learning task gadar 3.docx

22
Kasus 1 (SGD 1-2) Ny. G 65 tahun terdiagnosa DM tipe 2 selama 5 tahun yang lalu dan CKD stadium V, Ny. G menjalani HD regular 2x seminggu. Klien datang ke RS dengan keluhan sesak nafas dan terdapat sekret RR 20 x/menit. Klien tampak pucat, dan tampak edema ekstermitas atas dan bawah. Klien dinyatakan mengalami ketoasidosis dengan glikosa darah 307 mg/dL Data penunjang : K serum 8 mEq/L, ureum darah 400 mg/dl Hasil AGD : pH : 6,3 PaCO2 : 51 mmHg PaO2 : 56 mmHg SaO2 : 90% HCO3 : 18 mEq/L Jelaskan konsep dasar ketoasidosis metabolic (definisi, etiologi, manifestasi klinis, patofisiologi, penatalaksanaan) Buatlah asuhan keperawatan gadar dari kasus di atas (pengkajian dapat dikembangkan) Kasus 2 (SGD 3-4) Tn. A (50 tahun) datang ke IRD dengan keluhan nyeri dada seperti tertekan beban yang berat, sesak RR 32 x/menit. Gambaran EKG terdapat ST elevasi, peningkatan enzim jantung CKMB Jelaskan konsep dasar IMA (definisi, etiologi, manifestasi klinis, patofisiologi, penatalaksanaan) Buatlah asuhan keperawatan gadar dari kasus di atas (pengkajian dapat dikembangkan) Kasus 3 (SGD 5-6) Tn. R (20 tahun) datang ke IRD dengan keluhan hipertermi, riwayat apendiksitis, seteleh dilakukan USG abdomen didapatkan perforasi, dan sampai peritonitis. Pemeriksaan lab menunjukan peningkatan WBC. Ke empat ekstermitas dingin dan berkeringan berlebih, nadi lemah

Upload: ayu-ervyna

Post on 01-Jan-2016

30 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

hhgjhg

TRANSCRIPT

Page 1: learning task gadar 3.docx

Kasus 1 (SGD 1-2)

Ny. G 65 tahun terdiagnosa DM tipe 2 selama 5 tahun yang lalu dan CKD stadium V, Ny. G

menjalani HD regular 2x seminggu. Klien datang ke RS dengan keluhan sesak nafas dan terdapat

sekret RR 20 x/menit. Klien tampak pucat, dan tampak edema ekstermitas atas dan bawah. Klien

dinyatakan mengalami ketoasidosis dengan glikosa darah 307 mg/dL

Data penunjang : K serum 8 mEq/L, ureum darah 400 mg/dl

Hasil AGD :

pH : 6,3

PaCO2 : 51 mmHg

PaO2 : 56 mmHg

SaO2 : 90%

HCO3 : 18 mEq/L

Jelaskan konsep dasar ketoasidosis metabolic (definisi, etiologi, manifestasi klinis,

patofisiologi, penatalaksanaan)

Buatlah asuhan keperawatan gadar dari kasus di atas (pengkajian dapat dikembangkan)

Kasus 2 (SGD 3-4)

Tn. A (50 tahun) datang ke IRD dengan keluhan nyeri dada seperti tertekan beban yang berat, sesak

RR 32 x/menit. Gambaran EKG terdapat ST elevasi, peningkatan enzim jantung CKMB

Jelaskan konsep dasar IMA (definisi, etiologi, manifestasi klinis, patofisiologi,

penatalaksanaan)

Buatlah asuhan keperawatan gadar dari kasus di atas (pengkajian dapat dikembangkan)

Kasus 3 (SGD 5-6)

Tn. R (20 tahun) datang ke IRD dengan keluhan hipertermi, riwayat apendiksitis, seteleh dilakukan

USG abdomen didapatkan perforasi, dan sampai peritonitis. Pemeriksaan lab menunjukan

peningkatan WBC. Ke empat ekstermitas dingin dan berkeringan berlebih, nadi lemah tapi cepat.

Klien mengalami penurunan saturasi oksigen yang signifikan

Jelaskan konsep dasar syok septik (definisi, etiologi, manifestasi klinis, patofisiologi,

penatalaksanaan)

Buatlah asuhan keperawatan gadar dari kasus di atas (pengkajian dapat dikembangkan)

Kasus 4 (SGD 7-8)

Tn. N merupakan korban kebakaran rumah. Saat pengkajian dikaji suara nafas crowing karena

terdapat edema laring. Luka bakar di daerah dada, punggung, lengan kanan, dan kaki kanan, luas luka

bakar 31.5%, timbul edema pada ekstermitas.

Jelaskan konsep dasar luka bakar (definisi, etiologi, klasifikasi, patofisiologi, penatalaksanaan

kegawatdaruratan)

Page 2: learning task gadar 3.docx

Buatlah asuhan keperawatan gadar dari kasus di atas (pengkajian dapat dikembangkan)

KONSEP DASAR PENYAKIT

1. Definisi

Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan oleh energi panas

atau bahan kimia atau benda-benda fisik yang menghasilkan efek baik memanaskan atau

mendinginkan.

Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik, bahan kimia dan

petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih dalam.

Luka bakar merupakan luka yang unik diantara bentuk-bentuk luka lainnya karena luka

tersebut meliputi sejumlah besar jaringan mati (eskar) yang tetap berada pada tempatnya

untuk jangka waktu yang lama. (Smeltzer, 2001 : 1911)

Luka adalah rusaknya struktur dan fungsi anatomis normal akibat proses patologis yang

berasal dari internal maupun eksternal dan mengenai organ tertentu. (Lazarus, 1994 dalam

Potter & Perry, 2006;1853).

Penyebab / Faktor Predisposisi

Luka bakar disebabkan oleh pengalihan energi dari suatu sumber panas kepada tubuh melalui

hantaran atau radiasi elektromagnetik (Smeltzer, 2001;1911). Berikut ini adalah beberapa

penyebab luka bakar, antara lain :

a. Panas (misal api, air panas, uap panas)

b. Radias

c. Listrik

d. Petir

e. Bahan kimia (sifat asam dan basa kuat)

f. Ledakan kompor, udara panas

g. Ledakan ban, bom

h. Sinar matahari

i. Suhu yang sangat rendah (frost bite)

Klasifikasi

a)       Berdasarkan Tingkat Keseriusan Luka

American Burn Association menggolongkan luka bakar menjadi tiga kategori, yaitu:

Luka bakar mayor

- Luka bakar dengan luas lebih dari 25% pada orang dewasa dan lebih dari 20% pada anak-anak.

- Luka bakar fullthickness lebih dari 20%.

Page 3: learning task gadar 3.docx

- Terdapat luka bakar pada tangan, muka, mata, telinga, kaki, dan perineum.

- Terdapat trauma inhalasi dan multipel injuri tanpa memperhitungkan derajat dan luasnya luka.

- Terdapat luka bakar listrik bertegangan tinggi.

Luka bakar moderat

- Luka bakar dengan luas 15-25% pada orang dewasa dan 10-20% pada anak-anak.

- Luka bakar fullthickness kurang dari 10%.

- Tidak terdapat luka bakar pada tangan, muka, mata, telinga, kaki, dan perineum.

Luka bakar minor

- Luka bakar dengan luas kurang dari 15% pada orang dewasa dan kurang dari 10 % pada anak-

anak.

- Luka bakar fullthickness kurang dari 2%.

- Tidak terdapat luka bakar di daerah wajah, tangan, dan kaki.

- Luka tidak sirkumfer.

- Tidak terdapat trauma inhalasi, elektrik, fraktur.

Ukuran luas luka bakar

Dalam menentukan ukuran luas luka bakar kita dapat menggunakan metode yaitu :

·           Rule of nine

- kepala dan leher : 9%

- Dada depan dan belakang : 18%

- Abdomen depan dan belakang : 18%

- Tangan kanan dan kiri : 18%

- Paha kanan dan kiri : 18%

- Kaki kanan dan kiri : 18%

- Genital : 1%

b)      Berdasarkan Dalamnya Jaringan Yang Rusak

Page 4: learning task gadar 3.docx

·         Derajat I (Superficial partial thickness)

- Dapat diakibatkan karena tersengat matahari, terkena api dengan intensitas yang rendah.

- Bagian kulit yang terkena pada lapisan epidermis

Gambar 1: Luka bakar derajat I

·         Derajat II (Partial thickness)

- Dapat diakibatkan tersiram air mendidih dan terbakar oleh api.

- Bagian yang terkena adalah lapisan dermis dan epidermis

- Luka bakar derajat II dibagi lagi menjadi 2, yaitu :

§   Derajat IIa yang mengenai sebagian kecil dermis

§   Derajat IIb yang mengenai sebagian besar dermis

·         Derajat III (full thickness)

- Luka bakar yang diakibatkan nyala api, terkena cairan mendidih dalam waktu yang lama,

tersengat arus listrik.

- Bagian yang terkena epidermis, keseluruhan dermis, dan kadang-kadang jaringan subkutan.

Patofisiologi

Luka bakar mengakibatkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah sehingga air, klorida

dan protein tubuh akan keluar dari dalam sel dan menyebabkan edema yang dapat berlanjut

pada keadaan hipovolemia dan hemokonsentrasi. Burn shock (syok hipovolemik) merupakan

komplikasi yang sering terjadi, manisfestasi sistemik tubuh terhadap kondisi ini adalah

sebagai berikut.

a) Respon Kardiovaskuler

Curah jantung akan menurun sebelum perubahan yang signifikan pada volume darah terlihat

dengan jelas. Karena berlanjutnya kehilangan cairan dan berkurangnya volume vaskuler,

Page 5: learning task gadar 3.docx

maka curah jantung akan terus turun dan terjadi penurunan tekanan darah. Keadaan ini

merupakan awitan syok luka bakar. Sebagai respon, sistem saraf simpatik akan melepaskan

katekolamin yang meningkatkan resistensi perifer (vasokontriksi) dan frekuensi denyut nadi.

Selanjutnya vasokontriksi pembuluh darah perifer menurunkan curah jantung (Smeltzer,

2002).

b) Respon Renalis

Ginjal berfungsi untuk menyaring darah jadi dengan menurunnya volume intravaskuler maka

aliran darah ke ginjal dan GFR menurun mengakibatkan keluaran urin menurun dan bisa

berakibat gagal ginjal (Smeltzer, 2002).

c) Respon Gastro Intestinal

Ada dua komplikasi gastrointestinal yang potensial, yaitu ileus paralitik (tidak adanya

peristaltik usus) dan ulkus curling. Berkurangnya peristaltik usus dan bising usus merupakan

manifestasi ileus paralitik yang terjadi akibat luka bakar. Distensi lambung dan nausea dapat

mengakibatkan vomitus kecuali jika segera dilakukan dekompresi lambung (dengan

pemasangan sonde lambung). Perdarahan lambung yang terjadi sekunder akibat stres

fisiologik yang masif dapat ditandai oleh darah dalam feses atau vomitus yang berdarah.

Semua tanda ini menunjukkan erosi lambung atau duodenum (ulkus curling) (Smeltzer,

2002).

d) Respon Imunologi

Pertahanan imunologik tubuh sangat berubah akibat luka bakar. Sebagian basis mekanik, kulit

sebagai mekanisme pertahanan dari organisme yang masuk. Terjadinya gangguan integritas

kulit akan memungkinkan mikroorganisme masuk kedalam luka (Smeltzer, 2002).

e) Respon Pulmoner

Pada luka bakar yang berat, konsumsi oksigen oleh jaringan akan meningkat dua kali lipat

sebagai akibat dari keadaan hipermetabolisme dan respon lokal. Cedera pulmoner dapat

diklasifikasikan menjadi beberapa kategori yaitu cedera saluran napas atas terjadi akibat

panas langsung, cedera inhalasi di bawah glotis terjadi akibat menghirup produk pembakaran

yang tidak sempurna atau gas berbahaya seperti karbon monoksida, sulfur oksida, nitrogen

oksida, senyawa aldehid, sianida, amonia, klorin, fosgen, benzena, dan halogen. Komplikasi

pulmoner yang dapat terjadi akibat cedera inhalasi mencakup kegagalan akut respirasi dan

ARDS (adult respiratory distress syndrome) (Smeltzer, 2002).

Gejala Klinis

a.Luka bakar derajat I:

- Kerusakan terbakar pada lapisan epidermis (superficial).

- Kulit kering, hiperemik berupa eritema.

- Tidak dijumpai bullae.

Page 6: learning task gadar 3.docx

- Nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi.

- Penyembuhan terjadi secara spontan dalam waktu 5-10 hari.

- Contohnya adalah luka bakar akibat sengantan matahari

b.Luka bakar derajat II

- Kerusakan meliputi epidermis dan sebagian dermis, berupa reaksi inflamasi disertai

proses eksudasi.

- Dijumpai bullae.

- Nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi.

- Dasar luka berwarna merah atau pucat, sering terletak lebih tinggi diatas kulit

normal.

•Derajat II dangkal (superficial).

- Kerusakan mengenai bagian superfisial dari dermis.

- Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea masih

utuh.

- Penyembuhan spontan dalam waktu 10-14 hari, tanpa skin graft

•Derajat II dalam (deep).

- Kerusakan hampir seluruh bagian dermis.

- Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea sebagian

besar masih utuh.

- Penyembuhan terjadi lebih lama, tergantung biji epitel yang tersisa. Biasanya

penyembuhan lebih dari satu bulan. Bahkan perlu dengan operasi penambalan kulit

(skin graft).

c.Luka bakar derajat III

- Kerusakan meliputi seluruh tebal dermis dan lapisan yang lebih dalam.

- Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea

mengalami kerusakan.

- Tidak dijumpai bulae.

- Kulit yang terbakar berwarna abu-abu dan pucat, karena kering lebih rendah

dibanding kulit sekitar.

- Terjadi koagulasi protein pada epidermis dan dermis yang dikenal sebagai eskar.

- Tidak dijumpai rasa nyeri dan hilang sensasi, oleh karena ujung-ujung saraf sensorik

mengalami kerusakan/kematian.

- Penyembuhan terjadi lama karena tidak ada proses epitelisasi spontan dari dasar luka.

- Sumber: smeltzer(2001),keperawatan medikal bedah

 Pengkajian Luas Luka Bakar

Metode Rule of Nine’s

Page 7: learning task gadar 3.docx

Sistem ini menggunakan prosentase kelipatan sembilan terhadap luas permukaan tubuh.

- Adult: kepala = 9 %, tangan kanan-kiri = 18%, dada dan perut = 18%, genetalia = 1%, kaki

kanan-kiri = 36%, dan punggung = 18%

- Child: kepala = 18%, tangan kanan-kiri = 18% , dada dan perut = 18%, kaki kanan-kiri = 28%,

dan punggung = 18%

- Infant: kepala = 18%, tangan kanan-kiri =18%, dada dan perut = 18%, kaki kanan-kiri = 28%,

dan punggung = 18%

Disagnosa Keperawatan

a.    Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi mekanis laring dan faring

b.    Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan atelektasis paru

c.    Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan oksihemoglobin

d.   Kekurangan volume cairan berhubungan dengan penguapan cairan tubuh yang berlebihan

e.    Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan curah jantung

3.        Rencana Tindakan

a.    Dx: Bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi mekanis laring dan faring

Tujuan: setelah diberikan askep selama 1 x 10 menit diharapkan jalan nafas pasien efektif (paten)

dengan kriteria hasil:

Page 8: learning task gadar 3.docx

-          tidak ada suara nafas tambahan (snowring).

-          tidak ada dispnea

-          tidak ada penggunaan otot bantu pernafasan

Intervensi:

-       Pertahankan posisi tubuh/ posisi kepala (head til-chin lift) dan gunakan jalan nafas tambahan bila

perlu (pemasangan endotrakeal tube).

R/: membuka jalan nafas

-       Kaji suara nafas pasien

R/: mengetahui ada atau tidak suara nafas tambahan yang menandakan adanya sumbatan jalan nafas.

-       Kaji frekuensi/kedalaman pernafasan dan gerakan dada.

R/: pernafasan dangkal dan gerakan dada yang tidak simetris menandakan masih terdapat gangguan

pernafasan.

-       Kolaborasi dalam pemberian oksigen tambahan

R/: meringankan usaha untuk bernafas

-       Pasang monitor (bedside monitor: EKG, tekanan darah, nadi, frekuensi pernafasan, dan saturasi

oksigen)

R/: membantu dalam pemantauan setiap saat jika tiba-tiba terjadi kegawatan.

b.    Dx: Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan atelektasis paru

Tujuan: setelah diberikan askep selama 1 x 6 jam diharapkan pola nafas pasien kembali normal

dengan kriteria hasil:

-          Pasien tidak tampak sesak

-          Pernafasan pasien teratur

-          RR dalam batas normal (30-40 x/mnt)

-          Tidak ada penggunaan otot bantu pernafasan

Intervensi:

-       Kaji tanda-tanda vital terutama frekuensi pernafasan

R/: mengetahui keadaan umum pasien

-       Kaji usaha pernafasan, pengembangan dada, keteraturan pernafasan, dan pengggunaan otot bantu

nafas

R/: untuk mengetahui tindakan mengoptimalkan oksigen untuk bernafas.

-       Kolaborasi dalam pemberian oksigen tambahan

R/: meringankan usaha untuk bernafas

c.    Dx: Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan oksihemoglobin

Page 9: learning task gadar 3.docx

Tujuan: setelah diberikan askep selama 1x15 mnt diharapkan pertukaran gas kembali normal dengan

kriteria hasil:

-          Pasien tidak tampak sesak

-          Frekuensi nafas dalam batas normal

-          Sianosis tidak ada

-          Hasil AGD dalam batas normal

Intervensi:

-       Kaji status pernapasan dengan sering, catat peningkatan frekuensi/upaya pernapasan/perubahan

pola napas.

R/: Takipnea adalah mekanisme kompensasi untuk hipoksemia dan peningkatan upaya pernapasan

dapat menunjukkan derajat hipoksemia.

-       Kaji adanya sianosis

R/: penurunan oksigenasi bermakna (desaturasi 5 g hemoglobin) terjadi sebelum sianosis. Sianosis

sentral dari “organ” hangat, contoh lidah, bibir, dan daun telinga, adalah paling indikatif dari

hipoksemia sistemik. Sianosis perifer kuku/ekstremitas sehubungan dengan vasokonstriksi.

-       Observasi kecenderungan tidur, apatis, tidak perhatian, gelisah, bingung, somnolen.

R/: Dapat menunjukkan berlanjutnya hipoksemia dan/atau asidosis.

-       Berikan periode istirahat dan lingkungan tenang.

R/: Menghemat energi pasien, menurunkan kebutuhan oksigen.

-       Kaji seri foto dada.

R/: Menunjukkan kemajuan/kemunduran kongesti paru.

-       Awasi/gambarkan seri GDA/oksimetri nadi.  

R/: Menunjukkan ventilasi/oksigenasi dan status asam/basa. Digunakan sebagai dasar evaluasi

keefektifan terapi/indikator kebutuhan perubahan terapi.

-       Kolaborasi dalam pemberian oksigen tambahan

R/: meringankan usaha untuk bernafas

d.   Dx: Kekurangan volume cairan berhubungan dengan penguapan cairan tubuh yang berlebihan

Tujuan: stelah diberikan askep selama 1 x 24 jam diharapkan paien tidak mengalami kekurangan

cairan dengan kriteria hasil:

-          Tanda-tanda vital stabil

-          Produksi urine 0,5-1cc/kgBB/jam, warna jernih kekuningan, tidak ada darah

-          Intake dan output cairan tubuh pasien seimbang

Intervensi:

-       Kaji tanda-tanda vital

R/: mengetahui kondisi umum pasien

-       Awasi haluaran urine dan berat jenis. Observasi warna urine dan hemates sesuai indikasi

Page 10: learning task gadar 3.docx

R/: secara umum, penggantian cairan harus dititrasi untuk meyakinkan rata-rata haluaran urine 30-50

ml/jam (pada oranmg dewasa). Urine dapat tampak merah sampai hitam, pada kerusakan otot massif

sehubungan dengan adanya darah dan keluarnya mioglobin. Bila terjadi mioglobinuria mencolok,

minimum haluaran urine harus 75-100 ml/jam untuk mencegah kerusakan nekrosis tubulus.

-       Perkirakan drainase luka dan kehilangan cairan yang tak tampak

R/: peningkatan permeabilitas kapiler, perpindahan protein, proses inflamasi, dan kehilangan melalui

evaporasi besar mempengaruhi volume sirkulasi dan haluaran urine, khususnya selama 24-72 jam

pertama setelah terbakar.

-       Pertahankan pencatatan kumulatif jumlah dan tipe pemasukan cairan

R/: penggantian massif/ cepat dengan tipe cairan berbeda dan fluktuasi kecepatan pemberian

memerlukan penghitungan ketat untuk mencegah ketidakseimbangan dan kelebihan cairan.

-       Timbang berat badan tiap hari.

R/: penggantian cairan tergantung pada berat badan pertama dan perubahan selanjutnya. Peningkatan

berat badan 15-20% pada 72 jam pertama selama penggantian cairan dapat diantisipasi untuk

mengembalikan ke berat sebelum terbakar kira-kira 10 hari setelah terbakar.

-       Selidiki perubahan mental

R/: penyimpangan pada tingkat kesadaran dapat mengindikasikan ketidakadekuatan volume sirkulasi

atau penurunan perfusi serebral

Kolaborasi

-       Pasang/pertahankan kateter urine tak menetap

R/: memungkinkan observasi ketat fungsi ginjal dan mencegah stasis atau refleks urine. Retensi urine

dengan produk sel jaringan yang rusak dapat menimbulkan disfungsi dan infeksi ginjal.

-       Pasang/pertahankan ukuran kateter IV

R/: memungkinkan infuse cairan cepat

-       Berikan penggantian cairan IV yang dihitung, elektrolit, plasma, albumin

R/: resusitasi cairan menggantikan kehilangan cairan/ elektrolit dan membantu mencgah komplikasi

contoh, syok. Penggantian formula bervariasi (contoh Brook, Evans, Parkland) tetapi berdasarkan

luasnya cedera, jumlah haluaran urine, dan BB.

-       Awasi pemeriksaan laboratorium (contoh : Hb/Ht, elektrolit, natrium urine random)

R/: mengidentifikasi kehilangan darah/kerusakan SDM, dan kebutuhan penggantian ciran dan

elektrolit. Natrium urine kurang dari 10 mEq/L diduga ketidakadekuatan penggantian cairan.

-       Berikan obat sesuai indikasi (diuretic : manitol /osmotrol)

-       R/: diindikasikan untuk meningkatan haluaran urine dan membersihkan tubulus dari debris/

mencegah nekrosis.

e.    Dx: Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan curah jantung

Page 11: learning task gadar 3.docx

Tujuan: setelah diberikan askep selama 1x6 jam diharapkan perfusi jaringan pasien kembali efektif

dengan kriteria hasil:

-          Sianosis tidak ada

-          Tanda-tanda vital stabil

-          Menunjukan peningkatan perfusi yang sesuai

Intervensi:

-       Auskultasi frekuensi dan irama jantung. Catat adanya bunyi jantung tambahan

R/: Takikardia merupakan akibat hipoksemia dan kompensasi upaya peningkatan aliran darah dan

perfusi jaringan. Gangguan irama berhubungan dengan hipoksemia, ketidakseimbangan elektrolit,

dan atau peningkatan regangan jantung kanan. Bunyi jantung ekstra, mis. S3 dan S4 terlihat sebagai

peningkatan kerja jantung/ terjadinya dekompensasi.

-       Observasi warna  dan suhu kulit/membran mukosa

R/: Kulit pucat atau sianosis, kuku, membrane mukosa dingin, kulit burik menunjukan vasokonstriksi

perifer (shok) dan/atau gangguan aliran darah sistemik

-       Kaji tanda-tanda vital

R/: mengetahui kondisi umum pasien

-       Kolaborasi dalam pemberian cairan IV sesuai indikasi

R/: Peningkatan cairan berguna untuk mendukung volume sirkulasi/ perfusi jaringan.

4.        Evaluasi

a.    Bersihan jalan nafas pasien kembali efektif (paten)

-       tidak ada suara nafas tambahan (snowring).

-       tidak ada dispnea

-       tidak ada penggunaan otot bantu pernafasan

b.    Pola nafas pasien kembali efektif

-       Pasien tidak tampak sesak

-       Pernafasan pasien teratur

-       RR dalam batas normal (30-40 x/mnt)

-       Tidak ada penggunaan otot bantu pernafasan

c.    Pertukaran gas pada pasien kembali normal

-       Pasien tidak tampak sesak

-       Frekuensi nafas dalam batas normal

-       Sianosis tidak ada

-       Hasil AGD dalam batas normal

d.   Pasien tidak kekurangan volume cairan

-       Tanda-tanda vital stabil

-       Produksi urine 0,5-1cc/kgBB/jam, warna jernih kekuningan, tidak ada darah

Page 12: learning task gadar 3.docx

-       Intake dan output cairan tubuh pasien seimbang

e.    Perfusi jaringan kembali efektif

-       Sianosis tidak ada

-       Tanda-tanda vital stabil

-       Menunjukan peningkatan perfusi yang sesuai

PENATALAKSANAAN Berbagai macam respon sistem organ yang terjadi setelah mengalami luka bakar menuntut perlunya pendekatan antar disiplin. Perawat bertanggung jawab untuk mengembangkan rencana perawatan yang didasarkan pada pengkajian data yang merefleksikan kebutuhan fisik dan psikososial klien dan keluarga atau orang lain yang dianggap penting. Secara klinis klien luka bakar dapat dibagi kedalam 3 fase, yaitu : 1. Fase Emergent (Resusitasi)

Fase emergensi dimulai pada saat terjadinya injury dan diakhiri dengan membaiknya permeabilitas kapiler,

yang biasanya terjadi pada 48-72 jam setelah injury. Tujuan utama pemulihan selama fase ini

adalah untuk mencegah shock hipovolemik dan memelihara fungsi dari organ vital. Yang termasuk

ke dalam fase emergensi adalah (a) perawatan sebelum di rumah sakit, (b) penanganan di bagian

emergensi dan (c) periode resusitasi.

Hal tersebut akan dibahas berikut ini : a. Perawatan sebelum di rumah sakit (pre-hospital care)

Perawatan sebelum klien dibawa ke rumah sakit dimulai pada tempat kejadian luka bakar dan berakhir ketika sampai di institusi pelayanan emergensi. Pre-hospital care dimulai dengan memindahkan/menghindarkan klien dari sumber penyebab LB dan atau menghilangkan sumber panas (lihat tabel). Tabel 2 : Petunjuk perawatan klien luka bakar sebelum di rumah sakit 1) Jauhkan penderita dari sumber LB a) Padamkan pakaian yang terbakar b) Hilangkan zat kimia penyebab LB c) Siram dengan air sebanyak-banyaknya bila karena zat kimia d) Matikan listrik atau buang sumber listrik dengan menggunakan objek yang kering dan tidak menghantarkan arus (nonconductive) 2) Kaji ABC (airway, breathing, circulation): a) Perhatikan jalan nafas (airway) b) Pastikan pernafasan (breathibg) adekwat c) Kaji sirkulasi 3) Kaji trauma yang lain

Page 13: learning task gadar 3.docx

4) Pertahankan panas tubuh 5) Perhatikan kebutuhan untuk pemberian cairan intravena 6) Transportasi (segera kirim klien ka rumah sakit)

b. Penanganan dibagian emergensi Perawatan di bagian emergensi merupakan kelanjutan dari tindakan yang telah diberikan pada waktu kejadian. Jika pengkajian dan atau penanganan yang dilakukan tidak adekuat, maka pre hospital care di berikan di bagian emergensi. Penanganan luka (debridemen dan pembalutan) tidaklah diutamakan bila ada masalah-masalah lain yang mengancam kehidupan klien, maka masalah inilah yang harus diutamakan 1) Penanganan Luka Bakar Ringan

Perawatan klien dengan LB ringan seringkali diberikan dengan pasien rawat jalan. Dalam membuat keputusan apakah klien dapat dipulangkan atau tidak adalah dengan memperhatikan antara lain a) kemampuan klien untuk dapat menjalankan atau mengikuti intruksi-instruksi dan kemampuan dalam melakukan perawatan secara mandiri (self care), b) lingkungan rumah. Apabila klien mampu mengikuti instruksi dan perawatan diri serta lingkungan di rumah mendukung terjadinya pemulihan maka klien dapat dipulangkan. Perawatan di bagian emergensi terhadap luka bakar minor meliputi : menagemen nyeri, profilaksis tetanus, perawatan luka tahap awal dan pendidikan kesehatan. a) Managemen nyeri

Managemen nyeri seringkali dilakukan dengan pemberian dosis ringan morphine atau meperidine dibagian

emergensi. Sedangkan analgetik oral

Rahayuningsih, Tutik. 2012. PENATALAKSANAAN LUKA BAKAR (COMBUSTIO). Volume 08. PROFESI : POLTEKKES Bhakti Mulia Sukoharjo

Page 14: learning task gadar 3.docx

diberikan untuk digunakan oleh pasien rawat jalan. b) Profilaksis tetanus

Petunjuk untuk pemberian profilaksis tetanus adalah sama pada penderita LB baik yang ringan maupun tipe injuri lainnya. Pada klien yang pernah mendapat imunisasi tetanus tetapi tidak dalam waktu 5 tahun terakhir dapat diberikan boster tetanus toxoid. Untuk klien yang tidak diimunisasi dengan tetanus human immune globulin dan karenanya harus diberikan tetanus toxoid yang pertama dari serangkaian pemberian imunisasi aktif dengan tetanus toxoid. c) Perawatan luka awal

Perawatan luka untuk LB ringan terdiri dari membersihkan luka (cleansing) yaitu debridemen jaringan yang mati; membuang zat-zat yang merusak (zat kimia, tar, dll); dan pemberian/penggunaan krim atau salep antimikroba topikal dan balutan secara steril. Selain itu juga perawat bertanggung jawab memberikan pendidikan tentang perawatan luka di rumah dan manifestasi klinis dari infeksi agar klien dapat segera mencari pertolongan. Pendidikan lain yang diperlukan adalah tentang pentingnya melakukan latihan ROM (range of motion) secara aktif untuk mempertahankan fungsi sendi agar tetap normal dan untuk menurunkan pembentukan edema dan kemungkinan terbentuknya scar. Dan perlunya evaluasi atau penanganan follow up juga harus dibicarakan dengan klien pada waktu itu. d) Pendidikan / penyuluhan kesehatan

Pendidikan tentang perawatan luka, pengobatan, komplikasi, pencegahan komplikasi, diet, berbagai fasilitas kesehatan yang ada di masyarakat yang dapat di kunjungi jika memmerlukan bantuan dan informasi lain yang relevan perlu dilakukan agar klien dapat menolong dirinya sendiri. 2) Penanganan Luka Bakar Berat.

Untuk klien dengan luka yang luas, maka penanganan pada bagian emergensi akan meliputi reevaluasi ABC (jalan nafas, kondisi pernafasan, sirkulasi ) dan trauma lain yang mungkin terjadi; resusitasi cairan (penggantian cairan yang hilang); pemasangan kateter urine; pemasangan nasogastric tube (NGT); pemeriksaan vital signs dan laboratorium; management nyeri; propilaksis tetanus; pengumpulan data; dan perawatan luka. Berikut adalah penjelasan dari tiap-tiap penanganan tersebut, yakni sebagai berikut. a) Reevaluasi jalan nafas, kondisi pernafasan, sirkulasi dan trauma lain yang mungkin terjadi.

Menilai kembali keadaan jalan nafas, kondisi pernafasan, dan sirkulasi unutk lebih memastikan ada tidaknya kegawatan dan untuk memastikan penanganan secara dini. Selain itu melakukan pengkajian ada tidaknya trauma lain yang menyertai cedera luka bakar seperti patah tulang, adanya perdarahan dan lain-lain perlu dilakukan agar dapat dengan segera diketahui dan ditangani. b) Resusitasi cairan (penggantian cairan yang hilang)

Bagi klien dewasa dengan luka bakar lebih dari 15 %, maka resusitasi cairan intravena umumnya diperlukan. Pemberian intravena perifer dapat diberikan melaui kulit yang tidak terbakar pada bagian proximal dari ekstremitas yang terbakar. Sedangkan untuk klien yang mengalami luka bakar yang cukup luas atau pada klien dimana tempat – tempat untuk pemberian intravena perifer terbatas, maka dengan pemasangan kanul (cannulation) pada vena central (seperti subclavian, jugular internal atau eksternal, atau femoral) oleh dokter mungkin diperlukan. Luas atau persentasi luka bakar harus ditentukan dan kemudian dilanjutkan dengan resusitasi cairan. Resusitasi cairan dapat menggunakan berbagai formula yang telah dikembangkan. c) Pemasangan kateter urine

Pemasangan kateter harus dilakukan untuk mengukur produksi urine setiap jam. Output urine merupakan indikator yang reliable untuk menentukan keadekuatan dari resusitasi cairan.

Page 15: learning task gadar 3.docx

d) Pemasangan nasogastric tube (NGT)

Pemasangan NGT bagi klien LB 20 % -25 % atau lebih perlu dilakukan untuk mencegah emesis dan mengurangi resiko terjadinya aspirasi. Disfungsi ganstrointestinal akibat dari ileus dapat terjadi umumnya pada klien tahap dini setelah luka bakar. Oleh karena itu semua pemberian cairan melalui oral harus dibatasi pada waktu itu. e) Pemeriksaan vital signs dan laboratorium

Vital signs merupakan informasi yang penting sebagai data tambahan untuk menentukan adekuat tidaknya resuscitasi. Pemeriksaan laboratorium dasar akan meliputi pemeriksaan gula darah, BUN (blood ures nitrogen), creatini, elektrolit serum, dan kadar hematokrit. Kadar gas darah arteri (analisa gas darah), COHb juga harus diperiksa, khususnya jika terdapat injuri inhalasi. Tes-tes laboratorium lainnya adalah pemeriksaan x-ray untuk mengetahui adanya fraktur atau trauma lainnya mungkin perlu dilakukan jika dibutuhkan. Monitoring EKG terus menerus haruslah dilakukan pada semua klien dengan LB berat, khususnya jika disebabkan oleh karena listrik dengan voltase tinggi, atau pada klien yang mempunyai riwayat iskemia jantung atau dysrhythmia. f) Management nyeri

Penanganan nyeri dapat dicapai melalui pemberian obat narcotik intravena, seperti morphine. Pemberian melalui intramuskuler atau subcutan tidak dianjurkan karena absorbsi dari jaringan lunak tidak cukup baik selama periode ini bila hipovolemia dan perpindahan cairan yang banyak masih terjadi. Demikian juga pemberian obat-obatan untuk mengatasi secara oral tidak dianjurkan karena adanya disfungsi gastrointestial. g) Perawatan luka

Luka yang mengenai sekeliling ekstremitas dan torak dapat mengganggu sirkulasi dan respirasi, oleh karena itu harus mendapat perhatian. Komplikasi ini lebih mudah terjadi selama resusitasi, bila cairan berpindah ke dalam jaringan interstitial berada pada puncaknya. Pada LB yang mengenai sekeliling ekstremitas, maka meninggikan bagian ekstremitas diatas jantung akan membantu menurunkan edema dependen; walaupun demikian gangguan sirkulasi masih dapat terjadi. Oleh karena pengkajian yang sering terhadap perfusi ekstremitas bagian distal sangatlah penting untuk dilakukan. Perawatan luka dibagian emergensi terdiri dari penutupan luka dengan sprei kering, bersih dan baju

hangat untuk memelihara panas tubuh. Klien dengan luka bakar yang mengenai kepala dan

wajah diletakan pada posisi kepala elevasi dan semua ekstremitas yang terbakar dengan

menggunakan bantal sampai diatas permukaan jantung. Tindakan ini dapat membantu

menurunkan pembentukan edema dependent. Untuk LB ringan kompres dingin dan steril

dapat mengatasi nyeri. Kemudian dibawa menuju fasilitas kesehatan.

Page 16: learning task gadar 3.docx

Smeltzer, S.C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah. Edisi 8. Vol 3. Jakarta: EGC.

Smeltzer, Suzanne C, Bare, Brenda G.2001.Keperawatan Medikal-Bedah. Edisi 8. Jakarta : EGC

Price, A. Sylvia. 1995. Patofisiologi Edisi 4. Jakarta: EGC

Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Vol. 2. Jakarta: EGC