surimi_raynaldi sugih_13.70.0051_b3_unika soegijapranata
DESCRIPTION
Praktikum Surimi dengan sampel ikan bawal yang diberi garam, sukrosa dan polifosfat dengan berbagai konsentrasi yang berbeda setiap kelompok. Praktikum ini dilakukan pada hari selasa 22 September 2015, di Lab. Rekayasa Pangan Unika Soegijapranata.TRANSCRIPT
Acara I
SURIMI
LAPORAN RESMI PRAKTIKUMTEKNOLOGI HASIL LAUT
Disusun oleh:
Nama : Raynaldi Sugih
NIM : 13.70.0051
Kelompok : B3
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATASEMARANG
2015
1. MATERI DAN METODE
1.1. Materi
1.1.1. Alat
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah kain saring, pisau, penggiling
daging, dan freezer.
1.1.2. Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah daging ikan, garam, gula pasir,
polifosfat, es batu.
1.2. Metode
1
Ikan dicuci dengan air bersih yang mengalir
Daging ikan difillet dengan membuang bagian kepala, sirip, ekor, sirik, isi perut dan kulit
Bagian daging putih diambil 100 gram
Daging ikan digiling halus dengan penambahan es batu
Cuci daging ikan dengan air es sebanyak 3 kali
Saring dengan kain saring
Tambahkan sukrosa 2,5% (kelompok 1,2),sukrosa 5% (kelompok 3,4,5)
Tambahkan garam 2,5%
2
Rumus:
Luas Atas = LA = 1/3 a (h0 + 4 h1 + 2h2 + 4 h3 + … hn)
Luas Bawah = LB = 1/3 a (h0 + 4 h1 + 2h2 + 4 h3 + … hn)
Luas Area Basah = LA - LB
Mg H2O = luas areabasah−8,0
0,0948
Tambahkan polifosfat 0,1% (kelompok 1), polifosfat 0,3% (kelompok 2,3), polifosfat 0,5%
Masukkan dalam wadah
Bekukan dalam freezer semalam
Surimi dithawing
Pengukuran hardness, WHC, kualitas sensori (kekenyalan, aroma)
2. HASIL PENGAMATAN
Hasil pengamatan mengenai uji hardness, WHC dan uji sensoris dari produk surimi
dengan berbagai perlakuan dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil Pengamatan Surimi
Kel. PerlakuanHardness
(gf)WHC
(mg H2O)Sensori
Kekenyalan Aroma
B1Daging ikan giling + sukrosa 2,5% +garam 2,5% + polifosfat 0,1%.
129,74 280917,72 ++ ++
B2Daging ikan giling + sukrosa 2,5% +garam 2,5% + polifosfat 0,3%.
292,02 218185,65 +++ +++
B3Daging ikan giling + sukrosa 5% +garam 2,5% + polifosfat 0,3%.
112,70 318565,40 ++ +
B4Daging ikan giling + sukrosa 5% +garam 2,5% + polifosfat 0,5%.
151,29 303858,12 +++ +
B5Daging ikan giling + sukrosa 5% +garam 2,5% + polifosfat 0,5%.
134,31 301219,49 + +
Keterangan:Kekenyalan Aroma+ = tidak kenyal + = tidak amis++ = kenyal ++ = amis+++ = sangat kenyal +++ = sangat amis
Berdasarkan Tabel 1 diatas dapat dilihat bahwa penambahan sukrosa, garam dan
polifosfat dalam konsentrasi yang berbeda-beda akan mempengaruhi karateristik produk
surimi yang dihasilkan. Nilai hardness tertinggi diperoleh kelompok B2 dengan
penambahan 2,5% sukrosa + 2,5% garam + 0,3% polifosfat yaitu 292,02 gf. Sedangkan
nilai hardness terendah diperoleh kelompok B3 dengan penambahan 5% sukrosa +
2,5% garam + 0,3% polifosfat yaitu 112,70 gf. Dilihat dari segi Water Holding
Capacity (WHC), dapat dilihat bahwa nilai WHC tertinggi diperoleh kelompok B3
sebesar 318565,40 dan terendah oleh kelompok B2 sebesar 280917,12. Berdasarkan
karateristik sensori kekenyalan, kelompok B5 memiliki tekstur tidak kenyal, kelompok
B1 dan B3 memiliki tekstur kenyal serta B2 dan B4 memiliki tekstur sangat kenyal.
Untuk parameter aroma, kelompok B3-B5 memiliki aroma tidak amis, kelompok B1
memiliki aroma amis dan kelompok B2 memiliki aroma sangat amis.
3
3. PEMBAHASAN
Jafarpour et al., (2012) berpendapat bahwa surimi adalah salah satu kata dalam bahasa
Jepang yang menjelaskan mengenai suatu produk olahan berprotein dari daging ikan
yang telah dihilangkan tulangnya, dicuci bersih dan dicampur dengan cryoprotectant
(bahan anti denaturasi protein). Menurut Shekarabi et al., (2015), protein dalam daging
ikan sangat penting dalam pembuatan surimi karena protein tersebut akan sangat
menentukan pembentukan gel surimi. Oleh sebab itu, perlu ditambahkan cryoprotectant
pada surimi yang disimpan dalam bentuk beku agar tidak mengalami denaturasi protein
sehingga dapat membentuk gel yang baik (Peranginangin et al., 1999). Miyauchi et al.,
(1970) menambahkan bahwa surimi merupakan produk semi-processed karena dapat
diolah lebih lanjut menjadi bakso, sosis dan nugget.
Ikan yang digunakan untuk membuat surimi dalam praktikum ini adalah ikan bawal
yang diambil daging putihnya. Umumnya hampir semua jenis ikan dapat digunakan
dalam pembuatan surimi hanya saja daging ikan yang berwarna putih, tidak bau lumpur
dan memiliki elastisitas tinggi akan menghasilkan produk surimi dengan kualitas yang
baik (Peranginangin et al., 1999). Daging ikan yang berwarna merah juga bisa
digunakan untuk membuat surimi, namun memiliki beberapa kelemahan (Flick et al.,
1990). Selama penyimpanan, daging ikan merah tersebut akan berubah menjadi lebih
gelap, memiliki bau yang lebih amis dan kandungan asam lemak bebas yang relatif
lebih besar pada daging merah juga akan merangsang reaksi oksidasi saat proses
pembuatan surimi (Spinelli dan Dassow, 1982).
Langkah kerja dalam praktikum ini diawali dengan pencucian ikan bawal dengan air
mengalir sampai bersih kemudian ikan bawal tersebut difillet dengan membuang bagian
kepala, sirip, ekor, sisik, isi perut, dan kulit lalu diambil bagian daging putihnya
sebanyak 100 gram. Menurut Fortina (1996), tahap pemfilletan ikan diperlukan karena
bagian yang tidak diperlukan tersebut terutama kepala dan isi perut mengandung banyak
minyak dan lemak yang dapat menyebabkan terjadinya hidrolisis pada surimi. Selain
itu, isi perut juga mengandung protease yang dapat menurunkan kemampuan
pembentukan gel (Miyake et al., 1985). Irianto (1990) juga menambahkan bahwa air
4
5
yang digunakan untuk mencuci ikan tidak boleh terlalu deras karena dapat merusak
tekstur ikan dan mempercepat terjadinya degradasi lemak. Fogaca et al., (2013)
menyatakan bahwa pencucian merupakan faktor penting dalam menentukan kualitas
dari surimi yang dihasilkan karena dapat meningkatkan konsentrasi protein miofibril
dan memperbaiki kemampuan pembentukan gel, lebih lanjut protein myofibril dari
surimi diekstrak saat pencucian.
Selanjutnya, daging putih ikan tersebut dihancurkan hingga halus dengan blender dan
ditambahkan es batu saat diblender. Menurut Buckle et al., (1978), perlakuan
penggilingan (diblender) pada daging ikan bertujuan agar daging lebih lembut dan lunak
serta memperluas permukaan daging agar kontak dengan bahan lain semakin optimal.
Penambahan es batu saat daging diblender berfungsi untuk menjaga daging ikan agar
tetap segar. Daging ikan yang telah dihaluskan kemudian dicuci dengan air es sebanyak
tiga kali menggunakan kain saring. Daging ikan giling yang telah dicuci kemudian
diberi perlakuan yang berbeda-beda untuk masing-masing kelompok. Kelompok B1
ditambahkan dengan 2,5% sukrosa, 2,5% garam dan 0,1% polifosfat; kelompok B2
ditambahkan dengan 2,5% sukrosa, 2,5% garam dan 0,3% polifosfat; kelompok B3
ditambahkan dengan 5% sukrosa, 2,5% garam dan 0,3% polifosfat; kelompok B4 dan
B5 ditambahkan dengan 5% sukrosa, 2,5% garam dan 0,5% polifosfat.
Dengan adanya penambahan garam sebesar 2,5% maka dapat dikatakan bahwa jenis
surimi yang dibuat adalah ka-en surimi. Suzuki (1981) menyatakan bahwa ada 2 macam
surimi yaitu mu-en surimi (surimi tanpa penambahan garam) dan ka-en surimi (surimi
dengan penambahan konsentrasi garam). Winarno et al., (1980) juga menambahkan
bahwa penambahan bahan tersebut berfungsi untuk meningkatkan kualitas surimi yang
dihasilkan. Sukrosa yang ditambahkan dalam pembuatan surimi berperan sebagai
senyawa cryoprotectant. Cryoprotectant adalah senyawa yang dapat menghambat
denaturasi protein surimi selama pembekuan dan dapat mempertahankan sifat
fungsionalitas protein surimi, tidak menyebabkan reaksi maillard / pencoklatan
enzimatis selama penyimpanan beku dan selama pemanasan produk berbasis surimi,
serta untuk memperbaiki rasa. Cryoprotectant dapat berupa gula atau gula alkohol
(Nopianti et al., 2011).
6
Daging ikan giling yang telah diberi berbagai perlakuan kemudian dimasukkan ke
dalam wadah dan dibekukan dalam freezer selama satu malam. Penyimpanan dalam
freezer bertujuan untuk mempertahankan kualitas mutu surimi dan agar surimi tidak
cepat busuk (Murniyati, 2005). Winarno (2004) menambahkan bahwa pembekuan
dengan suhu yang tidak tepat akan menyebabkan sel pecah dan cairan dalam sel akan
keluar, warna bahan menjadi gelap dan terjadi pelunakan serta pembusukan. Bahan
pangan yang tidak dibungkus saat dibekukan akan membuat bagian luarnya menjadi
keras dan kering sehingga tektur produk akhir akan berubah. Keesokan harinya surimi
yang telah beku di-thawing terlebih dahulu di dalam refrigerator kemudian diukur nilai
WHC dan kualitas sensorinya yang meliputi kekenyalan dan aroma yang diuji
menggunakan panelis. Sedangkan pengukuran WHC dilakukan dengan mengukur
jumlah mgH2O menggunakan milimeter block dan rumus sebagai berikut :
Luas Atas (La)=13
a(h0+4 h1+2h2+4h3+….+hn)
Luas Bawah(Lb)=13
a(h0+4 h1+2 h2+4 h3+….+hn)
Luas Area Basah=La−Lb
Mg H 2 O= luas areabasah−8,00,0948
Berdasarkan Tabel 1, dapat dilihat bahwa dilakukan analisa terhadap hardness dan
Water Holding Capacity (WHC) dari produk surimi yang dihasilkan. Kedua indikator
tersebut memiliki hubungan dimana semakin baik tekstur gel (semakin kenyal / semakin
rendah hardness), maka daya serap air akan semakin baik pula (Chen, 1995). Teori
Chen (1995) tersebut sesuai dengan hasil pengamatan yang diperoleh dimana nilai
hardness tertinggi diperoleh kelompok B2 dengan penambahan 2,5% sukrosa + 2,5%
garam + 0,3% polifosfat yaitu 292,02 gf dan Water Holding Capacity (WHC) B2 adalah
yang terendah 280917,12. Sedangkan nilai hardness terendah diperoleh kelompok B3
dengan penambahan 5% sukrosa + 2,5% garam + 0,3% polifosfat yaitu 112,70 gf dan
dapat dilihat bahwa nilai WHC tertinggi diperoleh kelompok B3 sebesar 318565,40.
Namun, Hasil ini bertentangan dengan teori Wiguna (2005) dimana semakin besar
sukrosa (cryoprotectant) yang ditambahkan dalam pembuatan surimi akan membuat
7
kemampuan pengikatan air semakin baik. Selain itu, Winarni et al., (2008) menyatakan
bahwa penambahan polifosfat dapat meningkatkan tekstur dari surimi dan memperbaiki
kemampuan daya ikat air / WHC sehingga seharusnya yang memperoleh nilai WHC
terbesar dan nilai hardness terendah adalah kelompok B4 dan B5 dengan penambahan
5% sukrosa + 2,5% garam + 0,5% polifosfat dan yang memperoleh nilai WHC terendah
dan hardness terbesar adalah kelompok B1 dengan penambahan sukrosa 2,5% + garam
2,5% + polifosfat 0,1%. Menurut Roussel dan Cheftel (1988), penambahan garam
berfungsi untuk membentuk gel yang fleksibel dan elastis pada surimi yang dihasilkan.
Akan tetapi, penambahan garam yang dilakukan oleh semua kelompok sama yaitu 2,5%
garam sehingga yang paling mempengaruhi terhadap hardness dan WHC adalah
sukrosa dan polifosfat. Ketidaksesuaian hasil dengan teori disebabkan karena
penimbangan polifosfat yang kurang sesuai dan juga dapat dipengaruhi oleh faktor luar
yaitu ikan bawal yang disediakan pada saat praktikum memiliki karakteristik yang
berbeda mulai dari spesies, umur, dan ukuran ikan tersebut (Santoso, 2009).
Selain hardness dan WHC, dilakukan juga pengamatan menggunakan panelis terhadap
kualitas sensoris produk surimi yang dihasilkan meliputi kekenyalan dan aroma. Hasil
pengamatan terhadap kekenyalan produk surimi menunjukkan hasil yang bervariasi
dimana kekenyalan terendah diperoleh kelompok B5 dengan penambahan 5% sukrosa +
2,5% garam + 0,5% polifosfat, tekstur sangat kenyal diperoleh kelompok B4 dengan
perlakuan yang sama seperti B5 dan kelompok B2 dengan perlakuan 2,5% sukrosa +
2,5% garam + 0,3% polifosfat, sedangkan tekstur kenyal diperoleh kelompok B1
dengan penambahan 2,5% sukrosa + 2,5% garam + 0,1% polifosfat dan B3 dengan
penambahan 5% sukrosa + 2,5% garam + 0,3% polifosfat. Faktor banyaknya
penambahan polifosfat adalah yang paling mempengaruhi dalam tingkat kekenyalan
surimi yang dihasilkan. Menurut Toyoda et al., (1992), jumlah polifosfat yang
ditambahkan akan berpengaruh pada tekstur surimi sehingga surimi menjadi lebih
lembut dan lebih kenyal. Berdasarkan teori yang ada maka seharusnya semakin banyak
polifosfat yang ditambahkan kekenyalan dari produk surimi juga semakin meningkat
dan disimpulkan bahwa kekenyalan B1 adalah yang paling tidak kenyal dan kelompok
B4-B5 memiliki tekstur yang sangat kenyal karena banyaknya penambahan polifosfat.
Hal yang dapat menyebabkan perbedaan hasil pengamatan yang diperoleh dengan teori
8
yang ada adalah proses thawing yang kurang tepat sehingga kristal es yang ada pada
surimi masih besar dan membuat surimi tersebut menjadi keras. Selain itu, menurut
Windsor et al., (1982), penggunaan panelis juga dapat memberikan hasil yang kurang
presisi karena panelis yang digunakan memiliki subjektivitas sendiri terhadap hasil
sehingga panelis perlu dilatih terlebih dahulu. Menurut Shimazamaninejad et al.,
(2013), terdapat 2 faktor penting dalam pembuatan tekstur surimi menjadi baik yaitu
jenis ikan yang digunakan serta gelation surimi dimana gelasi surimi dipengaruhi
konsentrasi protein yang akan membentuk rantai panjang tanpa memecah ikantan
kovalennya.
Dari hasil pengamatan sensoris aroma, dapat dilihat bahwa aroma produk surimi
kelompok B3-B5 tidak amis, kelompok B1 memiliki aroma amis dan kelompok B2
beraroma sangat amis. Nopianti (2011) menyatakan bahwa proses pencucian sangat
mempengaruhi kualitas akhir produk surimi, tidak hanya karena dapat menghilangkan
lemak, darah dan pigmen tetapi juga komponen penyebab bau. Irianto (1990)
menambahkan bahwa pencucian seharusnya dapat menghilangkan aroma yang tidak
diinginkan dalam produk surimi terutama trimetilamin yang merupakan senyawa utama
pembentuk aroma ikan. Selain proses pencucian, Peranginangin et al., (1999)
menambahkan bahwa jika bahan baku yang digunakan tidak amis maka seharusnya
produk surimi juga tidak akan menimbulkan bau yang amis, sehingga pemilihan bahan
baku pun juga perlu diperhatikan untuk mendapatkan produk akhir yang tidak amis.
Banyak faktor yang mempengaruhi kualitas dari surimi yaitu diantaranya jenis ikan
yang digunakan, proses pencucian, proses penambahan bahan tambahan, dan metode
pembekuan yang dilakukan (Mitchell, 1985). Menurut Jin et al., (2008), surimi yang
baik dibentuk dari bahan baku yang baik pula dimana bahan baku tersebut rendah
lemak, segar dan memiliki kandungan protein myofibril yang tinggi karena protein
tersebut adalah komponen penying untuk membuat karakteristik gelling dari surimi itu
sendiri. Lanier & Lee (1992) juga menambahkan bahwa pencucian daging ikan
sebaiknya dilakukan dengan menggunakan air dingin (suhu 5°C - 10°C) sehingga
tekstur tidak rusak dan dapat menghilangkan bau amis dari ikan yang digunakan.
Penambahan bahan tambahan pangan seperti cryoprotectant, polifosfat dan garam juga
9
akan meningkatkan kualitas dari produk akhir surimi. Pembuatan surimi juga harus
dilakukan dengan metode pembekuan cepat karena akan meminimalisir kerusakan
mekanis karena kristal es yang dihasilkan kecil dan dapat meningkatkan kekuatan dari
gel surimi yang dihasilkan (Lainier & Lee, 1992).
4. KESIMPULAN
Surimi adalah salah satu jenis produk olahan daging ikan yang telah dihilangkan
tulangnya, dicuci bersih dan dicampur dengan cryoprotectant.
Pembuatan surimi dilakukan dengan menggunakan daging putih dari ikan karena
dapat menghasilkan produk surimi yang memiliki elastisitas tinggi.
Daging merah ikan tidak digunakan karena dapat membuat surimi berubah menjadi
lebih gelap, berbau amis dan merangsang reaksi oksidasi saat pembuatan surimi.
Secara keseluruhan proses pembuatan surimi terdiri dari 4 tahapan penting yaitu
pencucian daging ikan, penggilingan, pengemasan, dan pembekuan.
Selama proses penggilingan, daging ikan lumat ditambahkan dengan bahan
tambahan seperti cryoprotectant, garam dan polifosfat.
Cryoprotectant adalah senyawa yang dapat menghambat denaturasi protein surimi
selama pembekuan dan dapat mempertahankan sifat fungsionalitas protein surimi.
Penambahan garam berfungsi untuk membentuk gel surimi yang fleksibel dan
elastis.
Penambahan polifosfat dapat meningkatkan tekstur dari surimi dan memperbaiki
kemampuan daya ikat air / WHC.
Semakin banyak penambahan sukrosa dan polifosfat maka tekstur gel semakin
kenyal / semakin rendah hardness dan daya serap air akan semakin baik pula.
Polifosfat yang ditambahkan akan berpengaruh pada tekstur surimi sehingga surimi
menjadi lebih lembut dan lebih kenyal.
Pencucian dapat menghilangkan aroma yang tidak diinginkan dalam produk surimi
dan memperbaiki kemampuan pembentukan gel surimi.
Faktor yang mempengaruhi kualitas surimi yaitu jenis ikan yang digunakan, proses
pencucian, penambahan bahan tambahan, dan metode pembekuan yang dilakukan
Semarang, 29 September 2015Praktikan, Asisten Dosen,
Raynaldi Sugih Yusdhika Bayu S.
10
11
13.70.0051
5. DAFTAR PUSTAKA
Buckle KA, Edwards RA, Eleet GH, Wootton. (1978). Ilmu Pangan. Purnomo Hdan adiono, penerjemah. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Chen NH. 1995. Thermal stability and gel-forming ability af shark muscle as related to ionic strength. Journal Food Science 60(6): 1237-1240.
Flic k GJ, Barna MA, Enriquez LG. 1990. Processing finfish. Di dalam: Martin RE, Flick GJ, editor. The Seafood Industry. New York: Van Nostrand Reinhold.
Fogaca, Fabiola H. S., Trinca, L. A., and Bombo, A. J., and Lea Silvia. 2013. Optimization of The Surimi Production From Mechanically Recovered Fish Meat (MRFM) Using Response Surface Methodology. Journal of Food Quality ISSN 1745-4557. Sao Paolo, Brazil.
Fortina, Des. (1996). Pengaruh Penambahan Bahan Pembentuk Flavor, Lama Pelapisan (Coating) dan Lama Pengukusan Terhadap mutu Akhir Daging Rajungan Imitasi dari Ikan Nila Merah (Oreochromis sp.) [skripsi]. Bogor : Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Irianto B. 1990. Teknologi surimi salah satu cara mempelajari nilai tambah ikan ikan yang kurang dimanfaatkan. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 9 (2): 35 – 39.
Jafarpour, Ali; Habib Allah Hajiduon and Masoud Rez Aie. 2012. A Comparative Study on Effect of Egg White, Soy Protein Isolate and Potato Starch on Functional Properties of Common Carp (Cyprinus carpio) Surimi Gel. Journal Process Technology 3 : 11.
Jin, Sang-Keun; Il-Suk Kim; Yeung-Joon Choi; Gu-Boo Park; Han-Sul Yang. 2008. Quality Characteristic of Chicken Breast Surimi as Affectef by Water Washing Time and pH Adjustment. Asian-Aust J. Anim. Sci. Vol. 21, No. 3 : pp. 449 – 455.
Lanier, T. C. dan C. M. Lee. 1992. Surimi Technology, Marcell Decker, Inc., New York.
Mitchell C. 1985. Surimi: The America Experience. Infofish. No. 5: 17 – 20.
Miyake, Y., Y. Hirasawa and M. Miyanabe. (1985). Technology of Surimi Manufacturing. Infofish Marketing Digest 6:31-34. Kuala Lumpur.
12
13
Miyauchi, David, George Kudo and Max Patashnik. (1970). Surimi-A Semi-Processed Wet Fish Protein. Pacific Fishery Products Technology Center.
Murniyati, A.S. (2005). Pembekuan Ikan, SUPM Tegal. Tegal.
Nopianti, R., Nurul Huda and Noryanti Ismail. (2011). A review on the Loss of the Functional Properties of Proteins during Frozen Storage and the Improvement of Gel-forming properties of Surimi. American Journal of Food Technology 6 (1): 19-30.
Peranginangin R, Wibowo S, Nuri Y, Fawza. 1999. Teknologi Pengolahan Surimi. Jakarta: Instalasi Penelitian Perikanan Laut Slipi, Balai Penelitian Perikanan Laut.
Roussel, H and Cheftel J.C. (1988).Characteristics of Surmi and Kamaboko from Sardines. International Journal of Food Science and Technology 23:607-623.
Santoso, Wahyu. (2009). Komposisi Mineral Makro dan Mikro daging Ikan Gurami (Osphronemous gouramy) pada berbagai waktu pemeliharaan.
Shekarabi, H. Hosseini. Soltani, M., Kamali, A. and Valinassab, T. 2015. Effect of Heat Treatment on The Properties of Surimi Gel From Black Mouth Croaker (Atrobucca nibe). International Food Research Journal 22(1): 363-371. Islamic Azad University. Iran.
Shimazamaninejad; Shabanpour, B.; and Ali Shabani. 2013. Effect of Medium Temperature Setting on Gelling Characteristics of Surimi from Farmed Common Carp (Cyprinus carpio, Linnaeus, 1758). Gorgan University of Agricultue Sciences and Natural Resources. Gorgan : Iran.
Spinelli J, Dassow JA. 1982. Fish proteins: their modification and potential uses in the food industry. Di dalam: Martin RE, Flick GJ, Hebard CE, Ward DR, editor. Chemistry and Biochemistry of Marine Food Products. Connecticut: AVI Publishing Company.
Suzuki, T. (1981). Fish and Krill Protein. Applied Science Publ. Ltd. London.
Toyoda, K., Shiraishi, T., Yoshioka, H., Yamada, T., Ichinose, Y. and Oku, H. (1992) Regulation of Polyphosphoinositide Metabolism in Peaplasma Membrane by Elicitor and Suppressor from a Pea Pathogen, Mycosphaerellapinodes. Plant Cell Physiol. 33: 445-452.
14
Wiguna, A. N. (2005). Pengaruh Pengkomposisian dan Penyimpanan Dingin Daging Lumat Ikan Cucut Pisang (Carcharinus falciformis) dan Ikan Pari Kelapa (Trygon sephen) Terhadap Karakteristik Surimi yang Dihasilkan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Winarni, T. A., Darmanto, S., and Danar Puspita Kurnia Putri. 2008. Evaluation on Utilization of Small Marine Fish to Produce Surimi Using Different Cryoprotective Agents to Increase The Quality of Surimi. Diponegoro University Semarang: Indonesia.
Winarno FG, Fardiaz S, Fardiaz D. (1980). Pengantar Teknologi Pangan. Jakarta: PT. Gramedia.
Winarno, F.G. (2004). Pangan Gizi, Teknologi dan Konsumen. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Windsor, M. L.; A. Atkien; I. M. Mackie & J. H. Merrit. 1982. Fish Handling and Processing 2nd Edition. Ministry of Agriculture, Fisheries, and Food. USA.
6. LAMPIRAN
6.1. Perhitungan
Rumus perhitungan WHC (mg H2O):
Luas atas ( LA )=13
a (h0+4 h1+2 h2+4 h3+…+hn)
Luas bawah ( LB )=13
a (h0+4h1+2 h2+4 h3+…+hn)
Luasarea basah (LAB)=LA−LB
mg H 2O=Luas areabasah−8,00,0948
Perhitungan WHC Kelompok B1
Luas atas ( LA )=13
.47(110+4 ×187+2 ×222+4×188+110)
Luas atas ( LA )=33909,88
Luas bawah ( LB )=13
47(110+4 × 28+2 ×16+4 ×25+110)
Luas bawah ( LB )=7270,88
Luasarea basah (LAB)=33909,88−7270,88
Luas area basah (LAB)=26639
mg H 2O=26639−8,00,0948
mg H 2O=280917,72mg
Perhitungan WHC Kelompok B2
Luas atas ( LA )=13
42(93+4 ×169+2 ×180+4×169+114)
Luas atas ( LA )=26866
Luas bawah ( LB )=13
42(93+4 ×25+2×17+4 × 25+114 )
Luas bawah ( LB )=6174
Luasarea basah (LAB)=26866−6174
Luas area basah (LAB)=20692
15
16
mg H 2O=20692−8,00,0948
mg H 2O=218185,65 mg
Perhitungan WHC Kelompok B3
Luas atas ( LA )=13
48 (91+4 ×203+2 ×209+4× 204+107)
Luasatas ( LA )=35904
Luas bawah ( LB )=13
48(91+4 ×15+2 ×11+4 × 19+107)
Luas bawah ( LB )=5696
Luas area basah (LAB)=35904−5696
Luas area basah (LAB)=30208
mg H 2O=30208−8,00,0948
mg H 2O=318565,40 mg
Perhitungan WHC Kelompok B4
Luas atas ( LA )=13
49 (125+4 ×208+2×216+4 × 196+117)
Luas atas ( LA )=37403,33
Luas bawah ( LB )=13
45(125+4 ×26+2× 20+4 ×35+117 )
Luas bawah ( LB )=8589,58
Luas area basah (LAB)=37403,33−8589,58
Luas area basah (LAB)=28813,75
mg H 2O=28813,75−8,00,0948
mg H 2O=303858,12mg
Perhitungan WHC Kelompok B5
Luas atas ( LA )=13
47,5 (160+4 ×220+2 ×237+4× 225+125)
Luas atas ( LA )=40200,83
17
Luas bawah ( LB )=13
47,5(160+4 × 47+2×31+4 ×50+125)
Luas bawah ( LB )=11637,26
Luas area basah (LAB)=40200,83−11637,26
Luas area basah (LAB)=28563,57
mg H 2O=28563,57−8,00,0948
mg H 2O=301219,49 mg
6.2. Laporan Sementara
6.3. Diagram Alir
6.4. Abstrak Jurnal