lapsus kulit

25
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kondisi geografis Indonesia merupakan daerah tropis dengan suhu dan kelembaban yang tinggi sehingga membuat jamur mudah untuk tumbuh dan berkembang. Jamur dapat menimbulkan penyakit dan sebagian besar jenis jamur tidak bersifat patogen, namun dapat menjadi patogen bila ada faktor-faktor predisposisi tertentu baik fisiologis maupun patologis. Infeksi jamur pada kulit meliputi berbagai jenis penyakit yang disebabkan oleh kolonisasi jamur atau spora pada kulit, rambut dan kuku. Dari segala macam penyakit jamur kulit, dibagi menjadi infeksi superfisial, intermedia, dan profunda. 1,2 Infeksi superficial dibagi menjadi dermatofitosis dan nondermatofitosis. Dermatofitosis adalah golongan penyakit jamur superfisial yang disebabkan oleh jamur dermatofita. Dari berbagai macam infeksi dermatofitosis yang jarang ditemui adalah tinea fasialis. 2,3 Angka insidensi dermatofitosis pada tahun 1998 yang tercatat melalui Rumah Sakit Pendidikan Kedokteran di Indonesia sangat bervariasi, dimulai dari presentase terendah di Surabaya sebesar 4,8 % hingga presentase tertinggi sebesar 82,6 % di 1

Upload: yoga-anindita

Post on 08-Nov-2015

226 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Tinea Fasialis

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kondisi geografis Indonesia merupakan daerah tropis dengan suhu dan kelembaban yang tinggi sehingga membuat jamur mudah untuk tumbuh dan berkembang. Jamur dapat menimbulkan penyakit dan sebagian besar jenis jamur tidak bersifat patogen, namun dapat menjadi patogen bila ada faktor-faktor predisposisi tertentu baik fisiologis maupun patologis. Infeksi jamur pada kulit meliputi berbagai jenis penyakit yang disebabkan oleh kolonisasi jamur atau spora pada kulit, rambut dan kuku. Dari segala macam penyakit jamur kulit, dibagi menjadi infeksi superfisial, intermedia, dan profunda.1,2 Infeksi superficial dibagi menjadi dermatofitosis dan nondermatofitosis. Dermatofitosis adalah golongan penyakit jamur superfisial yang disebabkan oleh jamur dermatofita. Dari berbagai macam infeksi dermatofitosis yang jarang ditemui adalah tinea fasialis.2,3 Angka insidensi dermatofitosis pada tahun 1998 yang tercatat melalui Rumah Sakit Pendidikan Kedokteran di Indonesia sangat bervariasi, dimulai dari presentase terendah di Surabaya sebesar 4,8 % hingga presentase tertinggi sebesar 82,6 % di Surakarta dari seluruh kasus penyakit jamur kulit. Data dari RSUD Kabupaten Buleleng didapatkan penderita penyakit jamur kulit yaitu pada tahun 2004 sebanyak 240 kasus, tahun 2005 sebanyak 390 kasus dan semester I tahun 2006 sebanyak 162 kasus.2,3,4 Melihat data diatas penyakit jamur dalam golongan dermatofitosis masih banyak terdapat di Indonesia. Oleh karena itu, pada kesempatan ini kami akan membahas salah satu topik pada dermatofitosis yaitu tinea fasialis.BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Tinea fasialis adalah suatu dermatofitosis superfisial yang terbatas pada kulit yang tidak berambut, yang terjadi pada wajah, memiliki karakteristik sebagai plak eritema yang melingkar dengan batas yang jelas. Pada pasien anak-anak dan perempuan, infeksi dapat muncul pada permukaan wajah, termasuk bibir atas dan dagu. Pada pria, kondisi ini dikenal sebagai tinea barbae ketika infeksi dermatofit terdapat di daerah berambut.1,52.2 EpidemiologiTinea fasialis terjadi di seluruh dunia dan lebih sering terjadi di daerah tropis dengan suhu dan kelembaban tinggi. Tinea fasialis dapat muncul pada segala usia dimana puncaknya terjadi pada anak-anak dan mereka yang berusia 20-40 tahun. Beberapa peneliti menyimpulkan bahwa wanita mungkin lebih sering terinfeksi daripada pria . Pada wanita, infeksi dermatofit pada wajah dapat didiagnosis sebagai tinea fasialis, sedangkan infeksi-infeksi lain yang terjadi pada pria di daerah yang sama didiagnosis sebagai tinea barbae. Data menunjukkan perbandingan penderita wanita dan pria adalah 1,06:1.2,52.3 Etiopatogenesis

Dermatofita adalah golongan jamur yang menyebabkan dermatofitosis. Dermatofita terbagi dalam 3 genus yaitu : Microsporum, Trichophyton, dan Epidermophyton. Belum banyak penelitian yang menjelaskan jenis terbanyak dermatofita yang terdapat pada tinea fasialis tapi ada beberapa sumber mengatakan di Asia, Trichophyton mentagrophytes dan Trichophyton rubrum merupakan penyebab tersering. Berikut adalah faktor-faktor risiko timbulnya penyakit ini:2,5 1. Kontak dengan pakaian, handuk, atau apapun yang sudah berkontak dengan penderita 2. Kontak kulit ke kulit dengan penderita atau hewan peliharaan

3. Umur 20-40 tahun4. Lebih sering menghabiskan waktu di tempat yang tertutup

5. Penggunaan obat-obatan glukokortikoid topikal dalam jangka waktu yang lama Jika dikelompokkan, keadaan yang mempengaruhi keseimbangan antara host dan jamur tersebut dapat dipisahkan menjadi faktor endogen dan eksogen. Faktor endogen antara lain produksi kelenjar sebasea dan keringat, genetik, malnutrisi, faktor immunologi dan pemakaian obat-obatan, sedangankan faktor eksogen yang terpenting adalah suhu dan kelembapan kulit. 61. Produksi sebum Peningkatan sekresi sebum oleh kelenjar sebasea akan mempengaruhi pertumbuhan berlebih dari jamur pada kulit. Produksi sebum berbeda pada tiap usianya. Isidensi terjadi pada saat kelenjar sebasea paling aktif yaitu masa pubertas dan dewasa awal.6,72. Produksi Keringat Orang dengan hiperhidrosis mempunyai kecenderugan untuk terjadi pertumbuhan jamur. Stratum korneum akan melunak pada keadaan yang basah dan lembab sehingga mudah terinfeksi jamur.6,73. Genetik Dikatakan bahwa predisposisi genetik terjadi pada keluarga yang rentan terhadap infeksi jamur. Pendapat lain mengatakan beberapa keluarga dengan riwayat positif terkena pitiriasis versikolor ditemukan lebih sering terkena penyakit tersebut, namun hal ini belum diketahui pasti pengaruhnya oleh karena faktor genetik atau disebabkan faktor risiko paparan yang semakin besar dari M. furfur.6,74. Malnutrisi Kekurangan beberapa zat gizi akan memudahkan pertumbuhan jamur oportunis.6,75. Faktor immunologi Insiden infeksi jamur meningkat pada sejumlah penderita dengan penekanan sistem imun misalnya pada penderita kanker, transplantasi ginjal dan HIV/AIDS.6,7 6. Bahan topikal dan sistemik Pemakaian bahan topikal yang mengandung minyak dapat menyebabkan oklusi terhadap saluran kelenjar sebum sehingga memudahkan pertumbuhan jamur pada tempat tersebut. Beberapa obat-obatan sistemik seperti antibiotika, steroid kontrasepsi oral dan obat-obatan immunosupresan merupakan faktor yang mempermudah pertumbuhan berlebih dari jamur peyebab. 6,77. Suhu dan kelembapan Daerah tropis dengan suhu panas dan kelembapan yang tinggi akan meningkatkan produksi kelenjar sebum dan keringat sehingga pertumbuhan jamur meningkat. 6,7 Patogenesis dari dermatofitosis berlangsung dalam beberapa tahap. Pertama terjadi invasi epidermis oleh dermatofit mengikuti pola biasa pada infeksi yang diawali dengan perlekatan antara artrokonidia dan keratinosit yang diikuti dengan penetrasi melalui sel dan antara sel serta perkembangan dari respon imun host.2 Perlekatan : Pada stratum korneum, fase pertama dari invasi dermatofit melibatkan infeksi artrokonidia ke keratinosit. Secara in vitro, proses ini komplit dalam waktu 2 jam setelah kontak, dimana stadium germinasi dan penetrasi keratinosit timbul.2 Penetrasi ; Diketahui secara luas dermatofit bersifat keratinofilik. Kerusakan yang ditimbulkan di sekitar penetrasi hifa diperkirakan berasal dari proses digesti keratin. Dermatofit akan menghasilkan enzim-enzim proteolitik, termasuk enzim keratinase dan lipase, yang dapat mengakibatkan dermatofit tersebut akan menginvasi stratum korneum dari epidermis.2 Pertahanan tubuh dan imunologi ; Deteksi imun dan kemotaktik dari sel-sel inflamasi terjadi melalui mekanisme yang umum. Beberapa jamur memproduksi faktor kemotaktik yang memiliki berat molekul yang rendah, seperti yang diproduksi oleh bakteri. Komplemen lainnya yang teraktivasi, membuat komplemen yang tergantung oleh faktor kemotaktik. Keratinosit mungkin dapat menginduksi kemotaktik dengan memproduksi IL-8 sebagai respon kepada antigen seperti trichophytin. Kandungan serum dapat menghambat pertumbuhan dermatofit, sebagai contohnya antara lain unsaturated transferrin dan asam lemak yang diproduksi oleh glandula sebasea (derivat undecenoic acid).22.4 Gejala KlinisPenderita mengeluh gatal yang kadang-kadang meningkat waktu berkeringat serta rasa terbakar memburuk setelah paparan sinar matahari (fotosensitivitas). Namun, kadang kadang, penderita tinea fasialis dapat memberikan gejala yang asimptomatis.22.5 Gambaran Klinis

Kelainan yang dilihat dari Tinea fasialis dalam klinik merupakan lesi bulat atau lonjong , berbatas tegas terdiri atas eritema, skuama, kadang-kadang dengan vesikel dan papul di tepi. Daerah tengahnya biasanya lebih tenang, sementara yang di tepi lebih aktif (tanda peradangan lebih jelas) yang sering disebut dengan central healing. Kadang-kadang terlihat erosi dan krusta akibat garukan. Lesi-lesi pada umumnya merupakan bercak bercak terpisah satu dengan yang lain. Kelainan kulit dapat pula terlihat sebagai lesi-lesi dengan pinggir yang polisiklik, karena beberapa lesi kulit yang menjadi satu. Bentuk dengan tanda radang yang lebih nyata, lebih sering dilihat pada anak-anak daripada orang dewasa karena umumnya mereka mendapat infeksi baru pertama kali.2,52.6 DiagnosisDiagnosis dibuat berdasarkan anamnesis, gambaran klinis, hasil pemeriksaan sediaan langsung yang positif dan biakan. Hal-hal yang dapat kita temukan dari anamnesis, antara lain : a) rasa gatal di bagian wajah, disertai sensasi terbakar, dan memburuk setelah paparan sinar matahari. b) Ada riwayat kontak dengan hewan peliharaan, c) Ada riwayat kontak langsung dengan. penderita dermatofitosis, d) Ada riwayat penggunaan bersama barang-barang penderita dermatofitosis, misalnya handuk. Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya gambaran klinis seperti yang sudah disebutkan diatas.2,5 Kadang kadang diperlukan pemeriksaan dengan lampu Wood, yang mengeluarkan sinar ultraviolet dengan gelombang 3650 nm. Beberapa spesies dermatofit tertentu yang berasal dari genus Microsporum menghasilkan substansi yang dapat membuat lesi menjadi warna hijau ketika disinari lampu Wood dalam ruangan yang gelap. Dermatofit yang lain, seperti T. schoenleinii memproduksi warna hijau pucat. Ketika hasilnya positif, ini akan sangat berguna.2,8 Pemeriksaan sediaan langsung dengan KOH 10-20% bila positif memperlihatkan elemen jamur berupa hifa panjang dan artrospora.2,5 Pada sediaan kulit yang terlihat adalah hifa, sebagai dua garis sejajar, terbagi oleh sekat dan bercabang maupun spora berderet (artospora) pada kelainan kulit lama dan atau sudah diobati. Pemeriksaan menggunakan KOH paling mudah, cepat, dan hasil sensitif.2,5,8 Pemeriksaan dengan pembiakan diperlukan untuk menyokong pemeriksaan langsung sediaan basah dan untuk menentukan spesies jamur. Pemeriksaan ini dilakukan dengan menanamkan bahan klinis pada media buatan. Yang dianggap paling baik pada waktu ini adalah medium agar dekstrosa Sabouraud.. Biakan memberikan hasil lebih cukup lengkap, akan tetapi lebih sulit dikerjakan, lebih mahal biayanya, hasil diperoleh dalam waktu lebih lama dan sensitivitasnya kurang ( 60%) bila dibandingkan dengan cara pemeriksaan sediaan langsung.2,82.7 Diagnosis BandingTidaklah begitu sukar untuk menentukan diagnosis tinea fasialis pada umumnya, namun ada beberapa penyakit kulit yang dapat mericuhkan diagnosis itu, misalnya dermatitis seboroika dan pitiriasis rosea.2,8 Kelainan kulit pada dermatitis seboroika selain dapat menyerupai tinea fasialis, biasanya dapat terlihat pada tempat-tempat predileksi, misalnya di kulit kepala (scalp), lipatan-lipatan kulit, misalnya belakang telinga, daerah nasolabial, dan sebagainya. Kulit kepala berambut juga sering terkena penyakit ini. Dermatitis seboroik adalah dermatosis kronik yang tersering, yang memiliki gambaran kemerahan dan skuama yang terjadi pada daerah-daerah yang memiliki kelenjar keringat yang aktif, seperti wajah dan kulit kepala, juga di daerah dada. Gejala yang timbul berupa gatal, sangat bervariasi, biasanya gatal semakin memburuk dengan meningkatnya perspirasi. Pada pemeriksaan fisik ditemukan, makula atau papul berwarna kemerahan atau keabu-abuan dengan skuama kering berwarna putih. Ukurannya bervariasi, antara 5-20 mm. Berbatas tegas, sering terdapat krusta dan celah pada telinga luar bagian belakang. Skuama yang terdapat pada kulit kepala inilah yang sering disebut sebagai ketombe. Gambaran klinis yang khas dari dermatitis seboroika adalah skuamanya yang berminyak dan kekuningan.2

Kelainan pada pityriasis rosasea memiliki kemiripan dengan tinea fasialis, Rosasea (papulopustular dan eritematotelangiektasia) ditandai dengan eritema persisten fasialis dan flushing bersama dengan telangiektasis, edema sentral wajah, rasa terbakar dan tertusuk, kasar dan bersisik atau kombinasi dari beberapa tanda dan gejala yang ada. Rasa terbakar dan tertusuk pada wajah dapat timbul pada papulopustular rosasea, tapi dapat muncul bersama eritematotelangiektasis rosasea. Pada kedua subtipe, eritema dapat muncul di regio periorbita. Edema dapat ringan maupun berat, sering ditemukan pada glabella dan dahi. Phymatous rosasea ditandai dengan orifisium patulosa folikular, penebalan kulit, dan kontur permukaan wajah yang irregular di daerah yang konveks. Phymatous rosasea dapat muncul di hidung dan di dagu, dahi, kelopak mata dan telinga. Perbedaannya pada pitiriasis rosea gatalnya tidak begitu berat seperti pada tinea fasialis, tidak memiliki central healing, skuamanya halus sedangkan pada tinea fasialis kasar. Pada pemeriksaan sitologi atau pada kultur untuk membedakan dengan pitiriasis rosea 22.8 Pengobatan

Banyak cara pengobatan yang dapat digunakan untuk mengobati Tinea Fasialis.2,8,9 Pengobatan Topikal

a. Kombinasi asam salisilat (3-6%) dan asam benzoat (6-12%) dalam bentuk salep (Salep Whitfield). b. Kombinasi asam salisilat dan sulfur presipitatum dalam bentuk salep (salep 2-4, salep 3-10). c. Derivat azole : myconazole 2%, Clotrimazole 1%, ketokonazole 1%.Myconazole berfungsi menghancurkan dinding sel jamur dengan menghambat biosintesis ergosterol. Diberikan 2 kali sehari pada area yang terkena selama 2 minggu. Efek samping sangat jarang terjadi dan apabila timbul seperti efek rasa terbakar, maserasi, dan iritasi.9 Clotrimazole berfungsi sebagai anti jamur spektrum luas dengan mengikat membran phospholipid spora dan jamur sehingga menyebabkan permebealitas jamur terganggu. Dioleskan pada daerah yang terkena setiap 12 jam selama 4 minggu. Efek samping adalah rasa terbakar, edema, gatal, dan urtikaria.9 Ketoconazole merupakan derivat imidazole dioxolane sintesis yang memiliki aktifitas anti jamur yang poten terhadap dermatofit misalnya: Trichopyton sp., Epidermophyton floccosum dan Microsporum sp. serta terhadap ragi. Ketoconazole bekerja dengan menghambat "Cytochrome P450" jamur, dengan mengganggu sintesa ergosterol yang merupakan kmponen penting dari membran sel jamur. Dioleskan pada daerah yang terinfeksi setiap 1 hari sekali selama 3-4 minggu. Efek samping yang dapat muncul adalah rasa terbakar, iritasi, dan DKA.9Pengobatan Sistemik

a. Griseofulvin merupakan salah satu fungistatik. Griseofulvin mencegah terjadinya invasi jamur dengan mengikat keratin baru yang menyebabkan suatu resistensi terhadap jamur. Griseofulvin diberikan 500 mg sehari untuk dewasa, sedangkan anak-anak 10-25 mg/kgBB sehari. Lama pemberian griseofulvin pada tinea fasialis adalah 3-4 minggu, diberikan bila lesi luas atau bila dengan pengobatan topikal tidak ada perbaikan. Aktif hanya melawan dermatofit, kurang efektif daripada Triazoles. Efek samping yang dapat ditimbulkan, antara lain: nyeri kepala, mual/muntah, fotosensitivitas. Infeksi T. rubrum dan T. tonsurans dapat kurang berespon. Sebaiknya diminum dengan makanan berlemak untuk memaksimalkan penyerapan.9 b. Ketokonazol 200 mg per hari selama 10 hari 2 minggu pada pagi hari setelah makan. c. Antibiotika diberikan bila terdapat infeksi sekunder. Pada kasus yang resisten terhadap griseofulvin dapat diberikan derivat azol seperti itrakonazol, flukonazol dll. Itrakonazol: untuk dewasa 400 mg/hari selama 1 minggu dan untuk anak-anak 5 mg/kg/hari selama 1 minggu. Sediaannya 100 mg dalam kapsul; solusio oral (10 mg/ml) dalam intravena. Untuk Triazole, kerjanya membutuhkan pH asam pada lambung agar kapsulnya larut. Flukonazol: orang dewasa 150200 mg/minggu selama 46 minggu, sedangkan anak-anak 6 mg/kg/minggu selama 46 minggu. Sediaan fluconazole tablet 100, 150, 200 mg; suspense oral (10 or 40 mg/ml); dan intravena 400 mg.Pencegahan Faktor-faktor yang perlu dihindari atau dihilangkan untuk mencegah terjadi tinea fasialis antara lain : a) Mengurangi kelembaban dari tubuh penderita dengan menghindari berkeringat yang berlebihan. b) Menghindari sumber penularan yaitu binatang, kuda, sapi, kucing, anjing, atau kontak penderita lain. c) Menghilangkan fokal infeksi ditempat lain misalnya di kuku atau di kaki. d) Meningkatkan hygiene dan memperbaiki makanan. e) Faktor-faktor predisposisi lain seperti diabetes mellitus, kelaian endokrin yang lain, leukemia, harus dikontrol.22.9 KomplikasiBeberapa komplikasi yang dapat terjadi, antara lain.2,8

1. Penyebaran infeksi ke area yang lain

2. Infeksi bakteri pada lesi

3. Dermatitis kontak atau kelainan kulit yang lain

4. Efek samping dari pengobatan

2.10 PrognosisPrognosis dari dermatofita bergantung pada bentuk klinis, penyebab spesies dermatofita dan hospesnya sendiri, termasuk sosial budaya dan status imunologisnya. Tapi pada umumnya prognosis penyakit ini adalah baik. Lesi membaik setelah rutin pemberian antifungal topikal dan oral dalam waktu 4-6 minggu.2,3,5,8,9BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien

Nama: GAWUmur: 34 Tahun

Jenis Kelamin: Perempuan

Alamat: Br. Praja Mukti, Bona KanginSuku: Bali

Bangsa: Indonesia

Agama: Hindu

Status Perkawinan: Menikah

Pekerjaan: KaryawanTanggal Pemeriksaan: 28 Februari 20153.2 Anamnesis

Keluhan utama : Gatal-gatal

Keluhan gatal-gatal pada daerah dahi dan pipi sudah dialami pasien sejak 1 minggu yang lalu. Keluhan tersebut muncul secara mendadak yang awalnya pertama kali dirasakan pada daerah dahi sebelum menyebar hingga ke pipi. Rasa gatal tersebut dirasakan sangat mengganggu aktivitas pasien dan sensasi gatal yang dirasakan pasien seperti luka yang perih timbul tidak menentu. Rasa gatal akan berkurang bila pasien menggaruknya dan semakin memberat saat pasien berkeringat saat beraktivitas.

Riwayat penyakit terdahulu :

Sebelumnya pasien pernah memiliki keluhan yang sama. Keluhan muncul saat pasien masih SMA dan saat 3 tahun yang lalu. Pasien sebelumnya timbul bintik-bintik kemerahan yang dirasakan gatal oleh pasien. Pasien mengatakan keluhan gatal tersebut muncul sehingga digaruk oleh pasien dan dikatakan menyebar sampai ke pipi dan kepala. Pasien mangatakan apabila dalam kondisi tidak optimal penyakitnya sering timbul. Pasien selanjutnya berobat ke dokter umum dan dokter spesialis kulit dan diberi obat krim anti jamur (Myconazole) dan pengurang gatal (CTM). Setelah diberi obat keluhan dirasakan menghilang setelah pemakaian obat. . Pasien juga memiliki riwayat penyakit epilepsi sejak 5 tahun yang lalu. Pasien rutin untuk kontrol dan minum obat (phenytoin). Pasien setelah mngonsumsi obat secara teratur tidak pernah kumat. Pasien selama perawatan epilepsi tidak pernah timbul reaksi alergi dari obat. Riwayat penyaki seperti asma, gatal-gatal pada lipatan tangan atau lutut, bersin-bersin tiap pagi, dan riwayat alergi terhadap obat maupun makanan. Riwayat penyakit sistemik seperti diabetes melitus, hipertensi, hiperkolesterol, penyakit jantung, dan penyakit sistemik lainnya disangkal oleh pasien.

Riwayat penyakit keluarga :

Dikeluarga pasien tidak ada yang memiliki keluhan sama dengan pasien. Pasien juga mengatakan bahwa dikeluarganya memiliki riwayat hipertensi dan diabetes mellitus pada nenek dari ibu. Pasien mengatakan ayah dan kakek dari ayah alergi terhadap daging babi. Riwayat penyakit asma, gatal-gatal pada lipatan tangan atau lutut, dan bersin-bersin tiap pagi di keluarga disangkal oleh pasien.

Riwayat sosial :

Pasien merupakan karyawan swasta di percetakan di Gianyar. Pasien saat ini masih aktif bekerja di percetakan. Pasien bekerja dari pagi sampai sore hari. Pasien sering berkeringat sehabis bekerja. Pasien biasanya menggunakan baju kaos dan tidak pernah menggunakan pakaian ketat sehari-harinya. Pasien mengaku mandi sehari dua kali dengan menggunakan sabun batang. Riwayat bertukar pakaian ataupun memakai handuk secara bergantian dengan orang lain disangkal oleh pasien. Pakainnya biasa dicuci dengan detergen dan disetrika. Pasien tidak minum minuman beralkohol maupun merokok. Pola makan dikatakan dalam porsi nomal dengan frekuensi 2-3 kali sehari. Hubungan dengan lingkungan rumah dan tempat percetakan dikatakan baik oleh pasien.

3.3 Pemeriksaan Fisik

Status present : dalam batas normal

Status general : dalam batas normal

Status dermatologi :

Terdapat makula eritema yang ditutupi oleh skuama halus berwarna putih, berbatas tegas, berukuran numular, susunan polimorfik, diskret, dengan distribusi pada regio fasialis, dipermukaannya terdapat erosi, krusta berwarna kehitaman, dan skuama kasar berwarna keabuan, ditepinya terdapat papul-papul eritema, bentuk bulat berukuran milier, dengan susunan polisiklik.3.4 Diagnosis Banding

Tinea Fasialis Pityriasis rosea3.5 Resume

Perempuan berusia 34 tahun mengeluh gatal pada daerah dahi dan pipi yang mulai dirasakan sejak 1 minggu yang lalu. Sebelumnya pernah timbul keluhan yang dan segera diterapi segera membaik. Pasien memiliki riwayat penyakit epilepsi yang terkontrol. Pasien merupakan karyawan swasta disebuah percetakan yang berada di Gianyar.

Status present : dalam batas normal

Status general : dalam batas normal

Status dermatologi :

Terdapat makula eritema yang ditutupi oleh skuama halus berwarna putih, berbatas tegas, berukuran numular, susunan polimorfik, diskret, dengan distribusi pada region fasialis, dipermukaannya terdapat erosi, krusta berwarna kehitaman, dan skuama kasar berwarna keabuan, ditepinya terdapat papul-papul eritema, bentuk bulat berukuran milier, dengan susunan polisiklik.3.6 Diagnosis Kerja

Tinea Fasialis3.7 Penatalaksanaan

Griseofulvin 1 x 500 mg tab Myconazole krim 2 x 1 pemakaian luar CTM 2 x I tab3.8 Prognosis

Dubia ad bonamBAB IV

PEMBAHASAN

Seperti yang dijelaskan sebelumnya, pasien perempuan umur 34 tahun datang dengan keluhan gatal pada daerah dahi dan pipi yang mulai dirasakan sejak 1 minggu yang lalu. Sebelumnya pernah timbul keluhan yang dan segera diterapi segera membaik. Pasien memiliki riwayat penyakit epilepsi yang terkontrol. Pasien merupakan karyawan swasta disebuah percetakan yang berada di Gianyar. Pada pemeriksaan fisik didapatkan eritema yang ditutupi oleh skuama halus berwarna putih, berbatas tegas, berukuran numular, susunan polimorfik, diskret, dengan distribusi pada regio fasialis, dipermukaannya terdapat erosi, krusta berwarna kehitaman, dan skuama kasar berwarna keabuan. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang dilakukan, disimpulkan bahwa kemungkinan diagnosanya adalah tinea fasialis. Berdasarkan karakteristik pasien yang masih berumur 34 tahun dan kejadiannya yang baru muncul sejak 1 minggu yang lalu, hal ini sesuai dengan diagnosis tinea fasialis yang sering muncul saat usia 20-40 tahun serta timbul keluhan yang akut. Pada anamnesis yang sesuai dengan teori yaitu keluhan utama pasien tinea fasialis yakni rasa gatal apabila berkeringat dimana berkeringat merupakan faktor yang memudahkan jamur untuk berkembang. Pasien merupakan karyawan swasta disebuah percetakan yang berada di Gianyar yang kemungkinan pasien terkena paparan sinar dapat menjadi faktor untuk mencetuskan timbulnya gejala tinea fasialis. Pada pemeriksaan fisik didapatkan makula eritema yang ditutupi oleh skuama halus berwarna putih, berbatas tegas, berukuran numular, susunan polimorfik, diskret, dengan distribusi pada region fasialis, dipermukaannya terdapat erosi, krusta berwarna kehitaman, dan skuama kasar berwarna keabuan, ditepinya terdapat papul-papul eritema, bentuk bulat berukuran milier, dengan susunan polisiklik. Hal ini sesuai teori bahwa pada tinea fasialis tampak makula eritema yang ditutupi skuama kasar dengan tepi aktif dan lesi polisiklik yang tersebar pada bagian wajah. Gambaran tinea fasialis yang serupa yaitu terdapat lesi bulat atau lonjong , berbatas tegas terdiri atas eritema, skuama, kadang-kadang dengan vesikel dan papul di tepi, namun yang membedakannya dengan pityriasis rosea adalah gambaran central healing berupa daerah tengahnya lebih tenang dan daerah tepi yang lebih aktif serta skuama kasar diatasnya. Sehingga diagnosanya lebih mengarah kepada tinea fasialis, namun tidak dilakukan pemeriksaan wood lamp, KOH, dan biakan jamur untuk mengetahui jenis jamurnya. Penatalaksanaan pada pasien ini hanya diberikan obat topikal myconazole dalam bentuk krim dan obat sistemik yakni griseofulvin dan CTM yang sesuai dengan teori yaitu diberikan anti fungal topikal dan sistemik untuk melawan penyebaran dermatofit. CTM diberikan untuk mengurangi keluhan gatal. Pada pasien ini tidak diberikan obat sistemik antibiotic karena tidak terdapat infeksi sekunder.

Prognosis dari pasien adalah dubia ad bonam, hal ini sesuai dengan kepustakaan yang mengatakan bahwa fasialis dapat baik, namun pasien akan memiliki kerentanan untuk muncul tinea bentuk bila pasien terpapar dengan faktor pencetus.

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Dari kasus diatas dapat disimpulkan bahwa pasien menderita tinea fasialis, hal ini sesuai dengan kepustakaan yang menyebutkan bahwa penderita tinea fasialis mengeluh gatal saat sedang berkeringat. Selain itu pada pemeriksaan fisik ditemukan Terdapat makula eritema yang ditutupi oleh skuama halus berwarna putih, berbatas tegas, berukuran numular, susunan polimorfik, diskret, dengan distribusi pada regio fasialis, dipermukaannya terdapat erosi, krusta berwarna kehitaman, dan skuama kasar berwarna keabuan, ditepinya terdapat papul-papul eritema, bentuk bulat berukuran milier, dengan susunan polisiklik. Namun tidak dilakukan pemeriksaan wood lamp, KOH, dan biakan jamur untuk mengetahui jenis jamurnya sehingga menjadi suatu kelemahan dalam penegakan diagnosis tinea fasialis ini.5.2 Saran

Berdasarkan simpulan diatas maka dapat disarankan bahwa pasien di edukasi dengan baik agar pasien mengerti tentang penyakitnya dan dapat menghindari faktor-faktor yang dapat mencetuskan timbulnya kembali tinea fasialis. Untuk penegakan pasti dari diagnosis tinea fasialis harus dilakukan pemeriksaan wood lamp, KOH, dan biakan jamur. Untuk mencegah terjadinya tinea fasialis dapat dilakukan dengan menjaga kebersihan diri/hygiene, terutama mengganti baju setelah beraktifitas yang menimbulkan keringat banyak, seperti sehabis melakukan pekerjaan. 6