luka bakar kasus

50
BAB I PENDAHULUAN Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh kontak dengan suhu tinggi seperti air panas, api, listrik, bahan kimia, dan radiasi ; juga oleh sebab kontak dengan suhu rendah (frost-bite). Luka bakar menyebabkan hilangnya integritas kulit dan juga menimbukan efek sistemik yang sangat kompleks. Luka bakar biasanya dinyatakan dengan derajat yangditentukan oleh kedalaman luka bakar. Beratnya luka bergantung pada dalam, luas, dan letak luka. Selain beratnya luka bakar, umur dan keadaan kesehatan penderita sebelumnya merupakan faktor yang sangat mempengaruhi prognosis 1

Upload: tri-ayu-wd

Post on 27-Oct-2015

87 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh kontak dengan suhu tinggi seperti air

panas, api, listrik, bahan kimia, dan radiasi ; juga oleh sebab kontak dengan suhu rendah (frost-

bite). Luka bakar menyebabkan hilangnya integritas kulit dan juga menimbukan efek sistemik

yang sangat kompleks. Luka bakar biasanya dinyatakan dengan derajat yangditentukan oleh

kedalaman luka bakar. Beratnya luka bergantung pada dalam, luas, dan letak luka. Selain

beratnya luka bakar, umur dan keadaan kesehatan penderita sebelumnya merupakan faktor yang

sangat mempengaruhi prognosis

1

BAB I

STATUS PASIEN

I.Identitas Pasien

a. Nama/Jenis Kelamin/Umur : Ny. Pa / Perempuan / 35 tahun

b. Pekerjaan : Ibu rumah tangga

c. Alamat : Rt 08 pematang sulur

II. Latar Belakang Sosio-ekonomi-demografi-lingkungan-keluarga

a. Status Perkawinan : menikah

b. Jumlah anak/saudara : 3 orang anak

c. Status ekonomi keluarga

1). Mampu :

2) kuran mampu : +

d. KB : -

e. Kondisi Rumah : baik

f. Kondisi Lingkungan Keluarga : baik

III. Aspek Psikologis di Keluarga : baik

IV. Riwayat Penyakit Dahulu/keluarga :

Pasien tidak pernah mengalami luka bakar sebelumnya.

Riwayat diabetes melitus disangkal.

V. Keluhan Utama :

Luka bakar tersiram minyak goreng pada punggung tangan sebelah kanan.

VI. Riwayat Penyakit Sekarang : (autoanamnesa)

3 jam sebelum pasien datang ke Puskesmas Simpang IV sipin , pasien

tersiram minyak goreng pada punggung tangan sebelah kanan sebelah kanan saat

pasien sedang memasak. Minyak goreng panas tersebut sebelumnya digunakan

untuk mengoreng. pada saat kejadian pasien menggunakan baju berlengan

pendek sehingga minyak panas itu langsung mengenai kulitnya. Pasien mengeluh

punggung tangannya terasa panas, terasa nyeri, dan tampak merah. Oleh pasien,

2

luka dibersihkan dengan air dan diolesi pasta gigi. Pasien masih bisa melakukan

kegiatan sehari-hari seperti biasanya dan namun karena keluhan dirasa semakin

bertambah akhirnya pasien berobat ke poli umum Puskesmas simpang IV sipin.

VII. Pemeriksaan Fisik :

Keadaan Umum

1. Keadaan sakit : tampak sakit ringan

2. Kesadaran : compos mentis

3. Suhu : 36,7°C

4. Tekanan darah : 120/80 mmHg

5. Nadi : 82 x/menit

6. Pernafasan

- Frekuensi : 20 x/menit

8. Berat badan : 63 Kg

9. Tinggi badan : 168 cm

Pemeriksaan Organ

1. Kepala Bentuk : normocephal

Simetri : simetris

2. Mata Exopthalmus/enophtal : (-)

Kelopak : normal

Conjungtiva : anemis (-)

Sklera : ikterik (-)

Kornea : normal

Pupil : bulat, isokor, reflex cahaya +/+

Lensa : normal, keruh (-)

Gerakan bola mata : baik

3. Hidung : tak ada kelainan

4. Telinga : tak ada kelainan

5. Mulut Bibir : lembab

Bau pernafasan : normal

3

Gigi geligi : lengkap

Palatum : deviasi (-)

Gusi : warna merah muda, perdarahan (-)

Selaput Lendir : normal

Lidah : putih kotor, ulkus (-)

6. Leher KGB : tak ada pembengkakan

Kel.tiroid : tak ada pembesaran

JVP : 5 - 2 cmH2O

Pulmo

Pemeriksaan Kanan Kiri

Inspeksi Statis & dinamis: simetris Statis & dinamis : simetris

Palpasi Stem fremitus normal Stem fremitus normal

Perkusi Sonor

Batas paru-hepar :ICS VI

kanan

Sonor

Auskultasi Wheezing (-), rhonki (-) Wheezing (-), rhonki (-)

Jantung

Inspeksi Ictus cordis terlihat di ICS V linea midclavicula kiri

Palpasi Ictus cordis teraba di ICS V linea midclavicula kiri

Perkusi Batas-batas jantung :

Atas : ICS II kiri

Kanan : linea sternalis kanan

Kiri : ICS VI 2 jari bergeser ke lateral dari linea

midclavicula kiri

Auskultasi BJ I/II regular, murmur (-), gallop (-)

4

Abdomen

Inspeksi Datar, skar (-), venektasi (-), spidernevi (-)

Palpasi Nyeri tekan regio epigastrium (-), defans musculer (-), ,

hepatomegali (-), splenomegali (-), nyeri ketok

costovertebra (-/-)

Perkusi Timpani

Auskultasi Bising usus (+) normal

Ekstremitas Atas

Edema (-), akral hangat, lihat status lokalis

Ekstremitas bawah

Edema (-), akral hangat

VIII. Status Lokalisata

Regio dorsum manus dekstra : combusio 2%, luka tampak kemerahan, bula(-),

folikel rambut (+), nyeri (+).

IX. Diagnosis :

Combusio grade I 2%, region dorsum manus dekstra

5

X. Manajemen

a. Preventif :

Menyarankan kepada pasien agar selalu berhati-hati dalam melakukan

sesuatu kegiatan terutama yang yang dapat menyebabkan luka bakar, seperti

memasak, setrika pakaian, membakar sampah ,dan lain-lain serta lebih

memperhatikan keselamatan.

b. Promotif :

Berhati-hati dalam melakukan sesuatu dalam melakukan sesuatu kegiatan

terutama yang yang dapat menyebabkan luka bakar.

Mengutamakan keselamatan kerja.

Melakukan perawatan luka secara teratur.

Menerangkan kepada pasien tentang bahaya dan komplikasi dari luka

bakar ini.

Memberitahukan kepada pasien jangan mengoleskan pasta gigi ke tempat

luka.

c. Kuratif :

Non Medikamentosa

Istirahat

Makan makanan yang bergizi.

Perawatan luka teratur.

Medikamentosa

Paracetamol 3 x 500 mg

Bioplasenton salep 4-6 kali sehari oleskan tipis pada kulit yang luka.

d. Rehabilitatif

Melakukan perawatan luka bakar secara baik dan teratur

6

e. Disability limitasion

Menyarankan kepada pasien untuk menghindari faktor-faktor penyebab timbulnya

penyakit ini.

Menyarankan kepada keluarga pasien untuk membantunya menghindari faktor-

faktor penyebab timbulnya penyakit ini

7

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 DEFINISI DAN ETIOLOGI

Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan

kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik, dan radiasi. Luka bakar

merupakan suatu jenis trauma dengan morbiditas dan mortalitas tinggi yang memerlukan

penatalaksanaan khusus sejak awal (fase syok) sampai fase lanjut.

Luka bakar dapat disebabkan oleh paparan api, baik secara langsung maupun tidak

langsung, misal akibat tersiram air panas yang banyak terjadi pada kecelakaan rumah tangga.

Selain itu, pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik maupun bahan kimia juga dapat

menyebabkan luka bakar. Secara garis besar, penyebab terjadinya luka bakar dapat dibagi

menjadi:

Paparan api

o Flame: Akibat kontak langsung antara jaringan dengan api terbuka, dan

menyebabkan cedera langsung ke jaringan tersebut. Api dapat membakar pakaian

terlebih dahulu baru mengenai tubuh. Serat alami memiliki kecenderungan untuk

terbakar, sedangkan serat sintetik cenderung meleleh atau menyala dan

menimbulkan cedera tambahan berupa cedera kontak.

o Benda panas (kontak): Terjadi akibat kontak langsung dengan benda panas. Luka

bakar yang dihasilkan terbatas pada area tubuh yang mengalami kontak.

Contohnya antara lain adalah luka bakar akibat rokok dan alat-alat seperti solder

besi atau peralatan masak.

Scalds (air panas)

Terjadi akibat kontak dengan air panas. Semakin kental cairan dan semakin lama waktu

kontaknya, semakin besar kerusakan yang akan ditimbulkan. Luka yang disengaja atau

akibat kecelakaan dapat dibedakan berdasarkan pola luka bakarnya. Pada kasus

kecelakaan, luka umumnya menunjukkan pola percikan, yang satu sama lain dipisahkan

oleh kulit sehat. Sedangkan pada kasus yang disengaja, luka umumnya melibatkan

8

keseluruhan ekstremitas dalam pola sirkumferensial dengan garis yang menandai

permukaan cairan.

Uap panas

Terutama ditemukan di daerah industri atau akibat kecelakaan radiator mobil. Uap panas

menimbulkan cedera luas akibat kapasitas panas yang tinggi dari uap serta dispersi oleh

uap bertekanan tinggi. Apabila terjadi inhalasi, uap panas dapat menyebabkan cedera

hingga ke saluran napas distal di paru.

Gas panas

Inhalasi menyebabkan cedera thermal pada saluran nafas bagian atas dan oklusi jalan

nafas akibat edema.

Aliran listrik

Cedera timbul akibat aliran listrik yang lewat menembus jaringan tubuh. Umumnya luka

bakar mencapai kulit bagian dalam. Listrik yang menyebabkan percikan api dan

membakar pakaian dapat menyebabkan luka bakar tambahan.

Zat kimia (asam atau basa)

Radiasi

Sunburn sinar matahari, terapi radiasi.

3.2 KLASIFIKASI LUKA BAKAR

Kedalaman luka bakar ditentukan oleh tinggi suhu, lamanya pajanan suhu tinggi,

adekuasi resusitasi, dan adanya infeksi pada luka. Selain api yang langsung menjilat tubuh, baju

yang ikut terbakar juga memperdalam luka bakar. Bahan baju yang paling aman adalah yang

terbuat dari bulu domba (wol). Bahan sintetis seperti nilon dan dakron, selain mudah terbakar

juga mudah meleleh oleh suhu tinggi, lalu menjadi lengket sehingga memperberat kedalaman

luka bakar.

Kedalaman luka bakar dideskripsikan dalam derajat luka bakar, yaitu luka bakar derajat I,

II, atau III:

Derajat I

9

Pajanan hanya merusak epidermis sehingga masih menyisakan banyak jaringan untuk

dapat melakukan regenerasi. Luka bakar derajat I biasanya sembuh dalam 5-7 hari dan

dapat sembuh secara sempurna. Luka biasanya tampak sebagai eritema dan timbul

dengan keluhan nyeri dan atau hipersensitivitas lokal. Contoh luka bakar derajat I adalah

sunburn.

Derajat II

Lesi melibatkan epidermis dan mencapai kedalaman dermis namun masih terdapat epitel

vital yang bisa menjadi dasar regenerasi dan epitelisasi. Jaringan tersebut misalnya sel

epitel basal, kelenjar sebasea, kelenjar keringat, dan pangkal rambut. Dengan adanya

jaringan yang masih “sehat” tersebut, luka dapat sembuh dalam 2-3 minggu. Gambaran

luka bakar berupa gelembung atau bula yang berisi cairan eksudat dari pembuluh darah

karena perubahan permeabilitas dindingnya, disertai rasa nyeri. Apabila luka bakar

derajat II yang dalam tidak ditangani dengan baik, dapat timbul edema dan penurunan

aliran darah di jaringan, sehingga cedera berkembang menjadi full-thickness burn atau

luka bakar derajat III.

10

Derajat III

Mengenai seluruh lapisan kulit, dari subkutis hingga mungkin organ atau jaringan yang

lebih dalam. Pada keadaan ini tidak tersisa jaringan epitel yang dapat menjadi dasar

regenerasi sel spontan, sehingga untuk menumbuhkan kembali jaringan kulit harus

dilakukan cangkok kulit. Gejala yang menyertai justru tanpa nyeri maupun bula, karena

pada dasarnya seluruh jaringan kulit yang memiliki persarafan sudah tidak intak.

3.3 BERAT DAN LUAS LUKA BAKAR

Berat luka bakar bergantung pada dalam, luas, dan letak luka. Usia dan kesehatan pasien

sebelumnya akan sangat mempengaruhi prognosis. Adanya trauma inhalasi juga akan

mempengaruhi berat luka bakar.

Jaringan lunak tubuh akan terbakar bila terpapar pada suhu di atas 46oC. Luasnya

kerusakan akan ditentukan oleh suhu permukaan dan lamanya kontak. Luka bakar menyebabkan

koagulasi jaringan lunak. Seiring dengan peningkatan suhu jaringan lunak, permeabilitas kapiler

juga meningkat, terjadi kehilangan cairan, dan viskositas plasma meningkat dengan resultan

pembentukan mikrotrombus. Hilangnya cairan dapat menyebabkan hipovolemi dan syok,

tergantung banyaknya cairan yang hilang dan respon terhadap resusitasi. Luka bakar juga

menyebabkan peningkatan laju metabolik dan energi metabolisme.

11

Semakin luas permukaan tubuh yang terlibat, morbiditas dan mortalitasnya meningkat,

dan penanganannya juga akan semakin kompleks. Luas luka bakar dinyatakan dalam persen

terhadap luas seluruh tubuh. Ada beberapa metode cepat untuk menentukan luas luka bakar,

yaitu:

Estimasi luas luka bakar menggunakan luas permukaan palmar pasien. Luas telapak

tangan individu mewakili 1% luas permukaan tubuh. Luas luka bakar hanya dihitung

pada pasien dengan derajat luka II atau III.

Rumus 9 atau rule of nine untuk orang dewasa

Pada dewasa digunakan ‘rumus 9’, yaitu luas kepala dan leher, dada, punggung, pinggang

dan bokong, ekstremitas atas kanan, ekstremitas atas kiri, paha kanan, paha kiri, tungkai

dan kaki kanan, serta tungkai dan kaki kiri masing-masing 9%. Sisanya 1% adalah daerah

genitalia. Rumus ini membantu menaksir luasnya permukaan tubuh yang terbakar pada

orang dewasa.

Pada anak dan bayi digunakan rumus lain karena luas relatif permukaan kepala anak jauh

lebih besar dan luas relatif permukaan kaki lebih kecil. Karena perbandingan luas

permukaan bagian tubuh anak kecil berbeda, dikenal rumus 10 untuk bayi, dan rumus 10-

15-20 untuk anak.

12

Metode Lund dan Browder

Metode yang diperkenalkan untuk kompensasi besarnya porsi massa tubuh di kepala pada

anak. Metode ini digunakan untuk estimasi besarnya luas permukaan pada anak. Apabila

tidak tersedia tabel tersebut, perkiraan luas permukaan tubuh pada anak dapat

menggunakan ‘Rumus 9’ dan disesuaikan dengan usia:

o Pada anak di bawah usia 1 tahun: kepala 18% dan tiap tungkai 14%. Torso dan

lengan persentasenya sama dengan dewasa.

o Untuk tiap pertambahan usia 1 tahun, tambahkan 0.5% untuk tiap tungkai dan

turunkan persentasi kepala sebesar 1% hingga tercapai nilai dewasa.

13

Lund and Browder chart illustrating the method for calculating the percentage of body surface

area affected by burns in children.

3.4 PEMBAGIAN LUKA BAKAR

1. Luka bakar berat (major burn)

a. Derajat II-III > 20 % pada pasien berusia di bawah 10 tahun atau di atas usia 50 tahun

b. Derajat II-III > 25 % pada kelompok usia selain disebutkan pada butir pertama

c. Luka bakar pada muka, telinga, tangan, kaki, dan perineum

d. Adanya cedera pada jalan nafas (cedera inhalasi) tanpa memperhitungkan luas luka bakar

e. Luka bakar listrik tegangan tinggi

f. Disertai trauma lainnya

14

g. Pasien-pasien dengan resiko tinggi

2. Luka bakar sedang (moderate burn)

a. Luka bakar dengan luas 15 – 25 % pada dewasa, dengan luka bakar derajat III kurang

dari 10 %

b. Luka bakar dengan luas 10 – 20 % pada anak usia < 10 tahun atau dewasa > 40 tahun,

dengan luka bakar derajat III kurang dari 10 %

c. Luka bakar dengan derajat III < 10 % pada anak maupun dewasa yang tidak mengenai

muka, tangan, kaki, dan perineum

3. Luka bakar ringan

a. Luka bakar dengan luas < 15 % pada dewasa

b. Luka bakar dengan luas < 10 % pada anak dan usia lanjut

c. Luka bakar dengan luas < 2 % pada segala usia (tidak mengenai muka, tangan, kaki, dan

perineum

3.5 PATOFISIOLOGI LUKA BAKAR

Akibat pertama luka bakar adalah syok karena kaget dan kesakitan. Pembuluh kapiler

yang terpajan suhu tinggi rusak dan permeabilitas meninggi. Sel darah yang ada di dalamnya ikut

rusak sehingga dapat terjadi anemia. Meningkatnya permeabilitas menyebabkan edema dan

menimbulkan bula yang mengandung banyak elektrolit. Hal itu menyebabkan berkurangnya

volume cairan intravaskuler. Kerusakan kulit akibat luka bakar menyebabkan kehilangan cairan

akibat penguapan yang berlebihan, masuknya cairan ke bula yang terbentuk pada luka bakar

derajat II, dan pengeluaran cairan dari keropeng luka bakar derajat III.

Bila luas luka bakar kurang dari 20%, biasanya mekanisme kompensasi tubuh masih bisa

mengatasinya, tetapi bila lebih dari 20%, akan terjadi syok hipovolemik dengan gejala yang

khas, seperti gelisah, pucat, dingin, berkeringat, nadi kecil dan cepat, tekanan darah menurun dan

15

produksi urin yang berkurang. Pembengkakan terjadi pelan-pelan, maksimal terjadi setelah

delapan jam. Pada kebakaran ruang tertutup atau bila luka terjadi di wajah, dapat terjadi

kerusakan mukosa jalan napas karena gas, asap atau uap panas yang terisap. Edema laring yang

ditimbulkannya dapat menyebabkan hambatan jalan napas dengan gejala sesak napas, takipnea,

stridor, suara serak dan dahak berwarna gelap akibat jelaga.

Dapat juga terjadi keracunan gas CO atau gas beracun lainnya. CO akan mengikat

hemoglobin dengan kuat sehingga hemoglobin tak mampu lagi mengikat oksigen. Tanda

keracunan ringan adalah lemas, bingung, pusing, mual dan muntah. Pada keracunan yang berat

terjadi koma. Bila lebih dari 60% hemoglobin terikat CO, penderita dapat meninggal.

Setelah 12-24 jam, permeabilitas kapiler mulai membaik dan terjadi mobilisasi serta

penyerapan kembali cairan edema ke pembuluh darah. Ini ditandai dengan meningkatnya

diuresis.

Luka bakar sering tidak steril. Kontaminasi pada kulit mati, yang merupakan medium

yang baik untuk pertumbuhan kuman, akan mempermudah infeksi. Infeksi ini sulit diatasi karena

daerahnya tidak tercapai oleh pembuluh kapiler yang mengalami trombosis. Padahal, pembuluh

ini membawa sistem pertahanan tubuh atau antibiotik. Kuman penyebab infeksi pada luka bakar,

selain berasal dari dari kulit penderita sendiri, juga dari kontaminasi kuman saluran napas atas

dan kontaminasi kuman di lingkungan rumah sakit. Infeksi nosokomial ini biasanya sangat

berbahaya karena kumannya banyak yang sudah resisten terhadap berbagai antibiotik.

Pada awalnya, infeksi biasanya disebabkan oleh kokus Gram positif yang berasal dari

kulit sendiri atau dari saluran napas, tetapi kemudian dapat terjadi invasi kuman Gram negatif,

Pseudomonas aeruginosa yang dapat menghasilkan eksotoksin protease dari toksin lain yang

berbahaya, terkenal sangat agresif dalam invasinya pada luka bakar. Infeksi pseudomonas dapat

dilihat dari warna hijau pada kasa penutup luka bakar. Kuman memproduksi enzim penghancur

keropeng yang bersama dengan eksudasi oleh jaringan granulasi membentuk nanah.

Infeksi ringan dan noninvasif ditandai dengan keropeng yang mudah terlepas dengan

nanah yang banyak. Infeksi yang invasif ditandai dengan keropeng yang kering dengan

perubahan jaringan di tepi keropeng yang mula-mula sehat menadi nekrotik; akibatnya, luka

bakar yang mula-mula derajat II menjadi derajat III. Infeksi kuman menimbulkan vaskulitis pada

16

pembuluh kapiler di jaringan yang terbakar dan menimbulkan trombosis sehingga jaringan yang

didarahinya nanti.

Bila luka bakar dibiopsi dan eksudatnya dibiak, biasanya ditemukan kuman dan terlihat

invasi kuman tersebut ke jaringan sekelilingnya. Luka bakar demikian disebut luka bakar septik.

Bila penyebabnya kuman Gram positif, seperti stafilokokus atau basil Gram negatif lainnya,

dapat terjadi penyebaran kuman lewat darah (bakteremia) yang dapat menimbulkan fokus infeksi

di usus. Syok sepsis dan kematian dapat terjadi karena toksin kuman yang menyebar di darah.

Bila penderita dapat mengatasi infeksi, luka bakar derajat II dapat sembuh dengan

meninggalkan cacat berupa parut. Penyembuhan ini dimulai dari sisa elemen epitel yang masih

vital, misalnya sel kelenjar sebasea, sel basal, sel kelenjar keringat, atau sel pangkal rambut.

Luka bakar derajat II yang dalam mungkin meninggalkan parut hipertrofik yang nyeri, gatal,

kaku dan secara estetik jelek. Luka bakar derajat III yang dibiarkan sembuh sendiri akan

mengalami kontraktur. Bila terjadi di persendian, fungsi sendi dapat berkurang atau hilang.

Pada luka bakar berat dapat ditemukan ileus paralitik. Pada fase akut, peristalsis usus

menurun atau berhenti karena syok, sedangkan pada fase mobilisasi, peristalsis dapat menurun

karena kekurangan ion kalium.

Stres atau badan faali yang terjadi pada penderita luka bakar berat dapat menyebabkan

terjadinya tukak di mukosa lambung atau duodenum dengan gejala yang sama dengan gejala

tukak peptik. Kelainan ini dikenal sebagai tukak Curling.

Fase permulaan luka bakar merupakan fase katabolisme sehingga keseimbangan protein menjadi

negatif. Protein tubuh banyak hilang karena eksudasi, metabolisme tinggi dan infeksi. Penguapan

berlebihan dari kulit yang rusak juga memerluka kalori tambahan. Tenaga yang diperlukan tubuh

pada fase ini terutama didapat dari pembakaran protein dari otot skelet. Oleh karena itu,

penderita menjadi sangat kurus, otot mengecil, dan berat badan menurun. Dengan demikian,

korban luka bakar menderita penyakit berat yang disebut penyakit luka bakar. Bila luka bakar

menyebabkan cacat, terutama bila luka mengenai wajah sehingga rusak berat, penderita mungkin

mengalami beban kejiwaan berat. Jadi prognosis luka bakar ditentukan oleh luasnya luka bakar.

17

3.6 FASE PADA LUKA BAKAR

Dalam perjalanan penyakit, dapat dibedakan menjadi tiga fase pada luka bakar, yaitu:

1. Fase awal, fase akut, fase syok

Pada fase ini, masalah utama berkisar pada gangguan yang terjadi pada saluran nafas yaitu

gangguan mekanisme bernafas, hal ini dikarenakan adanya eskar melingkar di dada atau

trauma multipel di rongga toraks; dan gangguan sirkulasi seperti keseimbangan cairan

elektrolit, syok hipovolemia.

2. Fase setelah syok berakhir, fase sub akut

Masalah utama pada fase ini adalah Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS) dan

Multi-system Organ Dysfunction Syndrome (MODS) dan sepsis. Hal ini merupakan dampak

dan atau perkembangan masalah yang timbul pada fase pertama dan masalah yang bermula

dari kerusakan jaringan (luka dan sepsis luka)

3. Fase lanjut

Fase ini berlangsung setelah penutupan luka sampai terjadinya maturasi jaringan. Masalah

yang dihadapi adalah penyulit dari luka bakar seperti parut hipertrofik, kontraktur dan

deformitas lain yang terjadi akibat kerapuhan jaringan atau struktur tertentu akibat proses

inflamasi yang hebat dan berlangsung lama

Pembagian zona kerusakan jaringan:

1. Zona koagulasi, zona nekrosis

Merupakan daerah yang langsung mengalami kerusakan (koagulasi protein) akibat

pengaruh cedera termis, hampir dapat dipastikan jaringan ini mengalami nekrosis

beberapa saat setelah kontak. Oleh karena itulah disebut juga sebagai zona nekrosis.

2. Zona statis

Merupakan daerah yang langsung berada di luar/di sekitar zona koagulasi. Di daerah ini

terjadi kerusakan endotel pembuluh darah disertai kerusakan trombosit dan leukosit,

sehingga terjadi gangguam perfusi (no flow phenomena), diikuti perubahan permeabilitas

kapilar dan respon inflamasi lokal. Proses ini berlangsung selama 12-24 jam pasca cedera

dan mungkin berakhir dengan nekrosis jaringan.

18

3. Zona hiperemi

Merupakan daerah di luar zona statis, ikut mengalami reaksi berupa vasodilatasi tanpa

banyak melibatkan reaksi selular. Tergantung keadaan umum dan terapi yang diberikan,

zona ketiga dapat mengalami penyembuhan spontan, atau berubah menjadi zona kedua

bahkan zona pertama.

3.7 INDIKASI RAWAT INAP PASIEN LUKA BAKAR

Menurut American Burn Association, seorang pasien diindikasikan untuk dirawat inap

bila:

1. Luka bakar derajat III > 5%

2. Luka bakar derajat II > 10%

3. Luka bakar derajat II atau III yang melibatkan area kritis (wajah, tangan, kaki, genitalia,

perineum, kulit di atas sendi utama) risiko signifikan untuk masalah kosmetik dan

kecacatan fungsi

4. Luka bakar sirkumferensial di thoraks atau ekstremitas

5. Luka bakar signifikan akibat bahan kimia, listrik, petir, adanya trauma mayor lainnya,

atau adanya kondisi medik signifikan yang telah ada sebelumnya

6. Adanya trauma inhalasi

3.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan:

1. Pemeriksaan darah rutin dan kimia darah

2. Urinalisis

3. Pemeriksaan keseimbangan elektrolit

4. Analisis gas darah

5. Radiologi – jika ada indikasi ARDS

6. Pemeriksaan lain yang dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis SIRS dan MODS

19

3.9 PENATALAKSANAAN LUKA BAKAR

Pasien luka bakar harus dievaluasi secara sistematik. Prioritas utama adalah

mempertahankan jalan nafas tetap paten, ventilasi yang efektif dan mendukung sirkulasi

sistemik. Intubasi endotrakea dilakukan pada pasien yang menderita luka bakar berat atau

kecurigaan adanya jejas inhalasi atau luka bakar di jalan nafas atas. Intubasi dapat tidak

dilakukan bila telah terjadi edema luka bakar atau pemberian cairan resusitasi yang terlampau

banyak. Pada pasien luka bakar, intubasi orotrakea dan nasotrakea lebih dipilih daripada

trakeostomi.

Pasien dengan luka bakar saja biasanya hipertensi. Adanya hipotensi awal yang tidak

dapat dijelaskan atau adanya tanda-tanda hipovolemia sistemik pada pasien luka bakar

menimbulkan kecurigaan adanya jejas ‘tersembunyi’. Oleh karena itu, setelah mempertahankan

ABC, prioritas berikutnya adalah mendiagnosis dan menata laksana jejas lain (trauma tumpul

atau tajam) yang mengancam nyawa. Riwayat terjadinya luka bermanfaat untuk mencari trauma

terkait dan kemungkinan adanya jejas inhalasi. Informasi riwayat penyakit dahulu, penggunaan

obat, dan alergi juga penting dalam evaluasi awal.

Pakaian pasien dibuka semua, semua permukaan tubuh dinilai. Pemeriksaan radiologik

pada tulang belakang servikal, pelvis, dan torak dapat membantu mengevaluasi adanya

kemungkinan trauma tumpul.

Setelah mengeksklusi jejas signifikan lainnya, luka bakar dievaluasi. Terlepas dari

luasnya area jejas, dua hal yang harus dilakukan sebelum dilakukan transfer pasien adalah

mempertahankan ventilasi adekuat, dan jika diindikasikan, melepas dari eskar yang

mengkonstriksi.

Tatalaksana resusitasi luka bakar

a. Tatalaksana resusitasi jalan nafas:

1. Intubasi

Tindakan intubasi dikerjakan sebelum edema mukosa menimbulkan manifestasi obstruksi.

20

Tujuan intubasi mempertahankan jalan nafas dan sebagai fasilitas pemelliharaan jalan

nafas.

2. Krikotiroidotomi

Bertujuan sama dengan intubasi hanya saja dianggap terlalu agresif dan menimbulkan

morbiditas lebih besar dibanding intubasi. Krikotiroidotomi memperkecil dead space,

memperbesar tidal volume, lebih mudah mengerjakan bilasan bronkoalveolar dan pasien

dapat berbicara jika dibanding dengan intubasi.

3. Pemberian oksigen 100%

Bertujuan untuk menyediakan kebutuhan oksigen jika terdapat patologi jalan nafas yang

menghalangi suplai oksigen. Hati-hati dalam pemberian oksigen dosis besar karena dapat

menimbulkan stress oksidatif, sehingga akan terbentuk radikal bebas yang bersifat

vasodilator dan modulator sepsis.

4. Perawatan jalan nafas

5. Penghisapan sekret (secara berkala)

6. Pemberian terapi inhalasi

Bertujuan mengupayakan suasana udara yang lebih baik didalam lumen jalan nafas dan

mencairkan sekret kental sehingga mudah dikeluarkan. Terapi inhalasi umumnya

menggunakan cairan dasar natrium klorida 0,9% ditambah dengan bronkodilator bila

perlu. Selain itu bias ditambahkan zat-zat dengan khasiat tertentu seperti atropin sulfat

(menurunkan produksi sekret), natrium bikarbonat (mengatasi asidosis seluler) dan

steroid (masih kontroversial)

7. Bilasan bronkoalveolar

8. Perawatan rehabilitatif untuk respirasi

9. Eskarotomi pada dinding torak yang bertujuan untuk memperbaiki kompliansi paru

b. Tatalaksana resusitasi cairan

Resusitasi cairan diberikan dengan tujuan preservasi perfusi yang adekuat dan seimbang

di seluruh pembuluh darah vaskular regional, sehingga iskemia jaringan tidak terjadi pada

21

setiap organ sistemik. Selain itu cairan diberikan agar dapat meminimalisasi dan eliminasi

cairan bebas yang tidak diperlukan, optimalisasi status volume dan komposisi intravaskular

untuk menjamin survival/maksimal dari seluruh sel, serta meminimalisasi respons inflamasi

dan hipermetabolik dengan menggunakan kelebihan dan keuntungan dari berbagai macam

cairan seperti kristaloid, hipertonik, koloid, dan sebagainya pada waktu yang tepat. Dengan

adanya resusitasi cairan yang tepat, kita dapat mengupayakan stabilisasi pasien secepat

mungkin kembali ke kondisi fisiologik dalam persiapan menghadapi intervensi bedah seawal

mungkin.

Resusitasi cairan dilakukan dengan memberikan cairan pengganti. Ada beberapa cara

untuk menghitung kebutuhan cairan ini:

Cara Evans

1. Luas luka bakar (%) x BB (kg) menjadi mL NaCl per 24 jam

2. Luas luka bakar (%) x BB (kg) menjadi mL plasma per 24 jam

3. 2.000 cc glukosa 5% per 24 jam

Separuh dari jumlah 1+2+3 diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya diberikan dalam 16

jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah jumlah cairan hari pertama. Pada hari

ketiga diberikan setengah jumlah cairan hari kedua.

Cara Baxter

Luas luka bakar (%) x BB (kg) x 4 mL

Separuh dari jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya diberikan dalam 16

jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah jumlah cairan hari pertama. Pada hari

ketiga diberikan setengah jumlah cairan hari kedua.

c. Resusitasi nutrisi

Pada pasien luka bakar, pemberian nutrisi secara enteral sebaiknya dilakukan sejak dini

dan pasien tidak perlu dipuasakan. Bila pasien tidak sadar, maka pemberian nutrisi dapat

melalui naso-gastric tube (NGT). Nutrisi yang diberikan sebaiknya mengandung 10-15%

protein, 50-60% karbohidrat dan 25-30% lemak. Pemberian nutrisi sejak awal ini dapat

meningkatkan fungsi kekebalan tubuh dan mencegah terjadinya atrofi vili usus. Dengan

22

demikian diharapkan pemberian nutrisi sejak awal dapat membantu mencegah terjadinya

SIRS dan MODS.

Perawatan luka bakar

Umumnya untuk menghilangkan rasa nyeri dari luka bakar digunakan morfin dalam dosis

kecil secara intravena (dosis dewasa awal : 0,1-0,2 mg/kg dan ‘maintenance’ 5-20 mg/70 kg

setiap 4 jam, sedangkan dosis anak-anak 0,05-0,2 mg/kg setiap 4 jam). Tetapi ada juga yang

menyatakan pemberian methadone (5-10 mg dosis dewasa) setiap 8 jam merupakan terapi

penghilang nyeri kronik yang bagus untuk semua pasien luka bakar dewasa. Jika pasien masih

merasakan nyeri walau dengan pemberian morfin atau methadone, dapat juga diberikan

benzodiazepine sebagai tambahan.

Terapi pembedahan pada luka bakar

1. Eksisi dini

Eksisi dini adalah tindakan pembuangan jaringan nekrosis dan debris (debridement) yang

dilakukan dalam waktu kurang dari 7 hari (biasanya hari ke 5-7) pasca cedera termis. Dasar

dari tindakan ini adalah:

a. Mengupayakan proses penyembuhan berlangsung lebih cepat. Dengan dibuangnya

jaringan nekrosis, debris dan eskar, proses inflamasi tidak akan berlangsung lebih lama

dan segera dilanjutkan proses fibroplasia. Pada daerah sekitar luka bakar umumnya

terjadi edema, hal ini akan menghambat aliran darah dari arteri yang dapat

mengakibatkan terjadinya iskemi pada jaringan tersebut ataupun menghambat proses

penyembuhan dari luka tersebut. Dengan semakin lama waktu terlepasnya eskar, semakin

lama juga waktu yang diperlukan untuk penyembuhan.

b. Memutus rantai proses inflamasi yang dapat berlanjut menjadi komplikasi – komplikasi

luka bakar (seperti SIRS). Hal ini didasarkan atas jaringan nekrosis yang melepaskan

“burn toxic” (lipid protein complex) yang menginduksi dilepasnya mediator-mediator

inflamasi.

c. Semakin lama penundaan tindakan eksisi, semakin banyaknya proses angiogenesis yang

terjadi dan vasodilatasi di sekitar luka. Hal ini mengakibatkan banyaknya darah keluar

saat dilakukan tindakan operasi. Selain itu, penundaan eksisi akan meningkatkan resiko

23

kolonisasi mikro – organisme patogen yang akan menghambat pemulihan graft dan juga

eskar yang melembut membuat tindakan eksisi semakin sulit.

Tindakan ini disertai anestesi baik lokal maupun general dan pemberian cairan melalui

infus. Tindakan ini digunakan untuk mengatasi kasus luka bakar derajat II dalam dan derajat

III. Tindakan ini diikuti tindakan hemostasis dan juga “skin grafting” (dianjurkan “split

thickness skin grafting”). Tindakan ini juga tidak akan mengurangi mortalitas pada pasien

luka bakar yang luas. Kriteria penatalaksanaan eksisi dini ditentukan oleh beberapa faktor,

yaitu:

- Kasus luka bakar dalam yang diperkirakan mengalami penyembuhan lebih dari 3

minggu.

- Kondisi fisik yang memungkinkan untuk menjalani operasi besar.

- Tidak ada masalah dengan proses pembekuan darah.

- Tersedia donor yang cukup untuk menutupi permukaan terbuka yang timbul.

Eksisi dini diutamakan dilakukan pada daerah luka sekitar batang tubuh posterior. Eksisi

dini terdiri dari eksisi tangensial dan eksisi fasial.

Eksisi tangensial adalah suatu teknik yang mengeksisi jaringan yang terluka lapis demi

lapis sampai dijumpai permukaan yang mengeluarkan darah (endpoint). Adapun alat-alat

yang digunakan dapat bermacam-macam, yaitu pisau Goulian atau Humbly yang digunakan

pada luka bakar dengan luas permukaan luka yang kecil, sedangkan pisau Watson maupun

mesin yang dapat memotong jaringan kulit perlapis (dermatom) digunakan untuk luka bakar

yang luas. Permukaan kulit yang dilakukan tindakan ini tidak boleh melebihi 25% dari

seluruh luas permukaan tubuh. Untuk memperkecil perdarahan dapat dilakukan hemostasis,

yaitu dengan tourniquet sebelum dilakukan eksisi atau pemberian larutan epinephrine

1:100.000 pada daerah yang dieksisi. Setelah dilakukan hal-hal tersebut, baru dilakukan “skin

graft”. Keuntungan dari teknik ini adalah didapatnya fungsi optimal dari kulit dan

keuntungan dari segi kosmetik. Kerugian dari teknik adalah perdarahan dengan jumlah yang

banyak dan endpoint bedah yang sulit ditentukan.

Eksisi fasial adalah teknik yang mengeksisi jaringan yang terluka sampai lapisan fascia.

Teknik ini digunakan pada kasus luka bakar dengan ketebalan penuh (full thickness) yang

24

sangat luas atau luka bakar yang sangat dalam. Alat yang digunakan pada teknik ini adalah

pisau scalpel, mesin pemotong “electrocautery”. Adapun keuntungan dan kerugian dari

teknik ini adalah:

- Keuntungan : lebih mudah dikerjakan, cepat, perdarahan tidak banyak, endpoint yang

lebih mudah ditentukan

- Kerugian : kerugian bidang kosmetik, peningkatan resiko cedera pada saraf-saraf

superfisial dan tendon sekitar, edema pada bagian distal dari eksisi

2. Skin grafting

Skin grafting adalah metode penutupan luka sederhana. Tujuan dari metode ini adalah:

a. Menghentikan evaporate heat loss

b. Mengupayakan agar proses penyembuhan terjadi sesuai dengan waktu

c. Melindungi jaringan yang terbuka

Skin grafting harus dilakukan secepatnya setelah dilakukan eksisi pada luka bakar pasien.

Kulit yang digunakan dapat berupa kulit produk sintesis, kulit manusia yang berasal dari

tubuh manusia lain yang telah diproses maupun berasal dari permukaan tubuh lain dari

pasien (autograft). Daerah tubuh yang biasa digunakan sebagai daerah donor autograft adalah

paha, bokong dan perut. Teknik mendapatkan kulit pasien secara autograft dapat dilakukan

secara split thickness skin graft atau full thickness skin graft. Bedanya dari teknik – teknik

tersebut adalah lapisan-lapisan kulit yang diambil sebagai donor. Untuk memaksimalkan

penggunaan kulit donor tersebut, kulit donor tersebut dapat direnggangkan dan dibuat lubang

– lubang pada kulit donor (seperti jaring-jaring dengan perbandingan tertentu, sekitar 1 : 1

sampai 1 : 6) dengan mesin. Metode ini disebut mess grafting. Ketebalan dari kulit donor

tergantung dari lokasi luka yang akan dilakukan grafting, usia pasien, keparahan luka dan

telah dilakukannya pengambilan kulit donor sebelumnya. Pengambilan kulit donor ini dapat

dilakukan dengan mesin ‘dermatome’ ataupun dengan manual dengan pisau Humbly atau

Goulian. Sebelum dilakukan pengambilan donor diberikan juga vasokonstriktor (larutan

epinefrin) dan juga anestesi.

Prosedur operasi skin grafting sering menjumpai masalah yang dihasilkan dari eksisi luka

bakar pasien, dimana terdapat perdarahan dan hematom setelah dilakukan eksisi, sehingga

pelekatan kulit donor juga terhambat. Oleh karenanya, pengendalian perdarahan sangat

25

diperlukan. Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan penyatuan kulit donor

dengan jaringan yang mau dilakukan grafting adalah:

- Kulit donor setipis mungkin

- Pastikan kontak antara kulit donor dengan bed (jaringan yang dilakukan grafting), hal

ini dapat dilakukan dengan cara :

o Cegah gerakan geser, baik dengan pembalut elastik (balut tekan)

o Drainase yang baik

o Gunakan kasa adsorben

3.10 PROGNOSIS

Prognosis dan penanganan luka bakar terutama tergantung pada dalam dan luasnya

permukaan luka bakar, dan penanganan sejak awal hingga penyembuhan. Selain itu faktor letak

daerah yang terbakar, usia dan keadaan kesehatan penderita juga turut menentukan kecepatan

penyembuhan.

Penyulit juga mempengaruhi progonosis pasien. Penyulit yang timbul pada luka bakar antara

lain gagal ginjal akut, edema paru, SIRS, infeksi dan sepsis, serta parut hipertrofik dan

kontraktur.

3.11 KOMPLIKASI

Sistemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS), Multi-system Organ Dysfunction

Syndrome (MODS),dan Sepsis

Pendahuluan

SIRS adalah suatu bentuk respon klinik yang bersifat sistemik terhadap berbagai stimulus

klinik berat akibat infeksi ataupun noninfeksi seperti trauma, luka bakar, reaksi autoimun, sirosis,

pankreatitis, dll.

Respon ini merupakan dampak dari pelepasan mediator-mediator inflamasi

(proinflamasi) yang mulanya bersifat fisiologik dalam proses penyembuhan luka, namun oleh

karena pengaruh beberapa faktor predisposisi dan faktor pencetus, respon ini berubah secara

berlebihan (mengalami eksagregasi) dan menyebabkan kerusakan pada organ-organ sistemik,

26

menyebabkan disfungsi dan berakhir dengan kegagalan organ terkena menjalankan fungsinya;

MODS (Multi-system Organ Disfunction Syndrome) bahkan sampai kegagalan berbagai organ

(Multi-system Organ Failure/MOF).

SIRS dan MODS merupakan penyebab utama tingginya angka mortalitas pada pasien

luka bakar maupun trauma berat lainnya. Dalam penelitian dilaporkan SIRS dan MODS

keduanya menjadi penyebab 81% kematian pasca trauma; dan dapat dibuktikan pula bahwa SIRS

sendiri mengantarkan pasien pada MODS.

Ada 5 hal yang bisa menjadi aktivator timbulnya SIRS, yaitu infection, injury,

inflamation, inadequate blood flow, dan ischemia-reperfusion injury. Kriteria klinik yang

digunakan, mengikuti hasil konsensus American College of Chest phycisians dan the Society of

Critical Care Medicine tahun 1991, yaitu bila dijumpai 2 atau lebih menifestasi berikut selama

beberapa hari, yaitu:

- Hipertermia (suhu > 38°C) atau hipotermia (suhu < 36°C)

- Takikardi (frekuensi nadi > 90x/menit)

- Takipneu (frekuensi nafas > 20x/menit) atau tekanan parsial CO2 rendah (PaCO2 < 32

mmHg)

- Leukositosis (jumlah lekosit > 12.000 sel/mm3), leukopeni (< 4000 sel/mm3) atau

dijumpai > 10% netrofil dalam bentuk imatur (band).

Bila diperoleh bukti bahwa infeksi sebagai penyebab (dari hasil kultur darah/bakteremia),

maka SIRS disebut sebagai sepsis. SIRS akan selalu berkaitan dengan MODS karena MODS

merupakan akhir dari SIRS.

Pada dasarnya MODS adalah kumpulan gejala dengan adanya gangguan fungsi organ

pada pasien akut sedemikian rupa, sehingga homeostasis tidak dapat dipertahankan tanpa

intervensi. Bila ditelusuri lebih lanjut, SIRS sebagai suatu proses yang berkesinambungan

sehingga dapat dimengerti bahwa MODS menggambarkan kondisi lebih berat dan merupakan

bagian akhir dari spektrum keadaan yang berawal dari SIRS.

Patofisiologi

Perjalanan SIRS dijelaskan menurut teori yang dikembangkan oleh Bone dalam beberapa

tahap.

27

Tahap I

Respon inflamasi sistemik didahului oleh suatu penyebab, misalnya luka bakar atau

trauma berat lainnya. Kerusakan lokal merangsang pelepasan berbagai mediator pro-inflamasi

seperti sitokin; yang selain membangkitkan respon inflamasi juga berperan pada proses

penyembuhan luka dan mengerahkan sel-sel retikuloendotelial. Sitokin adalah pembawa pesan

fisiologik dari respon inflamasi. Molekul utamanya meliputi Tumor Necrotizing Factor (TNFα),

interleukin (IL1, IL6), interferon, Colony Stimulating Factor (CSF), dan lain-lain. Efektor selular

respon inflamasi adalah sel-sel PMN, monosit, makrofag, dan sel-sel endotel. Sel-sel untuk

sitokin dan mediator inflamasi sekunder seperti prostaglandin, leukotrien, thromboxane, Platelet

Activating Factor (PAF), radikal bebas, oksida nitrit, dan protease. Endotel teraktivasi dan

lingkungan yang kaya sitokin mengaktifkan kaskade koagulasi sehingga terjadi trombosis lokal.

Hal ini mengurangi kehilangan darah melalui luka, namun disamping itu timbul efek pembatasan

(walling off) jaringan cedera sehingga secara fisiologik daerah inflamasi terisolasi.

Tahap II

Sejumlah kecil sitokin yang dilepaskan ke dalam sirkulasi justru meningkatkan respon

lokal. Terjadi pergerakan makrofag, trombosit dan stimulasi produksi faktor pertumbuhan

(Growth Factor/GF). Selanjutnya dimulailah respon fase akut yang terkontrol secara simultan

melalui penurunan kadar mediator proinflamasi dan pelepasan antagonis endogen (antagonis

reseptor IL1 dan mediator-mediator anti-inflamasi lain seperti IL4, IL10, IL11, reseptor terlarut

TNF (Transforming Growth Factor/TGF). Dengan demikian mediator-mediator tersebut

menjaga respon inflamasi awal yang dikendalikan dengan baik oleh down regulating cytokine

production dan efek antagonis terhadap sitokin yang telah dilepaskan. Keadaan ini berlangsung

hingga homeostasis terjaga.

Tahap III

Jika homeostasis tidak dapat dikembalikan, berkembang tahap III (SIRS); terjadi reaksi

sistemik masif. Efek predominan dari sitokin berubah menjadi destruktif. Sirkulasi dibanjiri

mediator-mediator inflamasi sehingga integritas dinding kapiler rusak. Sitokin merambah ke

dalam berbagai organ dan mengakibatkan kerusakan. Respon destruktif regional dan sistemik

(terjadi peningkatan vasodilatasi perifer, gangguan permeabilitas mikrovaskular, akselerasi

28

trombosis mikrovaskular, aktivasi sel leukosit-endotel) yang mengakibatkan perubahan-

perubahan patologik di berbagai organ. Jika reaksi inflamasi tidak dapat dikendalikan, terjadi

syok septik, Disseminated Intravascular Coagulation (DIC), ARDS, MODS, dan kematian.

MODS merupakan bagian akhir dari spektrum klinis SIRS. Pada pasien luka bakar dapat

dijumpai secara kasar 30% kasus mengalami MODS. Ada 3 teori yang menjelaskan timbulnya

SIRS, MODS dan sepsis; yang mana ketiganya terjadi secara simultan.

Teori pertama menyebutkan bahwa syok yang terjadi menyebabkan penurunan

penurunan sirkulasi di daerah splangnikus, perfusi ke jaringan usus terganggu menyebabkan

disrupsi mukosa saluran cerna. Disrupsi mukosa menyebakan fungsi mukosa sebagai barrier

berkurang/hilang, dan mempermudah terjadinya translokasi bakteri. Bakteri yang mengalami

translokasi umumnya flora normal usus yang bersifat komensal, berubah menjadi oportunistik;

khususnya akibat perubahan suasana di dalam lumen usus (puasa, pemberian antasida dan

beberapa jenis antibiotika). Selain kehilangan fungsi sebagai barrier terhadap kuman, daya

imunitas juga berkurang (kulit, mukosa), sehingga mudah dirusak oleh toksin yang berasal dari

kuman (endo atau enterotoksin). Pada kondisi disrupsi, bila pasien dipuasakan, maka proses

degenerasi mukosa justru berlanjut menjadi atrofi mukosa usus yang dapat memperberat

keadaan.

Gangguan sirkulasi ke berbagai organ menyebabkan kondisi-kondisi yang memicu SIRS.

Gangguan sirkulasi serebral menyebabkan disfungsi karena gangguan sistem autoregulasi

serebral yang memberi dampak sistemik (ensefelopati). Gangguan sirkulasi ke ginjal

menyebabkan iskemi ginjal khususnya tubulus berlanjut dengan Acute Tubular Necrosis (ATN)

yang berakhir dengan gagal ginjal (Acute Renal Failure/ARF). Gangguan sirkulasi perifer

menyebabkan iskemi otot-otot dengan dampak pemecahan glikoprotein yang meningkatkan

produksi Nitric Oxide (NO); NO ini berperan sebagai modulator sepsis. Gangguan sirkulasi ke

kulit dan sitem integumen menyebabkan terutama gangguan sistim imun; karena penurunan

produksi limfosit dan penurunan fungsi barrier kulit.

Teori kedua menjelaskan pelepasan Lipid Protein Complex (LPC) yang sebelumnya

dikenal dengan burn toxin dari jaringan nekrosis akibat cedera termis. LPC memiliki toksisitas

ribuan kali di atas endotoksin dalam merangsang pelepasan mediator pro-inflamasi; namun

29

pelepasan LPC ini tidak ada hubungannya dengan infeksi. Respon yang timbul mulanya bersifat

lokal, terbatas pada daerah cedera; kemudian berkembang menjadi suatu bentuk respon sistemik.

Teori ketiga menjelaskan kekacauan sistem metabolisme (hipometabolik pada fase akut

dilanjutkan hipermetabolik pada fase selanjutnya) yang menguras seluruh modalitas tubuh

khususnya sistim imunologi. Mediator-mediator pro-inflamasi yang dilepas ke sirkulasi sebagai

respon terhadap suatu cedera tidak hanya menyerang benda asing atau toksin yang ada; tetapi

juga menimbulkan kerusakan pada jaringan organ sistemik. Kondisi ini dimungkinkan karena

luka bakar merupakan suatu bentuk trauma yang bersifat imunosupresif.

Tatalaksana

Penatalaksanaan luka bakar bersifat lebih agresif dan bertujuan mencegah perkembangan

SIRS, MODS, dan sepsis.

Pemberian Nutrisi Enteral Dini (NED) melalui pipa nasogastrik dalam 8 jam pertama

pasca cedera. Selain bertujuan mencegah terjadinya atrofi mukosa usus, pemberian NED ini

bertitik tolak mencegah dan mengatasi kondisi hipometabolik pada fase akut / syok dan

mengendalikan status hiperkatabolisme yang terjadi pada fase flow. Pemberian antasida dan

antibiotika tidak dibenarkan karena akan merubah pola / habitat kuman yang mengganggu

keseimbangan flora usus.

Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan cedera termis harus

segera dilakukan nekrotomi dan debridement, dan dilakukan sedini mungkin (eksisi dini, hari

ketiga-keempat pasca cedera luka bakar sedang, hari ketujuh-kedelapan pada luka bakar berat),

bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan segera (immediate skin grafting) untuk

mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat

loss yang menimbulkan gangguan metabolisme), barrier terhadap kuman dan proses inflamasi

berkepanjangan yang mempengaruhi proses penyembuhan, tidak menunggu jaringan granulasi

yang dalam hal ini mengulur waktu dan memperberat stres metabolisme.

Pemberian obat-obatan yang bersifat anti inflamasi seperti antihistamin dianggap tidak

bermanfaat. Pemberian steroid sebelumnya dianggap bermanfaat namun harus diingat saat

pemberian serta efek sampingnya.

30

Pemberian zat yang meningkatkan imunologik seperti Omega-3 akan menjinakkan

leukotrien (LTB4 yang bersifat maligna) dengan cara mempengaruhi lypoxygenase pathway pada

metabolisme asam arakhidonat, sehingga menghasilkan leukotrien yang lebih benigna.

Pemberian Omega-6 memiliki efek pada cyclo-oxygenase pathway asam arakhidonat, sehingga

menghasilkan tromboksan yang lebih benigna menggantikan tromboksan (ThromboxaneA2) yang

bersifat maligna.

Komplikasi

Komplikasi SIRS bervariasi tergantung etiologi. Komplikasi yang mungkin terjadi pada

SIRS adalah gagal napas, Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS), dan pneumonia

nosokomial, gagal ginjal, perdarahan saluran cerna dan stres gastritis, anemia, Trombosis vena

dalam (Deep Vein Thrombosis/DVT), hiperglikemia, dan Disseminated intravascular

coagulation (DIC)

31

BAB IV

ANALISA KASUS

Diagnosa ditegakan berdasarkan anamnesa, dan pemeriksaan fisik . Dari anamnesis

didapatkan Luka bakar tersiram minyak goreng pada punggung tangan sebelah kanan 3 jam sebelum

pasien datang ke Puskesmas Simpang IV sipin , pasien tersiram minyak goreng pada punggung

tangan sebelah kanan sebelah kanan saat pasien sedang memasak. Pasien mengeluh punggung

tangannya terasa panas, terasa nyeri, dan tampak merah. Oleh pasien, luka dibersihkan dengan

air dan diolesi pasta gigi.. Dari pemeriksaan fisik didapatkan luka bakar di :

Regio dorsum manus dekstra : combusio 2%, luka tampak kemerahan, bula(-), folikel rambut

(+), nyeri (+).

Pada pasien ini termasuk luka bakar derajat 1 dimana, Luka bakar derajat 1mencapai Hanya

reaksi inflamasi, kerusakan mengenai epidermis ,Kulit kering, merah (erithema) Nyeri   karena

ujung saraf sensorik teriritasi dan dapat Sembuh spontan 5 – 10 hari.

Pengobatan luka pada pasien ini yaitu dengan bioplasenton salep, 4-6 kali sehari oleskan

tipis pada kulit yang luka. Sediaan bioplasenton di puskesmas tidak ada, pasien sebelumnya telah

diresepkan levetran salep, namun sediaan tersebut tidak ada. Dan karena pasien membayar secara

umum maka pasien bersedia membeli obat diluar. Pasien ini juga diberikan paracetamol tablet 3

kali sehari sebagai analgetik untuk mengurangi nyeri yang dirasakan.

32

Analisis pasien secara holistik

Pasien tinggal bersama suami, serta tiga orang anaknya. Tidak terdapat keluarga dengan keluhan

yang sama. Dari hasil anamnesa perilaku kesehatan pasien didapatkan hasil: perilaku pasien

kurang baik karena pasien mengaku sering memasak kurang berhati-hati terhadap keselamatan

diri pasien sehingga pasien sering lalai dalam melakukan kegiatan, pasien juga sering merasa

lelah karena harus mengurus rumah seorang diri sedangkan anak-anaknya masih sekolah.

Keluhan luka bakar ini awalnya hanya dibiarkan oleh pasien tapi keluhan dirasa makin memberat

walaupun sudah diberikan pengobatan secara pribadi oleh pasien

Rencana promosi dan pendidikan kesehatan kepada pasien dan kepada keluarga

- Memberikan penjelasan kepada pasien atau keluarga pasien dan memberikan

saran-saran untuk terciptanya pribadi yang lebih waspada dan lebih berhati-hati

dalam melakukan sesuatu kegiatan terutama yang dapat membahayakan diri

pasien dan keluarga

Rencana edukasi penyakit kepada pasien dan kepada keluarga

- Menjelaskan pada pasien dan keluarga pasien bahwa penyakit luka bakar ini dapat

sembuh sendiri dalam kurun waktu 5-10 hari sehingga pasien tidak perlu risau

- Menjelaskan pada pasien agar rutin memakai obat sehingga penyembuhan dapat

lebih baik

33

DAFTAR PUSTAKA

1. Ahmadsyah I, Prasetyono TOH. Luka. Dalam: Sjamsuhidajat R, de Jong W, editor. Buku ajar

ilmu bedah. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2005. h. 73-5.

2. Moenadjat Y. Luka bakar. Edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2003.

3. Heimbach DM, Holmes JH. Burns. In: Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR, Dunn DL,

Hunter JG, Pollock RE, editors. Schwartz’s principal surgery. 8 th ed. USA: The McGraw-Hill

Companies; 2007.

4. Naradzay JFX, Alson R. Thermal burns. Dalam: Slapper D, Talavera F, Hirshon JM,

Halamka J, Adler J, editors. Diunduh dari: http://www.emedicine health .com . 28 Agusuts

2009.

5. Split & Full Thickness Skin Grafting. Diunduh dari

http://www.burnsurvivorsttw.org/burns/grafts.html. 30 Agustus 2009.

LAPORAN KASUS

Luka Bakar grade II

34

Renita Nuari Pulialza

G1A 105024

Pembimbing : dr. Azwar Djauhari, M. Kes

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JAMBI

PUSKESMAS OLAK KEMANG

TAHUN 2012

35