbuatan yang bertujuan mengakhiri kehidupan

manusia, karena selain bertentangan dengan sumpah kedokteran dan atau etika kedokteran

dan atau tujuan profesi kedokteran, juga bertentangan dengan aturan hukum pidana. b. pada

kondisi sakit mencapai keadaan terminal, dimana upaya kedokteran kepada pasien

merupakan kesia-siaan (futile) menurut state of the art (SOTA) ilmu kedokteran, maka

dengan persetujuan pasien dan atau keluarga dekatnya, dokter dapat menghentikan

pengobatan, akan tetapi  tetap memberikan perawatan (ordinary care). Dalam keadaan

tersebut, dokter dianjurkan untuk berkonsultasi dengan sejawatnya atau komite etik rumah

sakit bersangkutan. Menjalankan praktik kedokteran dengan menerapkan pengetahuan atau

ketrampilan atau teknologi yang belum diterima atau diluar tatacara praktik kedokteran yang

layak: a. dalam rangka menjaga keselamatan pasien, setiap dokter dan dokter gigi wajib

menggunakan pengetahuan, ketrampilan dan tata cara praktik kedokteran yang telah diterima

oleh profesi kedokteran. b . setiap pengetahuan, ketrampilan dan tata cara baru harus melalui

penelitian / uji klinik tertentu sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Melakukan penelitian dalam praktik kedokteran dengan manusia sebagai subjek penelitian

tanpa persetujuan etik ( ethical clearance) , dalam praktik kedokteran dimungkinkan untuk

menggunakan pasien atau klien sebagai subjek penelitian asal mendapat ethical clearance dari

komisi etik penelitian. Tidak melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan,

Page 17: Makala Blok 27

padahal tidak membahayakan dirinya, kecuali bila ia yakin ada orang lain yang bertugas dan

mampu melakukannya: a. menolong orang lain yang membutuhkan pertolongan adalah

kewajiban yang mendasar bagi setiap manusia, khususnya bagi dokter atau dokter gigi di

sarana pelayanan kesehatan. b. kewajiban tersebut dapat diabaikan apabila membahayakan

dirinya atau apabila telah ada individu lain yang mau dan mampu melakukannya atau karena

ada ketentuan lain yang telah diatur oleh sarana pelayanan kesehatan tertentu. Menolak atau

menghentikan tindakan pengobatan terhadap pasien tanpa alasan yang layak dan sah

sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan atau etika profesi: a. tugas

profesional medik adalah melakukan pelayanan kesehatan terhadap pasien secara tuntas. b.

beberapa alasan yang dibenarkan bagi dokter untuk menolak atau mengakhiri pelayanan

kepada pasiennya (memutuskan hubungan dokter pasien) : pasien melakukan intimidasi

terhadap dokter/dokter gigi, pasien melakukan kekerasan terhadap dokter/dokter gigi dan

pasien berperilaku merusak hubungan saling percaya tanpa alasan.Dalam hal diatas dokter

wajib memberitahukan secara lisan atau tertulis kepada pasiennya dan menjamin

kelangsungan pengobatan pasien dengan cara merujuk dan menyertakan keterangan

medisnya. c dokter tidak boleh melakukan penolakan atau memutuskan hubungan dokter

pasien terapeutik semata-mata karena keluhan pasien (complaint),  alasan finansial, suku, ras,

jender, politik, agama dan kepercayaan.  Membuka rahasia kedokteran sebagaimana diatur

dalam peraturan perundang-undangan atau etika profesi: a. dokter atau dokter gigi wajib

menjaga rahasia  pasiennya. Bila  dipandang perlu untuk menyampaikan  informasi tanpa

persetujuan pasien atau keluarga, maka dokter tersebut harus mempunyai alasan pembenaran.

b. alasan pembenaran yang dimaksud adalah: permintaan Majelis Pemeriksa MKDKI,

permintaan Majelis Hakim Sidang Pengadilan; dan sesuai dengan peraturan perundang-

undangan . Membuat keterangan medis yang tidak didasarkan kepada hasil pemeriksaan yang

diketahuinya secara benar dan patut : a. profesional medik harus jujur dan dapat dipercaya

dalam memberikan keterangan medik baik dalam bentuk lisan maupun tulisan. b. tenaga

medik tidak dibenarkan membuat atau memberikan keterangan palsu. c. dalam hal membuat

keterangan medik berbentuk tulisan (hardcopy), dokter wajib membaca secara teliti setiap

dokumen yang akan ditanda tangani, agar tidak terjadi kesalahan penjelasan yang dapat

menyesatkan.  Turut serta di dalam perbuatan yang termasuk ke dalam tindakan penyiksaan

( torture ) atau eksekusi hukuman mati , prinsip tugas mulia seorang profesional medik adalah

memelihara kesehatan fisik, mental dan sosial penerima jasa pelayanan kesehatan. Oleh

karenanya, seorang profesional medik tidak dibenarkan turut serta dalam pelaksanaan

tindakan yang bertentangan dengan tugas tersebut termasuk tindakan penyiksaan atau

Page 18: Makala Blok 27

pelaksanaan hukuman mati.  Meresepkan atau memberikan obat golongan narkotika,

psikotropika dan zat adiktif lainnya (NAPZA) yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-

undangan dan etika profesi, dokter dibenarkan memberikan obat golongan narkotika,

psikotropika dan zat adiktif lainnya sepanjang sesuai dengan indikasi medis dan peraturan

perundang-undangan.  Melakukan pelecehan seksual atau tindakan intimidasi atau tindakan

kekerasan terhadap pasien; penjelasan: Seorang profesional medik tidak boleh menggunakan

hubungan personal (seperti hubungan seks atau emosional)  yang merusak hubungan dokter –

pasien.  Menggunakan gelar akademik atau sebutan profesi yang bukan haknya, dalam

melaksanakan hubungan dokter-pasien, seorang dokter/dokter gigi hanya dibenarkan

menggunakan gelar akademik atau sebutan profesi sesuai dengan kemampuan, kewenangan

dan  ketentuan perundang-undangan. Penggunaan gelar dan sebutan lain yang tidak sesuai,

dinilai dapat menyesatkan masyarakat pengguna jasa pelayanan kesehatan.  Menerima

imbalan sebagai hasil dari rujukan atau permintaan pemeriksaan atau pemberian resep obat/

alat kesehatan, dalam melakukan rujukan (pasien, laboratorium, teknologi) kepada dokter

lain/ sarana penunjang lain, atau pembuatan resep/ pemberian obat, seorang dokter/dokter

gigi hanya dibenarkan bekerja untuk kepentingan pasien. Oleh karenanya, dokter tidak

dibenarkan meminta atau  menerima imbalan jasa diluar ketentuan etika profesi yang  dapat

mempengaruhi indepedensi dokter (kick-back atau fee-splitting). Mengiklankan

kemampuan/pelayanan atau kelebihan kemampuan/ pelayanan yang dimiliki, baik lisan

ataupun tulisan, yang bertentangan dengan etika profesi, masyarakat sebagai pengguna jasa

pelayanan medik, membutuhkan informasi tentang kemampuan/pelayanan seorang

dokter/dokter gigi untuk kepentingan pengobatan dan rujukan. Oleh karenanya, profesional

medik hanya dibenarkan memberikan informasi yang memenuhi ketentuan umum yakni: sah,

patut, jujur, akurat dan dapat dipercaya. Ketergantungan pada narkotika, psikotropika,

alkohol serta zat adiktif lainnya, penggunaan narkotika, psikotropika,  alkohol serta zat

adiktif lainnya  (NAPZA) dapat menurunkan kemampuan seorang dokter/dokter gigi

sehingga berpotensi  membahayakan pengguna pelayanan medik.  Berpraktik dengan

menggunakan STR atau SIP dan/atau sertifikat kompetensi yang tidak sah, seorang

dokter/dokter gigi yang diduga memiliki STR dan atau  SIP dengan menggunakan

persyaratan yang tidak sah dapat diajukan ke MKDKI. Apabila terbukti pelanggaran tersebut

maka STR akan dicabut oleh Konsil Kedokteran Indonesia. Ketidak jujuran dalam

bertransaksi   dengan pasien dalam memberikan pelayanan medik , dokter/dokter gigi harus

jujur meminta imbalan jasa sesuai dengan tindakan yang dilakukan. Dikenai hukuman pidana

yang telah berkekuatan tetap atas perbuatan pidana yang berkaitan dengan

Page 19: Makala Blok 27

keluhuran/martabat profesi kedokteran atau disiplin profesi atau etika profesi, MKDKI dapat

memperoleh informasi dari instansi resmi maupun dari media massa. Berdasarkan hal

tersebut KKI secara aktif meminta amar keputusan. Sanksi disiplin yang dapat dikenakan

oleh MKDKI berdasarkan Undang- undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran

pada Pasal 69 ayat (3) adalah : a. pemberian peringatan tertulis, b. rekomendasi pencabutan

Surat Tanda Registrasi atau Surat Izin Praktik; dan/atau c. kewajiban mengikuti pendidikan

atau pelatihan di institusi pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi. Rekomendasi

pencabutan Surat Tanda Registrasi atau Surat Izin Praktik yang dimaksud  dapat berupa

Rekomendasi pencabutan Surat Tanda Registrasi atau Surat Izin Praktik sementara selama-

lamanya 1 (satu) tahun, atau Rekomendasi pencabutan Surat Tanda Registrasi atau Surat Izin

Praktik tetap atau selamannya;Kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi

pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi yang  dimaksud  dapat berupa: a) pendidikan

formal, b) pelatihan dalam pengetahuan dan atau ketrampilan, magang  di institusi pendidikan

atau  sarana pelayanan kesehatan jejaringnya atau sarana pelayanan kesehatan yang ditunjuk,

sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan dan paling lama 1 (satu) tahun.2,3,6,9

Kesimpulan

Daftar Pustaka

1. Asmarawati T. Hukum dan abortus. Yogyakarta: Penerbit Deepulish; 2013.h.12-35

2. Hanafiah JM. Etika kedokteran dan hukum kesehatan edisi 4.Jakarta: EGC; 2009.h.1-6,

25-30, 160-9.

3. Chang, William. Bioetika sebuah pengantar. Yogyakarta : Penerbit Kanisius; 2009.h. 13-

9.

4. Haryani S. Sengketa medik: alternatif penyelesaian antara dokter dengan pasien. Jakarta:

Penerbit Diadit Media; 2005.h.10-25.

5. Gunawandi J. Persetujuan tindakan medis (informed consent) pasien, dokter, dan hukum.

Jakarta: Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007.h.2-10, 24-30, 72-

9,135-7.

6. Samil RS. Etika kedokteran Indonesia. Jakarta: Penerbit Yayasan Bina Pustaka; 2005.h.

45-57.

7. Jacobalis,Samsi. Perkembangan ilmu kedokteran, etika medis, dan Bioetika. Jakarta :

Sagung Seto, 2005. Hal 228, 238-40

Page 20: Makala Blok 27

8. Prodjodikoro W.T. tindak-tindak pidana tertentu di Indonesia. Bandung: Penerbit Refika

Aditama; 2008.h.21-9.

9. Bertens K. Dokumen Etika dan Hukum Kedokteran. Jakarta: Universitas Atmajaya;

2007.h.351-64