laporan garis singgung jajang

19
LAPORAN TETAP PRAKTIKUM EKOLOGI PERTANIAN ANALISIS VEGETASI METODE GARIS MENYINGGUNG JAJANG NURZAMAN 05121407004 PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

Upload: jajangnurzaman31

Post on 04-Jan-2016

405 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Garis Singgung Jajang

LAPORAN TETAP PRAKTIKUMEKOLOGI PERTANIAN

ANALISIS VEGETASI METODE GARIS MENYINGGUNG

JAJANG NURZAMAN05121407004

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGIFAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

INDRALAYA2013

Page 2: Laporan Garis Singgung Jajang

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keanekaragaman spesies, ekosistem dan sumberdaya genetik semakin

menurun pada tingkat yang membahayakan akibat kerusakan lingkungan. Perkiraan

tingkat kepunahan spesies di seluruh dunia berkisar antara 100.000 setiap tahun, atau

beberapa ratus setiap hari. Kepunahan akibat beberapa jenis tekanan dan kegiatan,

terutama kerusakan habitat pada lingkungan alam yang kaya dengan keanekaragam

hayati, seperti hutan hujan tropik dataran rendah. Bahkan dalam kurun waktu dua

setengah abad yang akan datang diperkirakan sebanyak 25% kehidupan akan hilang

dari permukaan bumi. Hal tersebut disebabkan oleh aktivitas manusia yang mengarah

pada kerusakan habitat maupun pengalihan fungsi lahan. Kondisi tersebut sangat

mengkhawatirkan karena kita ketahui keanekaragaman hayati mempunyai peranan

penting sebagai penyedia bahan makanan, obat-obatan dan berbagai komoditi lain

penghasil devisa negara, juga berperan dalam melindungi sumber air, tanah serta

berperan sebagai paru-paru dunia dan menjaga kestabilan lingkungan (Budiman,

2004).

Indonesia memiliki berbagai macam penggunaan lahan, mulai dari yang

paling ekstensif misalnya agroforestri kompleks yang menyerupai hutan, hingga

paling intensif seperti sistem pertanian semusim monokultur. Indonesia juga

merupakan salah satu negara tropis yang memiliki tingkat keanekaragaman hayati

yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di dunia, baik

flora maupun fauna yang penyebarannya sangat luas (Heriyanto dan Garsetiasih,

2004). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 18 Tahun 1994 menyatakan

bahwa potensi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya tersebut perlu

dikembangkan dan dimanfaatkan bagi sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat melalui

upaya konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya, sehingga tercapai

keseimbangan antara perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan secara lestari.

Page 3: Laporan Garis Singgung Jajang

Pohon memegang peranan yang sangat penting dalam komunitas hutan dan berfungsi

sebagai penyangga kehidupan, baik dalam mencegah erosi, dan menjaga stabilitas

iklim global. Pohon-pohon di pegunungan memiliki kondisi yang khas di mana

pohon akan bertambah rendah atau kecil seiring dengan naiknya ketinggian dan

memiliki keanekaragaman jenis yang bervariasi.

Hutan wisata alam Taman Eden Desa Sionggang Utara Kecamatan Lumban

Julu Kabupaten Toba Samosir, merupakan bagian dari hutan yang ada di Indonesia

yang keberadaannya perlu mendapat perhatian dari semua lapisan masyarakat. Untuk

itu, kiranya perlu dilakukan suatu penelitian analisis vegetasi pohon dan pendugaan

karbon tersimpan yang terdapat di dalamnya. Kepunahan keanekaragaman hayati

sebagian besar karena ulah manusia. Kepunahan oleh alam, berdasarkan catatan para

ahli hanya sekitar 9% dari seluruh keanekaragaman hayati yang ada dalam kurun

waktu sejuta tahun. Saat ini, kepunahan keanekaragaman hayati di daerah tropis

akibat ulah manusia mencapai 1.000 sampai 10.000 kali laju kepunahan yang terjadi

secara alami (Alikodra dan Syaukani, 2004 dalam Widhiastuti, 2008). Untuk

melestarikan keanekaragaman hayati di suatu ekosistem cara yang paling efektif

adalah melestarikan komunitas hayati secara utuh. Bahkan para Ahli Biologi

Konservasi mengatakan konservasi pada tingkat komunitas merupakan satusatunya

cara yang efektif untuk melestarikan spesies. Hal ini terutama mengingat dalam

situasi penangkaran, dan sumber pengetahuan yang kita miliki hanya dapat

menyelamatkan sebagian kecil saja spesies yang ada di bumi (Widhiastuti, 2008).

B. Tujuan

Untuk Mengetahui komposisi jenis, peranan, penyebaran dan struktur dari

suatu tipe vegetasi yg diamati.

Page 4: Laporan Garis Singgung Jajang

II. TINJAUAN PUSTAKA

Metode garis merupakan suatu metode yang menggunakan cuplikan berupa

garis. Penggunaan metode ini pada vegetasi hutan sangat bergantung pada

kompleksitas hutan tersebut. Dalam hal ini, apabila vegetasi sederhana maka garis

yang digunakan akan semakin pendek. Untuk hutan, biasanya panjang garis yang

digunakan sekitar 50 m-100 m. sedangkan untuk vegetasi semak belukar, garis yang

digunakan cukup 5 m-10 m. Apabila metode ini digunakan pada vegetasi yang lebih

sederhana, maka garis yang digunakan cukup 1 m (Syafei, 1990). Pada metode garis

ini, system analisis melalui variable-variabel kerapatan, kerimbunan, dan frekuensi

yang selanjutnya menentukan INP (indeks nilai penting) yang akan digunakan untuk

memberi nama sebuah vegetasi. Kerapatan dinyatakan sebagai jumlah individu

sejenis yang terlewati oleh garis. Kerimbunan ditentukan berdasar panjang garis yang

tertutup oleh individu tumbuhan, dan dapat merupakan prosentase perbandingan

panjang penutupan garis yang terlewat oleh individu tumbuhan terhadap garis yang

dibuat (Syafei, 1990). Frekuensi diperoleh berdasarkan kekerapan suatu spesies yang

ditemukan pada setiap garis yang disebar (Rohman, 2001).

Laju pemanasan di pegunungan tidak serupa laju pemanasan di dataran

rendah. Pantulan panas dari permukaan bumi lebih kuat digunung oleh karena

tekanan udara yang rendah. Laju penurunan suhu pada umumnya sekitar 0,6o C

setiap penambahan ketinggian sebesar 100 meter, tetapi hal ini berbeda-beda

tergantung kepada tempat, musim, waktu, kandungan uap air dalam udara dan lain

sebagainya (Damanik et al, 1992).  Pada umumnya, curah hujan pada lereng bawah

pegunungan itu lebih lebat ketimbang pada lokasi di sekelilingnya. Penyebab

keadaan ini adalah karena udara yang panas dari lokasi itu menjadi dingin pada

waktu dipaksa naik mengikuti lereng pegunungan. Hal ini menyebabkan penurunan

daya tambat air oleh udara, sehingga kelebihan air dalam udara itu membentuk awan

yang menyebabkan hujan. Sampai suatu ketinggian tertentu terdapat kenaikan curah

hujan pada lereng bukit, tetapi di atas ketinggian itu pengembunan uap air dari udara

tidak cukup untuk membentuk banyak hujan. Sebagai akibat sebaran hujan itu, sering

Page 5: Laporan Garis Singgung Jajang

terdapat hutan yang lebih subur pada ketinggian rendah dan menengah ketimbang

pada lokasi yang berbatasan (Ewusie, 1990). Banyak tumbuhan di tempat-tempat

tinggi juga memperoleh kelembaban dari tetes-tetes air dari awan yang menempel

pada daun dan batangnya. Karena persentase kejenuhan suatu massa udara

meningkat bila suhu turun, kelembaban hutan di tempat-tempat yang tinggi relatife

tinggi, terutama pada waktu malam (Mackinnon et al, 2000)

Pohon-pohon menjadi organisme dominan di hutan tropis, bentuk kehidupan

pohon berpengaruh pada physiognomi umum, produksi dasar dan lingkaran

keseluruhan dari komunitas. Banyak ciri-ciri pohon tropis berbeda dengan daerah

lain mengingat terdapat ciri-ciri tertentu dan kebiasaan bercabang, dedaunan,

buahbuahan dan sistem akar yang jarang dan tidak pernah dijumpai di bagian bumi

lain (Longman dan Jenik, 1987). Untuk keperluan inventarisasi, pohon dibedakan

menjadi stadium seedling, sapling, pole, dan pohon dewasa. Soerianegara dan

Indrawan (1978) membedakan sebagai berikut:

1. Seedling (semai) yaitu permudaan mulai kecambah sampai setinggi 1,5 m.

2. Sapling (pancang, sapihan) yaitu permudaan yang tingginya 1,5 m dan lebih

sampai pohon-pohon muda yang berdiameter kurang dari 10 cm.

3. Pole (tiang) yaitu pohon-pohon muda yang berdiameter 10 - 35 cm.

4. Pohon dewasa yaitu pohon yang berdiameter lebih dari 35 cm yang diukur 1,3

meter dari permukaan tanah.

Sebagian besar hutan alam di Indonesia termasuk dalam hutan tropika basah

Banyak para ahli yang mendiskripsi hutan tropika basah sebagai ekosistem spesifik,

yang hanya dapat berdiri mantap dengan keterkaitan antara komponen penyusunnya

sebagai kesatuan yang utuh. Keterkaitan antara komponen penyusun ini

memungkinkan bentuk struktur hutan tertentu yang dapat memberikan fungsi tertentu

pula seperti stabilitas ekonomi, produktivitas biologis yang tinggi, siklus hidrologis

yang memadai dan lain-lain.

Pengamatan parameter vegetasi berdasarkan bentuk hidup pohon, perdu, serta

herba. Suatu ekosistem alamiah maupun binaan selalu terdiri dari dua komponen

utama yaitu komponen biotik dan abiotik. Vegetasi atau komunitas tumbuhan

Page 6: Laporan Garis Singgung Jajang

merupakan salah satu komponen biotik yang menempati habitat tertentu seperti

hutan, padang ilalang, semak belukar dan lain-lain. Struktur dan komposisi vegetasi

pada suatu wilayah dipengaruhi oleh komponen ekosistem lainnya yang saling

berinteraksi, sehingga vegetasi yang tumbuh secara alami pada wilayah tersebut

sesungguhnya merupakan pencerminan hasil interaksi berbagai faktor lingkungan

dan dapat mengalami perubahan drastik karena pengaruh anthropogenik (Setiadi,

1989).

Frekuensi adalah nilai besaran yang menyatakan derajat penyebaran jenis

didalam komunitasnya. Angka ini diperoleh dengan melihat perbandingan jumlah

dari petak-petak yang diduduki suatu jenis terhadap keseluruhan petak yang diambil

sebagai petak contoh di dalam melakukan analisis vegetasi. Frekuensi dipengaruhi

oleh beberapa faktor, seperti luas petak contoh, penyebaran tumbuhan dan ukuran

jenis tumbuhan. Dominansi adalah besaran yang digunakan untuk menyatakan

derajat penguasaan ruang atau tempat tumbuh , berapa luas areal yang ditumbuhi

oleh sejenis tumbuhan atau kemampuan suatu jenis tumbuhan untuk bersaing

tehadap jenis lainnya. Dalam pengukuran dominansi dapat digunakan proses

kelindungan ( penutup tajuk ), luas basah area , biomassa, atau volume.

Menurut Greig-Smith (1983) nilai frekuensi suatu jenis dipengaruhi secara

langsung oleh densitas dan pola distribusinya. Nilai distribusi dapat memberikan

informasi tentang keberadaan tumbuhan tertentu dalam suatu plot dan belum dapat

memberikan gambaran tentang jumlah individu pada masing-masing plot.

Dalam komunitas vegetasi, tumbuhan yang mempunyai hubungan di antara

mereka, mungkin pohon, semak, rumput, lumut kerak dan Thallophyta, tumbuh-

tumbuhan ini lebih kurang menempati strata atau lapisan dari atas ke bawah secara

horizontal, ini disebut stratifikasi. Individu yang menempati lapisan yang berlainan

menunjukkan perbedaan-perbedaan bentuk pertumbuhan, setiap lapisan komunitas

kadang-kadang meliputi klas-klas morfologi individu yang berbeda seperti, strata

yang paling tinggi merupakan kanopi pohon-pohon atau liana. Untuk tujuan ini,

tumbuh-tumbuhan mempunyai klas morfologi yang berbeda yang terbentuk dalam

“sinusie” misalnya pohon dalam sinusie pohon, epifit dalam sinusie epifit dan

sebagainya. (Arrijani.2006)

Page 7: Laporan Garis Singgung Jajang

Dengan analisis vegetasi dapat diperoleh informasi kuantitatif tentang

struktur dan komposisi suatu komunitas tumbuhan. Berdasarkan tujuan pendugaan

kuantitatif komunitas vegetasi dikelompokkan  vegetasi, iklim dan tanah

berhubungan erat dan pada tiap-tiap tempat mempunyai keseimbangan yang spesifik.

Dalam ilmu vegetasi telah dikembangkan berbagai metode untuk menganalisis suatu

vegetasi yang sangat membantu dalam mendekripsikan suatu vegetasi sesuai dengan

tujuannya. Dalam hal ini suatu metodologi sangat berkembang dengan pesat seiring

dengan kemajuan dalam bidang-bidang pengetahuan lainnya, tetapi tetap harus

diperhitungkan berbagai kendala yang ada (Rohman, 2001).

Vegetasi di definisikan sebagai mosaik komunitas tumbuhan dalam lansekap

dan vegetasi alami diartikan sebagai vegetasi yang terdapat dalam lansekep yang

belum dipengaruhi oleh manusia Berdasarkan model geometrik yang dihasilkan dari

hasil analisis, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa titik yang saling berdekatan

merupakan unit-unit sampling yang mempunyai pola kesamaan dalam komunitas,

sedangkan titik-titik yang saling berjauhan adalah unit-unit sampling yang

mempunyai perbedaan komunitas. Berdasarkan perbedaan tersebut hasil analisis

ordinasi dapat dilanjutkan dengan mengkorelasikan pola komunitas pada unit-unit

sampling dengan faktor lingkungan dari unit-unit sampling tersebut, sehingga dapat

diketahui penyebab perbedaan pola komunitas di antara unit-unit sampling tersebut.

Metode garis merupakan suatu metode yang menggunakan cuplikan berupa garis.

Penggunaan metode ini pada vegetasi hutan sangat bergantung pada kompleksitas

hutan. Pada metode garis ini, system analisis melalui variable-variabel kerapatan,

kerimbunan, dan frekuensi yang selanjutnya menentukan INP (indeks nilai penting)

yang akan digunakan untuk memberi nama sebuah vegetasi. Kerapatan dinyatakan

sebagai jumlah individu sejenis yang terlewati oleh garis.

Jumlah jenis disuatu daerah ditentukan oleh kecepatan kepunahan jenis dan

kecepatan imigrasi  atau masuknya jenis kedalam daerah tersebut. Pengamatan kita

menunjukkan jumlah poho jenis tertentu per hektar tidaklah banyak. Karena itu

dalam hutan yang besar jumlah jenisnya, terdapat rata-rata jumlah individu yang

rendah pada masing-masing jenis, (Soemarwoto 1989).

Page 8: Laporan Garis Singgung Jajang

III. PELAKSANAAN PRAKTIKUM

A. Tempat Dan Waktu

Pelaksanaan praktikum ini dilaksanakan pada hari selasa, tanggal 9 April

2013, bertempat di labolatorium Ekologi, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas

Pertanian, Universitas Sriwijaya, indralaya.

B. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah : 1). Sebuah

komunitas tumbuhan tertentu sebagai objek praktikum, 2). Tali rafia, 3). Benang, 4).

Meteran, 5). Alat tulis, 6). Patok tanda pembatas, 7). Buku-buku identifikasi.

C. Cara Kerja

1. Buatlah jalur – jalur transek terhadap tipe – tipe vegetasi yang diamati ditentukan

secara acak pada titik awal

2. Jalur transek tersebut dibagi dalam interval . Setiap interval sepadan dengan unit

petak contoh.

3. Individu yang tersinggung garis transek baik yang terletak diatas maupun

dibawah garis merupakan jenis yang diamati dan catat hasil

4. Data yang tercatat berupa pengukuran panjang transek yang terpotong . Data

dicatat dengan label tabel.

5. Untuk individu yang tidak dikenal , maka amati dan ambil sebagai contoh

herbarium

6. Berdasarkan hasil pengamatan dapat disusun dengan besaran INP , jenis – jenis

diperhatikan dalam persamaan

Page 9: Laporan Garis Singgung Jajang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Hasil dari praktikum metode garis menyinggung adalah sebagai berikut:

Hari / Tanggal Jumlah Gulma Jenis Gulma Tinggi Gulma

Selasa, 9 April 2013 33 Senduduk 70 cm

5 Akasia 55 cm

7 Paku 75 cm

69 Teki-tekian 47 cm

1 Bludru 92 cm

Page 10: Laporan Garis Singgung Jajang

B. Pembahasan

Dari hasil pengamatan kelompok kami , kelompok III didapatkan

pembahasan bahwa Metode garis Menyinggung merupakan suatu metode yang

menggunakan cuplikan berupa garis. Penggunaan metode ini pada vegetasi hutan

sangat bergantung pada kompleksitas hutan tersebut. Dalam hal ini, apabila vegetasi

sederhana maka garis yang digunakan akan semakin pendek. Untuk hutan, biasanya

panjang garis yang digunakan sekitar 50 m-100 m. sedangkan untuk vegetasi semak

belukar, garis yang digunakan cukup 5 m-10 m. Apabila metode ini digunakan pada

vegetasi yang lebih sederhana, maka garis yang digunakan cukup 1 m (Syafei, 1990).

Pada metode garis ini, system analisis melalui variable-variabel kerapatan,

kerimbunan, dan frekuensi yang selanjutnya menentukan INP (indeks nilai penting)

yang akan digunakan untuk memberi nama sebuah vegetasi. Kerapatan dinyatakan

sebagai jumlah individu sejenis yang terlewati oleh garis. Kerimbunan ditentukan

berdasar panjang garis yang tertutup oleh individu tumbuhan, dan dapat merupakan

prosentase perbandingan panjang penutupan garis yang terlewat oleh individu

tumbuhan terhadap garis yang dibuat (Syafei, 1990). Frekuensi diperoleh

berdasarkan kekerapan suatu spesies yang ditemukan pada setiap garis yang disebar

(Rohman, 2001).

Penarikan contoh (sampling) harus menggunakan metode sampling yang

tepat, karena jika tidak hasil yang diperoleh akan bias. Ada beberapa metode

sampling yang biasa dipelajari, yaitu, Metode Plot (Berpetak) Suatu metode yang

berbentuk segi empat atau persegi (kuadrat) ataupun lingkaran. Biasanya digunakan

untuk sampling tumbuhan darat, hewan sessile (menetap) atau bergerak lambat

seperti hewan tanah dan hewan yang meliang. Untuk sampling tumbuhan terdapat

dua cara penerapan metode plot, yaitu

a.  Metode Petak Tunggal, yaitu metode yang hanya satu petak sampling

yangmewakili suatu areal hutan. Biasanya luas minimum ini ditetapkan dengan

dar penambahan luas petak tidak menyebabkan kenaikan jumlah spesies lebih     5

% atau 10 %.

Page 11: Laporan Garis Singgung Jajang

b.  Metode Petak Ganda, yaitu pengambilan contoh dilakukan dengan menggunakan

banyak petak contoh yang letaknya tersebar merata (sebaiknya secara sistematik).

Ukuran berbeda-beda berdasarkan kelompok tumbuhan yang akan dianalisis..

Metode Transek (Jalur). Untuk vegetasi padang rumput penggunaan metode

plot kurang praktis. Oleh karena itu digunakan metode transek, yang terdiri dari :

Line Intercept (Line Transect), yaitu suatu metode dengan cara menentukan dua titik

sebagai pusat garis transek. Panjang garis transek dapat 10 m, 25 m, 50 m atau 100

m. Tebal garis transek biasanya 1 cm. Garis transek kemudian dibuat segmen-

segmen yang panjangnya 1 m, 5 m atau 10 m. Selanjutnya dilakukan pencatatan,

penghitungan dan pengukuran panjang penutupan semua spesies tumbuhan pada

segmen-segmen tersebut.

a.  Belt Transect, yaitu suatu metode dengan cara mempelajari perubahan keadaan

vegetasi menurut keadaan tanah, topografi dan elevasi. Transek dibuat memotong

garis topografi dari tepi laut ke pedalaman, memotong sungai atau menaiki dan

menuruni lereng pegunungan. Lebar transek 10 – 20 m dengan jarak antar transek

200 – 1000 m (tergantung intensitas yang dikehendaki). Untuk kelompok hutan

yang luasnya 10.000 ha, intensitas yang digunakan 2 % dan hutan yang luasnya

1.000 Ha atau kurang intensitasnya 10 %.

b.  Strip Sensus, yaitu pada dasarnya sama dengan line transect hanya saja

penerapannya ekologi vertebrata terestrial (daratan). Metode ini meliputi berjalan

sepanjang garis transek dan mencatat spesies-spesies yang diamati di sepanjang

garis transek tersebut. Data yang dicatat berupa indeks populasi (indeks

kepadatan).

Pada praktikum kali ini, kelompok satu menganalisis vegetasi di lahan kelapa

sawit di Universitas Sriwijaya Indralaya. Hasil yang diperoleh yaitu senduduk yang

berjumlah lebih dari dua ratus lima puluh batang, akasia lebih dari seratus lima puluh

batang, bandotan lebih dari seratus lima puluh batang, belimbing kurang dari 50

batang. Masih banyak vegetasi yang ada disana, kelompok kami hanya mengambil

contoh ( sampling ) saja untuk pembelajaran.

Page 12: Laporan Garis Singgung Jajang

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari penelitian yang telah dilakukan mengenai Analisis Vegetasi Metoda

Titik menyinggung dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1.  Ditemukan 115 gulma yang terdiridari 5 jenis gulma terdiri dari senduduk,

angkasia, paku, teki-tekian dan bludru.

2. Analisa vegetasi dilakukan untuk mengetahui variasi yang ada pada suatu

ekositem/area.

3.  Luas  penutupan digunakan  untuk proporsi antara  luas tempat  yang ditutupi oleh

spesies tumbuhan dengan luas total habitat.

4.  Indeks nilai penting digunakan sebagai  parameter kuantitatif yang dapat dipakai 

untuk  menyatakan  tingkat  dominansi   spesies  dalam  suatu komunitas

tumbuhan.

5.  Metoda ini sangat baik untuk menduga komunitas yang berbentuk pohon dan

tihang, contoh vegetasi hutan.

B. Saran

Diharapkan dapat mengetahui pengertian tentang analisis vegetasi metoda

garis menyinggung dan cara perlakuannya, diharapkan lebih cekatan dalam

praktikum ini. Diharapkan waktu yang digunakan dalam prakikum ini disesuaikan

dengan keadaan mahasiswa praktikan.  Hasil laporan praktikum lebih

dihargi. Diharapkan lebih menggunakan alat dan bahan yang lebih efisien dan

lengkap agar tidak terlalu keluar tenaga.

Page 13: Laporan Garis Singgung Jajang

DAFTAR PUSTAKA

Arief, A. 1994. Hutan: Hakikat dan Pengaruhnya terhadap Lingkungan. Jakarta:Penerbit Yayasan Obor Indonesia.

Daniel, T.W., J.A. Helms,F.S. Baker. 1992. Prinsip-Prinsip Silvinatural. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

Ewusie, J.Y. 1990. Ekologi Tropika. Bandung: Penerbit ITB

Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. Jakarta: Penerbit PT Bumi Aksara.

Rohman, Fatchur dan I Wayan Sumberartha. 2001. Petunjuk Praktikum Ekologi Tumbuhan. Malang: JICA.

Soemarwoto, O. 1989. Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Bandung :Djambatan

Yogyakarta: Gadjah Mada University Press Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. Jakarta: Penerbit PT Bumi Aksara.