bahan tutor skenario 1 blok 12
DESCRIPTION
fkgTRANSCRIPT
PRE ELIMINARY ORAL REHABILITATION
Perawatan periodontal bukanlah suatu perawatan dental yang berdiri sendiri. Agar perawatan
periodontal berhasil baik, terapi periodontal haruslah mencakup prosedur-prosedur
kedokteran gigi lainnya sesiuai dengan kebutuhan pasien. Semua prosedur perawatan, baik
prosedur yang termasuk bidang Periodonsia maupun prosedur yang bukan bidang Periodonsia
disusun dalam sekuens (urutan) sebagai mana yang dikemukakan di bawah ini (yang dicetak
miring adalah prosedur yang bukan bidang Periodonsia).
Fase preliminari/pendahuluan
• Perawatan kasus darurat (emerjensi)
Dental atau periapikal
Periodontal
Lain-lain
• Pencabutan gigi dengan prognosis tidak ada harapan, dan pemasangan
gigi tiruan sementara (bila diperlukan karena alasan tertentu)
Terapi fase I (fase etiotropik)
• Kontrol plak
• Kontrol diet (bagi pasien dengan karies rampan)
• Penskeleran dan penyerutan akar
• Koreksi restorasi dan protesa yang mengiritasi
• Ekskavasi karies dan restorasi (sementara atau permanen, tergantung
apakah prognosis ginginya sudah final, dan lokasi karies)
• Terapi antimikrobial (lokal atau sistemik)
• Terapi oklusal (penyelarasan oklusal)
• Penggerakan gigi secara ortodontik
• Pensplinan provisional
Evaluasi respons terhadap fase I
• Pengecekan kembali
-Kedalaman saku dan inflamasi gingiva
- Plak, kalkulus dan karies
Terapi fase II (fase bedah)
• Bedah periodontal
• Perawatan saluran akar
Terapi fase III (fase restoratif)
• Restorasi final
• Gigi tiruan cekat dan lepasan
Evalusi respons terhadap prosedur retoratif
• Pemeriksaan peridontal
Terapi fase IV (fase pemeliharaan / terapi periodontal suportif)
• Kunjungan berkala
• Plak dan kalkulus
• Kondisi gingiva (saku, inflamasi)
• Oklusi, mobiliti gigi
• Perubahan patologis lainnya
GT INTERMEDIATE
GTC
Definisi Prostodontics (Gigi Tiruan)
Gigi Tiruan (denture) adalah Suatu bentukan gigi yang menggantikan sebagian atau
seluruh gigi asli yang hilang dan atau jaringan pendukungnya. Gigi tiruan cekat merupakan
piranti prostetik permanen yang melekat pada gigi yang masih tersisa, yang menggantikan
satu atau lebih kehilangan gigi. Jenis restorasi ini telah lama disebut dengan gigi
tiruan jembatan (Shilingburg, dkk,1997).
2.2 Pemeriksaan pada Gigi Tiruan
Tujuan diagnosa dan perawatan pendahuluan mempunyai arti yang penting
terhadapsuksesnya pembuatan gigi tiruan untuk kebutuhan pasien. Diagnosa dan
perawatanpendahuluan pada pembuatan gigi tiruan mempunyai beberapa pertimbangan :
1. Membentuk kesehatan jaringan periodontal.
2. Pemulihan gigi pasien.
3. Pemulihan dan mengahrmoniskan hubungan oklusal.
4. Penggantian dari gigi yang hilang.
Jika pasien langsung dirawat tanpa melakukan diagnosa dan perawatan pendahuluan,
maka kegagalanlah yang akan dihadapi. Selain diagnosa dan perawatan pendahuluan, ada
hal-hal yang sama pentingnya, yaitu:
1. Penjelasan kepada pasien mengenai gigi tiruan yang akan dibuat, sehingga
pasienmengerti akan kegunaan gigitiruan tersebut.
2. Memastikan kebutuhan gigi tiruan untuk pasien.
3. Keinginan pasien yang berhubungan dengan kebutuhannya.
4. Hubungan rencana perawatannya dengan kebutuhannya.
5. Mendiagnosa pasien berarti melakukan anamnese dan
pemeriksaan terhadap pasien.Anamnese yaitu menanyakan kepada pasien
mengenai segala sesuatu yang adahubungannya dengan gigitiruan yang akan dipakainya.
1. Pemeriksaan subjektif.
Penyakit sistemik, misalnya: hipertensi, diabetes mellitus. Kebiasaan jelek, misalnya:
mengunyah di satu sisi, bruxism, dsb. Apakah pernah memakai gigitiruan, jika pernah
bagaimana keluhan- keluhan gigi tiruan yang lama.
2. Pemeriksaan objektif.
Pada pemeriksaan objektif ini,
pemeriksaan dapat dilakukan dengan melihatPalpasi Perkusi Sonde Termis Rontgen foto
Pemeriksaan ektra oral
1) B e n t uk m u k a / w a j ah
a. Dilihat dari arah depan (oval/ovoid, persegi/square,lonjong/tapering)
b. Dilihat dari arah samping (cembung, lurus, cekung)
2) B e n t uk bibir (panjang, pendek,
normal, tebal, tipis, tegang, kendor (flabby).Tebal tipis bibir akan mempengaruhi retensi gi
gitiruan yang akan dibuat,
dimana bibir yang tebal akan memberi retensi yang lebih baik.
3) S e ndi r aha n g (mengeletuk, kripitasi, sakit).
Pemeriksaan intra oral
1) P e m e r ik s aan t e r h adap gigi
a. Gigi yang hilang
b. Keadaan gigi yang tinggal (gigi yang mudah terkena karies,
banyaknyatambalan pada gigi, mobility gigi, elongasi, malposisi, atrisi. Jika
dijumpaiada kelainan gigi yang mengganggu pada
pembuatan gigi tiruan, makasebaiknya gigi tersebut dicabut.
c. Oklusi : diperhatikan hubungan oklusi gigi atas
dengan gigi bawah yangada. Angle klas I, II, dan III.
d. Adanya ovrclosed occlusion pada gigi depan, dapat disebabkan, antara lain karena :
(angular cheilosis, disfungsi dari TMJ, spasme otot-otot kunyah, Spasme otot-otot kunyah
dapat diperbaiki dengan
menambah dimensivertical pada pembuatan Gigi tiruan sebagian lepasan. Selain deep overb
ite,harus diketahui juga ukuran over jet dari gigi depan. Dalam
keadaannormal, ukuran over bite dan over jet ini berkisar antara 2 mm.
e. Warna gigi
Warna gigi pasien harus dicatat sewaktu akan membuat gigitiruansebagian lepasan
terutama pada pembuatan gigitiruan di daerah anterior untuk kepentingan estetis.
f. Oral hygiene
(adanya karang gigi, adanya akar gigi, adanya gigi yang karies,adanya peradangan pada
jaringan lunak, misalnya : gingivitis
g. Rontgen foto
Dengan rontgen foto dapat diketahui adanya:
kualitas tulang pendukung dari gigi penyangga
gigi-gigi yang terpendam, sisa-sisa akar
kista, kelainan periapikal
resorbsi tulang
sclerosis (penebalan tulang)
h. Resesi gingival
i. Vitalitas gigi
2. P e m e r ik s aan t e r ha d ap muko s a
Inflamasi, pada keadaan ini mukosa harus disembuhkan terlebih dahulusebelum dicetak.
(bergerak/tidak bergerak, keras/lunak).
3. P e m er i k s aan t e r had a p b e n tu k t ulang alv e o l a r
Bentuk U, V, datar, sempit, luas, undercut
4. R ua n g an t ar r a h ang
- Besar, dapat disebabkan karena pencabutan yang sudah terlalu lama
- Kecil, dapat disebabkan karena elongasi
- Cukup, minimal jaraknya 5 mm
5. A d a n y a t o r us
- Pada palatum disebut torus palatinus
- Pada mandibula disebut torus mandibula Torus ini bila keadaan mengganggupada
pembuatan gigitiruan, harus dibuang
6. P e m e r i k s aa n j a ri n g a n p e ndukung g i g i
7. P e m e r i k s aa n t e r h a d a p f r e nulum
Apakah perlekatannya tinggi
atau rendah sampai puncak alveolar, dimana jika perlekatan yang rendah akan
mengganggu gigitiruan yang dibuat,sehingga perlu dilakukan pembebasan.
Setelah dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan terhadap pasien, dapat
diketahui apakah masih perlu dilakukan perawatan pendahuluan sebagai
persiapanperawatan prostodonti
2.3 Syarat Gigi Tiruan yang Baik
1. material tidak berbau, berasa, halus, bersih, dan tidak mengiritasi, ukuran dan bentuk
harus sesuai, serta mempunyai retensi dan stabilisasi waktu dipakai dan berfungsi sehingga
enak dipakai,
2. dapat berfungsi untuk mengunyah makanan, mengucapkan kata dengan jelas, gerakan
seperti tertawa, menguap, batuk, minum dan lain-lain,
3. estetis dalam ukuran, bentuk, warna gigi dan gusi,
4. tidak menimbulkan gangguan atau kelainan dan rasa sakit, dan juga
5. cukup kuat terhadap tekanan pengunyahan dan pengaruh zat dalam makanan, minuman,
cairan ludah dan obat.
2.4 Akibat Kehilangan Gigi
Akibat kehilangan gigi tanpa penggantian menurut Aryanto (dalam Rahmawan, 2008)
adalah :
1. Migrasi dan Rotasi Gigi
Hilangnya kesinambungan pada lengkung gigi dapat menyebabkan pergeseran, miring
atau berputarnya gigi. Karena gigi ini tidak lagi menempati posisi yang normal untuk
menerima beban yang terjadi pada saat pengunyahan, maka akan mengakibatkan kerusakan
struktur periodontal. Gigi yang miring lebih sulit dibersihkan, sehingga aktivitas karies dapat
meningkat.
2. Erupsi berlebih.
Bila gigi sudah tidak memiliki antagonis lagi, maka akan terjadi erupsi berlebih (over
eruption). Erupsi berlebih dapat terjadi tanpa atau disertai pertumbuhan tulang alveolar. Bila
hal ini terjadi tanpa disertai pertumbuhan tulang alveolar, maka struktur periodontal akan
mengalami kemunduran sehingga gigi mulai extrusi. Bila terjadinya hal ini disertai
pertumbuhan tulang alveolar berlebih, maka akan menimbulkan kesulitan jika pada suatu
hari penderita perlu dibuatkan geligi tiruan lengkap.
3. Penurunan Efisiensi Kunyah
Mereka yang sudah kehilangan banyak gigi, apalagi yang belakang, akan merasakan
betapa efisiensi kunyahnya menurun. Pada kelompok orang yang dietnya cukup lunak, hal ini
mungkin tidak terlalu berpengaruh, maklum pada masa kini banyak jenis makanan yang
dapat dicerna hanya dengan sedikit proses pengunyahan saja.
4. Gangguan pada Sendi Temporo-mandibula.
Kebiasaan mengunyah yang buruk, penutupan berlebih (over closure), hubungan
rahang yang eksentrik akibat kehilangan gigi, dapat menyebabkan gangguan pada struktur
sendi rahang.
5. Beban Berlebih pada Jaringan Pendukung.
Bila penderita sudah kehilangan sebagian gigi aslinya, maka gigi yang masih ada akan
menerima tekanan mastikasi lebih besar sehingga terjadi pembebanan berlebih. Hal ini
mengakibatkan kerusakan membaran periodontal dan lama kelamaan gigi tadi manjadi
goyang dan akhirnya terpaksa dicabut.
6. Kelainan bicara
Kehilangan gigi depan atas dan bawah seringkali menyebabkan kelainan bicara,
karerna gigi ± khususnya yang depan ± termasuk bagian organ fonetik.
7. Memburuknya Penampilan
Menjadi buruknya penampilan karena kehilangan gigi depan akan megurangi daya tarik
wajah seseorang, apalagi dari segi pandang manusia modern.
8. Terganggunya Kebersihan Mulut
Migrasi dan rotasi gigi menyebabkan gigi kehilangan kontak dengan tetangganya,
demikian pula gigi yang kehilangan lawan gigitnya. Adanya ruang interproksimal tidak wajar
ini, mengakibatkan celah antar gigi mudah disisipi makanan. Dengan sendirinya kebersihan
mulut jadi terganggu dan mudah terjadi plak. Tahap berikutnya terjadi karies gigi. Pada tahap
berikut terjadinya karies gigi dapat meningkat.
9. Atrisi
Pada kasus tertentu dimana membran periodontal gigi asli masih menerima beban
berlebihan, tidak akan mengalami kerusakan, malahan tetap sehat. Toleransi terhadap beban ini
bisa berwujud atrisi pada gigi- gigi tadi, sehingga dalam jangka waktu panjang akan terjadi
pengurangan dimensi vertikal wajah pada saat keadaan gigi beroklusi sentrik.
10. Efek Terhadap Jaringan Lunak Mulut
Bila ada gigi yang hilang, ruang yang ditinggalkannya akan ditempati jaringan lunak
pipi dan lidah. Jika berlangsung lama, hal ini akan menyebabkan kesukaran adaptasi terhadap
geligi tiruan yang kemudian dibuat, karena terdesaknya kembali jaringan lunak tadi
daritempat yang ditempati protesis. Dalam hal ini, pemakaian geligi tiruan akan dirasakan
sebagai suatu benda asing yang cukup mengganggu.
2.5 Gigi Tiruan Cekat (GTC)
Gigi tiruan cekat merupakan piranti prostetik permanen yang melekat pada gigi yang
masih tersisa, yang menggantikan satu atau lebih kehilangan gigi. Jenis restorasi ini telah
lama disebut dengan gigi tiruan jembatan (Arifin, 2000).
Adapun indikasi dan kontraindikasi dari GTC, yaitu :
1. Kehilangan satu atau lebih gigi
2. Kurangnya celah karena pergeseran gigi tetangga ke daerah edentulus
3. Gigi di sebelah daerah edentulus miring
4. Splint bagi gigi yang memiliki ketebalan email yang cukup untuk dietsa.
Kontraindikasi pemakaian GTC :
1. Pasien yang tidak kooperatif
2. Kondisi kejiwaan pasien kurang menunjang
3. Kelainan jaringan periodonsium
4. Prognosis yang jelek dari gigi penyangga
5. Diastema yang panjang
6. Kemungkinan kehilangan gigi pada lengkung gigi yang sama
7. Resorbsi lingir alveolus yang besar pada daerah anodonsia.
Persyaratan GTC :
1. Persyaratan Mekanis
Gigi abutment : mempunyai sumbu panjang yang sejajar satu sama lain tanpa
membahayakan vitalitas pulpa
Bentuk dan ukuran cukup sehingga dapat di preparasi
Bentuk pontik : serupa gigi asli dan kuat
Mengembalikan fungsi pengunyahan
Kualitas bahan GTC baik
2. Persyaratan fisiologis
Tidak boleh menganggu kesehatan gigi abutment dan jaringan pendukung
lainnya (gusi, lidah, pipi)
Tubulus dentin bagus
Jaringan keras dalam keadaan baik
3. Persyaratan hygiene
Licin dan mengkilat
Mudah dibersihkan
Tidak menyebabkan retensi makanan
4. Persyaratan estetis
Menyerupai gigi asli
Warna sesuai
Nyaman digunakan
5. Persyaratan fungsional : oklusi dan artikulasi seimbang
2.5.1 Komponen GTC
Gigi tiruan cekat terdiri dari beberapa komponen, yaitu pontik, retainer, konektor,
danabutment, yang dapat diuraikan sebagai berikut :
a. Pontik, Merupakan bagian dari gigi tiruan jembatan yang menggantikan gigi asli yang
hilang dan berfungsi untuk mengembalikan:
Fungsi kunyah dan bicara
Estetis
Comfort (rasa nyaman)
Mempertahankan hubungan antar gigi tetangga mencegah migrasi / hubungan dengan gigi
lawan ektrusi
Berikut adalah klasifikasi pontik, antara lain:
a. Berdasarkan bahan
Berdasarkan bahan pembuatan pontik dapat diklasifikasikan atas:3
1) Pontik logam
Logam yang digunakan untuk membuat pontik pada umumnya terdiri dari alloy, yang setara
dengan alloy emas tipe III. Alloy ini memiliki kekuatan dan kelenturan yang cukup sehingga
tidak mudah menjadi patah atau berubah bentuk (deformasi) akibat tekanan pengunyahan.
Pontik logam biasanya dibuat untuk daerah-daerah yang kurang mementingkan faktor estetis,
namun lebih mementingkan faktor fungsi dan kekuatan seperti pada jembatan posterior.
2) Pontik porselen
Pontik jenis ini merupakan pontik dengan kerangka dari logam sedangkan seluruh
permukaannya dilapisi dengan porselen. Pontik ini biasanya diindikasikan untuk jembatan
anterior dimana faktor estetis menjadi hal yang utama. Pontik porselen mudah beradaptasi
dengan gingival dan memberikan nilai estetik yang baik untuk jangka waktu yang lama.
3) Pontik akrilik
Pontik akrilik adalah pontik yang dibuat dengan memakai bahan resin akrilik. Dibandingkan
dengan pontik lainnya, pontik akrilik lebih lunak dan tidak kaku sehingga membutuhkan
bahan logam untuk kerangkanya agar mampu menahan daya kunyah / gigit. Pontik ini
biasanya diindikasikan untuk jembatan anterior dan berfungsi hanya sebagai bahan pelapis
estetis saja.
4) Kombinasi Logam dan Porselen
Pontik ini merupakan kombinasi logam dan porselen dimana logam akan memberikan
kekuatan sedangkan porselen pada jenis pontik ini memberikan estetis. Porselen pada bagian
labial/bukal dapat dikombinasikan dengan logam yang bertitik lebur tinggi (lebih tinggi dari
temperature porselen). Tidak berubah warna jika dikombinasikan dengan logam, sangat
keras, kuat dan kaku dan mempunyai pemuaian yang sama dengan porselen. Porselen
ditempatkan pada bagian labial/bukal dan daerah yang menghadap linggir, sedangkan logam
ditempatkan pada oklusal dan lingual. Pontik ini dapat digunakan pada jembatan anterior
maupun posterior.
5) Kombinasi Logam dan Akrilik
Pada kombinasi logam dan akrilik ini, akrilik hanya berfungsi sebagai bahan estetika
sedangkan logam yang memberi kekuatan dan dianggap lebih dapat diterima oleh gingival
sehingga permukaan lingual/palatal dan daerah yang menghadap gusi dibuat dari logam
sedangkan daerah labial/bukal dilapisi dengan akrilik.
b. Berdasarkan hubungan dengan Jaringan Lunak
1) Pontik Sanitary
Pada pontik ini, dasar pontik tidak berkontak sama sekali dengan linggir alveolus sehingga
terdapat ruangan/jarak antara dasar pontik dengan linggir alveolus (1-3 mm), dan permukaan
dasar pontik cembung dalam segala aspek. Tujuan pembuatan dasar pontik ini adalah agar
sisa-sisa makanan dapat dengan mudah dibersihkan. Adanya bentuk pontik yang demikian
mengakibatkan kekurangan dalam hal estetis sehingga hanya diindikasikan untuk pontik
posterior rahang bawah(Arifin, 2000).
2) Pontik Ridge Lap
Bagian labial/bukal dari dasar pontik berkontak dengan linggir alveolus sedangkan bagian
palatal menjauhi linggir ataupun sedikit menyentuh mukosa dari linggir. Hal ini
mengakibatkan estetis pada bagian labial/bukal lebih baik, dan mudah dibersihkan pada
bagian palatal. Walaupun demikian menurut beberapa hasil penelitian, sisa makanan masih
mudah masuk ke bawah dasar pontik dan sulit untuk dibersihkan. Pontik jenis ini biasanya
diindikasikan untuk jembatan anterior dan posterior(Arifin, 2000).
3) Pontik Conical Root
Pontik conical root biasanya diindikasikan untuk jembatan imediat yang dibuatkan atas
permintaan pasien yang sangat mengutamakan estetis dalam kegiatan sehari-hari. Pontik ini
dibuat dengan cara bagian dasar pontik masuk ke dalam soket gigi yang baru dicabut kira-
kira 2 mm. pontik ini dipasang segera setelah dilakukannya pencabutan dan pada pembuatan
ini tidak menggunakan restorasi provisional.4
B. Retainer, adalah restorasi tempat pontik dicekatkan. Retainer direkatkan dengan semen
pada gigi penyangga yang telah dipersiapkan dan berfungsi sebagai stabilisasi dan retensi
(Arifin, 2000).
Retainer ekstrakorona : retainer yang retensinya berada dipermukaan luar mahkota gigi
penyangga
i. Full-veneer Crown Retainer
Indikasi:
- Tekanan kunyah normal/ besar
- Gigi-gigi geligi yang pendek
- Intermediare abutment paska perawatan periodontal
- Untuk gigi tiruan jembatan yang pendek maupun panjang
Keuntungan:
- Indikasi luas
- Memberikan retensi dan resistensi yang terbaik
- Memberikan efek splinting yang terbaik
Kerugian:
- Jaringan gigi yang diasah lebih banyak
- Estetis kurang optimal (terutama bila terbuat dari all metal)
ii. Partial-veneer Crown Retainer
Indikasi:
- Gigi tiruan jembatan yang pendek
- Tekanan kunyah ringan / normal
- Bentuk dan besar gigi penyangga harus normal
- Salah satu gigi penyangga miring
Keuntungan:
- Pengambilan jaringan gigi lebih sedikit
- Estetis lebih baik daripada FVC retainer
Kerugian:
- Indikasi terbatas
- Kesejajaran preparasi antara gigi penyangga sulit
- Kemampuan dalam hal retensi dan resitensi kurang
- Pembuatannya sulit (dalam hal ketepatan)
Retainer intrakorona : retainer yang retensinya berada dibagian dalam mahkota gigi
penyangga.
Bentuk: Inlay MO/DO/MOD dan Onlay
Indikasi:
- Gigi tiruan jembatan yang pendek
- Tekanan kunyah ringan atau normal
- Gigi penyangga dengan karies klass II yang besar
- Gigi penyangga mempunyai bentuk/ besar yang normal
Keuntungan:
- Jaringan gigi yang diasah sedikit
- Preparasi lebih mudah
- Estetis cukup baik
Kerugian:
- Indikasi terbatas
- Kemampuan dalam hal retensi dan resistensi
- Mudah lepas/patah
Retainer dowel crown : retainer yang retensinya berupa pasak yang telah disemenkan ke
saluran akar yang telah dirawat dengan sempurna.
Indikasi:
- Gigi penyangga yang telah mengalami perawatan syaraf
- Gigi tiruan jembatan yang pendek
- Tekanan kunyah ringan
- Gigi penyangga perlu perbaikan posisi/inklinasi
Keuntungan:
- Estetis baik
- Posisi dapat disesuaikan
Kerugian:
- Sering terjadi fraktur akar
C. Konektor, adalah bagian yang mencekatkan pontik ke retainer. Konektor harus dapat
mencegah distorsi atau fraktur selama gigi tiruan berfungsi (Arifin, 2000).
a. Konektor rigid : konektor yang tidak memungkinkan terjadinya pergerakan pada
komponen GTC. Merupakan konektor yang paling sering digunakan untuk GTC. Konektor
rigid dapat dibuat dengan cara:
Pengecoran (casting) : penyatuan dua komponen GTC dengan satu kali proses tuang
Penyolderan (soldering) : penyatuan dua komponen GTC dengan penambahan logam
campur (metal alloy) yang dipanaskan.
Pengelasan (welding) : penyatuan komponen GTC dengan pemanasan dan/atau tekanan.
b. Konektor nonrigid : konektor yang memungkinkan pergerakan terbatas pada komponen
GTC. Diindikasikan bila terdapat pier/intermediate abutment untuk penggangti beberapa gigi
yang hilang. Konektor nonrigid bertujuan untuk mempermudah pemasangan dan perbaikan
(repair) GTC. Contohnya adalah dovetail dan male and female.
D. Abutment, adalah gigi penyangga dapat bervariasi dalam kemampuan untuk menahan gigi
tiruan cekat dan tergantung pada faktor-faktor seperti daerah membran periodontal, panjang
serta jumlah akar.
Single abutment : hanya mempergunakan satu gigi penyangga.
Double abutment : bila memakai dua gigi penyangga.
Multiple abutment : bila memakai lebih dari dua gigi penyangga.
Terminal abutment : merupakan gigi penyangga paling ujung dari
diastema.
Intermediate / pier abutment : gigi penyangga yang terletak
diantara dua diastema (pontics).
Splinted abutment : penyatuan dua gigi penyangga pada satu sisi
diastema
Double splinted abutment : splinted abutment pada kedua sisi
Diastema (Arifin, 2000).
2.5.2 Macam Desain GTC
Adapun 6 macam desain dari GTC yang perbedaannya terletak pada dukungan yang ada
pada masing-masing ujung pontik. Kelima desain ini adalah:
a. Fixed-fixed bridge
Semua komponen digabungkan secara rigid, dengan cara penyolderan setiap unit individual
bersama atau menggunakan satu kali pengecoran. Memiliki dua atau lebih gigi penyangga.
GTC tipe ini menghasilkan kekuatan dan stabilitas yang sangat baik dan juga
mendistribusikan tekanan lebih merata pada restorasi. Serta memberikan efek splinting yang
sangat baik. Diindikasikan pada span pendek, atau untuk splinting pada gigi goyang dengan
kondisi periodontal kurang baik.
Indikasi → Penggantian 1 – 3 gigi yang saling bersebelahan; Pasien yang punya tekanan
kunyah normal – kuat; Gigi penyangga tidak terlalu besar.; Gigi penyangga derajat
goyangnya 1 (normal).
Kontra-Indikasi → Pontics/span yang terlalu panjang; Gigi penyangga memiliki kelainan
periodontal atau karies esktensif; Pasien yang masih muda dengan ruang pulpa besar.
Keuntungan → Memiliki indikasi terluas dari semua jenis GTJ; Punya efek splinting terbaik
dan karenanya sering digunakan sebagai perawatan penunjang periodontal.
Kerugian → Jika span terlalu panjang terjadi resiko adanya gaya ungkit/bent/efek flexural.
Hal ini terjadi pada saat makan, bolus makanan berada baik di gigi penyangga atau berada di
tengah span/pontik.
b. Semi fixed bridge
Pada jenis ini, gaya yang datang dibagi menjadi dua, menggunakan konektor rigid dan non
rigid sehingga tekanan oklusi akan lebih disalurkan ke tulang dan tidak dipusatkan ke
retainer. GTC tipe ini memungkinkan pergerakan terbatas pada konektor diantara pontik dan
retainer. Konektor tersebut dapat memberikan dukungan penuh pada pontik untuk melawan
gaya oklusal vertikal, dan memungkinkan gerakan terbatas pada respon terhadap gaya lateral.
Hal ini mencegah gerakan gerakan satu retainer yang mentransmisikan gaya torsional secara
langsung ke retainer lainnya sehingga dapat menyebabkan lepasnya retainer. Diindikasikan
pada span panjang dan jika terdapat pier/intermediate abutment pada pengganti beberapa gigi
yang hilang.
Syarat: Tekanan kunyah normal/ringan dan ukuran abutment normal.
Konstruksi: Non-rigid Connector di mesial diastema untuk mencegah tertariknya keykarna
gaya ACF.
Indikasi → Salah satu abutment miring >20° atau intermediate abutment; Kehilangan 1 atau
2 gigi dengan salah satu gigi penyangga vital; Kehilangan 2 gigi dengan gigi
penyangga intermediate.
Keuntungan → Adanya konektor non-rigid mencegah terjadinya gaya ungkit sebagaimana
yang terjadi pada GTJ rigid-fixed; Preparasi tidak terlalu ekstensif sehingga pasien yang
ruang pulpanya besar tidak menjadi masalah; Prosedur sementasi bertahap sehingga jika
terjadi kesalahan tidak semua unit harus diulang.
Kerugian → Pembuatan relatif sulit, terutama keakuratan kedua unit retainer; Harganya
relatif lebih mahal; Efek splinting kurang; Risiko fraktur pada kunci tinggi.
c. Cantilever bridge
Suatu gigitiruan yang didukung hanya pada satu sisi oleh satu atau lebihabutment.
Pada cantilever bridge ini, gigi penyangga dapat mengatasi beban oklusal dari gigitiruan.
GTC tipe ini tidak diindikasikan untuk daerah dengan beban oklusal besar. Apabila terkena
gaya lateral, maka gigi penyangga akan tipping, rotasi, atau drifting. Tidak diindikasikan pula
pada penggantian gigi dengan gigi penyangga nonvital sebagai terminal abutment. GTC tipe
ini diindikasikan untuk pengganti satu gigi yang hilang.
Syarat: tekanan kunyah ringan, abutment sehat, dukungan tulang baik.
Keuntungan → Desain sederhana, pembuatannya mudah namun hasil maksimal; Jaringan
yang rusak tidak banyak; Estetika paling baik karena kesederhanaan desainnya serta
menggunakan full-porcelain crown.
Indikasi → Regio anterior, khususnya gigi I2 yang beban oklusal kecil.
Kontra-Indikasi → Regio posterior, kecuali pada P2 bawah yang beban oklusalnya tidak
terlalu besar.
Kerugian → Punya daya mengungkit yang dapat merusak jaringan periodonsium (baik
tulang maupun mukosa); Terjadi rotasi palato-labial, namun hal ini jarang terjadi karena
adanya keseimbangan jaringan mukosa bibir, pipi, dan lidah; Indikasi sangat terbatas.
d. Spring cantilever bridge
Suatu gigitiruan yang didukung oleh sebuah bar yang dihubungkan ke gigi atau penyangga
gigi. Loop atau bar tersebut menghubungkan retainer dan pontik dipermukaan palatal.
Lengan dari bar yang berfungsi sebagai penghubung ini dapat dari berbagai panjang,
tergantung pada posisi dari lengkung gigi penyangga dalam kaitannya dengan gigi yang
hilang. Lengan dari bar mengikuti kontur dari palatum untuk memungkinkan adaptasi pasien.
Jenis gigitiriruan ini digunakan pada pasien yang kehilangan gigi anterior dengan satu gigi
yang hilang atau terdapat diastema di sekitar anterior gigi yang hilang.
Indikasi → Dimana estetika merupakan hal utama, GTJ jenis ini menjadi pilihan terbaik
karena letak gigi penyangga tidak tepat disebelah pontics sehingga tidak terlalu terlihat jika
menggunakan logam; Gigi dalam 1 regio tidak memungkinkan untuk digunakan sebagai gigi
penyangga, baik karena faktor anatomis (akar & periodontal) maupun karena faktor fisik
retainernya; Jika diperlukan adanya diastema (umumnya faktor estetik).
Kontra-Indikasi → Pasien muda yang mahkota klinisnya terlalu pendek sehingga kurang
retentif untuk dijadikan penyangga; Pada gigi di mandibula; Bentuk palatal tidak
memungkinkan, entah karena adanya torus atau bentuknya yang terlalu dangkal/dalam. Selain
alasan fungsional, faktor estetik juga menjadi masalah; Gigi penyangga tidak memiliki
kontak proksimal, menyebabkan gigi berisiko bergerak.
Keuntungan → Mendapat hasil estetika yang sangat baik; Waktu kunjungan relatif lebih
singkat; Desain umumnya disambut baik oleh pasien karena faktor estetika dan kekuatan
yang tahan lama; Tingkat kegagalan rendah selama preparasi dan pembuatannya benar.
Kerugian → Palatal bar dapat membengkok/patah suatu saat jika ada gaya yang cukup besar
seperti trauma atau sering bergerak atau bahkan secara alami; Meskipun waktu kunjungan
singkat, waktu pembuatan cukup lama dan kompleks serta butuh keahlian.
e. Compound bridge
Ini merupakan gabungan atau kombinasi dari dua macam gigitiruan cekat dan bersatu
menjadi suatu kesatuan. Diindikasikan pada pengganti gigi hilang yang membutuhkan
gabungan beberapa tipe GTC.
f. Adhesive bridge/resin-bonded fixed partial denture/maryland bridge
Merupakan GTC yang sangat konservatif karena preparasi yang sangat minimal.
Dilakukan preparasi gigi penyangga hanya sebatas email. GTC tipe ini terdiri dari satu atau
dua beberapa pontik yang didukung retainer tipis yang direkatkan dengan semen dengan
sistem etcing bonding ke email gigi penyangga di bagian lingual dan proksimal. Gigi
penyangga harus memiliki mahkota klinis yang cukup lebar agar dapat memberikan retensi
dan resistensiyang maksimal. Gigi tersebut juga tidak boleh goyang dan inklinasi
mesiodistalnya harus kurang dari 15derajat. Retensinya berupa mikromekanik antara
permukaan email dengan permukaan dalam retainer yang telah dietsa. Diindikasikan pada
GTC span pendek, abutment yang tidak membutuhkan restorasi, dan penggantian kehilangan
gigi anterior pada anak-anak, karena anak-anak masih memiliki ruang pulpa yang besar.
Kontraindikasi GTC tipe ini adalah penggantian ggi anterior dengan deep over bite.
A. Faktor yang perlu diperhatikan dalam memilih Gigi tiruan cekat
Terdapat beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam memilih tipe protesa yang tepat.
Faktor-faktor yang penting tersebut adalah faktor biomekanis, keadaan periodontal, estetis,
faktor financial, dan juga keinginan pasien.
a. Faktor Biomekanis
Persyaratan Biologis menuntut gigi penyangga dan jaringan yang mendukungdapat dipelihara
pada kondisi yang sehat. Restorasi harus dibuat dengan sedemikian rupa sehingga tidak
mudah terjadinya pengumpulan plaque yaitu dengan cara dipolished. Selain itu, restorasi
harus biokompatibel dan tidak mudah mengalami korosi.
Gigi-gigi penyangga harus mendekati kesejajaran dan dapat direstorasi tanpa membahayakan
pulpa. Preparasi gigi penyangga sebaiknya mencukupi untuk menyediakan kekuatan
restorasi. Selain itu, gigi-gigi penyangga sebaiknya dipreparasi untuk menyediakan retensi
yang adekuat untuk retainer, sehingga mencegah terlepasnya restorasi. Penting untuk
diketahui bahwa gigi tiruan harus cukup kuat agar tidak mudah pecah, tidak mudah patah,
dan mengalami distorsi.
b. Keadaan Periodontal
Harus dipastikan melalui hasil foto rontgen tidak ada kelainan pada jaringan periodontal.
Indikasi khusus pada gigi penyangga yang vital dan non vital dengan perawatan saluran akar,
aringan periodontal sehat, bentuk akar yang panjang, posisi dan inklinasi yang baik dalam
lengkung rahang, bentuk dan besar anatomis gigi normal, mahkota gigi punya jaringan email
dan dentin yang sehat.
c. Estetis
Pertimbangan estetis sebaiknya tidak mempengaruhi kekuatan Gigi Tiruan Cekat.
Bagaimanapun, tampilan emas yang tidak penting sebaiknya dihindari. Pontik sebaiknya
menggunakan warna, ukuran, dan bentuk yang tepat serta memiliki susunan dan karakteristik
yang tepat.
d. Faktor Finansial
Keadaan social-ekonomi serta tingkat pendidikan yang rendah membuat pengetahuan mereka
terbatas dalam hal pelayanan kesehatan gigi dan mulut sehingga mereka cenderung
menggunakan gigi tiruan lepasan yang harganya relative murah dibandingkan dengan gigi
tiruan cekat. Mereka beranggapan bahwa fungsi mastikasi merupakan hal yang utama untuk
penggantian gigi yang hilang.
2.5.3 Indikasi dan Kontraindikasi GTT
a) Pertimbangan Umum
Sikap pasien terhadap kesehatan gigi dan jaringan pendukung miliknya serta keinginannya
untuk bisa sembuh, dengan kata lain sabar dan mau bekerja sama dengan dokter gigi selama
perawatan berlangsung. Mengingat dalam pembuatan GTJ perlu waktu yang cukup lama dan
kunjungan berkala.
Pasien dari kalangan yang cukup mampu karena harga GTJ cukup mahal.
Memiliki OH yang tinggi. Pasien yang memiliki risiko karies tinggi menyebabkan GTJ tidak
bertahan lama, khususnya pada retainer/abutment dari GTJ tersebut.
b) Indikasi Umum
Secara psikologis, pasien (terutama yang mampu) menganggap GTL bukanlah bagian dari
tubuh mereka sehingga mereka menganggap GTC (dalam hal ini GTJ) merupakan pilihan
yang terbaik untuk menggantikan gigi mereka yang hilang. Selain itu segi estetika dan
higiensi juga diperhatikan karena pandangan umum menganggap GTL membuat mulut
menjadi bau dan dari segi estetik kurang.
Pada pasien yang punya penyakit sistemik, terutama yang menyebabkan
sinkop/kolaps/ketidaksadaran, maka penggunaan GTL umumnya dikontraindikasikan karena
berisiko lepas dan patah, sehingga untuk mengurangi rasa khawatir ini digunakan GTC
sebagai alternatifnya.
Pasien pasca-perawatan ortodontik seringkali kehilangan giginya akibat faktor kebutuhan
ruang. Seringkali kepercayaan diri pasien menjadi turun karena faktor ini dan karenanya
perlu gigi pengganti. Penggunaan GTJ diindikasikan karena kestabilan dan ketahanannya
untuk menjaga agar gigi tidak bergerak lagi.
Dalam pasien yang memerlukan perawatan periodontal, gigi-gigi yang goyang atau kurang
stabil akan dirawat dengan splinting, disini penggunaan GTJ diindikasikan
untuk splintingcekat sehingga pergerakan/kegoyangan gigi tidak makin parah dan
gaya/tekanan mastikasi dapat tersebar secara merata. Namun penting untuk diingat bahwa
GTH bukanlah sebagai perawatan utama namun sebagai penunjang karena gigi yang goyang
bukanlah gigi yang baik untuk digunakan sebagai gigi abutment.
Dari aspek bicara, penggunaan GTL dirasa kurang nyaman karena sering bergerak sehingga
mengganggu fungsi bicara. Penggunaan GTC dapat menghilangkan rasa tidak nyaman ini dan
memperbaiki fungsi bicaranya.
Membuat kestabilan proses mastikasi & membantu menyebarkan beban oklusal secara merata
ke jaringan periodonsium dan tulang rahang, dimana kedua faktor tersebut jarang dicapai di
dalam GTL.
c) Kontra-Indikasi Umum
Pasien yang tidak bisa diajak bekerjasama, seperti pada pasien anak-anak ataupun pasien yang
lanjut usia karena sulit untuk bersabar serta komunikasi yang sulit. Selain itu, pada pasien
yang secara medis mengalami penyakit seperti kejang-kejang mendadak atau gangguan otak
juga dikontraindikasikan karena dapat mengganggu proses preparasi.
Pasien yang masih muda karena ruang pulpanya masih besar. Sama seperti dengan pembuatan
mahkota tiruan, pembuatan GTJ perlu preparasi yang cukup ekstensif karena menggunakan
bahan PFM.
Pasien yang tidak bisa diadministrasi anestesi lokal (e.g. hipertensi, gangguan jantung, dll.).
Apabila masih memungkinkan gunakan obat yang tidak memakain epinefrin.
Pasien yang memiliki risiko karies tinggi serta penyakit periodontal.
Pasien yang memerlukan pontik gigi dalam jumlah besar, membuat length of span tinggi dan
menyebabkan beban GTJ makin besar, terutama pada jaringan periodontal dan gigi
penyangganya.
Pasien yang memiliki abutment teeth yang karies ekstensif dan merusak jaringan mahkota
seluruhnya atau terlalu parah. Selain itu gigi yang mengalami deformitas kongenital juga
tidak bisa digunakan.
Gigi penyangga mengalami rotasi/tilting – tidak dalam satu bidang sejajar.
2.5.4 Tahap-Tahap Pembuatan GTC
a) Tahapan Klinik I (Preparasi & Pembuatan GTJ)
Pemeriksaan, diagnosis, rencana perawatan, prognosis
Preparasi gigi abutment
Preparasi merupakan suatu tindakan pengerindaan atau pengasahan gigi untuk tujuan
menyediakan tempat bagi bahan restorasi mahkota tiruan atau sebagian pegangan gigi tiruan
jembatan (Smith dan Howe, 2007).
Persyaratan preparasi:
1. Kemiringan dinding-dinding aksial
Preparasi dinding aksial yang saling sejajar terhadap poros gigi sulit untuk menentukan arah
pemasangan. Disamping itu, semen juga sulit keluar dari tepi retainer sehingga jembatan
tidak bisa duduk sempurna pada tempatnya. Untuk itu, dibuat kemiringan yang sedikit konus
ke arah oklusal. Craige (1978) mengatakan bahwa kemiringan dinding aksial optimal berkisar
10-15 derajat. Sementara menurut Martanto (1981), menyatakan bahwa kemiringan
maksimum dinding aksial preparasi 7 derajat. Sedangkan Prayitno HR (1991) memandang
kemiiringan dinding aksial preparasi 5-6 derajat sebagai kemiringan yang paling ideal.
Kemiringan yang lebih kecil sulit diperoleh karena dapat menyebabkan daerah gerong yang
tidak terlihat dan menyebabkan retainer tidak merapat ke permukaan gigi. Retensi sangat
berkurang jika derajat kemiringan dinding aksial preparasi meningkat. Kegagalan pembuatan
jembatan akibat hilangnya retensi sering terjadi bila kemiringan dinding aksial preparasi
melebihi 30 derajat. Preparasi gigi yang terlalu konus mengakibatkan terlalu banyak jaringan
gigi yang dibuang sehingga dapat menyebabkan terganggunya vitalitas pulpa seperti
hipersensitifitas, pulpitis, dan bahkan nekrose pulpa. Kebanyakan literatur mengatakan
kemiringan dinding aksial preparasi berkisar 5-7 derajat, namun kenyataaannya sulit dlicapai
karena faktor keterbatasan secara intra oral (Prajitno, 1994).
2. Ketebalan preparasi
Jaringan gigi hendaklah diambil seperlunya karena dalam melakukan preparasi kita harus
mengambil jaringan gigi seminimal mungkin. Ketebalan preparasi berbeda sesuai dengan
kebutuhan dan bahan yang digunakan sebagai retainer maka ketebalan pengambilan jaringan
gigi berkisar antara 1-1,5 mm sedangkan jika menggunakan logam porselen pengambilan
jaringan gigi berkisar antara 1,5 – 2 mm. Pengambilan jaringan gigi yang terlaluy berlebihan
dapat menyebakan terganggu vitalitas pulpa seperti hipersensitivitas pulpa, pulpitis, dan
nekrosis pulpa. Pengamnbilan jaringan yang terlalu sedikit dapat mengurangi retensi retainer
sehingga menyebabkan perubahan bentuk akibat daya kunyah (Prajitno, 1994).
3. Kesejajaran preparasi
Preparsi harus membentuk arah pemasangan dan pelepasan yang sama antara satu gigi
penyangga dengan gigi penyangga lainnya. Arah pemasangan harus dipilih yang paling
sedikit mengorbankan jaringan keras gigi, tetapi dapat menyebabkan jembatan duduk
sempurna pada tempatnya (Prajitno, 1994).
Prinsip kesejajaran ini sangat memengaruhi kestabilan dari kedudukan GTJ nantinya, kecuali
pada GTJ yang sifatnya konektor non-rigid, cantilever bridge, atau telescopic bridge.
Sedangkan prinsip pengambilan jaringan berhubungan dengan kemampuan memegang
retainer dan kemampuan gigi dalam menerima beban kunyah tambahan (distribusi tekanan
dari pontik). Pada keadaan tertentu:
- Pada gigi yang pendek, untuk memperoleh retensi optimal dan mendapatkan kekuatan
untuk menahan beban, maka pengambilan oklusal pada daerah supporting cusp lebih banyak.
Bila perlu dengan tambahan groove sebagai penambah kemampuan resistensi.
- Pada diasteme yang sempit, pengambilan proksimal harus lebih banyak, agar konektor
bisa lebih tebal dan kuat.
- Pada span yang panjang, preparasi servikal sebaiknya mempunyai ketebalan optimal,
misalnya minimal dengan bentuk chamfer.
Ada beberapa tindakan khusus berupa modifikasi preparasi abutment untuk mendapatkan
kesejajaran, antara lain:
a. Jika salah satu terminal abutment miring
Penyesuaian dengan kurva oklusal, mengharuskan pengambilan lebih banyak pada
distooklusal. Analisa arah pemasukan dengan dental suveyor atau garis khayal, berupa garis
sejajar dengan garis bagi sudut yang terbentuk yang terbentuk oleh kedua sumbu kedua gigi
penyangga.
b. Terminal abutment dan gigi tetangganya miring
Kemungkinan jaringan mahkota gigi tetangga bagian mesial harus diambil sedikit agar tidak
menghalangi insersi bridge.
c. Setiap terminal abutment miring dengan kedua sumbu konvergen
Sisi yang berhadapan dengan diastema dipreparasi sejajar garis bagi sudut yang dibentuk oleh
kedua sumbu gigi. Sedang disisi lain dipreparasi sesuai dengan sumbu gigi masing-masing.
Tetapi bila kedua sumbu gigi divergen tidak bisa ditolerir dengan pengasahan, sehingga harus
dilakukan dulu perbaikan posisi / inklinasinya atau dibuat non-vital (merupakan terapi
pendahuluan)
d. Posisi gigi diluar lengkung karena sedikit rotasi
Pada keadaan demikian perlu pengambilan jaringan yang lebih banyak. Daerah yang keluar
dari lengkung lebih banyak dipreparasi.
e. Salah satu abutment sedikit palatoversi/labioversi
Pada keadaan gigi penyangga miring ke lingual maka lebih banyak terjadi pengambilan di
daerah lingual, pada gigi penyangga yang protrusi maka lebih banyak terjadi pengambilan di
daerah labial.
4. Preparasi mengikuti anatomi gigi
Preparasi yang tidak mengikuti anatomi gigi dapat membahayakan vitalitas pulpa juga dapat
mengurangi retensi retainer gigi tiruan jembatan tersebut. Preparasi pada oklusal harus
disesuaikan dengan morfologi oklusal. Apabila preparasi tidak mengukuti morfologi gigi
maka pulpa dapat terkena sehingga menimbulkan reaksi negatif pada pulpa (Prajitno, 1994).
5. Pembulatan sudut-sudut preparasi
Preparasi yang dilakukan akan menciptakan sudut-sudut yang merupakan pertemuan dua
bidang preparasi. Sudut-sudut ini harus dibulatkan karena sudut yang tajam dapat
menimbulkan tegangan atau stress pada restorasi dan sulit dalam pemasangan jembatan
(Prajitno, 1994).
Tahap-tahap preparasi gigi penyangga:
1. Pembuatan galur
Untuk gigi anterior, galur proksimal dapat dibuat dengan baik bila gigi bagian labiopalatal
cukup tebal. Galur berguna untuk mencegah pergeseran ke lingual atau labial dan berguna
untuk mendapatkan ketebalan preparasi di daerah tersebut. Galur pada gigi anterior dapat
dibuat dengan bur intan berbentuk silinder (Prajitno, 1994).
2. Preparasi bagian proksimal
Tujuannya untuk membuat bidang mesial dan distal preparasi sesuai dengan arah pasang
jembatannya. Selain itu untuk mengurangi kecembungan permukaan proksimal yang
menghalangi pemasangan jembatan. Preparasi bagian proksimal dilakukan dengan
menggunakan bur intan berbentuk kerucut. Pengurangan bagian proksimal membentuk konus
dengan kemiringan 5-10 derajat (Prajitno, 1994).
3. Preparasi permukaan insisal atau oklusal
Pengurangan permukaan oklusal harus disesuaikan dengan bentuk tonjolnya. Preparasi
permukaan oklusal untuk memberi tempat logam bagian oklusal pemautnya, yang menyatu
dengan bagian oklusal pemaut. Dengan demikian, gigi terlindungi dari karies, iritasi, serta
fraktur (Prajitno, 1994).
4. Preparasi permukaan bukal atau labial dan lingual
Pengurangan permukaan bukal menggunakan bur intan berbentuk silinder. Preparasi
permukaan bukal bertujuan untuk memperoleh ruangan yang cukup untuk logam pemaut
yang memberi kekuatan pada pemaut dan supaya beban kunyah dapat disamaratakan
(Prajitno, 1994).
5. Pembulatan sudut preparasi bidang aksial
6. Pembentukan tepi servikal
Batas servikal harus rapi dan jelas batasnya untuk memudahkan
pembuatan pola malamnya nanti. Ada beberapa bentuk servikal:
a.Tepi demarkasi (feater edge)
b.Tepi pisau (knife edge)
c.Tepi lereng (bevel)
d.Tepi bahu liku (chamfer )
e.Tepi bahu (shoulder) (Prajitno, 1994).
Dalam setiap preparasi, selalu ingat mengenai prinsip dan syarat preparasi seperti yang sudah
dibahas pada pemicu sebelumnya. Alat-alat seperti bur, handpiece, dan alat standar secara
umum sama seperti preparasi mahkota tiruan penuh, perbedaan hanya terletak pada prinsip
utama pembuatan GTJ, yaitu prinsip kesejajaran pada gigi penyangganya. Berbeda
dengan full crown, preparasi gigi abutment tetap harus mengingat fungsi utamanya dalam
GTJ, sehingga harus memenuhi prinsip:
Kesejajaran antar gigi penyangga dan arah insersi
Pengambilan jaringan seoptimal mungkin
Retraksi gingiva
Tindakan ini merupakan tindakan yang mendahului tahap pencetakan gigi. Merupakan
tindakan penarikan/pemisahan sementara free gingiva dari gigi yang dipreparasi dengan
tujuan mendapatkan tepi preparasi servikal yang jelas saat pencetakan serta menghindari luka
pada gusi saat preparasi gigi di sulkus gingiva. Sebelum diretraksi, dilakukan pemeriksaan
gigi tetangga apakah karies atau drifting sehingga harus diperbaiki serta dilanjutkan
dengan pembersihan debris. Ada 4 cara retraksi gingiva, yaitu:
Mekanis (benang surgical silk 0,3 mm atau copper band atau MTS)
Kimia (larutan kimia hemostatik dan tidak ada vasokonstriktor)
Kombinasi (Benang yang mengandung larutan kimia)
Bedah elektrosurgikal
Kesalahan pada retraksi gingiva dapat menyebabkan resesi gusi, atrofi gusi, ekspos akar gigi,
atau shock tekanan darah jika retraction cord mengandung vasokonstriktor (e.g. adrenalin).
Pencetakan dan pembuatan die model
Setelah dilakukan retraksi, maka pencetakan dan pembuatan die model dapat dimulai. Pilih
jenis (stock/individual) dan ukuran sendok cetak sesuai dengan ukuran rahang dan material
cetak apa yang akan digunakan. Untuk pembuatan GTJ umumnya material yang digunakan
bersifat elastomer dengan tujuan mendapatkan detail yang akurat. Ingat selalu bahwa
sebelum dicetak, gigi harus dalam keadaan kering dan bebas dari cairan saliva.
Pembuatan catatan gigit
Tahap ini ditujukan untuk mendapatkan hubungan dari model RA & RBsebagaimana
hubungan tersebut didapat di dalam mulut pasien, sehingga didapatkan GTC yang stabil
oklusinya (oklusi sentris). Umumnya catatan gigit dibuat menggunakan bite registration
paste/bitewax.
Penentuan warna (shade)
Penentuan warna GTC dilakukan untuk mendapat warna gigi yang sesuai dengan warna gigi-
gigi tetangganya. Umumnya cara yang paling banyak dipakai saat ini adalah dengan
menggunakan shade guide dari pabrik yang mengeluarkan bahan GTC yang kita gunakan.
Kesamaan pabrik antara shade guide dengan material yang kita gunakan di labroatorium
sangat penting karena tiap-tiap pabrik memiliki warna yang berbeda untuk satu kode yang
sama (Contoh: untuk kode A1 antara pabrik A dan pabrik B bisa ada perbedaan warna).
Dalam penentuan warna gigi harus:
Dalam keadaan basah (sehari-hari gigi itu berada nantinya)
Pencahayaan terang dari lampu neon (bukan lampu DU) dan tidak boleh tertutupi oleh
bayangan.
Pembuatan Mahkota Sementara gigi abutment dan pontik sementara
Mahkota Sementara
Pembuatannya bisa secara direct atau indirect. Jika secara direct, maka saat sebelum
dipreparasi, jika gigi mengalami karies/fraktur, ditutupi dengan malam membentuk kontur
anatomis normal, kemudian dilakukan pencetakan. Setelah dipreparasi, cetakan negatif
(alginat) pada gigi itu diisi dengan resin akrilik kemudian dipasangkan di gigi hasil preparasi
yang sudah diberi vaselin agar tidak menempel di gigi. Setelah mengeras sedikit, resin akrilik
dirapikan seperlunya (dipotong bagian yang berlebih) dan setelah full setting cetakan dilepas
dan MTS dipoles. Jika secara indirect, maka tahap-tahap tersebut dilakukan pada model gigi
dan kemudian setelah jadi MTS dicobakan di gigi pasien.
Cara diatas merupakan pembuatan mahkota sementara secara fabricated. Cara lain adalah
dengan menggunakan mahkota sementara prefabricated. Berbeda dengan cara fabricated, ada
beberapa macam bahan mahkota sementara digunakan, sepertialuminium,
akrilik, dan seluloid. Prosedur pemakaiannya: o Pemilihan mahkota sementara, untuk gigi
depan harus diperhatikan warna, bentuk dan besar yang sesuai. o Adaptasi bagian servikal
dan bagian dalam mahkota. Bagian servikal setiap mahkota sementara tidak boleh menekan
bagian gingival untuk mencegah resesi.
Pontik Sementara
Pembuatan pontik sementara dilakukan sebelum pencetakan untuk pembuatan GTJS pada
retainernya. Disini pontik dibuat dengan menggunakan wax (biasanya inlay wax) dan
kemudian baru dilakukan pencetakan untuk pembuatan MTS di gigi abutment.
b) Tahapan Klinik II (Evaluasi GTJ)
Setelah GTJ selesai difabrikasi dari laboratorium (belum jadi sepenuhnya baru backing
logam), sebelum dipasangkan pada pasien GTJ ini perlu dievaluasi terlebih dahulu, terutama
pada kualitas backing logam dan facing porcelainnya (pada tipe PFM), namun jika tidak
menggunakan bahan ini maka tidak perlu dievaluasi. Disini dievaluasi kecekatan GTC,
ketepatan marginal, kontak proksimal, ruang untuk facing, kontak oklusal dan artikulasi. Jika
evaluasinya baik, maka backing logam ini dikembalikan lagi ke laboratorium untuk dibuatkan
facing porselennya. Setelah jadi sepenuhnya, kembali dilakukan evaluasi pemeriksaan di gigi
pasien namun belum disementasi secara permanen. Evaluasi ini meliputi:
Kecekatan (fitness/self retention)
GTC harus memiliki kecekatan yang maksudnya saat dipasangkan bisa pas dan tidak jatuh
saat dipasang di gigi hasil preparasi dan mampu melawan gaya-gaya ringan yang berlawanan
dengan arah insersi tanpa sementasi.
Marginal fitness & integrity
Diperiksa pada bagian tepi servikal restorasi menggunakan sonde halfmoon; apakah ada
bagian yang terlalu pendek atau terbuka serta dilakukan pemeriksaan mengelilingi servikal.
Kemudian dilihat juga kondisi gusi, apakah mengalami kepucatan (menandakan tepi servikal
yang terlalu panjang sehingga menekan gusi). Disini perlu dilakukan pengurangan panjang
namun jangan sampai terlalu pendek yang dapat berakibat terbukanya tepi restorasi.
Kontak proksimal
Kontak tidak boleh terlalu menekan, overhanging, atau overkontur (terlalu ke labial atau
lingual atau oklusal). Perhatikan juga efek dari ACF karena gaya ini sangat berpengaruh
terhadap kondisi inklinasi gigi. Pengecekan dilakukan dengan menggunakan benang gigi dan
dilewatkan di proksimal gigi tetangga ataupun antar GTC. Disini benang harus mengalami
hambatan ringan namun tidak sampai merobek benang.
Stabilitas dan adaptasi ke mukosa gingiva
Merupakan kedudukan pada gigi penyangga harus tetap dan tepat, sehingga tidak goyang,
memutar, ataupun terungkit meskipun tidak diberi gaya. Untuk masalah faktor ungkit
umumnya diperiksa dengan menekan salah satu gigi penyangga. Adaptasi mukosa tentu perlu
karena nantinya GTJ akan menekan gusi meskipun ringan namun tetap tidak boleh membuat
perubahan warna pada gusi yang dapat berujung pada resesi serta untuk memaksimalkan
efek self cleansing pada daerah embrasurnya.
Penyesuaian oklusal
Pemeriksaan dilakukan menggunakan kertas artikulasi dan diletakan di titik kontak dan titi
oklusi dan suruh pasien menggigit kertas tersebut dalam kondisi oklusi sentris. Hasil yang
baik adalah tidak adanya tanda pada hasil restorasi yang menandakan bahwa oklusi sudah
nyaman dan tidak ada yang mengganjal atau ketidaknyamanan saat beroklusi. Hal ini perlu
karena ketidaknyamanan ini dapat berujung pada gangguan sistem mastikasi.
Estetika
Syarat estetis selalu menjadi poin utama dalam setiap restorasi, khususnya pada masa kini
dimana pasien menginginkan restorasinya sewarna gigi dan seideal mungkin, maka pada
bagian yang terlihat saat tersenyum (anterior dan sebagian kecil posterior) maka restorasi
harus sewarna gigi tetangganya dan harus mengikuti kontur, anatomi, dan bentuk normal gigi
tersebut.
c) Tahapan Klinik III (Sementasi dan Insersi)
Tahap pemasangan dilakukan dengan cara melakukan sementasi dari retainer pada GTJ ke
gigi penyangga menggunakan semen permanen yang tidak larut dalam cairan mulut sehingga
GTJ dapat berfungsi penuh. Pemasangan dapat bersifat sementara ataupun permanen namun
umumnya bahan yang digunakan sama hanya berbeda tujuannya. Pemilihan bahan sementasi
didasarkan pada:
Besar beban kunyah
Jika tekanan kunyah besar maka memerlukan bahan yang memiliki compressive
strength tinggi untuk mencegah terjadinya retak dikemudian hari dan dapat menyebabkan
lepasnya GTJ. Jika tekanan kunyah berisiko menimbulkan gaya ungkit makan bond
strength ke gigi juga harus baik.
Jumlah gigi penyangga
Jika jumlah gigi penyangga cukup banyak (GTJ long span) maka bahan semennya perlu
memiliki working time panjang dan flow tinggi untuk mencegah terjadinya pengerasan yang
terlalu awal sebelum gigi dipasangkan mengingat jumlah retainer yang akan disemen banyak.
Keadaan gigi penyangga
Pada gigi penyangga yang mengalami hiperemia namun masih vital maka sementasi
dilakukan dengan bahan yang pH tinggi (basa). Jika gigi kurang retentif semen perlu
punya bond strength & film thickness tinggi. Apabila sifat gigi penyangga merupakan MT
pasak logam maka perlu menggunakan bahan semen yang dapat berikatan dengan baik
dengan logam.
Desain dan bahan gigi tiruan
Desain dan bahan gigi tiruan berpengaruh pada estetika dan fungsional GTC nantinya. Jika
bahan gigi tiruan adalah akrilik yang translusen maka tentunya semen harus memiliki warna
yang sebisa mungkin mirip dengan warna gigi, sedangkan untuk desain tertentu maka semen
harus punya tingkat kelarutan yang rendah.
Penyemenan jembatan berarti melekatkan jembatan dengan semen pada gigi penyangga
di dalam mulut. Persiapan gigi penyangga sebelum penyemenan perlu dilakukan dengan
sebaik-baiknya untuk mencegah perubahan relasi oklusal dan tepi gingiva, yang mungkin
juga disebabkan tekanan hidrolik yang mengganggu pulpa. Hal tersebut harus dihindari oleh
operator (Smith dan Howe, 2007).
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan diatas bahan semen yang umum digunakan
antara lain GIC, Semen Resin, Zinc-Polikarbonat, dan Zinc-Fosfat.
Glass-Ionomer Cement
Merupakan bahan semen yang paling banyak dipakai karena kemampuan biokompatibilitas
ke jaringan dan restorasi yang baik melalui ikatan kimia. Terdiri atas bubuk dan liquid yang
mengandung fluor sebagai proteksi dari karies. Saat pemasangan pastikan gigi tidak
terkontaminasi oleh saliva karena sifat semen yangwater-based. Apabila material yang
digunakan adalah logam logam tersebut dilapisi dengan opaquer terlebih dahulu. Sayangnya
karena daya larut yang rendah risiko kebocoran tepi servikal tinggi.
Resin Cement (Zinc Siloco Phosphate Cement)
Semen ini sudah tidak banyak dipakai karena sifatnya yang asam sehingga restorasi tidak
tahan lama dan mengiritasi jaringan. Namun semen ini karena memiliki komposisi resin
maka sifat translusensinya sangat baik. Biasanya semen ini digunakan pada retainer yang
menggunakan material akrilik atau porselen serta gigi penyangga yang non-vital (dowell
crown).
Zinc Poly-Carboxylate Cement
Merupakan bahan semen jenis akrilik dengan paduan antara bubuk dan liquidnya akan
menurunkan pH serta meningkatkan bond strength karena reaksi dengan kalsium gigi dan
kandungan fluornya. Sifat adhesif ke logam tinggi sehingga banyak dipakai untuk sementasi
Pasak-Inti. Kekurangannya adalah setting time yang cepat sehingga tidak cocok untuk GTJ
dengan span panjang atau multiple abutment bridge. Tingkat kekerasannya juga masih
dibawah semen zinc-fosfat.
Zinc Phosphate Cement
Merupakan bahan semen yang paling pertama dikeluarkan tetapi masih menjadi pilihan
utama karena memiliki tingkat kekerasan, film thickness dan setting time yang memadai.
Semen ini juga punya pilihan warna sehingga tidak terlalu mencolok. Sayngnya pH semen ini
rendah sehingga berisiko mengiritasi pulpa saat belum mengeras. Oleh karena itu biasanya
diberikan pelaps untuk proteksi pulpa dengancavity varnish.
Prosedur sementasi adalah sebagai berikut:
Pembersihan bagian dalam retainer dari debris atau lemak dengan alkohol lalu keringkan
dengan air spray. Lakukan hal yang sama pada gigi penyanggan namun menggunakan larutan
antiseptik (jika alkohol dapat dehidrasi jaringan). Jika semen yang digunakan bersifat asam,
gig penyangga dapat terlebih dahulu dilapisi dengancavity varnish di daerah dekat pulpa atau
diaplikasikan kalsium hidroksida.
Blokir semua daerah insersi dengan gulungan kapas untuk mencegah terjadinya kontaminasi
oleh saliva serta gunakan saliva ejector. Berikan separator oil di dasar pontik dan interdental
untuk memudahkan pengambilan sisa semen yang berlebih.
Lakukan manipulasi semen sesuai petunjuk pabrik lalu oleskan semen di bagian dalam
retainer dan di gigi penyangga, lalu pasang sesuai dengan arah dan posisi yang benar. Tekan
secara bertahap masing-masing retainer untuk membuat semen mengalir dengan baik dan
mencegah adanya jebakan udara.
Lihat kondisi oklusi sentris dan fitnessnya, jika masih salah lepas segera dan ulangi
lagi. Jika sudah baik, GTJ ditekan dengan jari secara merata atau pasien dapat diminta untuk
menggigit dengan alat khusus sampai semen mencapai setting time. Buang sisa kelebihan
semen dengan sonde atau eksavator kecil dan menggunakan benang gigi di bagian
interdental.
2.5.5 Hukum Ante
Dalam Pembuatan Gigi Tiruan Jembatan sebaiknya berpatokan pada hukum Ante.
Hukum Ante adalah konsep yang dikemukakan pada tahun 1800an dan masih digunakan
sampai sekarang. Hukum ante menyatakan bahwa "Luas area permukaan akar gigi penyangga
harus sama atau lebih besar dari luas area permukaan akar gigi yang hilang atau daerah
anodonsia". Dalam keadaan tertentu, kita tidak perlu mentaati hukum Ante, pada keadaan :
• Akar gigi penyangga (abutment teeth) panjang, kokoh dan tertanam baik dalam proc.
Alveolaris.
• Tekanan kunyah yang ringan atau tidak berkontak sama sekali, misal gigi lawan merupakan
removable denture, sehingga tekanan kunyah tidak akan sama dengan gigi asli.
• Bentuk akar gigi penyangga yang tebal dan besar.
2.5.6 Syarat Pemakai Gigi Tiruan Cekat
1. Usia penderita : 20 s/d 50 tahun
a. < 20 Tahun
- Foramen apikal yang masih terbuka dan bisa fraktur
- Saluran akar masih lebar sehingga preparasi terbatas
- Proses pertumbuhan masih aktif dapat dilihat pertumbuhan gigi dengan rontgen dapat
menghambat pertumbuhan tulang
b. > 50 Tahun
- Sudah terjadi resesi gingiva dan terlihat servikal gigi
- Terjadi perubahan jaringan pendukung & resobsi tulang alveolar secara fisiologis
- Kelainan jaringan yang bersifat patologis
2. Penyakit sistemik
Pada penderita dengan epilepsi sebaiknya direncanakan pembuatan jembatan daripada gigi
tiruan lepasan.
3. Kondisi Periondisium
a. Gigi penyangga:
- Jaringan periodontal sehat
- Bone support baik
- Bentuk akar yang panjang
- Posisi dan inklinasi yang baik dalam lengkung rahang
- Bentuk dan besar anatomis gigi normal
- Mahkota gigi punya jaringan email dan dentin yang sehat
2. Gigi antagonis:
Oklusi normal
3. Gigi tetangga :
Tidak mengalami rotasi, migrasi, miring
2.5.7 Keuntungan dan Kerugian GTC
1. Keuntungan
• Karena diletakkan pada gigi asli sehingga tidak mudah terlepas atau tertelan
• Dirasakan seperti gigi sendiri oleh pasien
• Tidak mempunyai clasp (pendekap) yang dapat menyebabkan keausan pada enamel gigi
• Melindungi gig terhadap tekanan
• Dapat mempunyai efek spint (efek belat) yang melindungi gigi terhadap stress (tegangan)
• Mendistribusikan stress (tegangan) fungsi ke seluruh gigi sehingga menguntungkan jaringan
pendukungnya (Abu Bakar, 2012).
2. Kerugian
• Ditempatkan permanen sehigga sulit untuk mengontrol plak
• Dapat menyebabkan peradangan mukosa dibawah pontik
2.6 Pengaruh Penyakit Sistemik Terhadap Perawatan Prostodontik
A. Arteriosclerosis
Secara klinis penyakit ini dapat terjadi dalam banyak cara (angina pectoris, infark
jantung, hipertensi, dan gagal jantung kongestive). Pada pasien dengan penyakit ini sering
berkurangnya keahlian motorik dan bisa terjadi kebingungan dan pikiran kosong sehingga
sukar untuk dirawat. Arterial hipertensi sering dirawat dengan obat anti hipertensi yang efek
sampinganya dapat mengurangi laju saliva. Pasien penyakit symptomatik arteriosclerotik
vascular, perawatan prostodontik tidak boleh tanpa adanya konsultasi terlebih dahulu dengan
dokter umum.
B. Endocarditis
Penyakit ini biasanya disebabkan oleh dua kondisi predisposisi:
• suatu peningkatan kerusakan kardiak
• penurunan daya immunocompeten
Pada pasien ini harus diberikan antibiotik profilaksis yang dikombinasikan dengan
intervensi yang dapat menimbulkan bakteremia sebagai suatu pencegahan (pengoptimalan
OH).
C. Respiratory Disorder
Sebagai contoh, asma atau bronchitis secara khusus memilki pernapasan yang
hiperaktive, sesak napas, dyspenea dan batuk. Pasien i ni harus selalu dirawat dengan posisi
duduk yang tegak pada dental chair. Hal ini penting bagi pasien agar terhindar dari
semprotan air dan partikel girborne seperti resin komposit saat penempatan gigi tiruan
penuh.
D. Diabetes melitus
Tanda klinis manifestasi oralnya adalah:
• mulut kering, sering haus
• lidah merah dan terasa nyeri
• bau nafas seperti bau keton
• gigi geligi goyang atau lepas
• luka sulit sembuh
• resorpsi cepat, gigi tiruan cepat longgar, sehingga harus sering dikontrol.
Terkadang pasien harus dikonsultasikan terlebih dahulu ke spesialis penyakit dalam.
Pada saat melakukan perawatan, beberapa hal yang harus dihindari :
• hindari trauma
• desain jangan dibuat paradental, tetapi gingival karena gigi geligi tidak kuat.
E. Arthritis
Kebanyakan pasien seperti ini mengkonsumsi obat-obatan seperti aspirin atau
corticosteroid dalam jangka waktu yang lama dan dapat mempengaruhi perawatan gigi akibat
efek sampingnya. Pasien dengan infeksi oral harus dilakukan proteksi untuk melawan
bakteremia dan timbulnya infeksi sekunder dengan dilakukannya terapi antibiotik profilaksis.
Dokter gigi harus mengkonsultasikan pasienya pada dokter umum untuk menentukan
kebutuhan antibiotiknya.
PEMBAHASAN
Diagnosa dan perawatan pendahuluan mempunyai arti yang penting
terhadapsuksesnya pembuatan gigi tiruan untuk kebutuhan pasien. Jika pasien langsung dira
wattanpa melakukan diagnosa dan perawatan pendahuluan,
maka kegagalanlah yang akandihadapi. Pemeriksaan teridiri dari 3 jenis, yaitu pemeriksaan
subjektif, objektif, dan penunjang. Pemeriksaan subjektif yaitu pemeriksaan yang dilakukan
dengan tanya jawab. Cara ini umumnya dilakukan untuk mencari riwayat penyakit dan data
pribadi pasien dan keluarga. Biasanya disebut dengan anamnesis. Pemeriksaan objektif
meliputi pemeriksaan intraoral dan ekstraoral. Pemeriksaan ekstraoral meliputi pemeriksaan
terhadap bentuk muka/wajah. Dilihat dari arah depan bentuk wajah tampak Oval/ovoid,
Persegi/square, Lonjong/tapering dan dilihat dari arah samping tampak cembung, lurus,
cekung. Bentuk bibir tampak panjang, pendek, normal, tebal,tipis, Flabby. Sendi Rahang
terlihat menggeletuk, krepitasi, sakit. Pemeriksaan intraoral meliputi pemeriksaan terhadap
gigi, antara lain meliputi gigi yang hilang, keadaan gigi yang tinggal, gigi yang mudah
terkena karies, banyaknya tambalan pada gigi, mobilitas gigi, elongasi, malposisi, atrisi. Jika
dijumpai adanya kelainan gigi yang mengganggu pada pembuatan gigi tiruan, maka
sebaiknya gigi-gigi tersebut dicabut. Selanjutnya setelah dilakukan pemeriksaan subjektif dan
objektif agar lebih akurat dilakukan pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaanradiografi
yang Berfungsi sebagai informasi tambahan bagi pemeriksan klinis.
Penegakkan diagnosa dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan subyektif, obyektif, dan
penunjang. Setelah didapatkan hasil pemeriksaan kemudian dilakukan prognosis. Prognosis
adalah peramalan dari kemungkinan dan akhir suatu penyakit, sebuah perkiraan kemungkinan
hasil akhir gangguan atau penyakit, baik dengan atau tanpa pengobatan.Sebelum melakukan
tindakan rehabilitatif dengan membuatkan GTC, dokter gigi harus melakukan perawatan
pendahuluan terlebih dahulu dengan tindakan bedah, periodonti, konservatif maupun
orthodonti sesuai dengan kondisi pasien dan jika pasien memiliki penyakit sistemik, hal ini
memerlukan cukup perhatian khusus . Tahap selanjutnya adalah proses pembuatan gigi tiruan
tetap. Penentuan desain dari gigi tiruan cekat (GTC) merupakan salah satu faktor penentu
keberhasilan atau kegagalan gigi tiruan. Dari sini kita mendapatkan prognosa yang baik untuk
kedepannya Cara penentuan desain GTC dengan cara mengetahui indikasi dan
kontraindikasi, menentukan macam dukungan dari setiap sadel, menentukan macam retainer,
dan terakhir menentukan macam konektor yang akan digunakan. Komponen-komponen gigi
tiruan tetap terdiri dari pontik, retainer, konektor dan abutment. Desainer harus didasarkan
pada pengetahuan dan ketrampilan operator dan proses pembuatan desain harus
memperhatikan faktor-faktor estetis, stabilisasi, retensi, oklusi, kenyamanan, mudah
dibersihkan dan faktor biaya.
Setelah proses pembuatan GTC selesai, tahap berikutnya adalah tahap pemasangan
GTC kedalam mulut pasien. Pemeliharaan kesehatan mulut untuk menunjang jesehatan
gingiva disekitar gigi tiruan dan giginya sendiri. Pemeliharaan yang harus dilakukan oleh
pasien terdiri dari 4 tindakan yang bertujuan untuk menghilangkan plak dan sisa makanan
berupa penghilangan plak, mengurangi makanan/minuman yang asam dan kariogenik,
penggunaan obat kumur dengan tujuan menghambat pertumbuhan plak, misalnya dengan
chlorhexidine dan pemeriksaan ulang rutin setiap 3 – 6 bulan ke dokter gigi.
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Sebelum dilakukan pembuatan gigi tiruan perlu diperhatikan diagnosa, pemeriksaaan
pendahuluan, rencana perawatan dan perlu memperhatikan komponen serta desain dan teknik
preparasinya. Pemakaian gigi tiruan mempunyai tujuan bukan hanya memperbaiki fungsi
pengunyahan, fonetik, dan estetik saja, tetapi juga harus dapat mempertahankan kesehatan
jaringan tersisa. Untuk tujuan terahir ini selain erat kaitannya dengan pemeliharaan
kebersihan mulut, juga bagaimana mengatur agar gaya-gaya yang terjadi masih bersifat
fungsional atau mengurangi besarnya gaya yang kemungkinan akan merusak gigi tiruan.
5.2 Saran
Diharapkan mahasiswa FKG IIK untuk mampu memahami Diagnosa, pemeriksaaan
pendahuluan, rencana perawatan dan memperhatikan komponen serta desain dan teknik
preparasinya yang tepat dapat mempengaruhi keberhasilan perawatan pada pembuatan gigi
tiruan (Prostodontic).
DAFTAR PUSTAKA
Arifin M., Rahardjo W., Roselani. 2000. Diktat Prostodonsia: Ilmu Gigi Tiruan Cekat (Teori dan
Klinik). Departemen Prostodonsia Faklutas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia.
Bakar, Abu. 2012. Kedokteran Gigi Klinis. Yogyakarta: Quan’um Sinergis Media.
Barclay CW, Walmsley AD. 2001. Fixed and removable prosthodontics. 2nd ed.Tottenham:
Churchill livingstone;
Damayanti, 2009. Overdenture Untuk Menunjang Perawatan Prostetik. Bandung: Departemen
Prostodontia Universitas Padjajaran
Jubhari EH. 2007. Upaya untuk mengurangi preparasi gigi : Fung shell bridge. Jurnal Kedokteran
Gigi Dentofasial
Riawan. 2003. Bedah Preprostetik. Bandung : Universitas Padjajaran.
Rosenstiel S.F., Land M.F., Fujimoto J. 2006. Contemporary Fixed Prosthodontics. Mosby Inc. St.
Louis,
Smith B.G.N. 1998. Planning and Making Crown and Bridges. Mosby. St. Louis. 3rd ed.
Shillingburg, et al.,. 1998. Fundamentals of Fixed Prosthodontics 3rd ed. Quimtessence Publ Co.