karagenan_chikita_13.70.0110_unika soegijapranata

14
1 1. MATERI METODE 1.1. Materi 1.1.1. Alat Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah blender, panci, kompor, pengaduk, hot plate, glass beker, termometer, oven, pH meter, timbangan digital. 1.1.2. Bahan Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah rumput laut (Eucheuma cottonii), isopropil alkohol (IPA), NaOH 0,1N, NaCl 10%, HCl 0,1 N serta aquades 1.2. Metode Rumput laut basah ditimbang sebanyak 40 gram Rumput laut dipotong kecil- kecil dan diblender dengan diberi air sedikit Rumput laut direbus dalam 1L air selama 1 jam dengan suhu 80-90 o C Rumput laut yang sudah halus dimasukkan ke dalam panci pH diukur hingga netral yaitu pH 8 dengan ditambahkan larutan HCL 0,1 N atau NaOH 0,1 N Hasil ekstraksi disaring dengan menggunakan kain saring bersih dan cairan filtrat ditampung dalam wadah.

Upload: praktikumhasillaut

Post on 04-Dec-2015

38 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

Karagenan merupakan salah satu materi praktikum teknologi hasil laut di semester 5 unika soegijapranata

TRANSCRIPT

Page 1: Karagenan_Chikita_13.70.0110_UNIKA SOEGIJAPRANATA

1

1. MATERI METODE

1.1. Materi

1.1.1. Alat

Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah blender, panci, kompor,

pengaduk, hot plate, glass beker, termometer, oven, pH meter, timbangan digital.

1.1.2. Bahan

Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah rumput laut (Eucheuma cottonii),

isopropil alkohol (IPA), NaOH 0,1N, NaCl 10%, HCl 0,1 N serta aquades

1.2. Metode

Rumput laut basah ditimbang

sebanyak 40 gram

Rumput laut dipotong kecil-

kecil dan diblender dengan

diberi air sedikit

Rumput laut direbus dalam 1L

air selama 1 jam dengan suhu

80-90oC

Rumput laut yang sudah halus

dimasukkan ke dalam panci

pH diukur hingga netral yaitu

pH 8 dengan ditambahkan

larutan HCL 0,1 N atau

NaOH 0,1 N

Hasil ekstraksi disaring

dengan menggunakan kain

saring bersih dan cairan filtrat

ditampung dalam wadah.

Page 2: Karagenan_Chikita_13.70.0110_UNIKA SOEGIJAPRANATA

2

Ditambahkan NaCl 10%

sebanyak 5% dari volume

larutan.

Volume larutan diukur dengan

menggunakan gelas ukur.

Direbus hingga mencapai

suhu 60oC

Filtrat dituang ke wadah berisi

cairan IPA (2x volume filtrat).

dan diaduk dan diendapkan

selama 10-15 menit

Serat karagenan dibentuk

tipis-tipis dan diletakan dalam

wadah

Endapan karagenan ditiriskan

dan direndam dalam cairan

IPA hingga jadi kaku

Dimasukan dalam oven

dengan suhu 50-60oC

Serat karagenan kering

ditimbang. Setelah itu

diblender hingga jadi tepung

karagenan

Page 3: Karagenan_Chikita_13.70.0110_UNIKA SOEGIJAPRANATA

3

2. HASIL PENGAMATAN

Hasil pengamatan dari ekstraksi karagenan dari rumput laut putih (Eucheuma cottonii)

dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil ekstraksi karagenan

Kelompok Berat Basah (gram) Berat Kering (gram) % Rendemen

C1

C2

C3

C4

C5

40

40

40

40

40

3,14

3,04

0,28

4,50

2,86

7,85

7,60

0,70

8,75

7,15

Berdasarkan Tabel 1 di atas dapat dilihat bahwa semakin besar berat kering yang

didapatkan, maka persen rendemen yang dihasilkan akan semakin besar pula. Berat

kering paling besar didapatkan pada kelompok C4 yaitu 4,50 dengan persen rendemen

8,75. Sedangkan berat kering paling kecil didapatkan oleh kelompok C3 dengan persen

rendemen 0,70.

Page 4: Karagenan_Chikita_13.70.0110_UNIKA SOEGIJAPRANATA

4

3. PEMBAHASAN

Seaweed atau biasa disebut rumput laut adalah tumbuhan tingkat rendah yang tidak

memiliki akar, batang, dan daun sejati. Seaweed biasanya melekat pada substrat dan

berbentuk thallus. Menurut Jenssen (2009) dalam Annisuzaman (2014), dinding sel

seaweed banyak mengandung karagenan, agar dan alginate, dan juga komponen minor

seperti fukoidan dan laminarin. Karaginofit adalah rumput laut yang mengandung bahan

utama polisakarida karagin, sedangkan agarofit adalah rumput laut yang mengandung

bahan utama polisakarida agar-agar yang keduanya merupakan rumput laut merah

(Rhodophyceae). Alginofit adalah rumput laut coklat (Phaeophyceae) yang

mengandung bahan utama polisakarid alginat. Rumput laut yang mengandung

karagenan adalah dari marga Eucheuma (Anggadiredja et al., 2007). Seaweed mampu

meningkatkan dan memperbaiki beberapa system di dalam tubuh karena kandungan

gizinya yang tinggi. dalam pertumbuhannya rumput laut memerlukan sinar matahari

untuk berfotosintesis.

Jenis seaweed penghasil agar diantaranya adalah Gracilaria, Gelidium, Gelidella, dan

Ahfeltia. Menurut Imersion (1999) agar dapat berfungsi sebagai thickening dan gelling

agent. Gel yang terbentuk dari agar memiliki sifat rigid, kaku, kurang elastis (short),

dan memiliki perbedaan suhu yang jauh antara titik pembentukan dan titik leleh gel.

Titik pembentukan gel adalah sekitar 31-43oC, sedangkan titik lelehnya adalah 80-92

oC.

Ciri-ciri fisik dari Gracilaria sp. adalah mempunyai thalus yang memipih atau silindris,

membentuk percabangan yang tidak teratur, pada ujung pangkal percabangan thalusnya

meruncing, permukaannya halus, licin, berbintil-bintil dan garis tengah thalus berkisar

0,5-4,0 mm dengan panjang yang dapat mencapai 30 cm atau lebih. Warna dari rumput

laut ini biasanya hijau kuning, coklat tua atau merah ungu (Ahda et al., 2005).

Karagenan adalah senyawa hidrokoloid yang terdiri dari ester kalium, natrium,

magnesium dan kalium sulfat dengan galaktosa 3,6-anhidrogalaktosa kopolimer.

Berdasarkan unit penyusunnya, karagenan dibagi menjadi 3 jenis, yaitu kappa-

karagenan, iota-karagenan dan lambda-karagenan. Kappa-karagenan banyak didapat

dari seaweed jenis Eucheuma cottonii, sedangkan untuk iota-karagenan dihasilkan dari

Page 5: Karagenan_Chikita_13.70.0110_UNIKA SOEGIJAPRANATA

5

Eucheuma spinosum, dan lambda-karagenan banyak berasal dari Gigartina dan

Condrus (Van de Velde et al., 2002). Karagenan dapat diperoleh dari ekstraksi red-

algae dengan air panas atau larutan alkali bersuhu tinggi (Glicksman, 1983 dalam Sen &

Erboz, 2010). Karagenan biasanya dimanfaatkan karena sifat fungsionalnya yang

berhubungan dengan pembentukan gel, pengental dan pengikat air. Tahap proses

ekstraksi karagenan adalah perendaman, ekstraksi, pemisahan dengan pelarut dan

pengeringan. Setiap tahap ekstraksi akan mempengaruhi hasil akhir karagenan.

Kemampuan karagenan dalam membentuk gel bersifat reversible yaitu dapat

membentuk gel saat didinginkan dan berbentuk cair kembali saat dipanaskan

(Suryaningrum, 1988). Sifat-sifat karagenan tergantung pada jenisnya, kappa karagenan

dan iota sangat mudah larut dalam air dingin dan larutan garam. Kappa-karagenan

memiliki kepekaan terhadap kalium dan akan membentuk gel yang kuat dengan garam

kalium. Lambda karagenan tidak larut dalam air dingin dan larutan garam segala jenis

kation, namun sangat larut pada susu dingin. Setelah dilakukan beberapa penelitian

lebih lanjut oleh Pereira et al., (2013) semakin diyakini bahwa fungsi karagenan

terdapat dalam banyak bidang, seperti bidang industri pangan, bidang farmasi dan

bidang kosmetik. Fungsi karagenan dalam bidang farmasi, dapat digunakan sebagai

obat antiinflamasi bahkan obat anti tumor dan anti kanker, sedangkan aplikasi dalam

industri pangan diantaranya, sebagai pengemulsi, antikoagulan dan penstabil, sehingga

banyak digunakan untuk campuran aneka produk pangan.

Struktur kimia kappa karagenan :

(Winarno, 1996)

Pada praktikum kali ini dilakukan ekstraksi karagenan dari seaweed Eucheuma cottonii.

Eucheuma cottonii termasuk dalam rumput laut merah (Rhodophyceae) dan lebih

dikenal dengan nama Kappaphycus alvarezii karena memiliki karagenan yang termasuk

fraksi kappa-karagenan (Doty, 1985). Pada penelitian Moses et al., (2015) dikatakan

Page 6: Karagenan_Chikita_13.70.0110_UNIKA SOEGIJAPRANATA

6

bahwa Kappaphycus alvarezii atau biasa dikenal dengan Eucheuma cottonii adalah

salah satu sumber kappa-karagenan terbaik dan banyak dibudidayakan di Indonesia,

Filiphina, Malaysia, dan beberapa negara lain termasuk India. Eucheuma cottonii

memiliki thalus silindris, permukaan licin dan cartilogeneus serta warna yang tidak

selalu tetap (Aslan, 1998). Eucheuma cottonii tumbuh melekat ke substrat yang

direkatkan dengan cakram (Atmadja, 1996). Eucheuma cottonii berperan sebagai

penghasil ekstrak karagenan. Kadar karagenan dalam Eucheuma cottonii berbeda

tergantung dari jenis dan tempat tumbuh.

Ekstraksi karagenan yang dilakukan pada praktikum teknologi hasil laut ini, diawali

dengan menimbang rumput laut sebanyak 40 gram dengan timbangan analitik agar lebih

akurat. Kemudian rumput laut basah dipotong menjadi bagian kecil lalu dihaluskan

dengan blender dengan diberi sedikit air. Tepung rumput laut lalu direbus dalam 1 liter

air selama 1 jam dengan suhu 80-90oC sambil dilakukan pengadukan sesekali.

Perebusan bertujuan untuk melarutkan karagenan karena semua karagenan larut dalam

air panas sehingga diperoleh larutan karagenan yang homogen. Perebusan juga

berfungsi untuk mempercepat proses ekstraksi, karena karagenan lebih mudah larut di

dalam air panas, dibandingkan dalam air dingin (Angka & Suhartono, 2000). Menurut

Fachruddin (1997) tujuan dilakukannya pengadukan dan menjaga stabilitas suhu

perebusan adalah untuk mencegah terjadinya kegosongan di dasar panci, pengadukan

perlahan juga dapat mencegah terbentuknya gelembung gas, memaksimalkan proses

ekstraksi dan membuat struktur gel menjadi pekat. Jika suhu perebusan terlalu tinggi

dan tidak dijaga stabilitasnya, maka rumput laut akan mudah gosong, sedangkan jika

suhu terlalu rendah, maka proses ekstraksi karagenan tidak akan berjalan optimal

Semakin lama kontak antara rumput laut dan suhu (Munjiyat & Poerwantana, 1985).

panas, maka semakin banyak karagenan yang terlepas dari dinding sel sehingga nilai

rendemen semakin tinggi pula.

Setelah direbus hasil ekstraksi didinginkan sebentar, kemudian diatur pH-nya supaya

menjadi pH 8 atau netral, dengan cara menambahkan HCl 0,1 N atau NaOH 0,1 N.

Pengaturan pH pada tahap ini bertujuan untuk membuat suasana pH optimal (sedikit

basa) untuk mendukung pembentukan gel dari karagenan. Kondisi yang sedikit basa

Page 7: Karagenan_Chikita_13.70.0110_UNIKA SOEGIJAPRANATA

7

lebih dapat meningkatkan sifat gel dari karagenan yang terbentuk (Winarno, 2002).

Karagenan dalam larutan memiliki stabilitas minimum pada pH 7 dan maksimum pada

pH 9 serta akan terhidrolisis di bawah pH 3,5. Penurunan pH menyebabkan karagenan

kehilangan viskositas dan potensi pembentukan gel (Angka, 2000).

Lalu hasil ekstraksi tersebut disaring dengan kain saring bersih dan cairan filtratnya

ditampung dalam wadah. Lalu ditambah dengan NaCl 10% sebanyak 5% dari volume

filtrate, kemudian dipanaskan sampai suhu 60oC. Penambahan NaCl berfungsi untuk

meningkatkan kekuatan gel, membantu pengendapan, dan mengurangi kadar air yang

terlarut serta memudahkan karagenan untuk menggumpal (Siddhanta et al., 2002).

Terdapatnya ion Na pada larutan karagenan akan mengakibatkan struktur karagenan

menjadi lebih tidak teratur. Selanjutnya, filtrat dituang dalam wadah berisi cairan

Isopropyl Alcohol (IPA) sebanyak 2 kali filtrat. Larutan IPA ini merupakan salah satu

jenis pengendap. Lalu diaduk selama 10-15 menit sampai terbentuk endapan karagenan.

Salah satu fungsi pengendap adalah membentuk serat karagenan dan membentuk gel

sehingga kadar air dalam karagenan mengalami penurunan. Karagenan tidak larut dalam

alkohol, maka dari itu digunakan larutan IPA agar karagenan terpresipitasi dan mudah

dipisahkan dari filtrate, sehingga dihasilkan karagenan yang lebih murni (Winarno,

1993). Endapan karagenan yang terbentuk lalu ditiriskan dan direndam dalam IPA

sampai serat karagenan menjadi lebih kaku selama 5 menit. Setelah endapan menjadi

kaku, endapan tersebut dibuka perlahan hingga terbentuk lembaran tipis. Kemudian

serat diletakkan dalam wadah tahan panas lalu dikeringkan dalam oven selama 12 jam

suhu 50-600C. Proses pengeringan, digunakan suhu 30˚C yang bertujuan untuk

menguapkan IPA yang tertinggal dalam lembaran kareagenan, karena alkohol mudah

menguap pada suhu yang tidak terlalu tinggi (Winarno, 1993). Serat karagenan kering

yang sudah dikeluarkan dari oven, ditimbang lalu diblender dan dihasilkan tepung

karagenan. Pemblenderan bertujuan untuk menghaluskan produk yang masih berbentuk

kasar, dimana melibatkan beberapa macam gaya (Voight, 1995).

Berdasarkan praktikum yang dilakukan, hasil berat kering yang terbentuk dan rendemen

memiliki nilai yang berbeda dari karagenan kelompok yang satu dengan yang lain.

Rendemen karagenan dalam penelitian memiliki definisi yang Pintor & Totosaus (2012)

sama yaitu sebagai hasil dari rasio berat karagenan kering yang dihasilkan dan berat

Page 8: Karagenan_Chikita_13.70.0110_UNIKA SOEGIJAPRANATA

8

rumput laut kering. Berdasarkan hasil pengamatan dapat diketahui bahwa berat awal

rumput laut basah yang digunakan adalah sama setiap kelompok yaitu sebesar 40 gram.

Namun setelah pengovenan, berat kering yang diperoleh menunjukkan angka yang

beragam. Hasil berat kering yang paling besar adalah kelompok C4 yaitu seberat 3,50

gram, kemudian secara berurutan sampai berat kering paling rendah sebagi berikut, C1

seberat 3,14 gram; C2 seberat 3,04 gram; C5 seberat 2,86 gram; dan berat kering

karagenan yang paling kecil adalah kelompok C3 yaitu 0,28 gram. Berat kering yang

terukur, dapat menentukan % rendemen. Berat kering berbanding lurus dengan %

rendemen, sehingga apabila berat kering tinggi maka % rendemen juga semakin tinggi.

Sesuai dengan hasil berat kering, % rendemen tertinggi pada kelompok C4 yaitu sebesar

8,75% dan % rendemen terendah pada kelompok C3 sebesar 0,70%. Perbedaan tersebut

dikarenakan adanya perbedaan ukuran partikel rumput laut sebelum diekstrak. Semakin

seragam ukuran partikel rumput laut, maka hasil rendemen juga akan semakin seragam.

Semakin kecil ukuran partikel rumput laut, juga akan semakin efektif proses ekstraksi

berlangsung (Treybal, 1981).

Rendemen karagenan penting dihitung untuk mengetahui bagaimana pengaruh

perlakuan terhadap hasil akhir. Tinggi rendahnya hasil rendemen juga dipengaruhi saat

proses penghalusan, perebusan dan pencucian, apabila tidak hati-hati dapat

menyebabkan tepung terbuang (Angka, 2000). Nilai rendemen juga dipengaruhi oleh

faktor lain, seperti spesies seaweed, iklim habitat tumbuh, cara ekstraksi, pemanenan

seaweed dan lokasi (Chapman, 1980). Yield karagenan dan viskositas gel dipengaruhi

oleh suhu ekstraksi. Sementara kekuatan gel dipengaruhi oleh waktu ekstraksi dan suhu

ekstraksi. Kondisi optimal ekstraksi adalah 740C selama 4 jam (Webber et al., 2012).

Page 9: Karagenan_Chikita_13.70.0110_UNIKA SOEGIJAPRANATA

9

4. KESIMPULAN

Karagenan tersusun atas unit-unit galaktosa sebagai monomernya dan 3,6-

anhydrogalaktosa yang di ikat oleh ikata glikosidik α-1,3 dan β-1,4 secara

bergantian.

Tahap proses ekstraksi karagenan adalah perendaman, ekstraksi, pemisahan dengan

pelarut dan pengeringan.

Jenis-jenis karagenan, antara lain adalah kappa, lambda, iota, nu dan teta.

Pemotongan pada rumput laut bertujuan agar luas permukaan kontak rumput laut

dengan asam asetat lebih luas sehingga proses ekstraksi menjadi lebih maksimal.

Penggunaan asam asetat dalam perendaman rumput laut untuk memecah dinding

sel dan menghidrolisis polisakarida yang menyusun agar-agar menjadi monomer

sehingga lebih mudah membentuk gel.

Potensi membentuk gel dan viskositas larutan karagenan akan menurun dengan

menurunnya pH.

Dalam proses ekstraksi karagenan, beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah pH

filtrat, suhu ekstraksi, dan kandungan ion dalam larutan.

Tujuan dari perebusan dengan air adalah untuk membuat larutan karagenan menjadi

homogen.

Tujuan dari pengadukan dan menjaga kestabilan suhu adalah untuk mencegah

terjadinya kegosongan, mencegah terbentuknya gelembung gas, memaksimalkan

proses ekstraksi, dan membuat struktur gel yang pekat.

Karagenan lebih mudah larut di dalam air panas, dibandingkan dalam air dingin.

Pengaturan pH bertujuan untuk membuat suasana pH optimal untuk pembentukan

gel dari karagenan.

Kondisi yang sedikit basa dapat meningkatkan sifat gel dari karagenan yang

terbentuk.

NaCl berfungsi untuk mengurangi kadar air yang terlarut dan memudahkan

karagenan untuk menggumpal.

Faktor yang mempengaruhi besarnya rendemen karagenan, seperti perbedaan

partikel agar, cara penghalusan, perebusan, penyaringan larutan dan kuatnya gel

yang terbentuk.

Page 10: Karagenan_Chikita_13.70.0110_UNIKA SOEGIJAPRANATA

10

Rendemen karagenan adalah hasil dari rasio berat karagenan kering yang dihasilkan

dan berat rumput laut kering.

Nilai rendemen dipengaruhi oleh spesies, iklim, cara ekstraksi, pemanenan, lokasi

dan proses penggilingan.

Semarang, 22 Oktober 2015

Praktikan, Asisten Dosen,

Chikita Eljo Brilliarien M. Ignatius Dicky A. W.

13.70.0110

Page 11: Karagenan_Chikita_13.70.0110_UNIKA SOEGIJAPRANATA

11

5. DAFTAR PUSTAKA

Ahda K. D., Daniel; Yolanda Freile-Pelegrı´n; Jose´ A. Azamar. 2005. Carrageenan of

Eucheuma isiforme (Solieriaceae, Rhodophyta) from Yucata´ n, Mexico. I. Effect

of extraction Conditions. Botanica Marina 49 (2006): 65-71.

Anggadiredja; Sperisa; Wiratni; Moh. Fahrurrozi; Rochmadi. 2007. Carrageenan

Properties Extracted From Eucheuma cottonii, Indonesia. World Academy of

Science, Engineering and Technology 54 2011.

Angka S.L., M.T. Suhartono. 2002. Bioteknologi Hasil Laut. Pusat Kajian Sumberdaya

Pesisir dan Lautan Institut Pertanian Bogor.

Anisuzzaman S. M., Bono A., Kishnaiah D., Hussin. 2014. Decolorization of Low

Molecular Compounds of Seaweed by Using Activated Carbon. International

Journal of Chemical Enggineering and Application, Vol. 5 (2).

Aslan, L.M. 1998. Budidaya Rumput Laut. Kanisius. Yogyakarta.

Atmadja. W.S, 1996. Pengenalan Jenis-Jenis Rumput Laut Indonesia. Puslitbang

Oseaanologi LIPI, Jakarta

Chapman, V.J., and Chapman, C.J., 1980. Seaweed and Their Uses , 3rd ed., pp. 148 –

193, Chapman and Hall Ltd., London.

Doty M.S. 1985. “Taxonomy of Economic Seaweeds: Eucheuma alvarezii sp.nov

(Gigartinales, Rhodophyta) from Malaysia”. California Sea Grant College

Program. 37 – 45.

Fachruddin, L. 1997. Membuat Aneka Selai. Kanisius. Yogyakarta.

Glicksman M. 1983. Food Hydrocolloids, Volume II. New York: CRC Press. Inc.

Imersion. 1999. Extraction and quantification of hybrid carrageenans from the biomass

of the red algae Furcellaria lumbricalis and Coccotylus truncates. Proc. Estonian

Acad. Sci. Chem., 2006, 55, 1, 40–53.

Munjiyat, R & P. K. Poerwantana. 1985. Memanfaatkan Hasil Buah. Penerbit Alumni.

Bandung.

Moses J., Andandhakumar R., Shanmugam M. 2009. Effect of Alkaline Treatment on

the Sulfate Prepared from Quality of Semi-refined Carrageenan Prepared from

Page 12: Karagenan_Chikita_13.70.0110_UNIKA SOEGIJAPRANATA

12

Seaweed Kappaphycus alvarezii Doty (Doty) Farmed in Indian Waters. Research

and Development: India.

Pereira L., Gheda S., Claro R., Paulo J. Analysis by Vibrational Spectroscopy of

Seaweed Polysaccharides with Potential Use in Food, Pharmaceutical, and

Cosmetic Industries. International Journal of Carbohydrates Chemistry, Vol. 13,

pp.7. Department of Life Sciences: Portugal.

Pintor A., Totosaus A. 2012. Ice Cream Properties Affected by Lambda-Carrageenan or

Iota-Carrageenan Interactions eith Locust Bean Gum or Carbocymethylcellulose

Mixtures. International Food Research Journal, Vol. 19 (4); 1409-1414. Food

Sciences Lab: Mexico.

Sen M., Erboz E N. Determination of Critical Gelatiom Conditions od Lambda-

carrageenan by Viscosimetric and FT-IR Analyses. Food research International,

Vol. 43 (2010), pp. 1361-1364. Department of Chemisty; Turkey.

Siddhanta, A. K; A. M. Goswanmi; M. Shanmugam; K. H. Mody; B. K. Ramavat & O.

P. Mairh. 2002. Sulphated Galactans of Marine Red Alga Laurencua spp.

(Rhodomelaceae, Rhodophyta) From The West Coast of India. Indian Journal of

Marine Sciences Vol. 31(4), pp. 306-309.

Suryaningrum TD. 1988. Kajian sifat-sifat mutu komoditi rumput laut budidaya jenis

Eucheuma cottoni dan Eucheuma spinosum [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana,

Institut Pertanian Bogor.

Syamsuar, 2007, Karakteristik Karaginan Rumput Laut Eucheuma cottonii Pada Ber-

bagai Umur Panen, Kosentrasi Koh dan Lama Ekstraksi. Laporan Penelitian.

Institut Tekno-logi Bandung. Bandung. diakses 11 September 2014.

Treybal, R. E. 1981. Mass Transfer Operation, 3th ed., p.p. 34-37, 88, Mc Graw Hill

International Editions, Singapore.

Van de Velde, Knutsen, S. H., Usov A.I., Romella, H.S., and Cerezo, A. S. 2002, 1H

and 13 C High Resolution NMR Spectoscopy of Carrageenans: Aplication in

Research and Industry. Trend in Food Science and Technology, 13, 73-92.

Voigt R. 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Penerjemah: Noerono S.

Yogyakarta: Penerbit Universitas Gadjah Mada Press.

Webber, Vanessa; Sabrina Mato de Carvalho; Paulo Jose Ogliari; Leila Hayashi; Pedro

Luiz Manique Barreto. 2012. Optimization of the extraction of carrageenan from

Page 13: Karagenan_Chikita_13.70.0110_UNIKA SOEGIJAPRANATA

13

Kappaphycus alvarezii using response surface methodology. Ciênc. Tecnol.

Aliment., Campinas, 32(4): 812-818, out.-dez.

Winarno, F. G. 1993. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia. Jakarta.

Winarno, F.G., 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Winarno, F.G.; S. Fardiaz; dan D. Fardiaz. 1993. Pengantar Teknologi Pangan.

Gramedia, Jakarta.

Page 14: Karagenan_Chikita_13.70.0110_UNIKA SOEGIJAPRANATA

14

6. LAMPIRAN

6.1. Perhitungan

Rumus :

Kelompok C1:

Kelompok C2:

Kelompok C3:

Kelompok C4:

Kelompok C5:

6.2. Laporan Sementara

6.3. Diagram Alir

6.4. Abstrak Jurnal

b at k i g

b at basah