laporan diskusi

100
LAPORAN DISKUSI PEMICU 2 MODUL REPRODUKSI Disusun Oleh : Kelompok Diskusi 4 Fransisca A. Utami I11108008 Rio Wira Pratama I11111004 Ismi Wulandari AS I11111013 Venny Hillery Wahyuni I11111021 Assa Ayu Marsitha I11111022 Yohanes I11111024 Afifah Mukarommah I11111037 Muhammad Luthfi Taufik I11111049

Upload: wenny

Post on 17-Nov-2015

50 views

Category:

Documents


11 download

DESCRIPTION

1

TRANSCRIPT

LAPORAN DISKUSIPEMICU 2 MODUL REPRODUKSI

Disusun Oleh :

Kelompok Diskusi 4

Fransisca A. Utami I11108008Rio Wira Pratama I11111004Ismi Wulandari AS I11111013Venny Hillery Wahyuni I11111021Assa Ayu Marsitha I11111022Yohanes I11111024Afifah MukarommahI11111037Muhammad Luthfi TaufikI11111049Ni'matul Muthmainnah I11111054Alvin Pratama JauharieI11111063Wenny RupinaI11111067JahariI11111075

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTERFAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATANUNIVERSITAS TANJUNGPURAPONTIANAK2012

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Pemicu 2 Panji, seorang laki-laki berusia 23 tahun sedang mengendarai sepeda motor dengan kecepatan 70 km/jam ketika tiba-tiba melintas seekor kucing. Panji berusaha menghindari kucing tersebut, Ia membanting stir ke arah kiri , tetapi sepeda motornya oleng dan membentur trotoar. Panji terlempar dari sepeda motor dan lengan bawah kirinya membentur trotoar. Terdengan bunyi krek dari lengan bawah kirinya. Sambil menahan nyeri, ia meminta tolong. Orang disekitar Panji berusaha membantu, sebagian dari mereka menelpon Rumah Sakit meminta dikirim ambulans. Panji mengatakan kepada prtugas kesehatan yang membawanya untuk digunakan menggenggam. Di rumah Sakit, Panji yang dibaringkan ditempat tidur beroda dengan lengan kiri dalam posisi ekstensi, diperiksa oleh dokter jaga. Pada pemeriksaan, dokter menemukan siku Panji bengkak, gangguan sensibilitas pada telapak tangan, dan gangguan motorik pada jari. Kemudian lengan bawah kirinya dipasangi bidai dan kateter vena, dan dokter memberinya obat pengurang rasa nyeri. Kemudian ia dibawa ke ruang radiologi, Panji meminta tolong perawat untuk menyerahkan kartu asuransi kepada petugas adminisi.

1.2. Klarifikasi dan definisi a. Baal : Mati rasa/ hilangnya sensasi rasab. Ekstensi : Bagian tubuh kembali ke posisi anatomisc. Kateter vena : Pemasangan selang infus pada pembuluh venad. Bidai : Pemasangan alat bantu dengan tujuan imobilisasie. Sensibilitas : Kelemahan dalam merasakan/ meraba f. Bengkak : Terjadinya hambatan aliran limfatik yang berasal dari gabungan intersisial dalam sirkulasi.

1.3. Kata Kuncia. Panji, 23 tahunb. Krepitasic. Lengan bawah kirid. Bidaie. Kateter venaf. Gangguan sensibilitasg. Gangguan motorikh. Nyerii. Pemeriksaan radiologi1.4. Rumusan MasalahPasca benturan pada lengan bawah kiri, timbul bunyi krek , terjadi pembengkakan siku, gangguan sensibilitas, dan gangguan motorik pada jari.

1.5.Analisis Masalah

Panji,23 th

Aspek MedikolegalKecelakaan Lalu Lintas

Anamnesis : - bunyi krek -T. tangan baal - sulit menggenggam

pemeriksaan

Pemfis : - siku bengkakGang. SensibilitasGang. Motorik jari kanan

metodep. penunjang (radiologi)Pertolongan Pertama

ulnafrakturDiagnosis

penyulitradius

Kompresi sarafTatalaksana

Sistem kompertemen

Terapi obat

Bidai & kateter venabedahNon bedah

1.6. HipotesisLengan kiri Panji diduga mengalami fraktur didaerah proksimal region antebrachii yang disertai terjadinya krompresi saraf N. Medianus dan N. Radialis yang menyebabkan gangguan sensibilitas dan motorik.

1.7. Pertanyaan Diskusia. Anatomi lengan bawah1. Tulang2. Otot3. Sarafb. Kinesiology jari normalc. Fraktur 1. Definisi2. Etiologi3. Jenis- jenis4. Patofisiologi fraktur Bagaimana mekanisme nyeri pada fraktur? Mengapa terjadi bengkak pada siku? Apa yang menyebabkan bunyi krek?5. Proses penyembuhan fraktur6. Faktor- faktor yang mempengaruhi penyembuhan fraktur. 7. Komplikasi fraktur Baal pasca fraktur1. Definisi2. Etiologi3. Patofisiologi Lainnya 8. Pemeriksaan Bagaimana pemeriksaan radiologi pada lengan bawah?9.. Tatalaksana Apa fungsi kateter vena? Apa tujuan pemasangan bidai? Mengapa pada saat dibaringkan posisi tangan Panji harus ekstensi?d. Bagaimana aspek medikolegal pada kecelakaan?

BAB IIPEMBAHASAN

a. Anatomi lengan bawah1. Tulang Ulna dan Radius (Tulang Lengan Bawah)a. Radius

Sumber: Putz, R. ,R. pabst. 2006. Atlas Anatomi Manusia Sobotta edisi 22. Jakarta : EGC

Radius adalah tulang lateral lengan bawah. Ujung atasnya bersendi dengan humerus pada articulatio cubiti dan dengan ulna pada articulation radioulnaris proximal. Ujung distalnya bersendi dengan os scaphoideum dan lunatum pada articulatio radiocarpalis dan dengan ulna pada articulatio radioulnaris distal. [32]Pada ujung atas radius terdapat caput yang berbentuk bulat kecil. Permukaan atas caput cekung dan bersendi dengan capitulum humeri yang cembung. Circumferential articulare radii bersendi dengan incisura radialis ulnae. Di bawah caput tulang menyempit membentuk collum. Dibawah collum terdapat tuberositas radii yang merupakan tempat insertion musculus biceps. [32]Corpus radii berlainan dengan ulna, yaitu lebih lebar di bawah dibandingkan dengan bagian atas. Carpus radii di sebelah medial mempunyai margo interossea yang tajam untuk melekatnya membarana interossea. Tuberculum pronator, untuk tempat insertion musculus pronator teres, terletak di pertengahan pinggir lateralnya. [32] Pada ujung bawah radius terdapat processus styloideus; yang menonjol ke bawah dari pinggir lateralnya. Pada permukaan medial terdapat incisura ulnae, yang bersendi dengan caput ulnae yang bulat. Permukaan bawah ujung radius bersendi dengan os scaphoideum dan os lunatum. Pada permukaan posterior ujung distal radius terdapat tuberculum kecil, tuberculum dorsalis, yang pada pinggir medialnya terdapat sulcus untuk tendo musculi flexor pollicis longus. [32] b. Ulna Sumber: Putz, R. ,R. pabst. 2006. Atlas Anatomi Manusia Sobotta edisi 22. Jakarta : EGC

Ulna merupakan tulang medial lengan bawah. Ujung atasnya bersendi dengan humerus pada articulatio cubiti dan dengan caput radii pada articulatio radioulnaris proximal. Ujung distalnya bersendi dengan radius pada articulation radioulnaris distalis, tetapi dipisahkan dari articulatio radiocarpalis dengan adanya facies articularis. [32] Ujung atas ulna besar, dikenal sebagai processus olecranii; bagian ini membentuk tonjolan pada siku. Processus ini mempunyai incisura di permukaan anteriornya, incisura trochlearis, yang bersendi dengan trochlea humeri. Di bawah trochlea humeri terdapat processus coronoideus yang berbentuk segitiga dan pada permukaan lateralnya terdapat incisura radialis untuk bersendi dengan capu radii. [32] Corpus ulnae mengecil dari atas ke bawah. Di lateral mempunyai margo interosseus yang tajam untuk melekatnya membrane interossea. Pinggir posterior membulat, terletak subkutan, dan mudah diraba seluruh panjangnya. Di bawah incisura radialis terdapat lekukan, fossa supinator, yang mempermudah gerakan tuberositas bicipitalis radii. Pinggir posterior fossa ini tajam dan dikenal sebagai crista supinator, origo musculus supinator. [32] Pada ujung distal ulna terdapat caput yang bulat, yang mempunyai tonjolan pada permukaan medialnya, disebut processus styloideus. [32]

2. Otot-otot ekstermitas atas

3. Bagaimana anatomi saraf, otot ekstreminitas atas?Table cabang dan daerah persyarafan plexus brachialisFungsi motorikFungsi sensorik

Plexus brachialis

N. dorsalis scapulaeM. levator scapulae, Mm. rhomboidei

N. suprascapularisM. supraspinatus, M.infraspinatus

Nn. subscapularesM. subscapularis, (M.teres major)

N. subclaviusM. subclavius

N. thoracicus longusM. serratus anterior

Nn. pectoralesM. pectoralis major, M.pectoralis minor

N. thoracodorsalisM. latissimus dorsi, M.teres major

Rr. muscularesM. longus colli, M. longus capits

N. musculocutaneusM. coracobrachilis, M. biceps brachii, M.brachialisKulit sisi radiopalmar lengan bawah

N. medianusM. pronator teres, M. flexor carpi radialis, M. Palmaris longus, M. flexor digitorium superficialis, M. flexor pollicis longus, M. flexor digitorium profundus (bagian radial), M. pronator quadrates, M. flexor pollicis brevis (Caput superficiale), M. opponens pollicis, Mm. lumbricales I, IIKulit bagian radial telapak tangan (3 jari), kulit sisi dorsal phalanx distalis (3 jari)

N. ulnarisM. flexor carpi ulnaris, M. flexor digitorium profundus (bagian ulnar), M. Palmaris brevis, M. flexor digiti minimi, M. opponens digiti minimi, M. abductor digiti minimi, M. flexor pollicis brevis (Caput profundum), M. adductor pollicis, Mm. lumbricales III, IV, Mm, interosseiKulit sisi ulnar tangan (palmar : 1 jari, dorsal : 2 jari), kulit sisi dorsal phalanx distalis (1 jari)

N. cutaneus brachii medialisKulit sisi mediopalmar lengan atas

N. cutaneus antebrachii medialisKulit sisi ulnopalmar lengan bawah

N. axillarisM. deltoideus, M. teres minorKulit bahu

N. radialisM. triceps brachii, M. anconeus, M. brachioradialis, M. extensor carpi radialis longus, M. extensor carpi radialis brevis, M. supinator, M. extensor digitorium, M. extensor pollicis longus, M. abductor pollicis longus, M. extensor pollicis brevis, M. extensor indicis, M. extensor carpi ulnarisKulit sisi dorsal lengan atas, lengan bawah dan tangan (2 jari radial kecuali phalanges distales)

gambar anatomi saraf ektreminitas atas

Sumber: Putz , R. ,R. pabst. 2003. Atlas Anatomi Manusia Sobotta edisi 21. Jakarta : EGCPutz, R. ,R. pabst. 2006. Atlas Anatomi Manusia Sobotta edisi 22. Jakarta : EGC

b. Kinesiology jari normalBerikut gerakan/ kinesiologi yang biasanya dilakukan oleh tangan. Gerakan tersebut dijelaskan dengan tangan berada pada posisi anatomi1. Gerakan PollexFlexio adalah gerakan pollex di depan telapak tangan sedemikian rupa sehingga mempertahankan bidag kuku pollex tegak lurus terhadap bidang kuku jari lainnya. Gerakan terjadi di antara os trapezium dan os metacarpal I, pada articulatio metacarpophalangea dan interphalangea. Otot yang melakukan gerakan ialah m. flexor pollicis longus dan brevis, serta m. opponens policis. [32]Extentio adalah gerakan pollex pada bidang coronal menjauhi telapak tangan sedemikian rupa sehingga bidang kuku pollex tegak lurus dengan kuku jari lain. Gerakan terjadi di antara os trapezium dan os metacarpal I, pada articulatio metacarpophalangea dan interphalangea. Otot yang melakukan gerakan ialah m. flexor pollicis longus dan brevis. [32] Abductio adalah gerakan pollex pada bidang anteroposterior menjauhi telapak tangan, bidang kuku pollex tegak lurus dengan bidang kuku jari lain. Gerakan terjadi di antara os trapezium dan os metacarpal I, hanya sedikit gerakan pada pada articulatio metacarpophalangea. Otot yang melakukan gerakan ini ialah m. abductor pollicis longus dan brevis. [32]Adductio adalah gerakan pollex pada bidang anteroposterior mendekati telapak tangan, bidang kuku pollex tegak lurus dengan bidang kuku jari lain. Gerakan terjadi di antara os trapezium dan os metacarpal I. Otot yang melakukan gerakan ini ialah m. abductor pollicis. [32] Oppositio adalah gerakan pollex di depan telapak tangan sedemikian rupa sehingga permukaan anterior ujung jari bersentuhan dengan permukaan anterior salah satu ujung jari lainnya. Gerakan ini disempurnakan dengan medial rotation dari os metacarpal I dan phalanges yang melekat pada os trapezium. Bidang kuku pollex terletak parallel dengan bidang kuku jari yang beroposisi. Otot yang melakukan gerakan ini adalah m. opponens pollicis. [32]2. Gerakan Index, Digitus Medius, Digitus Anularis, dan Digitus MinimusFlexio adalah gerakan ke depan dari jari pada bidang anteroposterior. Gerakan ini terjadi pada articulatio interphalangea dan articulatio metacarpophalangea. M. flexor digitorum profundus memflexiokan phalanges distal, m. flexor digitorum superficialis memflexiokan phalanges media, dan m.interossei dan m.lumbricales memflexiokan phalanges proximal. [32]Extentio adalah gerakan ke belakang dari jari pada bidang anteroposterior. Gerakan ini terjadi pada articulatio interphalangea dan articulatio metacarpophalangea. M. flexor digitorum profundus memextentiokan phalanges proximal, m.interossei dan m.lumbricales memextentiokan phalanges media dan phalanges proximal (sebagai tambahan, m. extensor indicis untuk index dan m. extensor digiti minimi untuk digiti minimus). [32]Abductio adalah gerakan jari menjauhi garis tengah imajiner pada jari tengah. Gerakan ini terjadi pada articulatio metacarpophalangea. Otot yang melakukan gerakan ini adalah m. interossei dorsalis, m. abductor digiti minimi untuk abductio digiti minimi). [32]Adductio gerakan jari ke arah garis tengah imajiner pada jari tengah. Gerakan ini terjadi pada articulatio metacarpophalangea. Otot yang melakukan gerakan ini adalah m. interossei palmares. [32]Abductio dan adduction hanya bisa dilakukan pada posisi tangan ekstensi3. Menguncupkan TanganPada posisi ini telapak tangan membentuk cekungan yang dalam. Untuk melakukan ini pollex melakukan abductio serta sedikit oppositio dan flexio. Gerakan ini mempunyai efek mendorong eminentia thenar ke depan. [32]Os metacarpal IV dan V flexio serta sedikit rotation pada articulatio carpometacarpea. Gerakan ini juga mempunyai efek mendorong eminentia thenar ke depan. M. Palmaris brevis berkontraksi dan mendorong kulit di atas eminentia hypothenar ke medial, otot ini juga mengerutkan kulit sehingga kemampuan memegang tangan meningkat. [32]Index, jari tengah, digitus anularis dan digiti minimi sedikit flexio, jari-jar juga sedikit rotatio pada articulatio metacarpophalangea untuk menambah cekungan tangan yang menguncup. [32]

4. Mengepalkan TanganMengepalkan yangan disempurnakan oleh flexio articulatio metacarpophalangea dan interphalangea jari serta pollex. Posisi ini dilakukan oleh kontraksi otot-otot flexor panjang jari dan pollex. Supaya gerakan ini efisien, harus ada kontraksi sinergis dari m. extensor carpi ulnaris, m. extensor carpi radialis longus dan brevis agar dapat mengextentiokan articulatio radiocarpalis. [32]Dengan kekuatan yang memadai, hanya trauma yang melebihi daya lentur tersebt yang dapat mengakibatkan fraktur. Bila terjadi fraktur tertutup pada tulang maka tulang yang patah tersebut tidak dapat dilihat karena tulang tersembunyi dibalik kulit, fasia, bahkan otot. Gejala klinis yang dapat membedakan frak

c. Fraktur 1. Definisi frakturFraktur merupakan istilah dari hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan, baik yang bersifat total maupun sebagian. Secara umum, fraktur adalah patah tulang yang disebabkan trauma fisik. Kekuatan dan sudut tenaga fisik, keadaan tulang itu sendiri, serta jaringan lunak disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi lengkap/ tidak lenglap. [16]Fraktur lengkap terjadi apabila seluruh tulang patah, sedangkan pada fraktur tidak lengkap tidak melibatkan ketebalan tulang. Pada beberapa keadaan trauma musculoskeletal, fraktur dan dislokasi terjadi bersamaan. Hal ini terjadi apabila disamping kehilangan hubungan yang normal antar kedua permuaan tulang disertai pula fraktur sendi tersebut. [16]

2. EtiologiPada trauma mussuloskeletal yang dapat menjadi fraktur dapat dibagi menjadi trauma langsung dan tidak langsung. [16]a. Trauma langsung Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan terjadi pada daerah tekanan. Fraktur yang terjadi biasanya bersifat komunitif dan jaringan lunak ikut mengalami kerusakan. b. Trauma tidak langsungSuatu kondisi trauma dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur. Misalnya, jatuh dengan tangan ekstensi dapat menyebabkan fraktur pada klavikula. Pada keadaan ini biasanya jaringan linak tetap utuh.Fraktur dapat juga terjadi ketika tekanan yang menimpa tulang lebih besar daripada daya tahan tulang akibat trauma. Fraktur terjadi Fraktur terjadi karena penyakit tulang seperti tumor tulang, osteoporosis yang disebut fraktur pathologis. Fraktur stress atau fatigue, fraktur yang fatigue biasanya sebagaiakibat dari penggunaan tulang secara berlebihan yang berulang ulang. [16]

3. Klasifikasi frakturKlasifikasi fraktur dapat dibagi dalam klasifikasi penyebab, klasifikasi jenis, klasifikasi klinis, dan klasifikasi radiologis. [16]a. Klasifikasi penyebab1. Fraktur traumatikDisebabkan oleh trauma yang tiba-tiba mengenai tulang dengan kekuatan yang besar. Tulang tidak mampu menahan trauma tersebut sehingga terjadi fraktur.2. Fraktur potologis Disebabkan oleh kelemahan tulang sebelumnya akibat kelainan patologis di dalam tulang. Fraktur patologis terjadi pada daerah- daerah tulang yang telah menjadi yang telah menjadi lemah karena tumor atau proses patologis lainnya. Tulang sering kali menunjukan penurunan densitas. Penyebab yang paling sering dari fraktur- fraktur semacam ini adalah tumor, baik primer maupun metastasis.3. Fraktur stress Disebabkan oleh trauma yang terus menerus pada suatu tempat tertentu

b. Klasifikasi jenis fraktur1. Fraktur terbuka, terdiri dari 3 derajat:a. Derajat I Luka < 1cm Kerusakan jaringan lunak sedikit tidak ada tanda luka remuk Fraktur sederhana, transversal Kontaminasi minimalb. Derajat II Laserasi > 1 cm Kerusakan jaringan lunak tidak luas Fraktur komunitif sedang Kontaminasi sedangc. Derajat III Jaringan lunak yang menutupi tulang adekuat, ada laserasi fraktur segmental Kehilangan jaringan lunak, fraktur terpapar atau terkontaminasi Luka pada pembuluh darah arteri atau saraf perifer harus diperbaiki tanpa melihat kerusakan jaringan lunak

2. Fraktur tertutup3. Fraktur kompresi4. Fraktur stress5. Fraktur avulsi6. Greenstick fracture (fraktur lentuk/ salah satu tulang patah sedang sisi lain membengkak)7. Fraktur transversal8. Fraktur kominutif (tulang pecah menjadi beberapa fragmen)9. Fraktur imppaksi (sebagian fragmen tulang masuk ke dalam tulang lain)

c. Klasifikasi Klinis1. Fraktur tertutup Fraktur tertutup adalah fraktur dimana kulit tidak ditembus oleh fragmen tulang sehingga lokasi fraktur tidak tercemar oleh lingkungan atau tidak mempunyai hubungan dengan dunia luar.2. Fraktur terbukaFraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui luka pada kulit dan jaringan lunak, dapat berbentuk dalam atau dari luar.3. Fraktur dengan komplikasiFraktur yang disertai dengan komplikasi misalnya mal-union, delayed union, non- union, serta infeksi tulang

d. Klasifikasi Radiologis1. Fraktur transversalFrakttur yang garis patahnya tegak lurus terhadap sumbu panjang tulang. Apabila dikontrol dengan bidai gips dapat stabil 2. Fraktur kominutifSerpihan- serpihan/terputusnya keutuhan jaringan dimana terdapat lebih dari dua fragmen tulang.3. Fraktur oblikFraktur yang membentuk sudut terhadap tulang. Fraktur ini sulit di perbaiki dan tidak stabil.4. Fraktur segmentalFraktur berdekatan pada satu tulang yang menyebabkan terpisahnya segmen sentral dari suplai darahnya. Fraktur ini sulit di tangani, biasanya satu ujung yang tidak memiliki pembuluh darah akan sulit sembuh dan mungkin memerlukan pengobatan secara bedah. 5. Fraktur impaksi/ kompresiFraktur ini terjadi ketika 2 tulang menumbuk tulang yang berada diantaranya, seperti misalnya tulang vertebra dengan 2 vertebra lainnya (sering disebut dengan brust fracture).6. Fraktur spinalTimbul akibat torsi pada ekstermitas. Khasnya pada cedera terputar sampai tulang patah. Fraktur ini cepat sembuh dengan imobolisasi luar.

4. Patofisiologi fraktura. Bagaimana mekanisme nyeri pada fraktur?Menurut International Association for the Study of Pain (IASP) tahun 1986 nyeri merupakan suatu pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan berkaitan dengan adanya kerusakan jaringan yang sudah atau berpotensi terjadi, atau dideskripsikan berdasarkan kerusakan tersebut. Jadi, nyeri yang dirasakan orang lain karena tertusuk duri sama dengan nyeri yang dirasakan terhadap orang lain lagi itu sama karena tergantung dari pengalaman sensorik dan emosional masing-masing orang untuk mengungkapkannya sebagai suatu Nyeri. Jadi nyeri itu bersifat subjektif dan merupakan suatu sensasi sekaligus emosi.Klasifikasi nyeri dibedakan berdasarkan durasi dan patofisiologi. Berdasarkan durasinya : Nyeri akut : nyeri akut ini merupakan reaksi fisiologis tubuh kita terhadap adanya kerusakan jaringan ( misalnya akibat trauma). durasi untuk nyeri akut kurang dari 6 bulan Nyeri kronik. nyeri kronik merupakan suatu reaksi patologis atau merupakan nyeri yang tidak mereda setelah diberi pengobatan atau intervensi. Nyeri kronik durasinya lebih dari 6 bulan.Berdasarkan patofisiologinya : Nyeri nociceptive: nyeri nociceptive merupakan suatu respon tubuh terhadap adanya stimulus nyeri misalnya waktu ada trauma. Nyeri neuropathic : Nyeri neuropathic ini berkaitan dengan gangguan atau disfungsi dari jaringan saraf.

Nyeri dapat terjadi akibat stimulasi dari nociceptor dan bukan akibat nociceptor. Nociceptor merupakan reseptor sensorik yang bertanggung jawab pada stimulus yang berpotensi menyebabkan kerusakan jaringan. Nociceptor pada otot terletak pada sarcolemma, periosteum, dan sendi, Nyeri akibat stimulasi nosiseptor atau yang biasa kita sebut nyeri nosiseptive itu dibagi menjadi nyeri somatik dan nyeri viseral. Nyeri somatik superficial (kulit) dan nyeri somatik dalam. Nyeri somatik superfisial berasal dari kulit dan karena kulit memiliki banyak saraf sensorik sehingga kerusakan di kulit menimbulkan sensasi yang lokasinya lebih akurat (jelas). Sedangkan nyeri somatik dalam, nyerinya berasal dari otot, tendon, ligamentum, tulang, sendi dan arteri. Nyeri ini sering tidak jelas karena memiliki lebih sedikit reseptor nyeri. Nyeri somatik ini ada nyeri cepat (berhubungan dengan serabut saraf A-delta yang menghantarkan nyeri yang tajam, terlokalisir, intensitas jelas) dan nyeri lambat (berhubungan dengan serabut saraf C yang menghantarkan nyeri yang membakar, tidak terlokalisir, dan persisten). Nyeri visceral merupakan nyeri yang berasal dari organ-organ tubuh seperti lambung, kandung empedu, dan ureter. Reseptor nyeri viseral ini lebih jarang dibandingkan dengan reseptor nyeri somatik (nyerinya kurang jelas). Sedangkan nyeri yang bukan akibat nociceptive atau nyeri non nociceptor adalah nyeri yang timbul akibat inflamasi dan nyeri akibat gangguan saraf atau kelainan pada saraf. Kelainan yang berasal dari gangguan pada saraf bisa terjadi karena terdapat lesi pada saraf atau Cerebral Nervus System (CNS) dan bisa akibat gangguan saraf pusat. Nyeri akut merupakan nyeri yang normal akibat respons fisiologi tubuh kita terhadap stimulus kimia, suhu dan mekanik. Penyebabnya biasanya diketahui misalnya karena operasi atau trauma. Umumnya termasuk nyeri somatik. Nyeri akut ini berlangsung singkat jadi mudah hilang. Nyeri akut ini dapat diobati dengan terapi yang tepat atau dengan pengobatan misalnya dengan terapi opioid. Nyeri kronik ini merupakan nyeri akibat proses patologis dan berlangsung terus menerus akibat penyebabnya keganasan atau tidak. Misalnya nyeri kronik akibat OA, sakit pinggang yang kronik, sakit kepala yang kronik, nyeri neuropati, dan nyeri viseral yang kronik. Nyeri kronik berlangsung di luar waktu penyembuhan luka, selama berbulan-bulan ( > 6 bulan) atau berulang secara teratur selama jangka waktu yang lama. Nyeri ini melibatkan komponen neuropati. Penyebab nyeri ini karena kondisi medis yang kronik, mengancam kehidupan atau penyebab yang tidak diketahui dan nyeri ini lebih sulit untuk diobati. Nyeri patofisiologi ada nyeri nociceptive dan nyeri neuropati. Nyeri nociceptive dibagi menjadi nyeri nociceptive somatic dan nyeri nociceptive viseral. Nyeri nociceptive somatic dibagi nyeri somatik superfisial ( nyerinya di kulit dan jaringan subkutis sehingga lokasi nyeri yang dirasakan jelas ( karena banyak saraf di kulit kita) dan nyeri somatik dalam ( nyeri yang berasal dari otot, tendon, ligamentum, tulang, sendi dan arteri dan lokasi nyeri yang dirasakan kurang jelas karena memiliki sedikit reseptor nyeri). Nyeri nociceptive viseral adalah nyeri yang berasal dari organ-organ tubuh dan nyeri ini kurang jelas lokalisasi nyerinya dan sering dirujuk atau dialihkan ke suatu daerah permukaan kulit yang jauh dari asalnya. Misalnya kita merasakan nyeri lambung tetapi nyeri yang kita rasakan bukan pada lambungnya tapi nyeri yang dirasakan malah di sekitar kulit punggung. Nyeri somatic ini biasa ditunjukkan dengan nyeri yang tajam, berdenyut, sakit atau rasa tekan.Nyeri neuropati merupakan nyeri akibat kerusakan atau disfungsi SSP atau saraf perifer tanpa melibatkan eksitasi reseptor nyeri (nosiseptor). Nyeri neuropati biasanya memiliki kualitas nyeri seperti terbakar, perih atau seperti tersengat listrik. Nyeri neuropati ini dibagi menjadi epicritic neuropathic pain dan protopathic neuropathic pain. Epicritic neuropathic pain ini merupakan nyeri yang menyengat dan menempel di lokasi secara kontinyu dan terkait dengan serat A-delta. Sedangkan protopathic neuropathic pain merupakan nyeri tumpul , dalam , dan sakit dan terkait dengan serat tipe C. Nociception (nosisepsi) ini mendeteksi stimulus akibat kerusakan jaringan yang mengenai ujung-ujung saraf (nociceptor) di kulit dan struktur yang lebih dalam. Hal ini melibatkan serat A-delta dan serat C pada saraf perifer untuk menyebarkan informasi (menghantarkan impuls).Tipe-tipe reseptor nociceptive itu ada nosiseptor unimodal dan nosiseptor polimodal. Nosiseptor unimodal (uni kan satu) itu merespon terhadap 1 stimulus yaitu stimulus nociceptive. Nah, kalau nosiseptor polimodal (poli kan banyak) itu merespon terhadap banyak stimulus (h> 1) yaitu stimulus nociceptive, kimia, dan mekanik.

Sensitisasi merupakan mekanisme peningkatan eksitasi di neuron sehingga lebih sensitive terhadap neuron. Sensitisasi disini juga merupakan manifestasi dari plastisitas neuron.

Dalam respon nyeri yang normal, intensitas nyeri meningkat seiring dengan meningkatnya intensitas stimulus yang ada. Alodinia merupakan nyeri yang disebabkan oleh stimulus yg yg scr normal tidak menimbulkan rasa nyeri tapi malahan menimbulkan nyeri. Sedangkan hiperalgesia merupakan respon nyeri yang berlebihan terhadap stimulus yang normal (alias lebay, karena dikasih stimulus nyeri yang biasa aja, responnya lebay)Sensitisasi menyebabkan cedera, terlihat kurva bergeser ke kiri, mengakibatkan hiperalgesia, di mana stimulusnya menyebabkan rasa sakit lebih besar dan lebih lama, serta allodynia, di mana hasil dari rasa sakit nya biasa. Penyampaian impuls nyeri dari organ penerima impuls (afektor) ke organ penyampaian impuls (efektor). Pertama-tama terdapat stimulus (kimia, suhu maupun mekanik) kemudian diterima oleh reseptor sensorik di kulit kemudian dihantarkan oleh saraf sensorik melewati ganglion radiks dorsalis lalu menjadi radiks dorsalis kemudian ke columna grisea posterior. Setelah itu dihantarkan oleh radiks ventralis kemudian dihantarkan oleh saraf motorik kemudian dihantarkan ke otot (efektor) melalui neuromuscular junction (pertautan antara saraf dan otot). b. Mengapa terjadi bengkak pada siku?Respons tubuh pada saat fratur sama dengan respons tubuh apabila ada cedera di bagian tubuh lain oleh penyebab yang lain. Terjadi pendarahan pada jaringan yang cedera dan pembentukan hematoma pada lokasi fraktur. Ujung fragmen tulang mengalami devitalisasi karena terputusnya pasokan darah. Tempat cedera akan diinvasi leh sel-sel radang yang membersihkan daerah tersebut dari benda asing atau jaringan mati. Secara ringkas, daerah fraktur mengalami inflamasi. Proses tersebut akan mengakibatkan timbulnya pembengkakan pada daerah fraktur. Berkurangnya pembengkakan menandakan akan berakhirnya proses inflamasi. [16] c. Apa yang menyebabkan bunyi krek?Trauma yang terjadi tidak selalu mengakibatkan fraktur. Tulang mempunyai daya lentur dengan kekuatan yang memadai, hanya trauma yang melebihi daya lentur tersebut yang dapat mengakibatkan fraktur. Bila terjadi fraktur tertutup pada tulang maka tulang yang patah tersebut tidak dapat dilihat karena tulang tersembunyi dibalik kulit, fasia, bahkan otot. Gejala klinis yang dapat membedakan fraktur dengan cedera lain antara lain seperti: Pembengkakan. Kecuali frakturnya terjadi jauh didalam seperti pada tulang leher atau tulang paha. Perubahan bentuk, dapat terjadi angulasi (terbentuk sudut), rotasi (terputar), atau pemendekan. Terdapat rasa nyeri yang sangat pada daerah fraktur. Bunyi krek yang timbul saat terjadinya trauma. Bunyi tersebut menandakan terjadinya fraktur pada tulang.

Pada saat anamnesis pada pasien sangat perlu ditanyakan apakah mendengar bunyi krek saat pasien terjatuh (Helmi, 2012). Bunyi krek yang timbul saat trauma menunjukkan terjadinya fraktur. Energi mekanis yang berpindah pada tulang tidak dapat ditahan oleh daya lentur tulang. Energy mekanis tersebut akan menyebabkan fraktur tulang. Patahnya tulang tersebut menimbulkan suara krek yang khas. [16]

5. Proses penyembuhan frakturKetika mengalami cedera fragmen, tulang tidak hanya ditambal dengan jaringan parut, tetapi juga akan mengalami regenerasi secara bertahap. Ada beberapa tahapan dalam penyembuhan tulang. [16]1. fase 1: inflamasiRespon tubuh pada saat mengalami fraktur sama dengan respons apabila ada cedera di bagian tubuh lain. Terjadi perdarahan pada jaringan yang cedera dan pembentukan hematoma pada lokasi fraktur. Ujung fragmen tulang mengalami devitalisasi karena terputusnya pasokan darah. Tempat cedera kemudian akan diinvasi oleh makrofag (sel darah putih besar) yang akan membersihkan daerah tersebut dari zat asing. Pada saat ini terjadi inflamasi, pembengkakan,dan nyeri. Tahap inflamasi berlangsung beberapa hari dan hilang dengan berkurangnya pembengkakan dan nyeri. [16]2. Fase 2: Proliferasi sel Dalam sekitar lima hari, hematoma akan mengalami organisasi. Terbentuk benang-benang fibrin pada darah dan membentuk jaringan untuk revaskularisasi, serta invasi fibroblast dan osteoblas. [16]Fibroblast dan osteoblas (berkembang dari osteosit, sel endotel, dan sel periosteum) akan menghasilkan kolagen dan proteoglikan sebagai matrik kolagen pada patahan tulang. Terbentuk jaringan ikat fibrus dan tulang rawan (esteoid). Dari periosteum tampak pertumbuhan melingkar. Kalus tulang rawan tersebut dirangsang oleh gerakan mikro minimal pada tempat patah tulang. Namun, gerakan yang berlebihan akan merusak struktur kalus. Tulang yang sedang aktif tumbuh menunjukan potensial elektronegatif. [16]3. Fase 3: Pembentukan kalus Pertumbuhan jaringan berlanjut dan lingkaran tulang rawan tumbuh mencapai sisi lain sampai celah terhubungkan. Fragmen patahan tulang digabungkan dengan jaringan fibus, tulang rawan, dan serat tulang imatur. Bentuk kalus dan volume yang dibutuhkan untuk menghubungkan defek secara langsung berhubungan dengan jumlah kerusakan dan pergeseran tulang. Perlu waktu tiga sampai empat minggu agar fragmen tulang tergabung dalam tulang rawan atau jaringan fibrus. Secara klinis, fragmen tulang tidak bisa lagi digerakkan. [16]Pembentukan kalus mulai mengalami penulangan dalam dua sampai tiga minggu patah tulang melalui proses penulangan endokondrial. Mineral terus-menerus ditimbun sampai tulang benar-benar telah bersatu dengan keras. Permukaan kalus tetap bersifat elektronegatif. Pada patah tulang panjang orang dewasa normal, penulangan memerlukan waktu tiga sampai empat bulan. [16]4. Fase 4: Remodeling menjadi tulang dewasaTahap akhir perbaikan patah tulang meliputi pengambilan jaringan mati dan reorganisasi tulang baru ke susunan structural sebelumnya. Remodeling memerlukan waktu berbulan-bulan sampai bertahun-tahun bergantung pada beratnya modifikasi tulang yang dibutuhkan fungsi tulang, dan stress fungsional pada tulang (pada kasus yang melibatkn tulang kompak dan kanselus). Tulang kanselus mengalami penyembuhan dan remodeling lebih cepat daripada tulang kortikal kompak, khususnya pada titik kontang langsung. Ketika remodeling telah sempurna, muatan permukaan patah tulang tidak lagi negative. [16]Proses peyembuhan tulang dapat dipantau dengan pemeriksaan sinar X.Imobilisasi harus memadai sampai tanda-tanda adanya kalus tampak pada gambaran sinar X. Kemajuan program terapi (dalam hal ini pemasangan gips pada pasien yang mengalami patah tulang femur telah ditinggalkan dan diimobilisasi dengan traksi skelet) ditentukan dengan adanya bukti penyembuhan patah tulang. [16] 6. Faktor yang mempengaruhi peyembuhan fraktur Berbagai faktor local, sistemik, dan lingkungan eksternal mempengaruhi proses penyembuhan fraktur. Faktor-faktor local yang berpengaruh adalah kerusakan yang luas pada tulang dan jaringan lunak di sekitar fraktur, terputusnya suplai pembuluh darah, terdapatnya imposisi jaringan lunak di antara fragmen fraktur, immobilisasi dan rsduksi yang inadekuat, adanya infeksi atau proses keganasan, dan tulang yang nekrotik akibat avaskularitas, radiasi, trauma panas dan kimiawi, atau infeksi. Faktor-faktor sistemik yang berpengaruh adalah umur, hormone, aktivitas fungsional, fungsi saraf dan nutrisi. [21]Faktor lingkungan eksternal yang berpengaruh terutama faktor mekanis. Apabila kompresi yang diberikan pada tulang terlalu kuat maka sel-sel tulang akan nekrosis. Juga stres yang inadekuat di antara fragmen-fragmen fraktur akan gagal menimbulkan proses osteogenik. Kompresi sirkuler pada pemakaian weight bearing cast atau cast brace akan menguntungkan jika digunakan dengan cara dan waktu yang tepat. [21]Menurut (Underwood, 1999), Berbagai faktor yang menghambat, atau bahkan menghentikan penyembuhan tulang: [33]1. PergerakanPergerakan antara kedua ujung tulang, selain menimbulkan nyeri, juga berakibat terjadinya kalus yang berlebihan dan menghalangi atau memperlambat proses penyatuan jaringan. Apabila berlanjut, pergerakan ini akan menghalang pembentukan tulang dan diganti dengan jaringan ikat kolagen, sehingga akan terbentuk sendi palsu ada fraktur. Pergerakan yang lebih ringan akan menyebabkan pembentukan kalus yang berlebihan sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama untuk diresorpsi dan menekan bangunan-bangunan disekitarnya. [33]2. Jaringan lunak yang ada di antara kedua ujung tulangJaringan yang terselip diujung-ujung yang patah, selama belum dapat disingkirkan akan menghambat penyembuhan dan menimbulkan resiko tidak terjadi penyatuan. [33]3. Ketidaklurusan letak tulangKedudukan kedua tulang yang tidak tepat akan menghambat kecepatan penyembuhan dan mengganggu fungsi tulang, sehingga meningkatkan resiko timbulnya penyakit degenerative pada sendi di dekatnya (osteoathrosis). [33]4. InfeksiInfeksi yang terjadi di tempat fraktur akan menghambat penyembuhan dan memudahkan timbulnya osteomyelitis kronis. Infeksi ini mudah terjadi bila kulit penutup tempat fraktur ikut sobek. [33]5. Penyakit tulang yang telah ada sebelumnyaApabila tulang yang patah tersebut tidak normal, patah tulang tersebut disebut fraktur patologis. Tulang seperti dapat mengalami fraktur oleh daya tekan ringan yang tidak cukup untuk menimbulkan fraktur pada tulang normal, atau patah secara spontan. Patah tulang patologis inidapat terjadi akibat kelainan primer tulang atau kelainan sekunder tulang akibat penyakit lain, misalnya metastasis karsinoma. [33]Menurut (Helmi,2012) beberapa faktor yang dapat menentukan penyembuhan fraktur . Setiap faktor akan memberikan pengaruh penting terhadap proses penyembuhan. Faktor yang dapat menurunkan proses penyembuhan fraktur pada pasien harus dikenali sebagai parameter dasar untuk pemberian intervensi selanjutnya yang lebih komprehensif.. Penyembuhan fraktur berkisar antara tiga minggu sampai empt bulan. Waktu penyembuhan pada anak secara kasar separuh waktu penyembuhan daripada orang dewasa. [16]

Faktor- faktor penyembuhan fraktur: [16]1. Umur penderitaPada anak-anak lebih cepat daripada orang dewasa. Hal ini karena aktivitas osteogenesis pada periosteum dan ebdosteum, serta proses proses remodeling tulang. Pada bayi proses penyembuhan sangat cepat dan aktif, namun kemampuan ini semakin berkurang apabila umur bertambah.2. lokalisasi dan konfigurasi frakturLokalisaai fraktur sangat berperan penting. Fraktur metafisis penyembuhannya lebih cepat daripada diafisis. Disamping itu konfigurasi seperti fraktur transversal lebih lambat penyembuhannya dibandingkan dengan fraktur oblik karena kontak yang lebih banyak.3. Pergeseran awal frakturPada fraktur yang tidak bergeser dimana periosteum tidak bergeser, maka penyembuhan dua kali lebih cepat dibandingkan pada fraktur bergeser.4. Vaskularisasi pada kedua fragmenApabila kedua fragmen mempunyai vaskularisasi yang baik, maka penyembuhan biasanya tanpa komplikasi. Namun, apabila salah satu sisi fraktur vaskularisasinya buruk, maka akan menghambat atau bahkan tidak terjadi tautan yang dikenal dengan non-union.5. Reduksi serta imobilisasi Reposisi fraktur akan menberika kemungkinan untuk vaskularisasi yang lebih baik dalam bentuk asalnya. Imobilisasi yang sempurna akan mencegah pergeseran dan kerusakan pembuluh darah yang akan mengganggu dalam proses penyembuhan fraktur.6. Waktu imobilisasiJika imobilisasi tidak dilakukan sesuai waktu penyembuhan sebelum terjadi tautan (union), maka kemungkinan terjadinya non-union sangat besar7. Ruang diantara kedua fragmen serta interposisi oleh jaringan lunak. Jika ditemukan interposisi jaringan baik berupa periosteum maupun otot atau jaringan fibrosa lainnya, maka akan menghambat vaskularisasi kedua ujung fraktur.8. faktor adanya infeksi dan keganasan localInfeksi dan keganasan akan memanjang proses inflamasi local yang akan menghambat proses penyembuhan dari fraktur.9. Cairan synovialPada persendian, dimana terdapat cairan synovial, merupakan hambatan dalam penyembuhan 10. Gerakan aktif dan pasif pada anggota gerakGerakan aktif dan pasif pada anggota gerak akan meningkatkan vaskularisasi daerah fraktur, tetapi gerakan yang dilakukan pada daerah frakturr tanpa imobilisasi yang baik juga akan mengganggu vaskularisasi.11. NutrisiAsupan nutrisi yang optimal dapat memberikan suplai kebutuhan protein untuk proses perbaikan. Pertumbuhan tulang menjadi lebih dinamis bila ditunjang dengan asupan nutrisi yang optimal.12. Vitamin DVitamin D memengaruhi deposisi dan absorpsi tulang. Vitamin D dalam jumlah besar dapat menyebabkan absorpsi tulang seperti yang terlihat pada kadar hormone paratiroid yang tinggi. Vitamin D dalam jumlah yang sedikit akan membantu kalsifikasi tulang (membantu kerja hormone paratiroid), antara lain dengan meningkatkan absorpsi kalsium dan fosfat oleh usus halus.

7. Komplikasi frakturPada awalnya akan mengalami baal yang disertai dengan pembekakan pada daerah fraktur.a. Baal 1. definisiIstilah baal paling tepat dipadankan dengan paresthesia. Paresthesia timbul karena hiperaktivitas neural yang timbul ektopik dari serabut saraf . Sensasi yang timbul dapat berupa kekakuan, tertusuk, kesemutan, pentul dan jarum, sakit, gatal, dingin dan panas. [13] Jika saraf, radiks sensori atau traktus spinal rusak atau sebagian terganggu, pasien akan mengeluhkan kesemutan atau rasa tertusuk-tusuk, sensasi mirip kram, atau rasa tebakar atau rasa teriris terjadi secara spontan atau respons terhadap stimulus. [29]Sebelum mengenal patofisiologi baal, akan dibahas beberapa istilah/tata nama yang digunakan untuk menjabarkan sensasi abnormal. Menurut Ropper and Brown (2005) istilah-istilah berikut antara lain: [29] Dysesthesia : sensasi abnormal yang dirasa tidak mengenakkan bagi pasien. Hyperalgesia : respons nyeri yang berlebihan dari stimulus nyeri yang normal; biasanya melibatkan aspek penjumlahan stimulus konstan yang berulang. Hyperesthesia : persepsi stimulus sentuhan yang berlebihan. Allodynia : persepsi nyeri abnormal dari stimulus panas atau mekanis yang sebenarnya tidak menyakitkan Hypoalgesia: penurunan sensitivitas dan meningkatnya ambang batas stimulus nyeri. Anesthesia : hilangnya persepsi semua sensasi terutama sentuhan. Analgesia : hilangnya persepsi terhadap stimulus nyeri Paresthesia : sensasi abnormal spontan (tanpa rangsangan) namun belum dirasa tidak mengenakkan oleh pasien.

2. Patofisiologi Data eksperimen mendukung pandangan tersebut karena terbukti bahwa serabut saraf panas, nyeri, sentuhan, dan tekanan menjadi hipereksitasi dan menghasilkan impuls di tempat tak normal sepanjang tempat persarafannya,. Sensasi abnormal ini disebut patesthesia. Karakteristik klinis sensasi mungkin menunjuukan serabut saraf yang terlibat. Bila serabut saraf sentuhan yang terstimulasi maka akan timbul sensasi kesemutan, bila propioseptor yang terstimulasi maka akan timbul sensasi kram semu. Bila serabut panas yang terlibat maka akan timbul sensasi panas bahkan terbakar dan sensasi dingin. Dan bila sensasi A delta yang distimulus maka akan timbul rasa tertusuk-tusuk dan rasa nyeri. [29]Paresthesia timbul dari pelepasan muatan ektopik pada serabut saraf sensoris besar yang terinduksi akibat kompresi saraf, hipokalsemia, dan penyakit saraf. Timbulnya paresthesia yang menetap selalu dapat dicurigai sebagai tanda terdapatnya lesi yang melibatkan jaras sensoris pada saraf, saraf spnal atau struktur yang lebih tinggi. Namun yang peling banyak terlibat ialah adalah saraf perifer atau kolumna posterior. [29] Pola-pola sensasi abnormal dapat menunjukkan persarafan yang mengalami lesi seperti pada tabel berikutDistribusi sensor yang tergangguDiagnosis klinis

Persarafan tunggalMononeuropati

Persarafan jamak pada satu lenganPleksopati brachial infraklavikular

Radiks saraf tunggalRadikulopati

Radiks spinal jamak pada satu lenganPleksopati brachial supraklavikular

Radiks spinal jamak pada satu tungkai bawahPleksopati lumbosakral

Sumber: (Goetz, 2007)b. Komplikasi lainnya Setelah terjadinya fraktur, dapat terjadi kerusakan saraf tepi akibat sindrom kompartemen dan trauma saraf tepi.1. Sindrom kompartemena. Definisi Sindroma kompartemen adalah suatu kondisi dimana terjadi peningkatan tekanan intertisial di dalam ruangan yang terbatas, yaitu di dalam kompartemen osteofasial yang tertutup. Ruangan tersebut berisi otot, saraf dan pembuluh darah. Ketika tekanan intrakompartemen meningkat, perfusi darah ke jaringan akan berkurang dan otot di dalam kompartemen akan menjadi iskemik [4] [5] [10]b. PatofisiologiPatofisiologi sindroma kompartemen melibatkan hemostasis jaringan lokal normal yang menyebabkan peningkatan tekanan jaringan, penurunan aliran darah kapiler dan nekrosis jaringan lokal akibat hipoksia. [5] Ketika tekanan dalam kompartemen melebihi tekanan darah dalam kapiler dan menyebabkan kapiler kolaps, nutrisi tidak dapat mengalir keluar ke sel-sel dan hasil metabolisme tidak dapat dikeluarkan. Hanya dalam beberapa jam, sel-sel yang tidak memperoleh makanan akan mengalami kerusakan. Pertama-tama sel akan mengalami pembengkakan, kemudian sel akan berhenti melepaskan zat-zat kimia sehingga menyebabkan terjadi pembengkakan lebih lanjut. Pembengkakan yang terus bertambah menyebabkan tekanan meningkat.[3][20] Aliran darah yang melewati kapiler akan berhenti. Dalam keadaan ini penghantaran oksigen juga akan terhenti. Terjadinya hipoksia menyebabkan sel-sel akan melepaskan substansi vasoaktif (misal : histamin, serotonin) yang meningkatkan permeabilitas endotel. Dalam kapiler-kapiler terjadi kehilangan cairan sehingga terjadi peningkatan tekanan jaringan dan memperberat kerusakan disekitar jaringan dan jaringan otot mengalami nekrosis.[28] Sindrom kompartemen menyebabkan tekanan yang tinggi di sekeliling jaringan. Penekanan pada arteri yang mensuplai nutrisi pada saraf dan otot menyebabkan sel saraf dan otot iskemik dan mati. Dekompresi pada sindrom kompartemen harus dilakukan 24 jam pertama. [18]

c. Gejala klinisGejala klinis yang umum ditemukan pada sindroma kompartemen, yaitu : [22]1. Pain (nyeri) : nyeri pada jari tangan atau jari kaki pada saat peregangan pasif pada otot-otot yang terkena, ketika ada trauma langsung. 2. Pallor (pucat) : kulit terasa dingin jika di palpasi, warna kulit biasanya pucat, abu-abu atau keputihan. 3. Parestesia : biasanya memberikan gejala rasa panas dan gatal pada daerah lesi.4. Paralisis : biasanya diawali dengan ketidakmampuan untuk menggerakkan sendi, merupakan tanda yang lambat diketahui.5. Pulselesness (berkurang atau hilangnya denyut nadi) : akibat adanya gangguan perfusi arterial.

2. Cidera Saraf TepiSaraf tepi bisa trauma terbuka, tertutup atau akibat tekanan akibat penjeratan lokal pada daerah spesifik ekstremitas.a. EtiologiCedera saraf tepi dapat dikarenakan luka terbuka (benta tajam, peluru), traksi (peregangan, tindakan bedah), patah tulang atau dislokasi sendi. Lebih jarang adalah luka kerusakan oleh jepitan atau tekanan akibat pemasangan bidai, atau bebat yang terlalu kencang, turniket atau keadaan yang menimbulkan iskemik. [22]b. Gejala klinisCedera saraf tepi dapat menyebabkan kehilangan fungsi motorik, sensorik atau keduanya. [19]

c. PatofisiologiCedera saraf perifer menyebabkan impuls dari perifer tidak sampai ke sistem saraf pusat, sehingga dapat bermanifestasi hilangnya sensasi sensorik ataupun parestesi. Hantaran impuls dari sistem saraf pusat tidak dapat sampai ke otot yang diinervasi oleh saraf yang cedera. Hal ini bermanifestasi lemah ataupun kehilangan kekuatan motorik. [19]

Menurut (Helmi,2012) Secara umum komplikasi fraktur terdiri atas komplikasi awal dan komplikasi akhir. a. Komplikasi Awal1. SyokSyok terjadi karrena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Hal ini biasanya terjadi pada fraktur. Pada beberapa kondisi tertentu,, syok neurogenik sering tejadi pada fraktur femur karena rasa sakit yang hebat pada pasien. 2. Kerusakan arteriPecahnya arteri karena trauma bisa ditandai oleh: tidak adanya nadi; CRT (Capillary Refill Time) menurun; sianosis bagian distal; hematoma yang lebar; serta dingin pada ekstremitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi pembidaian, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi dan pembedahan. 3. Sindrom kompartemenSindrom kompartemen adalah suatu kondisi dimana terjadi terjebaknya otot, tulang, saraf dan pembuluh darah dalam jaringan parut akibat suatu pembengkakan dari edema atau pendarahan yang menekan otot, saraf dan pembuluh darah. Kondisi sindrom kompartemen akibat komplikasi fraktur hanya terjadi pada fraktur yang dekat dengan persendian dan jarang pada bagian tengah. Tanda khas sindrom kompartemen adalah 5P, yaitu: Pain (nyeri local), Paralysis (kelumpuhan tungkai), Pallor (pucat bagian distal), Parestesia (tidak ada sensasi) dan Pulsesessness (tidak ada denyut nadi, perubahan nadi, perfusi yang tidak baik, dan CRT >3 detik pada bagian distal kaki). 4. InfeksiSistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma jaringan. Pada trauma ortopedik infeksi dimulai pad akulit (superficial) dan masuk ke dalam. Hal ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin atau plat. 5. Avaskular nekrosisAvaaskular nekrosis terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya Volkmans Ischemia. 6. Sindrom emboli lemakSindrom emboli lemak adalah komplikasi serius terjadi pada kasus fraktur tulang panjang. Hal ini terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan di sumsum tulang kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernapasan, takikardi, hipertensi , takipnea dan demamb. Komplikasi Akhir1. Delayed UnionDelayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk sembuh atau tersambung dengan baik. Ini disebabkan karena penurunan suplai darah ke tulang. Delayed Union adalah fraktur yang tidak sembuh setelah selang waktu 3-5 bulan. Non-UnionNon-Union adalah fraktur yang tidak sembuh dalam waktu antara 6-8 bulan dan tidak terjadi konsolidasi sehingga terdapat pseudoartrosis (sendi palsu). 2. Mal-UnionMal-Union adalah keadaan dimana fraktur semuh pada saatnya,m tetapi terdapat deformitas yang berberbentuk angulasi, varus/valgus, pemendekan atau menyilang.

8. Pemeriksaan Pemeriksaan penunjang a. Pemeriksaan RadiologisPemeriksaan radiologis Untuk fraktur-fraktur dengan tanda-tanda klasik, diagnosis dapat dibuat secara klinis sedangkan pemeriksaan radiologis tetap diperlukan untuk melengkapi deskripsi fraktur dan dasar untuk tindakan selanjutnya. Untuk fraktur-fraktur yang tidak memberikan tanda-tanda klasik memang diagnosanya harus dibantu pemeriksaan radiologi baik rontgen atau pun dengan melakukan pemeriksaan canggih seperti MRI, misalnya untuk fraktur tulang belakang dengan komplikasi neurologis. Foto rontgen minimal harus 2 proyeksi yaitu AP dan lateral. AP dan lateral harus benar-benar AP dan lateral, jika ada posisi yang salah akan memberikan interprestasi yang salah. Untuk pergelangan tangan atau sendi panggul diperlukan posisi axial pengganti lateral. Untuk acetabulum diperlukan proyeksi khusus alar dan obturator. Pemeriksaan radiologis dapat menggunakan bantuan x-ray image yang berdasarkan rules of two yang meliputi 2 posisi (AP dan LAT), 2 sendi (sendi atas dan bawah tulang yang patah) dan 2 ekstremitas (kanan dan kiri) seperti pada gambar 1 dan terutama pemeriksaan pada anak yang lempeng pertumbuhan masih aktif. Pemeriksaan x-ray image ini harus dilakukan 2 kali yaitu sebelum tindakan dan sesudah tindakan. Pada pemeriksaan radiologis ini dengan pembuatan foto rontgen 90 derajat didapatkan gambaran garis patah. Pada patah yang fragmennya mengalami dislokasi, gambaran garis patah biasanya jelas. [11], [14]Gambar 1 : Hasil rontgen dari pemeriksaan radiologis. Tampak greenstick pada anak. Difoto dengan mengambil 2 sendi distal dan proksimal. Dalam banyak hal, pemeriksaan radiologi tidak dimaksudkan untuk diagnostik karena pemeriksaan klinisnya sudah jelas, tetapi untuk menentukan pengelolaan yang tepat dan optimal. Foto tontgen juga harus memenuhi beberapa syarat, yaitu letak patah tulang harus dipertengahan foto dan sinar harus menembus tempat ini secara tegak lurus karena foto rontgen merupakan foto gambar bayangan. Bila sinar menembus secara miring, gambar menjadi samar, kuarang jelas, dan lain kenyataan. Harus selalu dibuat dua lembar foto dengan arah yang saling tegak lurus. Pada tulang, panjang persendian proksimal maupun distal harus turut difoto seperti yang saya jelaskan diatas. Bila ada kesangsian atas adanya patah tulang atau tidak, sebaiknya dibuat foto yang sama dari anggota gerak yang sehat untuk perbandingan. Bila tidak diperoleh kepastian adanya kelainan, seperti fisura, sebaiknya foto diulang setelah satu minggu dimana retak akan menjadi nyata karena hiperemia setempat sekitar tulang yang retak itu akan tampak sebagai dekalsifikasi. [24] Working Diagnosis Diagnosis fraktur antebrachii ditegakkan atas dasar anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yaitu radiologis. Pada anak biasanya diperoleh dengan alloanamnesis dimana ditemukan adanya riwayat trauma dan gejala-gejala seperti nyeri, pembengkakan, perubahan bentuk dan gangguan gerak. Pada pasien dengan riwayat trauma yang perlu ditanyakan adalah waktu terjadinya, cara terjadinya, posisi penderita dan lokasi trauma. Bila tidak ada riwayat trauma berarti merupakan fraktur patologis. Pada fraktur antebrachii kita dapat menduga apakah anak tersebut terkena fraktur monteggia ataukah fraktur galeazzi. Fraktur monteggia merupakan fraktur sepertiga proksimal ulna disertai dislokasi ke anterior, lateral dan juga posterior dari kapitulum radius (pada gambar 2). Penyebabnya biasanya trauma langsung terhadap ulna. Pengobatan dengan cara konservatif biasanya berhasil pada anak, tetapi metode operatif sering men jadi pilihan pada orang dewasa. Sedangkan fraktur galeazzi merupakan fraktur distal radius disertai dislokasi atau subluksasi sendi radioulnar distal (gambar 3). Terjadinya fraktur ini biasanya aklibat trauma langsung sis lateral letika jatuh. Gambaran klinisnya bergantung pada derajat dislokasi fragmen fraktur. Bila ringan, nyeri dan tegang hanya dirasakan pada daerah fraktur dan bila berat biasanya terjadi pemendekan lengan bawah. Pengobatan secara konservatif mungkin kurang memuaskan, dan bila demikian, terapi bedah menjadi pilihan.Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk menahan tekanan (Apley, A. Graham, 1993). Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang (Carpnito, Lynda Juall, 1995). Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya (Black, J.M, et al, 1993). [11] [12]b. Tomografi, CT SCAN, MRI (jarang dilakukan)c. Ultrasonografi dan scan tulang dengan radio isotop. (Scan tulang terutama berguna ketika radiografi/CT Scan memberikan hasil negatif pada kecurigaan fraktur secara klinis)9. Penatalaksanaan fraktura. Fraktur tertutup bisa Konservatif dan Operatif1. Terapi Konservatif Protesi saja (misal, mitella untuk fraktur colium chirurgiccum humeri) Imobilisasi saja tanpa reposisi (misal, pemasangan gips)2. Terapi operatif Reposisi terbuka, fiksasi interna Reposisi tertutup dengan kontrol radiologis diikuti eksternab. Fraktur terbuka1. Lakukan penanganan secepat mungkin waktu optimal 6-7 jam2. Berikan analgetik3. Berikan antibiotic4. Lakukan pemeriksaan kultur dan resistensi kuman5. Teknik debridmen Lakukan narkosis Bila luka cukup luas, pasang dulu torniket Cuci ekstermitas selama 5-10 menit lalu lakukan pencukuran (luka diirigasi dengan cairan NaCl steril atau airr matang 5-10 menit) Lakukan tindakan desinfeksi Eksisi luka lapis demi lapisSecara umum tatalaksana dilakukan berdasarkan empat tujuan utam, meliputi:1. Untuk menghilangkan rasa nyeriNyeri timbul pada fraktur bukan karena frakturnya sendiri, namun karena terluka jaringan disekitar tulang yang patah tersebut. Untuk mengurangi nyeri 2. Untuk menghasilkan dan mempertahankan posisi yang ideal dari fraktur3. Agar terjadi penyatuan tulang kembaliUntuk mengembalikan fungsi seperti semula

10. Pemasangan kateter vena pada frakturPemasangan kateter intravena adalah menempatkan cairan steril melalui jarum langsung ke vena pasien. Biasanya cairan steril mengandung elektrolit (natrium, kalsium, kalium), nutrien (biasanya glukosa), vitamin atau obat. [19] [34]Pemasangan kateter intravena adalah menempatkan cairan steril melalui jarum langsung ke vena pasien. Biasanya cairan steril mengandung elektrolit (natrium, kalsium, kalium), nutrien (biasanya glukosa), vitamin atau obat. Pemasangan kateter intravena digunakan untuk memberikan cairan ketika pasien tidak dapat menelan, tidak sadar, dehidrasi atau syok, untuk memberikan garam yang diperlukan untuk mempertahankan keseimbangan elektrolit, atau glukosa yang diperlukan untuk metabolisme, atau untuk memberikan medikasi. (World Health Organization, 2005)Pemasangan kateter intravena digunakan untuk memberikan cairan ketika pasien tidak dapat menelan, tidak sadar, dehidrasi atau syok, untuk memberikan garam yang diperlukan untuk mempertahankan keseimbangan elektrolit, atau glukosa yang diperlukan untuk metabolisme, atau untuk memberikan medikasi. [19] [34]

11. Pemasangan bidai pada frakturBidai atau spalk adalah alat dari kayu, anyaman kawat atau bahan lain yang kuat tetapi ringan yang digunakan untuk menahan atau menjaga agar bagian tulang yang patah tidak bergerak (immobilisasi). [19] [34]Pembidaian ( Splinting) adalah Tindakan untuk mempertahankan sebagian/seluruh bagian anggota gerak dalam posisi tertentu dengan alat. Pembidaian lazim di lakukan untuk imobilisasi patah tulang,dislokasi ( sendi yang bergeser) dan juga cedera jaringan lunak di sekitar sendi.[19] [34]

Tujuan Pembidaian d. Mencegah pergerakan / pergeseran dari ujung tulang yang patahe. Mengurangi terjadinya cedera baru disekitar bagian tulang yang patahf. Memberi istirahat pada anggota badan yang patahg. Mempercepat penyembuhanh. Mengurangi/menghilangkan nyeri dengan cara mencegah pergerakkan fragmen tulang,sendi yang dislokasi dan jaringan lunak yang rusak.i. Mencegah kerusakan lebih lanjut jaringan lunak (otot,medula spinalis,syaraf perifer,pembuluh darah) akibat pergerakan ujung fragmen tulang.j. Mencegah laserasi kulit oleh ujung fragmen tulang ( fraktur tertutup jadi terbuka).k. Mencegah gangguan aliran darah akibat penekanan ujung fragmen tulang pada pembuluh darah.l. Mengurangi/ menghentikan perdarahan akibat kerusakan jaringan lunak.

Macam Macam Bidai1. Bidai kerasUmumnya terbuat dari kayu, alumunium, karton, plastik atau bahan lain yang kuat dan ringan. Pada dasarnya merupakan bidai yang paling baik dan sempurna dalam keadaan darurat. Kesulitannya adalah mendapatkan bahan yang memenuhi syarat di lapangan. Contoh : bidai kayu, bidai udara, bidai vakum.2. Bidai traksiBidai bentuk jadi dan bervariasi tergantung dari pembuatannya, hanya dipergunakan oleh tenaga yang terlatih khusus, umumnya dipakai pada patah tulang paha. Contoh : bidai traksi tulang paha3. Bidai improvisasiBidai yang dibuat dengan bahan yang cukup kuat dan ringan untuk penopang. Pembuatannya sangat tergantung dari bahan yang tersedia dan kemampuan improvisasi si penolong. Contoh : majalah, koran, karton dan lain-lain.4. Gendongan/Belat dan bebatPembidaian dengan menggunakan pembalut, umumnya dipakai mitela (kain segitiga) dan memanfaatkan tubuh penderita sebagai sarana untuk menghentikan pergerakan daerah cedera. Contoh : gendongan lengan

Prinsip Pembidaian6. Lakukan pembidaian pada tempat dimana anggota badan mengalami cidera 7. Melewati minimal dua sendi yang berbatasan8. Periksa sirkulasi , sensasi, gerakan sebelum dan sesudah pembidaian

Syarat Pembidaiana. Bidai harus melewati dua sendi, sebelum dipasang diukur terlebih dahulu pada anggota badan yang tidak sakitb. Ikatan jangan terlalu ketat dan jangan terlalu kendorc. Bidai di balut atau dilapisi sebelum digunakand. Ikatan harus cukup jumlahnya, dimulai dari sebelah atas dan bawah tempat yang patahe. Sepatu, cincin, gelang, dan alat yang mengikat tubuh lainnya harus dilepas12. Mengapa pada saat dibaringkan posisi tangan Panji harus ekstensiEkstensi dilakukan dengan meluruskan tulang yang mengalami fraktur. Beberapa tujuan dilakukan ekstensi antara lain untuk mengurang rasa nyeri. Rasa nyeri yang timbul utamanya diakibatkan fragmen tulang yang patah menekan jaringan di sekitarnya. Bila lengan difleksikan maka fragmen tulang disektarnya dapat menekan jaringan di sekitarnya lebih besar dibandingkan posisi saat ekstensi . [16]Di samping itu, ekstensi juga dilakukan untuk menghasilkan dan mempertahanakan posisi yang ideal dari fraktur. Lengan yang ekstensi jauh lebih stabil dibandingkan lengan saat fleksi. Kestabilan lengan akan mengakibatkan lengan tidak banyak bergerak sehingga fragmen tulang yang patah tidak sering bergeser. [16]

13. Aspek medikolegal pada kecelakaanAsuransi adalah suatu sistem perlindungan terhadap suatu risiko terjadi kerugian individu dengan cara mendistribusikan atau membagi beban kerugian tersebut kepada individu-individu lain dalam jumlah besar sesuai dengan law of averages. Peserta asuransi tersebut membayar sejumlah premi yang dianggap sebagai keikutsertaannya dalam membagi risiko tersebut, dan konsekuensinya ia berhak memperoleh kompensasi sejumlah tertentu yang diperjanjikan dalam polis apabila ia terkena risiko yang dipertanggungkan.Dalam praktek ditemukan beberapa jenis asuransi, misalnya asuransi jiwa, asuransi kesehatan dan kecacatan, asuransi kebakaran, asuransi kecelakaan, dan asuransi kerugian.Asuransi Kecelakaan adalah asuransi yang memberikan santunan apabila terjadi kecelakaan apada seseorang yang mengakibatkan orang tersebut cacat atau meninggal dunia. Pada asuransi wajib belum ada kesepakatan antara perusahaan asuransi dengan "peserta" untuk membolehkan dokter mengungkapkan penyakit atau sebab kematiannya, sehingga diperlukan permohonan atau ijin dari ahli warisnya untuk membuat Surat Keterangan Dokter.Pada asuransi Jasa raharja, korban kecelakaan yang tidak berhak menerima santunan adalah korban kecelakaan lalu lintas yang bunuh diri, mencoba bunuh diri atau kesengajaan lain; korban yang mabok/tidak sadar, melakukan kejahatan, cacat badan / rohani yang hebat; penumpang kendaraan yang dalam lomba kecepatan /kecakapan; kecelakaan akibat bencana perang; atau kecelakaan akibat reaksi inti atom. Beberapa produk asuransi kecelakaan lain memang dapat saja memasukkan keadaan-keadaan tersebut di dalam lingkup pertanggungannya.Hak atas dana santunan ini dapat diberikan dengan melihat adanya keterangan tentang kecelakaan yang terjadi dengan korban-korbannya dari kepolisian (atau instansi lain yang berwenang), keterangan dokter (Rumah Sakit), dan keterangan keabsahan ahli waris bagi korban yang meninggal dunia dari Pamong Praja setempat. Di dalam hal kecelakaan tersebut bukan kecelakaan lalu lintas, misalnya kecelakaan kerja pada asuransi ASTEK maka instansi yang menerangkan terjadinya kecelakaan kerja adalah Instansi tempat ia bekerja dan/atau kepolisian.Dalam menjalankan tugas profesinya sehari-hari, tugas profesinya, tidak jarang seorang dokter menerbitkan surat-surat keterangan dokter. Sebagai pedoman dalam memberikan surat-surat keterangan dimaksud digunakan:1. Bab I Pasal 7 KODEKI: Seorang dokter hanya member keterangan dan pendapat yang telah diperiksa sendiri kebenarannya.2. Bab II Pasal 12 KODEKI: Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang pasien bahkan juga setelah pasien meninggal dunia3. Paragraf 4, Pasal 48 UU No.29/2004 tentang Praktik Kedokteran: kepentingan kesehatan pasien, rahasia kedokteran hanya dapat dibuka untuk memenuhi permintaan aparatur penegak hokum, atas permintaan pasien atau berdasarkan ketentuan perundang-undangan. Dengan melihat pertimbangan di atas maka peranan Surat Keterangan Dokter adalah menjelaskan tentang tingkat keparahan pasien akibat kecelakaan (derajat luka dan derajat kecacatan), sebab kematian korban bila korban meninggal dunia, hubungan antara sebab perlukaan atau sebab meninggal dengan kecelakaannya, serta faktor lain yang berkontribusi. Namun demikian, tidak semua keterangan dokter dapat memberikan andilnya dalam menerangkan hal-hal tersebut di atas. Aspek Medikolegal Visum et RepertumVisum et repertum adalah salah satu alat bukti yang sah sebagaimana tertulis dalam pasal 184 KUHP. Visum et repertum turut berperan dalam proses pembuktian suatu perkara pidana terhadap kesehatan dan jiwa manusia. VeR menguraikan segala sesuatu tentang hasil pemeriksaan medic yang tertuang di dalam bagian pemberitaan, yang karenanya dapat dianggap sebagai pengganti barang bukti.[1], [7]Visum et repertum juga memuat keterangan atau pendapat dokter mengenai hasil pemeriksaan medik tersebut yang tertuang di dalam bagian kesimpulan. Dengan demikian visum et repertum secara utuh telah menjembatani ilmu kedokteran dengan ilmu hukum sehingga dengan membaca visum et repertum, dapat diketahui dengan jelas apa yang telah terjadi pada seseorang, dan para praktisi hukum dapat menerapkan norma-norma hukum pada perkara pidana yang menyangkut tubuh dan jiwa manusia. .[1], [7]Apabila VeR belum dapat menjernihkan duduk persoalan di sidang pengadilan, maka hakim dapat meminta keterangan ahli atau diajukannya bahan baru, seperti yang tercantum dalam KUHAP, yang memungkinkan dilakukannya pemeriksaan atau penelitian ulang atas barang bukti, apabilatimbul keberatan yang beralasan dari terdakwa atau penasehat hukumnya terhadap suatu hasil pemeriksaan. Hal itu sesuai dengan pasal 180 KUHAP.[1], [7]Bagi penyidik (polisi/polisi militer) VeR berguna untuk mengungkapkan perkara. Bagi Penuntut Umum (Jaksa) keterangan itu berguna untuk menentukan pasal yang akan didakwakan, sedangkan bagi hakim sebagai alat bukti formal untuk menjatuhkan pidana atau membebaskan seseorang dari tuntutan hukum. Untuk itu perlu dibuat suatu Standar Prosedur Operasional (SPO) di suatu Rumah Sakit tentang tatalaksana pengadaan VeR. .[1] [30]

Struktur Visum et RepertumUnsur penting dalam VeR yang diusulkan oleh banyakahli adalah sebagai berikut : [1] [2] [6] [15] 9. Pro JustitiaKata tersebut harus dicantumkan di kiri atas, dengan demikian VeR tidak perlu bermeterai.10. PendahuluanPendahuluan memuat: identitas pemohon visum et repertum, tanggal dan pukul diterimanya permohonan VeR, identitas dokter yang melakukan pemeriksaan, identitas subjek yang diperiksa : nama, jenis kelamin, umur, bangsa, alamat, pekerjaan, kapan dilakukan pemeriksaan, dan tempat dilakukan pemeriksaan.11. Pemberitaan (Hasil Pemeriksaan)Memuat hasil pemeriksaan yang objektif sesuai dengan apa yang diamati, terutama dilihat dan ditemukan pada korban atau benda yang diperiksa. Pemeriksaan dilakukan dengan sistematis dari atas ke bawah sehingga tidak ada yang tertinggal. Deskripsinya juga tertentu yaitu mulai dari letak anatomisnya, koordinatnya (absis adalah jarak antara luka dengan garis tengah badan, ordinat adalah jarak antara luka dengan titik anatomis permanen yang terdekat), jenis luka atau cedera, karakteristik serta ukurannya. Rincian tersebut terutama penting pada pemeriksaan korban mati yang pada saat persidangan tidak dapat dihadirkan kembali. Pada pemeriksaan korban hidup, bagian pemberitaan terdiri dari:a. Pemeriksaan anamnesis atau wawancara mengenai apa yang dikeluhkan dan apa yang diriwayatkan yang menyangkut tentang penyakit yang diderita korban sebagai hasil dari kekerasan/tindak pidana/diduga kekerasan.b. Hasil pemeriksaan yang memuat seluruh hasil pemeriksaan, baik pemeriksaan fisik maupun pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang lainnya. Uraian hasil pemeriksaan korban hidup berbeda dengan pada korban mati, yaitu hanya uraian tentang keadaan umum dan perlukaan serta hal-hal lain yang berkaitan dengan tindak pidananya (status lokalis).c. Tindakan dan perawatan berikut indikasinya, atau pada keadaan sebaliknya, alasan tidak dilakukannya suatu tindakan yang seharusnya dilakukan. Uraian meliputi juga semua temuan pada saat dilakukannya tindakan dan perawatan tersebut. Hal tersebut perlu diuraikan untuk menghindari kesalahpahaman tentang tepat/ tidaknya penanganan dokter dan tepat/tidaknya kesimpulan yang diambil.d. Keadaan akhir korban, terutama tentang gejala sisa dan cacat badan merupakan hal penting untuk pembuatan kesimpulan sehingga harus diuraikan dengan jelas. Pada bagian pemberitaan memuat 6 unsur yaitu anamnesis, tanda vital, lokasi luka pada tubuh, karakteristik luka, ukuran luka, dan tindakan pengobatan atau perawatan yang diberikan.12. KesimpulanMemuat hasil interpretasi yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dari fakta yang ditemukan sendiri oleh dokter pembuat VeR, dikaitkan dengan maksud dan tujuan dimintakannya VeR tersebut. Pada bagian ini harus memuat minimal 2 unsur yaitu jenis luka dan kekerasan dan derajat kualifikasi luka. Hasil pemeriksaan anamnesis yang tidak didukung oleh hasil pemeriksaan lainnya, sebaiknya tidak digunakan dalam menarik kesimpulan. Pengambilan kesimpulan hasil anamnesis hanya boleh dilakukan dengan penuh hati-hati. Kesimpulan VeR adalah pendapat dokter pembuatnya yang bebas, tidak terikat oleh pengaruh suatu pihak tertentu. Tetapi di dalam kebebasannya tersebut juga terdapat pembatasan, yaitu pembatasan oleh ilmu pengetahuan dan teknologi, standar profesi dan ketentuan hukum yang berlaku. Kesimpulan VeR harus dapat menjembatani antara temuan ilmiah dengan manfaatnya dalam mendukung penegakan hukum. Kesimpulan bukanlah hanya resume hasil pemeriksaan, melainkan lebih ke arah interpretasi hasil temuan dalam kerangka ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku.13. PenutupMemuat pernyataan bahwa keterangan tertulis dokter tersebut dibuat dengan mengingat sumpah atau janji ketika menerima jabatan atau dibuat dengan mengucapkan sumpah atau janji lebih dahulu sebelum melakukan pemeriksaan serta dibubuhi tanda tangan dokter pembuat VeR.

BAB IIIPENUTUPKesimpulanLengan kiri Panji diduga mengalami fraktur didaerah proksimal region antebrachii yang disertai terjadinya krompresi saraf N. Medianus dan N. Radialis yang menyebabkan gangguan sensibilitas dan motorik.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Afandi D. Visum et repertum pada korban hidup. Jurnal Ilmu Kedokteran. 2009;3(2):79-84

[2]Amir A. Rangkaian ilmu kedokteran forensik, edisi 2. Jakarta: Ramadhan, 2005..[3]Anglen J, Banovetz. Pathophysiology of compartment syndrome in The well leg resulting from fracture table positioning. Clinical Orthopaedics & Related Research. 1994. p : 239-42[4]Argenta C Louis. Compartment syndromes in Basic sciense for surgeons. Saunders. Philadelphia. 2004. p : 143-4[5]Azar Frederick. Compartment syndrome in Campbell`s operative orthopaedics. Ed 10th. Vol 3. Mosby. USA. 2003. p : 2449-57[6]Bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Indonesia. Pedoman teknik pemeriksaan dan interpretasi luka dengan orientasi medikolegal atas kecederaan. Jakarta, 2005.

[7]Budiyanto A, Widiatmaka W, Sudiono S. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1997.

[8]Christine B Novak. Peripheral nerve injury. Avalible at http://www.emedicine.medscape.com [9]Corwin Elizabeth J. Buku saku patofisiologi. Ed 3. Jakarta: EGC; 2009 [10]DeLee C Jesse, Drez David. Compartment syndrome in DeLee & Drez`s orthopaedic sports medicine. Ed 2nd. Vol 1. Saunders. USA. 2003. p : 13-4[11]Departemen farmakologi dan terapeutik FKUI. Farmakologi dan terapi. Ed 5. Jakarta: FKUI; 2009.h. 210-42. [12]Gleadle Jonathan. At a glance. Anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta : Erlangga; 2007.h. 16.[13]Goetz CG. 2007. Textbook of Clinical Neurology 3rd edition. Philadelpia: Saunders[14]Gunawan SG, Nafrialdi RS, Elysabeth. Farmakologi dan terapi. Edidi ke 5. Jakarta: FKUI;2007.h.210-46.[15] Herkutanto. Peningkatan kualitas pembuatan visum et repertum (VeR) kecederaan di rumah sakit melalui pelatihan dokter unit gawat darurat (UGD). JPMK. 2005;8(3):163-9.

[16]Helmi ZN. 2012. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba Medika [17]http://id.shvoong.com/medicine-and-health/orthopedic-surgery/1990528-tujuan-dan-prinsip-pembidaian/#ixzz2FC5TrP7j[18]Jetske Ultee. Outcome following peripheral nerve injury of the forearm. University of Rotterdam. 2010[19]Jong, Wiem de dan Sjamsuhidayat. Buku Ajar Ilmu Bedah. Ed. 2. Jakarta: EGC. 2004[20]Kearns, Daly, Sheehan, Murray. Oral vitamin C reduces the injury to skeletal muscle caused by compartment syndrome. Journal of Bone and Joint Surgery. Aug 2004.[21]Lukman K: Penyembuhan Patah Tulang Dilihat Dari Sudut Ilmu Biologi Molekuler. Buletin IKABI1997; 4: 29-46[22]McRae Ronald, Esser Max. Compartment syndromes in Practical fracture treatment. Churchill Livingstone. New York. 2002. p : 99[23]Price, Sylvia A., Wilson, Lorraine M. 2012. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Ed. 6, Volume 2. Jakarta : EGC. [24]Price Sylvia A, Wilson Lorraine M. Patofisiologi. Vol. 2 Ed 6. Jakarta : EGC; 2006.h. 1365-71. [25]Putz , R. ,R. pabst. 2003. Atlas Anatomi Manusia Sobotta edisi 21. Jakarta : EGC[26]Putz, R. ,R. pabst. 2006. Atlas Anatomi Manusia Sobotta edisi 22. Jakarta : EGC [27]Rasjad C. Buku pengantar Ilmu Bedah Ortopedi edisi III. Makassar: Yarsif Watampone 2007.h. 352-489.[28]Rasul Abraham. Compartment syndrome. Available at http://www.emedicine.com. [29]Ropper AH and Brown RH. 2005. Adams and Victors Principles of Neurology, 8th edition. USA: The McGraw-Hill[30] Siswadja TD. Tata laksana pembuatan VeR perlukaan dan keracunan. Simposium Tatalaksana visum et repertum Korban Hidup pada Kasus Perlukaan & Keracunan di Rumah Sakit. Jakarta: RS Mitra Keluarga Kelapa Gading, Rabu 23 Juni 2004.

[31]Smeltzer& Bare. 2000. Brunner &Suddarth's Textbook of Medical Surgical Nursing (9th ed.). Philadelphia: Lippincott.

[32]Snell RS. 2000. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran, Ed 6. Jakarta: EGC [33]Underwood, J.C.E. 1999. PatologiUmum&Sistematik.Vol 1.Edisi 2. EGC: Jakarta[34]Utama, Herry Setya Yudha. Teori dan Praktek Pembidaian Sehari-hari. Avalible at http://www.herryyudha.com/2012/10/teori-dan-praktek-pembidaian-sehari-hari.html