karagenan_robby chaniago_13.70.0179_b4_unika soegijapranata

28
1. MATERI METODE 1.1. Materi 1.1.1. Alat Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah blender, panci, kompor, pengaduk, hot plate, glass beker, termometer, oven, pH meter, timbangan digital. 1.1.2. Bahan Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah rumput laut (Eucheuma cottonii), isopropil alkohol (IPA), NaOH 0,1N, NaCl 10%, HCl 0,1 N serta aquades. 1.2. Metode 1 Rumput laut basah ditimbang sebanyak 40 gram Rumput laut dipotong kecil-kecil dan diblender dengan diberi air sedikit

Upload: praktikumhasillaut

Post on 08-Dec-2015

14 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

Karagenan tergolong dalam produk kering yang tak berbentuk (amorphous) dan mempunyai sifat seperti gelatin yang berupa rantai linear galaktan, dengan rumus molekul (C12H14O5(OH)4)n.

TRANSCRIPT

Page 1: Karagenan_Robby Chaniago_13.70.0179_B4_UNIKA Soegijapranata

1. MATERI METODE

1.1. Materi

1.1.1. Alat

Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah blender, panci, kompor, pengaduk,

hot plate, glass beker, termometer, oven, pH meter, timbangan digital.

1.1.2. Bahan

Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah rumput laut (Eucheuma cottonii),

isopropil alkohol (IPA), NaOH 0,1N, NaCl 10%, HCl 0,1 N serta aquades.

1.2. Metode

1

Rumput laut basah ditimbang sebanyak 40 gram

Rumput laut dipotong kecil-kecil dan diblender dengan diberi air sedikit

Rumput laut blender dimasukkan kedalam panci

Page 2: Karagenan_Robby Chaniago_13.70.0179_B4_UNIKA Soegijapranata

2

Rumput laut direbus dalam 1L air selama 1 jam dengan suhu 80-90oC

pH diukur hingga netral yaitu pH 8 dengan ditambahkan larutan HCL 0,1 N atau NaOH 0,1N

Hasil ekstraksi disaring dengan menggunakan kain saring bersih dan cairan filtrat ditampung dalam wadah.

Volume larutan diukur dengan menggunakan gelas ukur.

Ditambahkan NaCl 10% sebanyak 5% dari volume larutan.

Page 3: Karagenan_Robby Chaniago_13.70.0179_B4_UNIKA Soegijapranata

3

Direbus hingga suhu mencapai 60oC

Filtrat dituang ke wadah berisi cairan IPA (2x volume filtrat). Dan diaduk dan diendapkan selama 10-15 menit

Endapan karagenan ditiriskan dan direndam dalam caira IPA hingga jadi kaku

Serat karagenan dibentuk tipis-tipis dan diletakan dalam wadah

Dimasukan dalam oven dengan suhu 50-60oC

Serat karagenan kering ditimbang. Setelah itu diblender hingga jadi tepung karagenan

Page 4: Karagenan_Robby Chaniago_13.70.0179_B4_UNIKA Soegijapranata

2. HASIL PENGAMATAN

Hasil pengamatan agar dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 1. Hasil Pengamatan Agar

Kelompok Berat Basah (gram) Berat Kering (gram) % Rendemen B1B2B3B4B5

4040404040

3,054,383,992,201,90

7,62510,9509,9755,5004,750

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa semua kelompok menggunakan agar yang

sama yatu sebesar 40 gram, namun dari setiap kelompok menghasilkan berat kering yang

berbeda-beda. Dimana berat kering tertinggi dihasilkan oleh kelompok B2 sebesar 4,38

gram sehingga menghasilkan rendemen 10,950%, sedangkan berat kering terendah

dihasilkan oleh kelompok B5 sebesar 1,90 gram dan rendemen sebesar 4,750%. Dapat

dilihat bahwa hasil dari berat kering berbanding lurus dengan % rendemen yang dihasilkan.

4

Page 5: Karagenan_Robby Chaniago_13.70.0179_B4_UNIKA Soegijapranata

3. PEMBAHASAN

Dalam praktikum Teknologi Hasil Laut dengan judul karagenan ini akan dibahas mengenai

cara kerja, penggunaan larutan, prinsip ekstraksi agar, perbedaan hasil praktikum dengan

agar komersial, serta beberapa tanggapan jurnal mengenai agar itu sendiri. Produk agar

biasanya diperoleh dari ekstraksi salah satu jenis rumput laut atau campuran berbagai

macam rumput laut (Indriawati, 2007). Karagenan didapat dari proses ekstraksi rumput

laut. Seaweed banyak dimanfaatkan untuk bahan pangan misalnya sumber karagenan, agar,

dan alginat. Rumput laut merah (Rhodophyceae) dan rumput laut coklat (Phaeophyceae)

tergolong rumput laut yang bernilai ekonomis tinggi. Jenis rumput laut yang tergolong

dalam Rhodophyceae antara lain Gracillaria, sp, Gellidium, sp, Gellidiela sp, dan

Gellidiopsis sp yang merupakan penghasil agar serta Eucheuma sp merupakan penghasil

karagenan. Dan yang tergolong dalam Phaeophyceae yaitu Turbinaria sp., Sargasuum sp.

sebagai penghasil alginat (Sumiarsih, 1991).

Seaweed merupakan rumput laut atau alga makro yang bersifat bentik dan termasuk

tumbuhan tingkat rendah. Bagian-bagian dari seaweed adalah holdfast, blades, stipes, float.

Holdfast adalah struktur sepeti akar yang berfungsi untuk menempel pada habiatnya, tetapi

tidak digunakan untuk menyerap nutrient. Blades adlaah struktur seperti daun untuk

fotosintesis, tetapi bukan merupakan daun sejati. Floats merupakan bagian yang berisi

udara, kadang-kadang berisi karbon dioksida. Stipe merupakan struktur batang, namun

tidak semua seaweed memilikinya. Secara keseluruhan, tumbuhan ini mempunyai

morfologi yang mirip, walaupun sebenarnya berbeda. Perkembangbiakannya dilakukan

dengan 2 cara yaitu secara generative dan vegetative (konjugatif dan penyebaran spora)

(Aslan, 1995).

3.1. Karagenan

Karagenan tergolong dalam produk kering yang tak berbentuk (amorphous) dan

mempunyai sifat seperti gelatin yang berupa rantai linear galaktan, dengan rumus molekul

(C12H14O5(OH)4)n. Galaktan merupakan polimer dari galaktosa (Distantina et al., 2007).

5

Page 6: Karagenan_Robby Chaniago_13.70.0179_B4_UNIKA Soegijapranata

6

Menurut Glicksman (1983), karagenan adalah kompleks polisakarida linear yang

mempunyai berat molekul 120.000 dalton, tersusun dari beberapa jenis polisakarida anatara

lain yaitu, 3,6-anhidro-L-galaktosa, D-galaktopiranosa dan sejumlah kecil metil D-

galaktosa. Berikut ini adalah struktur kimia dari karagenan:

Gambar 1. Struktur Kimia Karagenan (Winarno, 1990)

Berdasarkan Madhaiyan & Rajalusochana, 2012, rumput laut mengandung karbohidrat,

protein mineral, trace elements dan vitamin dalam jumlah yang cukup besar. Agar sendiri

merupakan senyawa ester asam sulfat dari senyawa galaktan yang tidak larut dalam air

dingin namun larut dalam air panas dan akan membentuk gel. Karagenan banyak digunakan

dalam industri makanan contohnya seperti pembuatan kue, roti,dan macaroni (Angka &

Suhartono,2000). Menurut Varadarajan (2009) karagenan ada dalam tiga bentuk utama: K-

Page 7: Karagenan_Robby Chaniago_13.70.0179_B4_UNIKA Soegijapranata

7

karagenan, ι-karagenan dan λ-karagenan. Di antaranya, κ-karagenan dominan diperoleh

dengan ekstraksi dari rumput laut tropis Kappaphycus alvarezii, dikenal dalam perdagangan

sebagai Eucheuma cottonii. Pengelompokan jenis karagenan ini berdasarkan pada

persentase kandungan ester sulfatnya, dimana kappa (25-30%), iota (28-35%), dan lambda

(32-39%). Masing-masing dari karagenan memiliki perbedaan menurut Glicksman (1983)

seperti pada gambar 2.

Medium Kappa Iota Lambda

Air panas Larut diatas suhu 60oC Larut diatas 60oC Larut Air dingin Garam natrium akan

larut, garam K dan Ca tidak akan larut

Garam Na akan larut, sedangkan garam K dan Ca memberi disperse thixotropic

Larut

Susu panas Larut Larut Larut Susu dingin Garam Na, Ca, dan K

tidak larut tetapi mengembang

Tidak larut Larut

Larutan gula pekat

Panas, larut Sukar larut Pada suhu panas akan larut

Larutan garam dingin

Tidak larut Pada suhu panas akan larut

Pada suhu panas akan larut

Gambar 2. Daya kelarutan berdasarkan macam karateristik karagenan

Karagenan yang gel masih mudah larut dalam air. Beberapa aplikasi gel perlu sifat

hydrogel yang dapat menyerap dan menyimpan air tanpa pembubaran. Untuk

meningkatkan stabilitas gel di air, struktur kappa carrageenan harus diubah untuk

menghasilkan struktur hydrogel (Distantina, 2008). Karagenan ini memiliki sifat larut air

panas, air dingin, susu, dan larutan gula. Sehingga sering digunakan untuk bahan penstabil

atau pengental, dan pembentuk struktur emulsi didalam produk-produk makanan ataupun

minuman. Karagenan juga telah digunakan sebagai aditif gelatinizing untuk enchance

kapasitas tekstur dan menahan air dari sistem berbasis air gel, produk sehari-hari, daging

dan pakan unggas (Eom, 2013). Digunakan pula pada kosmetik, tekstil, cat, obat dan pakan

ternak (Poncomulyo et al., 2006). Aplikasi karagenan pada bidang pangan biasanya

digunakan sebagai pembentuk gel, pengelmulsi, pengikat, pengontrol terjadinya sinersis,

Page 8: Karagenan_Robby Chaniago_13.70.0179_B4_UNIKA Soegijapranata

8

penstabil, dan pengental. Karagenan digunakan pada produk sehari-hari seperti susu,

daging, sosis,dll (Poncomulyo et al., 2006)

Menurut Doty (1985), Euchema cottonii berubah nama menjadi Kappaphycus alvarezii

dikarenakan hasil dari karagenan termasuk dalam fraksi k-karagenan. Selain itu istilah

‘cottonii’ dipakai secara umum dalam dunia perdagangan nasional maupun internasional.

Penggunaan karagenan dalam industri makanan berfungsi sebagai pembentuk gel,

pengental, pensuspensi, penstabil, dan bodying agent. Adapun contoh produk yang

menggunakan karagenan seperti sirup, jelly, saus, dodol, nugget, dan produk susu.

Karagenan juga dapat digunakan dalam industri nonpangan seperti pada industri kertas, cat,

tekstil, fotografi, pasta, dan pada industry pengalengan ikan (Doty, 1985). Sedangkan pada

industri farmasi, penggunaan karagenan juga dibutuhkan sebagai pengemulsi, larutan

granulasi, dan pengikat. Dalam industri kosmetik karagenan lebih sering digunakan sebagai

stabiliser, suspensi, dan pelarut untuk beberapa produk seperti salep, cream, lotion, pasta

gigi, tonic rambut, stabilizer sabun, minyak pelindung sinar matahari, dan lain-lain. (Doty,

1985).

Karagenan diproduksi dalam bentuk garam natrium, kalium dan kalsium yang dibedakan

menjadi dua macam yaitu kappa karagenan dan iota karagenan. Kappa karagenan berasal

dari Eucheuma cottonii dan Eucheuma striatum, sedangkan iota karagenan berasal dari

Euchema spinosum (Poncomulyo et al., 2006). Eucheuma cottonii memiliki ciri-ciri talus

silindris, permukaan licin, cartilageneus (menyerupai tulang rawan), serta berwarna hijau

terang, hijau olive, dan coklat kemerahan. Percabangan talus berujung runcing atau tumpul,

ditumbuhi nodulus (tonjolan), dan duri lunak atau tumpul untuk melindungi gametangia.

Percabangan bersifat alternatus (berseling), tidak teratur serta dapat bersifat dichotomus

(percabangan dua-dua) atau trichotomus (percabangan tiga-tiga) (Anggadiredja et al.,

2006).

Page 9: Karagenan_Robby Chaniago_13.70.0179_B4_UNIKA Soegijapranata

9

Eucheuma cottonii termasuk dalam jenis kappa karagenan. Habitatnya adalah tumbuh

dengan baik di daerah pantai terumbu (reef). Habitat khasnya adalah daerah yang

memperoleh aliran air laut yang tetap, variasi suhu harian yang kecil dan substrat batu

karang mati (Aslan 1991). Klasifikasi Eucheuma menurut Doty (1985) adalah sebagai

berikut :

Divisi : Rhodophyta

Kelas : Rhodophyceae

Ordo : Gigartinales

Famili : Solieracea

Genus : Eucheuma

Spesies : Eucheuma sp.

Gambar 3. Eucheuma cottonii

3.2. Prinsip Ekstraksi Karagenan

Proses ekstraksi rumput laut akan menghasilkan karagenan. Proses ekstraksi rumput laut

merupakan peristiwa transfer/proses perpindahan massa dari fase padat ke fase cair.

Perpindahan massa solut dari dalam padatan ke cairan ini melalui dua tahap pokok, yaitu

difusi dari dalam padatan ke permukaan padatan dan perpindahan massa dari permukaan

padatan ke cairan (Yunizal, 2002). Menurut Perry (1984), difusi komponen agar-agar dari

fase padat ke fase cair akan mencapai keadaan jenuh atau keseimbangan yang ditandai

dengan tidak ada perubahan konsentrasi agar-agar dalam pelarut terhadap waktu. Parameter

keseimbangan ini menunjukkan rasio minimum antara pelarut dengan padatan yang

diekstraksi.

Awalnya rumput laut basah ditimbang sebanyak 40 gram, dipotong kecil-kecil, dan

diblender. Tepung rumput laut direbus (diekstraksi) dalam air sebanyak 500 ml selama 1

jam dengan suhu 80-90C. Hal ini sesuai dengan teori dari Glicksman (1983) yang

mengatakan bahwa karagenan merupakan hasil ekstraksi rumput laut merah dengan

menggunakan hot water atau larutan alkali pada temperatur tinggi. Seperti yang telah

Page 10: Karagenan_Robby Chaniago_13.70.0179_B4_UNIKA Soegijapranata

10

dijelaskan sebelumnya bahwa Euchema cotonii merupakan jenis kappa karagenan, sehingga

menurut Poncomulyo et al. (2006), salah satu sifat dari lambda karagenan adalah larut

dalam air panas (temperatur 40-60oC), sedangkan kappa dan iota karagenan larut pada

temperatur di atas 70oC. Sehingga metode ekstraksi dengan suhu 80-90C sudah sesuai

dengan teori.

Praktikum Teknologi Hasil Laut yang dilakukan kali ini, dilakukan ekstraksi karagenan.

Rumput laut yang digunakan untuk praktikum ini adalah spesies Eucheuma cottonii.

Langkah pertama yang dilakukan praktikan adalah rumput laut ditimbang sebanyak 40

gram. Rumput laut tersebut dipotong kecil-kecil dan kemudian diblender diberi air sedikit-

sedikit hingga menjadi bubur, perlakuan ini supaya memperluas luas permukaan agar

proses ekstraksi akan lebih maksimal. Bubur rumput laut direbus (diekstraksi) dalam air

sebanyak lebih kurang 800 (sisa satu liter) selama 1 jam dengan suhu 80-90 C. Hal ini

sesuai dengan teori dari Glicksman (1983) yang mengatakan bahwa karagenan merupakan

hasil ekstraksi rumput laut merah dengan menggunakan air panas (hot water) atau larutan

alkali pada temperatur tinggi. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa Euchema

cotonii merupakan jenis kappa karagenan, sehingga menurut Poncomulyo et al. (2006),

salah satu sifat dari lambda karagenan adalah larut dalam air panas (temperatur 40-60oC),

sedangkan kappa dan iota karagenan larut pada temperatur di atas 70oC. Sehingga metode

ekstraksi dengan suhu 80-90C sudah sesuai dengan teori. Menurut Anisuzzaman (2014)

Proses ekstraksi bertindak untuk menghilangkan pewarna bahan dan beberapa protein,

sehingga membuat lebih mudah diekstrak dalam beberapa proses ekstraksi. Rumput laut

direndam dan dimasak dalam larutan alkali dan kemudian direndam dengan air segar untuk

dinateralisasi sebagian besar dari sisa alkali.

Pemasakan yang dilakukan ini juga dapat membentuk struktur polimer dalam rumput laut

supaya membentuk suatu gulungan acak supaya nantinya lebih mudah membentuk gel dan

juga untuk memaksimalkan ekstraksi polisakarida dalam rumput laut yang belum

sempurna. Kemudian agar didinginkan sampai suhu 35-38oC, agar yang didinginkan supaya

molekul-molekul agar mulai saling merapat, memadat dan membentuk kisi-kisi yang

Page 11: Karagenan_Robby Chaniago_13.70.0179_B4_UNIKA Soegijapranata

11

mengurung molekul-molekul air, sehingga terbentuk sistem koloid padat-cair (glicksman,

1983). Setelah itu diatur pH larutan menjadi pH 8 dengan cara ditambahkan larutan HCl 0,1

N atau NaOH 0,1 N. Karagenan diperoleh melalui ekstraksi dari rumput laut yang

dilarutkan dalam air atau larutan basa kemudian diendapkan menggunakan alkohol atau

KCl. Ekstraksi karagenan biasanya dilakukan dengan air panas pada suhu 90-100 °C dan

pH alkalis (di atas pH 7). Pada pH asam karagenan akan terhidrolisis. Jenis basa yang

digunakan adalah NaOH atau Ca(OH)2 (Angka dan Suhartono, 2000). Sehingga

penggunaan larutan dalam praktikum sudah sesuai dengan teori.

Setelah itu, hasil ekstraksi disaring dengan kain saring bersih dan cairan filtrat ditampung

dalam wadah. Cairan filtrat ditambahkan larutan NaCl 10% sebanyak 5% dari volume

filtrat dan dipanaskan sampai suhu 60C. Tujuan penambahan larutan NaCl adalah untuk

mendapatkan suasana basa, karena pada pH asam karagenan akan terhidrolisis. Penggunaan

NaCl dalam mengekstrak karagenan sesuai dengan teori dari Glicksman (1983) dimana

dalam pengektrakan dilakukan dengan menggunakan larutan alkali pada suhu tinggi.

Sehingga menggunaan NaCl dan pemanasan sudah sesuai dengan teori untuk mengekstrak

karagenan. Kemudian larutan disaring menggunakan kain saring dan filtratnya diambil.

Filtrasi disini bertujuan untuk memisahkan partikel-partikel yang melayang di dalam suatu

bahan cair Glicksman (1983).

Kemudian filtrat dituangkan ke wadah berisi cairan IPA sebanyak 2x volume filtrate untuk

diendapkan hingga filtrat tercelup dengan cairan IPA. Lalu diaduk selama 10-15 menit

sehingga terbentuk endapan karagenan. Endapan ditiriskan dan direndam dalam IPA

sampai diperoleh serat karagenan yang lebih kaku. Serat karagenan dibentuk tipis-tipis dan

diletakkan dalam wadah yang tahan panas. Hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan

bahwa karagenan dapat dipisahkan dari air dan zat-zat lainnya dengan menambahkan zat

tertentu misalnya alkohol, garam-garam dan aseton. Dimana berfungsi memisahkan

karagenan dengan penggumpalan atau pengendapan (Overbeek dan Jong, 1949).

Penggunaan isopropil dalam praktikum juga sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa

alkohol banyak digunakan untuk memisahkan alkohol, contohnya metanol, etanol, dan

Page 12: Karagenan_Robby Chaniago_13.70.0179_B4_UNIKA Soegijapranata

12

isoprapanol. (Dawes et al.,1977). Endapan yang didapat kemudian dikeringkan dalam oven

selama 12 jam pada suhu 50-60°C. Menurut Winarno et al. (1980), pengeringan bertujuan

untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian air dari suatu bahan padat dengan cara

menguapkan air dan membuang uap yang terbentuk dengan menggunakan energi panas.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengeringan terutama adalah luas permukaan, suhu

pengeringan, aliran udara dan tekanan uap di udara. Pada proses pengeringan juga memiliki

beberapa kelebihan yaitu lebih awet dan volume bahan menjadi kecil. Hal ini berpengaruh

pada kemudahan transportasi dan hemat ruang pengangkutan. Sehingga biaya produksi

lebih murah. Namun pengeringan juga memiliki kelemahan yaitu sifat asal bahan yang

dikeringkan dapat berubah, meliputi aspek bentuk, fisik, ataupun kimianya. Proses

pengeringan ini juga menyebabkan adanya rehidrasi (pembasahan kembali) sebelum

digunakan sehingga membutuhkan kerja tambahan (Winarno, 1996). Menurut Varadarajan

(2009) metode ekstraksi yang dilakukan seperti metode perebusan tradisional, ekstraksi

enzim yang diperlakukan dengan komersial dan ekstraksi jamur diperlakukan dengan

secara sistematis bervariasi dan persentase hasil karaginan dinilai. Dalam praktikum ini

sesuai dengan metode ekstraksi yaitu memnggunakan metode ekstraksi yang direbus

tradisional yang dapat menghasilkan karagenan yang lebih tinggi daripada ekstraksi

menggunkan jamur.

3.3. Karakteristik Karagenan

Fardiaz (1989) mengatakan bahwa proses pembentukan gel pada karagenan dikarenakan

adanya penggabungan rantai polimer sehingga akan membentuk suatu jala seperti tiga

dimensi bersambungan. Gel terbentuk karena pada saat dipanaskan di air, molekul

karagenan dan air bergerak bebas. Apabila karagenan didinginkan, maka molekul-molekul

mulai merapat, memadat dan membentuk kisi-kisi yang mengurung molekul-molekul air,

sehingga terbentuk sistem koloid padat-cair (Glicksman, 1983).

Karagenan adalah salah satu jenis hidrokoloid yang merupakan senyawa polimer yang

dapat dilarutkan ke dalam air sehingga memberikan suatu larutan atau suspensi yang kental.

Page 13: Karagenan_Robby Chaniago_13.70.0179_B4_UNIKA Soegijapranata

13

Sifat-sifat karagenan yang lain adalah dapat membentuk gel dalam larutan yang sangat

encer (1%) atau juga dalam konsentrasi lebih rendah yaitu 0,04%. Pada larutan 1,5%,

karagenan membentuk gel yang sangat stabil pada suhu 32-39oC dan tidak mudah meleleh

sampai suhu di bawah 85 oC. Sifat yang paling menonjol dari karagenan adalah larut di

dalam air panas, yang apabila didinginkan sampai suhu tertentu akan membentuk gel.

Karakteristik karagenan yaitu bersifat rigid, rapuh, mudah dibentuk dan memiliki titik leleh

tertentu. Gel karagenan bersifat thermoreversible, yaitu pada suhu di atas titik leleh fase gel

akan berubah menjadi fase solid dan sebaliknya, tetapi fase transisi tidak terjadi pada suhu

yang sama. Gel karagenan bersifat cukup stabil, gel yang dibuat dari karagenan dengan

kekuatan gel yang tinggi dapat memiliki kestabilan yang sama dengan karagenan kering

jika disterilisasi dan disimpan secara hermentis (Winarno, 1990).

Pembentukan gel karagenan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu suhu, konsentrasi, pH,

gula dan ester sulfat. Gel karagenan bersifat reversibel terhadap suhu. Pada suhu di atas

titik leleh, fase gel akan berubah menjadi fase sol dan sebaliknya. Fase transisi dari gel ke

sol atau dari sol ke gel tidak berada pada suhu yang sama. Suhu pembentukkan gel yang

berada jauh di bawah suhu pelelehan gel disebut dengan gejala histeresis (Rees 1969).

Menurut Doyle, (2010) karagenan yang didukung oleh logam kation seperti K+ dan

menimbulkan hysteresis termal antara gel sol dan sol gel transisi. Cukup konsentrasi tinggi

K+ dapat menyebabkan aggregation berlebihan, akibat presipitasi gel. Mekanisme

pembentukan gel karagenan dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Gambar 4. Mekanisme Pembentukan Gel pada Karagenan (Chapman & Chapman, 1980)

Page 14: Karagenan_Robby Chaniago_13.70.0179_B4_UNIKA Soegijapranata

14

Hasil praktikum kali ini didapat data bahwa semua kelompok menghasilkan rendemen,

Kelompok B1 menghasilkan 7,625% rendemen. Kelompok B2 menghasilkan 10,950%

rendemen. Kelompok B3 menghasilkan 9,975% rendemen. Kelompok B4 menghasilkan

5,500% rendemen dan untuk kelompok B5 menghasilkan 4,750% rendemen. Dari Tabel 1.

dapat disimpulkan bahwa berat kering berbanding lurus dengan % rendemen, artinya

semakin besar nilai berat kering maka semakin besar pula nilai rendemennya. Perbedaan

nilai rendemen ini disebabkan karena perbedaan waktu lamanya pemanasan. Karena

menurut Chapman (1980), nilai rendemen dipengaruhi oleh iklim, metode ekstraksi, waktu

pemanenan, lokasi budidaya dan lama pemanasan. Sedangkan menurut Sperisa Distantina

(2011), reaksi pembentukan karagenan bukan hanya dipengaruhi oleh suhu, konsentrasi

larutan alkali, dan kekuatan ion saja tetapi juga dipengaruhi oleh jenis dari rumput laut itu

sendiri. Hasil yang berbeda di tiap kelompok ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor,

antara lain adalah: kondisi proses ekstraksi karagenan tiap kelompok berbeda-beda

sehingga dapat mengakibatkan polisakarida penyusun rumput laut belum terhidrolisis

menjadi monomer-monomernya dan akan menyebabkan karagenan sulit membentuk gel,

kemudian proses pemanasan belum maksimal karena pada teori, pemanasan yang maksimal

adalah dengan suhu 90-95oC selama 1-5 jam (Yunizal, 2002).

Gel yang dihasilkan dari praktikum karagenan ini kurang kuat, teksturnya juga tidak baik

fase hidrokoloid belum terbentuk dengan sempurna. Karagenan komersial biasanya

berbentuk serbuk dan jika dihidrasi dengan air panas akan membentuk cairan kental yang

apabila nantinya didinginkan akan membentuk gel yang memiliki stuktur rigid (Indriawati,

2007). Faktor-faktor yang dapat memicu perbedaan karakteristik karagenan komersial dan

karagenan hasil praktikum adalah jenis rumput laut, asal rumput laut, umur panen dan

metode ekstraksi yang digunakan berbeda sehingga karakteristik karagenan yang dihasilkan

juga berbeda. Perbedaan karakteristik ini juga dapat disebabkan oleh banyak hal, yaitu

komponen pembentuk gel yakni agarnosa, pH yang dihasilkan dari perendaman dengan

asam asetat terlalu rendah, karena seharusnya semakin tinggi pH maka akan semakin tinggi

pula kekuatan gelnya.

Page 15: Karagenan_Robby Chaniago_13.70.0179_B4_UNIKA Soegijapranata

4. KESIMPULAN

Karagenan adalah polisakarida linier yang tersusun atas unit-unit galaktosa dan 3,6

anhidrogalaktosa dengan ikatan glikosidik alfa 1,3 dan beta 1,4 secara bergantian.

Karagenan banyak digunakan dalam industri makanan contohnya seperti pembuatan

kue, roti,dan macaroni.

Bahan utama yang digunakan dalam praktikum ini adalah rumput laut (Eucheuma

cotonii).

Kappa karagenan berasal dari Eucheuma cottonii dan Eucheuma striatum, sedangkan

iota karagenan berasal dari Euchema spinosum.

Karagenan diekstraksi dengan air panas atau larutan alkali.

pH asam akan menyebabkan karagenan terhidrolisis.

Larutan basa yang digunakan dalam praktikum ini adalah NaOH dan NaCl.

Cairan IPA (Isopropil Alkohol) digunakan untuk mengendapkan karagenan.

Reaksi pembentukan karagenan bukan hanya dipengaruhi oleh suhu, konsentrasi larutan

alkali, dan kekuatan ion saja tetapi juga dipengaruhi oleh jenis dari rumput laut itu

sendiri.

Pengeringan dilakukan dengan oven dan tepung karagenan berwarna putih.

Perbedaan nilai rendemen disebabkan karena perbedaan waktu lamanya pemanasan.

Semakin tinggi rumput laut maka akan meningkatkan rendemen karagenan.

Bahan pengendap etanol akan memberikan nilai rendemen yang lebih besar dibanding

larutan Isopropil Alkohol.

Semarang, 29 September 2012Praktikan, Asisten Dosen,

Robby Chaniago Ignatius Dicky A.W13.70.0179

15

Page 16: Karagenan_Robby Chaniago_13.70.0179_B4_UNIKA Soegijapranata

5. DAFTAR PUSTAKA

Anggadiredja, J. T ; A. Zatnika ; H. Purwoto & S. Istina. (2006). Rumput Laut, Pembudidayaan, Pengolahan & Pemasaran Komoditas Perikanan Potensial. Penebar Swadaya. Jakarta.

Angka, S. L & M. T. Suhartono. (2000). Bioteknologi Hasil Laut. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautanan. Institut Pertanian Bogor.

Anisuzzaman S.M., Awang Bono, Duduku K., et all. (2014). Effects of Extraction Process Conditions on Semi Refined Carragenan Produced by using Spray dyer. Journal of Applied Sciences.University Malaysia Sabah. Malaysia

Aslan, L. M. (1995). Budidaya Rumput Laut. Kanisius. Yogyakarta.

Chapman, V.J. & D.J. Chapman. (1980). Seaweeds and their uses. Chapman & Hall. New York.

Dawes CJ, Stanley NF, Stancioff DJ. (1977). Seasonal and reproductive aspect of plant chemistry and I-carrageenan from floridean Eucheuma (Rhodophyta, Gigartinales). Bot. Mar. 20: 137.

Doty M.S. (1985). Eucheuma Farming for Carrageenan-sea grant advisory report. New Jersey : Prentice-Hall.

Distantina, Sperisa, Devinta Rachmawati Anggraeni, dan Lidya Eka Fitri. (2008). Pengaruh Konsentrasi dan Jenis Larutan Perendaman terhadap Kecepatan Ekstraksi dan Sifat Gel Agar-agar dari Rumput Laut Gracilaria verrucosa. Vol. 2 No. 1 2008: 11-16.

Distantina, Sperisa; Fadilah; Endah R. Dyartanti; dan Enny K. Artati. (2007). Pengaruh Rasio Berat Rumput Laut-Pelarut Terhadap Ekstraksi Agar-Agar. Vol. 6 No. 2 Juli 2007: 53-58.

Distantina Sperisa, Rochmadi, Mohammad F. (2014). Stabilization of Kappa Carrageenan Film by Crosslinking: Comparison of Glutaraldehyde and Potassium Sulphate as the Crosslinker. th International Conference on Chemical Engineering and Applications IPCBEE. Indonesia.

16

Page 17: Karagenan_Robby Chaniago_13.70.0179_B4_UNIKA Soegijapranata

17

Doyle J.P., Persephoni G., Brian R., and Edwin R.M. (2010). Preparation, authentication, rheology, and conformation of theta carrageenan. University of Thessaly. Denmark

Eom S.H., et all. (2013). Effects of Carrageenan on the Gelatinization of Salt-Based Surimi Gels. Fishers and Aquatic Sciences. College of Medical and Life Science. Silla University. Korea.

Fardiaz, D. (1989). Hidrokoloid. Bogor: Laboratorium Kimia dan Biokimia Pangan, Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor.

Glicksman, M. (1983). Food Hydrocolloid Vol II. CRC Press, Inc. Boca Raton. Florida.

Indriawati, Khusni. (2007). Analisis Kekuatan Gel (Gel Strength) Agar-Agar Komersial Berdasarkan Konsentrasi Sulfat dan Konsentrasi 3,6-anhidro-L-galaktosa [skripsi]. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Overbeek JTG, de Jong HG. (1949). Sols of macromolecular colloids with electrolytic nature. Elsevier Publising Co, Inc. New york.

Perry, R.H., and Green, D. (1984). Perry’ s Chemical Engineers Handbook , 6th ed., p. 15-5, McGraw-Hill Book Co., Singapore.

Poncomulyo, T ; H. Maryani & L. Kristiani. (2006). Budidaya & Pengolahan Rumput Laut. PT. Agro Media Pustaka. Jakarta.

Rees DA. (1969). Structure, confirmation and mechanism in the formation of polisaccharide gels and networks. Dalam Advances in Carbohydrate Chemistry and Biochemistry. Wolfrom ML, Tipson RS, editor. New York: Academic press.

Sperisa Distantina, Wiratni , Moh. Fahrurrozi, and Rochmadi. (2011). Carrageenan Properties Extracted From Eucheuma cottonii, Indonesia. World Academy of Science, Engineering and Technology.

Sumiarsih, Emi & Hety Indriani. (1995). Budidaya, Pengolahan dan Pemasaran Rumput Laut. Penebar Swadaya. Jakarta.

Varadarajan Soovendran, Nazaruddin Ramli, Arbakariya Ariff, et all. (2009). Development of high yielding carragenan extraction method from Eucheuma Cotonii using cellulase and Aspergillus niger. Prosiding Seminar Kimia Bersama UKM-ITB VIII. Malaysia.

Page 18: Karagenan_Robby Chaniago_13.70.0179_B4_UNIKA Soegijapranata

18

Winarno F.G. (1990). Teknologi Pengolahan Rumput Laut. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Winarno, F.G.; S. Fardiaz; dan D. Fardiaz. (1980). Pengantar Teknologi Pangan. Gramedia, Jakarta.

Winarno, F.G. (1996). Teknologi Pengolahan Rumput Laut. PT Sinar Pustaka Harapan. Jakarta.

Yunizal. (2002). Teknologi Ekstraksi Agar-agar dari Rumput Laut Merah (Rhodophyceae). Jakarta: Pusat Riset Kelautan dan Perikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan.

Page 19: Karagenan_Robby Chaniago_13.70.0179_B4_UNIKA Soegijapranata

6. LAMPIRAN

6.1. Perhitungan

Rumus :

Kelompok B1:

Kelompok B2:

Kelompok B3:

Kelompok B4:

Kelompok B5:

6.2. Laporan Sementara

6.3. Diagram Alir

6.4. Abstrak Jurnal

19