kasus luka bakar prissilma

Upload: farizalandrianto

Post on 13-Apr-2018

251 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

  • 7/26/2019 Kasus Luka Bakar Prissilma

    1/34

    0

    LAPORAN KASUS

    LUKA BAKAR DERAJAT II A

    Disusun oleh:

    PRISSILMA TANIA JONARDI

    1102010221

    PEMBIMBING:

    dr. Risman Fadjar Sp.B

    KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH RSUD SUBANG

    FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI

    PERIODE AGUSTUS-OKTOBER 2014

  • 7/26/2019 Kasus Luka Bakar Prissilma

    2/34

    1

    BAB I

    ILUSTRASI KASUS

    IDENTITAS PASIEN NO RM : 338819

    Nama : Tn. S

    Usia : 55 tahun

    Jenis Kelamin : Laki-laki

    Alamat : Belanakan, Subang

    Agama : Islam

    Pekerjaan : Nelayan

    Pendidikan : SD/sederajat

    Status : Menikah

    Masuk RS : Selasa , 26 Agustus 2014 pukul 18.00 WIB

    ANAMNESIS

    Keluhan utama

    Wajah, kedua lengan, dan pergelangan kaki kiri dan kaki kanan terbakar karena terkena api

    sejak 35 jam sebelum masuk rumah sakit.

    Riwayat penyakit sekarang

    Tiga puluh lima jam SMRS, pasien sedang memasang gas elpiji di dapur rumahnya. Tiba-

    tiba kompor gas itu meledak dan pasien spontan menutup mulut gas elpiji dengan kedua

    tangannya dan menyuruh keluarga yang ada di rumah untuk berlari menyelamatkan diri.

    Pada saat api mulai menjalar di dapur, pasien berusaha memadamkan api dengan

    menggunakan karung goni basah. Pasien tidak menyadari kalau dirinya tersambar api pada

    wajah, tangan dan kaki walaupun sangat sebentar. Ketika tangan pasien tersentuh daun

    pintu rumah terasa nyeri, pasien kemudian berusaha keluar dan meminta pertolongan

    tetangga. Tetangga kemudian menyiramkan air ke tubuh pasien. Terkurung dalam ruangan

    (-), menghirup asap (-), sesak nafas (-), batuk (-), terbentur di kepala (-), pingsan (-),

    pusing (-), mual (+), muntah (-). Pasien mengaku mata sulit dibuka dan luka terasa panas

    dan pedih.

    Pasien kemudian dibawa ke Puskesmas, di infus dan diberi perawatan luka dengan

    menggunakan salep selama satu hari, kemudian dirujuk ke UGD RSUD Subang padamalam hari dan diberikan perawatan luka dan obat anti nyeri.

  • 7/26/2019 Kasus Luka Bakar Prissilma

    3/34

    2

    Riwayat penyakit dahulu

    Alergi obat, hipertensi, DM, dan asma disangkal.

    Riwayat penyakit keluarga

    Alergi obat, hipertensi, DM, dan asma disangkal.

    PEMERIKSAAN FISIK

    Kesadaran compos mentis

    Primary survey

    A : Bebas, bulu hidung terbakar sedikit

    B : Spontan, frekuensi nafas 20x/menit, reguler, kedalaman cukup

    C : Akral hangat, tekanan darah 130/80 mmHg, frekuensi nadi 100 x/menit,

    suhu afebris

    D : GCS 15, E4M6V5

    Secondary survey

    Kepala&wajah: deformitas (-), bibir edema (+)

    Mata : kelopak atas mata kiri dan kanan edema (+) dan tidak dapat dibuka

    Leher : pembesaran KGB (-)

    THT : sekret (-)

    Dada : simetris dalam diam dan pergerakan

    Jantung : BJ I & II normal, murmur (-), gallop (-)

    Paru : vesikuler, ronki -/-, wheezing -/-

    Abdomen : datar, lemas, NT (-), tdk teraba massa, BU (+) normal, H/L ttb

    Ekstremitas : lihat status lokalis

  • 7/26/2019 Kasus Luka Bakar Prissilma

    4/34

    3

    Status lokalis

    Kepala dan leher : 7 %

    Trunkus anterior :11 %

    Trunkus posterior : 0 %

    Esktremitas atas kanan : 0 %

    Ekstremitas atas kiri : 0 %

    Ekstremitas bawah kanan :3,5 %

    Ekstremitas bawah kiri :3,5 %

    Genitalia : 0 % +

    Total :25 %Bula

    edema

    luka tampak

    merah muda,

    basah, tampak

    epitelisasi dan

    regenerasi

  • 7/26/2019 Kasus Luka Bakar Prissilma

    5/34

    4

  • 7/26/2019 Kasus Luka Bakar Prissilma

    6/34

    5

    RENCANA PEMERIKSAAN PENUNJANG- Laboratorium : hematologi rutin, kimia darah, analisa gas darah, urinalisis, golongan

    darah, waktu pendarahan dan waktu pembekuan darah.

    - Radiologi : untuk lihat ada trauma atau cedera inhalasi.

    DIAGNOSIS KERJA

    Luka bakar derajat berat grade II A 25% ec. Api / flame

    RENCANA TERAPI

    1.Umum :

    - Pasien dirawat inap untuk luka bakar

    - Pertahankan ABCD dan observasi tanda tanda vital

    2. Resusitasi cairan

    Metode baxter: dengan Ringer Laktat (RL)

    = Luas luka bakar % x BB x 4 cc

    = 25 % x 60 kg x 4 cc = 6000 cc

    8 jam pertama = dari cairan total : 3000 cc

    16 jam pertama = sisanya : 3000 cc

    Hari kedua

    = jumlah cairan hari 1 = x 6000 cc = 3000 cc

    Hari ketiga

    = jumlah cairan hari 2 = x 3000 cc = 1500 cc

    Diobservasi hingga urin yang keluar sebanyak 50-100 ml/ jam

  • 7/26/2019 Kasus Luka Bakar Prissilma

    7/34

    6

    3. Resusitasi nutrisi : diberikan makanan tinggi karbohdrat dan tinggi protein dengan

    perbandingan 50-60% karbohidrat, 10-15 % protein dan 25-30% lemak

    4. Perawatan luka bakar:

    1. Pakaian dilepaskan

    2. Dibersihkan dengan antiseptik seperti savlon atau iodium

    3. Pembalutan : dengan metode terbuka atau tertutup. Diberikan salep sulfadiazin atau

    MEBO

    4. debridement : dengan eksisi tangensial bila keadaan pasien telah stabil pada hari 3-7

    5. skin grafting sebelum hari ke 10 untuk mencegah keloid.

    - konsultasi dengan bedah kosmetik untuk perawatan luka pada wajah

    EDUKASI

    - Pasien diminta jangan berpuasa dan banyak minum air

    - Anggota gerak diistirahatkan dengan cara diekstensikan

    - Pasien sebaiknya dirawat diruangan yang steril dan ber ac, sebaiknya pasien

    dihindarkan dari kontaminasi udara luar dan orang yang berkunjung.

    - Pembalut perban sebaiknya diganti setiap hari

    - Untuk menghindarkan pasien dari kekakuan sendi, sebaiknya pasien menjalani

    fisioterapi intensif.

    PROGNOSIS

    Quo ad Vitam : Bonam

    Quo ad Functionam : Bonam

    Quo ad Sanactionam : Bonam

  • 7/26/2019 Kasus Luka Bakar Prissilma

    8/34

    7

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    ANATOMI KULIT

    Kulit adalah suatu organ pembungkus seluruh permukaan luar tubuh, merupakan

    organ terberat dan terbesar dari tubuh. Seluruh kulit beratnya sekitar 16 % berat tubuh,

    pada orang dewasa sekitar 2,7 3,6 kg dan luasnya sekitar 1,5 1,9 meter persegi.

    Tebalnya kulit bervariasi mulai 0,5 mm sampai 6 mm tergantung dari letak, umur dan jenis

    kelamin. Kulit tipis terletak pada kelopak mata, penis, labium minus dan kulit bagian

    medial lengan atas. Sedangkan kulit tebal terdapat pada telapak tangan, telapak kaki,

    punggung, bahu dan bokong.

    Secara embriologis kulit berasal dari dua lapis yang berbeda, lapisan luar adalah

    epidermis yang merupakan lapisan epitel berasal dari ectoderm sedangkan lapisan dalam

    yang berasal dari mesoderm adalah dermis atau korium yang merupakan suatu

    lapisan jaringan ikat.

    1. EPIDERMIS

    Epidermis adalah lapisan luar kulit yang tipis dan avaskuler. Terdiri dari epitel

    berlapis gepeng bertanduk, mengandung sel melanosit, Langerhans dan merkel. Tebal

    epidermis berbeda-beda pada berbagai tempat di tubuh, paling tebal pada telapak tangan

    dan kaki. Ketebalan epidermis hanya sekitar 5 % dari seluruh ketebalan kulit. Terjadi

    regenerasi setiap 4-6 minggu.

    Epidermis terdiri atas lima lapisan (dari lapisan yang paling atas sampai yang terdalam):

    1. Stratum Korneum

    Terdiri dari sel keratinosit yang bisa mengelupas dan berganti.

    2. Stratum Lusidum

    Berupa garis translusen, biasanya terdapat pada kulit tebal telapak kaki dan telapak tangan.

    Tidak tampak pada kulit tipis.

    3. Stratum Granulosum

    Ditandai oleh 3-5 lapis sel polygonal gepeng yang intinya ditengah dan sitoplasma terisi

    oleh granula keratohialin yang mengandung protein kaya akan histidin. Terdapat sel

    Langerhans.

    4. Stratum Spinosum

    Terdapat berkas-berkas filament yang dinamakan tonofibril, dianggap filamen-filamen

    tersebut memegang peranan penting untuk mempertahankan kohesi sel dan melindungiterhadap efek abrasi. Epidermis pada tempat yang terus mengalami gesekan dan tekanan

  • 7/26/2019 Kasus Luka Bakar Prissilma

    9/34

    8

    mempunyai stratum spinosum dengan lebih banyak tonofibril. Stratum basale dan stratum

    spinosum disebut sebagai lapisan Malfigi. Terdapat sel Langerhans.

    5. Stratum Basale (Stratum Germinativum)

    Terdapat aktifitas mitosis yang hebat dan bertanggung jawab dalam pembaharuan sel

    epidermis secara konstan. Epidermis diperbaharui setiap 28 hari untuk migrasi ke

    permukaan, hal ini tergantung letak, usia dan faktor lain. Merupakan satu lapis sel yang

    mengandung melanosit.

    Fungsi Epidermis : Proteksi barier, organisasi sel, sintesis vitamin D dan sitokin,

    pembelahan dan mobilisasi sel, pigmentasi (melanosit) dan pengenalan alergen (sel

    Langerhans).

    2.

    DERMIS

    Merupakan bagian yang paling penting di kulit yang sering dianggap sebagai True

    Skin. Terdiri atas jaringan ikat yang menyokong epidermis dan menghubungkannya

    dengan jaringan subkutis. Tebalnya bervariasi, yang paling tebal pada telapak kaki sekitar

    3 mm.

    Dermis terdiri dari dua lapisan :

    Serabut-serabut kolagen menebal dan sintesa kolagen berkurang dengan

    bertambahnya usia. Serabut elastin jumlahnya terus meningkat dan menebal, kandungan

    elastin kulit manusia meningkat kira-kira 5 kali dari fetus sampai dewasa. Pada usia lanjut

    kolagen saling bersilangan dalam jumlah besar dan serabut elastin berkurang menyebabkan

    kulit terjadi kehilangan kelemasannya dan tampak mempunyai banyak keriput.

    Dermis mempunyai banyak jaringan pembuluh darah. Dermis juga mengandung

    beberapa derivat epidermis yaitu folikel rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar keringat.

    Kualitas kulit tergantung banyak tidaknya derivat epidermis di dalam dermis.

    Fungsi Dermis : struktur penunjang, mechanical strength, suplai nutrisi, menahan

    shearing forces dan respon inflamasi

    3. SUBKUTIS

    Merupakan lapisan di bawah dermis atau hipodermis yang terdiri dari lapisan

    lemak. Lapisan ini terdapat jaringan ikat yang menghubungkan kulit secara longgar dengan

    jaringan di bawahnya. Jumlah dan ukurannya berbeda-beda menurut daerah di tubuh dan

    keadaan nutrisi individu. Berfungsi menunjang suplai darah ke dermis untuk regenerasi.

  • 7/26/2019 Kasus Luka Bakar Prissilma

    10/34

    9

    Fungsi Subkutis Fungsi Subkutis / hipodermis : melekat ke struktur dasar, isolasi panas,

    cadangan kalori, kontrol bentuk tubuh dan mechanical shock absorber.

    VASKULARISASI KULIT

    Arteri yang memberi nutrisi pada kulit membentuk pleksus terletak antara lapisan

    papiler dan retikuler dermis dan selain itu antara dermis dan jaringan subkutis. Cabang

    kecil meninggalkan pleksus ini memperdarahi papilla dermis, tiap papilla dermis punya

    satu arteri asenden dan satu cabang vena. Pada epidermis tidak terdapat pembuluh darah

    tapi mendapat nutrient dari dermis melalui membran epidermis

    FISIOLOGI KULIT

    Kulit merupakan organ yang berfungsi sangat penting bagi tubuh diantaranya

    adalah memungkinkan bertahan dalam berbagai kondisi lingkungan, sebagai barier infeksi,

    mengontrol suhu tubuh (termoregulasi), sensasi, eskresi dan metabolisme. Fungsi proteksi

    kulit adalah melindungi dari kehilangan cairan dari elektrolit, trauma mekanik, ultraviolet

    dan sebagai barier dari invasi mikroorganisme patogen. Sensasi telah diketahui merupakansalah satu fungsi kulit dalam merespon rangsang raba karena banyaknya akhiran saraf

    seperti pada daerah bibir, puting dan ujung jari. Kulit berperan pada pengaturan suhu dan

    keseimbangan cairan elektrolit. Termoregulasi dikontrol oleh hipothalamus. Temperatur

    perifer mengalami proses keseimbangan melalui keringat, insessible loss dari kulit, paru-

    paru dan mukosa bukal. Temperatur kulit dikontrol dengan dilatasi atau kontriksi

    pembuluh darah kulit. Bila temperatur meningkat terjadi vasodilatasi pembuluh darah,

    kemudian tubuh akan mengurangi temperatur dengan melepas panas dari kulit dengan cara

    mengirim sinyal kimia yang dapat meningkatkan aliran darah di kulit. Pada temperatur

  • 7/26/2019 Kasus Luka Bakar Prissilma

    11/34

    10

    yang menurun, pembuluh darah kulit akan vasokontriksi yang kemudian akan

    mempertahankan panas.

    PENYEMBUHAN LUKA

    Penyembuhan luka adalah suatu bentuk proses usaha untuk memperbaiki kerusakan

    yang terjadi. Komponen utama dalam proses penyembuhan luka adalah kolagen disamping

    sel epitel. Fibroblas adalah sel yang bertanggung jawab untuk sintesis kolagen. Fisiologi

    penyembuhan luka secara alami akan mengalami fase-fase seperti dibawah ini :

    a. Fase inflamasi

    Fase ini dimulai sejak terjadinya luka sampai hari kelima. Segera setelah terjadinya

    luka, pembuluh darah yang putus mengalami konstriksi dan retraksi disertai reaksi

    hemostasis karena agregasi trombosit yang bersama jala fibrin membekukan darah.

    Komponen hemostasis ini akan melepaskan dan mengaktifkan sitokin yang meliputi

    Epidermal Growth Factor (EGF), Insulin-like Growth Factor (IGF), Plateled-derived

    Growth Factor (PDGF) dan Transforming Growth Factor beta (TGF-) yang berperan

    untuk terjadinya kemotaksis netrofil, makrofag, mast sel, sel endotelial dan fibroblas.

    Keadaan ini disebut fase inflamasi. Pada fase ini kemudian terjadi vasodilatasi dan

    akumulasi lekosit Polymorphonuclear (PMN). Agregat trombosit akan mengeluarkan

    mediator inflamasi Transforming Growth Factor beta 1 (TGF -1) yang juga dikeluarkan

    kolagen.

    b. Fase proliferasi atau fibroplasi

    Fase ini disebut fibroplasi karena pada masa ini fibroblas sangat menonjol

    perannya. Fibroblas mengalami proliferasi dan mensintesis kolagen. Serat kolagen yang

    terbentuk menyebabkan adanya kekuatan untuk bertautnya tepi luka. Pada fase ini mulai

    terjadi granulasi, kontraksi luka dan epitelialisasi

    c. Fase remodeling atau maturasi

    Fase ini merupakan fase yang terakhir dan terpanjang pada proses penyembuhan

    luka. Terjadi proses yang dinamis berupa remodelling kolagen, kontraksi luka dan

    pematangan parut. Aktivitas sintesis dan degradasi kolagen berada dalam keseimbangan.

    Fase ini berlangsung mulai 3 minggu sampai 2 tahun . Akhir dari penyembuhan ini

    didapatkan parut luka yang matang yang mempunyai kekuatan 80% dari kulit normal Tiga

    fase tersebut diatas berjalan normal selama tidak ada gangguan baik faktor luar maupun

    dalam.

  • 7/26/2019 Kasus Luka Bakar Prissilma

    12/34

    11

    DEFINISI DAN ETIOLOGI

    Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang

    disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik, dan

    radiasi. Luka bakar merupakan suatu jenis trauma dengan morbiditas dan mortalitas tinggi

    yang memerlukan penatalaksanaan khusus sejak awal (fase syok) sampai fase lanjut.

    Luka bakar dapat disebabkan oleh paparan api, baik secara langsung maupun tidak

    langsung, misal akibat tersiram air panas yang banyak terjadi pada kecelakaan rumah

    tangga. Selain itu, pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik maupun bahan kimia juga

    dapat menyebabkan luka bakar. Secara garis besar, penyebab terjadinya luka bakar dapat

    dibagi menjadi:

    Paparan api

    o Flame: Akibat kontak langsung antara jaringan dengan api terbuka, dan

    menyebabkan cedera langsung ke jaringan tersebut. Api dapat membakar

    pakaian terlebih dahulu baru mengenai tubuh. Serat alami memiliki

    kecenderungan untuk terbakar, sedangkan serat sintetik cenderung meleleh

    atau menyala dan menimbulkan cedera tambahan berupa cedera kontak.

    o Benda panas (kontak): Terjadi akibat kontak langsung dengan benda panas.

    Luka bakar yang dihasilkan terbatas pada area tubuh yang mengalami

    kontak. Contohnya antara lain adalah luka bakar akibat rokok dan alat-alat

    seperti solder besi atau peralatan masak.

    Scalds (air panas)

    Terjadi akibat kontak dengan air panas. Semakin kental cairan dan semakin lama

    waktu kontaknya, semakin besar kerusakan yang akan ditimbulkan. Luka yang

    disengaja atau akibat kecelakaan dapat dibedakan berdasarkan pola luka bakarnya.

    Pada kasus kecelakaan, luka umumnya menunjukkan pola percikan, yang satu sama

    lain dipisahkan oleh kulit sehat. Sedangkan pada kasus yang disengaja, luka

    umumnya melibatkan keseluruhan ekstremitas dalam pola sirkumferensial dengan

    garis yang menandai permukaan cairan.

    Uap panas

    Terutama ditemukan di daerah industri atau akibat kecelakaan radiator mobil. Uap

    panas menimbulkan cedera luas akibat kapasitas panas yang tinggi dari uap serta

    dispersi oleh uap bertekanan tinggi. Apabila terjadi inhalasi, uap panas dapat

    menyebabkan cedera hingga ke saluran napas distal di paru.

  • 7/26/2019 Kasus Luka Bakar Prissilma

    13/34

    12

    Gas panas

    Inhalasi menyebabkan cedera thermal pada saluran nafas bagian atas dan oklusi

    jalan nafas akibat edema.

    Aliran listrik

    Cedera timbul akibat aliran listrik yang lewat menembus jaringan tubuh. Umumnya

    luka bakar mencapai kulit bagian dalam. Listrik yang menyebabkan percikan api

    dan membakar pakaian dapat menyebabkan luka bakar tambahan.

    Zat kimia (asam atau basa)

    Radiasi

    Sunburn sinar matahari, terapi radiasi.

    KLASIFIKASI LUKA BAKAR

    Kedalaman luka bakar ditentukan oleh tinggi suhu, lamanya pajanan suhu tinggi,

    adekuasi resusitasi, dan adanya infeksi pada luka. Selain api yang langsung menjilat tubuh,

    baju yang ikut terbakar juga memperdalam luka bakar. Bahan baju yang paling aman

    adalah yang terbuat dari bulu domba (wol). Bahan sintetis seperti nilon dan dakron, selain

    mudah terbakar juga mudah meleleh oleh suhu tinggi, lalu menjadi lengket sehingga

    memperberat kedalaman luka bakar.

    Kedalaman luka bakar dideskripsikan dalam derajat luka bakar, yaitu luka bakar

    derajat I, II, atau III:

    Derajat I

    Pajanan hanya merusak epidermis sehingga masih menyisakan banyak jaringan

    untuk dapat melakukan regenerasi. Luka bakar derajat I biasanya sembuh dalam 5-

    7 hari dan dapat sembuh secara sempurna. Luka biasanya tampak sebagai eritema

    dan timbul dengan keluhan nyeri dan atau hipersensitivitas lokal. Contoh luka

    bakar derajat I adalahsunburn.

  • 7/26/2019 Kasus Luka Bakar Prissilma

    14/34

    13

    Derajat II

    Lesi melibatkan epidermis dan mencapai kedalaman dermis namun masih terdapat

    epitel vital yang bisa menjadi dasar regenerasi dan epitelisasi. Jaringan tersebut

    misalnya sel epitel basal, kelenjar sebasea, kelenjar keringat, dan pangkal rambut.

    Dengan adanya jaringan yang masih sehat tersebut, luka dapat sembuh dalam 2-3

    minggu. Gambaran luka bakar berupa gelembung atau bula yang berisi cairan

    eksudat dari pembuluh darah karena perubahan permeabilitas dindingnya, disertai

    rasa nyeri. Apabila luka bakar derajat II yang dalam tidak ditangani dengan baik,

    dapat timbul edema dan penurunan aliran darah di jaringan, sehingga cedera

    berkembang menjadifull-thickness burnatau luka bakar derajat III.

    Derajat III

    Mengenai seluruh lapisan kulit, dari subkutis hingga mungkin organ atau jaringan

    yang lebih dalam. Pada keadaan ini tidak tersisa jaringan epitel yang dapat menjadi

    dasar regenerasi sel spontan, sehingga untuk menumbuhkan kembali jaringan kulit

  • 7/26/2019 Kasus Luka Bakar Prissilma

    15/34

    14

    harus dilakukan cangkok kulit. Gejala yang menyertai justru tanpa nyeri maupun

    bula, karena pada dasarnya seluruh jaringan kulit yang memiliki persarafan sudah

    tidak intak.

    BERAT DAN LUAS LUKA BAKAR

    Berat luka bakar bergantung pada dalam, luas, dan letak luka. Usia dan kesehatan

    pasien sebelumnya akan sangat mempengaruhi prognosis. Adanya trauma inhalasi juga

    akan mempengaruhi berat luka bakar.

    Jaringan lunak tubuh akan terbakar bila terpapar pada suhu di atas 44oC. Luasnya

    kerusakan akan ditentukan oleh suhu permukaan dan lamanya kontak. Luka bakar

    menyebabkan koagulasi jaringan lunak. Seiring dengan peningkatan suhu jaringan lunak,

    permeabilitas kapiler juga meningkat, terjadi kehilangan cairan, dan viskositas plasma

    meningkat dengan resultan pembentukan mikrotrombus. Hilangnya cairan dapat

    menyebabkan hipovolemi dan syok, tergantung banyaknya cairan yang hilang dan respon

    terhadap resusitasi. Luka bakar juga menyebabkan peningkatan laju metabolik dan energi

    metabolisme.

    Semakin luas permukaan tubuh yang terlibat, morbiditas dan mortalitasnya

    meningkat, dan penanganannya juga akan semakin kompleks. Luas luka bakar dinyatakan

    dalam persen terhadap luas seluruh tubuh. Ada beberapa metode cepat untuk menentukan

    luas luka bakar, yaitu:

    Estimasi luas luka bakar menggunakan luas permukaan palmar pasien. Luas telapak

    tangan individu mewakili 1% luas permukaan tubuh. Luas luka bakar hanya

    dihitung pada pasien dengan derajat luka II atau III.

  • 7/26/2019 Kasus Luka Bakar Prissilma

    16/34

    15

    Rumus 9 atau rule of nineuntuk orang dewasa

    Pada dewasa digunakan rumus 9, yaitu luas kepala dan leher, dada, punggung,

    pinggang dan bokong, ekstremitas atas kanan, ekstremitas atas kiri, paha kanan,

    paha kiri, tungkai dan kaki kanan, serta tungkai dan kaki kiri masing-masing 9%.

    Sisanya 1% adalah daerah genitalia. Rumus ini membantu menaksir luasnya

    permukaan tubuh yang terbakar pada orang dewasa.

    Pada anak dan bayi digunakan rumus lain karena luas relatif permukaan kepala

    anak jauh lebih besar dan luas relatif permukaan kaki lebih kecil. Karena

    perbandingan luas permukaan bagian tubuh anak kecil berbeda, dikenal rumus 10

    untuk bayi, dan rumus 10-15-20 untuk anak.

  • 7/26/2019 Kasus Luka Bakar Prissilma

    17/34

    16

    Metode Lund dan Browder

    Metode yang diperkenalkan untuk kompensasi besarnya porsi massa tubuh di

    kepala pada anak. Metode ini digunakan untuk estimasi besarnya luas permukaan

    pada anak. Apabila tidak tersedia tabel tersebut, perkiraan luas permukaan tubuh

    pada anak dapat menggunakan Rumus 9 dan disesuaikan dengan usia:o Pada anak di bawah usia 1 tahun: kepala 18% dan tiap tungkai 14%. Torso

    dan lengan persentasenya sama dengan dewasa.

    o Untuk tiap pertambahan usia 1 tahun, tambahkan 0.5% untuk tiap tungkai

    dan turunkan persentasi kepala sebesar 1% hingga tercapai nilai dewasa.

  • 7/26/2019 Kasus Luka Bakar Prissilma

    18/34

    17

    Lund and Browder chart illustrating the method for calculating the percentage of body surface area affected

    by burns in children.

    PEMBAGIAN LUKA BAKAR

    1. Luka bakar berat (major burn)

    a. Derajat II-III > 20 % pada pasien berusia di bawah 10 tahun atau di atas usia 50

    tahun

    b. Derajat II-III > 25 % pada kelompok usia selain disebutkan pada butir pertama

    c. Luka bakar pada muka, telinga, tangan, kaki, dan perineum

    d. Adanya cedera pada jalan nafas (cedera inhalasi) tanpa memperhitungkan luas luka

    bakar

    e. Luka bakar listrik tegangan tinggi

    f. Disertai trauma lainnya

    g. Pasien-pasien dengan resiko tinggi

    2. Luka bakar sedang (moderate burn)

    a. Luka bakar dengan luas 1525 % pada dewasa, dengan luka bakar derajat III

    kurang dari 10 %

  • 7/26/2019 Kasus Luka Bakar Prissilma

    19/34

    18

    b. Luka bakar dengan luas 1020 % pada anak usia < 10 tahun atau dewasa > 40

    tahun, dengan luka bakar derajat III kurang dari 10 %

    c. Luka bakar dengan derajat III < 10 % pada anak maupun dewasa yang tidak

    mengenai muka, tangan, kaki, dan perineum

    3. Luka bakar ringan

    a. Luka bakar dengan luas < 15 % pada dewasa

    b. Luka bakar dengan luas < 10 % pada anak dan usia lanjut

    c. Luka bakar dengan luas < 2 % pada segala usia (tidak mengenai muka, tangan,

    kaki, dan perineum

    PATOFISIOLOGI LUKA BAKAR

    Akibat pertama luka bakar adalah syok karena kaget dan kesakitan. Pembuluh

    kapiler yang terpajan suhu tinggi rusak dan permeabilitas meninggi. Sel darah yang ada di

    dalamnya ikut rusak sehingga dapat terjadi anemia. Meningkatnya permeabilitas

    menyebabkan edema dan menimbulkan bula yang mengandung banyak elektrolit. Hal itu

    menyebabkan berkurangnya volume cairan intravaskuler. Kerusakan kulit akibat luka

    bakar menyebabkan kehilangan cairan akibat penguapan yang berlebihan, masuknya cairan

    ke bula yang terbentuk pada luka bakar derajat II, dan pengeluaran cairan dari keropeng

    luka bakar derajat III.

    Bila luas luka bakar kurang dari 20%, biasanya mekanisme kompensasi tubuh

    masih bisa mengatasinya, tetapi bila lebih dari 20%, akan terjadi syok hipovolemik dengan

    gejala yang khas, seperti gelisah, pucat, dingin, berkeringat, nadi kecil dan cepat, tekanan

    darah menurun dan produksi urin yang berkurang. Pembengkakan terjadi pelan-pelan,

    maksimal terjadi setelah delapan jam. Pada kebakaran ruang tertutup atau bila luka terjadi

    di wajah, dapat terjadi kerusakan mukosa jalan napas karena gas, asap atau uap panas yang

    terisap. Edema laring yang ditimbulkannya dapat menyebabkan hambatan jalan napas

    dengan gejala sesak napas, takipnea, stridor, suara serak dan dahak berwarna gelap akibat

    jelaga.

    Dapat juga terjadi keracunan gas CO atau gas beracun lainnya. CO akan mengikat

    hemoglobin dengan kuat sehingga hemoglobin tak mampu lagi mengikat oksigen. Tanda

    keracunan ringan adalah lemas, bingung, pusing, mual dan muntah. Pada keracunan yang

    berat terjadi koma. Bila lebih dari 60% hemoglobin terikat CO, penderita dapat meninggal.

  • 7/26/2019 Kasus Luka Bakar Prissilma

    20/34

    19

    Setelah 12-24 jam, permeabilitas kapiler mulai membaik dan terjadi mobilisasi

    serta penyerapan kembali cairan edema ke pembuluh darah. Ini ditandai dengan

    meningkatnya diuresis.

    Luka bakar sering tidak steril. Kontaminasi pada kulit mati, yang merupakan

    medium yang baik untuk pertumbuhan kuman, akan mempermudah infeksi. Infeksi ini

    sulit diatasi karena daerahnya tidak tercapai oleh pembuluh kapiler yang mengalami

    trombosis. Padahal, pembuluh ini membawa sistem pertahanan tubuh atau antibiotik.

    Kuman penyebab infeksi pada luka bakar, selain berasal dari dari kulit penderita sendiri,

    juga dari kontaminasi kuman saluran napas atas dan kontaminasi kuman di lingkungan

    rumah sakit. Infeksi nosokomial ini biasanya sangat berbahaya karena kumannya banyak

    yang sudah resisten terhadap berbagai antibiotik.

    Pada awalnya, infeksi biasanya disebabkan oleh kokus Gram positif yang berasal

    dari kulit sendiri atau dari saluran napas, tetapi kemudian dapat terjadi invasi kuman Gram

    negatif,Pseudomonas aeruginosa yang dapat menghasilkan eksotoksin protease dari toksin

    lain yang berbahaya, terkenal sangat agresif dalam invasinya pada luka bakar. Infeksi

    pseudomonas dapat dilihat dari warna hijau pada kasa penutup luka bakar. Kuman

    memproduksi enzim penghancur keropeng yang bersama dengan eksudasi oleh jaringan

    granulasi membentuk nanah.

    Infeksi ringan dan noninvasif ditandai dengan keropeng yang mudah terlepas

    dengan nanah yang banyak. Infeksi yang invasif ditandai dengan keropeng yang kering

    dengan perubahan jaringan di tepi keropeng yang mula-mula sehat menadi nekrotik;

    akibatnya, luka bakar yang mula-mula derajat II menjadi derajat III. Infeksi kuman

    menimbulkan vaskulitis pada pembuluh kapiler di jaringan yang terbakar dan

    menimbulkan trombosis sehingga jaringan yang didarahinya nanti.

    Bila luka bakar dibiopsi dan eksudatnya dibiak, biasanya ditemukan kuman dan

    terlihat invasi kuman tersebut ke jaringan sekelilingnya. Luka bakar demikian disebut luka

    bakar septik. Bila penyebabnya kuman Gram positif, seperti stafilokokus atau basil Gram

    negatif lainnya, dapat terjadi penyebaran kuman lewat darah (bakteremia) yang dapat

    menimbulkan fokus infeksi di usus. Syok sepsis dan kematian dapat terjadi karena toksin

    kuman yang menyebar di darah.

    Bila penderita dapat mengatasi infeksi, luka bakar derajat II dapat sembuh dengan

    meninggalkan cacat berupa parut. Penyembuhan ini dimulai dari sisa elemen epitel yang

    masih vital, misalnya sel kelenjar sebasea, sel basal, sel kelenjar keringat, atau sel pangkalrambut. Luka bakar derajat II yang dalam mungkin meninggalkan parut hipertrofik yang

  • 7/26/2019 Kasus Luka Bakar Prissilma

    21/34

    20

    nyeri, gatal, kaku dan secara estetik jelek. Luka bakar derajat III yang dibiarkan sembuh

    sendiri akan mengalami kontraktur. Bila terjadi di persendian, fungsi sendi dapat

    berkurang atau hilang.

    Pada luka bakar berat dapat ditemukan ileus paralitik. Pada fase akut, peristalsis

    usus menurun atau berhenti karena syok, sedangkan pada fase mobilisasi, peristalsis dapat

    menurun karena kekurangan ion kalium.

    Stres atau badan faali yang terjadi pada penderita luka bakar berat dapat

    menyebabkan terjadinya tukak di mukosa lambung atau duodenum dengan gejala yang

    sama dengan gejala tukak peptik. Kelainan ini dikenal sebagai tukak Curling.

    Fase permulaan luka bakar merupakan fase katabolisme sehingga keseimbangan protein

    menjadi negatif. Protein tubuh banyak hilang karena eksudasi, metabolisme tinggi dan

    infeksi. Penguapan berlebihan dari kulit yang rusak juga memerluka kalori tambahan.

    Tenaga yang diperlukan tubuh pada fase ini terutama didapat dari pembakaran protein dari

    otot skelet. Oleh karena itu, penderita menjadi sangat kurus, otot mengecil, dan berat badan

    menurun. Dengan demikian, korban luka bakar menderita penyakit berat yang disebut

    penyakit luka bakar. Bila luka bakar menyebabkan cacat, terutama bila luka mengenai

    wajah sehingga rusak berat, penderita mungkin mengalami beban kejiwaan berat. Jadi

    prognosis luka bakar ditentukan oleh luasnya luka bakar.

    FASE PADA LUKA BAKAR

    Dalam perjalanan penyakit, dapat dibedakan menjadi tiga fase pada luka bakar,

    yaitu:

    1. Fase awal, fase akut, fase syok

    Pada fase ini, masalah utama berkisar pada gangguan yang terjadi pada saluran nafas

    yaitu gangguan mekanisme bernafas, hal ini dikarenakan adanya eskar melingkar di

    dada atau trauma multipel di rongga toraks; dan gangguan sirkulasi seperti

    keseimbangan cairan elektrolit, syok hipovolemia.

    2. Fase setelah syok berakhir, fase sub akut

    Masalah utama pada fase ini adalah Systemic Inflammatory Response Syndrome

    (SIRS) dan Multi-system Organ Dysfunction Syndrome (MODS) dan sepsis. Hal ini

    merupakan dampak dan atau perkembangan masalah yang timbul pada fase pertama

    dan masalah yang bermula dari kerusakan jaringan (luka dan sepsis luka)

  • 7/26/2019 Kasus Luka Bakar Prissilma

    22/34

    21

    3.

    Fase lanjut

    Fase ini berlangsung setelah penutupan luka sampai terjadinya maturasi jaringan.

    Masalah yang dihadapi adalah penyulit dari luka bakar seperti parut hipertrofik,

    kontraktur dan deformitas lain yang terjadi akibat kerapuhan jaringan atau struktur

    tertentu akibat proses inflamasi yang hebat dan berlangsung lama

    Pembagian zona kerusakan jaringan:

    1.

    Zona koagulasi, zona nekrosis

    Merupakan daerah yang langsung mengalami kerusakan (koagulasi protein) akibat

    pengaruh cedera termis, hampir dapat dipastikan jaringan ini mengalami nekrosis

    beberapa saat setelah kontak. Oleh karena itulah disebut juga sebagai zona

    nekrosis.

    2. Zona statis

    Merupakan daerah yang langsung berada di luar/di sekitar zona koagulasi. Di

    daerah ini terjadi kerusakan endotel pembuluh darah disertai kerusakan trombosit

    dan leukosit, sehingga terjadi gangguam perfusi (no flow phenomena), diikuti

    perubahan permeabilitas kapilar dan respon inflamasi lokal. Proses ini berlangsung

    selama 12-24 jam pasca cedera dan mungkin berakhir dengan nekrosis jaringan.

    3.

    Zona hiperemi

    Merupakan daerah di luar zona statis, ikut mengalami reaksi berupa vasodilatasi

    tanpa banyak melibatkan reaksi selular. Tergantung keadaan umum dan terapi yang

    diberikan, zona ketiga dapat mengalami penyembuhan spontan, atau berubah

    menjadi zona kedua bahkan zona pertama.

    INDIKASI RAWAT INAP PASIEN LUKA BAKAR

    MenurutAmerican Burn Association, seorang pasien diindikasikan untuk dirawat

    inap bila:

    1. Luka bakar derajat III > 5%

    2. Luka bakar derajat II > 10%

    3.

    Luka bakar derajat II atau III yang melibatkan area kritis (wajah, tangan, kaki,

    genitalia, perineum, kulit di atas sendi utama) risiko signifikan untuk masalah

    kosmetik dan kecacatan fungsi

    4.

    Luka bakar sirkumferensial di thoraks atau ekstremitas

  • 7/26/2019 Kasus Luka Bakar Prissilma

    23/34

    22

    5.

    Luka bakar signifikan akibat bahan kimia, listrik, petir, adanya trauma mayor

    lainnya, atau adanya kondisi medik signifikan yang telah ada sebelumnya

    6. Adanya trauma inhalasi

    PEMERIKSAAN PENUNJANG

    Pemeriksaan penunjang yang dilakukan:

    1. Pemeriksaan darah rutin dan kimia darah

    2. Urinalisis

    3. Pemeriksaan keseimbangan elektrolit

    4. Analisis gas darah

    5. Radiologijika ada indikasi ARDS

    6. Pemeriksaan lain yang dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis SIRS dan MODS

    PENATALAKSANAAN LUKA BAKAR

    Pasien luka bakar harus dievaluasi secara sistematik. Prioritas utama adalah

    mempertahankan jalan nafas tetap paten, ventilasi yang efektif dan mendukung sirkulasi

    sistemik. Intubasi endotrakea dilakukan pada pasien yang menderita luka bakar berat atau

    kecurigaan adanya jejas inhalasi atau luka bakar di jalan nafas atas. Intubasi dapat tidak

    dilakukan bila telah terjadi edema luka bakar atau pemberian cairan resusitasi yang

    terlampau banyak. Pada pasien luka bakar, intubasi orotrakea dan nasotrakea lebih dipilih

    daripada trakeostomi.

    Pasien dengan luka bakar saja biasanya hipertensi. Adanya hipotensi awal yang

    tidak dapat dijelaskan atau adanya tanda-tanda hipovolemia sistemik pada pasien luka

    bakar menimbulkan kecurigaan adanya jejas tersembunyi. Oleh karena itu, setelah

    mempertahankan ABC, prioritas berikutnya adalah mendiagnosis dan menata laksana jejas

    lain (trauma tumpul atau tajam) yang mengancam nyawa. Riwayat terjadinya luka

    bermanfaat untuk mencari trauma terkait dan kemungkinan adanya jejas inhalasi. Informasi

    riwayat penyakit dahulu, penggunaan obat, dan alergi juga penting dalam evaluasi awal.

    Pakaian pasien dibuka semua, semua permukaan tubuh dinilai. Pemeriksaan

    radiologik pada tulang belakang servikal, pelvis, dan torak dapat membantu mengevaluasi

    adanya kemungkinan trauma tumpul.

    Setelah mengeksklusi jejas signifikan lainnya, luka bakar dievaluasi. Terlepas dari

    luasnya area jejas, dua hal yang harus dilakukan sebelum dilakukan transfer pasien adalah

  • 7/26/2019 Kasus Luka Bakar Prissilma

    24/34

    23

    mempertahankan ventilasi adekuat, dan jika diindikasikan, melepas dari eskar yang

    mengkonstriksi.

    Tatalaksana resusitasi luka bakar

    a. Tatalaksana resusitasi jalan nafas:

    1.Intubasi

    Tindakan intubasi dikerjakan sebelum edema mukosa menimbulkan manifestasi

    obstruksi. Tujuan intubasi mempertahankan jalan nafas dan sebagai fasilitas

    pemelliharaan jalan nafas.

    2.Krikotiroidotomi

    Bertujuan sama dengan intubasi hanya saja dianggap terlalu agresif dan

    menimbulkan morbiditas lebih besar dibanding intubasi. Krikotiroidotomi

    memperkecil dead space, memperbesar tidal volume, lebih mudah mengerjakan

    bilasan bronkoalveolar dan pasien dapat berbicara jika dibanding dengan intubasi.

    3.Pemberian oksigen 100%

    Bertujuan untuk menyediakan kebutuhan oksigen jika terdapat patologi jalan nafas

    yang menghalangi suplai oksigen. Hati-hati dalam pemberian oksigen dosis besar

    karena dapat menimbulkan stress oksidatif, sehingga akan terbentuk radikal bebas

    yang bersifat vasodilator dan modulator sepsis.

    4.

    Perawatan jalan nafas

    5.

    Penghisapan sekret (secara berkala)

    6.Pemberian terapi inhalasi

    Bertujuan mengupayakan suasana udara yang lebih baik didalam lumen jalan nafas

    dan mencairkan sekret kental sehingga mudah dikeluarkan. Terapi inhalasi

    umumnya menggunakan cairan dasar natrium klorida 0,9% ditambah dengan

    bronkodilator bila perlu. Selain itu bias ditambahkan zat-zat dengan khasiat tertentu

    seperti atropin sulfat (menurunkan produksi sekret), natrium bikarbonat (mengatasi

    asidosis seluler) dan steroid (masih kontroversial)

    7. Bilasan bronkoalveolar

    8.

    Perawatan rehabilitatif untuk respirasi

    9. Eskarotomi pada dinding torak yang bertujuan untuk memperbaiki kompliansi paru

    b. Tatalaksana resusitasi cairanResusitasi cairan diberikan dengan tujuan preservasi perfusi yang adekuat dan

  • 7/26/2019 Kasus Luka Bakar Prissilma

    25/34

    24

    seimbang di seluruh pembuluh darah vaskular regional, sehingga iskemia jaringan

    tidak terjadi pada setiap organ sistemik. Selain itu cairan diberikan agar dapat

    meminimalisasi dan eliminasi cairan bebas yang tidak diperlukan, optimalisasi status

    volume dan komposisi intravaskular untuk menjamin survival/maksimal dari seluruh

    sel, serta meminimalisasi respons inflamasi dan hipermetabolik dengan menggunakan

    kelebihan dan keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid, hipertonik,

    koloid, dan sebagainya pada waktu yang tepat. Dengan adanya resusitasi cairan yang

    tepat, kita dapat mengupayakan stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke kondisi

    fisiologik dalam persiapan menghadapi intervensi bedah seawal mungkin.

    Resusitasi cairan dilakukan dengan memberikan cairan pengganti. Ada beberapa

    cara untuk menghitung kebutuhan cairan ini:

    Cara Evans

    1. Luas luka bakar (%) x BB (kg) menjadi mL NaCl per 24 jam

    2.

    Luas luka bakar (%) x BB (kg) menjadi mL plasma per 24 jam

    3. 2.000 cc glukosa 5% per 24 jam

    Separuh dari jumlah 1+2+3 diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya diberikan

    dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah jumlah cairan hari

    pertama. Pada hari ketiga diberikan setengah jumlah cairan hari kedua.

    Cara Baxter

    Luas luka bakar (%) x BB (kg) x 4 mL

    Separuh dari jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya diberikan

    dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah jumlah cairan hari

    pertama. Pada hari ketiga diberikan setengah jumlah cairan hari kedua.

    c. Resusitasi nutrisi

    Pada pasien luka bakar, pemberian nutrisi secara enteral sebaiknya dilakukan sejak

    dini dan pasien tidak perlu dipuasakan. Bila pasien tidak sadar, maka pemberian nutrisi

    dapat melalui naso-gastric tube(NGT). Nutrisi yang diberikan sebaiknya mengandung

    10-15% protein, 50-60% karbohidrat dan 25-30% lemak. Pemberian nutrisi sejak awal

    ini dapat meningkatkan fungsi kekebalan tubuh dan mencegah terjadinya atrofi vili

    usus. Dengan demikian diharapkan pemberian nutrisi sejak awal dapat membantu

    mencegah terjadinya SIRS dan MODS.

  • 7/26/2019 Kasus Luka Bakar Prissilma

    26/34

    25

    Perawatan luka bakar

    Umumnya untuk menghilangkan rasa nyeri dari luka bakar digunakan morfin

    dalam dosis kecil secara intravena (dosis dewasa awal : 0,1-0,2 mg/kg dan maintenance

    5-20 mg/70 kg setiap 4 jam, sedangkan dosis anak-anak 0,05-0,2 mg/kg setiap 4 jam).

    Tetapi ada juga yang menyatakan pemberian methadone (5-10 mg dosis dewasa) setiap 8

    jam merupakan terapi penghilang nyeri kronik yang bagus untuk semua pasien luka bakar

    dewasa. Jika pasien masih merasakan nyeri walau dengan pemberian morfin atau

    methadone, dapat juga diberikan benzodiazepine sebagai tambahan.

    Terapi pembedahan pada luka bakar

    1. Eksisi dini

    Eksisi dini adalah tindakan pembuangan jaringan nekrosis dan debris (debridement)

    yang dilakukan dalam waktu kurang dari 7 hari (biasanya hari ke 5-7) pasca cedera

    termis. Dasar dari tindakan ini adalah:

    a.

    Mengupayakan proses penyembuhan berlangsung lebih cepat. Dengan dibuangnya

    jaringan nekrosis, debris dan eskar, proses inflamasi tidak akan berlangsung lebih

    lama dan segera dilanjutkan proses fibroplasia. Pada daerah sekitar luka bakar

    umumnya terjadi edema, hal ini akan menghambat aliran darah dari arteri yang

    dapat mengakibatkan terjadinya iskemi pada jaringan tersebut ataupun menghambat

    proses penyembuhan dari luka tersebut. Dengan semakin lama waktu terlepasnya

    eskar, semakin lama juga waktu yang diperlukan untuk penyembuhan.

    b.

    Memutus rantai proses inflamasi yang dapat berlanjut menjadi komplikasi

    komplikasi luka bakar (seperti SIRS). Hal ini didasarkan atas jaringan nekrosis

    yang melepaskan burn toxic (lipid protein complex) yang menginduksi

    dilepasnya mediator-mediator inflamasi.

    c. Semakin lama penundaan tindakan eksisi, semakin banyaknya proses angiogenesis

    yang terjadi dan vasodilatasi di sekitar luka. Hal ini mengakibatkan banyaknya

    darah keluar saat dilakukan tindakan operasi. Selain itu, penundaan eksisi akan

    meningkatkan resiko kolonisasi mikro organisme patogen yang akan

    menghambat pemulihan graft dan juga eskar yang melembut membuat tindakan

    eksisi semakin sulit.

    Tindakan ini disertai anestesi baik lokal maupun general dan pemberian cairan

    melalui infus. Tindakan ini digunakan untuk mengatasi kasus luka bakar derajat II

    dalam dan derajat III. Tindakan ini diikuti tindakan hemostasis dan juga skin grafting(dianjurkan split thickness skin grafting). Tindakan ini juga tidak akan mengurangi

  • 7/26/2019 Kasus Luka Bakar Prissilma

    27/34

    26

    mortalitas pada pasien luka bakar yang luas. Kriteria penatalaksanaan eksisi dini

    ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu:

    - Kasus luka bakar dalam yang diperkirakan mengalami penyembuhan lebih dari

    3 minggu.

    - Kondisi fisik yang memungkinkan untuk menjalani operasi besar.

    - Tidak ada masalah dengan proses pembekuan darah.

    - Tersedia donor yang cukup untuk menutupi permukaan terbuka yang timbul.

    Eksisi dini diutamakan dilakukan pada daerah luka sekitar batang tubuh posterior.

    Eksisi dini terdiri dari eksisi tangensial dan eksisi fasial.

    Eksisi tangensial adalah suatu teknik yang mengeksisi jaringan yang terluka lapis

    demi lapis sampai dijumpai permukaan yang mengeluarkan darah (endpoint). Adapun

    alat-alat yang digunakan dapat bermacam-macam, yaitu pisau Goulian atau Humbly

    yang digunakan pada luka bakar dengan luas permukaan luka yang kecil, sedangkan

    pisau Watson maupun mesin yang dapat memotong jaringan kulit perlapis (dermatom)

    digunakan untuk luka bakar yang luas. Permukaan kulit yang dilakukan tindakan ini

    tidak boleh melebihi 25% dari seluruh luas permukaan tubuh. Untuk memperkecil

    perdarahan dapat dilakukan hemostasis, yaitu dengan tourniquet sebelum dilakukan

    eksisi atau pemberian larutan epinephrine 1:100.000 pada daerah yang dieksisi. Setelah

    dilakukan hal-hal tersebut, baru dilakukan skin graft. Keuntungan dari teknik ini

    adalah didapatnya fungsi optimal dari kulit dan keuntungan dari segi kosmetik.

    Kerugian dari teknik adalah perdarahan dengan jumlah yang banyak dan endpoint

    bedah yang sulit ditentukan.

    Eksisi fasial adalah teknik yang mengeksisi jaringan yang terluka sampai lapisan

    fascia. Teknik ini digunakan pada kasus luka bakar dengan ketebalan penuh (full

    thickness) yang sangat luas atau luka bakar yang sangat dalam. Alat yang digunakan

    pada teknik ini adalah pisau scalpel, mesin pemotong electrocautery. Adapun

    keuntungan dan kerugian dari teknik ini adalah:

    - Keuntungan : lebih mudah dikerjakan, cepat, perdarahan tidak banyak, endpoint

    yang lebih mudah ditentukan

    - Kerugian : kerugian bidang kosmetik, peningkatan resiko cedera pada saraf-

    saraf superfisial dan tendon sekitar, edema pada bagian distal dari eksisi

  • 7/26/2019 Kasus Luka Bakar Prissilma

    28/34

    27

    2.

    Skin grafting

    Skin grafting adalah metode penutupan luka sederhana. Tujuan dari metode ini

    adalah:

    a.

    Menghentikan evaporate heat loss

    b. Mengupayakan agar proses penyembuhan terjadi sesuai dengan waktu

    c. Melindungi jaringan yang terbuka

    Skin graftingharus dilakukan secepatnya setelah dilakukan eksisi pada luka bakar

    pasien. Kulit yang digunakan dapat berupa kulit produk sintesis, kulit manusia yang

    berasal dari tubuh manusia lain yang telah diproses maupun berasal dari permukaan

    tubuh lain dari pasien (autograft). Daerah tubuh yang biasa digunakan sebagai daerah

    donor autograft adalah paha, bokong dan perut. Teknik mendapatkan kulit pasien

    secara autograft dapat dilakukan secarasplit thickness skin graftataufull thickness skin

    graft. Bedanya dari teknik teknik tersebut adalah lapisan-lapisan kulit yang diambil

    sebagai donor. Untuk memaksimalkan penggunaan kulit donor tersebut, kulit donor

    tersebut dapat direnggangkan dan dibuat lubang lubang pada kulit donor (seperti

    jaring-jaring dengan perbandingan tertentu, sekitar 1 : 1 sampai 1 : 6) dengan mesin.

    Metode ini disebut mess grafting. Ketebalan dari kulit donor tergantung dari lokasi

    luka yang akan dilakukangrafting, usia pasien, keparahan luka dan telah dilakukannya

    pengambilan kulit donor sebelumnya. Pengambilan kulit donor ini dapat dilakukan

    dengan mesin dermatome ataupun dengan manual dengan pisau Humbly atau

    Goulian. Sebelum dilakukan pengambilan donor diberikan juga vasokonstriktor

    (larutan epinefrin) dan juga anestesi.

    Prosedur operasi skin grafting sering menjumpai masalah yang dihasilkan dari

    eksisi luka bakar pasien, dimana terdapat perdarahan dan hematom setelah dilakukan

    eksisi, sehingga pelekatan kulit donor juga terhambat. Oleh karenanya, pengendalian

    perdarahan sangat diperlukan. Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi

    keberhasilan penyatuan kulit donor dengan jaringan yang mau dilakukan grafting

    adalah:

    - Kulit donor setipis mungkin

    - Pastikan kontak antara kulit donor dengan bed (jaringan yang dilakukan

    grafting), hal ini dapat dilakukan dengan cara :

    o Cegah gerakan geser, baik dengan pembalut elastik (balut tekan)

    o

    Drainase yang baik

    o Gunakan kasa adsorben

  • 7/26/2019 Kasus Luka Bakar Prissilma

    29/34

    28

    PROGNOSIS

    Prognosis dan penanganan luka bakar terutama tergantung pada dalam dan luasnya

    permukaan luka bakar, dan penanganan sejak awal hingga penyembuhan. Selain itu faktor

    letak daerah yang terbakar, usia dan keadaan kesehatan penderita juga turut menentukan

    kecepatan penyembuhan.

    Penyulit juga mempengaruhi progonosis pasien. Penyulit yang timbul pada luka bakar

    antara lain gagal ginjal akut, edema paru, SIRS, infeksi dan sepsis, serta parut hipertrofik

    dan kontraktur.

    KOMPLIKASI

    Sistemic Inf lammatory Response Syndrome (SIRS), Mul ti-system Organ Dysfunction

    Syndrome (MODS),dan Sepsis

    Pendahuluan

    SIRS adalah suatu bentuk respon klinik yang bersifat sistemik terhadap berbagai

    stimulus klinik berat akibat infeksi ataupun noninfeksi seperti trauma, luka bakar, reaksi

    autoimun, sirosis, pankreatitis, dll.

    Respon ini merupakan dampak dari pelepasan mediator-mediator inflamasi

    (proinflamasi) yang mulanya bersifat fisiologik dalam proses penyembuhan luka, namun

    oleh karena pengaruh beberapa faktor predisposisi dan faktor pencetus, respon ini berubah

    secara berlebihan (mengalami eksagregasi) dan menyebabkan kerusakan pada organ-organ

    sistemik, menyebabkan disfungsi dan berakhir dengan kegagalan organ terkena

    menjalankan fungsinya; MODS (Multi-system Organ Disfunction Syndrome) bahkan

    sampai kegagalan berbagai organ (Multi-system Organ Failure/MOF).

    SIRS dan MODS merupakan penyebab utama tingginya angka mortalitas pada

    pasien luka bakar maupun trauma berat lainnya. Dalam penelitian dilaporkan SIRS dan

    MODS keduanya menjadi penyebab 81% kematian pasca trauma; dan dapat dibuktikan

    pula bahwa SIRS sendiri mengantarkan pasien pada MODS.

    Ada 5 hal yang bisa menjadi aktivator timbulnya SIRS, yaitu infection, injury,

    inflamation, inadequate blood flow, dan ischemia-reperfusion injury. Kriteria klinik yang

    digunakan, mengikuti hasil konsensus American College of Chest phycisians dan the

    Society of Critical Care Medicinetahun 1991, yaitu bila dijumpai 2 atau lebih menifestasi

    berikut selama beberapa hari, yaitu:

    -

    Hipertermia (suhu > 38C) atau hipotermia (suhu < 36C)- Takikardi (frekuensi nadi > 90x/menit)

  • 7/26/2019 Kasus Luka Bakar Prissilma

    30/34

    29

    -

    Takipneu (frekuensi nafas > 20x/menit) atau tekanan parsial CO2 rendah (PaCO2 12.000 sel/mm3), leukopeni (< 4000 sel/mm3) atau

    dijumpai > 10% netrofil dalam bentuk imatur (band).

    Bila diperoleh bukti bahwa infeksi sebagai penyebab (dari hasil kultur

    darah/bakteremia), maka SIRS disebut sebagai sepsis. SIRS akan selalu berkaitan dengan

    MODS karena MODS merupakan akhir dari SIRS.

    Pada dasarnya MODS adalah kumpulan gejala dengan adanya gangguan fungsi

    organ pada pasien akut sedemikian rupa, sehingga homeostasis tidak dapat dipertahankan

    tanpa intervensi. Bila ditelusuri lebih lanjut, SIRS sebagai suatu proses yang

    berkesinambungan sehingga dapat dimengerti bahwa MODS menggambarkan kondisi

    lebih berat dan merupakan bagian akhir dari spektrum keadaan yang berawal dari SIRS.

    Patofisiologi

    Perjalanan SIRS dijelaskan menurut teori yang dikembangkan oleh Bone dalam

    beberapa tahap.

    Tahap I

    Respon inflamasi sistemik didahului oleh suatu penyebab, misalnya luka bakar atau

    trauma berat lainnya. Kerusakan lokal merangsang pelepasan berbagai mediator pro-

    inflamasi seperti sitokin; yang selain membangkitkan respon inflamasi juga berperan pada

    proses penyembuhan luka dan mengerahkan sel-sel retikuloendotelial. Sitokin adalah

    pembawa pesan fisiologik dari respon inflamasi. Molekul utamanya meliputi Tumor

    Necrotizing Factor (TNF), interleukin (IL1, IL6), interferon, Colony Stimulating Factor

    (CSF), dan lain-lain. Efektor selular respon inflamasi adalah sel-sel PMN, monosit,

    makrofag, dan sel-sel endotel. Sel-sel untuk sitokin dan mediator inflamasi sekunder

    seperti prostaglandin, leukotrien, thromboxane, Platelet Activating Factor (PAF), radikal

    bebas, oksida nitrit, dan protease. Endotel teraktivasi dan lingkungan yang kaya sitokin

    mengaktifkan kaskade koagulasi sehingga terjadi trombosis lokal. Hal ini mengurangi

    kehilangan darah melalui luka, namun disamping itu timbul efek pembatasan (walling off)

    jaringan cedera sehingga secara fisiologik daerah inflamasi terisolasi.

    Tahap II

    Sejumlah kecil sitokin yang dilepaskan ke dalam sirkulasi justru meningkatkan

    respon lokal. Terjadi pergerakan makrofag, trombosit dan stimulasi produksi faktorpertumbuhan (Growth Factor/GF). Selanjutnya dimulailah respon fase akut yang

  • 7/26/2019 Kasus Luka Bakar Prissilma

    31/34

    30

    terkontrol secara simultan melalui penurunan kadar mediator proinflamasi dan pelepasan

    antagonis endogen (antagonis reseptor IL1 dan mediator-mediator anti-inflamasi lain

    seperti IL4, IL10, IL11, reseptor terlarut TNF (Transforming Growth Factor/TGF). Dengan

    demikian mediator-mediator tersebut menjaga respon inflamasi awal yang dikendalikan

    dengan baik oleh down regulating cytokine productiondan efek antagonis terhadap sitokin

    yang telah dilepaskan. Keadaan ini berlangsung hingga homeostasis terjaga.

    Tahap III

    Jika homeostasis tidak dapat dikembalikan, berkembang tahap III (SIRS); terjadi

    reaksi sistemik masif. Efek predominan dari sitokin berubah menjadi destruktif. Sirkulasi

    dibanjiri mediator-mediator inflamasi sehingga integritas dinding kapiler rusak. Sitokin

    merambah ke dalam berbagai organ dan mengakibatkan kerusakan. Respon destruktif

    regional dan sistemik (terjadi peningkatan vasodilatasi perifer, gangguan permeabilitas

    mikrovaskular, akselerasi trombosis mikrovaskular, aktivasi sel leukosit-endotel) yang

    mengakibatkan perubahan-perubahan patologik di berbagai organ. Jika reaksi inflamasi

    tidak dapat dikendalikan, terjadi syok septik, Disseminated Intravascular Coagulation

    (DIC), ARDS, MODS, dan kematian.

    MODS merupakan bagian akhir dari spektrum klinis SIRS. Pada pasien luka bakar

    dapat dijumpai secara kasar 30% kasus mengalami MODS. Ada 3 teori yang menjelaskan

    timbulnya SIRS, MODS dan sepsis; yang mana ketiganya terjadi secara simultan.

    Teori pertama menyebutkan bahwa syok yang terjadi menyebabkan penurunan

    penurunan sirkulasi di daerah splangnikus, perfusi ke jaringan usus terganggu

    menyebabkan disrupsi mukosa saluran cerna. Disrupsi mukosa menyebakan fungsi mukosa

    sebagai barrier berkurang/hilang, dan mempermudah terjadinya translokasi bakteri.

    Bakteri yang mengalami translokasi umumnya flora normal usus yang bersifat komensal,

    berubah menjadi oportunistik; khususnya akibat perubahan suasana di dalam lumen usus

    (puasa, pemberian antasida dan beberapa jenis antibiotika). Selain kehilangan fungsi

    sebagai barrier terhadap kuman, daya imunitas juga berkurang (kulit, mukosa), sehingga

    mudah dirusak oleh toksin yang berasal dari kuman (endo atau enterotoksin). Pada kondisi

    disrupsi, bila pasien dipuasakan, maka proses degenerasi mukosa justru berlanjut menjadi

    atrofi mukosa usus yang dapat memperberat keadaan.

    Gangguan sirkulasi ke berbagai organ menyebabkan kondisi-kondisi yang memicu

    SIRS. Gangguan sirkulasi serebral menyebabkan disfungsi karena gangguan sistem

    autoregulasi serebral yang memberi dampak sistemik (ensefelopati). Gangguan sirkulasi keginjal menyebabkan iskemi ginjal khususnya tubulus berlanjut dengan Acute Tubular

  • 7/26/2019 Kasus Luka Bakar Prissilma

    32/34

    31

    Necrosis(ATN) yang berakhir dengan gagal ginjal (Acute Renal Failure/ARF). Gangguan

    sirkulasi perifer menyebabkan iskemi otot-otot dengan dampak pemecahan glikoprotein

    yang meningkatkan produksi Nitric Oxide (NO); NO ini berperan sebagai modulator

    sepsis. Gangguan sirkulasi ke kulit dan sitem integumen menyebabkan terutama gangguan

    sistim imun; karena penurunan produksi limfosit dan penurunan fungsi barrierkulit.

    Teori kedua menjelaskan pelepasan Lipid Protein Complex (LPC) yang

    sebelumnya dikenal dengan burn toxin dari jaringan nekrosis akibat cedera termis. LPC

    memiliki toksisitas ribuan kali di atas endotoksin dalam merangsang pelepasan mediator

    pro-inflamasi; namun pelepasan LPC ini tidak ada hubungannya dengan infeksi. Respon

    yang timbul mulanya bersifat lokal, terbatas pada daerah cedera; kemudian berkembang

    menjadi suatu bentuk respon sistemik.

    Teori ketiga menjelaskan kekacauan sistem metabolisme (hipometabolik pada fase

    akut dilanjutkan hipermetabolik pada fase selanjutnya) yang menguras seluruh modalitas

    tubuh khususnya sistim imunologi. Mediator-mediator pro-inflamasi yang dilepas ke

    sirkulasi sebagai respon terhadap suatu cedera tidak hanya menyerang benda asing atau

    toksin yang ada; tetapi juga menimbulkan kerusakan pada jaringan organ sistemik. Kondisi

    ini dimungkinkan karena luka bakar merupakan suatu bentuk trauma yang bersifat

    imunosupresif.

    Tatalaksana

    Penatalaksanaan luka bakar bersifat lebih agresif dan bertujuan mencegah

    perkembangan SIRS, MODS, dan sepsis.

    Pemberian Nutrisi Enteral Dini (NED) melalui pipa nasogastrik dalam 8 jam

    pertama pasca cedera. Selain bertujuan mencegah terjadinya atrofi mukosa usus,

    pemberian NED ini bertitik tolak mencegah dan mengatasi kondisi hipometabolik pada

    fase akut / syok dan mengendalikan status hiperkatabolisme yang terjadi pada fase flow.

    Pemberian antasida dan antibiotika tidak dibenarkan karena akan merubah pola / habitat

    kuman yang mengganggu keseimbangan flora usus.

    Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan cedera termis

    harus segera dilakukan nekrotomi dan debridement, dan dilakukan sedini mungkin (eksisi

    dini, hari ketiga-keempat pasca cedera luka bakar sedang, hari ketujuh-kedelapan pada luka

    bakar berat), bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan segera (immediate skin

    grafting) untuk mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan kulit sebagai penutup(mencegah evaporative heat loss yang menimbulkan gangguan metabolisme), barrier

  • 7/26/2019 Kasus Luka Bakar Prissilma

    33/34

    32

    terhadap kuman dan proses inflamasi berkepanjangan yang mempengaruhi proses

    penyembuhan, tidak menunggu jaringan granulasi yang dalam hal ini mengulur waktu dan

    memperberat stres metabolisme.

    Pemberian obat-obatan yang bersifat anti inflamasi seperti antihistamin dianggap

    tidak bermanfaat. Pemberian steroid sebelumnya dianggap bermanfaat namun harus diingat

    saat pemberian serta efek sampingnya.

    Pemberian zat yang meningkatkan imunologik seperti Omega-3 akan menjinakkan

    leukotrien (LTB4 yang bersifat maligna) dengan cara mempengaruhi lypoxygenase

    pathway pada metabolisme asam arakhidonat, sehingga menghasilkan leukotrien yang

    lebih benigna. Pemberian Omega-6 memiliki efek pada cyclo-oxygenase pathway asam

    arakhidonat, sehingga menghasilkan tromboksan yang lebih benigna menggantikan

    tromboksan (ThromboxaneA2) yang bersifat maligna.

    Komplikasi

    Komplikasi SIRS bervariasi tergantung etiologi. Komplikasi yang mungkin terjadi

    pada SIRS adalah gagal napas, Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS), dan

    pneumonia nosokomial, gagal ginjal, perdarahan saluran cerna dan stres gastritis, anemia,

    Trombosis vena dalam (Deep Vein Thrombosis/DVT), hiperglikemia, dan Disseminated

    intravascular coagulation(DIC)

  • 7/26/2019 Kasus Luka Bakar Prissilma

    34/34

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Ahmadsyah I, Prasetyono TOH. Luka. Dalam: Sjamsuhidajat R, de Jong W, editor.

    Buku ajar ilmu bedah. Edisi 3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2011. h. 105-

    111.

    2. Moenadjat Y. Luka bakar. Edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2003.

    3. Heimbach DM, Holmes JH. Burns. In: Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR, Dunn

    DL, Hunter JG, Pollock RE, editors. Schwartzs principal surgery. 8th ed. USA: The

    McGraw-Hill Companies; 2007.

    4. Naradzay JFX, Alson R. Thermal burns. Dalam: Slapper D, Talavera F, Hirshon JM,

    Halamka J, Adler J, editors. Diunduh dari: http://www.emedicinehealth.com.28

    Agustus 2014.

    5. Split & Full Thickness Skin Grafting. Diunduh dari

    http://www.burnsurvivorsttw.org/burns/grafts.html. 30 Agustus 2014.

    6. Gerard M Doherty. Current Surgical Diagnosis and Treatment. Edisi 12. McGraw-Hill

    Companies. New York. p 245-259

    http://www.emedicinehealth.com/http://www.burnsurvivorsttw.org/burns/grafts.html.%2030%20Agustus%202014http://www.burnsurvivorsttw.org/burns/grafts.html.%2030%20Agustus%202014http://www.burnsurvivorsttw.org/burns/grafts.html.%2030%20Agustus%202014http://www.emedicinehealth.com/