jurnal 1

5
11 Keberadaan pengawas minum obat (PMO) pasien tuberkulosis paru di indonesia (Murtiwi) PENELITIAN KEBERADAAN PENGAWAS MINUM OBAT (PMO) PASIEN TUBERKULOSIS PARU DI INDONESIA Abstrak Tuberkulosis (TBC) merupakan penyakit menular yang menyebabkan kematian, dan merupakan penyebab kematian ketiga di Indonesia. Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001, TBC merupakan penyebab kematian ketiga setelah penyakit kardiovaskular dan penyakit saluran pernafasan pada semua kelompok usia, bahkan peringkat pertama penyebab kematian penyakit menular. Jumlah pasiennya sekitar 500.000 orang/tahun dengan kematian sekitar 175.000/tahun, khususnya di daerah pedesaan miskin dan daerah kumuh perkotaan yang rawan kuman (Depkes RI, 2005). Sampai saat ini di seluruh Indonesia program penanggulangan penyakit TBC masih jauh dari yang diharapkan. Salah satu penyebab utama adalah ketidakpatuhan berobat pasien masih tinggi. Oleh karena itu, masalah kepatuhan pasien dalam menyelesaikan program pengobatan merupakan prioritas paling penting. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi pengetahuan pasien TBC tentang peran dan tugas PMO. Desain penelitian adalah penelitian analitik dengan teknik potong lintang. Pada desain penelitian ini informasi mengenai perilaku kepatuhan pasien tuberkulosis paru diperoleh secara bersamaan dengan data perilaku yang lain. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa keberadaan PMO terhadap kepatuhan berobat pasien TBC paru tidak efektif, hal ini ditunjukkan oleh data 66,6% pasien tidak pernah diingatkan minum obat, 98,5% pasien tidak diawasi saat menelan obat. Pasien berpendapat tidak perlu ada PMO. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa pasien memiliki potensi untuk diberdayakan oleh karena itu, temuan ini membuktikan pentingnya pemberdayaan masyarakat yang dapat diawali dengan memfasilitasi terbentuknya kelompok pasien TBC atau self-help group. Kata kunci: pemberdayaan masyarakat, tuberkulosis Abstract Tuberculosis (TBC) as a contagious disease that can lead to death is the third cause of death in Indonesia. The Home Health Survey ( Survei Kesehatan Rumah Tangga-SKRT) in 2001 stated that TBC is the third cause of death after the cardiovascular and respiratory disease in all of age groups and that TBC is the first cause of death in the infectious diseases. The number of the patients is approximately 500.000 people/year with the death incident of 175.000 people/year, especially in poor village area and dense city area (DepKes RI, 2005). Until recently, the TBC eradication programme in Indonesia is still far away from expected outcomes. One of the main cause is the high rate of incompliance to treatment. Therefore, the compliance to treatment still becomes the most important priority. This reseach aims to identify clients’ knowledge about roles of the health care provider. This reseach uses cross sectional design. In this design, the information about the TBC clients’ compliance is included in the other data on attitudes. The study shows that the role of supervisor for administering medication to Lung TBC clients’ compliances is ineffec- tive. This result is enhanced by the data that 66.6% clients are never reminded to take the medication. Clients stated that they do not need supervisor for administering medication. These findings showed that clients have the potency for empowerment, therefore, these results revealed that it is important to start empowering the community which can be started by facilitating the self help group of TBC client. Key words: : : community empowerment, tuberculosis. LATAR BELAKANG Penyakit TBC merupakan penyakit menular yang menyebabkan kematian, dan merupakan penyebab kematian ketiga di Indonesia. Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001 penyakit TBC merupakan penyebab kematian ketiga setelah penyakit kardiovaskular dan penyakit Murtiwi * saluran pernafasan pada semua kelompok usia, bahkan peringkat pertama penyebab kematian penyakit menular. Jumlah pasiennya sekitar 500.000 orang/tahun dengan kematian sekitar 175.000/ tahun, khususnya di daerah pedesaan miskin dan daerah kumuh perkotaan yang rawan kuman (Depkes RI, 2005).

Upload: ardie-speciallis-capuera

Post on 29-Sep-2015

2 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

n

TRANSCRIPT

  • 11Keberadaan pengawas minum obat (PMO) pasien tuberkulosis paru di indonesia (Murtiwi)PENELITIAN

    KEBERADAAN PENGAWAS MINUM OBAT (PMO) PASIENTUBERKULOSIS PARU DI INDONESIA

    Abstrak

    Tuberkulosis (TBC) merupakan penyakit menular yang menyebabkan kematian, dan merupakan penyebab kematian ketiga diIndonesia. Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001, TBC merupakan penyebab kematian ketiga setelah penyakitkardiovaskular dan penyakit saluran pernafasan pada semua kelompok usia, bahkan peringkat pertama penyebab kematian penyakitmenular. Jumlah pasiennya sekitar 500.000 orang/tahun dengan kematian sekitar 175.000/tahun, khususnya di daerah pedesaanmiskin dan daerah kumuh perkotaan yang rawan kuman (Depkes RI, 2005). Sampai saat ini di seluruh Indonesia programpenanggulangan penyakit TBC masih jauh dari yang diharapkan. Salah satu penyebab utama adalah ketidakpatuhan berobat pasienmasih tinggi. Oleh karena itu, masalah kepatuhan pasien dalam menyelesaikan program pengobatan merupakan prioritas palingpenting. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi pengetahuan pasien TBC tentang peran dan tugas PMO. Desain penelitianadalah penelitian analitik dengan teknik potong lintang. Pada desain penelitian ini informasi mengenai perilaku kepatuhan pasientuberkulosis paru diperoleh secara bersamaan dengan data perilaku yang lain. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa keberadaanPMO terhadap kepatuhan berobat pasien TBC paru tidak efektif, hal ini ditunjukkan oleh data 66,6% pasien tidak pernah diingatkanminum obat, 98,5% pasien tidak diawasi saat menelan obat. Pasien berpendapat tidak perlu ada PMO. Hasil penelitian ini jugamenunjukkan bahwa pasien memiliki potensi untuk diberdayakan oleh karena itu, temuan ini membuktikan pentingnya pemberdayaanmasyarakat yang dapat diawali dengan memfasilitasi terbentuknya kelompok pasien TBC atau self-help group.

    Kata kunci: pemberdayaan masyarakat, tuberkulosis

    Abstract

    Tuberculosis (TBC) as a contagious disease that can lead to death is the third cause of death in Indonesia. The Home HealthSurvey ( Survei Kesehatan Rumah Tangga-SKRT) in 2001 stated that TBC is the third cause of death after the cardiovascular andrespiratory disease in all of age groups and that TBC is the first cause of death in the infectious diseases. The number of thepatients is approximately 500.000 people/year with the death incident of 175.000 people/year, especially in poor village area anddense city area (DepKes RI, 2005). Until recently, the TBC eradication programme in Indonesia is still far away from expectedoutcomes. One of the main cause is the high rate of incompliance to treatment. Therefore, the compliance to treatment stillbecomes the most important priority. This reseach aims to identify clients knowledge about roles of the health care provider. Thisreseach uses cross sectional design. In this design, the information about the TBC clients compliance is included in the other dataon attitudes. The study shows that the role of supervisor for administering medication to Lung TBC clients compliances is ineffec-tive. This result is enhanced by the data that 66.6% clients are never reminded to take the medication. Clients stated that they donot need supervisor for administering medication.These findings showed that clients have the potency for empowerment, therefore, these results revealed that it is important to startempowering the community which can be started by facilitating the self help group of TBC client.

    Key words: : : community empowerment, tuberculosis.

    LATAR BELAKANG

    Penyakit TBC merupakan penyakit menularyang menyebabkan kematian, dan merupakanpenyebab kematian ketiga di Indonesia. HasilSurvei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun2001 penyakit TBC merupakan penyebab kematianketiga setelah penyakit kardiovaskular dan penyakit

    Murtiwi *

    saluran pernafasan pada semua kelompok usia,bahkan peringkat pertama penyebab kematianpenyakit menular. Jumlah pasiennya sekitar 500.000orang/tahun dengan kematian sekitar 175.000/tahun, khususnya di daerah pedesaan miskin dandaerah kumuh perkotaan yang rawan kuman(Depkes RI, 2005).

  • 12 Jurnal Keperawatan Indonesia, Volume 10, No.1, Maret 2006; 11-15

    Penyakit ini sampai saat ini di seluruh In-donesia program penanggulangan penyakit TBCmasih jauh dari yang diharapkan. Salah satupenyebab utama adalah ketidakpatuhan berobatpasien masih tinggi. Oleh karena itu, masalahkepatuhan pasien dalam menyelesaikan programpengobatan merupakan prioritas paling penting.

    Ketidak mampuan pasien menyelesaikanregimen self-administered, akan menyebabkanterjadinya kegagalan pengobatan, kemungkinankambuh penyakitnya, resisten terhadap obat danterus menerus akan mentransmisikan infeksi(Vijay, Balasangameswara, Jagannatha, Saroja,& Kumar, 2003). Tiap pasien TBC parupotensial dapat menularkan penyakitnya pada 15orang pasien baru per tahun (Wandwalo,2000).

    Kepatuhan pasien dalam menyelesaikanprogram pengobatan pada kasus TBC aktifmerupakan prioritas paling pent ing untukmengendalikan program. Peningkatanpersentase pasien yang berobat teratur (patuh)akan member ikan dampak posit if, yait umengurangi angka penularan, mengurangikekambuhan, menghambat pertumbuhan kuman,mengurangi resistensi kuman terhadap obat, danmengurangi kecacatan pasien. Pada akhirnyajumlah pasien TBC akan menurun.

    METODEDesain penelitian adalah penelitian analitik

    dengan teknik potong lintang. Pada desainpenelitian ini informasi mengenai perilakukepatuhan pasien tuberkulosis paru diperolehsecara bersamaan dengan data perilaku yang lain.

    Populasi target adalah seluruh pasien TBCparu BTA positif dan BTA negatif rontgentpositif. Sampel penelitian adalah pasien TBCparu yang mendapat pengobatan programpemberantasan TBC st rat egi DOTS, danmemenuhi kriteria berikut:a. Pasien TBC parub. Jenis kelamin laki-laki dan perempuanc. Berusia lebih dari 14 tahun

    d. Pasien belum dinyatakan sembuh(pengobatan lengkap, lalai, putus berobat,gagal) maupun yang sudah sembuh

    e. Peserta program pengobatan TBC paruf. Bersedia ikut dalam penelitian

    Jumlah sampel penelit ian sebanyak 760pasien. Instrumen yang digunakan merupakanmodifikasi dari Short-Form 36, Knowledge abouttuberculosis by Hoa, Diwan, Co, & Thorson(2004) dan Pilowsky & Spence (2000) .Disamping itu juga diadopsi dari IndonesianAdaptation of the General Self-Efficacy Scale byAisti, Ralf & Mathias (1995) dan modifikasi LifeSat isfact ion Index A dar i Neugart en danHavighurst (1961).

    Etika penelitian tetap dipertahankan selamakegiat an penelit ian ant ara lain hak dankerahasiaan pasien tetap dijaga dengan hanyamencantumkan nomor kode. Sifatnya sukarela,bebas dari tekanan dan paksaan. Apabila pasientidak menyetujui di tengah kegiatan dan inginmengundurkan dir i maka pasien dapatmengundurkan diri. Waktu yang diperlukanuntuk wawancara sekitar 30 menit dengan tetapmemperhatikan tingkat kelelahan pasien. Semuadata hanya akan disimpan selama lima tahun.

    HASIL

    Pasien yang mempunyai keluarga meninggalkarena TBC paru sebesar 18,4% dan yang .mempunyai keluarga dirawat di rumah sakitkarena sakit TBC paru sebanyak 15,3%. Pasienyang berpendapat bahwa di lingkungan sekitarrumahnya terdapat banyak orang sakit TBC parusebanyak 20,7%. Sebagian besar pasien yaitu69,9% menyatakan tidak mempunyai keluargayang mendampingi sebagai pengawas menelanobat (PMO). Disamping itu, sebanyak 66,6%pasien menyatakan tidak ada yang mengingatkanuntuk minum obat TBC paru.

    Pasien yang mempunyai PMO hanya 30,1%dan sebagian besar adalah keluarga yaitu 25,3%

  • 13Keberadaan pengawas minum obat (PMO) pasien tuberkulosis paru di indonesia (Murtiwi)

    sedangkan pasien yang mempunyai PMOpetugas kesehatan hanya 0,6%. Tidak semuapasien yang mempunyai PMO diingatkan minumobat atau diingatkan kontrol kembali ke pusatpelayanan kesehatan. Hal ini dinyatakan oleh66,6% pasien tidak pernah diingatkan minumobat. Pasien yang menyatakan tidak pernahdiingatkan kembali kontrol ke pusat pelayanankesehatan sebanyak 64,2% sedangkan hampirsemua pasien menyatakan tidak pernah diawasisaat menelan obat yaitu sebanyak 97%.

    Pasien berpendapat pasien TBC paru tidakperlu didampingi oleh PMO dinyatakan oleh84,5% pasien, keberadaan PMO tidak efektifkarena PMO t idak pernah menjalankanfungsinya yaitu mengingatkan minum obat,mengingatkan kembali kont ro l ke pusatpelayanan kesehatan, atau mengawasi pasienTBC saat menelan obat.

    Hasil telitian memperlihatkan bahwa 84,5%pasien TBC paru berpendapat bahwa tidak perludidampingi PMO, hanya 2,1% pasien yangberpendapat perlu didampingi PMO, sisanya13,4% pasien menyatakan tidak tahu. Menurutpendapat pasien bahwa tugas PMO terhadappasien TBC paru adalah mengingatkan minumobat TBC sebanyak 50,5%, yang tidak menyetujuisebanyak 12,3%, sedangkan sisanya 37,2% pasientidak tahu tugas PMO. Hanya 4,7% pasienberpendapat bahwa tugas PMO terhadap pasienTBC paru adalah mengingatkan kembali kontrolke pusat pelayanan kesehatan, sebanyak 64,2%pasien tidak setuju, dan sisanya 31,1% pasienmenyatakan tidak tahu tugas PMO. Pasien yangberpendapat bahwa tugas PMO terhadap pasienTBC paru adalah mengawasi pasien saat menelanobat hanya 1,5%, hampir seluruh pasien 97%berpendapat tidak setuju bahwa tugas PMOmengawasi pasien menelan obat dan sisanya 1,5%pasien menyatakan tidak tahu.

    Secara rinci data mengenai keberadaan PMOpasien TBC paru dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

    TabelKEBERADAAN PMO PASIEN TBC PARU

    Mempunyai PMO tidak punyapunya

    n %

    531229

    69.930.1

    keluargatetangga

    19232

    25.34.2

    petugastiap hari

    tidak pernah

    577

    152

    0.633.466.6

    tidak perluperlu

    tidak tahu

    64216

    102

    84.52.1

    13.4

    hubungandengan PMO :

    diingatkanmakan obat:

    Harus didampingiPMO

    yatidak

    tidak tahu

    38493

    283

    50.512.337.2

    Tugas PMO

    yatidak

    tidak tahu

    36495229

    4.764.231.1

    yatidak

    tidak tahu

    11737

    12

    1.597.0

    1.5

    meingatkanmakan obat:

    mengingatkankontrol:

    mengawasimenelan obat:

    Sumber: Hasil Penelitian 2004

    Disamping itu, pasien yang menyatakan bahwasakit TBC paru tidak membatasi pergaulan dalamkeluarga sebanyak 70,9%. Walaupun sebesar 59,1%pasien menyatakan keluarga mengharapkan pasiensegera sembuh, namun hanya sebesar 39,7% pasienmenyatakan ada keluarga yang mengingatkan untukminum obat TBC paru. Pasien yang mendapatperawatan dan perhatian keluarga selama sakit TBCparu sebanyak 43,6%. Pasien yang berpendapatbahwa pelayanan petugas kesehatan baik sebanyak55%. Petugas kesehatan menjelaskan cara minumobat TBC paru dinyatakan oleh 52,9% pasien.

    PEMBAHASAN

    Sebagian besar pasien yaitu 69,9% tidakdidampingi pengawas menelan obat (PMO) dansebanyak 66,6% pasien tidak ada yang mengingatkanuntuk minum obat TBC paru. Temuan inimenunjukkan bahwa tidak setiap pasien mempunyaiPMO dan tidak ada yang mengingatkan minum obat

  • 14 Jurnal Keperawatan Indonesia, Volume 10, No.1, Maret 2006; 11-15

    TBC selama pengobatan. Menurut petunjukpelaksanaan program pengobatan pemberantasanTBC, setiap pasien TBC yang mendapat pengobatanharus didampingi oleh PMO untuk melakukanobservasi langsung (DOTS= direct observed treatmentshortcourse) (WHO, 1999).

    Hubungan pasien dengan PMO adalah keluarga(suami, istri, anak, menantu, ayah, ibu, kakak, adik,nenek atau saudara) sebesar 25,3%. Hanya sekitar0,6% pasien yang mempunyai PMO petugas kesehatandan sebesar 4,2% hubungan PMO adalah tetangga.Pasien yang menyatakan diingatkan minum obat TBCsetiap hari sebanyak 33,4% dan sisanya sebanyak66,6% menyatakan tidak pernah diingatkan minumobat TBC walaupun mempunyai PMO.

    Temuan menunjukkan bahwa tidak semuaPMO menjalankan fungsinya dengan benar yaitumengingatkan minum obat pasien TBC paru setiaphari. Sebenarnya sesuai dengan DOTS harusobservasi langsung yaitu melihat dengan pastibahwa obat telah diminum pasien. Sesuai denganprogram pemberantasan penyakit TBC paru yangmenjadi PMO adalah lebih baik petugas kesehatan,tetapi temuan penelitian ini hanya 0,6% yangmenjadi PMO petugas kesehatan.

    Temuan-temuan tentang PMO yang didapatkandari penelitian ini merupakan informasi yang sangatberharga atau merupakan umpan balik bagi petugaskesehatan yang dapat digunakan untuk merencanakandan menerapkan program promosi atau edukasikesehatan pasien TBC paru. Penanggulangan masalahkesehatan komunitas yaitu ketidakpatuhan berobatpasien TBC paru perlu direncanakan dengan baik,bagaimana program edukasi kesehatan diberikan danapa yang diperlukan oleh pasien. Di samping itu, perludipikirkan metode yang paling tepat dan paling sesuaidengan komunitas setempat (DepKes RI, 2005a).

    Petugas kesehatan yang merupakan bagian daripusat kesehatan masyarakat adalah tim kesehatanterdiri dari dokter umum, perawat komunitas, bidan,dan tenaga kesehatan yang lain. Petugas kesehatanselalu berupaya agar keluarga dan masyarakat makinberdaya di bidang kesehatan. Disamping itu, petugaskesehatan memotivasi, memfasilitasi, dan menggali

    partisipasi aktif masyarakat di bidang kesehatan(DepKes RI, 2002).

    Edukasi kesehatan dalam rangka promosikesehatan sehubungan dengan kepatuhan berobatpasien TBC paru merupakan salah satu peran perawatkomunitas (community health nurses). Perawatkomunitas sebagai petugas kesehatan selain memberiedukasi tentang penyakit TBC paru denganmenggunakan lembar balik bergambar, memasangposter, membagikan brosur atau leaflet yaitu bahaninformasi tertulis tentang penyakit TBC paru.Masyarakat dihimbau agar datang ke pelayanankesehatan apabila merasa ada gejala penyakit TBC paruseperti tanda dan gejala yang telah diinformasikan (Nies& McEwen, 2001).

    Informasi dan wawasan kesehatan tentang TBC parudiberikan pada setiap kesempatan di mana komunitasberkumpul. Selain itu diinformasikan pada pasien TBCparu dan keluarganya, apabila sewaktu-waktu ada yangingin ditanyakan terkait dengan TBC petugas kesehatanbersedia membantu. Apabila komunitas telahmengetahui bahwa pasien atau keluarga sewaktu-waktudapat datang ke petugas kesehatan di lingkungan tempattinggalnya untuk mendapatkan informasi khususnyatentang TBC paru, berarti komunitas telah dapatdiberdayakan (McMurray, 2003).

    Perawat komunitas memberikan informasi tentangTBC paru pada kelompok-kelompok komunitas yangada di masyarakat, seperti misalnya posyandu. Kaderkesehatan di masyarakat mempunyai keluarga binaandi lingkungan dekat tempat tinggalnya. Petugaskesehatan bekerja sama dengan kader kesehatan berperansebagai fasilitator pada support group dalam kelompokkomunitas daerah binaannya (McMurray, 2003).

    Petugas kesehatan secara berkala dan bergantianmengunjungi kelompok-kelompok komunitas TBCparu, dari kelompok yang satu bergilir ke kelompokyang lain. Tujuan kegiatan ini adalah memberikandukungan terhadap kelompok pendukung atau supportgroup TBC paru. Dukungan petugas kesehatandiberikan selain kepada pasien TBC paru, keluargapasien juga dukungan kepada kader kesehatan. Kaderkesehatan dapat berperan sebagai fasilitator, selainbertugas mencari dan mengawasi pasien TBC paru

  • 15Keberadaan pengawas minum obat (PMO) pasien tuberkulosis paru di indonesia (Murtiwi)

    dalam program pengobatan, kader kesehatan dapatmembantu petugas kesehatan memberikan informasitentang TBC paru (Washington, 2000).

    Kader kesehatan mendapatkan informasi tentangTBC paru dengan mengikuti pelatihan-pelatihan yangdiadakan dan diberikan oleh petugas kesehatan. Selaininformasi tentang TBC paru juga diajarkan bagaimanamemberdayakan komunitas atau pasien dankeluarganya. Petugas kesehatan sebelum memberikanpelatihan kepada kader kesehatan tentunya sudahmendapatkan pelatihan. Materi pelatihan selainmengenai TBC paru juga diberikan materi tentangbagaimana upaya petugas kesehatan dalammemberdayakan komunitas (WHO 1999).

    Kelompok komunitas tersebut terdiri dari pasiendan keluarganya, masing-masing anggota kelompokdapat membantu kader kesehatan berperan sebagaipengawas pasien TBC paru dalam programpengobatan, saling mengawasi dan mengingatkan. Disamping itu, tiap anggota kelompok dapat mencari danmenemukan pasien TBC paru yang berada dilingkungan komunitasnya. Sehingga setiap anggotakelompok mempunyai tanggung jawab dan komitmenbersama untuk mencapai derajat kesehatan dankesejahteraan individu, keluarga, dan berbagaikelompok komunitas yang ada di dalamnya. Diawalidengan adanya kesepakatan bersama tentang keinginankomunitas dalam hal kesehatan. Hal tersebut disepakatioleh komunitas dan tenaga kesehatan yang ada didalamnya (McMurray, 2003).

    KESIMPULAN

    Pasien berpendapat tidak perlu ada PMO karenakeberadaan PMO selama ini tidak efektif. Hal inimenunjukkan bahwa pasien TBC paru memilikipotensi untuk diberdayakan dengan memfasilitasiterbentuknya kelompok pasien TBC atau self-helpgroup (ENT).

    KEPUSTAKAAN

    Dep.Kes R.I. (2002). ARRIME PedomanManajemen Puskesmas. Upaya KesehatanKeluarga Mandiri. Proyek Kesehatan dan Gizi.Jakarta.

    Dep.Kes RI. (2005). Pedoman penanggulangantuberkulosis. cetakan ke 9, Jakarta: Dep.KesRI.

    Dep.Kes RI. (2005a). Survei PrevalensiTuberkulosis Indonesia Tahun 2004. Jakarta:Ditjen. PPM-PL & Project DOTS Expansion GFATM-WHO. The Global Funds. tidakdipublikasikan.

    McMurray, A. (2003). Community Health andWellness: Socioecological Approach. Sydney,Harcourt Mosby.

    Nies, M.A., & McEwen, M. (2001). CommunityHealth Nursing: Promoting the Health ofPopulation. (3 rd ed.). Philadelphia: W.B.Saunders Company.

    Vijay, S., Balasangameswara, V.H., Jagannatha, P.S.,Saroja, V.N., & Kumar, P. (2003). Defaultsamong tuberculosis patients treated under dotsin Bangalore city: a search for solution. IndianJournal Tuberculosis, 50, 185-196

    Wandwalo,E.R., & Morkve, O. (2000). Delay intuberculosis case-finding and treatment inMwanza, Tanzania. International JournalTuberculosis Lung Disease, 4 (2), 133-138.

    Washington,G.M. (2000). Effects group therapy onchemically dependent womens self-efficacy.Journal of Nursing Scholarship, 32, (4), 347-352

    WHO. (1999). Combating Tuberculosis, Principlefor Accelerating DOTS Coverage. New Delhi,WHO.

    * DR. Murtiwi, S.Kp., MS: Staf Akademik DasarKeperawatan dan Keperawatan Dasar FIK-UI