fikosianin_raynaldi sugih_13.70.0051_b3_unika soegiapranata

25
Acara V FIKOSIANIN: PEWARNA ALAMI DARI “BLUE GREEN MICROALGA” SPIRULINA LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI HASIL LAUT Disusun Oleh: Nama : Raynaldi Sugih NIM : 13.70.0051 Kelompok : B3

Upload: praktikumhasillaut

Post on 08-Dec-2015

11 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

Praktikum fikosianin dilakukan untk membentuk pewarna bubuk alami berwarna biru dari spirulina.

TRANSCRIPT

Page 1: Fikosianin_Raynaldi Sugih_13.70.0051_B3_UNIKA SOEGIAPRANATA

Acara V

FIKOSIANIN: PEWARNA ALAMI DARI “BLUE GREEN MICROALGA”

SPIRULINA

LAPORAN RESMI PRAKTIKUMTEKNOLOGI HASIL LAUT

Disusun Oleh:

Nama : Raynaldi Sugih

NIM : 13.70.0051

Kelompok : B3

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATASEMARANG

2015

Page 2: Fikosianin_Raynaldi Sugih_13.70.0051_B3_UNIKA SOEGIAPRANATA

1. MATERI DAN METODE

1.1. Materi

1.1.1. Alat

Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah sentrifuge, pengaduk/stirrer,

oven, dan plate stirrer.

1.1.2. Bahan

Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah biomassa Spirulina basah, aquades,

dan dekstrin.

1.2. Metode

1

8 gram biomassa Spirulina dimasukkan dalam Erlenmeyer

Dilarutkan dalam aquades (biomassa : aquades = 1 : 10)

Diaduk dengan stirrer selama ± 2 jam

Page 3: Fikosianin_Raynaldi Sugih_13.70.0051_B3_UNIKA SOEGIAPRANATA

2

Disentrifugasi 5000 rpm selama 10 menit hingga diperoleh endapan dan supernatan

Supernatan diencerkan dan divortex hingga pengenceran 10-2

Diukur kadar fikosianinnya dengan panjang gelombang 615 nm dan 652 nm

Page 4: Fikosianin_Raynaldi Sugih_13.70.0051_B3_UNIKA SOEGIAPRANATA

3

8 ml supernatan ditambah dekstrin (supernatan : dekstrin = 1 : 1)

Dicampur rata dan dituang ke wadah

Dioven pada suhu 45ºC hingga kadar air ± 7%

Diperoleh adonan kering yang gempal

Page 5: Fikosianin_Raynaldi Sugih_13.70.0051_B3_UNIKA SOEGIAPRANATA

4

Dihancurkan dengan alat penumbuk hingga berbentuk powder

Page 6: Fikosianin_Raynaldi Sugih_13.70.0051_B3_UNIKA SOEGIAPRANATA

2. HASIL PENGAMATAN

Hasil pengamatan terhadap fikosianin dari Spirulina tiap kelompok dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil Pengamatan Pengukuran OD, Konsentrasi Fikosianin (KF), Yield, dan Warna Fikosianin

KelompokBerat

biomassa (gram)

Jumlah aquades

(ml)

Total filtrat (ml)

OD615 OD652 KF (mg/ml)Yield

(mg/g)Warna

Sebelum di oven

Setelah dioven

B1 8 80 56 0,1521 0,1094 1,877 13,139 + +B2 8 80 56 0,1481 0,1094 1,800 12,600 ++ ++B3 8 80 56 0,1393 0,1732 1,071 7,497 + +B4 8 80 56 0,1676 0,1749 1,586 11,103 + +B5 8 80 56 0,1217 0,1743 0,732 5,124 + +

Keterangan :Warna :+ : biru muda++ : biru+++ : biru tua

Berdasarkan Tabel 1 diatas, dapat dilihat bahwa semua kelompok mempunyai perlakuan yang sama. Masing-masing kelompok

menggunakan biomassa Spirulina sebesar 8 gram dengan penambahan aquades sebanyak 80 ml sehingga semua kelompok memperoleh

total filtrat sebanyak 56 ml. Kemudian dilakukan pengukuran terhadap OD615 dan OD652 menggunakan spektrofotometer. Hasil OD615 dan

OD652 tertinggi diperoleh kelompok B4 yaitu sebesar 0,1676 dan 0,1749. Sedangkan yang terendah untuk OD615 adalah 0,1217 oleh

5

Page 7: Fikosianin_Raynaldi Sugih_13.70.0051_B3_UNIKA SOEGIAPRANATA

6

kelompok B5 dan untuk OD652 adalah 0,1094 oleh kelompok B1 dan B2. Konsentrasi fikosianin dan yield tertinggi diperoleh kelompok B1

sebesar 1,877 mg/ml dan

Page 8: Fikosianin_Raynaldi Sugih_13.70.0051_B3_UNIKA SOEGIAPRANATA

7

13,139 mg/g. Konsentrasi fikosianin dan yield terendah adalah 0,732mg/ml dan

5,124mg/g oleh kelompok B5. Pengamatan terakhir yang dilakukan adalah pengamatan

terhadap warna fikosianin sebelum dan sesudah dioven. Warna fikosianin semua

kelompok tidak mengalami perubahan dari sebelum dioven sampai setelah dioven yaitu

biru muda, kecuali kelompok B2 yang memiliki warna biru.

Page 9: Fikosianin_Raynaldi Sugih_13.70.0051_B3_UNIKA SOEGIAPRANATA

3. PEMBAHASAN

Menurut Mohammad (2007), pigmen dapat digolongkan menjadi 2 jenis yaitu pigmen

alami / biopigmen dan pigmen buatan / sintesis. Pewarna alami merupakan jenis pigmen

yang tidak memiliki pengaruh negatif terhadap tubuh jika dikonsumsi dalam jumlah

banyak dan dapat dengan mudah diuraikan oleh tubuh. Sehingga zat warna alami jauh

lebih aman dibandingkan penggunaan zat warna sintesis (Syah et al., 2005). Namun,

dalam skala industri pangan penggunaan pigmen buatan lebih unggul karena harganya

yang lebih murah, mudah diperoleh, stabilitas tinggi dan mempunyai daya simpan yang

lebih lama jika dibandingkan dengan zat pewarna alami. Oleh sebab itu, perlu dicari zat

pewarna alami yang dapat diperoleh secara berlimpah sehingga penggunaannya dapat

dipanen dalam waktu singkat dan diproduksi secara terus menerus (Arylza, 2003).

Sutomo (2005) menyatakan bahwa mikroalga laut mempunyai potensi dalam

menghasilkan senyawa aktif seperti pigmen. Produksi biopigmen mikroalga memiliki

beberapa keunggulan diantaranya adalah tidak bergantung pada iklim dan cuaca, waktu

tumbuh cepat sehingga dapat dipanen dalam waktu yang tidak terlalu lama, dapat

diproduksi terus menerus, tidak menyebabkan dampak buruk bagi lingkungan,

produksinya dapat dikendalikan sesuai kebutuhan dan keinginan (Arylza, 2003). Salah

satu contoh dari mikroalga laut yang dapat digunakan sebagai pembuat pigmen adalah

Spirulina sp. yang mampu menghasilkan pigmen fikosianin berwarna biru (Spolaore et

al., 2006).

Menurut Richmond (1988), Spirulina adalah organisme yang tergolong dalam

kelompok alga biru-hijau atau disebut juga blue green algae. Spirulina termasuk dalam

jenis bakteri prokariotik dimana pigmen fikosianin merupakan pigmen yang paling

dominan yaitu 20% dari berat keringnya. Fikosianin terdapat dalam fikobiliprotein

(pigmen protein) yang banyak ditemukan di permukaan luar membran tilakoid dan

membran sitoplasma. Warna dari fikobiliprotein berasal dari ikatan kovalen gugus

prostetik yang terbuka pada kromofor tetrapyrrole-nya. Saat sel Spirulina rusak,

membran tilakoid juga akan melepaskan pigmen fikosianin yang berwarna biru

(Hemlata et al., 2011). Fikosianin umumnya dapat diperoleh dari Spirulina plantesis,

Page 10: Fikosianin_Raynaldi Sugih_13.70.0051_B3_UNIKA SOEGIAPRANATA

9

Aphanothece halophytica, Synechococcus sp., dan Nostoc sp. (Atrika, 2011). Namun,

Spirulina plantesis adalah mikroalga yang paling banyak digunakan untuk memperoleh

pigmen fikosianin karena memiliki protein berkualitas tinggi dan jumlah pigmen

fikosianin dalam mikroalga tersebut adalah yang paling banyak dibandingkan mikroalga

laut lainnya (Kumar et al., 2014). Selain itu, menurut Richmond (1988), mikroalga

Spirulina dapat menghasilkan fikosianin dengan cepat dan mudah untuk dipanen pada

kondisi pH 8-11.

Duangsee et al., (2009), menyatakan bahwa fikosianin adalah logam bebas tetrapyrrole

yang berikatan pada apoprotein oleh ikatan thioether. Struktur dasar dari fikosianin

terdiri dari 2 subunit helix serta subunit alpha dan beta. Kemudian kedua subunit

tersebut akan membentuk heterodimer. Hemlata et al., (2011) menambahkan kegunaan

fikosianin tidak hanya sebagai pewarna alami makanan atau minuman, tetapi juga dapat

digunakan dalam bidang farmasi seperti bahan antioksidan, anti-mutagen, anti-kanker,

anti-alergi, meningkatkan imunitas, dan anti-tumor. Kemampuan fikosianin sebagai

antioksidan disebabkan di dalam struktur fikosianin terdapat rantai tertraphyrroles

terbuka yang memiliki kemampuan menangkap radikal oksigen (El Baky et al., 2003).

Fikosianin sendiri memiliki serapan maksimal pada panjang gelombang 610-620 nm

dan memiliki berat molekul antara 140-210 kda (Song et al., 2013).

Pada percobaan ini dilakukan pengisolasian pigmen fikosianin dan kemudian dibuat

menjadi pewarna bubuk dari fikosianin yang diperoleh tersebut dengan menggunakan

pelarut polar. Mula-mula biomassa Spirulina dimasukkan dalam erlenmeyer sebanyak 8

gram dan kemudian dilarutkan dengan aquades sebanyak 1:10. Menurut Syah et al.,

(2005), pigmen fikosianin akan larut dalam pelarut polar seperti air sehingga tujuan

penambahan aquades adalah untuk mengekstraksi pigmen fikosianin yang ada pada

biomassa Spirulina. Lalu diaduk dengan stirrer selama ± 2 jam untuk

menghomogenisasikan Spirulina dengan aquades sehingga proses ekstraksi akan lebih

maksimal.

Kemudian dilakukan sentrifugasi dengan kecepatan 5000 rpm selama 10 menit.

Menurut Silveira et al., (2007), tujuan dilakukannya sentrifugasi adalah untuk

Page 11: Fikosianin_Raynaldi Sugih_13.70.0051_B3_UNIKA SOEGIAPRANATA

10

memisahkan endapan termasuk zat pengotor dan supernatan (cairan bening) yang

mengandung pigmen fikosianin sehingga pengukuran absorbansi supernatan dengan

spektrofotometer tidak terganggu oleh endapan pengotor. Setelah disentrifugasi,

supernatan diukur kadar fikosianinnya menggunakan spektrofotometer dengan panjang

gelombang 615 nm dan 652 nm. Hal ini telah sesuai dengan teori Silviera et al., (2007)

dimana kadar fikosianin dapat dianalisa dengan spektrofotometer dengan panjang

gelombang 615 nm dan 652 nm.

Sebanyak 8 ml supernatan diambil dan dicampurkan dengan dekstrin sebanyak 8 gram

(1:1) hingga merata. Kemudian dituang dan diratakan diatas loyang lalu dikeringkan

dalam oven pada suhu 45°C hingga kering lalu setelah kering, adonan tersebut

dihancurkan sampai menjadi serbuk. Penambahan dekstrin bertujuan untuk

mempercepat proses pengeringan serta mencegah kerusakan yang dapat terjadi akibat

panas, selain itu juga dapat melapisi komponen flavor yang dihasilkan serta

meningkatkan total padatan dan untuk memaksimalkan volume fikosianin yang

dihasilkan pada tahap akhir (Murtala, 1999). Menurut Suparti (2000), dekstrin

merupakan polisakarida yang diperoleh melalui proses hidrolisa pati oleh enzim tertentu

atau dengan hidrolisis asam. Dekstrin memiliki warna putih hingga kuning dan

memiliki sifat mudah larut dalam air, tidak kental dan mempunyai stabilitas yang lebih

tinggi dibandingkan pati. Struktur dari dekstrin sendiri berbentuk spiral sehingga dapat

memerangkap komponen flavor (Arief, 1987). Suhu pengeringan yang digunakan sudah

sesuai dengan teori Metting dan Pyne (1986) karena bila diatas 60°C dapat

mengakibatkan degradasi fikosianin dan memacu reaksi maillard. Pengeringan dengan

matahari langsung juga tidak boleh dilakukan karena akan menimbulkan aroma yang

tidak diinginkan dan kontaminasi bakteri juga akan tinggi.

Setelah menjadi serbuk, dilakukan pengamatan terhadap konsentrasi fikosianin, yield

serta diamati perubahan warna sebelum dan setelah dilakukan pengeringan dengan

oven. Konsentrasi fikosianin dan yield dapat diukur dengan menggunakan rumus :

Konsentrasi Fikosianin / KF (mg/ml) = OD615 – 0,474 ( OD652 )

5,34 x

1Faktor pengenceran ¿¿

Page 12: Fikosianin_Raynaldi Sugih_13.70.0051_B3_UNIKA SOEGIAPRANATA

11

Yield (mg/g) = KF × Vol (total filtrat)g (berat biomassa)

Berdasarkan hasil pengamatan pada Tabel 1, dapat dilihat bahwa semua kelompok

menggunakan sampel yang sama dan metode yang sama, namun memperoleh nilai

OD615 dan OD652 yang berbeda. Nilai OD615 yang diperoleh memiliki selisih sekitar 0,01

pada masing-masing kelompok atau dapat dikatakan bahwa selisihnya tidak terlalu jauh

dimana nilai yang tertinggi diperoleh kelompok B4 sebesar 0,1676 dan yang terendah

adalah kelompok B5 sebesar 0,1217. Tetapi nilai OD652 yang diperoleh kelompok B1

dan B2 memiliki selisih sekitar 0,07 dari kelompok B3-B5 atau dapat dikatakan bahwa

selisih yang diperoleh cukup jauh dimana nilai OD652 tertinggi diperoleh kelompok B4

sebesar 0,1749 dan yang terendah adalah 0,1094 oleh kelompok B1 dan B2. Fox (1991)

menyatakan bahwa nilai OD sangat dipengaruhi oleh konsentrasi dan kejernihan larutan

dimana semakin keruh suatu larutan maka nilai OD yang diperoleh akan semakin tinggi.

Wiyono (2007), perbedaan nilai OD yang diperoleh dapat disebabkan karena

pencampuran dekstrin yang kurang merata atau proses absorbansi yang kurang tepat

karena adanya pengotor pada cuvet yang dapat mempengaruhi absorbansi.

Dari rumus diatas dapat diketahui bahwa nilai yield berbanding lurus dengan

konsentrasi fikosianin yang dihasilkan sehingga semakin tinggi konsentrasi fikosianin

yang diperoleh maka nilai yield juga akan semakin tinggi. Hasil yang diperoleh juga

menunjukkan bahwa nilai yield dan konsentrasi fikosianin berbanding lurus. Kelompok

B5 dengan KF sebesar 0,732 mg/ml memperoleh nilai yield sebesar 5,124 mg/g.

sedangkan kelompok B1 dengan nilai KF terbesar yaitu 1,877 mg/ml memperoleh nilai

yield sebesar 13,139 mg/g. seharusnya dengan perlakuan yang sama dan sampel yang

sama maka diperoleh nilai KF dan yield yang tidak berbeda jauh. Faktor yang dapat

menyebabkan terjadinya perbedaan hasil dapat disamakan dengan teori Wiyono (2007)

dimana penambahan dekstrin yang tidak sesaui takaran atau pencampuran yang tidak

merata dapat mempengaruhi hasil KF dan yield.

Selain pengukuran KF dan yield, dilakukan juga pengamatan terhadap warna fikosianin

sebelum dioven dengan setelah dioven. Warna fikosianin semua kelompok sebelum

dioven adalah biru muda kecuali kelompok B2 berwarna biru. Menurut Suparti (2000),

Page 13: Fikosianin_Raynaldi Sugih_13.70.0051_B3_UNIKA SOEGIAPRANATA

12

warna dekstrin adalah putih hingga kuning. Sehingga penambahan dekstrin akan

membuat warna biru fikosianin menjadi lebih muda (Angka & Suhartono, 2000). Hal

ini menunjukkan bahwa pencampuran dekstrin oleh kelompok B2 belum merata atau

dekstrin yang digunakan terlalu sedikit. Setelah dioven, warna dari fikosianin semua

kelompok tidak mengalami perubahan atau tetap sama seperti warna sebelum dioven.

Menurut Martelli et al., (2014), suhu tinggi akan memudarkan warna fikosianin sebesar

90%. Berdasarkan teori tersebut maka seharusnya warna setelah fikosianin dioven akan

menjadi lebih muda dari sebelum dioven. Tidak terjadinya penurunan warna dapat

disebabkan oleh banyak faktor seperti oven yang kurang panas atau karena kesalahan

parallax panelis karena keterbatasan indera panelis sehingga hasil menjadi tidak valid

(Windsor et al., 1982).

Fikosianin dari Spirulina merupakan pewarna alami yang memiliki kelemahan bersifat

tidak stabil karena sangat dipengaruhi oleh faktor intensitas cahaya, pH, dan perlakuan

temperatur. Oleh sebab itu, perlu diberikan perlakuan khusus untuk meminimalkan

kontak fikosianin dengan cahaya karena sifatnya yang sangat sensitif terhadap cahaya.

Selain sensitif terhadap cahaya, pewarna alami fikosianin memiliki sifat yang sensitif

terhadap suhu yang tinggi atau terlalu panas, tidak stabil pada pH rendah (cenderung

asam), serta tidak stabil dalam larutan jika terkena cahaya dan pemanasan yang

berlebihan dan bersamaan. Hal ini juga dapat menyebabkan tidak terjadinya perubahan

warna fikosianin yang telah dipanaskan dalam oven. Namun di samping itu, pewarna

fikosianin tetap memiliki kelebihan dibanding pewarna biru sintetis yaitu sifatnya yang

lebih tahan terhadap reaksi oksidasi (anti oksidatif), oleh karena itu pewarna fikosianin

cenderung lebih aman untuk kesehatan dan dapat digunakan sebagai penangkal radikal

bebas. Banyak fikosianin yang diaplikasikan dalam pembuatan makanan dan minuman

sebagai pewarna alami (Boussiba dan Richmond, 1979).

Saat ini, sudah berkembang berbagai macam metode untuk mengekstrak fikosianin dari

Spirulina plantesis, diantaranya adalah dengan metode kimia yang menggunakan

pelarut organik seperti dalam praktikum dan non-organik, metode fisik dengan freezing-

thawing, sonikasi, homogenisasi dan metode enzimatik menggunakan lyzosyme. Dari

semua metode tersebut, metode dengan menggunakan ultrasonic adalah metode yang

Page 14: Fikosianin_Raynaldi Sugih_13.70.0051_B3_UNIKA SOEGIAPRANATA

13

paling baik karena dapat mengekstrak fikosianin 56% lebih efisien dari metode

freezing-thawing yang umumnya banyak digunakan atau dari metode pelarut polar

(Moraes et al., 2011).

Page 15: Fikosianin_Raynaldi Sugih_13.70.0051_B3_UNIKA SOEGIAPRANATA

4. KESIMPULAN

Pigmen dapat digolongkan menjadi 2 jenis yaitu pigmen alami dan pigmen sintesis.

Zat warna alami jauh lebih aman dibandingkan penggunaan zat warna sintesis.

Mikroalga laut yang dapat digunakan sebagai pembuat pigmen adalah Spirulina sp.

yang mampu menghasilkan pigmen fikosianin berwarna biru.

Fikosianin terdapat paling banyak dalam fikobiliprotein pada Spirulina terutama pada

permukaan luar membran tilakoid dan membran sitoplasma.

Fikosianin umumnya dapat diperoleh dari Spirulina plantesis, Aphanothece

halophytica, Synechococcus sp., dan Nostoc sp.

Fikosianin adalah logam bebas tetrapyrrole yang berikatan pada apoprotein oleh

ikatan thioether.

Kegunaan fikosianin tidak hanya sebagai pewarna alami makanan atau minuman,

tetapi juga dapat digunakan dalam bidang farmasi.

Pigmen fikosianin akan larut dalam pelarut polar seperti air.

Sentrifugasi bertujuan untuk memisahkan endapan dan supernatan (cairan bening).

Fikosianin dapat menyerap maksimum pada panjang gelombang 615 nm dan 652 nm.

Penambahan dekstrin bertujuan untuk mempercepat proses pengeringan serta

mencegah kerusakan yang dapat terjadi akibat panas.

Nilai OD berbanding lurus dengan konsentrasi dan kejernihan larutan.

Nilai yield berbanding lurus dengan konsentrasi fikosianin.

Penambahan dekstrin akan membuat warna biru fikosianin menjadi lebih muda.

Suhu tinggi akan memudarkan warna fikosianin sebesar 90%.

Fikosianin dari Spirulina tidak stabil karena sangat dipengaruhi oleh faktor intensitas

cahaya, pH, dan perlakuan temperatur.

Semarang, 5 Oktober 2015Praktikan, Asisten Dosen

Raynaldi Sugih Deanna Suntoro & Ferdyanto Juwono13.70.0051

Page 16: Fikosianin_Raynaldi Sugih_13.70.0051_B3_UNIKA SOEGIAPRANATA

5. DAFTAR PUSTAKA

Angka,S.I.dan Suhartono MT.(2000). Bioteknologi Hasil-hasil Laut. Bogor : PKSPL-IPB.

Arief, M. (1987). Ilmu Meracik Obat Berdasar Teori Dan Praktek. Universitas Gajahmada Press.Yogyakarta.

Arylza, IS. (2003). Isolasi pigmen bru fikosianin dari mikroalga Spirulina plantesis. Journal Oseanologi dan Limnologi di Indonesia, 38:79-92.

Atrika, B. C. 2011. Karakteristik Pigmen Fikosianin dari Spirulina fusiformis yang Dikeringkan dan Diamobilisasi. Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB. Bogor.

Boussiba, S; Richmond, A. 1979. Isolation and Purification of Phycocyanin from Spirulina platensis. Arch. Microbiol 120:155-159.

Duangsee, R., Phoopat, N., Suwayd Ningsanond. 2009. Phycocyanin Extraction from Spirulina plantesis and Extract Under Various pH and Temperature. Asian Journal of Food and Agro-Industry, 2(04), 819-826.

El-Baky HHA. 2003. Over production of phycocyanin pigment in blue green alga Spirulina sp. And it’s Inhibitory effect on growth of Ehrlich Aschites Carcinoma Cells Journal Medical Science 3(4):314-324.

Hemlata, Pandey, G., Bano, F., Tasneem Fatma. 2011. Studies on Anabaena sp. NCCU-9 with Special Reference to Phycocyanin. Journal of Alagl Biomass Utilization, 2 (1): 30-51.

Fox, P. F. (1991). Food Enzymologi Vol 1. Elsevier Applied Sciences. London.

Kumar, D., Dhar, D.W., Pabibi, S., Kumar, N., Suresh Walia. 2014. Extraction and Purifaction of C-phycocyanin from Spirulina plantesis (CCC540). Ind J Plant Physiol 19(2):184-188.

Martelli, G., Folli, C., Visai, L., Daglia, M., & Ferrari D. (2014). Thermal Stability Improvement of Blue Colorant C-Phycocyanin from Spirulina plantesis for Food Industry Applications. Elsevier Ltd. Italy. Diakses tanggal 1 Oktober 2015.

Metting B dan Pyne JW. (1986). Biologically Active Compounds from Microalga. Journal of Enzyme Microb. Tech. Vol. 8. Butterworth and Co Publish.

Page 17: Fikosianin_Raynaldi Sugih_13.70.0051_B3_UNIKA SOEGIAPRANATA

16

Mohammad, Johan. (2007). Produksi dan Karakteristik Biopigmen Fikosianin dari Spirulina fusiformis serta Aplikasinya Sebagai Pewarna Minuman. Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB. Bogor.

Moraes C. C; Lusia Sala; G. P. Cerveira and S.J. Kalil. 2011. C-Phycocyanin extraction from Spirulina platensis wet biomass. Brazilian Journal of Chemial Engineering. Vol. 28 : 45-49.

Murtala, S. S. (1999). Pengaruh Kombinasi Jenis Dan Konsentrasi Bahan Pengisi Terhadap Kualitas Bubuk Sari Buah Markisa Siul (Passiflora edulis F. Edulis). Tesis. Pasca Sarjana Universitas Bawijaya Malang.

Richmond A. (1988). Spirulina di dalam Borowitzka MA dan Borowitzka LJ, editor.Micro-algal biotechnology. Cambridge: Cambridge University Press.

Silveira, S. T.; Burkert, J. F. M.; Costa, J. A. V.; Burkert, C. A.V.; Kalil, S. J.(2007). Bioresour.Technol.,98, 1629.

Song, W., Zhao, Cuijuan., Suying Wang. 2013. A Large-Scale Preparation Method of High Purity C-Phycocyanin. International Journal of Bioscience, Biochemistry and Bioinformatics, Vol 3, No 4.

Spolaroe P, Joanis CC, Duran E, Isambert A. (2006). Comercial Application of Microalgae Review.J Biosci and Bioeng. 101 (2): 87-96.

Suparti, W. (2000). Pembuatan Pewarna Bubuk dari Ekstrak Angkak: pengaruh Suhu, Tekanan dan Konsentrasi Dekstrin. Tesis.Program Pascasarjana. Universitas Brawijaaya. Malang.

Sutomo. (2005). Kultur Tiga Jenis Mikroalga (Tetraselmis sp., Chlorella sp.dan Chaetoceros gracilis) dan Pengaruh Kepadatan Awal Terhadap Pertumbuhan C. Gracilis di Laboratorium. Oseanologi dan Limnologi di Indonesia. No. 37 :43-58. Pusat Penelitian Oseanografi.

Syah et al. (2005).Manfaat dan Bahaya Bahan Tambahan Pangan. Bogor: Himpunan Alumni Fakultas Teknologi Pertanian IPB.

Windsor, M. L., A. Atkien., Mackie, I. M., & J. H. Merrit. 1982. Fish Handling and Processing 2nd Edition. Ministry of Agriculture, Fisheries and Food. USA.

Wiyono, R. (2007). Studi Pembuatan Serbuk Effervescent Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb) Kajian Suhu Pengering, Konsentrasi Dekstrin, Konsentrasi Asam Sitrat dan Na-Bikarbonat.

Page 18: Fikosianin_Raynaldi Sugih_13.70.0051_B3_UNIKA SOEGIAPRANATA

6. LAMPIRAN

6.1. Perhitungan

Konsentrasi Fikosianin / KF (mg/ml) = OD615 – 0,474 ( OD652 )

5,34 x

1Faktor pengenceran ¿¿

Yield (mg/g) = KF × Vol (total filtrat)g (berat biomassa)

Kelompok B1

KF = 0,1521 – 0,474 (0,1094)

5,34 x

1Faktor pengenceran ¿¿= 1,877 mg/ml

Yield = 1,877×56

8 = 13,139 mg/g

Kelompok B2

KF = 0,1481 – 0,474 (0,1094)

5,34 x

1Faktor pengenceran ¿¿= 1,800 mg/ml

Yield = 1,800×56

8 = 12,600mg/g

Kelompok B3

KF = 0,1393 – 0,474 (0,1732)

5,34 x

1Faktor pengenceran ¿¿= 1,071 mg/ml

Yield = 1,071×56

8 = 7,497 mg/g

Kelompok B4

KF = 0,1676 – 0,474 (0,1749)

5,34 x

1Faktor pengenceran ¿¿= 1,586 mg/ml

Yield = 1,586×56

8 = 11,103 mg/g

Kelompok B5

Page 19: Fikosianin_Raynaldi Sugih_13.70.0051_B3_UNIKA SOEGIAPRANATA

18

KF = 0,1217 – 0,474 (0,1743)

5,34 x

1Faktor pengenceran ¿¿= 0,732 mg/ml

Yield = 0,732×56

8 = 5,124 mg/g

6.2. Laporan Sementara

6.3. Diagram Alir

6.4. Abtrak Jurnal