laporan tutor skenario 2 kgd

47
BAB I KASUS ‘’ BENCANA BINTARO’’ Sepuluh menit yang lalu, anda mendapatkan telepon bahwa akan ada pasien datang dengan kecelakaan kereta api. Tidak lama kemuduian Ambulan datang ke IGD SUMBER WARAS dengan membawa korban kecelakaan kereta api. Sesampainya di RS dilakukan pengkajian oleh petugas Triage, didapatkan hasil pengkajian seperti berikut : a. Mr. Bron, 52 tahun terdapat open fraktur femoral sinistra, GCS 3 4 3, hemorrage pada daerah luka, deformitas, crepitasi pada os tibia sinistra, laserasi klavikula sinistra, sprain pada deltoideus sinistra. Cyanosis dan akral dingin pada daerah ekstermitas, CRT > 3 detik. TTV : TD= 100/70 mmhg, N = 122x/mnt, RR = 32x/mnt, suhu = 35,3C. b. Ms. Sarly, 33 tahun didapatkan amputasi pada 3 jari sinistra pada angkle dextra, GCS 222, terdengan snoring, racoon eyes, klien mengalami shock hipovolemik dengan tanda TTV TD : 70/45 mmhg, N= 74x/mnt, RR = dispnea, palpitasi, bradikardi, perdarahan dari area ankle, retraksi intercostea, S 35,3 C, akral dingin dengan cyanosis, laserasi pada temporal dextra, hasil ABG abnormal. c. Mr. El, 35 tahun terdapat vulnus laceratum, hemorragi dan sprain pada Achilles sinistra dan ligament talo fibular posterior, sedangkan extermitas dextra terdapat strain area 1

Upload: pepiunyu

Post on 21-Dec-2015

97 views

Category:

Documents


19 download

DESCRIPTION

KESEHATAN

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Tutor Skenario 2 KGD

BAB I

KASUS

‘’ BENCANA BINTARO’’

Sepuluh menit yang lalu, anda mendapatkan telepon bahwa akan ada pasien

datang dengan kecelakaan kereta api. Tidak lama kemuduian Ambulan datang ke IGD

SUMBER WARAS dengan membawa korban kecelakaan kereta api. Sesampainya di RS

dilakukan pengkajian oleh petugas Triage, didapatkan hasil pengkajian seperti berikut :

a. Mr. Bron, 52 tahun terdapat open fraktur femoral sinistra, GCS 3 4 3, hemorrage

pada daerah luka, deformitas, crepitasi pada os tibia sinistra, laserasi klavikula

sinistra, sprain pada deltoideus sinistra. Cyanosis dan akral dingin pada daerah

ekstermitas, CRT > 3 detik. TTV : TD= 100/70 mmhg, N = 122x/mnt, RR = 32x/mnt,

suhu = 35,3C.

b. Ms. Sarly, 33 tahun didapatkan amputasi pada 3 jari sinistra pada angkle dextra,

GCS 222, terdengan snoring, racoon eyes, klien mengalami shock hipovolemik

dengan tanda TTV TD : 70/45 mmhg, N= 74x/mnt, RR = dispnea, palpitasi,

bradikardi, perdarahan dari area ankle, retraksi intercostea, S 35,3 C, akral dingin

dengan cyanosis, laserasi pada temporal dextra, hasil ABG abnormal.

c. Mr. El, 35 tahun terdapat vulnus laceratum, hemorragi dan sprain pada Achilles

sinistra dan ligament talo fibular posterior, sedangkan extermitas dextra terdapat

strain area hamstring, contusio, edema, GCS 4 5 6, TD : 140/90, N : 102x/mnt, RR :

30x/mnt, S : 35,2 C, skala nyeri 9, grimace +.

d. Ms. Dil 21 tahun berteriak mengeluhkan adanya nyeri pada area ankle, terdapat

deformitas, contusion, tenderness, instability, pada area ankle extremitas dextra.

GCS 4 5 6, akral hangat, edema (-), skala nyeri ±7, N : 120x/mnt, CRT 2 detik, TD :

130/80 mmhg, RR : 36,9C, fraktur (-).

1

Page 2: Laporan Tutor Skenario 2 KGD

Daftar Pertanyaan

Kata Sulit :

1. Open fraktur femoral sinistra

2. Hemorrage

3. Deformitas

4. Krepitasi Os Tibia Sinistra

5. Laserasi klavikula sinistra

6. Vulnus laseratum

7. Sprain

8. Contusion

9. Tenderness

10. Racoon eyes

11. Snoring

12. Retraksi intercostea

13. Palpitasi

14. Shock hypovolemic

15. Ligament talo fibular posterior

16. Instability

17. Hamstring

18. Ankle extremitas dextra

2

Page 3: Laporan Tutor Skenario 2 KGD

Daftar Pertanyaan kasus

1. Apa saja penanganan fraktur, multiple fraktur, amputasi, dislokasi , nyeri,

perdarahan, cidera ligament, dispnea, bradikardi, strain,

2. Bagaimana tanda gejala fraktur, dislokasi, amputasi, strain?

3. Apa saja prinsip dan tujuan penanganan fraktur?

4. Apa saja pemeriksaan penunjang pada fraktur?

5. Mengapa pada kasus fraktur bisa terjadi sianosis ekstermitas?

6. Apa saja komplikasi yang dapat terjadi?

7. Bagaimana klasifikasi Trias di Rumah sakit?

8. Bagaimana prognosis pada kasus?

9. Apa saja kesulitan yang dialami perawat UGD dalam menangani pasien?

10. Mengapa bisa terjadi snoring ( kasusu 2)?

11. Pada kasus 2, apa penyebab ABG yang abnormal?

Bagaimana nilai norman ABG?

12. Bagaimana algoritma pada setiap kasus?

13. Apa saja Pengkajian yang dilakukan di perawatan gawat darurat?

14. Apa saja diagnose dan intervensi keprawatan musculoskeletal pada kasus?

BAB II3

Page 4: Laporan Tutor Skenario 2 KGD

PEMBAHASAN

Jawaban Kata Sulit :

1. Open fraktur femoral sinistra :

1) Fraktur dimana terdapat hubungan fragme fraktur dengan dunia luar, baik

ujung fragmen fraktur tersebut yang menembus dari dalam hingga

kepermukaan kulit atau kulit dipermukaan yang mengalami penetrasi suatu

objek yang tajam dari luar hingga kedalam ( Salter, 1994).

2) Golden period fraktur terbuka ketika waktu yang optimal untuk bertindak

sebelum 6-7 jam dari kecelakaan (Muchlik Ramli, 2002).

2. Hemorrage :

1) Kebocoran darah dari pembuluh dara atau perdarahan (Dorland, 2012).

2) Kondisi dimana terjadi perdarahan yang banyak dalam waktu singkat (Alton,

2009).

3. Deformitas :

1) Perubahan bentuk tubuh atau bagian tubuh secara umum (Dorland, 2012).

2) Penyimpangan struktural permanen dari bentuk atau ukuran normal, yang

menghasilkan suatu kesalahan bentuk, dapat bersifat kongenital atau didapat

(Stedman, 2005).

4. Krepitasi Os Tibia Sinistra :

1) Pada saat ekstermitas dikaji di periksa dan tangan meraba adanya derik tulang

(Barh, 2003).

2) Suara berderak, seperti bila kita menggesekkan ujung-ujung tulang yang patah

yang terjadi pada os tibia sinistra yaitu tulang tungkai di bawah lutut sebelah

dalam dan yang berukuran lebih besar pada bagian kiri ( Dorland, 2012).

4

Page 5: Laporan Tutor Skenario 2 KGD

5. Laserasi klavikula sinistra :

Luka yang disebabkan oleh robekan, bukan bentuk yang teratur seperti sayatan

bedah. Laserasi biasanya hanya merujuk pada luka kulit yang cukup dalam sehingga

memerlukan jahitan (Kamus kesehatan, 2009).

6. Vulnus laseratum : Vulnus laceratum adalah terjadinya gangguan kontinuitas

suatu jaringan sehingga terjadi pemisahan jaringan yang semula normal, luka robek

terjadi akibat kekerasan yang hebat sehingga memutuskan jaringan ( Narendra,

2013).

7. Sprain : Cedera pada ligamen jika sendi mengalami gerakan luaas yang

lebih besar daripada normal, tetapi tanpa dislokasi atau fraktur, menyebabkan

regangan pada sendi ( Stedman, 2005).

8. Contusion : Memar atau keadaan cedera yang terjadi pada jaringan ikat di

bawah kulit ( Barh, 2003).

9. Tenderness : Keadaan sangat sensitive terhadap sentuhan atau tekanan

(Dorland, 2012).

10. Racoon eyes : Ekimosis bilateral di daerah periorbital yang timbul tidak akibat

dari trauma jaringan lunak muka. Biasanya raccoon eyes ini merupakan indikator

dari fraktur basis cranii, yang terjadi ketika fraktur mengenai meningens dan

mengakibatkan sinus-sinus vena berdarah ke vili arakhnoid. Racoon eyes ini bisa

jadi merupakan satu-satunya tanda dari fraktur tulang tengkorak yang tidak terlihat

di foto roentgen tengkorak.Jika ditemukan tanda ini, butuh pendekatan klinis

secepatnya sebab fraktur basis cranii dapat mengakibatkan cedera nervus cranial,

pembuluh darah dan batang otak (Kamus kesehatan, 2012).

11. Snoring : gejala adanya sumbatan jalan napas dan menyebabkan

terganggunya masuknya udara oleh karena penyempitan jalan napas ( Damayanti,

2007).

12. Retraksi intercostea : Menyusut, ditarik kembali atau memisahkan. Pada interval

antara iga-iga, ditempati oleh muskulus, nervus, arteria dan vena intercostalis

(Stedman, 2005).5

Page 6: Laporan Tutor Skenario 2 KGD

13. Palpitasi : Perasaan berdebar-debar atau denyut jantung tidak teratur yang

sifatnya subjektif (Dorland, 2012).

14. Shock hypovolemic : Kondisi medis atau bedah dimana terjadi kehilangan

cairan dengan cepat yang berakhir pada kegagalan beberapa organ (Kamus

kesehatan, 2009).

15. Ligament talo fibular posterior : Ligamen yang mengikat antara tulang talus dan

fibula bagian posterior (Dorland, 2011).

16. Instability : ketidakstabilan karena adanya suatu perubahan

17. Hamstring : Tendon yang melintas pada daerah poplitea / 3 buah otot

pada paha bagian posterior yang terdiri dari biceps femoris, semitendinosus,

semimembranosus (Kamus keperawatan Maya W.).

18. Ankle extremitas dextra :

a. Ekstremitas : anggota gerak

Ankle : sendi tibia dan fibula pada tungkai dengan talus pada kaki

Dextra : bagian kanan (Mosby, 2009).

6

Page 7: Laporan Tutor Skenario 2 KGD

Jawaban Pertanyaan :

1. Penanganan dan jenis fraktur :

A. Penanganan fraktur terbuka

a. Life saving

Dalam hal ini, menjelaskan bahwa semua penderita patah tulang terbuka harus

diingat sebagai penderita dengan kemungkinan besar mengalami cedera

ditempat lain yangn serius. Hal ini ditekankan untuk mengingat bahwa

terjadinya patah tulang tidak hanya berakibat total tetapi multi organ. Yang

harus ditegakkan dan ditangani terlebih dahulu dalam hal ini adalah yang

mengancam jiwa, berupa airway, breathing dan circulation.

b. Semua patah tulang terbuka adalah yang memerlukan penanganan segera,

meliputi pembidaian, menghentikan perdarahan dengan perban tekan,

menghentikan pendarahan dengan klem.

c. Pemberian antibiotika

Mikroba yang ada pada patah tulang terbuka sangan bervariasi, tergantung dari

dimana patah tulang itu terjadi. Pemberian antibiotika yang tepat sukar

ditentukan, tetapi sebaliknya antibiotika dengan spektrum luas untuk kuman

gram positif maupun negatif.

d. Debridement dan irigasi

Debridement Untuk membuang semua jaringan mati pada darah patah terbuka,

baik berupa benda asing maupun jaringan lokal yang mati. Irigasi bertujuan

untuk mengurangi kepadatan kuman dengan cara mencuci luka dengan larutan

fisologis dalam jumlah banyak baik dengan tekanan maupun tanpa tekanan.

e. Stabilisasi

Untuk penyembuhan luka dan tulang sangat diperlukan stabilisasi fragmen

tulang, cara stabilisasi tulang tergantung pada derajat patah tulang terbukanya

dan fasilitas yang ada.

7

Page 8: Laporan Tutor Skenario 2 KGD

f. Penutup luka

Penutup luka primer dapat dipertimbangkan, pada patah tulang derajat I dan II

tidak dianjurkan penutupan luka pprimer. Hanya saja kalau memungkinkan,

tulang yang nampak diusahakan ditutup dengan jaringan lunak (otot) untuk

memperkuat hidupnya.

g. Rehabilitasi dini

Perlu dilaksanankan sebab dengan demikian maka keadaan umum penderita

akan sangat baik dengan fungsi anggota gerak yang diharapkan kembali secara

normal.

Fraktur tertutup

a. Pertolongan darurat

Pemasangan bidai, indikasi untuk:

1) Mencegah kerusakan jaringan lebih lanjut

2) Mengurai rasa nyeri

3) Menekan kemungkinan terjadinya emboli dan syok

4) Memudahkan transportasi dan penganbilan foto

b. Pengobatan definitif

Reposisi secara tertutup

1) Memanipulasi secara tertutup untuk mereposisi terbatas hanya pada patah

tulang tertentu

2) Traksi dengan melakukan tarikan ekstremitas bagian distal Imobilisasi

3) Gibs

8

Page 9: Laporan Tutor Skenario 2 KGD

4) Traksi secara continue

5) Reposisi secara terbuka

Melakukan reposisi kemudian imobilisasi dengan menggunakan fiksasi

interna berupa plat, pen dan kawat.

c. Rehabilitasi

Tujuan umum:

1) Mempertahankan ruang gerak sendi

2) Mempertahankan kekuatan otot

3) Mempercepat proses penyembuhan fraktur

4) Mempercepat pengambilan fungsi penderita (Mutakim, 2007)

B. cidera pada ligament :

Cedera ini tidak dipandang sendiri karena berhubungan dengan fraktur

maleolus. Penatalaksanaanya :

1. Penting untuk membedakan robek ligamen sebagian (terkilir) dari robek

ligamen keseluruhan. Hal ini merupakan masalah pertimbangan klinis

didasarkan pada tingkat nyeri, pembengkakan, kelembekan, dan

ketidakstabilan.

2. Jika ada robekan keseluruhan, memerlukan pengobatan bedah seperti cedera

fraktur yang tidak stabil.

3. Robekan sendi tibia fibula inferior melebarkan pembukaan sambungan sendi

kaki (diastasis), ini dapat menyebabkan ketidakstabilan kronik dan

menyebabkan pertumbuhan osteo artrosis sekunder. Keadaan ini dapat

dicegah dengan memasukkan sekurp kompresi melintang melalui fibula

kedalam tibia tepat diatas pelebaran maleolus lateralis dan memperbaiki

ligamen medial.9

Page 10: Laporan Tutor Skenario 2 KGD

4. Hematom dan pembengkakan yang besar sejak semula harus dikurangi

dengan memasukkan penderita ke rumah sakit. Mengangkat tungkai dengan

memasang pembalut kompresi berulang.

5. Robekan ligamen keseluruhan, dan sendirian harus diobati dalam plester

yang dilewatkan dibawah lutut, yang berupa bantalan ringan dan sesuai

ukuran.

6. Robekan ligamen sebagian atau terkilir dapat juga diatasi dengan plester,

asalkan dipasang dengan benar. Kaki harus ditempatkan pada arah yang

berlawanan dari kaki yang cedera. Pengikatan harus dipertahankan selama

tiga minggu (Stedman, 2005).

7. Di berikan pertolongan RICE:

a. R : rest adalah istirahatkan pada bagian yang ceera

b. I : adalah dinginkan dengan ice pada bagian yang cedera sekitar 10-15

menit

c. C : compres adalah balut tekan pada bagian yang ceera dengan bahan

yang elastis.

d. E : adalah di tinggikan bagian yang cedera ( Chairun rajad, 2008)

C. Amputasi :

Criteria amputasi :

1. Penyakit-penyakit perifer

2. Kecelakaan-kecelakaan

3. Infeksi

4. Tumor ganas yang belum bermetastasis

5. Kelainan congenital.

10

Page 11: Laporan Tutor Skenario 2 KGD

Tindakan segera perlu pada amputasi untuk kasus kecelakaan; gangrene

progresif meluas pada ekstermitas; dan infeksi yang mengancam

kehidupan (Purwandianto, 1979).

Cara menangani amputasi :

Pada korban kecelakaan kerja atau kecelakaan lalu lintas dimana terjadi

terpotongnya jari tangan, telapak tangan, pergelangan tangan, perlu

diperhatikan perawatan potongan tangan tersebut.

a. Potongan tangan dibersihkan dari kotoran dengan NaXl atau air bersih,

potongan tangan dibungkus dengan kain bersih/ kassa dan dimasukan

kedalam kantong plastic, kemudian udara kantong plastic dikeluarkan dan

diikat

b. Kantong plastik yang sudah diikat dimasukkan kedalam tempat yang berisi

balok-balok es. Dengan teknik pendinginan ini dapat diharapkan terjadi

cold ischaemic sehingga dapat memperpanjang masa penyambungan

kuranglebih 24 jam dengan hasil yang baik

c. Setelah semua tersebut diatas dilakukan, penderita kemudian dikirim ke

rumahsakit dengan menggunakan alat transportasi yang memadahi

(ambulans). (Ramli, 2002)

d. Semua cedera TEA harus dipertimbangkan berpotensimengancam nyawa,

dan protocol bantuan hidup trauma/jantung lanjut (ATLS/ACLS) harus

cepat dilakukan. Usaha resusitasi harus agresif, dan survey primer dan

sekunder secara lengkap harus diselesaikan tepat waktu dan efisien.

Konsultasi bedah on-site harus diperoleh secepat mungkin

e. Penyambungan kembali dan revaskularisasi seringkali tidak diindikasikan,

terutama jika pada cedera avulsi atau remuk berat yang mengenai banyak

jaringan dan luka sangat terkontaminasi. Pemendekan ekstermitas setelah

penyambungan kembali dapat menimbulkan kecacatan yang lebih berat

daripada penggunaan prostetik yang tepat pascacidera, meskipun

11

Page 12: Laporan Tutor Skenario 2 KGD

kenyataan ini mungkin tidak diterima secara mudah oleh pasien dan

keluarganya pada periode segera setelah terjadinya cedera ( Ramli, 2002).

D. Penanganan multiple fraktur :

a. Cervical collar ( trauma kepala)

b. Traksi ( mereposisi dan mengimobilisasi fraktur)

c. Gips ( imobilisasi deformitas, dislokasi, fiksasi fraktur yang telah direduksi,

serta kondisi trauma lainnya)

d. Bidai ( fiksasi fraktur)

e. Pemberian terapi cairan pada kondisi hipovolemik

f. Pemberian analgesic dan antibiotic.

g. Sinar Rontgent : menentukan lokasi/luasnya fraktur/trauma

h. Bone graft: Penempatan jaringan tulang untuk mempercepat penyembuhan,

stabilisasi dan mengganti tulang yang terkena penyakit.

i. Total Joint Replacement: mengganti kedua artikular sendi dg logam/sintetik.

j. Transfer tendon: Insersi tendon untuk memperbaiki fungsi ( Wilkinson,

2006).

E. Penanganan strain dan sprain

(a) Sprain/strain tingkat satu

Pada keadaan ini, bagian yang mengalami cedera cukup diistirahatkan untuk

memberi kesempatan regenerasi.

(b) Sprain/strain tingkat dua

Pada keadaan ini penanganan yang dilakukan adalah berdasarkan prinsip

RICE (Rest,Ice, Compession and Elevation). Tindakan istirahat yang dilakukan

sebaiknya dalam bentuk fiksasi dan imobilisasi (suatu tindakan yang

diberikan agar bagian yang cedera tidak dapat digerakan) dengan cara balut

12

Page 13: Laporan Tutor Skenario 2 KGD

tekan, spalk maupun gibs. Tindakan imobilisasi dilakukan selama 3-6

minggu. Terapi dingin yang dilakukan dilakukan pada fase awal cedera. Pada

fase lanjut terapi dingin digantikan dengan terapi panas. Pada keadaan

subkronis dimana tanda tanda peradangan sudah menurun dilakukan terapi

manual berupa massage. Pada fase akhir dapat dilakukan terapi latihan

untuk memaksimalkan proses penyembuhan.

(c) Sprain/strain tingkat tiga

Pada keadaan ini, penderita diberi pertolongan pertama dengan metode

RICE dan segera diikirim kerumah sakit untuk dijahit dan menyambung

kembali robekan ligamen, otot maupun tendon.

F. Penanganan nyeri pada kasus :

a. Melakukan imobilisasi secara cepat dan tepat.

b. Pemberian kompres dingin pada daerah yang mengalami pebengkakan.

c. Melakukan teknik distraksi dan relaksasi pada nyeri yang berskala rendah.

d. Pemberian analgesic (buprenorphine 0,4 mg sublingual atau morfin 5 mg,

Opioid, obat anti-inflamasinon-steroid (NSAID), dan acetaminophen) ( Jalili,

2011).

G. Penanganan dispnea dan bradikardi :

Penanganan dypsnea , yaitu ;

Mengurangi sensasi usaha dan meningkatkan fungsi otot pernapasan

b. Penghematan energy

c. Strategi bernapas (purse lip breathing)

d. Posisi (misalnya bersandar)

e. Koreksi obesitas atau malnutrisi

f. Latihan otot pernapasan

13

Page 14: Laporan Tutor Skenario 2 KGD

g. Mengistirahatkan otot inspirasi (nasal ventilation, oksigen transtrakeal)

h. Obat (misalnya teofilin) (Paul, 2008).

H. Mengatasi perdarahan

a. Hentikan perdarahannya.

b. pemberian oksigen dan perbaiki jalan nafas.

c. Berikan terapi cairan/ obat-obatan intravena : cairan fisiologis atau ringer

laktat dan transfuse darah.

d. Monitor volume sirkulasi melalui :

1. Kesadaran

2. TTV

3. Kondisi ekstremitas

4. Jumlah output urine yang keluar.

5. Pemeriksaan elektrolit dan hematokrit (Paula, dkk, 2011).

2. Tanda dan gejala

Jenis – jenis fraktur :

a. Fraktur tertutup, yaitu suatu patah tulang bila tidak terdapat hubungan antara

fragmen tulang dengan dunia luar.

b. Fraktur terbuka, yaitu suatu patah tulang bila terdapat hubungan antara

fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan (Mutakim, 2007).

14

Page 15: Laporan Tutor Skenario 2 KGD

1) Tanda gejala fraktur :

Dikenal dengan sebutan DOTS :

a. D ( deformity) : adanya perbedaan antara bagian yang mengalami cidera

dengan bagian lain yang sehat.

b. O ( open wound) : ada luka terbuka yang disebabkan karena trauma.

c. T ( tenderness) : adanya nyeri tekan di daerah trauma.

d. S ( swelling) : adanya pembengkakan di daerah trauma ( Alton, 2009)

Menurut Rahmad, 2008 meliputi :

a. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang

diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai

alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen

tulang.

b. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak dapat digunakan dan cenderung

bergerak secara alamiah (gerakan luar biasa). Pergeseran fragmen pada

fraktur lengan dan tungkai menyebabkan deformitas (terlihat maupun

teraba) ektremitas yang bisa diketahui dengan membandingkannya dengan

ektremitas normal. Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena

fungsi normal otot tergantung pada integritasnya tulang tempat

melekatnya otot.

c. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena

kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur. Fragmen

sering saling melengkapi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5 cm (1 sampai

2 inci).

d. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang

dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu

15

Page 16: Laporan Tutor Skenario 2 KGD

dengan lainnya. Uji krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan

lunak yang lebih berat.

2) Tanda gejala dislokasi :

a. Deformitas

b. Nyeri pada daerah trauma

c. Pembengkakan

d. Tidak mampu menggunakan atau menggerakkan bagian yang cidera ( Alton,

2009).

3) Klasifikasi strain :

1. Strain Tingkat I

Pada strain tingkat I, terjadi regangan yang hebat, tetapi belum sampai

terjadi robekan pada jaringan otot maupun tendon.

2. Strain Tingkat II

Pada strain tingkat II, terdapat robekan pada otot maupun tendon. Tahap ini

rasa nyeri dan sakit sehingga terjadi penurunan kekuatan otot.

3. Strain Tingkat III

Pada strain tingkat III, terjadi robekan total pada unit musculo tendineus.

Biasanya hal ini membutuhkan tindakan pembedahan, kalau diagnosis dapat

ditetapkan. Adapun strain dan sprain yang mungkin terjadi dalam cabang

olahraga renang yaitu punggung, dada, pinggang, bahu, tangan, lutut, siku,

pergelangan tangan dan pergelangan kaki (Bahr, 2003).

16

Page 17: Laporan Tutor Skenario 2 KGD

Klasifikasi Strain menurut The Permanente Medical Group, 2008 :

a. Derajat I/Mild Strain (Ringan) : adanya cidera akibat penggunaan yang

berlebihan pada penguluran unit muskulotendinous yang ringan

berupa stretching/kerobekan ringan pada otot/ligament.

a) Gejala yang timbul : Nyeri local, meningkat apabila bergerak/bila

ada beban pada otot.

b) Tanda-tandanya : Adanya spasme otot ringan, bengkak, gangguan

kekuatan otot.

c) Terapi : Biasanya sembuh dengan cepat dan pemberian

istirahat,kompresi dan elevasi,terapi latihan yang dapat membantu

mengembalikan kekuatan otot.

b. Derajat II/Medorate Strain (Ringan): adanya cidera pada unit

muskulotendinous akibat kontraksi/pengukur yg berlebihan.

a) Gejala yang timbul : Nyeri local, meningkat apabila

bergerak/apabila ada tekanan otot, spasme otot sedang, bengkak,

tenderness, gangguan kekuatan otot dan fungsi sedang

b) Terapi : Impobilisasi pada daerah cidera, istirahat, kompresi,

elevasi.

c. Derajat III/Strain Severe (Berat) : adax tekanan/penguluran mndadak

yg ckup berat. Berupa robekan penuh pada otot & ligament yg

menghasilkan ketidakstabilan sendi.

a) Gejala : Nyeri yang berat, adanya stabilitas, spasme, kuat, bengkak,

tenderness, gangguan fungsi otot .

b) Terapi : Imobilisasi dengan kemungkinan pembedahan untuk

mengembalikan fungsinya.

17

Page 18: Laporan Tutor Skenario 2 KGD

3. Prinsip dan tujuan penanganan fraktur :

Prinsip penanganan fraktur disebut 4R

a. Recognisi : mengenali lokasi, penyebab, kondisi dan mekanisme trauma.

b. Reduksi : mengembalikan jaringan atau fragmen ke posisi semula

c. Retaining : menstabilisasi dengan melakukan fiksasi

d. Rehabilitasi : mengembalikan fungsi sesuai posisi dan fungsi anatomis

(Maharta, 2005).

4. Pemeriksaan penunjang pada fraktur :

1) Rontgen sinar-x pada bagian yang sakit merupakan parangkat diagnostic

definitif yang digunakan untuk menentukan adanya fraktur.

a. Minggu ke empat diharapkan tulang sudah menyatu walau belum

sempurna dan pasien dapat berjalan walau dengan bantuan tingkat

b. Pada proses Penyembuhannya bergantung pada beberapa faktor yang

mempengaruhi pertumbuhan tulang tersebut, antara lain utamanya ialah

usia dan zat makanan yang dikonsumsi sehari-harinya sebaiknya yang

banyak mengandung kalsium dan vitamin D (Revees, Roux, Lockhart,

2001).

2) Pemeriksaan penunjang yang diperlukan antara lain laboratorium

meliputi darah rutin, faktor pembekuan darah, golongan darah, cross-test, dan

urinalisa. Pemeriksaan radiologis untuk lokasi fraktur harus menurut rule of

two: dua gambaran, anteroposterior (AP) dan lateral, memuat dua sendi di

proksimal dan distal fraktur, memuat gambaran foto dua ekstremitas, yaitu

ekstremitas yang cedera dan yang tidak terkena cedera (pada anak) dan dua

kali, yaitu sebelum tindakan dan sesudah tindakan (Helmi,2011).

5. Pada kasus fraktur bisa terjadi sianosis ekstermitas :

18

Page 19: Laporan Tutor Skenario 2 KGD

Pada kasus fraktur terbuka dapat terjadi peristiwa hemmorage dimana darah

keluar dengan cepat yang menyebabkan suplay darah pada sel berkurang. Dimana

peran darah juga membawa oksigen dan nutrisi yang dibuthkan sel. Saat sel

kekurangan oksigen, tubuh member alarm awal dengan gejala sianosis pada ujung

ekstermitas dengan pemeriksaac CRT ( Alton, 2009).

6. Komplikasi yang dapat terjadi :

a. Komplikasi amputasi meliputi perdarahan, infeksi dan kerusakan kulit.

Karena adanya pembuluh darah yang besar yang dipotong, dapat terjadi

perdarahan massif. Infeksi merupakan infeksi pada semua pembedahan,

dengan peredaran darah buruk atau terkontaminasi luka setelah amputasi

traumatika, dimana risiko infeksi meningkat. Penyembuhan luka yang buruk

dan iritasi akibat prostetis dapat menyebabkan kerusakan kulit (Suzane &

Brenda, 2001).

b. Open fraktur dipersulit oleh infeksi, osteomyelitis, non-union (patah tulang

yang tidak menyambung kembali), dan delayed union (penyatuan tulang).

Tulang dan jaringan lunak dibawahnya dapat mengalami devakularisasi luas

yang memerlukan amputasi. Karena kekuatan besar yang menyebabkan open

fraktur, seringkali terjadi mionekrosis dan rabdomiolisis.

c. Komplikasi pada dislokasi, Awal pengurangan mengurangi jumlah waktu yang

saraf yang meregang. Setelah dislokasi hip, pasien dengan waktu lebih lama

untuk pengurangan telah cedera saraf buruk (Chairuddin Rasjad, 2008).

7. Klasifikasi Trias di Rumah sakit

Triase dilakukan tidak lebih dari 60 detik/pasien dan setiap pertolongan harus

dilakukan sesegera mungkin.

PROSEDUR:

1. Penderita datang diterima petugas / paramedis UGD.19

Page 20: Laporan Tutor Skenario 2 KGD

2. Diruang triase dilakukan anamnese dan pemeriksaan singkat dan cepat

(selintas) untuk menentukan derajat kegawatannya. Oleh paramedis yang

terlatih / dokter.

3. Namun bila jumlah penderita/korban yang ada lebih dari 50 orang, maka

triase dapat dilakukan di luar ruang triase (di depan gedung IGD).

4. Penderita dibedakan menurut kegawatnnya dengan memberi kode warna :

a. Kasus 1 : merah/ P1

Adanya perdarahan daerah luka

RR : 32x/menit

CRT > 3 detik

Luka terbuka

b. Kasus 2 : merah/ P1

Shock hipovolemic

Hemmorage

GCS 2 2 2

Cidera kepala ( racoon eyes)

Dispnea, ABG abnormal

Luka amputasi

c. Kasus 3 : kuning/ P3, bisa menjadi merah bila hemmogare tidak segera

ditangani

Vulnus laceratum

Sprain, strain pada ligament

GCS 4 5 6

20

Page 21: Laporan Tutor Skenario 2 KGD

d. Kasus 4 : hijau/ P4

Berteriak minta tolong, GCS 4 5 6

Tidak ada fraktur atau hemmorage (Darwis, dkk, 2005).

8. Prognosis pada kasus :

a. Semua patah  tulang terbuka adalah kasus gawat darurat. Dengan terbukanya

barier jaringan lunak, maka patah tulang tersebut terancam untuk terjadinya

infeksi. Seperti kita ketahui bahwa periode 6 jam sejak patah tulang terbuka, luka

yang terjadi masih dalam stadium kontaminasi (golden periode) dan setelah

waktu tersebut, luka berubah menjadi luka infeksi. Oleh karena itu penanganan

patah tulang terbuka harus dilakukan sebelum golden periode terlampaui agar

sasaran akhir penanganan patah tulang terbuka tercapai walaupun ditinjau dari

segi prioritas penanganannya, tulang secara primer menempati urutan prioritas

ke 6 (Sjamsuhidajat, 2005).

b. Dislokasi : Prognosis tergantung pada sendi tertentu dislokasi dan cedera

jaringan sekitarnya. Cedera saraf dan arteri di sekitar sendi memiliki prognosis

buruk. Dislokasi sendi memiliki prognosis buruk. Ketidak seimbangan otot-otot

disekitarnya. Pada pasien yang aktif, operasi dini mungkin dapat membantu

dalam mencegah ketidakstabilan kronis. Dislokasi sendi umumnya tidak

mengancam jiwa, tetapi memerlukan tindakan emergensi karena apabila tidak

dilakukan tindakan secepatnya akan menimbulkan gangguan pada bagian distal

sehingga mungkin terpaksa dilakukan Amputasi (Sjamsuhidajat, 2005).

9. Kesulitan yang dialami perawat UGD dalam menangani pasien :

a. Keterbatasan alat dan obat obatan

b. Kebingungan, chaos, krisis, dan gagal koordinasi

c. Ruangan tidak mencukupi

21

Page 22: Laporan Tutor Skenario 2 KGD

d. Jumlah pasien yang terlalu banyak, seperti kasus peperangan atau bencana

alam

( freedy, 2011).

10. Terjadi snoring ( kasus 2) dikarenakan,

Tulang pada foramen magnum mengalami keretakan, sehingga menyebabkan

kerusakan saraf dan pembuluh darah. Pembuluh darah (kapiler) pecah sehingga

darah meresap ke jaringan sekitarnya, kulit tidak rusak, menjadi bengkak dan

berwarna merah kebiruan. Luka memar pada otak terjadi apabila otak menekan

tengkorak. Jika pembengkakan cukup besar dapat mengubah tingkat kesadaran

sehingga bisa terjadi oerlemasan ludan yang akhirnya jatuh menutupi saluran

pernapasan (Corrigan, 2004).

11. Penyebab ABG yang abnormal dan nilai normal ABG?

a. Gangguang pada respirasi ( hipoventilasi/ hiperventilasi).

b. Gangguan asam basa ( asidosis/ alkalosis).

c. Perubahan suhu tubuh.

d. Gangguan metabolisme ( ketoasidosis).

e. Kemampuan darah mengikat oksigen ( hipovolemi).

f. Ketidakseimbangan kadar BE/ tingginya kadar BE ( cidera kepala).

g. Obat-obatan dapat meningkatkan pH darah: sodium bikarbonat.

h. Kegagalan untuk mengeluarkan semua udara dari spuit akan menyebabkan

nilai PaCO2 yang rendah dan nilai PaO2 meningkat ( Gupte, 2003).

Nilai normal

22

Page 23: Laporan Tutor Skenario 2 KGD

pH            : 7, 35-7, 45                                       

TCO2            : 23-27 mmol/L

PCO2         : 35-45 mmHg                                     

BE                   : 0 ± 2 mEq/L

PO2            : 80-100 mmHg                                   

Saturasi O2        : 95 % atau lebih

HCO3        : 22-26 mEq/L

12. Algoritma pada setiap kasus. Terlampir

13. Pengkajian yang dilakukan di perawatan gawat darurat :

A. Survey primer pada klien fraktur

1) Airway (A)

Penilai kelancaran airway pada klien yang mengalami fraktur, meliputi

pemeriksaan adanya obstruksi jalan nafas yang dapat disebabkan benda

asing, fraktur wajah, fraktur mandibula dan maksila, fraktur laring atau

trakea. Tindakan yang bisa dilakukan yatu head tilt chin lift tapi tidak boleh

mengakibatkan hiperekstensi. Bisa juga menggunakan face-mask, atau

oropharyngeal airway, naso-phyaryngeal airway.

2) Breathing (B)

Kita harus mengethaui apakah pasien jalan nafasnya baik atau tidak, serta

menjamin ventilasi yang baik sehingga pasien bisa melakukan pertukaran

gas yang baik. Dada klien harus dibuka untuk melihat pernafasan yang baik.

Auskultasi dilakukan untuk memastikan masuknya udara kedalam paru.

Perkusi dilakukan untuk menilai adanya udara atau darah dalam rongga

pleura. Inspeksi dan palpasi dapat mengetahui kelainan dinding dada yang

mungkin mengganggu ventilasi.

23

Page 24: Laporan Tutor Skenario 2 KGD

3) Circulation (C)

Control pendarahan vena dengan menekan langsung sisi area perdarahan

bersamaan dengan tekanan jari pada arteri paling dekat pada area

perdarahan. Pertahankan tekanan darah dengan infuse intra vena, berikan

oksigen untuk mensuplai oksigen pada jarigan yang collapse sirkulasi.

Berikan analgesic sesuai ketentuan untuk mengontrol nyeri.

4) Disability (D)

Menjelang akhir survey primer dievaluasi keadaan neurologis secara cepat,

yang dinilai adalah tingkat kesadaran, ukuran, dan reaksi pupil. GCS adalah

sitem scoring yang sederhana dan dapat meramal tingkat kesadaran klien.

5) Exposure (E)

Dilakukan di rumah sakit, tetapi jika perlu dapat mem buka pakaian,

misalnya membuka baju untuk melakukan pemeriksaan fisik thorax. Di RS

klien harus dibuka keseluruhan pakaiannya untuk eveluasi klien.

B. Survey sekunder

a) Kaji riwayat trauma

Sangat penting untuk mengetahui riwayat trauma, karena penampilan luka

terkadang tidak sesuai dengan parahnya cedera.

b) Kaji seluruh tubuh dengan pemeriksaan fisik dari kepala sampai kaki secara

sistematis, inspeksi adanya laserasi, bengkak, dan deformitas.

c) Kaji kemungkinan adanya fraktur multiple.

14. Diagnose dan intervensi keprawatan musculoskeletal pada kasus

Terlampir

24

Page 25: Laporan Tutor Skenario 2 KGD

No Data Etiology Masalah keperawatan

Mr.bron

DS: -

DO:

1. open fraktur femoral

sinistra

2. , GCS 343 ,

3. Hemorage pada daerah

luka , deformitas ,

4. Crepitasi pada Os tibia

sinistra ,

5. Laserasi clavikula sinistra ,

6. sprain pada deltoideus

sinistra ,

7. Cyanotic dan akral dingin

pada daerah extremitas ,

8. CRT > 3 detik .

9. TTV : TD = 100/70 mmHg ,

N = 122x/menit , RR= 32x/

menit , Suhu = 35,3’S

 Impaired tissue integrity b.d

fraktur terbuka

 

Impaired tissue

integrity (00044)

Domain 11

Class 2

Axis 1: tissue integrity

Axis 2: individual

Axis 3: impaired

Axis 4: tissue

Axis 5: adult

Axis 6: acute

Axis 7:actual

Acute pain b.d spasme tot ,

pergeseran fragmen tulang

Acute pain (00132)

Domain 12

Class 3

Axis 1: pain

Axis 2: individual

Axis 3: -

Axis 4: tissue

25

Page 26: Laporan Tutor Skenario 2 KGD

Axis 5: adult

Axis 6: acute

Axis 7:actual

Impaired physical mobility b.d

cedera jaringan sekitar fraktur,

kerusakan rangka

neuromuskuler

Impaired physical

mobility (00085)

Domain 4

Class 2

Axis 1: mobility

Axis 2: individual

Axis 3: impaired

Axis 4: tissue

Axis 5: adult

Axis 6: acute

Axis 7:actual

Ms. Sarly

DO :

1. perdarahan di area ankle

2. didapatkan amputasi pada 3

jari sinistra dan pada ankle

dextra,

3. TTV : TD: 70/45 mmHg , N:

74x/menit , RR dyspnea ,

palpitasi , bradicardi ,

Deficient fluid volume Deficient fluid volume

(00028)

Domain 2

Class 5

Axis 1: fluid volume

Axis 2: individual

26

Page 27: Laporan Tutor Skenario 2 KGD

4. Klien mengalami shock

hypovolemic

Axis 3: deficient

Axis 4: -

Axis 5: adult

Axis 6: acute

Axis 7: actual

1. Amputasi pada 3 jari sinistra

dan pada ankle dextra

Impaired physical mobility b.d

amputation

Impaired physical

mobility (00085)

Domain 4

Class 2

Axis 1: mobility

Axis 2: individual

Axis 3: impaired

Axis 4: tissue

Axis 5: adult

Axis 6: acute

Axis 7:actual

1. GCS 222 ,

2. terdengar snoring , raccoon

eyes (diduga ada kerusakan

basis krani),

3. lacerasi pada temporal

dextra ,

Risk for ineffective cerebral

tissue perfusion

(00201)

Domain 4

Class 4

Axis 1: tissue

27

Page 28: Laporan Tutor Skenario 2 KGD

4. shock hypovolemic perfusion

Axis 2: individual

Axis 3: impaired

Axis 4: cerebral

Axis 5: adult

Axis 6: acute

Axis 7: risk

1. lacerasi pada temporal dextra Acute painb.dpeningkatan TIK (00132)

Domain 12

Class 3

Axis 1: pain

Axis 2: individual

Axis 3: -

Axis 4: tissue

Axis 5: adult

Axis 6: acute

Axis 7:risk

1. retraksiintercostae ,

2. S 35,3’C, akraldingindan

cyanotic

3. hasil ABG abnormal. ( asidosis

metabolism)

Ineffective breathing pattern (00032)

Domain 4

Class 4

28

Page 29: Laporan Tutor Skenario 2 KGD

4. RR dyspnea

Axis 1: btreathing

pattern

Axis 2: individual

Axis 3: ineffective

Axis 4:

cardiopulmonal

Axis 5: adult

Axis 6: acute

Axis 7: actual

Mr. El

DO :

1. skalanyeri 9 , grimace (+)

2. TD : 140/90 mmHg , N:

102x/menit , RR: 30x/menit

3. Terdapat vulnus laceratum

4. Hemoragi dan sprain pada

area archiles sinistra dan

ligament talo fibular posterior

,

5. Extremitas dextra terdapat

strain pada area harmstring ,

contusion , edema ,

Acute Pain (00132)

Domain 12

Class 3

Axis 1: pain

Axis 2: individual

Axis 3: -

Axis 4: tissue

Axis 5: adult

Axis 6: acute

Axis 7:actual

6. GCS 456 , , S: 35,2’C, Impaired tissue integrity (00044)29

Page 30: Laporan Tutor Skenario 2 KGD

7. Terdapat vulnus laceratum

8. Hemoragi dan sprain pada

area archiles sinistra dan

ligament talo fibular posterior

,

9. Extremitas dextra terdapat

strain pada area harmstring ,

contusion , edema ,

Domain 11

Class 2

Axis 1: tissue integrity

Axis 2: individual

Axis 3: impaired

Axis 4: tissue

Axis 5: adult

Axis 6: acute

Axis 7:actual

Ms. Dil

DS :

1. Berteriak mengeluh adanya

nyeri pada area ankle,

DO:

2. Terdapat deformitas ,contusio

, tenderness , instability , pada

area ankle extrimitesdextra.

3. GCS 456,

4. Akral hangat , edema (-) ,

5. skalanyeri 7 .

6. N : 120x/menit , CRT 2 detik

TD : 130/80 mmHg, RR

Acute Pain (00132)

Domain 12

Class 3

Axis 1: pain

Axis 2: individual

Axis 3: -

Axis 4: tissue

Axis 5: adult

Axis 6: acute

Axis 7:actual

30

Page 31: Laporan Tutor Skenario 2 KGD

36,9’C,

7. fracture (-)

INTERVENSI KEPERAWATAN

No KodeDx Noc Nic

1 (00044) Wound healing:secondary

intention

1. Foul wound odor

2. Decrease wound size

3. Formation scar

4. Granulation

Bone healing

1. Cellular proliferation

2. Callus formation

3. Intak peripheral circulation

4. Retruns skeletal function

5. Infection in surrounding

tissue

Emergency care

Fluid/electrolyte

management

Analgesic

administration

Wound care

Surgical preparation

31

Page 32: Laporan Tutor Skenario 2 KGD

6. Infection in bone

(00085) Skeletal function

1. Bone integrity

2. Bone density

3. Skeletal alightment

4. Join stability

Physical restraint

Bed rest care

Traction /

immobilization care

Cast care:wet

Cast care : maintenance

2 (00028) Blood lost severity

1. Decrease systolic blood

pressure

2. Decrease diastolic blood

pressure

3. Lost body heat

4. Decrease hemoglobin

Fluid/ electrolyte

menegement

Acid –base management:

metabolic acidosis

Electrolyte monitoring

(00201) Tissue perfusion cerebral

1. Intracranial pressure

2. Impaired cognition

3. Systolic blood pressure

4. Diastolic blood pressure

5. Mean blood pressure

Bleeding reduction :

wound

Hemorrhage control

Shock management :

volume

Fluid monitoring

32

Page 33: Laporan Tutor Skenario 2 KGD

6. Cerebral angiogram finding

33

Page 34: Laporan Tutor Skenario 2 KGD

DAFTAR PUSTAKA

Dorland, W.A. Newman.(2011). Kamus Saku Kedokteran Dorlnd Ed.28. Jakarta : EGC.

Krisanty paula. 2012. Asuhan keperawatan gawat darurat. Jakarta. Trans info media

Purwadianto, Agus. 2000. Kedaruratan Medik. Jakarta : Binarupa Aksara.

The Permanente Medical Group, Inc. 2008. Regional Health Education.011061-199

(Revised 11-10) RL 7.2

Thygerson, Alton. 2009. First Aid. Jakarta : Erlangga.

34