laporan kasushernia inguinalis medialis dextra inkarserata

146
LAPORAN KASUSHernia Inguinalis Medialis Dextra Inkarserata Disusun oleh :Juan Setiaji030.05.286Pembimbing :Dr. Deddy Subandrio, Sp.BKepaniteraan Klinik Ilmu BedahRumah Sakit Angkatan Laut Dr. MintohardjoPeriode 12 September ± 19 November 2011Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti Status Pemeriksaan PasienDepartemen BedahRSAL Dr. Mintohardjo I. Identitas Pasien Nama : Ny. K Umur : 69 tahunJenis Kelamin : PerempuanAgama : IslamStatus : MenikahPendidikan : SLTAPekerjaan : Ibu Rumah TanggaAlamat : Kav Setia Budi RT 04/05 Cipadu,

Upload: heny-palapa

Post on 02-Aug-2015

453 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

Page 1: LAPORAN KASUSHernia Inguinalis Medialis Dextra Inkarserata

 

LAPORAN KASUSHernia Inguinalis Medialis Dextra Inkarserata

Disusun oleh :Juan Setiaji030.05.286Pembimbing :Dr. Deddy Subandrio, Sp.BKepaniteraan

Klinik Ilmu BedahRumah Sakit Angkatan Laut Dr. MintohardjoPeriode 12 September ± 19

November 2011Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti

 

Status Pemeriksaan PasienDepartemen BedahRSAL Dr. Mintohardjo

I. Identitas Pasien

 Nama : Ny. K Umur : 69 tahunJenis Kelamin : PerempuanAgama : IslamStatus :

MenikahPendidikan : SLTAPekerjaan : Ibu Rumah TanggaAlamat : Kav Setia Budi RT 04/05

Cipadu, LaranganTanggal masuk RS : 23 Oktober 2011 No. Rekam medis : 055917

II. Keluhan Utama

Terdapat benjolan yang pada perut kanan bawah yang hilang timbul sejak kuranglebih 15 tahun

yang lalu.

III. Anamnesa Lengkap

Telah dilakukan Autoanamnesa pada tanggal 23 Oktober 2011 jam 08.30A.

Page 2: LAPORAN KASUSHernia Inguinalis Medialis Dextra Inkarserata

 

Riwayat penyakit sekarangPasien perempuan datang ke IGD RSAL Dr. Mintohardjo karena

terdapat benjolan pada perut kanan bawah sejak 15 tahun yang lalu. Benjolan dirasakan

semakinmembesar dan timbul saat berdiri, kemudian hilang saat beristirahat. Pasien mengaku

 

 benjolan tidak nyeri dan dapat dimasukkan secara manual menggunakan jari.Benjolan

berbentuk bulat dan tidak nyeri jika ditekan. Pasien merasakan keluhansejak 3 hari yang lalu,

keluhan yang dirasakan berupa nyeri pada perut kanan bawah,susah buang air besar, buang air

kecil yang sedikit. Seringkali pasien merasa mualnamun tidak ada muntah. Pasien tidak

mengeluh demam, nafsu makan pasien juga baik, pasien tidak memiliki riwayat penyakit batuk

yang lama ataupun buang air besar yang keras.B.

 

Riwayat penyakit dahuluPenyakit diabetes melitus : disangkalPenyakit asma : disangkalPenyakit

alergi : disangkalPasien tidak pernah operasi sebelumnyaC.

 

Page 3: LAPORAN KASUSHernia Inguinalis Medialis Dextra Inkarserata

Riwayat penyakit keluargaPasien menyangkal adanya riwayat DM, hipertensi, asma, dan

penyakit jantung.D.

 

Riwayat pribadi dan sosial ekonomiPasien adalah seorang wanita dengan status gizi cukup, tidak

merokok dan tidak adariwayat menggunakan obat-obatan terlarang. Pasien mempunyai status

ekonomimenengah dan telah menikah.

IV. Pemeriksaan Fisik 

 Status generalis 

Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis

Tekanan darah : 150/90 mmHg

 Nadi : 92 x/menit

Pernafasan : 20 x/menit

Suhu : 36,5ºC

Status emosi : Stabil

Umur menurut tafsiran : Sesuai

Page 4: LAPORAN KASUSHernia Inguinalis Medialis Dextra Inkarserata

Tinggi badan : 165 cm

Berat badan : 72 kg, Status gizi : Gizi lebih

Bentuk badan : Habitus Piknikus

Cara berbaring dan mobilitas : Aktif Kulit

Warna : Sawo matang, tidak pucat, tidak ikterik, tidak terdapathipopigmentasi ataupun

hiperpigmentasi.

Lesi : Tidak terdapat lesi primer seperti makula, papula, vesikula, pustula maupun lesi sekunder

seperti jaringan parut atau keloid

Rambut : Tumbuh rambut pada permukaan kulit

Turgor : Baik 

Keringat : NormalKepala

 Normocephali

Distribusi rambut merata dan berwarna hitam

Tidak tampak adanya deformitasMata

Tidak terdapat ptosis pada palpebra dan tidak terdapat oedem

Conjunctiva tidak anemis

Page 5: LAPORAN KASUSHernia Inguinalis Medialis Dextra Inkarserata

Sklera tidak tampak ikterik , Pupil : isokor, RCL +/+, RCTL +/+Telinga

Daun telinga : Normal

Tofi : Tidak ditemukan

Liang telinga : Lapang

Membrana timpani : Intak 

 

LAPORAN KASUSHernia Inguinalis Medialis Dextra Inkarserata

Disusun oleh :Juan Setiaji030.05.286Pembimbing :Dr. Deddy Subandrio, Sp.BKepaniteraan

Klinik Ilmu BedahRumah Sakit Angkatan Laut Dr. MintohardjoPeriode 12 September ± 19

November 2011Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti

 

Status Pemeriksaan PasienDepartemen BedahRSAL Dr. Mintohardjo

Page 6: LAPORAN KASUSHernia Inguinalis Medialis Dextra Inkarserata

I. Identitas Pasien

 Nama : Ny. K Umur : 69 tahunJenis Kelamin : PerempuanAgama : IslamStatus :

MenikahPendidikan : SLTAPekerjaan : Ibu Rumah TanggaAlamat : Kav Setia Budi RT 04/05

Cipadu, LaranganTanggal masuk RS : 23 Oktober 2011 No. Rekam medis : 055917

II. Keluhan Utama

Terdapat benjolan yang pada perut kanan bawah yang hilang timbul sejak kuranglebih 15 tahun

yang lalu.

III. Anamnesa Lengkap

Telah dilakukan Autoanamnesa pada tanggal 23 Oktober 2011 jam 08.30A.

 

Riwayat penyakit sekarangPasien perempuan datang ke IGD RSAL Dr. Mintohardjo karena

terdapat benjolan pada perut kanan bawah sejak 15 tahun yang lalu. Benjolan dirasakan

semakinmembesar dan timbul saat berdiri, kemudian hilang saat beristirahat. Pasien mengaku

 

 benjolan tidak nyeri dan dapat dimasukkan secara manual menggunakan jari.Benjolan

berbentuk bulat dan tidak nyeri jika ditekan. Pasien merasakan keluhansejak 3 hari yang lalu,

keluhan yang dirasakan berupa nyeri pada perut kanan bawah,susah buang air besar, buang air

kecil yang sedikit. Seringkali pasien merasa mualnamun tidak ada muntah. Pasien tidak

Page 7: LAPORAN KASUSHernia Inguinalis Medialis Dextra Inkarserata

mengeluh demam, nafsu makan pasien juga baik, pasien tidak memiliki riwayat penyakit batuk

yang lama ataupun buang air besar yang keras.B.

 

Riwayat penyakit dahuluPenyakit diabetes melitus : disangkalPenyakit asma : disangkalPenyakit

alergi : disangkalPasien tidak pernah operasi sebelumnyaC.

 

Riwayat penyakit keluargaPasien menyangkal adanya riwayat DM, hipertensi, asma, dan

penyakit jantung.D.

 

Riwayat pribadi dan sosial ekonomiPasien adalah seorang wanita dengan status gizi cukup, tidak

merokok dan tidak adariwayat menggunakan obat-obatan terlarang. Pasien mempunyai status

ekonomimenengah dan telah menikah.

IV. Pemeriksaan Fisik 

 Status generalis

 

Keadaan umum : Tampak sakit sedang

 

Kesadaran : Compos mentis

Page 8: LAPORAN KASUSHernia Inguinalis Medialis Dextra Inkarserata

 

Tekanan darah : 150/90 mmHg

 

 Nadi : 92 x/menit

 

Pernafasan : 20 x/menit

 

Suhu : 36,5ºC

 

Status emosi : Stabil

 

Umur menurut tafsiran : Sesuai

 

Page 9: LAPORAN KASUSHernia Inguinalis Medialis Dextra Inkarserata

Tinggi badan : 165 cm

 

 

Berat badan : 72 kg

 

Status gizi : Gizi lebih

 

Bentuk badan : Habitus Piknikus

 

Cara berbaring dan mobilitas : Aktif Kulit

 

W

arna : Sawo matang, tidak pucat, tidak ikterik, tidak terdapathipopigmentasi ataupun

hiperpigmentasi.

Page 10: LAPORAN KASUSHernia Inguinalis Medialis Dextra Inkarserata

 

Lesi : Tidak terdapat lesi primer seperti makula, papula, vesikula, pustula maupun lesi sekunder

seperti jaringan parut atau keloid

 

Rambut : Tumbuh rambut pada permukaan kulit

 

Turgor : Baik 

 

Keringat : NormalKepala

 

 Normocephali

 

Distribusi rambut merata dan berwarna hitam

Page 11: LAPORAN KASUSHernia Inguinalis Medialis Dextra Inkarserata

 

Tidak tampak adanya deformitasMata

 

Tidak terdapat ptosis pada palpebra dan tidak terdapat oedem

 

Conjunctiva tidak anemis

 

Sklera tidak tampak ikterik 

 

Pupil : isokor, RCL +/+, RCTL +/+Telinga

 

Daun telinga : Normal

 

Tofi : Tidak ditemukan

Page 12: LAPORAN KASUSHernia Inguinalis Medialis Dextra Inkarserata

 

Liang telinga : Lapang

 

Membrana timpani : Intak 

LAPORAN KASUSHIL INSACERATA DENGAN EPIDURAL ANAESTHESI

OLEH:Muhd.Suhail Bin Satri (0710714027)Low Khar Weoi

(0710714021)Rionaldo Dhiparedja (0710714036)Pembimbing :Dr. Buyung

Hartiyo L, SpAnLABORATORIUM ANAESTESIOLOGI & TERAPI

INTENSIFFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYARUMAH

SAKIT UMUM DR.SAIFUL ANWARMALANG2012 ANESTHESIA

EPIDURAL

Definisi Anestesia epidural adalah satu bentuk dari anestesia regional dan

merupakan salah satubentuk teknik blok neuroaksial, dimana penggunaannya lebih

luas daripada anesthesia spinal.Epidural blok dapat dilakukan melalui pendekatan

lumbal, torak, servical atau sacral (yang lasimdisebut blok caudal). Teknik epidural

sangat luas penggunaanya pada anestesia operatif,analgesia untuk kasus kasus

obstreti, analgesia post operatif dan untuk nyeri kronis.Onset dari epidural

Page 13: LAPORAN KASUSHernia Inguinalis Medialis Dextra Inkarserata

anestesia (10-20 menit) lebih lambat dibandingkan dengan anestesispinal. Dengan

menggunakan konsentrasi obat anesthesi local yang relative lebih encer

dandikombinasi dengan obat-obat golongan opoid, serat simpatis dan serat motorik

lebih sedikitdiblok, sehingga menghasilkan analgesia tanpa blok motorik. Hal ini

banyak dimanfaatkan untukanalgesia pada persalinan dan analgesia post operasi.

Indikasi  Sebagai tambahan anesthesia umum. Hal ini dapat mengurangi

kebutuhan pasienterhadap analgesic opoid, cocok untuk tindakan bedah yang

bervariasi, sebagai contohbedah ginekologi (histerektomi), bedah ortopedi

(penggantian sendi panggul), bedahumum (laparatomi) dan bedah vascular

(perbaikan aneurisma aorta).  Sebagai teknik tunggal anestesi untuk tindakan

bedah di daerah tungkai bawah, pelvis,perineum, dan abdomen bawah.  Section

caesarean ialah jenis terbanyak yang menggunakan teknik tunggal ini.

Khasnyaialah pasien tetap sadar selama operasi.  Untuk analgesia post operatif.

Analgesik diberikan ke dalam ruang epidural selamabeberapa hari setelah operasi

lewat kateter yang telah dimasukkan saat operasi.  Untuk pengobatan nyeri

punggung. Injeksi analgesic dan steroid ke dalam ruang epiduraldapat mengurangi

keluhan nyeri.  Untuk pengobatan nyeri kronis atau sebagai pengobatan paliatif

bagi pasien-pasienterminal. Kontraindikasi Relatif  Kelainan anatomis seperti

spina bifida, meningomyelocele, atau skoliosis.  Riwayat operasi tulang

belakang sebelumnya, dimana jaringan parut mungkinmenghambat penyebaran

Page 14: LAPORAN KASUSHernia Inguinalis Medialis Dextra Inkarserata

obat.  Masalah khusus dengan system saraf pusa termasuk multiple sklerosis

atausiringomielia.  Masalah pada katup jantung seperti stenosis mitral dan

stenosis aorta, dimanavasodilatasi yang dirangsang oleh obat anesthesi dapat

menyebabkan tidak sampainyasuplai darah ke otot jantung yang menebal, juga

blok total jantung.(complete heart block)  Pasien yang tidak kooperatif.

Kontraindikasi Absolute  Pasien menolak  Gangguan pembekuan darah atau

sedang dalam pengobatan anti-koagulan-risiko untukterjadinya hematoma yang

dapat menekan medulla spinalis.  Infeksi di daerah dekat focus insersi-risiko

terjadinya meningitis atau abses epidural  Infeksi pada aliran darah yang dapat

menyebar via kaeter ke system saraf pusat  Peningkatan Tekanan Intra Kranial

(TIK), karena dapat berujung pada herniasi batangotak  Hipovelemia yang tidak

terkoreksi, yang ditambah blokade simpatis olehepidural dapat menyebabkan

kolapsnya sirkulasi. Anatomis Ruang epidural adalah bagian dari kanalis

vertebralis yang tidak terisi oleh durameter danisinya. Ruang epidural merupakan

ruang potensial yang terletak di antara dura dan periosteumyang membatasi bagian

dalam kanalis vertebralis, terbentang dari foramen magnum ke sacralhiatus.

Cabang-cabang saraf anterior dan posterior dari medulla spinalis menyeberangi

ruang iniuntuk bergabung di foramen intervertebralis untuk membentuk saraf-saraf

segmentalis. Batasanterior ruang epidural terdiri atas ligamentum longitudinalis

posterior yang membungkus korpusvertebrae dan diskus intervertrebalis. Batas

Page 15: LAPORAN KASUSHernia Inguinalis Medialis Dextra Inkarserata

lateral oleh periosteum pedikel vertebra dan foramenintervertebralis. Di posterior,

dibatasi oleh periosteum dari permukaan anterior lamina danprosesus artikularis

berserta ligamentum-ligamentum penghubungnya, periosteum dari cabangspina,

dan ruang interlamina yang diisi oleh ligamentum flavum. Ruang epidural berisi

pleksusvena dan jaringan lemak yang berhubungan dengan lemak di ruang

paravertebra. Persiapan Setiap epidural yang ingin dikerjakan tidak boleh

dilupakan tentang manajemen jalannapas dan resusitasi. Fasilitas untuk monitor

tekanan darah dan nadi juga harus tersedia.Diharuskan mendapat informed consent

dari pasien, setelah sebelumnya pasien dijelaskantentang risiko dan komplikasi

yang mungkin terjadi. Pemeriksaan pra-bedah harus dilakukanlengkap seperti pada

anesthesia umum. Perhatikan khusus pada status kardiovaskular pasien,karena lesi

vascular dapat menyulitkan dalam meningkatkan cardiac output sebagai

responterhadap vasodilatasi akibat blockade simpatis. Punggung juga harus

diperiksa. Pemeriksaanlaboratorium tentang status koagulasi pasien penting.

Perlengkapan Set epidural modern steril dan disposable. Obat-obatan juga harus

steril dan baru. Jarumepidural yang digunakan biasanya 16-18G, panjang 8cm

dengan garis penanda berjarak 1cm,dan ujung melengkung 15- 30’. Yang lebih

sering digunakan adalah jarum Touhy dan Huber. Teknik Anestesia Epidural

Anestesia epidural memerlukan teknik tinggi untuk menghindari

terjadinyakomplikasiyang serius, and harus selalu dikerjakan oleh dokter anestesi

Page 16: LAPORAN KASUSHernia Inguinalis Medialis Dextra Inkarserata

yang terlatih,menggunakan teknikaseptik yang ketat untuk mengurangi risiko

infeksi. 1.Posisi Pasien Pasien dalam posisi duduk atau posisi lateral (berbaring

miring). Pasienyang dudukkemudian diminta untuk membungkukkan tubuh untuk

meningkatkan kurvatura tulang belakang.Pasien yang berbaring juga diminta untuk

menekuk lutut hingga menyentuh dagu untuk alasanyang sama. 2.Lokasi Insersi

Dokter anestesi mempalpasi punggung pasien dan mengidentifikasi celah(gap)

anatomisantara prosesus spinosus vertebra. Level pada spina di mana kateter paling

baik ditempatkanbergantung pada lokasi dan tipe dari operasi yang akan dilakukan,

serta lokasi anatomis asalnyeri. Krista iliaka biasanya digunakan sebagai

panduan untuk mencapai vertebra L4, di manaterletak tepat di bawah

berakhirnya medula spinalis. Karena persarafan dada dan abdomenberjalan

di bawah iga, dokter anestesi dapat mempalpasi sepanjang iga yang

bersangkutanuntuk menentukan lokasi penempatan kateter.Biasanya, dokter

menempatkan kateter pada daerah mid-lumbar, atau bagian

punggungbawah, meskipun kadang-kadang kateter ditempatkan di

daerahthoraks (dada) atau servikal (leher). Pada pasien dewasa, medula

spinalis berakhir di level diskus antara L1 dan L2 (padaneonates sampai L3

tapi kadang bisamencapai L4), di mana kemudian terdapat struktur berkas-

berkas saraf yang disebut kauda ekuina. Karena itu, epidural lumbal relatif

aman dari risikotrauma medula spinalis 3.Menemukan Ruang Epidural Kulit

Page 17: LAPORAN KASUSHernia Inguinalis Medialis Dextra Inkarserata

diinfiltrasi dengan zat anestetik lokal seperti lidokain di lokasi

yangsudahdiidentifikasi. Fokus insersi biasanya di garis tengah (median),

meskipun pendekatan lain, sepertipendekatan paramedian kadang juga

digunakan,khususnya pada pasien-pasien usia tua.Padapendekatan paramedian,

ujung jarum ditusukkan 1-2 cm lateral darimidline, mengikuti arah lamina hingga

mencapai ligamentum flavum dan ruangepidural. “Menjalankan†ujung jarum�

pada lamina ini membuat dokter lebih percaya diri bahwa mereka benar telah dekat

dengan ruangepidural. Hal inikhususnya sangat penting pada daerah thoraks, di

mana medula spinalisnyalebih besar (dibandingkan lumbal), dan risiko tertusuknya

dura serta trauma medulaspinalis lebihbesar. Ada banyak teknik yang digunakan

untuk mencapai ruang epidural. Tetapi yang palingpopuler ialah teknik hilangnya

resistensi dan teknik tetes tergantung. Teknik Hilangnya Resistensi (Loss of

Resistance) Teknik ini menggunakan semprit kaca atau semprit plastik rendah

resistensi yang diisioleh udara atau NaCl sebanyak ± 3 ml. Setelah diberikan

anestetik lokal pada tempat suntikan, jarum epidural ditusukkan sedalam 1-2 cm.

Kemudian udara/ NaCl disuntikkan perlahan-lahansecaraterputus-putus

(intermiten) sambil mendorong jarum epidural sampai terasa menembus jaringan

keras (ligamentum flavum) yang disusul oleh hilangnya resistensi. Ada ciri khas

khusus ketika ujung jarum telah masuk ke ruang epidural. Sensasi “pop†atau�

“klik†dapat dirasakan ketika ujung jarum menembus ligamentum flavum tepat�

Page 18: LAPORAN KASUSHernia Inguinalis Medialis Dextra Inkarserata

sebelum masuk ke ruang epidural.Setelah yakin ujung jarum berada dalam ruang

epidural, dilakukan uji dosis (test dose). Teknik Tetes Tergantung (Hanging Drop)

Pada teknik ini hanya menggunakan jarum epidural yang diisi NaCl sampai terlihat

adatetes NaCl yang menggantung. Dengan mendorong jarum epidural perlahan-

lahan secara lembutsampai terasa membus jaringan keras yang kemudian disusul

oleh tersedotnya tetes NaCl keruang epidural. Setelah yakin ujung jarum berada

dalam ruang epidural, dilakukan uji dosis. 4.Uji Dosis Uji dosis anestetik lokal

untuk epidural dosis tunggal dilakukan setelahujung jarumdiyakini berada dalam

ruang epidural dan untuk dosis berulang(kontinu) melalui kateter.Masukkan

anestetik lokal 3 ml yang sudah bercampur adrenalin 1 : 200,000.  Jika tidak

ada efek setelah beberapa menit, kemungkinan besar letak jarum atau kateter benar

 Jika terjadi blokade spinal, menunjukkan obat masuk ke ruangsubarachnoid

karenaterlalu dalam  Jika terjadi peningkatan laju nadi sampai 20-30%,

kemungkinan obatmasuk venaepidural. 5.Penempatan Kateter Setelah ujung jarum

masuk di ruang epidural, kateter dimasukkan lewat jarum tersebut.Jarum kemudian

dicabut. Biasanya, kateter kemudian ditarik sedikit sampai tersisa 4-6 cm didalam

ruang epidural. Kateter tersebut memiliki tanda kedalaman, sehingga kedalaman

kateter di ruang epidural dapat diukur.Kateter biasanya difiksasi pada kulit dengan

plester atau kasasupaya tidak tertekuk. 6.Cara Penyuntikan Setelah diyakini posisi

jarum atau kateter benar, suntikkan anestetik local secarabertahap setiap 3-5 menit

Page 19: LAPORAN KASUSHernia Inguinalis Medialis Dextra Inkarserata

sebanyak 3-5 ml sampai tercapai dosis total.Suntikan yang terlalucepat

menyebabkan tekanan dalam ruang epidural mendadak tinggi, sehingga

menimbulkanpeninggian tekanan intrakranial, nyeri kepala, dan gangguan sirkulasi

pembuluh darah epidural. 7.Uji Keberhasilan Epidural Anestesi epidural yang

benar menghasikan 3 efek utama :1.Hilangnya fungsi sistem saraf simpatis yang

mengontrol tekanan darah,diketahui dariperubahan suhu.2.Hilangnya modalitas

sensorik lainnya (termasuk sentuhan, dan propriosepsi),dengan ujitusuk jarum

(pin-prick)3.Hilangnya kekuatan otot (motorik), dinilai dari skala Bromage. Faktor

Yang Berpengaruh Pada Anestesia Epidural1.Lokasi Injeksi Pada injeksi lumbal,

analgesia akan menyebar ke kaudal dan kranial denganDelay pada segmen L5 dan

S1 karena ukuran cabang saraf yang besar.Pada injeksi torakal, analgesia menyebar

merata dari lokasi injeksi. Thoraks bagian atasdan servikal bawah resistan terhadap

blok tersebut karena ukurancabang sarafnya yang besar.Ukuran ruang epidural

pada daerah torakal lebihkecil sehingga volume anestesi yang diperlukantidak

terlalu besar. 2.Dosis Dosis yang dibutuhkan untuk analgesia atau anestesia

ditentukan oleh beberapa faktor,tetapi pada umumnya dibutuhkan dosis 1-2

mL/segmen.Penyebaran lokal anestesia di dalamruang epidural bervariasi

tergantung dari ukuran ruang epidural, dan terkadang obat tersebutmengalir keluar

ke ruang paravertebra.Efek dari epidural bekerja di bawah level spesifik yang

menjadi lokasiinjeksi obat (sesuaidermatom). Level yang dikehendaki biasanya 3-4

Page 20: LAPORAN KASUSHernia Inguinalis Medialis Dextra Inkarserata

dermatomlebih tinggi dari fokus insersi.Intensitas dari blok saraf ditentukan dari

konsentrasi obat anestetik local yang digunakan.Sedangkan volume obat

menentukan tingkat penyebaran obat(level mana). Sebagai contoh, 15ml 0.1%

bupivakain dapat memberikan efek analgesia yang baik bagi wanita yang

sedangmelahirkan, tetapi tidak mencukupi untuk tindak bedah. Sebaliknya, 15 ml

0.5% bupivakain dapatmemberikan blok yang cukup untuk pembedahan. Karena

volume yang digunakan pada keduakasusadalah sama, penyebaran obat, dan tinggi

level yang terkena efek, adalah sama.Penting diingat bahwa serabut saraf simpatik

memiliki diameter yang terekcil dan sangatmudah diblok, bahkan dengan

konsentrasi rendah. Derajat blokade simpatis berhubungandengan jumlah segmen

yang diblok. Dengan kateter epidural, dapat diatur dosis obatnyasehingga blok

simpatis yang berlebihan dapat dihindari.Kebutuhan untuk mengulangi(topping up)

dosis obat bergantung pada durasi aksi obattersebut. Dosis ulangan harus diberikan

sebelum efek blok menghilang di mana pasien dapatmerasakan nyeri. Konsep yang

digunakan adalah “regresi dua segmenâ€, yaitu rentang waktu sejakinjeksi dosis�

pertamaobat hingga timbul regresi maksimum sensorik 2 segmen. Jika hal ini

telahterjadi,1.5x dosis awal harus diinjeksikan untuk menjaga blok. Waktu regresi

2 segmen lignokainialah 90-150 menit, dan bupivakain ialah 200-260 menit.

Page 21: LAPORAN KASUSHernia Inguinalis Medialis Dextra Inkarserata

Manajemen Preoperatif Anastesi Spinal padaHerniotomi Et Causa

Hernia InguinalisLateralis Sinistra Repponibel Dibuat oleh: Mega

Prawithasari,Modifikasi terakhir pada Mon 06 of Sep, 2010 [04:06

UTC]ABSTRAK

Anestesi spinal (subaraknoid) adalah anestesi regional dengan tindakan

penyuntikan obatanestetik lokal ke dalam ruang subaraknoid. Anestesi spinal/

subaraknoid juga disebut sebagaianalgesi/blok spinal intradural atau blok

intratekal. Hal ±hal yang mempengaruhi anestesi spinalialah jenis obat, dosis

obat yang digunakan, efek vasokonstriksi, berat jenis obat, posisi tubuh,tekanan

intraabdomen, lengkung tulang belakang, operasi tulang belakang, usia pasien,

obesitas,kehamilan, dan penyebaran obat. Di dalam cairan serebrospinal, hidrolisis

anestetik lokal berlangsung lambat. Sebagian besar anestetik lokal meninggalkan

ruang subaraknoid melaluialiran darah vena sedangkan sebagian kecil melalui

aliran getah bening. Lamanya anestesitergantung dari kecepatan obat

meninggalkan cairan serebrospinal. Pada kasus ini dilakukananastesi spinal

subarachnoid karena dilakukan pembedahan pada abdomen pada bagian

bawahsesuai dengan indikasi anastesi spinal.Keywords:Anastesi spinal,

subarachnoid, hernia Inguinalis lateralis repponibelKASUSSeorang laki-laki

berusia 70 tahun datang ke RSUD dengan keluhan pada scrotum sebelah

Page 22: LAPORAN KASUSHernia Inguinalis Medialis Dextra Inkarserata

kirimembesar hilang timbul, pasien mengaku tidak merasa nyeri, pasien mengaku

scrotum sebelahkiri tampak membesar terutama bila pasien mengangkat barang

yang berat, maupun saat pasienmengejan, keluhan dirasakan muncul sejak 2 tahun

yang lalu. BAB tak ada gangguan, flatusnormal, tidak mual, tidak muntah, dan

tidak ada keluhan BAK. Riwayat hipertensi, jantung,diabetes mellitus, asma

maupun alergi disangkal. Riwayat merokok ada. Riwayat anastesisebelumnya

disangkal. Riwayat penyakit keluarga : Riwayat hipertensi, jantung,

diabetesmellitus, asma maupun alergi disangkal. Pada pemeriksaan fisik

didapatkan: keadaan umumcompos mentis, TD 140/90 mmHg, Rr 20 x/menit, N

72 x/menit, T 36,8 oC, hasil laboratoriumdalam batas normal. Pada status lokalis:

testis teraba 2 buah, tampak benjolan di daerahinguinalis sinistra,yang bisa

dimasukkan kembali, nyeri tekan tidak ada, finger test ada terabatekanan ketika

pasien diminta untuk mengejan,uji transluminasi tidak ada. Dokter

merencanakanuntuk dilakukan herniotomi.DIAGNOSIS Diagnosis pasien adalah

Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan penunjang maka:Diagnosa pre-

operasi : Hernia Inguinalis Lateralis Sn Repponibel; Status operasi : ASA

I .TERAPIPenatalaksanaan anastesi pada pasien antara lain: Premedikasi berupa

injeksi ondancentron HCL4 mg intravena dan injeksi ketorolac 30 mg intravena.

Dilanjutkan loading cairan (infus) RL 500ml. Dilakukan regional anastesi berupa

anastesi spinal dengan teknik subarachnoid block atauSAB, dengan menggunakan

Page 23: LAPORAN KASUSHernia Inguinalis Medialis Dextra Inkarserata

jarum spinal ukuran 27 antara lumbal 4-5 disuntikan bupivacain 20mg ditambah

dengan clonidine hydrochloride 150 mcg. Selama operasi berlangsung

diberikanmidazolam 3 mg intravena dan untuk mempertahankan oksigenasi pasien

diberikan O2 3liter/menit. Operasi selesai dalam waktu 1 jam, perdarahan dalam

operasi kira-kira 70cc. Bila pasien tenang dan stabil dengan Bromage score  3

maka dapat dipindah ke bangsal.DISKUSIPada kasus ini pasien seorang laki-laki

berusia 70 tahun dengan diagnosis Hernia Inguinalislateralis sinistra repponibeldan

akan dilakukan herniotomi. Jenis anastesi yang digunakan adalahregional anastesi-

anastesi spinal dengan teknik subarachnoid block yaitu anastesi pada

ruangsubarachnoid kanalis spinalis regio antara vertebra lumbal 4-5. Pemilihan

teknik anastesi berdasarkan pada faktor-faktor seperti usia, status fisik, jenis dan

lokasi operasi, ketrampilan ahli bedah, ketrampilan ahli anastesi dan

pendidikan.Anestesi spinal (subaraknoid) adalah anestesi regional dengan tindakan

penyuntikan obatanestetik lokal ke dalam ruang subaraknoid. Anestesi spinal/

subaraknoid juga disebut sebagaianalgesi/blok spinal intradural atau blok

intratekal. Dengan indikasi pada pasien yaitu akandilakukannya pembedahan pada

daerah anogenital dimana indikasi untuk anastasi spinal antaralain : bedah

ekstremitas bawah, bedah panggul, tindakan sekitar rektum-perineum,

bedahobstetri-ginekologi, bedah urologi, bedah abdomen bawah, dan pada bedah

abdomen atas dan bedah pediatri yang dikombinasikan dengan anastesia umum

Page 24: LAPORAN KASUSHernia Inguinalis Medialis Dextra Inkarserata

ringan. Premedikasi yangdigunakan pada kasus ini adalah ondancentron HCL 4mg

dan ketorolac 30 mg. Ondancentronadalah suatu antagonis 5-HT3, diberikan

dengan tujuan mencegah mual dan muntah pascaoperasi agar tidak terjadi aspirasi

dan rasa tidak nyaman. Dosis Ondancentron anjuran yaitu 0,05-0,1 mg/KgBB.

Pemberian ketorolac sebagai analgetik digunakan untuk mengurangi nyeri,dengan

cara menghambat sintesis prostaglandin di perifer tanpa mengganggu reseptor

opioid diSSP. Dosis awal pemberian adalah 10-30 mg, dapat diulang setiap 4-6

jam, untuk pasien normaldibatasi maksimal 90 mg; untuk manula, pasien dengan

BB <50 kg atau faal ginjal dibatasimaksimal 60 mg. Induksi anastesi pada kasus

ini adalah dengan menggunakan anastesi lokalyaitu bupivacain 20 mg ditambah

dengan clonidine hydrochloride 150 mcg. Bupivacainmerupakan obat anastesi

lokal yang mekanismenya adalah mencegah terjadinya depolarisasi pada membran

sel saraf pada tempat suntikan obat tersebut, sehingga membran akson tidak dapat

bereaksi dengan asetil kolin sehingga membran tetap semipermeabel dan tidak

terjadi perubahan potensial. Hal ini menyebabkan aliran impuls yang melewati

saraf tersebut berhenti sehinggasegala macam rangsang atau sensasi tidak sampai

ke sistem saraf pusat. Hal ini menimbulkan parestesia, sampai analgesia, paresis

sampai paralisis dan vasodilatasi pembuluh darah padadaerah yang terblock.

Bupivacain berikatan dengan natrium channel sehingga mencegahdepolarisasi.

Dosis 1-2 mg/KgBB. Potensi 3-4x dari lidokain dan lama kerja 1-2x lidokain.

Page 25: LAPORAN KASUSHernia Inguinalis Medialis Dextra Inkarserata

Sifathambatan sensoris lebih dominan dibanding motoriknya. Penambahan

clonidine pada kasus inidimaksudkan untuk memperpanjang durasi dari anastesi

spinal. Pemilihan obat anastesi lokaldisesuaikan dengan lama dan jenis operasi

yang dilakukan Selama operasi pasien diberimidazolam 3 mg secara intravena, hal

ini dimaksudkan untuk menghilangkan kecemasan selamaoperasi berlangsung,

midazolam merupakan derivat dari benzodiazepin yang mempunyai khasiatsedasi

dan anticemas yang bekerja pada sistem limbik. Pemberian O2 3 liter/menit adalah

untuk menjaga oksigenasi pasien. Pada kasus ini tekanan darah pasien relatif stabil

walaupun memangmengalami penurunan dibanding tekanan darah saat pasien

masuk. Sehingga saat operasi berlangsung tidak diperlukan pemberian efedrin 10

mg intravena untuk membantu menaikkantekanan darah pasien. Efedrin

merupakan vasopressor yang bekerja menstimuli reseptor alfa dan beta berakibat

pada peningkatan denyut jantung, tekanan darah dan mempunyai efek relaksasiotot

polos bronkhus serta saluran cerna serta dilatasi pupil, dosis pemberian 5-10 mg

dapatdiulang setelah 10 menit. Pengelolaan cairan: Jam I, Maintenance cairan

2cc/KgBB/jam: 50 Kgx 2cc = 100 cc. Puasa 6 jam tidak dihitung karena sejak

puasa sudah terpasang RL. Stress operasi: 4 cc/KgBB/jam: 50 Kg x 4cc = 200 cc.

Jadi kebutuhan cairan jam I : 100cc + 200cc =300cc/jam Setelah dilakukan operasi

diketahui jumlah perdarahan pada ksus ini adalah 70cc.EBV: 50 Kg x 75cc =

3750cc. EBV%: 70cc/3750cc x 100% = 1,87%. Karena perdarahan yangkeluar

Page 26: LAPORAN KASUSHernia Inguinalis Medialis Dextra Inkarserata

pada kasus ini < 20% EBV maka tidak diperlukan adanya transfusi darah.

Kebutuhancairan dibangsal Maintenance 2cc/KgBB/jam : 50Kg x 2cc =

100cc/jam. Sehingga jumlahtetesan yang dibutuhkan jika menggunakan infus 1cc

î€ 15 tetes. Maka, 100cc/60 x 15tetes = 25tetes/menit. Pasien pindah ke ruang�

recovery dan dilakukan pemantauan keadaan umum, tekanandarah, respirasi dan

nadi. Bila pasien tenang dan stabil dengan bromage score  3 maka pasiendapat

dipindahkan ke bangsal , bromage score dipakai dalam penanganan pasien post op

denganregional anastesi.DAFTAR PUSTAKA1. Latief, said. 2001. Petunjuk

Praktis Anestesiologi. Jakarta: FKUI2. Sari, Irma P. S. 2009. Anestetika Lokal.

http://www.scribd.com/doc/19566098/. Diakses 5MeI 20103. Rochmawati, Anis.

2009. Makalah Tugas

Farmakologi.http://www.scribd.com/doc/30705426/29772928-Makalah-Tugas-

Farmakologi-i#source:facebook. Diakses 21 juli 20104. Marwoto. 2000.

Perbandingan Mula dan Lama Kerja Antara Lidokain- Buvivakain danBuvivakain

pada Block Epidural.http://www.mediamedika.net/archives/105. Diakses 21

juli2010 5. Mutschler,E.1991.Dinamika Obat edisiV.Bandung:ITBPENULIS Mega

Prawithasari Lubis, Bagian Anastesi, RSUD Setjonegoro, Kab.Wonosobo, Jawa

TengahIdentitas Nama : WMJenis kelamin : PerempuanUmur : 15 tahunAlamat :

Maasing, kec. Tuminting, kota Manado SULUTAgama : Kristen

ProtestanPekerjaan : SiswaMRS : 21 Oktober 2008Keluhan utama :Benjolan pada

Page 27: LAPORAN KASUSHernia Inguinalis Medialis Dextra Inkarserata

leher sebelah kiriRiwayat penyakit sekarang :Benjolan pada leher sebelah kiri

dialami pendrita sejak kira-kira 3 tahun yang lalu.Awalnya benjolan berukuran

kecil, namun lama-kelamaan membesar samapai seukuran kira-kirasebesar bola

kelereng.Benjolan tidak nyeri, tidak mengganggu waktu bernafas ataupun

menelan.Suara penderita tidak terganggu.Riwayat jantung berdebar, mata melotot,

susah tidur, sensitif terhadap suhu dingin, berkeringat banyak, nafsu makan

menurun, panurunan berat badan disangkal penderita.BAB/BAK biasa.Riwayat

penyakit dahulu :Riwayat penyakit jantung, darah tinggi, dan penyakit gula

disangkal oleh penderita.Riwayat penyakit keluarga :Hanya penderita yang sakit

seperti ini dalam keluarga.Riwayat keadaan sosial :Anak I dari 2

bersaudara.Pemeriksaan Fisik :Tanda vital : TD : 110/70 mmHgRespirasi : 22 x/m

Nadi : 76 x/mSuhu rektal : 36,8º CKepala (THT, mata dan mulut):Inspeksi :

conjungtiva anemis (-), scelera ikterik (-), eksoftalmus (-)Palpasi : T.A.K

Leher :Inspeksi : ® colli anterior sinistra :Tampak massa ukuran diameter 3 cm,

warna sama dengan sekitar, konsistensi kenyal, mobil,

Manajemen Preoperatif Anastesi Spinal pada Herniotomi Et Causa

Hernia Inguinalis Lateralis Sinistra Repponibel ABSTRAK Anestesi

Page 28: LAPORAN KASUSHernia Inguinalis Medialis Dextra Inkarserata

spinal (subaraknoid) adalah anestesi regional dengan tindakan penyuntikan obat

anestetik lokal ke dalam ruang subaraknoid.

Anestesi spinal/ subaraknoid juga disebut sebagai analgesi/blok spinal intradural

atau blok intratekal. Hal –hal yang mempengaruhi anestesi spinal ialah jenis

obat, dosis obat yang digunakan, efek vasokonstriksi, berat jenis obat, posisi tubuh,

tekanan intraabdomen, lengkung tulang belakang, operasi tulang belakang, usia

pasien, obesitas, kehamilan, dan penyebaran obat. Di dalam cairan serebrospinal,

hidrolisis anestetik lokal berlangsung lambat. Sebagian besar anestetik lokal

meninggalkan ruang subaraknoid melalui aliran darah vena sedangkan sebagian

kecil melalui aliran getah bening. Lamanya anestesi tergantung dari kecepatan obat

meninggalkan cairan serebrospinal. Pada kasus ini dilakukan anastesi spinal

subarachnoid karena dilakukan pembedahan pada abdomen pada bagian bawah

sesuai dengan indikasi anastesi spinal. Keywords: Anastesi spinal, subarachnoid,

hernia Inguinalis lateralis repponibel KASUS Seorang laki-laki berusia 70 tahun

datang ke RSUD dengan keluhan pada scrotum sebelah kiri membesar hilang

timbul, pasien mengaku tidak merasa nyeri, pasien mengaku scrotum sebelah kiri

tampak membesar terutama bila pasien mengangkat barang yang berat, maupun

saat pasien mengejan, keluhan dirasakan muncul sejak 2 tahun yang lalu. BAB tak

ada gangguan, flatus normal, tidak mual, tidak muntah, dan tidak ada keluhan

BAK. Riwayat hipertensi, jantung, diabetes mellitus, asma maupun alergi

Page 29: LAPORAN KASUSHernia Inguinalis Medialis Dextra Inkarserata

disangkal. Riwayat merokok ada. Riwayat anastesi sebelumnya disangkal. Riwayat

penyakit keluarga : Riwayat hipertensi, jantung, diabetes mellitus, asma maupun

alergi disangkal. Pada pemeriksaan fisik didapatkan: keadaan umum compos

mentis, TD 140/90 mmHg, Rr 20 x/menit, N 72 x/menit, T 36,8 oC, hasil

laboratorium dalam batas normal. Pada status lokalis: testis teraba 2 buah, tampak

benjolan di daerah inguinalis sinistra,yang bisa dimasukkan kembali, nyeri tekan

tidak ada, finger test ada teraba tekanan ketika pasien diminta untuk mengejan,uji

transluminasi tidak ada. Dokter merencanakan untuk dilakukan herniotomi.

DIAGNOSIS Diagnosis pasien adalah Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik

dan penunjang maka: Diagnosa pre-operasi : Hernia Inguinalis Lateralis Sn

Repponibel; Status operasi : ASA I . TERAPI Penatalaksanaan anastesi pada

pasien antara lain: Premedikasi berupa injeksi ondancentron HCL 4 mg intravena

dan injeksi ketorolac 30 mg intravena. Dilanjutkan loading cairan (infus) RL 500

ml. Dilakukan regional anastesi berupa anastesi spinal dengan teknik subarachnoid

block atau SAB, dengan menggunakan jarum spinal ukuran 27 antara lumbal 4-5

disuntikan bupivacain 20 mg ditambah dengan clonidine hydrochloride 150 mcg.

Selama operasi berlangsung diberikan midazolam 3 mg intravena dan untuk

mempertahankan oksigenasi pasien diberikan O2 3 liter/menit. Operasi selesai

dalam waktu 1 jam, perdarahan dalam operasi kira-kira 70cc. Bila pasien tenang

dan stabil dengan Bromage score ≥ 3 maka dapat dipindah ke bangsal.

Page 30: LAPORAN KASUSHernia Inguinalis Medialis Dextra Inkarserata

DISKUSI Pada kasus ini pasien seorang laki-laki berusia 70 tahun dengan

diagnosis Hernia Inguinalis lateralis sinistra repponibeldan akan dilakukan

herniotomi. Jenis anastesi yang digunakan adalah regional anastesi-anastesi spinal

dengan teknik subarachnoid block yaitu anastesi pada ruang subarachnoid kanalis

spinalis regio antara vertebra lumbal 4-5. Pemilihan teknik anastesi berdasarkan

pada faktor-faktor seperti usia, status fisik, jenis dan lokasi operasi, ketrampilan

ahli bedah, ketrampilan ahli anastesi dan pendidikan. Anestesi spinal (subaraknoid)

adalah anestesi regional dengan tindakan penyuntikan obat anestetik lokal ke

dalam ruang subaraknoid. Anestesi spinal/ subaraknoid juga disebut sebagai

analgesi/blok spinal intradural atau blok intratekal. Dengan indikasi pada pasien

yaitu akan dilakukannya pembedahan pada daerah anogenital dimana indikasi

untuk anastasi spinal antara lain : bedah ekstremitas bawah, bedah panggul,

tindakan sekitar rektum-perineum, bedah obstetri-ginekologi, bedah urologi, bedah

abdomen bawah, dan pada bedah abdomen atas dan bedah pediatri yang

dikombinasikan dengan anastesia umum ringan. Premedikasi yang digunakan pada

kasus ini adalah ondancentron HCL 4mg dan ketorolac 30 mg. Ondancentron

adalah suatu antagonis 5-HT3, diberikan dengan tujuan mencegah mual dan

muntah pasca operasi agar tidak terjadi aspirasi dan rasa tidak nyaman. Dosis

Ondancentron anjuran yaitu 0,05-0,1 mg/KgBB. Pemberian ketorolac sebagai

analgetik digunakan untuk mengurangi nyeri, dengan cara menghambat sintesis

Page 31: LAPORAN KASUSHernia Inguinalis Medialis Dextra Inkarserata

prostaglandin di perifer tanpa mengganggu reseptor opioid di SSP. Dosis awal

pemberian adalah 10-30 mg, dapat diulang setiap 4-6 jam, untuk pasien normal

dibatasi maksimal 90 mg; untuk manula, pasien dengan BB <50 kg atau faal ginjal

dibatasi maksimal 60 mg. Induksi anastesi pada kasus ini adalah dengan

menggunakan anastesi lokal yaitu bupivacain 20 mg ditambah dengan clonidine

hydrochloride 150 mcg. Bupivacain merupakan obat anastesi lokal yang

mekanismenya adalah mencegah terjadinya depolarisasi pada membran sel

saraf pada tempat suntikan obat tersebut, sehingga membran akson tidak

dapat bereaksi dengan asetil kolin sehingga membran tetap semipermeabel

dan tidak terjadi perubahan potensial. Hal ini menyebabkan aliran impuls

yang melewati saraf tersebut berhenti sehingga segala macam rangsang atau

sensasi tidak sampai ke sistem saraf pusat. Hal ini menimbulkan parestesia,

sampai analgesia, paresis sampai paralisis dan vasodilatasi pembuluh darah

pada daerah yang terblock. Bupivacain berikatan dengan natrium channel

sehingga mencegah depolarisasi. Dosis 1-2 mg/KgBB. Potensi 3-4x dari

lidokain dan lama kerja 1-2x lidokain. Sifat hambatan sensoris lebih dominan

dibanding motoriknya. Penambahan clonidine pada kasus ini dimaksudkan

untuk memperpanjang durasi dari anastesi spinal. Pemilihan obat anastesi lokal

disesuaikan dengan lama dan jenis operasi yang dilakukan Selama operasi pasien

diberi midazolam 3 mg secara intravena, hal ini dimaksudkan untuk

Page 32: LAPORAN KASUSHernia Inguinalis Medialis Dextra Inkarserata

menghilangkan kecemasan selama operasi berlangsung, midazolam merupakan

derivat dari benzodiazepin yang mempunyai khasiat sedasi dan anticemas yang

bekerja pada sistem limbik. Pemberian O2 3 liter/menit adalah untuk menjaga

oksigenasi pasien. Pada kasus ini tekanan darah pasien relatif stabil walaupun

memang mengalami penurunan dibanding tekanan darah saat pasien masuk.

Sehingga saat operasi berlangsung tidak diperlukan pemberian efedrin 10 mg

intravena untuk membantu menaikkan tekanan darah pasien. Efedrin merupakan

vasopressor yang bekerja menstimuli reseptor alfa dan beta berakibat pada

peningkatan denyut jantung, tekanan darah dan mempunyai efek relaksasi otot

polos bronkhus serta saluran cerna serta dilatasi pupil, dosis pemberian 5-10 mg

dapat diulang setelah 10 menit. Pengelolaan cairan: Jam I, Maintenance cairan

2cc/KgBB/jam: 50 Kg x 2cc = 100 cc.

Puasa 6 jam tidak dihitung karena sejak puasa sudah terpasang RL. Stress operasi :

4 cc/KgBB/jam: 50 Kg x 4cc = 200 cc. Jadi kebutuhan cairan jam I : 100cc +

200cc = 300cc/jam Setelah dilakukan operasi diketahui jumlah perdarahan pada

ksus ini adalah 70cc. EBV: 50 Kg x 75cc = 3750cc. EBV%: 70cc/3750cc x 100%

= 1,87%. Karena perdarahan yang keluar pada kasus ini < 20% EBV maka tidak

diperlukan adanya transfusi darah. Kebutuhan cairan dibangsal Maintenance

2cc/KgBB/jam : 50Kg x 2cc = 100cc/jam. Sehingga jumlah tetesan yang

dibutuhkan jika menggunakan infus 1cc ∞ 15 tetes. Maka, 100cc/60 x 15tetes =

Page 33: LAPORAN KASUSHernia Inguinalis Medialis Dextra Inkarserata

25 tetes/menit. Pasien pindah ke ruang recovery dan dilakukan pemantauan

keadaan umum, tekanan darah, respirasi dan nadi. Bila pasien tenang dan stabil

dengan bromage score ≥ 3 maka pasien dapat dipindahkan ke bangsal ,

bromage score dipakai dalam penanganan pasien post op dengan regional anastesi.

PRESENTASI KASUS Penatalaksanaan Anestesi Spinal Pada Hernioraphy BAB

ILAPORAN KASUS A.IDENTITAS Nama: Sdr. Sulaiman No CM: 818734Umur:

21 TahunJenis kelamin: Laki-LakiBB: 52Agama: IslamAlamat: Tonjong RT 3/RW

3Tanggal masuk: 5 Oktober 2010 B.ANAMNESIS Riwayat penyakit 1. Keluhan

utama: Benjolan di selangkangan kanan2. Keluhan tambahan: -3. Riwayat penyakit

sekarang: Pasien datang ke IGD RSMS tanggal 3 OKtober 2010dengan keluhan

terdapat benjolan pada selangkangan kanan. Benjolan ini tidak balik lagidalam 6

bulan yang lalu. Pasien mengeluhkan sedikit nyeri apabila melakukan posisi

jongkok saat buang air besar, buang air kecil lancar. Tidak ada gangguan lain

yangmenyangkut keluhan pasien.4. Riwayat penyakit dahulu − Riwayat penyakit

jantung disangkal − Riwayat penyakit asma disangkal − Riwayat penyakit alergi

obat disangkal − Riwayat penyakit diabetes melitus disangkal − Riwayat

penyakit hipertensi disangkal − Riwayat operasi dan pembiusan disangkal

C.PEMERIKSAAN FISIK 1.Status Generalis Keadaan umum: SedangKesadaran:

Compos Mentis; GCS: E 4 V 5 M 6 Vital sign: TD 120/70 mmhgNadi 92 x/menit

Page 34: LAPORAN KASUSHernia Inguinalis Medialis Dextra Inkarserata

reguler, isi dan tegangan cukupRR 28 x/menitSuhu 36, 8 ° CPrimary survey :A :

clear, MP IB : spontan, SD vesikuler Rbk -/-, Rbh -/-, Wh -/-, RR 28 x/menitC : N :

92 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup, TD : 120/70 mmHg, S1>S2 murmur

(-) gallop (-)D : GCS E4M6V5 2.Pemeriksaan kepala : Mesochepal, simetris,

tumor(-), tanda radang (-)., rambutwarna hitam, tersebar merata, dan tidak mudah

dicabutMata: Conjungtiva anemis -/-, Sklera ikterik -/-. RC +/+Pupil isokor, Ǿ

3mmTelinga: NCH ( - ), discharge ( - )Hidung: Discharge (-), epistaksis (-), deviasi

septum (-).Mulut: Sianosis ( - ), bibir kering (-),pembesaran tonsil (-),Mallampati I

3.Pemeriksaan leher : Simetris, tidak ada deviasi trakea, pembesaran KGB

(-)Tiroid: Tidak Ada Kelainan 4.Pemeriksaan dada Paru: SD.vesikuler , wheezing

-/- , rhonki -/-Jantung: S 1 >S 2 .reguler , murmur ( - ) , gallop ( - )Dinding dada:

simetris , destruksi ( - ) 5.Pemeriksaan abdomen Dinding perut: Supel, datar

Hepar/lien: Tidak terabaUsus: Bising usus ( + ) Normal 6.Pemeriksaan punggung

Columna vertebra: Tidak Ada KelainanGinjal: Tidak Ada Kelainan

D.PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan Laboratorium tanggal : Darah

lengkap Hb : 17,0 gr/dlLeukosit : 10730 / µ lHematokrit : 49 %Trombosit :

230000 / mm³PT: 13 dtk APTT : 32 dtk GDS : 121 uI/L E.KESIMPULAN

KONSUL ANESTESI - Status fisik ASA I- Acc. Anestesi F.LAPORAN

ANESTESI PASIEN a) Diagnosis pra-bedah: Hernia Inguinalis Lateralis dextra

acreta b) Diagnosis post-bedah: Hernia Inguinalis Lateralis dextra acretac) Jenis

Page 35: LAPORAN KASUSHernia Inguinalis Medialis Dextra Inkarserata

pembedahan: HernioraphyPersiapan Anestesi: Informed concentPuasa ± 8 jam

sebelum Operasi Jenis anestesi : Regional AnestesiPremedikasi anestesi :

Ondansentron 4 mgMedikasi : Bupivacain Spinal 20 mgFortanestKetalar

DexamethasonKetorolac 30 mgPemeliharaan anestesi : O 2 2,0 L/mntTeknik

anestesi : Spinal ; SAB L3 / L4 • Pasien dalam posisi duduk dan kepala

menunduk. • Desinfeksi di sekitar daerah tusukan yaitu di regioL3-L4. • Blok

dengan jarum spinal no.27 pada regio L3-L4. • LCS keluar (+) jernih. •

Barbotage (+).Respirasi : SpontanPosisi : SupineInfus durante operasi : RLStatus

fisik : ASA IInduksi mulai: 09.20 WIBOperasi mulai: 09.30 WIBOperasi Selesai:

10.30 WIBBerat Badan: 52 KgLama Operasi: 1 jamPasien puasa: 8 jamInput

durante operasi • RL ( Ringer Laktat )= III Plabot (± 1500 cc) Te kanan darah

dan frekuensi nadi :Pukul (WIB)Tekanan Darah (mmHg)Nadi

(kali/menit)09.20126/708809.30120/748509.45128/788510.00125/729010.15120/6

88210.30125/7883Monitoring Post Operatif (Ruang Pemulihan)Pukul

(WIB)Tekanan Darah (mmHg) Nadi (kali/menit)10.40119/828610.50125/8585

G.PENATALAKSANAAN PASCA PEMBEDAHAN Perawatan bangsalMasuk

Tanggal : 5 Oktober 2010Jam: 12.00 WIBAirway: Clear, MP IBreathing: Spontan,

SD vesikuler Rh -/- , Wh -/-Circulation: S1 > S2; Reguler, murmur ( - ), gallop

( - )Disability: GCS ; E 4 V 5 M 6 Instruksi post operasi → observasi : Selama 24

jam1.Monitoring Kesadaran, tanda vital, dan keseimbangan cairan2.Bed rest total

Page 36: LAPORAN KASUSHernia Inguinalis Medialis Dextra Inkarserata

24 jam post op dengan bantal tinggi. Boleh miring kanan kiri, tak bolehduduk

3.Ukur TD dan N tiap 15 menit selama 1 jam pertama. Bila TD < 90 beri efedrin

10 mg, bila N<60 beri SA 0,5 mg4.bila tidak ada mual muntah boleh minum

sedikit-sedikit dengan sendok 5.bila nyeri kepala hebat, konsul anestesi Prognosis :

Dubia ad Bonam H.PEMANTAUAN ANESTESI1.Preoperatif

PENATALAKSANAAN ANESTESI REGIONAL PADA

HERNIORAPHYATAS INDIKASIHERNIA INGUINALIS LATERALIS

(Sinistra) REPONIBILISDisusun olehINTANNUARY PARINGGAG

00060098Pembimbing :dr. H. Marthunus Judin, SpAnKEPANITERAAN KLINIK

ILMU ANESTESI DAN REANIMASISMF. ANESTESI / RSUD.

MOEWARDISURAKARTA2011 1 KATA PENGANTAR Puji dan syukur

penyusun panjatkan kepada Tuhan YME yang telahmemberikan rahmat-Nya,

sehingga penyusun dapat menyelesaikan presentasi kasusyang berjudul

â€Penatalaksanaan Anestesi Regional pada Hemoroidektomi atasindikasi hemoroid�

interna grade III†ini dengan baik.Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima�

kasih kepada :1.dr. H. Marthunus Judin, SpAn, selaku kepala bagian Anestesi FK

UNS / RSUD dr.Moewardi Surakarta dan pembimbing pada pembuatan presentasi

kasus ini. 2. Prof. Dr. dr. St. Mulyata, SpAn. KIC, selaku staf ahli anestesi.3.dr.

Soemartanto, SpAn. KIC, selaku staf ahli anestesi.. 4. dr. M.H. Sudjito, SpAn.,

Page 37: LAPORAN KASUSHernia Inguinalis Medialis Dextra Inkarserata

KNA selaku staf ahli anestesi5.dr. Purwoko, SpAn, selaku staf ahli anestesi.6.dr.

Sugeng Budi, SpAn, selaku staf ahli anestesi.7.Seluruh staf dan paramedis yang

bertugas di bagian anestesi RSUD dr. MoewardiSurakarta.8.Semua pihak yang

telah membantu selama penulisan laporan ini.Penyusun menyadari bahwa di dalam

presentasi kasus ini masih jauh darisempurna, karena keterbatasan pengetahuan

serta pengalaman, walaupun demikian penulis telah berusaha sebaik mungkin.

Maka dari itu kritik dan saran yangmembangun diharapkan guna penyusunan dan

kesempurnaannya.Surakarta, September 2011Penyusun2 BAB ITINJAUAN

PUSTAKAA.PERSIAPAN PRA ANESTESI Kunjungan pra anestesi pada pasien

yang akan menjalani operasi dan pembedahan baik elektif dan darurat mutlak harus

dilakukan untuk keberhasilantindakan tersebut. Adapun tujuan pra anestesi

adalah:1.Mempersiapkan mental dan fisik secara optimal. 2. Merencanakan dan

memilih teknik serta obat-obat anestesi yang sesuai denganfisik dan kehendak

pasien. 3. Menentukan status fisik dengan klasifikasi ASA (American

SocietyAnesthesiology): 1 a.ASA I: Pasien normal sehat, kelainan bedah

terlokalisir, tanpa kelainanfaali, biokimiawi, dan psikiatris. Angka mortalitas

2%. b. ASA II: Pasien dengan gangguan sistemik ringan sampai

dengansedang sebagai akibat kelainan bedah atau proses patofisiologis.

Angkamortalitas 16%.c.ASA III: Pasien dengan gangguan sistemik berat sehingga

aktivitasharian terbatas. Angka mortalitas 38%. d. ASA IV: Pasien dengan

Page 38: LAPORAN KASUSHernia Inguinalis Medialis Dextra Inkarserata

gangguan sistemik berat yang mengancam jiwa,tidak selalu sembuh dengan

operasi. Misal : insufisiensi fungsi organ,angina menetap. Angka mortalitas

68%.e.ASA V: Pasien dengan kemungkinan hidup kecil. Tindakan operasihampir

tak ada harapan. Tidak diharapkan hidup dalam 24 jam tanpaoperasi / dengan

operasi. Angka mortalitas 98%.Untuk operasi cito, ASA ditambah huruf E

(Emergency) tanda darurat . B.PREMEDIKASI ANESTESI Premedikasi anestesi

adalah pemberian obat sebelum anestesi. Adapuntujuan dari premedikasi antara

lain :1.Memberikan rasa nyaman bagi pasien, misal : diazepam.3 2.Menghilangkan

rasa khawatir, misal : diazepam3.Membuat amnesia, misal : diazepam,

midazolam4.Memberikan analgesia, misal pethidin 5. Mencegah muntah, misal:

droperidol, metoklopropamid 6. Memperlancar induksi, misal:

midazolam7.Mengurangi jumlah obat-obat anesthesia, misal pethidin 8. Menekan

reflek-reflek yang tidak diinginkan, misal: sulfas atropin.9.Mengurangi sekresi

kelenjar saluran nafas, misal : sulfas atropin danhoisin C.REGIONAL ANESTESI

( SPINAL ) DefinisiBlok spinal (subarakhnoid) adalah pemasukan suatu anestetika

lokal kedalam ruang subarakhnoid untuk menghasilkan blok. Spinal anestesi

mempunyai banyak keuntungan diantaranya :a.Tehnikya sederhana. b.Onsetnya

cepat.c.Risiko keracunan sistemik lebih kecil.d.Blok anestesi yang

baik.e.Perubahan fisiologi, pencegahan dan penanggulangannya telah

diketahuidengan baik.f.Pasien masih sadar sehingga mengurangi terjadinya

Page 39: LAPORAN KASUSHernia Inguinalis Medialis Dextra Inkarserata

aspirasi.2.Anatomi Punggung untuk spinal anestesiSecara anatomis dipilih

segemen L2 kebawah pada penusukan oleh karenaujung bawah daripada medula

spinalis setinggi L2 dan ruang intersegmentallumbal ini relatif lebih lebar dan lebih

datar dibandingkan dengan segmen – segmen lainnya. Lokasi interspace ini

dicari dengan menghubungkan cristailiaca kiri dan kanan. Maka titik pertemuan

dengan segmen lumbal merupakan processus spinosus L4 atau L4-5

interspace.3.Kontra indikasi spinal anestesia.Kontra indikasi absolut4 1)Pasien

menolak 2)Infeksi pada tempat suntikan3)Hipovolemia berat, syok 4)Koagulopati

atau mendapat terapi antikoagulan5)Tekanan intra kranial meninggi6)Fasilitas

resusitasi minim7)Kurang pengalaman / tanpa didampingi konsultan anestesi.

b.Kontra indikasi relatif 1)Infeksi sistemik ( sepsis, bakteriemi )2)Infeksi sekitar

suntikan3)Kelainan neurologis4)Kelainan psikis5)Bedah lama6)Penyakit

jantung7)Hipovolemia ringan8)Nyeri punggung kronis4.Persiapan Analgesi

SpinalPada dasarnya persiapan untuk analgesi spinal seperti persiapan padaanestesi

umum. Hal – hal yang perlu diperhatikan dibawah ini :a.Informed consent ( izin

dari pasien ). b.Pemeriksaan fisik.Tidak dijumpai kelainan spesifik seperti kelainan

tulang, punggung, danlain- lainnya.c.Pemeriksaan laboratorium, dianjurkan

pemeriksaan hemoglobin,haemotokrit, PT (prothrombin time) dan PTT (partial

thromboplastin time).5.Teknik Spinal Anestesia.Infus Ringer Laktat sebanyak 500

– 1500 ml. b. Oksigen diberikan dengan masker 2 – 3 L/mnt.c.Posisi lateral

Page 40: LAPORAN KASUSHernia Inguinalis Medialis Dextra Inkarserata

merupakan posisi yang paling enak bagi penderita.d.Kepala memakai bantal

dengan dagu menempel ke dada.

Laporan Kasus * Materi Kuliah REGIONAL ANAESTESI *BAB I*

*PENDAHULUAN** * *1.1 LATAR BELAKANG* Kemajuan ilmu kedokteran

dewasa ini khususnya bidang pembedahan tidak terlepas dari peran dan dukungan

kemajuan bidang anestesiologi. Dokter spesialis bedah sehari – hari sekarang

dapat melakukan pembedahan yang luas dan rumit pada bayi baru lahir sampai

orang tua dengan kelainan yang berat, melakukan pembedahan yang berlangsung

berjam-jam dengan aman tanpa rasa sakit sedikit pun adalah akibat dukungan

tindakan anestesi yang canggih. Kata anestesi berasal dari bahasa Yunani a = tanpa

dan aesthesis = rasa, sensasi yang berarti keadaan tanpa rasa sakit. Sedangkan

anestesiologi adalah cabang ilmu kedokteran yang mendasari berbagai tindakan

meliputi pemberian anestesi ataupun analgesi, pengawasan keselamatan penderita

yang mengalami pembedahan atau tindakan lainnya, pemberian bantuan hidup

dasar, perawatan intensif pasien gawat, terapi inhalasi dan penanggulangan nyeri

menahun. Pasien yang akan menjalani anestesi dan pembedahan (elektif atau

darurat) harus dipersiapkan dengan baik. Pada prinsipnya dalam penatalaksanaan

Page 41: LAPORAN KASUSHernia Inguinalis Medialis Dextra Inkarserata

anestesi pada suatu operasi terdapat beberapa tahap yang herus dilaksanakan yaitu

pra anestesi yang terdiri dari persiapan mental dan fisik pasien, perencanaan

anestesi, menentukan prognosis dan persiapan pada pada hari operasi. Tahap

penatalaksanaan anestesi yang terdiri dari premedikasi, masa anestesi dan

pemeliharaan. Serta tahap pemulihan dan perawatan pasca anestesi. Anestesi spinal

merupakan salah satu macam anestesi regional. Pungsi lumbal pertama kali

dilakukan oleh Qunke pada tahun 1891. Anestesi spinal subarachnoid dicoba oleh

Corning, dengan menganestesi bagian bawah tubuh penderita dengan kokain

secara injeksi columna spinal. Efek anestesi tercapai setelah 20 menit, mungkin

akibat difusi pada ruang epidural. Indikasi penggunaan anestesi spinal salah

satunya adalah tindakan pada bedah obstetri dan ginekologi. Dalam persalinan

membutuhkan tindakan anestesi karena nyeri sangat mungkin terjadi saat

persalinan berlangsung. Nyeri karena persalinan terjadi karena kontraksi uterus,

dilatasi servik, tindakan dalam persalinan seperti ekstraksi cunam, vakum, versi

dalam, versi luar, dan bedah caesar sehingga membutuhkan anestesi. *1.2

BATASAN MASALAH* Laporan Kasus ini berisi tentang Anamnesa,

pemeriksaan fisik, status anastesi secara singkat dan pembahasan mengenai

anastesi pada seksio sesarea. *1.3 TUJUAN PENULISAN* Penulisan Laporan

Kasus ini bertujuan untuk: * Melaporkan kasus regional anastesi pada seksio

sesarea * Meningkatkan kemampuan dalam penulisan ilmiah di bidang kedokteran.

Page 42: LAPORAN KASUSHernia Inguinalis Medialis Dextra Inkarserata

* Memenuhi salah satu tugas Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Anastesiologi

dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Islam Malang RSUD Kanjuruhan

Kepanjen Malang. */ /* * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * *

* * * * * * * * * * * *BAB I**I* *LAPORAN KASUS* ** *1.1 IDENTITAS

PENDERITA* Nama : Ny. S Umur : 28 tahun Jenis kelamin : Perempuan Alamat :

Panarukan-Kepanjen Pekerjaan : Swasta Pendidikan : SMP Agama : Islam

St.Perkawinan: Menikah Suku : Jawa Tgl. MRS : 02 November 2011 Tgl Operasi :

03 November 2001 No. Register : 270653 *1.2 ANAMNESA* *Keluhan Utama:*

Terasa kenceng-kenceng *Riwayat Penyakit Sekarang** **:* Pasien datang ke RS

dengan keluhan kenceng-kenceng dari tanggal 02 november 2011 pukul 03.00

WIB, kenceng-kenceng yang dirasakan hilang timbul. Kemudian pada pukul 05.00

pasien pergi kebidan dan dikatakan belum ada pembukaan. Dikarenakan sewaktu

melahirkan anak pertamanya dengan seksio sesarea 7 tahun yang lalu, akhirnya

pasien dirujuk ke RSUD kanjuruhan kepanjen. *Riwayat Menstruasi :* ü

Menarche = Usia 13 tahun** ü HPHT = Pasien Lupa ** ü UK = Merasa 9

Bulan** *Riwayat perkawinan ** **: *Menikah 1x** *Riwayat persalinan

sebelumnya* *:* Anak 1 = tahun 2004, persalinan SC, di RS *Riwayat

penggunaan alat kontrasepsi** :* IUD, lama 5 tahun *Riwayat penyakit

dahulu** :*** - Riwayat Hipertensi : disangkal - Riwayat Diabetes Mellitus :

disangkal - Riwayat Penyakit jantung : disangkal - Riwayat Asma : disangkal -

Page 43: LAPORAN KASUSHernia Inguinalis Medialis Dextra Inkarserata

Riwayat Alergi Obat, Makanan : disangkal - Riwayat Operasi : Pernah SC 7 tahun

yang lalu - Riwayat Batuk Kronis : disangkal *Riwayat Penyakit Keluarga :* -

Riwayat Hipertensi : disangkal - Riwayat Diabetes Mellitus : disangkal - Riwayat

Penyakit jantung : disangkal - Riwayat Asma : disangkal - Riwayat Alergi :

disangkal - Riwayat Batuk Kronis : disangkal *Riwayat Kebiasaan : (-)* *Riwayat

Pengobatan : (-)* *1.3 PEMERIKSAAN FISIK PRE-OPERATIF* *Kesadaran :

*Compos mentis *Tanda Vital*** Tensi : 140/90 mmHg Nadi : 80 x/menit

Pernafasan : 20x/menit, regular Suhu : 36,7^o C *Keadaan Umum * Konjungtiva

Anemis : -/- Gigi : Caries (-) Sianosis : - *Saluran Napas Bagian Atas* Obstruksi :

tidak Intubasi : Mallampati 1 *Sistem Pernapasan* Batuk : (-) Sputum : (-)

Wheezing : (-/-) Sesak napas : (-) *Bentuk Dada* Ekspansi Normal : (+) Perkusi :

Sonor *Auskultasi* Suara nafas vesikuler, ronchi -/-, wheezing -/- *Sistem

Kardiovaskuler* Auskultasi bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)

*Abdomen* Palpasi pembesaran uterus (+), TFU 3 jari bawah Px Auskultasi :

bising usus (+) normal *Status Obstetri :*** * *Inspeksi :* *Tampak membuncit,

striae alba (+) Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), teraba janin tunggal intra uterine,

hidup, memanjang, letkep, puki, kepala masuk PAP, TFU 3 jari dibawah Px (31

cm), DJJ 132 x/menit.** *Pemeriksaan dalam* ** Pengeluaran pervaginam : (-)

Uteri : teraba keras Effiscement : 25% Pembukaan porsio : (+) 2 cm Kulit

ketuban : (+) v/v : Blood Slym** *Ekstremitas * *:* edema (-/-) *1.4

Page 44: LAPORAN KASUSHernia Inguinalis Medialis Dextra Inkarserata

**PEMERIKSAAN PENUNJANG* Lab Darah tanggal 02 November 2011

Haemoglobin 11,1 g/dL Leukosit 9440 sel/cmm LED 28,1/jam Trombosit 280.000

sel/cmm Masa Perdarahan 1’00†Masa Pembekuan 10’00†GDS 78� �

mg/dL *1.5 **RESUME* ** Pasien datang ke RS dengan keluhan kenceng-

kenceng dari tanggal 02 november 2011 pukul 03.00 WIB, kenceng-kenceng yang

dirasakan hilang timbul. Riwayat melahirkan anak pertamanya dengan seksio

sesarea. Dari pemeriksaan fisik pre-operatif didapatkan Kesadaran : compos

mentis. Tensi : 140/90 mmHg, Nadi : 80x/menit, Pernafasan : 20x/menit, regular,

Suhu : 36,7^o C . Status Obstetri : TFU 3 jari dibawah Px (31 cm), puki, letkep,

masuk PAP, DJJ 132 x/menit. Pemeriksaan dalam: Pengeluaran pervaginam: (-),

Uteri : teraba keras, Effiscement: 25%, Pembukaan porsio : (+) 2 cm, v/v: Blood

Slym, Pemeriksaan Mallampati 1, dan pasien termasuk dalam ASA 1. *1.6

**DIAGNOSIS* GIIP1001Ab000 dengan indikasi bekas SC 7 tahun yang lalu

*1.7 **PENATALAKSANAAN* Seksio Sesarea dengan Anaestesia Spinal * *

*1.8 **LAPORAN ANASTESIA *** Nama penderita : Ny. S Jenis kelamin :

Perempuan Umur : 28 tahun Bangsal : Kaber Dokter Anestesi : dr. W, Sp.An

Dokter operator : dr. W, Sp.OG Diagnosis preoperatif : GIIP0000Ab000 dengan

indikasi bekas SC 7 tahun yang lalu Penanganan : Spinal Anestesia a/i Seksio

sesarea Keadaan pra-bedah : * Tensi : 140/90 mmHg * Nadi : 80 x/menit *

Pernafasan : 20x/menit, regular * Suhu : 36,7^o C * Berat Badan : 60 kg ASA : I

Page 45: LAPORAN KASUSHernia Inguinalis Medialis Dextra Inkarserata

Pramedikasi : Metoclopramid 10 mg Induksi : Bupivakain 15 mg Posisi : Supine

Teknik anestesi : Regional (spinal) Pernapasan : Spontan, diberi O_2 2 Liter/menit

*STATUS ANASTESI* KETERANGAN UMUM Nama penderita : Ny. S Umur :

28 thn, JK : P , Tgl : 03 November 2011 Ahli bedah : dr. W, Sp.OG Ahli anastesi :

dr.W, Sp.An Ass. Bedah : - Prwt. Anastesi : - Diagnose Pra bedah : Riwayat SC 7

tahun yang lalu Jenis pembedahan: SC Diagnose pasca bedah : Post SC a/I

Riwayat SC 7 tahun yang lalu Jenis anastesi : Spinal Anestesia KEADAAN

PRABEDAH Keadaan umum : gizi kurang/*cukup/*gemuk/anemis/sianosis/sesak

Tekanan darah :140/90 nadi: 80x/mnt Pernapasan : 20x/mnt, Suhu : 36,7°C,

Berat badan :± 60 kg, Golongan darah :…………. Hb : 11,1 gr%, Lekosit :

9440 /uL PVC :………% Lain-lain:……………… Penyakit-penyakit lain:

……………………………STATUS FISIK ASA: *1*234 *Elektif *darurat* *

PREMEDIKASI : S. Atropin……mg Valium……………mg

Petidin…………mg DBP…….mg Lain-

lain……………Jam :………………IMIV Lain-lain Efek:……. POSISI :*

Supine*/prone/lateral/lithotomic*/*lain-lain AIRWAY : masker

muka/endotraheal/traheostomi/ *lain-lain* TEKNIK ANASTESI : Semi

closed/closed/*spinal*/Epidural/Blok Saraf/Lokal/lain2 PERNAPASAN :

*SPONTAN*/ASSISTED/KONTROL Mulai anestesi : pukul 08.50 WIB Selesai

anestesi : pukul 09.35 WIB *OBAT ANESTESI* 1. Bupivakain 15 mg 2.

Page 46: LAPORAN KASUSHernia Inguinalis Medialis Dextra Inkarserata

Metoklopramid 10 mg 3. Ephedrin 10 mg 4. Ephedrin 10 mg 5. Induksin 1 ampul

IV, 1 ampul drip 6. Metergin 1 ampul 7. Ketorolac 30 mg *Pasca Bedah di Ruang

Pemulihan* Keadaan Umum : Sadar Tensi : 129/89 mmHg Nadi : 70x/menit

Pernapasan : Baik Aldrete Skore : 9 *NO* *PENILAIAN* *NILAI* 1. WARNA

*Merah muda*** Pucat Sianotik *2*** 1 0 2. PERNAFASAN *Dapat bernafas

dalam dan batuk*** Dangkal namun pertukaran udara adekuat Apnea atau

obstruksi *2* ** 1 0 3. SIRKULASI *Tensi menyimpang <20% dari normal***

Tensi menyimpang 20-50% dari normal Tensi menyimpang >50% dari normal

*2*** 1 0 4. KESADARAN *Sadar, siaga dan orientasi* Bangun namun cepat

kembali tertidur Tidak berespon *2* 1 0 5. AKTIVITAS Seluruh ekstremitas dapat

digerakkan *Dua ekstremitas dapat digerakkan* Tidak bergerak 2 *1* 0 *Instruksi

Paska Bedah* Awasi : vital sign dan perdarahan tiap 15 menit Posisi : tidur

terlentang tanpa bantal sampai 24 jam Makan/minum : BU (+) coba makan minum

Infus/transfusi : Cairan RL Obat-obatan : Ketorolac 3×30 mg Antibiotik sesuai

dengan operator Lain-lain : Apabila tensi sistole <90 mmHg atau produksi urine

<100cc/ 3 jam, beri ekstra RL 500cc dalam 30 menit. Bila sistole tetap 90 mmHg

beri efedrin 10 mg *Follow up *** *Tang**g**a**l **03 November** 2011*** S

= Nyeri luka post op, perdarahan (+), flatus (+)** O = KU : cukup, vital sign : T =

130/80 mmHg, N = 90, S = 36,6ËšC Status obstetric : palpasi TFU 1 jari di bawah

pusat, teraba keras A = Post SC hari I P = R/ Inj. Cefo fl No. III Simm R/ Inj.

Page 47: LAPORAN KASUSHernia Inguinalis Medialis Dextra Inkarserata

Ketorolac fl No. III Simm *Tang**g**a**l **04 November** 2011*** S = Nyeri

luka post op, perdarahan (+)** O = KU : cukup, vital sign : T = 130/70 mmHg, N

= 82, S = 36,7ËšC Status obstetric : palpasi TFU 2 jari di bawah pusat, teraba keras

A = Post SC hari I P = R/ Inj. Cefo fl No. III Simm R/ Inj. Ketorolac fl No. III

*BAB III* *PEMBAHASAN* *2.1 SEKSIO SESAREA* Seksio sesarea (SC)

didefinisikan sebagai lahirnya janin melalui insisi di dinding abdomen (laparotomi)

dan dinding uterus (histerektomi). Definisi ini tidak mencakup pengeluaran janin

dari rongga abdomen pada kasus rupture uteri atau pada kasus kehamilan

abdomen. Di Amerika frekuensi SC yaitu 1 diantara 10 wanita melahirkan

(Ventura, dkkk, 2000), dan terjadi peningkatan secara progresif setiap tahunnya.

Sedangkan penyebab terjadinya peningkatan angka SC sebesar empat kali lipat

dari tahun 1965 sampai dengan 1988 yaitu sebagai berikut: 1) Terjadi penurunan

paritas, dan hampir separuh wanita hamil adalah nullipara. 2) Wanita yang

melahirkan berusia lebih tua 3) Ditemukannnya pemantauan janin secara

elektronik sejak tahun 1970-an yang menyebabkan peningkatan angka SC akibat

indikasi “gawat janinâ€. 4) Kekhawatiran akan tuntutan malpraktik 5) Insiden�

pelahiran pervaginam midpelvik menurun. Hasil ini disebabkan pelahiran

pervaginam dengan tindakan yang dilakukan pada station yang lebih tinggi

daripada +2 hanya dikerjakan dalam keadaan darurat dan secara bersamaan disertai

persiapan untuk SC. Lebih dari 85 % SC dilakukan atas indikasi: 1) Riwayat

Page 48: LAPORAN KASUSHernia Inguinalis Medialis Dextra Inkarserata

Seksio Sesarea 2) Distosia persalinan 3) Gawat janin 4) Letak bokong *2.1.1

RIWAYAT SEKSIO SESAREA * Uterus yang memiliki jaringan parut dianggap

merupakan kontraindikasi untuk melahirkan karena kekhawatiran akan terjadinya

rupture uteri. Sehingga ada pendapat menurut Cragin, 1916 yaitu, “sekali seksio

sesarea maka akan terus seksio sesareaâ€. Namun Merril dan Gibbs (/University of�

Texas/, 1978) melaporkan bahwa pelahiran pervaginam secara aman berhasil

dilakukan pada 83% pasien dengan riwayat SC. Laporan ini memicu minat

terhadap pelahiran pervaginam dengan riwayat seksio sesarea (VBAC).

/Keterangan: / /* Persentase semua kelahiran hiduo dengan seksio sesarea / /**

Jumlah sesksio sesarea primer per 100 kelahiran hidup dari wanita tanpa riwayat

seksio sesarea / /*** Jumlah pelahiran pervaginam dengan riwayat seksio sesarea

(VBAC) per 100 kelahiran hidup dari wanita dengan riwayat seksio sesarea / / /

Penelitian-penelitan tentang kemanan VBAC yang terakhir di /Northwesten

Hospital /melaporkan bahwa semakin jelas ada hubungan yang erat antara VBAC

dengan risiko ruptur uteri yang berakibat buruk bagi ibu dan janin (/American

College of Obstetry and Gynecologist/, 1999). Hal ini menyebabkan pendekatan

yang lebih berhati-hati dalam percobaan persalinan pervaginam atas riwayat SC.

*Tabel 2 Kriteria Seleksi untuk pelahiran pervaginam dengan riwayat Seksio

Sesarea* *(/American College of Obstetry and Gynecologist/, 1999)* *KRITERIA

SELEKSI* * * Ø Riwayat satu atau dua kali seksio sesarea transversal rendah *

Page 49: LAPORAN KASUSHernia Inguinalis Medialis Dextra Inkarserata

Ø Panggul adekuat secara klinis * Ø Tidak ada jaringan parut atau riwayat

rupture uteri lain * Ø Sepanjang persalinan aktif selalu tersedia dokter yang

mampu memantau persalinan dan melakukan seksio sesarea darurat * Ø

Ketersediaan anestesi dan petugas seksio sesarea darurat *dari /American College

of Obstetry and Gynecologist/, 1999 Faktor-faktor yang menyebabkan gagalnya

percobaan persalinan dengan riwayat Seksio Sesarea: 1) Jenis insisi uterus

sebelumnya Pasien dengan jaringan parut melintang yang terbatas di segmen

uterus bawah kecil kemungkinan mengalami robekan jaringan parut simtomatik

pada kehamilan berikutnya. Secara umum angka terendah untuk rupture dilaporkan

terdapat pada insisi transversal rendah, dan tertinggi pada insisi klasik yaitu insisi

yang meluas ke fundus (/American College of Obstetry and Gynecologist/, 1999).

2) Jumlah seksio sesarea sebelumnya Risiko rupture uteri meningkat seiring

dengan jumlah insisi sebelumnya. Angka rupture uteri secara bermakna meningkat

lima kali lipat pada wanita dengan riwayat dua kali seksio sesarea dibandingkan

dengan satu kali seksio sesarea (3,7 % berbanding dengan 0,8%) 3) Indikasi seksio

sebelumnya Angka keberhasilan persalinan pervaginam relatif bergantung pada

indikasi seksio sesarea sebelumnya. Riwayat persalinan pervaginam baik sebelum

maupun sesudah seksio sesarea secara bermakna meningkatkan prognosis

keberhasilan VBAC ( Caughey, dkk, 1998). Artinya bahwa sebelum melakukan

VBAC maka perlu dilakukan penilaian ketat keadaan-keadaan yang berkaitan

Page 50: LAPORAN KASUSHernia Inguinalis Medialis Dextra Inkarserata

risiko efek samping. 4) Oksitosin dan anestesi epidural Pemakaian oksitosin untuk

menginduksi persalinan dilaporkan menjadi penyebab rupture uteri pada wanita

dengan riwayat seksio sesarea dengan prevalensi 13 dari 15 wanita (Turner, 1997)

*2.2 **PENILAIAN DAN PERSIAPAN PRA-ANESTESIA*** Tindakan pre-

operatif ditujukan untuk menyiapkan kondisi pasien seoptimal mungkin dalam

menghadapi operasi. Persiapan prabedah menentukan keberhasilan suatu operasi.

Persiapan prabedah yang kurang memadai merupakan faktor penyumbang sebab-

sebab terjadinya kecelakaan anestesia. Dokter spesialis anestesiologi hendaknya

mengunjungi pasien sebelum pasien dibedah, agar dapat mempersiapkan fisik dan

mental pasien secara optimal, merencanakan dan memilih teknik anesthesia serta

obat-obatan yang dipakai, dan menentukan klasifikasi pasien berdasarkan ASA.

Persiapan pra anestesia yang dilakukan meliputi persiapan alat, penilaian dan

persiapan pasien, serta persiapan obat anestesi yang diperlukan. Penilaian dan

persiapan pasien diantaranya meliputi: Anamnesis: 1) Identifikasi pasien (nama,

umur, alamat, dll). 2) Keluhan saat ini dan tindakan operasi yang akan dihadapi 3)

Riwayat penyakit yang sedang/pernah diderita untuk mengetahui kemungkinan

penyulit anestesi (misalnya alergi, diabetes melitus, penyakit paru kronis, penyakit

jantung, penyakit ginjal, dan penyakit hati. 4) Riwayat pemakaian obat-obatan

meliputi alergi obat, intoleransi obat, dan obat yang sedang digunakan dan dapat

menimbulkan interaksi dengan obat anestetik 5) Riwayat anestetik/operasi

Page 51: LAPORAN KASUSHernia Inguinalis Medialis Dextra Inkarserata

sebelumnya, meliputi tanggal, jenis pembedahan, dan anestesi, komplikasi dan

perawatan intensif pasca bedah. 6) Riwayat kebiasaan sehari-hari yang dapat

mempengaruhi tindakan (merokok, minum alcohol, obat penenang, narkotik).

Kebiasaan buruk ini hendaknya dihentikan 1-2 hari sebelum operasi agar tidak

mempengaruhi system kardiosirkulasi serta organ lain. 7) Riwayat berdasarkan

system organ 8) Makanan yang terakhir dimakan Pemeriksaan Fisik 1) Tinggi dan

berat badan, untuk memperkirakan dosis obat, terapi cairan yang diperlukan, serta

jumlah urin selama dan sesudah pembedahan. 2) Frekuensi nadi, tekanan darah,

pola dan frekuensi pernafasan, serta suhu tubuh. 3) Jalan nafas (air way). 4)

Jantung, paru-paru, abdomen, punggung (apakah ada deformitas), neurologis,

Ekstremitas. Pemeriksaan Laboratorium 1) Rutin: darah, urin, foto dada (terutama

untuk bedah mayor),elektrokardiografi (untuk pasien diatas umur 40 tahun). 2)

Khusus, dilakukan bila ada riwayat atau indikasi. Persiapan Hari Operasi 1)

Pembersihan dan pengosongan saluran pencernaan untuk mencegah aspirasi isi

lambung karena regurgitasi/muntah. Pada operasi elektif hernia, pasien dewasa

dipuasakan 8 jam sebelum operasi. 2) Jika ada gigi palsu, perhiasan, bulu mata

dilepas. Bahan kosmetik (lipstick, cat kuku) dibersihkan sehingga tidak

mengganggu pemeriksaan. 3) Rectum dan kandung kemih dikosongkan, jika perlu

pasang kateter. 4) Pasien masuk kamar operasi mengenakan pakaian khusus 5)

Cukur rambut pubis 2 jam sebelum operasi. 6) Pemberian obat-obatan premedikasi

Page 52: LAPORAN KASUSHernia Inguinalis Medialis Dextra Inkarserata

(jika perlu) dapat diberikan 1-2 jam sebelum induksi anesthesia. Antibiotika

profilaksis, diberikan bersama premedikasi (Sefalosporin generasi pertama).

Setelah persiapan pre-operatif dan pasien diputuskan siap untuk mendapatkan

operasi maka proses anestesi dapat dilakukan. *2.4 ANESTESI SPINAL*

Anestesia spinal (intratekal, intradural, subdural, subarakhnoid) ialah anestesi

regional dengan tindakan penyuntikan obat anestesi lokal ke dalam ruang

subarakhnoid. Larutan anestesi lokal yang disuntikan pada ruang subarachnoid

akan memblok konduksi impuls sepanjang serabut syaraf secara reversible.

Terdapat tiga bagian syaraf yaitu motor, sensori dan autonom. Motor

menyampaikan pesan ke otot untuk berkontraksi dan ketika di blok, otot akan

mengalami paralisis. Syaraf sensori akan menghantarkan sensasi seperti rabaan dan

nyeri ke sumsum tulang dan ke otak, sedangkan syaraf atonom akan mengontrol

tekanan darah, nadi, kontraksi usus dan fungsi lainnya yang diluar kesadaran. Pada

umumnya, serabut otonom dan nyeri adalah yang pertama kali diblok dan serabut

motor yang terakhir. Hal ini akan menimbulkan timbal balik yang penting.

Contohnya, vasodilatasi dan penurunan tekanan darah yang mendadak mungkin

akan terjadi ketika serabut otonom diblok dan pasien merasakan sentuhan dan

masih merasakan sakit ketika tindakan pembedahan dimulai. Anestesi spinal

merupakan pilihan anestesi pada daerah dibawah umbilikus,misalnya repair

hernia, ginekologi, operasi urogenital dan operasi di daerah perineum dan

Page 53: LAPORAN KASUSHernia Inguinalis Medialis Dextra Inkarserata

genitalia. Indikasi anestesi spinal adalah: * Bedah ekstremitas bawah. *

Bedah panggul * Tindakan sekitar rectum-perineum * Bedah obstetric-

ginekologi * Bedah urologi * Bedah abdomen bawah Pada bedah abdomen

atas dan bedah pediatric biasanya dikombinasi dengan anesthesia umum

ringan. * Pasien lanjut usia dan pasien dengan penyakit sistemik seperti

penyakit pernafasan, hepar, renal dan gangguan endokrin (diabetes mellitus).

Kontra indikasi anesthesia spinal ada dua macam yakni relative dan absolute.

Tabel 2. Kontra indikasi anesthesia spinal Kontra indikasi absolute Kontra indikasi

relative 1. Pasien menolak 2. Infeksi pada tempat suntikan 3. Hipovolemia berat,

syok 4. Koagulopati atau mendapat terapiantikoagulan 5. Tekanan intracranial

meninggi 6. Fasilitas resusitasi minim 7. Kurang pengalaman atau / tanpa

didampingi konsultan anesthesia 1. Infeksi sistemik (sepsis, bakteremi) 2. Infeksi

sekitar tempat suntikan 3. Kelainan neurologis 4. Kelainan psikis 5. Bedah lama 6.

Penyakit jantung 7. Hipovolemia ringan 8. Nyeri punggung kronis Kelebihan

pemakaian anestesi spinal diantaranya adalah biaya minimal, tidak ada efek pada

pernafasan, jalan nafas pasien terjaga, dapat dilakukan pada pasien diabetes

mellitus, perdarahan minimal, aliran darah splancnic meningkat, terdapat

tonusvisceral, jarang terjadi gangguan koagulasi. Sedangkan kekurangan

pemakaian anestesi spinal akan menimbulkan hipotensi, hanya dapat digunakan

pada operasi dengan durasi tidak lebih dari dua jam, bila tidak aseptik akan

Page 54: LAPORAN KASUSHernia Inguinalis Medialis Dextra Inkarserata

menimbulkan infeksi dalam ruang subarachnoid dan meningitis, serta

kemungkinan terjadi postural headache. Teknik Anestesia Spinal : 1) Posisi pasien

duduk atau dekubitus lateral. Posisi duduk merupakan posisi termudah. Biasanya

dikerjakan di atas meja operasi tanpa di pindah lagi,karena perubahan posisi

berlebihan dalam waktu 30 menit pertama akan menyebabkan penyebaran obat.

Jika posisinya duduk, pasien disuruh memeluk bantal, agar posisi tulang belakang

stabil, dan pasien membungkuk agar prosesus spinosus mudah teraba. Jika

posisinya dekubitus lateral, maka beri bantal kepala, agar pasien merasa enak dan

menstabilkan tulang belakang. 2) Tentukan tempat tusukan. Perpotongan antara

garis yang menghubungkan kedua krista iliaka dengan tulang punggung ialah L4

atau L4-5. Untuk operasi hernia ini, dilakukan tusukan pada L3-4. Tusukan pada

L1-2 atau dia atasnya berisiko trauma terhadap medulla spinalis. 3) Sterilkan

tempat tusukan dengan betadin atau alcohol. 4) Beri anestetik lokal pada tempat

tusukan. Pada kasus ini diberikan obat anestesi lokal bupivakain. 5) Lakukan

penyuntikan jarum spinal di tempat penusukan pada bidang medial dengan sudut

10-30 derajad terhadap bidang horizontal ke arah cranial. Jarum lumbal akan

menembus kulit-subkutis-lig.supraspinosum-lig.interspinosum-lig.flavum-ruang

epidural-duramater-ruang sub arakhnoid. Kira-kira jarak kulit-lig.flavum dewasa

± 6cm. 6) Cabut stilet maka cairan serebrospinal akan menetes keluar. 7) Pasang

spuit yang berisi obat, masukkan pelan-pelan (0,5 ml/detik) diselingi aspirasi

Page 55: LAPORAN KASUSHernia Inguinalis Medialis Dextra Inkarserata

sedikit, untuk memastikan posisi jarum tetap baik. Gambar 2. Lokasi Ruang

Subarachnoid *Obat-Obatan Yang Dipakai*** Decain Spinal 0,5% Heavy sebagai

anestesi local * Ø Decain Spinal 0,5% Heavy merupakan nama dagang obat

anestesi lokal, isinya adalah bupivacaine HCL 5mg/ml dan dextrose 80mg/ml.

Pada pasien ini, diberikan Decain Spinal 0,5% Heavy 20mg. * Ø Farmakodinamik

: Anestesi lokal adalah obat yang digunakan untuk mencegah rasa nyeri dengan

memblok konduksi sepanjang serabut saraf secara reversible. Obat menembus

saraf dalam bentuk tidak terionisasi (lipofilik), tetapi saat di dalam akson terbentuk

beberapa molekul terionisasi, dan molekul-molekul ini memblok kanal Na+, serta

mencegah pembentukan potensial aksi. Anestesi lokal dapat menekan jaringan lain

yang dapat dieksitasi (miokard) bila konsentrasi dalam darah cukup tinggi, namun

efek sistemik utamanya mencakup system saraf pusat. Pada konsentrasi darah yang

dicapai dengan dosis terapi, terjadi perubahan konduksi jantung, eksitabilitas,

refrakteritas, kontraktilitas dan resistensi vaskuler perifer yang minimal.

Kontraktilitas miokardium ditekan dan terjadi vasodilatasi perifer, mengakibatkan

penurunan curah jantung dan tekanan darah arteri. Absorpsi sistemik anestetik

lokal juga dapat mengakibatkan perangsangan dan atau penekanan sistem saraf

pusat. Rangsangan pusat biasanya berupa gelisah, tremor dan menggigil, kejang,

diikuti depresi dan koma, akhirnya terjadi henti napas. Fase depresi dapat terjadi

tanpa fase eksitasi sebelumnya. * Ø Farmakokinetik : Kecepatan absorpsi

Page 56: LAPORAN KASUSHernia Inguinalis Medialis Dextra Inkarserata

anestetik lokal tergantung dari dosis total dan konsentrasi obat yang diberikan, cara

pemberian, dan vaskularisasi tempat pemberian, serta ada tidaknya epinefrin dalam

larutan anestetik. Bupivacaine mempunyai awitan lambat (sampai dengan 30

menit) tetapi mempunyai durasi kerja yang sangat panjang,sampai dengan 8 jam

bila digunakan untuk blok syaraf. Lama kerja bupivacaine lebih panjang secara

nyata daripada anestetik lokal yang biasa digunakan. Juga terdapat periode

analgesia yang tetap setelah kembalinya sensasi. * Ø Efek samping : Penyebab

utama efek samping kelompok obat ini mungkin berhubungan dengan kadar

plasma yang tinggi, yang dapat disebabkan oleh overdosis, injeksi intravaskuler

yang tidak disengaja atau degradasi metabolik yang lambat. * Sistemik : Biasanya

berkaitan dengan sistem saraf pusat dan kardiovaskular seperti hipoventilasi atau

apneu, hipotensi dan henti jantung. * SSP : Gelisah, ansietas, pusing, tinitus, dapat

terjadi penglihatan kabur atau tremor, kemungkinan mengarah pada kejang. Hal ini

dapat dengan cepat diikuti rasa mengantuk sampai tidak sadar dan henti napas.

Efek SSP lain yang mungkin timbul adalah mual, muntah, kedinginan, dan

konstriksi pupil. * Kardiovaskuler : Depresi miokardium, penurunan curah jantung,

hambatan jantung, hipotensi, bradikardia, aritmia ventrikuler, meliputi takikardia

ventrikuler dan fibrilasi ventrikuler, serta henti jantung. * Alergi : Urtikaria,

pruritus, eritema, edema angioneuretik (meliputi edema laring), bersin, episode

asma, dan kemungkinan gejala anafilaktoid (meliputi hipotensiberat). * Neurologik

Page 57: LAPORAN KASUSHernia Inguinalis Medialis Dextra Inkarserata

: Paralisis tungkai, hilangnya kesadaran, paralisis pernapasan dan bradikardia

(spinal tinggi), hipotensi sekunder dari blok spinal, retensi urin,inkontinensia fekal

dan urin, hilangnya sensasi perineal dan fungsi seksual;anestesia persisten,

parestesia, kelemahan, paralisis ekstremitas bawah dan hilangnya kontrol sfingter,

sakit kepala, sakit punggung, meningitis septik, meningismus, lambatnya

persalinan, meningkatnya kejadian persalinan dengan forcep, atau kelumpuhan

saraf kranial karena traksi saraf pada kehilangan cairanserebrospinal. Ethiferan

sebagai antiemetic Pada pasien ini diberikan Ethiferan 10 mg yang isinya adalah

metoklopramide HCL sebagai obat sisipan untuk mencegah emesis. v

*Farmakologi:* Kerja dari metoklopramida pada saluran cerna bagian atas mirip

dengan obat kolinergik, tetapi tidak seperti obat koliergik, metoklopramida tidak

dapat menstimulasi sekresi dari lambung, empedu atau pankreas, dan tidak dapat

mempengaruhi konsentrasi gastrin serum. Cara kerja dari obat ini tidak jelas,

kemungkinan bekerja pada jaringan yang peka terhadap asetilkolin. Efek dari

metoklopramida pada motilitas usus tidak tergantung pada persarafan nervus

vagus, tetapi dihambat oleh obat-obat antikolinergik. Metoklopramida dapat

meningkatkan tonus dan amplitudo pada kontraksi lambung (terutama pada bagian

antrum), merelaksasi sfingter pilorus dan bulbus duodenum, serta meningkatkan

paristaltik dari duodenum dan jejunum sehingga dapat mempercepat pengosongan

lambung dan usus. Mekanisme yang pasti dari sifat antiemetik metoklopramida

Page 58: LAPORAN KASUSHernia Inguinalis Medialis Dextra Inkarserata

tidak jelas, tapi mempengaruhi secara langsung CTZ /(Chemoreceptor Trigger

Zone)/ medulla yaitu dengan menghambat reseptor dopamin pada CTZ.

Metoklopramida meningkatkan ambang rangsang CTZ dan menurunkan

sensitivitas saraf visceral yang membawa impuls saraf aferen dari gastrointestinal

ke pusat muntah pada /formatio reticularis lateralis./ *v **Indikasi:*** * Untuk

meringankan (mengurangi simptom diabetik gastroparesis akut dan yang kambuh

kembali). * Juga digunakan untuk menanggulangi mual, muntah metabolik karena

obat sesudah operasi. * Rasa terbakar yang berhubungan dengan refluks esofagitis.

* /§ /Tidak untuk mencegah /motion sickness./// v *Kontraindikasi:* *

Penderita /gastrointestinal hemorrhage/, obstruksi mekanik atau perforasi. * /§

/Penderita /pheochromocytoma./// * Penderita yang sensitif terhadap obat ini. *

Penderita epilepsi atau pasien yang menerima obat-obat yang dapat menyebabkan

reaksi ekstrapiramidal. *v **Efek samping:*** * Efek SSP: kegelisahan, kantuk,

kelelahan dan kelemahan. * Reaksi ekstrapiramidal: reaksi distonik akut. *

Gangguan endokrin: galaktore, amenore, ginekomastia, impoten sekunder,

hiperprolaktinemia. * Efek pada kardiovaskular: hipotensi, hipertensi

supraventrikular, takikardia dan bradikardia. * Efek pada gastrointestinal: mual dan

gangguan perut terutama diare. * Efek pada hati: hepatotoksisitas. * Efek pada

ginjal: sering buang air, inkontinensi. * Efek pada hematologik: neutropenia,

leukopenia, agranulositosis. * Reaksi alergi: gatal-gatal, urtikaria dan

Page 59: LAPORAN KASUSHernia Inguinalis Medialis Dextra Inkarserata

bronkospasme khususnya penderita asma. * /§ /Efek lain: gangguan penglihatan,

porfiria, /Neuroleptic Malignant Syndrome (NMS)./// *v **Interaksi obat:*** *

Efek metoklopramida pada motilitas gastrointestinal diantagonis oleh obat-obat

antikolinergik dan analgesik narkotik. * Efek aditif dapat terjadi bila

metoklopramida diberikan bersama dengan alkohol, hipnotik, sedatif, narkotika

atau tranquilizer. * Absorpsi obat tertentu pada lambung dapat dihambat oleh

metoklopramida misalnya digoksin. * Kecepatan absorpsi obat pada /small bowel/

dapat meningkat dengan adanya metoklopramida misalnya: asetaminofen,

tetrasiklin, levodopa, etanol dan siklosporin. * Metoklopramida akan

mempengaruhi pengosongan makanan dalam lambung ke dalam usus menjadi

lebih lambat sehingga absorpsi makanan berkurang dan menimbulkan

hipoglikemia pada pasien diabetes. Oleh karenanya perlu pengaturan dosis dan

waktu pemberian insulin dengan tepat. Thorasic 30 mg sebagai analgesik Pada

pasien ini diberikan obat sisipan Thorasic yang berisi Ketorolac trhomethamine

30mg. * *Farmakodinamik** *Ketorolac tromethamine merupakan suatu

analgesik non-narkotik. Obat ini merupakan obat anti-inflamasi nonsteroid yang

menunjukkan aktivitas antipiretik yang lemah dan anti-inflamasi. Ketorolac

tromethamine menghambat sintesis prostaglandin dan dapat dianggap sebagai

analgesik yang bekerja perifer karena tidak mempunyai efek terhadap reseptor

opiat. * *Farmakokinetik** *Ketorolac tromethamine diserap dengan cepat dan

Page 60: LAPORAN KASUSHernia Inguinalis Medialis Dextra Inkarserata

lengkap setelah pemberian intramuskular dengan konsentrasi puncak rata-rata

dalam plasma sebesar 2,2 mcg/ml setelah 50 menit pemberian dosis tunggal 30 mg.

Waktu paruh terminal plasma 5,3 jam pada dewasa muda dan 7 jam pada orang

lanjut usia (usia rata-rata 72 tahun). Lebih dari 99% Ketorolac terikat pada

konsentrasi yang beragam. Farmakokinetik Ketorolac pada manusia setelah

pemberian secara intramuskular dosis tunggal atau multipel adalah linear. Kadar

steady state plasma dicapai setelah diberikan dosis tiap 6 jam dalam sehari. Pada

dosis jangka panjang tidak dijumpai perubahan bersihan. Setelah pemberian dosis

tunggal intravena, volume distribusinya rata-rata 0,25 L/kg. Ketorolac dan

metabolitnya (konjugat dan metabolit para-hidroksi) ditemukan dalam urin (rata-

rata 91,4%) dan sisanya (rata-rata 6,1%) diekskresi dalam feses. Pemberian

Ketorolac secara parenteral tidak mengubah hemodinamik pasien. * Indikasi o

Ketorolac diindikasikan untuk penatalaksanaan jangka pendek terhadap nyeri akut

sedang sampai berat setelah prosedur bedah. Durasi total Ketorolac tidak boleh

lebih dari lima hari. Ketorolac secara parenteral dianjurkan diberikan segera

setelah operasi. Harus diganti ke analgesik alternatif sesegera mungkin, asalkan

terapi Ketorolac tidak melebihi 5 hari. Ketorolac tidak dianjurkan untuk digunakan

sebagai obat prabedah obstetri atau untuk analgesia obstetri karena belum diadakan

penelitian yang adekuat mengenai hal ini dan karena diketahui mempunyai efek

menghambat biosintesis prostaglandin atau kontraksi rahim dan sirkulasi fetus. o

Page 61: LAPORAN KASUSHernia Inguinalis Medialis Dextra Inkarserata

Ø Kontra indikasi + Pasien yang sebelumnya pernah mengalami alergi dengan

obat ini, karena ada kemungkinan sensitivitas silang. + Pasien yang menunjukkan

manifestasi alergi serius akibat pemberian Asetosal atau obat anti-inflamasi

nonsteroid lain. + Pasien yang menderita ulkus peptikum aktif. + Penyakit

serebrovaskular yang dicurigai maupun yang sudah pasti. + Diatesis hemoragik

termasuk gangguan koagulasi. + Sindrom polip nasal lengkap atau parsial,

angioedema atau bronkospasme. + Terapi bersamaan dengan ASA dan NSAID

lain. + Hipovolemia akibat dehidrasi atau sebab lain. + Gangguan ginjal derajat

sedang sampai berat (kreatinin serum >160 mmol/L). + Riwayat asma. + Pasien

pasca operasi dengan risiko tinggi terjadi perdarahan atau hemostasis inkomplit,

pasien dengan antikoagulan termasuk Heparin dosis rendah (2.500–5.000 unit

setiap 12 jam). + Terapi bersamaan dengan Ospentyfilline, Probenecid atau garam

lithium. + Selama kehamilan, persalinan, melahirkan atau laktasi. + Anak < 16

tahun. + Pasien yang mempunyai riwayat sindrom Steven-Johnson atau ruam

vesikulobulosa. + Pemberian neuraksial (epidural atau intratekal). + Pemberian

profilaksis sebelum bedah mayor atau intra-operatif jika hemostasis benar-benar

dibutuhkan karena tingginya risiko perdarahan. + Dosis Ketorolac ampul ditujukan

untuk pemberian injeksi intramuskular atau bolus intravena. Dosis untuk bolus

intravena harus diberikan selama minimal 15 detik. Ketorolac ampul tidak boleh

diberikan secara epidural atau spinal. Mulai timbulnya efek analgesia setelah

Page 62: LAPORAN KASUSHernia Inguinalis Medialis Dextra Inkarserata

pemberian IV maupun IM serupa, kira-kira 30 menit, dengan maksimum analgesia

tercapai dalam 1 hingga 2 jam. Durasi median analgesia umumnya 4 sampai 6 jam.

Dosis sebaiknya disesuaikan dengan keparahan nyeri dan respon pasien. Lamanya

terapi : Pemberian dosis harian multipel yang terus-menerus secara intramuskular

dan intravena tidak boleh lebih dari 2 hari karena efek samping dapat meningkat

pada penggunaan jangka panjang. ü *Dewasa* Ampul : Dosis awal Ketorolac

yang dianjurkan adalah 10 mg diikuti dengan 10–30 mg tiap 4 sampai 6 jam bila

diperlukan. Harus diberikan dosis efektif terendah. Dosis harian total tidak boleh

lebih dari 90 mg untuk orang dewasa dan 60 mg untuk orang lanjut usia, pasien

gangguan ginjal dan pasien yang berat badannya kurang dari 50 kg. Lamanya

terapi tidak boleh lebih dari 2 hari. Pada seluruh populasi, gunakan dosis efektif

terendah dan sesingkat mungkin. Untuk pasien yang diberi Ketorolac ampul, dosis

harian total kombinasi tidak boleh lebih dari 90 mg (60 mg untuk pasien lanjut

usia, gangguan ginjal dan pasien yang berat badannya kurang dari 50 kg). * Efek

Samping :. Efek samping di bawah ini terjadi pada uji klinis dengan Ketorolac IM

20 dosis dalam 5 hari. * Insiden antara 1 hingga 9% : Saluran cerna : diare,

dispepsia, nyeri gastrointestinal, nausea. Susunan Saraf Pusat : sakit kepala,

pusing, mengantuk, berkeringat. Pemberian Loading Cairan Ringer Lactat (RL)

Efek samping anestesi regional khususnya subarachnoid block adalah depresi

sistem saraf simpatis sehingga mempengaruhi tonus pembuluh darah dan

Page 63: LAPORAN KASUSHernia Inguinalis Medialis Dextra Inkarserata

menyebabkan vasodilatasi sehingga akan terjadi hipovolemi relative (kekurangan

cairan akibat melebarnya pembuluh darah sedangkan volume darah relative tetap),

kemudian terjadi hipotensi. Untuk mencegah kejadian tersebut dilakukan

pemberian cairan (pre-loading) untuk mengurangi hipovolemia relatif akibat

vasodilatasi sebelum dilakukan spinal/epidural anestesi dan loading cairan

diteruskan sampai setelah operasi selesai, dimana kondisi hemodinamik pasien

stabil. Selain itu dapat juga diberikan vasokonstriktor pembuluh darah jika

diperlukan, misalnya jika tekanan darah pasien cenderung menurun terus dan

drastis. Pada pasien ini, belum memerlukan vasokonstriktor. Cairan elektrolit

seperti ringer laktat memiliki berat molekul kecil dan tidak mengandung glukosa

dan memiliki kemampuan untuk berpindah dari intravaskuler menuju interstitial

dan intraseluler secara cepat. Dalam waktu setengah jam setelah pemberian 1 paket

cairan elektrolit, maka 2/3 cairan tersebut akan berpindah ke interstitial. Sehingga

cairan yang ada di intravaskuler akan tetap kurang, untuk mencapai keseimbangan

cairan yang berada di intravaskuler diberikan 3 kali volume yang hilang. *Pasca

Anestesia*** ü Menjaga keseimbangan cairan dengan mengontrol urine yang

dihasilkan, tekanan darah, dan nadi pasien, serta pemberian cairan intravena.** ü

Menjaga posisi pasien dengan meninggikan kepala untuk mencegah naiknya cairan

anestesi menuju thorakal atau cervical. Paisen diedukasi agar selalu menggunakan

bantal.** ü Memanajemen nyeri dengan pemberian analgesic untuk menurunkan

Page 64: LAPORAN KASUSHernia Inguinalis Medialis Dextra Inkarserata

rasa nyeri. Pada pasien ini diberikan medikasi pascaanestesi meliputi: Ketorolac

3×30 mg IV.** ü Setelah peristaltic stabil, jangan ditunda dalam memberikan

rangsangan terhadap peristaltic (diet) dari konsistensi lunak dahulu misalnya air

minum.

Kaperawatan Medikal Bedah I 1.SISTEM PENCERNAAN 2.ASKEP KLIEN

PRA, INTRA DAN PASCA OPERASI Askep Persiapan pre operatif A.

PENDAHULAN Keperawatan pre operatif merupakan tahapan awal dari

keperawatan perioperatif. Kesuksesan tindakan pembedahan secara keseluruhan

sangat tergantung pada fase ini. Hal ini disebabkan fase ini merupakan awalan

yang menjadi landasan untuk kesuksesan tahapan-tahapan berikutnya. Kesalahan

yang dilakukan pada tahap ini akan berakibat fatal pada tahap berikutnya.

Page 65: LAPORAN KASUSHernia Inguinalis Medialis Dextra Inkarserata

Pengakajian secara integral dari fungsi pasien meliputi fungsi fisik biologis dan

psikologis sangat diperlukan untuk keberhasilan dan kesuksesan suatu operasi. B.

PERSIAPAN KLIEN DI UNIT PERAWATAN I. Persiapan Fisik Persiapan fisik

pre operasi yang dialami oleh pasien dibagi dalam 2 tahapan, yaitu : a. Persiapan di

unit perawatan b. Persiapan di ruang operasi Berbagai persiapan fisik yang harus

dilakukan terhadap pasien sebelum operasi antara lain : a. Status kesehatan fisik

secara umum Sebelum dilakukan pembedahan, penting dilakukan pemeriksaan

status kesehatan secara umum, meliputi identitas klien, riwayat penyakit seperti

kesehatan masa lalu, riwayat kesehatan keluarga, pemeriksaan fisik lengkap, antara

lain status hemodinamika, status kardiovaskuler, status pernafasan, fungsi ginjal

dan hepatik, fungsi endokrin, fungsi imunologi, dan lain-lain. Selain itu pasien

harus istirahat yang cukup, karena dengan istirahat dan tidur yang cukup pasien

tidak akan mengalami stres fisik, tubuh lebih rileks sehingga bagi pasien yang

memiliki riwayat hipertensi, tekanan darahnya dapat stabil dan bagi pasien wanita

tidak akan memicu terjadinya haid lebih awal. b. Status Nutrisi Kebutuhan nutrisi

ditentukan dengan mengukur tinggi badan dan berat badan, lipat kulit trisep,

lingkar lengan atas, kadar protein darah (albumin dan globulin) dan keseimbangan

nitrogen. Segala bentuk defisiensi nutrisi harus di koreksi sebelum pembedahan

untuk memberikan protein yang cukup untuk perbaikan jaringan. Kondisi gizi

buruk dapat mengakibatkan pasien mengalami berbagai komplikasi pasca operasi

Page 66: LAPORAN KASUSHernia Inguinalis Medialis Dextra Inkarserata

dan mengakibatkan pasien menjadi lebih lama dirawat di rumah sakit. Komplikasi

yang paling sering terjadi adalah infeksi pasca operasi, dehisiensi (terlepasnya

jahitan sehingga luka tidak bisa menyatu), demam dan penyembuhan luka yang

lama. Pada kondisi yang serius pasien dapat mengalami sepsis yang bisa

mengakibatkan kematian. c. Keseimbangan cairan dan elektrolit Balance cairan

perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan input dan output cairan. Demikaian

juga kadar elektrolit serum harus berada dalam rentang normal. Kadar elektrolit

yang biasanya dilakuakan pemeriksaan diantaranya dalah kadar natrium serum

(normal : 135 – 145 mmol/l), kadar kalium serum (normal : 3,5-5 mmol/l) dan

kadar kreatinin serum (0,70 – 1,50 mg/dl). Keseimbangan cairan dan elektrolit

terkait erat dengan fungsi ginjal. Dimana ginjal berfungsi mengatur mekanisme

asam basa dan ekskresi metabolit obat-obatan anastesi. Jika fungsi ginjal baik

maka operasi dapat dilakukan dengan baik. Namun jika ginjal mengalami

gangguan seperti oliguri/anuria, insufisiensi renal akut, nefritis akut maka operasi

harus ditunda menunggu perbaikan fungsi ginjal. Kecuali pada kasus-kasus yang

mengancam jiwa. d. Kebersihan lambung dan kolon Lambung dan kolon harus di

bersihkan terlebih dahulu. Intervensi keperawatan yang bisa diberikan diantaranya

adalah pasien dipuasakan dan dilakukan tindakan pengosongan lambung dan kolon

dengan tindakan enema/lavement. Lamanya puasa berkisar antara 7 sampai 8 jam

(biasanya puasa dilakukan mulai pukul 24.00 WIB). Tujuan dari pengosongan

Page 67: LAPORAN KASUSHernia Inguinalis Medialis Dextra Inkarserata

lambung dan kolon adalah untuk menghindari aspirasi (masuknya cairan lambung

ke paru-paru) dan menghindari kontaminasi feses ke area pembedahan sehingga

menghindarkan terjadinya infeksi pasca pembedahan. Khusus pada pasien yang

menbutuhkan operasi CITO (segera), seperti pada pasien kecelakaan lalu lintas.

Maka pengosongan lambung dapat dilakukan dengan cara pemasangan NGT (naso

gastric tube). e. Pencukuran daerah operasi Pencukuran pada daerah operasi

ditujukan untuk menghindari terjadinya infeksi pada daerah yang dilakukan

pembedahan karena rambut yang tidak dicukur dapat menjadi tempat bersembunyi

kuman dan juga mengganggu/menghambat proses penyembuhan dan perawatan

luka. Meskipun demikian ada beberapa kondisi tertentu yang tidak memerlukan

pencukuran sebelum operasi, misalnya pada pasien luka incisi pada lengan.

Tindakan pencukuran (scheren) harus dilakukan dengan hati-hati jangan sampai

menimbulkan luka pada daerah yang dicukur. Sering kali pasien di berikan

kesempatan untuk mencukur sendiri agar pasien merasa lebih nyaman. Daerah

yang dilakukan pencukuran tergantung pada jenis operasi dan daerah yang akan

dioperasi. Biasanya daerah sekitar alat kelamin (pubis) dilakukan pencukuran jika

yang dilakukan operasi pada daerah sekitar perut dan paha. Misalnya :

apendiktomi, herniotomi, uretrolithiasis, operasi pemasangan plate pada fraktur

femur, hemoroidektomi. Selain terkait daerah pembedahan, pencukuran pada

lengan juga dilakukan pada pemasangan infus sebelum pembedahan. f. Personal

Page 68: LAPORAN KASUSHernia Inguinalis Medialis Dextra Inkarserata

Hygine Kebersihan tubuh pasien sangat penting untuk persiapan operasi karena

tubuh yang kotor dapat merupakan sumber kuman dan dapat mengakibatkan

infeksi pada daerah yang dioperasi. Pada pasien yang kondisi fisiknya kuat

diajurkan untuk mandi sendiri dan membersihkan daerah operasi dengan lebih

seksama. Sebaliknya jika pasien tidak mampu memenuhi kebutuhan personal

hygiene secara mandiri maka perawat akan memberikan bantuan pemenuhan

kebutuhan personal hygiene. g. Pengosongan kandung kemih Pengosongan

kandung kemih dilakukan dengan melakukan pemasangan kateter. Selain untuk

pengongan isi bladder tindakan kateterisasi juga diperluka untuk mengobservasi

balance cairan. h. Latihan Pra Operasi Berbagai latihan sangat diperlukan pada

pasien sebelum operasi, hal ini sangat penting sebagai persiapan pasien dalam

menghadapi kondisi pasca operasi, seperti : nyeri daerah operasi, batuk dan banyak

lendir pada tenggorokan. Latihan yang diberikan pada pasien sebelum operasi

antara lain : 1. Latihan nafas dalam 2. Latiihan batuk efektif 3. latihan gerak sendi

1. Latihan Nafas Dalam Latihan nafas dalam sangat bermanfaat bagi pasien untuk

mengurangi nyeri setelah operasi dan dapat membantu pasien relaksasi sehingga

pasien lebih mampu beradaptasi dengan nyeri dan dapat meningkatkan kualitas

tidur. Selain itu teknik ini juga dapat meningkatkan ventilasi paru dan oksigenasi

darah setelah anastesi umum. Dengan melakukan latihan tarik nafas dalam secara

efektif dan benar maka pasien dapat segera mempraktekkan hal ini segera setelah

Page 69: LAPORAN KASUSHernia Inguinalis Medialis Dextra Inkarserata

operasi sesuai dengan kondisi dan kebutuhan pasien. Latihan nafas dalam dapat

dilakukan dengan cara sebagai berikut : • Pasien tidur dengan posisi duduk atau

setengah duduk (semifowler) dengan lutut ditekuk dan perut tidak boleh tegang. â€

¢ Letakkan tangan diatas perut • Hirup udara sebanyak-banyaknya dengan

menggunakan hidung dalam kondisi mulut tertutup rapat. • Tahan nafas

beberapa saat (3-5 detik) kemudian secara perlahan-lahan, udara dikeluarkan

sedikit demi sedikit melalui mulut. • Lakukan hal ini berulang kali (15 kali) •

Lakukan latihan dua kali sehari praopeartif. 2. Latihan Batuk Efektif Latihan batuk

efektif juga sangat diperlukan bagi klien terutama klien yang mengalami operasi

dengan anstesi general. Karena pasien akan mengalami pemasangan alat bantu

nafas selama dalam kondisi teranstesi. Sehingga ketika sadar pasien akan

mengalami rasa tidak nyaman pada tenggorokan. Dengan terasa banyak lendir

kental di tenggorokan. Latihan batuk efektif sangat bermanfaat bagi pasien setalah

operasi untuk mengeluarkan lendir atau sekret tersebut. Pasien dapat dilatih

melakukan teknik batuk efektif dengan cara : • Pasien condong ke depan dari

posisi semifowler, jalinkan jari-jari tangan dan letakkan melintang diatas incisi

sebagai bebat ketika batuk. • Kemudian pasien nafas dalam seperti cara nafas

dalam (3-5 kali) • Segera lakukan batuk spontan, pastikan rongga pernafasan

terbuka dan tidak hanya batuk dengan mengadalkan kekuatan tenggorokan saja

karena bisa terjadi luka pada tenggorokan. • Hal ini bisa menimbulkan

Page 70: LAPORAN KASUSHernia Inguinalis Medialis Dextra Inkarserata

ketidaknyamanan, namun tidak berbahaya terhadap incisi. • Ulangi lagi sesuai

kebutuhan. • Jika selama batuk daerah operasi terasa nyeri, pasien bisa

menambahkan dengan menggunakan bantal kecil atau gulungan handuk yang

lembut untuk menahan daerah operasi dengan hati-hati sehingga dapat mengurangi

guncangan tubuh saat batuk. 3. Latihan Gerak Sendi Latihan gerak sendi

merupakan hal sangat penting bagi pasien sehingga setelah operasi, pasien dapat

segera melakukan berbagai pergerakan yang diperlukan untuk mempercepat proses

penyembuhan. Pasien/keluarga pasien seringkali mempunyai pandangan yang

keliru tentang pergerakan pasien setalah operasi. Banyak pasien yang tidak berani

menggerakkan tubuh karena takut jahitan operasi sobek atau takut luka operasinya

lama sembuh. Pandangan seperti ini jelas keliru karena justru jika pasien selesai

operasi dan segera bergerak maka pasien akan lebih cepat merangsang usus

(peristaltik usus) sehingga pasien akan lebih cepat kentut/flatus. Keuntungan lain

adalah menghindarkan penumpukan lendir pada saluran pernafasan dan terhindar

dari kontraktur sendi dan terjadinya dekubitus. Tujuan lainnya adalah

memperlancar sirkulasi untuk mencegah stasis vena dan menunjang fungsi

pernafasan optimal. Intervensi ditujukan pada perubahan posisi tubuh dan juga

Range of Motion (ROM). Latihan perpindahan posisi dan ROM ini pada awalnya

dilakukan secara pasif namun kemudian seiring dengan bertambahnya kekuatan

tonus otot maka pasien diminta melakukan secara mandiri. Status kesehatn fisik

Page 71: LAPORAN KASUSHernia Inguinalis Medialis Dextra Inkarserata

merupakan faktor yang sangat penting bagi pasien yang akan mengalami

pembedahan, keadaan umum yang baik akan mendukungh dan mempengaruhi

proses penyembuhan. Sebaliknya, berbagai kondisi fisiologis dapat mempengaruhi

proses pembedahan. Demikian juga faktor usia/penuaan dapat mengakibatkan

komplikasi dan merupakan faktor resiko pembedahan. Oleh karena itu sangatlah

penting untuk mempersiapkan fisik pasien sebelum dilakukan

pembedahan/operasi. Faktor resiko terhadap pembedahan antara lain : 1. Usia

Pasien dengan usia yang terlalu muda (bayi/anak-anak) dan usia lanjut mempunyai

resiko lebih besar. Hal ini diakibatkan cadangan fisiologis pada usia tua sudah

sangat menurun . sedangkan pada bayi dan anak-anak disebabkan oleh karena

belum matur-nya semua fungsi organ. 2. Nutrisi Kondisi malnutris dan

obesitas/kegemukan lebih beresiko terhadap pembedahan dibandingakan dengan

orang normal dengan gizi baik terutama pada fase penyembuhan. Pada orang

malnutisi maka orang tersebut mengalami defisiensi nutrisi yang sangat diperlukan

untuk proses penyembuhan luka. Nutrisi-nutrisi tersebut antara lain adalah protein,

kalori, air, vitamin C, vitamin B kompleks, vitamin A, Vitamin K, zat besi dan

seng (diperlukan untuk sintesis protein). Pada pasien yang mengalami obesitas.

Selama pembedahan jaringan lemak, terutama sekali sangat rentan terhadap

infeksi. Selain itu, obesitas meningkatkan permasalahan teknik dan mekanik. Oleh

karenanya dehisiensi dan infeksi luka, umum terjadi. Pasien obes sering sulit

Page 72: LAPORAN KASUSHernia Inguinalis Medialis Dextra Inkarserata

dirawat karena tambahan berat badan; pasien bernafas tidak optimal saat berbaring

miring dan karenanya mudah mengalami hipoventilasi dan komplikasi pulmonari

pascaoperatif. Selain itu, distensi abdomen, flebitis dan kardiovaskuler, endokrin,

hepatik dan penyakit biliari terjadi lebih sering pada pasien obes. 3. Penyakit

Kronis Pada pasien yang menderita penyakit kardiovaskuler, diabetes, PPOM, dan

insufisiensi ginjal menjadi lebih sukar terkait dengan pemakian energi kalori untuk

penyembuhan primer. Dan juga pada penyakit ini banyak masalah sistemik yang

mengganggu sehingga komplikasi pembedahan maupun pasca pembedahan sangat

tinggi. 4. Ketidaksempurnaan respon neuroendokrin Pada pasien yang mengalami

gangguan fungsi endokrin, seperti dibetes mellitus yang tidak terkontrol, bahaya

utama yang mengancam hidup pasien saat dilakukan pembedahan adalah

terjadinya hipoglikemia yang mungkin terjadi selama pembiusan akibat agen

anstesi. Atau juga akibat masukan karbohidrat yang tidak adekuat pasca operasi

atau pemberian insulin yang berlebihan. Bahaya lain yang mengancam adalah

asidosis atau glukosuria. Pasien yang mendapat terapi kortikosteroid beresiko

mengalami insufisinsi adrenal. Penggunaan oabat-obatan kortikosteroid harus

sepengetahuan dokter anastesi dan dokter bedahnya. 5. Merokok Pasien dengan

riwayat merokok biasanya akan mengalami gangguan vaskuler, terutama terjadi

arterosklerosis pembuluh darah, yang akan meningkatkan tekanan darah

sistemiknya. 6. Alkohol dan obat-obatan Individu dengan riwayat alkoholik kronik

Page 73: LAPORAN KASUSHernia Inguinalis Medialis Dextra Inkarserata

seringkali menderita malnutrisi dan masalah-masalah sistemik, sperti gangguan

ginjal dan hepar yang akan meningkatkan resiko pembedahan. Pada kasus

kecelakaan lalu lintas yang seringkali dialami oleh pemabuk. Maka sebelum

dilakukan operasi darurat perlu dilakukan pengosongan lambung untuk

menghindari asprirasi dengan pemasangan NGT. II. PERSIAPAN PENUNJANG

Persiapan penunjang merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari tindakan

pembedahan. Tanpa adanya hasil pemeriksaan penunjang, maka dokter bedah tidak

meungkin bisa menentukan tindakan operasi yang harus dilakukan pada pasien.

Pemeriksaan penunjang yang dimaksud adalah berbagai pemeriksaan radiologi,

laboratorium maupun pemeriksaan lain seperti ECG, dan lain-lain. Sebelum dokter

mengambil keputusan untuk melakukan operasi pada pasien, dokter melakukan

berbagai pemeriksaan terkait dengan keluhan penyakit pasien sehingga dokter bisa

menyimpulkan penyakit yang diderita pasien. Setelah dokter bedah memutuskan

untuk dilakukan operasi maka dokter anstesi berperan untuk menentukan apakan

kondisi pasien layak menjalani operasi. Untuk itu dokter anastesi juga memerlukan

berbagai macam pemrikasaan laboratorium terutama pemeriksaan masa perdarahan

(bledding time) dan masa pembekuan (clotting time) darah pasien, elektrolit serum,

Hemoglobin, protein darah, dan hasil pemeriksaan radiologi berupa foto thoraks

dan EKG. Dibawah ini adalah berbagai jenis pemeriksaan penunjang yang sering

dilakukan pada pasien sebelum operasi (tidak semua jenis pemeriksaan dilakukan

Page 74: LAPORAN KASUSHernia Inguinalis Medialis Dextra Inkarserata

terhadap pasien, namun tergantung pada jenis penyakit dan operasi yang dijalani

oleh pasien). Pemeriksaan penunjang antara lain : a. Pemeriksaan Radiologi dan

diagnostik, seperti : Foto thoraks, abdomen, foto tulang (daerah fraktur), USG

(Ultra Sono Grafi), CT scan (computerized Tomography Scan), MRI (Magnrtic

Resonance Imagine), BNO-IVP, Renogram, Cystoscopy, Mammografi, CIL

(Colon in Loop), EKG/ECG (Electro Cardio Grafi), ECHO, EEG (Electro

Enchephalo Grafi), dll. b. Pemeriksaan Laboratorium, berupa pemeriksan darah :

hemoglobin, angka leukosit, limfosit, LED (laju enap darah), jumlah trombosit,

protein total (albumin dan globulin), elektrolit (kalium, natrium, dan chlorida), CT

BT, ureum kretinin, BUN, dll. Bisa juga dilakukan pemeriksaan pada sumsun

tulang jika penyakit terkaut dengan kelainan darah. c. Biopsi, yaitu tindakan

sebelum operasi berupa pengambilan bahan jaringan tubuh untuk memastikan

penyakit pasien sebelum operasi. Biopsi biasanya dilakukan untuk memastikan

apakah ada tumor ganas/jinak atau hanya berupa infeksi kronis saja. d.

Pemeriksaan Kadar Gula Darah (KGD) Pemeriksaan KGD dilakukan untuk

mengetahui apakah kadar gula darah pasien dalan rentang normal atau tidak. Uji

KGD biasanya dilakukan dengan puasa 10 jam (puasa jam 10 malam dan diambil

darahnya jam 8 pagi) dan juga dilakukan pemeriksaan KGD 2 jam PP (ppst

prandial). e. Dan lain-lain PEMERIKSAAN STATUS ANASTESI Pemeriksaaan

status fisik untuk dilakukan pembiuasan dilakukan untuk keselamatan selama

Page 75: LAPORAN KASUSHernia Inguinalis Medialis Dextra Inkarserata

pembedahan. Sebelum dilakukan anastesi demi kepentingan pembedahan, pasien

akan mengalami pemeriksaan status fisik yang diperlukan untuk menilai sejauh

mana resiko pembiusan terhadap diri pasien. Pemeriksaan yang biasa digunakan

adalah pemeriksaan dengan menggunakan metode ASA (American Society of

Anasthesiologist). Pemeriksaan ini dilakukan karena obat dan teknik anastesi pada

umumnya akan mengganggu fungsi pernafasan, peredaran darah dan sistem saraf.

Berikut adalah tabel pemeriksaan ASA. ASA grade Status Fisik Mortality (%) I

Tidak ada gangguan organik, biokimia dan psikiatri. Misal: penderita dengan

herinia ingunalis tanpa kelainan lain, orang tua sehat, bayi muda yang sehat 0,05 II

Gangguan sistemik ringan sampai sedang yang bukan diseababkan oleh penyakit

yang akan dibedah. Misal: penderita dengan obesitas, penderita dengan bronkitis

dan penderita dengan diabetes mellitus ringan yang akan mengalami appendiktomi

0,4 III Penyakit sistemik berat; misalnya penderita diabetes mellitus dengan

komplikasi pembuluh darah dan datang dengan appendisitis akut. 4,5 IV

Penyakit/gangguan sistemik berat yang menbahayakan jiwa yang tidak selalu dapat

diperbaiki dengan pembedahan, misalnya : insufisiensi koroner atau infark

miokard 25 V Keadaan terminal dengan kemungkinan hidup kecil, pembedahan

dilakukan sebagai pilihan terakhir. Misal: penderita syok berat karena perdarahan

akibat kehamilan di luar rahim pecah. 50 INFORM CONSENT Selain

dilakukannya berbagai macam pemeriksaan penunjang terhadap pasien, hal lain

Page 76: LAPORAN KASUSHernia Inguinalis Medialis Dextra Inkarserata

yang sangat penting terkait dengan aspek hukum dan tanggung jawab dan

tanggung gugat, yaitu Inform Consent. Baik pasien maupun keluarganya harus

menyadari bahwa tindakan medis, operasi sekecil apapun mempunyai resiko. Oleh

karena itu setiap pasien yang akan menjalani tindakan medis, wajib menuliskan

surat pernyataan persetujuan dilakukan tindakan medis (pembedahan dan anastesi).

Meskipun mengandung resiko tinggi tetapi seringkali tindakan operasi tidak dapat

dihindari dan merupakan satu-satunya pilihan bagi pasien. Dan dalam kondisi

nyata, tidak semua tindakan operasi mengakibatkan komplikasi yang berlebihan

bagi klien. Bahkan seringkali pasien dapat pulang kembali ke rumah dalam

keadaan sehat tanpa komplikasi atau resiko apapun segera setelah mengalami

operasi. Tentunya hal ini terkait dengan berbagai faktor seperti: kondisi nutrisi

pasien yang baik, cukup istirahat, kepatuhan terhadap pengobatan, kerjasama yang

baik dengan perawat dan tim selama dalam perawatan. Inform Consent sebagai

wujud dari upaya rumah sakit menjunjung tinggi aspek etik hukum, maka pasien

atau orang yang bertanggung jawab terhdap pasien wajib untuk menandatangani

surat pernyataan persetujuan operasi. Artinya apapun tindakan yang dilakukan

pada pasien terkait dengan pembedahan, keluarga mengetahui manfaat dan tujuan

serta segala resiko dan konsekuensinya. Pasien maupun keluarganya sebelum

menandatangani surat pernyataan tersut akan mendapatkan informasi yang detail

terkait dengan segala macam prosedur pemeriksaan, pembedahan serta pembiusan

Page 77: LAPORAN KASUSHernia Inguinalis Medialis Dextra Inkarserata

yang akan dijalani. Jika petugas belum menjelaskan secara detail, maka pihak

pasien/keluarganya berhak untuk menanyakan kembali sampai betul-betul paham.

Hal ini sangat penting untuk dilakukan karena jika tidak meka penyesalan akan

dialami oleh pasien/keluarga setelah tindakan operasi yang dilakukan ternyata

tidak sesuai dengan gambaran keluarga. Berikut ini merupakan contoh form inform

consent : PERNYATAAN PERSETUJUAN TINDAKAN MEDIS/OPERASI

NAMA PASIEN : (L/P) No. RM : UNIT RAWAT : Saya yang bertnda tangan di

bawah ini : Nama : ………………………. Umur : ………………………..

tahun Jenis kelamin : ……………. Alamat : ………………………

Suami/istri/ayah/ibu /keluargaÙ dari pasien yang bernama :

……………………………………………………………………………

…. 1. Menyatakan SETUJU/TIDAK SETUJU٠bahwa pasien tersebut akan

dilakukan tindakan medis operasi dalam rangka penyembuhan pasien. 2. Saya

mengerti dan memahami tujuan serta resiko/komplikasi yang mungkin terjadi dari

tindakan medis/operasi yang dilakukan terhadap pasien dan oleh karena itu bila

terjadi sesuatu diluar kemapuan dokter sebagai manusia dan dalam batas-batas etik

kedokteran sehingga terjadi kematian/kecacatan pada pasien maka saya tidak akan

menuntut siapapun baik dokter maupun Rumah Sakit. 3. Saya juga menyetujui

dilakukannya tindakan pembiusan baik lokal maupun umum dalam kaitannya

dengan tindakan medis/operasi tersebut. Saya juga mengerti dan memahami tujuan

Page 78: LAPORAN KASUSHernia Inguinalis Medialis Dextra Inkarserata

dan kemungkinan resiko akibat pembiusan yang dapat terjadi sehingga bila terjadi

sesuatu diluar kemampuan dokter sebagai manusia ddan dalam batas-batas etik

kedokteran sehingga terjadi kematian/kecacatan pada pasien maka saya tidak akan

menuntut siapapun baik dokter maupu Rumah sakit. Yogyakarta,

……………………2007 Mengetahui, Saya yang menyatakan, Dokter yang

merawat, Suami/istri/ayah/ibu /keluargaÙ

____________________________________________________ (tanda tangan dan

nama lengkap) (tanda tangan dan nama lengkap) Saksi dari Rumah Sakit, Saksi

dari keluarga, _____________________________________________________

(tanda tangan dan nama lengkap) (tanda tangan dan nama lengkap) Ù coret yang

tidak perlu III. PERSIAPAN MENTAL/PSIKIS Persiapan mental merupakan hal

yang tidak kalah pentingnya dalam proses persiapan operasi karena mental pasien

yang tidak siap atau labil dapat berpengaruh terhadap kondisi fisiknya. Tindakan

pembedahan merupakan ancaman potensial maupun aktual pada integeritas

seseorang yang dapat membangkitkan reaksi stres fisiologis maupun psikologis

(Barbara C. Long) Contoh perubahan fisiologis yang muncul akibat

kecemasan/ketakutan antara lain: 1. Pasien dengan riwayat hipertensi jika

mengalami kecemasan sebelum operasi dapat mengakibatkan pasien sulit tidur dan

tekanan darahnya akan meningkat sehingga operasi bisa dibatalkan. 2. Pasien

wanita yang terlalu cemas menghadapi operasi dapat mengalami menstruasi lebih

Page 79: LAPORAN KASUSHernia Inguinalis Medialis Dextra Inkarserata

cepat dari biasanya, sehingga operasi terpaksa harus ditunda Setiap orang

mempunyai pandangan yang berbeda dalam menghadapi pengalaman operasi

sehingga akan memberikan respon yang berbeda pula, akan tetapi sesungguhnya

perasaan takut dan cemas selalu dialami setiap orang dalam menghadapi

pembedahan. Berbagai alasan yang dapat menyebabkan ketakutan/kecemasan

pasien dalam menghadapi pembedahan antara lain : a. Takut nyeri setelah

pembedahan b. Takut terjadi perubahan fisik, menjadi buruk rupa dan tidak

berfungsi normal (body image) c. Takut keganasan (bila diagnosa yang ditegakkan

belum pasti) d. Takut/cemas mengalami kondisi yang dama dengan orang lan yang

mempunyai penyakit yang sama. e. Takut/ngeri menghadapi ruang operasi,

peralatan pembedahan dan petugas. f. Takut mati saat dibius/tidak sadar lagi. g.

Takut operasi gagal. Ketakutan dan kecemasan yang mungkin dialami pasien dapat

dideteksi dengan adanya perubahan-perubahan fisik seperti: meningkatnya

frekuensi nadi dan pernafasan, gerakan-gerakan tangan yang tidak terkontrol,

telapak tangan yang lembab, gelisah, menayakan pertanyaan yang sama berulang

kali, sulit tidur, sering berkemih. Perawat perlu mengkaji mekanisme koping yang

biasa digunakan oleh pasien dalam menghadapi stres. Disamping itu perawat perlu

mengkaji hal-hal yang bisa digunakan untuk membantu pasien dalam menghadapi

masalah ketakutan dan kecemasan ini, seperti adanya orang terdekat, tingkat

perkembangan pasien, faktor pendukung/support system. Untuk mengurangi dan

Page 80: LAPORAN KASUSHernia Inguinalis Medialis Dextra Inkarserata

mengatasi kecemasan pasien, perawat dapat menanyakan hal-hal yang terkait

dengan persiapan operasi, antara lain : • Pengalaman operasi sebelumnya •

Pengertian pasien tentang tujuan/alasan tindakan operasi • Pengetahuan pasien

tentang persiapan operasi baik fisik maupun penunjang. • Pengetahuan pasien

tentang situasi/kondisi kamar operasi dan petugas kamar operasi. • Pengetahuan

pasien tentang prosedur (pre, intra, post operasi) • Pengetahuan tentang latihan-

latihan yang harus dilakukan sebelum operasi dan harus dijalankan setalah operasi,

seperti : latihan nafas dalam, batuk efektif, ROM, dll. Persiapan mental yang

kurang memadai dapat mempengaruhi pengambilan keputusan pasien dan

keluarganya. Sehingga tidak jarang pasien menolak operasi yang sebelumnya telah

disetujui dan biasanya pasien pulang tanpa operasi dan beberapa hari kemudian

datang lagi ke rumah sakit setalah merasa sudah siap dan hal ini berarti telah

menunda operasi yang mestinya sudah dilakukan beberapa hari/minggu yang lalu.

Oleh karena itu persiapan mental pasien menjadi hal yang penting untuk

diperhatikan dan didukung oleh keluarga/orang terdekat pasien. Persiapan mental

dapat dilakukan dengan bantuan keluarga dan perawat. Kehadiran dan keterlibatan

keluarga sangat mendukung persiapan mental pasien. Keluarga hanya perlu

mendampingi pasien sebelum operasi, memberikan doa dan dukungan pasien

dengan kata-kata yang menenangkan hati pasien dan meneguhkan keputusan

pasien untuk menjalani operasi. Peranan perawat dalam memberikan dukungan

Page 81: LAPORAN KASUSHernia Inguinalis Medialis Dextra Inkarserata

mental dapat dilakukan dengan berbagai cara: 1. Membantu pasien mengetahui

tentang tindakan-tindakan yang dialami pasien sebelum operasi, memberikan

informasi pada pasien tentang waktu operasi, hal-hal yang akan dialami oleh

pasien selama proses operasi, menunjukkan tempat kamar operasi, dll. Dengan

mengetahui berbagai informasi selama operasi maka diharapkan pasien mejadi

lebih siap menghadapi operasi, meskipun demikian ada keluarga yang tidak

menghendaki pasien mengetahui tentang berbagai hal yang terkait dengan operasi

yang akan dialami pasien. 2. Memberikan penjelasan terlebih dahulu sebelum

setiap tindakan persiapan operasi sesuai dengan tingkat perkembangan. Gunakan

bahasa yang sederhana dan jelas. Misalnya: jika pasien harus puasa, perawat akan

menjelaskan kapan mulai puasa dan samapai kapan, manfaatnya untuk apa, dan

jika diambil darahnya, pasien perlu diberikan penjelasan tujuan dari pemeriksaan

darah yang dilakukan, dll. Diharapkan dengan pemberian informasi yang lengkap,

kecemasan yang dialami oleh pasien akan dapat diturunkan dan mempersiapkan

mental pasien dengan baik 3. Memberi kesempatan pada pasien dan keluarganya

untuk menanyakan tentang segala prosedur yang ada. Dan memberi kesempatan

pada pasien dan keluarga untuk berdoa bersama-sama sebelum pasien di antar ke

kamar operasi. 4. Mengoreksi pengertian yang saah tentang tindakan pembedahan

dan hal-hal lain karena pengertian yang salah akan menimbulkan kecemasan pada

pasien. 5. Kolaborasi dengan dokter terkait dengan pemberian obat pre medikasi,

Page 82: LAPORAN KASUSHernia Inguinalis Medialis Dextra Inkarserata

seperti valium dan diazepam tablet sebelum pasien tidur untuk menurunkan

kecemasan dan pasien dapat tidur sehingga kebutuhan istirahatnya terpenuhi. Pada

saat pasien telah berada di ruang serah terima pasien di kamar operasi, petugas

kesehatan di situ akan memperkenalkan diri sehingga membuat pasien merasa

lebih tenang. Untuk memberikan ketenangan pada pasien, keluarga juga diberikan

kesempatn untuk mengantar pasien samapi ke batas kamar operasi dan

diperkenankan untuk menunggu di ruang tunggu yang terletak di depan kamar

operasi. OBAT-OBATAN PRE MEDIKASI Sebelum operasi dilakukan pada esok

harinya. Pasien akan diberikan obat-obatan permedikasi untuk memberikan

kesempatan pasien mendapatkan waktu istirahat yang cukup. Obat-obatan

premedikasi yang diberikan biasanya adalah valium atau diazepam. Antibiotik

profilaksis biasanya di berikan sebelum pasien di operasi. Antibiotik profilaksis

yang diberikan dengan tujuan untuk mencegah terjadinya infeksi selama tindakan

operasi, antibiotika profilaksis biasanya di berikan 1-2 jam sebelum operasi

dimulai dan dilanjutkan pasca beda 2- 3 kali. Antibiotik yang dapat diberikan

adalah ceftriakson 1gram dan lain-lain sesuai indikasi pasien. C. PERSIAPAN

PASIEN DI KAMAR OPERASI Persiapan operasi dilakukan terhadap pasien

dimulai sejak pasien masuk ke ruang perawatan sampai saat pasien berada di

kamar operasi sebelum tindakan bedah dilakukan. Persiapan di ruang serah terima

diantaranya adalah prosedur administrasi, persiapan anastesi dan kemudian

Page 83: LAPORAN KASUSHernia Inguinalis Medialis Dextra Inkarserata

prosedur drapping. Di dalam kamar operasi persiapan yang harus dilakukan

terhdap pasien yaitu berupa tindakan drapping yaitu penutupan pasien dengan

menggunakan peralatan alat tenun (disebut : duk) steril dan hanya bagian yang

akan di incisi saja yang dibiarkan terbuka dengan memberikan zat desinfektan

seperti povide iodine 10% dan alkohol 70%. Prinsip tindakan drapping adalah: •

Seluruh anggota tim operasi harus bekerja sama dalam pelaksanaan prosedur

drapping. • Perawat yang bertindak sebagai instrumentator harus mengatahui

dengan baik dan benar prosedur dan prinsip-prinsip drapping. • Sebelum

tindakan drapping dilakukan, harus yakin bahwa sarung tangan tang digunakan

steril dan tidak bocor. • Pada saat pelaksanaan tindakan drapping, perawat

bertindak sebagai omloop harus berdiri di belakang instrumentator untuk

mencegah kontaminasi. • Gunakan duk klem pada setiap keadaaan dimana alat

tenun mudah bergeser. • Drape yang terpasang tidak boleh dipindah-pindah

sampai operasi selesai dan harus di jaga kesterilannya. • Jumlah lapisan penutup

yang baik minimal 2 lapis, satu lapis menggunkan kertas water prof atau plastik

steril dan lapisan selanjutnya menggunakan alat tenun steril. Teknik Drapping : â€

¢ Letakkan drape di tempat yang kering, lantai di sekitar meja operasi harus kering

• Jangan memasang drape dengan tergesa-gesa, harus teliti dan

memepertahankan prinsip steril • Pertahankan jarak antara daerah steril dengan

daerah non steril • Pegang drape sedikit mungkin • Jangan melintasi daerah

Page 84: LAPORAN KASUSHernia Inguinalis Medialis Dextra Inkarserata

meja operasi yang sudah terpasang drape/alat tenun steril tanpa perlindungan gaun

operasi. • Jaga kesterilan bagian depan gaun operasi, berdiri membelakangi

daerah yang tidak steril. • Jangan melempar drape terlalu tinggi saat memasang

drape (hati-hati menyentuh lampu operasi) • Jika alat tenun yang akan dipasang

terkontaminasi. Maka perawat omloop bertugas menyingkirkan alat tenun tersebut.

• Hindari tangan yang sudah steril menyentuh daerah kulit pasien yang belum

tertutup. • Setelah semua lapisan alat tenun terbentang dari kaki sampai bagian

kepala meja operasi, jangan menyentuh hal-hal yang tidak perlu. • Jika ragu-

ragu terhdap kesterilan alat tenun, lebih baik alat tenun tersebut dianggap

terkontaminasi. Tindakan keperawatan pre operetif merupakan tindakan yang

dilakukan oleh perawat dalam rangka mempersiapkan pasien untuk dilakukan

tindakan pembedahan dengan tujuan untuk menjamin keselamatan pasien

intraoperatif. Persiapan fisik maupun pemeriksaan penunjang serta pemeriksaan

mental sangat diperlukan karena kesuksesan suatu tindakan pembedahan klien

berawal dari kesuksesan persiapan yang dilakukan selama tahap persiapan.

Kesalahan yang dilakukan pada saat tindakan preoperatif apapun bentuknya dapat

berdampak pada tahap-tahap selanjutnya, untuk itu diperlukan kerjasama yang baik

antara masing-masing komponen yang berkompeten untuk menghasilkan outcome

yang optimal, yaitu kesembuhan pasien secara paripurna.

Page 85: LAPORAN KASUSHernia Inguinalis Medialis Dextra Inkarserata

Artikel MEKANISME KERJA PENTOTHAL DALAM GENERAL ANESTESI

PADA HERNIORAPHY TERHADAP BALITA BERUSIA 16 BULAN

MEKANISME KERJA PENTOTHAL DALAM GENERAL ANESTESI PADA

HERNIORAPHY TERHADAP BALITA BERUSIA 16 BULAN MEKANISME

KERJA PENTOTHAL DALAM GENERAL ANESTESI PADA

HERNIORAPHY TERHADAP BALITA BERUSIA 16 BULAN ABSTRAK

Pentothal merupakan agen anestesi yang termasuk ke dalam golongan barbiturat,

memiliki sifat anestetik yang kuat dan analgesik lemah, yang paling banyak

diberikan secara intravena. Metabolisme pentothal terutama terjadi di hepar, daya

kerjanya singkat. Pentothal menimbulkan efek sedasi, hypnosis dan depresi

pernafasan, tergantung pada dosis dan kecepatan pemberiannya. Pada pasien anak

laki-laki berusia 16 bulan dengan riwayat adanya benjolan pada skrotum kiri,

tergolong ke dalam kategori ASA 1, nadi awal 158 kali per menit. Dilakukan

operasi hernioraphy dengan general anestesi menggunakan Pentothal 50 mg dan

Scolin 10 mg. Maintenan menggunakan isoflurance/N2O/oksigen. Kata kunci :

pentothal, anestesi, general, hernioraphy, hernia KASUS Pasien anak laki-laki

berusia 16 bulan dibawa orang tuanya ke Rumah Sakit Umum Daerah Tidar

Magelang dengan keluhan terdapat benjolan di skrotum kiri yang hilang timbul

sejak anak lahir. Benjolan tersebut dapat hilang ketika anak tidur, dan kembali

muncul ketika anak berjalan, batuk, tertawa atau menangis keras. Anak tidak

Page 86: LAPORAN KASUSHernia Inguinalis Medialis Dextra Inkarserata

mengalami demam, tidak ada keluhan muntah, tidak ada gangguan buang air kecil

maupun buang air besar. Pada pemeriksaan fisik anak tampak tenang, nadi 158 kali

per menit, respirasi 32 kali per menit, suhu tubuh 36,8oC. pada regio skrotalis

nampak adanya benjolan dengan diameter 4 centimeter. Benjolan tersebut

memiliki warna yang sama dengan kulit sekitarnya, batas tidak tegas, konsistensi

lunak, mobile, permukaan halus. Pemeriksaan laboratorium dalam batas normal.

Pasien termasuk pada kategori ASA I (pasien sehat dan tidak ada gangguan

sistemik). DIAGNOSIS Diagnosis preoperatif : Hernia Skrotalis Sinistra Status

operatif : ASA I (pasien sehat dan tidak ada gangguan sistemik) TINDAKAN

ANESTESI Pre operasi : Pasien dipuasakan hingga operasi, dilakukan pemasangan

infus Ringer Laktat 24 tetes per menit. Jenis Anestesi : Anestesi general dengan

posisi terlentang menggunakan agen induksi Pentothal 50 mg dan Scolin 10 mg

yang disuntikkan secara intravena dan maintenance dengan menggunakan

Isoflurance, N2O dan oksigen 3 L/menit sebagai agen pemeliharaan. Durante

operasi : diberikan cairan Ringer Laktat sebanyak 1000 ml. Post operasi : bedrest

24 jam, injeksi Ondansetron 1 mg, injeksi Antrain 0,25 gram per 8 jam, dan injeksi

Epedrin 5 mg jika tekanan darah < 90 mmHg. DISKUSI Hernia merupakan

protusi/penonjolan isi rongga melalui defek atau bagian lemah dari dinding rongga

yang bersangkutan. Terdapat beberapa poin penting dalam hernia, yaitu : defek/

bagian yang lemah dari dinding rongga, kantung hernia, isi hernia, dan cincin

Page 87: LAPORAN KASUSHernia Inguinalis Medialis Dextra Inkarserata

hernia (daerah penyempitan kantung hernia akibat defek tersebut). Berdasarkan

terjadinya, dibagi atas hernia kongenital/bawaan dan hernia yang didapat. Bila isi

hernia terjepit oleh cincin hernia, disebut hernia inkarserata atau hernia strangulata.

Disebut hernia inkarserata bila isi kantung terperangkap, tidak dapat kembali ke

dalam rongga perut disertai akibat yang berupa gangguan pasase atau vaskularisasi.

Pada pasien ini hernia terjadi pada daerah skrotum dan terjadi sejak lahir (hernia

bawaan), isi hernia masih dapat kembali ke rongga perut sehingga tidak termasuk

ke dalam kategori hernia inkarserata. Juga tidak didapatkan adanya gangguan

pasase usus seperti muntah atau gangguan buang air besar. Pentothal merupakan

agen anestesi yang termasuk ke dalam golongan barbiturat, memiliki sifat anestetik

yang kuat dan analgesik lemah, yang paling banyak diberikan secara intravena.

Metabolisme pentothal terutama terjadi di hepar, daya kerjanya singkat. Pentothal

menimbulkan efek sedasi, hypnosis dan depresi pernafasan, tergantung pada dosis

dan kecepatan pemberiannya. Efek utama adalah depresi pusat pernapasan,

tergantung besar dosis, dan kecepatan injeksi. Efek ini akan bertambah jelas bila

sebelumnya diberikan opiat atau obat depresan lain. Pentothal mendepresi pusat

vasomotor dan kontraktilitas miokard yang mengakibatkan vasodilatasi, sehingga

dapat menurunkan curah jantung dan tekanan darah. Efek ini tergantung dosis dan

lebih nyata pada pasien dengan penyakit kardiovaskular. Pemilihan pentothal

sebagai agen anestesi pada pasien ini adalah karena sifat anestetiknya yang kuat,

Page 88: LAPORAN KASUSHernia Inguinalis Medialis Dextra Inkarserata

sehingga dengan dosis minimal, efek anestesi yang cukup kuat dapat dicapai.

Namun mengingat efek sampingnya terhadap sistem pernafasan adalah mendepresi

pusat pernafasan, maka diberikan agen pemelihara yang cukup kuat pula seperti

N2O dan oksigen. KESIMPULAN Tindakan anestesi pada anak harus

menggunakan dosis yang seminimal mungkin. Karena kondisi anak-anak masih

rentan terhadap obat-obatan. Sehingga perlu agen anestesi yang kuat, yang dapat

menghasilkan efek yang baik dengan dosis yang minimal. Pentothal merupakan

agen anestesi yang termasuk ke dalam golongan barbiturat, memiliki sifat anestetik

yang kuat sehingga sangat cocok ntuk digunakan pada kasus ini. Anestesi spinal

adalah pilihan yang tepat pada pembedahan terhadap pasien anak, karena anak

kecil belum dapat diperintahkan agar kooperatif, sehingga memerlukan agen

anestesi yang general.