makalah bk
DESCRIPTION
Makalah BK.TRANSCRIPT
http://alifaprilia.blogspot.com/2012/09/makalah-bimbingan-dan-konseling-belajar.htmlhttps://katresna72.wordpress.com/2010/09/11/download-gratis-kumpulan-makalah-bk/(fokus)http://www.ziddu.com/download/8103677/KASSERTIVETRAININGUNTUKMENGATASIKETAKBERDAYAANDIRI.zip.htmlhttp://downloads.ziddu.com/download/8103675/kusResolusiKonflikAntarTemanSebayadiKalanganRemaja.zip.html/eng
Mario Haling* Yang MemBuat_u T'senyum & m'nangis kRn_a Adalah Amazing Yang Terbaik UntukMU *Jumat, 28 September 2012
Makalah Bimbingan dan Konseling Belajar
Kata Pengantar
Puji syukur Alhamdulillah kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmatnya kepada kami,
sehingga kami berhasil menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Tema makalah kami kali ini adalah “Bimbingan dan Konseling belajar” dimana di dalamnya
terdapat berbagai halyang berhubungan erat dengan Bimbingan Konseling diantaranya,
pengertian belajar, kesulitan belajar, diagnosis dan identifikasi masalah belajar, bimbingan
terhadap siswa yang mengalami kesulitan belajar dan sebagainya.
Harapan kami makalah ini dapat memberikan informasi untuk semua pihak, dan melalui kata
pengantar ini kami lebih dulu mohon maaf apabila dalam makalah ini ada yang salah atau kurang
tepat di hati pembaca. Kami sadar makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik
dan saran yang membangun selalu kami harapkan.
Akhir kata, kami sampaikan banyak terima kasih, semoga Allah SWT memberkahi usaha kita
semua dan memberikan manfaat. Amin…
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman judul
Kata Pengantar……………………………………………………………01
Daftar Isi………………………………………………………………….02
A.Pendahuluan……………………………………………………..03
B.Pembahasan……………………………………………………...04
Bagian I…………………………………………………………………...04
Bagian II………………………………………………………………….07
Bagian III………………………………………………………………...10
Bagian IV………………………………………………………………...12
Bagian V………………………………………………………………….17
Bagian VI………………………………………………………………....20
Bagian VII………………………………………………………………..27
Bagian VIII……………………………………………………………….31
C.Penutup…………………………………………………………35
A. PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Manusia adalah makhluk individu dan sosial yang memiliki kelemahan
dan kelebihan.Selain itu, manusia tidak dapat hidup dan tidak berdaya tanpa bantuan oang
lain. Bantuan yang diberikan oleh manusia lain itu sebagai perwujudan bahwa manusia adalah
makhluk sosial. Bermacam-macam cara yang dilakukan oleh masing-masing individu dalam
membantu individu lainnya. Misalnya para guru membantu para orang tua dalam mendidik
anaknya. Anak berperansebagai peserta didik sehingga setiap guru harus mempunyai tanggung
jawab untuk ikut berperan dalam membentuk kepribadian yang lebih baik dan mengajarkan ilmu
agar kelak dapat menjadi insan yang berintelektual dan berguna bagi keluarga dan lingkungan
sekitarnya. Meskipun peran guru ini sebenarnya bukan komponen utama dalam menentukan
kepribadian peserta didiknya.
Buchori (1982:92) mengungkapkan “kepribadian berarti integrasi dari seluruh sifat
seseorang baik sifat-sifat yang dipelajarinya maupun sifat-sifat yang diwarisinya, yang
menyebakan kesan yang khas, unik pada orang lain”.
Oleh karena itu dalam belajar dan bimbingan konseling ini di butuhkan berbagai faktor
yang harus di mengerti oleh pendidik. Dan untuk itu juga disini kami ingin memberikan sedikit
informasi mengenai berbagai hal yang ada dalam proses “Bimbingan dan Konseling belajar”
B. PEMBAHASAN
Bagian I
A. Pengertian belajar, hakikat bimbingan dan belajar
Belajar adalah sebuah proses yang menjadikan perubahan kepribadian manusia,
dimana perubahan tersebut dapat dilihat dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah
laku. Misalnya, dalam ilmu pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman, keterampilan, daya fikir,
dan kemampuan-kemampuan yang lain.
Sementara itu, ada juga yang beranggapan bahwa yang dimaksud dengan belajar adalah
mencari ilmu, ada juga yang mengartikan belajar dengan istilah menyerap pengetahuan, dalam
hal ini perlu dipertanyakan, Apakah pola belajar yangseperti itu bisa membuat seseorang menjadi
tumbuh dn berkembang ? Atau hanya mampu menyerap dan merafalkannya saja tanpa tahu arti
dari hal yang dipelajarinya secara jelas ?
Tidak sedikit juga yang memformulasikan dengan arti yang berbeda-beda karena adanya
kenyataan bahwa perbuatan belajar itu sendiri bermacam-
macam. Sebagaimana definisi baelajar menurut para
ahli di bawah ini :
* Winkel : Belajar adalah suatu aktivitas mental / psikis yang berlangsung dalam interaksi
aktif dengan lingkungan, yang menghasilakn perubahan - perubahan dalam pengetahuan,
pemahaman, ketrampilan, dan sikap-sikap.
*Nasution : Belajar adalah menambah dan mengumpulkan sejumlah pengetahuan.
*Ernest H. Hilgard : Belajar adalah dapat melakukan sesuatu yang dilakukan sebelum ia
belajar atau bila kelakuannya berubah sehingga lain caranya menghadapi sesuatu situasi daripada
sebelum itu.
*Ahmadi A. : Belajar adalah proses perubahan dalam diri manusia.
*Oemar H. : Belajar adalah bentuk pertumbuhan atau perubahan dalam diri seseorang yang
dinyatakan dalam cara-cara berperilaku yang baru berkat pengalaman dan latihan.
* Cronbanc : Belajar sebaik-baiknya adalah dengan mengalami dan dalam mengalami itu
menggunakan panca indranya.
*Noehi Nasution : Belajar adalah suatu proses yang memungkinkan timbulnya atau
berubahnya suatu tingkah laku sebagai hasil terbentuknya respon utama, dengan syarat bahwa
perubahan atau munculnya perilaku baru itu bukan disebabkan oleh adanya kematangan atau
adanya perubahan sementara karena suatu hal.
*Snelbecker : Belajar adalah harus mencakup tingkah laku dari tingkat yang paling
sederhana sampai yang kompleks dimana proses perubahan tersebut harus bisa dikontrol sendiri
atau dikontrol oleh faktor-faktor eksternal.
*Witerington : Belajar adalah suatu proses perubahan dalam kepribadian sebagaimana
dimanifestasikan dalam perubahan penguasaan pola-pola respontingkah laku yang baru nyata
dalam perubahan ketrampilan, kebiasaan, kesanggupan, dan sikap.
Berdasarkan definisi-definisi belajar diatas, maka dapat di simpulkan bahwa secara umum
belajar dapat di pahami sebagai tahapan perubahan tingkah laku yang relative menetap dan
terjadi sebagai hasil pengalaman dan interaksi yang disebabkan adanya latihan.
Sedangkan hakikat bimbingan dan belajar itu sendiri adalah bagian dari proses
pembelajaran yang teratur dan sistematik guna membantu pertumbuhan pemikiran atas
kekuatannya dalam menentukan dan mengarahkan kehidupannya, yang pada akhirnya dapat
memperoleh pengalaman-pengalaman yang dapat memberikan sumbangan yang berarti dalam
masyarakat.
Sama halnya dengan belajar, bimbinagn juga mempunyai banyak definisi menurut para
ahli antara lain :
* Crow&Crow, 1960 : Bimbingan adalah bantuan yang diberikan oleh seseorang, baik
laki-laki atau perempuan, yang memiliki kepribadian yang memadai dan terlatih dengan baik
kepada individu-individu setiap manusia untuk membantunya mengatur kegiatan hidupnya
sendiri, mengembangkan pandangan hidupnya sendiri, membuat keputusan sendiri, dan
menanggung bebannya sendiri.
* Shrtzen dan Stone, 1981, : “Guidance is the process of helping individuals to understan
themselves and their world.” Menurut definisi tersebut, bimbingan diartikan sebagai proses
membantu perorangan untuk memahami dirinya sendiri dan lingkungan hidupnya.
* Frank Parson,1951 : Merumuskan pengertian bimbingan dalam beberapa aspek yakni
bimbingan diberikan kepada individu untuk memasuki suatu jabatan dan mencapai kemajuan
dalam jabatan. Pengertian ini masih sangat spesifik yang berorientasi karir.
* Bernad & Fullmer,1969 : Bimbingan dilakukan untuk meningkatkan perwujudan diri
individu. Dapat dipahami bahwa bimbingan membantu individu untuk mengaktualisasikan diri
dengen lingkungannya.
* Mathewson,1969 : Bimbingan sebagai pendidikan dan pengembangan yang menekankan
proses belajar yang sistematik dan sebagai pendidikan dan pengembangan yang menekankan
sebagai bentuk pendidikan dan pengembangan diri, tujuan yang diinginkan diperoleh melalui
proses belajar.
Dari beberapa pengertian bimbingan yang dikemukakan oleh para ahli maka dapat diambil
kesimpulan tentang pengertian bimbingan yang lebih luas, adalah Suatu proses pemberian
bantuan kepada individu secara berkelanjutan dan sistematis, yang dilakukan oleh seorang ahli
yang telah mendapat latihan khusus untuk itu, dimaksudkan agar individu dapat memahami
dirinya, lingkungannya serta dapat mengarahkan diri dan menyesuaikan diri dengan lingkungan
untuk dapat mengembangkan potensi dirinya secara optimal untuk kesejahteraan dirinya dan
kesejahteraan masyarakat.
Bagian II
B. Masalah-masalah belajar dan kesulitan belajar.
Dalam melakukan sebuah proses pembelajaran tentu saja tidak hjarang kita
mengalami kesulitan dalam belajar, pada dasarnya kesulitan belajar tidak hanya dialami oleh
siswa yang berkemampuan belajar rendah, tapi juga siswa yang berkemampuan tinggi dan rata-
rata (normal). Hal itu disebabkan oleh factor-faktor tertentu dalam mencapai hasil yang sesuai
dengan harapan, dalam referensi lain jugan dijelaskan kesulitan belajar adalah suatu kondisi
dimana dalam proses belajar itu di tandai hambatan-hambatan tertentu untuk mencapai
hasil yang sesuai dengan target masing-masing individu.
Masalah kesulitan belajar ini tentunya disebabkan berbagai faktor diantaranya :
A. Faktor Intern yaitu faktor yang ada di dalam diri siswa yang meliputi :
a. Faktor fisiologi yaitu factor fisik dari siswa itu sendiri misalnya sakit atau cacat tubuh.
b. Faktor psikologis yaitu berbagai hal yang berkenaan dengan berbagai perilaku yang di butuhkan
dalam belajar misalnya kesiapan, ketenangan, rasa aman, selain itu yang juga termasuk dalam
factor psikologis adalah IQ yang dimiliki oleh siswa. Siswa yang memiliki IQ cerdas (110 –
140 ) atau genius (diatas 140) memiliki potensi untuk memahami pelajaran dengan cepat.
Sedangkan siswa yang tergolong IQ sedang (90 – 110) tidak terlalu memiliki masalah walaupun
pencapaiannya tidak terlalu tinggi. Sementara siswa yang memiliki IQ dibawah 90 atau bahkan
60 tentunya memiliki potensi mengalami kesulitan dalam masalah belajar, untuk itu maka orang
tua serta guru perlu mengetahui tingkat IQ yang dimiliki siswa didiknya.
B. Faktor Ekstern yaitu dari luar diri siswa yang meliputi :
a. Faktor-faktor sosial yaitu cara mendidik orang tua ketika berada dirumah. Anak-anak yang tidak
mendapatkann perhatian cukup tentu akan berbeda dengan anak-anak yang mendapatkan
perhatian cukup atau bahkan lebih dari lingkungan keluarganya. Hal itu juga mempengaruhi
potensi belajar anak.
b. Faktor Non sosial misalnya faktor guru di sekolah, alat-alat pembelajaran, kondisi kelas serta
kurikulum pembelajaran dan beberapa faktor lain yang terdapat pada literature dan hasil riset
( harwell 2001) yaitu :
1. Faktor keturunan/bawaan.2. Gangguan semasa kehamilan, saat melahirkan atau premature.3. Kondisi janin yang tidak menerima cukup oksigen atau nutrisi dan atau ibu yang merokok, menggunakan obat-obatan (drugs), atau meminum alkohol selama masa kehamilan.
4. Trauma pasca kelahiran, seperti demam yang sangat tinggi, trauma kepala, atau pernah tenggelam.5. infeksi telinga yang berulang pada masa bayi dan balita. Anak dengan kesulitan belajar biasanya mempunyai sistem imun yang lemah.6. Awal masa kanak-kanak yang sering berhubungan dengan aluminium, arsenik, merkuri/raksa, dan neurotoksin lainnya.
Riset menunjukkan bahwa apa yang terjadi selama tahun-tahun awal kelahiran sampai umur 4 tahun adalah masa-masa kritis yang penting terhadap pembelajaran ke depannya. Stimulasi pada masa bayi dan kondisi budaya juga mempengaruhi belajar anak. Pada masa awal kelahiran samapi usia 3 tahun misalnya, anak mempelajari bahasa dengan cara mendengar lagu, berbicara kepadanya, atau membacakannya cerita. Pada beberpa kondisi, interaksi ini kurang dilakuan, yang bisa saja berkontribusi terhadap kurangnya kemampuan fonologi anak yang dapat membuat anak sulit membaca.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kesulitan belajar adalah kondisi dimana anak dengan kemampuan IQ rata-rata / diatas rata-rata namun memiliki ketidakmampuan / kegagalan dalam belajar yang berkaitan dengan hambatan dalam proses presepsi, konseptualisasi, berbahasa, memori, serta pemusatan perhatian, penguasaan diri dan fungsi IQ sensori motorik.Hal ini merupakan masalah yang cukup kompleks yang sering membuat para orang tua binggung mencari jalan keluarnya, untuk itu di perlukan kesiagaaan dalam mengatasi berbagai hal yang bisa saja terjadi pada siswa.
Masalah disiplin juga tidak kalah pentingnya. Anak-anak seharusnya sejak kecil sudah harus di tanamkan jiwa disiplin. Jika tidak, sangat menentukan perkembangan karakter anak tersebut. Dalam kebudayaan Bugis - Makassar ada istilah macangga-cangga atau memandang enteng persoalan. Sering menunda-nunda jadwal belajar. Dalam menghadapi perilaku anak seperti ini, hendaknya tidak mudah iba / kasihan sehingga mengambil alih tugas anak, akan tetapi sebagai orang tua kita harus mengajarkan kedisiplinan kepada anak semacam itu, agar dia tidak memudahkan hal-hal yang seharusnya dia lakukan sendiri.
Bagian III
C. Latar belakang masalah atau kesulitan belajar.
Fenomena kesulitan belajar seorang siswa biasanya tampak jelas dari nenurunya
kinerja akademik atau belajarnya. Namun, kesulitan belajar juga dapat dibuktikan denga
munculnya kelainan perilaku (Misbehavior) siswa seperti kesukaan berteriak di dalam kelas,
megusik teman, berkelahi, sering tidak masuk sekolah dan sering keluar saat jam pelajaran
berlansung.
Dalam kegiatan pembelajaran, kita juga seringkali di hadapkan dengan sejumlah karakteristik
siswa yang beraneka ragam, antara
lain :
Menurut Eysenck 1964 (dalam Buchori 1982) menyatakan tipe kepribadian dibagi menjadi tiga,
yaitu:
a. Kepribadian Ekstrovert: dicirikan dengan sifat sosiabilitas, bersahabat, menikmati kegembiraan,
aktif bicara, impulsif, menyenangkan spontan, ramah, sering ambil bagian dalam aktivitas
social.
b. Kepribadian Introvert: dicirikan dengan sifat pemalu, suka menyendiri, mempunyai kontrol diri
yang baik.
c. Neurosis: dicirikan dengan pencemas, pemurung, tegang, bahkan kadang-kadang disertai dengan
simptom fisik seperti keringat, pucat, dan gugup.
Menurut Mahmud 1990 (dalam Suadianto 2009) menyatakan kepribadian terbagi menjadi dua
belas kepribadian, yang meliputi kepribadian sebagai berikut:
a. Mudah menyesuaikan diri, baik hati, ramah, hangat VS dingin.
b. Bebas, cerdas, dapat dipercaya VS bodoh, tidak sungguh-sungguh, tidak kreatif.
c. Emosi stabil, realistis, gigih VS emosi mudah berubah, suka menghindar (evasive), neurotik.
d. Dominat, menonjolkan diri VS suka mengalah, menyerah.
e. Riang, tenang, mudah bergaul, banyak bicara VS mudah berkobar, tertekan, menyendiri
f. Sensitif, simpatik, lembut hati VS keras hati, kaku, tidak emosional.
g. Berbudaya, estetik VS kasar, tidak berbudaya.
h. Berhati-hati, tahan menderita, bertanggung jawab VS emosional, tergantung, impulsif, tidak
bertanggung jawab.
i. Petualang, bebas, baik hati VS hati-hati, pendiam, menarik diri.
j. Penuh energi, tekun, cepat, bersemangat VS pelamun, lamban, malas, mudah lelah.
k. Tenang, toleran VS tidak tenang, mudah tersinggung.
l. Ramah, dapat dipercaya VS curiga, bermusuhan.
Tetapi, umumnya manusia mempunyai tipe campuran atau kombinasi antara ekstrovert dan
introvert yang disebut ambivert.
Pada periode anak sekolah, kepribadian anak belum terbentuk sepenuhnya seperti orang dewasa.
Kepribadian mereka masih dalam proses pengembangan. Wijaya (1988) menyatakan
“karakteristik anak secara sederhana dapat dikelompokkan atas:
1. Kelompok anak yang mudah dan menyenangkan.
2. Anak yang biasa-biasa saja.
3. Anak yang sulit dalam penyesuaian diri dan sosial, khususnya dalam melakukan kegiatan
pembelajaran di dekolah”..
Melalui beberapa teori diatas, kita dapat mencari tahu bagimana dan seperti apa karakteristik
anak didik kita sehingga kita bisa dengan mudah mengambil tindakan dan metode apa yang kita
gunakan dalam melakukan pembelajaran.
Bagian IV
D. Diagnosis & identifikasi siswa yang mengalami masalah belajar / kesulitan belajar.
Pada dasarnya belajar adalah usaha aktif seseorang untuk memperoleh sesuatu
sehingga terbentuk perilaku baru menuju arah yag lebih baik. Tapi kenyataannya para pelajar
sering kali tidak mampu mencapai tujuan belajarnya sehingga membuatnya merasa gagal dan
frustasi atas potensi diri yang dimilikinya, dan pada akhirnya menimbulkan masalah bagi
perkembangan pribadinya. Sementara itu dalam menghadapi masalah adakalanya siswa
cenderung tidak bisa menyelesaikannya sendiri, atau bahkan tidak tahu pasti dimana pokok
masalah yang sebenarnya ia hadapi. Adapula yang tampak seolah-olah tidak mempunyai
masalah, tapi sebenarnya dia mampunyai masalah yang cukup berat. Biasanya hal ini terjadi
pada siswa yang cenderung menutup diri dari lingkungan sekitarnya. Disinilah sekolah berperan
penting untuk membantu menyelesaikan masalah anak dididknya. Sesuai yang diketahui sekolah
sebagai lembaga pendididkan formal sekurang-kurangnya harus memiliki 3 fungsi utama yaitu :
a. Fungsi pengajaran yakni membantu siswa dalam memperoleh kecakapan di bidang pengetahuan
dan ketrampilan.
b. Fungsi administrasi yaitu segenap proses pengarahan dan pengintegrasian segala sesuatu, baik
personal, spiritual maupun material yang bersangkut paut dengan pencapaian tujuan pendidikan
disekolah sepertipelaksanaan pengelolaan pendidikan di sekolah sehingga kita mengenal adanya
administrasi Sekolah Dasar, Lanjutan, Perguruan Tinggi dan sebagainya, diantaranya
kepemimpinan Kepala Sekolah, Supervisi dan sebagainya.
c. Fungsi pelayanan siswa yakni memberikan bantuan khusus untuk memperoleh pemahaman diri,
pengarahan, dan integrasi social yang lebih baik untuk menyesuaikan diri dengan pribadi
maupun lingkungannya. Dan setiap fungsi pendididkan itu pada dasarnya bertanggung jawab
terhadap proses pendididkan pada umumnya.
Diagnosis merupakan istilah teknis yang diambil dari bidang medis.
Menurut Thorndike dan Hagen (Abin Syamsudin, 2000: 307), diagnosis diartikan sebagai:
1. Upaya atau proses menemukan kelemahan atau penyakit (weakness, disease) apa
yang dialami seseorang dengan melalui pengujian dan studi yang seksama mengenai
gejala-gejalanya(symptons).
2. Studi yang seksama terhadap fakta tentang suatu hal untuk menemukan
karakteristik atau kelemahan-kelemahan dan sebagainya yang esensial.
3. Keputusan yang dicapai setelah dilakukan suatu studi yang seksama atas gejala-
gejala atau fakta tentang suatu hal.
Dari pengertian di atas, terlihat bahwa dalam pekerjaan mendiagnosis bukan hanya
mengidentifikasi jenis, karakteristiknya dan latar belakang dari suatu kelemahan atau penyakit
tertentu, melainkan juga mengimplikasikan suatu upaya untuk meramalkan kemungkinan dan
menyarankan tindakan pemecahannya.
Sedangkan kesulitan belajar siswa sendiri mencakup pengetian yang luas,
diantaranya : (a) learning disorder;
(b) learning disfunction;
(c) underachiever;
(d) slow learner,
(e) learning diasbilities.
Di bawah ini akan diuraikan dari masing-masing pengertian tersebut.
1. Learning Disorder atau kekacauan belajar adalah keadaan dimana proses belajar
seseorang terganggu karena timbulnya respons yang bertentangan. Pada dasarnya, yang
mengalami kekacauan belajar, potensi dasarnya tidak dirugikan, akan tetapi belajarnya
terganggu atau terhambat oleh adanya respons-respons yang bertentangan, sehingga
hasil belajar yang dicapainya lebih rendah dari potensi yang dimilikinya. Contoh : siswa
yang sudah terbiasa dengan olah raga keras seperti karate, tinju dan sejenisnya,
mungkin akan mengalami kesulitan dalam belajar menari yang menuntut gerakan
lemah-gemulai.
2. Learning Disfunction merupakan gejala dimana proses belajar yang dilakukan
siswa tidak berfungsi dengan baik, meskipun sebenarnya siswa tersebut tidak
menunjukkan adanya subnormalitas mental, gangguan alat dria, atau gangguan
psikologis lainnya. Contoh : siswa yang yang memiliki postur tubuh yang tinggi atletis
dan sangat cocok menjadi atlet bola volley, namun karena tidak pernah dilatih bermain
bola volley, maka dia tidak dapat menguasai permainan volley dengan baik.
3. Under Achiever mengacu kepada siswa yang sesungguhnya memiliki tingkat
potensi intelektual yang tergolong di atas normal, tetapi prestasi belajarnya tergolong
rendah. Contoh : siswa yang telah dites kecerdasannya dan menunjukkan tingkat
kecerdasan tergolong sangat unggul (IQ = 130 – 140), namun prestasi belajarnya biasa-
biasa saja atau malah sangat rendah.
4. Slow Learner atau lambat belajar adalah siswa yang lambat dalam proses belajar,
sehingga ia membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan sekelompok siswa lain
yang memiliki taraf potensi intelektual yang sama.
5. Learning Disabilities atau ketidakmampuan belajar mengacu pada gejala dimana
siswa tidak mampu belajar atau menghindari belajar, sehingga hasil belajar di bawah
potensi intelektualnya.
Bila diamati, ada sejumlah siswa yang mendapat kesulitan dalam mencapai
hasil belajar secara tuntas dengan variasi dua kelompok besar. Kelompok pertama merupakan
sekelompok siswa yang belum mencapai tingkat ketuntasan, akan tetapi sudah hampir
mencapainya. Siswa tersebut mendapat kesulitan dalam menetapkan penguasaan bagian-bagian
yang sulit dari seluruh bahan yang harus dipelajari.
Kelompok yang lain, adalah sekelompok siswa yang belum mencapai tingkat
ketuntasan yang diharapkan karena ada konsep dasar yang belum dikuasai. Bisa pula ketuntasan
belajar tak bisa dicapai karena proses belajar yang sudah ditempuh tidak sesuai dengan
karakteristik murid yang bersangkutan. Jenis dan tingkat kesulitan yang dialami oleh siswa tidak
sama karena secara konseptual berbeda dalam memahami bahan yang dipelajari secara
menyeluruh.
Perbedaan tingkat kesulitan ini bisa disebabkan tingkat pengusaan bahan sangat
rendah, konsep dasar tidak dikuasai, bahkan tidak hanya bagian yang sulit tidak dipahami,
mungkin juga bagian yang sedang dan mudah tidak dapat dukuasai dengan baik.
Siswa yang mengalami kesulitan belajar seperti tergolong dalam pengertian di atas
akan tampak dari berbagai gejala yang dimanifestasikan dalam perilakunya, baik aspek
psikomotorik, kognitif, konatif maupun afektif . Beberapa perilaku yang merupakan manifestasi
gejala kesulitan belajar, antara lain :
1. Menunjukkan hasil belajar yang rendah di bawah rata-rata nilai yang dicapai oleh
kelompoknya atau di bawah potensi yang dimilikinya.
2. Hasil yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang telah dilakukan. Mungkin
ada siswa yang sudah berusaha giat belajar, tapi nilai yang diperolehnya selalu rendah
3. Lambat dalam melakukan tugas-tugas kegiatan belajarnya dan selalu tertinggal
dari kawan-kawannya dari waktu yang disediakan.
4. Menunjukkan sikap-sikap yang tidak wajar, seperti: acuh tak acuh, menentang,
berpura-pura, dusta dan sebagainya.
5. Menunjukkan perilaku yang berkelainan, seperti membolos, datang terlambat,
tidak mengerjakan pekerjaan rumah, mengganggu di dalam atau pun di luar kelas, tidak
mau mencatat pelajaran, tidak teratur dalam kegiatan belajar, dan sebagainya.
6. Menunjukkan gejala emosional yang kurang wajar, seperti : pemurung, mudah
tersinggung, pemarah, tidak atau kurang gembira dalam menghadapi situasi tertentu.
Misalnya dalam menghadapi nilai rendah, tidak menunjukkan perasaan sedih atau
menyesal, dan sebagainya.
Sementara itu, Burton (Abin Syamsuddin. 2003) mengidentifikasi siswa yang diduga
mengalami kesulitan belajar, yang ditunjukkan oleh adanya kegagalan siswa dalam mencapai
tujuan-tujuan belajar. Menurut dia bahwa siswa dikatakan gagal dalam belajar apabila :
1. Dalam batas waktu tertentu yang bersangkutan tidak mencapai ukuran tingkat
keberhasilan atau tingkat penguasaan materi (mastery level) minimal dalam pelajaran
tertentu yang telah ditetapkan oleh guru (criterion reference).
2. Tidak dapat mengerjakan atau mencapai prestasi semestinya, dilihat berdasarkan
ukuran tingkat kemampuan, bakat, atau kecerdasan yang dimilikinya. Siswa ini dapat
digolongkan ke dalamunder achiever.
3. Tidak berhasil tingkat penguasaan materi (mastery level) yang diperlukan sebagai
prasyarat bagi kelanjutan tingkat pelajaran berikutnya. Siswa ini dapat digolongkan ke
dalam slow learner atau belum matang (immature), sehingga harus menjadi
pengulang (repeater)
Untuk dapat menetapkan gejala kesulitan belajar dan menandai siswa yang mengalami kesulitan
belajar, maka diperlukan kriteria sebagai batas atau patokan, sehingga dengan kriteria ini dapat
ditetapkan batas dimana siswa dapat diperkirakan mengalami kesulitan belajar.
Bagian V
E. Bimbingan / Bantuan Terhadap Siswa Yang Mengalami Masalah Belajar / Kesulitan
Belajar.
Siswa yang hadir di sekolah untuk memperoleh layanan pembelajaran terdiri dari
beragan jenis keunggulan dan permasalahan. Setiap siswa ini, memiliki kemampuan atau
kelebiahan yang berbeda beda begitu pula dengan kekurangan atau ketidakmampuannya. Dari
berbagai kekurangan atau ketidakmampuan yang menjadi masalah bagisiswa salah satunya
adalah kesulitan untuk belajar, jangankan anak berbakat atau berpotensi, anak bodohpun
membutuhkan atau lebih membutuhkan seseorang yang data memahami serta menghargai
kekurangan atau ketidakmampuannya, atau orang yang mampu memecahkan masalahnya itu.
Hal ini dikarenakan karena sifat dasar anak berbeda beda, baik tempramennya, gesca, sikap,
maupun emosinya. Begitu juga dengan siswa yang kesulitan belajar, akan berbeda dengan anak
yang normal lainnya dan begitu jelas.
Bimbingan belajar merupakan bagian yang sangat penting dalam kegiatan belajar
mengajar dengan tujuan agar siswa dapat memahami diri sendiri, mampu mengatasi masalah/
kesulitan yang dialami siswa tersebut, mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan
dapat menyalurkan potensi yang dimilikinya. Alasan pemberian bimbingan belajar karena
kesulitan dalam belajar itu termasuk dalam masalah pribadi yang dapat menghambat tujuan
pembelajaran.
Pemberian bimbingan belajar siswa, guru perlu memperhatikan hal-hal yang melatar belakangi
siswa mengalami kesulitan belajar. Namun dalam praktiknya guru dalam mengatasi kesulitan
belajar siswa hanya mengulangi materai yang pernah diajarkan, belum dikuasai siswa dan tidak
melihat penyebab utama siswa tidak menguasai materi pelajaran itu. Kondisi ini berakibat pada
pemecahan kesulitan belajar anak tidak dapat terselesaikan dengan baik. Salah satu langkah awal
dalam mengatasi kesulitan belajar tersebut adalah dengan mencari penyebab kesulitan belajar
yang dialami siswa mencari solusi pemecahan yang tepat dan mengambil tindakan yang tepat
untuk mengatasi kesulitan belajar yang dialami siswa tersebut.
Kegiatan belajar mengajar merupakan suatu kegiatan yang prosesnya rumit, karena tidak
sekedar menyerap informasi dari guru, tetapi melibatkan berbagai kegiatan maupun tindakan
yang harus dilakukan terutama bila 2diinginkan hasil belajar yang lebih baik. Salah satu cara
meningkatkan hasil belajar adalah mengatasi kesulitan belajar yang dialami oleh siswa.
Mengatasi kesulitan belajar yang dihadapi siswa melalui pemberian bimbingan belajar merupakan bagian tugas guru sebagai pendidik. Hal ini sejalan dengan Fetty Kartikawati (1977) mengemukakan bimbingan adalah suatu proses pemberitahuan yang terus menerus dan
sistematis dari pembimbing kepada yang dibimbing agar tercapai kemandirian dalam pemahaman diri, Penerimaan diri, pengarahan diri dan perwujudan diri dalam mencapai tingkat perkembangan yang optimal dan penyesuaian diri dengan lingkungan, secara umum, anak/siswa yang kesukitan belajar atau siswa yang mengarah kepada siswa bodoh dapat diartikan sebagai anak yang mempunyai masalah kelemahan atau kekurangan dalam hal berpikir atau intelegensinya kurang. Betapapun pentingnya bimbingan harus diberikan kepada siswa tertentu, karena tugas utama seorang guru harus berpase pada terselenggaranya Proses Belajar Mengajar (PBM). Oleh karena itu sejumlah kemungkinan layanan bimbingan hanya beberapa saja yang benar-benar berkaitan secara langsung dengan PBM, tugas lainnya merupakan kompetnsi dari layanan khusus bimbingan dan pelayanan di sekolah. Kegiatan bimbingan itu berjalan paralel dan berdampingan serta berurutan logis dengan kegiatan Evaluasi dan Pengajaran dalam kerangka suatu pola PBM yang lengkap. Adapun beberapa Metode yang digunakan dalam bimbingan ini, antara lain:a.Observasi (pengamatan)Observasi yakni teknik atau cara mengamati suatu keadaan atau suatu kegiatan (tingkah laku) anak di kelas. Karena sikapnya mengamati, maka alat yang cocok untuk teknik ini adalah Panca Indra penglihatan yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1. Dilakukan sesuai dengan tujuan yang dirumuskan terlebih dahulu.2. Direncanakan secara sistematis.3. Hasil yang dicatat dan diolah sesuai dengan tujuan.4. perlu diperiksa ketelitiannya.
Teknik observasi ini dapat dikelompokan kedalam beberapa jenis, yaitu:1.Observasi Sehari-hari, saat kita melakukan Proses Belajar Mengajar.2.Observasi Sistematis3.Observasi Partisipatif4.Observasi Nonpartisipatifb. DokumentasiDokumentasi ini meliputi Lapor dan Buku Leger karena kita bisa tahu perkembangan anak dari hasil catatan guru selama Proses Belajar Mengajar di nilai anak yang mengalami kelemahan atau ketidak mampuan (anak bodoh) akan menunjukan tingkat prestasi yang jauh tertinggal dari anak-anak normal lainnya. Tapi disesuaikan dengan tingkat kemampuan anak.
c. WawancaraWawancara merupakan suatu teknik untuk mengumpulkan informasi melalui komunikasi langsung dengan sesponden (orang yang diminta informasi) atau orang yang bersangkutan dengan bimbingan.
Bagian VI
F. Keterampilan dalam memecahkan kasus / kesulitan belajar.
Dalam kegiatan pembelajaran di sekolah, kita dihadapkan dengan sejumlah karakterisktik siswa yang beraneka ragam. Ada siswa yang dapat menempuh kegiatan belajarnya secara lancar dan berhasil tanpa mengalami kesulitan, namun di sisi lain tidak sedikit pula siswa yang justru dalam belajarnya mengalami berbagai kesulitan. Kesulitan belajar siswa ditunjukkan oleh adanya hambatan-hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar, dan dapat bersifat psikologis, sosiologis, maupun fisiologis, sehingga pada akhirnya dapat menyebabkan prestasi belajar yang dicapainya berada di bawah semestinya. Dan untuk itu kita sebagai pendidik harus mempunyai keterampilan dalam memecahkan masalah kesulitan belajar anak didik kita, agar masalah tersebut tidak semata-mata menjadi beban bagi anak didik dan juga kita sebagai pengajar. Hal ini dapat ditempuh melalui berbagai cara antara lain :
a. Menerapkan Model Pembelajaran yang menyenangkan.Dalam mengimplementasikan Kurikulum Berbasis Kompetensi, E. Mulyasa (2003)
mengetengahkan lima model pembelajaran yang dianggap sesuai dengan tuntutan Kurikukum Berbasis Kompetensi; yaitu : (1) Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching Learning) (2) Bermain Peran (Role Playing); (3) Pembelajaran Partisipatif
(Participative Teaching and Learning); (4) Belajar Tuntas (Mastery Learning); dan (5) Pembelajaran dengan Modul (Modular Instruction).
Di bawah ini akan diuraikan dari masing-masing pengertian tersebut
(1) Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching Learning)Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching Learning) atau biasa disingkat CTL
merupakan konsep pembelajaran yang menekankan pada keterkaitan antara materi pembelajaran dengan dunia kehidupan nyata, sehingga peserta didik mampu menghubungkan dan menerapkan kompetensi hasil belajar dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam pembelajaran kontekstual, tugas guru adalah memberikan kemudahan belajar kepada peserta didik, dengan menyediakan berbagai sarana dan sumber belajar yang memadai. Guru bukan hanya menyampaikan materi pembelajaran yang berupa hapalan, tetapi mengatur lingkungan dan strategi pembelajaran yang memungkinkan peserta didik belajar.
Dengan mengutip pemikiran Zahorik, E. Mulyasa (2003) mengemukakan lima elemen yang harus diperhatikan dalam pembelajaran kontekstual, yaitu :
1. Pembelajaran harus memperhatikan pengetahuan yang sudah dimiliki oleh peserta didik
2. Pembelajaran dimulai dari keseluruhan (global) menuju bagian-bagiannya secara khusus (dari
umum ke khusus)
3. Pembelajaran harus ditekankan pada pemahaman, dengan cara: (a) menyusun konsep sementara;
(b) melakukan sharing untuk memperoleh masukan dan tanggapan dari orang lain; dan (c)
merevisi dan mengembangkan konsep.
4. Pembelajaran ditekankan pada upaya mempraktekan secara langsung apa-apa yang dipelajari.
5. Adanya refleksi terhadap strategi pembelajaran dan pengembangan pengetahuan yang dipelajari.
(2) . Bermain Peran (Role Playing)
Bermain peran merupakan salah satu model pembelajaran yang diarahkan pada upaya pemecahan masalah-masalah yang berkaitan dengan hubungan antarmanusia (interpersonal relationship), terutama yang menyangkut kehidupan peserta didik.
Pengalaman belajar yang diperoleh dari metode ini meliputi, kemampuan kerjasama, komunikatif, dan menginterprestasikan suatu kejadian Melalui bermain peran, peserta didik mencoba mengeksplorasi hubungan-hubungan antarmanusia dengan cara memperagakan dan
mendiskusikannya, sehingga secara bersama-sama para peserta didik dapat mengeksplorasi parasaan-perasaan, sikap-sikap, nilai-nilai, dan berbagai strategi pemecahan masalah.
(3) Pembelajaran Partisipatif (Participative Teaching and Learning)
Pembelajaran Partisipatif (Participative Teaching and Learning) merupakan model pembelajaran dengan melibatkan peserta didik secara aktif dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran. Dengan meminjam pemikiran Knowles, (E.Mulyasa,2003) menyebutkan indikator pembelajaran partsipatif, yaitu : (1) adanya keterlibatan emosional dan mental peserta didik; (2) adanya kesediaan peserta didik untuk memberikan kontribusi dalam pencapaian tujuan; (3) dalam kegiatan belajar terdapat hal yang menguntungkan peserta didik.
Pengembangan pembelajaran partisipatif dilakukan dengan prosedur berikut:
1. Menciptakan suasana yang mendorong peserta didik siap belajar.
2. Membantu peserta didik menyusun kelompok, agar siap belajar dan membelajarkan
3. Membantu peserta didik untuk mendiagnosis dan menemukan kebutuhan belajarnya.
4. Membantu peserta didik menyusun tujuan belajar.
5. Membantu peserta didik merancang pola-pola pengalaman belajar.
6. Membantu peserta didik melakukan kegiatan belajar.
7. Membantu peserta didik melakukan evaluasi diri terhadap proses dan hasil belajar.
(4) Belajar Tuntas (Mastery Learning)
Belajar tuntas berasumsi bahwa di dalam kondisi yang tepat semua peserta didik mampu belajar dengan baik, dan memperoleh hasil yang maksimal terhadap seluruh materi yang dipelajari. Agar semua peserta didik memperoleh hasil belajar secara maksimal, pembelajaran harus dilaksanakan dengan sistematis. Kesistematisan akan tercermin dari strategi pembelajaran yang dilaksanakan, terutama dalam mengorganisir tujuan dan bahan belajar, melaksanakan evaluasi dan memberikan bimbingan terhadap peserta didik yang gagal mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Tujuan pembelajaran harus diorganisir secara spesifik untuk memudahkan pengecekan hasil belajar, bahan perlu dijabarkan menjadi satuan-satuan belajar tertentu,dan penguasaan bahan yang lengkap untuk semua tujuan setiap satuan belajar dituntut dari para peserta didik sebelum proses belajar melangkah pada tahap berikutnya. Evaluasi yang dilaksanakan setelah para peserta didik menyelesaikan suatu kegiatan belajar
tertentu merupakan dasar untuk memperoleh balikan (feedback). Tujuan utama evaluasi adalah memperoleh informasi tentang pencapaian tujuan dan penguasaan bahan oleh peserta didik.
Hasil evaluasi digunakan untuk menentukan dimana dan dalam hal apa para peserta didik perlu memperoleh bimbingan dalam mencapai tujuan, sehinga seluruh peserta didik dapat mencapai tujuan ,dan menguasai bahan belajar secara maksimal (belajar tuntas).
Strategi belajar tuntas dapat dibedakan dari pengajaran non belajar tuntas dalam hal berikut : (1) pelaksanaan tes secara teratur untuk memperoleh balikan terhadap bahan yang diajarkan sebagai alat untuk mendiagnosa kemajuan (diagnostic progress test); (2) peserta didik baru dapat melangkah pada pelajaran berikutnya setelah ia benar-benar menguasai bahan pelajaran sebelumnya sesuai dengan patokan yang ditentukan; (3) pelayanan bimbingan dan konseling terhadap peserta didik yang gagal mencapai taraf penguasaan penuh, melalui pengajaran remedial (pengajaran korektif).
Di samping implementasi dalam pembelajaran secara klasikal, belajar tuntas banyak diimplementasikan dalam pembelajaran individual. Sistem belajar tuntas mencapai hasil yang optimal ketika ditunjang oleh sejumlah media, baik hardware maupun software, termasuk penggunaan komputer (internet) untuk mengefektifkan proses belajar.
(5) Pembelajaran dengan Modul (Modular Instruction)
Modul adalah suatu proses pembelajaran mengenai suatu satuan bahasan tertentu yang disusun secara sistematis, operasional dan terarah untuk digunakan oleh peserta didik, disertai dengan pedoman penggunaannya untuk para guru. Pembelajaran dengan sistem modul memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. Setiap modul harus memberikan informasi dan petunjuk pelaksanaan yang jelas tentang apa
yang harus dilakukan oleh peserta didik, bagaimana melakukan, dan sumber belajar apa yang
harus digunakan.
2. Modul meripakan pembelajaran individual, sehingga mengupayakan untuk melibatkan sebanyak
mungkin karakteristik peserta didik. Dalam setiap modul harus : (1) memungkinkan peserta didik
mengalami kemajuan belajar sesuai dengan kemampuannya; (2) memungkinkan peserta didik
mengukur kemajuan belajar yang telah diperoleh; dan (3) memfokuskan peserta didik pada
tujuan pembelajaran yang spesifik dan dapat diukur.
3. Pengalaman belajar dalam modul disediakan untuk membantu peserta didik mencapai tujuan
pembelajaran seefektif dan seefisien mungkin, serta memungkinkan peserta didik untuk
melakukan pembelajaran secara aktif, tidak sekedar membaca dan mendengar tapi lebih dari itu,
modul memberikan kesempatan untuk bermain peran (role playing), simulasi dan berdiskusi.
4. Materi pembelajaran disajikan secara logis dan sistematis, sehingga peserta didik dapat
menngetahui kapan dia memulai dan mengakhiri suatu modul, serta tidak menimbulkan
pertanyaaan mengenai apa yang harus dilakukan atau dipelajari.
5. Setiap modul memiliki mekanisme untuk mengukur pencapaian tujuan belajar peserta didik,
terutama untuk memberikan umpan balik bagi peserta didik dalam mencapai ketuntasan belajar.
Pada umumnya pembelajaran dengan sistem modul akan melibatkan beberapa komponen, diantaranya : (1) lembar kegiatan peserta didik; (2) lembar kerja; (3) kunci lembar kerja; (4) lembar soal; (5) lembar jawaban dan (6) kunci jawaban.
Komponen-komponen tersebut dikemas dalam format modul, sebagai berikut :
1. Pendahuluan; yang berisi deskripsi umum, seperti materi yang disajikan, pengetahuan,
keterampilan dan sikap yang akan dicapai setelah belajar, termasuk kemampuan awal yang harus
dimiliki untuk mempelajari modul tersebut.
2. Tujuan Pembelajaran; berisi tujuan pembelajaran khusus yang harus dicapai peserta didik,
setelah mempelajari modul. Dalam bagian ini dimuat pula tujuan terminal dan tujuan akhir, serta
kondisi untuk mencapai tujuan.
3. Tes Awal; yang digunakan untuk menetapkan posisi peserta didik dan mengetahui kemampuan
awalnya, untuk menentukan darimana ia harus memulai belajar, dan apakah perlu untuk
mempelajari atau tidak modul tersebut.
4. Pengalaman Belajar; yang berisi rincian materi untuk setiap tujuan pembelajaran khusus, diikuti
dengan penilaian formatif sebagai balikan bagi peserta didik tentang tujuan belajar yang
dicapainya.
5. Sumber Belajar; berisi tentang sumber-sumber belajar yang dapat ditelusuri dan digunakan oleh
peserta didik.
6. Tes Akhir; instrumen yang digunakan dalam tes akhir sama dengan yang digunakan pada tes
awal, hanya lebih difokuskan pada tujuan terminal setiap modul.
Tugas utama guru dalam pembelajaran sistem modul adalah mengorganisasikan dan mengatur proses belajar, antara lain : (1) menyiapkan situasi pembelajaran yang kondusif; (2) membantu peserta didik yang mengalami kesulitan dalam memahami isi modul atau pelaksanaan tugas; (3) melaksanakan penelitian terhadap setiap peserta didik.
Sementara itu, Gulo (2005) memandang pentingnya strategi Pembelajaran Inkuiri.
Pembelajaran inkuiri merupakan kegiatan pembelajaran yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki sesuatu (benda, manusia atau peristiwa) secara sistematis, kritis, logis, analitis sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri.
Joyce (Gulo, 2005) mengemukakan kondisi- kondisi umum yang merupakan syarat bagi timbulnya kegiatan inkuiri bagi siswa, yaitu : a. aspek sosial di dalam kelas dan suasana bebas-terbuka dan permisif yang mengundang siswa berdiskusi; b. berfokus pada hipotesis yang perlu diuji kebenarannya; c. penggunaan fakta sebagai evidensi dan di dalam proses pembelajaran dibicarakan validitas dan reliabilitas tentang fakta, sebagaimana lazimnya dalam pengujian hipotesis,
Proses inkuiri dilakukan melalui tahapan-tahapan sebagai berikut:
1. Merumuskan masalah; kemampuan yang dituntut adalah : (a) kesadaran terhadap masalah; (b)
melihat pentingnya masalah dan (c) merumuskan masalah.
2. Mengembangkan hipotesis; kemampuan yang dituntut dalam mengembangkan hipotesis ini
adalah : (a) menguji dan menggolongkan data yang dapat diperoleh; (b) melihat dan
merumuskan hubungan yang ada secara logis; dan merumuskan
3. Menguji jawaban tentatif; kemampuan yang dituntut adalah : (a) merakit peristiwa, terdiri dari :
mengidentifikasi peristiwa yang dibutuhkan, mengumpulkan data, dan mengevaluasi data; (b)
menyusun data, terdiri dari : mentranslasikan data, menginterpretasikan data dan
mengkasifikasikan data.; (c) analisis data, terdiri dari : melihat hubungan, mencatat persamaan
dan perbedaan, dan mengidentifikasikan trend, sekuensi, dan keteraturan.
4. Menarik kesimpulan; kemampuan yang dituntut adalah: (a) mencari pola dan makna hubungan;
dan (b) merumuskan kesimpulan
5. Menerapkan kesimpulan dan generalisasi
Guru dalam mengembangkan sikap inkuiri di kelas mempunyai peranan sebagai konselor, konsultan, teman yang kritis dan fasilitator. Ia harus dapat membimbing dan merefleksikan pengalaman kelompok, serta memberi kemudahan bagi kerja kelompok.
Dari berbagai uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kesulitan dalam pembelajaran atau belajar merupakan suatu hal yang sering ditemui oleh para pendidik, terutama guru. Sebagai
upaya untuk memberikan terapi terhadap permasalahan kesulitan belajar maka dapat ditempuh melalui berbagai media diantaranya media pembelajaran dan pembelajaran lain,.
Metode dan media pembelajaran ini juga berfungsi sebagai wadah bagi guru untuk
melakukan serangkaian upaya untuk anak didiknya seperti kegiatan refleksi, penemuan masalah,
pemecahan masalah melalui beragam strategi untuk meningkatkan keterampilan dalam
mengelola pembelajaran.
Bagian VII
G. Peran Bimbingan dan Konseling dalam mengatasi kesulitan belajar.
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 pasal 3 menyatakan
bahwa Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak
serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri
dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Bimbingan dan konseling merupakan suatu program yang terintegrasi dalam keseluruhan
proses pembelajaran. Kegiatan bimbingan dan konseling pada
dasarnya adalah usaha sadar yang dilakukan oleh guru pembimbing bersama siswanya
untuk mencapai kemandirian dalam keseluruhan proses kehidupan, baik sebagai individu,
anggota kelompok,keluarga atau masyarakat pada umumnya. Banyaknya terjadi kasus-
kasus menyimpang dari aturan sekolah yang berlaku, yang disebabkan oleh factor-faktor dari
dalam maupun dari luar. Artinya baik masalah yang datang atau timbul dari sokolah itu sendiri
maupun dari luar sekolah , seperti keluarga masyarakat ,
maupun lingkungannya itu sendiri. Jadi kepala sekolah, wakil kepala sekolah, guru
pembimbing serta staf staf yang ada disekolah tidak mampu mengatasi itu semua.
Jadi disini di butuhkan atau dihadirkan seorang guru yang bisa mengatasi itu semua.
Dimana guru tersebut telah memenuhi kriteria, dan keahlian dalam bidang tersebut yaitu
mengatasi masalah siswa nya.
Dalam hal ini Bimbingan dan Konseling dapat memberikan layanan dalam :
(a) bimbingan belajar, (b) bimbingan sosial, (c) bimbingan dalam mengatasi masalah-masalah
pribadi.
a. Bimbingan belajar
Bimbingan ini dimaksudkan untuk mengatasi masalah-masalah yang berhubungan dengan
kegiatan belajar baik di sekolah maupun di luar sekolah. Bimbingan ini antara lain meliputi:
1. Cara belajar, baik secara kelompok ataupun individual
2. Cara bagaimana merencanakan waktu dan kegiatan belajar
3. Efisiensi dalam menggunakan buku-buku pelajaran
4. Cara mengatasi kesulitan-kesulitan yang berkaitan dengan mata pelajaran tertentu
5. Cara, proses dan prosedur tentang mengikuti pelajaran
Di samping itu Winkel (1978) mengatakan bahwa layanan bimbingan dan konseling
mempunyai peranan penting untuk membantu siswa, antara lain dalam hal:
1. Mengenal diri sendiri dan mengerti kemungkinan-kemungkinan yang terbuka lagi
mereka, baik sekarang maupun yang akan datang
2. Mengatasi masalah pribadi yang mengganggu belajarnya. Misalnya masalah
hubungan muda-mudi, masalah ekonomi, masalah hubungan dengan orang tua/keluarga
dan sebagainya.
b. Bimbingan sosial
Dalam proses belajar dikelas siswa juga harus mampu menyesuaikan diri dengan kehidupan
kelompok. Bimbingan sosial ini dimaksudkan untuk membantu siswa dalam memecahkan dan
mengatasi kesulitan-kesulitan yang berkaitan dengan masalah sosial, sehingga terciptalah
suasana belajar mengajar yang kondusif. Menurut Abu Ahmadi (1977) bimbingan sosial ini
dimaksudkan untuk :
1. Memperoleh kelompok belajar dan bermain yang sesuai.
2. Membantu memperoleh persahabatan yang sesuai.
3. Membantu mendapatkan kelompok sosial untuk memecahkan masalah tertentu.
c. Bimbingan dalam mengatasi masalah-masalah pribadi
Bimbingan dimaksudkan untuk membantu siswa dalam mengatasi masalah-masalah
pribadinya, yang dapat mengganggu kegiatan belajarnya. Siswa yang mempunyai masalah dan
belum dapat diatasi/ dipecahkannya, akan cenderung mengganggu konsentrasinya dalam belajar,
akibatnya prestasi belajar yang dicapai rendah. Dalam kurikulum SMA tahun 1975 buku III C
tentang pedoman bimbingan dan penyuluhan. Menurut Ibu St. Raf’ah ada beberapa masalah
pribadi yang memerlukan bantuan konseling yaitu masalah akibat konflik antara lain :
1. Perkembangan intelektual dengan emosionalnya
2. Bakat dengan aspirasi lingkungannya
3. Kehendak siswa dengan orang tua atau lingkungannya
4. Kepentingan siswa dengan orang tua atau lingkungannya
5. Situasi sekolah dengan situasi lingkungan
6. Bakat pendidikan yang kurang bermutu dengan kelemahan/keengganan
mengambil pilihan.
Peran bimbingan dan konseling dalam mengatasi kesulitan belajar.
Tujuan pendidikan nasional berlaku bagi semua jenis sekolah dan dilaksanakan dengan
ciri-ciri khas dari setiap jenjang pendidikan sekolah. Dengan kata lain, tujuan institusional harus
diselaraskan dengan tujuan pendidikan nasional dan merupakan suatu konsentrasi yang harus
membawa tercapainya tujuan pendidikan nasional.
Untuk mencapai tujuan pendidikan siswa perlu dapat bimbingan agar mereka dapat
membina sebanyak mungkin dari pengalaman disekolah. Akan tetapi kemampuan guru dalam
membimbing anak didiknya terbatas, sedangkan masalah yang dihadapi anak didik semakin hari
semakin kompleks. Dari semacam kondisi inilah peranan bimbingan dan penyuluhan diperlukan,
dalam rangka memanimalisasi kesulitan yang dihadapi oleh siswa.
Tujuan akhir pelayanan bimbingan ini sama dengan tujuan pendidikan di sekolah, tetapi
cara untuk sampai pada tujuan itu lain yang digunakan dalam bidang-bidang pendidikan
sebagaimana yang dikemukakan oleh W.S. Winkel :
Bimbingan disekolah menengah merupakan bidang khusus dalam keseluruhan pendidikan
sekolah yaitu memberikan pelayanan yang ditangani oleh ahli-ahli yang telah disiapkan untuk
itu.
Ciri khas dari pelayanan ini terletak dalam hal memberikan bantuan mental atau psikologis
kepada murid dalam membulatkan perkembangannya. Tujuan dari pemberian bimbingan ialah
supaya setiap murid berkembang sejauh mungkin untuk mengambil manfaat sebanyak mungkin
dari pengalamannya disekolah, mengingat ciri-ciri pribadinya dan tuntunan kehidupan dalam
masyarakat sekarang. (Winkel, 1991:28)
Dengan adanya peranan dan bimbingan terserbut diharapkan semua persoalan yang
dihadapi anak didik dapat diantisipasi sedini mungkin. Menurut Bimo Walgito bimbingan dan
penyuluhan di sekolah dapat dilaksanakan dengan bermacam sifat :
1. Preventif, yaitu bimbingan yang diberikan dengan tujuan untuk mencegah jangan sampai
timbul kesulitan yang menimpa diri anak atau individu.
2. Korektif, yaitu memecahkan dan mengatasi kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh individu.
3. Preservatif, yaitu memelihara atau mempertahankan yang telah baik, jangan sampai menjadi
keadaan yang tidak baik (Walgito, 1984:26)
Dari uraian diatas dapat ditarik benang merah bahwa peranan dari pada bimbingan dan
penyuluhan sangat diperlukan oleh siswa dalam rangka untuk mencapai tujuan dari pada
pendidik dan pengajaran.
Bagian VIII
H. Belajar Efektif dan Efisien.
Belajar adalah proses perubahan tingkah laku yang dilakukan secara sengaja untuk
mendapatkan perubahan yang lebih baik, misalnya : dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak
terampil menjadi terampil, dari belum dapat melakukan sesuatu menjadi dapat melakukan
sesuatu dan lain sebagainya. Perubahan tersebut merupakan perubahan yang timbul karena
adanya pengalaman dan latihan. Jadi belajar bukanlah suatu hasil, akan tetapi merupakan
suatu proses untuk mencapai tujuan dalam rangka memenuhi kebutuhan menuntut
ilmu. -Proses belajar adalah mengalami,
berereaksi dan melampaui ( under going ). --Disengaja, bahwa proses belajar
timbul karena ada suatu niatan
Landasan utama dalam mencapai keberhasilan belajar adalah kesiapan mental. Tanpa
kesiapan mental, maka tidak akan dapat bertahan terhadap berbagai kesukaran (kesulitan) yang
dihadapi selama belajar.
Setiap peserta didik hendaknya mempunyai minat yang besar terhadap semua mata diklat
yang diterima di sekolah. Suka atau tidak suka semua mata diklat harus ditempuh. Sikap
membenci mata diklat tidak ada manfaatnya, yang terbaik adalah mengambil sikap positif
dengan berusaha menyukai semua mata diklat yang diajarkan. Karena suka tidak suka mata
diklat tersebut harus ditempuh pada jenjang pendidikan yang mereka ikuti.
Belajar Efektif dan Efisien bukan hanya tentang mengatur waktu dan kesiapan belajar,
tapi juga tentang bagaimana memilih gaya belajar yang tepat. Agar mendapatkan hasil belajar
yang optimal, proses belajar mesti kita sesuaikan denga gaya belajar yang sesuai dengan diri kita,
misalnya :
* Gaya Belajar Visual yaitu belajar dengan cara melihat, membayangkan dan memperhatikan
secara langsung objek yang
dipelajari. *Gaya Belajar Audio
yaitu belajar dengan cara mendengarkan dari sumber ajar (diterangkan, radio/kaset, nada, irama,
suasana heboh, suasana gaduh dll) * Gaya Belajar
Kinesthetic yaitu belajar dengan cara bergerak, merasa, menyentuh, menggengam, menangkap,
menekan (dingin, kasar, tebal, tipis dll)
Ada juga yang menggunakan metode-metode belajar yang lain, antara lain :
1. Belajar Bersama.Metode ini seringkali di katakan metode yang paling efektif karena dalam suasana belajar berkelompok yang cukup santai otak menjadi lebih rileks menerima ilmu - ilmu yang akan di serap. Selain itu hal - hal yang belum di ketahui akan lebih mudah di selesaikan dengan bekerja sama.
2. Membuat Intisari Dari Setiap Pelajaran.Membuat rangkuman atau ringkasan dari setiap pelajaran yang anda dapatkan baik di sekolah maupun di tempat lain atau lewat belajar bersama diatas. hal ini akan lebih efisien mengingat intisari atau kesimpulan dari setiap pelajaran yang sudah dibaca ulang ini akan menjadi Kata-kata kunci yang nanti berguna waktu kita mengulang pelajaran selama ujian.
3. Disiplin Dalam Belajar.
Kedisiplinan memang perlu diterapkan dalam belajar, seperti disiplin waktu dan disiplin dalam berkonsentrasi pada pelajaran. Dengan adaya sifat disiplin dalam diri Anda, dapat dipastikan pelajaran yang Anda lakukan dapat efektif dan efisien.
4. Aktif Bertanya dan Ditanya. Jika ada hal yang belum jelas, kita harus berani menayakan hal itu baik kepada guru, teman atau orang tua. Dari situ juga kita bisa manjadi pelajar yang aktif dan berpengetahuan, biasanya kalau kita menanyakan sesuatu, kita pasti akan ingat jawabannya. Dan itu sangat membantu dari pada siswa-siswa yang pasif dalam pembelajaran.
Dan berikut ini beberapa Tips belajar efektif dan efisien.1. Menciptakan suasana yang kondusif dalam belajar.
Tak kalah pentingnya dan harus diingat dalam menciptakan suasana yang kondusif untuk merangsang dorongan berprestasi belajar perlu diperhitungkan unsur perasaan. Karena unsur perasaan lebih dominan dan melatarbelakangi segala aktivitas seseorang. Dengan kata lain produktif atau tidaknya aktivitas seseorang sangat tergantung pada unsur perasaan dalam melaksanakan aktivitas tersebut.
Oleh karena itu, kita juga harus memperhitungkan dan memperhatikan unsur perasaan untuk mewujudkan harapan.Tentunya kita semua mengetahui bahwa kegembiraan bersifat menggerakkan. Segala sesuatu yang dilakukan dengan gembira (senang hati), tentunya akan menghasilkan sesuatu yang lebih baik. Sedangkan kekecewaan atau unsur tertekan bersifat melembekkan atau melemahkan. Suatu aktivitas yang dilaksanakan karena ada tekanan atau kekecewaan, tentunya akan menghasilkan sesuatu yang mengecewakan atau ketidakpuasan atau mutu yang rendah. Oleh karena itu, suasana gembira harus senantiasa terpelihara dapat belajar dengan baik dan memunculkan gagasan-gagasan yang brilian. Begitu juga terangsang mengaktualisasikan dirinya sepenuhnya dalam mencapai harapan-harapan kita.2. Mengembangkan jiwa kompetitif
Untuk memacu dorongan berprestasi yang baik perlu dikembangkan suasana kompetetif yang sehat dan konstruktif diarahkan menjadi dirinya sendiri. Disadarkan dirinya punya potensi yang siap untuk dikembangkan. Kemauan atau hasrat harus dibangkitkan, agar dirinya senantiasa merasa tertantang untuk ingin tahu segala-galanya dan ingin selalu menonjol lebih dari yang lainnya.
Tentunya kita menyadari orang yang tetap bertahan hidup, memiliki tempat dan memegang peranan penting di tengah-tengah masyarakat, hanyalah orang-orang
yang memiliki kecakapan yang brilliant dan tahu mempergunakan, menempatkan kelebihannya tersebut. Bagi mereka yang tidak dapat mendayagunakan kemampuan secara optimal akan tersisih atau terpinggirkan dan hanya menjadi kelompok marginal.
Hidup ini merupakan kompetisi, hanya orang-orang yang mampu memanfaatkan peluang secara optimal yang berhasil mendapatkan tempat utama.
Hal yang perlu kita ingat, bahwa setiap orang memiliki kesempatan dan peluang yang sama untuk berkembang mengaktualisasikan diri dan yang berhasil adalah yang benar-benar menyadari potensi yang dimilikinya dan mampu menggunakan kemampuannya tersebut pada proses kemajuan dirinya.“Kita jangan terpaku hanya dengan slogan IQ harus jenius baru bisa jadi orang. IQ itu hanya satu persen saja yang mendorong seseorang berhasil dengan baik dan yang 99 persen adalah kemauan dan kerja keras untuk mewujudkan impian dan mengetahui cara yang efektif untuk merealisasikan impian tersebut. Banyak yang memiliki IQ tinggi, namun pada akhirnya mubazir, karena tidak mendapatkan pengarahan yang tepat untuk mendayagunakan kelebihan kemampuannya tersebut. Banyak orang yang berhasil malah dengan IQ pas-pasan, namun mendapat bimbingan dan pengarahan kemampuannya dengan tepat”
Untuk memperoleh keunggulan dalam suasana kompetetif adalah tugas kita memberi bekal pola berpikir, pola berbuat yang terencana, sistematis dan cara-cara yang efektif. Dengan ini kita diharapkan mampu mengarahkan perujukan dalam pengembangan bakat-bakat khusus.3. Mengembangkan rasa percaya diri
Sumber energi yang membangkitkan dorongan berprestasi dari dalam diri adalah rasa percaya diri. Oleh karena itu, sangat perlu ditumbuhkan atau dibangkitkan keyakinan terhadap kemampuan dirinya untuk dapat mempelajari berbuat atau melakukan sesuatu. Keyakinan dalam hati akan membuat diri berusaha keras dan mencari cara untuk mewujudkan keyakinannya itu dengan banyak membaca sehingga wawasan pengetahuannya luas.
C. PENUTUP
A.Kesimpulan
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa bimbingan dan konseling ditujukan untuk
membimbing dan mengarahkan individu melalui usahanya sendiri untuk menentukan dan
mengembangkan kemampuannya agar memperoleh kebahagiaan pribadi serta bertujuan agar
individu dapat mengembangkan dirinya secara optimal / sesuai dengan potensi yang
dimilikinya. Bimbingan konseling juga perlu diaplikasikan dalam sekolah karena dengan
itu pula kesulitan-kesulitan praktisi pendidikan terutama yang terjadi pada siswa dapat
teratasi dengan penanganan yang tepat. Selain itu juga dapat mengimprovisasikan potensi siswa
sehingga siswa mampu mengenal pribadinya dan dapat mengaktualisasikan potensi
yang dimiliki secara tepat.
B.Saran
Suatu kemampuan dapat berkembang secara optimal apabila mendapat bimbingan
dan konseling yang terarah.
Demikianlah makalah ini kami paparkan, saran dan kritik yang membangun bagi
pembaca sangat diperlukan guna kesempurnaan makalah ini, terima kasih.
CONTOH MAKALAH MASALAH BELAJAR SISWA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dunia pendidikan mengartikan diagnosis kesulitan belajar sebagai segala usaha yang dilakukan
untuk memahami dan menetapkan jenis dan sifat kesulitan belajar. Masalah belajar yang terjadi
dikalangan murid sering kali terjadi dan menghambat kelancaran proses belajar siswa.
Kondisi tertentu itu dapat berkenaan dengan keadaan dirinya yaitu berupa kelemahan-
kelemahan dan dapat juga berkenaan dengan lingkungan yang tidak menguntungkan bagi dirinya.
Masalah-masalah belajar ini tidak hanya dialami oleh murid-murid yang lambat saja dalam belajarnya,
tetapi juga dapat menimpa murid-murid yang pandai atau cerdas.
1.2 Tujuan
Tujuan dari observasi ini adalah:
1. Untuk mengetahui penyebab kesulitan belajar siswa.
2. Untuk mengetahui solusi apa saja yang diberikan oleh pihak BK dalam mengatasi masalah belajar siswa.
1.3 Rumusan Masalah
Dengan melihat latar belakang yang telah dikemukakan, maka beberapa masalah yang dapat
dirumuskan dan akan dibahas dalam Makalah ini adalah apa saja penyebab kesulitan belajar pada
siswa? Dan bagaimana solusi yang bisa di berikan untuk menanggulangi masalah belajar pada siswa.
1.4 Hipotesis
Penelitian ini dilakukan berangkat dari keyakinan penulis setelah melakukan pengenalan
masalah. Adapun keyakinan atau hipotesis tersebut adalah masalah belajar siswa dapat disebabkan
beberapa faktor baik internal maupun eksternal dari diri siswa. Kemungkinan masalah belajar ini muncul
di sebabkan oleh metode guru dalam mengajar, kondisi emosional siswa, materi yang diajarkan tidak
sesuai dengan kemampuan siswa, dan pandangan siswa terhadap pelajaran tertentu.
1.5 Sistematika Penulisan
Cover
Daftar Isi
BAB I Pendahuluan
BAB II Metodologi
BAB III Hasil dan Pembahasan
BAB IV Rekomendasi
BAB V Penutup
Daftar pustaka
BAB II
METODOLOGI PENELITIAN
2.1 Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan ialah:
a. Observasi
b. Tinjauan pustaka
c. Wawancara
Untuk mendapatkan data dan informasi yang diperlukan, digunakan metode observasi,
wawancara dan kepustakaan. Adapun observasi dilakukan di SMA NEGERI 1 BANDUNG tepatnya di Jalan
Dago 396, Bandung. Wawancara dilakukan dengan salah satu guru BK di sekolah tersebut. Untuk
menambah informasi, penulis mencari literatur yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan.
2.3 Waktu Penelitian
Observasi dan wawancara dilakukan pada Kamis, 4 November 2010 pukul 08.30 WIB di Jalan Dago 396,
Bandung.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Tinjauan Pustaka
Prayitno (1985) mengemukakan bahwa masalah adalah sesuatu yang tidak disukai adanya, menimbulkan kesulitan bagi diri sendiri dan atau orang lain, ingin atau perlu dihilangkan. menurut pengertian secara psikologis, belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan dalam tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pengertian belajar dapat didefinisikan “Belajar ialah sesuatu proses yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”.
Menurut Gagne (1984: 77) bahwa “belajar adalah suatu proses dimana suatu organisasi berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman”. Dari definisi masalah dan belajar maka masalah belajar dapat diartikan atau didefinisikan sebagai berikut :
“Masalah belajar adalah suatu kondisi tertentu yang dialami oleh murid dan menghambat kelancaran proses yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan”.
Kondisi tertentu itu dapat berkenaan dengan keadaan dirinya yaitu berupa kelemahan-kelemahan dan dapat juga berkenaan dengan lingkungan yang tidak menguntungkan bagi dirinya. Masalah-masalah belajar ini tidak hanya dialami oleh murid-murid yang lambat saja dalam belajarnya, tetapi juga dapat menimpa murid-murid yang pandai atau cerdas.
Dalam interaksi belajar mengajar siswa merupakan kunci utama keberhasilan belajar selama proses belajar yang dilakukan. Proses belajar merupakan aktivitas psikis berkenaan dengan bahan belajar.
Kesulitan belajar siswa mencakup pengertian yang luas, diantaranya :
1. Learning Disorder atau kekacauan belajar adalah keadaan dimana proses belajar seseorang terganggu karena timbulnya respons yang bertentangan.
2. Learning Disfunction merupakan gejala dimana proses belajar yang dilakukan siswa tidak berfungsi dengan baik, meskipun sebenarnya siswa tersebut tidak menunjukkan adanya subnormalitas mental, gangguan alat dria, atau gangguan psikologis lainnya.
3. Under Achiever mengacu kepada siswa yang sesungguhnya memiliki tingkat potensi intelektual yang tergolong di atas normal, tetapi prestasi belajarnya tergolong rendah. Contoh : siswa yang telah dites kecerdasannya dan menunjukkan tingkat kecerdasan tergolong sangat unggul (IQ = 130 – 140), namun prestasi belajarnya biasa-biasa saja atau malah sangat rendah.
4. Slow Learner atau lambat belajar adalah siswa yang lambat dalam proses belajar, sehingga ia membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan sekelompok siswa lain yang memiliki taraf potensi intelektual yang sama.
5. Learning Disabilities atau ketidakmampuan belajar mengacu pada gejala dimana siswa tidak mampu belajar atau menghindari belajar, sehingga hasil belajar di bawah potensi intelektualnya.
Faktor-Faktor yang dialami dan dihayati oleh siswa dan hal ini akan sangat berpengaruh terhadap proses belajar:
1. Faktor-Faktor Internal Belajar
• Sikap Terhadap Belajar
Selama melakukan proses pembelajaran sikap siswa akan menentukan hasil dari pembelajaran tersebut. Pemahaman siswa yang salah terhadap belajar akan membawa kepada sikap yang salah dalam
melakukan pembelajaran. Sikap siswa ini akan mempengaruhinya terhadap tindakan belajar. Sikap yang salah akan membawa siswa mersa tidak peduli dengan belajar lagi. Akibatnya tidak akan terjadi proses belajar yang kondusif.
• Motivasi Belajar
Motivasi belajar merupakan kekuatan mental yang mendorong terjadinya proses belajar. Lemahnya motivasi atau tiadanya motivasi belajar akan melemahkan kegiatan belajar. Selanjutnya mutu belajar akan menjadi rendah. Oleh karena itu motivasi belajar pada diri siswa perlu diperkuat terus menerus.
• Konsentrasi Belajar
Konsentrasi belajar merupakan kemampuan memusatkan perhatian pada pelajaran. Pemusatan perhatian tersebut tertuju pada isi bahan belajar maupun proses memperolehnya. Untuk memperkuat perhatian guru perlu melakukan berbagai strategi belajar mengajar dan memperhatikan waktu belajar serta selingan istirahat. Menurut seorang ilmuan ahli psikologis kekuatan belajar seseorang setelah tiga puluh menit telah mengalami penurunan. Ia menyarankan agar guru melakukan istirahat selama beberapa menit. Dengan memberikan selingan istirahat, maka perhatian dan prestasi belajar dapat ditingkatkan.
• Mengolah Bahan Belajar
Mengolah bahan belajar merupakan kemampuan siswa untuk menrima isi dan cara pemerolehan ajaran sehingga menjadi bermakna bagi siswa. Isi bahan belajar merupakan nilai nilai dari suatu ilmu pengetahuan, nilai agama, nilai kesusilaan, serta nilai kesenian. Kemampuan siswa dalam mengolah bahan pelajaran menjadi makin baik jika siswa berperan aktif selama proses belajar.
• Kemampuan Berprestasi
Kemampuan berprestasi atau unjuk hasil belajar merupakan puncak suatu proses belajar. Pada tahap ini siswa membuktikan hasil belajar yang telah lama ia lakukan. Siswa menunjukan bahwa ia telah mampu memecahkan tugas-tugas belajar atau menstransfer hasil belajar. Dari pengalaman sehari-hari di sekolah diketahui bahwa ada sebagian siswa tidak mampu berprestasi dengan baik. Kemampuan berprestasi tersebut terpengaruh pada proses-proses penerimaan, pengaktifan, pra-pengolahan, pengolahan, penyimpanan, serta pemanggilan untuk pembangkitan pesan dan pengalaman.
• Rasa Percaya Diri Siswa
Rasa percaya diri timbul dari keinginan mewujudkan diri bertindak dan berhasil. Dari segi perkembangan, rasa percaya diri dapat timbul berkat adanya pengakuan dari lingkungan. Dalam proses belajar diketahui bahwa unjuk prestasi merupakan tahap pembuktian perwujudan diri yang diakui oleh guru dan rekan sejawat siswa. Semakin sering siswa mampu menyelesaikan tugasnya dengan baik maka rasa percaya dirinya akan meningkat. Dan apabila sebaliknya yang terjadi maka siswa akan merasa lemah percaya dirinya.
• Intelegensi Dan Keberhasilan Belajar
Intelegensi merupakan suatu kecakapan global atau rangkuman kecakapan untuk dapat bertindak secara terarah, berpikir secara baik dan bergaul dengan lingkungan secara efisien. Kecakapan tersebut menjadi actual bila siswa memecahkan masalah dalam belajar atau kehidupan sehari-hari. Dengan perolehan hasil belajar yang rendah, yang disebabkan oleh intelegensi yang rendah atau kurangnya kesungguhan belajar, berarti terbentuknya tenaga kerja yang bermutu rendah. Hal ini akan merugikan calon tenaga kerja itu sendiri. Oleh karena itu pada tempatnya mereka didorong untuk melakukan belajar dibidang kterampilan.
• Kebiasaan Belajar
Kebiasaan-kebiasaan belajar siswa akan mempengaruhi kemampunanya dalam berlatih dan menguasai materi yang telah disampaikan oleh guru. Kebiasaan buruk tersebut dapat berupa belajar pada akhir semester, belajar tidak teratur, menyia-nyiakan kesempatan belajar, bersekolah hanya untuk bergengsi, datang terlambat bergaya pemimpin, bergaya jantan seperti merokok. Kebiasaan-kebiasaan buruk tersebut dapat ditemukan di sekolah-sekolah pelosok, kota besar, kota kecil. Untuk sebagian kebiasaan tersebut dikarenakan oleh ketidakmengertian siswa dengan arti belajar bagi diri sendiri.
• Cita-Cita Siswa
Cita-cita sebagai motivasi intrinsic perlu didikan. Didikan memiliki cita-cita harus ditanamkan sejak mulai kecil. Cita-cita merupakan harapan besar bagi siswa sehingga siswa selalu termotivasi untuk belajar dengan serius demi menggapai cita-cita tersebut. Dengan mengaitkan pemilikan cita-cita dengan kemampuan berprestasi maka siswa diharapkan berani bereksplorasi sesuai dengan kemampuannya sendiri.
2. Faktor-Faktor Eksternal Belajar
Faktor-faktor eksternal tersebut adalah sebagai berikut:
• Guru Sebagai Pembina Siswa Belajar
Guru adalah pengajar yang mendidik . Ia tidak hanya mengajar bidang studi yang sesuai dengan keahliannya, tetapi juga menjadi pendidik pemuda generasi bangsanya. Guru yang mengajar siswa adalah seorang pribadi yang tumbuh menjadi penyandang profesi bidang studi tertentu. Sebagai seorang pribadi ia juga mengembangkan diri menjadi pribadi utuh. Sebagai seorang diri yang mengembangkan keutuhan pribadi, ia juga menghadapi masalah pengembangan diri, pemenuhan kebutuhan hidup sebagai manusia.
• Prasarana Dan Sarana Pembelajaran
Lengkapnya sarana dan prasarana pembelajaran merupakan kondisi pembelajaran yang baik. Hal ini tidak berarti bahwa lengkapnya sarana dan prasarana menentukan jaminan melakukan proses pembelajaran yang baik. Justru disinilah muncul bagaimana mengolah sarana dan prasaranapembelajaran sehingga tersenggara proses belajar yang berhasil dengan baik.
• Lingkungan Sosial Siswa Di Sekolah
Tiap siswa dalam lingkungan sosial memiliki kedudukan, peranan dan tanggung jawab sosial tertentu. Dalam kehidupan tersebut terjadi pergaulan seperti hubungan sosial tertentu. Dalam kehidupan tersebut terjadi hubungan akrab kerjasama, kerja berkoprasi, berkompetisi, bersaing, konflik atau perkelahian.
• Kurikulum Sekolah
Kurikulum yang diberlakukan di sekolah adalah kurikulum nasional yang disahkan oleh pemerintah, atau yayasan pendidikan. Kurikulum disusun berdasarkan tuntutan kemajuan masyrakat. Dengan kemajuan dan perkembangan masyrakat timbul tuntutan kebutuhan baru dan akibatnya kurikulum sekolah perlu direkonstruksi. Adanya rekonstruksi itu menimbulkan kurikulum baru. Perubahan kurikulum sekolah menimbulkan masalah seperti tujuan yang akan dicapai mungkin akan berubah, isi pendidikan berubah, kegiatan belajar mengajar berubah serta evaluasi berubah.
3. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Masalah Belajar
Kesulitan belajar ini merupakan suatu gejala yang nampak dalam berbagai jenis pernyataan (manifestasi). Karena guru bertanggung jawab terhadap proses belajar-mengajar, maka ia seharusnya memahami manifestasi gejala-gejala kesulitan belajar. Pemahaman ini merupakan dasar dalam usaha memberikan bantuan kepada murid yang mengalami kesulitan belajar.
Pada garis besarnya sebab-sebab timbulnya masalah belajar pada murid dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori yaitu :
1) Faktor-faktor Internal ( faktor-faktor yang berada pada diri murid itu sendiri ), antara lain:
• Gangguan secara fisik, seperti kurang berfungsinya organ-organ perasaan, alat bicara, gangguan panca indera, cacat tubuh, serta penyakit menahan ( alergi, asma, dan sebagainya ).
• Ketidakseimbangan mental ( adanya gangguan dalam fungsi mental ), pertimenampakkan kurangnya kemampuan mental, taraf kecerdasannya cenderung kurang.
• Kelemahan emosional, seperti merasa tidak aman, kurang bisa menyesuaikan diri (maladjustment ), tercekam rasa takut, benci, dan antipati serta ketidakmatangan emosi.
• Kelemahan yang disebabkan oleh kebiasaan dan sikap salah seperti kurang perhatian dan minat terhadap pelajaran sekolah, malas dalam belajar, dan sering bolos atau tidak mengikuti pelajaran.
2) Faktor Eksternal ( faktor-faktor yang timbul dari luar diri individu ), yaitu :
a). Sekolah, antara lain :
Sifat kurikulum yang kurang fleksibel
Terlalu berat beban belajar (murid) dan atau mengajar (guru)
Metode mengajar yang kurang memadai
Kurangnya alat dan sumber untuk kegiatan belajar
b). Keluarga (rumah), antara lain :
Keluarga tidak utuh atau kurang harmonis.
Sikap orang tua yang tidak memperhatikan pendidikan anaknya
Keadaan ekonomi.
Menurut Lindgren, (1967 : 55) bahwa lingkungan sekolah, terutama guru. Guru yang akrab dengan murid, menghargai usaha-usaha murid dalam belajar dan suka memberi petunjuk kalau murid menghadapi kesulitan, akan dapat menimbulkan perasaan sukses dalam diri muridnya dan hal ini akan menyuburkan keyakinan diri dalam diri murid. Melalui contoh sikap sehari-hari, guru yang memiliki penilaian diri yang positif akan ditiru oleh muridnya, sehingga murid-muridnya juga akan memiliki penilaian diri yang positif.
Jadi jelaslah bahwa guru yang kurang akrab dengan murid, kurang menghargai usaha-usaha murid maka murid akan merasa kurang diperhatikan dan akan mengakibatkan murid itu malas belajar atau kurangnya minat belajar sehingga anak itu akan mengalami kesulitan belajar. Keberhasilan seorang murid dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berasal dari sekolah seperti guru yang harus benar-benar memperhatikan peserta didiknya.
Langkah-langkah yang ditempuh untuk menjamin keberhasilan belajar adalah :
1) Identifikasi masalah siswa
2) Diagnosa
3) Prognosa
4) Pemberian Bantuan
5) Follow up (tindak lanjut)
Upaya-Upaya Penanggulangan Masalah Belajar :
1. Perhatikan Mood
2. Siapkan Ruang Belajar
3. Komunikasi
4. Mengidentifikasi siswa yang diperkirakan mengalami kesulitan belajar.
5. Mengalokasikan letaknya kesulitan atau permasalahannya
6. Melokalisasikan jenis faktor dan sifat yang menyebabkan mengalami berbagai kesulitan.
7. Memperkirakan alternatif pertolongan.
3.2 Hasil Observasi
Observasi ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui penyebab kesulitan belajar siswa dan untuk mengetahui solusi apa yang diberikan oleh pihak BK (Bimbingan Konseling) dalam mengatasi masalah belajar siswa.
Berdasarkan observasi yang telah dilakukan diketahui penyebab kesulitan belajar siswa, diantaranya sebagai berikut :
1. Keadaan kelas yang kurang kondusif. Penataan ruangan yang tidak menunjang dalam kegiatan pembelajaran.
2. Cara mengajar guru yang tidak memfasilitasi berbagai gaya belajar siswa dan sikap guru yang dictator.
3. Pandangan siswa terhadap suatu mata pelajaran yang menganggap mata pelajaran itu sulit sehingga siswa merasa segan dan terbebani untuk mempelajarinya.
4. Adanya faktor dari lingkungan luar seperti masalah keluarga dan masalah ekonomi.
Adapun solusi yang diberikan oleh pihak BK (Bimbingan Konseling) dalam mengatasi masalah belajar siswa, yaitu :
1. Melakukan pendekatan terhadap siswa
2. Pencarian data tentang masalah yaitu dengan berkomunikasi dengan orang tua siswa dan wali kelas.
3. Melakukan konsultasi secara privat.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dari hasil observasi yang kita lakukan, dapat kita ketahui bahwa ada 2 faktor yang dapat membuat siswa mengalami kesulitan dalam pembelajaran, yaitu:
Faktor internal belajar siswa, meliputi sikap siswa dalam belajar, motivasi belajar siswa, konsentrasi siswa, cara mengolah pembelajaran, rasa percaya diri siswa, kebiasaan belajar, dan cita-cita siswa.
Faktor eksternal belajar siswa, meliputi guru sebagai pembina siswa belajar, sarana dan prasarana, lingkungan siswa di sekolah dan kurikulum sekolah.
Adapun solusi yang diberikan oleh pihak BK (Bimbingan Konseling) dalam mengatasi masalah belajar siswa, yaitu :
Melakukan pendekatan terhadap siswa
Pencarian data tentang masalah yaitu dengan berkomunikasi dengan orang tua siswa dan wali kelas.
Melakukan konsultasi secara privat.
4.2 Saran
Agar proses belajar mengajar siswa dapat berlangsung secara optimal, diperlukan pendekatan yang lebih intensif dari guru BK. Sehingga siswa dapat terus terpantau bagaimana perkembangannya dalam proses pembelajaran.
http://solikhaton.blogspot.com/2013/12/contoh-makalah-masalah-belajar-siswa.html
Faktor-Faktor Makro yang Menyebabkan Anak Malas Belajar26 Februari 2011katresna72 Tinggalkan komentar Go to comments
Rate This
Bahan ini cocok untuk Informasi / Pendidikan Umum.Nama Penulis : Prof. Sarlito Wirawan SarwonoGuru Besar Fakultas Psikologi UITanggal: 3 Juni 2003Topik: Mengatasi Malas Belajar Pada anakBulan-bulan tertentu menjelang Ebtanas dan UMPTN, setiap tahun, adalah musimnya orangtua mengkonsultasikan anak-anaknya untuk tes bakat pada psikolog. Persoalan orangtua (belum tentu persoalan anak juga) adalah bahwa anaknya, walaupun sudah kelas 3 SMU, belum jelas mau memilih jurusan apa di perguruan tinggi. Karena takut bahwa anaknya gagal di tengah jalan, maka orangtua pun mengkonsultasikan anaknya kepada psikolog.
Sementara itu, dari pengamatan saya di ruang praktek, di pihak anaknya sendiri kurang nampak ada urgensi pada permasalahan yang sedang dihadapinya. Rata-rata anak memang ingin lulus UMPTN di Universitas-universitas favorit (UI, ITB), tetapi tidak terbayangkan betapa ketatnya persaingan yang harus dihadapinya1. Kalau tidak lulus UMPTN, pilihan untuk PTS (Perguruan Tinggi Swasta) masih banyak. Kalau tidak diterima di Trisakti atau Atmajaya, masih banyak PTS yang lain. Bagi yang orangtuanya mampu, kuliah di luar negeri2 bahkan lebih banyak lagi peluangnya.Tidak adanya perasaan urgensi (kegawatan) lebih nampak lagi pada hampir-hampir tidak adanya persiapan yang serius. Kebanyakan anak tidak mempunyai kebiasaan belajar yang teratur, tidak mempunyai catatan pelajaran yang lengkap, tidak membuat PR, sering membolos (dari sekolah maupun dari les), seringkali lebih mengharapkan bocoran soal ulangan/ujian atau menyontek untuk mendapat nilai yang bagus.
Di sisi lain, cita-cita mereka (yang karena kurang baiknya hubungan anak-orangtua, sering dianggap tidak jelas) adalah sekolah bisnis (MBA). Dalam bayangan mereka, MBA berarti menjadi direktur atau manajer, kerja di kantor yang mentereng, memakai dasi atau blazer dan pergi-pulang kantor mengendarai mobil sendiri. Hampir-hampir tidak terbayangkan oleh mereka proses panjang yang harus dilakukan dari jenjang yang paling bawah untuk mencapai posisi manajer atau direktur tsb.
Sikap “jalan pintas” ini bukan hanya menyebabkan motivasi belajar yang sangat kurang, melainkan juga menyebabkan timbulnya gaya hidup yang mau banyak senang, tetapi sedikit usaha, untuk masa sepanjang hidup mereka. Dengan perkataan lain, anak-anak ini selamanya akan hidup di alam mimpi yang sangat rawan frustrasi dan akibat dari frustrasi ini bisa timbul banyak masalah lain3.
Teori BrofenbrennerUntuk memahami mengapa anak-anak bersikap jalan pintas sehingga malas belajar (banyak yang sejak SD), dan untuk membantu orangtua mencari cara pencegahan serta jalan keluarnya, saya mengajak anda sekalian untuk mengkaji sebuah teori yang dikemukakan oleh Brofenbrenner4.Teori Brofenbrenner yang berparadigma lingkungan (ekologi) ini menyatakan bahwa perilaku seseorang (termasuk perilaku malas belajar pada anak) tidak berdiri sendiri, melainkan merupakan dampak dari interaksi orang yang bersangkutan dengan lingkungan di luarnya.Adapun lingkungan di luar diri orang (dalam makalah ini selanjutnya akan difokuskan pada anak atau siswa SD-SLTA) oleh Brofenbrenner di bagi dalam beberapa lingkaran yang berlapis-lapis (lihat diagram**):1. Lingkaran pertama adalah yang paling dekat dengan pribadi anak, yaitu lingkaran sistem mikro yang terdiri dari keluarga, sekolah, guru, tempat penitipan anak, teman bermain, tetangga, rumah, tempat bermain dan sebagainya yang sehari-hari ditemui oleh anak.2. Lingkaran kedua adalah interaksi antar faktor-faktor dalam sistem mikro (hubungan orangtua-guru, orangtua-teman, antar teman, guru-teman dsb.) yang dinamakannya sistem meso.
3. Di luar sistem mikro dan meso, ada lingkaran ketiga yang disebut sistem exo, yaitu lingkaran lebih luar lagi, yang tidak langsung menyentuh pribadi anak, akan tetapi masih besar pengaruhnya, seperti keluarga besar, polisi, POMG, dokter, koran, televisi dsb.
4. Akhirnya, lingkaran yang paling luar adalah sistem makro, yang terdiri dari ideologi negara, pemerintah, tradisi, agama, hukum, adat, budaya dsb.
Makalah ini, dengan mengikuti teori Brofenbrenner tersebut di atas, akan menguraikan bagaimana sistem makro yang terjadi di dunia dan Indonesia, melalui sistem-sistem lain yang lebih kecil (exo, meso dan mikro) berpengaruh pada kepribadian dan perilaku anak, termasuk perilaku malas belajar yang sedang kita biacarakan ini.
Sistem MakroKiranya hampir semua orangtua dan pendidik (dan semua orang juga) merasakan bahwa jaman sekarang ini terlalu banyak sekali perubahan. Para orangtua dari generasi “Tembang Kenangan” tidak bisa mengerti, apalagi menikmati, lagu-lagu favorit anak-anak mereka yang dibawakan oleh Dewa atau Westlife group. Bahkan generasi yang remaja di tahun 1980-an (generasi Stevie Wonder, Lionel Richie) juga sulit menerima lagu-lagu sekarang. Sulitnya, di kalangan generasi muda sendiri juga terdapat banyak versi musik (rap, reggae, house, salsa dsb.) yang masing-masing punya penggemar masing-masing. Di sisi lain musik-musik tradisional seperti keromcong dan gending Jawa, juga mengalami perubahan versi sehingga muncul musik campur-sari yang sekarang sedang populer di masyarakat Jawa Tengah dan Jawa Timur, termasuk generasi mudanya. Sementara itu, musik dangdut, yang tadinya monopoli masyarakat lapis bawah, justru berkembang menjadi lebih universal dengan mulai memasuki dunia kelas menengah atas.Perubahan-perubahan yang drastis dan sekaligus banyak ini juga terjadi pada bidang-bidang lain. Wayang orang dan wayang kulit yang saya gemari di masa kecil dan merupakan kegemaran juga dari ayah saya dan nenek-moyang saya, sekarang praktis tidak mempunyai lahan hidup lagi. Modifikasi dari kesenian tradisional (wayang kulit berbahasa Indonesia dan berdurasi hanya 2 jam diselingi musik dang dut, atau ketoprak humor), hanya bisa mengembangkan penggemarnya sendiri tanpa bisa mengangkat kembali kesenian tradisional sebagai mana bentuk aslinya.
Dalam setiap sektor kehidupan yang lain pun terdapat perubahan yang cepat. Karena itu jangan heran jika istilah-istilah “prokem” di jaman tahun 1980-an sudah tidak dimengerti lagi oleh anak-anak “gaul” angkatan 1990-an yang punya gaya bahasa “funky” tersendiri. Dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi perkembangannya adalah yang paling cepat. Anak SD sekarang sudah terampil
menggunakan komputer, sedangkan eyang-eyang mereka menggunakan HP saja masih sering salah pencet. Video Betamax yang sangat modern di tahun 1980-an, sekarang sudah menjadi barang musium dengan adanya VCD (Video Digital Disc) dan yang terbaru DVD (Digital Video Disc; yang sebentar lagi pasti akan usang juga).
Dampak dari perubahan cepat ini sangat dahsyat sekali. Jika dalam bidang sosial budaya kita hanya mengamati kekacauan yang sulit dimengerti, dalam politik, perkembangan dan perubahan yang teramat sangat cepat ini telah meruntuhkan beberapa negara (Rusia, Yugoslavia), setidak-tidaknya telah menimbulkan banyak konflik yang menggoyangkan stabilitas dalam negeri dan menelan banyak korban harta dan jiwa (seperti yang sedang terjadi di Indonesia).
Para ilmuwan, setelah menganilis situasi yang dahsyat di seluruh dunia tsb. di atas, menyimpulkan bahwa saat ini kita sedang memasuki era Postmodernism (disingkat: Posmo)5 . Menurut para pemikir Posmo, jaman sekarang kira-kira sama dahsyatnya dengan jaman revolusi industri (ditemukannya mesin uap, listrik, mesiu dsb.) di akhir abad XIX yang juga berdampak berbagai peperangan, revolusi (perancis, Rusia), depresi ekonomi, kemerdekaan berbagai negara kolonial, penyakit menular dsb. yang kemudian kita kenal sebagai jaman modern. Perbedaan antara jaman modern dengan jaman sebelumnya adalah bahwa kendali kekuasaan (dalam bidang sosial, budaya, ekonomi dan politik) beralih ke tangan-tangan pemilik modal, pekerja, pemikir dsb., dari penguasa sebelumnya yaitu para raja, bangsawan, tuan tanah dsb. Dalam bidang musik misalnya, supremasi Beethoven sudah diambil alih oleh Elvis Presley, sedangkan kekuasaan Paus di Roma sudah tersaingi oleh berbagai versi agama Kristen lain yang tersebar di seluruh dunia (termasuk versi Katolik Roma di Philipina, misalnya). Di Jawa, misalnya, pusat kebudayaan di Kraton Mataram6, segera beralih ke Ismail Marzuki dan Chaeril Anwar setelah revolusi kemerdekaan. Dalam politik, ideologi yang berdasarkan feodalisme beralih ke ideologi komunisme (revolusi Rusia) atau liberalisme (revolusi kemerdekaan Amerika Serikat). Tetapi di zaman tradisional maupun di zaman modern, masih terasa adanya pusat-pusat kekuasaan, yang oleh manusia (dari sudut pandang psikologi) sangat diperlukan sebagai patokan atau pedoman hidup, sebagai tolok ukur untuk menilai mana yang benar atau salah, baik atau buruk, indah atau jelek.
Di dalam politik, misalnya, sampai dengan awal tahun 1990-an masih ada dua kekuatan utama di dunia (super powers) yaitu blok Barat (AS dan Eropa Barat) dan blok Timur. Upaya negara-negara dunia ke-3 untuk membangun KTT Non-Blok tidak banyak artinya, karena anggota-anggotanya tetap saja terpecah antara yang condong ke Blok Barat dan Blok Timur.
Tetapi di jaman Posmo ini, tidak ada lagi pusat-pusat kekuasaan seperti itu. Tidak ada tokoh, aliran, partai politik, ideologi, dan sebagainya yang mampu menonjol atau dominan dalam waktu yang cukup lama. Semua orang, aliran, ideologi dsb. bisa bisa timbul-tenggelam setiap saat. Bahkan agama pun, yang merupakan pranata yang paling konservatif, berubah-ubah dengan cepat sekali dengan timbul-tenggelamnya berbagai aliran, sekte dan bahkan agama-agama baru. Maka dapat dimengerti bahwa masyarakat awam di lapis bawah akan terperangkap dalam kebingungan-kebingungan karena hampir tidak ada tolok ukur yang dapat dijadikan pegangan dalam melaksanakan kehidupan sehari-hari.
Sistem ExoPengaruh Posmo pada sistem exo dapat dilihat dan dirasakan dengan perubahan drastis dalam berbagai pranata sosial, politik dan ekonomi. Di Indonesia kita dapat menyimaknya dalam berbagai gejala seperti berubahnya fungsi Polri dari aparat pertahanan dan keamanan menjadi fungsi keamanan, ketertiban dan penegakkan hukum (karena itu Polri keluar dari ABRI). Dalam bidang perekonomian, pemerintah kehilangan kendalinya terhadap sistem moneter, karena begitu banyaknya yang bisa ikut bermain dalam sistem moneter, sehingga nilai valuta asing menjadi sangat fluktuatif. Dalam bidang pendidikan, sistem pendidikan nasional, yang tadinya seragam untuk seluruh Indonesia, makin bervariasi dengan banyaknya sekolah yang berorientasi pada bermacam-macam agama,
sekolah yang bekerja sama dengan luar negeri, sekolah-sekolah alternatif yang dikelola LSM dan sebagainya, sementara di tingkat perguruan tinggi berkembang terus-menerus berbagai gelar baru (bahkan ada gelar-gelar palsu) dan peraturan-peraturan Depdiknas pun berubah-ubah setiap saat.Di bidang media massa dan sarana komunikasi dan perhubungan, terdapat makin banyak alternatif. Jika di tahun 1960-an hanya ada radio dan telpon yang diputar dengan tangan dan hubungan ke luar Jawa sangat langka dan lama, sekarang sudah tersedia berbagai alternatif seperti televisi fax (dari satu stasiun saja di tahun 1963, menjadi puluhan stasiun dengan sarana satelit), HP, internet, fax, bus antar propinsi (dari Banda Aceh sampai Kupang), pesawat udara (sehingga Jakarta-Jayapura hanya beberapa jam saja) dsb., sehingga hampir tidak ada lagi daerah yang masih terisolir seperti Kabupaten Lebak di zaman Max Havelaar.
Dalam bidang kehidupan berkeluarga, sistem kekerabatan (keluarga besar) sudah makin ditinggalkan orang dan beralih ke pada sistem keluarga inti. Bahkan akhir-akhir ini sudah banyak orang yang memilih untuk tidak menikah (single family) atau menjadi orangtua tunggal (single parent family). Rata-rata usia menikah makin meningkat (di kalangan menengah-ke atas sudah mencapai 26 tahun dan 30 tahun bagi wanita dan pria). Psangan nikah pun ditentukan sendiri oleh anak, bukan orangtua. Upacara-upacara perkawinan masih dilakukan secara tradisional, tetapi hanya simbolik saja, karena upacara-upacara itu sama sekali tidak mencerminkan kehidupan yang sesungguhnya dari pasangan yang bersangkutan (uoacaranya berbahasa Jawa, padahal pengantin sama sekali tidak mengerti bahasa Jawa, bahkan sangat boleh jadi psangan sudah berhubungan seks jauh sebelum upacara adat yang disakralkan itu).
Sistem Meso dan MikroYang dimaksud dengan sistem Mikro adalah orang-orang yang terdekat dengan anak dan setiap hari berhubungan dengan anak (ayah-ibu, kakak-adik, oom, tante, opa, pembantu, supir, teman sekolah, guru dsb.), maupun tempat-tempat di mana anak sehari-hari berada (rumah, lingkungan tetangga, kebun, sekolah, kota dsb.). Interaksi antara unsur-unsur dalam sistem Mikro tersebut dinamakan sistem Meso.Sehubungan dengan berkembangnya Posmo (yang oleh Alvin Toffler dinamakan “The Third Wave” QUOTATION), maka sistem Mikro dan Meso anak juga akan berubah drastis. Orangtua, guru, guru ngaji, orangtuanya teman-teman, apalagi televisi, tidak lagi satu bahasa dan seia-sekata dalam mendidik anak-anak. Di masa lalu, setiap ucapan orangtua hampir selalu konsisten dengan arahan guru di sekolah atau omongan orang-orang di surau atau di pasar. Tetapi sekarang apa yang dikatakan orangtua sangat berbeda dengan yang ditayangkan di TV, atau dengan omongan orangtuanya teman, atau nasihat ibu guru. Bahkan antara ayah dan ibu saja sering tidak sepaham, karena ibu-ibu jaman sekarang sudah sadar jender, punya penghasilan sendiri (bahkan kadang-kadang lebih besar dari suaminya), jadi merasa berhak juga untuk memutuskan dalam lingkungan rumah tangga.
Buat orangtua sendiri, yang dirasakan adalah bahwa anak tidak lagi hanya mendengarkan orangtua sendiri. Anak makin sering membantah, bahkan melawan orangtua, karena ia melihat banyak contoh di luar yang tidak sama dengan apa yang dikatakan orangtuanya. Jika anak dilarang menyetir pad usia 14 tahun, ia segera bisa menunjuk anak lain yang diijinkan nyetir sejak SD; jika anak disuruh sholat, ia segera mengacu pada Pak De-nya yang tidak sholat. jika ia dilarang pulang malam, ia malah pulang pagi, karena semua temannya mengajaknya ke disko atau ke kafe.
AnakSementara itu, anak sendiri tetap saja anak seperti sejak jaman dahulu kala. Semasa kecil anak-anak membentuk kepribadiannya melalui masukan dari lingkungan primernya (keluarga). Sampai usia 5-8 tahun ia masih menerima masukan-masukan (tahap formative). Menjelang remaja (usia ABG) ia mulai memberontak dan mencari jati dirinya dan akan makin menajam ketika ia remaja (makin sulit diatur)
sehingga masa ini sering dinamakan masa pancaroba.Masa pancaroba ini pada hakikatnya merupakan tahap akhir sebelum anak memasuki usia dewasa yang matang dan bertanggung jawab, karena ia sudah mengetahui tolok ukur yang harus diikuti dan mampu menetapkan sendiri mana yang benar dan salah, mana yang baik dan buruk dan mana yang indah dan jelek.Tetapi masa pancaroba dalam diri individu itu akan lebih sulit mencapai kemantapan dan kematangan jika kondisi di dunia luar juga pancaroba terus, seperti halnya di era Posmo ini. Dampaknya adalah timbulnya generasi remaja dan dewasa muda yang terus berpancaroba sampai dewasa. Generasi inilah yang saya temui di ruang praktek dengan kebingungan memilih jurusan yang mana, bimbang karena pacarnya tidak disetujui orangtua, kehabisan akal karena hamil di luar nikah atau karena tidak bisa keluar dari kebiasaan menyalah gunakan Narkoba.
Perubahan ParadigmaMenghadapi era Posmo yang serba tidak jelas ini, kesalahan paling besar, tetapi yang justru paling sering dilakukan, adalah mendidik anak berdasarkan tradisi lama dan tanpa alternatif. Artinya, semua yang diajarkan oleh orangtua mutlak harus diikuti, orangtua penya hak dan kekuasaan atas anak, anak harus berbakti kepada orangtua dsb. Di sekolah para guru pun masih sering berpatokan pada pepatah “guru adalah digugu/dipatuhi dan ditiru), sehingga benar atau salah guru harus selaludipatuhi. Demikian pula dalam bidang agama, bahkan politik (masing-masing elit politik dan kelompok mahasiswa merasa dialah yang paling benar).Jika dihadapakan terus-menerus dengan pendekatan otoriiter, maka anak-anak yang sedangserba kebingungan akan makin bingung sehingga makin tidak percaya diri, atau justru makin memberontak dan menjadi pelanggar hukum. Karena itu dalam era sistem Makro yang diwaranai oleh Posmo ini, pendidikan pada anak harus berorientasi pada pengembangan kemampuan anak untuk membuat penilaian dan keputusan (judgement) sendiri secara tepat dan cepat. Dengan perkataan lain, anak harus dididik untuk menilai sendiri yang mana yang benar/salah, baik/tidak baik atau indah/jelek dan atas dasar itu ia memutuskan perbuatan mana yang terbaik untuk dirinya sendiri. Anak yang dididik untuk selalu mentaati perintah orangtua, dalam pemberrontakannya akan mencari orang lain atau pihak lain (dalam sistem Mikro-nya) yang bisa dijadikannya acuan baru dan selanjutnya ia akan mentaati saja ajakan atau arahan orang lain itu (yang sangat boleh jadi justru menjerumuskan).
PenutupHarus diakui bahwa menjadi orangtua atau pendidik jaman sekarang sangat sulit. Pertama, karena kebanyakan orantua belum pernah mengalami situasi seperti sekarang ini di masa kecilnya; kedua, karena mereka cenderung meniru saja cara-cara mendidik yang dilakukan oleh orangtua atau senior merekasendiri di masa lalu; dan yang ketiga, memang sangat sulit untuk mengubah pola pikir seseorang dari pola pikir tradisional dan pola pikir alternatif sesuai dengan tuntutan jaman sekarang.Tetapi bagaimana pun berat dan sulitnya, upaya itu harus dilakukan, karena kalau tidak maka kita akan menjerumuskan generasi muda kita dalam kesulitan yang lebih besar.
Catatan kaki
* Dibacakan pada seminar “Mengatasi Malas Belajar Pada anak”, diselenggarakan oleh POMDA FPsi UI, Jakarta 5 Mei 2001.
https://katresna72.wordpress.com/2011/02/26/faktor-faktor-makro-yang-menyebabkan-anak-malas-belajar/
BAB I
PENDAHULUAN
Dunia pendidikan mengartikan diagnosis kesulitan belajar sebagai segala usaha yang dilakukan
untuk memahami dan menetapkan jenis dan sifat kesulitan belajar. Masalah belajar yang terjadi
dikalangan murid sering kali terjadi dan menghambat kelancaran proses belajar siswa.
Kondisi tertentu itu dapat berkenaan dengan keadaan dirinya yaitu berupa kelemahan-kelemahan
dan dapat juga berkenaan dengan lingkungan yang tidak menguntungkan bagi dirinya. Masalah-
masalah belajar ini tidak hanya dialami oleh murid-murid yang lambat saja dalam belajarnya, tetapi
juga dapat menimpa murid-murid yang pandai atau cerdas.
1.2 Tujuan dari observasi ini adalah:
1. Untuk mengetahui penyebab kesulitan belajar siswa.
2. Untuk mengetahui solusi apa saja yang diberikan oleh pihak BK dalam mengatasi masalah
belajar siswa.
1.3 Rumusan Masalah
Dengan melihat latar belakang yang telah dikemukakan, maka beberapa masalah yang dapat
dirumuskan dan akan dibahas dalam Makalah ini adalah apa saja penyebab kesulitan belajar pada
siswa? Dan bagaimana solusi yang bisa di berikan untuk menanggulangi masalah belajar pada
siswa.
1.4 Hipotesis
Penelitian ini dilakukan berangkat dari keyakinan penulis setelah melakukan pengenalan masalah.
Adapun keyakinan atau hipotesis tersebut adalah masalah belajar siswa dapat disebabkan
beberapa faktor baik internal maupun eksternal dari diri siswa. Kemungkinan masalah belajar ini
muncul di sebabkan oleh metode guru dalam mengajar, kondisi emosional siswa, materi yang
diajarkan tidak sesuai dengan kemampuan siswa, dan pandangan siswa terhadap pelajaran
tertentu.
1.5 Sistematika Penulisan Cover
Daftar Isi
BAB I Pendahuluan
BAB II Metodologi
BAB III Hasil dan Pembahasan
BAB IV Rekomendasi
BAB V Penutup
Daftar pustaka
BAB II
METODOLOGI PENELITIAN
2.1 Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan ialah:
a. Observasi
b. Tinjauan pustaka
c. Wawancara
Untuk mendapatkan data dan informasi yang diperlukan, digunakan metode observasi, wawancara
dan kepustakaan. Adapun observasi dilakukan di SMA NEGERI 1 BANDUNG tepatnya di Jalan
Dago 396, Bandung. Wawancara dilakukan dengan salah satu guru BK di sekolah tersebut. Untuk
menambah informasi, penulis mencari literatur yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan.
2.3 Waktu Penelitian
Observasi dan wawancara dilakukan pada Kamis, 4 November 2010 pukul 08.30 WIB di Jalan Dago
396, Bandung.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Tinjauan Pustaka
Prayitno (1985) mengemukakan bahwa masalah adalah sesuatu yang tidak disukai adanya,
menimbulkan kesulitan bagi diri sendiri dan atau orang lain, ingin atau perlu dihilangkan. menurut
pengertian secara psikologis, belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan dalam
tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya. Pengertian belajar dapat didefinisikan “Belajar ialah sesuatu proses yang dilakukan
individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai
hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”.
Menurut Gagne (1984: 77) bahwa “belajar adalah suatu proses dimana suatu organisasi berubah
perilakunya sebagai akibat pengalaman”. Dari definisi masalah dan belajar maka masalah belajar
dapat diartikan atau didefinisikan sebagai berikut :
“Masalah belajar adalah suatu kondisi tertentu yang dialami oleh murid dan menghambat kelancaran
proses yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara
keseluruhan”.
Kondisi tertentu itu dapat berkenaan dengan keadaan dirinya yaitu berupa kelemahan-kelemahan
dan dapat juga berkenaan dengan lingkungan yang tidak menguntungkan bagi dirinya. Masalah-
masalah belajar ini tidak hanya dialami oleh murid-murid yang lambat saja dalam belajarnya, tetapi
juga dapat menimpa murid-murid yang pandai atau cerdas.
Dalam interaksi belajar mengajar siswa merupakan kunci utama keberhasilan belajar selama proses
belajar yang dilakukan. Proses belajar merupakan aktivitas psikis berkenaan dengan bahan belajar.
Kesulitan belajar siswa mencakup pengertian yang luas, diantaranya :
1. Learning Disorder atau kekacauan belajar adalah keadaan dimana proses belajar seseorang
terganggu karena timbulnya respons yang bertentangan.
2. Learning Disfunction merupakan gejala dimana proses belajar yang dilakukan siswa tidak
berfungsi dengan baik, meskipun sebenarnya siswa tersebut tidak menunjukkan adanya
subnormalitas mental, gangguan alat dria, atau gangguan psikologis lainnya.
3. Under Achiever mengacu kepada siswa yang sesungguhnya memiliki tingkat potensi
intelektual yang tergolong di atas normal, tetapi prestasi belajarnya tergolong rendah. Contoh :
siswa yang telah dites kecerdasannya dan menunjukkan tingkat kecerdasan tergolong sangat
unggul (IQ = 130 – 140), namun prestasi belajarnya biasa-biasa saja atau malah sangat rendah.
4. Slow Learner atau lambat belajar adalah siswa yang lambat dalam proses belajar, sehingga ia
membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan sekelompok siswa lain yang memiliki taraf
potensi intelektual yang sama.
5. Learning Disabilities atau ketidakmampuan belajar mengacu pada gejala dimana siswa tidak
mampu belajar atau menghindari belajar, sehingga hasil belajar di bawah potensi intelektualnya.
Faktor-Faktor yang dialami dan dihayati oleh siswa dan hal ini akan sangat berpengaruh terhadap
proses belajar:
1. Faktor-Faktor Internal Belajar
• Sikap Terhadap Belajar
Selama melakukan proses pembelajaran sikap siswa akan menentukan hasil dari pembelajaran
tersebut. Pemahaman siswa yang salah terhadap belajar akan membawa kepada sikap yang salah
dalam melakukan pembelajaran. Sikap siswa ini akan mempengaruhinya terhadap tindakan belajar.
Sikap yang salah akan membawa siswa mersa tidak peduli dengan belajar lagi. Akibatnya tidak
akan terjadi proses belajar yang kondusif.
• Motivasi Belajar
Motivasi belajar merupakan kekuatan mental yang mendorong terjadinya proses belajar. Lemahnya
motivasi atau tiadanya motivasi belajar akan melemahkan kegiatan belajar. Selanjutnya mutu belajar
akan menjadi rendah. Oleh karena itu motivasi belajar pada diri siswa perlu diperkuat terus
menerus.
• Konsentrasi Belajar
Konsentrasi belajar merupakan kemampuan memusatkan perhatian pada pelajaran. Pemusatan
perhatian tersebut tertuju pada isi bahan belajar maupun proses memperolehnya. Untuk
memperkuat perhatian guru perlu melakukan berbagai strategi belajar mengajar dan memperhatikan
waktu belajar serta selingan istirahat. Menurut seorang ilmuan ahli psikologis kekuatan belajar
seseorang setelah tiga puluh menit telah mengalami penurunan. Ia menyarankan agar guru
melakukan istirahat selama beberapa menit. Dengan memberikan selingan istirahat, maka perhatian
dan prestasi belajar dapat ditingkatkan.
• Mengolah Bahan Belajar
Mengolah bahan belajar merupakan kemampuan siswa untuk menrima isi dan cara pemerolehan
ajaran sehingga menjadi bermakna bagi siswa. Isi bahan belajar merupakan nilai nilai dari suatu
ilmu pengetahuan, nilai agama, nilai kesusilaan, serta nilai kesenian. Kemampuan siswa dalam
mengolah bahan pelajaran menjadi makin baik jika siswa berperan aktif selama proses belajar.
• Kemampuan Berprestasi
Kemampuan berprestasi atau unjuk hasil belajar merupakan puncak suatu proses belajar. Pada
tahap ini siswa membuktikan hasil belajar yang telah lama ia lakukan. Siswa menunjukan bahwa ia
telah mampu memecahkan tugas-tugas belajar atau menstransfer hasil belajar. Dari pengalaman
sehari-hari di sekolah diketahui bahwa ada sebagian siswa tidak mampu berprestasi dengan baik.
Kemampuan berprestasi tersebut terpengaruh pada proses-proses penerimaan, pengaktifan, pra-
pengolahan, pengolahan, penyimpanan, serta pemanggilan untuk pembangkitan pesan dan
pengalaman.
• Rasa Percaya Diri Siswa
Rasa percaya diri timbul dari keinginan mewujudkan diri bertindak dan berhasil. Dari segi
perkembangan, rasa percaya diri dapat timbul berkat adanya pengakuan dari lingkungan. Dalam
proses belajar diketahui bahwa unjuk prestasi merupakan tahap pembuktian perwujudan diri yang
diakui oleh guru dan rekan sejawat siswa. Semakin sering siswa mampu menyelesaikan tugasnya
dengan baik maka rasa percaya dirinya akan meningkat. Dan apabila sebaliknya yang terjadi maka
siswa akan merasa lemah percaya dirinya.
• Intelegensi Dan Keberhasilan Belajar
Intelegensi merupakan suatu kecakapan global atau rangkuman kecakapan untuk dapat bertindak
secara terarah, berpikir secara baik dan bergaul dengan lingkungan secara efisien. Kecakapan
tersebut menjadi actual bila siswa memecahkan masalah dalam belajar atau kehidupan sehari-hari.
Dengan perolehan hasil belajar yang rendah, yang disebabkan oleh intelegensi yang rendah atau
kurangnya kesungguhan belajar, berarti terbentuknya tenaga kerja yang bermutu rendah. Hal ini
akan merugikan calon tenaga kerja itu sendiri. Oleh karena itu pada tempatnya mereka didorong
untuk melakukan belajar dibidang kterampilan.
• Kebiasaan Belajar
Kebiasaan-kebiasaan belajar siswa akan mempengaruhi kemampunanya dalam berlatih dan
menguasai materi yang telah disampaikan oleh guru. Kebiasaan buruk tersebut dapat berupa
belajar pada akhir semester, belajar tidak teratur, menyia-nyiakan kesempatan belajar, bersekolah
hanya untuk bergengsi, datang terlambat bergaya pemimpin, bergaya jantan seperti merokok.
Kebiasaan-kebiasaan buruk tersebut dapat ditemukan di sekolah-sekolah pelosok, kota besar, kota
kecil. Untuk sebagian kebiasaan tersebut dikarenakan oleh ketidakmengertian siswa dengan arti
belajar bagi diri sendiri.
• Cita-Cita Siswa
Cita-cita sebagai motivasi intrinsic perlu didikan. Didikan memiliki cita-cita harus ditanamkan sejak
mulai kecil. Cita-cita merupakan harapan besar bagi siswa sehingga siswa selalu termotivasi untuk
belajar dengan serius demi menggapai cita-cita tersebut. Dengan mengaitkan pemilikan cita-cita
dengan kemampuan berprestasi maka siswa diharapkan berani bereksplorasi sesuai dengan
kemampuannya sendiri.
2. Faktor-Faktor Eksternal Belajar
Faktor-faktor eksternal tersebut adalah sebagai berikut:
• Guru Sebagai Pembina Siswa Belajar
Guru adalah pengajar yang mendidik . Ia tidak hanya mengajar bidang studi yang sesuai dengan
keahliannya, tetapi juga menjadi pendidik pemuda generasi bangsanya. Guru yang mengajar siswa
adalah seorang pribadi yang tumbuh menjadi penyandang profesi bidang studi tertentu. Sebagai
seorang pribadi ia juga mengembangkan diri menjadi pribadi utuh. Sebagai seorang diri yang
mengembangkan keutuhan pribadi, ia juga menghadapi masalah pengembangan diri, pemenuhan
kebutuhan hidup sebagai manusia.
• Prasarana Dan Sarana Pembelajaran
Lengkapnya sarana dan prasarana pembelajaran merupakan kondisi pembelajaran yang baik. Hal
ini tidak berarti bahwa lengkapnya sarana dan prasarana menentukan jaminan melakukan proses
pembelajaran yang baik. Justru disinilah muncul bagaimana mengolah sarana dan
prasaranapembelajaran sehingga tersenggara proses belajar yang berhasil dengan baik.
• Lingkungan Sosial Siswa Di Sekolah
Tiap siswa dalam lingkungan sosial memiliki kedudukan, peranan dan tanggung jawab sosial
tertentu. Dalam kehidupan tersebut terjadi pergaulan seperti hubungan sosial tertentu. Dalam
kehidupan tersebut terjadi hubungan akrab kerjasama, kerja berkoprasi, berkompetisi, bersaing,
konflik atau perkelahian.
• Kurikulum Sekolah
Kurikulum yang diberlakukan di sekolah adalah kurikulum nasional yang disahkan oleh pemerintah,
atau yayasan pendidikan. Kurikulum disusun berdasarkan tuntutan kemajuan masyrakat. Dengan
kemajuan dan perkembangan masyrakat timbul tuntutan kebutuhan baru dan akibatnya kurikulum
sekolah perlu direkonstruksi. Adanya rekonstruksi itu menimbulkan kurikulum baru. Perubahan
kurikulum sekolah menimbulkan masalah seperti tujuan yang akan dicapai mungkin akan berubah,
isi pendidikan berubah, kegiatan belajar mengajar berubah serta evaluasi berubah.
3. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Masalah Belajar
Kesulitan belajar ini merupakan suatu gejala yang nampak dalam berbagai jenis pernyataan
(manifestasi). Karena guru bertanggung jawab terhadap proses belajar-mengajar, maka ia
seharusnya memahami manifestasi gejala-gejala kesulitan belajar. Pemahaman ini merupakan
dasar dalam usaha memberikan bantuan kepada murid yang mengalami kesulitan belajar.
Pada garis besarnya sebab-sebab timbulnya masalah belajar pada murid dapat dikelompokkan ke
dalam dua kategori yaitu :
1) Faktor-faktor Internal ( faktor-faktor yang berada pada diri murid itu sendiri ), antara lain:
• Gangguan secara fisik, seperti kurang berfungsinya organ-organ perasaan, alat bicara,
gangguan panca indera, cacat tubuh, serta penyakit menahan ( alergi, asma, dan sebagainya ).
• Ketidakseimbangan mental ( adanya gangguan dalam fungsi mental ), pertimenampakkan
kurangnya kemampuan mental, taraf kecerdasannya cenderung kurang.
• Kelemahan emosional, seperti merasa tidak aman, kurang bisa menyesuaikan diri
(maladjustment ), tercekam rasa takut, benci, dan antipati serta ketidakmatangan emosi.
• Kelemahan yang disebabkan oleh kebiasaan dan sikap salah seperti kurang perhatian dan
minat terhadap pelajaran sekolah, malas dalam belajar, dan sering bolos atau tidak mengikuti
pelajaran.
2) Faktor Eksternal ( faktor-faktor yang timbul dari luar diri individu ), yaitu :
a). Sekolah, antara lain :
· Sifat kurikulum yang kurang fleksibel
· Terlalu berat beban belajar (murid) dan atau mengajar (guru)
· Metode mengajar yang kurang memadai
· Kurangnya alat dan sumber untuk kegiatan belajar
b). Keluarga (rumah), antara lain :
· Keluarga tidak utuh atau kurang harmonis.
· Sikap orang tua yang tidak memperhatikan pendidikan anaknya
· Keadaan ekonomi.
Menurut Lindgren, (1967 : 55) bahwa lingkungan sekolah, terutama guru. Guru yang akrab dengan
murid, menghargai usaha-usaha murid dalam belajar dan suka memberi petunjuk kalau murid
menghadapi kesulitan, akan dapat menimbulkan perasaan sukses dalam diri muridnya dan hal ini
akan menyuburkan keyakinan diri dalam diri murid. Melalui contoh sikap sehari-hari, guru yang
memiliki penilaian diri yang positif akan ditiru oleh muridnya, sehingga murid-muridnya juga akan
memiliki penilaian diri yang positif.
Jadi jelaslah bahwa guru yang kurang akrab dengan murid, kurang menghargai usaha-usaha murid
maka murid akan merasa kurang diperhatikan dan akan mengakibatkan murid itu malas belajar atau
kurangnya minat belajar sehingga anak itu akan mengalami kesulitan belajar. Keberhasilan seorang
murid dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berasal dari sekolah seperti guru yang harus benar-benar
memperhatikan peserta didiknya.
Langkah-langkah yang ditempuh untuk menjamin keberhasilan belajar adalah :
1) Identifikasi masalah siswa
2) Diagnosa
3) Prognosa
4) Pemberian Bantuan
5) Follow up (tindak lanjut)
Upaya-Upaya Penanggulangan Masalah Belajar :
1. Perhatikan Mood
2. Siapkan Ruang Belajar
3. Komunikasi
4. Mengidentifikasi siswa yang diperkirakan mengalami kesulitan belajar.
5. Mengalokasikan letaknya kesulitan atau permasalahannya
6. Melokalisasikan jenis faktor dan sifat yang menyebabkan mengalami berbagai kesulitan.
7. Memperkirakan alternatif pertolongan.
3.2 Hasil Observasi
Observasi ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui penyebab kesulitan belajar siswa dan
untuk mengetahui solusi apa yang diberikan oleh pihak BK (Bimbingan Konseling) dalam mengatasi
masalah belajar siswa.
Berdasarkan observasi yang telah dilakukan diketahui penyebab kesulitan belajar siswa,
diantaranya sebagai berikut :
1. Keadaan kelas yang kurang kondusif. Penataan ruangan yang tidak menunjang dalam
kegiatan pembelajaran.
2. Cara mengajar guru yang tidak memfasilitasi berbagai gaya belajar siswa dan sikap guru yang
dictator.
3. Pandangan siswa terhadap suatu mata pelajaran yang menganggap mata pelajaran itu sulit
sehingga siswa merasa segan dan terbebani untuk mempelajarinya.
4. Adanya faktor dari lingkungan luar seperti masalah keluarga dan masalah ekonomi.
Adapun solusi yang diberikan oleh pihak BK (Bimbingan Konseling) dalam mengatasi masalah
belajar siswa, yaitu :
1. Melakukan pendekatan terhadap siswa
2. Pencarian data tentang masalah yaitu dengan berkomunikasi dengan orang tua siswa dan wali
kelas.
3. Melakukan konsultasi secara privat.
MAKALAH MENGATASI RASA MALAS BELAJAR SISWA
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dari hasil observasi yang kita lakukan, dapat kita ketahui bahwa ada 2 faktor yang dapat membuat
siswa mengalami kesulitan dalam pembelajaran, yaitu:
· Faktor internal belajar siswa, meliputi sikap siswa dalam belajar, motivasi belajar siswa,
konsentrasi siswa, cara mengolah pembelajaran, rasa percaya diri siswa, kebiasaan belajar, dan
cita-cita siswa.
· Faktor eksternal belajar siswa, meliputi guru sebagai pembina siswa belajar, sarana dan
prasarana, lingkungan siswa di sekolah dan kurikulum sekolah.
Adapun solusi yang diberikan oleh pihak BK (Bimbingan Konseling) dalam mengatasi masalah
belajar siswa, yaitu :
· Melakukan pendekatan terhadap siswa
· Pencarian data tentang masalah yaitu dengan berkomunikasi dengan orang tua siswa dan
wali kelas.
· Melakukan konsultasi secara privat.
4.2 Saran
Agar proses belajar mengajar siswa dapat berlangsung secara optimal, diperlukan pendekatan yang
lebih intensif dari guru BK. Sehingga siswa dapat terus terpantau bagaimana perkembangannya
dalam proses pembelajaran.
http://makalahinyong.blogspot.com/2014/01/makalah-cara-mengatasi-kesulitan.html
BIMBINGAN DAN KONSELINGFAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEBELAS MARETSURAKARTA
2011
MASALAH - MASALAH BELAJARA. Definisi Masalah Belajar
Masalah adalah ketidaksesuaian antara harapan dengan kenyataan, ada yang melihat sebagai tidak terpenuhinya kebutuhan seseorang, dan adapula yang mengartikannya sebagai suatu hal yang tidak mengenakan. Prayitno (1985) mengemukakan bahwa masalah adalah sesuatu yang tidak disukai adanya, menimbulkan kesulitan bagi diri sendiri dan atau orang lain, ingin atau perlu dihilangkan. Sedangkan menurut pengertian secara psikologis, belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan dalam tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Dari definisi masalah dan belajar maka masalah belajar dapat diartikan atau didefinisikan sebagai berikut :“Masalah belajar adalah suatu kondisi tertentu yang dialami oleh murid dan menghambat kelancaran proses yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan”.
Masalah-masalah Belajar adalah segala masalah yang terjadi selama proses belajar itu sendiri. Masalah-masalah belajar tetap akan dijumpai. Hal ini merupakan pertanda bahwa belajar merupakan kegiatan yang dinamis, sehingga perlu secara terus menerus mencermati perubahan-perubahan yang terjadi pada siswa.
Masalah-masalah belajar baik intern maupun ekstern dapat dikaji dari dimensi guru maupun dimensi siswa, sedangkan dikaji dari tahapannya, masalah belajar dapat terjadi pada waktu sebelum belajar, selama proses belajar dan sesudah, sedangkan dari dimensi guru, masalah belajar dapat terjadi sebelum kegiatan belajar, selama proses belajar dan evaluasi hasil belajar. Masalahnya sering kali berkaitan dengan pengorganisasian belajar.
Kesulitan belajar siswa mencakup pengertian yang luas, diantaranya :(a) learning disorder; (b) learning disfunction; (c) underachiever; (d) slow learner, dan (e)
learning disabilities.Di bawah ini akan diuraikan dari masing-masing pengertian tersebut.
1. Learning Disorder atau kekacauan belajar adalah keadaan dimana proses belajar seseorang terganggu karena timbulnya respons yang bertentangan. Pada dasarnya, yang mengalami kekacauan belajar, potensi dasarnya tidak dirugikan, akan tetapi belajarnya terganggu atau terhambat oleh adanya respons-respons yang bertentangan, sehingga hasil belajar yang dicapainya lebih rendah dari potensi yang dimilikinya. Contoh : siswa yang sudah terbiasa dengan olah raga keras seperti karate, tinju dan sejenisnya, mungkin akan mengalami kesulitan dalam belajar menari yang menuntut gerakan lemah-gemulai.
2. Learning Disfunction merupakan gejala dimana proses belajar yang dilakukan siswa tidak berfungsi dengan baik, meskipun sebenarnya siswa tersebut tidak menunjukkan adanya
subnormalitas mental, gangguan alat dria, atau gangguan psikologis lainnya. Contoh : siswa yang yang memiliki postur tubuh yang tinggi atletis dan sangat cocok menjadi atlet bola volley, namun karena tidak pernah dilatih bermain bola volley, maka dia tidak dapat menguasai permainan volley dengan baik.
3. Under Achiever mengacu kepada siswa yang sesungguhnya memiliki tingkat potensi intelektual yang tergolong di atas normal, tetapi prestasi belajarnya tergolong rendah. Contoh : siswa yang telah dites kecerdasannya dan menunjukkan tingkat kecerdasan tergolong sangat unggul (IQ = 130 – 140), namun prestasi belajarnya biasa-biasa saja atau malah sangat rendah.
4. Slow Learner atau lambat belajar adalah siswa yang lambat dalam proses belajar, sehingga ia membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan sekelompok siswa lain yang memiliki taraf potensi intelektual yang sama.
5. Learning Disabilities atau ketidakmampuan belajar mengacu pada gejala dimana siswa tidak mampu belajar atau menghindari belajar, sehingga hasil belajar di bawah potensi intelektualnya.
B. Faktor – Faktor Kesulitan Belajar1. Faktor Internala. Ciri Khas/Karekteristik Siswa
Dapat dilihat dari kesediaan siswa untuk mencatat pelajaran, mempersiapkan buku, alat-alat tulis atau hal-hal yang diperlukan. Namun, bila mana siswa tidak memiliki minat untuk belajar, maka siswa tersebut cenderung mengabaikan kesiapan belajar.
b. Sikap Terhadap BelajarSikap siswa dalam proses belajar, terutama sekali ketika memulai kegiatan belajar
merupakan bagian penting untuk diperhatikan karena aktivitas belajar siswa banyak ditentukan oleh sikap siswa ketika akan memulai kegiatan belajar. Namun, bila lebih dominan sikap menolak sebelum belajar maka siswa cenderung kurang memperhatikan atau mengikuti kegiatan belajar.
c. Motivasi BelajarDi dalam aktivitas belajar, motivasi individu dimanefestasikan dalam bentuk ketahanan
atau ketekunan dalam belajar, kesungguhan dalam menyimak, mengerjakan tugas dan sebagainya. Umumnya kurang mampu untuk belajar lebih lama, karena kurangnya kesungguhan di dalam mengerjakan tugas. Oleh karena itu, rendahnya motivasi merupakan masalah dalam belajar yang memberikan dampak bagi ketercapaianya hasil belajar yang diharapkan.
d. Konsentrasi BelajarKesulitan berkonsentrasi merupakan indikator adanya masalah belajar yang dihadapi
siswa, karena hal itu akan menjadi kendala di dalam mencapai hasil belajar yang diharapkan. Untuk membantu siswa agar dapat berkonsentrasi dalam belajar tentu memerlukan waktu yang cukup lama, di samping menuntut ketelatenan guru.
e. Mengelolah Bahan AjarSiswa mengalami kesulitan di dalam mengelolah bahan, maka berarti ada kendala
pembelajaran yang dihadapi siswa yang membutuhkan bantuan guru. Bantuan guru tersebut hendaknya dapat mendorong siswa agar memiliki kemampuan sendiri untuk terus mengelolah bahan belajar, karena konstruksi berarti merupakan suatu proses yang berlangsung secara dinamis.
f. Menggali Hasil Belajar
Bagi guru dan siswa sangat penting memperhatikan proses penerimaan pesan dengan sebaik-baiknya terutama melalui pemusatan perhatian secara optimal. Guru hendaknya berupaya mengaktifkan siswa melalui pemberian tugas, latihan, agar siswa mampu meningkatkan kemampuan dalam mengolah pesan-pesan pembelajaran.
g. Rasa Percaya DiriSalah satu kondisi psikologis seseorang yang berpengaruh terhadap aktivitas fisik dan
mental dalam proses pembelajaran adalah rasa percaya diri. Rasa percaya diri umumnya muncul ketika seseorang akan melakukan atau terlibat di dalam suatu aktivitas tertentu di mana pikirannya terarah untuk mencapai sesuatu hasil yang diinginkannya. Hal-hal ini bukan merupakan bagian terpisah dari proses belajar, akan tetapi merupakan tanggung jawab yang harus diwujudkan guru bersamaan dengan proses pembelajaran yang dilaksanakan.
h. Kebiasaan BelajarAdalah perilaku belajar seseorang yang telah tertanam dalam waktu yang relatif lama
sehingga memberikan ciri dalam aktivitas belajar yang dilakukan.Ada beberapa bentuk kebiasaan belajar yang sering dijumpai :
1) belajar tidak teratur2) daya tahan rendah3) belajar hanya menjelang ulangan atau ujian4) tidak memiliki catatan yang lengkap5) sering datang terlambat, dan lain-laini. Factor Fisiologis
Faktor fisiologi adalah factor fisik dari anak itu sendiri. seorang anak yang sedang sakit, tentunya akan mengalami kelemahan secara fisik, sehingga proses menerima pelajaran, memahami pelajaran menjadi tidak sempurna. Selain sakit factor fisiologis yang perlu kita perhatikan karena dapat menjadi penyebab munculnya masalah kesulitan belajar adalah cacat tubuh, yang dapat kita bagi lagi menjadi cacat tubuh yang ringan seperti kurang pendengaran, kurang penglihatan, serta gangguan gerak, serta cacat tubuh yang tetap (serius) seperti buta, tuli, bisu, dan lain sebagainya. Faktor fisiologi adalah factor fisik dari anak itu sendiri. seorang anak yang sedang sakit, tentunya akan mengalami kelemahan secara fisik, sehingga proses menerima pelajaran, memahami pelajaran menjadi tidak sempurna. Selain sakit factor fisiologis yang perlu kita perhatikan karena dapat menjadi penyebab munculnya masalah kesulitan belajar adalah cacat tubuh, yang dapat kita bagi lagi menjadi cacat tubuh yang ringan seperti kurang pendengaran, kurang penglihatan, serta gangguan gerak, serta cacat tubuh yang tetap (serius) seperti buta, tuli, bisu, dan lain sebagainya.
2. Faktor-faktor Eksternal Belajara. Sekolah, antara lain : Letak sekolah yang terlalu bising Sifat kurikulum yang kurang fleksibel Terlalu berat beban belajar (murid) dan atau mengajar (guru) Metode mengajar yang kurang memadai Kurangnya alat dan sumber untuk kegiatan belajarb. Keluarga (rumah), antara lain : Keluarga tidak utuh atau kurang harmonis.
Sikap orang tua yang tidak memperhatikan pendidikan anaknya Keadaan ekonomi.c. Lingkungan Lingkungan yang tidak mendukung seperti mabuk-mabukan, merokok dll. Lingkungan yang menganggap pendidikan itu tidak penting
C. Alternatif mengenal & mengatasi kesulitan belajarBeberapa perilaku yang merupakan manifestasi gejala kesulitan belajar, antara lain :
1) Menunjukkan hasil belajar yang rendah di bawah rata-rata nilai yang dicapai oleh kelompoknya atau di bawah potensi yang dimilikinya.
2) Hasil yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang telah dilakukan. Mungkin ada siswa yang sudah berusaha giat belajar, tapi nilai yang diperolehnya selalu rendah
3) Lambat dalam melakukan tugas-tugas kegiatan belajarnya dan selalu tertinggaldari kawan-kawannya dari waktu yang disediakan.
4) Menunjukkan sikap-sikap yang tidak wajar, seperti: acuh tak acuh, menentang, berpura-pura, dusta dan sebagainya.
5) Menunjukkan perilaku yang berkelainan, seperti membolos, datang terlambat, tidak mengerjakan pekerjaan rumah, mengganggu di dalam atau pun di luar kelas, tidak mau mencatat pelajaran, tidak teratur dalam kegiatan belajar, dan sebagainya.
6) Menunjukkan gejala emosional yang kurang wajar, seperti : pemurung, mudah tersinggung, pemarah, tidak atau kurang gembira dalam menghadapi situasi tertentu. Misalnya dalam menghadapi nilai rendah, tidak menunjukkan perasaan sedih atau menyesal, dan sebagainya.
Sementara itu, Burton (Abin Syamsuddin. 2003) mengidentifikasi siswa yang diduga mengalami kesulitan belajar, yang ditunjukkan oleh adanya kegagalan siswa dalam mencapai tujuan-tujuan belajar.
Menurut Burton bahwa siswa dikatakan gagal dalam belajar apabila :1) Dalam batas waktu tertentu yang bersangkutan tidak mencapai ukuran tingkat keberhasilan atau
tingkat penguasaan materi (mastery level) minimal dalam pelajaran tertentu yang telah ditetapkan oleh guru (criterion reference).
2) Tidak dapat mengerjakan atau mencapai prestasi semestinya, dilihat berdasarkan ukuran tingkat kemampuan, bakat, atau kecerdasan yang dimilikinya. Siswa ini dapat digolongkan ke dalam under achiever.
3) Tidak berhasil tingkat penguasaan materi (mastery level) yang diperlukan sebagai prasyarat bagi kelanjutan tingkat pelajaran berikutnya. Siswa ini dapat digolongkan ke dalam slow learner atau belum matang (immature), sehingga harus menjadi pengulang (repeater)
Untuk dapat menetapkan gejala kesulitan belajar dan menandai siswa yang mengalami kesulitan belajar, maka diperlukan kriteria sebagai batas atau patokan, sehingga dengan kriteria ini dapat ditetapkan batas dimana siswa dapat diperkirakan mengalami kesulitan belajar. Terdapat empat ukuran dapat menentukan kegagalan atau kemajuan belajar siswa : (1) tujuan pendidikan; (2) kedudukan dalam kelompok; (3) tingkat pencapaian hasil belajar dibandinngkan dengan potensi; dan (4) kepribadian.
Upaya-Upaya Penanggulangan Masalah Belajar
1) Perhatikan MoodUntuk mengenal mood anak, seorang ibu harus mengenal karakter dan kebiasaan belajar
anak. Apakah anak belajar dengan senang hati atau dalam keadaan kesal. Jika belajar dalam suasana hati yang senang, maka apa yang akan dipelajari lebih cepat ditangkap. Bila saat belajar, ia merasa kesal, coba untuk mencari tahu penyebab munculnya rasa kesal itu. Apakah karena pelajaran yang sulit atau karena konsentrasi yang pecah. Nah di sini tugas orangtua untuk menyenangkan hati si anak.
2) Siapkan Ruang BelajarKesulitan belajar anak bisa juga karena tempat yang tersedia tidak memadai. Karena itu,
coba sediakan tempat belajar untuk anak. Selain itu, saat mengajari anak ini Anda bisa melakukannya dengan menularkan cara belajar yang baik. Misalnya bercerita kepada anak tentang bagaimana dahulu ibunya menyelesaikan mata pelajaran yang dianggap sulit. Biasanya anak cepat larut dengan cerita ibunya sehingga ia mencoba mencocok-cocokkan dengan apa yang dijalaninya sekarang.
3) KomunikasiMasa kecil kita, pelajaran yang disukai tergantung bagaimana cara guru itu mengajar.
Tidak bisa dipungkiri perhatian terhadap mata pelajaran, tentu ada kaitan dengan cara guru mengajar di kelas.
Sempatkan juga waktu dan dengarkan anak-anak bercerita tentang bagaimana cara guru mereka mengajar di sekolah. Jika, anak Anda aktif maka banyak sekali cerita yang lahir termasuk bagaimana guru kelas memperhatikan baju, ikat rambut, dan sepatunya. Khusus soal komunikasi ini, biarkan anak-anak bercerita tentang gurunya. Sejak dini biasakan anak berperilaku sportif dan pandai menyampaikan pendapatnya. Selamat mencoba.
4) Mengidentifikasi siswa yang diperkirakan mengalami kesulitan belajar.Adapun langkah-langkah mengidentifikasi siswa yang mengalami kesulitan belajar.
Menandai siswa dalam satu kelas atau dalam satu kelompok yang diperkirakan mengalami kesulitan belajar baik bersifat umum maupun khusus dalam bidang studi
Meneliti nilai ulangan yang tercantum dalam “record academic” kemudian dibandingkan dengan nilai rata-rata kelas atau dengan kriteria tingkat penguasaan minimal kompetensi yang dituntut.
Menganalisis hasil ulangan dengan melihat sifat kesalahan yang dibuat. Melakukan observasi pada saat siswa dalam kegiatan proses belajar mengajar yaitu mengamati
tingkah laku siswa dalam mengerjakan tugas-tugas tertentu yang diberikan di dalam kelas, berusaha mengetahui kebiasaan dan cara belajar siswa di rumah melalui check list
Mendapatkan kesan atau pendapat dari guru lain terutama wali kelas,dan guru pembimbing.5) Mengalokasikan letaknya kesulitan atau permasalahannya, dengan cara mendeteksi kesulitan
belajar pada bidang studi tertentu, seperti catatan keterlambatan penyelesaian tugas, ketidakhadiran, kekurang aktifan dan kecenderungan berpartisipasi dalam belajar.
6) Melokalisasikan jenis faktor dan sifat yang menyebabkan mengalami berbagai kesulitan.7) Memperkirakan alternatif pertolongan. Menetapkan kemungkinan cara mengatasinya baik yang
bersifat mencegah (preventif) maupun penyembuhan (kuratif).Kamu bisa mencari latar belakang penyebab kesulitan belajarmu bersama guru
pembimbing, Misalnya kamu bisa menganalisis dokumen diri yang meliputi identitas, riwayat pendidikan, prestasi belajar, keluarga, minat, bakat, cita-cita, kecerdasan, lingkungan sosial, riwayat kesehatan, catatan/komentar guru mata pelajaran dan orang tua, kedudukanmu dalam
kelompok sosial, dan sebagainya. Dari sini kemungkinan besar kamu akan memahami mengapa kamu sekarang mengalami kesulitan belajar.
Berikut ini beberapa alternatif dalam kesulitan belajar :1. Observasi Kelas
Pada tahap ini observasi kelas dapat membantu mengurangi kesulitan dalam tingkat pelajaran, misalnya memeriksa keadaan secara fisik bagaimana kondisi kelas dalam kegiatan belajar, cukup nyaman, segar, sehat dan hidup atau tidak. Kalau suasana kelas sangat nyaman, tenang dan sehat, maka itu semua dapat memotivasi siswa untuk belajar lebih semangat lagi.
2. Pemeriksaan Alat Indera Dalam hal ini dapat difokuskan pada tingkat kesehatan siswa khusus mengenai alat
indera. Diupayakan minimal dalam sebulan sekali pihak sekolah melakukan tes atau pemeriksaan kesehatan di Puskesmas / Dokter, karena tingkat kesehatan yang baik dapat menunjang pelajaran yang baik pula. Maka dari itu, betapa pentingnya alat indera tersebut dapat menstimulasikan bahan pelajaran langsung ke diri individu.
3. Teknik Main Peran Disini, seorang guru bisa berkunjung ke rumah seorang murid. Di sana seorang guru
dapat leluasa melihat, memperhatikan murid berikut semua yang ada di sekitarnya. Di sini guru dapat langsung melakukan wawancara dengan orang tuanya mengenai kepribadian anak, keluarga, ekonomi, pekerjaan dan lain-lain. Selain itu juga, guru bisa melihat keadaan rumah, kondisi dan situasinya dengan masyarakat secara langsung.
4. Tes Diagnostik Kecakapan/Tes IQ/Psikotes Dalam hal ini seorang guru dapat mengetahui sejauh mana IQ seseorang dapat dilihat
dengan cara menjawab pertanyaan-pertanyaan praktis dan sederhana. Dengan latihan psikotes dapat diambil beberapa nilai kepribadian siswa secara praktis dari segi dasar, logika dan privasi seseorang.
5. Menyusun Program Perbaikan Penyusunan program hendaklah dimulai dari segi pengajar dulu. Seorang pengajar harus
menjadi seorang yang konsevator, transmitor, transformator, dan organisator. Selanjutnya lengkapilah beberapa alat peraga atau alat yang lainnya yang menunjang pengajaran lebih baik, karena dengan kelengkapan-kelengkapan yang lebih kompleks, motivasi belajarpun akan dengan mudah didapat oleh para siswa.
Hendaklah semua itu disadari sepenuhnya oleh para pengajar sehingga tidak ada lagi kendala dan hambatan yang dapat mempengaruhi kegiatan belajar. Selain itu tingkat kedisiplinan yang diterapkan di suatu sekolah dapat menunjang kebaikan dalam proses belajar. Disiplin dalam belajar akan mampu memotivasi kegiatan belajar siswa.
Alternatif lain yang dapat diambil guru dalam mengatasi kesulitan belajar siswanya. Akan tetapi sebelum pilihan tertentu diambil, guru sangat diharapkan untuk terlebih dahulu melakukan beberapa langkah berikut ini :
a) Menganalisis hasil diagnosis, yakni menelaah bagian-bagian masalah dan hubungan antar bagian tersebut untuk memperoleh pengertian yang benar mengenai kesulitan belajar yang dihadapi siswa.
b) Mengidentifikasi dan menentukan bidang kecakapan tertentu yang memerlukan adanya perbaikan.
c) Menyusun program perbaikan. Dalam menyusun program pengajaran perbaikan diperlukan adanya ketetapan sebagai
berikut :a) Tujuan pengajaran remedial
Contoh dari tujuan pengajaran remedial yaitu siswa dapat memahami kata “tinggi”, “pendek” dan “gemuk” dalam berbagai konteks kalimat.
b) Materi pengajaran remedial Contoh materi pengajaran remedial yaitu dengan cara lebih khusus dalam
mengembangkan kalimat-kalimat yang menggunakan kata-kata seperti di atas.c) Metode pengajaran remedial
Contoh metode pengajaran remedial yaitu dengan cara siswa mengisi dan mempelajari hal-hal yang dialami oleh siswa tersebut dalam menghadapi kesulitan belajar.
d) Alokasi waktu Contoh alokasi waktu remedial misalnya waktunya Cuma 60 menit.
e) Teknik evaluasi pengajaran remedial Contoh teknik evaluasi pengajaran remedial yaitu dengan menggunakan tes isian yang
terdiri atas kalimat-kalimat yang harus disempurnakan, contohnya dengan menggunakan kata tinggi, kata pendek, dan kata gemuk.
Selanjutnya untuk memperluas wawasan pengetahuan mengenai alternatif-alternatif atau cara-cara pemecahan masalah kesulitan belajar siswa, guru sangat dianjurkan mempelajari buku-buku khusus mengenai bimbingan dan penyuluhan. Selain itu, guru juga sangat dianjurkan untuk mempertimbangkan penggunaan model-model mengajar tertentu yang dianggap sesuai sebagai alternatif lain atau pendukung cara memecahkan masalah kesulitan belajar siswa.
Keaktifan siswa tidak hanya dituntut dari segi fisik, tetapi juga dari segi kejiwaan. Bila hanya fisik anak yang aktif, tetapi fikiran dan mentalnya kurang aktif, maka kemungkinan besar tujuan pembelajaran tidak tercapai. Ini sama halnya dengan siswa tidak belajar, karena siswa tidak merasakan perubahan di dalam dirinya, padahal pada hakekatnya belajar adalah “perubahan” yang terjadi dalam diri seseorang yang telah berakhirnya melakukan aktivitas belajar.
Penerapan sikap dan pembentukan kepribadian pada diri siswa harus dioptimalkan, mengingat keberhasilan suatu proses pembelajaran bukan diukur oleh adanya penambahan dan perubahan pengetahuan serta keterampilan saja, namun nilai sikap harus terakomodasi, sebab dengan perubahan sikap akan menentukan terhadap perubahan kognitif ataupun psikomotor.
Sama halnya dengan belajar, mengajar pun pada hakekatnya adalah suatu proses, yaitu proses mengatur, mengorganisasi lingkungan yang ada di sekitar siswa, sehingga dapat menumbuhkan dan mendorong siswa melakukan proses belajar. Pada tahap berikutnya mengjar adalah proses memberikan bimbingan, bantuan kepada siswa dalam melakukan proses belajar.
Proses belajar mengajar pada hakikatnya adalah interaksi antara guru dengan peserta didik dan antara peserta didik dengan peserta didik lainnya, serta dengan lingkungannya sehingga terjadi perubahan tingkah laku pada diri peserta didik. Agar proses belajar mengajar tersebut berlangsung secara efektif selain diperlukan alat peraga sebagai pelengkap yang digunakan guru dalam berinteraksi dengan peserta didik diperlukan pula aturan dan tata tertib yang baku agar dalam pelaksanaannya teratur dan tidak menyimpang.
Dari hakikat proses belajar mengajar, pembelajaran merupakan proses komunikasi, maka pembelajaran seyogyanya tidak atraktip melainkan harus demokrasi. Siswa harus menjadi subjek belajar, bukan hanya menjadi pendengar setia atau pencatat yang rajin, tetapi siswa harus aktif dan kreatif dalam berbagai pemecahan masalah. Dengan demikian guru harus dapat memilih dan menentukan pendekatan dan metode yang disesuaikan dengan kemampuannya, kekhasan bahan pelajaran, keadaan sarana dan keadaan siswa.
@ Data terlampir
Dari analisis hasil ulangan harian semester 1 materi pelajaran IPA – BIOLOGI yang mendapatkan nilai di bawah rata-rata ada 3 orang yaitu Bayu Setiawan, Dicky setiawan putra dan mikhael adi kurniawan, Ketiga anak ini di mungkinkn mengalami kesulitan belajar karena mereka mendapatkan nilai di bawah rata-rata, rata rata kelas yaitu 65. Kemungkinan Pemberian bantuan kepada anak yang mengalami kesulitan yaitu pengajaran remedial, bimbingan belajar pribadi, dan bimbingan belajar kelompok.
http://ranikurniasih.blogspot.com/2011/10/masalah-masalah-
kesulitan-belajar.html
MAKALAH KESULITAN BELAJARPUBLISHED MEI 20, 2012 BY PURPLENITADYAH 1 Vote
BAB I
PENDAHULUAN
1. a. Latar belakang
Keberhasilan dalam melaksanakan suatu tugas merupakan dambaan setiap orang. Berhasil berarti terwujudnya harapan. Hal ini juga menyangkut segi efisiensi, rasa percaya diri, ataupun prestise. Lebih-lebih bila keberhasian tersebut terjadi pada tugas atau aktivitas yang berskala besar. Namun perlu disadari bahwa pada dasarnya setiap tugas atau aktivitas selalu berakhir pada dua kemungkinan : berhasil atau gagal.
Belajar merupakan tugas utama siswa, di samping tugas-tugas yang lain. Keberhasilan dalam belajar bukan hanya diharapkan oleh siswa yang bersangkutan, tetapi juga oleh orang tua, guru, dan juga masyarakat. Tentu saja yang diharapkan bukan hanya berhasil, tetapi berhasil secara optimal. Untuk itu diperlukan persyaratan yang memadai, yaitu persyaratan psikologis, biologis, material, dan lingkungan sosial yang kondusif.
Bila keberhasilan merupakan dambaan setiap orang, maka kegagalan juga dapat terjadi pada setiap orang. Beberapa wujud ketidak berhasilan siswa dalam belajar yaitu : memperoleh nilai jelek untuk sebagian atau seluruh mata pelajaran, tidak naik kelas, putus sekolah (dropout), dan tidak lulus ujian akhir.
Kegagalan dalam belajar sebagaimana contoh di atas berarti rugi waktu, tenaga, dan juga biaya. Dan tidak kalah penting adalah dampak kegagalam belajar pada rasa percaya
diri. Kerugian tersebut bukan hanya dirasakan oleh yang bersangkutan tetapi juga oleh keluarga dan lembaga pendidikan. Oleh karena itu upaya mencegah atau setidak tidaknya meminimalkan, dan juga memecahkan kesulitan belajar melalui diagnosis kesulitan belajar siswa merupakan kegiatan yang perlu dilaksanakan.
1. b. Rumusan Masalah
Apa yang menyebabkan siswa mengalami kesulitan belajar dalam mata pelajaran IPS?
1. c. Tujuan penelitian
Untuk mengetahui penyebab kesulitan belajar siswa dalam mata pelajaran IPS.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
1. A. TEORI-TEORI BELAJAR
Dalam psikologi, teori belajar selalu dihubungkan dengan stimulus-respons dan teori-teori tingkah laku yang menjelaskan respons makhluk hidup dihubungkan dengan stimulus yang didapat dalam lingkungannya. Proses yang menunjukkan hubungan yang terus-menerus antara respons yang muncul serta rangsangan yang diberikan dinamakan suatu prosess belajar (Tan, 1981:91)
1. 1. Teori Conditioning
Bentuk paling sederhana dalam belajar ialah conditioning. Karena conditioning sangat sederhana bentuknya dan sangat luas sifatnya, para ahli sering mengambilnya sebagai contoh untuk menjelaskan dasar-dasar dari semua proses belajar. Meskipun demikian, kegunaan conditioning sebagai contoh bagi belajar, masih menjadi bahan perdebatan (Walker, 1967).
1. 2. Teori Psikologi Gestlat
Teori belajar menurut psikologi Gestlat sering kali disebut insigt full learning atau field teori. Ada pula istilah lain yang sebetulnya identik dengan teori ini, yaitu organismic, pattern, holistic, interegation, configuration, dan closure. Perintis teori Gestalt ini ialah Chr. Von Ehrenfels, dengan karyanya “Uber Gestaltqualitation“ (1890). Aliran ini menekankan pentingnya keseluruhan yaitu sesuatu yang melebihi jumlah unsure-unsurnya dan timbul lebih dulu dari pada bagian-bagiannya. Pengikut-pengikut aliran psikologi Gestalt mengemukakan konsepsi yang berlawanan dengan konsepsi aliran-aliran lain . Bagi yang mengikuti aliran Gestalt perkembangan itu adalah proses diferensiasi. Dalam proses diferensiasi itu yang primer ialah keseluruhan , sedangkan bagian –bagiannya adalah sekunder; bagian-bagian hanya mempunyai arti sebagai bagian dari pada keseluruhan dalam hubungan fungsional dengan bagian-bagian yang lain ; keseluruhan ada terlebih dahulu baru disusul oleh bagian-bagiannya.
1. B. PENGERTIAN DAN GEJALA-GEJALA KESULITAN BELAJAR
Ada beberapa pendapat mengenai pengertian kesulitan belajar. Blassic dan Jones, sebagaimana dikutip oleh Warkitri ddk. (1990 : 8.3), menyatakan bahwa kesulitan belajar adalah terdapatnya suatu jarak antara prestasi akademik yang diharapkan dengan prestasi akademik yang diperoleh. Mereka selanjutnya menyatakan bahwa individu yang mengalami kesulitan belajar adalah individu yang normal inteligensinya, tetapi menunjukkan satu atau beberapa kekurangan penting dalam proses belajar, baik persepsi, ingatan, perhatian, ataupun fungsi motoriknya.
Sementara itu Siti Mardiyanti dkk. (1994 : 4 – 5) menganggap kesulitan belajar sebagai suatu kondisi dalam proses belajar yang ditandai oleh adanya hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar. Hambatan tersebut mungkin disadari atau tidak disadari oleh yang bersangkutan, mungkin bersifat psikologis, sosiologis, ataupun fisiologis dalam proses belajarnya.
Kesulitan atau masalah belajar dapat dikenal berdasarkan gejala yang dimanifestasikan dalam berbagai bentuk perilaku, baik secara kognitif, afektif, maupun psikomotorik. Menurut Warkitri dkk. (1990 : 8.5 – 8.6), individu yang mengalami kesulitan belajar menunjukkan gejala sebagai berikut.
1. Hasil belajar yang dicapai rendah dibawah rata-rata kelompoknya.2. Hasil belajar yang dicapai sekarang lebih rendah disbanding sebelumnya.3. Hasil belajar yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang telah dilakukan.4. Lambat dalam melakukan tugas-tugas belajar.5. Menunjukkan sikap yang kurang wajar, misalnya masa bodoh dengan proses
belajar dan pembelajaran, mendapat nilai kurang tidak menyesal, dst.6. Menunjukkan perilaku yang menyimpang dari norma, misalnya membolos,
pulang sebelum waktunya, dst.7. Menunjukkan gejala emosional yang kurang wajar, misalnya mudah tersinggung,
suka menyendiri, bertindak agresif, dst.
1. C. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KESULITAN BELAJAR
Menurut Burton, sebagaimana dikutip oleh Abin S.M. (2002 : 325-326), faktor-faktor yang menyebabkan kesulitan belajar individu dapat berupa faktor internal, yaitu yang
berasal dari dalam diri yang bersangkutan, dan faktor eksternal, adalah faktor yang berasal dari luar diri yang bersangkutan.
1. 1. Faktor Internal
Yang dimaksud dengan faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri mahasiswa. Faktor ini dapat dibedakan menjadi dua, yaitu faktor kejiwaan dan faktor kejasmanian.
1. Faktor kejiwaan, antara lain :1. Minat terhadap mata kuliah kurang;2. Motif belajar rendah;3. Rasa percaya diri kurang;4. Disiplin pribadi rendah;5. Sering meremehkan persoalan;6. Sering mengalami konflik psikis;7. Integritas kepribadian lemah.2. Faktor kejasmanian, antara lain :1. Keadaan fisik lemah (mudah terserang penyakit);2. Adanya penyakit yang sulit atau tidak dapat disembuhkan;3. Adanya gangguan pada fungsi indera;4. Kelelahan secara fisik.
1. 2. Faktor Eksternal
Yang dimaksud dengan faktor eksternal adalah faktor yang berada atau berasal dari luar mahasiswa. Faktor ini dapat dibedakan menjadi dua : faktor instrumental dan faktor lingkungan.
1. Faktor Instrumental
Faktor-faktor instrumental yang dapat menyebabkan kesulitan belajar mahasiswa antara lain :
1. Kemampuan profesional dan kepribadian dosen yang tidak memadai;2. Kurikulum yang terlalu berat bagi mahasiswa;
3. Program belajar dan pembelajaran yang tidak tersusun dengan baik;4. Fasilitas belajar dan pembelajaran yang tidak sesuai dengan kebutuhan.
1. Faktor lingkungan
Faktor lingkungan meliputi lingkungan sosial dan lingkungan fisik. Penyebab kesulitan belajar yang berupa faktor lingkungan antara lain :
1. Disintegrasi atau disharmonisasi keluarga;2. Lingkungan sosial kampus yang tidak kondusif;3. Teman-teman bergaul yang tidak baik;4. Lokasi kampus yang tidak atau kurang cocok untuk pendidikan.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
1. A. Variabel Penelitian
Variabel penelitian dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang akan menjadi objek atau penelitian, sering pula dinyatakan bahwa variabel penelitian itu sebagai faktor-faktor yang berperan dalam gejala yang akan diteliti. Variabel yang kami gunakan dalam penelitian ini meliputi kesulitan belajar.
1. B. Populasi
Populasi adalah seluruh unsur atau elemen yang menjadi anggota dalam suatukesatuan yang akan diteliti. Adapun populasi yang kami ambil adalah seluruh siswa SMP Negeri 12 Bandung.
1. C. Sampel
Sampel adalah wakil dari populasi yang diteliti. sampel yang kami gunakan dalam penelitian ini adalah siswa-siswi SMP Negeri 12 Bandung yaitu sebanyak 45 orang yang diambil secara acak.
1. D. Metode Penelitian
Di dalam melakukan penelitian mengenai “Diagnostik Kesulitan Belajar Siswa dalam Mata Pelajaran IPS” di SMP Negeri 12 Bandung, metode yang kami gunakan adalah deskriftif.
1. E. Instrumen Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data
Dikarenakan metode yang kami gunakan dalam melakukan penelitian adalah metode kuesioner atau metode angket dan telaah buku, maka otomatis instrumen atau alat pengukur data yang kami gunakan berupa kuesioner atau angket dan hasil dari telaah
buku dengan pendekatan penelitian berupa pendekatan kualitatif berupa kata-kata atau kalimat.
1. F. Pelaksanaan Penelitian
Adapun kegiatan waktu penyebaran angket kami laksanakan pada :
Hari : Rabu
Tanggal : 04 Mei 2011
Tempat : SMP Negeri 12 Bandung
Jam : 10.00 WIb
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. A. Pembahasan Secara Khusus
Berikut disajikan tabel-tabel dari pertanyaan yang diajukan pada siswa-siswi yang dijadikan sampel yaitu sebanyak 45 siswa-siswi SMP Negeri 12 Bandung dari sampel yang dilakukan secara acak, berikut hasil penelitian beserta pembahasannya.
a. Kelas
VII VIII IX
Jumlah 10 27 8
Persentase 22,2% 60% 17,8%
Pembahasan :
Sebanyak 10 responden dengan persentase 22,2% menjawab kelas VII, 27 responden dengan persentase 60% menjawab kelas VIII, dan 8 responden dengan persentase 17,8% menjawab kelas IX.
b. Jenis Kelamin
Laki-Laki Perempuan
Jumlah 15 30
Persentase 33,3% 66,7%
Pembahasan :
Sebanyak 15 responden dengan persentase 33,3% menjawab berjenis kelamin laki-laki, dan 30 responden dengan persentase 66,7% menjawab berjenis kelamin perempuan.
c. Usia
12 Tahun 13 Tahun 14 Tahun 15 Tahun
Jumlah 6 15 21 3
Persentase 13,3% 33,3% 46,7% 6,7%
Pembahasan :
Sebanyak 6 responden dengan persentase 13,3% menjawab berusia 12 tahun, 15 responden dengan persentase 33,3% menjawab berusia 13 tahun, 21 responden dengan persentase 46,7% menjawab berusia 14 tahun, dan 3 responden dengan presentase 6,7% menjawab berusia 15 tahun.
d. Merasa nyaman untuk belajar pada saat ini
Ya Tidak Biasa saja
Jumlah 25 - 20
Persentese 55,6% - 44,4%
Pembahasan :
Sebanyak 25 responden dengan persentase 55,6% menjawab merasa nyaman untuk belajar saat ini, 0 responden dengan persentase 0% menjawab tidak merasa nyaman untuk belajar pada saat ini, dan 20 responden dengan persentase 44,4% menjawab biasa saja untukbelajar pada saat ini.
e. Apakah pelajaran IPS sulit untuk dipahami
Ya Tidak Biasa Saja
Jumlah 9 9 27
Persentase 20% 20% 60%
Pembahasan :
Sebanyak 9 responden dengan persentase 20% menjawab pelajaran IPS sulit untuk dipahami, 9 responden dengan persentase 20% menjawab pelajaran IPS tidak sulit untuk dipahami, dan 27 responden dengan persentase 60% menjawab pelajaran IPS biasa saja untuk dipahami.
f. Penyebab kesulitan belajar dalam mata pelajaran IPS
Materi yang
kurang menarik
Guru yang membosankan
Kurang minat
terhadap mata
pelajaran IPS
Sarana dan
prasarana yang
kurang lengkap
Alasan lain
Jumlah 7 21 6 3 8
Persentase 15,6% 46,7% 13,3% 6,7% 17,8%
Pembahasan :
Sebanyak 7 responden dengan persentase 15,6% menjawab penyebab kesulitan belajar dalam mata pelajaran IPS adalah materi yang kurang menarik, 21 responden dengan persentase 46,7% penyebab kesulitan belajar dalam mata pelajaran IPS adalah guru
yang membosankan, 6 responden dengan persentase 13,3% menjawab penyebab kesulitan belajar dalam mata pelajaran IPS adalah kurang minat terhadap pelajaran IPS, 3 responden dengan persentase 6,7% menjawab penyebab kesulitan belajar dalam mata pelajaran IPS adalah sarana dan prasarana yang kurang lengkap, dan 8 responden dengan persentase 17,8% menjawab penyabab kesulitan belajar dalam mata pelajaran IPS dengan alasan lain seperti :
- Biasa saja
- Anak-anaknya main terus jika guru sedang menerangkan
- Banyak materi
- Banyak hafalan
- Pelajarannya rumit
- Banyak yang harus dibaca.
g. Pernahkah mendapat nilai dibawah rata-rata dalam mata pelajaran IPS
Ya Tidak
Jumlah 35 10
Persentase 77,8% 22,2%
Pembahasan :
Sebanyak 35 responden dengan persentase 77,8% menjawab pernah mendapat nilai dibawah rata-rata dalam mata pelajaran IPS dan 10 responden dengan persentase 22,2% menjawab tidak pernah mendapat nilai dibawah rata-rata dalam mata pelajaran IPS.
h. Merasa menjadi seseorang yang asing di kelas anda sendiri
Ya Tidak Biasa saja
Jumlah - 24 25
Persentase - 53,3% 55,6%
Pembahasan :
Sebanyak 0 responden dengan persentase 0% menjawab merasa menjadi seseorang yang asing di kelas sendiri, 24 responden dengan persentase 53,3% menjawab tidak merasa menjadi seseorang yang asing di kelas sendiri dan 25 responden dengan persentase 55,6% menjawab biasa saja.
1. Perasaan saat ini
Merasa bosan dengan rutinitas
sekolah yang menoton
Tidak memiliki semangat
untuk belajar dikelas.
Alasan lain
Jumlah 12 4 29
Persentase
26,7% 8,9% 64,4%
Pembahasan :
Sebanyak 12 responden dengan persentase 26,7% menjawab perasaan saat ini adalah merasa bosan dengan rutinitas sekolah yang menoton, 4 responden dengan persentase 8,9% menjawab perasaan saat ini adalah tidak memiliki semangat untuk belajar di kelas, dan 29 responden dengan persentase 64,4% menjawab alasan lain yaitu:
- Merasa senang belajar di sekolah.
- Lebih semangat lagi untuk belajar agar mendapat juara.
- Merasa nyaman
1. Hasil Wawancara
Nama : Regita D. A
Kelas : VIII –F
Usia : 14 tahun
Menurut dia, guru yang baik itu adalah guru yang bisa diajak curhat, ngajarnya tenang, serta guru yang bisa mengerti sifat muridnya, karena rata-rata guru sekarang, selalu ingin dimengerti oleh muridnya, padahal itu salah.
Pendapat dia juga tentang mata pelajaran IPS itu mudah dipahami karena IPS berkaitan dengan lingkungan social dan pelajaran IPS itu mengasikkan. Saran dia agar pembelajaran IPS di dalam kelas agar lebih menarik dan mudah mengerti yaitu guru harus menerangkan dengan jelas.
Nama : Adistya. O
Kelas : IX-B
Usia : 14 tahun
Menurut dia guru yang baik dan bisa membuat merasa nyaman di kelas yaitu guru yang memberikan banyak tanya jawab kepada muridnya, serta harus ada kisi-kisi di setiap akhir pelajaran.
Pendapat dia tentang mata pelajaran IPS itu sulit untuk dipahami karena pelajaran IPS itu harus lebih banyak membacanya dan lebih banyak materinya. Dia juga berkata bahwa jarang sekali dia berkonsultasi dengan guru BK bahwa dia mengalami kesulitan belajar dalam mata pelajaran IPS, malah dia sering dipanggil guru BK karena sering bolos sekolah dan kesiangan masuk sekolah.
Saran dia agar pembelajaran IPS di dalam kelas agar lebih menarik dan mudah dimengerti yaitu guru harus ada kerjasama antara guru dan murid.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
1. A. Kesimpulan
Kesulitan belajar adalah terdapatnya suatu jarak antara prestasi akademik yang diharapkan dengan prestasi akademik yang diperoleh. Factor-faktor yang mempengaruhi kesulitan belajar, yaitu:
- Faktor Internal
Yang dimaksud dengan faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri siswa. Faktor ini dapat dibedakan menjadi dua, yaitu faktor kejiwaan dan faktor kejasmanian.
- Faktor eksternal
Berdasarkan observasi yang kami lakukan di SMP Negeri 12 Bandung, kebanyakan siswa mengalami kesulitan belajar dikarenakan guru yang membosankan sehingga mereka tidak tertarik terhadap mata pelajaran yang disampaikan.
Ada beberapa kasus kesulitan belajar yang terjadi di SMP Negeri 12 Bandung, yaitu :
1. Kasus kesulitan belajar dengan latar belakang kurangnya pemahaman tentang pelajaran IPS itu sendiri karena kebanyakan responden menjawab bahwa pelajaran IPS itu biasa saja. Biasa saja di sini maksudnya, menganggap pelajaran IPS itu susah-susah gampang atau gampang-gampang susah untuk dipahami.
2. Kasus kesulitan belajar yang berlatar belakang sikap negatif terhadap guru. Berdasarkan data yang terkumpul, guru yang membosankan menjadi salah satu faktor penyebab kesulitan belajar dalam mata pelajaran IPS.
3. Kasus kesulitan belajar yang berlatar belakang responden pernah mendapatkan nilai di bawah rata-rata dalam mata pelajaran IPS.
1. B. Saran (Remedial)1. Guru IPS harus secara ekstra dalam menjelaskan pelajaran IPS, agar siswa pun
mampu memahami apa yang di bahas dalam mata pelajaran IPS.2. Sebaiknya seorang guru IPS harus lebih kreatif dalam menyampaikan materi,
sehingga siswa tidak merasa bosan baik bosan terhadap guru ataupun dengan pelajarannya dan akhirnya pun siswa dapat menangkap apa yang disampaikan oleh guru tersebut.
3. Guru IPS harus melakukan remedial sehingga siswa mempunyai kesempatan kembali dalam memperbaiki nilainya tersebut.
4. Sebaiknya guru BK tidak hanya melayani dan memperhatikan siswa yang “nakal”. Tetapi juga, harus memperhatikan siswa-siswa yang mengalami kesulitan belajar.
https://purplenitadyah.wordpress.com/2012/05/20/makalah-kesulitan-belajar-2/
Peranan Bimbingan dan Konseling (BK) semakin penting di sekolah, terutama untuk mengatasi kesulitan
belajar siswa. Hampir dapat dipastikan bahwa dalam satu sekolah akan didapati murid-murid yang
memiliki masalah kesulitan belajar. Siswa yang mengalami kesulitan belajar tersebut harus diarahkan dan
diberi motivasi dalam bentuk bimbingan dan penyuluhan.
Untuk menyelenggarakan layanan ini dengan baik, salah satu syarat pokok yang dikuasai adalah
memahami hakikat bimbingan dan konseling itu sendiri. Bimbingan dapat diartikan sebagai suatu proses
pemberi bantuan kepada individu yang dilakukan secara berkesinambungan, supaya individu tersebut
dapat memahami dirinya sendiri, sehingga dia sanggup mengarahkan dirinya dan dapat bertindak secara
wajar, sesuai dengan tuntutan dan keadaan lingkungan sekolah, keluarga, dan masyarakat, serta
kehidupan pada umumnya (Sukardi, 1995: 6).
Berdasarkan pengertian di atas, dapat dipahami bahwa bagi yang mendapat penyuluhan nantinya akan
dapat menikmati kebahagiaan hidupnya dan memberikan sumbangan yang berarti kepada kehidupan
masyakat pada umumnya. Dikatakan demikian, karena dengan bimbingan akan membantu individu
mencapai perkembangan diri secara optimal sebagai makhluk sosial.
Bimbingan dapat juga diartikan sebagai suatu proses pemberian bantuan yang terus menerus dan
sistematis dari pembimbing kepada yang dibimbing agar tercapai kemandirian dalam pemahaman diri,
penerimaan diri, pengarahan diri dan perwujudan diri dalam mencapai tingkat perkembangan yang
optimal dan penyesuaian diri dengan lingkungan (Sukardi, 1983: 12).
Dalam pengertian lain dikatakan bahwa bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada
seseorang (individu) atau sekelompok orang agar mereka itu dapat berkembang menjadi pribadi-pribadi
yang mandiri. Kemandirian ini mencakup lima fungsi pokok, yakni (1) mengenal diri sendiri dan
lingkungannya; (2) menerima diri sendiri dan lingkungannya secara positif dan dinamis; (3) mengambil
keputusan; (4) mengarahkan diri; dan (5): mewujudkan diri. (Partowisastro: 1983: 7)
Dengan membandingkan pengertian bimbimbingan sebagaimana yang telah dikutip di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa bimbingan adalah proses pemberian bantuan yang diberikan kepada seseorang atau
sekelompok orang secara terus menerus dan sistematis oleh pembimbing agar individu atau sekelompok
individu menjadi pribadi yang mandiri. Kemandirian yang menjadi tujuan usaha bimbingan ini mencakup
lima fungsi pokok yang hendaknya dijalankan oleh pribadi yang mandiri yaitu:
1. Mengenal diri sendiri dan lingkungannya sebagaimana adanya
2. Menerima diri sendiri dan lingkungannya secara positif dan dinamis
3. Mengambil keputusan
4. Mengarahkan diri sendiri
5. Mewujdukan diri sendiri.
Pemberian bimbingan dapat dilakukan dengan berbagai cara, serta menggunakan berbagai saluran dan
bahan yang ada, misalnya memberi mereka kesempatan untuk membaca dan menelaah sebuah buku
tentan sopan-santun, tata tertib, disiplin, cara belajar yang efektif, dan sebagainya.
Kata konseling dalam bahasa Indonesia diartikan dengan “penyuluhan”, yaitu bagian dari bimbingan, baik
sebagai layanan maupun sebagai teknik. Layanan penyuluhan merupakan jantung hati dari usaha
layanan bimbingan secara keseluruhan.
Sukardi (1983: 16) memberikan pengertian konseling sebagai suatu jenis layanan yang merupakan
bagian terpadu dari bimbingan. Konseling diartikan sebagai hubungan timbal balik antara dua orang
individu, di mana yang seorang (konselor) berusaha membantu yang lain (klien) untuk mencapai
pengertian tentang dirinya sendiri dalam hubungan dengan maslah-masalah yang dihadapinya pada
waktu yang akan datang.
Usaha yang dilakukan di dalam konseling ini hendaknya merupakan usaha yang laras, yaitu seimbang
dan sesuai dengan masalah yang dialami oleh klien dan kemampuan konselor sendiri. Karena konseling
merupakan pertemuan yang paling akrab antara dua orang, yaitu konselor dan klien, maka keakraban ini
harus dibina dengan baik, sehingga tercipta suasana keterbukaan dan kekeluargaan. Hal ini penting
dalam upaya menggali permasalahan dan menemukan solusi yang tepat.
Dengan memperhatikan pengertian bimbingan dan konseling sebagaimana yang telah diuraikan di atas,
maka hendaknya usaha bimbingan dan konseling tersebut tidak dilakukan oleh sembarang orang,
melainkan oleh tenaga yang terlatih untuk itu. Keahlian yang dibutuhkan dalam bidang ini adalah
mencakup pengetahuan, keterampilan, sikap dan pandangan yang hendaknya disertai oleh kematangan
pribadi dan kemauan yang kuat untuk melakukan bimbingan dan konseling.
Kepustakaan:
Sukardi, Dewa Ketut. 1983. Organisasi Administrasi Bimbungan dan Konseling di Sekolah. Surabaya:
Usaha Nasional.
Sukardi, Dewa Ketut. 1995. Proses Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta.
Partowisastro, H. Koestoer. 1983. Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah-sekolah. Jakarta: Erlangga.
http://www.tuanguru.com/2011/12/peranan-bk-dalam-mengatasi-kesulitan-belajar.html
A. Latar Belakang
Topik utama dalam pendidikan adalah manusia, karena manusia adalah subjek sekaligus objek
pendidikan. Manusia sebagai subjek bertanggung jawab untuk membina, memelihara, melestarikan, dan
mengembangkan kebudayaan yang ada di dalam masyarakatnya. Tanggung jawab itu tidak mungkin
terlaksana dengan baik tanpa dibarengi kualitas dari manusia itu sendiri. Hal ini sejalan dengan UUD
1945 yang di dalamnya dinyatakan tujuan membentuk negara kesatuan RI untuk mencerdaskan
kehidupan bangsa. Tujuan tersebut dijabarkan dalam sistem pendidikan nasional (Indar, 1994:85).
Globalisasi dan perkembangan IPTEK yang semakin cepat dewasa ini mengharuskan bangsa Indonesia
untuk mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas dan handal untuk menghadapi berbagai
tantangan, seperti krisis multidimensi yang melanda bangsa ini. Krisis tersebut telah menyebar ke semua
aspek kehidupan, baik politik, ekonomi, hukum, moral, maupun kebudayaan dan bahkan bidang
pendidikan. Hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai peran dan konsep pendidikan dalam menghadapi
keadaan tersebut.
Konsep-konsep pendidikan pada masa lampau masih memiliki berbagai kelemahan dalam melahirkan
manusia-manusia yang berkualitas, karena kebijakan pendidikan masih bertumpu pada kepentingan
politik penguasa. Oleh karena itu, pada masa kini diperlukan konsep-konsep baru atau paradigma baru
pendidikan untuk menghadapi tantangan-tantangan masa depan yang semakin kompleks.
B. Pengertian Paradigma
Kata 'Paradigma" dalam bahasa Inggris adalah "paradigm" yang berarti "model" (Echols dan Shadily,
1992:417). Sedangkan Barker menyatakan bahwa kata "paradigma" berasal dari bahasa Yunani yaitu
"Paradeigma", yang juga berarti model, pola, dan contoh. (Barker, 1999:38).
Menurut istilah, Adam Smith mendefinisikan paradigma sebagai cara kita memahami kehidupan, seperti
air bagi ikan.
William Harmon menulis bahwa paradigma adalah cara yang mendasar dalam memahami, berfikir,
menilai, dan cara mengerjakan sesuatu yang digabungkan dengan visi tentang kehidupan tertentu.
Sedangkan Barker sendiri mendifinisikan paradigma sebagai seperangkat peraturan dan ketentuan
(tertulis maupun tidak) yang melakukan dua hal: (1) ia menciptakan atau menentukan batas-batas; dan
(2) ia menjelaskan kepada anda cara untuk berperilaku di dalam batas-batas tersebut agar menjadi orang
yang berhasil (Barker, 1999: 38-40).
Dari beberapa definisi yang dikemukakan di atas, tampaklah bahwa paradigma adalah cara dan pola
yang mendasari pemahaman, penilaian, peraturan, dan pedoman dalam mengerjakan sesuatu. Jadi,
"paradigma baru" berarti cara atau pola baru dalam melakukan sesuatu.
Dengan demikian, bila dihubungkan dengan paradigma baru pendidikan nasional, maka dapatlah
dipahami bahwa haruslah ada cara-cara baru atau pola baru dalam pendidikan nasional. Dengan kata
lain bahwa kesalahan-kesalahan konsep pendidikan pada masa lalu perlu diadakan pembaruan.
Pembaruan yang dimaksud harus berorientasi pada kemajuan masa depan.
C. Paradigma Baru Pendidikan Nasional
Pembaruan pendidikan tidak mungkin terjadi tanpa adanya pembaruan paradigma. Pembaruan
paradigma pendidikan nasional harus dapat mengembangkan tingkah laku yang menjawab tantangan
internal dan global. Paradigma tersebut haruslah mengarah kepada lahirnya generasi bangsa Indonesia
yang bersatu dan demokratis. Oleh karena itu, penyelenggaraan pendidikan dan penyusunan kurikulum
yang sentralistik harus diubah dan disesuaikan dengan tuntutan pendidikan yang demokratis. Demikian
pula dalam menghadapi gelobalisasi, maka proses pendidikan haruslah dapat meningkatkan kemampuan
berkompetisi di dalam kerja sama, inovatif, dan meningkatkan kualitas. Oleh sebab itu, paradigma baru
pendidikan nasional dapat mengembangkan kebhinekaan menuju satu masyarakat Indonesia yang
bersatu dan demokratis.
Dengan demikian, paradigma baru pendidikan nasional haruslah dituangkan dalam bentuk kebijakan
pemerintah. Kebijakan tersebut dapat dijabarkan dalam berbagai program pengembangan pendidikan
nasional secara bertahap dan berkelanjutan (Tilaar, 2000:19).
Kebijakan dan peran pendidikan yang berorientasi kemajuan ke masa depan itu adalah dapat melahirkan
manusia Indonesia yang berkualitas. Manusia yang berkualitas adalah manusia yang memiliki moral yang
tinggi dan intelektual yang memadai untuk mengenal atau menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi.
Manusia berkualitas yang hendak dilahirkan melalui pendidikan itu, tidak mungkin terealisasikan jika
pendidikan kita masih berorientasi pada nilai akademik saja, tetapi juga berorientasi pada bagaimana
seorang peserta didik mampu belajar dari pengalaman lingkungan, dan kehebatan para ilmuwan,
sehingga ia bisa mengembangkan potensi intelektualnya. (Sidi, 2001:26).
Orientasi pendidikan tersebut di atas tidak dapat terlaksana jika pendidikan kita tidak memiliki visi yang
jelas. Sidi (2001:25-27) menawarkan empat visi pendidikan yang harus diterapkan untuk menghasilkan
manusia yang berkualitas. Pertama, kita hendaknya mengubah paradigma teaching menjadi learning
(mengajar menjadi belajar). Dalam paradigma ini, peserta didik tidak lagi disebut siswa, tetapi pebelajar.
Jadi peserta didik belajar menyatakan pendapatnya dengan kritis atau bagaimana ia berpikir (learning to
think). Kedua, belajar untuk berbuat (learning to do). Jadi target yang ingin dicapai adalah keterampilan
peserta didik dalam menyelesaikan suatu masalah (how to solve the problem). Ketiga, belajar hidup
bersama (learning to live together). Jadi, pendidikan berorientasi pada pembentukan peserta didik yang
mampu menyesuaikan diri dalam masyarakat yang terdiri atas berbagai latar belakang sosial. Di sinilah
peserta didik diarahkan untuk mengenal nilai-nilai seperti, HAM, perdamaian, toleransi, dan pelestarian
lingkungan hidup. Keempat, belajar menjadi diri sendiri (learning to be). Visi ini beorientasi pada usaha
untuk menghasilkan manusia yang mandiri, memiliki harga diri, dan tidak hanya mengharapkan materi
dan kedudukan. Kelima, metode pengajaran harus membentuk suasana yang mengaktifkan potensi
emosional, agar otak kanan terbuka sehingga daya pikir intuitif dan holistik dapat terangsang untuk
belajar.
D. Penutup
Paradigma baru pendidikan adalah pola atau konsep-konsep baru pendidikan untuk mencapai tujuan
pendidikan nasional. Tujuan pendidikan adalah melahirkan sumber daya manusia yang mampu
menghadapi berbagai tantangan masa depan. Untuk mencapai tujuan pendidikan nasional haruslah
memiliki visi-misi yang jelas, strategi-strategi baru, dan konsep-konsep baru dalam proses dan
pengelolaan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan perkembangan IPTEK dan perubahan sosial
yang terjadi.
Kepustakaan:
Barker, Joel Arthur. Paradigma Upaya Menemukan Masa Depan. Batam: Interajsar, 1999.
Echols, M.John. Kamus Inggris Indonesia. Jakarta: Gramedia, 1992.
Indar, Djumberansyah. Filsafat Pendidikan. Surabaya: Karya Abditama, 1994.
Sidi, Indra Djati . Menuju Masyarakat Belajar, Menggagas Paradigma Baru Pendidikan. Jakarta:
Paramadina, 2001.
Tilaar, HAR. Pendidikan Kebudayaan dan Masyarakat Madani Indonesia. Bandung: Remaja Rosdakarya,
1999.
__________. Paradigma Baru Pendidikan Nasional. Jakarta: Rineka Cipta, 2000.
Makalah Bimbingan dan Konseling: Mengatasi Kesulitan BelajarBelajar menurut Qomar Hamalik adalah : “sesuatu bentuk pertumbuhan atau perubahan dalam diri seseorang yang dinyatakan dalam cara-cara bertingkah laku yang baru, berkat pengalaman dan pelatihan” (Hamalik, 1990:2).
Pemecahan kesulitan belajar menurut H. Koestoer Partowisastro dalam bukunya “Diagnosa dan pemecahan kesulitan belajar siswa” ada beberapa tahapan dalam melakukannya, yaitu : menelaah status siswa,memperhatikan sebab-sebab kesulitan belajar dan proses pemecahan kesulitan belajar. (Partowisastro, 1984:72).a. Menelaah status siswaMenelaah status siswa adalah usaha meneliti hasil belajar siswa atau murid untuk mengetahui sampai sejauh mana pelajaran yang mereka serap dan kesulitan-kesulitan apa yang mereka hadapi dalam proses belajar.
b. Mengidentifikasi dan klasifikasi sebab-sebab kesulitan belajar siswaMengidentifikasi kasus merupakan langkah yang pertama dilakukan oleh Counselor atau guru dalam rangka mencetak atau mengecek eksistensi status siswa. Mengidentifikasi dimaksudkan untuk mengetahui hakekat dan luasnya kesulitan belajar yang dialami oleh siswa atau yang dihadapi oleh siswa.Menurut I. Djumhur dan Moh. Surya mengatakan bahwa :Langkah identifikasi dimaksudkan untuk mengetahui hal-hal khusus beserta gejala-gejala yang nampak. Dalam langkah ini pembimbing mencatat kasus-kasus yang perlu mendapat dan memilih kasus yang mana yang akan mendapatkan bantuan lebih dahulu. (Ahmadi, 1978:104).
Langkah identifikasi adalah langkah pemula dalam pemecahan problematika yang ada. Oleh karena itu perlu adanya penetapan yang jitu dan follow upnya adalah mengklasifikasikan kasus yang ada sehingga memudahkan untuk menentukan kasus mana yang didahulukan penyelesaiannya dan bentuk apa terapinya. Sebagaimana telah diterangkan di atas. Bahwa identifikasi perlu diluruskan pada pengklasifikasian gejala-gejala kesulitan yang dihadapi oleh siswa. Klasifikasi dimaksudkan untuk terpilihnya permasalahan yang ada sehingga memberikan kemudahan langkah-langkah berikutnya.
Sebab-sebab kesulitan belajar menurut Koestoer Parto Wisastro dan A. Hadi Saputra, yaitu :a). Disebabkan oleh gangguan alat tubuhb). Disebabkan oleh kecerdasan yang kurangc). Disebabkan oleh gangguan alat penerimaand). Disebabkan oleh gangguan perasaane). Disebabkan oleh kesalahan tingkah laku (Partowisastro, 1984:26).
Sedangkan menurut Qomar Hamalik faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kesulitan belajar siswa, yaitu :a) Faktor-faktor yang bersumber dari diri sendirib) Faktor-faktor yang bersumber dari lingkungan sekolahc) Faktor-faktor yang bersumber dari lingkungan keluargad) Faktor-faktor yang bersumber dari lingkungan masyarakat (Hamalik, 1990:117)Dari dua pendapat di atas dapat diambil kesimpulan bahwa penyebab dari kesulitan belajar
siswa yang satu dengan yang lain adalah berbeda, ini berarti upaya mengetahui sebab kesulitan belajar siswa yang penting dalam rangka usaha memberikan untuk memecahkan masalah yang sedang dihadapi oleh siswa.
Luas dan kompleknya kesulitan belajar yang dialami oleh siswa memerlukan kontiunitas proses bimbingan dan penyuluhan secara berkala sehingga tidak terjadi ketimpang tindihan problem itu. Melihat macam-macam sebab kesulitan belajar diatas, pembimbing perlu mengadakan klasifikasi sebab-sebab kesulitan belajar.
Dari berbagai sebab kesulitan belajar tersebut, maka timbullah kesulitan belajar yang ditandai dengan sikap dan tingkah laku sebagai berikut :a) Hasil belajar rendah, dibawa rata-rata kelasb) Hasil yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang dilakukanc) Menunjukkan sikap yang kurang wajar, suka menentang, dusta dan sebagainya.d) Menunjukkan tingkah laku yang berlainan (suka mengganggu, mengisolir diri, tak mau mencatat dan sebagainya).e) Menunjukkan gejala emosional diri yang tidak wajar (mudah tersinggung, melamun, pemarah dan sebagainya) (Ahmadi, 1978:161)Hal ini berarti perlu ada bantuan untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi.
c. Memberikan Diagnosa terhadap kesulitan belajar siswa dan pemecahannyaI. Djumhur dan Moh. Surya dalam pendapatnya mengatakan bahwa “Diagnosa adalah langkah untuk menelaah masalah kasus dan latar belakangnya” (Ahmadi, 1978:161)Pada langkah diagnosa mempergunakan cara atau tehnik pengumpulan data. Setelah terkumpul data dan jelas latar belakang yang terjadi pada permasalahan itu, Counselor menetapkan masalah yang dihadapi oleh Counselo dan menemukan jalan keluar untuk pemecahan dari problem tersebut.
Diagnosa sebagai langkah dalam bimbingan ini, mempunyai langkah-langkah atau tahapan diagnosa, seperti yang dilontarkan oleh Koestoer P. dan A. Hadi Saputra sebagai berikut :1) Tahap pertama, menelaah status siswa2) Tahap kedua perkiraan sebab3) Pemecahan kesulitan (Partowisastro, 1984:10)(a) Menelaah status siswaTahapan ini merupakan tahap identifikasi hakikat dan luas kesulitan siwa, sesuai dengan pengertian bahwa fungsi diagnosa itu adalah menetapkan masalah yang dihadapi atau mempertegas dan menetapkan latar belakang masalah yang dihadapi.(b) Perkiraan SebabLangkah perkiraan sebab merupakan perkiraan atau prediksi semacam ramalan, sebab apakah yang mendasari pola belajar anak sehingga anak memperlihatkan atau melakukan belajar yang hasilnya seperti itu atau dengan bahasa yang lebih gampang kenapa anak punya kelebihan dan kekurangan.
Koestoer Partowisastro mengatakan bahwa :Pada tahap ini teori psikologi menjadi penting, artinya yang dimaksud teori dalam hal ini adalah pernyataan mengenai hubungan diantara faktor-faktor pribadi manakah yang telah menyebabkan kesulitan tersebut. (Partowisastro, 1984:36)
Dengan pernyatan di atas dapat dipahami bahwa setiap hasil kegiatan atau setiap hasil belajar yang ditampilkan oleh siswa baik hasil itu positif atau negatif, mempunyai penyebab dari pola belajar yang dimiliki oleh siswa. Dengan realitas ini penting sekali bagi pembimbing untuk mendeteksi sebab-sebab tersebut sehingga bisa mediagnosanya.(c) Pemecahan KesulitanPada tahap ini seorang pembimbing diharapkan membantu siswa yang menghadapi permasalahan bisa menghilangkan atau menyingkirkan kesulitan yang dihadapinya.
Bantuan yang diberikan kepada siswa berupa cara untuk menghilangkan kesulitan sesuai dengan sebab-sebab yang melatar belakangi kenapa siswa itu menampilkan tingkah laku atau hasil yang seperti yang pembimbing ketahui.
Seperti yang diungkapkan didepan, ada langkah diagnosa untuk menetapkan masalah yang dihadapi beserta latar belakangnya. Untuk memecahkanmasalah atau langkah selanjutnya adalah langkah untuk menentukan jenis bimbingan yang sesuai dengan sebab-sebab kesulitan tersebut yang dikenal dengan langkah diagnosa.
Menurut I. Djumhur dan M. surya dalam lontaran pemikirannya mengatakan bahwa “Diagnosa adalah langkah untuk menentukan atau menetapkan jenis bantuan atau jenis terapi yang dilaksanakan untuk membimbing kasus”. (Ahmadi, 1990:105).
Pada penentuan jenis bimbingan, seorang pembimbing harus punya data yang sudah matang dari hasil diagnosa yang dilakukan sebelumnya agar tidak salah dalam menentukan jenis bantuan kepada siswa yang bersangkutan, maksudnya adalah pembimbing paham betul tersebut siswa yang akan diberi bantuan mengenai sebab-sebab dan latar belakang kesulitan belajar. Kemidian pada tahap selanjutnya adalah melakukan pemecahan atau pelaksanaan bimbingan.
I. Djumhur P. dan M. Surya mengatakan bahwa terapi adalah “Langkah pelaksanaan bantuan atau bimbingan” (Ahmadi, 1990:103).
Langkah di atas adalah pelaksanaan dari pemecahan kesulitan belajar siswa yaitu kegiatan bimbingan secara kesinambungan atau kontinue dan sistimatis serta membutuhkan adanya pengamatan yang cermat, sehingga pembimbing bisa mendeteksi apakah ada kemajuan kearah positif atau masih tetap seperti semual. Metode terapi ini pembimbing bisa memilih sesuai dengan situasi dan kondisi serta eksistensi dari konselee.
August 16th, 2010 | Tags: Makalah Bimbingan dan Konseling: Mengatasi Kesulitan Belajar | Category: Pendidikan
http://kuliahgratis.net/makalah-bimbingan-dan-konseling-mengatasi-kesulitan-belajar/