kel.12_laporan tutor skenario 5

Upload: zsa-zsa-febryana

Post on 03-Mar-2016

32 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

tutorial EM

TRANSCRIPT

  • LAPORAN TUTORIAL

    BLOK EMERGENCY

    SKENARIO V

    OLEH:

    KELOMPOK 12

    DESTI NURUL Q 1218011034DUTA HAFSARI 1218011038

    GUNTUR S. 1118011053

    HUZAIMAH 1218011072

    IKA NOVERINA 1218011077

    NICO ALDRIN 1218011111

    REDOPATRA A. 1218011125

    RIO GASSA 1218011130

    RUTHSUYATA S. 1218011134

    SEFIRA DWI R. 1218011138

    VIERA RININDA 1218011157

    ZSA ZSA F. 1218011166

    FAKULTAS KEDOKTERAN

    UNIVERSITAS LAMPUNG

    2015

  • FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG 2015 2

    KATA PENGANTAR

    Assalammualaikum wr.wb

    Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan YangMaha Esa atas berkat dan anugerah-Nya sehingga kami daat menyusun laporandiskusi tutorial ini.

    Laporan ini disusun dalam rangka memenuhi tugas blok emergency.Kepada para dosen yang teribat dala mata kuliah dalam blok ini, kamimengucapkan terima kasih atas segala pengarahan yang telah diberikan sehinggadapat menyusun laporan ini dengan baik.

    Kami menyadari bahwa terdapat banyak kekurangan dalam penulisanlaporan ini, baik dari segi isi, bahasa, analisis, dan sebagainya. Oleh karena itu,kami mohon maaf atas segala kekurangan tersebut. Hal ini disebabkan karenamasih terbatasnya pengetahuan, wawasan, dan keterampilan kami. Selain itu,kritik dan saran dari pembaca sangat kami harapkan, guna kesempurnaan laporanini dan perbaikan bagi kita semua.

    Semoga laporan ini dapat bermanfaat dan dapat menambah wawasanuntuk kita semua.

    Wassalammualaikum wr.wb

    Bandar Lampung, 5 Oktober 2015

    Penyusun

  • FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG 2015 3

    DAFTAR ISI

    Kata pengantar ............................................................................................ 2

    Daftar isi...................................................................................................... 3

    Skenario 5 ................................................................................................... 4

    Step 1. Identifikasi Istilah Asing................................................................. 5

    Step 2. Identifikasi Masalah........................................................................ 5

    Step 3. Brainstorming ................................................................................. 6

    Step 4. Pembahasan Masalah ...................................................................... 8

    Step 5. Learning Objective.......................................................................... 12

    Step 6. Belajar Mandiri ............................................................................... 12

    Step 7. Penjelasan LO ................................................................................. 13

    Daftar Pustaka ............................................................................................. 35

  • FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG 2015 4

    SKENARIO VBLOK EMERGENCY

    Trauma Si Raja Jalanan

    Pasien laki laki, Tuan Z, usia 25 tahun, datang ke IGD RSP UniversitasLampung diantar keluarganya. Pasien mengeluhkan nyeri diseluruh lapang perut.

    Dialami pasien sekitar 10 jam sebelumdibawa ke IGD. Pasien mengalamikecelakaan lalu lintas, mengendarai sepeda motor dengan kencang lalu menabrakpohon yang berada dipinggir jalan. Riwayat pingsan (-), muntah (-), kejang (-).

  • FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG 2015 5

    Step 1( Identifikasi Istilah Asing )

    -

    Step 2( Identifikasi Masalah )

    1. Diagnosis dan Diagnosis Banding pada skenario ?2. Manifestasi Klinis ?

    3. Pemeriksaan Penunjang ?4. Tatalaksana Pasien ?

  • FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG 2015 6

    Step 3( Brainstorming )

    1. Diagnosis dan Diagnosis Banding pada skenario ?Diagnosis :

    - Trauman tumpul pada abdomenYang paling sering adalah :Limpa 40 55 %Hati 35 45%Retroperitoneal 15%

    Diagnosis Banding :- Peritonitis

    - Trauma organ berongga

    2. Manifestasi Klinis ?Berdasaran jenis organ yang cedera dapat dibagi dua :1. Pada organ padat ( hepar dan limpa )

    Gejala utama perdarahan2. Pada organ berongga ( usus dan saluran empedu )

    Gejala utama adalah peritonitis

    3. Pemeriksaan Trauma abdomen ?Anamnesis

    Pemeriksaan Fisik :

    - Inspeksi : kemerahan dan luka- Palpasi : nyeri tekan, rebound tendernes- Perkusi : perubahan suara yang abnormal- Auskultasi : bunyi bising usuPemeriksaan penunjang :- Foto thoraks

    - Pemeriksaan darah rutin- Plain abdomen foto tegak- Pemeriksaan urine rutin

  • FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG 2015 7

    - Diagnostik Peritoneal Lavage (DPL)- Ultrasonografi dan CT Scan

    4. Tatalaksana Pasien ?- Abdominal paracentesis

    menentukan adanya perdarahan dalam rongga peritonium, merupakanindikasi untuk laparotomi

    - Pemeriksaan laparoskopi

    mengetahui secara langsung peneyebab akut abdomen- Pemasangan NGT

    memeriksa cairan yang keluar dari lambung pada trauma abdomen- Pemberian antibiotik

    mencegah infeksi

    - Laparotomi

  • FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG 2015 8

    Step 4( Pembahasan Masalah )

    1. Diagnosis dan Diagnosis Banding pada skenario ?Peritonitis post trauma / trauma lien

    2. Manifestasi Klinis ?- Nyeri

    Nyeri dapat terjadi mulai dari nyeri sedang sampai yang berat. Nyeri dapattimbul di bagian yang luka atau tersebar. Terdapat nyeri saat ditekan dannyeri lepas.

    - Darah dan cairanAdanya penumpukan darah atau cairan dirongga peritonium yangdisebabkan oleh iritasi

    - Cairan atau udara dibawah diafragmaYang disebabkan oleh nyeri dibahu

    - Kehrs sign

    Nyeri disebelah kiri yang disebabkan oleh perdarahan limpa. Tanda ini adasaat pasien dalam posisi rekumben

    - Mual dan muntah- Penurunan kesadaran (malaise, letargi, gelisah)Tanda dan Gejala :- Trauma tembus (trauma perut dengan penetrasi kedalam rongga

    peritonium) :a. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organb. Respon stres simpatisc. Perdarahan dan pembekuan darahd. Kontaminasi bakterie. Kematian sel

    - Trauma tumpul (trauma perut tanpa penetrasi kedalam rongga peritonium)a. Kehilangan darahb. Memar / jejas pada dinding perutc. Kerusakan organ-organd. Nyeri tekan, nyeri ketok, nyeri lepas dan kekakuan (rigidity) dinding

  • FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG 2015 9

    perut.e. Iritasi cairan usus

    3. Pemeriksaan Trauma Abdomen ?

    1. Foto thoraks

    Untuk melihat adanya trauma pada thorak.2. Pemeriksaan darah rutin

    Pemeriksaan Hb diperlukan untuk base-linedata bila terjadi perdarahanterus menerus. Demikian pula dengan pemeriksaan hematokrit.Pemeriksaan leukosit yang melebihi 20.000 /mm tanpa terdapatnya infeksimenunjukkan adanya perdarahan cukup banyak kemungkinan rupturalienalis. Serum amilase yang meninggi menunjukkan kemungkinan adanyatrauma pankreas atau perforasi usus halus. Kenaikan transaminase

    menunjukkan kemungkinan trauma pada hepar.3. Plain abdomen foto tegak

    Memperlihatkan udara bebas dalam rongga peritoneum, udara bebas retroperineal dekat duodenum, corpus alineum dan perubahan gambaran usus.

    4. Pemeriksaan urine rutin

    Menunjukkan adanya trauma pada saluran kemih bila dijumpai hematuri.Urine yang jernih belum dapat menyingkirkan adanya trauma pada saluranurogenital.

    5. Diagnostik Peritoneal Lavage (DPL)Dapat membantu menemukan adanya darah atau cairan usus dalam ronggaperut. Hasilnya dapat amat membantu. Tetapi DPL inihanya alatdiagnostik. Bila ada keraguan, kerjakan laparatomi (gold standard).

    Indikasi untuk melakukan DPL adalah sebagai berikut :- Nyeri abdomen yang tidak bisa diterangkan sebabnya- Trauma pada bagian bawah dari dada- Hipotensi, hematokrit turun tanpa alasan yang jelas- Pasien cedera abdominal dengan gangguan kesadaran (obat, alkohol,cedera otak)- Pasien cedera abdominal dan cedera medula spinalis (sumsum tulang

  • FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG 2015 10

    belakang)- Patah tulang pelvis

    Kontra indikasi relatif melakukan DPLadalah sebagai berikut :- Hamil

    - Pernah operasi abdominal- Operator tidak berpengalaman- Bila hasilnya tidak akan merubah penatalaksanaan

    6. Ultrasonografi dan CT ScanSebagai pemeriksaan tambahan pada penderita yang belum dioperasi dandisangsikan adanya trauma pada hepar dan retro peritoneum.

    Pemeriksaan khusus

    1. Abdomonal ParacentesisMerupakan pemeriksaan tambahan yang sangat berguna untukmenentukan adanya perdarahan dalam rongga peritoneum. Lebihdari100.000 eritrosit /mm dalam larutan NaCl yang keluar dari ronggaperitoneum setelah dimasukkan 100200 ml larutan NaCl 0.9% selama 5menit, merupakan indikasi untuk laparotomi.

    2. Pemeriksaan Laparoskopi

    Dilaksanakan bila ada akut abdomen untuk mengetahui langsung sumberpenyebabnya.

    3. Bila dijumpai perdarahan dan anus perlu dilakukan rekto-sigmoidoskopi.

    4. Tatalaksana Pasien ?

    A. Airway

    Dengan kontrol tulang belakang. Membukajalan napas menggunakanteknik head tilt chin lift atau menengadahkan kepala dan mengangkat

    dagu,periksa adakah benda asing yang dapat mengakibatkan tertutupnyajalan napas, muntahan, makanan, darah atau benda asing lainnya.

  • FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG 2015 11

    B. Breathing

    Dengan ventilasi yang adekuat. Memeriksa pernapasan denganmenggunakan cara lihat dengar rasakan tidak lebih dari 10 detikuntuk memastikan apakah ada napas atau tidak. Selanjutnya lakukanpemeriksaan status respirasi korban (kecepatan, ritme dan adekuattidaknya pernapasan).

    C. CirculationDengan kontrol perdarahan hebat. Jika pernapasan korban tersengal-sengaldan tidak adekuat, maka bantuan napas dapatdilakukan. Jika tidak adatanda-tanda sirkulasi, lakukan resusitasi jantung paru segera. Rasiokompresi dada dan bantuan napas dalam RJP adalah 30 : 2 (30kalikompresi dada dan 2 kali bantuan napas).

    Penanganan awal trauma non- penetrasi (trauma tumpul) :a. Stop makanan dan minumanb. Imobilisasic. Kirim kerumah sakit.

    Penanganan pada trauma benda tumpul dirumah sakit :

    A. Pengambilan contoh darah dan urineDarah di ambil dari salah satu vena permukaan untuk pemeriksaanlaboratorium rutin, dan juga untuk pemeriksaan laboratorium khususseperti pemeriksaan darah lengkap, potasium, glukosa, amilase.

    B. Pemeriksaan rontgen

    Pemeriksaan rongten servikal lateral, toraks antero posterior dan pelvisadalah pemeriksaan yang harus di lakukan pada penderita dengan multitrauma, mungkin berguna untuk mengetahui udara ekstraluminal di retroperitoneum atau udara bebas di bawah diafragma, yang keduanyamemerlukan laparotomi segera.

    C. Study kontras urologi dan gastrointestinalDilakukan pada cedera yang meliputi daerah duodenum, kolon ascendensatau decendens dan dubur.

  • FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG 2015 12

    Step 5( Learning Objective )

    1. Trauma abdomen lain ?2. Tatalaksana ?

    3. Komplikasi trauma abdomen ?4. Prognosis trauma abdomen ?

    Step 6

    Belajar Mandiri

  • FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG 2015 13

    Step 7(Penjelasan LO)

    1. Trauma abdomen lain dan fraktur pelvisTrauma abdomen didefinisikan sebagai kerusakan terhadap struktur yangterletak diantara diafragma dan pelvis yang diakibatkan oleh luka tumpul atauyang menusuk.

    Kecelakaan atau trauma yang terjadi pada abdomen, umumnya banyakdiakibatkan oleh trauma tumpul. Pada kecelakaan kendaraan bermotor,kecepatan, deselerasi yang tidak terkontrol merupakan kekuatan yangmenyebabkan trauma ketika tubuh klien terpukul setir mobil atau bendatumpul lainnya. Cedera tumpul terbagi atas :

    a. Benturan benda tumpul, dengan akibat :

    Perforasi pada organ visera berongga.

    Perdarahan pada organ visera padat.b. Cedera kompresi, dengan akibat :

    Robekan dan hematom pada organ visera padat.

    Ruptur pada organ visera berongga, karena peningkatan tekananintra luminer.

    c. Cedera perlambatan (deselerasi), dengan akibat : Peregangan dan ruptur pada jaringan ikat/ penyokong.

    Trauma akibat benda tajam umumnya disebabkan oleh luka tembak yangmenyebabkan kerusakan yang besar didalam abdomen. Selain luka tembak,trauma abdomen dapat juga diakibatkan oleh luka tusuk, akan tetapi lukatusuk sedikit menyebabkan trauma pada organ internal di abdomen.

    Patofisiologi

    Trauma tumpul pada abdomen disebabkan oleh pengguntingan, penghancuranatau kuatnya tekanan yang menyebabkan rupture pada usus atau strukturabdomen yang lain.Luka tembak dapat menyebabkan kerusakan pada setiap struktur didalamabdomen. Tembakan menyebabkan perforasi pada perut atau usus yang

  • FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG 2015 14

    menyebabkan peritonitis dan sepsis. Patofisiologi yang terjadi berhubungandengan terjadinya trauma abdomen adalah :

    a. Terjadi perpindahan cairan berhubungan dengan kerusakan padajaringan, kehilangan darah dan shock.

    b. Perubahan metabolic dimediasi oleh CNS dan system makroendokrin,mikroendokrin.

    c. Terjadi masalah koagulasi atau pembekuan dihubungkan denganperdarahan massif dan transfuse multiple

    d. Inflamasi, infeksi dan pembentukan formasi disebabkan oleh sekresisaluran pencernaan dan bakteri ke peritoneum

    e. Perubahan nutrisi dan elektrolit yang terjadi karena akibat kerusakanintegritas rongga saluran pencernaan.

    Organ-organ abdomen yang sering terkena cedera adalah sebagai berikut:

    a. Lien/Splen

    Organ yang paling sering terkena kerusakan yang diakibatkan olehtrauma tumpul. Sering terjadi hemoragi atau perdarahan masif yangberasal dari limpa yang ruptur sehingga semua upaya dilakukan untukmemperbaiki kerusakan di limpa.Sistem klasifikasi derajat trauma limpa telah beberapa kali dibuat, yangpertama kali dibuat oleh Buntain, dkk. Berdasarkan AmericanAssociation For The Surgery Of Trauma (1994), klasifikasi derajat daritrauma limpa adalah sebagai berikut :a. Derajat 1 :

    Terdapat hematoma subkapsuler kurang 10% pada areapermukaan.

    Ukuran kapsul kurang dari 1 cm.b. Derajat 2 :

    Hematoma subkapsuler sekitar 10-50% pada area permukaan.

    Diameter hematoma intraparenkim kurang dari 5 cm.

  • FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG 2015 15

    Ukuran laserasi sekitar 1-3 cm dan tidak mengenai pembuluhdarah trabekula.

    c. Derajat 3 : Hematoma subkapsuler lebih dari 50% area permukaan atau

    terdapat rupture subkapsuler atau hematoma parenkim.

    Hematoma intraparenkim lebih dari 5 cm atau lebih.

    Ukuran laserasi lebih dari 3 cm dan mengenai pembuluh darahtrabekula.

    d. Derajat 4 : Laserasi pada bagian segmental atau hillum pembuluhdarah dengan devaskularisasi limpa yang lebih dari 25%.e. Derajat 5 : Limpa mengalami kerusakan atau trauma pada hilumpembuluh darah.

    Penatalaksanaan ruptur lien dapat dilakukan secara pembedahanmaupun terapi tanpa pembedahan. CT scan dapat membantumenentukan tata laksana yang akurat dan menentukan klasifikasi dariberatnya cedera.

    Indikasi pembedahan lien adalah hipersplenisme, anemia hemolitikjenis tertentu, kista, abses, ruptur, tumor, dan aneurisma arteri lienalis.Pembedahan lien mencakup pengangkatan seluruh lien, reseksi parsial,atau perbaikan. Perdarahan merupakan hal yang paling memerlukanperhatian karena besarnya jumlah darah yang terkandung di dalamorgan lien. Curiga ruptur lien segera dioperasi bila ada tanda meliputihipotensi (Tekanan darah sistol < 90 mmHg), takikardi (heart rate >100x/mnt), hematokrit < 30.%, protrombin time >14 detik, cederamultipel dan memerlukan transfusi darah. Agar pajanan adekuat,dilakukan insisi garis tengah, subkosta kiri, paramedialis atautranversus. Selain itu, lambung di dekompresi dengan selang nasogasteragar lapang pandang lebih jelas dan pemotongan lebih mudahdilakukan.

    Adapun pembedahan yang dilakukan pada cedera lien adalah :

    a. Splenorafi

    Splenorafi adalah operasi yang bertujuan mempertahankan lien yangmasih berfungsi dengan teknik bedah. Splenorafi merupakan teknikyang sering digunakan pada pasien yang menderita cedera traumatikpada lien, dan keberhasilan prosedur ini tergantung pada pemahaman

  • FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG 2015 16

    ahli bedah tentang anatomi lien. Pembedahan dengan teknik splenorafidengan cara melakukan penjahitan luka robekan lien merupakantindakan yang aman. Splenorafi dilakukan pada trauma lien denganhemodinamik yang stabil, adanya cedera intraabdomen lain dan sesuaidengan skala trauma lien. Pada skala III dan IV memerlukan mobilisasiuntuk memaparkan hilus.

    Splenorafi dilakukan dengan membuang jaringan nonvital, mengikatpembuluh darah yang terbuka, dan menjahit kapsul lien yang terluka.Jika penjahitan laserasi kurang memadai, dapat ditambahkan denganpemasangan kantong khusus dengan atau tanpa penjahitan omentum.Prosedur pada splenorafi yaitu:

    Lien dimobilisasi sepenuhnya dari semua perlekatannya sehinggadapat di inspeksi secara cermat. Jika perdarahan banyak, dianjurkanmengendalikan arteri lienalis utama segera dengan menggunakanloop pembuluh darah.

    Setelah lien dimobilisasi, lien biasanya diperiksa dengan melepasbekuan darah di daerah yang cedera sehingga tempat-tempatperdarahan di dalam laserasi lien dapat diidentifikasi.

    Setelah keseluruhan cedera dinilai, ligasi selektif pembuluh darahhilum segmental yang tepat dapat dilakukan. Pada tahap ini dapatdiambil keputusan tentang apakah melakukan splenektomi parsialformal akan diperlukan atau apakah splenorafi dapat dilakukandengan jahitan penutup parenkim dan kapsula lien.

    b. Splenektomi

    Splenektomi dilakukan jika terdapat kerusakan lien yang tidak dapatdiatasi dengan splenorafi, splenektomi parsial, atau pembungkusan.Splenektomi diindikasikan hanya untuk kerusakan lien yang sangatparah. Splenektomi traumatik dilakukan untuk cedera pada lien yangmenyebabkan perdarahan intra abdomen. Prosedur ini mengikutipedoman untuk splenektomi elektif dan digabung dengan reparasicedera lain sesuai yang diindikasikan saat laparotomi darurat.

    Spelenektomi parsial terdiri atas eksisi satu segmen, dilakukan jikaruptur lien tidak mengenai hilus dan bagian yang tidak cedera masihvital. Sedangkan splenektomi total harus selalu diikuti denganreimplantasi lien yang merupakan suatu autotransplantasi. Caranyaialah dengan membungkus pecahan parenkim lien dengan omentum danmeletakannya di bekas tempat lien atau menanamnya di pinggang pada

  • FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG 2015 17

    belakang peritoneum dengan harapan lien dapat tumbuh dan berfungsikembali. Prosedur dalam melakukan splenektomi yaitu:

    Splenektomi dilakukan dengan pasien dalam posisi terlentang.Pemaparan lien dapat dipermudah dengan menempatkan pasiendalam posisi Trendelenburg terbalik dan dengan memiringkan sisikanan meja operasi ke arah bawah.

    Selang nasogastrik yang diinsersikan ke dalam lambung setelahintubasi pada kasus elektif, berguna untuk mendekompresilambung dan membantu pemaparan. Dalam splenektomi daruratuntuk trauma, insersi selang nasogastrik dapat dilakukan sebelumintubasi untuk mengosongkan lambung.

    Untuk splenektomi elektif jika lien berukuran normal atau sedikitmembesar, insisi subkostal kiri memberikan pemaparan yangbaik. Pada kasus trauma abdomen, atau pada kasus dimanasplenektomi dikombinasikan dengan prosedur intra abdomen lainseperti laparotomi staging untuk penyakit Hodgkin, sebaiknyamenggunakan insisi panjang di garis tengah.

    Mobilisasi lengkap lien untuk kemudahan ligasi, agar arteri danvena lienalis dapat terlihat.

    Perlekatan ligamentosa dan vena-vena lambung yang berjalandari lien ke kurvatura mayor lambung (termasuk pembuluh darahgastrika brevis) dan ligamentum lienorenale dipotong.Pemotongan pembuluh darah tersebut diselesaikan dengan liendibawa ke insisi abdomen atau pada lien yang masif ke dindingabdomen.

    Ligasi arteri dan vena lienalis yang dekat dengan hilus denganjahitan ganda.

    Lien diangkat Pada pasien dengan keadaan hemodinamik tidak stabil,

    splenektomi tetap merupakan terapi pilihan. Jika ruptur liensangat serius (skala V) pemelihan pembedahan splenektomisangat dianjurkan.

    Non operatif

    Hematom dan robeknya jaringan kapsular lien yang tidak dalam dapatditangani secara konservatif. Pemeriksaan penunjang sangat diperlukanseperti identifikasi menggunakan CT scan dan radiologi untuk melihatberapa besar cedera organ tubuh yang terkena. Penatalaksanaan rupturlien non operatif dilakukan pada pasien yang sadar, mengalamihemodinamika stabil, dan tanpa adanya cedera serius pada cederaabdomen. Pada skala I dan II robekan pada kapsul lien cukup aman,

  • FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG 2015 18

    tidak mengenai tubuh trabekular lien dapat dilakukan terapi konservatif.hal-hal yang perlu diperhatikan pada penatalaksanaan non operatifyaitu: monitoring vital sign, monitoring produksi urin, evaluasihemoglobin dan identifikasi ulang menggunakan CT scan 8-12 mingguuntuk mempercepat penyembuhan.

    b. HeparKarena ukuran dan letaknya, hati merupakan organ yang paling seringterkena kerusakan yang diakibatkan oleh luka tembus dan sering kalikerusakan disebabkan oleh trauma tumpul. Hal utama yang dilakukanapabila terjadi perlukaan dihati yaitu mengontrol perdarahan danmendrainase cairan empedu. Nyeri tekan dan Defans muskuler tidakakan tampak sampai perdarahan pada abdomen dapat menyebabkaniritasi peritoneum ( 2 jam post trauma). Kecurigaan laserasi hati padatrauma tumpul abdomen apabila terdapat nyeri pada abdomen kuadrankanan atas. Jika keadaan umum pasien baik, dapat dilakukan CT Scanpada abdomen yang hasilnya menunjukkan adanya laserasi. Jika kondisipasien syok, atau pasien trauma dengan kegawatan dapat dilakukanlaparotomi untuk melihat perdarahan intraperitoneal. Ditemukannyacairan empedu pada lavage peritoneal menandakan adanya trauma padasaluran empedu.

    American Association for the Surgery of Trauma (AAST) membagitrauma hepar menjadi 6, yaitu :

    GRADE[*]TYPE OFINJURY DESCRIPTION OF INJURY

    I Hematoma Subcapsular,

  • FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG 2015 19

    GRADE[*]TYPE OFINJURY DESCRIPTION OF INJURY

    III

    Hematoma Subcapsular, >50% surface area of rupturedsubcapsular or parenchymal hematoma;intraparenchymal hematoma, >10 cm or expanding

    Laceration > 3 cm in parenchymal depth

    IVLaceration Parenchymal disruption involving 25%-75% of the

    hepatic lobe or 1-3 Couinaud segments

    V

    Laceration Parenchymal disruption involving >75% of thehepatic lobe or >3 Couinaud segments within asingle lobe

    Vascular Juxtahepatic venous injuries, i.e., retrohepatic venacava/central major hepatic veins

    VI Vascular Hepatic avulsion

    (Sumber : American Association for the Surgery of Trauma)Penatalaksanaan non-operatif merupakan pilihan pertama pada penderitadengan hemodinamik stabil. Angka keberhasilan yang tinggi tidaktergantung pada derajat keparahan berdasarkan CT scan, atau derajathemoperitoneum yang terjadi. Keuntungan dari penatalaksanaan non-operatif adalah menghindari terjadinya laparotomi non-terapetik besertakomplikasinya, mengurangi kebutuhan transfusi, dan komplikasi intra-abdominal yang lebih sedikit. Penatalaksanaan non-operatif meliputiobservasi tanda vital, pemeriksaan fisik, dan nilai laboratorium yangdilakukan secara serial. Bila salah satu memburuk, maka hal tersebutmerupakan indikasi untuk intervensi pembedahan.8,16

    Penatalaksanaan operatif, tatalaksananya meliputi tiga upaya dasar, yaitumengatasi perdarahan, mencegah infeksidengan debrideman jaringan hatiyang avaskuler dan penyaliran, serta rekonstruksi saluran empedu.

    c. Esofagus bawah dan lambung

  • FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG 2015 20

    Kadang-kadang perlukaan esofagus bawah disebabkan oleh lukatembus. Karena lambung fleksibel dan letaknya yang mudah berpindah,sehingga perlukaan jarang disebabkan oleh trauma tumpul tapi seringdisebabkan oleh luka tembus langsung.

    d. Pankreas dan duodenumWalaupun trauma pada pankreas dan duodenum jarang terjadi. Tetapitrauma pada abdomen yang menyebabkan tingkat kematian yang tinggidisebkan oleh perlukaan di pankreas dan duodenum, hal ini disebabkankarena letaknya yang sulit terdeteksi apabila terjadi kerusakan.

    e. GinjalGinjal terletak di rongga retroperitonium dan terlindung oleh otot-ototpunggung di sebelah posterior dan oleh organ-organ intraperitoneal disebelah anteriornya. Karena itu cedera ginjal tidak jarang diikuti olehcedera organ-organ yang mengitarinya. trauma ginjal merupakantrauma terbanyak pada sistem urogenital, lebih kurang 10% dari traumapada abdomen mencederai ginjal.Menurut derajat berat ringannya kerusakan pada ginjal, trauma ginjaldibedakan menjadi cedera minor, (2) cedera mayor, (3) cedera padapedikel atau pembuluh darah ginjal. Sebagianbesar (85%) traumaginjalmerupakancedera minor (derajat I dan II), 15% termasuk cederamayor (derajat III dan IV), dan 1% termasuk cedera pedikel ginjal.Klasifikasi trauma ginjal menurut Sargeant dan Marquadt yangdimodifikasi oleh Federle :

    Derajat Jenis kerusakan

    Grade I

    Kontusio ginjal.Minor laserasi korteks dan medullatanpa gangguan pada systempelviocalices.

    Hematom minor dari subcapsular atauperinefron (kadang kadang).

    75 80 % dari keseluruhan trauma

  • FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG 2015 21

    ginjal.

    Grade II

    - Laserasi parenkim yang berhubungandengan tubulus kolektivus sehinggaterjadi extravasasi urine.

    - Sering terjadi hematom perinefron. Luka yang terjadi biasanya dalam dan

    meluas sampai ke medulla. 10 15 % dari keseluruhan trauma

    ginjal.

    Grade III

    - Laserasi ginjal sampai pada medullaginjal, mungkin terdapat trombosisarteri segmentalis.

    - Trauma pada vaskularisasi pedikelginjal

    5 % dari keseluruhan trauma ginjal

    Grade IV- Laserasi sampai mengenai kalikes

    ginjal. Laserasi dari pelvis renal

    Grade V- Avulsi pedikel ginjal, mungkin terjadi

    trombosis arteri renalis. Ginjal terbelah (shattered).

    Diagnosis

    Kecurigaan terhadap adanya cedera ginjal jika terdapat:a. Trauma di daerah pinggang, punggung, dada sebelah bawah, dan

    perut bagian atas dengan disertai nyeri atau didapatkan adanya jejaspada daerah itu.

    b. Hematuria.c. Fraktur costa sebelah bawah (T8-T12) atau fraktur prosesus

    spinosus vertebra.d. Trauma tembus pada daerah abdomen atau pinggang.e. Cedera deselerasi yang berat akibat jatuh dari ketinggian atau

    kecelakaan lalu lintas.

    Gambaran klinis yang ditunjukkan oleh pasien trauma ginjal sangatbervariasi tergantung pada derajat trauma dan ada atau tidaknya traumapada organ lain yang menyertainya. Perlu ditanyakan mekanismecedera untuk memperkirakan luas kerusakan yang terjadi.

  • FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG 2015 22

    Pada trauma derajat ringan mungkin hanya didapatkan nyeri di daerahpinggang, terlihat jejas berupa ekimosis, dan terdapat hematuriamakroskopik ataupun mikroskopik. Pada trauma mayor atau rupturpedikel seringkali pasien dating dalam keadaan syok berat dan terdapathematom di daerah pinggang yang makin lama makin membesar.Dalam keadaan ini mungkin pasien tidak sempat menjalanipemeriksaan PIV karena usaha untuk memperbaiki hemodinamikseringkali tidak membuahkan hasil akibat perdarahan yang keluar dariginjal cukup deras. Untuk itu perlu segera dilakukan eksplorasilaparotomi untuk menghentikan perdarahan.

    Pencitraan

    Jenis pencitraan yang diperiksa tergantung pada keadaan klinis danfasilitas yang dimiliki oleh klinik yang bersangkutan. Pemeriksaandimulai dari IVP guna menilai tingkat kerusakan ginjal dan melihatkeadaan ginjal kontralateral.IVP dilakukan jika diduga ada (1) luka tusuk atau luka tembak yangmengenai ginjal, (2) cedera tumpul ginjal yang memberikan tanda-tandahematuria makroskopik, dan (3) cedera tumpul ginjal yang memberikantanda-tanda hematuria mikroskopik dengan disertai syok.

    Pemeriksaan USG juga dapat dilakukan untuk menemukan adanyakontusio parenkim ginjal atau hematoma subkapsuler dan dapat puladiperlihatkan adanya robekan kapsul ginjal.CT scan dapat menunjukkan adanya robekan jaringan ginjal,ekstravasasi kontras yang luas, dan adanya nekrosis jaringan ginjal sertamendeteksi adanya trauma pada organ lain.

    Pada setiap trauma tajam yang diduga mengenai ginjal harus dipikirkanuntuk melakukan tindakan eksplorasi, tetapi pada trauma tumpul,sebagian besar tidak memerlukan operasi. Terapipada trauma ginjaladalah:

    a. KonservatifTindakan konservatif ditujukan pada trauma minor. Dilakukanobservasi tanda-tanda vital, kemungkinan adanya penambahanmassa di pinggang, adanya pembesaran lingkaran perut,penurunan kadar haemoglobin darah, dan perubahan warna urine.Jika selama tindakan konservatif terdapat tanda-tanda perdarahanatau kebocoran urine yang menimbulkan infeksi, harus segeradilakukan tindakan operasi.

    b. Operasi

  • FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG 2015 23

    Operasi ditujukan pada trauma ginjal mayor dengan tujuan untuksegera menghentikan perdarahan. Indikasi eksplorasi ginjal, yaitusyok yang tidak teratasi dan syok berulang. Selanjutnya perludilakukan debridement, reparasi ginjal atau tidak jarang harusdilakukan nefrektomi parsial bahkan nefrektomi total karenakerusakan ginjal yang sangat berat.

    Fraktur Pelvis

    Patah tulang panggul adalah putusnya kontinuitas tulang, tulang rawanepifisis atau tulang rawan sendi dan gangguan struktur tulang dari pelvis.Pada orang tua penyebab paling umum adalah jatuh dari posisi berdiri.Namun, fraktur yang berhubungan dengan morbiditas dan mortalitas terbesardisebabkan karena trauma. Dua pertiga dari fraktur panggul terjadi akibatkecelakaan lalu lintas. Sepuluh persen diantaranya di sertai trauma pada alat-alat dalam rongga panggul seperti uretra,buli-buli,rektum serta pembuluhdarah dengan angka mortalitas sekitar 10 %.

    Menurut Young and Burgess, fraktur pelvis disebabkan oleh empatmekanisme yaitu :

    a. Lateral posterior compression (LC)Adanya kompresi dari arah lateral dapat mengakibatkan berbagai macamcedera, tergantung dari kekuatan trauma yang terjadi. Kompresi darisamping akan menyebabkan cincin mengalami keretakan . Hal ini terjadiapabila ada trauma samping karena kecelakaan lalu lintas atau jatuh dariketinggian . Pada keadaan ini ramus pubis bagian depan pada keduasisinya mengalami fraktur dan bagian belakang terdapat strain dari sendisakro iliaka atau fraktur ilium atau dapat pula fraktur ramus pubis pada sisiyang sama.

    Tipe AI (impaksi sakral dengan fraktur ramus pubis sisi yangsama (ipsilateral)cedera yang stabil.

    Tipe AII (impaksi sakral dengan fraktur iliac wing ipsilateral atauterbukanya SI joint posterior dan fraktur ramus pubis)

  • FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG 2015 24

    Tipe AIII (sama dengan tipe AII dengan tambahan cederarotasional eksterna dengan SI joint kontralateral dan fraktur ramuspubis)

    b. Anterior posterior compression (APC)Cedera ini dihasilkan oleh gaya dari anterior ke posterior yangmengakibatkan terbukanya pelvis. Hal ini biasanya terjadi akibattabrakan antara seorang pejalan kaki kendaraan. Ramus pubismengalami fraktur , tulang inominata terbelah dan mengalami rotasieksterna disertai robekan simfisis . Keadaan ini disebut sebagai openbook injury. Bagian posterior ligamen sakro iliaka mengalami robekanparsial atau dapat disertai fraktur bagian belakang ilium.

    Tipe BI (diastasis simfisis 2,5 cm dengan terbukanyaSacroilliaca joint tapi tidak terdapat instabilitas vertikal). Tipe BIII(Disrupsi komplit dari anterior dan posterior pelvisdengan kemungkinan adanya pergeseran vertikal).

    c. Vertical shear (VS)Tulang inominata pada satu sisi mengalami pergerakan secara vertikaldisertai fraktur ramus pubis dan disrupsi sendi sakro iliaka pada sisiyang sama. Hal ini terjadi apabila seseorang jatuh dari ketinggian padasatu tungkai.

    d. Gabungan

    Diagnosis ditegakkan bila ditemukan nyeri subjektif dan objektif, danpergerakan abnormal pada gelang panggul. Untuk itu, pelvis ditekan kebelakang dan ke medial secara hati-hati pada kedua spina iliaka anteriorsuperior, ke medial pada kedua trokanter mayor, ke belakang pada simpisispubis, dan ke medial pada kedua krista iliaka. Apabila pemeriksaan inimenyebabkan nyeri, patut dicurigai adanya patah tulang panggul.4

  • FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG 2015 25

    Kemudian dicari adanya gangguan kencing seperti retensi urin atauperdarahan melalui uretra, serta dilakukan pemeriksaan colok dubur untukmelakukan penilaian pada sakrum, atau tulang pubis dari dalam.Sinar X dapat memperlihatkan fraktur pada rami pubis, fraktur ipsilateral ataukontra lateral pada elemen posterior, pemisahan simfisis, kerusakan padasendi sacroiliaca atau kombinasi. CT-scan merupakan cara terbaik untukmemperlihatkan sifat cidera.

    2. Tatalakasana trauma abdomen

    Adapun tujuan tatalaksana trauma abdomen dapat dibagi dua :

    1) Penyelamatan jiwa penderita

    2) Meminimalisasi kemungkinan terjadinya cacat dalam fungsi fisiologis alatpencemaan penderita.

    Biasanya langkah-langkah itu terdiri dari :

    1) Tindakan penanggulangan darurat

    a. Berupa tindakan resusitasi untuk memperbaiki sistim pernafasan dankardiovaskuler yang merupakan tindakan penyelamatan jiwapenderita. Bila sistim vital penderita sudah stabil dilakukan tindakanlanjutan berupa (B) dan (C).

    b. Restorasi keseimbangan cairan dan elektrolit.c. Pencegahan infeksi dengan pemberian antibiotika.

    2)Tindakan penanggulangan definitif

    Tujuan pengobatan di sini adalah penyelamatan jiwa penderita denganmenghentikan sumber perdarahan dan meminimalisasi cacat yang mungkinterjadi dengan cara:

    a. menghilangkan sumber kontaminasi.b. meminimalisasi kontaminasi yang telah terjadi dengan membersihkan

    rongga peritoneum.

  • FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG 2015 26

    c. mengembalikan kontinuitaspassage usus dan menyelamatkansebanyak mungkin usus yang sehat untuk meminimalisasi cacatfisiologis.

    Tindakan untuk mencapai tujuan ini berupa operasi dengan membuka ronggaabdomen yang dinamakan laparotomi.

    Laparotomi eksplorasi darurat

    A) Tindakan sebelum operasi

    1. Keadaan umum sebelum operasi setelah resusitasi sedapat mungkinharus stabil. Bila ini tidak mungkin tercapai karena perdarahan yangsangat besar, dilaksanakan operasi langsung untuk menghentikansumber perdarahan.

    2. Pemasangan NGT (nasogastric tube)3. Pemasangan dauer-katheter4. Pemberian antibiotika secara parenteral pads penderita dengan

    persangkaan perforasi usus, shock berat atau trauma multipel.5. Pemasangan thorax-drain pads penderita dengan fraktur iga,

    haemothoraks atau pneumothoraks.

    B) Insisi laparotomi untuk eksplorasi sebaiknya insisi median atau paramedian panjang.

    C) Langkah-langkah pada laparotomi darurat adalah :

    1. Segera mengadakan eksplorasi untuk menemukan sumber perdarahan.2. Usaha menghentikan perdarahan secepat mungkin.

    Bila perdarahan berasal dari organ padat penghentian perdarahan dicapaidengan tampon abdomen untuk sementara. Perdarahan dari arteri besar harusdihentikan dengan penggunaan klem vaskuler. Perdarahan dari vena besardihentikan dengan penekanan langsung.

    1. Setelah perdarahan berhenti dengan tindakan darurat diberikankesempatan pads anestesi untuk memperbaiki volume darah.

  • FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG 2015 27

    2. Bila terdapat perforasi atau laserasi usus diadakan penutupan lubangperforasi atau reseksi usus dengan anastomosis.

    3. Diadakan pembersihan rongga peritoneum dengan irigasi larutan NaClfisiologik.

    4. Sebelum rongga peritoneum ditutup harus diadakan eksplorasisistematis dari seluruh organ dalam abdomen mulai dari kanan atassampai kiri bawah dengan memperhatikan daerah retroperitonealduodenum dan bursa omentalis.

    5. Bila sudah ada kontaminasi rongga peritoneum digunakan drain dansubkutis serta kutis dibiarkan terbuka.

    Penanganan Cedera Tumpul Abdomen1. Survei Primer

    Survei ABCDE (Airway, Breathing, Circulation, Disability, Exposure).Survei ini dikerjakan secara serentak dan harus selesai dalam 2-5 menit.a. Airway

    Menilai jalan nafas bebas. Apakah pasien dapat bicara dan bernafasdengan bebas? Jika ada obstruksi, lakukan :

    Chin lift/ Jaw thrust

    Suction

    Guedel Airway

    Intubasi trakeaPrioritas pertama adalah membebaskan jalan nafas danmempertahankannya agar tetap bebas.1. Bicara kepada pasien

    Pasien yang dapat menjawab dengan jelas adalah tanda bahwajalan nafasnya bebas. Pasien yang tidak sadar mungkinmemerlukan jalan nafas buatan dan bantuan pernafasan.Penyebab obstruksi pada pasien tidak sadar umumnya adalahjatuhnya pangkal lidah kebelakang. Jika ada cedera kepala, leheratau dada maka pada waktu intubasi trakhea tulang leher(cervical spine) harus dilindungi dengan imobilisasi in-line.

  • FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG 2015 28

    2. Berikan oksigen dengan sungkup muka (masker) atau kantungnafas (selfinvlating)

    3. Menilai jalan nafasTanda obstruksi jalan nafas antara lain : Suara berkumur

    Suara nafas abnormal (stridor, dsb) Pasien gelisah karena hipoksia

    Bernafas menggunakan otot nafas tambahan / gerak dadaparadoks

    SianosisWaspada adanya benda asing di jalan nafas. Jangan memberikanobat sedativa pada pasien seperti ini.4. Menjaga stabilitas tulang leher5. Pertimbangkan untuk memasang jalan nafas buatan. Indikasitindakan ini adalah :

    Obstruksi jalan nafas yang sukar diatasi Luka tembus leher dengan hematoma yang membesar

    Apnea

    Hipoksia

    Trauma kepala berat

    Trauma dada

    Trauma wajah / maxillo-facialb. Breathing

    Bila jalan nafas tidak memadai, beri oksigen bila memungkinkan.Prioritas kedua adalah memberikan ventilasi yang adekuat.Inspeksi / lihat frekuensi nafas (LOOK), adakah hal-hal berikut : Sianosis

    Luka tembus dada

    Flail chest

    Sucking wounds

    Gerakan otot nafas tambahanPalpasi / raba (FEEL)

  • FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG 2015 29

    Pergeseran letak trakhea

    Patah tulang iga

    Emfisema kulit

    Dengan perkusi mencari hemotoraks dan atau pneumotoraksAuskultasi / dengar (LISTEN) Suara nafas, detak jantung, bising usus Suara nafas menurun pada pneumotoraks

    Suara nafas tambahan / abnormalc. Circulation

    Prioritas ketiga adalah perbaikan sirkulasi agar memadai. Menilaisirkulasi/peredaran darah. Jumlah darah yang hilang akibat traumasulit diukur dengan tepat bahkan pada trauma tumpul seringdiperkirakan terlalu rendah. Ingat bahwa :

    Sejumlah besar darah dapat terkumpul dalam rongga perut danpleura.

    Perdarahan patah tulang paha (femur shaft) dapat mencapai 2(dua) liter.

    Perdarahan patah tulang panggul (pelvis) dapat melebihi 2 literResusitasi yang dilakukan adalah:

    Hentikan perdarahan external bila ada

    Segera pasang dua jalur infus dengan jarum besar (14-16G) Cairan infus (NaCL 0,9%) harus dihangatkan sampai suhu

    tubuh karena hipotermia dapat menyebabkan gangguanpembekuan darah.Hindari cairan yang mengandung glukose.

    Ambil sampel darah secukupnya untuk pemeriksaan dan ujisilang golongan darah. Transfusi harus dipertimbangkan jikasirkulasi pasien tidak stabil meskipun telah mendapat cukupkoloid / kristaloid. Jika golongan darah donor yang sesuai tidaktersedia, dapat digunakan darah golongan O (sebaiknya packred cel dan Rhesus negatif. Transfusi harus diberikan jika Hbdibawah 7g / dl jika pasien masih terus berdarah.

  • FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG 2015 30

    Produksi urine menggambarkan normal atau tidaknya fungsisirkulasi jumlah seharusnya adalah > 0.5 ml/kg/jam. Jikapasien tidak sadar dengan syok lama sebaiknya dipasangkateter urine.

    Penilaian ulang ABC diperlukan bila kondisi pasien tidak stabild. Disability

    Menilai kesadaran pasien dengan cepat, apakah pasien sadar, hanyarespon terhadap nyeri atau sama sekali tidak sadar. Lepaskan bajudan semua penutup tubuh pasien, supaya dapat dicari semua cederayang mungkin ada. Jika ada kecurigaan cedera leher atau tulangbelakang, maka immobilisasi in line harus dikerjakan.

    Damage control laparatomy harus segera dilakukan sedini mungkin bilaresusitasi cairan tidak dapat mempertahankan tekanan sistolik antara 80-90 mmHg. Pada waktu DC laparatomy, dilakukan pemasangan kasabesar untuk menekan dan menyumbat sumber perdarahan dari organperut (abdominal packing). Insisi pada garis tengah hendaknya sudahditutup kembali dalam waktu 30 menit dengan menggunakan penjepit(towel clamps). Tindakan resusitasi ini hendaknya dikerjakan dengananestesia ketamin oleh dokter yang terlatih (atau mungkin oleh perawatuntuk rumah sakit yang lebih kecil). Jelas bahwa teknik ini harusdipelajari lebih dahulu namun jika dikerjakan cukup baik pasti akanmenyelamatkan nyawa.

    2. Survei Sekunder hanya dilakukan bila ABC pasien sudah stabil Bilasewaktu survei sekunder kondisi pasien memburuk maka harus kembalimengulangi PRIMARY SURVEY.Pemeriksaan rongga perut (abdomen)

    Luka tembus abdomen memerlukan eksplorasi bedah

    Pasanglah pipa nasogastrik pada pasien trauma tumpul abdomenkecuali bila ada trauma wajah

    Periksa dubur (rectal toucher), menilai:

  • FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG 2015 31

    I. Tonus sfinkter anus

    II. Integritas dinding rektum

    III. Darah dalam rektum

    IV. Posisi prostat.

    3. Komplikasi trauma abdomenKomplikasi yang dapat muncul dari trauma abdomen terutama trauma tumpul adalah cederayang terlewatkan, terlambat dalam diagnosis, cedera iatrogenic, intraabdomen sepsis danabses, resusitasi yang tidak adekuat, rupture spleen yang muncul kemudian. Adapunkomplikasi yang sering ditemukan pada pasien trauma abdomen adalah:

    a. Peritonitis

    Peritonitis merupakan komplikasi tersering dari trauma tumpul abdomen karena adanyarupture pada organ. Penyebab yang paling serius dari peritonitis adalah terjadinya suatuhubungan (viskus) ke dalam rongga peritoneal dari organ-organ intraabdominal (esofagus,lambung, duodenum, intestinal, colon, rektum, kandung empedu, apendiks, dan salurankemih), yang dapat disebabkan oleh trauma, darah yang menginfeksi peritoneal, bendaasing, obstruksi dari usus yang mengalami strangulasi, pankreatitis, Gejala dan tanda yangsering muncul pada penderita dengan peritonitis antara lain:1. Nyeri perut seperti ditusuk2. Perut yang tegang (distended)3. Demam (>380C)4. Produksi urin berkurang5. Mual dan muntah6. Haus7. Cairan di dalam rongga abdomen8. Tidak bisa buang air besar atau kentut9. Tanda-tanda syokSegera : hemoragi, syok, dan cedera.Lambat : infeksiAdapun pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan pada pasien:a. Inspeksi

  • FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG 2015 32

    amati adanya jaringan parut pasca operasi (kemungkinan adanyaadhesi, perut membuncit dengan gambaran usus atau gerakan ususyang disebabkan oleh gangguan pasase)

    b. Auskultasinilai penurunan suara bising usus. Pasien dengan peritonitis umum,bising usus akan melemah atau menghilang sama sekali, hal ini karenaperitoneal yang lumpuh sehingga menyebabkan usus ikut lumpuh atautidak bergerak (ileus paralitik), sedangkan pada peritonitis lokal bisingusus dapat terdengar normal.

    c. Palpasi

    harus selalu dilakukan di bagian lain dari abdomen yang tidakdikeluhkan nyeri (membandingkan antara bagian yang tidak nyeridengan bagian yang nyeri). Nyeri tekan dan defans muskular (rigidity)menunjukkan adanya proses inflamasi yang mengenai peritoneumparietale (nyeri somatik). Defans yang murni adalah proses refleksotot akan dirasakan pada inspirasi dan ekspirasi berupa reaksikontraksi otot terhadap rangsangan tekanan. Pada saat pemeriksaanpenderita peritonitis, ditemukan nyeri tekan setempat. Otot dindingperut menunjukkan defans muskular secara refleks untuk melindungibagian yang meradang dan menghindari gerakan atau tekanansetempat.

    d. Perkusimenunjukkan adanya iritasi pada peritoneum, udara bebas, atau cairanbebas (pekak hati dan shifting dullness). Pada pasien denganperitonitis, pekak hepar akan menghilang dan perkusi abdomenhipertimpani karena adanya udara bebas. Nyeri pada semua arahmenunjukkan general peritonitis. Pada pasien dengan keluhan nyeriperut umumnya harus dilakukan pemeriksaan colok dubur danpemeriksaan vaginal untuk membantu penegakan diagnosis.

    b. Trombosis Venac. Emboli Pulmonard. Stress Ulserasi dan perdarahan

  • FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG 2015 33

    e. Pneumonia

    f. Tekanan ulserasi

    g. Atelektasis

    h. Sepsis

    i. Pankreas: Pankreatitis, Pseudocyta formasi, fistula pancreas-duodenal, danperdarahan.

    j. Limfa: perubahan status mental, takikardia, hipotensi, akral dingin,diaphoresis, dan syok.

    k. Usus: obstruksi usus, peritonitis, sepsis, nekrotik usus, dan syok.l. Ginjal: Gagal ginjal akut (GGA)

    4. Prognosis trauma abdomenPrognosis trauma abdomen dapat diperkirakan berdasarkan beberapa halyaitu:

    a. Organ yang terkena atau cedera. Apakan organ-organ solid atau organberongga. Pada cedera organ solid terjadi perdarahan yang cukup masifsehingga mudah terjadi syok dan perlu penanganan segera untukmenghentikan perdarahan itu. Pada cedera organ berongga terjadi reaksiinflamasi karena isi organ tersebut keluar, reaksi ini dapat berjalan cepatatau lambat tergantung dengan jenis isi rongga tersebut, apakah zat kimia(HCl pada cedera lambung) atau zat- zat sisa metabolisme makanan.

    b. Mekanisme cedera abdomen, apakah terjadi secara tumpul atau tajam.Biasanya trauma tumpul memiliki mortalitas yang lebih tinggi daritrauma tajam. Cedera hepar karena trauma tumpul memiliki mortalitas 25-30%

    sedangkan cedera yang disebabkan oleh trauma tajan memilikimortalitas 6-9%

    Pankreas yang cedera karena trauma tumpul memiliki mortalitas50% sedangkan pada trauma tajam hanya 25%

    c. Trauma vaskuler

    Adanya ruptur dari vaskularisasi (aorta maupun vena) rongga abdomenakan meningkatkan mortalitas. Adapun mortalitas trauma vaskuler padacedera abdomen adalah sebagai berikut:

  • FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG 2015 34

    Ruptur aorta 75-90%

    Ruptur vena kava 25%

    Ruptur vena hepatika 80%

    Ruptur vena porta 97%d. Penanganan yang tidak cepat dan tepat dapat meningkatkan mortalitas 5-

    9%. Waktu emas penanganan disesuaikan dengan organ terkena dan lamacedera hingga timbul komplikasi misal pada cedera pankreas waktupenanganan yang terbaik adalah dibawah 12 jam, pada cedera duodenum12 jam, pada cedera lien, pembedahan dapat menurunkan mortalitashingga 90%.

    e. Faktor pemberat lain seperti adanya penyakit kronis pada pasien dapatmeningkatkan mortalitas cedera abdomen yang dialami.

  • FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG 2015 35

    DAFTAR PUSTAKA

    American College of Surgeons Committee on Trauma, 2008. Abdominal andPelvic Trauma. In: Advanced Trauma Life Support for Doctors ATLS StudentCourse Manual 8 th. Halaman111-124.

    Edition. USA: American College of Surgeons, Black, Joyce M. 1997. MedicalSurgical Nursing fifth edition : clinical managemen for continuity of care.Philadelfia : WB. Saunders company

    Ignativicus, Donna D ; Workman. 2006. Medical Surgical Nursing CriticalThinking for Collaborative Care. USA : Elsevier Saunders.

    Molmenti, Hebe, 2004. Peritonitis. Medical Encyclopedia. Medline Plushttp://medlineplus.gov/

    Nestor, M.D. 2007. Blunt Abdominal Trauma

    Salomone, Joseph. 2007. Blunt Abdominal Trauma. Department of EmergencyMedicine, Truman Medical Center, University of Missouri at Kansas CitySchool of Medicine. http://www.emedicine.com

    Solomon L, Marwick DJ, dan Nayagam S. Apleys System of Orthopaedics andFracture. 9th Edition. 2010. Arnold, London

    Soewandi, S. Akut Abdomen Pada Alat Pencernaan orang dewasa.

    Smeltzer, Suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal-Bedah Brunner and SuddarthEd.8 Vol.3. : Jakarta: EGC.

    Stone CK dan Humphries RL. Emergency Medicine ed 6th. 2008. McGraw-Hill.

    Wim de Jong. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC. Jakarta