laporan garis singgung jajang
TRANSCRIPT
LAPORAN TETAP PRAKTIKUMEKOLOGI PERTANIAN
ANALISIS VEGETASI METODE GARIS MENYINGGUNG
JAJANG NURZAMAN05121407004
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGIFAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
INDRALAYA2013
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keanekaragaman spesies, ekosistem dan sumberdaya genetik semakin
menurun pada tingkat yang membahayakan akibat kerusakan lingkungan. Perkiraan
tingkat kepunahan spesies di seluruh dunia berkisar antara 100.000 setiap tahun, atau
beberapa ratus setiap hari. Kepunahan akibat beberapa jenis tekanan dan kegiatan,
terutama kerusakan habitat pada lingkungan alam yang kaya dengan keanekaragam
hayati, seperti hutan hujan tropik dataran rendah. Bahkan dalam kurun waktu dua
setengah abad yang akan datang diperkirakan sebanyak 25% kehidupan akan hilang
dari permukaan bumi. Hal tersebut disebabkan oleh aktivitas manusia yang mengarah
pada kerusakan habitat maupun pengalihan fungsi lahan. Kondisi tersebut sangat
mengkhawatirkan karena kita ketahui keanekaragaman hayati mempunyai peranan
penting sebagai penyedia bahan makanan, obat-obatan dan berbagai komoditi lain
penghasil devisa negara, juga berperan dalam melindungi sumber air, tanah serta
berperan sebagai paru-paru dunia dan menjaga kestabilan lingkungan (Budiman,
2004).
Indonesia memiliki berbagai macam penggunaan lahan, mulai dari yang
paling ekstensif misalnya agroforestri kompleks yang menyerupai hutan, hingga
paling intensif seperti sistem pertanian semusim monokultur. Indonesia juga
merupakan salah satu negara tropis yang memiliki tingkat keanekaragaman hayati
yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di dunia, baik
flora maupun fauna yang penyebarannya sangat luas (Heriyanto dan Garsetiasih,
2004). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 18 Tahun 1994 menyatakan
bahwa potensi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya tersebut perlu
dikembangkan dan dimanfaatkan bagi sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat melalui
upaya konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya, sehingga tercapai
keseimbangan antara perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan secara lestari.
Pohon memegang peranan yang sangat penting dalam komunitas hutan dan berfungsi
sebagai penyangga kehidupan, baik dalam mencegah erosi, dan menjaga stabilitas
iklim global. Pohon-pohon di pegunungan memiliki kondisi yang khas di mana
pohon akan bertambah rendah atau kecil seiring dengan naiknya ketinggian dan
memiliki keanekaragaman jenis yang bervariasi.
Hutan wisata alam Taman Eden Desa Sionggang Utara Kecamatan Lumban
Julu Kabupaten Toba Samosir, merupakan bagian dari hutan yang ada di Indonesia
yang keberadaannya perlu mendapat perhatian dari semua lapisan masyarakat. Untuk
itu, kiranya perlu dilakukan suatu penelitian analisis vegetasi pohon dan pendugaan
karbon tersimpan yang terdapat di dalamnya. Kepunahan keanekaragaman hayati
sebagian besar karena ulah manusia. Kepunahan oleh alam, berdasarkan catatan para
ahli hanya sekitar 9% dari seluruh keanekaragaman hayati yang ada dalam kurun
waktu sejuta tahun. Saat ini, kepunahan keanekaragaman hayati di daerah tropis
akibat ulah manusia mencapai 1.000 sampai 10.000 kali laju kepunahan yang terjadi
secara alami (Alikodra dan Syaukani, 2004 dalam Widhiastuti, 2008). Untuk
melestarikan keanekaragaman hayati di suatu ekosistem cara yang paling efektif
adalah melestarikan komunitas hayati secara utuh. Bahkan para Ahli Biologi
Konservasi mengatakan konservasi pada tingkat komunitas merupakan satusatunya
cara yang efektif untuk melestarikan spesies. Hal ini terutama mengingat dalam
situasi penangkaran, dan sumber pengetahuan yang kita miliki hanya dapat
menyelamatkan sebagian kecil saja spesies yang ada di bumi (Widhiastuti, 2008).
B. Tujuan
Untuk Mengetahui komposisi jenis, peranan, penyebaran dan struktur dari
suatu tipe vegetasi yg diamati.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Metode garis merupakan suatu metode yang menggunakan cuplikan berupa
garis. Penggunaan metode ini pada vegetasi hutan sangat bergantung pada
kompleksitas hutan tersebut. Dalam hal ini, apabila vegetasi sederhana maka garis
yang digunakan akan semakin pendek. Untuk hutan, biasanya panjang garis yang
digunakan sekitar 50 m-100 m. sedangkan untuk vegetasi semak belukar, garis yang
digunakan cukup 5 m-10 m. Apabila metode ini digunakan pada vegetasi yang lebih
sederhana, maka garis yang digunakan cukup 1 m (Syafei, 1990). Pada metode garis
ini, system analisis melalui variable-variabel kerapatan, kerimbunan, dan frekuensi
yang selanjutnya menentukan INP (indeks nilai penting) yang akan digunakan untuk
memberi nama sebuah vegetasi. Kerapatan dinyatakan sebagai jumlah individu
sejenis yang terlewati oleh garis. Kerimbunan ditentukan berdasar panjang garis yang
tertutup oleh individu tumbuhan, dan dapat merupakan prosentase perbandingan
panjang penutupan garis yang terlewat oleh individu tumbuhan terhadap garis yang
dibuat (Syafei, 1990). Frekuensi diperoleh berdasarkan kekerapan suatu spesies yang
ditemukan pada setiap garis yang disebar (Rohman, 2001).
Laju pemanasan di pegunungan tidak serupa laju pemanasan di dataran
rendah. Pantulan panas dari permukaan bumi lebih kuat digunung oleh karena
tekanan udara yang rendah. Laju penurunan suhu pada umumnya sekitar 0,6o C
setiap penambahan ketinggian sebesar 100 meter, tetapi hal ini berbeda-beda
tergantung kepada tempat, musim, waktu, kandungan uap air dalam udara dan lain
sebagainya (Damanik et al, 1992). Pada umumnya, curah hujan pada lereng bawah
pegunungan itu lebih lebat ketimbang pada lokasi di sekelilingnya. Penyebab
keadaan ini adalah karena udara yang panas dari lokasi itu menjadi dingin pada
waktu dipaksa naik mengikuti lereng pegunungan. Hal ini menyebabkan penurunan
daya tambat air oleh udara, sehingga kelebihan air dalam udara itu membentuk awan
yang menyebabkan hujan. Sampai suatu ketinggian tertentu terdapat kenaikan curah
hujan pada lereng bukit, tetapi di atas ketinggian itu pengembunan uap air dari udara
tidak cukup untuk membentuk banyak hujan. Sebagai akibat sebaran hujan itu, sering
terdapat hutan yang lebih subur pada ketinggian rendah dan menengah ketimbang
pada lokasi yang berbatasan (Ewusie, 1990). Banyak tumbuhan di tempat-tempat
tinggi juga memperoleh kelembaban dari tetes-tetes air dari awan yang menempel
pada daun dan batangnya. Karena persentase kejenuhan suatu massa udara
meningkat bila suhu turun, kelembaban hutan di tempat-tempat yang tinggi relatife
tinggi, terutama pada waktu malam (Mackinnon et al, 2000)
Pohon-pohon menjadi organisme dominan di hutan tropis, bentuk kehidupan
pohon berpengaruh pada physiognomi umum, produksi dasar dan lingkaran
keseluruhan dari komunitas. Banyak ciri-ciri pohon tropis berbeda dengan daerah
lain mengingat terdapat ciri-ciri tertentu dan kebiasaan bercabang, dedaunan,
buahbuahan dan sistem akar yang jarang dan tidak pernah dijumpai di bagian bumi
lain (Longman dan Jenik, 1987). Untuk keperluan inventarisasi, pohon dibedakan
menjadi stadium seedling, sapling, pole, dan pohon dewasa. Soerianegara dan
Indrawan (1978) membedakan sebagai berikut:
1. Seedling (semai) yaitu permudaan mulai kecambah sampai setinggi 1,5 m.
2. Sapling (pancang, sapihan) yaitu permudaan yang tingginya 1,5 m dan lebih
sampai pohon-pohon muda yang berdiameter kurang dari 10 cm.
3. Pole (tiang) yaitu pohon-pohon muda yang berdiameter 10 - 35 cm.
4. Pohon dewasa yaitu pohon yang berdiameter lebih dari 35 cm yang diukur 1,3
meter dari permukaan tanah.
Sebagian besar hutan alam di Indonesia termasuk dalam hutan tropika basah
Banyak para ahli yang mendiskripsi hutan tropika basah sebagai ekosistem spesifik,
yang hanya dapat berdiri mantap dengan keterkaitan antara komponen penyusunnya
sebagai kesatuan yang utuh. Keterkaitan antara komponen penyusun ini
memungkinkan bentuk struktur hutan tertentu yang dapat memberikan fungsi tertentu
pula seperti stabilitas ekonomi, produktivitas biologis yang tinggi, siklus hidrologis
yang memadai dan lain-lain.
Pengamatan parameter vegetasi berdasarkan bentuk hidup pohon, perdu, serta
herba. Suatu ekosistem alamiah maupun binaan selalu terdiri dari dua komponen
utama yaitu komponen biotik dan abiotik. Vegetasi atau komunitas tumbuhan
merupakan salah satu komponen biotik yang menempati habitat tertentu seperti
hutan, padang ilalang, semak belukar dan lain-lain. Struktur dan komposisi vegetasi
pada suatu wilayah dipengaruhi oleh komponen ekosistem lainnya yang saling
berinteraksi, sehingga vegetasi yang tumbuh secara alami pada wilayah tersebut
sesungguhnya merupakan pencerminan hasil interaksi berbagai faktor lingkungan
dan dapat mengalami perubahan drastik karena pengaruh anthropogenik (Setiadi,
1989).
Frekuensi adalah nilai besaran yang menyatakan derajat penyebaran jenis
didalam komunitasnya. Angka ini diperoleh dengan melihat perbandingan jumlah
dari petak-petak yang diduduki suatu jenis terhadap keseluruhan petak yang diambil
sebagai petak contoh di dalam melakukan analisis vegetasi. Frekuensi dipengaruhi
oleh beberapa faktor, seperti luas petak contoh, penyebaran tumbuhan dan ukuran
jenis tumbuhan. Dominansi adalah besaran yang digunakan untuk menyatakan
derajat penguasaan ruang atau tempat tumbuh , berapa luas areal yang ditumbuhi
oleh sejenis tumbuhan atau kemampuan suatu jenis tumbuhan untuk bersaing
tehadap jenis lainnya. Dalam pengukuran dominansi dapat digunakan proses
kelindungan ( penutup tajuk ), luas basah area , biomassa, atau volume.
Menurut Greig-Smith (1983) nilai frekuensi suatu jenis dipengaruhi secara
langsung oleh densitas dan pola distribusinya. Nilai distribusi dapat memberikan
informasi tentang keberadaan tumbuhan tertentu dalam suatu plot dan belum dapat
memberikan gambaran tentang jumlah individu pada masing-masing plot.
Dalam komunitas vegetasi, tumbuhan yang mempunyai hubungan di antara
mereka, mungkin pohon, semak, rumput, lumut kerak dan Thallophyta, tumbuh-
tumbuhan ini lebih kurang menempati strata atau lapisan dari atas ke bawah secara
horizontal, ini disebut stratifikasi. Individu yang menempati lapisan yang berlainan
menunjukkan perbedaan-perbedaan bentuk pertumbuhan, setiap lapisan komunitas
kadang-kadang meliputi klas-klas morfologi individu yang berbeda seperti, strata
yang paling tinggi merupakan kanopi pohon-pohon atau liana. Untuk tujuan ini,
tumbuh-tumbuhan mempunyai klas morfologi yang berbeda yang terbentuk dalam
“sinusie” misalnya pohon dalam sinusie pohon, epifit dalam sinusie epifit dan
sebagainya. (Arrijani.2006)
Dengan analisis vegetasi dapat diperoleh informasi kuantitatif tentang
struktur dan komposisi suatu komunitas tumbuhan. Berdasarkan tujuan pendugaan
kuantitatif komunitas vegetasi dikelompokkan vegetasi, iklim dan tanah
berhubungan erat dan pada tiap-tiap tempat mempunyai keseimbangan yang spesifik.
Dalam ilmu vegetasi telah dikembangkan berbagai metode untuk menganalisis suatu
vegetasi yang sangat membantu dalam mendekripsikan suatu vegetasi sesuai dengan
tujuannya. Dalam hal ini suatu metodologi sangat berkembang dengan pesat seiring
dengan kemajuan dalam bidang-bidang pengetahuan lainnya, tetapi tetap harus
diperhitungkan berbagai kendala yang ada (Rohman, 2001).
Vegetasi di definisikan sebagai mosaik komunitas tumbuhan dalam lansekap
dan vegetasi alami diartikan sebagai vegetasi yang terdapat dalam lansekep yang
belum dipengaruhi oleh manusia Berdasarkan model geometrik yang dihasilkan dari
hasil analisis, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa titik yang saling berdekatan
merupakan unit-unit sampling yang mempunyai pola kesamaan dalam komunitas,
sedangkan titik-titik yang saling berjauhan adalah unit-unit sampling yang
mempunyai perbedaan komunitas. Berdasarkan perbedaan tersebut hasil analisis
ordinasi dapat dilanjutkan dengan mengkorelasikan pola komunitas pada unit-unit
sampling dengan faktor lingkungan dari unit-unit sampling tersebut, sehingga dapat
diketahui penyebab perbedaan pola komunitas di antara unit-unit sampling tersebut.
Metode garis merupakan suatu metode yang menggunakan cuplikan berupa garis.
Penggunaan metode ini pada vegetasi hutan sangat bergantung pada kompleksitas
hutan. Pada metode garis ini, system analisis melalui variable-variabel kerapatan,
kerimbunan, dan frekuensi yang selanjutnya menentukan INP (indeks nilai penting)
yang akan digunakan untuk memberi nama sebuah vegetasi. Kerapatan dinyatakan
sebagai jumlah individu sejenis yang terlewati oleh garis.
Jumlah jenis disuatu daerah ditentukan oleh kecepatan kepunahan jenis dan
kecepatan imigrasi atau masuknya jenis kedalam daerah tersebut. Pengamatan kita
menunjukkan jumlah poho jenis tertentu per hektar tidaklah banyak. Karena itu
dalam hutan yang besar jumlah jenisnya, terdapat rata-rata jumlah individu yang
rendah pada masing-masing jenis, (Soemarwoto 1989).
III. PELAKSANAAN PRAKTIKUM
A. Tempat Dan Waktu
Pelaksanaan praktikum ini dilaksanakan pada hari selasa, tanggal 9 April
2013, bertempat di labolatorium Ekologi, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas
Pertanian, Universitas Sriwijaya, indralaya.
B. Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah : 1). Sebuah
komunitas tumbuhan tertentu sebagai objek praktikum, 2). Tali rafia, 3). Benang, 4).
Meteran, 5). Alat tulis, 6). Patok tanda pembatas, 7). Buku-buku identifikasi.
C. Cara Kerja
1. Buatlah jalur – jalur transek terhadap tipe – tipe vegetasi yang diamati ditentukan
secara acak pada titik awal
2. Jalur transek tersebut dibagi dalam interval . Setiap interval sepadan dengan unit
petak contoh.
3. Individu yang tersinggung garis transek baik yang terletak diatas maupun
dibawah garis merupakan jenis yang diamati dan catat hasil
4. Data yang tercatat berupa pengukuran panjang transek yang terpotong . Data
dicatat dengan label tabel.
5. Untuk individu yang tidak dikenal , maka amati dan ambil sebagai contoh
herbarium
6. Berdasarkan hasil pengamatan dapat disusun dengan besaran INP , jenis – jenis
diperhatikan dalam persamaan
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Hasil dari praktikum metode garis menyinggung adalah sebagai berikut:
Hari / Tanggal Jumlah Gulma Jenis Gulma Tinggi Gulma
Selasa, 9 April 2013 33 Senduduk 70 cm
5 Akasia 55 cm
7 Paku 75 cm
69 Teki-tekian 47 cm
1 Bludru 92 cm
B. Pembahasan
Dari hasil pengamatan kelompok kami , kelompok III didapatkan
pembahasan bahwa Metode garis Menyinggung merupakan suatu metode yang
menggunakan cuplikan berupa garis. Penggunaan metode ini pada vegetasi hutan
sangat bergantung pada kompleksitas hutan tersebut. Dalam hal ini, apabila vegetasi
sederhana maka garis yang digunakan akan semakin pendek. Untuk hutan, biasanya
panjang garis yang digunakan sekitar 50 m-100 m. sedangkan untuk vegetasi semak
belukar, garis yang digunakan cukup 5 m-10 m. Apabila metode ini digunakan pada
vegetasi yang lebih sederhana, maka garis yang digunakan cukup 1 m (Syafei, 1990).
Pada metode garis ini, system analisis melalui variable-variabel kerapatan,
kerimbunan, dan frekuensi yang selanjutnya menentukan INP (indeks nilai penting)
yang akan digunakan untuk memberi nama sebuah vegetasi. Kerapatan dinyatakan
sebagai jumlah individu sejenis yang terlewati oleh garis. Kerimbunan ditentukan
berdasar panjang garis yang tertutup oleh individu tumbuhan, dan dapat merupakan
prosentase perbandingan panjang penutupan garis yang terlewat oleh individu
tumbuhan terhadap garis yang dibuat (Syafei, 1990). Frekuensi diperoleh
berdasarkan kekerapan suatu spesies yang ditemukan pada setiap garis yang disebar
(Rohman, 2001).
Penarikan contoh (sampling) harus menggunakan metode sampling yang
tepat, karena jika tidak hasil yang diperoleh akan bias. Ada beberapa metode
sampling yang biasa dipelajari, yaitu, Metode Plot (Berpetak) Suatu metode yang
berbentuk segi empat atau persegi (kuadrat) ataupun lingkaran. Biasanya digunakan
untuk sampling tumbuhan darat, hewan sessile (menetap) atau bergerak lambat
seperti hewan tanah dan hewan yang meliang. Untuk sampling tumbuhan terdapat
dua cara penerapan metode plot, yaitu
a. Metode Petak Tunggal, yaitu metode yang hanya satu petak sampling
yangmewakili suatu areal hutan. Biasanya luas minimum ini ditetapkan dengan
dar penambahan luas petak tidak menyebabkan kenaikan jumlah spesies lebih 5
% atau 10 %.
b. Metode Petak Ganda, yaitu pengambilan contoh dilakukan dengan menggunakan
banyak petak contoh yang letaknya tersebar merata (sebaiknya secara sistematik).
Ukuran berbeda-beda berdasarkan kelompok tumbuhan yang akan dianalisis..
Metode Transek (Jalur). Untuk vegetasi padang rumput penggunaan metode
plot kurang praktis. Oleh karena itu digunakan metode transek, yang terdiri dari :
Line Intercept (Line Transect), yaitu suatu metode dengan cara menentukan dua titik
sebagai pusat garis transek. Panjang garis transek dapat 10 m, 25 m, 50 m atau 100
m. Tebal garis transek biasanya 1 cm. Garis transek kemudian dibuat segmen-
segmen yang panjangnya 1 m, 5 m atau 10 m. Selanjutnya dilakukan pencatatan,
penghitungan dan pengukuran panjang penutupan semua spesies tumbuhan pada
segmen-segmen tersebut.
a. Belt Transect, yaitu suatu metode dengan cara mempelajari perubahan keadaan
vegetasi menurut keadaan tanah, topografi dan elevasi. Transek dibuat memotong
garis topografi dari tepi laut ke pedalaman, memotong sungai atau menaiki dan
menuruni lereng pegunungan. Lebar transek 10 – 20 m dengan jarak antar transek
200 – 1000 m (tergantung intensitas yang dikehendaki). Untuk kelompok hutan
yang luasnya 10.000 ha, intensitas yang digunakan 2 % dan hutan yang luasnya
1.000 Ha atau kurang intensitasnya 10 %.
b. Strip Sensus, yaitu pada dasarnya sama dengan line transect hanya saja
penerapannya ekologi vertebrata terestrial (daratan). Metode ini meliputi berjalan
sepanjang garis transek dan mencatat spesies-spesies yang diamati di sepanjang
garis transek tersebut. Data yang dicatat berupa indeks populasi (indeks
kepadatan).
Pada praktikum kali ini, kelompok satu menganalisis vegetasi di lahan kelapa
sawit di Universitas Sriwijaya Indralaya. Hasil yang diperoleh yaitu senduduk yang
berjumlah lebih dari dua ratus lima puluh batang, akasia lebih dari seratus lima puluh
batang, bandotan lebih dari seratus lima puluh batang, belimbing kurang dari 50
batang. Masih banyak vegetasi yang ada disana, kelompok kami hanya mengambil
contoh ( sampling ) saja untuk pembelajaran.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari penelitian yang telah dilakukan mengenai Analisis Vegetasi Metoda
Titik menyinggung dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Ditemukan 115 gulma yang terdiridari 5 jenis gulma terdiri dari senduduk,
angkasia, paku, teki-tekian dan bludru.
2. Analisa vegetasi dilakukan untuk mengetahui variasi yang ada pada suatu
ekositem/area.
3. Luas penutupan digunakan untuk proporsi antara luas tempat yang ditutupi oleh
spesies tumbuhan dengan luas total habitat.
4. Indeks nilai penting digunakan sebagai parameter kuantitatif yang dapat dipakai
untuk menyatakan tingkat dominansi spesies dalam suatu komunitas
tumbuhan.
5. Metoda ini sangat baik untuk menduga komunitas yang berbentuk pohon dan
tihang, contoh vegetasi hutan.
B. Saran
Diharapkan dapat mengetahui pengertian tentang analisis vegetasi metoda
garis menyinggung dan cara perlakuannya, diharapkan lebih cekatan dalam
praktikum ini. Diharapkan waktu yang digunakan dalam prakikum ini disesuaikan
dengan keadaan mahasiswa praktikan. Hasil laporan praktikum lebih
dihargi. Diharapkan lebih menggunakan alat dan bahan yang lebih efisien dan
lengkap agar tidak terlalu keluar tenaga.
DAFTAR PUSTAKA
Arief, A. 1994. Hutan: Hakikat dan Pengaruhnya terhadap Lingkungan. Jakarta:Penerbit Yayasan Obor Indonesia.
Daniel, T.W., J.A. Helms,F.S. Baker. 1992. Prinsip-Prinsip Silvinatural. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Ewusie, J.Y. 1990. Ekologi Tropika. Bandung: Penerbit ITB
Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. Jakarta: Penerbit PT Bumi Aksara.
Rohman, Fatchur dan I Wayan Sumberartha. 2001. Petunjuk Praktikum Ekologi Tumbuhan. Malang: JICA.
Soemarwoto, O. 1989. Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Bandung :Djambatan
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. Jakarta: Penerbit PT Bumi Aksara.