kelompok 6 blok 27
DESCRIPTION
anmalTRANSCRIPT
Skenario A Tutorial Blok 27 Tahun 2015
dr.Thamrin, dokter di RSUD yang terletak sekitar 40 km dari Palembang. Sekitar 100
meter dari RSUD, terjadi kecelakaan lalu lintas. Mobil minibus yang melaju dengan
kecepatan tinggi menabrak pohon beringin. Bagian depan mobil hancur, kaca depan pecah.
Sang sopir, satu-satunya penumpang mobil terlempar keluar melalui kaca depan.
dr. Thamrin yang mendengar tabrakan langsung pergi ke tempat kejadian dengan
membawa peralatan tatalaksana trauma seadanya. Di tempat kejadian, terlihat sang sopir,
laki-laki 30 tahun, tergeletak dan merintih, mengeluh dadanya sesak, nyeri di dada kanan dan
nyeri paha kiri.
Melalui pemeriksaan sekilas, didapatkan gambaran:
- Pasien terlihat sadar tapi terlihat bingung, cemas, dan kesulitan bernapas
- Tanda vital : laju respirasi 40x/menit; nadi 100x/menit; lemah, TD 90/50 mmHg
- Wajah dan bibir terlihat kebiruan
- Kulit pucat, dngin, berkeringat ingin
- Terlihat deformitas di paha kiri
- GCS 13 (E 3, M 6, V 4)
Setelah melakukan penanganan seadanya, dr. Thamrin langsung membawa sang sopir ke
UGD, setelah penanganan awal di UGD RSUD pasien dipersiapkan untuk dirujuk ke RSMH.
PEMERIKSAAN FISIK:
Kepala: luka lecet di dahi, dan pelipis kanan diameter 2-4cm.
Lain: DBN
Thoraks:
Inspeksi: gerakan dinding dada asimetris, kanan tertinggal, frekuensi napas 40x/menit,
nampak memardi sekitar dada kanan, bawah , sampai ke samping. Trakea bergeser ke kiri,
vena jugularis distensi.
Auskultasi: bunyi napas kanan melemah, bising napas kiri terdengar jelas. Bunyi jantung
terdengar jelas, cepat, frekuensi 110x/menit.
Palpasi: nyeri tekan pada dada kanan bawah, sampai ke samping lokasi memar. Krepitasi
pada pada kosta 9, 10, 11, kanan depan.
Perkusi: kanan hipersonor, kiri sonor.
Abdomen:
Inspeksi: dinding perut datar
Auskultasi: bising usus normal
Palpasi: nyeri tekan (-)
Ekstremitas: Paha kiri.
Inspeksi: tampak deformitas, memar, hematom pada paha tengah kiri
Palpasi: nyeri tekan, krepitasi (tidak boleh diperiksa)
ROM: pasif: limitasi gerakan, aktif: limitasi gerakan.
KLARIFIKASI ISTILAH
Minibus : kendaraan bus yang ukurannya lebih kecil dari bus pada umumnya sehingga
jumlah penumpang yang diangkutnya lebih sedikit
Merintih : mengerang karena kesakitan
Sesak : gejala subjektif berupa keinginan untuk meningkatkan upaya mendapatkan
udara
Nyeri : rasa sakit seperti ditusuk jarum atau seperti dijepit pada bagian tubuh
Sianosis : warna kulit dan membran mukosa kebiruan karena kandungan oksigen yang
rendah dalam darah
Deformitas : perubahan bentuk pergerakan tulang karena kuatnya tarikan
GCS : Glasgow Coma Scale adalah skala yang dipaka untuk menentukan atau
menilai tingkat kesadaran pasien
Hipersonor : timpani, suara perkusi pada daerah yang lebih berongga kosong
Distensi vena jugularis: peningkatan volume dan tekanan pengisian pada sisi kanan jantung
Krepitasi : suara-suara yang dihasilkan oleh gesekan-gesekan dari segmen-segmen
Hematom : sekelompok sel darah yang mengalami ekstravasasi, biasanya menggumpal
di dalam organ atau di luar
\
IDENTIFIKASI MASALAH
1. dr.Thamrin, dokter di RSUD yang terletak sekitar 40 km dari Palembang. Sekitar 100
meter dari RSUD, terjadi kecelakaan lalu lintas. Mobil minibus yang melaju dengan
kecepatan tinggi menabrak pohon beringin. Bagian depan mobil hancur, kaca depan
pecah. Sang sopir, satu-satunya penumpang mobil terlempar keluar melalui kaca
depan.
2. dr. Thamrin yang mendengar tabrakan langsung pergi ke tempat kejadian dengan
membawa peralatan tatalaksana trauma seadanya.
3. Di tempat kejadian, terlihat sang sopir, laki-laki 30 tahun, tergeletak dan merintih,
mengeluh dadanya sesak, nyeri di dada kanan dan nyeri paha kiri.
4. Melalui pemeriksaan sekilas, didapatkan gambaran:
- Pasien terlihat sadar tapi terlihat bingung, cemas, dan kesulitan bernapas
- Tanda vital : laju respirasi 40x/menit; nadi 100x/menit; lemah, TD 90/50 mmHg
- Wajah dan bibir terlihat kebiruan
- Kulit pucat, dngin, berkeringat ingin
- Terlihat deformitas di paha kiri
- GCS 13 (E 3, M 6, V 4).
5. Setelah melakukan penanganan seadanya, dr. Thamrin langsung membawa sang sopir
ke UGD, setelah penanganan awal di UGD RSUD pasien dipersiapkan untuk dirujuk
ke RSMH.
PEMERIKSAAN FISIK:
Kepala: luka lecet di dahi, dan pelipis kanan diameter 2-4cm.
Lain: DBN
Thoraks:
Inspeksi: gerakan dinding dada asimetris, kanan tertinggal, frekuensi napas 40x/menit,
nampak memardi sekitar dada kanan, bawah , sampai ke samping. Trakea bergeser ke
kiri, vena jugularis distensi.
Auskultasi: bunyi napas kanan melemah, bising napas kiri terdengar jelas. Bunyi
jantung terdengar jelas, cepat, frekuensi 110x/menit.
Palpasi: nyeri tekan pada dada kanan bawah, sampai ke samping lokasi memar.
Krepitasi pada pada kosta 9, 10, 11, kanan depan.
Perkusi: kanan hipersonor, kiri sonor.
Abdomen:
Inspeksi: dinding perut datar
Auskultasi: bising usus normal
Palpasi: nyeri tekan (-)
Ekstremitas: Paha kiri.
Inspeksi: tampak deformitas, memar, hematom pada paha tengah kiri
Palpasi: nyeri tekan, krepitasi (tidak boleh diperiksa)
ROM: pasif: limitasi gerakan, aktif: limitasi gerakan.
ANALISIS MASALAH
1. dr.Thamrin, dokter di RSUD yang terletak sekitar 40 km dari Palembang. Sekitar
100 meter dari RSUD, terjadi kecelakaan lalu lintas. Mobil minibus yang melaju
dengan kecepatan tinggi menabrak pohon beringin. Bagian depan mobil hancur,
kaca depan pecah. Sang sopir, satu-satunya penumpang mobil terlempar keluar
melalui kaca depan.
- Bagaimana mekanisme trauma pada kasus dan termasuk trauma apakah kasus ini?
Mekanisme trauma mengacu pada bagaimana proses orang mengalami trauma.
Benturan frontal adalah tabrakan / benturan dengan benda didepan kendaraan,
yang secara tiba-tiba mengurangi kecepatannya, sehingga secara tiba-tiba
kecepatannya berkurang.
Pada suatu tabrakan frontal dengan penderita tanpa sabuk pengaman, penderita
akan mengalami beberapa fase sebagai berikut :
Fase 1
Bagian bawah penderita tergeser kedepan, biasanya lutut akan menghantam
dash board dengan keras yang menimbulkan bekas benturan pada dashboard
tersebut. Kemungkinan cedera yang akan terjadi :
1. Patah tulang paha karena menahan beban berlebihan
2. Dislokasi sendi panggul karena terdorong kedepan sehingga
lepas dari mangkuknya.
3. Dislokasi lutut atau
bahkan Patah tulang lutut Karena benturan yang keras pada
dash board
Fase 2
Bagian atas penderita turut tergeser kedepan sehingga dada dan atau perut
akan menghantam setir. Kemungkinan cedera yang akan terjadi :
1. Cedera abdomen sampai terjadinya perdarahan dalam karena
terjadinya perlukaan/ruptur pada organ seperti hati, limpa,
lambung dan usus.
2. Cedera dada seperti patah tulang rusuk dan tulang dada.
3. Selain itu ancaman terhadap organ dalam rongga dada seperti
paru-paru, jantung, dan aorta.
Fase 3
Tubuh penderita
akan naik, lalu kepala
membentur kaca mobil
bagian depan atau bagian
samping.Kemungkinan cedera yang akan terjadi :
1. Cedera kepala (berat, sedang, ringan)
2. Patah tulang leher (fraktur servikal)
Fase 4
Setelah muka membentur kaca, penderita kembali terpental ketempat duduk.
Perlu mendapat perhatian khusus apabila kursi mobil tidak tersedia head rest
karena kepala akan melenting dibagian atas sandaran kursi. Kondisi akan
semakin parah apabila penderita terpental keluar dari kendaraan Kemungkinan
cedera yang akan terjadi :
1. Patah tulang belakang (servikal-koksigis) karena proses duduk
yang begitu cepat sehingga menimbulkan beban berlebih pada
tulang belakang.
2. Patah tulang leher karena tidak ada head rest
3. Multiple trauma apabila penderita terpental keluar dari
kendaraan.
Sehingga dapat disimpulkan berdasarkan skenario
Mobil melaju kencang menabrak pohon bagian depan mobil hancur dan
kaca pecah sopir terlempar keluar melalui kaca depan multipel trauma
2. dr. Thamrin yang mendengar tabrakan langsung pergi ke tempat kejadian dengan
membawa peralatan tatalaksana trauma seadanya. Di tempat kejadian, terlihat
sang sopir, laki-laki 30 tahun, tergeletak dan merintih, mengeluh dadanya sesak,
nyeri di dada kanan dan nyeri paha kiri.
- Bagaimana tatalaksana awal pada kasus ini?
a. Tatalaksana Awal di Tempat Kejadian
Persiapan
1) Memberitahu perawat/petugas kesehatan di puskesmas untuk
mempersiapkan ruang UGD dan peralatan-peralatannya.
2) Mempersiapakan alat-alat emergency yang dibutuhkan, meliputi :
- Stetoskop
- Spet
- Ambu bag
- ETT, NGT
- Laryngoskop
- Hard neck collar
- Spalek / bidai
- Long spine board
- Perban elstic
- Kapas
- Larutan antispetik
3) Pakai baju pengaman, hasnkun, google sebagai pengaman
4) Menuju TKP dengan membawa alat tersebut dengan ditemani 2 orang
asisten.
BLS / PHTLS Di TKP
1) Pemeriksaan kesadaran :
Tanya nama pasien untuk menilai kesadaran
Nilai cara bicara untuk assessment airway
Lakukan peraba nadi (arteri radialis) sambil mengajukan pertanyaan
2) Evaluasi airway. Lakukan control serviks .Pasang neck collar, dengan
terlebih dahulu mengukur dengan teknik 4 jari
Membuka atau melonggarkan pakaian pasien, tapi cegah hipotermia,
lakukan inspeks cepat.
3) Breathing : Auskulatsi paru dan perkusi dada (menilai tension
pneumotorak)
Berikan tambahan oksigen dengan ambu bag.
Neck Collar
Traction splint
Long spine board
Spalek/splint
Needle dekompresi tension pneumotoraks dengan tahapan :
Tentukan intercostals 2 dengan palpasi
Lakukan desinfeksi dengan larutan antiseptik
Gunakan spet yang ditusuk pada intercostals 2
4) Circulation :
Lakukan pemeriksaan perdarahan ekstrenal dengan teknik body sweep
Bila terdapat perdarahan eksternal lakukan control dengan balut tekan
dan elevasi.
5) Lakukan pembidaian femur (dengan spalek atau
teknik neighbouring splint) atau traksi dengan
menggunakan traction splint (penting untuk
mencegah terjadinya overriding tulang femur)
Sebelum dan sesudah memasang traction splint,
lakukan perabaan arteri dorsalis pedis untuk
menilai apakah ikatan terlalu kuat.
6) Lakukan immobilisasi pasien
Persiapkan long spine board
Lakukan “penggulingan” korban (90°) dengan teknik logroll (teknik agar
tulang belakang, pelvis, dll tidak bergerak, membutuhkan min 3 orang)
7) Teknik transport pasien
Jika ada ambulance, transport pasien dengan ambulance. Jika tidak ada
sebaiknya menggunankan alat transport lain untuk mencegah guncangan
bila dibawa tanpa alat transpor.
- Apa saja peralatan tatalaksana trauma awal?
a. Peralatan
Pembalut biasa, Pembalut segitiga,
Kasa steril, Plester/Perban, Kapas
Tourniquet
Alat suntik
Alat-alat bedah sederhana
Tandu, Bidai
Masker
b. Obat-obatan
1. Obat-obat antiseptik
2. Obat-obat suntikan
3. Obat-obat oral
- Bagaimana mekanisme dari gejala merintih, mengeluh dadanya sesak, nyeri di
dada kanan dan nyeri paha kiri?
Mekanisme merintih
Kecelakaan lalu lintas benturan frontal dada menumbur benda
tumpul trauma tumpul pada thorax udara dari dalam paru-paru bocor ke
rongga pleura udara tidak dapat keluar lagi dari rongga pleura (one-way valve)
tekanan intrapleural meningkat paru-paru kolaps pertukaran udara tidak
adekuat hipoksia meningkatkan usaha pernafasan merintih
Nyeri di dada kanan
Kemungkinan penyebab:
a. Sesak nafas kardiak
b. Obstruksi jalan nafas
c. Sesak nafas pada prenkim paru difus
d. Emboli paru
e. Kelainan vaskular
f. Gangguan transport oksigen
g. Kelainan pleura dan mediastinum (pneumotoraks, hemotoraks, tension
pneumotoraks)
h. Fraktur pada costae
Pneumotoraks adalah suatu keadaan dimana terdapatnya udara pada
rongga potensial diantara pleura visceral dan pleura parietal. Pada keadaan
normal rongga pleura dipenuhi oleh paru – paru yang mengembang pada saat
inspirasi disebabkan karena adanya tegangan permukaaan ( tekanan negatif )
antara kedua permukaan pleura, adanya udara pada rongga potensial di antara
pleura visceral dan pleura parietal menyebabkan paru-paru terdesak sesuai
dengan jumlah udara yang masuk kedalam rongga pleura tersebut, semakin
banyak udara yang masuk kedalam rongga pleura akan menyebabkan paru –
paru menjadi kolaps karena terdesak akibat udara yang masuk meningkat
tekanan pada intrapleura. Secara otomatis terjadi juga gangguan pada proses
perfusi oksigen kejaringan atau organ, akibat darah yang menuju kedalam paru
yang kolaps tidak mengalami proses ventilasi, sehingga proses oksigenasi
tidak terjadi.
Mekanisme pada kasus:
Kecelakaan lalu lintas dada membentur stir dan dashboard trauma tumpul
rongga toraks Fraktur costae 9,10,11 udara dari dalam paru bocor ke dalam
rongga pleura udara tidak dapat keluar dari pleura (fenomena ventil)
tekanan dalam pleura meningkat paru kolaps pertukaran udara menjadi
tidak adekuat hipoksia kesulitan bernafas (dada sesak).
Mekanisme nyeri paha
Kemungkinan terdapat fraktur femur dapat berupa patahan transversal,
oblik, spiral, atau lebih dari dua fragmen. Fraktur dapat berupa fraktur terbuka
atau tertutup. Untuk tulang panjang terbagi dalam sepertiga proksimal,
sepertiga tengah, dan sepertiga distal. Pada kasus merupakan fraktur korpus
femur tertutup.
Mekanisme pada kasus:
Trauma tumpul ( Kecelakaan lalu lintas) energi kinetik yang terbentuk
sangat besar eneri kinetik yang terbentuk berubah menjadi shockwave yang
harus diterima jaringan terjadi penekanan pada os. Femur Fraktur
femur stimulasi saraf nyeri nyeri paha
3. Melalui pemeriksaan sekilas, didapatkan gambaran:
- Pasien terlihat sadar tapi terlihat bingung, cemas, dan kesulitan bernapas
- Tanda vital : laju respirasi 40x/menit; nadi 100x/menit; lemah, TD 90/50
mmHg
- Wajah dan bibir terlihat kebiruan
- Kulit pucat, dngin, berkeringat ingin
- Terlihat deformitas di paha kiri
- GCS 13 (E 3, M 6, V 4).
- Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal dari pemeriksaan?
Keadaan
korban
Normal Interpretasi Mekanisme
Sadar tapi
terlihat
bingung
dan cemas
Sadar
sepenuhnya
Penurunan
kesadaran
(delirium)
Suplai O2 ke otak berkurang
gangguan fungsi otak
penurunan kesadaran
delirium
Kesulitan
bernafas
Tidak ada
kesulitan
Gangguan
pernapasan
Trauma tumpul pada thorax,
udara dari dalam paru-paru
bocor ke rongga pleura udara
tidak dapat keluar lagi dari
rongga pleura (one-way valve)
tekanan intrapleural
meningkat paru-paru kolaps
pertukaran udara tidak
adekuat hipoksia
kesulitan bernafas
RR:
40x/menit
16 – 24 x /
menit
takipneu Hipoksia meningkatkan
usaha pernafasan laju
respirasi meningkat
Nadi 110
x/menit
60-100 x/menit Takikardia Cardiac output menurun
kompensasi jantung
peningkatan denyut jantung
takikardia
TD: 90/50
mmHg
120/80 mmHg hipotensi Kecelakaan lalu lintas dada
menumbur setir trauma
tumpul pada thorax udara
dari dalam paru-paru bocor ke
rongga pleura udara tidak
dapat keluar lagi dari rongga
pleura (one-way valve)
tekanan intrapleural meningkat
mediastinum terdorong ke
arah yang berlawanan
menekan aliran balik vena
output jantung menurun
syok non hemoragik
hipotensi
Wajah dan
bibir
terlihat
kebiruan
Tidak ada
kebiruan
Sianosis Hipoksia penurunan suplai
O2 peningkatan kadar
hemoglobin yang tidak terikat
dengan O2 hemoglobin
tereduksi diskolorisasi yang
tampak pada wajah dan bibir
sebagai kebiruan
Kulit
pucat,
dingin, dan
berkeringat
dingin
Tidak pucat &
dingin
Kurang
perfusi O2 di
perifer
Hipoksia penurunan perfusi
O2 ke jaringan perifer kulit
pucat, dingin, berkeringat
dingin.
- Bagaimana pemeriksaan GCS?
Pada kasus Normal Interpretasi
GCS
Eye
Motor
Verbal
13
3
6
4
15
4
6
5
Cedera kepala sedang
Bereaksi jika diperintah
Normal
Jawaban kacau
Keterangan :
E = 3 Mata bisa membuka dengan perintah suara.
M = 6 Dapat menggerakkan anggota badannya sendiri berdasarkan
perintah.
V = 4 Pasien tampak bingung, disorientasi.
4. Setelah melakukan penanganan seadanya, dr. Thamrin langsung membawa sang
sopir ke UGD, setelah penanganan awal di UGD RSUD pasien dipersiapkan untuk
dirujuk ke RSMH.
- Apa bentuk penanganan seadanya yang dilakukan?
b. Tatalaksana Awal di Tempat Kejadian
Persiapan
5) Memberitahu perawat/petugas kesehatan di puskesmas untuk
mempersiapkan ruang UGD dan peralatan-peralatannya.
6) Mempersiapakan alat-alat emergency yang dibutuhkan, meliputi :
- Stetoskop
- Spet
- Ambu bag
- ETT, NGT
- Laryngoskop
- Hard neck collar
- Spalek / bidai
- Long spine board
- Perban elstic
- Kapas
- Larutan antispetik
7) Pakai baju pengaman, hasnkun, google sebagai pengaman
8) Menuju TKP dengan membawa alat tersebut dengan ditemani 2 orang
asisten.
BLS / PHTLS Di TKP
8) Pemeriksaan kesadaran :
Tanya nama pasien untuk menilai kesadaran
Nilai cara bicara untuk assessment airway
Lakukan peraba nadi (arteri radialis) sambil mengajukan pertanyaan
9) Evaluasi airway. Lakukan control serviks .Pasang neck collar, dengan
terlebih dahulu mengukur dengan teknik 4 jari
Membuka atau melonggarkan pakaian pasien, tapi cegah hipotermia,
lakukan inspeks cepat.
10) Breathing : Auskulatsi paru dan perkusi dada (menilai tension
pneumotorak)
Berikan tambahan oksigen dengan ambu bag.
Needle dekompresi tension pneumotoraks dengan tahapan :
Tentukan intercostals 2 dengan palpasi
Lakukan desinfeksi dengan larutan antiseptik
Neck Collar
Traction splint
Long spine board
Spalek/splint
Gunakan spet yang ditusuk pada intercostals 2
11) Circulation :
Lakukan pemeriksaan perdarahan ekstrenal dengan teknik body sweep
Bila terdapat perdarahan eksternal lakukan control dengan balut tekan
dan elevasi.
12) Lakukan pembidaian femur (dengan spalek atau
teknik neighbouring splint) atau traksi dengan
menggunakan traction splint (penting untuk
mencegah terjadinya overriding tulang femur)
Sebelum dan sesudah memasang traction splint,
lakukan perabaan arteri dorsalis pedis untuk
menilai apakah ikatan terlalu kuat.
13) Lakukan immobilisasi pasien
Persiapkan long spine board
Lakukan “penggulingan” korban (90°) dengan teknik logroll (teknik agar
tulang belakang, pelvis, dll tidak bergerak, membutuhkan min 3 orang)
14) Teknik transport pasien
Jika ada ambulance, transport pasien dengan ambulance. Jika tidak ada
sebaiknya menggunankan alat transport lain untuk mencegah guncangan
bila dibawa tanpa alat transpor.
- Mengapa pada kasus ini pasien dirujuk?
Kriteria Rujukan Antar Rumah Sakit :
1) Bila keadaan rumah sakit tidak mencukupi kebutuhan penderita
2) Keadaan klinis pasien
Susunan saraf pusat
Trauma kapitis
Luka tembus atau fraktur impresi
Luka terbuka, dengan atau tanpa kebocoran cairan serebrospinal
GCS < 14 atau penurunan GCS lebih lanjut
Tanda lateralisasi
Trauma medula spinalis atau fraktur vertebra yang berat
Toraks
Mediastinum melebar atau curiga cedera aorta
Cedera dinding dada berat atau kontusio paru
Cedera jantung
Penderita yang membutuhkan ventilasi untuk waktu lama
Pelvis/ Abdomen
Kerusakan pelvis-ring yang tidak stabil
Kerusakan pelvic ring dengan syok, dan tanda perdarahan lanjut
Fraktur pelvis terbuka
Ekstremitas
Fraktur terbuka yang berat
Traumatik amputasi yang masih mungkin dilakukan re-implantasi
Fraktur intra-artikulat yang rumit
Crush injury yang berat
Iskemia
Cedera multi-sistem
Trauma kapitis disertai trauma wajah, toraks, abdomen atau pelvis
Cedera pada lebih dari 2 anggota tubuh
Luka bakar berat, atau luka bakar dengan cedera lain
Fraktur tulang panjang proksimal pada lebih dari satu tulang
Faktor komorbid
Umur > 55 tahun
Anak-anak
Penyakit jantung atau pernapasan
Insulin dependent diabetes melitus, obesitas morbid
Kehamilan
Imunosupresi
Penurunan kesadaran lebih lanjut (late sequele)
Diperlukan ventilasi mekanik
Sepsis
Kegagalan organ tunggal atau multipel (penurunan keadaan susunan
saraf pusat, jantung, pernapasan, hepar, ginjal, atau sistem koagulasi)
Nekrosis jaringan yang luas
5. PEMERIKSAAN FISIK:
Kepala : luka lecet di dahi, dan pelipis kanan diameter 2-4cm.
Lain: DBN
Thoraks :
Inspeksi: gerakan dinding dada asimetris, kanan tertinggal, frekuensi napas 40x/menit,
nampak memardi sekitar dada kanan, bawah , sampai ke samping. Trakea bergeser ke
kiri, vena jugularis distensi.
Auskultasi: bunyi napas kanan melemah, bising napas kiri terdengar jelas. Bunyi
jantung terdengar jelas, cepat, frekuensi 110x/menit.
Palpasi: nyeri tekan pada dada kanan bawah, sampai ke samping lokasi memar.
Krepitasi pada pada kosta 9, 10, 11, kanan depan.
Perkusi: kanan hipersonor, kiri sonor.
Abdomen:
Inspeksi: dinding perut datar
Auskultasi: bising usus normal
Palpasi: nyeri tekan (-)
Ekstremitas : Paha kiri.
Inspeksi: tampak deformitas, memar, hematom pada paha tengah kiri
Palpasi: nyeri tekan, krepitasi (tidak boleh diperiksa)
ROM: pasif: limitasi gerakan, aktif: limitasi gerakan.
- Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal dari pemeriksaan fisik?
Thorax
Inspeksi: Gerakan dada asimetris , kanan tertinggal
Tampak memar disekitar dada kanan bawah sampai ke
samping
Auskultasi: Bunyi napas kanan melemah
Bising nafas kiri terdengar jelas
Bunyi jantung jelas dan cepat
Palpasi: Nyeri tekan dada kanan bawah sampai ke samping;
Krepitasi pada costa 9,10,11 kanan depan
Perkusi
Kanan : hipersonor
Kiri : sonor
Tension Pneumothorax
Fraktur os costae IX, X,
XI
Tension pneumothorax
pada dada kanan
Patofisiologi Gejala
1) Inspeksi
Gerakan dinding dada asymetris dada kanan tertinggal : gangguan pada salah
satu sisi paru, dengan kata lain gerakan dada kiri lebih aktif dari dada kanan,
akibatnya beban untuk mengkonpensasi hipoksemi ini ditanggung oleh paru kiri
sehingga gerakannya lebih aktif
Tampak memar di sekitar dada kanan bagian tengah sampai ke samping
rupturnya pembuluh darah
Trakea bergeser ke kiri
Normalnya trakea terlihat lurus pada medial tubuh. Trakea yang bergeser ke kiri
menujukkan adanya sesuatu pada bagian kiri yang menarik trakea ke kiri atau
pada bagian kanan paru yang mendorong atau mendesak trakea untuk bergeser ke
kiri.
Mekanisme: robekan pada pleura udara dapat masuk ke rongga pleura namun
tidak dapat keluar penumpukan udara pada rongga pleura pengembangan
rongga pleura mendorong trakea ke kiri
JVP distensi menujukkan adanya peningkatan tekanan pada struktur di bawah
vena jugularis, baik itu dari jantung (atrium kanan) atau dari vena yang
menampung darah dari vena jugularis.
Mekanisme: robekan pada pleura udara dapat masuk ke rongga pleura namun
tidak dapat keluar penumpukan udara pada rongga pleura pengembangan
rongga pleura peningkatan tekanan pada rongga toraks menekan vena cava
superior atau vena subcalvia peningkatan tekanan di vena jugularis vena
jugularis distensi
2) Palpasi
Nyeri tekan pada dada kanan bawah sampai ke samping lokasi memar: fraktur
iga/flail chest, atau peregangan pleura akibat perubahan tegangan rongga pleura
atau pleuritis atau bisa juga hanya sebatas perangsangan nociceptor saraf
intercostae akibat kerusakan struktur yang ditimbulkan akibat trauma tersebut.
Krepitasi pada costa 9,10,11 kana depan :
Fraktur iga. Merupakan komponen dari dinding thorax yang paling
sering mengalami trauma, perlukaan pada iga sering bermakna, Nyeri pada
pergerakan akibat terbidainya iga terhadap dinding thorax secara keseluruhan
menyebabkan gangguan ventilasi. Batuk yang tidak efektif intuk mengeluarkan
sekret dapat mengakibatkan insiden atelaktasis dan pneumonia meningkat secara
bermakna dan disertai timbulnya penyakit paru – paru. Yang paling sering
mengalami trauma adalah iga begian tengah (iga ke – 4 sampai ke –9).
Flail Chest. terjadi ketika segmen dinding dada tidak lagi mempunyai
kontinuitas dengan keseluruhan dinding dada. Keadaan tersebut terjadi karena
fraktur iga multipel pada dua atau lebih tulang iga dengan dua atau lebih garis
fraktur. Adanya semen flail chest (segmen mengambang) menyebabkan gangguan
pada pergerakan dinding dada. Jika kerusakan parenkim paru di bawahnya terjadi
sesuai dengan kerusakan pada tulang maka akan menyebabkan hipoksia yang
serius. Kesulitan utama pada kelainan Flail Chest yaitu trauma pada parenkim
paru yang mungkin terjadi (kontusio paru).
Walaupun ketidak-stabilan dinding dada menimbulkan gerakan
paradoksal dari dinding dada pada inspirasi dan ekspirasi, defek ini sendiri saja
tidak akan menyebabkan hipoksia. Penyebab timbulnya hipoksia pada penderita
ini terutama disebabkan nyeri yang mengakibatkan gerakan dinding dada yang
tertahan dan trauma jaringan parunya.
Flail Chest mungkin tidak terlihat pada awalnya, karena splinting
(terbelat) dengan dinding dada. Gerakan pernafasan menjadi buruk dan toraks
bergerak secara asimetris dan tidak terkoordinasi. Palpasi gerakan pernafasan
yang abnormal dan krepitasi iga atau fraktur tulang rawan membantu diagnosisi.
Dengan foto toraks akan lebih jelas karena akan terlihat fraktur iga yang multipel,
akan tetapi terpisahnya sendi costochondral tidak akan terlihat. Pemeriksaan
analisis gas darah yaitu adanya hipoksia akibat kegagalan pernafasan, juga
membantu dalam diagnosis Flail Chest.
3) Perkusi
Kanan hiper sonor, kiri sonor normalnya pada saat perkusi sonor.
Mekanismenya: truma dada kanan rongga pleura paru kanan berhubungan
dengan udara luar karena tekanan di pleura > rendah tekanan atmosfer
udara dari atmosfer masuk memenuhi rongga pleura Tension pneumothoraks
saat auskultasi, bgn stetoskop mendengar banyak udara di pleura cavity selain
mendengar bunyi udara dari dlm parenkim paru itu sendiri hipersonor
4) Auskultasi
Bunyi nafas kanan melemah, Bising nafas kiri terdengar jelas Pertukaran gas
di paru kanan lebih sedikit dari paru kiri, peningkatan dead space di paru
kanan/presentasi parenkim paru yg ateletaksis besar.
Bunyi jantung jelas dan cepat tidak ada tamponade jantung, kelainan-kelainan
jantung yang berpartisipasi dalam menimbulkan keadaan hipoksemia (Shock
Kardiogenic, Kontusio jantung).
- Apa penatalakasaan awal di UGD yang dapat dilakukan?
Primary survey
1) Airway : jaga jalan napas tetap paten. Bila diperlukan
lakukan pemasangan intubasi ETT (dengan bantuan auskultasi
pada 5 titik) dan pemberian oksigen dengan ambu bag
(resusitasi oksigen), NGT dapat dipasang untuk mencegah
aspirasi.
2) Breathing : Inspeksi dada, auskultasi paru dan jantung, perkusi,
palpasi
Untuk tatalaksana lanjut tension pneumothoraks dilakukan pemasangan chest
tube:
Antiseptik daerah insersi chest tube
Penyuntikan anastesi pada dinding dada intercostals 5 (intramuscular,
pleura parietal, permukaan periosteal iga 5)
Incisi dengan skapel
Pemasukan chest tube (ukuran 24 -26 french)
Fiksasi chest tube
3) Circulation : Pemberian kristaloid (RL 4500 – 6000 cc /
jam) caliber besar yang telah dihangatkan, melalui IV
(resusitasi cairan)
4) Exposure : membuka keseluruhan pakaian pasien (digunting)
tetapi cegah hipotermia
Untuk tatalaksana fraktur iga
Pemberian analgesia untuk mengurangi nyeri dan membantu pengembangan
dada: Morphine Sulfate. Hidrokodon atau kodein yang dikombinasi
denganaspirin atau asetaminofen setiap 4 jam.
Blok nervus interkostalis dapat digunakan untuk mengatasi nyeri berat akibat
fraktur costae
- Bupivakain (Marcaine) 0,5% 2 sampai 5 ml, diinfiltrasikan di sekitar n.
interkostalis pada costa yang fraktur serta costa-costa di atas dan di bawah
yang cedera
- Tempat penyuntikan di bawah tepi bawah costa, antara tempat fraktur dan
prosesus spinosus. Jangan sampai mengenai pembuluh darah interkostalis
dan parenkim paru
Pengikatan dada yang kuat tidak dianjurkan karena dapat membatasi
pernapasan
Jika pasien telah stabil kita lakukan secondary survey.
1) Monitoring (kesadaran, vital sign, cairan urin, ABG, dll)
2) Anamnesis SAMPLE (Sensation, Allergic, Past illness, Last meal, Event)
3) Pemeriksan head to toe untuk mengetahui kemungkinan ada trauma lain. Semua
prosedur yang dilakukan harus dicatat dengan baik. Pemeriksaan dari kepala
sampai ke jari kaki (head-to-toe examination) dilakukan dengan perhatian utama :
Pemeriksaan kepala
Kelainan kulit kepala dan bola mata, telinga bagian luar dan membrana timpani,
cedera jaringan lunak periorbital
Pemeriksaan leher
Emfisema subkutan,deviasi trachea, vena leher yang mengembang
Pemeriksaan neurologis
Penilaian fungsi otak dengan Glasgow Coma Scale (GCS), penilaian rasa raba /
sensasi dan refleks
Pemeriksaan dada
Clavicula dan semua tulang iga, suara napas dan jantung, pemantauan ECG (bila
tersedia)
Pemeriksaan rongga perut (abdomen)
cari luka, memar dan cedera lain, pasanglah pipa nasogastrik pada pasien trauma
tumpul abdomen kecuali bila ada trauma wajah. Periksa dubur (rectal toucher),
pasang kateter kandung seni jika tidak ada darah di meatus externus
Pelvis dan ekstremitas
Cari adanya fraktura (pada kecurigaan fraktur pelvis jangan melakukan tes
gerakan apapun karena memperberat perdarahan), cari denyut nadi-nadi perifer
pada daerah trauma, cari luka, memar dan cedera lain
Evaluasi fungsi neurologis
Untuk evaluasi berat dan luasnya cedera, jika pasien sadar tanyakan dengan jelas
apa yang dirasakan dan minta pasien untuk melakukan gerakan agar dapat
dievaluasi fungsi motorik dari ekstremitas atas dan bawah.
Pemeriksaan Tambahan
Foto Thorax, indikasi : Fraktur iga, Flail chest, Pneumtoraks, Hemotoraks
Foto Pelvis, indikasi : Curiga fraktur pelvis, fraktur collumna femoris, dll
Foto femur, indikasi : Fraktur femur
DPL / USG abdomen, indikasi : curiga perdarahan intra-abdomen, trauma organ
abdominal, nyeri abdomen yang tidak bisa diterangkan sebabnya, trauma pada
bagian bawah dari dada, hipotensi, hematokrit turun tanpa alasan yang jelas,
pasien cedera abdominal dengan gangguan kesadaran (obat,alkohol, cedera
otak).
HIPOTESIS
Sang sopir, laki-laki, 30 tahun, diduga mengalami multiple trauma, dengan fraktur
tertutup paha kiri, dan tension pneumothoraks, akibat kecelakaan.
TEMPLATE ( Buat 2: Tension Pneumothoraks dan Fraktur Femur)
Pendekatan Diagnosis
Anamnesis
1. Keluhan utama : merintih, dada sesak, nyeri di dada dan paha
kanan
2. Pemeriksaan sekilas :
a. Pasien sadar tapi telihat bingung, cemas dan kesulitan bernapas
b. Tanda vital : laju repirasi 40x/menit, nadi 110x/menit;lemah, TD 90/50
mmHg
c. Wajah dan bibir terlihat kebiruan
d. Kulit pucat, dingin, berkeringatdingin
e. GCS : 13 (E:3, M:6, V:4)
3. Mekanisme trauma : trauma tumpul di dada sebelah kanan dan
paha kenan menyebabkan terjdai fraktur costae 9,10,11, dan fraktur di os.
Femur.
Pemeriksan fisik
I. Kepala : luka lecet di dahi dan pelipis kanan, diameter = 2-4 cm,
yang lain dalam batas normal
II. Leher : jejas tidak ada, JVP meningkat, trachea bergeser ke kiri
III. Thorax :
a) Inspeksi : gerakan dinding dada asimetris, paru kanan tertinggal, RR =
40x/menit, ada memar disekitar dada kanan bawah sampai ke samping
b) Auskultasi : suara nafas kanan melemah, bising nafas kiri terdengar jelas,
bunyi jantung terdengar jela, cepat, HR = 110x/menit
c) Palpasi : terdapat nyeri tekan pada kanan bawah sampai samping, krepitasi
pada costae 9, 10 11 kanan depan
d) Perkusi : kanan hiprsonor, kiri sonor.
IV. Abdomen
a) Inspeksi : Dinding perut datar
b) Auskultasi : bising usus normal
c) Palpasi : nyeri tekan tidak ada
V. Ekstremitas
a) Inspeksi : deformitas, memar, dan hematoma pada paha tengah
kanan
b) Palpasi : nyeri tekan paha tengah kanan
c) ROM : pasif limitasi gerakan, aktif limitasi gerakan
Dari pemeriksaan fisik dan pemeriksaan sekilas didapatkan tanda kegawatan,
tension pneumotoraks: nyeri dada, distres pernafasan, takikardi, hipotensi
deviasi trakea, hilangnya suara paru pada satu sisi yng terkena trauma, perkusi
hipersonor dan distensi vena jugularis, disertai sianosis. Didapatkan juga syok,
fraktur iga dan fraktur femur, perdarahan femur tertutup, perdarahab pelipis
dan dahi terbuka.
Pemeriksaan tambahan
A. Pemeriksaan laboratorium
- Pemeriksaan laboratorium darah rutin : Hb, RBC, WBC, gol. darah
- Analisis gas darah
B. Pemeriksaan Radiologi radiologi Thorax dan femur-pelvis
C. CT Scan kepala untuk memastikan kondisi cedera kepala
D. EKG memastikan jantung tidak terganggu
Diagnosis Banding
KONDISI PENILAIAN
Tension pneumothorax • Deviasi Tracheal
• Distensi vena leher
• Hipersonor
• Bising nafas (-)
Massive hemothorax • ± Deviasi Tracheal
• Vena leher kolaps
• Perkusi : dullness
• Bising nafas (-)
Cardiac tamponade • Distensi vena leher
• Bunyi jantung jauh dan lemah
• EKG abnormal
• Bising nafas(+)
Sesak Nafas
Komplikasi
Komplikasi :
- Infeksi
- Emboli
- Kematian
- Syok
o Disfungsi atau gagal multi organ
o Sekuele akibat gagal multi organ atau akibat hipoperfusi yang
berkepanjangan
o Kematian
- Tension Pneumothoraks
o Kegagalan respirasi akut
o Pio-pneumotoraks
o Henti jantung paru
o Kematian
- Fraktur iga dan Fraktur femur
o Shock
o Fat embolism
o Knee stiffness
o Non-union
Pencegahan dan Edukasi
Prognosis
Dubia et bonam
Jika diterapi (primary survey dan resusitasi) dengan tepat dan segera dirujuk
sehingga mendapat penanganan yang lebih lengkap dan tepat(di operasi dan
pemulihan kembai mencegah kecacatan).
KDU
3B, KASUS GAWAT DARURAT. Mampu membuat diagnosis klinik
berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan tambahan. Mampu memberikan
terapi pendahuluan dan merujuk ke spesialis yang relevan.