laporan kasushernia inguinalis medialis dextra inkarserata
TRANSCRIPT
LAPORAN KASUSHernia Inguinalis Medialis Dextra Inkarserata
Disusun oleh :Juan Setiaji030.05.286Pembimbing :Dr. Deddy Subandrio, Sp.BKepaniteraan
Klinik Ilmu BedahRumah Sakit Angkatan Laut Dr. MintohardjoPeriode 12 September ± 19
November 2011Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti
Status Pemeriksaan PasienDepartemen BedahRSAL Dr. Mintohardjo
I. Identitas Pasien
Nama : Ny. K Umur : 69 tahunJenis Kelamin : PerempuanAgama : IslamStatus :
MenikahPendidikan : SLTAPekerjaan : Ibu Rumah TanggaAlamat : Kav Setia Budi RT 04/05
Cipadu, LaranganTanggal masuk RS : 23 Oktober 2011 No. Rekam medis : 055917
II. Keluhan Utama
Terdapat benjolan yang pada perut kanan bawah yang hilang timbul sejak kuranglebih 15 tahun
yang lalu.
III. Anamnesa Lengkap
Telah dilakukan Autoanamnesa pada tanggal 23 Oktober 2011 jam 08.30A.
Riwayat penyakit sekarangPasien perempuan datang ke IGD RSAL Dr. Mintohardjo karena
terdapat benjolan pada perut kanan bawah sejak 15 tahun yang lalu. Benjolan dirasakan
semakinmembesar dan timbul saat berdiri, kemudian hilang saat beristirahat. Pasien mengaku
benjolan tidak nyeri dan dapat dimasukkan secara manual menggunakan jari.Benjolan
berbentuk bulat dan tidak nyeri jika ditekan. Pasien merasakan keluhansejak 3 hari yang lalu,
keluhan yang dirasakan berupa nyeri pada perut kanan bawah,susah buang air besar, buang air
kecil yang sedikit. Seringkali pasien merasa mualnamun tidak ada muntah. Pasien tidak
mengeluh demam, nafsu makan pasien juga baik, pasien tidak memiliki riwayat penyakit batuk
yang lama ataupun buang air besar yang keras.B.
Riwayat penyakit dahuluPenyakit diabetes melitus : disangkalPenyakit asma : disangkalPenyakit
alergi : disangkalPasien tidak pernah operasi sebelumnyaC.
Riwayat penyakit keluargaPasien menyangkal adanya riwayat DM, hipertensi, asma, dan
penyakit jantung.D.
Riwayat pribadi dan sosial ekonomiPasien adalah seorang wanita dengan status gizi cukup, tidak
merokok dan tidak adariwayat menggunakan obat-obatan terlarang. Pasien mempunyai status
ekonomimenengah dan telah menikah.
IV. Pemeriksaan Fisik
Status generalis
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 150/90 mmHg
Nadi : 92 x/menit
Pernafasan : 20 x/menit
Suhu : 36,5ºC
Status emosi : Stabil
Umur menurut tafsiran : Sesuai
Tinggi badan : 165 cm
Berat badan : 72 kg, Status gizi : Gizi lebih
Bentuk badan : Habitus Piknikus
Cara berbaring dan mobilitas : Aktif Kulit
Warna : Sawo matang, tidak pucat, tidak ikterik, tidak terdapathipopigmentasi ataupun
hiperpigmentasi.
Lesi : Tidak terdapat lesi primer seperti makula, papula, vesikula, pustula maupun lesi sekunder
seperti jaringan parut atau keloid
Rambut : Tumbuh rambut pada permukaan kulit
Turgor : Baik
Keringat : NormalKepala
Normocephali
Distribusi rambut merata dan berwarna hitam
Tidak tampak adanya deformitasMata
Tidak terdapat ptosis pada palpebra dan tidak terdapat oedem
Conjunctiva tidak anemis
Sklera tidak tampak ikterik , Pupil : isokor, RCL +/+, RCTL +/+Telinga
Daun telinga : Normal
Tofi : Tidak ditemukan
Liang telinga : Lapang
Membrana timpani : Intak
LAPORAN KASUSHernia Inguinalis Medialis Dextra Inkarserata
Disusun oleh :Juan Setiaji030.05.286Pembimbing :Dr. Deddy Subandrio, Sp.BKepaniteraan
Klinik Ilmu BedahRumah Sakit Angkatan Laut Dr. MintohardjoPeriode 12 September ± 19
November 2011Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti
Status Pemeriksaan PasienDepartemen BedahRSAL Dr. Mintohardjo
I. Identitas Pasien
Nama : Ny. K Umur : 69 tahunJenis Kelamin : PerempuanAgama : IslamStatus :
MenikahPendidikan : SLTAPekerjaan : Ibu Rumah TanggaAlamat : Kav Setia Budi RT 04/05
Cipadu, LaranganTanggal masuk RS : 23 Oktober 2011 No. Rekam medis : 055917
II. Keluhan Utama
Terdapat benjolan yang pada perut kanan bawah yang hilang timbul sejak kuranglebih 15 tahun
yang lalu.
III. Anamnesa Lengkap
Telah dilakukan Autoanamnesa pada tanggal 23 Oktober 2011 jam 08.30A.
Riwayat penyakit sekarangPasien perempuan datang ke IGD RSAL Dr. Mintohardjo karena
terdapat benjolan pada perut kanan bawah sejak 15 tahun yang lalu. Benjolan dirasakan
semakinmembesar dan timbul saat berdiri, kemudian hilang saat beristirahat. Pasien mengaku
benjolan tidak nyeri dan dapat dimasukkan secara manual menggunakan jari.Benjolan
berbentuk bulat dan tidak nyeri jika ditekan. Pasien merasakan keluhansejak 3 hari yang lalu,
keluhan yang dirasakan berupa nyeri pada perut kanan bawah,susah buang air besar, buang air
kecil yang sedikit. Seringkali pasien merasa mualnamun tidak ada muntah. Pasien tidak
mengeluh demam, nafsu makan pasien juga baik, pasien tidak memiliki riwayat penyakit batuk
yang lama ataupun buang air besar yang keras.B.
Riwayat penyakit dahuluPenyakit diabetes melitus : disangkalPenyakit asma : disangkalPenyakit
alergi : disangkalPasien tidak pernah operasi sebelumnyaC.
Riwayat penyakit keluargaPasien menyangkal adanya riwayat DM, hipertensi, asma, dan
penyakit jantung.D.
Riwayat pribadi dan sosial ekonomiPasien adalah seorang wanita dengan status gizi cukup, tidak
merokok dan tidak adariwayat menggunakan obat-obatan terlarang. Pasien mempunyai status
ekonomimenengah dan telah menikah.
IV. Pemeriksaan Fisik
Status generalis
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 150/90 mmHg
Nadi : 92 x/menit
Pernafasan : 20 x/menit
Suhu : 36,5ºC
Status emosi : Stabil
Umur menurut tafsiran : Sesuai
Tinggi badan : 165 cm
Berat badan : 72 kg
Status gizi : Gizi lebih
Bentuk badan : Habitus Piknikus
Cara berbaring dan mobilitas : Aktif Kulit
W
arna : Sawo matang, tidak pucat, tidak ikterik, tidak terdapathipopigmentasi ataupun
hiperpigmentasi.
Lesi : Tidak terdapat lesi primer seperti makula, papula, vesikula, pustula maupun lesi sekunder
seperti jaringan parut atau keloid
Rambut : Tumbuh rambut pada permukaan kulit
Turgor : Baik
Keringat : NormalKepala
Normocephali
Distribusi rambut merata dan berwarna hitam
Tidak tampak adanya deformitasMata
Tidak terdapat ptosis pada palpebra dan tidak terdapat oedem
Conjunctiva tidak anemis
Sklera tidak tampak ikterik
Pupil : isokor, RCL +/+, RCTL +/+Telinga
Daun telinga : Normal
Tofi : Tidak ditemukan
Liang telinga : Lapang
Membrana timpani : Intak
LAPORAN KASUSHIL INSACERATA DENGAN EPIDURAL ANAESTHESI
OLEH:Muhd.Suhail Bin Satri (0710714027)Low Khar Weoi
(0710714021)Rionaldo Dhiparedja (0710714036)Pembimbing :Dr. Buyung
Hartiyo L, SpAnLABORATORIUM ANAESTESIOLOGI & TERAPI
INTENSIFFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYARUMAH
SAKIT UMUM DR.SAIFUL ANWARMALANG2012 ANESTHESIA
EPIDURAL
Definisi Anestesia epidural adalah satu bentuk dari anestesia regional dan
merupakan salah satubentuk teknik blok neuroaksial, dimana penggunaannya lebih
luas daripada anesthesia spinal.Epidural blok dapat dilakukan melalui pendekatan
lumbal, torak, servical atau sacral (yang lasimdisebut blok caudal). Teknik epidural
sangat luas penggunaanya pada anestesia operatif,analgesia untuk kasus kasus
obstreti, analgesia post operatif dan untuk nyeri kronis.Onset dari epidural
anestesia (10-20 menit) lebih lambat dibandingkan dengan anestesispinal. Dengan
menggunakan konsentrasi obat anesthesi local yang relative lebih encer
dandikombinasi dengan obat-obat golongan opoid, serat simpatis dan serat motorik
lebih sedikitdiblok, sehingga menghasilkan analgesia tanpa blok motorik. Hal ini
banyak dimanfaatkan untukanalgesia pada persalinan dan analgesia post operasi.
Indikasi  Sebagai tambahan anesthesia umum. Hal ini dapat mengurangi
kebutuhan pasienterhadap analgesic opoid, cocok untuk tindakan bedah yang
bervariasi, sebagai contohbedah ginekologi (histerektomi), bedah ortopedi
(penggantian sendi panggul), bedahumum (laparatomi) dan bedah vascular
(perbaikan aneurisma aorta).  Sebagai teknik tunggal anestesi untuk tindakan
bedah di daerah tungkai bawah, pelvis,perineum, dan abdomen bawah.  Section
caesarean ialah jenis terbanyak yang menggunakan teknik tunggal ini.
Khasnyaialah pasien tetap sadar selama operasi.  Untuk analgesia post operatif.
Analgesik diberikan ke dalam ruang epidural selamabeberapa hari setelah operasi
lewat kateter yang telah dimasukkan saat operasi.  Untuk pengobatan nyeri
punggung. Injeksi analgesic dan steroid ke dalam ruang epiduraldapat mengurangi
keluhan nyeri.  Untuk pengobatan nyeri kronis atau sebagai pengobatan paliatif
bagi pasien-pasienterminal. Kontraindikasi Relatif  Kelainan anatomis seperti
spina bifida, meningomyelocele, atau skoliosis.  Riwayat operasi tulang
belakang sebelumnya, dimana jaringan parut mungkinmenghambat penyebaran
obat.  Masalah khusus dengan system saraf pusa termasuk multiple sklerosis
atausiringomielia.  Masalah pada katup jantung seperti stenosis mitral dan
stenosis aorta, dimanavasodilatasi yang dirangsang oleh obat anesthesi dapat
menyebabkan tidak sampainyasuplai darah ke otot jantung yang menebal, juga
blok total jantung.(complete heart block)  Pasien yang tidak kooperatif.
Kontraindikasi Absolute  Pasien menolak  Gangguan pembekuan darah atau
sedang dalam pengobatan anti-koagulan-risiko untukterjadinya hematoma yang
dapat menekan medulla spinalis.  Infeksi di daerah dekat focus insersi-risiko
terjadinya meningitis atau abses epidural  Infeksi pada aliran darah yang dapat
menyebar via kaeter ke system saraf pusat  Peningkatan Tekanan Intra Kranial
(TIK), karena dapat berujung pada herniasi batangotak  Hipovelemia yang tidak
terkoreksi, yang ditambah blokade simpatis olehepidural dapat menyebabkan
kolapsnya sirkulasi. Anatomis Ruang epidural adalah bagian dari kanalis
vertebralis yang tidak terisi oleh durameter danisinya. Ruang epidural merupakan
ruang potensial yang terletak di antara dura dan periosteumyang membatasi bagian
dalam kanalis vertebralis, terbentang dari foramen magnum ke sacralhiatus.
Cabang-cabang saraf anterior dan posterior dari medulla spinalis menyeberangi
ruang iniuntuk bergabung di foramen intervertebralis untuk membentuk saraf-saraf
segmentalis. Batasanterior ruang epidural terdiri atas ligamentum longitudinalis
posterior yang membungkus korpusvertebrae dan diskus intervertrebalis. Batas
lateral oleh periosteum pedikel vertebra dan foramenintervertebralis. Di posterior,
dibatasi oleh periosteum dari permukaan anterior lamina danprosesus artikularis
berserta ligamentum-ligamentum penghubungnya, periosteum dari cabangspina,
dan ruang interlamina yang diisi oleh ligamentum flavum. Ruang epidural berisi
pleksusvena dan jaringan lemak yang berhubungan dengan lemak di ruang
paravertebra. Persiapan Setiap epidural yang ingin dikerjakan tidak boleh
dilupakan tentang manajemen jalannapas dan resusitasi. Fasilitas untuk monitor
tekanan darah dan nadi juga harus tersedia.Diharuskan mendapat informed consent
dari pasien, setelah sebelumnya pasien dijelaskantentang risiko dan komplikasi
yang mungkin terjadi. Pemeriksaan pra-bedah harus dilakukanlengkap seperti pada
anesthesia umum. Perhatikan khusus pada status kardiovaskular pasien,karena lesi
vascular dapat menyulitkan dalam meningkatkan cardiac output sebagai
responterhadap vasodilatasi akibat blockade simpatis. Punggung juga harus
diperiksa. Pemeriksaanlaboratorium tentang status koagulasi pasien penting.
Perlengkapan Set epidural modern steril dan disposable. Obat-obatan juga harus
steril dan baru. Jarumepidural yang digunakan biasanya 16-18G, panjang 8cm
dengan garis penanda berjarak 1cm,dan ujung melengkung 15- 30’. Yang lebih
sering digunakan adalah jarum Touhy dan Huber. Teknik Anestesia Epidural
Anestesia epidural memerlukan teknik tinggi untuk menghindari
terjadinyakomplikasiyang serius, and harus selalu dikerjakan oleh dokter anestesi
yang terlatih,menggunakan teknikaseptik yang ketat untuk mengurangi risiko
infeksi. 1.Posisi Pasien Pasien dalam posisi duduk atau posisi lateral (berbaring
miring). Pasienyang dudukkemudian diminta untuk membungkukkan tubuh untuk
meningkatkan kurvatura tulang belakang.Pasien yang berbaring juga diminta untuk
menekuk lutut hingga menyentuh dagu untuk alasanyang sama. 2.Lokasi Insersi
Dokter anestesi mempalpasi punggung pasien dan mengidentifikasi celah(gap)
anatomisantara prosesus spinosus vertebra. Level pada spina di mana kateter paling
baik ditempatkanbergantung pada lokasi dan tipe dari operasi yang akan dilakukan,
serta lokasi anatomis asalnyeri. Krista iliaka biasanya digunakan sebagai
panduan untuk mencapai vertebra L4, di manaterletak tepat di bawah
berakhirnya medula spinalis. Karena persarafan dada dan abdomenberjalan
di bawah iga, dokter anestesi dapat mempalpasi sepanjang iga yang
bersangkutanuntuk menentukan lokasi penempatan kateter.Biasanya, dokter
menempatkan kateter pada daerah mid-lumbar, atau bagian
punggungbawah, meskipun kadang-kadang kateter ditempatkan di
daerahthoraks (dada) atau servikal (leher). Pada pasien dewasa, medula
spinalis berakhir di level diskus antara L1 dan L2 (padaneonates sampai L3
tapi kadang bisamencapai L4), di mana kemudian terdapat struktur berkas-
berkas saraf yang disebut kauda ekuina. Karena itu, epidural lumbal relatif
aman dari risikotrauma medula spinalis 3.Menemukan Ruang Epidural Kulit
diinfiltrasi dengan zat anestetik lokal seperti lidokain di lokasi
yangsudahdiidentifikasi. Fokus insersi biasanya di garis tengah (median),
meskipun pendekatan lain, sepertipendekatan paramedian kadang juga
digunakan,khususnya pada pasien-pasien usia tua.Padapendekatan paramedian,
ujung jarum ditusukkan 1-2 cm lateral darimidline, mengikuti arah lamina hingga
mencapai ligamentum flavum dan ruangepidural. “Menjalankan†ujung jarum�
pada lamina ini membuat dokter lebih percaya diri bahwa mereka benar telah dekat
dengan ruangepidural. Hal inikhususnya sangat penting pada daerah thoraks, di
mana medula spinalisnyalebih besar (dibandingkan lumbal), dan risiko tertusuknya
dura serta trauma medulaspinalis lebihbesar. Ada banyak teknik yang digunakan
untuk mencapai ruang epidural. Tetapi yang palingpopuler ialah teknik hilangnya
resistensi dan teknik tetes tergantung. Teknik Hilangnya Resistensi (Loss of
Resistance) Teknik ini menggunakan semprit kaca atau semprit plastik rendah
resistensi yang diisioleh udara atau NaCl sebanyak ± 3 ml. Setelah diberikan
anestetik lokal pada tempat suntikan, jarum epidural ditusukkan sedalam 1-2 cm.
Kemudian udara/ NaCl disuntikkan perlahan-lahansecaraterputus-putus
(intermiten) sambil mendorong jarum epidural sampai terasa menembus jaringan
keras (ligamentum flavum) yang disusul oleh hilangnya resistensi. Ada ciri khas
khusus ketika ujung jarum telah masuk ke ruang epidural. Sensasi “pop†atau�
“klik†dapat dirasakan ketika ujung jarum menembus ligamentum flavum tepat�
sebelum masuk ke ruang epidural.Setelah yakin ujung jarum berada dalam ruang
epidural, dilakukan uji dosis (test dose). Teknik Tetes Tergantung (Hanging Drop)
Pada teknik ini hanya menggunakan jarum epidural yang diisi NaCl sampai terlihat
adatetes NaCl yang menggantung. Dengan mendorong jarum epidural perlahan-
lahan secara lembutsampai terasa membus jaringan keras yang kemudian disusul
oleh tersedotnya tetes NaCl keruang epidural. Setelah yakin ujung jarum berada
dalam ruang epidural, dilakukan uji dosis. 4.Uji Dosis Uji dosis anestetik lokal
untuk epidural dosis tunggal dilakukan setelahujung jarumdiyakini berada dalam
ruang epidural dan untuk dosis berulang(kontinu) melalui kateter.Masukkan
anestetik lokal 3 ml yang sudah bercampur adrenalin 1 : 200,000.  Jika tidak
ada efek setelah beberapa menit, kemungkinan besar letak jarum atau kateter benar
 Jika terjadi blokade spinal, menunjukkan obat masuk ke ruangsubarachnoid
karenaterlalu dalam  Jika terjadi peningkatan laju nadi sampai 20-30%,
kemungkinan obatmasuk venaepidural. 5.Penempatan Kateter Setelah ujung jarum
masuk di ruang epidural, kateter dimasukkan lewat jarum tersebut.Jarum kemudian
dicabut. Biasanya, kateter kemudian ditarik sedikit sampai tersisa 4-6 cm didalam
ruang epidural. Kateter tersebut memiliki tanda kedalaman, sehingga kedalaman
kateter di ruang epidural dapat diukur.Kateter biasanya difiksasi pada kulit dengan
plester atau kasasupaya tidak tertekuk. 6.Cara Penyuntikan Setelah diyakini posisi
jarum atau kateter benar, suntikkan anestetik local secarabertahap setiap 3-5 menit
sebanyak 3-5 ml sampai tercapai dosis total.Suntikan yang terlalucepat
menyebabkan tekanan dalam ruang epidural mendadak tinggi, sehingga
menimbulkanpeninggian tekanan intrakranial, nyeri kepala, dan gangguan sirkulasi
pembuluh darah epidural. 7.Uji Keberhasilan Epidural Anestesi epidural yang
benar menghasikan 3 efek utama :1.Hilangnya fungsi sistem saraf simpatis yang
mengontrol tekanan darah,diketahui dariperubahan suhu.2.Hilangnya modalitas
sensorik lainnya (termasuk sentuhan, dan propriosepsi),dengan ujitusuk jarum
(pin-prick)3.Hilangnya kekuatan otot (motorik), dinilai dari skala Bromage. Faktor
Yang Berpengaruh Pada Anestesia Epidural1.Lokasi Injeksi Pada injeksi lumbal,
analgesia akan menyebar ke kaudal dan kranial denganDelay pada segmen L5 dan
S1 karena ukuran cabang saraf yang besar.Pada injeksi torakal, analgesia menyebar
merata dari lokasi injeksi. Thoraks bagian atasdan servikal bawah resistan terhadap
blok tersebut karena ukurancabang sarafnya yang besar.Ukuran ruang epidural
pada daerah torakal lebihkecil sehingga volume anestesi yang diperlukantidak
terlalu besar. 2.Dosis Dosis yang dibutuhkan untuk analgesia atau anestesia
ditentukan oleh beberapa faktor,tetapi pada umumnya dibutuhkan dosis 1-2
mL/segmen.Penyebaran lokal anestesia di dalamruang epidural bervariasi
tergantung dari ukuran ruang epidural, dan terkadang obat tersebutmengalir keluar
ke ruang paravertebra.Efek dari epidural bekerja di bawah level spesifik yang
menjadi lokasiinjeksi obat (sesuaidermatom). Level yang dikehendaki biasanya 3-4
dermatomlebih tinggi dari fokus insersi.Intensitas dari blok saraf ditentukan dari
konsentrasi obat anestetik local yang digunakan.Sedangkan volume obat
menentukan tingkat penyebaran obat(level mana). Sebagai contoh, 15ml 0.1%
bupivakain dapat memberikan efek analgesia yang baik bagi wanita yang
sedangmelahirkan, tetapi tidak mencukupi untuk tindak bedah. Sebaliknya, 15 ml
0.5% bupivakain dapatmemberikan blok yang cukup untuk pembedahan. Karena
volume yang digunakan pada keduakasusadalah sama, penyebaran obat, dan tinggi
level yang terkena efek, adalah sama.Penting diingat bahwa serabut saraf simpatik
memiliki diameter yang terekcil dan sangatmudah diblok, bahkan dengan
konsentrasi rendah. Derajat blokade simpatis berhubungandengan jumlah segmen
yang diblok. Dengan kateter epidural, dapat diatur dosis obatnyasehingga blok
simpatis yang berlebihan dapat dihindari.Kebutuhan untuk mengulangi(topping up)
dosis obat bergantung pada durasi aksi obattersebut. Dosis ulangan harus diberikan
sebelum efek blok menghilang di mana pasien dapatmerasakan nyeri. Konsep yang
digunakan adalah “regresi dua segmenâ€, yaitu rentang waktu sejakinjeksi dosis�
pertamaobat hingga timbul regresi maksimum sensorik 2 segmen. Jika hal ini
telahterjadi,1.5x dosis awal harus diinjeksikan untuk menjaga blok. Waktu regresi
2 segmen lignokainialah 90-150 menit, dan bupivakain ialah 200-260 menit.
Manajemen Preoperatif Anastesi Spinal padaHerniotomi Et Causa
Hernia InguinalisLateralis Sinistra Repponibel Dibuat oleh: Mega
Prawithasari,Modifikasi terakhir pada Mon 06 of Sep, 2010 [04:06
UTC]ABSTRAK
Anestesi spinal (subaraknoid) adalah anestesi regional dengan tindakan
penyuntikan obatanestetik lokal ke dalam ruang subaraknoid. Anestesi spinal/
subaraknoid juga disebut sebagaianalgesi/blok spinal intradural atau blok
intratekal. Hal ±hal yang mempengaruhi anestesi spinalialah jenis obat, dosis
obat yang digunakan, efek vasokonstriksi, berat jenis obat, posisi tubuh,tekanan
intraabdomen, lengkung tulang belakang, operasi tulang belakang, usia pasien,
obesitas,kehamilan, dan penyebaran obat. Di dalam cairan serebrospinal, hidrolisis
anestetik lokal berlangsung lambat. Sebagian besar anestetik lokal meninggalkan
ruang subaraknoid melaluialiran darah vena sedangkan sebagian kecil melalui
aliran getah bening. Lamanya anestesitergantung dari kecepatan obat
meninggalkan cairan serebrospinal. Pada kasus ini dilakukananastesi spinal
subarachnoid karena dilakukan pembedahan pada abdomen pada bagian
bawahsesuai dengan indikasi anastesi spinal.Keywords:Anastesi spinal,
subarachnoid, hernia Inguinalis lateralis repponibelKASUSSeorang laki-laki
berusia 70 tahun datang ke RSUD dengan keluhan pada scrotum sebelah
kirimembesar hilang timbul, pasien mengaku tidak merasa nyeri, pasien mengaku
scrotum sebelahkiri tampak membesar terutama bila pasien mengangkat barang
yang berat, maupun saat pasienmengejan, keluhan dirasakan muncul sejak 2 tahun
yang lalu. BAB tak ada gangguan, flatusnormal, tidak mual, tidak muntah, dan
tidak ada keluhan BAK. Riwayat hipertensi, jantung,diabetes mellitus, asma
maupun alergi disangkal. Riwayat merokok ada. Riwayat anastesisebelumnya
disangkal. Riwayat penyakit keluarga : Riwayat hipertensi, jantung,
diabetesmellitus, asma maupun alergi disangkal. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan: keadaan umumcompos mentis, TD 140/90 mmHg, Rr 20 x/menit, N
72 x/menit, T 36,8 oC, hasil laboratoriumdalam batas normal. Pada status lokalis:
testis teraba 2 buah, tampak benjolan di daerahinguinalis sinistra,yang bisa
dimasukkan kembali, nyeri tekan tidak ada, finger test ada terabatekanan ketika
pasien diminta untuk mengejan,uji transluminasi tidak ada. Dokter
merencanakanuntuk dilakukan herniotomi.DIAGNOSIS Diagnosis pasien adalah
Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan penunjang maka:Diagnosa pre-
operasi : Hernia Inguinalis Lateralis Sn Repponibel; Status operasi : ASA
I .TERAPIPenatalaksanaan anastesi pada pasien antara lain: Premedikasi berupa
injeksi ondancentron HCL4 mg intravena dan injeksi ketorolac 30 mg intravena.
Dilanjutkan loading cairan (infus) RL 500ml. Dilakukan regional anastesi berupa
anastesi spinal dengan teknik subarachnoid block atauSAB, dengan menggunakan
jarum spinal ukuran 27 antara lumbal 4-5 disuntikan bupivacain 20mg ditambah
dengan clonidine hydrochloride 150 mcg. Selama operasi berlangsung
diberikanmidazolam 3 mg intravena dan untuk mempertahankan oksigenasi pasien
diberikan O2 3liter/menit. Operasi selesai dalam waktu 1 jam, perdarahan dalam
operasi kira-kira 70cc. Bila pasien tenang dan stabil dengan Bromage score  3
maka dapat dipindah ke bangsal.DISKUSIPada kasus ini pasien seorang laki-laki
berusia 70 tahun dengan diagnosis Hernia Inguinalislateralis sinistra repponibeldan
akan dilakukan herniotomi. Jenis anastesi yang digunakan adalahregional anastesi-
anastesi spinal dengan teknik subarachnoid block yaitu anastesi pada
ruangsubarachnoid kanalis spinalis regio antara vertebra lumbal 4-5. Pemilihan
teknik anastesi berdasarkan pada faktor-faktor seperti usia, status fisik, jenis dan
lokasi operasi, ketrampilan ahli bedah, ketrampilan ahli anastesi dan
pendidikan.Anestesi spinal (subaraknoid) adalah anestesi regional dengan tindakan
penyuntikan obatanestetik lokal ke dalam ruang subaraknoid. Anestesi spinal/
subaraknoid juga disebut sebagaianalgesi/blok spinal intradural atau blok
intratekal. Dengan indikasi pada pasien yaitu akandilakukannya pembedahan pada
daerah anogenital dimana indikasi untuk anastasi spinal antaralain : bedah
ekstremitas bawah, bedah panggul, tindakan sekitar rektum-perineum,
bedahobstetri-ginekologi, bedah urologi, bedah abdomen bawah, dan pada bedah
abdomen atas dan bedah pediatri yang dikombinasikan dengan anastesia umum
ringan. Premedikasi yangdigunakan pada kasus ini adalah ondancentron HCL 4mg
dan ketorolac 30 mg. Ondancentronadalah suatu antagonis 5-HT3, diberikan
dengan tujuan mencegah mual dan muntah pascaoperasi agar tidak terjadi aspirasi
dan rasa tidak nyaman. Dosis Ondancentron anjuran yaitu 0,05-0,1 mg/KgBB.
Pemberian ketorolac sebagai analgetik digunakan untuk mengurangi nyeri,dengan
cara menghambat sintesis prostaglandin di perifer tanpa mengganggu reseptor
opioid diSSP. Dosis awal pemberian adalah 10-30 mg, dapat diulang setiap 4-6
jam, untuk pasien normaldibatasi maksimal 90 mg; untuk manula, pasien dengan
BB <50 kg atau faal ginjal dibatasimaksimal 60 mg. Induksi anastesi pada kasus
ini adalah dengan menggunakan anastesi lokalyaitu bupivacain 20 mg ditambah
dengan clonidine hydrochloride 150 mcg. Bupivacainmerupakan obat anastesi
lokal yang mekanismenya adalah mencegah terjadinya depolarisasi pada membran
sel saraf pada tempat suntikan obat tersebut, sehingga membran akson tidak dapat
bereaksi dengan asetil kolin sehingga membran tetap semipermeabel dan tidak
terjadi perubahan potensial. Hal ini menyebabkan aliran impuls yang melewati
saraf tersebut berhenti sehinggasegala macam rangsang atau sensasi tidak sampai
ke sistem saraf pusat. Hal ini menimbulkan parestesia, sampai analgesia, paresis
sampai paralisis dan vasodilatasi pembuluh darah padadaerah yang terblock.
Bupivacain berikatan dengan natrium channel sehingga mencegahdepolarisasi.
Dosis 1-2 mg/KgBB. Potensi 3-4x dari lidokain dan lama kerja 1-2x lidokain.
Sifathambatan sensoris lebih dominan dibanding motoriknya. Penambahan
clonidine pada kasus inidimaksudkan untuk memperpanjang durasi dari anastesi
spinal. Pemilihan obat anastesi lokaldisesuaikan dengan lama dan jenis operasi
yang dilakukan Selama operasi pasien diberimidazolam 3 mg secara intravena, hal
ini dimaksudkan untuk menghilangkan kecemasan selamaoperasi berlangsung,
midazolam merupakan derivat dari benzodiazepin yang mempunyai khasiatsedasi
dan anticemas yang bekerja pada sistem limbik. Pemberian O2 3 liter/menit adalah
untuk menjaga oksigenasi pasien. Pada kasus ini tekanan darah pasien relatif stabil
walaupun memangmengalami penurunan dibanding tekanan darah saat pasien
masuk. Sehingga saat operasi berlangsung tidak diperlukan pemberian efedrin 10
mg intravena untuk membantu menaikkantekanan darah pasien. Efedrin
merupakan vasopressor yang bekerja menstimuli reseptor alfa dan beta berakibat
pada peningkatan denyut jantung, tekanan darah dan mempunyai efek relaksasiotot
polos bronkhus serta saluran cerna serta dilatasi pupil, dosis pemberian 5-10 mg
dapatdiulang setelah 10 menit. Pengelolaan cairan: Jam I, Maintenance cairan
2cc/KgBB/jam: 50 Kgx 2cc = 100 cc. Puasa 6 jam tidak dihitung karena sejak
puasa sudah terpasang RL. Stress operasi: 4 cc/KgBB/jam: 50 Kg x 4cc = 200 cc.
Jadi kebutuhan cairan jam I : 100cc + 200cc =300cc/jam Setelah dilakukan operasi
diketahui jumlah perdarahan pada ksus ini adalah 70cc.EBV: 50 Kg x 75cc =
3750cc. EBV%: 70cc/3750cc x 100% = 1,87%. Karena perdarahan yangkeluar
pada kasus ini < 20% EBV maka tidak diperlukan adanya transfusi darah.
Kebutuhancairan dibangsal Maintenance 2cc/KgBB/jam : 50Kg x 2cc =
100cc/jam. Sehingga jumlahtetesan yang dibutuhkan jika menggunakan infus 1cc
î€ 15 tetes. Maka, 100cc/60 x 15tetes = 25tetes/menit. Pasien pindah ke ruang�
recovery dan dilakukan pemantauan keadaan umum, tekanandarah, respirasi dan
nadi. Bila pasien tenang dan stabil dengan bromage score  3 maka pasiendapat
dipindahkan ke bangsal , bromage score dipakai dalam penanganan pasien post op
denganregional anastesi.DAFTAR PUSTAKA1. Latief, said. 2001. Petunjuk
Praktis Anestesiologi. Jakarta: FKUI2. Sari, Irma P. S. 2009. Anestetika Lokal.
http://www.scribd.com/doc/19566098/. Diakses 5MeI 20103. Rochmawati, Anis.
2009. Makalah Tugas
Farmakologi.http://www.scribd.com/doc/30705426/29772928-Makalah-Tugas-
Farmakologi-i#source:facebook. Diakses 21 juli 20104. Marwoto. 2000.
Perbandingan Mula dan Lama Kerja Antara Lidokain- Buvivakain danBuvivakain
pada Block Epidural.http://www.mediamedika.net/archives/105. Diakses 21
juli2010 5. Mutschler,E.1991.Dinamika Obat edisiV.Bandung:ITBPENULIS Mega
Prawithasari Lubis, Bagian Anastesi, RSUD Setjonegoro, Kab.Wonosobo, Jawa
TengahIdentitas Nama : WMJenis kelamin : PerempuanUmur : 15 tahunAlamat :
Maasing, kec. Tuminting, kota Manado SULUTAgama : Kristen
ProtestanPekerjaan : SiswaMRS : 21 Oktober 2008Keluhan utama :Benjolan pada
leher sebelah kiriRiwayat penyakit sekarang :Benjolan pada leher sebelah kiri
dialami pendrita sejak kira-kira 3 tahun yang lalu.Awalnya benjolan berukuran
kecil, namun lama-kelamaan membesar samapai seukuran kira-kirasebesar bola
kelereng.Benjolan tidak nyeri, tidak mengganggu waktu bernafas ataupun
menelan.Suara penderita tidak terganggu.Riwayat jantung berdebar, mata melotot,
susah tidur, sensitif terhadap suhu dingin, berkeringat banyak, nafsu makan
menurun, panurunan berat badan disangkal penderita.BAB/BAK biasa.Riwayat
penyakit dahulu :Riwayat penyakit jantung, darah tinggi, dan penyakit gula
disangkal oleh penderita.Riwayat penyakit keluarga :Hanya penderita yang sakit
seperti ini dalam keluarga.Riwayat keadaan sosial :Anak I dari 2
bersaudara.Pemeriksaan Fisik :Tanda vital : TD : 110/70 mmHgRespirasi : 22 x/m
Nadi : 76 x/mSuhu rektal : 36,8º CKepala (THT, mata dan mulut):Inspeksi :
conjungtiva anemis (-), scelera ikterik (-), eksoftalmus (-)Palpasi : T.A.K
Leher :Inspeksi : ® colli anterior sinistra :Tampak massa ukuran diameter 3 cm,
warna sama dengan sekitar, konsistensi kenyal, mobil,
Manajemen Preoperatif Anastesi Spinal pada Herniotomi Et Causa
Hernia Inguinalis Lateralis Sinistra Repponibel ABSTRAK Anestesi
spinal (subaraknoid) adalah anestesi regional dengan tindakan penyuntikan obat
anestetik lokal ke dalam ruang subaraknoid.
Anestesi spinal/ subaraknoid juga disebut sebagai analgesi/blok spinal intradural
atau blok intratekal. Hal –hal yang mempengaruhi anestesi spinal ialah jenis
obat, dosis obat yang digunakan, efek vasokonstriksi, berat jenis obat, posisi tubuh,
tekanan intraabdomen, lengkung tulang belakang, operasi tulang belakang, usia
pasien, obesitas, kehamilan, dan penyebaran obat. Di dalam cairan serebrospinal,
hidrolisis anestetik lokal berlangsung lambat. Sebagian besar anestetik lokal
meninggalkan ruang subaraknoid melalui aliran darah vena sedangkan sebagian
kecil melalui aliran getah bening. Lamanya anestesi tergantung dari kecepatan obat
meninggalkan cairan serebrospinal. Pada kasus ini dilakukan anastesi spinal
subarachnoid karena dilakukan pembedahan pada abdomen pada bagian bawah
sesuai dengan indikasi anastesi spinal. Keywords: Anastesi spinal, subarachnoid,
hernia Inguinalis lateralis repponibel KASUS Seorang laki-laki berusia 70 tahun
datang ke RSUD dengan keluhan pada scrotum sebelah kiri membesar hilang
timbul, pasien mengaku tidak merasa nyeri, pasien mengaku scrotum sebelah kiri
tampak membesar terutama bila pasien mengangkat barang yang berat, maupun
saat pasien mengejan, keluhan dirasakan muncul sejak 2 tahun yang lalu. BAB tak
ada gangguan, flatus normal, tidak mual, tidak muntah, dan tidak ada keluhan
BAK. Riwayat hipertensi, jantung, diabetes mellitus, asma maupun alergi
disangkal. Riwayat merokok ada. Riwayat anastesi sebelumnya disangkal. Riwayat
penyakit keluarga : Riwayat hipertensi, jantung, diabetes mellitus, asma maupun
alergi disangkal. Pada pemeriksaan fisik didapatkan: keadaan umum compos
mentis, TD 140/90 mmHg, Rr 20 x/menit, N 72 x/menit, T 36,8 oC, hasil
laboratorium dalam batas normal. Pada status lokalis: testis teraba 2 buah, tampak
benjolan di daerah inguinalis sinistra,yang bisa dimasukkan kembali, nyeri tekan
tidak ada, finger test ada teraba tekanan ketika pasien diminta untuk mengejan,uji
transluminasi tidak ada. Dokter merencanakan untuk dilakukan herniotomi.
DIAGNOSIS Diagnosis pasien adalah Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik
dan penunjang maka: Diagnosa pre-operasi : Hernia Inguinalis Lateralis Sn
Repponibel; Status operasi : ASA I . TERAPI Penatalaksanaan anastesi pada
pasien antara lain: Premedikasi berupa injeksi ondancentron HCL 4 mg intravena
dan injeksi ketorolac 30 mg intravena. Dilanjutkan loading cairan (infus) RL 500
ml. Dilakukan regional anastesi berupa anastesi spinal dengan teknik subarachnoid
block atau SAB, dengan menggunakan jarum spinal ukuran 27 antara lumbal 4-5
disuntikan bupivacain 20 mg ditambah dengan clonidine hydrochloride 150 mcg.
Selama operasi berlangsung diberikan midazolam 3 mg intravena dan untuk
mempertahankan oksigenasi pasien diberikan O2 3 liter/menit. Operasi selesai
dalam waktu 1 jam, perdarahan dalam operasi kira-kira 70cc. Bila pasien tenang
dan stabil dengan Bromage score ≥ 3 maka dapat dipindah ke bangsal.
DISKUSI Pada kasus ini pasien seorang laki-laki berusia 70 tahun dengan
diagnosis Hernia Inguinalis lateralis sinistra repponibeldan akan dilakukan
herniotomi. Jenis anastesi yang digunakan adalah regional anastesi-anastesi spinal
dengan teknik subarachnoid block yaitu anastesi pada ruang subarachnoid kanalis
spinalis regio antara vertebra lumbal 4-5. Pemilihan teknik anastesi berdasarkan
pada faktor-faktor seperti usia, status fisik, jenis dan lokasi operasi, ketrampilan
ahli bedah, ketrampilan ahli anastesi dan pendidikan. Anestesi spinal (subaraknoid)
adalah anestesi regional dengan tindakan penyuntikan obat anestetik lokal ke
dalam ruang subaraknoid. Anestesi spinal/ subaraknoid juga disebut sebagai
analgesi/blok spinal intradural atau blok intratekal. Dengan indikasi pada pasien
yaitu akan dilakukannya pembedahan pada daerah anogenital dimana indikasi
untuk anastasi spinal antara lain : bedah ekstremitas bawah, bedah panggul,
tindakan sekitar rektum-perineum, bedah obstetri-ginekologi, bedah urologi, bedah
abdomen bawah, dan pada bedah abdomen atas dan bedah pediatri yang
dikombinasikan dengan anastesia umum ringan. Premedikasi yang digunakan pada
kasus ini adalah ondancentron HCL 4mg dan ketorolac 30 mg. Ondancentron
adalah suatu antagonis 5-HT3, diberikan dengan tujuan mencegah mual dan
muntah pasca operasi agar tidak terjadi aspirasi dan rasa tidak nyaman. Dosis
Ondancentron anjuran yaitu 0,05-0,1 mg/KgBB. Pemberian ketorolac sebagai
analgetik digunakan untuk mengurangi nyeri, dengan cara menghambat sintesis
prostaglandin di perifer tanpa mengganggu reseptor opioid di SSP. Dosis awal
pemberian adalah 10-30 mg, dapat diulang setiap 4-6 jam, untuk pasien normal
dibatasi maksimal 90 mg; untuk manula, pasien dengan BB <50 kg atau faal ginjal
dibatasi maksimal 60 mg. Induksi anastesi pada kasus ini adalah dengan
menggunakan anastesi lokal yaitu bupivacain 20 mg ditambah dengan clonidine
hydrochloride 150 mcg. Bupivacain merupakan obat anastesi lokal yang
mekanismenya adalah mencegah terjadinya depolarisasi pada membran sel
saraf pada tempat suntikan obat tersebut, sehingga membran akson tidak
dapat bereaksi dengan asetil kolin sehingga membran tetap semipermeabel
dan tidak terjadi perubahan potensial. Hal ini menyebabkan aliran impuls
yang melewati saraf tersebut berhenti sehingga segala macam rangsang atau
sensasi tidak sampai ke sistem saraf pusat. Hal ini menimbulkan parestesia,
sampai analgesia, paresis sampai paralisis dan vasodilatasi pembuluh darah
pada daerah yang terblock. Bupivacain berikatan dengan natrium channel
sehingga mencegah depolarisasi. Dosis 1-2 mg/KgBB. Potensi 3-4x dari
lidokain dan lama kerja 1-2x lidokain. Sifat hambatan sensoris lebih dominan
dibanding motoriknya. Penambahan clonidine pada kasus ini dimaksudkan
untuk memperpanjang durasi dari anastesi spinal. Pemilihan obat anastesi lokal
disesuaikan dengan lama dan jenis operasi yang dilakukan Selama operasi pasien
diberi midazolam 3 mg secara intravena, hal ini dimaksudkan untuk
menghilangkan kecemasan selama operasi berlangsung, midazolam merupakan
derivat dari benzodiazepin yang mempunyai khasiat sedasi dan anticemas yang
bekerja pada sistem limbik. Pemberian O2 3 liter/menit adalah untuk menjaga
oksigenasi pasien. Pada kasus ini tekanan darah pasien relatif stabil walaupun
memang mengalami penurunan dibanding tekanan darah saat pasien masuk.
Sehingga saat operasi berlangsung tidak diperlukan pemberian efedrin 10 mg
intravena untuk membantu menaikkan tekanan darah pasien. Efedrin merupakan
vasopressor yang bekerja menstimuli reseptor alfa dan beta berakibat pada
peningkatan denyut jantung, tekanan darah dan mempunyai efek relaksasi otot
polos bronkhus serta saluran cerna serta dilatasi pupil, dosis pemberian 5-10 mg
dapat diulang setelah 10 menit. Pengelolaan cairan: Jam I, Maintenance cairan
2cc/KgBB/jam: 50 Kg x 2cc = 100 cc.
Puasa 6 jam tidak dihitung karena sejak puasa sudah terpasang RL. Stress operasi :
4 cc/KgBB/jam: 50 Kg x 4cc = 200 cc. Jadi kebutuhan cairan jam I : 100cc +
200cc = 300cc/jam Setelah dilakukan operasi diketahui jumlah perdarahan pada
ksus ini adalah 70cc. EBV: 50 Kg x 75cc = 3750cc. EBV%: 70cc/3750cc x 100%
= 1,87%. Karena perdarahan yang keluar pada kasus ini < 20% EBV maka tidak
diperlukan adanya transfusi darah. Kebutuhan cairan dibangsal Maintenance
2cc/KgBB/jam : 50Kg x 2cc = 100cc/jam. Sehingga jumlah tetesan yang
dibutuhkan jika menggunakan infus 1cc ∞ 15 tetes. Maka, 100cc/60 x 15tetes =
25 tetes/menit. Pasien pindah ke ruang recovery dan dilakukan pemantauan
keadaan umum, tekanan darah, respirasi dan nadi. Bila pasien tenang dan stabil
dengan bromage score ≥ 3 maka pasien dapat dipindahkan ke bangsal ,
bromage score dipakai dalam penanganan pasien post op dengan regional anastesi.
PRESENTASI KASUS Penatalaksanaan Anestesi Spinal Pada Hernioraphy BAB
ILAPORAN KASUS A.IDENTITAS Nama: Sdr. Sulaiman No CM: 818734Umur:
21 TahunJenis kelamin: Laki-LakiBB: 52Agama: IslamAlamat: Tonjong RT 3/RW
3Tanggal masuk: 5 Oktober 2010 B.ANAMNESIS Riwayat penyakit 1. Keluhan
utama: Benjolan di selangkangan kanan2. Keluhan tambahan: -3. Riwayat penyakit
sekarang: Pasien datang ke IGD RSMS tanggal 3 OKtober 2010dengan keluhan
terdapat benjolan pada selangkangan kanan. Benjolan ini tidak balik lagidalam 6
bulan yang lalu. Pasien mengeluhkan sedikit nyeri apabila melakukan posisi
jongkok saat buang air besar, buang air kecil lancar. Tidak ada gangguan lain
yangmenyangkut keluhan pasien.4. Riwayat penyakit dahulu − Riwayat penyakit
jantung disangkal − Riwayat penyakit asma disangkal − Riwayat penyakit alergi
obat disangkal − Riwayat penyakit diabetes melitus disangkal − Riwayat
penyakit hipertensi disangkal − Riwayat operasi dan pembiusan disangkal
C.PEMERIKSAAN FISIK 1.Status Generalis Keadaan umum: SedangKesadaran:
Compos Mentis; GCS: E 4 V 5 M 6 Vital sign: TD 120/70 mmhgNadi 92 x/menit
reguler, isi dan tegangan cukupRR 28 x/menitSuhu 36, 8 ° CPrimary survey :A :
clear, MP IB : spontan, SD vesikuler Rbk -/-, Rbh -/-, Wh -/-, RR 28 x/menitC : N :
92 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup, TD : 120/70 mmHg, S1>S2 murmur
(-) gallop (-)D : GCS E4M6V5 2.Pemeriksaan kepala : Mesochepal, simetris,
tumor(-), tanda radang (-)., rambutwarna hitam, tersebar merata, dan tidak mudah
dicabutMata: Conjungtiva anemis -/-, Sklera ikterik -/-. RC +/+Pupil isokor, Ǿ
3mmTelinga: NCH ( - ), discharge ( - )Hidung: Discharge (-), epistaksis (-), deviasi
septum (-).Mulut: Sianosis ( - ), bibir kering (-),pembesaran tonsil (-),Mallampati I
3.Pemeriksaan leher : Simetris, tidak ada deviasi trakea, pembesaran KGB
(-)Tiroid: Tidak Ada Kelainan 4.Pemeriksaan dada Paru: SD.vesikuler , wheezing
-/- , rhonki -/-Jantung: S 1 >S 2 .reguler , murmur ( - ) , gallop ( - )Dinding dada:
simetris , destruksi ( - ) 5.Pemeriksaan abdomen Dinding perut: Supel, datar
Hepar/lien: Tidak terabaUsus: Bising usus ( + ) Normal 6.Pemeriksaan punggung
Columna vertebra: Tidak Ada KelainanGinjal: Tidak Ada Kelainan
D.PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan Laboratorium tanggal : Darah
lengkap Hb : 17,0 gr/dlLeukosit : 10730 / µ lHematokrit : 49 %Trombosit :
230000 / mm³PT: 13 dtk APTT : 32 dtk GDS : 121 uI/L E.KESIMPULAN
KONSUL ANESTESI - Status fisik ASA I- Acc. Anestesi F.LAPORAN
ANESTESI PASIEN a) Diagnosis pra-bedah: Hernia Inguinalis Lateralis dextra
acreta b) Diagnosis post-bedah: Hernia Inguinalis Lateralis dextra acretac) Jenis
pembedahan: HernioraphyPersiapan Anestesi: Informed concentPuasa ± 8 jam
sebelum Operasi Jenis anestesi : Regional AnestesiPremedikasi anestesi :
Ondansentron 4 mgMedikasi : Bupivacain Spinal 20 mgFortanestKetalar
DexamethasonKetorolac 30 mgPemeliharaan anestesi : O 2 2,0 L/mntTeknik
anestesi : Spinal ; SAB L3 / L4 • Pasien dalam posisi duduk dan kepala
menunduk. • Desinfeksi di sekitar daerah tusukan yaitu di regioL3-L4. • Blok
dengan jarum spinal no.27 pada regio L3-L4. • LCS keluar (+) jernih. •
Barbotage (+).Respirasi : SpontanPosisi : SupineInfus durante operasi : RLStatus
fisik : ASA IInduksi mulai: 09.20 WIBOperasi mulai: 09.30 WIBOperasi Selesai:
10.30 WIBBerat Badan: 52 KgLama Operasi: 1 jamPasien puasa: 8 jamInput
durante operasi • RL ( Ringer Laktat )= III Plabot (± 1500 cc) Te kanan darah
dan frekuensi nadi :Pukul (WIB)Tekanan Darah (mmHg)Nadi
(kali/menit)09.20126/708809.30120/748509.45128/788510.00125/729010.15120/6
88210.30125/7883Monitoring Post Operatif (Ruang Pemulihan)Pukul
(WIB)Tekanan Darah (mmHg) Nadi (kali/menit)10.40119/828610.50125/8585
G.PENATALAKSANAAN PASCA PEMBEDAHAN Perawatan bangsalMasuk
Tanggal : 5 Oktober 2010Jam: 12.00 WIBAirway: Clear, MP IBreathing: Spontan,
SD vesikuler Rh -/- , Wh -/-Circulation: S1 > S2; Reguler, murmur ( - ), gallop
( - )Disability: GCS ; E 4 V 5 M 6 Instruksi post operasi → observasi : Selama 24
jam1.Monitoring Kesadaran, tanda vital, dan keseimbangan cairan2.Bed rest total
24 jam post op dengan bantal tinggi. Boleh miring kanan kiri, tak bolehduduk
3.Ukur TD dan N tiap 15 menit selama 1 jam pertama. Bila TD < 90 beri efedrin
10 mg, bila N<60 beri SA 0,5 mg4.bila tidak ada mual muntah boleh minum
sedikit-sedikit dengan sendok 5.bila nyeri kepala hebat, konsul anestesi Prognosis :
Dubia ad Bonam H.PEMANTAUAN ANESTESI1.Preoperatif
PENATALAKSANAAN ANESTESI REGIONAL PADA
HERNIORAPHYATAS INDIKASIHERNIA INGUINALIS LATERALIS
(Sinistra) REPONIBILISDisusun olehINTANNUARY PARINGGAG
00060098Pembimbing :dr. H. Marthunus Judin, SpAnKEPANITERAAN KLINIK
ILMU ANESTESI DAN REANIMASISMF. ANESTESI / RSUD.
MOEWARDISURAKARTA2011 1 KATA PENGANTAR Puji dan syukur
penyusun panjatkan kepada Tuhan YME yang telahmemberikan rahmat-Nya,
sehingga penyusun dapat menyelesaikan presentasi kasusyang berjudul
â€Penatalaksanaan Anestesi Regional pada Hemoroidektomi atasindikasi hemoroid�
interna grade III†ini dengan baik.Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima�
kasih kepada :1.dr. H. Marthunus Judin, SpAn, selaku kepala bagian Anestesi FK
UNS / RSUD dr.Moewardi Surakarta dan pembimbing pada pembuatan presentasi
kasus ini. 2. Prof. Dr. dr. St. Mulyata, SpAn. KIC, selaku staf ahli anestesi.3.dr.
Soemartanto, SpAn. KIC, selaku staf ahli anestesi.. 4. dr. M.H. Sudjito, SpAn.,
KNA selaku staf ahli anestesi5.dr. Purwoko, SpAn, selaku staf ahli anestesi.6.dr.
Sugeng Budi, SpAn, selaku staf ahli anestesi.7.Seluruh staf dan paramedis yang
bertugas di bagian anestesi RSUD dr. MoewardiSurakarta.8.Semua pihak yang
telah membantu selama penulisan laporan ini.Penyusun menyadari bahwa di dalam
presentasi kasus ini masih jauh darisempurna, karena keterbatasan pengetahuan
serta pengalaman, walaupun demikian penulis telah berusaha sebaik mungkin.
Maka dari itu kritik dan saran yangmembangun diharapkan guna penyusunan dan
kesempurnaannya.Surakarta, September 2011Penyusun2 BAB ITINJAUAN
PUSTAKAA.PERSIAPAN PRA ANESTESI Kunjungan pra anestesi pada pasien
yang akan menjalani operasi dan pembedahan baik elektif dan darurat mutlak harus
dilakukan untuk keberhasilantindakan tersebut. Adapun tujuan pra anestesi
adalah:1.Mempersiapkan mental dan fisik secara optimal. 2. Merencanakan dan
memilih teknik serta obat-obat anestesi yang sesuai denganfisik dan kehendak
pasien. 3. Menentukan status fisik dengan klasifikasi ASA (American
SocietyAnesthesiology): 1 a.ASA I: Pasien normal sehat, kelainan bedah
terlokalisir, tanpa kelainanfaali, biokimiawi, dan psikiatris. Angka mortalitas
2%. b. ASA II: Pasien dengan gangguan sistemik ringan sampai
dengansedang sebagai akibat kelainan bedah atau proses patofisiologis.
Angkamortalitas 16%.c.ASA III: Pasien dengan gangguan sistemik berat sehingga
aktivitasharian terbatas. Angka mortalitas 38%. d. ASA IV: Pasien dengan
gangguan sistemik berat yang mengancam jiwa,tidak selalu sembuh dengan
operasi. Misal : insufisiensi fungsi organ,angina menetap. Angka mortalitas
68%.e.ASA V: Pasien dengan kemungkinan hidup kecil. Tindakan operasihampir
tak ada harapan. Tidak diharapkan hidup dalam 24 jam tanpaoperasi / dengan
operasi. Angka mortalitas 98%.Untuk operasi cito, ASA ditambah huruf E
(Emergency) tanda darurat . B.PREMEDIKASI ANESTESI Premedikasi anestesi
adalah pemberian obat sebelum anestesi. Adapuntujuan dari premedikasi antara
lain :1.Memberikan rasa nyaman bagi pasien, misal : diazepam.3 2.Menghilangkan
rasa khawatir, misal : diazepam3.Membuat amnesia, misal : diazepam,
midazolam4.Memberikan analgesia, misal pethidin 5. Mencegah muntah, misal:
droperidol, metoklopropamid 6. Memperlancar induksi, misal:
midazolam7.Mengurangi jumlah obat-obat anesthesia, misal pethidin 8. Menekan
reflek-reflek yang tidak diinginkan, misal: sulfas atropin.9.Mengurangi sekresi
kelenjar saluran nafas, misal : sulfas atropin danhoisin C.REGIONAL ANESTESI
( SPINAL ) DefinisiBlok spinal (subarakhnoid) adalah pemasukan suatu anestetika
lokal kedalam ruang subarakhnoid untuk menghasilkan blok. Spinal anestesi
mempunyai banyak keuntungan diantaranya :a.Tehnikya sederhana. b.Onsetnya
cepat.c.Risiko keracunan sistemik lebih kecil.d.Blok anestesi yang
baik.e.Perubahan fisiologi, pencegahan dan penanggulangannya telah
diketahuidengan baik.f.Pasien masih sadar sehingga mengurangi terjadinya
aspirasi.2.Anatomi Punggung untuk spinal anestesiSecara anatomis dipilih
segemen L2 kebawah pada penusukan oleh karenaujung bawah daripada medula
spinalis setinggi L2 dan ruang intersegmentallumbal ini relatif lebih lebar dan lebih
datar dibandingkan dengan segmen – segmen lainnya. Lokasi interspace ini
dicari dengan menghubungkan cristailiaca kiri dan kanan. Maka titik pertemuan
dengan segmen lumbal merupakan processus spinosus L4 atau L4-5
interspace.3.Kontra indikasi spinal anestesia.Kontra indikasi absolut4 1)Pasien
menolak 2)Infeksi pada tempat suntikan3)Hipovolemia berat, syok 4)Koagulopati
atau mendapat terapi antikoagulan5)Tekanan intra kranial meninggi6)Fasilitas
resusitasi minim7)Kurang pengalaman / tanpa didampingi konsultan anestesi.
b.Kontra indikasi relatif 1)Infeksi sistemik ( sepsis, bakteriemi )2)Infeksi sekitar
suntikan3)Kelainan neurologis4)Kelainan psikis5)Bedah lama6)Penyakit
jantung7)Hipovolemia ringan8)Nyeri punggung kronis4.Persiapan Analgesi
SpinalPada dasarnya persiapan untuk analgesi spinal seperti persiapan padaanestesi
umum. Hal – hal yang perlu diperhatikan dibawah ini :a.Informed consent ( izin
dari pasien ). b.Pemeriksaan fisik.Tidak dijumpai kelainan spesifik seperti kelainan
tulang, punggung, danlain- lainnya.c.Pemeriksaan laboratorium, dianjurkan
pemeriksaan hemoglobin,haemotokrit, PT (prothrombin time) dan PTT (partial
thromboplastin time).5.Teknik Spinal Anestesia.Infus Ringer Laktat sebanyak 500
– 1500 ml. b. Oksigen diberikan dengan masker 2 – 3 L/mnt.c.Posisi lateral
merupakan posisi yang paling enak bagi penderita.d.Kepala memakai bantal
dengan dagu menempel ke dada.
Laporan Kasus * Materi Kuliah REGIONAL ANAESTESI *BAB I*
*PENDAHULUAN** * *1.1 LATAR BELAKANG* Kemajuan ilmu kedokteran
dewasa ini khususnya bidang pembedahan tidak terlepas dari peran dan dukungan
kemajuan bidang anestesiologi. Dokter spesialis bedah sehari – hari sekarang
dapat melakukan pembedahan yang luas dan rumit pada bayi baru lahir sampai
orang tua dengan kelainan yang berat, melakukan pembedahan yang berlangsung
berjam-jam dengan aman tanpa rasa sakit sedikit pun adalah akibat dukungan
tindakan anestesi yang canggih. Kata anestesi berasal dari bahasa Yunani a = tanpa
dan aesthesis = rasa, sensasi yang berarti keadaan tanpa rasa sakit. Sedangkan
anestesiologi adalah cabang ilmu kedokteran yang mendasari berbagai tindakan
meliputi pemberian anestesi ataupun analgesi, pengawasan keselamatan penderita
yang mengalami pembedahan atau tindakan lainnya, pemberian bantuan hidup
dasar, perawatan intensif pasien gawat, terapi inhalasi dan penanggulangan nyeri
menahun. Pasien yang akan menjalani anestesi dan pembedahan (elektif atau
darurat) harus dipersiapkan dengan baik. Pada prinsipnya dalam penatalaksanaan
anestesi pada suatu operasi terdapat beberapa tahap yang herus dilaksanakan yaitu
pra anestesi yang terdiri dari persiapan mental dan fisik pasien, perencanaan
anestesi, menentukan prognosis dan persiapan pada pada hari operasi. Tahap
penatalaksanaan anestesi yang terdiri dari premedikasi, masa anestesi dan
pemeliharaan. Serta tahap pemulihan dan perawatan pasca anestesi. Anestesi spinal
merupakan salah satu macam anestesi regional. Pungsi lumbal pertama kali
dilakukan oleh Qunke pada tahun 1891. Anestesi spinal subarachnoid dicoba oleh
Corning, dengan menganestesi bagian bawah tubuh penderita dengan kokain
secara injeksi columna spinal. Efek anestesi tercapai setelah 20 menit, mungkin
akibat difusi pada ruang epidural. Indikasi penggunaan anestesi spinal salah
satunya adalah tindakan pada bedah obstetri dan ginekologi. Dalam persalinan
membutuhkan tindakan anestesi karena nyeri sangat mungkin terjadi saat
persalinan berlangsung. Nyeri karena persalinan terjadi karena kontraksi uterus,
dilatasi servik, tindakan dalam persalinan seperti ekstraksi cunam, vakum, versi
dalam, versi luar, dan bedah caesar sehingga membutuhkan anestesi. *1.2
BATASAN MASALAH* Laporan Kasus ini berisi tentang Anamnesa,
pemeriksaan fisik, status anastesi secara singkat dan pembahasan mengenai
anastesi pada seksio sesarea. *1.3 TUJUAN PENULISAN* Penulisan Laporan
Kasus ini bertujuan untuk: * Melaporkan kasus regional anastesi pada seksio
sesarea * Meningkatkan kemampuan dalam penulisan ilmiah di bidang kedokteran.
* Memenuhi salah satu tugas Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Anastesiologi
dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Islam Malang RSUD Kanjuruhan
Kepanjen Malang. */ /* * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * *
* * * * * * * * * * * *BAB I**I* *LAPORAN KASUS* ** *1.1 IDENTITAS
PENDERITA* Nama : Ny. S Umur : 28 tahun Jenis kelamin : Perempuan Alamat :
Panarukan-Kepanjen Pekerjaan : Swasta Pendidikan : SMP Agama : Islam
St.Perkawinan: Menikah Suku : Jawa Tgl. MRS : 02 November 2011 Tgl Operasi :
03 November 2001 No. Register : 270653 *1.2 ANAMNESA* *Keluhan Utama:*
Terasa kenceng-kenceng *Riwayat Penyakit Sekarang** **:* Pasien datang ke RS
dengan keluhan kenceng-kenceng dari tanggal 02 november 2011 pukul 03.00
WIB, kenceng-kenceng yang dirasakan hilang timbul. Kemudian pada pukul 05.00
pasien pergi kebidan dan dikatakan belum ada pembukaan. Dikarenakan sewaktu
melahirkan anak pertamanya dengan seksio sesarea 7 tahun yang lalu, akhirnya
pasien dirujuk ke RSUD kanjuruhan kepanjen. *Riwayat Menstruasi :* ü
Menarche = Usia 13 tahun** ü HPHT = Pasien Lupa ** ü UK = Merasa 9
Bulan** *Riwayat perkawinan ** **: *Menikah 1x** *Riwayat persalinan
sebelumnya* *:* Anak 1 = tahun 2004, persalinan SC, di RS *Riwayat
penggunaan alat kontrasepsi** :* IUD, lama 5 tahun *Riwayat penyakit
dahulu** :*** - Riwayat Hipertensi : disangkal - Riwayat Diabetes Mellitus :
disangkal - Riwayat Penyakit jantung : disangkal - Riwayat Asma : disangkal -
Riwayat Alergi Obat, Makanan : disangkal - Riwayat Operasi : Pernah SC 7 tahun
yang lalu - Riwayat Batuk Kronis : disangkal *Riwayat Penyakit Keluarga :* -
Riwayat Hipertensi : disangkal - Riwayat Diabetes Mellitus : disangkal - Riwayat
Penyakit jantung : disangkal - Riwayat Asma : disangkal - Riwayat Alergi :
disangkal - Riwayat Batuk Kronis : disangkal *Riwayat Kebiasaan : (-)* *Riwayat
Pengobatan : (-)* *1.3 PEMERIKSAAN FISIK PRE-OPERATIF* *Kesadaran :
*Compos mentis *Tanda Vital*** Tensi : 140/90 mmHg Nadi : 80 x/menit
Pernafasan : 20x/menit, regular Suhu : 36,7^o C *Keadaan Umum * Konjungtiva
Anemis : -/- Gigi : Caries (-) Sianosis : - *Saluran Napas Bagian Atas* Obstruksi :
tidak Intubasi : Mallampati 1 *Sistem Pernapasan* Batuk : (-) Sputum : (-)
Wheezing : (-/-) Sesak napas : (-) *Bentuk Dada* Ekspansi Normal : (+) Perkusi :
Sonor *Auskultasi* Suara nafas vesikuler, ronchi -/-, wheezing -/- *Sistem
Kardiovaskuler* Auskultasi bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)
*Abdomen* Palpasi pembesaran uterus (+), TFU 3 jari bawah Px Auskultasi :
bising usus (+) normal *Status Obstetri :*** * *Inspeksi :* *Tampak membuncit,
striae alba (+) Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), teraba janin tunggal intra uterine,
hidup, memanjang, letkep, puki, kepala masuk PAP, TFU 3 jari dibawah Px (31
cm), DJJ 132 x/menit.** *Pemeriksaan dalam* ** Pengeluaran pervaginam : (-)
Uteri : teraba keras Effiscement : 25% Pembukaan porsio : (+) 2 cm Kulit
ketuban : (+) v/v : Blood Slym** *Ekstremitas * *:* edema (-/-) *1.4
**PEMERIKSAAN PENUNJANG* Lab Darah tanggal 02 November 2011
Haemoglobin 11,1 g/dL Leukosit 9440 sel/cmm LED 28,1/jam Trombosit 280.000
sel/cmm Masa Perdarahan 1’00†Masa Pembekuan 10’00†GDS 78� �
mg/dL *1.5 **RESUME* ** Pasien datang ke RS dengan keluhan kenceng-
kenceng dari tanggal 02 november 2011 pukul 03.00 WIB, kenceng-kenceng yang
dirasakan hilang timbul. Riwayat melahirkan anak pertamanya dengan seksio
sesarea. Dari pemeriksaan fisik pre-operatif didapatkan Kesadaran : compos
mentis. Tensi : 140/90 mmHg, Nadi : 80x/menit, Pernafasan : 20x/menit, regular,
Suhu : 36,7^o C . Status Obstetri : TFU 3 jari dibawah Px (31 cm), puki, letkep,
masuk PAP, DJJ 132 x/menit. Pemeriksaan dalam: Pengeluaran pervaginam: (-),
Uteri : teraba keras, Effiscement: 25%, Pembukaan porsio : (+) 2 cm, v/v: Blood
Slym, Pemeriksaan Mallampati 1, dan pasien termasuk dalam ASA 1. *1.6
**DIAGNOSIS* GIIP1001Ab000 dengan indikasi bekas SC 7 tahun yang lalu
*1.7 **PENATALAKSANAAN* Seksio Sesarea dengan Anaestesia Spinal * *
*1.8 **LAPORAN ANASTESIA *** Nama penderita : Ny. S Jenis kelamin :
Perempuan Umur : 28 tahun Bangsal : Kaber Dokter Anestesi : dr. W, Sp.An
Dokter operator : dr. W, Sp.OG Diagnosis preoperatif : GIIP0000Ab000 dengan
indikasi bekas SC 7 tahun yang lalu Penanganan : Spinal Anestesia a/i Seksio
sesarea Keadaan pra-bedah : * Tensi : 140/90 mmHg * Nadi : 80 x/menit *
Pernafasan : 20x/menit, regular * Suhu : 36,7^o C * Berat Badan : 60 kg ASA : I
Pramedikasi : Metoclopramid 10 mg Induksi : Bupivakain 15 mg Posisi : Supine
Teknik anestesi : Regional (spinal) Pernapasan : Spontan, diberi O_2 2 Liter/menit
*STATUS ANASTESI* KETERANGAN UMUM Nama penderita : Ny. S Umur :
28 thn, JK : P , Tgl : 03 November 2011 Ahli bedah : dr. W, Sp.OG Ahli anastesi :
dr.W, Sp.An Ass. Bedah : - Prwt. Anastesi : - Diagnose Pra bedah : Riwayat SC 7
tahun yang lalu Jenis pembedahan: SC Diagnose pasca bedah : Post SC a/I
Riwayat SC 7 tahun yang lalu Jenis anastesi : Spinal Anestesia KEADAAN
PRABEDAH Keadaan umum : gizi kurang/*cukup/*gemuk/anemis/sianosis/sesak
Tekanan darah :140/90 nadi: 80x/mnt Pernapasan : 20x/mnt, Suhu : 36,7°C,
Berat badan :± 60 kg, Golongan darah :…………. Hb : 11,1 gr%, Lekosit :
9440 /uL PVC :………% Lain-lain:……………… Penyakit-penyakit lain:
……………………………STATUS FISIK ASA: *1*234 *Elektif *darurat* *
PREMEDIKASI : S. Atropin……mg Valium……………mg
Petidin…………mg DBP…….mg Lain-
lain……………Jam :………………IMIV Lain-lain Efek:……. POSISI :*
Supine*/prone/lateral/lithotomic*/*lain-lain AIRWAY : masker
muka/endotraheal/traheostomi/ *lain-lain* TEKNIK ANASTESI : Semi
closed/closed/*spinal*/Epidural/Blok Saraf/Lokal/lain2 PERNAPASAN :
*SPONTAN*/ASSISTED/KONTROL Mulai anestesi : pukul 08.50 WIB Selesai
anestesi : pukul 09.35 WIB *OBAT ANESTESI* 1. Bupivakain 15 mg 2.
Metoklopramid 10 mg 3. Ephedrin 10 mg 4. Ephedrin 10 mg 5. Induksin 1 ampul
IV, 1 ampul drip 6. Metergin 1 ampul 7. Ketorolac 30 mg *Pasca Bedah di Ruang
Pemulihan* Keadaan Umum : Sadar Tensi : 129/89 mmHg Nadi : 70x/menit
Pernapasan : Baik Aldrete Skore : 9 *NO* *PENILAIAN* *NILAI* 1. WARNA
*Merah muda*** Pucat Sianotik *2*** 1 0 2. PERNAFASAN *Dapat bernafas
dalam dan batuk*** Dangkal namun pertukaran udara adekuat Apnea atau
obstruksi *2* ** 1 0 3. SIRKULASI *Tensi menyimpang <20% dari normal***
Tensi menyimpang 20-50% dari normal Tensi menyimpang >50% dari normal
*2*** 1 0 4. KESADARAN *Sadar, siaga dan orientasi* Bangun namun cepat
kembali tertidur Tidak berespon *2* 1 0 5. AKTIVITAS Seluruh ekstremitas dapat
digerakkan *Dua ekstremitas dapat digerakkan* Tidak bergerak 2 *1* 0 *Instruksi
Paska Bedah* Awasi : vital sign dan perdarahan tiap 15 menit Posisi : tidur
terlentang tanpa bantal sampai 24 jam Makan/minum : BU (+) coba makan minum
Infus/transfusi : Cairan RL Obat-obatan : Ketorolac 3×30 mg Antibiotik sesuai
dengan operator Lain-lain : Apabila tensi sistole <90 mmHg atau produksi urine
<100cc/ 3 jam, beri ekstra RL 500cc dalam 30 menit. Bila sistole tetap 90 mmHg
beri efedrin 10 mg *Follow up *** *Tang**g**a**l **03 November** 2011*** S
= Nyeri luka post op, perdarahan (+), flatus (+)** O = KU : cukup, vital sign : T =
130/80 mmHg, N = 90, S = 36,6ËšC Status obstetric : palpasi TFU 1 jari di bawah
pusat, teraba keras A = Post SC hari I P = R/ Inj. Cefo fl No. III Simm R/ Inj.
Ketorolac fl No. III Simm *Tang**g**a**l **04 November** 2011*** S = Nyeri
luka post op, perdarahan (+)** O = KU : cukup, vital sign : T = 130/70 mmHg, N
= 82, S = 36,7ËšC Status obstetric : palpasi TFU 2 jari di bawah pusat, teraba keras
A = Post SC hari I P = R/ Inj. Cefo fl No. III Simm R/ Inj. Ketorolac fl No. III
*BAB III* *PEMBAHASAN* *2.1 SEKSIO SESAREA* Seksio sesarea (SC)
didefinisikan sebagai lahirnya janin melalui insisi di dinding abdomen (laparotomi)
dan dinding uterus (histerektomi). Definisi ini tidak mencakup pengeluaran janin
dari rongga abdomen pada kasus rupture uteri atau pada kasus kehamilan
abdomen. Di Amerika frekuensi SC yaitu 1 diantara 10 wanita melahirkan
(Ventura, dkkk, 2000), dan terjadi peningkatan secara progresif setiap tahunnya.
Sedangkan penyebab terjadinya peningkatan angka SC sebesar empat kali lipat
dari tahun 1965 sampai dengan 1988 yaitu sebagai berikut: 1) Terjadi penurunan
paritas, dan hampir separuh wanita hamil adalah nullipara. 2) Wanita yang
melahirkan berusia lebih tua 3) Ditemukannnya pemantauan janin secara
elektronik sejak tahun 1970-an yang menyebabkan peningkatan angka SC akibat
indikasi “gawat janinâ€. 4) Kekhawatiran akan tuntutan malpraktik 5) Insiden�
pelahiran pervaginam midpelvik menurun. Hasil ini disebabkan pelahiran
pervaginam dengan tindakan yang dilakukan pada station yang lebih tinggi
daripada +2 hanya dikerjakan dalam keadaan darurat dan secara bersamaan disertai
persiapan untuk SC. Lebih dari 85 % SC dilakukan atas indikasi: 1) Riwayat
Seksio Sesarea 2) Distosia persalinan 3) Gawat janin 4) Letak bokong *2.1.1
RIWAYAT SEKSIO SESAREA * Uterus yang memiliki jaringan parut dianggap
merupakan kontraindikasi untuk melahirkan karena kekhawatiran akan terjadinya
rupture uteri. Sehingga ada pendapat menurut Cragin, 1916 yaitu, “sekali seksio
sesarea maka akan terus seksio sesareaâ€. Namun Merril dan Gibbs (/University of�
Texas/, 1978) melaporkan bahwa pelahiran pervaginam secara aman berhasil
dilakukan pada 83% pasien dengan riwayat SC. Laporan ini memicu minat
terhadap pelahiran pervaginam dengan riwayat seksio sesarea (VBAC).
/Keterangan: / /* Persentase semua kelahiran hiduo dengan seksio sesarea / /**
Jumlah sesksio sesarea primer per 100 kelahiran hidup dari wanita tanpa riwayat
seksio sesarea / /*** Jumlah pelahiran pervaginam dengan riwayat seksio sesarea
(VBAC) per 100 kelahiran hidup dari wanita dengan riwayat seksio sesarea / / /
Penelitian-penelitan tentang kemanan VBAC yang terakhir di /Northwesten
Hospital /melaporkan bahwa semakin jelas ada hubungan yang erat antara VBAC
dengan risiko ruptur uteri yang berakibat buruk bagi ibu dan janin (/American
College of Obstetry and Gynecologist/, 1999). Hal ini menyebabkan pendekatan
yang lebih berhati-hati dalam percobaan persalinan pervaginam atas riwayat SC.
*Tabel 2 Kriteria Seleksi untuk pelahiran pervaginam dengan riwayat Seksio
Sesarea* *(/American College of Obstetry and Gynecologist/, 1999)* *KRITERIA
SELEKSI* * * Ø Riwayat satu atau dua kali seksio sesarea transversal rendah *
Ø Panggul adekuat secara klinis * Ø Tidak ada jaringan parut atau riwayat
rupture uteri lain * Ø Sepanjang persalinan aktif selalu tersedia dokter yang
mampu memantau persalinan dan melakukan seksio sesarea darurat * Ø
Ketersediaan anestesi dan petugas seksio sesarea darurat *dari /American College
of Obstetry and Gynecologist/, 1999 Faktor-faktor yang menyebabkan gagalnya
percobaan persalinan dengan riwayat Seksio Sesarea: 1) Jenis insisi uterus
sebelumnya Pasien dengan jaringan parut melintang yang terbatas di segmen
uterus bawah kecil kemungkinan mengalami robekan jaringan parut simtomatik
pada kehamilan berikutnya. Secara umum angka terendah untuk rupture dilaporkan
terdapat pada insisi transversal rendah, dan tertinggi pada insisi klasik yaitu insisi
yang meluas ke fundus (/American College of Obstetry and Gynecologist/, 1999).
2) Jumlah seksio sesarea sebelumnya Risiko rupture uteri meningkat seiring
dengan jumlah insisi sebelumnya. Angka rupture uteri secara bermakna meningkat
lima kali lipat pada wanita dengan riwayat dua kali seksio sesarea dibandingkan
dengan satu kali seksio sesarea (3,7 % berbanding dengan 0,8%) 3) Indikasi seksio
sebelumnya Angka keberhasilan persalinan pervaginam relatif bergantung pada
indikasi seksio sesarea sebelumnya. Riwayat persalinan pervaginam baik sebelum
maupun sesudah seksio sesarea secara bermakna meningkatkan prognosis
keberhasilan VBAC ( Caughey, dkk, 1998). Artinya bahwa sebelum melakukan
VBAC maka perlu dilakukan penilaian ketat keadaan-keadaan yang berkaitan
risiko efek samping. 4) Oksitosin dan anestesi epidural Pemakaian oksitosin untuk
menginduksi persalinan dilaporkan menjadi penyebab rupture uteri pada wanita
dengan riwayat seksio sesarea dengan prevalensi 13 dari 15 wanita (Turner, 1997)
*2.2 **PENILAIAN DAN PERSIAPAN PRA-ANESTESIA*** Tindakan pre-
operatif ditujukan untuk menyiapkan kondisi pasien seoptimal mungkin dalam
menghadapi operasi. Persiapan prabedah menentukan keberhasilan suatu operasi.
Persiapan prabedah yang kurang memadai merupakan faktor penyumbang sebab-
sebab terjadinya kecelakaan anestesia. Dokter spesialis anestesiologi hendaknya
mengunjungi pasien sebelum pasien dibedah, agar dapat mempersiapkan fisik dan
mental pasien secara optimal, merencanakan dan memilih teknik anesthesia serta
obat-obatan yang dipakai, dan menentukan klasifikasi pasien berdasarkan ASA.
Persiapan pra anestesia yang dilakukan meliputi persiapan alat, penilaian dan
persiapan pasien, serta persiapan obat anestesi yang diperlukan. Penilaian dan
persiapan pasien diantaranya meliputi: Anamnesis: 1) Identifikasi pasien (nama,
umur, alamat, dll). 2) Keluhan saat ini dan tindakan operasi yang akan dihadapi 3)
Riwayat penyakit yang sedang/pernah diderita untuk mengetahui kemungkinan
penyulit anestesi (misalnya alergi, diabetes melitus, penyakit paru kronis, penyakit
jantung, penyakit ginjal, dan penyakit hati. 4) Riwayat pemakaian obat-obatan
meliputi alergi obat, intoleransi obat, dan obat yang sedang digunakan dan dapat
menimbulkan interaksi dengan obat anestetik 5) Riwayat anestetik/operasi
sebelumnya, meliputi tanggal, jenis pembedahan, dan anestesi, komplikasi dan
perawatan intensif pasca bedah. 6) Riwayat kebiasaan sehari-hari yang dapat
mempengaruhi tindakan (merokok, minum alcohol, obat penenang, narkotik).
Kebiasaan buruk ini hendaknya dihentikan 1-2 hari sebelum operasi agar tidak
mempengaruhi system kardiosirkulasi serta organ lain. 7) Riwayat berdasarkan
system organ 8) Makanan yang terakhir dimakan Pemeriksaan Fisik 1) Tinggi dan
berat badan, untuk memperkirakan dosis obat, terapi cairan yang diperlukan, serta
jumlah urin selama dan sesudah pembedahan. 2) Frekuensi nadi, tekanan darah,
pola dan frekuensi pernafasan, serta suhu tubuh. 3) Jalan nafas (air way). 4)
Jantung, paru-paru, abdomen, punggung (apakah ada deformitas), neurologis,
Ekstremitas. Pemeriksaan Laboratorium 1) Rutin: darah, urin, foto dada (terutama
untuk bedah mayor),elektrokardiografi (untuk pasien diatas umur 40 tahun). 2)
Khusus, dilakukan bila ada riwayat atau indikasi. Persiapan Hari Operasi 1)
Pembersihan dan pengosongan saluran pencernaan untuk mencegah aspirasi isi
lambung karena regurgitasi/muntah. Pada operasi elektif hernia, pasien dewasa
dipuasakan 8 jam sebelum operasi. 2) Jika ada gigi palsu, perhiasan, bulu mata
dilepas. Bahan kosmetik (lipstick, cat kuku) dibersihkan sehingga tidak
mengganggu pemeriksaan. 3) Rectum dan kandung kemih dikosongkan, jika perlu
pasang kateter. 4) Pasien masuk kamar operasi mengenakan pakaian khusus 5)
Cukur rambut pubis 2 jam sebelum operasi. 6) Pemberian obat-obatan premedikasi
(jika perlu) dapat diberikan 1-2 jam sebelum induksi anesthesia. Antibiotika
profilaksis, diberikan bersama premedikasi (Sefalosporin generasi pertama).
Setelah persiapan pre-operatif dan pasien diputuskan siap untuk mendapatkan
operasi maka proses anestesi dapat dilakukan. *2.4 ANESTESI SPINAL*
Anestesia spinal (intratekal, intradural, subdural, subarakhnoid) ialah anestesi
regional dengan tindakan penyuntikan obat anestesi lokal ke dalam ruang
subarakhnoid. Larutan anestesi lokal yang disuntikan pada ruang subarachnoid
akan memblok konduksi impuls sepanjang serabut syaraf secara reversible.
Terdapat tiga bagian syaraf yaitu motor, sensori dan autonom. Motor
menyampaikan pesan ke otot untuk berkontraksi dan ketika di blok, otot akan
mengalami paralisis. Syaraf sensori akan menghantarkan sensasi seperti rabaan dan
nyeri ke sumsum tulang dan ke otak, sedangkan syaraf atonom akan mengontrol
tekanan darah, nadi, kontraksi usus dan fungsi lainnya yang diluar kesadaran. Pada
umumnya, serabut otonom dan nyeri adalah yang pertama kali diblok dan serabut
motor yang terakhir. Hal ini akan menimbulkan timbal balik yang penting.
Contohnya, vasodilatasi dan penurunan tekanan darah yang mendadak mungkin
akan terjadi ketika serabut otonom diblok dan pasien merasakan sentuhan dan
masih merasakan sakit ketika tindakan pembedahan dimulai. Anestesi spinal
merupakan pilihan anestesi pada daerah dibawah umbilikus,misalnya repair
hernia, ginekologi, operasi urogenital dan operasi di daerah perineum dan
genitalia. Indikasi anestesi spinal adalah: * Bedah ekstremitas bawah. *
Bedah panggul * Tindakan sekitar rectum-perineum * Bedah obstetric-
ginekologi * Bedah urologi * Bedah abdomen bawah Pada bedah abdomen
atas dan bedah pediatric biasanya dikombinasi dengan anesthesia umum
ringan. * Pasien lanjut usia dan pasien dengan penyakit sistemik seperti
penyakit pernafasan, hepar, renal dan gangguan endokrin (diabetes mellitus).
Kontra indikasi anesthesia spinal ada dua macam yakni relative dan absolute.
Tabel 2. Kontra indikasi anesthesia spinal Kontra indikasi absolute Kontra indikasi
relative 1. Pasien menolak 2. Infeksi pada tempat suntikan 3. Hipovolemia berat,
syok 4. Koagulopati atau mendapat terapiantikoagulan 5. Tekanan intracranial
meninggi 6. Fasilitas resusitasi minim 7. Kurang pengalaman atau / tanpa
didampingi konsultan anesthesia 1. Infeksi sistemik (sepsis, bakteremi) 2. Infeksi
sekitar tempat suntikan 3. Kelainan neurologis 4. Kelainan psikis 5. Bedah lama 6.
Penyakit jantung 7. Hipovolemia ringan 8. Nyeri punggung kronis Kelebihan
pemakaian anestesi spinal diantaranya adalah biaya minimal, tidak ada efek pada
pernafasan, jalan nafas pasien terjaga, dapat dilakukan pada pasien diabetes
mellitus, perdarahan minimal, aliran darah splancnic meningkat, terdapat
tonusvisceral, jarang terjadi gangguan koagulasi. Sedangkan kekurangan
pemakaian anestesi spinal akan menimbulkan hipotensi, hanya dapat digunakan
pada operasi dengan durasi tidak lebih dari dua jam, bila tidak aseptik akan
menimbulkan infeksi dalam ruang subarachnoid dan meningitis, serta
kemungkinan terjadi postural headache. Teknik Anestesia Spinal : 1) Posisi pasien
duduk atau dekubitus lateral. Posisi duduk merupakan posisi termudah. Biasanya
dikerjakan di atas meja operasi tanpa di pindah lagi,karena perubahan posisi
berlebihan dalam waktu 30 menit pertama akan menyebabkan penyebaran obat.
Jika posisinya duduk, pasien disuruh memeluk bantal, agar posisi tulang belakang
stabil, dan pasien membungkuk agar prosesus spinosus mudah teraba. Jika
posisinya dekubitus lateral, maka beri bantal kepala, agar pasien merasa enak dan
menstabilkan tulang belakang. 2) Tentukan tempat tusukan. Perpotongan antara
garis yang menghubungkan kedua krista iliaka dengan tulang punggung ialah L4
atau L4-5. Untuk operasi hernia ini, dilakukan tusukan pada L3-4. Tusukan pada
L1-2 atau dia atasnya berisiko trauma terhadap medulla spinalis. 3) Sterilkan
tempat tusukan dengan betadin atau alcohol. 4) Beri anestetik lokal pada tempat
tusukan. Pada kasus ini diberikan obat anestesi lokal bupivakain. 5) Lakukan
penyuntikan jarum spinal di tempat penusukan pada bidang medial dengan sudut
10-30 derajad terhadap bidang horizontal ke arah cranial. Jarum lumbal akan
menembus kulit-subkutis-lig.supraspinosum-lig.interspinosum-lig.flavum-ruang
epidural-duramater-ruang sub arakhnoid. Kira-kira jarak kulit-lig.flavum dewasa
± 6cm. 6) Cabut stilet maka cairan serebrospinal akan menetes keluar. 7) Pasang
spuit yang berisi obat, masukkan pelan-pelan (0,5 ml/detik) diselingi aspirasi
sedikit, untuk memastikan posisi jarum tetap baik. Gambar 2. Lokasi Ruang
Subarachnoid *Obat-Obatan Yang Dipakai*** Decain Spinal 0,5% Heavy sebagai
anestesi local * Ø Decain Spinal 0,5% Heavy merupakan nama dagang obat
anestesi lokal, isinya adalah bupivacaine HCL 5mg/ml dan dextrose 80mg/ml.
Pada pasien ini, diberikan Decain Spinal 0,5% Heavy 20mg. * Ø Farmakodinamik
: Anestesi lokal adalah obat yang digunakan untuk mencegah rasa nyeri dengan
memblok konduksi sepanjang serabut saraf secara reversible. Obat menembus
saraf dalam bentuk tidak terionisasi (lipofilik), tetapi saat di dalam akson terbentuk
beberapa molekul terionisasi, dan molekul-molekul ini memblok kanal Na+, serta
mencegah pembentukan potensial aksi. Anestesi lokal dapat menekan jaringan lain
yang dapat dieksitasi (miokard) bila konsentrasi dalam darah cukup tinggi, namun
efek sistemik utamanya mencakup system saraf pusat. Pada konsentrasi darah yang
dicapai dengan dosis terapi, terjadi perubahan konduksi jantung, eksitabilitas,
refrakteritas, kontraktilitas dan resistensi vaskuler perifer yang minimal.
Kontraktilitas miokardium ditekan dan terjadi vasodilatasi perifer, mengakibatkan
penurunan curah jantung dan tekanan darah arteri. Absorpsi sistemik anestetik
lokal juga dapat mengakibatkan perangsangan dan atau penekanan sistem saraf
pusat. Rangsangan pusat biasanya berupa gelisah, tremor dan menggigil, kejang,
diikuti depresi dan koma, akhirnya terjadi henti napas. Fase depresi dapat terjadi
tanpa fase eksitasi sebelumnya. * Ø Farmakokinetik : Kecepatan absorpsi
anestetik lokal tergantung dari dosis total dan konsentrasi obat yang diberikan, cara
pemberian, dan vaskularisasi tempat pemberian, serta ada tidaknya epinefrin dalam
larutan anestetik. Bupivacaine mempunyai awitan lambat (sampai dengan 30
menit) tetapi mempunyai durasi kerja yang sangat panjang,sampai dengan 8 jam
bila digunakan untuk blok syaraf. Lama kerja bupivacaine lebih panjang secara
nyata daripada anestetik lokal yang biasa digunakan. Juga terdapat periode
analgesia yang tetap setelah kembalinya sensasi. * Ø Efek samping : Penyebab
utama efek samping kelompok obat ini mungkin berhubungan dengan kadar
plasma yang tinggi, yang dapat disebabkan oleh overdosis, injeksi intravaskuler
yang tidak disengaja atau degradasi metabolik yang lambat. * Sistemik : Biasanya
berkaitan dengan sistem saraf pusat dan kardiovaskular seperti hipoventilasi atau
apneu, hipotensi dan henti jantung. * SSP : Gelisah, ansietas, pusing, tinitus, dapat
terjadi penglihatan kabur atau tremor, kemungkinan mengarah pada kejang. Hal ini
dapat dengan cepat diikuti rasa mengantuk sampai tidak sadar dan henti napas.
Efek SSP lain yang mungkin timbul adalah mual, muntah, kedinginan, dan
konstriksi pupil. * Kardiovaskuler : Depresi miokardium, penurunan curah jantung,
hambatan jantung, hipotensi, bradikardia, aritmia ventrikuler, meliputi takikardia
ventrikuler dan fibrilasi ventrikuler, serta henti jantung. * Alergi : Urtikaria,
pruritus, eritema, edema angioneuretik (meliputi edema laring), bersin, episode
asma, dan kemungkinan gejala anafilaktoid (meliputi hipotensiberat). * Neurologik
: Paralisis tungkai, hilangnya kesadaran, paralisis pernapasan dan bradikardia
(spinal tinggi), hipotensi sekunder dari blok spinal, retensi urin,inkontinensia fekal
dan urin, hilangnya sensasi perineal dan fungsi seksual;anestesia persisten,
parestesia, kelemahan, paralisis ekstremitas bawah dan hilangnya kontrol sfingter,
sakit kepala, sakit punggung, meningitis septik, meningismus, lambatnya
persalinan, meningkatnya kejadian persalinan dengan forcep, atau kelumpuhan
saraf kranial karena traksi saraf pada kehilangan cairanserebrospinal. Ethiferan
sebagai antiemetic Pada pasien ini diberikan Ethiferan 10 mg yang isinya adalah
metoklopramide HCL sebagai obat sisipan untuk mencegah emesis. v
*Farmakologi:* Kerja dari metoklopramida pada saluran cerna bagian atas mirip
dengan obat kolinergik, tetapi tidak seperti obat koliergik, metoklopramida tidak
dapat menstimulasi sekresi dari lambung, empedu atau pankreas, dan tidak dapat
mempengaruhi konsentrasi gastrin serum. Cara kerja dari obat ini tidak jelas,
kemungkinan bekerja pada jaringan yang peka terhadap asetilkolin. Efek dari
metoklopramida pada motilitas usus tidak tergantung pada persarafan nervus
vagus, tetapi dihambat oleh obat-obat antikolinergik. Metoklopramida dapat
meningkatkan tonus dan amplitudo pada kontraksi lambung (terutama pada bagian
antrum), merelaksasi sfingter pilorus dan bulbus duodenum, serta meningkatkan
paristaltik dari duodenum dan jejunum sehingga dapat mempercepat pengosongan
lambung dan usus. Mekanisme yang pasti dari sifat antiemetik metoklopramida
tidak jelas, tapi mempengaruhi secara langsung CTZ /(Chemoreceptor Trigger
Zone)/ medulla yaitu dengan menghambat reseptor dopamin pada CTZ.
Metoklopramida meningkatkan ambang rangsang CTZ dan menurunkan
sensitivitas saraf visceral yang membawa impuls saraf aferen dari gastrointestinal
ke pusat muntah pada /formatio reticularis lateralis./ *v **Indikasi:*** * Untuk
meringankan (mengurangi simptom diabetik gastroparesis akut dan yang kambuh
kembali). * Juga digunakan untuk menanggulangi mual, muntah metabolik karena
obat sesudah operasi. * Rasa terbakar yang berhubungan dengan refluks esofagitis.
* /§ /Tidak untuk mencegah /motion sickness./// v *Kontraindikasi:* *
Penderita /gastrointestinal hemorrhage/, obstruksi mekanik atau perforasi. * /§
/Penderita /pheochromocytoma./// * Penderita yang sensitif terhadap obat ini. *
Penderita epilepsi atau pasien yang menerima obat-obat yang dapat menyebabkan
reaksi ekstrapiramidal. *v **Efek samping:*** * Efek SSP: kegelisahan, kantuk,
kelelahan dan kelemahan. * Reaksi ekstrapiramidal: reaksi distonik akut. *
Gangguan endokrin: galaktore, amenore, ginekomastia, impoten sekunder,
hiperprolaktinemia. * Efek pada kardiovaskular: hipotensi, hipertensi
supraventrikular, takikardia dan bradikardia. * Efek pada gastrointestinal: mual dan
gangguan perut terutama diare. * Efek pada hati: hepatotoksisitas. * Efek pada
ginjal: sering buang air, inkontinensi. * Efek pada hematologik: neutropenia,
leukopenia, agranulositosis. * Reaksi alergi: gatal-gatal, urtikaria dan
bronkospasme khususnya penderita asma. * /§ /Efek lain: gangguan penglihatan,
porfiria, /Neuroleptic Malignant Syndrome (NMS)./// *v **Interaksi obat:*** *
Efek metoklopramida pada motilitas gastrointestinal diantagonis oleh obat-obat
antikolinergik dan analgesik narkotik. * Efek aditif dapat terjadi bila
metoklopramida diberikan bersama dengan alkohol, hipnotik, sedatif, narkotika
atau tranquilizer. * Absorpsi obat tertentu pada lambung dapat dihambat oleh
metoklopramida misalnya digoksin. * Kecepatan absorpsi obat pada /small bowel/
dapat meningkat dengan adanya metoklopramida misalnya: asetaminofen,
tetrasiklin, levodopa, etanol dan siklosporin. * Metoklopramida akan
mempengaruhi pengosongan makanan dalam lambung ke dalam usus menjadi
lebih lambat sehingga absorpsi makanan berkurang dan menimbulkan
hipoglikemia pada pasien diabetes. Oleh karenanya perlu pengaturan dosis dan
waktu pemberian insulin dengan tepat. Thorasic 30 mg sebagai analgesik Pada
pasien ini diberikan obat sisipan Thorasic yang berisi Ketorolac trhomethamine
30mg. * *Farmakodinamik** *Ketorolac tromethamine merupakan suatu
analgesik non-narkotik. Obat ini merupakan obat anti-inflamasi nonsteroid yang
menunjukkan aktivitas antipiretik yang lemah dan anti-inflamasi. Ketorolac
tromethamine menghambat sintesis prostaglandin dan dapat dianggap sebagai
analgesik yang bekerja perifer karena tidak mempunyai efek terhadap reseptor
opiat. * *Farmakokinetik** *Ketorolac tromethamine diserap dengan cepat dan
lengkap setelah pemberian intramuskular dengan konsentrasi puncak rata-rata
dalam plasma sebesar 2,2 mcg/ml setelah 50 menit pemberian dosis tunggal 30 mg.
Waktu paruh terminal plasma 5,3 jam pada dewasa muda dan 7 jam pada orang
lanjut usia (usia rata-rata 72 tahun). Lebih dari 99% Ketorolac terikat pada
konsentrasi yang beragam. Farmakokinetik Ketorolac pada manusia setelah
pemberian secara intramuskular dosis tunggal atau multipel adalah linear. Kadar
steady state plasma dicapai setelah diberikan dosis tiap 6 jam dalam sehari. Pada
dosis jangka panjang tidak dijumpai perubahan bersihan. Setelah pemberian dosis
tunggal intravena, volume distribusinya rata-rata 0,25 L/kg. Ketorolac dan
metabolitnya (konjugat dan metabolit para-hidroksi) ditemukan dalam urin (rata-
rata 91,4%) dan sisanya (rata-rata 6,1%) diekskresi dalam feses. Pemberian
Ketorolac secara parenteral tidak mengubah hemodinamik pasien. * Indikasi o
Ketorolac diindikasikan untuk penatalaksanaan jangka pendek terhadap nyeri akut
sedang sampai berat setelah prosedur bedah. Durasi total Ketorolac tidak boleh
lebih dari lima hari. Ketorolac secara parenteral dianjurkan diberikan segera
setelah operasi. Harus diganti ke analgesik alternatif sesegera mungkin, asalkan
terapi Ketorolac tidak melebihi 5 hari. Ketorolac tidak dianjurkan untuk digunakan
sebagai obat prabedah obstetri atau untuk analgesia obstetri karena belum diadakan
penelitian yang adekuat mengenai hal ini dan karena diketahui mempunyai efek
menghambat biosintesis prostaglandin atau kontraksi rahim dan sirkulasi fetus. o
Ø Kontra indikasi + Pasien yang sebelumnya pernah mengalami alergi dengan
obat ini, karena ada kemungkinan sensitivitas silang. + Pasien yang menunjukkan
manifestasi alergi serius akibat pemberian Asetosal atau obat anti-inflamasi
nonsteroid lain. + Pasien yang menderita ulkus peptikum aktif. + Penyakit
serebrovaskular yang dicurigai maupun yang sudah pasti. + Diatesis hemoragik
termasuk gangguan koagulasi. + Sindrom polip nasal lengkap atau parsial,
angioedema atau bronkospasme. + Terapi bersamaan dengan ASA dan NSAID
lain. + Hipovolemia akibat dehidrasi atau sebab lain. + Gangguan ginjal derajat
sedang sampai berat (kreatinin serum >160 mmol/L). + Riwayat asma. + Pasien
pasca operasi dengan risiko tinggi terjadi perdarahan atau hemostasis inkomplit,
pasien dengan antikoagulan termasuk Heparin dosis rendah (2.500–5.000 unit
setiap 12 jam). + Terapi bersamaan dengan Ospentyfilline, Probenecid atau garam
lithium. + Selama kehamilan, persalinan, melahirkan atau laktasi. + Anak < 16
tahun. + Pasien yang mempunyai riwayat sindrom Steven-Johnson atau ruam
vesikulobulosa. + Pemberian neuraksial (epidural atau intratekal). + Pemberian
profilaksis sebelum bedah mayor atau intra-operatif jika hemostasis benar-benar
dibutuhkan karena tingginya risiko perdarahan. + Dosis Ketorolac ampul ditujukan
untuk pemberian injeksi intramuskular atau bolus intravena. Dosis untuk bolus
intravena harus diberikan selama minimal 15 detik. Ketorolac ampul tidak boleh
diberikan secara epidural atau spinal. Mulai timbulnya efek analgesia setelah
pemberian IV maupun IM serupa, kira-kira 30 menit, dengan maksimum analgesia
tercapai dalam 1 hingga 2 jam. Durasi median analgesia umumnya 4 sampai 6 jam.
Dosis sebaiknya disesuaikan dengan keparahan nyeri dan respon pasien. Lamanya
terapi : Pemberian dosis harian multipel yang terus-menerus secara intramuskular
dan intravena tidak boleh lebih dari 2 hari karena efek samping dapat meningkat
pada penggunaan jangka panjang. ü *Dewasa* Ampul : Dosis awal Ketorolac
yang dianjurkan adalah 10 mg diikuti dengan 10–30 mg tiap 4 sampai 6 jam bila
diperlukan. Harus diberikan dosis efektif terendah. Dosis harian total tidak boleh
lebih dari 90 mg untuk orang dewasa dan 60 mg untuk orang lanjut usia, pasien
gangguan ginjal dan pasien yang berat badannya kurang dari 50 kg. Lamanya
terapi tidak boleh lebih dari 2 hari. Pada seluruh populasi, gunakan dosis efektif
terendah dan sesingkat mungkin. Untuk pasien yang diberi Ketorolac ampul, dosis
harian total kombinasi tidak boleh lebih dari 90 mg (60 mg untuk pasien lanjut
usia, gangguan ginjal dan pasien yang berat badannya kurang dari 50 kg). * Efek
Samping :. Efek samping di bawah ini terjadi pada uji klinis dengan Ketorolac IM
20 dosis dalam 5 hari. * Insiden antara 1 hingga 9% : Saluran cerna : diare,
dispepsia, nyeri gastrointestinal, nausea. Susunan Saraf Pusat : sakit kepala,
pusing, mengantuk, berkeringat. Pemberian Loading Cairan Ringer Lactat (RL)
Efek samping anestesi regional khususnya subarachnoid block adalah depresi
sistem saraf simpatis sehingga mempengaruhi tonus pembuluh darah dan
menyebabkan vasodilatasi sehingga akan terjadi hipovolemi relative (kekurangan
cairan akibat melebarnya pembuluh darah sedangkan volume darah relative tetap),
kemudian terjadi hipotensi. Untuk mencegah kejadian tersebut dilakukan
pemberian cairan (pre-loading) untuk mengurangi hipovolemia relatif akibat
vasodilatasi sebelum dilakukan spinal/epidural anestesi dan loading cairan
diteruskan sampai setelah operasi selesai, dimana kondisi hemodinamik pasien
stabil. Selain itu dapat juga diberikan vasokonstriktor pembuluh darah jika
diperlukan, misalnya jika tekanan darah pasien cenderung menurun terus dan
drastis. Pada pasien ini, belum memerlukan vasokonstriktor. Cairan elektrolit
seperti ringer laktat memiliki berat molekul kecil dan tidak mengandung glukosa
dan memiliki kemampuan untuk berpindah dari intravaskuler menuju interstitial
dan intraseluler secara cepat. Dalam waktu setengah jam setelah pemberian 1 paket
cairan elektrolit, maka 2/3 cairan tersebut akan berpindah ke interstitial. Sehingga
cairan yang ada di intravaskuler akan tetap kurang, untuk mencapai keseimbangan
cairan yang berada di intravaskuler diberikan 3 kali volume yang hilang. *Pasca
Anestesia*** ü Menjaga keseimbangan cairan dengan mengontrol urine yang
dihasilkan, tekanan darah, dan nadi pasien, serta pemberian cairan intravena.** ü
Menjaga posisi pasien dengan meninggikan kepala untuk mencegah naiknya cairan
anestesi menuju thorakal atau cervical. Paisen diedukasi agar selalu menggunakan
bantal.** ü Memanajemen nyeri dengan pemberian analgesic untuk menurunkan
rasa nyeri. Pada pasien ini diberikan medikasi pascaanestesi meliputi: Ketorolac
3×30 mg IV.** ü Setelah peristaltic stabil, jangan ditunda dalam memberikan
rangsangan terhadap peristaltic (diet) dari konsistensi lunak dahulu misalnya air
minum.
Kaperawatan Medikal Bedah I 1.SISTEM PENCERNAAN 2.ASKEP KLIEN
PRA, INTRA DAN PASCA OPERASI Askep Persiapan pre operatif A.
PENDAHULAN Keperawatan pre operatif merupakan tahapan awal dari
keperawatan perioperatif. Kesuksesan tindakan pembedahan secara keseluruhan
sangat tergantung pada fase ini. Hal ini disebabkan fase ini merupakan awalan
yang menjadi landasan untuk kesuksesan tahapan-tahapan berikutnya. Kesalahan
yang dilakukan pada tahap ini akan berakibat fatal pada tahap berikutnya.
Pengakajian secara integral dari fungsi pasien meliputi fungsi fisik biologis dan
psikologis sangat diperlukan untuk keberhasilan dan kesuksesan suatu operasi. B.
PERSIAPAN KLIEN DI UNIT PERAWATAN I. Persiapan Fisik Persiapan fisik
pre operasi yang dialami oleh pasien dibagi dalam 2 tahapan, yaitu : a. Persiapan di
unit perawatan b. Persiapan di ruang operasi Berbagai persiapan fisik yang harus
dilakukan terhadap pasien sebelum operasi antara lain : a. Status kesehatan fisik
secara umum Sebelum dilakukan pembedahan, penting dilakukan pemeriksaan
status kesehatan secara umum, meliputi identitas klien, riwayat penyakit seperti
kesehatan masa lalu, riwayat kesehatan keluarga, pemeriksaan fisik lengkap, antara
lain status hemodinamika, status kardiovaskuler, status pernafasan, fungsi ginjal
dan hepatik, fungsi endokrin, fungsi imunologi, dan lain-lain. Selain itu pasien
harus istirahat yang cukup, karena dengan istirahat dan tidur yang cukup pasien
tidak akan mengalami stres fisik, tubuh lebih rileks sehingga bagi pasien yang
memiliki riwayat hipertensi, tekanan darahnya dapat stabil dan bagi pasien wanita
tidak akan memicu terjadinya haid lebih awal. b. Status Nutrisi Kebutuhan nutrisi
ditentukan dengan mengukur tinggi badan dan berat badan, lipat kulit trisep,
lingkar lengan atas, kadar protein darah (albumin dan globulin) dan keseimbangan
nitrogen. Segala bentuk defisiensi nutrisi harus di koreksi sebelum pembedahan
untuk memberikan protein yang cukup untuk perbaikan jaringan. Kondisi gizi
buruk dapat mengakibatkan pasien mengalami berbagai komplikasi pasca operasi
dan mengakibatkan pasien menjadi lebih lama dirawat di rumah sakit. Komplikasi
yang paling sering terjadi adalah infeksi pasca operasi, dehisiensi (terlepasnya
jahitan sehingga luka tidak bisa menyatu), demam dan penyembuhan luka yang
lama. Pada kondisi yang serius pasien dapat mengalami sepsis yang bisa
mengakibatkan kematian. c. Keseimbangan cairan dan elektrolit Balance cairan
perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan input dan output cairan. Demikaian
juga kadar elektrolit serum harus berada dalam rentang normal. Kadar elektrolit
yang biasanya dilakuakan pemeriksaan diantaranya dalah kadar natrium serum
(normal : 135 – 145 mmol/l), kadar kalium serum (normal : 3,5-5 mmol/l) dan
kadar kreatinin serum (0,70 – 1,50 mg/dl). Keseimbangan cairan dan elektrolit
terkait erat dengan fungsi ginjal. Dimana ginjal berfungsi mengatur mekanisme
asam basa dan ekskresi metabolit obat-obatan anastesi. Jika fungsi ginjal baik
maka operasi dapat dilakukan dengan baik. Namun jika ginjal mengalami
gangguan seperti oliguri/anuria, insufisiensi renal akut, nefritis akut maka operasi
harus ditunda menunggu perbaikan fungsi ginjal. Kecuali pada kasus-kasus yang
mengancam jiwa. d. Kebersihan lambung dan kolon Lambung dan kolon harus di
bersihkan terlebih dahulu. Intervensi keperawatan yang bisa diberikan diantaranya
adalah pasien dipuasakan dan dilakukan tindakan pengosongan lambung dan kolon
dengan tindakan enema/lavement. Lamanya puasa berkisar antara 7 sampai 8 jam
(biasanya puasa dilakukan mulai pukul 24.00 WIB). Tujuan dari pengosongan
lambung dan kolon adalah untuk menghindari aspirasi (masuknya cairan lambung
ke paru-paru) dan menghindari kontaminasi feses ke area pembedahan sehingga
menghindarkan terjadinya infeksi pasca pembedahan. Khusus pada pasien yang
menbutuhkan operasi CITO (segera), seperti pada pasien kecelakaan lalu lintas.
Maka pengosongan lambung dapat dilakukan dengan cara pemasangan NGT (naso
gastric tube). e. Pencukuran daerah operasi Pencukuran pada daerah operasi
ditujukan untuk menghindari terjadinya infeksi pada daerah yang dilakukan
pembedahan karena rambut yang tidak dicukur dapat menjadi tempat bersembunyi
kuman dan juga mengganggu/menghambat proses penyembuhan dan perawatan
luka. Meskipun demikian ada beberapa kondisi tertentu yang tidak memerlukan
pencukuran sebelum operasi, misalnya pada pasien luka incisi pada lengan.
Tindakan pencukuran (scheren) harus dilakukan dengan hati-hati jangan sampai
menimbulkan luka pada daerah yang dicukur. Sering kali pasien di berikan
kesempatan untuk mencukur sendiri agar pasien merasa lebih nyaman. Daerah
yang dilakukan pencukuran tergantung pada jenis operasi dan daerah yang akan
dioperasi. Biasanya daerah sekitar alat kelamin (pubis) dilakukan pencukuran jika
yang dilakukan operasi pada daerah sekitar perut dan paha. Misalnya :
apendiktomi, herniotomi, uretrolithiasis, operasi pemasangan plate pada fraktur
femur, hemoroidektomi. Selain terkait daerah pembedahan, pencukuran pada
lengan juga dilakukan pada pemasangan infus sebelum pembedahan. f. Personal
Hygine Kebersihan tubuh pasien sangat penting untuk persiapan operasi karena
tubuh yang kotor dapat merupakan sumber kuman dan dapat mengakibatkan
infeksi pada daerah yang dioperasi. Pada pasien yang kondisi fisiknya kuat
diajurkan untuk mandi sendiri dan membersihkan daerah operasi dengan lebih
seksama. Sebaliknya jika pasien tidak mampu memenuhi kebutuhan personal
hygiene secara mandiri maka perawat akan memberikan bantuan pemenuhan
kebutuhan personal hygiene. g. Pengosongan kandung kemih Pengosongan
kandung kemih dilakukan dengan melakukan pemasangan kateter. Selain untuk
pengongan isi bladder tindakan kateterisasi juga diperluka untuk mengobservasi
balance cairan. h. Latihan Pra Operasi Berbagai latihan sangat diperlukan pada
pasien sebelum operasi, hal ini sangat penting sebagai persiapan pasien dalam
menghadapi kondisi pasca operasi, seperti : nyeri daerah operasi, batuk dan banyak
lendir pada tenggorokan. Latihan yang diberikan pada pasien sebelum operasi
antara lain : 1. Latihan nafas dalam 2. Latiihan batuk efektif 3. latihan gerak sendi
1. Latihan Nafas Dalam Latihan nafas dalam sangat bermanfaat bagi pasien untuk
mengurangi nyeri setelah operasi dan dapat membantu pasien relaksasi sehingga
pasien lebih mampu beradaptasi dengan nyeri dan dapat meningkatkan kualitas
tidur. Selain itu teknik ini juga dapat meningkatkan ventilasi paru dan oksigenasi
darah setelah anastesi umum. Dengan melakukan latihan tarik nafas dalam secara
efektif dan benar maka pasien dapat segera mempraktekkan hal ini segera setelah
operasi sesuai dengan kondisi dan kebutuhan pasien. Latihan nafas dalam dapat
dilakukan dengan cara sebagai berikut : • Pasien tidur dengan posisi duduk atau
setengah duduk (semifowler) dengan lutut ditekuk dan perut tidak boleh tegang. â€
¢ Letakkan tangan diatas perut • Hirup udara sebanyak-banyaknya dengan
menggunakan hidung dalam kondisi mulut tertutup rapat. • Tahan nafas
beberapa saat (3-5 detik) kemudian secara perlahan-lahan, udara dikeluarkan
sedikit demi sedikit melalui mulut. • Lakukan hal ini berulang kali (15 kali) •
Lakukan latihan dua kali sehari praopeartif. 2. Latihan Batuk Efektif Latihan batuk
efektif juga sangat diperlukan bagi klien terutama klien yang mengalami operasi
dengan anstesi general. Karena pasien akan mengalami pemasangan alat bantu
nafas selama dalam kondisi teranstesi. Sehingga ketika sadar pasien akan
mengalami rasa tidak nyaman pada tenggorokan. Dengan terasa banyak lendir
kental di tenggorokan. Latihan batuk efektif sangat bermanfaat bagi pasien setalah
operasi untuk mengeluarkan lendir atau sekret tersebut. Pasien dapat dilatih
melakukan teknik batuk efektif dengan cara : • Pasien condong ke depan dari
posisi semifowler, jalinkan jari-jari tangan dan letakkan melintang diatas incisi
sebagai bebat ketika batuk. • Kemudian pasien nafas dalam seperti cara nafas
dalam (3-5 kali) • Segera lakukan batuk spontan, pastikan rongga pernafasan
terbuka dan tidak hanya batuk dengan mengadalkan kekuatan tenggorokan saja
karena bisa terjadi luka pada tenggorokan. • Hal ini bisa menimbulkan
ketidaknyamanan, namun tidak berbahaya terhadap incisi. • Ulangi lagi sesuai
kebutuhan. • Jika selama batuk daerah operasi terasa nyeri, pasien bisa
menambahkan dengan menggunakan bantal kecil atau gulungan handuk yang
lembut untuk menahan daerah operasi dengan hati-hati sehingga dapat mengurangi
guncangan tubuh saat batuk. 3. Latihan Gerak Sendi Latihan gerak sendi
merupakan hal sangat penting bagi pasien sehingga setelah operasi, pasien dapat
segera melakukan berbagai pergerakan yang diperlukan untuk mempercepat proses
penyembuhan. Pasien/keluarga pasien seringkali mempunyai pandangan yang
keliru tentang pergerakan pasien setalah operasi. Banyak pasien yang tidak berani
menggerakkan tubuh karena takut jahitan operasi sobek atau takut luka operasinya
lama sembuh. Pandangan seperti ini jelas keliru karena justru jika pasien selesai
operasi dan segera bergerak maka pasien akan lebih cepat merangsang usus
(peristaltik usus) sehingga pasien akan lebih cepat kentut/flatus. Keuntungan lain
adalah menghindarkan penumpukan lendir pada saluran pernafasan dan terhindar
dari kontraktur sendi dan terjadinya dekubitus. Tujuan lainnya adalah
memperlancar sirkulasi untuk mencegah stasis vena dan menunjang fungsi
pernafasan optimal. Intervensi ditujukan pada perubahan posisi tubuh dan juga
Range of Motion (ROM). Latihan perpindahan posisi dan ROM ini pada awalnya
dilakukan secara pasif namun kemudian seiring dengan bertambahnya kekuatan
tonus otot maka pasien diminta melakukan secara mandiri. Status kesehatn fisik
merupakan faktor yang sangat penting bagi pasien yang akan mengalami
pembedahan, keadaan umum yang baik akan mendukungh dan mempengaruhi
proses penyembuhan. Sebaliknya, berbagai kondisi fisiologis dapat mempengaruhi
proses pembedahan. Demikian juga faktor usia/penuaan dapat mengakibatkan
komplikasi dan merupakan faktor resiko pembedahan. Oleh karena itu sangatlah
penting untuk mempersiapkan fisik pasien sebelum dilakukan
pembedahan/operasi. Faktor resiko terhadap pembedahan antara lain : 1. Usia
Pasien dengan usia yang terlalu muda (bayi/anak-anak) dan usia lanjut mempunyai
resiko lebih besar. Hal ini diakibatkan cadangan fisiologis pada usia tua sudah
sangat menurun . sedangkan pada bayi dan anak-anak disebabkan oleh karena
belum matur-nya semua fungsi organ. 2. Nutrisi Kondisi malnutris dan
obesitas/kegemukan lebih beresiko terhadap pembedahan dibandingakan dengan
orang normal dengan gizi baik terutama pada fase penyembuhan. Pada orang
malnutisi maka orang tersebut mengalami defisiensi nutrisi yang sangat diperlukan
untuk proses penyembuhan luka. Nutrisi-nutrisi tersebut antara lain adalah protein,
kalori, air, vitamin C, vitamin B kompleks, vitamin A, Vitamin K, zat besi dan
seng (diperlukan untuk sintesis protein). Pada pasien yang mengalami obesitas.
Selama pembedahan jaringan lemak, terutama sekali sangat rentan terhadap
infeksi. Selain itu, obesitas meningkatkan permasalahan teknik dan mekanik. Oleh
karenanya dehisiensi dan infeksi luka, umum terjadi. Pasien obes sering sulit
dirawat karena tambahan berat badan; pasien bernafas tidak optimal saat berbaring
miring dan karenanya mudah mengalami hipoventilasi dan komplikasi pulmonari
pascaoperatif. Selain itu, distensi abdomen, flebitis dan kardiovaskuler, endokrin,
hepatik dan penyakit biliari terjadi lebih sering pada pasien obes. 3. Penyakit
Kronis Pada pasien yang menderita penyakit kardiovaskuler, diabetes, PPOM, dan
insufisiensi ginjal menjadi lebih sukar terkait dengan pemakian energi kalori untuk
penyembuhan primer. Dan juga pada penyakit ini banyak masalah sistemik yang
mengganggu sehingga komplikasi pembedahan maupun pasca pembedahan sangat
tinggi. 4. Ketidaksempurnaan respon neuroendokrin Pada pasien yang mengalami
gangguan fungsi endokrin, seperti dibetes mellitus yang tidak terkontrol, bahaya
utama yang mengancam hidup pasien saat dilakukan pembedahan adalah
terjadinya hipoglikemia yang mungkin terjadi selama pembiusan akibat agen
anstesi. Atau juga akibat masukan karbohidrat yang tidak adekuat pasca operasi
atau pemberian insulin yang berlebihan. Bahaya lain yang mengancam adalah
asidosis atau glukosuria. Pasien yang mendapat terapi kortikosteroid beresiko
mengalami insufisinsi adrenal. Penggunaan oabat-obatan kortikosteroid harus
sepengetahuan dokter anastesi dan dokter bedahnya. 5. Merokok Pasien dengan
riwayat merokok biasanya akan mengalami gangguan vaskuler, terutama terjadi
arterosklerosis pembuluh darah, yang akan meningkatkan tekanan darah
sistemiknya. 6. Alkohol dan obat-obatan Individu dengan riwayat alkoholik kronik
seringkali menderita malnutrisi dan masalah-masalah sistemik, sperti gangguan
ginjal dan hepar yang akan meningkatkan resiko pembedahan. Pada kasus
kecelakaan lalu lintas yang seringkali dialami oleh pemabuk. Maka sebelum
dilakukan operasi darurat perlu dilakukan pengosongan lambung untuk
menghindari asprirasi dengan pemasangan NGT. II. PERSIAPAN PENUNJANG
Persiapan penunjang merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari tindakan
pembedahan. Tanpa adanya hasil pemeriksaan penunjang, maka dokter bedah tidak
meungkin bisa menentukan tindakan operasi yang harus dilakukan pada pasien.
Pemeriksaan penunjang yang dimaksud adalah berbagai pemeriksaan radiologi,
laboratorium maupun pemeriksaan lain seperti ECG, dan lain-lain. Sebelum dokter
mengambil keputusan untuk melakukan operasi pada pasien, dokter melakukan
berbagai pemeriksaan terkait dengan keluhan penyakit pasien sehingga dokter bisa
menyimpulkan penyakit yang diderita pasien. Setelah dokter bedah memutuskan
untuk dilakukan operasi maka dokter anstesi berperan untuk menentukan apakan
kondisi pasien layak menjalani operasi. Untuk itu dokter anastesi juga memerlukan
berbagai macam pemrikasaan laboratorium terutama pemeriksaan masa perdarahan
(bledding time) dan masa pembekuan (clotting time) darah pasien, elektrolit serum,
Hemoglobin, protein darah, dan hasil pemeriksaan radiologi berupa foto thoraks
dan EKG. Dibawah ini adalah berbagai jenis pemeriksaan penunjang yang sering
dilakukan pada pasien sebelum operasi (tidak semua jenis pemeriksaan dilakukan
terhadap pasien, namun tergantung pada jenis penyakit dan operasi yang dijalani
oleh pasien). Pemeriksaan penunjang antara lain : a. Pemeriksaan Radiologi dan
diagnostik, seperti : Foto thoraks, abdomen, foto tulang (daerah fraktur), USG
(Ultra Sono Grafi), CT scan (computerized Tomography Scan), MRI (Magnrtic
Resonance Imagine), BNO-IVP, Renogram, Cystoscopy, Mammografi, CIL
(Colon in Loop), EKG/ECG (Electro Cardio Grafi), ECHO, EEG (Electro
Enchephalo Grafi), dll. b. Pemeriksaan Laboratorium, berupa pemeriksan darah :
hemoglobin, angka leukosit, limfosit, LED (laju enap darah), jumlah trombosit,
protein total (albumin dan globulin), elektrolit (kalium, natrium, dan chlorida), CT
BT, ureum kretinin, BUN, dll. Bisa juga dilakukan pemeriksaan pada sumsun
tulang jika penyakit terkaut dengan kelainan darah. c. Biopsi, yaitu tindakan
sebelum operasi berupa pengambilan bahan jaringan tubuh untuk memastikan
penyakit pasien sebelum operasi. Biopsi biasanya dilakukan untuk memastikan
apakah ada tumor ganas/jinak atau hanya berupa infeksi kronis saja. d.
Pemeriksaan Kadar Gula Darah (KGD) Pemeriksaan KGD dilakukan untuk
mengetahui apakah kadar gula darah pasien dalan rentang normal atau tidak. Uji
KGD biasanya dilakukan dengan puasa 10 jam (puasa jam 10 malam dan diambil
darahnya jam 8 pagi) dan juga dilakukan pemeriksaan KGD 2 jam PP (ppst
prandial). e. Dan lain-lain PEMERIKSAAN STATUS ANASTESI Pemeriksaaan
status fisik untuk dilakukan pembiuasan dilakukan untuk keselamatan selama
pembedahan. Sebelum dilakukan anastesi demi kepentingan pembedahan, pasien
akan mengalami pemeriksaan status fisik yang diperlukan untuk menilai sejauh
mana resiko pembiusan terhadap diri pasien. Pemeriksaan yang biasa digunakan
adalah pemeriksaan dengan menggunakan metode ASA (American Society of
Anasthesiologist). Pemeriksaan ini dilakukan karena obat dan teknik anastesi pada
umumnya akan mengganggu fungsi pernafasan, peredaran darah dan sistem saraf.
Berikut adalah tabel pemeriksaan ASA. ASA grade Status Fisik Mortality (%) I
Tidak ada gangguan organik, biokimia dan psikiatri. Misal: penderita dengan
herinia ingunalis tanpa kelainan lain, orang tua sehat, bayi muda yang sehat 0,05 II
Gangguan sistemik ringan sampai sedang yang bukan diseababkan oleh penyakit
yang akan dibedah. Misal: penderita dengan obesitas, penderita dengan bronkitis
dan penderita dengan diabetes mellitus ringan yang akan mengalami appendiktomi
0,4 III Penyakit sistemik berat; misalnya penderita diabetes mellitus dengan
komplikasi pembuluh darah dan datang dengan appendisitis akut. 4,5 IV
Penyakit/gangguan sistemik berat yang menbahayakan jiwa yang tidak selalu dapat
diperbaiki dengan pembedahan, misalnya : insufisiensi koroner atau infark
miokard 25 V Keadaan terminal dengan kemungkinan hidup kecil, pembedahan
dilakukan sebagai pilihan terakhir. Misal: penderita syok berat karena perdarahan
akibat kehamilan di luar rahim pecah. 50 INFORM CONSENT Selain
dilakukannya berbagai macam pemeriksaan penunjang terhadap pasien, hal lain
yang sangat penting terkait dengan aspek hukum dan tanggung jawab dan
tanggung gugat, yaitu Inform Consent. Baik pasien maupun keluarganya harus
menyadari bahwa tindakan medis, operasi sekecil apapun mempunyai resiko. Oleh
karena itu setiap pasien yang akan menjalani tindakan medis, wajib menuliskan
surat pernyataan persetujuan dilakukan tindakan medis (pembedahan dan anastesi).
Meskipun mengandung resiko tinggi tetapi seringkali tindakan operasi tidak dapat
dihindari dan merupakan satu-satunya pilihan bagi pasien. Dan dalam kondisi
nyata, tidak semua tindakan operasi mengakibatkan komplikasi yang berlebihan
bagi klien. Bahkan seringkali pasien dapat pulang kembali ke rumah dalam
keadaan sehat tanpa komplikasi atau resiko apapun segera setelah mengalami
operasi. Tentunya hal ini terkait dengan berbagai faktor seperti: kondisi nutrisi
pasien yang baik, cukup istirahat, kepatuhan terhadap pengobatan, kerjasama yang
baik dengan perawat dan tim selama dalam perawatan. Inform Consent sebagai
wujud dari upaya rumah sakit menjunjung tinggi aspek etik hukum, maka pasien
atau orang yang bertanggung jawab terhdap pasien wajib untuk menandatangani
surat pernyataan persetujuan operasi. Artinya apapun tindakan yang dilakukan
pada pasien terkait dengan pembedahan, keluarga mengetahui manfaat dan tujuan
serta segala resiko dan konsekuensinya. Pasien maupun keluarganya sebelum
menandatangani surat pernyataan tersut akan mendapatkan informasi yang detail
terkait dengan segala macam prosedur pemeriksaan, pembedahan serta pembiusan
yang akan dijalani. Jika petugas belum menjelaskan secara detail, maka pihak
pasien/keluarganya berhak untuk menanyakan kembali sampai betul-betul paham.
Hal ini sangat penting untuk dilakukan karena jika tidak meka penyesalan akan
dialami oleh pasien/keluarga setelah tindakan operasi yang dilakukan ternyata
tidak sesuai dengan gambaran keluarga. Berikut ini merupakan contoh form inform
consent : PERNYATAAN PERSETUJUAN TINDAKAN MEDIS/OPERASI
NAMA PASIEN : (L/P) No. RM : UNIT RAWAT : Saya yang bertnda tangan di
bawah ini : Nama : ………………………. Umur : ………………………..
tahun Jenis kelamin : ……………. Alamat : ………………………
Suami/istri/ayah/ibu /keluargaÙ dari pasien yang bernama :
……………………………………………………………………………
…. 1. Menyatakan SETUJU/TIDAK SETUJU٠bahwa pasien tersebut akan
dilakukan tindakan medis operasi dalam rangka penyembuhan pasien. 2. Saya
mengerti dan memahami tujuan serta resiko/komplikasi yang mungkin terjadi dari
tindakan medis/operasi yang dilakukan terhadap pasien dan oleh karena itu bila
terjadi sesuatu diluar kemapuan dokter sebagai manusia dan dalam batas-batas etik
kedokteran sehingga terjadi kematian/kecacatan pada pasien maka saya tidak akan
menuntut siapapun baik dokter maupun Rumah Sakit. 3. Saya juga menyetujui
dilakukannya tindakan pembiusan baik lokal maupun umum dalam kaitannya
dengan tindakan medis/operasi tersebut. Saya juga mengerti dan memahami tujuan
dan kemungkinan resiko akibat pembiusan yang dapat terjadi sehingga bila terjadi
sesuatu diluar kemampuan dokter sebagai manusia ddan dalam batas-batas etik
kedokteran sehingga terjadi kematian/kecacatan pada pasien maka saya tidak akan
menuntut siapapun baik dokter maupu Rumah sakit. Yogyakarta,
……………………2007 Mengetahui, Saya yang menyatakan, Dokter yang
merawat, Suami/istri/ayah/ibu /keluargaÙ
____________________________________________________ (tanda tangan dan
nama lengkap) (tanda tangan dan nama lengkap) Saksi dari Rumah Sakit, Saksi
dari keluarga, _____________________________________________________
(tanda tangan dan nama lengkap) (tanda tangan dan nama lengkap) Ù coret yang
tidak perlu III. PERSIAPAN MENTAL/PSIKIS Persiapan mental merupakan hal
yang tidak kalah pentingnya dalam proses persiapan operasi karena mental pasien
yang tidak siap atau labil dapat berpengaruh terhadap kondisi fisiknya. Tindakan
pembedahan merupakan ancaman potensial maupun aktual pada integeritas
seseorang yang dapat membangkitkan reaksi stres fisiologis maupun psikologis
(Barbara C. Long) Contoh perubahan fisiologis yang muncul akibat
kecemasan/ketakutan antara lain: 1. Pasien dengan riwayat hipertensi jika
mengalami kecemasan sebelum operasi dapat mengakibatkan pasien sulit tidur dan
tekanan darahnya akan meningkat sehingga operasi bisa dibatalkan. 2. Pasien
wanita yang terlalu cemas menghadapi operasi dapat mengalami menstruasi lebih
cepat dari biasanya, sehingga operasi terpaksa harus ditunda Setiap orang
mempunyai pandangan yang berbeda dalam menghadapi pengalaman operasi
sehingga akan memberikan respon yang berbeda pula, akan tetapi sesungguhnya
perasaan takut dan cemas selalu dialami setiap orang dalam menghadapi
pembedahan. Berbagai alasan yang dapat menyebabkan ketakutan/kecemasan
pasien dalam menghadapi pembedahan antara lain : a. Takut nyeri setelah
pembedahan b. Takut terjadi perubahan fisik, menjadi buruk rupa dan tidak
berfungsi normal (body image) c. Takut keganasan (bila diagnosa yang ditegakkan
belum pasti) d. Takut/cemas mengalami kondisi yang dama dengan orang lan yang
mempunyai penyakit yang sama. e. Takut/ngeri menghadapi ruang operasi,
peralatan pembedahan dan petugas. f. Takut mati saat dibius/tidak sadar lagi. g.
Takut operasi gagal. Ketakutan dan kecemasan yang mungkin dialami pasien dapat
dideteksi dengan adanya perubahan-perubahan fisik seperti: meningkatnya
frekuensi nadi dan pernafasan, gerakan-gerakan tangan yang tidak terkontrol,
telapak tangan yang lembab, gelisah, menayakan pertanyaan yang sama berulang
kali, sulit tidur, sering berkemih. Perawat perlu mengkaji mekanisme koping yang
biasa digunakan oleh pasien dalam menghadapi stres. Disamping itu perawat perlu
mengkaji hal-hal yang bisa digunakan untuk membantu pasien dalam menghadapi
masalah ketakutan dan kecemasan ini, seperti adanya orang terdekat, tingkat
perkembangan pasien, faktor pendukung/support system. Untuk mengurangi dan
mengatasi kecemasan pasien, perawat dapat menanyakan hal-hal yang terkait
dengan persiapan operasi, antara lain : • Pengalaman operasi sebelumnya •
Pengertian pasien tentang tujuan/alasan tindakan operasi • Pengetahuan pasien
tentang persiapan operasi baik fisik maupun penunjang. • Pengetahuan pasien
tentang situasi/kondisi kamar operasi dan petugas kamar operasi. • Pengetahuan
pasien tentang prosedur (pre, intra, post operasi) • Pengetahuan tentang latihan-
latihan yang harus dilakukan sebelum operasi dan harus dijalankan setalah operasi,
seperti : latihan nafas dalam, batuk efektif, ROM, dll. Persiapan mental yang
kurang memadai dapat mempengaruhi pengambilan keputusan pasien dan
keluarganya. Sehingga tidak jarang pasien menolak operasi yang sebelumnya telah
disetujui dan biasanya pasien pulang tanpa operasi dan beberapa hari kemudian
datang lagi ke rumah sakit setalah merasa sudah siap dan hal ini berarti telah
menunda operasi yang mestinya sudah dilakukan beberapa hari/minggu yang lalu.
Oleh karena itu persiapan mental pasien menjadi hal yang penting untuk
diperhatikan dan didukung oleh keluarga/orang terdekat pasien. Persiapan mental
dapat dilakukan dengan bantuan keluarga dan perawat. Kehadiran dan keterlibatan
keluarga sangat mendukung persiapan mental pasien. Keluarga hanya perlu
mendampingi pasien sebelum operasi, memberikan doa dan dukungan pasien
dengan kata-kata yang menenangkan hati pasien dan meneguhkan keputusan
pasien untuk menjalani operasi. Peranan perawat dalam memberikan dukungan
mental dapat dilakukan dengan berbagai cara: 1. Membantu pasien mengetahui
tentang tindakan-tindakan yang dialami pasien sebelum operasi, memberikan
informasi pada pasien tentang waktu operasi, hal-hal yang akan dialami oleh
pasien selama proses operasi, menunjukkan tempat kamar operasi, dll. Dengan
mengetahui berbagai informasi selama operasi maka diharapkan pasien mejadi
lebih siap menghadapi operasi, meskipun demikian ada keluarga yang tidak
menghendaki pasien mengetahui tentang berbagai hal yang terkait dengan operasi
yang akan dialami pasien. 2. Memberikan penjelasan terlebih dahulu sebelum
setiap tindakan persiapan operasi sesuai dengan tingkat perkembangan. Gunakan
bahasa yang sederhana dan jelas. Misalnya: jika pasien harus puasa, perawat akan
menjelaskan kapan mulai puasa dan samapai kapan, manfaatnya untuk apa, dan
jika diambil darahnya, pasien perlu diberikan penjelasan tujuan dari pemeriksaan
darah yang dilakukan, dll. Diharapkan dengan pemberian informasi yang lengkap,
kecemasan yang dialami oleh pasien akan dapat diturunkan dan mempersiapkan
mental pasien dengan baik 3. Memberi kesempatan pada pasien dan keluarganya
untuk menanyakan tentang segala prosedur yang ada. Dan memberi kesempatan
pada pasien dan keluarga untuk berdoa bersama-sama sebelum pasien di antar ke
kamar operasi. 4. Mengoreksi pengertian yang saah tentang tindakan pembedahan
dan hal-hal lain karena pengertian yang salah akan menimbulkan kecemasan pada
pasien. 5. Kolaborasi dengan dokter terkait dengan pemberian obat pre medikasi,
seperti valium dan diazepam tablet sebelum pasien tidur untuk menurunkan
kecemasan dan pasien dapat tidur sehingga kebutuhan istirahatnya terpenuhi. Pada
saat pasien telah berada di ruang serah terima pasien di kamar operasi, petugas
kesehatan di situ akan memperkenalkan diri sehingga membuat pasien merasa
lebih tenang. Untuk memberikan ketenangan pada pasien, keluarga juga diberikan
kesempatn untuk mengantar pasien samapi ke batas kamar operasi dan
diperkenankan untuk menunggu di ruang tunggu yang terletak di depan kamar
operasi. OBAT-OBATAN PRE MEDIKASI Sebelum operasi dilakukan pada esok
harinya. Pasien akan diberikan obat-obatan permedikasi untuk memberikan
kesempatan pasien mendapatkan waktu istirahat yang cukup. Obat-obatan
premedikasi yang diberikan biasanya adalah valium atau diazepam. Antibiotik
profilaksis biasanya di berikan sebelum pasien di operasi. Antibiotik profilaksis
yang diberikan dengan tujuan untuk mencegah terjadinya infeksi selama tindakan
operasi, antibiotika profilaksis biasanya di berikan 1-2 jam sebelum operasi
dimulai dan dilanjutkan pasca beda 2- 3 kali. Antibiotik yang dapat diberikan
adalah ceftriakson 1gram dan lain-lain sesuai indikasi pasien. C. PERSIAPAN
PASIEN DI KAMAR OPERASI Persiapan operasi dilakukan terhadap pasien
dimulai sejak pasien masuk ke ruang perawatan sampai saat pasien berada di
kamar operasi sebelum tindakan bedah dilakukan. Persiapan di ruang serah terima
diantaranya adalah prosedur administrasi, persiapan anastesi dan kemudian
prosedur drapping. Di dalam kamar operasi persiapan yang harus dilakukan
terhdap pasien yaitu berupa tindakan drapping yaitu penutupan pasien dengan
menggunakan peralatan alat tenun (disebut : duk) steril dan hanya bagian yang
akan di incisi saja yang dibiarkan terbuka dengan memberikan zat desinfektan
seperti povide iodine 10% dan alkohol 70%. Prinsip tindakan drapping adalah: •
Seluruh anggota tim operasi harus bekerja sama dalam pelaksanaan prosedur
drapping. • Perawat yang bertindak sebagai instrumentator harus mengatahui
dengan baik dan benar prosedur dan prinsip-prinsip drapping. • Sebelum
tindakan drapping dilakukan, harus yakin bahwa sarung tangan tang digunakan
steril dan tidak bocor. • Pada saat pelaksanaan tindakan drapping, perawat
bertindak sebagai omloop harus berdiri di belakang instrumentator untuk
mencegah kontaminasi. • Gunakan duk klem pada setiap keadaaan dimana alat
tenun mudah bergeser. • Drape yang terpasang tidak boleh dipindah-pindah
sampai operasi selesai dan harus di jaga kesterilannya. • Jumlah lapisan penutup
yang baik minimal 2 lapis, satu lapis menggunkan kertas water prof atau plastik
steril dan lapisan selanjutnya menggunakan alat tenun steril. Teknik Drapping : â€
¢ Letakkan drape di tempat yang kering, lantai di sekitar meja operasi harus kering
• Jangan memasang drape dengan tergesa-gesa, harus teliti dan
memepertahankan prinsip steril • Pertahankan jarak antara daerah steril dengan
daerah non steril • Pegang drape sedikit mungkin • Jangan melintasi daerah
meja operasi yang sudah terpasang drape/alat tenun steril tanpa perlindungan gaun
operasi. • Jaga kesterilan bagian depan gaun operasi, berdiri membelakangi
daerah yang tidak steril. • Jangan melempar drape terlalu tinggi saat memasang
drape (hati-hati menyentuh lampu operasi) • Jika alat tenun yang akan dipasang
terkontaminasi. Maka perawat omloop bertugas menyingkirkan alat tenun tersebut.
• Hindari tangan yang sudah steril menyentuh daerah kulit pasien yang belum
tertutup. • Setelah semua lapisan alat tenun terbentang dari kaki sampai bagian
kepala meja operasi, jangan menyentuh hal-hal yang tidak perlu. • Jika ragu-
ragu terhdap kesterilan alat tenun, lebih baik alat tenun tersebut dianggap
terkontaminasi. Tindakan keperawatan pre operetif merupakan tindakan yang
dilakukan oleh perawat dalam rangka mempersiapkan pasien untuk dilakukan
tindakan pembedahan dengan tujuan untuk menjamin keselamatan pasien
intraoperatif. Persiapan fisik maupun pemeriksaan penunjang serta pemeriksaan
mental sangat diperlukan karena kesuksesan suatu tindakan pembedahan klien
berawal dari kesuksesan persiapan yang dilakukan selama tahap persiapan.
Kesalahan yang dilakukan pada saat tindakan preoperatif apapun bentuknya dapat
berdampak pada tahap-tahap selanjutnya, untuk itu diperlukan kerjasama yang baik
antara masing-masing komponen yang berkompeten untuk menghasilkan outcome
yang optimal, yaitu kesembuhan pasien secara paripurna.
Artikel MEKANISME KERJA PENTOTHAL DALAM GENERAL ANESTESI
PADA HERNIORAPHY TERHADAP BALITA BERUSIA 16 BULAN
MEKANISME KERJA PENTOTHAL DALAM GENERAL ANESTESI PADA
HERNIORAPHY TERHADAP BALITA BERUSIA 16 BULAN MEKANISME
KERJA PENTOTHAL DALAM GENERAL ANESTESI PADA
HERNIORAPHY TERHADAP BALITA BERUSIA 16 BULAN ABSTRAK
Pentothal merupakan agen anestesi yang termasuk ke dalam golongan barbiturat,
memiliki sifat anestetik yang kuat dan analgesik lemah, yang paling banyak
diberikan secara intravena. Metabolisme pentothal terutama terjadi di hepar, daya
kerjanya singkat. Pentothal menimbulkan efek sedasi, hypnosis dan depresi
pernafasan, tergantung pada dosis dan kecepatan pemberiannya. Pada pasien anak
laki-laki berusia 16 bulan dengan riwayat adanya benjolan pada skrotum kiri,
tergolong ke dalam kategori ASA 1, nadi awal 158 kali per menit. Dilakukan
operasi hernioraphy dengan general anestesi menggunakan Pentothal 50 mg dan
Scolin 10 mg. Maintenan menggunakan isoflurance/N2O/oksigen. Kata kunci :
pentothal, anestesi, general, hernioraphy, hernia KASUS Pasien anak laki-laki
berusia 16 bulan dibawa orang tuanya ke Rumah Sakit Umum Daerah Tidar
Magelang dengan keluhan terdapat benjolan di skrotum kiri yang hilang timbul
sejak anak lahir. Benjolan tersebut dapat hilang ketika anak tidur, dan kembali
muncul ketika anak berjalan, batuk, tertawa atau menangis keras. Anak tidak
mengalami demam, tidak ada keluhan muntah, tidak ada gangguan buang air kecil
maupun buang air besar. Pada pemeriksaan fisik anak tampak tenang, nadi 158 kali
per menit, respirasi 32 kali per menit, suhu tubuh 36,8oC. pada regio skrotalis
nampak adanya benjolan dengan diameter 4 centimeter. Benjolan tersebut
memiliki warna yang sama dengan kulit sekitarnya, batas tidak tegas, konsistensi
lunak, mobile, permukaan halus. Pemeriksaan laboratorium dalam batas normal.
Pasien termasuk pada kategori ASA I (pasien sehat dan tidak ada gangguan
sistemik). DIAGNOSIS Diagnosis preoperatif : Hernia Skrotalis Sinistra Status
operatif : ASA I (pasien sehat dan tidak ada gangguan sistemik) TINDAKAN
ANESTESI Pre operasi : Pasien dipuasakan hingga operasi, dilakukan pemasangan
infus Ringer Laktat 24 tetes per menit. Jenis Anestesi : Anestesi general dengan
posisi terlentang menggunakan agen induksi Pentothal 50 mg dan Scolin 10 mg
yang disuntikkan secara intravena dan maintenance dengan menggunakan
Isoflurance, N2O dan oksigen 3 L/menit sebagai agen pemeliharaan. Durante
operasi : diberikan cairan Ringer Laktat sebanyak 1000 ml. Post operasi : bedrest
24 jam, injeksi Ondansetron 1 mg, injeksi Antrain 0,25 gram per 8 jam, dan injeksi
Epedrin 5 mg jika tekanan darah < 90 mmHg. DISKUSI Hernia merupakan
protusi/penonjolan isi rongga melalui defek atau bagian lemah dari dinding rongga
yang bersangkutan. Terdapat beberapa poin penting dalam hernia, yaitu : defek/
bagian yang lemah dari dinding rongga, kantung hernia, isi hernia, dan cincin
hernia (daerah penyempitan kantung hernia akibat defek tersebut). Berdasarkan
terjadinya, dibagi atas hernia kongenital/bawaan dan hernia yang didapat. Bila isi
hernia terjepit oleh cincin hernia, disebut hernia inkarserata atau hernia strangulata.
Disebut hernia inkarserata bila isi kantung terperangkap, tidak dapat kembali ke
dalam rongga perut disertai akibat yang berupa gangguan pasase atau vaskularisasi.
Pada pasien ini hernia terjadi pada daerah skrotum dan terjadi sejak lahir (hernia
bawaan), isi hernia masih dapat kembali ke rongga perut sehingga tidak termasuk
ke dalam kategori hernia inkarserata. Juga tidak didapatkan adanya gangguan
pasase usus seperti muntah atau gangguan buang air besar. Pentothal merupakan
agen anestesi yang termasuk ke dalam golongan barbiturat, memiliki sifat anestetik
yang kuat dan analgesik lemah, yang paling banyak diberikan secara intravena.
Metabolisme pentothal terutama terjadi di hepar, daya kerjanya singkat. Pentothal
menimbulkan efek sedasi, hypnosis dan depresi pernafasan, tergantung pada dosis
dan kecepatan pemberiannya. Efek utama adalah depresi pusat pernapasan,
tergantung besar dosis, dan kecepatan injeksi. Efek ini akan bertambah jelas bila
sebelumnya diberikan opiat atau obat depresan lain. Pentothal mendepresi pusat
vasomotor dan kontraktilitas miokard yang mengakibatkan vasodilatasi, sehingga
dapat menurunkan curah jantung dan tekanan darah. Efek ini tergantung dosis dan
lebih nyata pada pasien dengan penyakit kardiovaskular. Pemilihan pentothal
sebagai agen anestesi pada pasien ini adalah karena sifat anestetiknya yang kuat,
sehingga dengan dosis minimal, efek anestesi yang cukup kuat dapat dicapai.
Namun mengingat efek sampingnya terhadap sistem pernafasan adalah mendepresi
pusat pernafasan, maka diberikan agen pemelihara yang cukup kuat pula seperti
N2O dan oksigen. KESIMPULAN Tindakan anestesi pada anak harus
menggunakan dosis yang seminimal mungkin. Karena kondisi anak-anak masih
rentan terhadap obat-obatan. Sehingga perlu agen anestesi yang kuat, yang dapat
menghasilkan efek yang baik dengan dosis yang minimal. Pentothal merupakan
agen anestesi yang termasuk ke dalam golongan barbiturat, memiliki sifat anestetik
yang kuat sehingga sangat cocok ntuk digunakan pada kasus ini. Anestesi spinal
adalah pilihan yang tepat pada pembedahan terhadap pasien anak, karena anak
kecil belum dapat diperintahkan agar kooperatif, sehingga memerlukan agen
anestesi yang general.