karagenan_liem_pamela_lukito_13.70.0014_e3_unika soegijapranata

24
Acara V EKSTRAKSI KARAGENAN LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI HASIL LAUT Disusun oleh: Nama: Liem Pamela Lukito NIM: 13.70.0014 Kelompok: E3

Upload: praktikumhasillaut

Post on 20-Feb-2016

11 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Karagenan adalah polisakarida yang memiliki backbone galaktan. Karagenan dari Eucheuma cotonii dapat bermanfaat untuk dijadikan sebagai bahan penstabil dan pengemulsi.

TRANSCRIPT

Page 1: Karagenan_Liem_Pamela_Lukito_13.70.0014_E3_UNIKA SOEGIJAPRANATA

Acara V

EKSTRAKSI KARAGENAN

LAPORAN RESMI PRAKTIKUMTEKNOLOGI HASIL LAUT

Disusun oleh:

Nama: Liem Pamela Lukito

NIM: 13.70.0014

Kelompok: E3

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATASEMARANG

2015

Page 2: Karagenan_Liem_Pamela_Lukito_13.70.0014_E3_UNIKA SOEGIJAPRANATA

1. MATERI METODE

1.1. ALAT DAN BAHAN

1.1.1. Alat

Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah panci, kompor, blender, pengaduk,

gelas bekker, termometer, gelas ukur, pH meter, timbangan digital, dan kain saring.

1.1.2. Bahan

Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah rumput laut (Eucheuma cottonii),

isopropil alkohol (IPA), NaOH 10%, HCl 0,1 N, dan aquades.

1.2. METODE

1

Rumput laut ditimbang sebanyak 40 gram

disiapkan air sebanyak 1 liter

dipotong kecil-kecil dan di-blender dengan ditambahkan sedikit air

blender dibersihkan dengan menggunakan air

tepung rumput laut

tepung rumput laut direbus (diekstraksi) dalam air dan dipanaskan pada suhu 80-90oC selama 1 jam

atur pH larutan menjadi pH 8 dengan menambahkan larutan HCl 0,1 N atau NaOH 0,1 N

Page 3: Karagenan_Liem_Pamela_Lukito_13.70.0014_E3_UNIKA SOEGIJAPRANATA

2

hasil ekstraksi disaring dengan menggunakan kain saring yang bersih dan cairan filtratnya ditampung dalam gelas ukur besar

cairan filtrat ditambah larutan NaCl 10% sebanyak 5% dari volume filtrat

dipanaskan pada suhu 60oC

filtrat dituang ke wadah berisi cairan IPA sebanyak 2 kali volume filtrat untuk diendapkan dengan cara diaduk selama 10-15 menit sehingga

terbentuk serat karagenan

endapan karagenan ditiriskan dan direndam dalam IPA sampai diperoleh serat karagenan yang lebih kaku

serat karagenan dibentuk tipis-tipis dan diletakkan dalam wadah tahan panas

dikeringkan dalam oven selama 12 jam pada suhu 50-60oC

serat karagenan kering ditimbang

diblender menjadi tepung karagenan

didihitung persen rendemen dengan rumus

Page 4: Karagenan_Liem_Pamela_Lukito_13.70.0014_E3_UNIKA SOEGIJAPRANATA

3

Page 5: Karagenan_Liem_Pamela_Lukito_13.70.0014_E3_UNIKA SOEGIJAPRANATA

2. HASIL PENGAMATAN

Hasil pengamatan ekstraksi karagenan dengan menggunakan Eucheuma cottonii dapat

dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Ekstraksi Karagenan

Kelompok Berat Basah (gram) Berat Kering (gram) %rendemen

E1 40 3,70 9,250E2 40 3,36 8,400E3 40 3,63 9,075E4 40 3,84 9,600E5 40 3,76 9,400

Berdasarkan hasil pengamatan di atas dapat diketahui bahwa dalam mengekstrak

karagenan digunakan rumput laut sebanyak 40 gram. Kemudian setelah diproses lebih

lanjut, diperoleh berat kering dengan rata-rata 3,658 gram dan kisaran berat kering 3,36

gram hingga 3,84 gram. Sedangkan presentase rendemen yang dihasilkan memiliki rata-

rata sebesar 9,145% dengan kisaran 8,4% hingga 9,6%.

4

Page 6: Karagenan_Liem_Pamela_Lukito_13.70.0014_E3_UNIKA SOEGIJAPRANATA

3. PEMBAHASAN

Pada praktikum kali ini dilakukan ekstraksi karagenan dari rumput laut Euchema

cotonii. Dalam penelitian Viswanathan dan Thangaraju N (2014) dikatakan bahwa alga

merupakan sumber makanan yang baik untuk manusia, karena adanya kandungan

protein, karbohidrat, abu, lemak dan natrium aginat. Menurut Doty (1985) Eucheuma

cottonii adalah rumput laut merah (Rhodophyceae) yang memiliki nama lain

Kappaphycus alvarezii karena rumput laut ini menghasilkan karagenan kappa.

Eucheuma ini merupakan family dari Solieraceae. Aslan (1998) menambahkan bahwa

Eucheuma cottonii memiliki karakteristik fisik permukaan licin, memiliki thallus

silindris, dan bersifat cartilogeneus. Warna yang dimiliki rumput laut ini berbeda-beda

tergantung dari habitat hidupnya, bisa bervariasi dari hijau, abu-abu hingga merah. Duri

yang menempel pada thallus berbentuk runcing dan memanjang, ada sela-sela di antara

duri dan tidak melingkari thallus. Biasanya cabang pertama dan kedua tubuh

membentuk rumpun yang banyak dengan arah tumbuh ke arah datangnya sinar matahati

(Atmadja, 1996). Menurut Angka dan Suhartono (2000) kadar karagenan yang ada

dalam Eucheuma berkisar antara 54-73%, dimana jenis Euheuma cottonii menghasilkan

karagenan dalam jumlah banyak dan memberikan efek tertentu dalam komposisi serat.

Eucheuma cottonii terdiri dari rantai poliglikan tersulfatasi denga berat molekul berkisar

pada angka 100.000 dan memiliki sifat hidrokoloid.

Menurut Tripathy et al. (2009) karagenan adalah poligalaktan anionik tersulfatasi yang

dapat diekstrak dari alga merah pada habitatnya yang ada di dasar laut. Contoh

kelompok alga tersebut adalah Chondrus, Eucheuma, Gigartina, dan Iridea. Menurut

Campo et al. (2009) dalam Araujo et al. (2012) karagenan bersifat hidrofilik dengan

kandungan ikatan β-Dgalactopyranose (G-units) dan α-Dgalactopyranose (D-units) atau

3,6-anhydro-α-D-galactopyranose (DA-units) yang akan membentuk unit pengulangan

disakarida. Karagenan ini dapat dijumpai dalam jumlah yang banyak pada matriks

esktraselular alga merah. Tripathy et al. (2009) melanjutkan bahwa karagenan yang

dihasilkan oleh kelompok alga tersebut bisa jadi berbeda satu sama lain, karena terdapat

beberapa jenis karagenan yaitu iota, kappa, mu, nu, theta dan lambda dengan sifat yang

berbeda pula. Karagenan biasa digunakan ke dalam campuran bahan pangan dengan

5

Page 7: Karagenan_Liem_Pamela_Lukito_13.70.0014_E3_UNIKA SOEGIJAPRANATA

6

tujuan untuk menstabilkan suatu campuran. Di dalam penelitian Pereira dan Fred van de

velde (2011) dikatakan bahwa karagenan dapat dimanfaatkan sebagai penstabil untuk

suspensi kakao dalam susu coklat. Beliau melanjutkan bahwa di dalam industri pangan,

karagenan jenis kappa, iota dan lambda adalah ketiga karagenan yang kerap kali

digunakan. Ketiganya ini bersifat aman untuk dikonsumsi dan tergolong bahan yang

GRAS (Generally Regarded as Safe) oleh FDA, sehingga dapat digunakan secara masal

dan komersial. Robledo dan Freile-Pelegrin (2010) dalam Araujo et al. (2012)

mealnjutkan bahwa selain sebagai penstabil, karagenan ditambahkan sebagai pengental

dan gelling agent. Kemampuannya sebagai gelling agent di sini dikarenakan adanya

kandungan 3,6 Anhidro Galaktosa, yang mana semakin tinggi kandungan 3,6-Anhidro

Galaktosa ini maka kekuatan gel akan meningkat (Mustapha et al., 2011).

Perbedaan jenis karagenan akan menimbulkan karakteristik yang berbeda pula. Dalam

penelitian Mustapha et al. (2011) ditemukan bahwa karagenan kappa dapat membentuk

gel yang kuat dan padat ketika ditambahkan ion kalium di dalam larutannya.

Penambahan ion kalium akan mengubah struktur coil (tidak beraturan) menjadi helix

(beraturan), diikuti dengan agregasi dan pembentukan jaringan gel. Karagenan iota

dapat membentuk gel yang lemah, dan elastis (Pereira dan Fred van de velde, 2011).

Mustapha et a. (2011) melanjutkan, sedangkan karagenan lambda tidak menghasilkan

atau tidak membentuk gel namun membentuk larutan yang kental. Hal ini, dijelaskan

dalam penelitian. Pereira dan Fred van de velde (2011) dikarenakan kandungan 3,6-

Anhidro Galaktosa yang rendah. Selain itu karagenan nu dan mu merupakan prekursor

dari karagenan kappa dan iota. Ketika karagenan mu dan nu terekspos pada kondisi

alkali, maka akan terbentuk karagenan kappa dan iota, sebagai akibat dari terbentuknya

jembatan 3,6-anhidro-galaktosa. Berikut adalah struktur kimia dari karagenan, menurut

(Campo et al., 2009) dalam Araujo et al. (2012)

Page 8: Karagenan_Liem_Pamela_Lukito_13.70.0014_E3_UNIKA SOEGIJAPRANATA

7

Gambar 1. Struktur Kimia Karagenan

Menurut Araujo et al. (2012) karagenan mampu berperan sebagai bahan antikoagulan.

Kemampuannya ini ditentukan oleh posisi sulfat dalam karagenan dan berat

melekulnya. Selain itu Muthezhilan et al. (2014) menemukan bahwa pada era sekarang

ini kerapkali dijumpai kemasan yang dibuat secara sintetis dengan menggunakan bahan-

bahan kimia. Di sisi lain konsumen masa kini sudah mulai memperhatikan akan

kesehatan. Oleh karena itu perlu diteliti untuk menemui permintaan konsumen, yaitu

dengan menggunakan karagenan yang disiapkan dengan penambahan mikroba

penghasil antibiotik atau bahan aktif sebagai kemasan dengan kemampuan antibiotik

sehingga penyakit atau sakit yang disebabkan karena mikroba patogen dapat dicegah

dan produk pangan dapat diperpanjang umur simpannya.

Van De Velde et al. (2002) menyatakan bahwa karagenan jenis kappa dan iota dapat

diproduksi secara enzimatis oleh enzim sulfohyrolase dan dapat diekstrak dengan

menggunakan larutan basa. Karena kemampuannya sebagai gelling agent maka

tentunya karagenan mampu membentuk gel, dimana gel yang terbentuk akan bersifat

thermo-reversible. Gel akan menjadi kental dengan adanya larutan garam. Beberapa

alga seperti Eucheuma cotonii banyak mengandung karagenan kappa, Euchema

spinosum banyak mengandung karagenan iota dan Gigartina serta Chondrus banyak

mengandung karagenan lambda.

Tahap awal pembuatan karagenan dimulai dengan menimbang 40 gram rumput laut

basah. Kemudian rumput laut dipotong kecil-kecil dan dihaluskan dengan blender.

Page 9: Karagenan_Liem_Pamela_Lukito_13.70.0014_E3_UNIKA SOEGIJAPRANATA

8

Sebelum diblender, siapkan 1 liter air dan rumput laut perlu dicampur dengan sedikit air

(hingga rumput laut tergenang). Sisa air yang ada digunakan untuk membilas blender.

Arpah (1993) menyatakan bahwa pengecilan ukuran bahan dengan menghaluskan

bertujuan untuk meningkatkan luas permukaan sehinga kontak antara reagen dengan

pelarut semakin meningkat dan ekstraksi berjalan optimal. Setelah itu cairan yang

diperoleh direbus (diekstraksi) selama 1 jam pada suhu 80-90ºC. Menurut Mappiratu

(2009) untuk melarutkan karagenan bisa dilakukan dengan air karena karagenan bersifat

hidrofilik dan hidrokoloid (mampu mengentalkan). Dalam pengekstraksian karagenan

ini memang dibutuhkan air dan suhu tinggi. Suhu tinggi melebihi 70ºC ini menurut

Mustapha et al. (2011) dapat mendukung pembentukan gel karagenan sebagai hasil

meningkatnya kandungan 3,6- Anhidro Galaktosa. Menurut penelitian Araujo et al.

(2012) kelarutan karagenan di dalam air dipengaruhi oleh gugus sulfat dan kation (Na,

K, Ca, dan Mg). Fachruddin (1997) menambahkan bahwa selama perebusan, perlu

sesekali diaduk. Hal ini untuk mencegah kegosongan karagenan atau pembetukkan busa

yang dapat meluap jika tidak diaduk. Selain itu pengadukan dapat menghasilkan

karagenan dengan struktur gel lebih kuat sehingga akan lebih kental.

Langkah selanjutnya adalah cairan diatur hingga mencapai pH 8 dengan menambahkan

larutan asam HCl 0,1 N atau larutan basa NaOH 0,1 N. Netralisasi ini dibutuhkan

karena menurut Mustapha et al. (2011) ekstraksi karagenan membutuhkan kondisi basa

karena karagenan dapat terdegradasi dalam suasana asam dan panas yang tinggi.

Detailnya, Prasetyowati et al. (2008) menambahkan bahwa karagenan dapat dengan

mudah terdegradasi pada kondisi pH di bawah 3,5. Karagenan yang terdegradasi ini

menyebabkan terjadinya hidrolisis ikatan glikosidik sehingga karagenan rusak.

Sedangkan pada pH yang cukup netral hingga basa didapati karagenan dengan

stabilitias paling optimal. Distantina et al. (2011) juga menambahkan bahwa kondisi

basa (alkalis) diperlukan dalam proses ekstraksi rumput laut. Kemudian hasil ekstraksi

tadi disaring dengan kain saring dan filtrat diukur volumenya. Menurut Earle (1969)

penyaringan dilakukan untuk mendapatkan fase cair dan fase padatan seca terpisah.

Cairan filtrat ditambah lagi dengan larutan NaCl 10% sebanyak 5% dari volume filtrat

dan dipanaskan sampai suhu 60ºC. Hal ini menurut Mappiratu (2009) NaCl digunakan

untuk mengendapkan karagenan pada larutan yang telah diekstraksi. Pemanasan juga

Page 10: Karagenan_Liem_Pamela_Lukito_13.70.0014_E3_UNIKA SOEGIJAPRANATA

9

perlu dilakukan supaya proses pengendapan karagenan berlangsung lebih cepat dan

mendukung kinerja dari NaCl.

Filtrat yang diperoleh dituang ke dalam wadah berisi cairan isopropil alkohol (IPA)

sebanyak 2 kali volume filtrat untuk diendapkan dengan cara diaduk selama 10-15

menit. Sehingga akan terbentuk endapan karagenan. Endapan kemudian ditiriskan dan

direndam dalam IPA sampai didapatkan serat karagenan yang lebih kaku. Menurut

Distantina et al. (2011) IPA kerap digunakan untuk meningkatkan kemurnian

karagenan. Hal ini didasarkan pada sifat karagenan bahwa karagenan akan larut dalam

air namun tidak larut dalam alkohol, sehingga di dalam larutan IPA karagenan akan

mengendap. Yasita & Rachmawati (2006) menambahkan bahwa perendaman di dalam

larutan IPA sebanyak 2 kali bertujuan agar serat karagenan lebih kaku karena kadar air

dalam karagenan berkurang dan kemampuan membentuk gel akan meningkat.

Anggadireja et al. (2006) berpendapat bahwa IPA merupakan pelarut yang relatif mahal

sehingga untuk menekan biaya yang dikeluarkan bisa menggunakan proses recovery

IPA yang sudah digunakan melalui distilasi. Setelah itu serat karagenan disusun tipis-

tipis dan dikeringkan di dalam oven. Selanjutnya karagenan kering ditimbang setelah

pengeringan 1 malam dan dihaluskan sehingga diperoleh tepung karagenan.

Berdasarkan hasil pengamatan yang diperoleh dijumpai berat kering dan presentase

rendemen yang sedikit berbeda antar kelompok dengan kisaran berat kering 3,36-3,84

gram dan presentase rendemen 8,4-9,6%, walaupun metode dan berat bahan-bahan yang

digunakan sama. Menurut Distantina et al. (2011) ekstraksi karagenan ditentukan oleh

faktor-faktor seperti jenis pelarut, rasio bahan dengan pelarut, metode dan lama

pengadukan, suhu yang digunakan selama ekstraksi, dan ukuran padatan yang dituju

atau diekstrak. Ketika terdapat perbedaan lama pengadukan dan suhu atau api yang

digunakan kecil atau besar maka hasil yang diperoleh juga akan berbeda. Yolanda et al.

(2006) juga menambahkan bahwa umur dari rumput laut yang digunakan juga

berpengaruh terhadap karagenan, yaitu semakin tua umur rumput laut maka komponen

3,6-anhidro galaktosa yang menyebabkan karagenan yang terbentuk semakin banyak.

Lebih detailnya Yasita & Rachmawati (2006) larutan yang digunakan untuk

mengendapkan karagenan dapat berpengaruh pada hasil akhir rendemen yang terbentuk.

Page 11: Karagenan_Liem_Pamela_Lukito_13.70.0014_E3_UNIKA SOEGIJAPRANATA

10

Larutan IPA yang digunakan hanya dapat menghasilkan karagenan lebih sedikit

daripada jika digunakan larutan etanol. Etanol memiliki rantai karbon pendek yang

dapat dengan mudah berikatan dengan karagenan. Distantina et al. (2011)

menambahkan bahwa seharusnya pelarut yang digunakan adalah larutan basa seperti

contohnya adalah KOH dan proses dilakukan pada suhu yang tinggi. Jika basa yang

digunakan sebagai pelarut, maka presentase rendemen akan cenderung lebih tinggi.

Mishra et al. (2006) dalam Muthezhilan et al. (2014) menyatakan bahwa pretreatment

alga kering dengan menggunakan larutan basa seperti NaOH, KOH dan Ca(OH)2 diikuti

dengan pemasakan bertekanan akan menghasilkan karagenan dalam jumlah yang tinggi.

Namun efek sampingnya adalah kekentalan, kejernihan dan tekstur gel sangat rendah.

Muthezhilan et al. (2014) menambahkan bahwa ekstraksi karagenan dapat dilakukan

dengan cara menambahkan mikroorganisme, seperti Aspergillus sp. yang terbukti

mampu memecah dinding sel alga sehinga karagenan akan keluar. Banyaknya

karagenan yang dihasilkan dipengaruhi oleh cara penanganan dan teknologi yang

digunakan. Selain itu di dalam Pereira dan Fred van de velde (2011) dikatakan bahwa

ekstraksi menggunakan larutan basa cenderung menghasilkan karagenan dengan berat

molekul yang lebih besar daripada ekstraksi dengan air. Ion OH- dalam larutan basa

berperan sebagai katalis yang mendukung pembentukan 3,6-anhidrous galaktosa.

Page 12: Karagenan_Liem_Pamela_Lukito_13.70.0014_E3_UNIKA SOEGIJAPRANATA

4. KESIMPULAN

Karagenan adalah poligalaktan tersulfaktasi yang dapat diperoleh dari ekstraksi alga

merah, seperti Eucheuma cottonii.

Eucheuma cottonii memiliki karakteristik fisik permukaan licin, memiliki thallus

silindris, dan bersifat cartilogeneus.

Ada beberapa jenis karagenan yaitu karagenan kappa, iota, lambda, theta, mu dan nu

yang masing-masing memiliki karakteristik yang berbeda.

Dalam larutan basa, karagenan mu dan nu dapat membentuk karagenan kappa dan

iota.

Karagenan kappa dapat membentuk gel yang kuat dan padat ketika ditambahkan ion

kalium di dalam larutannya.

Karagenan iota dapat membentuk gel yang lemah, dan elastis.

Karagenan lambda tidak menghasilkan atau tidak membentuk gel namun membentuk

larutan yang kental.

Karagenan berperan sebagai penstabil, gelling agent, pengental, antikoagulan dan

kemasan bahan pangan.

Penghalusan rumput laut dilakukan untuk meningkatkan kontak antara pengekstrak

dengan bahan yang diekstrak.

Perebusan dan pengadukkan dilakukan untuk melarutkan karagenan dalam air dan

mencegah kegosongan, terbentuknya busa dan meningkatkan struktur gel.

Netralisasi hingga pH 8 dilakukan untuk mencegah degradasi dari karagenan.

Isopropil alkohol dan NaCl digunakan untuk mengendapkan karagenan.

Perendaman sebanyak 2 kali bertujuan untuk mendapatkan serat karagenan yang

lebih kaki.

Pengeringan dalam oven bertujuan untuk menurunkan kadar air sehingga diperoleh

bubuk karagenan.

Hasil ekstraksi karagenan berupa presentase rendemen, dipengaruhi oleh jenis pelarut

yang digunakan, rasio pelarut dengan bahan, umur rumput laut, metode yang

dilakukan, suhu ekstraksi, ukuran padatan dan jenis larutan yang digunakan untuk

mengendapkan.

11

Page 13: Karagenan_Liem_Pamela_Lukito_13.70.0014_E3_UNIKA SOEGIJAPRANATA

12

Semarang, 1 November 2015

Liem, Pamela Lukito13.70.0014

Asisten Dosen:Ignatius Dicky A.W.

Page 14: Karagenan_Liem_Pamela_Lukito_13.70.0014_E3_UNIKA SOEGIJAPRANATA

5. DAFTAR PUSTAKA

Anggadiredja, Jana T., Achmad Zatnika, Heri Purwoto, dan Sri Istini. (2006). Rumput Laut. Jakarta : Penebar Swadaya.

Angka, S.L. & M.T. Suhartono. (2002). Bioteknologi Hasil Laut. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan Institut Pertanian Bogor.

Araujo I. W.F., Jose A. G. R., Edfranck S.O.V., Gabriela A.P., Ticiana B.L., dan Norma M.B.B. (2012). Iota-carrageenans from Solieria filiformis (Rhodophyta) and Their Effects in The Inflammation and Coagulation. Journal of Acta Scientiarum Technology. Volume 34, no 2, p 127-135.

Arpah. (1993). Pengawasan Mutu Pangan. Tarselo. Bandung.

Aslan, L. M. (1998). Budidaya Rumput Laut. Kanisius. Yogyakarta.

Atmadja WS. (1996). Pengenalan Jenis Algae Merah. Di dalam: Pengenalan JenisJenis Rumput Laut Indonesia. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. hlm 147 – 151.

Distantina, S.; Wiratni; Moh. Fahrurrozi; & Rochmadi. (2011). Carrageenan Properties Extracted From Eucheuma cottonii, Indonesia. World Academy of Science, Engineering and Technology; 54:738-742.

Doty MS. (1985). Eucheuma alvarezii sp.nov (Gigartinales, Rhodophyta) from Malaysia. Di dalam: Abbot IA, Norris JN (editors). Taxonomy of Economic Seaweeds. California Sea Grant College Program. p 37 – 45.

Earle, R.L. (1969). Satuan Operasi Dalam Pengolahan Pangan. Sastra Hudaya. Bogor.

Fachruddin, L. (1997). Membuat Aneka Selai. Kanisius. Yogyakarta.

Mappiratu. (2009). Kajian Teknologi Pengolahan Karaginan Dari Rumput Laut Eucheuma cottonii Skala Rumah Tangga. Media Litbang Sulteng; 2(1):1-6.

Mustapha, S., H. Chandar., Z. Z. Abidin., R. Saghravani and M. Y. Harun. (2011). Production of semi-refined carragenan from Eucheuma cottonii. Journal of Scientific and Industrial Research. Vol 70 : 865-870.

13

Page 15: Karagenan_Liem_Pamela_Lukito_13.70.0014_E3_UNIKA SOEGIJAPRANATA

14

Muthezhilan R., Kuzhandaivel J., Ramachandran K., Ajmath J.H. (2014). Endophytic Fungal Cellulase for Extraction of Carrageenan and its Use in Antibiotics Amended Film Preparation. Journal of Biosciences Biotechnology Research Asia. Vol. 11 (Spl. Edn. 1). p. 307-312.

Pereira L., Fred van de Velde. (2011). Portuguese carrageenophytes: Carrageenan Composition and Geographic Distribution of Eight Species (Gigartinales, Rhodophyta). Journal of Carbohydrate Polymers. Volume 4, Issue 1. ISSN 0144-8617.

Prasetyowati; Corrine Jasmine A.; & Devy Agustiawan. (2008). Pembuatan Tepung Karaginan Dari Rumput Laut (Eucheuma cottonii) Berdasarkan Perbedaan Metode Pengendapan. Jurnal Teknik Kimia; 15(2):27-33.

Tripathy, J., Dinesh K.M., Mithilesh Y., Arpit S. and Kunj B. (2009). Modification of K-Carrageenan by Gaft Copolymerization of Methacrylic Acid: Synthesis and Applications. DOI 10.1002/app.30703

Van de Velde, F.; Knutsen, S.H.; Usov, A.I.; Romella, H.S.; & Cerezo, A.S. (2002). 1H and 13C High Resolution NMR Spectoscopy of Carrageenans: Aplication in Research and Industry. Trend in Food Science and Technology; 13:73-92.

Viswanathan S., Thangraju Nallamuthu. (2014). Extraction of Sodium Alginate from Selected Seaweeds and Their Physiochemical and Biochemical Properties. International Journal of Innovative Research in Science, Engineering and Technology. Vol. 3, Issue 4. ISSN: 2319-8753.

Yasita & Rachmawati. (2006). Optimasi Proses Ekstraksi Pada Pembuatan Karaginan Dari Rumput Laut Eucheuma cottonii Untuk Mencapai Foodgrade. Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro. Semarang.

Yolanda Freile-Pelegrı´n, Daniel Robledo and Jose´ A. Azamar. (2006). Carrageenan of Eucheuma isiforme (Solieriaceae, Rhodophyta) from Yucata´ n, Mexico. I. Effect of extraction conditions. Botanica Marina Vol 49: page 65–71. Mexico.

Page 16: Karagenan_Liem_Pamela_Lukito_13.70.0014_E3_UNIKA SOEGIJAPRANATA

6. LAMPIRAN

6.1. Perhitungan

% rendemen=berat keringberat basah

x 100 %

Kelompok E1

% rendemen=3,7040

x 100 %

= 9,250%

Kelompok E2

% rendemen=3,3640

x 100 %

= 8,400%

Kelompok E3

% rendemen=3,6340

x 100 %

= 9,075%

Kelompok E4

% rendemen=3,8440

x100 %

= 9,600%

Kelompok E5

% rendemen=3,7640

x 100 %

= 9,400%

6.2. Laporan Sementara

6.3. Diagram Alir

6.4. Abstrak Jurnal

15