prak_oei, amelia_13.70.0048_d4_unika soegijapranata
DESCRIPTION
pembuatan pewarna alami dari mikroalga Spirulina platensisTRANSCRIPT
1. MATERI METODE
1.1. Materi1.1.1. AlatAlat yang digunakan dalam praktikum ini adalah sentrifuge, strirer, oven, plate stirrer.
1.1.2. Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah biomassa Spirulina basah atau
kering, aquades, dekstrin.
1.2. Metode
1
Dimasukkan dalam Elenmenyer.
Dilarutkan dalam aqua destilata (1 : 10).
Biomassa Spirulina ditimbang dalam cawan
2
Supernatan diencerkan sampai pengenceran 10-2 dan diukur kadar fikosianinnya pada panjang gelombang 615 nm dan 652 nm
Supernatan diambil 8 ml dan ditambah dekstrin dengan perbandingan supernatan : dekstrin = 1 : 1
Diaduk dengan stirrer ± 2 jam
3
Dicampur merata dan dituang ke wadah
Dioven pada suhu 50°C hingga kadar air ± 7%
Didapat adonan kering yang gempal
4
Dihancurkan dengan penumpuk hingga berbentuk powder
Kadar Fikosianin (mg/g) diukur dengan rumus :
2. HASIL PENGAMATAN
Hasil pengamatan fikosianin dapat dilihat pada tabel 1 di bawah ini.
Tabel 1. Hasil Pengamatan Fikosianin
Kel
Berat Bio
Massa Kering
(g)
Jumlah Aquades
yang ditambahkan
(ml)
Total Filtratyang
diperolehOD 615 OD 652
KF(mg/ ml)
Yield(mg/ ml)
Warna
Sebelum dioven
Sesudah dioven
D1 8 80 55 0,1854 0,1733 0,193 1,327 ++ +D2 8 80 55 0,1914 0,1797 0,199 1,368 ++ +D3 8 80 55 0,1863 0,1843 0,185 1,272 ++ +D4 8 80 55 0,1980 0,1803 0,211 1,451 ++ +D5 8 80 55 0,1687 0,2029 0,136 0,935 ++ +
Keterangan Warna:+ Biru Muda++ Biru+++ Biru Tua
Dari data diatas dapat dilihat nilai OD615 paling tinggi adalah kelompok D4 yaitu 0,1980 dan
yang terendah kelompok D5 sebesar 0,1678. Kelompok D5 mendapatkan nilai OD652 sebesar
0,2029 dan untuk yang terkecil pada kelompok D1 yaitu 0,1733. Nilai KF dan yield terbesar
adalah kelompok D4 yaitu 0,211 dan 1,451. Warna dari fikosianin sebelum dioven dan
sesudah dioven sama untuk semua kelompok yaitu biru menjadi biru muda.
3. PEMBAHASAN
Secara umum, pigmen digolongkan menjadi 2 jenis yaitu pigmen buatan / sintetis dan pigmen
alami / biopigmen (Mohammad, 2007). Industri pangan berkembang dengan pesat di
Indonesia begitu pula dengan tuntutan penggunaan pigmen pun juga meningkat pesat. Pada
umumnya, pigmen sintetis lebih banyak digunakan karena mudah didapat, mudah digunakan
serta memiliki stabilitas yang tinggi. Namun penggunaan pigmen sintetis yan berlebihan dan
kurang terkontrol dapat menimbulkan dampak yang tidak baik bagi kesehatan, karena pigmen
sintetis seperti tartrazin, alluora red dan rodhamin B bersifat karsinogenik serta dapat
menyebabkan alergi hingga penyakit kanker (Tim IPPOM MUI, 2005). Untuk mengatasi
masalah tersebut, maka penggunaan pewarna alami dianjurkan untuk digunakan. Selain itu,
saat ini masyarakat juga semakin sadar akan pentingnya kesehatan dan keamanan pangan,
maka penggunaan bahan baku atau produk yang bersifat alami seperti biopigmen terus
meningkat.
Sarada et al., (1998) menyatakan bahwa Phycobiliprotein terletak di dalam phycobilisomes
yang berada di membran tilakoid yang berperan sebagai pengumpul cahaya. Phycobilisomes
sendiri tersusun atas allophycocyanin yang diselubungi oleh fikosianin. Proporsi phycocyanin
lebih besar dibanding allophycocyanin. Dengan proporsi fikosianin yang besar maka
fikosianin dimanfaatkan secara penuh sebagai pewarna makanan alami.
Selain fikosianin, kandungan pigmen lain seperti klorofil memiliki kandungan yang paling
besar diantara sumber sumber penghasil klorofil dengan kadar lebih dari 1 mg/g. Sedangkan
fikosianin bisa mencapai lebih dari 15% berdasar spesies Spirulina sp. yang diisolasi
(Ngakou et al., 2012). Fikosianin adalah pigmen biru alam yang paling penting untuk
makanan industri, misalnya dalam proses permen karet, produk susu dan jelly. Fikosianin
telah diamati memiliki sifat terapeutik tertentu, seperti antioksidan memberikan 20 kali lebih
antioksidan Kegiatan dari asam askorbat (A, Salama, et al, 2015).
Pembuatan fikosianin diawali dengan memasukkan biomassa spirulina ke dalam erlenmeyer.
Kemudian melarutkannya dengan aquades. Hal ini dikarenakan fikosianin dapat larut dalam
pelarut polar. Pernyataan tersebut sesuai dengan teori Syah et al. (2005) yang menyatakan
bahwa Spirulina mampu menghasilkan pigmen fikosianin berwarna biru. Pigmen ini dapat
larut pada pelarut polar seperti air. Hal ini juga diungkapkan dalam penelitian Walter A., et al
7
(2011), yaitu bahwa dalam mengekstrak fikosianin dari Spirulina digunakan pelarut polar
yang memiliki pH netral yaitu buffer fosfat pH 7.
Langkah selanjutnya yaitu larutan disentrifugasi hingga diperoleh endapan dan supernatant
yang berisi fikosianin. Tujuan dilakukannya sentrifugasi untuk mengendapkan debris sel dan
mengambil pigmen fikosianin yang larut dalam pelarut polar (Silveira et al., 2007). Prinsip
utama sentrifugasi ialah memisahkan substansi berdasarkan berat jenis molekul dengan cara
memberikan gaya sentrifugal sehingga substansi yang lebih berat akan berada di dasar,
sedangkan substansi yang lebih ringan akan terletak di atas (Kimball, 1992). Setelah
mendapatkan supernatan dari proses sentrifugasi, dilakukan pengukuran secara kuantitatif
dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 615 nm dan 652 nm. Penetapan panjang
gelombang sesuai dengan teori Sarada et al., (1998) bahwa kadar atau konsentrasi fikosianin
dalam supernatan dapat diketahui dengan pengukuran spektrofotometer panjang gelombang
615 nm dan 652 nm. Achmadi et al. (2002) juga menambahkan bahwa pengukuran
absorbansi bertujuan untuk mengetahui kelarutan fikosianin pada larutan. Pengukuran
konsentrasi fikosianin disimbolkan dengan KF dan dihitung berdasar rumus:
Konsentrasi fikosianin (KF) = OD615−0,474 (OD652)
5,34
Setelah diukur dengan spektrofotometer, supernatant ditambahkan dekstrin dengan
perbandingan supernatant : dekstrin = 1 : 1. Tujuan penambahan dekstrin dalam pembuatan
pewarna bubuk fikosianin menurut Murtala (1999) adalah untuk mempercepat pengeringan
dan mencegah kerusakan akibat panas, melapisi komponen flavour, meningkatkan total
padatan, dan memperbesar volume. Penambahan dekstrin ke dalam produk dapat
mengurangi kerusakan pigmen akibat oksidasi. Fennema (1976) mengemukakan bahwa
dekstrin tersusun atas unit glukosa yang dapat mengikat air, sehingga oksigen yang larut
dapat dikurangi, akibatnya proses oksidasi dapat dicegah. Dekstrin memiliki sifat yang dapat
larut dalam air, lebih stabil terhadap suhu panas sehingga dapat melindungi senyawa volatil
dan senyawa yang peka terhadap panas atau oksidasi dalam hal ini adalah untuk melindungi
fikosianin.
Setelah proses pencampuran selesai dengan sempurna, langkah selanjutnya adalah
pengeringan dengan suhu 45oC pada oven hingga mencapai kadar air 7%. Menurut Chandra,
8
(2011) bahwa pengeringan merupakan proses pengurangan kadar air sampai dengan
konsentrasi tertentu. Tujuan utama dari pengeringan adalah mengurangi air bebas yang dapat
digunakan bakteri untuk merusak fikosianin. Setelah pengeringan terbentuk adonan kering
yang gempal, lalu dihancurkan dengan penumbuk hingga terbentuk powder.
Dalam praktikum tersebut dilakukan pengamatan terhadap nilai KF, yield, dan warna dari
produk akhir fikosianin. Berdasarkan data pengamatan, nilai KF atau konsentrasi fikosianin
yang semakin tinggi diikuti pula dengan peningkatan nilai yield. Hal ini didukung oleh Fox
(1991), metode absorbansi dipengaruhi oleh konsentrasi dan kejernihan larutan sehingga
semakin keruh larutan maka konsentrasi larutan akan semakin besar.
Pengukuran secara sensoris sebelum pengovenan didapatkan warna biru dan setelah
pengovenan bewarna biru muda untuk semua kelompok. Menurut Mishra et al., (2008)
bahwa fikosianin mengalami pemudaran warna sebesar 30% setelah penyimpanan 5 hari
dan menjadi bening setelah 15 hari pada suhu 35oC. Hal lain yang patut diperhitungkan yaitu
penambahan dekstrin, menurut Wiyono (2007), pemberian dekstrin yang terlalu banyak akan
menyebabkan warna bubuk fikosianin menjadi pucat atau pudar.
Menurut Richmond (1988), Spirulina atau yang memiliki nama lain Arthrospira merupakan
organisme yang termasuk dalam kelompok alga hijau biru yang disebut juga blue green
algae. Spirulina merupakan organisme multiseluler, filament, berwarna hijau-biru, berbentuk
silinder, dan tidak bercabang. Ukuran dari Spirulina adalah 100 kali lebih besar dari sel darah
merah manusia. Warna hijau Spirulina disebabkan karena adanya klorofil dalam jumlah yang
tinggi. Kebanyakan Spirulina tumbuh di perairan danau yang bersifat alkali dan hangat
(Tietze, 2004). Spirulina, juga mengurangi fotosensitifitas jaringan normal karena
metabolisme yang cepat ( Gelagutashvili E., et al, 2013).
Kandungan protein dari Spirulina cukup tinggi sebesar 50% hingga 70% dari berat keringnya
(Richmond, 1988). Spirulina mempunyai membran sel yang tipis dan lembut sehingga mudah
dicerna. Spirulina mengandung sembilan vitamin yang penting dari empat belas mineral yang
terikat dengan asam amino (Tietze, 2004). Menurut Monteiro et al. (2010), Spirulina
mengandung protein sebesar 60-70% dari berat keringnya, kaya kandungan lipid yang
sebagian besar dalam bentuk asam lemak tidak jenuh terutama gamma linolenic acid. Selain
itu Spirulina juga bermanfaat sebagai antioksidan yang bisa digunakan dalam obat-obatan.
9
Spirulina hidup dalam kondisi lingkungan dengan pH 8-11 dengan kandungan senyawa
karbonat-bikarbonat yang tinggi, dalam hidupnya spirulina memerlukan cahaya dan CO2
untuk berfotosintesis. Oksigen yang dihasilkan dari fotosintesis dapat meningkatkan
kandungan O2 dalam medium pertumbuhannya. Unsur nitrogen juga harus dipasok karena
mikroalga ini tidak dapat mengkonsumsinya dari udara. Pada kondisi pertumbuhan yang
sesuai, biomasa kering spirulina yang didapat bisa mencapai 60-70 ton/hektar kolam.
Biomasaa sel spirulina lebih mudah larut dalam pelarut polar seperti pada air dan buffer bila
dibandingkan dengan pelarut yang kurang polar. Besar maupun kecilnya keberadaan
fikosianin yang terkandung dalam biomasa sel tergantung dari banyak sedikitnya suplai
nitrogen yang dikonsumsi oleh spirulina (Tri-Panji et. al. 1996).
Kondisi kultur dapat mempengaruhi fase pertumbuhan Spirulina, menyebabkan perubahan
dalam komposisi dan meningkatkan atau menurunkan proporsi phycobiliproteins, termasuk
fikosianin. Penelitian telah menunjukkan bahwa jumlah fenolat juga bisa meningkat dengan
mengubah kondisi budaya, menunjukkan bahwa adalah mungkin untuk meningkatkan potensi
antioksidan dari S. platensis biomassa untuk digunakan sebagai suplemen gizi (Vijaya V., et
al, 2009)
Menurut Walter A. (2011) pigmen dalam Spirulina sp. dari fikobiliprotein tersusun atas
fikosianin dan allofikosianin yang secara normal terdiri dari 20% protein seluler dan secara
kuantitatif merupakan pigmen yang paling dominan pada Spirulina sp. Keberadaan fikosianin
ini adalah sebagai komponen penyimpan nitrogen pada spirulina. Ketika ketersedian nitrogen
di dalam media menurun atau secara keseluruhan media pertumbuhan kehilangan nitrogen,
maka fikosianin mengalami penurunan kemudian penurunan jumlah ini berkaitan dengan
meningkatknya aktivitas protease yang bertindak dalam purifikasi c-fikosianin.
Sifat-sifat dari dekstrin larut air, stabil terhadap suhu panas sehingga dapat melindungi
senyawa volatil dan senyawa yang peka terhadap panas atau oksidasi dalam hal ini adalah
untuk melindungi fikosianin (Wiyono, 2007). Ribuat dan Kumalaningsih (2004) menyatakan
bahwa fungsi dekstrin sebagian besar yaitu sebagai pembawa bahan pangan yang aktif seperti
bahan flavor dan pewarna yang membutuhkan sifat mudah larut air dan bahan pengisi karena
dapat meningkatkan berat produk dalam bentuk bubuk. Stabilitas flavor yang diselubungi
dekstrin cukup besar ketika berinteraksi dengan suhu tinggi saat proses pemanasan spray
10
dryer. Oleh karena itu, dekstrin banyak digunakan dalam industri lain selain industri pangan
seperti industri kertas dan tekstil.
Romay et al (1998) mengatakan fikosianin memiliki rantai tetraphyrroles terbuka yang
mungkin mempunyai kemampuan menangkap radikal oksigen. Gambar struktur kimia dari
fikosianin:
Gambar 2. Fikosianin (Romay et al., 1998)
Dalam proses pembuatan pewarna alami fikosianin ada faktor yang perlu diperhatikan yaitu
stabilitas warna selama penyimpanan. Menurut Mishra et al (2008) bahwa fikosianin
mengalami pemudaran warna sekitar 30% setelah penyimpanan 5 hari dan menjadi bening
setelah 15 hari pada suhu 35oC. Oleh karena itu diperlukan suatu treatment khusus seperti
pemerangkapan pigmen fikosianin dalam dekstrin (Hartayanie dan Rika, 2011). Thompson,
(2011) menyatakan bahwa dekstrin merupakan polisakarida yang dihasilkan dari proses
hidrolisa pati yang diatur oleh enzim tertentu atau hidrolisis oleh asam. Warna dekstrin
berkisar putih hingga kuning.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Zhang X., et al, (2015) ketika suhu dijaga pada 30°C
atau lebih tinggi, hasil ekstraksi dan kemurnian ikut menurun. Alasannya suhu ekstraksi yang
meningkat dapat mengurangi viskositas cairan ionik, meningkatkan kelarutan dan difusi
kapasitas pelarut. Namun, ketika suhu terus meningkat, tingkat ekstraksi berkurang. Di satu
sisi, itu berarti bahwa suhu tinggi dapat menghancurkan interaksi ikatan hidrogen antara air
permukaan protein dan asam amino residu. Di sisi lain, karena suhu naik, tingkat ekstraksi
berkurang mengakibatkan kecenderungan untuk cairan menjadi homogen. Jadi ekstraksi
dilakukan pada 30°C karena dari hasil ekstraksi yang relatif tinggi dan murni.
4. KESIMPULAN
Spirulina mampu menghasilkan pigmen fikosianin berwarna biru.
Spirulina memiliki kandungan protein yang besar sekitar 50% - 70%.
Fikosianin dapat digunakan seluruhnya sebagai pewarna biru alami dalam bahan pangan
maupun non-pangan.
Pigmen fikosianin lebih mudah larut jika diekstraksi secara polar dengan menggunakan
air.
Proses pengadukan bertujuan untuk mengoptimalkan proses ekstraksi dan homogenisasi
larutan.
Tujuan sentrifugasi yaitu memisahkan antara padatan dengan cairan berdasarkan
perbedaan berat jenis sehingga diperoleh biomassa fikosianin.
Pengukuran konsentrasi fikosianin secara kuantitatif dilakukan dengan metode
spektrofotometri dengan panjang gelombang 615 nm dan 652 nm.
Pengukuran absorbansi bertujuan untuk mengetahui kelarutan fikosianin pada larutan.
Penambahan dekstrin bertujuan untuk memerangkap atau entrapment pigmen fikosianin
dan meningkatkan stabilitas fikosianin sehingga tidak terjadi degradasi pigmen fikosianin
selama proses pengeringan.
Semakin besar nilai absorbansi maka perolehan KF dan yield akan semakin besar.
Untuk memperoleh hasil warna yang maksimal (hijau tua), maka metode pencampuran
supernatant dan dekstrin perlu diperhatikan.
Semarang, 29 Oktober 2015
Praktikan, Asisten Dosen
Oei, Amelia Ayu W. Ferdyanto Juwono
13.70.0048 Deanna Suntoro
5. DAFTAR PUSTAKA
A. Salama, Abdel Ghany, A., Osman, A., dan Sitohy, M. (2015). Maximising Phycocyanin Extraction from A Newly Identified Egyptian cyanobacteria strain : Anabaena oryzae SOS13. Internatinal Food Journal 22 (2) : 517-525.
Achmadi SS, Jayadi, Tri-Panji.(2002). Produksi pigmen oleh Spirulina platensis yang ditumbuhkan pada media limbah lateks pekat.Hayati. 9(3):80-84.
Chandra, Budi Atrika. (2011). Karakteristik Pigmen Fikosianin dari Spirulina fusiformis yang Dikeringkan dan Diamobilisasi [skripsi]. Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB. Bogor.
Fennema, O.R. (1976). Principles of Foods Science. Marcel Dekker. Inc. New York.
Fox, P. F. (1991). Food Enzymologi Vol 1. Elsevier Applied Sciences. London.
Gelagutashvili, E., dan Ketevan Tsakadze. (2013). Effect of Hg(II) and Pb(II) Ions on C-Phycocyanin (Spirulina platensis). Optics and Photomics Journal, 3, 122-127.
Kimball, J.W. (1992). Biologi. Terjemahan oleh: Siti Soetarmi Tjitrosomo & Nawangsari Sugiri. Jakarta: Erlangga.
Mishra SK, Shrivastav A, Mishra S. (2008). Effect of preservatives for food grade C-PC from Spirulina platensis. Process Biochemistry 43:339–345.
Mohammad, Johan. (2007). Produksi dan Karakteristik Biopigmen Fikosianin dari Spirulina fusiformis serta Aplikasinya Sebagai Pewarna Minuman. Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB. Bogor.
Monteiro, M.P.; Rosa H.L.; and Theresinha M.A. (2010). Effect of Three Different Types of Culture Conditions on Spirulina maxima Growth. Vol.53, n. 2: pp. 369-373.
Murtala, S. S. (1999). Pengaruh Kombinasi Jenis Dan Konsentrasi Bahan Pengisi Terhadap Kualitas Bubuk Sari Buah Markisa Siul (Passiflora edulis F. Edulis). Tesis. Pasca Sarjana Universitas Bawijaya Malang.
Mussagy A, Annadotter H, Cronberg G. (2006). An experimental study of toxin production in Arthrospira fusiformis (Cyanophyceae) isolated from African waters. Toxicon 48:1027–1034.
13
Ngakou, Albert, Ridine Wague, Mbaiguinam Mbailao, Namba Fabienne. (2012). Changes in the physico-chemical properties of Spirulina platensis from three production sites in Chad. Journal of Animal & Plant Sciences Vol. 13, Issue 3: 1811-1822.
Ribut, S. dan S. Kumalaningsih, (2004). Pembuatan bubuk sari buah sirsak dari bahan baku pasta dengan metode foam-mat drying. Kajian Suhu Pengeringan, Konsentrasi Dekstrin dan Lama Penyimpanan Bahan Baku Pasta. http://www.pustaka-deptan.go.id.
Richmond A. (1988).Spirulina.Di dalam Borowitzka MA dan Borowitzka LJ, editor.Micro-algal biotechnology. Cambridge: Cambridge University Press.
Romay C, Armesto J, Remirez D, González R, Ledón N, García I. (1998). Antioxidant and anti-inflammatory properties of c-phycocyanin from blue-green algae.Inflammation Research 47:36-41.
S. Kumalaningsih dan Ribut, S. (2004). Pembuatan bubuk sari buah sirsak dari bahan baku pasta dengan metode foam-mat drying. Kajian Suhu Pengeringan, Konsentrasi Dekstrin dan Lama Penyimpanan Bahan Baku Pasta. http://www.pustaka-deptan.go.id.
Sarada, R, Manoj G. Pillai, G. A. Ravishankar. (1998). Phycocyanin from Spirulina sp: influence of processing of biomass on phycocyanin yield, analysis of efficacy of extraction methods and stability studies on phycocyanin. Process Biochemistry 34: 795 – 801.
Silveira, S. T.; Burkert, J. F. M.; Costa, J. A. V.; Burkert, C. A.V.; Kalil, S. J.; Bioresour. Technol. (2007). 98, 1629.
Syah et al. (2005). Manfaat dan Bahaya Bahan Tambahan Pangan. Bogor: Himpunan Alumni Fakultas Teknologi Pertanian IPB.
Tietze HW. 2004. Spirulina Micro Food Macro Blessing. Ed ke-4. Australia: Haralz W Tietze Publishing.
Tim IPPOM MUI. (2005). Dilema Pewarna Makanan. www.republika-online.com. Diakses tanggal 9 Desember 2005.
Tri Panji S, Achmadi, Tjahjadarmawan E. (1996). Produksi asam gammalinolenat dari ganggang mikro Spirulina platensis menggunakan limbah lateks pekat.Menara Perkebunan 64 (1): 34-44.
Vijaya, V., dan Narayanaswamy Anand. (2009). Blue Light Enchance the Pigment Synthesis in Cyanobacterium Anabaena ambigya Rao (Nostacales). ARPN Journal of Agricultural and Biological Science. Vol. 3, No. 3.
14
Walter, Alfredo, Julio Cesar de C., Vanete T. S., Ana B. B., Vanessa G., and Carlos R. S. (2011). Study of Phycocyanin Production from Spirulina platensis Under Different Light Spectra. Vol. 54, pp 675-682.
Wiyono, R. (2007). Studi Pembuatan Serbuk Effervescent Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb) Kajian Suhu Pengering, Konsentrasi Dekstrin, Konsentrasi Asam Sitrat dan Na-Bikarbonat.
Zhang, X., Fenqin Zhang, Guanghong Luo, Shenghui Yang, dan Danxia Wang. (2015). Extraction and Separation of Phycocyanin from Spirulina using Aqueous Two-Phase Systems of Ionic Liquid and Salt. Journal of Food and Nutrition Research. Vol. 3, No. 1, hal 15-19.
6. LAMPIRAN
6.1. Perhitungan
Rumus perhitungan :
Konsentrasi Fikosianin / KF (mg/ml) = OD615 – 0,474 ( OD652 )
5,34 x
1
10−2
Yield (mg/g) = KF × Vol (total filtrat)g (berat biomassa)
Kelompok D1
KF = 0,1854 – 0,474 (0,1733)
5,34×
1
10−1 = 0,193 mg/ml
Yield = 0,193×55
8 = 1,327 mg/g
Kelompok D2
KF = 0,1914 – 0,474 (0,1797)
5,34×
1
10−1 = 0,199 mg/ml
Yield = 0,199×55
8 = 1,368 mg/g
Kelompok D3
KF = 0,1863 – 0,474 (0,1843)
5,34×
1
10−1 = 0,185 mg/ml
Yield = 0,185×55
8 = 1,272 mg/g
Kelompok D4
16
KF = 0,1980 – 0,474 (0,1803)
5,34×
1
10−1 = 0,211 mg/ml
Yield = 0, 211×55
8 = 1,451mg/g
Kelompok D5
KF = 0,1687– 0,474 (0,2029)
5,34×
1
10−1 = 0,136 mg/ml
Yield = 0, 136×55
8 = 0,935 mg/g
6.2. Laporan Sementara
6.3. Diagram Alir
6.4. Abstrak Jurnal
17