kasus ujian luka bakar_hermanuadig0007085
TRANSCRIPT
KASUS UJIAN BEDAH PLASTIK
SEORANG LAKI-LAKI 29 TAHUN DENGAN COMBUSTIO
ELEKTRIK 18% DAN KOMPARTEMEN SINDROM
Periode : 16 – 21 Januari 2012
Oleh:
Hermanu Adi
G0007085
Pembimbing:
dr. Amru Sungkar, SpB, SpBP
KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/ RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2012
STATUS PASIEN
I. ANAMNESIS
A. Identitas Pasien
Nama : Tn S
Umur : 29 Tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Buruh bangunan
Alamat : Mutian 18/20 Janti Warno, Klaten
anggal Masuk : 19 Januari 2012
Tanggal Periksa : 19 Januari 2012
Status Pembayaran : Jamkesmas
Nomor rekam medis : 01108026
B. Keluhan Utama
Luka bakar tersengat listrik
C. Riwayat Penyakit Sekarang
4 hari yang lalu ketika pasien sedang bekerja sebagai kuli bangunan, untuk
membangun konstruksi baja pasien memegang besi batangan yang tidak
sengaja menyentuh kabel listrik, kemudian pasien tersengat listrik beberapa
saat hingga berhasil dilepaskan dan pasien terduduk, pingsan (-). Oleh
penolong dibawa ke RSUD Cilacap dirawat selama 4 hari, diberikan salep
Mebo, pasang infus, dan injeksi obat-obatan. Karena pasien berasal dari
Klaten pasien APS, setelah 1 jam di rumah pasien datang ke RSDM.
D. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat alergi obat : disangkal
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat Diabetes Mellitus : disangkal
Riwayat penyakit jantung : disangkal
1
E. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat alergi obat : disangkal
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat Diabetes Mellitus : disangkal
Riwayat penyakit jantung : disangkal
II. PEMERIKSAAN FISIK
A. Primary Survey
a. Airway : bebas
b. Breathing : spontan, thoracoabdominal, pernafasan 20 x/menit
c. Circulation : tekanan darah 130/80 mmHg, nadi 80 x/menit
d. Disability :GCS E4V5M6, reflek cahaya (+/+), pupil isokor
(3mm/3mm)
e. Exposure : suhu 37 ºC
B. Secondary Survey
a. Kepala : bentuk mesocephal.
b. Mata : konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil
isokor (3mm/3mm), reflek cahaya (+/+),
hematom periorbita (-/-), diplopia (-/-).
c. Telinga : sekret (-/-), darah (-/-), nyeri tekan mastoid (-/-),
nyeri tragus (-/-).
d. Hidung : bentuk simetris, napas cuping hidung (-), secret (-),
keluar darah (-).
e. Mulut : gusi berdarah (-), lidah kotor (-), jejas (-),
maloklusi (-).
f. Leher : pembesaran tiroid (-), pembesaran limfonodi (-),
nyeri tekan (-), JVP tidak meningkat.
g. Thorak : bentuk normochest, ketertinggalan gerak (-), jejas
(-)
2
h. Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak.
Palpasi : ictus cordis tidak kuat angkat.
Perkusi : batas jantung kesan tidak melebar.
Auskultasi : bunyi jantung I-II intenstas normal, regular, bising
(-).
i. Pulmo
Inspeksi : pengembangan dada kanan sama dengan kiri.
Palpasi : fremitus raba sama dengan kiri, nyeri tekan (-/-).
Perkusi : sonor/sonor.
Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+) normal, ronki basah
halus (+/+).
j. Abdomen
Inspeksi : distended (-), jejas (+) sisi lateral sinistra
ukuran 15x10 cm
Palpasi : supel, defense muscular (-)
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus (+) normal
k. Genitourinaria : BAK normal jernih , BAK darah (-), BAK nanah
(-), nyeri BAK (-).
l. Ekstremitas : Lihat status lokalis
Akral dingin Nyeri Sianosis
- - + + + + CRT > 2” - - + + + +
C. Status Lokalis
a. Regio Wrist Joint Dextra Sisi Anterior
Inspeksi : tampak luka masuk berupa vulnus ekskoriasi dengan dasar
putih (grade III) 0,5%
Palpasi : nyeri tekan (+/+), krepitasi (-/-), NVD (+)
3
b. Regio Erist Joint Sinistra Anterior
Inspeksi : tampak luka masuk berupa vulnus ekskoriasi dengan dasar
putih (grade III) 0,5%
Palpasi : nyeri tekan (+/+), krepitasi (-/-), NVD (+)
c. Regio Palmar Manus Sinistra
Inspeksi : tampak vulnus ekskoriasi dengan dasar putih (grade III)
0,5%, bullae (+).
Palpasi : nyeri tekan (+/+), krepitasi (-/-), NVD (+)
d. Regio Digiti I Manus Sinistra
Inspeksi : tampak vulnus ekskoriasi dengan dasar merah tua (grade
III) 0,5%, bullae (+).
Palpasi : nyeri tekan (+/+), krepitasi (-/-), NVD (+)
e. Regio Plantar Pedis Dextra Digiti I-IV
Inspeksi : luka keluar berupa vulnus ekskoriasi dasar merah
kehitaman (grade III) 0,5%
Palpasi : nyeri tekan (+/+), krepitasi (-/-), NVD (+)
f. Regio Plantar Pedis Sinistra Digiti I-III
Inspeksi : luka keluar berupa vulnus ekskoriasi dasar merah
kehitaman (grade III) 0,3%
Palpasi : nyeri tekan (+/+), krepitasi (-/-), NVD (+)
g. Regio Plantar Pedis Sinistra Digiti IV-V
Inspeksi : luka keluar berupa nekrose tampak hijau kehitaman (grade
IV) 0,2%
Palpasi : nyeri tekan (-/-), krepitasi (-/-), NVD (+)
h. Regio Cruris Dextra
Inspeksi : tampak vulnus ekskoriasi dengan dasar merah tua (grade
III) 4,5%
Palpasi : nyeri tekan (+/+), krepitasi (-/-), NVD (-)
i. Humerus Sinistra
Inspeksi : tampak vulnus ekskoriasi dengan dasar pink pucat (Grade
II superfisial) 0,5%
4
Palpasi : nyeri tekan (+/+), krepitasi (-/-), NVD (-)
j. Regio Ante Brachi Sinistra
Inspeksi : tampak vulnus ekskoriasi dengan dasar pink pucat (Grade
II superfisial) 0,5%
Palpasi : nyeri tekan (+/+), krepitasi (-/-), NVD (-)
k. Regio Abdomen Sisi Lateral
Inspeksi : tampak vulnus ekskoriasi dengan dasar pink pucat (Grade
II superfisial) 4%
Palpasi : nyeri tekan (+/+), krepitasi (-/-), NVD (-)
l. Regio Gluteus Dextra et Sinistra
Inspeksi : tampak vulnus ekskoriasi dengan dasar pink tua (Grade II
partial) 5%
Palpasi : nyeri tekan (+/+), krepitasi (-/-), NVD (-)
m. Regio Scrotum
Inspeksi : tampak vulnus ekskoriasi dengan dasar pink tua (Grade
Partial) 0,5%
Palpasi : nyeri tekan (+/+), krepitasi (-/-), NVD (-)
IV. DIAGNOSIS
Combustio listrik 18 %
V. DIAGNOSIS BANDING
Combustio kimia
Combustio elektrik
VI. PLANNING I
1. Pasang infus RL 30 tpm
2. Injeksi ceftriaxone 1gr/12 jam
3. Injeksi Ketorolac 30 mg/8 jam
4. Cek darah rutin.
5. Pasang DC
5
6. Pro fasciotomy
PEMBAHASAN SOAL
Anamnesis:
Anamnesis dapat dilakukan langsung dengan pasien atau dengan orang yang
melihat langsung kejadian yang dialami pasien, yang harus ditanyakan dalam
anamnesis pasien-pasien yang mengalami luka bakar antara lain:
a. Apakah penyebab pasien mengalami luka bakar?
Penyebab luka bakar dapat dilihat dari mekanisme injurynya. Penyebabnya
antara lain1,2:
i. Thermal injury
Scald : luka bakar terkena air panas & cairan mendidih1,2;
Flame : luka bakar akibat kobaran api, bensin, gas alam1,2;
Contact : luka bakar akibat kontak langsung dengan benda panas (contoh
setrika, knalpot, mesin, dll )1,2;
Flash : disebabkan oleh pengapian eksplosif dari zat yang mudah
menguap. Terjadi saat menyalakan api atau ledakan gas2.
ii. Electrical injury
Low voltage : perkiraan tegangan 240 volt 1,2;
High voltage: perkiraan tegangan sekitar 1000 volt atau lebih1,2;
Flash : berasal dari sumber listrik tegangan tinggi yang dapat
menyebabkan cedera, tanpa arus melintasi tubuh. Panas dapat
merusak kulit hingga kulit menjadi terbuka, dan pakaian dapat
menyala1,2;
iii. Chemical injury
Luka bakar akibat bahan kimia umumnya disebabkan karena sifat
kimiawi bahan tersebut yang tajam dan dapat membakar kulit. Terbagi
menjadi dua yaitu1,2:
Acid : asam sulfur, asam nitrat, asam klorida, dll
Alkali : sodium hidroksida, silver nitrate
iv. Radiation (radiasi)
6
Luka bakar akibat radiasi jarang terjadi namun sangat merusak.
Luka akibat radiasi baik yang dapat mengionkan maupun tidak dapat
terjadi akibat material yang tidak tertangani dengan baik.
Anamnesis yang cermat pada kasus combustio dapat memberikan informasi
yang membantu menegakkan diagnosis. Beberapa hal yang perlu diketahui dalam
anamnesis antara lain:
a. Mekanisme terjadinya luka
- Riwayat pasien memperoleh luka menentukan penyebabnya, dapat terjadi
karena termal, elektrik, atau zat kimia.
- Kronologis kejadian mulai dari awal kontak hingga mendapat penanganan.
- Pertolongan pertama yang telah diberikan pada pasien.
- Obat-obatan yang telah diberikan pada pasien.
- Adakah cedera lain yang menyertai, misal jatuh dari ketinggian, tabrakan,
atau ledakan.
- Adakah risiko terjadi trauma inhalasi1,2
b. Onset
- Waktu terjadinya luka
- Lama pasien terpapar sumber energi
- Lama resusitasi cairan telah diberikan
c. Adakah kemungkinan suatu tindakan non-accidental.2
Pemeriksaan Fisik:
Hal pertama yang perlu dievaluasi dari pasien combustio elektrik terutama
high voltage adalah primary survey.
A = airway (jalan napas pasien),
B = breathing & ventilation (pernapasan serta ventilasi pasien),
C = circulation & haemorrage control (sirkulasi dan control perdarahan),
D = dissability (disabilitas atau ketidakmampuan pasien),
E = exposure & environmental control (suhu, reflek cahaya, dan kontrol
lingkungan sekitar pasien), serta
F = fluid resuscitation (cairan resusitasi untuk pasien).2
7
Setelah dipastikan ABCDEF teratasi maka dilakukan secondary survey. Hal
pertama yang perlu diperhatikan adalah mencari point of ”entry” dan “exit”.
Aliran listrik akan melewati tubuh melalui point of entry (luka masuk) dan
berakhir pada point of exit (luka keluar). Jaringan atau organ yang terletak
diantara kedua titik tersebut berpotensi untuk mengalami gangguan. 3
Sumber energi listrik tersebut dapat dibedakan berdasarkan tegangan yang
dimilikinya, yaitu:
Low voltage : perkiraan tegangan mulsi 240 volt. Umumnya luka masuk terjadi
pada tangan dengan bentuk luka masuk dan keluar cukup dalam.
Bila proses penjalaran aliran listrik melewati jantung maka dapat
mengakibatkan aritmia.
High voltage : perkiraan tegangan sekitar 1000 volt atau lebih dan
mengakibatkan kerusakan jaringan yang luas. Dapat terjadi
rhabdomiolisis dan gagal ginjal.
Flash : berasal dari sumber listrik tegangan tinggi yang dapat
menyebabkan cedera, tanpa arus melintasi tubuh. Panas dapat
merusak kulit hingga kulit menjadi terbuka.2,3
Gejala lain yang dapat ditemukan menyesuaikan organ yang mengalami
gangguan, misalnya aritmia, cardiac arrest, ventrikel fibrilasi, myoglobinuria,
compartemen syndrom, katarak, dan lain-lain. Umumnya gejala-gejala berat
terjadi pada combustio elektrik high voltage.4
Sebuah penelitian pada tahun 2009 juga menyebutkan adanya kemungkinan
gangguan sistem otak setelah terjadinya combustio elektrik. Pasien akan
mengalami gangguan kognitif, memory, dan kemampuan belajar. Elektrik injury
menyebabkan penurunan aktivitas pada gyrus frontalis dan kortek cingulata.5
Diagnosis dan Differensial Diagnosis:
Penegakan diagnosis untuk combustio elektrik berdasarkan anamnesis
adanya riwayat kontak dengan sumber energi listrik. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan adanya luka masuk dan luka keluar. Umumnya pada combustio
elektrik high voltage pasien akan kehilangan kesadaran dan risiko mortalitas juga
sangat tinggi.4
8
Pada kasus dengan luka bakar yang luas, maka luas luka bakar
dibandingkan dengan luas permukaan tubuh. Estimasi luas luka bakar dilakukan
dengan asumsi bahwa luas permukaan palmar pasien dalam keadaan jari-jari rapat
dianggap sebagai 1% luas permukaan tubuh. Pada orang dewasa, estimasi luas
luka bakar ditentukan dengan rule of nine. Saat melakukan estimasti luas luka
bakar, area eritematous tidak dihitung.2
Dasar dari luka perlu diperhatikan untuk menilai derajat dari luka bakar.
Kriteria staging luka bakar secara garis besar sebagai berikut:
1. Luka bakar superfisial/ luka bakar derajat I : luka bakar hanya meliputi
epidermis, tidak sampai ke dermis. Misalnya luka bakar akibat sun burn.
2. Luka bakar superficial dermal/ luka bakar derajat II (superfisial) : luka bakar
yang meluas sampai ke lapisan atas dermis. Sering terjadi pembentukan bula.
3. Luka bakar deep dermal/luka bakar derajat II (deep) : dimana luka bakar
tersebut meluas hingga ke lapisan bawah dermis tetapi belum sampai seluruh
ketebalan dermis. Luka bakar ini membutuhkan waktu yang lama untuk
sembuh dan juga meninggalkan bekas luka yang berat.
9
4. Luka bakar yang meliputi seluruh ketebalan kulit (full thickness burn) disebut
juga luka bakar derajat III.2
Pemeriksaan Penunjang:
1. Pemeriksaan EKG
Pasien dengan combustio elektrik sangat disarankan untuk monitoring
EKG karena besarnya kemungkinan abnormalitas gambaran EKG. Aliran
listrik akan melewati jantung dan mempengaruhi konduktivitas jantung.
Kelainan yang sering terjadi antara lain aritmia, cardiac arrest, miocard infark,
dan atrial fibrilasi.
2. Pemeriksaan darah lengkap
Pemeriksaan darah lengkap berfungsi sebagai indikator gangguan
sistemik.Luka bakar mengakibatkan peningkatan permeabilitas pembuluh
darah sehingga air, klorida dan protein tubuh akan keluar dari dalam sel dan
menyebabkan edema yang dapat berlanjut pada keadaan hipovolemia dan
hemokonsentrasi6,7. Peningkatan hemokonsentrasi, penurunan jumlah albumin
dan klorida perlu diawasi6.
3. Pemeriksaan foto thorak AP
Foto thorak AP disini berfungsi untuk mengetahui kondisi pulmo akibat
jatuh dari ketinggian 3m post combustio elektrik.
4. Analisa Gas Darah
Analisa gas darah berfungsi sebagai penegakan diagnosis kecurigaan
adanya contusio pulmonum dan juga sebagai monitoring ventilator
management. Dengan hasil analisa gas darah, dapat mengoreksi adanya
gangguan keseimbangan asam basa serta dapat memperkirakan kebutuhan
bantuan oksigen yang tepat untuk pasien.8
5. CT Scan kepala
10
CT Scan kepala dilakukan untuk mengetahui adanya contusio pada kepala,
perdarahan berupa epidural atau subdural hematoma.9
Rencana Penatalaksanaan:
1. Evaluasi awal
Penanganan yang diberikan bergantung pada intensitas elektrik dan juga
lama paparan. Pada combustio elektrik high voltage, umumnya dilakukan
penanganan pada airway, breathing, circulation, disability, dan exposure
kemudian diikuti dengan pendekatan khusus pada komponen spesifik luka
bakar. Airway dipertahankan dengan chin lift dan jaw trust, sebelum hal
tersebut dilakukan pasang collar brace terlebih dahulu. Pastikan jalan nafas
terbebas dari hambatan. Tinjau kembali saluran nafas, bila tidak adekuat maka
dapat dipasang alat bantu pernapasan dari luar. Bila saluran nafas telah bebas
lakukan penilaian untuk breathing dilanjutkan dengan circulation jika breathing
pasien spontan. Pada circulation lakukan pemeriksaan nadi. Setelah itu
dilakukan pemeriksaan disabilitas dengan menilai GCS, reflek pupil dan reflek
cahaya. Kemudian, dinilai eksposure dengan mengukur suhu dan fluid
resuscitation untuk mengatasi hipovolemi.10
2. Penanganan luka
Combustio elektrik low voltage umumnya merupakan luka bakar minor.
Beberapa kasus hanya membutuhkan debridement dan penutupan luka untuk
pengembalian fungsi maksimal.
Combustio elektrik high voltage mengakibatkan trauma yang luas.
Penanganan juga meliputi resusitasi dan pencegahan gagal ginjal. Angka
mortalitas tidak terlalu tinggi namun angka amputasi cukup tinggi pada kasus
dengan penanganan kurang tepat. Rehabilitasi dan support psikologis
dibutuhkan pada pasien dengan kasus amputasi.11,12
Penanganan combustio elektrik pada tangan dapat dilakukan dengan
elevasi lengan setinggi level jantung, cek pulsasi arteri setempat tertama dalam
24-48 jam pertama, pertimbangan tindakan fasciotomy atau escharotomy, dan
11
posisikan lengan atau bidai tangan dalam posisi fungsional untuk menghindari
kontraktur.13
Sindrom kompartemen adalah komplikasi yang sering terjadi untuk
trauma, termasuk trauma luka bakar. Dalam rangka untuk mengurangi tekanan
yang meningkat dan iskemia dilakukan fasciotomy secara tepat waktu.
Meskipun efektif dalam mengurangi tekanan perfusi jaringan yang meningkat,
fasciotomy sering menghasilkan luka luas, terbuka, dan menggembung. Ini
mengharuskan manajemen yang bijaksana yang dapat memiliki dampak
penting pada rehabilitasi pasien. Pencangkokan kulit adalah metode yang
paling umum untuk penutupan dan meskipun terkadang pencangkokan kulit
membutuhkan operasi revisi dengan excisi serial.13,17
3. Resusitasi cairan
Sebagai bagian dari perawatan awal pasien yang terkena luka bakar,
pemberian cairan intravena yang adekuat harus dilakukan melalui jalur
intravena. Adanya luka bakar diberikan cairan resusitasi karena adanya
akumulasi cairan edema pada seluruh tubuh. Telah diselidiki bahwa penyebab
permeabilitas cairan ini adalah karena keluarnya sitokin dan beberapa
mediator, yang menyebabkan disfungsi dari sel, kebocoran kapiler. Tujuan
utama dari resusitasi cairan adalah untuk menjaga dan mengembalikan perfusi
jaringan tanpa menimbulkan edema. 14
4. Pemberian analgetik
Pemberian analgetik dapat dilakukan karena secara teknis dan logika
diperlukan untuk mengurangi nyeri dan mempermudah pembersihan luka,
dapat digunakan pada berbagai pasien karena spektrum umur yang luas, dapat
menurunkan rasa nyeri dan tidak mempunyai efek samping yang
signifikan14,15,16. Analgetik dapat berupa opioid, NSAID, dan anestesi lokal14,15.
Edukasi dan Pencegahan Sekunder:
Edukasi dan pencegahan sekunder yang dapat dilakukan antara lain :
12
a. Biasakan memakai alat pelindung diri jika bekerja di area bertegangan listrik
tinggi
b. Lepaskan perhiasan dari logam yang bisa menjadi penghantar saat akan bekerja
pada daerah yang dekat dengan tegangan listrik tinggi.
c. Pasien yang mengalami luka bakar sebaiknya langsung dibawa ke rumah sakit
atau instalasi kesehatan agar mendapat perawatan segera sehingga morbiditas
dan mortalitas dapat diminimalkan
d. Pada pasien yang sudah mengalami combustio elektrik, mencegah terjadinya
infeksi pada luka dengan debridement dan dressing yang benar
e. Menghindari terjadinya kontraktur pada bekas combustio
DAFTAR PUSTAKA
1. Hettiaratchy, S., Papini, R. ABC of Burns: Initial management of a major
burn : I - overview. British Medical Journal, 2004, (328): 1555-7
13
2. Benson, A., Dickson, W., Boyce, D. ABC of wound healing burns. British
Medical Journal, 2006, (332) : 649-652
3. Hettiaratchy, S., Dziewulski, P. ABC of burns Pathophysiology and types
of burns. British Medical Journal, 2004, (328) : 1427-9
4. Ota FS, Purdue GF. Emergent Injuries To Children And Adolescents Due
To Electricity and Lightning Strikes. Pediatric Emergency Medicine
Practice, 2005 (2) :8
5. Ramati A, et al.Alteration in Fungtional Brain System after Electrical
Injury.Journal of Neurotrauma, 2009;(26):1815-1822.
6. Namdar, T., Stollwerck, P., Stang, F., Siemers, F., Mailander, P, Lange, T.
Transdermal fluid loss in severely burned patients. German Medical
Science, 2010; (8) : 1-5
7. Jeschke et al. Burn size determines the inflammatory and hypermetabolic
response. Critical Care, 2007; 11(4) :1-11.
8. Sood P, Paul G, Puri S.Interpretation of Arterial Blood Gas.Pubmed
Central,2010, 14(2): 57-64.
9. Hettiaratchy, S., Papini, R., ABC of Burns: Initial management of a major
burn : II—assessment and resuscitation. British Medical Journal, 2004;
volume; 329, pp. 101-3
10. Pham TN, Gibran NS.Thermal and Electrical Injuries. Surg Clin Am,
2007,pp185-206
11. Saraf H, Parihar H. Burn Management: A Compendium.Journal of
Clinical and Diagnostic Research. 2007, (5):426-436.
12. Ahmab AA, Al-Leithy I, Alfotoh SA. Evaluation of the Treatment
Protocol of Electrical Injuries in Ain Sham University Burn Unit, J. Plast.
Surg. 2004, (28):149-158
13. Dries D. Management of burn injuries – recent developments in
resuscitation, infection control and outcomes research, BMC Journal.
2009, 17 (14)
14. Sharar et al. Applications of virtual reality for pain management in burn-injured patients. Expert Rev Neurother. 2008; 8 (11) : 1667–1674
14
15. Spanholtz, T., Theodorou, P., Amini, P., Spilker, G. Severe Burn Injuries,
Acute and Long-Term Treatment. Deutsches Arzteblatt International,
2009; 106 (38) : 607-13
16. Hudspith, J., Rayatt, S. ABC of Burns: First aid and treatment of minor
burns. British Medical Journal, 2004; (328) : 1487-9
17. Boxer L. K., Buchman S. R. An alternative methode for closure of
fasciotomy wounds: healing by secondary intention. The Int. J. of Plast.
Surg., 2003; 1528-93
15