fikosianin_hanny_13.70.0026_b2_ unika soegijapranata

23
Acara III FIKOSIANIN: PEWARNA ALAMI DARI BLUE GREEN MICROALGAESPIRULINA LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI HASIL LAUT Disusun Oleh: Nama : Christina Hanny S NIM : 13.70.0026 Kelompok B2

Upload: praktikumhasillaut

Post on 08-Dec-2015

224 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Lapres fikosianin

TRANSCRIPT

Page 1: FIKOSIANIN_HANNY_13.70.0026_B2_ UNIKA SOEGIJAPRANATA

Acara III

FIKOSIANIN: PEWARNA ALAMI DARI “BLUE GREEN MICROALGAE”

SPIRULINA

LAPORAN RESMI PRAKTIKUMTEKNOLOGI HASIL LAUT

Disusun Oleh:

Nama : Christina Hanny S

NIM : 13.70.0026

Kelompok B2

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATASEMARANG

2015

Page 2: FIKOSIANIN_HANNY_13.70.0026_B2_ UNIKA SOEGIJAPRANATA

1. MATERI METODE

1.1. Materi

1.1.1. Alat

Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah mortar, sentrifuge,

pengaduk/stirrer, oven, dan plate stirrer.

1.1.2. Bahan

Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah biomassa Spirulina basah, aquades,

dan dekstrin.

1.2. Metode

1

8 gram biomassa Spirulina dimasukkan dalam Erlenmeyer

Dilarutkan dalam aquades dengan perbandingan biomassa : aquades = 1 : 10

Diaduk dengan stirrer selama ± 2 jam

Page 3: FIKOSIANIN_HANNY_13.70.0026_B2_ UNIKA SOEGIJAPRANATA

2

Disentrifugasi dengan kecepatan 5000 rpm selama 10 menit hingga diperoleh endapan dan supernatan

Setelah disentrifugasi, supernatan diencerkan hingga pengenceran 10-2 dan divortex hingga pengenceran 10-2

Diukur kadar fikosianinnya dengan panjang gelombang 615 nm dan 652 nm

Sebanyak 8 ml supernatan diambil, lalu ditambah dekstrin (supernatan : dekstrin = 1 : 1)

Page 4: FIKOSIANIN_HANNY_13.70.0026_B2_ UNIKA SOEGIJAPRANATA

3

Dicampur rata dan dituang ke wadah yang digunakan untuk alas proses pengeringan

Dioven pada suhu 45ºC hingga kadar air ± 7%

Diperoleh adonan kering yang gempal

Dihancurkan dengan alat penumbuk hingga berbentuk powder

Page 5: FIKOSIANIN_HANNY_13.70.0026_B2_ UNIKA SOEGIJAPRANATA

Diamati perubahan warna sebelum dan setelah proses pengeringan

4

Rumus Perhitungan :

Page 6: FIKOSIANIN_HANNY_13.70.0026_B2_ UNIKA SOEGIJAPRANATA

2. HASIL PENGAMATAN

Hasil pengamatan terhadap karakteristik pewarna alami fikosianin yang diekstrak dari

Spirulina dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Karakteristik Pewarna Alami Fikosianin yang Diekstrak dari Spirulina

KelompokBerat

Biomassa (gram)

Jumlah Akuades

(ml)

Total Filtrat (ml)

OD 615

OD 652

KF (mg/ml)

Yield (mg/g)

Warna

Sebelum di oven

Setelah dioven

B1 8 80 56 0,1521 0,1094 1,877 13,139 + +B2 8 80 56 0,1481 0,1094 1,800 12,600 ++ ++B3 8 80 56 0,1393 0,1732 1,071 7,497 + +B4 8 80 56 0,1676 0,1749 1,586 11,103 + +B5 8 80 56 0,1217 0,1743 0,732 5,124 + +

Keterangan :Warna :+ : biru muda++ : biru+++ : biru tua

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa setiap kelompok memperoleh hasil yang

berbeda. Nilai OD615 dan OD652 tertinggi diperoleh oleh kelompok B4. Namun jika

dilihat dari besarnya konsentrasi fikosianin (KF) dan yield yang dihasilkan, maka hasil

tertinggi diperoleh oleh kelompok B1. Secara keseluruhan fikosianin yang dihasilkan

bewarna biru muda, baik sebelum maupun setelah pengeringan oven. Hal ini menjadi

pengkecualian untuk kelompok B2, dimana fikosianin yang dihasilkan berwarna biru.

5

Page 7: FIKOSIANIN_HANNY_13.70.0026_B2_ UNIKA SOEGIJAPRANATA

3. PEMBAHASAN

Untuk membuat produk menjadi lebih menarik, maka sering kali digunakan pewarna ke

dalam suatu bahan pangan. Warna merupakan salah satu indikator penting dalam

penampilan suatu produk pangan, dimana penampilan keseluruhan dari produk tersebut

akan berpengaruh terhadap pertimbangan konsumen dalam membeli suatu produk

pangan (Steinkraus, 1983). Ada 2 jenis pewarna makanan yaitu pewarna alami yang

diperoleh dari alam dan pewarna buatan atau sintetis dari bahan kimia. Pewarna alami

memiliki kelemahan yaitu jumlah dan ketersediaannya relatif terbatas. Dibandingkan

dengan pewarna alami, pewarna sintetis lebih stabil terhadap panas, pH, dan cahaya,

serta harganya murah. Namun jika penggunaannya disalahkan, pewarna sintetis dapat

berbahaya bagi kesehatan (Winarno & Laksmi, 1973). Oleh karena itu, untuk mengatasi

masalah tersebut, digunakan pigmen alami yang berasal dari mikroalga. Menurut

Hemlata et al. (2011), mikroalga laut mempunyai potensi dalam menghasilkan

senyawa-senyawa aktif yang dapat dimanfaatkan dalam bidang pangan. Senyawa aktif

tersebut antara lain yaitu pigmen, asam lemak, klorofil, dan lain-lain. Salah satu spesies

alga yang mampu menghasilkan warna (pigmen) yakni Spirulina sp., yang

menghasilkan pigmen fikosianin dengan warna biru alami.

Spirulina merupakan golongan alga cyanobacter yang memiliki pigmen bewarna hijau-

biru yang mempunyai filamen dan bersifat multiseluler. Jenis spirulina yang sering

dimanfaatkan dalam bidang pangan adalah Spirulina plantesis yang merupakan

alkaliphilic halobakteri yang dapat ditemukan pada perairan tropis maupun sub-tropis

(Seo et al., 2013). Keunggulan spirulina sebagai suatu food additive yaitu mengandung

nutrisi yang baik untuk dikonsumsi. Menurut Kay (1991), spirulina mengandung

senyawa protein sebesar 55% - 70%, lemak 6% - 9%, karbohidrat 15% - 20%, serta

kaya akan kandungan vitamin, mineral, pigmen dan rendah akan kandungan asam

nukleat. Selain itu spirulina memiliki waktu produksi yang relatif cepat dan mudah

dalam proses pemanenannya sehingga banyak dimanfaatkan dalam industri pengolahan

pangan. Spirulina akan tumbuh secara maksimal pada suhu 35-40 °C (Duangsee et al.,

2009).

6

Page 8: FIKOSIANIN_HANNY_13.70.0026_B2_ UNIKA SOEGIJAPRANATA

7

Fikosianin merupakan pigmen warna biru spirulina yang tersusun atas sub-unit α dan β

polipeptida (Wenjun-Song et al., 2013). Dalam industri pangan, pigmen fikosianin

sering digunakan sebagai pewarna makanan alami (biopigmen) karna keunggulannya

yang mudah diserap oleh tubuh, serta bersifat sebagai antioksidan (Devendra et al.,

2014). Fikosianin umumnya berkonstribusi sebesar 20% dari berat kering spirulina

(Duangsee et al., 2009). pH dan suhu selama proses pengolahan merupakan faktor

penting yang menentukan kualitas akhir dari pigmen yang didapatkan. Pada umumnya

pigmen fikosianin akan stabil pada pH 8-11 (Seo et al., 2013). Dalam teorinya, Song et

al. (2013) menjelaskan bahwa dalam 10 gram spirulina mengandung 1400 mg pigmen

fikosianin. Jumlah tersebut dapat dipengaruhi oleh sejumlah faktor seperti seberapa

besar suplai nitrogen yang digunakan oleh spirulina, jenis spirulina, kondisi lingkungan

media selama proses kultur biomassa serta jumlah dan jenis solven yang digunakan

(Handayani et al., 2012).

Gambar 1. Struktur Fikosianin (Ó Carra & Ó hEocha, 1976)

Pada praktikum kali ini, akan dilakukan proses pembuatan perwarna bubuk dari

fikosianin yang diisolasi dari spirulina. Mula-mula 8 gram biomassa spirulina

dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan dilarutkan dengan 80 ml aquades. Dalam

penelitiannya, Devanthan & Revanathan (2012) menunjukan bahwa kondisi lingkungan

pengkulturan akan mempengaruhi jumlah biomassa, fikosianin, dan fikoeritrin yang

dihasilkan. Hal ini disebabkan karena adanya pengaruh dari suhu dan pH lingkungan,

serta kadar nitrogen yang ada didalamnya. Pada dasarnya biomassa spirulina lebih

mudah larut dalam pelarut polar seperti air, heksan ataupun larutan buffer. Namun

diantara ketiga pelarut tersebut, hasil paling stabil terhadap kadar fikosianin dan yield

didapatkan dari penggunaan heksan (Seo et al., 2013). Selain jenis solven yang

digunakan, perbandingan antara biomassa dengan solven yang digunakan selama proses

Page 9: FIKOSIANIN_HANNY_13.70.0026_B2_ UNIKA SOEGIJAPRANATA

8

ekstraksi juga merupakan salah satu faktor penting yang harus diperhatikan karena jika

tidak tepat akan memberikan dampak yang signifikan terhadap kadar kemurnian

fikosianin, yield, serta kualitas sensori yang akan dihasilkan (Handayani et al., 2012).

Penelitian Chaiklahan et al. (2011) menunjukan bahwa perbandingan antara biomassa

dan solven yang terbaik adalah 1:100. Namun dari penelitian Handayani et al. (2012)

dikatakan bahwa semakin banyak solven yang digunakan maka tingkat kemurnian

fikosianin yang dihasilkan akan semakin menurun, dimana dari hasil penelitian tersebut

perbandingan 1:50 menunjukan hasil yang lebih efektif dibandingkan 1:100. Dalam

praktikum ini perbandingan yang digunakan adalah 1 : 10.

Setelah dilarutkan, dilakukan proses pengadukan dengan menggunakan stirrer selama ±

2 jam, kemudian bahan disentrifugasi dengan kecepatan 5000 rpm selama 10 menit

hingga diperoleh endapan dan supernatan yang berisi fikosianin. Tahap ini merupakan

tahap ekstraksi. Metode ekstraksi yang dilakukan dalam praktikum ini memiliki

kekurangan, dimana stabilitas pigmen yang dihasilkan rendah dan adanya resiko

penurunan tingkat kemurnian karena kondisi lingkungan (Seo et al., 2013). Menurut

Moraes et al. (2011), ekstraksi fikosianin dapat dilakukan dengan beberapa metode,

antara lain pemisahan dengan membran atau sentrifugasi, pemisahan dengan tekanan

tinggi, metode kromatografi, metode ekstraksi dua fase hingga metode makerasi dingin.

Setelah disentrifugasi, supernatan yang diperoleh diukur kemurnian fikosianinnya

dengan menggunakan metode spektrofotometri, dimana hasil yang akan didapatkan

tersebut akan digunakan untuk menghitung yield. Panjang gelombang yang digunakan

adalah 615 nm dan 652 nm, penentuan panjang gelombang tersebut didasarkan pada

kemampuan penyerapan optimal fikosianin antara 610 nm – 620 nm. Fikosianin dengan

tingkat kemurnian yang tinggi akan menunjukan warna biru kobalt (Sidler, 1991).

Setelah diukur absorbansinya, kemudian kadar kemurnian fikosianin diukur secara

kuantitatif dengan persamaan Bennet & Bogorad (1973) :

Sisa hasil supernatant yang didapatkan kemudian diambil sebanyak 8 ml dan diberi

penambahan dekstrin dengan perbandingan 1:1 (8 ml : 8 gram). Campuran tersebut

Page 10: FIKOSIANIN_HANNY_13.70.0026_B2_ UNIKA SOEGIJAPRANATA

9

kemudiaan diaduk hingga rata dan dituangkan ke dalam wadah yang digunakan sebagai

alas untuk proses pengeringan. Dekstrin merupakan suatu polisakarida atau polimer

yang tersusun atas α-1,4-D-glukosa yang dihasilkan melalui hidrolisis parsial pati

dengan memanfaatkan asam, enzim ataupun kombinasi keduanya (Carvalho et al.,

2007). Dekstrin banyak dimanfaatkan dalam industri pangan sebagai penambah aroma

ataupun pewarna makanan. Salah satu sifat khas yang dimiliki dekstrin adalah sifatnya

yang higroskopis dan tahan terhadap suhu tinggi. Oleh karena itu, tujuan utama

dilakukannya penambahan dekstrin yaitu untuk mempercepat proses pengeringan dan

melindungi fikosianin dari suhu tinggi ketika dilakukannya pengeringan, karena pada

dasarnya fikosianin merupakan senyawa yang sangat sensitif terhadap suhu tinggi

(Murtala, 1999).

Setelah itu tahap terakhir adalah dilakukannya proses pengeringan dalam oven dengan

suhu 450C hingga didapatkan kadar air ± 7%. Tahap pengeringan merupakan tahap

paling krusial dalam pembuatan pewarna fikosianin, seperti yang diketahui sebelumya

bahwa fikosianin merupakan senyawa yang sangat sensitif terhadap suhu tinggi. Jika

fikosianin mengalami kerusakan, maka jumlah yield dan tingkat kemurnian fikosianin

yang dihasilkan akan menurun (Seo et al., 2013). Dari penelitian Sarada et al. (1999)

ditunjukkan bahwa proses pengeringan memiliki resiko yang besar dimana dapat

menyebabkan terjadinya penurunan kadar fikosianin hingga mencapai 50%. Metting

dan Pyne (1986) menambahkan bahwa jika suhu pengeringan fikosianin dilakukan pada

suhu diatas 60oC maka akan mengakibatkan degradasi fikosianin dan memicu reaksi

maillard, sehingga hasil yang diperoleh sedikit berwarna coklat. Pengeringan dengan

matahari langsung sangat tidak direkomendasikan karena akan menimbulkan aroma

yang tidak diinginkan serta dapat meningkatkan kontaminasi bakteri pada produk yang

dihasilkan. Salah satu metode pengendalian terhadap penurunan kadar fikosianin selama

pengeringan yaitu dengan mencampurkan bahan dengan suatu senyawa yang memiliki

ketahanan panas tinggi, salah satunya dengan penambahan senyawa dekstrin, seperti

yang telah dilakukan dalam praktikum ini. Setelah dikeringkan, adonan yang terbentuk

kemudian dihancurkan dengan menggunakan mortar hingga menjadi bentuk serbuk.

Warna yang dihasilkan setelah pengeringan kemudian diamati dan dibandingkan dengan

warna sebelum proses.

Page 11: FIKOSIANIN_HANNY_13.70.0026_B2_ UNIKA SOEGIJAPRANATA

10

Dari hasil pengamatan yang ada dapat dilihat bahwa setiap kelompok memiliki hasil

yang berbeda-beda, meskipun perlakuan yang diberikan sama. Jika dilihat dari besarnya

nilai OD, hasil tertinggi diperoleh oleh kelompok B4 dengan nilai OD615 sebesar 0,1676

dan OD652 sebesar 0,1749. Menurut Sidler (1991) nilai OD (optical density) dipengaruhi

dari konsentrasi serta kejernihan larutan. Semakin keruh suatu larutan maka nilai OD

yang didapat akan semakin tinggi, sehingga dapat dikatakan hasil yang berbeda

disebabkan karena bedanya tingkat kekeruhan larutan pada masing-masing kelompok.

Nilai yield berbanding lurus dengan konsentrasi fikosianin (KF) yang dihasilkan,

dimana semakin tinggi konsentrasi fikosianin maka semakin tinggi pula yield yang

dihasilkan. Dari hasil pengamatan dapat dilihat bahwa nilai KF tertinggi dihasilkan oleh

kelompok B1, yang kemudian dikuti oleh kelompok B2, B4, B3 dan B5. Demikian

halnya dengan nilai yield yang sebanding dengan nilai KF. Dalam teorinya, Seo et al.

(2013) menjelaskan bahwa, tingkat kemurnian fikosianin berdasarkan kelasnya dibagi

menjadi 3 kelompok kelas yaitu food grade (< 0,7); reactive grade (± 3,9) dan

analytical grade (± 4,0). Jika dibandingkan dengan hasil yang didapat, maka hasil yang

diperoleh termasuk pada kelas kedua yaitu reactive grade. Sedangkan menurut

Handayani et al. (2012) tingkat kemurnian fikosianin berdasarkan kegunaannya

dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu fikosianin dengan tingkat kemurnian rendah (< 1)

yang dapat digunakan dalam industri kosmetik dan tingkat kemurnian tinggi ( > 4) yang

dapat digunakan dalam industri farmasi.

Ditinjau dari segi kenampakannya, warna antara sebelum dan sesudah proses

pengeringan menunjukkan hasil yang sama. Hasil tersebut tidak sesuai dengan teori

yang ada, dimana menurut Seo et al., (2013) dengan adanya pemanasan saat proses

pengeringan, warna yang dihasilkan seharusnya lebih muda. Namun menurut Sidler

(1991) memudarnya warna tersebut mengindikasikan adanya penurunan tingkat

kemurnian fikosianin, karena semakin murni fikosianin maka warna semakin

menunjukkan warna biru kobalt. Selain karena proses pemanasan yang dilakukan,

penurunan kadar fikosianin juga dapat dipengaruhi oleh faktor lain seperti perbandingan

antara biomassa dan solven yang kurang sesuai, proses pengkulturan yang kurang tepat,

Page 12: FIKOSIANIN_HANNY_13.70.0026_B2_ UNIKA SOEGIJAPRANATA

11

penambahan dekstrin yang tidak sesuai ataupun karena pengaruh kondisi lingkungan

yang terjadi selama dilakukan proses pengolahan (Devanathan & Ramanathan, 2012).

Page 13: FIKOSIANIN_HANNY_13.70.0026_B2_ UNIKA SOEGIJAPRANATA

4. KESIMPULAN

Untuk membuat produk menjadi lebih menarik, maka sering kali digunakan pewarna

ke dalam suatu bahan pangan.

Pewarna alami dapat diekstrak dari salah satu spesies alga yakni Spirulina sp., yang

menghasilkan pigmen fikosianin dengan warna biru alami.

Dalam industri pangan, pigmen fikosianin sering digunakan sebagai pewarna

makanan alami (biopigmen) karna keunggulannya yang mudah diserap oleh tubuh,

serta bersifat sebagai antioksidan.

Dalam 10 gram spirulina mengandung 1400 mg pigmen fikosianin.

Biomassa spirulina lebih mudah larut dalam pelarut polar, seperti air.

Kekurangan dari metode ekstraksi yang dilakukan dalam praktikum ini yaitu

stabilitas pigmen yang dihasilkan rendah dan adanya resiko penurunan tingkat

kemurnian karena kondisi lingkungan.

Fikosianin dengan tingkat kemurnian yang tinggi akan menunjukan warna biru

kobalt.

Fikosianin merupakan senyawa yang sangat sensitif terhadap suhu tinggi.

Tujuan utama dilakukannya penambahan dekstrin yaitu untuk mempercepat proses

pengeringan dan melindungi fikosianin dari suhu tinggi ketika dilakukannya

pengeringan.

Panjang gelombang yang digunakan untuk mengukur kadar fikosianin adalah 615 nm

dan 652 nm.

Semakin keruh suatu larutan maka nilai OD yang didapat akan semakin tinggi.

Nilai yield berbanding lurus dengan konsentrasi fikosianin (KF) yang dihasilkan.

Semarang, 30 September 2015

Praktikan, Asisten Dosen

Deanna Suntoro Ferdyanto Juwono

Christina Hanny S13.70.0026

12

Page 14: FIKOSIANIN_HANNY_13.70.0026_B2_ UNIKA SOEGIJAPRANATA

5. DAFTAR PUSTAKA

Bennet, A & L, Bogorad. (1973). Complementary Chromatic Adaptation in Filamentous Blue-green Algae. J.Cell.Biol Vol 58:419-435.

Carvalho, J, Goncalves, C, Gil, A.M & F.M, Gama. (2007). Production and Characterization of New Dextrin Base Hydrogel. European Polymer Journal Vol 43:3050-3059.

Chaiklahan, R, Chirasuwan, N, Loha, V, Tia, S & Bunnag, B. (2011) Separation and Purification of Phycocyanin from Spirulina sp Using Membrane Process. Bioresource Technology Vol 102:7159-7164.

Devanathan, J & N, Ramanathan. (2012). Pigmen Production From Spirulina plantesis Using Seawater Supplemented with Dry Poultry Mannure. J.Algal.Biomass.Utln Vol 3(4):66-73.

Devendra Kumar, Dolly Wattal Dhar, Sunil Pabbi, Neeraj Kumar, and Suresh Walia. 2014. Extraction and purification of C-phycocyanin from Spirulina platensis (CCC540). Ind J Plant Physiol 19 (2):184–188.

Handayani, N.A, Hadiyanto, Deviana, M, Dianratri, I & A, Nugroho. (2012). A Simple Method for Efficient Extraction and Separation of C-phycocyanin from Spirulina plantesis. Department of Chemical Engineering Diponegoro University. Semarang.

Hemlata, Gunjan Pandey, Fareha Bano, and Tasneem Fatma. 2011. Studies on Anabaena sp. NCCU-9 with special reference to phycocyanin. J. Algal Biomass Utln. 2011, 2 (1): 30 – 51

Kay, R,A. (1991). Microalgae as Food and Supplement. Crit.Rev.Food.Sci Vol 30:555-573.

Metting B dan Pyne JW. (1986). Biologically Active Compounds from Microalga. Journal of Enzyme Microb. Tech. Vol. 8. Butterworth and Co Publish.

Moraes C. C; Lusia Sala; G. P. Cerveira and S.J. Kalil. 2011. C-Phycocyanin extraction from Spirulina platensis wet biomass. Brazilian Journal of Chemial Engineering. Vol. 28 : 45-49.

Murtala, S. S. (1999). Pengaruh Kombinasi Jenis Dan Konsentrasi Bahan Pengisi Terhadap Kualitas Bubuk Sari Buah Markisa Siul (Passiflora edulis F. Edulis). Tesis. Pasca Sarjana Universitas Bawijaya Malang.

13

Page 15: FIKOSIANIN_HANNY_13.70.0026_B2_ UNIKA SOEGIJAPRANATA

14

Ó Carra P, Ó hEocha C.(1976). Algal Biliproteins and Phycobilins. Goodwin TW, editor. 1976. Chemistry and Biochemistry of Plant Pigments. Academic press inc. London.

Rachen Duangsee, Natapas Phoopat, and Suwayd Ningsanond. 2009. Phycocyanin extraction from Spirulina platensis and extract stability under various pH and temperature. As. J. Food Ag-Ind. 2(04), 819-826.

Sarada, R, Manoj, G, Pillai, G.A, Ravishankar. (1999). Phycocyanin From Spirulina sp: Influence of Processing Biomass on Phycocyanin Yield, Analysis of Efficacy of Extraction Method and Stability Studies of Phycocyanin. Process Biochemistry Vol 34:795-801.

Seo, Y.C, Choi, W.S, Park, J.H, Park, J.O, Jung, K.H & H.Y, Lee.(2013). Stable Isolation of Phycocyanin from Sprilunia plantesis Associated With High Pressure Extraction Process. Int.J.Mol.Sci Vol 14:1778:1787.

Sidler, W.A. (1991). Phycobilisome and Phycobiliprotein Structure. In Bryant, D.A. The Molecular Biology of Cyanobacteria. Kluwer Academic. Netherlands.

Steinkraus, H. (1983). Indigenous Fermented Food. Marcel Dekker. New York.

Wenjun Song, Cuijuan Zhao, and Suying Wang. 2013. A Large-Scale Preparation Method of High Purity C-Phycocyanin. International Journal of Bioscience, Biochemistry and Bioinformatics, Vol. 3, No. 4.

Winarno, F.G & B.S, Laksmi. (1973). Pigmen Dalam Pengolahan Pangan. Departemen Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Page 16: FIKOSIANIN_HANNY_13.70.0026_B2_ UNIKA SOEGIJAPRANATA

6. LAMPIRAN

6.1. Perhitungan

Rumus:

Kelompok B1

KF = = 1,877 mg/ml

Yield = = 13,139 mg/g

Kelompok B2

KF = = 1,800 mg/ml

Yield = = 12,600mg/g

Kelompok B3

KF = = 1,071 mg/ml

Yield = = 7,497 mg/g

Kelompok B4

KF = = 1,586 mg/ml

Yield = = 11,103 mg/g

Kelompok B5

15

Page 17: FIKOSIANIN_HANNY_13.70.0026_B2_ UNIKA SOEGIJAPRANATA

16

KF = = 0,732 mg/ml

Yield = = 5,124 mg/g

6.2. Diagram Alir

6.3. Laporan Sementara

6.4. Abstrak Jurnal