surimi_rosita kusumaningastuti_13.70.0108_a2_unika soegijapranata

21
Acara I SURIMI LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI HASIL LAUT Disusun oleh: Nama : Rosita Kusumaningastuti NIM : 13.70.0108 Kelompok A2 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG 2015

Upload: praktikumhasillaut

Post on 10-Dec-2015

19 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

Praktikum Surimi ini diadakan pada hari Senin-Selasa, 14-15 September 2015 di Lab Rekayasa Pangan Unika Soegijapranata Semarang

TRANSCRIPT

Page 1: Surimi_Rosita Kusumaningastuti_13.70.0108_A2_UNIKA SOEGIJAPRANATA

Acara I

SURIMI

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM

TEKNOLOGI HASIL LAUT

Disusun oleh:

Nama : Rosita Kusumaningastuti

NIM : 13.70.0108

Kelompok A2

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA

SEMARANG

2015

Page 2: Surimi_Rosita Kusumaningastuti_13.70.0108_A2_UNIKA SOEGIJAPRANATA

1

1. MATERI METODE

1.1. Alat dan Bahan

1.1.1. Alat

Alat-alat yang digunakan pada praktikum ini adalah pisau, kain saring, blender, timbangan,

tekstur analyzer, presser, freezer, dan plastik.

1.1.2. Bahan

Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah daging ikan patin, garam, gula pasir,

polifosfat, es batu, dan air.

1.2. Metode

Ikan dicuci bersih dengan air mengalir dan ditimbang beratnya

Daging ikan di-fillet dengan memisahkan bagian kepala, sirip, ekor, sisik, kulit, dan

bagian perutnya, kemudian diambil bagian daging putih sebanyak 100 gram.

Daging ikan digiling hingga halus dan selama penggilingan dapat ditambahkan es

batu untuk menjaga suhu tetap rendah.

Daging ikan dicuci dengan air es sebanyak 3 kali lalu disaring dengan

menggunakan kertas saring.

Residu ditambahkan dengan sukrosa sebanyak 2,5% (kelompok A1 dan A2) dan

5% (kelompok A3, A4, dan A5)

Page 3: Surimi_Rosita Kusumaningastuti_13.70.0108_A2_UNIKA SOEGIJAPRANATA

2

Dimasukkan dalam plastik dan dibekukan dalam freezer selama semalam.

Surimi di-thawing lalu diukur hardness menggunakan texture analyzer

Ditambahkan garam sebanyak 2,5% (semua kelompok), dan polifosfat sebanyak 0,1%

(kelompok A1), 0,3% (kelompok A2 dan A3), dan 0,5% (kelompok A4 dan A5).

Page 4: Surimi_Rosita Kusumaningastuti_13.70.0108_A2_UNIKA SOEGIJAPRANATA

3

Rumus Perhitungan WHC (mg H2O):

Luas atas = 1

3 a (ho + 4h1 + 2h2 + 4h3 + ... + hn)

Luas bawah = 1

3 a (ho + 4h1 + 2h2 + 4h3 + ... + hn)

Luas Area Basah = LA - LB

mg H2O = luas area basah−8,0

0,0948

Dilakukan uji pengukuran WHC pada surimi, dimana surimi beku dipipihkan

menggunakan alat penekan (presser)

Dilakukan uji sensoris pada surimi yang meliputi kekenyalan dan aroma.

Page 5: Surimi_Rosita Kusumaningastuti_13.70.0108_A2_UNIKA SOEGIJAPRANATA

4

2. HASIL PENGAMATAN

Hasil pengamatan surimi dengan berbagai perlakuan dapat dilihat pada tabel 1 berikut ini.

Tabel 1. Hasil Pengamatan Surimi

Kelompok Perlakuan Hardness

(gf)

WHC

(mg H2O)

Sensoris

Kekenyalan Aroma

A1 Sukrosa 2,5% +

garam 2,5% +

polifosfat 0,1%

- 337.468,35 +++ +++

A2 Sukrosa 2,5% +

garam 2,5% +

polifosfat 0,3%

361,64 207.510,55 ++ ++

A3 Sukrosa 5% +

garam 2,5% +

polifosfat 0,3%

271,72 246.118,14 ++ ++

A4 Sukrosa 5% +

garam 2,5% +

polifosfat 0,5%

105,85 237.573,84 ++ ++

A5 Sukrosa 5% +

garam 2,5% +

polifosfat 0,5%

143,79 210.042,19 ++ ++

Keterangan:

Kekenyalan Aroma

+ : Tidak kenyal + : Tidak amis

++ : Kenyal ++ : Amis

+++ : Sangat Kenyal +++ : Sangat amis

Berdasarkan Tabel 1. dapat dilihat bahwa dengan adanya perlakuan yang berbeda dapat

mempengaruhi hasil akhir surimi apabila ditinjau dari segi hardness, water holding capacity

(WHC), aroma, dan tekstur. Pada praktikum ini diberikan 3 konsentrasi yang berbeda

terhadap bahan yang dicampurkan pada surimi yaitu yang pertama sukrosa 2,5% dari berat

ikan (kelompok 1 – 2) dan 5% dari berat ikan (kelompok 3 – 5). Kedua ditambahkan garam

sebanyak 2,5% dari berat ikan. Dan ketiga ditambahkan polifosfat sebanyak 0,1% dari berat

ikan (kelompok 1), 0,3% dari berat ikan (kelompok 2 – 3), dan 0,5% dari berat ikan

(kelompok 4 – 5). Dari berpedaan perlakuan tersebut, dihasilkan nilai hardness tertinggi

adalah 361,64 gf oleh kelompok A2, sedangkan pada kelompok A1 dengan perlakuan

Page 6: Surimi_Rosita Kusumaningastuti_13.70.0108_A2_UNIKA SOEGIJAPRANATA

5

sukrosa 2,5% + garam 2,5% + polifosfat 0,1% justru tidak dapat terhitung hardness-nya.

Water holding capacity (WHC) yang terbesar didapatkan oleh kelompok A1 yaitu sebesar

337.468,35 mg H2O. Nilai WHC yang terendah didapatkan oleh kelompok A2 yaitu sebesar

207.510,55 mg H2O. Berdasarkan nilai sensorisnya yaitu kekenyalan dan aroma untuk kelima

kelompok (kelompok 1-5) hampir sama yaitu sampel kenyal dan berbau amis. Namun

terdapat perbedaan pada kelompok A1 dimana sampel sangat kenyal dan sangat amis.

Page 7: Surimi_Rosita Kusumaningastuti_13.70.0108_A2_UNIKA SOEGIJAPRANATA

6

3. PEMBAHASAN

Hasil laut seperti ikan merupakan salah satu bahan pangan yang mudah mengalami kerusakan

seperti pembusukan. Biasanya untuk menghindari kerusakan maka bahan akan dimasak

secepat mungkin atau diolah terlebih dahulu menjadi produk perantara dengan tujuan untuk

menghambat aktivitas mikroorganisme patogen serta enzim-enzim yang dapat menyebabkan

mutu ikan berkurang. Surimi merupakan salah satu produk setengah jadi yang biasanya

dibuat dari daging ikan lumat. Ikan terlebih dahulu dapat dipisahkan dari tulang, kepala, sirip

dan bagian lainnya dan dicuci beberapa kali untuk menghilangkan darah, lemak, dan kotoran

lainnya. Surimi kemudian dapat diolah kembali menjadi produk lainnya seperti fish cake,

jelly fish, udang tiruan, crab tiruan, bakso, nugget, dan lain sebagainya (Wibowo, 2014).

Menurut Park & Lin (2005) yang ditulis dalam jurnal Huda et al. (2012) yang berjudul “Effect

of Different Dryoprotectants on Functional Properties of Threadfin Bream Surimi Powder”

surimi sering digunakan sebagai bahan pokok dalam pembuatan makanan tradisional di

Jepang serta produk seafood dan berbagai macam makanan lainnya dikarenakan karakteristik

gel nya yang cukup unik dan dikenal memiliki kadar lemak yang rendah.

3.1. Bahan dan Cara Kerja

Bahan dasar surimi yang digunakan pada praktikum ini adalah ikan patin. Ikan patin

merupakan salah satu jenis ikan air tawar. Ikan patin merupakan salah satu jenis ikan dasar,

hal ini dapat terlihat pada mulutnya yang memiliki bentuk ke bawah. Habitat ikan patin yaitu

di sungai-sungai besar dan muara-muara sungai. Ikan patin memiliki sifat noktural dimana

aktivitas hidupnya pada malam hari dan memiliki kebiasaan suka bersembunyi di dalam

liang-liang di tepi sungai habitat hidupnya. Ikan yang cocok dijadikan surimi merupakan ikan

segar dengan warna dagingnya putih serta mampu membentuk gel dengan baik (Hustiani,

2005). Hal ini sesuai dengan praktikum ini yaitu daging ikan patin memiliki daging yang

cukup tebal, berwarna putih, dan teksturnya yang elastis serta kenyal (Wibowo, 2014). Ikan

dengan daging yang berwarna hitam atau gelap kurang cocok digunakan sebagai produk

surimi dikarenakan menurut Kudre & Soottawat (2013) di dalam jurnalnya yang berjudul

Page 8: Surimi_Rosita Kusumaningastuti_13.70.0108_A2_UNIKA SOEGIJAPRANATA

7

“Effect of Legume Seed Protein Isolates on Autolysis and Gel Properties of Surimi from

Sardine (Sardinella albella)” daging yang berwarna gelap secara umum tingkat proteasenya

tinggi sehingga mudah sekali mengalami degradasi protein. Degradasi protein ini akan

menghambat pembentukan dimensi gel sehingga tekstur surimi menjadi tidak baik.

Mengingat mutu produk surimi sangat ditentukan dari bahan baku maupun proses

pengolahan yang dilakukan, dimana kesegaran dari ikan patin menjadi fokus utamanya.

Proses pembuatan surimi pada dasarnya memiliki prinsip ada empat tahapan yaitu pencucian

daging ikan, penggilingan, pengemasan, dan pembekuan (Suzuki, 1981). Begitu pula proses

pembuatan surimi ini, ikan dicuci terlebih dahulu dengan air mengalir agar bersih dari

kotoran yang menempel pada tubuhnya. Kemudian ikan di-fillet dengan membuang kepala,

sirip, ekor, sisik, isi perut, dan kulit lalu ditimbang dagingnya sebesar 100 gram. Setelah itu

daging fillet segera dihaluskan dengan menggunakan blender dan ditambahkan beberapa es

batu untuk menjaga suhunya tetap rendah karena daging ikan bersifat mudah rusak. Sesuai

dengan pernyataan Amano (1965) bahwa daging ikan segar harus segera digiling agar protein

miofibrilnya (aktin dan miosin) dapat diekstrak dalam jumlah yang banyak. Hal ini

disebabkan karena menurut Forrest et al. (1975) jumlah protein yang dapat terekstrak dari

daging ikan yang berada pada fase pre-rigor (ikan segar) lebih besar daripada post-rigor,

dimana fase rigor mortis yang terjadi pada ikan dapat terjadi 1-7 jam setelah kematian.

Daging ikan giling lalu dicuci dengan air dingin sebanyak 3 kali lalu disaring dengan kain

saring hingga kering. Pencucian berkali-kali ini bertujuan untuk mengekstrak protein

miofibrilnya agar kekuatan gel dapat ditingkatkan dan bau amis pada ikan juga menghilang

(Lee et al., 1988). Pada jurnal yang berjudul “Recovery and characterization of proteins

precipitated from surimi wash-water” yang ditulis oleh Bourtoom et al. (2009) pada industri

pembuatan surimi, daging ikan yang dicincang atau dihaluskan harus dicuci berulang kali

menggunakan air dingin. Hal ini bertujuan untuk menghilangkan protein sarkoplasma dan

kotoran lainnya seperti lipid yang dapat menimbulkan produk yang off-flavor. Kadar air

maksimal yang diperbolehkan untuk daging ikan lumat berkisar antara 78-80%.

Page 9: Surimi_Rosita Kusumaningastuti_13.70.0108_A2_UNIKA SOEGIJAPRANATA

8

Lalu ditambahkan sukrosa, garam, dan polifosfat dengan konsentrasi tertentu. Sukrosa dan

polifosfat merupakan salah satu jenis krioprotektan. Jenis krioprotektan yang sering

digunakan yaitu sukrosa, sorbitol, garam, dan polifosfat. Penggunaan krioprotektan akan

lebih maksimal dan efektif apabila dicampur. Krioprotektan merupakan bahan kimia yang

digunakan untuk melindungi jaringan biologisnya dari kerusakan akibat pembekuan

(Wibowo, 2014). Hal ini didukung pula oleh teori Huda et al. (2012) di dalam jurnalnya yang

berjudul “Effect of Different Dryoprotectants on Functional Properties of Threadfin Bream

Surimi Powder” bahwa adanya penambahan gula seperti sukrosa berfungsi sebagai

krioprotektan yang dapat mencegah terjadinya denaturasi protein pada proses pembekuan

sehingga struktur gel dapat terbentuk dengan baik pada surimi, kemampuan dalam mengikat

air akan lebih baik serta tahan lama. Di dalam jurnalnya, gula dikenalkan sebagai

dryoprotectans untuk mencegah terjadinya denaturasi pula pada proses pengeringan.

Selain sebagai krioprotektan, garam dimaksudkan sebagai pembeda jenis surimi. Surimi

terdiri dari 2 jenis yaitu mu-en surimi dan ka-en surimi. Perbedaan terletak pada adanya

penambahan garam pada surimi atau tidak. Pada praktikum ini merupakan ka-en surimi

karena dilakukan penambahan garam pada proses pembuatannya, sedangkan pada mu-en

surimi tidak perlu ditambahkan garam (Suzuki, 1981). Menurut pernyataan dari Wibowo

(2004), garam dapat juga digunakan untuk mempercepat keluarnya air sehingga dapat

memperpanjang masa simpannya. Pemberian polifosfat sebagai krioprotektan menurut teori

Miyauchi (1970) dapat berfungsi untuk meningkatkan elastisitas atau kekuatan gel,

membantu pembentukan gel, serta teksturnya menjadi lebih padat. Hal ini disebabkan karena

terjadi peningkatan pH serta kemampuan gel dalam mengikat air atau WHC.

Setelah dilakukan penambahan beberapa bahan, surimi dikemas ke dalam plastik dan

dibekukan dalam freezer selama 1 malam. Surimi yang telah ditambahkan beberapa bahan

krioprotektan menurut Erdiansyah (2006) dapat dikemas dalam plastik PE (polyethilene) lalu

disimpan beku pada freezer bersuhu -18oC. Kemudian surimi di-thawing untuk mengukur

hardness, WHC, dan kualitas sensorisnya berupa kekenyalan dan aroma. Thawing perlu

Page 10: Surimi_Rosita Kusumaningastuti_13.70.0108_A2_UNIKA SOEGIJAPRANATA

9

dilakukan sebelum proses selanjutnya dengan cara membiarkannya pada suhu ruang hingga

surimi dirasa cukup lunak dan dapat digunakan untuk proses selanjutnya (Suzuki, 1981).

3.2. Hasil Pengamatan

Berdasarkan hasil pengamatan yang diperoleh pada praktikum ini, didapatkan hasil yang

berbeda-beda pada bebagai perlakuan. Perlakuan tersebut berdasarkan perbedaan konsentrasi

yang berbeda terhadap bahan yang dicampurkan pada surimi yaitu yang pertama sukrosa

2,5% dari berat ikan (kelompok 1 – 2) dan 5% dari berat ikan (kelompok 3 – 5). Kedua

ditambahkan garam sebanyak 2,5% dari berat ikan. Dan ketiga ditambahkan polifosfat

sebanyak 0,1% dari berat ikan (kelompok 1), 0,3% dari berat ikan (kelompok 2 – 3), dan

0,5% dari berat ikan (kelompok 4 – 5).

Hardness merupakan besarnya suatu gaya yang dibutuhkan untuk menekan makanan seperti

cara kerja gigi graham manusia (Soekarto, 1985). Hardness ini merupakan nilai yang biasa

diukur untuk mengetahui tekstur keras dari suatu produk. Sesuai dengan jurnal yang ditulis

oleh Yiin et al. (2014) yang berjudul “Effect of Fat Extraction Treatment on The

Physicochemical Properties of Duck Feet Collagen and Its Application in Surimi”

dinyatakan bahwa pengukuran karakteristik tekstur dari gel seperti hardness dapat

menggunakan tekstur analyzer dengan probe P/75 menurut metode Bourne (1977). Dari

perlakuan tersebut didapatkan hasil kelompok A2 mendapatkan nilai hardness tertinggi yaitu

361,64 gf, selanjutnya kelompok A3 dengan nilai 271,72 gf, kelompok A5 dengan nilai

143,79 gf, kemudian kelompok A4 dengan nilai 105,85 gf, sedangkan pada kelompok A1

tidak dapat terhitung nilai hardness-nya dengan alat tekstur analyzer. Hal ini dapat terjadi

dikarenakan pada sampel A1 hanya diberikan sukrosa dan polifosfat dengan konsentrasi

terendah dibandingkan kelompok lainnya. Menurut Afrianto (1995), sukrosa atau sorbitol

dapat berfungsi untuk meningkatkan tegangan permukaan air, sedangkan polifosfat berfungsi

untuk menghambat atau mencegah pelunakan, serta mempertahankan kestabilan emulsi.

Oleh sebab itu karena jumlahnya yang lebih sedikit maka pelunakan pada daging ikan tetap

terjadi sehingga hardness-nya tidak terukur. Sedangkan pada kelompok A2 merupakan yang

tertinggi, hal ini dapat terjadi karena penggunaan sukrosa 2,5% dan polifosfat 0,3%

Page 11: Surimi_Rosita Kusumaningastuti_13.70.0108_A2_UNIKA SOEGIJAPRANATA

10

merupakan jumlah yang ideal penggunaan krioprotektan untuk menjaga kualitas gel dari

surimi, karena apabila dilihat dengan penambahan sukrosa dan polifosfat pada jumlah yang

lebih besar (kelompok 3-5) didapatkan penurunan nilai hardness-nya. Menurut Yiin et al.

(2014) di dalam jurnalnya, dengan adanya penambahan seperti kolagen seharusnya

meningkatkan nilai hardness dari prosuk surimi dikarenakan air secara kimiawi akan

terperangkap pada matriks protein. Sehingga seharusnya semakin bertambahnya bahan

seperti kolagen yaitu polifosfat dapat meningkatkan hardness juga.

Nilai Water holding capacity (WHC) yang didapatkan juga berbeda-beda. Nilai terbesar

diperoleh oleh kelompok A1 yaitu sebesar 337.468,35 mg H2O, selanjutnya kelompok A3

dengan nilai 246.118,14 mg H2O, dilanjutkan kelompok A4 dengan nilai 237.573,84 mg

H2O, kelompok A5 dengan nilai 210.042,19 mg H2O, dan yang terakhir adalah kelompok A2

yaitu sebesar 207.510,55 mg H2O. Menurut Djazuli, N et al (2009) uji daya ikat air atau WHC

ini memiliki tujuan untuk mengetahui seberapa besar bahan mampu untuk mengikat molekul

air. Menurut Miyauchi (1970) polifosfat dapat berfungsi untuk meningkatkan elastisitas atau

kekuatan gel, membantu pembentukan gel, serta teksturnya menjadi lebih padat. Hal ini

disebabkan karena terjadi peningkatan pH serta kemampuan gel dalam mengikat air atau

WHC. Sehingga semakin banyak jumlah polifosfat yang ditambahkan maka nilai WHC akan

semakin besar, namun hal ini tidak sesuai dengan hasil kelompok A1 dan A4-A5 karena nilai

yang didapatkan justru mengalami penurunan dengan seiring bertambahnya jumlah

polifosfat. Hal ini dapat terjadi dikarenakan WHC sangat ditentukan oleh kualitas ikan yang

digunakan dimana kesegaran ikan merupakan faktor utama yang menentukan pembentukan

gel surimi (Phatcharat et al., 2006). Selain hal tersebut, selama proses pembuatan surimi juga

terdapat beberapa faktor yang sangat berpengaruh pada hasil akhir surimi yaitu suhu air

pencucian dan penggilingan daging ikan. Jumlah protein larut air yang hilang selama

pencucian sangat tergantung pada suhu dari air pencuci, hal ini akan mempengaruhi kekuatan

gel (Andini, 2006).

Berdasarkan nilai sensorisnya yaitu kekenyalan dan aroma untuk kelima kelompok

(kelompok 1-5) hampir sama yaitu sampel kenyal dan berbau amis. Namun terdapat

Page 12: Surimi_Rosita Kusumaningastuti_13.70.0108_A2_UNIKA SOEGIJAPRANATA

11

perbedaan pada kelompok A1 dimana sampel sangat kenyal dan sangat amis. Hal ini dapat

terjadi dikarenakan pada sampel A1 hanya diberikan sukrosa dan polifosfat dengan

konsentrasi terendah dibandingkan kelompok lainnya. Menurut Afrianto (1995), sukrosa atau

sorbitol dapat berfungsi untuk meningkatkan tegangan permukaan air, sedangkan polifosfat

berfungsi untuk menghambat atau mencegah pelunakan, serta mempertahankan kestabilan

emulsi. Oleh sebab itu karena jumlahnya yang lebih sedikit maka tidak terjadi pembentukan

kekuatan gel sehingga didapatkan teksturnya tetap lunak. Menurut teori Nopianti et al.,

(2011) dengan adanya penambahan krioprotektan dapat mencegah terjadinya denaturasi

protein sehingga struktur gel dapat terbentuk dengan baik pada surimi. Proses denaturasi akan

membuat daging ikan teksturnya lebih keras dan aroma amis akan hilang. Hal ini

menandakan bahwa dengan adanya penambahan jumlah sukrosa dan polifosfat seharusnya

menjadikan tekstur lunak dan aroma amis tetap ada. Didukung dengan teori (Hustiany, 2005)

bahwa semakin banyak sukrosa dan polifosfat yang ditambahkan dapat meningkatkan

kekenyalan dari surimi. Aroma amis memang benar masih ada untuk semua kelompok,

namun untuk tekstur justru nilainya sama semua kelompok dan tidak memberikan perbedaan

antar penambahan konsentrasi krioprotektan. Kesalahan ini dapat terjadi karena metode

sensori secara organoleptik memiliki kelemahan yaitu sifatnya subjektif (Merit et al., 1982).

3.3. Kualitas Surimi

Kualitas surimi sangat dipengaruhi oleh beberapa hal seperti yang tertulis pada jurnal yang

berjudul “Effect of Fat Extraction Treatment on The Physicochemical Properties of Duck

Feet Collagen and Its Application in Surimi” oleh Yiin et al. (2014), salah satu parameter

yang sangat dilihat untuk menentukan kualitas dari surimi adalah bagaimana kekuatan gel

yang terbentuk. Dari jurnal tersebut disebutkan bahwa dengan menambahkan kolagen juga

mampu meningkatkan kekuatan gel surimi terutama kolagen yang diambil dari kaki bebek

dibandingkan kolagen lainnya. Kekuatan gel ini juga dipengaruhi oleh jumlah protein yang

terkandung di dalam ikan. Seperti yang dinyatakan oleh Kudre & Soottawat (2013) di dalam

jurnalnya yang berjudul “Effect of Legume Seed Protein Isolates on Autolysis and Gel

Properties of Surimi from Sardine (Sardinella albella)” bahwa protein yang tinggi dapat

dengan mudah terjadi degradasi di dalamnya terutama degradasi protein myofibril. Hal ini

Page 13: Surimi_Rosita Kusumaningastuti_13.70.0108_A2_UNIKA SOEGIJAPRANATA

12

menjadi penghalang pembentukan gel tiga dimensi dan menjadikan struktur gelnya melemah,

tekstur dari surimi pun kurang kuat.

Pencucian juga merupakan faktor utama yang menentukan kualitas dari surimi. Proses

pencucian merupakan salah satu tahapan kritis pada proses produksi surimi. Hal ini

dikarenakan protein dapat dihilangkan dengan pencucian. Apabila pencucian tidak dilakukan

dengan benar maka protein yang terkandung dalam daging ikan masih banyak dan dapat

terjadi degradasi protein yang menjadikan gel tidak dapat terbentuk (Andini, 2006). Jumlah

pencucian dan volum pencucian terhadap daging ikan untuk surimi bervariasi bergantung

jenis ikan, kesegaran ikan, pencuci ikan, dan kualitas surimi yang diinginkan (Hossain et al.,

2004).

Jumlah dari krioprotektan sangat penting terhadap kestabilan kekuatan gel. Hal ini

dinyatakan oleh Ismail et al. (2011) di dalam jurnalnya yang berjudul “Surimi-like Material

from Poultry Meat and its Potential as a Surimi Replacer” dimana jumlah krioprotektan yang

banyak ini dapat meningkatkan kestabilan kekuatan gel namun dikarenakan krioprotektan

merupakan bahan yang pada dasarnya bersifat manis seperti sukrosa dan sorbitol maka

penggunaannya mulai dikurangi sekitar 6% dengan sukrosa 3% dan sorbitol 3% mengingat

kesehatan manusia.

Page 14: Surimi_Rosita Kusumaningastuti_13.70.0108_A2_UNIKA SOEGIJAPRANATA

13

4. KESIMPULAN

Surimi merupakan produk dari daging ikan yang telah dihalus.

Pembuatan surimi ada 4 tahap utama yaitu pencucian daging ikan, penggilingan,

pengemasan, dan pembekuan.

Daging ikan yang baik digunakan untuk surimi adalah ikan dengan daging berwarna

putih.

Pencucian ikan dapat dilakukan menggunakan air dingin dan sebanyak 3 kali untuk

menghilangkan protein, kotoran seperti lemak, dan kotoran lainnya.

Daging ikan setelah digiling akan lebih baik diberi krioprotektan untuk mencegah

terjadinya denaturasi protein akibat pembekuan.

Krioprotektan dapat berupa sukrosa, sorbitol, garam, dan polifosfat.

Penambahan sukrosa, garam, dan polifosfat dapat mempengaruhi hardness, WHC, dan

kekenyalan serta aroma dari produk surimi.

Semakin bertambahnya polifosfat dapat meningkatkan hardness.

Semakin banyak jumlah polifosfat yang ditambahkan maka nilai WHC akan semakin

besar, namun hal ini tidak sesuai dengan hasil praktikum dikarenakan WHC dipengaruhi

beberapa faktor seperti kesegaran ikan yang mempengaruhi pembentukan gel surimi.

Semakin banyak sukrosa dan polifosfat yang ditambahkan dapat meningkatkan

kekenyalan dari surimi.

Hal-hal yang mempengaruhi kualitas surimi adalah kekuatan gel yang terbentuk berdasar

dari jumlah protein pada ikan, pencucian, dan jumlah krioprotektan yang digunakan.

Semarang, 20 September 2015

Praktikan, Asisten Praktikum

- Yusdhika Bayu S.

Rosita Kusumaningastuti

13.70.0108

Page 15: Surimi_Rosita Kusumaningastuti_13.70.0108_A2_UNIKA SOEGIJAPRANATA

14

5. DAFTAR PUSTAKA

Afrianto. (1995). Pengaruh jenis bahan baku, lama penyimpanan beku dan metode

pengasapan terhadap karakteristik sosis ikan. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB.

Bogor.

Amano, K. (1965). Fish Sausage Manufacturing. In Fish As Food Vol III. (G. Borgstorm.

Ed). Academic Press. New York.

Andini YS. (2006). Karakteristik surimi hasil ozonisasi daging merah ikan tongkol

(Euthynnus sp.) Bogor: Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu

Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Bourtooma, T., M.S. Chinnan, P. Jantawat, R. Sanguandeekul. (2009). Recovery and

characterization of proteins precipitated from surimi wash-water. Elsevier: Food

Science and Technology 42 : 599–605.

Djazuli, N et al. (2009). Modifikasi Teknologi Pengolahan Surimi Dalam Pemanfaatan “By-

Catch” Pukat Udang di Laut Arafura. Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia.

Institut Pertanian Bogor.

Erdiansyah. (2006). Teknologi penanganan bahan baku terhadap mutu sosis Ikan Patin

(Pangasius pangasius). Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Bogor.

Forrest, J. C., Aberlen, E. D., Hedrick, H. B., Judge, M. D., Merkel, R. A. (1975). Principle

of Meat Science. W. H. Freeman and Co. San Fransisco.

Hossain MI, Kamal MM, Sakib MN, Shikha FH, Neazuddin, Islam MN. (2005). Influence

of ice storage on the gel forming ability, protein solubility and Ca2+- ATPase activity

of queen fish (Chorinemus lysan). Journal of Biology Science 5 (4) : 519-524.

Huda, N., R. Abdullah, P. Santana, T. A. Yang. (2012). Effects of Different Dryoprotectants

on Functional Properties of Threadfin Bream Surimi Powder. Journal of Fisheries and

Aquatic Sciencie 7 (3) : 215-223.

Hustiany, Rini. (2005). Karakteristik Produk Olahan Kerupuk dan Surimi dari Daging Ikan

Patin (Pangasius sutchi) Hasil Budidaya sebagai Sumber Protein Hewani. Jurnal

Media Gizi& Keluarga 29 (2) : 66-74.

Page 16: Surimi_Rosita Kusumaningastuti_13.70.0108_A2_UNIKA SOEGIJAPRANATA

15

Ismail, Ishamri, Nurul Huda, Fazilah Ariffin. (2011). Surimi-like Material from Poultry Meat

and its Potential as a Surimi Replacer. Asian Journal of Pultry Science ISSN 1819-

3609.

Kudre, Tanaji & Soottawat Benjakul. (2013). Effect of Legume Seed Protein Isolates on

Autolysis and Gel Properties of Surimi from Sardine (Sardinella albella).

International Journal of Chemical, Environmental & Biological Sciences (IJCEBS)

Volume 1, Issue 1 : 91-101.

Lee C. M., Wu, M. C., dan Okada, M. (1988). Ingredient and Formulation Technology for

Surimi-Based Product. Di dalam T. C. Lanier dan C. M. Lee (Eds.). Surimi

Technology. Marcel Dekker, Inc. New York.

Merit, J. H, M. L. Windsor, A. Aitken, dan I. M. Mackie. (1982). Fish Handling and

Processing Second Edition. Her Majesty’s Stationery Office. Edinburgh.

Miyauchi, D., George, K., dan Max P. (1970). Surimi-A Semi-Processed Wet Fish Protein.

Pacific Fishery Products Technology Center.

Nopianti, R., Nurul, H., and Noryati I. (2011). A Review on the Loss of the Functional

Properties of Proteins during Frozen Storage and the Improvement of Gel-forming

Properties of Surimi. American Journal of Food Technology, 6: 19-30.

Phatcharat, S; Benjakul, S; Visessanguan, W. (2006). Effect of Washing with Oxidising

Agents on The Gel-Forming Ability and Physicochemical Properties of Surimi

Produced From Bigeye Snapper (Priacanthus tayenus). Department of Food

Technology Prince of Songkla University Thailand.

Soekarto, S.T. (1985). Penilaian Organoleptik: untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian.

Penerbit Bharata Karya Aksara. Jakarta.

Suzuki, T. (1981). Fish and Krill Protein: Processing Technology. Aplied Science Publishers

Ltd. London.

Wibowo, Singgih. (2004). Pembuatan Bakso Ikan dan Daging. Penebar Swadaya, Jakarta.

Wibowo, Singgih. (2014). 50 Jenis Bakso Sehat & Enak. Penebar Swadaya. Jakarta.

Page 17: Surimi_Rosita Kusumaningastuti_13.70.0108_A2_UNIKA SOEGIJAPRANATA

16

Yiin, Tan Ai, Nurul Huda, Fazilah Ariffin, Azhar Mat Easa. (2014). Effect of Fat Extraction

Treatment on The Physicochemical Properties of Duck Feet Collagen and Its

Application in Surimi. Asia Pacific Journal of Sustainable Agriculture Food and

Energy (APJSAFE) Vol. 2 (2) : 9-16.

Page 18: Surimi_Rosita Kusumaningastuti_13.70.0108_A2_UNIKA SOEGIJAPRANATA

17

6. LAMPIRAN

6.1. Perhitungan

Rumus Perhitungan WHC (mg H2O)

Luas atas = 1

3 a (ho + 4h1 + 2h2 + 4h3 + ... + hn)

Luas bawah = 1

3 a (ho + 4h1 + 2h2 + 4h3 + ... + hn)

Luas Area Basah = LA - LB

mg H2O = luas area basah−8,0

0,0948

Kelompok A1

a = 60 mm h1 atas = 185 mm h1 bawah = 35 mm

ho = 99 mm h2 atas = 200 mm h2 bawah = 16 mm

hn = 120 mm h3 atas = 182 mm h3 bawah = 24 mm

Luas atas = 1

3 x 60 (99 + 4(185) + 2(200) + 4(182) + 120)

= 20 (99 + 740 + 400 + 728 + 120)

= 41.740 mm2

Luas bawah = 1

3 x 60 (99 + 4(35) + 2(16) + 4(24) + 120)

= 20 (99 + 140 + 32 + 96 +120)

= 9.740 mm2

Luas Area Basah = 41.740 – 9,740

= 32.000 mm2

mg H2O = 32.000−8,0

0,0948 = 337.468,35 mg

Kelompok A2

a = 40 mm h1 atas = 172 mm h1 bawah = 19 mm

ho = 79 mm h2 atas = 176 mm h2 bawah = 8 mm

Page 19: Surimi_Rosita Kusumaningastuti_13.70.0108_A2_UNIKA SOEGIJAPRANATA

18

hn = 107 mm h3 atas = 148 mm h3 bawah = 16 mm

Luas atas = 1

3 x 40 (79 + 4(172) + 2(176) + 4(148) + 107)

= 40

3 (79 + 688 + 352 + 592 + 107)

= 24.240 mm2

Luas bawah = 1

3 x 40 (79 + 4(19) + 2(8) + 4(16) + 107)

= 40

3 (79 + 76 + 16 + 64 +107)

= 4.560 mm2

Luas Area Basah = 24.240 – 4.560

= 19.680 mm2

mg H2O = 19.680−8,0

0,0948 = 207.510,55 mg

Kelompok A3

a = 45 mm h1 atas = 173 mm h1 bawah = 24 mm

ho = 87 mm h2 atas = 192 mm h2 bawah = 10 mm

hn = 60 mm h3 atas = 172 mm h3 bawah = 23 mm

Luas atas = 1

3 x 45 (87 + 4(173) + 2(192) + 4(172) + 60)

= 15 (87 + 692 + 384 + 688 + 60)

= 28.665 mm2

Luas bawah = 1

3 x 45 (87 + 4(24) + 2(10) + 4(23) + 60)

= 15 (87 + 96 + 20 + 92 +60)

= 5.325 mm2

Luas Area Basah = 28.665 – 5.325

= 23.340 mm2

mg H2O = 23.340−8,0

0,0948 = 246.118,14 mg

Page 20: Surimi_Rosita Kusumaningastuti_13.70.0108_A2_UNIKA SOEGIJAPRANATA

19

Kelompok A4

a = 45 mm h1 atas = 161 mm h1 bawah = 14 mm

ho = 75 mm h2 atas = 178 mm h2 bawah = 7 mm

hn = 90 mm h3 atas = 153 mm h3 bawah = 10 mm

Luas atas = 1

3 x 45 (75 + 4(161) + 2(178) + 4(153) + 90)

= 15 (75 + 644 + 356 + 612 + 90)

= 26.655 mm2

Luas bawah = 1

3 x 45 (75 + 4(14) + 2(7) + 4(10) + 90)

= 15 (75 + 56 + 14 + 40 + 90)

= 4.125 mm2

Luas Area Basah = 26.655 – 4.125

= 22.530 mm2

mg H2O = 22.530−8,0

0,0948 = 237.573,84 mg

Kelompok A5

a = 40 mm h1 atas = 154 mm h1 bawah = 33 mm

ho = 75 mm h2 atas = 196 mm h2 bawah = 3 mm

hn = 99 mm h3 atas = 169 mm h3 bawah = 13 mm

Luas atas = 1

3 x 40 (75 + 4(154) + 2(196) + 4(169) + 99)

= 40

3 (75 + 616 + 392 + 676 + 99)

= 24.773,33 mm2

Luas bawah = 1

3 x 40 (75 + 4(33) + 2(3) + 4(13) + 99)

= 40

3 (75 + 132 + 6 + 52 + 99)

= 4.853,33 mm2

Luas Area Basah = 24.773,33 – 4.853,33

Page 21: Surimi_Rosita Kusumaningastuti_13.70.0108_A2_UNIKA SOEGIJAPRANATA

20

= 19.920 mm2

mg H2O = 1.992−8,0

0,0948 = 210.042,19 mg

6.2. Laporan Sementara

6.3. Diagram Alir

6.4. Abstrak Jurnal